Metal Oxide [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1



Aplikasi Material Oksida Sebagai Sensor Gas Senyawa oksida logam dapat diaplikasikan sebagai sensor gas. Material



oksida merupakan senyawa oksida-logam dengan karakter strukturnya berikatan ionik. Banyak ragam dari material oksida logam seperti Fe2O3, TiO2, ZrO2, ZnO, SnO2, dan lain-lain. Oksida logam yang bersifat semikonduktor sering digunakan sebagai bahan untuk mendeteksi berbagai gas yang seperti CO, C2O , H2, alkohol, H2O, NH3, O2, NOx . Banyak penelitian yang dikembangkan untuk mengubah bahan dasar semikonduktor oksida sehingga memiliki sensitivitas yang tinggi. Penelitian tersebut di antaranya :



a. Sri Julia, 2005



Bahan dasar yang digunakan untuk film tipis adalah ZnO, dari hasil penelitiannya, film tipis berbasisi ZnO memiliki kemampuan tinggi dalam mobilitas konduksi electron, Stabil terhadap perlakuan kimia dan perlakuan panas, Resistivity semikonduktor dan tidak mengandung racun dan dan film tipis berbasisi ZnO tersebut dapat dipalikasikan untuk sensor gas ethanol.



b. Nur Asiah Jamil, 2008



7



Bahan yang digunakan adalah ZnFe2O dengan penambahan CuO. Dibuat dalam bentuk film tebal. Hasil penelitiannya adalah dengan penambahan CuO tidak merubah struktur kristal. Dari sifat listriknya, resistivitas listrik sampel di media gas lebih kecil dari pada resistivitas listriknya di udara. Hal ini menunjukkan bahwa keramik yang dibuat sensitif terhadap gas etanol dan berpotensi dijadikan sensor gas.



c. Abhijith. 2006, Reungchaiwat. 2005, Reichel. 2005



Bahan yang digunakannya adalah ZnO. Hasil dari penelitiannya adalah Film tipis yang dibuat dengan bahan ZnO dapat dijadikan sensor gas etanol, dengan suhu kerja yang tinggi yaitu 4000C.



d. Kotsikau D, Ivanovskaya M, Orlik D, Falasconi M.2004



Bahan yang digunakannya adalah pencampuran Fe2O3 dan SnO2. Film tipis dibuat dengan metode sol-gel tersebut setelah di treatment dalam suasana gas, menghasilkan sensitivitas dalam suasana gas C2H5OH.



2.1.1



Sensor Gas Dalam dunia teknologi, sensor yang dapat mendeteksi bau atau aroma



tertentu termasuk teknologi yang masih baru. Ditemukannya sensor pendeteksi gas tertentu sangat membantu dalam dunia industry dan rumah tangga. Misalnya



8



dapat mengetahui kadar polusi udara di daerah tertentu, kualitas makanan, kebocoran gas, kandungan gas alkohol dari mulut seseorang dan lain-lain. Sensor adalah peralatan yang digunakan untuk merubah suatu besaran fisik menjadi besaran listrik sehingga dapat dianalisis dengan rangkaian listrik tertentu. Material oksida merupakan senyawa oksida-logam dengan karakter strukturnya berikatan ionik. Kemampuan material oksida sebagai sensor gas, memerlukan perhatian khusus pada karakteristik struktur yang dapat dianalisa melalui SEM (Scanning Electron Microscope). Dan struktur material oksida yang dibutuhkan ialah yang kristalin. Kristalin dalam hal ini sama artinya dengan kristalin sebagaimana pada logam. Strukturnya berulang dalam periode tertentu dan dalam tiga dimensi. Untuk mengetahui kualitas kristal material, dapat digunakan X-Ray Diffractometer (XRD).



Gambar 2.1 Alat untuk mengukur sensitivitas Sensor Gas



Ada berbagai macam sensor gas yang dibuat dari film tipis dan banyak dimanfaatkan dalam dunia industi. Atau lebih dikenal dengan nama TGS ( Thin Gas Sensor ).



9



Dalam lingkungan yang memiliki kadar gas tertentu, gas di lingkungan berdifusi ke material oksida. Kemudian gas terdifusi ke permukaan batas butir, sehingga



semakin banyak batas butirnya, maka semakin besar peluang gas



terdifusi dan terikat di dalam material oksida. Artinya, di dalam sensor gas, membutuhkan butiran-butiran kristal yang kecil. Hubungan antara hambatan sensor dengan gas yang terdeteksi oleh sensor dapat dituliskan dalam persamaan berikut. R= A



………………………………………….. (1)



Dengan R adalah hambatan dari Sensor C adalah konsentrasi gas yang terdeteksi , A adalah koefisien untuk gas-gas tertentu dan



adalah sensitivitas.



Setiap sensor memiliki respon tegangan yang berbeda-beda. Dalam mendeteksi suatu jenis gas. Seperti sensor gas TGS 2610 yang mampu mendeteksi gas isobutana, metana, ethanol, hidrogen menghasilkan respon sensor yang berbeda-beda. Sedangkan sensor gas TGS 2600 mempunyai sensitivitas yang tinggi pada gas udara yang tercemar seperti CO.



Gambar 2.2 Sensitivitas untuk bermacam-macam gas yang dideteksi oleh sensor gas TGS 2610



10



Masing-masing sensor gas didesain khusus untuk sensitif terhadap gas tertentu. Sensitivitas ini bergantung pada formulasi dari material sensor yang digunakan. Tipe-tipe sensor yang dibuat dengan menggunakan film tipis, setiap tipe mempunyai model karakteristik sensitivitas yang berbeda.



Gambar 2.3 Hubungan sensitivitas SnO2 terhadap suhu untuk beberapa gas. Puncak



dari titik hitam menunjukan suhu kerja 4500C (Reichel. 2005)



Gambar 2.4 Hubungan sensitivitas bahan (ZnO) terhadap suhu untuk gas aceton 200 ppm. (Abhijith. 2006)



11



Gambar 2.3 dan 2.4 menunjukan hubungan sensitivitas bahan dengan suhu. Dari Gambar 2.3 dapat dilihat SnO2 sensitif terhadap gas Co dan etanol dengan suhu kerja yan berbeda. Sedangkan untuk gas Hexane dan aseton kedua gas ini dapat dideteksi pada suhu yang sama (4500C). Hal ini menunjukan bahwa SnO2 dapat dijadikan sensor gas Co dan etanol dengan mengatur suhu kerjanya, tetapi tidak bisa digunakan untuk sensor gas Hexane dan aseton karena kedua gas ini didetekasi pada suhu kerja yang sama. Gambar 2.4 menunjukan sensitivitas ZnO pada gas aseton dengan tegangan yang berbeda. Dari Gambar itu diketahui suhu kerja ZnO sebagai sensor gas eseton untuk beberapa bias.



2.1.2 Material Semikonduktor Minat Ilmuwan untuk mempelajari sifat semikonduktor meningkat dengan pesat sejak Bardeen Dkk menemukan piranti transistor yang terbuat dari bahan semikonduktor. Yang sebelumnya piranti transistor terbuat dari tabung hampa. Dilihat dari sifat listriknya bahan material dapat dikelompokan menjadi isolator, semikonduktor dan superkonduktor. Salah satu sifat fisis yang sering dipakai untuk mengelompokan jenis bahan adalah nilai energi gapp yang dimiliki bahan tersebut.



12



Tabel 2.1 Nilai celah energi bahan



Selain bahan semikonduktor komersial yang ditunjukkan di atas, bahan semikonduktor lain yang mmasih dalam taraf penelitian dan pengembangan, bahan tersebut belum digunakan secara luas. Bahan-bahan yang bersangkutan adalah bahan semikonduktor oksida dan bahan polimer. Contoh bahan oksida antara lain : CuO, ZnO, Ag2O, PbO, Fe2O3, SnO dll, sedangkan contoh bahan polimer misalnya : poliasetilen, polipirol, politiofen, polianilin dan polimer konduktif sejenisnya Bahan semikonduktor adalah bahan yang mempunyai tingkatan konduktivitas (kemampuan menghantarkan arus listrik) diantara bahan konduktor dan isolator. Kebalikan dari konduktivitas adalah resistansi , yaitu kemampuan menahan arus listrik. Semakin tinggi tingkat konduktivitas maka semakin rendah tingkat resistansi. Istilah



resistivity



(rho,



yunani)



biasanya



digunakan



untuk



membandingkan tingkat resistansi material. Resistivitas suatu material diukur dalam satuan Ω-m atau Ω-cm.



13



…….………………….(2)



Berikut tabel yang menunjukkan beberapa nilai resistivitas bahanbahan konduktor, semikonduktor dan isolator. Tabel 2.2 Nilai resistivitas jenis bahan Jenis



Bahan



Resistivitas



Konduktor



Tembaga



10-6 Ω- cm



Silikon



50 X 10-3 Ω- cm



Germanium



50 Ω- cm



Mika



1012 Ω- cm



Semikonduktor



Isolator



Dilihat dari perbandingan resistivitas, Bahan semikonduktor mampu menghantarkan listrik lebih baik daripada isolator, tapi lebih rendah dibandingkan konduktor. Divais teknologi saat ini yang sering digunakan adalah bahan semikonduktor karena memiliki karakteristik listrik yang sesuai dengan kebutuhan teknologi. Ditinjau dari jenis pembawa muatan yang menghantarkan listrik di dalamnya,



bahan



semikonduktor



dapat



dibedakan



menjadi



bahan



semikonduktor intrinsik dan ekstrinsik. Bahan semikonduktor intrinsik adalah semikonduktor yang telah dimurnikan



untuk mengurangi



impuritas



(pengotoran oleh atom lain). Sehingga hantaran listrik yang terjadi pada bahan tersebut adalah elektron dan lubang (hole). Sedangkan bahan semikonduktor ekstrinsik adalah bahan semikonduktor yang telah dikenakan



14



dooping, karena mengandung atom-atom pengotor, pembawa muatan didominasi oleh elektron saja atau lubang saja.[ http ://students.itb.ac.id]



2.1.3 Teknologi Film Tipis Divais semikonduktor dalam bentuk film disajikan dalam dua jenis yaitu film tipis dan film tebal. Syarat untuk penumbuhan film tipis adalah ketidaksesuaian film dengan kisi kecil, sehingga tidak terjadi cacat kristal. Apabila lapisan tipis yang ditumbuhkan memiliki kesamaan dalam sifat-sifat kimia, parameter kisi dan struktur Kristal dengan substrat, maka proses penumbuhannya disebut Homoepiktasi. Contohnya : Si diatas Si, GaAs diatas GaAs. Sehingga, tidak memilki ketidaksesuaian kisi dan tidak mengalami regangan Kisi. Sedangkan, Apabila lapisan tipis yang ditumbuhkan tidak memilki kesamaan dalam sifat-sifat kimia, parameter kisi dan struktur Kristal dengan substrat, maka proses penumbuhannya disebut Heteroepiktasi. Contohnya, Si diatas Al2O3, GaN diatas Si. Sehingga, memiliki kesesuaian kisi, mengalami regangan kisi dan akan muncul cacat Kristal [Pembuatan Film Tipis, Diktat Kuliah Pemrosesan Bahan Semikonduktor] Untuk menumbuhkan lapisan tipis, ada beberapa teknik yang dapat digunakan, yaitu : 1. Metoda Physical Vapor deposition (PVD) Merupakan deposisi uap dengan reaksi fisika Contoh : - Sputtering (DC atau RF)



15



- Pulsed Laser Deposition (PLD) 2. Deposition Metoda Chemical Vapor Deposition (CVD) Merupakan deposisi uap dengan reaksi kimia Contoh : - Metal Organic Chemical Vapor Deposition (MOCVD) - Plasma Enhanced Chemical Vapor Deposition (PECVD) - Low pressure Chemical Vapor (LPCVD) Film tipis pada suatu bahan pada umumnya mempunyai ketebalan yang bervariasi. Secara umum ketebalan lapisan tipis ini berkisar antara orde 10-6 meter sampai dengan orde 10-9 meter. Sehingga ketebalan lapisan ini tidak dapat dilihat dengan mata biasa, namun diperlukan alat ukur ketebalan seperti SEM (scanning electron microskopik). SEM adalah instrumen yang sangat handal untuk melakukan observasi dan karakterisasi material organik dan anorganik yang heterogen pada permukaan bahan pada skala mikrometer atau bahkan submikrometer [Sartono. A. Arif, Tugas Akhir Mata kuliahProyek Laboratorium DR Kebamoto, Scanning Electron Microscopy (SEM ) ] Teknologi film tipis dilakukan dengan metode sol-gel yang dibuat dengan teknik spincoating. Film tipis mentah kemudian di sinter dengan suhu yang berbeda. Proses ini termasuk proses standar dalam pembuatan sebuah divais semikonduktor. Bahan film tipis terdiri dari: •



Senyawa semikonduktor oksida



16







Senyawa organik atau Organic Vihencle (OV) yaitu senyawa yang memberikan sifat fluida pada partikel-partikel semikonduktor agar dapat dicetak pada substrat. Bahan yang digunakan biasanya berupa CH3COOH, HCl dan PEG







Substrat berupa Kaca / Glass Konduktor, sebagai jalur penghubung untuk rangkaian listrik. Bisa terbuat dari perak, campuran logam palladium dan perak, palladium dan emas, platina dan emas, serta campuran lainnya.



2.2



Struktur Kristal



Kristal adalah zat padat yang susunan atom-atomnya atau molekulnya teratur. Partikel kristal tersusun secara berulang dan teratur serta perulangan mempunyai rentang yang panjang. Struktur kristal terdapat pada hampir semua logam dan mineral. Contohnya garam dapur, gula, besi, dan belerang. Suatu struktur kristal dibangun oleh sel unit, sekumpulan atom yang tersusun secara khusus, yang secara periodik berulang dalam tiga dimensi dalam suatu kisi. Spasi antar sel unit dalam segala arah disebut parameter kisi. Sifat simetri kristalnya terwadahi dalam gugus spasinya. Struktur dan simetri suatu mempunyai peran penting dalam menentukan sifat-sifatnya, seperti sifat pembelahan, struktur pita energi, dan optiknya.



17



2.3



Struktur Mikro



Struktur mikro merupakan struktur yang terdiri dari butir dan fasa tertentu. Mikrostruktur adalah penataan geometri dari butir-butir dan fasa-fasa dalam suatu material. Variabel-variabel dari fitur-fitur struktur ini mencakup jumlah, ukuran, bentuk dan distribusi. Dimensi mikrostruktur cukup kecil sehingga diperlukan mikroskop optik ( pembesaran hingga 2000 x ) bahkan mikroskop elektron ( pembesaran hingga 50.000 X ) untuk mengamatinya. Dapat memperkirakan jumlah setiap fasa dengan bantuan diagram fasa. Ukuran ditentukan oleh waktu, suhu dan pertimbangan – pertimbangan kinetik yang lain. Bentuk dan distribusi lebih rumit lagi, tetapi dioptimalkan melalui perlakuan panas yang tepat. Berbagai jenis material memiliki fasa tunggal dan sebagian fasa tunggal adalah polikristalin dan memiliki mikrostruktur ( Van Vlack, 2001 ).



2.4



Butir, Batas butir dan pertumbuhan Butir



Butir merupakan kristal-kristal dengan orientasi yang berbeda. Bentuk butir dalam bahan padat biasanya diatur oleh adanya butir-butir lain disekitarnya. Dalam setiap butir semua sel satuan teratur dan terarah dalam satu arah dan satu pola tertentu. Pada batas butir antar dua butir yang berdekatan terdapat daerah transisi yang tidak searah dengan pola dalam butiran. Meskipun ukuran biasanya disebutkan sebagai diameter dari butir tersebut, sesungguhnya hanya sedikit butir dari logam-logam fasa tunggal yang berbentuk bulat. Butir harus mengisi seluruh ruang dan juga meminimalkan daerah batas butir total (Van Vlack, 2001 ).



18



Mikrostruktur dari material-material berfasa tunggal dapat diubah dengan mengatur ukuran, bentuk dan orientasi dari butir-butirnya. Aspek ini tidak seluruhnya independen, karena bentuk dan ukuran butir merupakan hasil dari pertumbuhan butir. Demikian pula, bentuk butir yang bergantung pada orientasi kristalin dari butir ketika pertumbuhan (Van Vlack, 2001 ).



Untuk menemukan lokasi batas butir dalam material, dapat digunakan mikroskop. Dengan sebelumnya, material di etsa. Pertama-tama permukaan dipoles perlahan-lahan untuk mendapatkan permukaan datar mirip cermin dan kemudian diserang dengan material kimia dalam waktu yang singkat. Atom-atom disepanjang daerah ketidakcocokan antara satu butir dan butir di dekatnya akan lebih mudah larut daripada atom-atom lainnnya. Dan atom-atom tersebut akan meninggalkan jejak garis yang dapat dilihat dengan mikroskop. Batas butir yang di etsa tidak berfungsi sebagai cermin yang halus, seperti halnya butir yang tersisa (Van Vlack, 2001 ).



Batas butir dapat dianggap berdimensi dua dengan bentuk melengkung dan memiliki ketebalan tertentu yaitu 2 sampai 3 jarak atom. Ketidak seragaman orientasi antara butiran yang berdekatan menghasilkan tumpukkan atom yang kurang efisien sepanjang batas. Oleh karena itu atom sepanjang batas butir memiliki energi yang lebih tinggi dibandingkan yang terdapat dalam butir. Hal inilah yang menyebabkan daerah perbatasan lebih mudah terkikis. Energi atom batas butir yang lebih tinggi sangat penting bagi proses nukleasi selama perubahan fasa polimorfi. Polimorfi adalah dua atau lebih ragam kristal dengan



19



komposisi yang sama.contohnya ialah polimorfi karbon berupa bentuk ganda grafit dan intan. Tumpukan atom yang lebih sedikit pada batas butir memperlancar difusi atom dan ketidak seragaman orientasi pada butir yang berdekatan mempengaruhi kecepatan gerak dislokasi. Jadi batas butir merubah regangan plastis dalam bahan.



Besar butir rata-rata dari material fasa tunggal bertambah besar dengan bertambahnya waktu apabila suhu menimbulkan pergerakan atom yang cukup signifikan. Gaya penggerak untuk pertumbuhan butir adalah energi yang dilepaskan ketika atom bergerak melintasi batas dari butir dengan permukaan cembung sampai ke butir dengan permukaan cekung, disitu atom rata-rata berkoordinasi dengan sejumlah besar atom tetangga pada jarak interatomik kesetimbangan. Akibatnya batas bergerak mendekati pusat kelengkungan. Karena butir-butir kecil cenderung memiliki permukaan dengan kecembungan yang lebih tajam dibandingkan butir-butir besar, butir-butir kecil menghilang terkikis oleh butir yang lebih besar (Van Vlack, 2001 ).



2.5



Substrat Kaca Substrat yang digunakan untuk pembuatan film tipis Fe2O3 adalah



kaca. Fungsi Substrat dalam rangkaian film tipis yaitu :



1. Sebagai penunjang interkoneksi dan perakitan divais.



2. Sebagai isolator dan tempat pelapisan serta pembentukan pola jalur konduktor dan komponen pasif.



20



3. Media penyalur panas dari rangkaian. 4. Sebagai lapisan dielektrik untuk rangkaian-rangkaian frekuensi tinggi. [Harper, 1994: 8.2]



Secara umum substrat harus mempunyai sifat [Situs Web Kimia Indonesia _ Artikel - Beberapa fakta seputar kaca.]:



1. Kestabilan dimensi (tidak mudah berubah) 2. Tahan terhadap gesekan 3. Konstanta dielektrik yang rendah 4. Permukaan rata dan halus 5. Stabilitas kimia yang baik dan kecocokan dengan pasta 6. Daya serapnya rendah 7. Jenis isolator yang baik



Kaca/glass digunakan sebagai substrat Film tipis Fe2O3 karena memiliki kemampuan tidak bereaksi dengan bahan kimia, tidak aktif secara biologi, bisa dibentuk dengan permukaan yang sangat halus dan kedap air. Oleh karena sifatnya yang sangat ideal kaca banyak digunakan di banyak bidang kehidupan. Selain itu, kaca merupakan salah satu produk industri kimia yang paling akrab dengan kehidupan sehari-hari. Secara empiris, kaca adalah material non-organik hasil dari proses pendingan tanpa melalui proses kristalisasi. Secara struktur, kaca merupakan benda padat yang tidak mempunyai struktur seperti halnya keramik atau logam. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ada



21



beberapa



metode



yang



dapat



dilakukan



untuk



membuat



kaca



[http://en.wikipedia.org/wiki/Glass], yaitu:



1. Proses pendinginan dengan cepat 2. Proses polimerisasi



Dipandang dari segi fisika kaca merupakan zat cair yang sangat dingin. karena struktur partikel-partikel penyusunnya yang saling berjauhan seperti dalam zat cair. namun berwujud padat. Ini terjadi akibat proses pendinginan (cooling) yang sangat cepat. Dari segi kimia, kaca adalah gabungan dari berbagai oksida anorganik yang tidak mudah menguap, yang dihasilkan dari dekomposisi dan peleburan senyawa alkali dan alkali tanah, pasir serta berbagai penyusun lainnya. Kaca memiliki sifat-sifat yang khas dibanding dengan golongan keramik lainnya. Kekhasan sifat-sifat kaca ini terutama dipengaruhi oleh keunikan silika(SiO2). Beberapa sifat-sifat kaca secara umum adalah: •



Padatan amorf







Berwujud padat tapi susunan atom-atomnya seperti pada zat cair.







Tidak memiliki titik lebur yang pasti







Mempunyai viskositas cukup tinggi (lebih besar dari 1012 Pa.s)







Transparan, tahan terhadap serangan kimia, kecuali hidrogen fluorida. Karena itulah kaca banyak dipakai untuk peralatan laboratorium.







Efektif sebagai isolator.







Mampu menahan vakum tetapi rapuh terhadap benturan.



22



2.6



Fe2O3 (Besi oksida/ Ferric oksida/Hematit) Fe2O3 merupakan salah satu mineral oksida yang melimpah



ketersediaannya.



Dan



pemanfaatan



yang



terus



dikembangkan



untuk



mengahasilkan teknologi di berbagai bidang. Besi adalah logam yang berasal dari bijih besi (tambang). Besi merupakan logam yang melimpah nomor dua (2) setelah logam aluminium. Dengan penambahan oksigen pada besi, sehingga terbentuk senyawa oksida dengan rumus kimia Fe2O3 (Besi oksida ). Fe2O3 merupakan senyawa anorganik yang berbentuk oksida yang dapat diaplikasikan sebagai divais semikonduktor. Adapun sifat-sifat logam besi adalah



[Unsur-



Unsur Transisi Periode Pertama, Diktat Kuliah Kimia Dasar]:







Merupakan logam berwarna putih mengkilap.







Tidak terlalu keras dan agak reaktif, mudah teroksidasi.







Mudah bereaksi dengan unsur-unsur non logam seperti : halogen, sulfur, pospor, boron, karbon dan silikon.







Kelarutan : larut dalam asam-asam mineral encer.



Gambar 2.5 Serbuk Fe2O3[http://en.wikipedia.org/wiki]



23



Gambar 2.6 Struktur Atom Fe2O3[http://en.wikipedia.org/wiki]



Fe2O3 memiliki sistem struktur Kristal heksagonal dengan parameter kisi a=5.0345 A ,dan c = 13.749A ). Karakteristik fisis lainnya hematit memiliki massa jenis 5.255 gram /cm3, tingkat kekerasan ( hardness ) berkisar antara 5-6, berat molekul 159.69 gram/mol, dan terdekomposisi menjadi Fe3O4 dan oksigen pada temperatur 1735 K ( Deer et al,1962 :21; Barsoum, 1997; Taufiq;2004 : 16 ). Berdasarkan sifat listriknya, merupakan semikonduktor tipe-n dengan band gap sebesar 3.1 eV. Komposisi Hematit menurut teori adalah murni Fe2O3, akan tetapi sedikitnya seluruh spesimen di dalamnya telah diteliti. Berdasarkan beberapa penelitian tentang hematit, diketahui sejumlah kecil MnO dan FeO yang mungkin ditemukan dalam hematite sedangkan SiO2 dan Al2O3 yang mungkin ada dapat dinilai sebagai pengotor ( Deer et al 1962 : 22 ). Menurut Muan dan Gee, terdapat sekitar 10% Al2O3 di dalam hematit untuk sistem Fe2O3- Al2O3 ( Deer et al 1962 : 22; Gustaman_a , 2004 ).



24



2.7



Sintering



Pensinteran adalah proses pengikatan partikel-partikel oleh panas. Selain pengikatan partikel-partikel serbuk, pensinteran juga menghilangkan porositas awal sehingga dihasilkan produk yang lebih padat. Prinsip yang terlibat dalam pensinteran partikel-partikel padat tanpa adanya cairan sama dengan prinsip pada pertumbuhan butir, yaitu pengurangan energi permukaan dan energi batas, sehingga akan meminimalkan daerah-daerah batas ( Van Vlack, 2001 ).



2.7.1 Tahapan yang terjadi pada saat sintering



a.



Tahapan awal



Selama proses sintering, partikel-partikel mengalami posisinya kembali. Sehingga jarak bidang kontak antar partikel menjadi lebih baik. Pada tahap ini, cairan mulai terbentuk dan membasahi partikel-partikel sehingga akan mempermudah



terjadinya



gerakan-gerakan



partikel



tersebut



untuk



membentuk kondisi yang lebih padat. Proses densifikasi berjalan sangat cepat sehingga densitas bahan mencapai 60 %.



b.



Tahapan Medium



Partikel-partikel kecil akan larut dalam cairan dan mengendap kembali pada partikel-partikel lebih besar. Sehingga tercipta perbedaan ukuran partikel yang semakin besar yang kemudian menyebabkan terjadinya potensial kimia



25



partikel besar dan kecil. Perbedaan potensial kimia inilah yang menjadi penggerak.



Dengan fasa cair, proses difusi berjalan sangat cepat dan memungkinkan tumbuhnya butiran-butiran baru. Celah-celah pori yang kontinyu akan terhambat oleh butiran-butiran tersebut. Dan terbentuklah pori-pori yang berbentuk diskrit. Pada proses ini densitasnya mencapai 92%-95%.



c.



Tahapan Akhir



Pada tahapan akhir, proses densifikasi telah berakhir. Proses yang terjadi hanyalah perpaduan antara partikel-partikel yang tumbuh selama sintering untuk membentuk partikel-partikel yang lebih besar. Dalam proses ini pula, pori-pori sudah tertutup.



2.7.2



a.



Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sintering



Bahan Aditif



Pada saat sintering, bahan aditif ini akan membentuk cairan. Sehingga akan meningkatkan



kekuatan mekanik dan mengurangi porositas serta



menghambat pertumbuhan kristal yang lebih besar. Contohnya bahanbahannya adalak oksida-oksida Mg, Ca, Ti, Ni



b. Ukuran Butir



26



semakin kecil ukuran butir akan menghasilkan densifikasi semakin baik. Bentuk dan ukuran butir yang seragam akan memberikan densitas yang rendah.



c. Suhu dan Waktu Pembakaran



Tingkat densifikasi optimal akan tercapai bila kecepatan pembakarannya konstan hingga mencapai temperatur maksimal pembakaran. Kemudian ditahan dengan suhu tersebut dalam waktu tertentu.



d.



Tekanan



Metode penekanan yang efektif adalah dengan hot pressing. Sehingga dapat menghasilkan kepadatan produk yang tinggi.



e.



Atmosfir



Atmosfir pada tungku mempengaruhi proses densifikasi dan pembentukan struktur mikro suatu produk. Apabila terdapat gas yang tidak mudah terserap dan larut, maka gas tersebut akan terperangkap dan mempengaruhi proses densifikasi. Sehingga menyebabkan ketidaksempurnaan struktur mikro bahan tersebut.



27