Metode Penelitian Dakwah Pendekatan Kualitatif Dan Kuantitatif-Dikompresi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

METODE PENELITIAN DAKWAH (Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif)



Dr. Dewi Sadiah, S.Ag., M.Pd.



Oleh :



NIP : 197203031999032001



UIN Sunan Gunung Djati Bandung



2015



Metode Penelitian Dakwah (Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif)



Buku ini hadir dalam upaya menjembatani para mahasiswa semester akhir atau yang masih kebingungan melakukan research (skripsi). Penulis ingin para mahasiswa dan para dosen senang meneliti tentang problem sosial yang sekarang lagi booming sehingga masalahnya tersolusikan, dan jadi temuan yang sangat berharga bagi kehidupan manusia dalam mencari makna hidup. Buku ini menjelaskan cara-cara melakukan penelitian, dari pengertian sampai penerapannya tentang metode penelitian yang dilengkapi dengan teori, model, latihan, dan contoh-contoh penelitiannya.



KATA PENGANTAR Buku Metode Penelitian Dakwah (Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif) ini berasal dari pikiran dan pengalaman kongkret penulisnya sebagai sumber pengetahuan bagi manusia. Buku ini idealnya bermaks ud memberikan inspirasi dan bimbingan praktis melalui tahapan-tahapan penelitian yang penting disosialisasikan kepada para mahasiswa dalam melakukan penelitian kelak diakhir perkuliahan. Secara subtantif buku yang ditulis oleh Dr. Dewi Sadiah, S.Ag, M.Pd. dosen Metodologi Penelitian ini menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan research dakwah yang dilengkapi dengan contoh proposal penelitian. Gejala sosial dapat dianalisis melalui berbagai metode dan pendekatan dalam penelitian sebagai cara kerja yang rasional, empiris, dan sistematis. Pembahasannya cukup komprehensip, terutama dengan memberikan teori-teori penelitian yang dilengkapi dengan contoh-contoh yang berhubungan dengan prosedur penelitian. Dengan menghadirkan contoh-contoh tersebut, buku ini menberikan kemudahan bagi para pembacanya dalam memahami hakikat penelitian dan dapat menerapkannya dalam kegiatan penelitian. Semoga buku Metode Penelitian Dakwah ini, dapat mengembangkan kualitas keilmuan secara optimal dan bermanfaat bagi para pembaca semua. Semoga Allah Swt., senantiasa melindungi kita semua dan memberikan kesuksesan, hidayah, dan ampunan-Nya. Amiin. Prof. Dr. H. Asep Saepul Muhtadi, MA. Guru Besar UIN Sunan Gunung Djati Bandung



KATA PENGANTAR Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Robbi, atas perkenan-Nya, penulis dapat menyelesaikan buku “ Metode Penel itian Dakwah”. Penulisan buku ini berdasarkan pada kebutuhan mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Buku ini, disusun dalam upaya membantu peningkatan mutu pembelajaran metode penelitian sesuai dengan kebutuhan mahasiswa dalam menyelesaikan tugas akhir atau skripsi sehingga menemukan solusinya dan sebagai buku pegangan bagi para dosen. Adapun materi-materi yang disajikan yaitu : Bab I Pengantar penelitian, Bab II Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, Bab III Konsep dasar penelitian, Bab VI Teori dan model penelitian, Bab V Prosedur penelitian, dan Bab VI Penulisan hasil penelitian, Bab VII Contoh proposal penelitian para mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN SGD Bandung. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada suami tercinta Mustofa Hasan, M. Ag. dan anak tersayang Yusuf Aziz Mustofa yang senantiasa memberikan inspirasi yang berharga dalam penulisan buku ini. Secara khusus ucapan banyak terima kasih saya sampaikan kepada Prof. Dr. KH. Asep Saepul Muhtadi, MA, Guru Besar UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang telah memberikan kontribusi dan memberikan pengantar dalam buku ini. Terima kasih juga penulis sampaikan pula kepada rekan-rekan dosen UIN SGD Bandung yang senantiasa mendorong penulis untuk menyelesaikan buku ini. Terima kasih juga saya sampaikan kepada PT Remaja Rosdakarya Bandung yang telah bersedia menerbitkan buku ini, semoga kerjasama yang baik ini menjadi wasilah dalam upaya mencerdaskan bangsa. Akhirnya penulis dengan segala kerendahan hati mengharapkan kritikan dan masukan yang bersifat konstruktif untuk perbaikan dan penyempurnaan buku ini yang akan dijadikan sebagai salah satu referensi dalam penelitian. Bandung, 04 Januari 2015 Penulis,



DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR...............................................



.......



........... ....... iii BAB I PENGANTAR METODE PENELITIAN..........



i DAFTAR ISI.................................................



1



I. Pengertian Metode Penelitian......................... 1 II. Dua Pendekatan Memperoleh Kebenaran....... 5 III. Jenis dan Urgensi Penelitian............................ 9 IV. Latihan-latihan................................................. 17



BAB II PENDEKATAN KUALITATIF DAN I. Pengertian Penelitian Kuantitatif Kualitatif..........................................................



KUANTITATIF................................................... dan 18



I. Perbedaan Karakteristik Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif................................................... I. Pendekatan



Penelitian



Dakwah



Komunikasi.....................................................



27 dan 36



I. Latihan-latihan.................................................



38



BAB III WILAYAH PENELITIAN DAKWAH DAN KOMUNIKASI SESUAI PANDUAN SKRIPSI UIN SGD BANDUNG....................... 39 I. Wilayah Penelitian Dakwah........................... 39 a. Bimbingan dan Konseling Islam.............. 39 b. Komunikasi dan Penyiaran Islam............. 43 c. Manajemen Dakwah................................ 45 d. Pengembangan Masyarakat Islam............ 47 I. Wilayah Penelitian Komunikasi..................... 49 a. Jurnalistik.................................................. 49 b. Hubungan Masyarakat.............................. 50 I. Latihan-latihan................................................ 51



18



BAB IV KONSEP DASAR PENELITIAN......................



52



I. Konsep.............................................................. II. Konstruk........................................................... III. Variabel............................................................ IV. Hipotesis........................................................... V. Pengukuran....................................................... VI. Teori.................................................................. VII. Istilah Penelitian............................................... VIII. Latihan-latihan................................................. BAB



V TEORI DAN MODEL PENELITIAN............



52 52 53 55 56 60 62 63



64



I. Teori Behavioral......................................... 64 II. Teori Manajemen........................................ 66 III. Teori S-O-R................................................ 67 IV. Teori Komunikasi....................................... 68 V. Teori Pemberdayaan................................... 69 VI. Model Jarum Hipodermik........................... 70 VII. Model Difusi Informasi...................... ........ 74 VIII. Model Agenda Setting................................ 76 IX. Model Uses and Gratification.................... 78 X. Model Skema Kerangka Berpikir dari Panduan Penyusunan Skripsi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN SGD Bandung 2013...........................................



81



1. Model BKI.......................................... 81 2. Model KPI........................................... 83 3. Model MD........................................... 84 4. Model PMI........................................... 85 5. Model Jurnalistik.................................. 86 6. Model Humas....................................... 87 XI. Latihan-latihan........................................... 88



BAB VI PROSEDUR PENELITIAN................................



89



I. Latar Belakang Masalah...............................



89



II. Merumuskan Judul Penelitian.......................



92



III. Perumusan Masalah Penelitian.....................



92



IV. Tujuan dan Kegunaan Penelitian..................



94



V. Tinjauan Pustaka..........................................



95



VI. Kerangka Berpikir.........................................



97



VII. Merumuskan Anggapan Dasar dan Hipotesis....................................................... VIII. Langkah-langkah Penelitian......................... 1. Menentukan Lokasi Penelitian................



108



108



2. Penentuan Metode Penelitian..................



109



3. Menentukan Populasi dan Sampel...........



114



4. Jenis Data Penelitian................................



118



5. Menentukan Sumber Data.......................



119



6. Teknik Pengumpulan Data......................



119



7. Pengolahan dan Analisis Data.................



125



8. Tahap-tahap Pelaksanaan Penelitian.......



133



IX. Latihan-latihan.............................................



136



BAB VII PENULISAN HASIL PENELITIAN



I. Teknik Penulisan Hasil Penelitian................. II. Kutipan, Catatan Kaki, Rujukan dan Daftar



Pustaka..........................................................



140



137



102



I. Pengetikan Skripsi.........................................



148



IV. Latihan-latihan..............................................



151



BAB VIII CONTOH PROPOSAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SGD BANDUNG...........



152



I. Bimbingan Penyuluhan Islam....................... 152 II. Komunikasi Penyiaran Islam........................ 165 III. Hubungan Masyarakat.................................. 187



IV. Manajemen Dakwah..................................... 211 V. Pengembangan Masyarakat Islam................



232



VI. Jurnalistik...................................................... 253 VII. Latihan-latihan.............................................. 271



DAFTAR PUSTAKA........................................................ 273 BIOGRAFI......................................................................... 283



BAB I PENGANTAR METODE PENELITIAN



A. Pengertian Metode Penelitian Metode berasal dari kata Yunani meta + hodos = jalan, methodos = jalan sampai. Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanakan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan, (Departemen Pendidikan Nasional, 2001:740). Penelitian adalah terjemahan dari kata Inggris research atau ada juga ahli yang menerjemahkan research sebagai riset. Re serch itu sendiri berasal dari kata re yang berarti “kembali” dan to search yang berarti mencari. Dengan demikian arti sebenarnya dari research atau riset adalah “mencari kembali” (Moh. Nazir, 2005:12). Atau research yang artinya penelitian, penyelidikan (John M. Echols & Hassan Shadily, 1993:480). Sedangkan penelitian pandangan Koentjaraningrat (1977:22-23) adalah “usaha untuk mengatur pengetahuan dengan sengaja menangkap gejala-gejala (masyarakat atau alam dengan cara yang ketat berdisiplin menurut suatu sistem dan metode tertentu) berdasarkan disiplin metodologi ilmiah dengan tujuan menemukan prinsip-prinsip baru dibelakang gejala-gejala tersebut.” Penelitian adalah pemeriksaan yang teliti, penyelidikan; kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum, (Departemen Pendidikan Nasional, 2001: 1163). Desain penelitian merupakan rencana mengenai cara melaksanakan penelitian. Desain tersebut berguna untuk memberikan pedoman pelaksanaan riset, menentukan batas-batas penelitian,



dan mengantisipasikan hambatan dan kesulitan yang bakal terjadi (Kartini Kartono, 1966:3). Metode penelitian adalah; cara-cara berfikir dan berbuat, yang dipersiapkan dengan sebaik-baiknya (hati-hati, kritis dalam mencari fakta, prinsip-prinsip) untuk mengadakan penelitian dan untuk mencapai suatu tujuan penelitian. Sedang metodologi ialah; ajaran tentang metode-metode. Metodologi menurut Departemen Pendidikan Nasional (2001:741) ialah ilmu tentang metode; uraian tentang metode. Jadi metodologi penelitian ialah : Ajaran mengenai metode-metode yang digunakan dalam proses penelitian. Sebagaimana telah diketahui, metodologi penelitian itu memakai persyaratanpersyaratan yang ketat untuk bisa memberikan penggarisan dan bimbingan yang cermat dan teliti. Syarat-syarat ini dituntut untuk; memperoleh ketepatan, kebenaran, dan pengetahuan yang mempunyai n ilai ilmiah tinggi. Sesuai dengan tujuannya penelitian merupakan usaha untuk menemukan, mengembangkan dan melakukan verifikasi terhadap kebenaran suatu peristiwa atau suatu pengetahuan dengan memakai metode-metode ilmiah. Maka metode-metode ilmiah untuk penelitian ini dikelompokkan dalam; metodologi penelitian. Penelitian sebagai dasar untuk meningkatkan pengetahuan, kegiatan penelitian yaitu; sistematis (artin ya dilaksanakan menurut pola tertentu, dari yang paling sederhana sampai kompleks hingga tercapai tujuan secara efektif dan efesien), berencana (artinya dilaksanakan dengan adanya unsur kesengajaan dan sebelumnya sudah dipikirkan langkah-langkah pelaksanaannya), dan mengikuti konsep ilmiah (artin ya mulai awal sampai akhir kegiatan penelitian mengikuti cara-cara yang sudah ditentukan, yaitu prinsip yang digunakan untuk memperoleh ilmu pengetahuan, (Suharsimi Arikunto, 1998:14).



Macam-Macam Metode Penelitian menurut Djudju Sudjana dalam bukunya Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah (2008:106) : I. Metode Historis digunakan dalam evaluasi untuk merekonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif, melalui kegiatan pengumpulan, verifikasi, dan sintesis bukti-bukti dengan maksud untuk menegakkan fakta dan informasi sehingga diperoleh kesimpulan yang akurat. II. Metode Survei digunakan dalam evaluasi untuk membuat pencanderaan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. III. Metode Kasus (case study) digunakan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan dapat digunakan baik untuk semua unit sosial seperti individu, kelompok, lembaga, komunitas maupun untuk peristiwa, keadaan, dan sebagainya. IV. Metode Korelasional digunakan dalam evaluasi untuk mendeteksi sejauhmana variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan koefesian korelasi. V. Metode Kausal Komperatif, digunakan dalam evaluasi untuk mengetahui kemungkinan hubungan sebab-akibat dengan cara pengamatan terhadap akibat yang ada dengan mencari faktorfaktor penyebabnya. VI. Metode Eksperimen Sungguhan, digunakan dalam evaluasi untuk mengkaji kemungkinan saling hubungan sebab-akibat dengan cara mengenakan satu atau lebih kondisi perlakuan kepada satu atau lebih kelompok eksperimen serta membandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak dikenai kondisi perlakuan. VII. Metode Eksperimen Semu, digunakan dalam evaluasi untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan yang dapat diperoleh data sebenarnya dalam kondisi yang tidak



memungkinkan untuk mengontrol dan/atau memanipulasikan variable yang relepan. VIII. Metode Tindakan, digunakan dalam evaluasi untuk mengembangkan upaya pemecahan masalah situasional di lapangan yang dilakukan secara partisipatif, kolaboratif, berdaur, dan evaluasi diri dengan penerapan langsung di lapangan atau dalam dunia kehidupan nyata. IX. Metode Deskriptif yaitu suatu rumusan masalah yang memadu penelitian untuk mengeksplorasi atau memotret situasi sosial yang akan diteliti secara menyeluruh, luas dan mendalam (Sugiono, 2007: 209). Metode ini bertujuan untuk melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat. X. Analisis Isi (Content Analysis) yaitu sistem formal untuk melakukan sesuatu yang sering kita lakukan secara informal, dengan mengambil kesimpulan dari pengamatan isi. Kita menyatakan pendapat tentang kecermatan bermacam-macam lingkupan surat kabar, majalah, pemancar radio, dan stasiun televisi. Pendapat-pendapat tersebut didasarkan pada apa yang kita amati sebagai pembaca atau pendengar (Jalaluddin Rakhmat & Arko Kasta dalam bukunya Analisis Isi, 1983:7). Berelson (Jalaluddin Rakhmat & Arko Kasta, 1983:8) memberikan definisi klasik analisis isi adalah teknik penelitian untuk melukiskan isi komunikasi yang nyata secara obyektif, sistematik, dan kuantitatif serta isi yang nyata.  Obyektif berarti lawan dari subyektif atau impresionistik (berdasarkan kesan perorangan). Obyektivitas dicapai dengan menggunakan kategori analisis yang didefinisikan begitu tepat sehingga orang yang berlainan dapat menggunakannya untuk menganalisis isi yang sama dan memperoleh hasil yang sama pula. Jika analisis isi bersifat subyektif bukan obyektif, maka setiap orang akan



mempunyai analisis isi sendiri-sendiri. Bahwa analisis isi bersifat obyektif artinya hasil-hasil penelitiannya hanya tergantung pada prosedur penelitian dan bukan pada orangnya.  Sistematik berarti bahwa analisis dirancang untuk memperoleh data yang relevan dengan masalah atau hipotesis penelitian.  Kuantitatif sebenarnya berarti mencatat nilai-nilai bilangan atau frekuensi untuk melukiskan berbagai jenis isi yang didefinisikan.  Isi yang nyata berarti isi yang tersurat, yang berarti bahwa isi harus dikoding seperti apa yang tersurat dan bukan seperti apa yang dirasakan oleh orang yang melakukan analisis isi. B. Dua Pendekatan Memperoleh Kebenaran 1. Pendekatan non ilmiah yang meliputi : Pertama, Akal sehat (common sense) ialah serangkaian konsep/ concepts (artinya kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus) dan bagan konseptual/conceptu al schemes (artinya seperangkat konsep yang dirangkaikan dengan dalil-dalil hipotesis dan teoretis) yang merumuskan untuk penggunaan praktis bagi kemanusiaan. Kedua, prasangka ialah pencapaian pengetahuan secara akal sehat diwarnai oleh kepentingan orang yang melakukannya. Hal yang demikian itu menyebabkan akal sehat mudah beralih menjadi prasangka. Orang sering cenderung melihat hubungan antara dua hal sebagai hubungan sebab akibat yang langsung dan sederhana, padahal sesungguhnya gejala yang diamati itu merupakan akibat dari berbagai hal. Dengan akal sehat orang cenderung ke arah pembuatan generalisasi yang terlalu luas, yang lalu merupakan prasangka.



Ketiga, intuisi ialah orang menentukan pendapat mengenai sesuatu berdasarkan pengetahuan yang langsung atau didapat dengan cepat melalui proses yang tak disadari atau yang tidak dipikirkan lebih dahulu. Keempat, penemuan kebetulan dan coba-coba. Penemuan secara kebetulan diperoleh tanpa rencana, tidak pasti, serta tidak melalui langkah-langkah yang sistemik dan terkendali (terkontrol). Misalnya penemuan seorang penderita malaria sembuh dengan meminum air pada kolam berisi air pahit yang berasal dari kulit pohon kina yang tumbang ke parit. Sedangkan penemuan coba-coba/trial and error pada umumnya merupakan serangkaian percobaan tanpa kesadaran akan pemecahan tertentu. Pemecahan terjadi secara kebetulan setelah dilakukan serangkaian usaha, usaha yang berikut biasanya agak lain yaitu lebih maju, daripada yang mendahuluinya. Penemuan secara kebetulan pada umumnya tidak efisien dan tidak terkontrol. Kelima, pendapat otoritas ilmiah adalah orang-orang yang biasanya telah menempuh pendidikan formal tertinggi atau yang mempunyai pengalaman kerja ilmiah dalam sesuatu bidang cukup banyak. Pendapat mereka sering diterima orang tanpa diuji karena dipandang benar, namun pendapat tersebut tidak selamanya benar ada kalanya ternyata tidak benar karena tidak berdasarkan penelitian melainkan atas pemikiran logis. Pendapat sebagai hasil pemikiran yang demikian akan benar kalau premisepremisenya benar. 2. Pendekatan ilmiah Dengan pendekatan ilmiah orang berusaha untuk memperoleh kebenaran ilmiah, yaitu pengetahuan benar yang kebenarannya terbuka untuk diuji oleh siapa saja yang berkehendak untuk mengujinya. Pendekatan ilmiah akan menghasilkan kesimpulan yang serupa bagi hampir setiap orang, karena pendekatan tersebut tidak diwarnai oleh



kenyakinan pribadi, bias dan perasaan. Cara penyimpulannya bukan subyektif, melainkan obyektif. Perlu juga disinggung bahwa kebenaran yang diperoleh melalui penelitian terhadap fenomena yang fana adalah suatu kebenaran yang telah ditemukan melalui proses ilmiah, karena penemuan tersebut dilakukan secara ilmiah. Sebaliknya banyak juga kebenaran terhadap fenomena yang fana diterima tidak melalui proses penelitian. Gambar 1.1



(proses)



(hasil) Gambar 1.2



(Proses)



(Proses)



(hasil)



Umumnya, suatu kebenaran ilmiah dapat diterima dikarenakan oleh tiga hal, yaitu : 1. Adanya koheren, 2. Adanya koresponden, dan 3. Pragmatis.



Suatu pernyataan dianggap benar jika pernyataan tersebut koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Misalnya, suatu pernyataan bahwa si Badu akan mati dapat dipercaya, karena pernyataan tersebut diprakarsai oleh matematika misalnya, didasarkan atas sifat koheren, karena dalil matematika disusun berdasarkan beberapa aksioma yang telah diketahui kebenarannya lebih dahulu. Dasar lain untuk mempercayai kebenaran adalah sifat koresponden yang diprakarsai oleh (Betrand R ussel, 1872-1970). Suatu pernyataan dianggap benar, jika materi pengetahuan yang terkandung dalam pernyataan tersebut berhubungan atau mempunyai korespondensi dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Pernyataan bahwa ibu kota Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Jika orang mengatakan bahwa ibu kota Republik Indonesia adalah Kuala Lumpur, maka orang tidak akan percaya karena tidak terdapat objek yang mempunyai korespondensi dengan pernyataan tersebut. Secara faktual, ibu kota Republik Indonesia adalah Jakarta, bukan Kuala Lumpur. Sifat kebenaran yang diperoleh dalam proses berpikir secara ilmiah umumnya mempunyai sifat koheren dan sifat koresponden. Berpikir secara deduktif adalah menggunakan sifat koheren dalam menentukan kebenaran sedangkan berpikir secara induktif, peneliti menggunakan sifat koresponden dalam menentukan kebenaran. Kebenaran lain dipercaya karena adanya sifat pragmatis. Dengan perkataan lain, pernyataan dipercayai benar karena pernyataan tersebut mempunyai sifat fungsional dalam kehidupan praktis. Suatu pernyataan atau suatu kesimpulan dianggap benar jika pernyataan tersebut mempunyai sifat pragmatis dalam kehidupan sehari-hari. Teori kebenaran dengan sifat pragmatis ini dikembangkan oleh Ch.S. Pierce (1839-1914) dan dianut oleh banyak ahli seperti John Dewey (1859-1952), C.H. Mead (18631931), C.I. Lewis (1883) dan sebagainya. Misalnya, ada sebuah teori X dalam Ilmu Genetika



dan dengan teori X ini telah dapat dikembangkan teknik Z untuk membuat tanaman tahan terhadap serangan penyakit. Secara ilmiah telah dibuktikan bahwa teknik Z memang mampu membuat tanaman tahan terhadap penyakit. Dari penemuan tersebut dapat disimpulkan, bahwa teori X juga benar, karena teori X adalah fungsional dan mempunyai kegunaan. Secara pragmatis orang percaya kepada agama, karena agama bersifat fungsional dalam memberikan pegangan dan aturan hidup pada manusia (Moh. Nazir, 2005:16). Adapun tugas ilmu dan penelitian sebagai kriteria untuk menentukan bobot sesuatu karya keilmuan yaitu : I. Mencandra atau mengadakan deskripsi (memerikan) artinya bertugas menggambarkan secara jelas dan cermat hal-hal yang dipersoalkan. II. Menerangkan (ekplanasi) artinya bertugas menerangkan kondisi-kondisi yang mendasari terjadinya peristiwa-peristiwa. III. Menyusun teori artinya bertugas mencari dan merumuskan hukum-hukum atau tata-tata mengenai hubungan antara kondisi yang satu dan kondisi yang lain atau hubungan antara satu peristiwa dengan peristiwa yang lain. IV. Prediksi artinya bertugas membuat prediksi (ramalan), estimasi/perkiraan dan proyeksi mengenai peristiwa-peristiwa yang bakal terjadi atau gejala-gejala yang bakal muncul. V. Pengendalian artinya bertugas melakukan tindakan-tindakan guna mengendalikan peristiwaperistiwa atau gejala-gejala, (Sumadi Suryabrata, 1998:3-7).



C. Jenis dan Urgensi Penelitian 1. Secara umum penelitian dapat dibagi atas dua jenis yaitu penelitian dasar (basic research) dan penelitian terapan (applied research). a. Penelitian Dasar (Basic Research)



Penelitian dasar atau penelitian murni adalah pencarian terhadap sesuatu karena ada perhatian dan keingintahuan terhadap hasil suatu aktivitas. Penelitian dasar dikerjakan tanpa memikirkan ujung praktis atau titik terapan. Hasil dari penelitian dasar adalah pengetahuan umum dan pengertianpengertian tentang alam serta hukum-hukumnya. Pengetahuan umum ini merupakan alat untuk memecahkan masalah-masalah praktik, walaupun ia tidak memberikan jawaban yang menyeluruh untuk tiap masalah tersebut. Tugas penelitian terapkan yang akan menjawab masalah-masalah praktis tersebut. Penelitian murni tidak dibayang-bayangi oleh pertimbangan penggunaan dari penemuan tersebut untuk masyarakat. Perhatian utama adalah kesinambungan dan integritas dari ilmu dan filosofi. Penelitian murni bisa diarahkan ke mana saja, tanpa memikirkan ada tidaknya hubungan dengan kejadian-kejadian yang diperlukan masyarakat. Proses pemikiran si peneliti bisa membawanya ke mana saja, tanpa memikirkan sudut apa dan arah mana yang akan dituju (Hogben, 1938:648-649). Charters (1920) menyatakan bahwa penelitian dasar terdiri atas halnya pemilihan sebuah masalah khas dari sumber mana saja dan secara hati-hati memecahkan masalah tersebut tanpa memikirkan kehendak sosial atau ekonomi ataupun masyarakat. Contoh penelitian murni, penelitian tentang gene, tentang nucleus, dan sebagainya. b. Penelitian Terapan (Applied Research) Penelitian terapan (applied research, praktical research) adalah penyelidikan yang hati-hati, sistematik, dan terus-menerus terhadap suatu masalah dengan tujuan untuk digunakan dengan segera untuk keperluan tertentu. Hasil



penelitian tidak perlu sebagai satu penemuan baru, tetapi merupakan aplikasi baru dari penelitian yang telah ada. Peneliti yang mengerjakan penelitian dasar atau murni tidak mengharapkan hasil penelitiannya digunakan secara praktik. Peneliti-peneliti terapanlah yang akan memerinci penemuan penelitian dasar untuk keperluan praktis dalam bidang-bidang tertentu. Tiap ilmuwan yang mengerjakan penelitian terapan mempunyai keinginan agar dengan segera hasil penelitiannya dapat digunakan masyarakat, baik untuk keperluan ekonomi, politik, maupun sosial. Penelitian terapan memilih masalah yang ada hubungannya dengan keinginan masyarakat serta untuk memperbaiki praktik-praktik yang ada. Penelitian terapan harus dengan segera mengumumkan hasil penelitiannya dalam waktu yang tepat supaya penemuan tersebut tidak menjadi kadaluarsa. Charters (1925) dalam Whitney (1960) memberikan lima buah langkah dalam melaksanakan penelitian terapan. Kelima langkah tersebut adalah :



I. Sesuatu yang sedang diperlukan, dipelajari, diukur, dan diperiksa kelemahannya. II. Satu dari kelemahan-kelemahan yang diperoleh, dipilih untuk penelitian. III. Biasanya dilakukan pemecahan dalam laboratorium. IV. Kemudian dilakukan modifikasi sehingga penyelesaian dapat dilakukan untuk diterapkan. V. Pemecahannya dipertahankan dan menempatkannya dalam suatu kesatuan sehingga ia menjadi bagian yang permanen dari satu sistem.



Tiap peneliti segera tahu bahwa istilah penelitian “murni” dan penelitian “terapan” hanya mendefinisikan area yang hanya berbeda dalam konsep. Dalam praktik, yang satu membayangi yang lain. Di negara-negara berkembang,



penelitian terapan lebih banyak dikerjakan dibandingkan dengan penelitian murni. Contoh dari penerapan terapan, penelitian tentang pengaruh traktorisasi terhadap penyerapan tenaga kerja, pengaruh pemupukan daun terhadap tanaman jagung, dan sebagainya (Moh. Nazir, 2005: 26-27). 2. Penelitian ditinjau dari Tujuan a. Penelitian Eksploratif, bersifat eksplorasi artinya penjelajahan lapangan dengan tujuan memperoleh pengetahuan lebih banyak (tt. Keadaan) terutama sumber-sumber alam yang terdapat di tempat itu; penyelidikan, penjajakan (Departemen Pendidikan Nasional, 2001:290). Contohnya : “Seorang peneliti ingin menggali secara luas tentang sebab-sebab atau hal-hal yang mempengaruhi terjadinya sesuatu. Sebagai contoh di suatu desa secara berturut-turut terjadi kematian penduduk, terutama anak-anak di bawah umur 5 tahun. Kejadian tersebut kelihatan misterius sehingga menarik perhatian para dokter. Maka dibentuklah sebuah tim untuk mengadakan penelitian untuk menemukan sebab-musabab terjadinya musibah tersebut. b. Penelitian developmental atau penelitian pengembangan Digunakan dalam mengadakan percobaan dan penyempurnaan. Contohnya : Pada tahun 1970 pemerintah Indonesia, yang dalam hal ini Departemen P dan K, ingin mencoba metode pengajaran berprogram sebagai metode penyampaian pelajaraan. Maka disusunlah seri Buku Berprograma dan mulai dicoba digunakan di sekolah. Semua kejadian yang berhubungan dengan proses belajarmengajar dicatat, diteliti, dan diadaakan penyempurnaan seperlunya sehingga akhirnya diharapkan ditemukannya prototype metode penyampaian dengan menggunakan Buku Berprograma. Hampir di semua pabrik terdapat sebuah seksi yang bertugas mengadakan penelitian tentang hasil, mencoba meningkatkan mutu dalam skala luas. Seksi ini disebut Research and Development (R & D). Pada saat ini hampir di



semua departemen terdapat bagian R & D ini yang dikenal sebagai bagian litbang (Penelitian dan Pengembangan). Jika dikaitkan dengan kegiatan penelitian termasuk penelitian “operation research”. c. Penelitian Verifikatif maksudnya pemeriksaan tt. kebenaran laporan, pernyataan, dan bertujuan untuk mengecek kebenaran hasil penelitian lain. Contohnya : Pada tahun 1970 pernah diadakan penelitian tentang rasa solidaritas rakyat pedesaan, dan dihasilkan suatu kesimpulan. Dua tahun kemudian seorang peneliti lain mengadakan penelitian yang sama dengan tujuan untuk mengecek kebenaran hasil penelitian yang telah dilakukan terdahulu. Sedangkan menurut Kartini Kartono (1996:2 9) bahwa penelitian verifikatif untuk menguji kebenaran, orang bermaksud menguji sekali lagi suatu peristiwa, karena dirasakan adanya data yang diragukan kebenarannya. d. Penelitian Kebijakan kepemimpinan, cara bertindak (tt. Pemerintahan, organisasi, dsb.), kepandaian, kemahiran, kebijaksanaan (Departemen Pendidikan Nasional, 2001:149). Penelitian ini dilakukan oleh lembaga pemerintah, karena menyangkut tindakan yang diambil oleh pemerintah dan diberlakukan secara luas. Contohnya : Sebuah lembaga pemerintah mengadakan beberapa upaya untuk meningkatkan disiplin karyawan. Setelah diketemukan strategi yang diperkirakan paling tepat, lembaga tersebut menyebarkan angket kepada para karyawan untuk menanyakan usul-usul guna mengefektifkan strategi dimaksud. Hasil yang diperoleh dari pengolahan data angket digunakan untuk menentukan kebijakan yang diambil oleh lembaga pemerintah tersebut sebagai upaya meningkatkan disiplin karyawan, (Suharsimi Arikonto, 1997:8-9). 3. Penelitian ditinjau dari Pedekatan a. Pendekatan Longitudinal (pendekatan bujur).



Peneliti mencatat kemampuan berpikir sejak anak duduk di kelas I. Berturut-turut setiap tahun perkembangan tersebut dicatat yaitu di kelas II, III, IV, V dan VI. Yang perlu diperhatikan di sini adalah waktu pencatatan dilakukan. Apabila peneliti melakukan pencatatan pertama pada bulan Juni, maka pencatatan-pencatatan berikutnya juga harus dilakukan pada bulan yang sama sehingga kondisinya sama. Tentu saja pendekatan ini ada kebaikannya karena subjek yang diamati sama, sehingga faktor-faktor interen individu tidak berpengaruh terhadap hasil. Kelemahannya, waktu penelitian sangat lama dan dikhawatirkan dalam jangka waktu yang lama ini telah banyak perubahan kondisi karena perkembangan zaman. b. Pendekatan Cross-sectional (pendekatan silang). Pendekatan silang tidak menggunakan subjek yang sama. Dalam waktu yang bersamaan, peneliti mengadakan pencatatan tentang perkembangan berpikir anak-anak Sekolah Dasar secara serentak, yaitu kelas I, II, III, IV, V, dan VI. Jelas, satu hal menguntungkan adalah bahwa datanya dengan cepat dapat terkumpul. Padahal data tersebut tidak dikotori oleh pengaruh perubahan waktu karena waktunya bersamaan. Akan tetapi subjek yang berbeda-beda perlu juga mendapatkan perhatian dan pertimbangan karena perkembangan seseorang atau kelompok satu tahun yang akan datang, mungkin ada perbedaan, atau bahkan sangat berlawanan keadaannya dengan perkembangan kelompok yang satu tahun lebih tua. Jika kita hubungkan dengan pengambilan data secara continu, maka pendekatan cross-sectional (sila ng) merupakan kompromi antara “one-shot” method (menembak satu kali terhadap satu kasus), dan lon gitudinal method (menembak beberapa kali terhadap kasus yang sama) (Suharsimi Arikunto 1997:1011). Sedangkan menurut Muhammad Hasyim (1983:41) Pada dasarnya pendekatan dalam analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif letak perbedaannya



adalah pada cara mengukur dan menguji data. Apabila cara mengukur dan menguji itu menggunakan struktur bilangan (menggunakan statistik) berarti telah menempuh cara kuantitatif, sebaliknya bila sipeneliti tidak mengukur dan tidak mentest/menguji dengan bilangan (statistik), tetapi menggunakan struktur alpabetis, berarti memakai cara kualitatif. 4. Penelitian Ditinjau dari Bidang Ilmu Berkenaan dengan jenis spesialisasi dan interest, maka tentu saja bidang ilmu yang diteliti banyak sekali ragamnya menurut siapa saja bidang ilmu yang diteliti dalam mengadakan penelitian. Adapun bidangnya : Pendidikan, sejarah, ekonomi, politik, bahasa, teknik, militer, hukum, pertanian, peternakan kehutanan, kedokteran, keolahragaan dan sebagainya. 5. Penelitian Ditinjau dari Tempatnya a. Penelitian Laboratorium. Tujuan untuk ilmu pengetahuan sosial ialah : mengumpulkan data, mengadakan analisa, mengadakan test, serta memberikan interpretasi terhadap sejumlah data, sehingga orang bisa meramalkan kecenderungan gerak satu gejala sosial dalam satu masyarakat tertentu. Obyek penelitiannya, baik berupa masalah-masalah yang teoretis sifatnya maupun yang praktis, diteliti oleh satu team ahli. Masing-masing cendekiawan adalah ahli dalam bidangnya sendiri-sendiri, umpanya para ekonom, politisi, sosiolog-sosiolog, psikolog-psikolog, para pekerja social, insinyur-insinyur dan para ahli bidang lainnya. b. Penelitian Lapangan atau field research. Bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya penelitian tentang kehidupan para pengemudi, harga pasaran, survey konsumen oleh perusahaan atau pabrik, masalah religiusitas anak-anak adolesen di sekolah-sekolah, penelitian anak-anak muda pecandu bahan narkotika dan lain-lain. Jadi, mengadakan



penelitian mengenai beberapa masalah actual yang kini tengah berkecamuk dan mengekspresikan diri dalam bentuk gejala atau proses social, yang berkaitan erat dengan pola kebudayaan, perlembagaan social, susunan masyarakat, nilai-nilai, dan norma-norma sosial. c. Penelitian Perpustakaan (library research). Bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan macam-macam material yang terdapat di ruang perpustakaan, misalnya berupa : buku-buku, majalah, naskah-naskah, catatan, kisah sejarah, dokumen-dokumen dan lain-lain. 6. Penelitian Ditinjau dari Hadirnya Variabel Variabel adalah hal yang menjadi objek penelitian dalam suatu kegiatan penelitian (points to be noticed) yang menunjukkan variasi, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Dari istilahnya “variabel” itulah terkandung makna “variasi”. Variabel juga disebut dengan istilah “ubahan”, karena dapat berubah-ubah, bervariasi. Contoh : Usia, tingkat kecerdasan, tingkat kedisiplinan, kekayaan dan lain-lain adalah variabel karena antara satu orang dengan lainnya terdapat variasi atau perbedaan. Apabila dilihat dari saat terjadinya, ada variabel masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang. Penelitian yang dilakukan dengan menjelaskan/ menggambarkan variabel masa lalu dan sekarang (sedang terjadi) adalah penelitian deskriptif (to describe = menggambarkan, membeberkan). Sedangkan penelitian dilakukan terhadap variabel` masa yang akan datang, adalah penelitian eksperimen. Disebut variabel yang akan datang karena sebenarnya variabel tersebut belum datang, belum terjadi, tetapi sengaja didatangkan atau diadakan oleh peneliti dalam bentuk perlakuan (treatment) yang terjadi dalam eksperimen.



D. Latihan-latihan 1. Apakah yang dimaksud dengan metode penelitian ? 2. Jelaskan macam-macam pengertian metode penelitian dan pilihlah salah satu metode yang dianggap sesuai dengan penelitian Saudara ? 3. Uraikan secara lengkap penelitian ditinjau dari segi tujuan ? 4. Apakah perbedaan antara pendekatan longitudinal dengan pendekatan cross-sectional ? 5. Pilihlah salah satu tempat penelitian sesuai dengan jurusan yang dianggap layak untuk dijadikan penelitian dan apa alasannya ?



BAB II PENDEKATAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF I. Pengertian Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif Secara umum metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu cara ilmiah, data, tujuan, kegunaan tertentu (Sugiono, 2006). Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu : 1. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia; 2. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan. (Bedakan cara yang tidak ilmiah misalnya, mencari anak yang hilang saat memanjat gunung, atau ingin mencari mobil yang hilang datang ke para normal, atau ingin menjadi kepala sekolah datang ke dukun dan sejenisnya); 3. Sistematis artinya, proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis. Walaupun langkah-langkah penelitian antara metode kuantitatif, kualitatif, dan R & D berbeda, tetapi semuanya sistematis. Penelitian Kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Filsafat Positivisme memandang realitas/ gejala/ fenomena dapat diklasifikasikan, relatif tetap, konkrit, teramati, terukur, dan hubungan gejala bersifat sebab akibat. Penelitian pada umumnya dilakukan pada populasi atau sampel tertentu



yang representatif. Proses penelitian bersifat deduktif, dimana untuk menjawab rumusan masalah digunakan konsep atau teori sehingga dapat dirumuskanhipotesis. Hipotesis tersebut selanjutnya diuji melalui pengumpulan data lapangan. Untuk mengumpulkan data digunakan instrumen penelitian. Data yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan statistik deskriptif atau inferensial sehingga dapat disimpulkan hipotesis yang dirumuskan terbukti atau tidak. Penelitian kuantitatif pada umumnya dilakukan pada sampel yang diambil secara random, sehingga kesimpulan hasil penelitian dapat digeneralisasikan pada populasi di mana sampel tersebut diambil. Contohnya : Pertama, Korelasional. Korelasional ini, merupakan kelanjutan dari metode deskriptif. Tujuannya adalah untuk mencari hubungan di antara variabel-variabel yang diteliti, atau meneliti sejauhmana variabel satu berhubungan dengan variabel lainnya. Dengan metode korelasional misalnya kita ingin meneliti hubungan antara penguasaan ilmu komunikasi dengan keterampilan berkomunikasi. Apakah mahasiswa yang nilai ilmu komunikasinya istimewa cenderung lebih terampil dalam berkomunikasi ? Atau kita ingin meneliti apakah ada hubungan antara kuliah di Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dengan keterampilan bertabligh. Hubungan yang dicari dalam penelitian tersebut dinamakan korelasi. Bila variabel yang dicari hubungannya hanya terdiri atas dua variabel, korelasinya disebut korelasi sederhana (simple correlation). Lebih dari dua, kita menggunakan korelasi ganda (multiple correlation) (Jalaluddin Rakhmat, 1985:37-38). Kedua, Eksperimental-Sungguhan. Eksperimen-sungguhan adalah untuk menyelidiki kemungkinan saling hubungan sebab-akibat dengan cara mengenakan kepada satu atau lebih kelompok eksperimental satu atau lebih kondisi perlakuan dan membandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak dikenai kondisi perlakuan (treatment). Atau ditujukan untuk meneliti hubungan sebab-akibat dengan memanipulasikan satu atau lebih pada saat atau lebih kelompok eksperimental, dan membandingkan hasilnya dengan kelompok kantrol yang tidak mengalami manipulasi. Manipulasi artinya mengubah secara sistematis sifat-sifat (nilai-nilai) variabel bebas. Setelah dimanipulasikan, variabel bebas itu disebut garapan. Misalnya : Kita ingin meneliti efek pendekatan dialogis dalam bertabligh pada tingkat pemahaman jamaah terhadap pesan tabligh. Di sini kita menyuguhkan dua pendekatan tabligh. Kepada satu kelompok dilakukan pendekatan dialogis yang disebut kelompok eksperimen dan kepada kelompok lain dilakukan pendekatan monologis yang disebut kelompok kontrol. Pendekatan dialogis dalam bertabligh kita sebut garapan, sebab kelompok eksperimen kita garap dengan variabel yang dimanipulasikan. Kemudian dalam waktu tertentu tingkat pemahaman jamaah kita ukur setelah mereka mengikuti tabligh. Terbukti, misalnya, bahwa kelompok jamaah yang diberi pendekatan dialogis lebih tinggi pemahamannya terhadap pesan tabligh daripada kelompok jamaah yang diberi pendekatan monologis. Dalam penelitian eksperimen tentu saja dalam pelaksanaannya tidak itu, perlu juga diperhatikan apakah tidak ada variabel lain yang ikut serta menimbulkan efek. Misalnya, secara kebetulan pada kelompok eksperimen terdapat lebih banyak jamaah mahasiswa, sementara kelompok kantrol lebih banyak jamaah masyarakat biasa. Boleh jadi yang menjadi sebab tingginya pemahaman mereka terdapat pesan tabligh adalah latar pendidikan mereka, bukan karena pendekatan dialogisnya. Oleh karena itu sedapat mungkin peneliti mengusahakan agar hasil pengamatan tidak disebabkan oleh hal-hal lain di luar variabel bebas yang diteliti. Upaya ini



dinamakan kontrol. Kontrol merupakan kunci penelitian eksperimental, tanpa kontrol, manipulasi dan observasi akan menghasilkan data yang meragukan (confounding). Dengan demikian secara singkat penelitian eksperimen ditandai tiga hal yaitu : 1) manipulasi, mengubah secara sistematis keadaan tertentu, 2) observasi, mengamati dan mengukur hasil manipulasi, dan 3) kontrol, mengendalikan kondisi penelitian ketika berlangsungnya manipulasi, (Jalalu ddin Rakhmat, 1985:44-45). Ketiga, Quasi-Eksperimental Research. Tujuan penelitian eksperimental semu adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan atau memanipulasikan semua variabel yang relevan. Quasi Eksperimen adalah cara yang paling tepat untuk melakukan prediksi. Namun persoalannya, kita tidak selalu dapat melakukan eksperimen. Sebab dalam kenyatannya kita sulit mengelompokkan orang sekehendak kita. Keempat, Penelitian Tindakan (action research) yang bertujuan mengembangkan keterampilanketerampilan baru atau cara pendekatan baru dan untuk memecahkan masalah dengan penerapan langsung di dunia kerja atau dunia aktual yang lain (Sumadi Suryabrata, 1998:35). Kelima, Penelitian Analisis Isi (Content Analysis) adalah suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru dan sahih data dengan memerhatikan konteksnya (Klaus Lrippendrorff, 1993:15). Analisis isi dapat digunakan untuk menganalisis semua bentuk komunikasi, baik surat kabar, berita radio, iklan televisi maupun bahan dokumentasi lain. Ada tiga langkah strategis penelitian analisis isi Klaus Lrippendrorff, 1993:23 yaitu :



1. Penerapan desain atau model penelitian. Di sini ditetapkan berapa media, analisis korelasi, banyak atau sedikitnya objek dan sebagainya. 2. Pencarian data pokok atau data primer yaitu teks, sebagai analisis isi, teks merupakan objek yang pokok. Pencarian dapat dilakukan dengan menggunakan lembar formulir pengamatan tertentu yang sengaja dibuat untuk keperluan pencarian data tersebut. 3. Pencarian pengetahuan kontekstual agar penelitian yang dilakukan tidak berada di ruang hampa, tetapi terlihat kait-mengkait dengan faktor-faktor lain. Analisis isi berkaitan dengan penelitian kuantitatif, prosedur dasar pembuatan rancangan penelitian dan pelaksanaan studi analisis isi terdiri dari enam tahapan sebagai berikut : I. Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesisnya, II. Melakukan sampling terhadap sumber-sumber data yang telah dipilih, III. Membuat kategori yang dipergunakan dalam analisis, IV. Pendataan suatu sampel dokumen yang telah dipilih dan melakukan pengkodean, V. Pembuatan skala dan item berdasarkan kriteria tertentu untuk pengumpulan data, VI. Interpretasi/penafsiran data yang diperoleh. Kemudian penelitian kualitatif adalah penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. Contoh pendekatan penelitian kualitatif yaitu :



1. Deskriptif. Deskriptif yaitu suatu rumusan masalah yang memadu penelitian untuk mengeksplorasi atau memotret situasi sosial yang akan diteliti secara menyeluruh, luas dan mendalam (Sugiono, 2007:209). Metode ini bertujuan untuk melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat. Ia tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi. Dalam proses pengumpulan datanya ia lebih menitikberatkan pada observasi dan suasana alamiah (naturalistic setting). Sedangkan praktiknya peneliti terjun ke lapangan : gejala-gejala diamati, dikategori, dicatat, dan sedapat mungkin menghindari pengaruh kehadirannya untuk menjaga keaslian gejala yang diamati, (Jalaluddin Rakhmat, 1985:34-35). Misalnya : Penelitian propil mubaligh dan mubaligah di Kota Bandung, persepsi masyarakat terhadap mubaligh yang menjadi politisi, gaya kepemimpinan majelis taklim di Jawa Barat, retorika tabligh K.H. Miftah Farid, karakteristik jamaah peminat K.H. Abdullah Gymnastiar, respon masyarakat terhadap acara “menembus batas” Nurcahyo di ANTV, dan lain-lain. 2. Ethnografi is a description and interpretation of a cultural or social group or sistem. The focus is on learned patterns of actions, language, beliefs, rituals, and ways of life. As a process, ethnography involves prolonged fieldwork, typically employing observation and casual interviews with participants of shared group activity and collecting group artifact. A documentary style is employed, focusing on the mundane details of every day life. The final product is comprehensive, holistic narrative description and interpretation, which



integrates all aspects of group life and illustrates its complexity (Mc Millan & Schumacher, 2001:35-36)



Etnografi merupakan suatu deskripsi dan interpretasi mengenai sistem budaya atau sistem kelompok sosial atau suatu sistem. Fokusnya adalah pada perilaku, bahasa, kepercayaan, ritual, dan cara hidup yang dipelajari. Sebagai suatu proses, etnografi melibatkan penelitian yang luas, khususnya dalam melakukan observasi dan wawancara dengan partisipan dan mengumpulkan sekumpulan artifak. Cara membuat dokumenter dilakukan dengan fokus kebiasaan sehari-hari yang rinci. Produk akhirnya merupakan suatu deskripsi naratif dan interpretasi luas dan menyeluruh berkenaan dengan seluruh aspek kelompok dan mengilustrasikan kekomplekannya.



3. Histories. Tujuannya adalah merekonstruksi masa lalu secara sistematis dan objektif dengan mengumpulkan, menilai, memverifikasi, dan mensintesiskan bukti untuk menetapkan fakta dan mencapai kongklusi yang dapat dipertahankan. Misalnya : Penelitian strategi tabligh Nabi Muhammad Saw., pada periode Makkah, sejarah perkembangan lembaga-lembaga dakwah di Indonesia, dan lain sebagainya. 4. Penelitian Kasus dan Penelitian Lapangan (case study and field research). Tujuan penelitian kasus dan penelitian lapangan adalah untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan sesuatu unit sosial: individu, kelompok, lembaga, atau masyarakat (Sumadi Suryabrata, 1998:22). 5. Analisis Isi (Content Analysis) yaitu suatu teknik penelitian untuk membuat rumusan kesimpulan-kesimpulan dengan mengidentifikasi karakteristik



spesifik secara sistematis dan objektif dari suatu teks (Asep S. M. dan Agus A.S., 2003:112). Analisis Isi Kualitatif terdiri dari analisis yaitu : I. Analisis Wacana adalah analisis isi yang lebih bersifat kualitatif dan dapat menjadi salah satu alternatif untuk melengkapi dan menutupi kelemahan analisis isi kuantitatif, pertanyaan lebih ditekankan untuk menjawab “apa” (what) dari pesan atau teks komunikasi, pada analisis wacana, pertanyaan lebih difokuskan untuk melihat pada “bagaima” (how) yaitu bagaimana isi teks berita dan juga bagaimana pesan itu disampaikan, (Klaus Lrippendrorff, 1993:23). Analisis wacana terdiri dari yaitu : 1. Analisis Semiotik (Semiotic Analysis), pengertian semiotika secara terminologis adalah ilmu yang mempelajari sederetan objek, peristiwa, kebudayaan sebagai tanda. Semiotika di bidang komunikasi pun juga tidak terbatas, misalnya mengambil objek penelitian seperti pemberitaan di media massa, komunikasi periklanan, tanda-tanda nonverbal, film, komik kartun, dan sastra sampai pada musik. 2. Analisis framing adalah bagian dari analisis isi yang melakukan penilaian tentang wacana persaingan antarkelompok yang muncul atau tampak di media. Analisis wacana hanya berupaya menerangkan kandungan isi naskah dan jika perlu beserta konteks atau historisnya tentang sebuah tema atau isu yang dimuat dalam naskah tersebut, maka hasil penelitian analisis wacana bersifat ideografis. Wujud bentuk wacana dapat dilihat dalam beragam karya pembuat wacana yaitu : 1. Text (wacana dalam wujud tulisan/grafis), antara lain dalam wujud berita, features, artikel opini, cerpen, novel.



2. Talk (wacana dalam wujud ucapan) antara lain dalam wujud rekaman, wawancara, obrolan, pidato. 3. Act (wacana dalam wujud tindakan) antara lain dalam wujud lakon drama, tarian, film, defile, demontrasi. 4. Artifact (wacana dalam wujud jelek) antara lain dalam wujud bangunan, lanskap (tata ruang di luar gedung), fashion, puing. II. Analisis isi terhadap Pemberitaan perlu disertai penguasaan pengetahuan teoretis konseptual dan metodologi penelitian analisis isi. Analisisi isi dapat dilihat sifatnya yang khas yaitu : 1. Pesan media bersifat otonom sebab peneliti tidak bisa memengaruhi objek yang dihadapinya. Perhatian peneliti hanya terletak pada pesan yang sudah lepas dari penyampaiannya sehingga kehadiran peneliti tidak menganggu atau berpengaruh terhadap penyampai dalam mengeluarkan pendapatnya. 2. Materi yang tidak berstruktur dapat diterima, tanpa mengharuskan penyampai untuk memformulasikan pesannya sesuai dengan struktur peneliti. Penyampai telah mengeluarkan pernyataannya sesuai dengan strukturnya. Karakteristik penelitian kualitatif menurut Bogdan and Biklen (1982) adalah : I. Qualitative research has the natural setting as the direct source of data and researcher is the key instrument. II. Qualitative research is descriptive. The data collected is in the form of words of pictures rather than number. III. Qualitative research are concerned with process rather than simply with outcomes or products.



IV. Qualitative research tend to analyze their data inductively. V. “Meaning” is of assential to the qualitative approach. Berdasarkan karakteristik tersebut dapat dikemukakan di sini bahwa penelitian kualitatif itu : I. Dilakukan pada kondisi yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrumen kunci. II. Penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif. Data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka. III. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses daripada produk atau outcome. IV. Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif. V. Penelitian kualitatif lebih menekankan makna (data dibalik yang teramati). B. Perbedaan Karakteristik Penelitian Kualitatif dan Penelitian Kuantitatif Untuk memahami lebih jelas dan rinci tentang penelitian kualitatif dan kuantitatif, maka perlu memahami karakteristik perbedaan antara keduanya sebagaimana dalam tabel di bawah ini yaitu : Tabel 2.1 Karakteristik Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif menurut (Sugiyono 2007:23-25) No 1.



Kuantitatif A. Desain a. Spesifik, jelas, rinci; b. Ditentukan secara mantap sejak awal; c. Menjadi pegangan



Kualitatif



langkah demi langkah;



A. Desain a. Umum b. Fleksibel c. Berkembang dan muncul dalam proses



penelitian



2.



B. Tujuan a. Menunjukkan hubungan antar variabel b. Menguji teori c. Mencari generalisasi yang mempunyai nilai prediktif



B. Tujuan a. Menemukan pola hubungan yang bersifat interaktif b. Menemukan teori c. Menggambarkan realitas yang kompleks d. Memperoleh pemahaman makna



3.



C. Teknik Pengumpulan Data a. Kuesioner b. Observasi dan wawancara terstruktur



4.



D. Instrumen Penelitian a. Test, angket, wawancara terstruktur b. Instrumen yang telah terstandar E. Data a. Kuantitatif b. Hasil pengukuran variabel yang dioperasionalkan dengan menggunakan instrumen



5.



C. Teknik Pengumpulan Data a. Participant observation b. In depth interview c. Dokumentasi d. Triangulasi D. Instrumen Penelitian a. Peneliti sebagai instrumen (hu man instrument) b. Buku catatan, tape recorder, camera, handycam dan lain-lain E. Data a. Deskriptif kualitatif b. Dokumen pribadi, catatan lapangan, ucapan dan tindakan responden, dokumen dan lainlain



6.



7.



8.



9.



F. Sampel a. Besar b. Representatif c. Sedapat mungkin random d. Ditentukan sejak awal



F. Sampel a. Kecil b. Tidak representatif c. Purposive, snowball d. Berkembang selama proses penelitian G. Analisis G. Analisis a. Setelah selesai pengumpulan a. Terus menerus sejak awal data sampai akhir penelitian b. Deduktif b. Induktif c. Menggunakan statistik untuk c. Mencari pola, model, thema, menguji hipotesis teori H. Hubungan dengan Responden H. Hubungan dengan Responden a. Dibuat berjarak, bahkan a. Empati, akrab supaya sering tanpa kontak supaya memperoleh pemahaman yang obyektif mendalam b. Kedudukan peneliti lebih b Kedudukan sama bahkan tinggi dari responden sebagai guru, konsultan c. Jangka pendek sampai c. Jangka lama sampai datanya hipotesis dapat dibuktikan jenuh dapat ditemukan hipotesis atau teori I. Usulan Desain a. Luas dan rinci b. Literatur yang berhubungan dengan masalah dan variabel yang diteliti c. Prosedur yang spesifik dan rinci langkah-



langkahnya d. Masalah dirumuskan dengan spesifik dan jelas e. Hipotesis dirumuskan dengan jelas f. Ditulis secara rinci dan jelas sebelum terjun ke lapangan



I. Usulan Desain a. Singkat umum bersifat sementara b. Literatur yang digunakan bersifat sementara tidak menjadi pegangan utama



c. Prosedur bersifat umum seperti akan merencanakan tour/ piknik d. Masalah bersifat sementara dan akan ditemukan setelah studi pendahuluan



10.



11.



J. Kapan penelitian dianggap selesai ? Setelah semua kegiatan yang direncanakan dapat diselesaikan K. Kepercayaan terhadap Hasil Penelitian Pengujian validitas dan reliabilitas instrumen



J. Kapan penelitian dianggap selesai ? Setelah tidak ada data yang dianggap baru/jenuh K. Kepercayaan terhadap Hasil Penelitian Pengujian kredibilitas, dependabilitas, proses dan hasil penelitian



Adapun perbedaan penelitian kualitatif dengan penelitian kuantitatif menurut Lexy J. Moleong (1989:16-21) yaitu : a. Teknik yang Digunakan Pada dasarnya, baik teknik kuantitatif maupun teknik kualitatif dapat digunakan bersama-sama. Namun, penekanannya diletakkan pada teknik tertentu. Paradigma ilmiah memberi tekanan pada teknik kuantitatif, sedangkan paradigma alamiah memberi tekanan pada penggunaan teknik kualitatif. b. Kriteria Kualitas Dalam menentukan penelitian yang “baik”, paradigma ilmiah sangat percaya pada kriteri rigor, yaitu kesahihan



eksternal dan internal, keandalan, dan objektivitas. Pada dasarnya, menurut Guba dan Lincoln (1981:66), penekanan pada kriteria tersebut terang membawa eksperimen pada penyusunan desain yang bagus, tetapi sering sempit cakupannya. Hal ini bersumber pada kenyataan bahwa kebanyakan eksperimen memasukkan situasi yang kurang dikenal, buatan, dan masa hidupnya singkat, dan hal itu membuat latar-tak-biasa sukar digeneralisasikan pada latar lainnya. Sebaliknya, paradigma alamiah menggunakan criteria relevansi. Relevansi di sini adalah signifikansi dari pribadi terhadap lingkungan senyatanya. Usaha menemukan kepastian dan keaslian merupakan hal yang penting dalam penelitian alamiah. c. Sumber Teori Sebagian besar pengetahuan tentang perilaku social diarahkan pada verifikasi hipotesis yang diturunkan dari teori a priori. Kebanyakan teori yang disusun pada hakikatnya adalah deduktif dan logis dalam pengetahuan perilaku social. Proses penyusunan teori berputar-putar pada proses deduksi yang bisa diverifikasi dari dunia nyata atas dasar asumsi a priori. Cara lainnya yang lebih bermanfaat adalah menemukan teori dengan cara menariknya sejak awal dari alam, yaitu dari data yang berasal dari dunia nyata. Metode yang digunakan adalah metode menemukan dengan menganalisis data yang diperoleh secara sistematis. Penyusunan teorinya dimulai dari dasar. Teori demikian akan cocok dengan situasi empiris dan penting untuk meramalkan, menerangkan, menafsirkan, dan mengaplikasikan. Jadi, teori ini memenuhi dua kriteria, yaitu meramalkan, menerangkan, dan menafsirkan. d. Pertanyaan tentang Kausalitas Penelitian biasanya dihadapkan pada penentuan hubungan sebab-akibat. Jawaban terhadap pertanyaan hubungan sebab-akibat penting untuk keperluan meramalkan,



kontrol di satu pihak, dan verstehen di lain pihak. Kedua paradigma ilmiah maupun alamiah menggunakan pertanyaan-pertanyaan tersebut, namun dengan cara yang berbeda. Paradigma ilmiah biasanya bertanya: dapatkah X menyebabkan Y? Untuk itu maka mereka mendemonstrasikan di laboratorium bahwa Y sesungguhnya dapat disebabkan oleh X. Di pihak lain paradigma alamiah kurang tertarik dengan apa yang diusahakan terjadi dalam situasi yang dirancang terlebih dahulu, namun lebih tertarik pada apa yang terjadi pada latar alamiah. e. Tipe Pengetahuan yang Digunakan Ada dua macam atau tipe pengetahuan; yaitu pengetahuan proposisional dan pengetahuan-yangdiketahui-bersama, yang diketahui dan disepakati juga oleh subjek. Kedua tipe pengetahuan tersebut dapat dijelaskan perbedaannya. Pengetahuan proposisional adalah pengetahuan yang dapat dinyatakan dalam bentuk bahasa. Pengetahuan-yang-diketahui-bersama (tacit knowledge) ialah instuisi, pemahaman, atau perasaan yang tidak dapat dinyatakan dengan kata-kata yang dalam hal-hal tertentu diketahui oleh subjek. Paradigma ilmiah membatasi diri pada pengetahuan proposisional. Pengetahuan demikian merupakan esensi metode untuk menyatakan proposisi secara eksplisit dalam bentuk hipotesis yang diuji untuk menentukan validitasnya. Teori-teori terdiri atas pengumpulan hipotesis semacam itu. Sebaliknya, paradigma alamiah mengizinkan dan mendorong pengetahuan-yang-diketahui-bersama guna dimunculkan untuk keperluan membantu pembentukan teori dari-dasar maupun untuk memperbaiki komunikasi kembali kepada sumber informasi dengan cara peristilahan mereka. f. Pendirian Paradigma ilmiah berpendirian reduksionis. Dalam hal ini mereka menyempitkan penelitian pada focus yang relatif kecil dengan jalan membebankan kendala-kendala, baik pada



kondisi anteseden pada inkuiri (untuk keperluan mengontrol) maupun pada keluaran-keluaran. Jadi, pencari-tahu-ilmiah mulai dengan menyusun pertanyaan atau hipotesis, kemudian hanya mencari informasi yang akan memberikan jawaban pada pertanyaan atau menguji hipotesis-hipotesis itu. Pencari-tahu-alamiah mempunyai pendirian ekspansionis. Mereka mencari perspektif yang akan mengarahkan pada deskripsi dan pengertian fenomena sebagai keseluruhan atau akhirnya dengan jalan menemukan sesuatu yang mencerminkan kerumitan gejala-gejala itu. Mereka memasuki lapangan, membangun dan melihat pembawaannya yang tampak dari arah mana pun titik masuknya. Setiap langkah inkuiri didasarkan atas sejumlah pengetahuan yang dikumpulkan sedikit demi sedikit berdasarkan langkah-langkah sebelumnya. Jadi, pencari-tahu-ilmiah mengambil sikap terstruktur, terarah, dan tunggal, sedangkan pencari-tahu-alamiah berpendirian terbuka, menjajagi, dan kompleks. g. Maksud Paradigma ilmiah mempunyai maksud dalam usahanya menemukan pengetahuan melalui verifikasi hipotesis yang dispesifikasikan secara a priori. Pencari-tahu-alamiah, di pihak lain, menitikberatkan upayanya pada usaha menemukan unsur-unsur atau pengetahuan yang belum ada dalam teori yang berlaku. h. Instrumen Untuk mengumpulkan data, paradigma ilmiah memanfaatkan tes tertulis (tes-pinsil-kertas) atau kuesioner atau menggunakan alat fisik lainnya seperti poligraf, dan sebagainya. Pencari-tahu-alamiah dalam pengumpulan data lebih banyak bergantung pada dirinya sebagai alat pengumpul data. Hal itu mungkin disebabkan oleh sukarnya mengkhususkan secara tepat pada apa yang akan diteliti. Di samping itu, orang-sebagai-instrumen memiliki senjata “dapat-memutuskan” yang secara luwes dapat digunakannya. Ia



senantiasa dapat menilai keadaan dan dapat mengambil keputusan. i. Waktu untuk Mengumpulkan Data dan Aturan Analisis Pencari-tahu-ilmiah dapat menetapkan semua aturan pengumpulan dan analisis data sebelumnya. Mereka sudah mengetahui hipotesis yang akan diuji dan dapat mengembangkan instrumen yang cocok dengan variabel. Instrumen ditetapkan sebelumnya tentang ukuran terhadap ciri yang diketahui sehingga memungkinkan menetapkan waktu melakukan analisis. Paradigma alamiah sebaliknya, tidak diperkenankan memformulasikan secara a priori. Datanya dikumpulkan serta dikategorisasikan dalam bentuk kasar dan diunitkan oleh peneliti/analis. Di samping itu, pencari-tahu-alamiah kurang dibimbing oleh aturan dibandingkan dengan paradigma ilmiah. Tentu saja langkah-langkah tertentu perlu diambil untuk memastikan adanya aturan yang tidak ambigius (meragukan) dan ditetapkan secara sistematis dan seragam. Teknik demikian bermanfaat dalam hal dapat membangun atas dasar pengetahuan yang muncul. j. Desain Bagi paradigma ilmiah, desain harus disusun secara pasti sebelum fakta dikumpulkan. Sekali desain digunakan, maka tidak boleh mengubahnya dalam bentuk apa pun. Sebab, jika diadakan perubahan, maka perubahan itu akan mengaburkan variabel sehingga penafsiran yang bermakna menjadi tidak mungkin dilakukan. Bagi paradigma alamiah, desain dapat disusun sebelumnya secara tidak lengkap. Apabila sudah mulai digunakan, maka desain itu malah mulai dilengkapi dan disempurnakan. Desain itu dapat senantiasa diubah dan disesuaikan dengan apa yang diperoleh dan disesuaikan pula dengan pengetahuan baru yang ditentukan. k.



Paradigma ilmiah yang menggunakan gaya dengan menerapkan intervensi. Variabel bebas dan terikat diisolasikan dari konteksnya, diatur sedemikian rupa sehingga hanya variabel ini yang muncul untuk diukur, dan kemudian dikonfirmasikan dengan hipotesis. Sebaliknya, paradigma alamiah bergantung pada seleksi. Dari pelbagai peristiwa yang terjadi secara alamiah akhirnya dipilih sesuatu gejala tanpa mengadakan intervensi. Jadi, pencari-tahu-alamiah tidak mengelola situasi, tetapi memanfaatkannya. Mungkin diperlukan waktu yang lama untuk memilih kombinasi unsur-unsur yang sesuai, namun hal itu diperlukan guna mengkaji gejala-gejala dalam latar yang benar-benar ilmiah. l. Latar Pencari-tahu-ilmiah bersandar pada latar laboratorium untuk keperluan mengadakan kontrol, mengelola intervensi, dan sebagainya. Sebaliknya, pencari-tahu-alamiah cenderung mengadakan penelitian dalam latar alamiah. m. Perlakuan Bagi paradigma ilmiah, konsep perlakuan sangat penting. Pada setiap eksperimen, perlakuan itu harus stabil dan tidak bervariasi. Jika tidak demikian, maka sukar menentukan pengaruh yang berkaitan dengan suatu penyebab tertentu. Untuk paradigma alamiah, konsep perlakuan tersebut asing karena perlakuan menyertakan beberapa cara manipulasi atau intervensi. Jika pun hal itu terjadi dengan mempertimbangkan terjadinya gejala secara alamiah, maka “perlakuan” itu merupakan penyebab yang dikehendaki untuk beberapa pengaruh yang diamati. Tentu saja mereka tidak mengharapkan adanya stabilitas karena perubahan secara berkesinambungan sebenarnya adalah esensi dari situasi nyata. Barangkali bermanfaat bagi peneliti alamiah untuk menstabilkan sebanyak mungkin situasi ketika inkuiri sedang terjadi. Jadi, bagi peneliti alamiah diperlukan lebih banyak keluwesan.



n. Satuan Kajian Satuan kajian bagi paradigma ilmiah adalah variabel dan semua hubungan yang dinyatakan di antara variable atau system variabel. Sebaliknya, paradigma alamiah berpendirian agar satuan kajian lebih sederhana. Selain itu, mereka lebih menekankan kemurnian sistem pola yang diamati secara alamiah. o. Unsur-unsur Kontekstual Peneliti ilmiah senantiasa berusaha mengontrol seluruh unsur yang mengganggu yang dapat mengaburkan unsur-unsur itu dari fenomena yang menjadi pusat perhatian atau yang mengacu pada pengaruh terhadap fenomena itu. Peneliti alamiah bukan hanya tidak tertarik pada kontrol, melainkan malah mengundang adanya ikut campur sehingga mereka secara lebih baik dapat mengerti peristiwa dalam dunia nyata dan merasakan pola-pola yang ada di dalamnya. Konsep “mengundang-ikut-campur” merupakan hal yang sangat penting bagi peneliti alamiah. Biasanya mereka tidak ingin mengetahui bagaimana suatu keutuhan yang ditelaah bekerja secara sangat baik dalam seluruh dunia kemungkinan, tetapi dalam keadaan yang paling jelek sekalipun. C. Pendekatan Penelitian Dakwah dan Komunikasi Secara umum menurut Panduan Penyusunan Skripsi Fak. Dakwah dan Komunikasi (2013:30-34) ada tiga pendekatan dalam penelitian : pendekatan normatif, pendekatan empiris, dan pendekatan filosofis. Pertama, pendekatan normatif adalah pendekatan yang digunakan dalam penelitian dengan tujuan berusaha menemukan prinsip-prinsip suatu ilmu dari sumber-sumber normatif (Jalaluddin Rakhmat, tt:17). Sumber normatif misalnya; Al-Quran, hadits, sirah nabawiyah, dan ragam ilmu yang dikaji dalam kelompok ilmu-ilmu irsyad, tabligh, tadbir,



dan tamkin. Atau ragam ilmu yang dikaji dalam kelompok ilmu-ilmu jurnalistik dan hubungan masyarakat yang didasarkan pada teks-teks kitab suci dan sunah Nabi Saw, serta pemikiran yang didasarkan pada petunjuk sumber normatif. Kedua, Pendekatan empiris. Pendekatan ini dibagi kepada dua macam; empiris kualitatif dan empiris kuantitatif. Pendekatan empiris kualitatif di dalamnya terdapat beberapa jenis metode penelitian antara lain: metode historis, metode deskriptif, metode etno-metodologis, dan lain-lain. Sedangkan pendekatan empiris kuantitatif di dalamnya terkelompok macam-macam metode penelitian seperti: metode korelasional, metode eksperimen, metode kuasi eksperimental, da lain-lain (Jalaludin Rakhmat, tt.: 19). Ketiga, pendekatan filosofis, pendekatan ini dapat juga termasuk kategori pendekatan normatif, karena ditujukan untuk mengkaji kaidah-kaidah, prinsip-prinsip, produk pemikiran lain dari para ulama, filosof, cendekiawan, para sarjana, dan tokoh-tokoh tertentu yang bersifat normatif. Dalam praktiknya, pendekatan filosofis dapat digunakan hanya untuk memaparkan atau menjelaskan saja, melakukan penelitian, atau melakukan studi kritis terhadap beragam bidang pemikiran dari para pemikikir tersebut. Sementara ilustrasi yang berbeda berdasarkan pemilahan wilayah penelitian bidang ilmu agama Islam, menurut Cik Hasan Bisri (1999:9-11) bahwa secara umum terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan dalam kegiatan penelitian: Pendekatan normatif-moralistis dan pendekatan antropologis atau pendekatan sosiologis. Pendekatan normatif-moralitas digunakan untuk meneliti bidang ajaran, gagasan, dan produk pemikiran Islam yang bersifat ideal normatif dan preskriptif. Dengan menggunakan pendekatan ini, misalnya diteliti tentang tentang ragam pemahaman dan penafsiran terhadap sumber ajaran Islam (AlQuran dan Hadist), kaidah-kaidah atau prinsif-prinsif



yang dirumuskan para ulama, filosof, atau para pemikir yang berkaitan dengan masalah-masalah tertentu dan lain-lain. Pendekatan antropologis atau pendekatan sosiologis digunakan terhadap wilayah penelitian yang bersifat aktual, empirik, dan deskriptif. Hanya saja dalam praktiknya pendekatan antropologis wilayah penelitian diidentifikasi sebagai gejala budaya, sedangkan dalam pendekatan sosiologis wilayah penelitian diidentifikasi sebagai gejala sosial. Penelitian pada wilayah ini misalnya; tentang realitas pengalaman ajaran Islam, pranata sosial Islam perilaku orang Islam, peristiwa dalam masyartakat Islam, termasuk penelitian tentang aspek-aspek historis dari perkembangan Islam pemeluknya.



D. Latihan-latihan : 1. Apakah dimaksud dengan ciri-ciri ilmiah jelaskan ? 2. Apakah yang Saudara ketahui tentang pengertian kualitatif dan kuantitatif ? 3. Bagaimana pendapat Saudara tentang karakteristik kualitatif dan kuantitatif menurut Sugiono jelaskan ? 4. Sebutkan perbedaan penelitian kualitatif dengan penelitian kuantitatif menurut Lexy J. Moleong dan Sugiyono? 5. Sebutkan metode penelitian apa saja yang termasuk kualitatif dan kuantitatif jelaskan secara komprehensif ? 6. Bagaimana perbedaan antara pendekatan normatif, empiris, dan filosofisnya berikan contohnya masing-masing ?



BAB III WILAYAH PENELITIAN DAKWAH DAN KOMUNIKASI



I. Wilayah Penelitian Dakwah



Wilayah penelitian dakwah adalah seluruh sektor kehidupan keberagamaan manusia yang merupakan realitas dakwah. Realitas dakwah meliputi proses internalisasi, transmisi, difusi, dan transformasi ajaran Islam. Dari segi elemennya, realitas dakwah itu meliputi kegiatan da’i. Respon madu, ragam manhaj (metode) dakwah, pemanfaatan wasa’il (media) dakwah, dan pencapaian ghaya h (tujuan) dakwah. Dari sisi macamnya, realitas dakwah meliputi tabligh (komunikasi dan penyiaran), i rsyad (bimbingan, penyuluhan, konseling, psikoterapi), tadbir (manajemen), dan tamkin (pengembang an masyarakat). Sedangkan dari sisi konteksnya (kuantitas interaksi da’i dengan mad’u) realitas dakwah meliputi dakwah nafsiyah, dakwah fiah, dakwah hizbiyah (jamaah), dakwah umah, dan dakwah syu’ubiyah-qabailiyah. Wilayah penelitian dakwah ini dapat diturunkan secara spesifik menjadi empat macam profesi dakwah yaitu :



1. Kajian Bimbingan dan Konseling Islam



Wilayah penelitian Bimbingan dan Konseling Islam (BKI) dapat meliputi setiap kegiatan dakwah dalam bentuk irsyad (kegiatan pemberian bimbingan), tawjih (konseling atau penyuluhan), dan isytisyf a (psikoterapi). Perbedaannya dilihat dari tingkat permasalahannya yaitu : bimbingan lebih bersifat umum baik ada masalah ataupun tidak, lebih kearah pemberian informasi, konsultasi biasa, bimbingan karir, bimbingan keagamaan dan lain-lain. Sedangkan konseling dilakukan kepada klien apabila dianggap telah ada permasalahan (psikologis) tertentu tetapi masih bersifat ringan, tidak cukup dengan bimbingan tetapi belum menimbulkan berbagai gejala



dan gangguan psikologis. Sedangkan psikoterapi dilakukan apabila klien dianggap atau diduga telah memiliki berbagai permasalahan spesifik dari ringan sampai yang berat, telah memiliki berbagai gangguan dan penyakit kejiwaan sehingga tidak cukup dengan konseling. Dilihat dari sisi jumlah sasaran klien (mursyad bih)nya irsyad, tawjih, dan isytisyfa dapat meliputi nafsiyah, fardiyah, dan fiah qalilah. Bimbingan (irsyad) dapat mengambil bantuk nafsiyah dan fardiyah. Irsyad nafsiyah yaitu apabila seorang konselor (mursyid) membimbing dirinya sendiri. Berbagai model, konsep dan teknik tentang bagaimana membimbing diri, dapat menjadi kawasan penelitian irsyad nafsiyah. Irsyad/tawjih fardiyah yaitu apabila seorang konselor membimbing seorang klien baik dalam suasana tatap muka langsung atau melalui media bimbingan/konseling dengan kata lain irsyad/tawjih fardiyah disebut juga bimbingan/konseling individu. Berbagai model, konsep dan teknik tentang bimbingan/ konseling individu dapat menjadi kawasan penelitian irsyad/tawjih fardiyah. Apabila seorang konselor memberikan bimbingan atau konseling terhadap klien dengan jumlah lebih dari satu orang terutama dalam bentuk kelompok kecil (maksimal 20 orang), maka kegiatan tersebut menjadi bimbingan atau konseling kelompok kecil atau iryad/tawjih fiah qalilah. Berbagai model, konsep, teknik dan kasus tentang bimbingan/konseling kelompok dapat menjadi kawasan penelitian irs yad/ tawjih fiah qalilah. Bentuk yang mirip dengan bimbingan/konseling kelompok adalah penyuluhan lapangan, misalnya penyuluhan pertanian, penyuluhan kesehatan dan berbagai kegiatan yang secara jelas menggunakan kata penyuluhan. Sulit dibedakan dengan bimbingan kelompok, tetapi istilah penyuluhan biasanya lebih dekat dengan pemberian informasi dari pemerintah. Karena itu, berbagai hal yang terkait dengan model, metode dan teknik



penyuluhan dalam arti ini dapat menjadi wilayah penelitian BKI, terutama apabila dikaitkan dengan aspek keagamaan misalnya ; Modal Penyuluhan Kesehatan Berbasis Majlis Taklim. Istisyfa atau psikoterapi yaitu segala proses pemberian bantuan terhadap klien yang diduga telah memiliki berbagai gangguan atau penyakit kejiwaan dan sudah tidak dapat ditangani oleh konseling. Perbedaan dengan psikoterapi umumnya, wilayah penelitian psikoterapi yaitu yang terkait dengan Psikoterapi Religius khususnya Psikoterapi Islam. Berbagai model, metode, teknik psikoterapi yang berdasarkan kepada pendekatan keagamaan (Islam) baik dikembangkan atas nama pribadi maupun lembaga dapat menjadi wilayah penelitian BKI. Saat ini beberapa aspek yang telah dapat dikaji seperti terapi yang dikembangkan dari shalat, puasa, do’a, wudhu, berbagai metode hikmah, tashawuf dan tharikat. Berbagai penanganan terhadap berbagai patalogi sosial, korban bencana, recovery atau pemulihan asal ada keterkaitan sisi penanganan dan terapinya dengan agama itupun dapat menjadi wilayah penelitian BKI, misalnya trauma healing/ konseling pasca trauma dengan basis agama terhadap berbagai korban bencana alam. Bentuk penelitian yang dapat dikembangkan dapat meliputi tiga hal yaitu : (1) penelitian lapangan, (2) studi tokoh dan (3) penelitian literatur. Penelitian lapangan dapat dilakukan khususnya pada berbagai lembaga dan instansi baik milik pemerintah maupun swasta, berbagai perusahaan, lembaga pelayanan kesehatan, panti rehabilitasi pokoknya berbagai tempat yang memberikan pelayanan bimbingan, konseling, penyuluhan dan psikoterapi. Fokus penelitian dapat meliputi lima unsur terpenting dalam irsyad yaitu segala hal yang terkait dengan yaitu; (1) konselor, (2) klien, (3) metode, (4) media dan (5) materi, dapat juga meneliti unsur-unsur respons, pengaruh, efektifitas dan aspekaspek lain.



Studi tokoh dapat meneliti beberapa aspek seperti sepak terjang personal (konselor) atau tokoh yang dianggap memiliki kaitan dengan konsep, pemikiran, praktik pelayanan terhadap masyarakat yang secara spesifik terkait dengan irsyad, tawjih maupun psikoterapi. Misalnya penelitian terhadap model terapi seorang tokoh dengan metode hikmah, tashawuf atau tharikat. Fokus kajian terutama ditujukan kepada aspek psikoterapi (terapi spiritual-kejiwaannya) bukan kepada terapi fisik atau herbal atau ramuannya. Penelitian literaturnya dapat mencakup berbagai kajian tentang konsep dan teori irsyad, tawjih dan is ytisyfa dengan sumber dari Al-Quran, Hadits dengan berbagai turunannya, berbagai hasil ijtihad, hasil riset, berbagai karya tulis ilmuwan muslim atau non muslim baik dalam maupun luar negeri. Dapat juga berupa kajian terhadap berbagai konsep-konsep atau metode mutakhir dari berbagai disiplin ilmu terutama bagaimana metode tersebut diterapkan, dikembangkan, model bimbingannya seperti apa, sejauh terkait dengan aspek irsyad, tawjih, dan isytisyfa. Dilihat dari beberapa bidang yang telah berkembang saat ini khususnya yang terkait dengan studi keislaman, bidang-bidang yang dapat diteliti oleh BKI yaitu: (1) pendidikan Islami, (2) kerja dan karir, (3 bidang sosial, (4) bidang keagamaan, (5) bidang keluarga. Hal-hal yang harus diperhatikan terkait dengan bidang-bidang di atas adalah fokus kajian penelitiannya yang harus dijaga untuk tidak tumpang tindih dengan disiplin ilmu lain. Misalnya bidang Pendidikan Islami tertentu berbeda dengan kajian Tarbiyah. Fokus BKI kepada pelayanan bimbingan dan konseling dengan basis sekolah sampai kepada yang informal di luar sekolah. Bidang keluarga dapat juga meneliti di Kantor Urusan Agama (KUA) terutama terkait dengan penyuluhan agama dan konseling rumah tangga dengan berbagai pernak-perniknya, yang penting tidak masuk kepada penanganan aspek substansi



hukum yang merupakan kajian bidang Syariah. Yang harus dikaji secara lebih jeli oleh BKI dari berbagai bidang di atas adalah berbagai persoalan yang ada dibalik kelima aspek di atas terutama yang menyangkut bimbingan, konseling dan psikoterapi di luar sekolah atau Counseling for All yang lapangannya lebih luas dari konseling pendidikan dengan berbasis sekolah.



2. Kajian Komunikasi dan Penyiaran Islam



Wilayah penelitian komunikasi dan penyiaran Islam adalah segala macam kegiatan dakwah yang melibatkan interaksi da’i dan mad’u dan berorientasi pada sosialisasi ajaran Islam. Sasaran tabligh (difu si). Tabligh merupakan kegiatan dakwah yang melibatkan interaksi da’i dan mad’u dan berorientasi pada sosialisasi ajran Islam. Sasaran tabligh adalah mad’u yang bersifat massa (ummah) yang membutuhkan informasi mendalam sekitar pesan-pesan Islam. Metode yang digunakannya adalah khithabah (diniyah dan ta’tsiriyah) secara tatap muka atau bermedia, baik bersifat monologis maupun dialogis (mujaddalah). Media yang digunakan dapat berupa media cetak atau media elektronik (audio atau video). Tujuan tabligh adalah membuka pemahaman mad’u terhadap ajaran Islam, yang pada gilirannya dapat mendorong mad’u untuk menerima dan berperilaku sesuai dengan ajaran Islam. Wilayah penelitian tabligh ini meliputi wilayah literatur dan wilayah lapangan. Oleh karena itu, peneliti di bidang komunikasi dan penyiaran Islam dapat memilih wilayah literatur atau wilayah lapangan sesuai dengan kesediaan peneliti dan ketersediaan data. Wilayah penelitian literatur tabligh mencakup kajian konsep-konsep dan teori-teori tabligh dengan segala turunannya. Khazanah yang berpeluang diteliti untuk perumusan konsep dan teori tabligh ini dapat berupa Al-Quran, Hadits, turats , dan berbagai buku karya tulis ilmuwan Muslim ihwal tabligh, dapat berupa buku-buku komunikasi dan ilmu



sosial lain yang relevan dengan tabligh dan dapat juga berbagai laporan penelitian tertulis dalam bidang tabligh atau bidang lain sepanjang berkaitan. Di lapangan, penelitian komunikasi dan penyiaran Islam dapat mengambil salah satu aspek tabligh untu k dijadikan fokus penyelidikannya. Ia bisa memusatkan penelitiannya pada salah satu unsur tabligh seb agaimana berlangsung dalam proses tabligh, seperti mengenai metode tabligh yang digunakan, mengenai efisiensi dan efektifitas pemanfaatan media, mengenai topik-topik yang dikembangkan, atau aspek-aspek lain yang berkaitan dengan mubaligh. Ia juga bisa memokuskan penelitiannya pada mad’u, mengenai derajat pemahaman mustami, mengenai efisiensi dan efektifitas kegiatan tabligh ter tentu dalam mencapai tujuannya atau sekedar respons mustami terhadap muballigh, terhadap isi tabli gh, terhadap media tabligh, dan segi lainnya. Peneliti bidang komunikasi dan penyiaran Islam seyogyanya waspada memelihara fokus penelitiannya agar tidak memasuki kavling program studi lain dalam kajian dakwah. Dalam meneliti majelis ta’lim misalnya, ia harus memastikan bahwa kegiatan yang menjadi fokus penelitiannya di majelis ta’lim tersebut adalah kegiatan tabligh bukan kegiatan lainnya yang menjadi wilayah studi lain dalam lingkungan kajian dakwah. Peneliti bidang komunikasi dan penyiaran Islam juga dapat saja mengambil sekolah atau pesantren sebagai lokasi penelitian, tetapi ia membatasi diri pada kegiatan tablighnya bukan pada kegiatan pendidikannya. Di luar podium ceramah, wilayah penelitian komunikasi dan penyiaran Islam dalam hal kegiatan tabligh bermedia kini terbuka lebar. Seorang calon sarjana komunikasi dan penyiaran Islam dapat meneliti kegiatan tabligh di media massa, cetak atau elektronik. Tulisan-tulisan tabligh di surat kabar merupakan wilayah penelitian penyiaran Islam yang menantang. Ceramah-ceramah keagamaan di radio dan televisi



dengan berbagai variasinya, juga merupakan wilayah penelitian komunikasi dan penyiaran Islam. Hanya sekali lagi, tidak semua program keagamaan di media massa itu merupakan kegiatan tabligh, sehingga peneliti bidang komunikasi dan penyiaran Islam dituntut untuk cermat membedakan kegiatan tabligh dari kegiatan dakwah lainnya. Selain yang telah dikemukakan di atas, termasuk wilayah penelitian komunikasi dan penyiaran Islam ini adalah aktivitas dakwah antarbudaya. Dalam kenyataannya, masyarakat (mad’u) yang menjadi sasaran dakwah memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi. Dari segi sosio-kultural, mereka hidup dengan latar budaya yang beragam yang melewati batas-batas wilayah, etnis, ras, agama, dan lainlain. Mereka juga memiliki karakter masing-masing yang khas, sejak yang rural hingga urban, tradisional hingga modern, agraris hingga industrial, bahkan masih terdapat beberapa komunitas mad’u di dunia ini yang masih terasing. Kenyataan keragaman latar budaya ini menuntut pendekatan dakwah yang khas dan beragam pula, dan sekaligus hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi kajian penelitian bidang komunikasi dan penyiaran Islam.



3. Kajian Manajemen Dakwah



Wilayah penelitian manajemen dakwah adalah realitas dakwah yang termasuk dalam kategori tadbir. Tadbir merupakan kegiatan dakwah berupa pengelolaan kelembagaan Islam yang melibatkan interaksi antara da’i dan tujuan dakwah, serta berorientasi pada pengelolaan dan administrasi. Da’i dalam konteks tadbir adalah subyek dakwah yang memegang fungsi tertentu dalam manajemen dakwah (manajer umat). Tujuan tadbir adalah selain memfasilitasi dakwah dengan perangkat manajemen dan administrasi untuk mencapai tujuan tadbir, juga pengurusan kehidupan beragama mad’u yang pada



gilirannya dapat tercipta proses penyelenggaraan dakwah yang efesien dan efektif. Wilayah penelitian tadbir ini meliputi wilayah literatur dan wilayah lapangan. Oleh karena itu, peneliti bidang manajemen dakwah dapat memilih wilayah literatur atau wilayah lapangan sesuai dengan kesediaan peneliti dan ketersedian data. Wilayah penelitian literatur tadbir mencakup kajian konsep-konsep dan teori-teori tadbir dengan segala turunannya. Khazanah yang berpeluang diteliti untuk perumusan konsep dan teori tadbir ini bisa berupa Al-Quran, Hadits, turats dan berbagai buku karya tulis ilmuwan Muslim ihwal tadbir, dapat berupa buku-buku manajemen dan ilmu sosial lain yang relevan dengan tadbir dan dapat juga berbagai laporan penelitian tertulis dalam bidang tadbir ata u bidang lain sepanjang berkaitan. Di lapangan, penelitian manajemen dakwah dapat mengambil salah satu aspek tadbir sebagai fokus risetnya. Ia bisa memusatkan penelitiannya pada salah satu fungsi tadbir di atas seperti; mengenai perencanaan dakwah, pengorganisasian dakwah, penyelenggaraan dakwah, monitoring dan supervisi dakwah atau evaluasi program dakwah. Peneliti bidang manajemen dakwah juga dapat memusatkan p erhatiannya pada figur pimpinan, relasi atasan-bawahan atau program-program lembaga dakwah. Dunia politik juga bisa menjadi lahan penelitian manajemen dakwah sepanjang menyangkut pengelolaan kekuasaan dan kebijakan-kebijakan dakwah. Peneliti bidang manajemen dakwah juga dapat memokuskan diri pada efisiensi dan efektifitas kegiatan dakwah tertentu dalam mencapai tujuannya. Maka, terbuka bagi peneliti manajemen dakwah untuk mengukur efektifitas dan efisiensi proses kegiatan dakwah lain, seperti kegiatan tabligh, irsyad atau tathwir. Hanya saja, peneliti bidang manajemen dakwah mesti waspada memelihara fokus penelitiannya agar tidak memasuki kavling program studi lain dalam lingkungan ilmu dakwah. Peneliti bidang manajemen dakwah dapat saja



mengambil majelis ta’lim, misalnya sebagai lokasi penelitiannya. Namun, ia harus memastikan bahwa kegiatan yang menjadi fokus penelitiannya di majelis ta’lim tersebut adalah aspek manajemen dan administrasi majelis ta’lim tersebut, bukan substansi kegiatan lainnya yang menjadi wilayah studi lain dalam lingkungan kajian dakwah. Pendek kata, peneliti bidang menajemen dakwah dapat mengambil obyek penelitiannya dalam berbagai kegiatan atau lembaga dakwah yang memuat proses manajemen (tadbir). Selain yang sudah diungkapkan di atas, peneliti bidang manajemen dakwah juga dapat menjadikan kegiatan pengelolaan ekonomi Islam (seperti; zakat, infaq, shadaqah) dan kegiatan pengelolaan wisata ziarah-ibadah (seperti; haji, umrah, ziarah) sebagai lahan penelitiannya. Ia dapat meneliti dua kegiatan pengelolaan tersebut dari aspek manajerialnya; misalnya, ia dapat meneliti efektifitas dan efisiensi sistem pengelolannya, penerapan fungsi-fungsi perencanaan dan pengorganisasiannya, kepemimpinannya, problem-problem yang dihadapi dalam pengelolannya, dan lain-lain.



4. Kajian Pengembangan Masyarakat Islam



Wilayah penelitian pengembangan masyarakat Islam adalah realitas dakwah yang termasuk dalam kategori tamkin. Tamkin merupakan kegiatan dakwah berupa pemberdayaan sumberdaya insani, sumberdaya lingkungan, dan ekonomi umat yang melibatkan interaksi antara unsur dakwah dan tujuan dakwah dan berorientasi pada pembinaan dan pengembangan masyarakat mad’u agar mendekati tujuan tamkin. Da’i dalam konteks tamkin adalah subyek dakwah yang lebih berperan sebagai pendorong mad’u (pengembang umat) untuk mencapai tujuan tamkin. Tujuan tamkin adalah membangun khair ummah melalui kegiatan-kegiatan community development, yang pada gilirannya dapat menciptakan sinergi proses penyelenggaraan dakwah yang melibatkan tiga profesi dakwah lainnya.



Wilayah penelitian tamkin ini meliputi wilayah literatur dan wilayah lapangan. Oleh karena itu, peneliti bidang pengembangan masyarakat Islam dapat memilih wilayah literatur atau wilayah lapangan sesuai dengan kesedian peneliti dan ketersediaan data. Wilayah penelitian literatur tamkin mencakup kajian konsep-konsep dan teori-teori tamkin dengan segala turunannya. Khazanah yang berpeluang diteliti untuk perumusan konsep dan teori tamkin ini bisa berupa Al-Quran, Hadits, turats, dan berbagai buku karya tulis ilmuwan Muslim ihwal tamkin, dapat berupa buku-buku sosiologi, antropologi, dan ilmu sosial lain yang relevan dengan tamkin, dan dapat juga berbagai laporan penelitian tertulis dalam bidang tamkin atau bidang lain sepanjang bertitik-singgung. Berkenaan dengan wilayah lapangan, peneliti bidang pengembangan masyarakat Islam dapat mengambil salah satu aspek tamkin sebagai fokus risetnya. Ia bisa memusatkan penelitiannya pada unsur da’i dalam proses kegiatan tamkin di lapangan, unsur metode dan teknik pengembangan masyarakat, unsur program-program tamkin, baik yang diselenggarakan secara individual maupun institusional, dan unsur perwujudan khair ummah sebagai tujuan puncak tamkin. Peneliti bidang pengembangan masyarakat Islam juga dapat memusatkan perhatiannya pada analisis sosial ihwal berbagai kebijakan dakwah. Di sini ia dapat memokus pada environmental impacts (dampa k lingkungan) atau sosial impacts (dampak sosial) dari berbagai program kemasyarakatan atau kebijakan politik. Berbagai laju perubahan sosial dalam berbagai sektor kehidupan sosial, juga merupakan lahan penelitian pengembangan masyarakat Islam yang kaya dan menarik untuk dilakukan. Peneliti bidang pengembangan masyarakat Islam juga dapat memokus pada proses kegiatan dakwah lain, seperti kegiatan tabligh, irsyad, atau tadbir. Hanya saja, peneliti bidang pengembangan masyarakat Islam mesti waspada



memelihara fokus penelitiannya agar tidak memasuki kavling program studi lain dalam lingkungan ilmu dakwah. Peneliti bidang pengembangan masyarakat Islam dapat saja mengambil majelis ta’lim, misalnya, sebagai lokasi penelitiannya. Namun, ia harus memastikan bahwa kegiatan yang menjadi fokus penelitian di majelis ta’lim tersebut adalah posisi dan peranan majelis ta’lim tersebut dalam kerangka pengembangan masyarakat Islam bukan substansi kegiatan lainnya yang menjadi wilayah studi lain dalam lingkungan kajian dakwah. B. Wilayah Penelitian Komunikasi Wilayah penelitian komunikasi adalah setiap kegiatan kehidupan manusia secara individual dan sosial yang merupakan realitas komunikasi meliputi setiap kegiatan penyampaian pesan, yang unsurunsurnya yaitu : Kegiatan komunikator, respons komunikan, ragam metode komunikasi, pemanfaatan media komunikasi, dan efisiensi-efektivitas pencapaian tujuan komunikasi. Wilayah penelitian komunikasi terbagi dua kegiatan yaitu ; kegiatan jurnalistik dan hubungan masyarakat.



1. Kajian Jurnalistrik



Wilayah penelitian jurnalistik adalah lembaga pers dan setiap bidang kehidupan yang terkait dengan pers. Lembaga pers meliputi jurnalistik cetak dan elektronik. Jurnalistik cetak meliputi surat kabar, tabloid, majalah, jurnal, buletin, newsletter, dan persebaran informasi lain dalam bentuk catakan. Jurn alistik elektronik meliputi berbagai kegiatan pewartaan berupa tayangan televisi, siaran radio, atau situs internet. Perlu dicatat bahwa tidak semua hal yang tercetak dalam media cetak itu merupakan kegiatan jurnalistik. Tidak pula seluruh tayangan televisi, siaran radio, dan situs internet itu merupakan program jurnalistik.



Wilayah penelitian jurnalistik meliputi wilayah literatur dan wilayah lapangan. Wilayah literatur mencakup kajian konsep-konsep dan teori-teori jurnalistik dengan segala turunannya. Khazanah yang berpeluang diteliti untuk perumusan konsep dan teori jurnalistik ini bisa berupa



Al-Quran,



Hadits, turants, dan berbagai buku jurnalistik, bisa juga berupa buku-buku komunikasi dan ilmu sosial lain yang relevan dengan jurnalistik, dan bisa juga berbagai laporan penelitian tertulis dalam bidang jurnalistik atau bidang lain sepanjang bertitik singgung. Penelitian lapangan bidang jurnalistik dapat mengambil salah satu lembaga jurnalistik sebagai fokus penelitiannya. Berkenaan dengan lembaga pers ini, ia bisa memusatkan penelitiannya pada aspek kebijakan redaksi, manajemen, atau aspek-aspek keredaksian lain. Masyarakat pembaca juga merupakan wilayah penelitian jurnalistik yang potensial. Dalam hal ini, peneliti jurnalistik bisa mengana lisis respons pembaca terhadap berbagai jurnalistik, sejak bentuk perwajahan hingga substansi isinya. Bisa juga diteliti tingkat serapan sidang pembaca atas pesan tertentu dari sebuah terbitan, sebagaimana juga bisa diteliti dampak isi pemberitaan atau keberadaan sebuah lembaga pers.



2. Kajian Hubungan Masyarakat



Wilayah penelitian hubungan masyarakat meliputi lembaga humas dalam birokrasi pemerintahan dan lembaga humas dalam berbagai institusi non-pemerintah. Public relation meliputi yaitu : lembaga perbankan, firma industri, perhotelan, perkantoran, organisasi sosial, lembaga dakwah, pusat bisnis, kedutaan, lembaga pendidikan, pesantren, dan lembaga-lembaga lainnya. Wilayah penelitian public relation ini meliputi wilayah literatur dan wilayah lapangan. Wilayah literatur untuk public relation mencakup kajian konsep-konsep dan teori-teori public



relations dengan segala turunannya. Khazanah yang berpeluang diteliti untuk perumusan konsep dan teori public relation ini bisa berupa Al-Quran, Hadits, turats dan berbagai buku public relation, bisa juga berupa buku-buku komunikasi dan ilmu sosial lain yang relevan dengan public relation dan bisa juga berbagai laporan penelitian tertulis dalam bidang public relations atau bidang lain sepanjang bertitik-singgung. Penelitian lapangan bidang public relation dapat mengambil salah satu lembaga humas sebagai fokus penelitiannya. Berkenaan dengan lembaga humas ini, ia bisa memusatkan penelitiannya pada aspek program humas, manajemen humas atau aspek-aspek kehumasan lain. Wilayah penelitian public relation yang potensial juga meliputi publik pengguna jasa lembaga, sejak pelanggan, nasabah, hingga konsumen. Termasuk dalam hal ini komunitas sosial di lingkungan lembaga, baik sebagai tetangga maupun sebagai pengamat. Dalam hal ini, peneliti public relation bisa menganalisis kepuasan pengguna jasa atau respons komunitas sekitar dan pengamat terhadap lembaga. Di sini titik analisisnya adalah persoalan image dan keterterimaan lembaga.



I. Latihan-latihan 1. Apakah yang dimaksud dengan penelitian dakwah jelaskan ? 2. Apakah yang dimaksud dengan penelitian komunikasi jelaskan ? 3. Apakah yang Saudara ketahui tentang wilayah kajian dakwah dan komunikasi pada jurusan, je laskan secara komprehensif ? 4. Bagaimana pendapat Saudara tentang penelitian, mudah di penelitian lapangan atau penelitian literatur jelaskan ? 5. Jelaskan secara lengkap wilayah kajian penelitian sesuai dengan jurusan masing-masing ?



BAB IV KONSEP DASAR PENELITIAN Adapun yang termasuk konsep dasar penelitian yaitu : Konsep, konstruk, variabel, hipotesis, dan pengukuran (Jalaluddin Rakhmat, 2002:11). I. Konsep Peneliti bekerja dari tahap konseptual ke tahap operasional. “Doa menimbulkan kesejahteraan pada orang yang didoakannya. Ini adalah hipotesis yang terdiri dari dua konsep, “doa” dan “kesejahteraan”, disambungkan dengan kata yang menunjukkan hubungan di antara dua konsep itu, yakni “menimbulkan” Semua konsep itu bersifat abstrak. Kemudian, peneliti mengalihkan konsep abstrak itu menjadi variabel yang dapat diamati. Konsep adalah abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan hal-hal khususi (Karlinger, 1971:28). Misal; Merah, hijau, hitam, digeneralisasikan sebagai “warna”. Membaca buku, mendengarkan kuliah, mengerjakan pekerjaan rumah, disebut “belajar”. Warna dan belajar adalah konsep. Bila konsep ini secara sengaja dan secara sadar dibuat serta dipergunakan untuk tujuan ilmiah, ia disebut konstruk. “Kecerdasan” adalah “konsep”, tetapi setelah pengertiannya dibatasi secara khusus sehingga dapat diamati, ia berubah menjadi konstruk. I. Konstruk Konstruk adalah konsep yang dapat diamati dan di ukur. “Kesejahteraan” sebagai konstruk, menurut Galton, karena jumlah yang dapat di ukur disebut operasionalisasi. Kata kerjanya mengoperasionalisasikan. Popularitas dioperasionalisasikan sebagai jumlah pilihan sosiometris (teknik penelitian yang umumnyabertujuan untuk meneliti



hubungan sosial dan psikologis antara individu di dalam suatu kelompok) yang diterima seorang dari individu yang lain dari kelompoknya. Terpaan media (media exposure) dioperasionaliasikan sebagai frekuensi individu dalam menonton TV, film, membaca surat kabar atau majalah, dan mendengarkan radio. “Lapar” dioperasionalisasikan sebagai perasaan sakit setelah tidak makan selama 24 jam. Suatu konstruk mempunyai sifat yang berlainan. Ada dua sifat buat konstruk jenis kelamin; laki-laki dan perempuan. Lima sikap untuk sikap pada pemerintah; sangat suka, suka, tidak tahu, benci, sangat benci. Bila nilai-nilai tertentu kita berikan pada sifat-sifat suatu konstruk, konstruk itu sekarang menjadi variabel. I. Variabel Variabel adalah dapat berubah-ubah, berbeda-beda, bermacam-macam (tt mutu, harga, dsb); sesuatu yang dapat berubah; faktor atau unsur yang ikut menentukan perubahan; peubah di penelitian itu sebaliknya diperhatikan berbagai—spr guru, usia, dan pendidikan (Departemen Pendidikan Nasional, 2001:258). Pendeknya variabel adalah konstruk yang sifat-sifatnya sudah diberi nilai dalam bentuk bilangan. Untuk mengukur variabel “pemarah”, kita dapat membuat skala dari 1 ke-5, di mana (1) sangat tidak pemarah dan (5) sangat pemarah. Berdasarkan banyaknya nilai, ada variabel dikotomi (dua nilai) atau politomi (banyak nilai). Dalam penelitian, variabel dibagi dalam tiga kategori : 1. Variabel bebas (independent variabel) dan variabel tak bebas/terikat (dependent variabel). Penelitian mencari sebab dan akibat dalam suatu gejala atau mencari hubungan di antara berbagai faktor. Variabel yang diduga sebagai penyebab atau pendahulu dari variabel yang lain disebut variabel bebas. Variabel yang diduga sebagai akibat atau yang dipengaruhi oleh variabel yang mendahuluinya



disebut variabel tak bebas. Jika kita menyatakan, “bila X, maka Y”, X adalah variabel bebas dan Y variabel tak bebas (Karlinger, 1971:35). Dalam suatu penelitian diduga bahwa status sosial seseorang ada hubungannya dengan kecepatan orang itu menerima idea-idea baru. Dalam penelitian lain diduga bahwa situasi rumah menentukan prestasi anak di sekolah. Perasaan kesepian menyebabkan orang banyak menonton televisi. Status sosial, situasi rumah, dan perasaan kesepian dalam contoh di atas disebut variabel-variabel bebas, sedangkan kecepatan menerima idea baru, prestasi akademis, dan frekuensi menonton televisi adalah variabel-variabel tak bebas. Klasifikasi variabel dalam variabel bebas dan variabel tak bebas bergantung pada maksud penelitian. Pengertian lain tentang variabel ialah karakteristik (ciri) yang dimiliki satuan pengamatan keadaanya berbedabeda (berubah-ubah). Lebih tegas Harun Al-Rasyid menegaskan bahwa variabel adalah setiap karakteristik yang bisa diklasifikasikan sekurang-kurangnya dua klasifikasi yang berbeda atau bisa memberikan sekurang-kurangnya dua hasil pengukuran atau perhitungan yang berbeda. Contoh : 1. Jenis kelamin : dua klasifikasi; 2. Pekerjaan : lebih dari dua klasifikasi; 3. Nilai ujian : lebih dari dua klasifikasi. 2. Variabel aktif dan variabel atribut Dalam penelitian eksperimental, kita berhadapan dengan variabel yang dapat kita manipulasikan dan variabel yang sudah jadi dan tidak dapat kita kendalikan. Kita dapat mengendalikan temperatur ruangan, atau tingkat hukuman yang diberikan guru pada murid, atau jumlah frekuensi kekerasan dalam acara televisi, atau jumlah insentif dalam kompanye Keluarga Berencana. Tetapi kita tidak dapat mengendalikan umur, tingkat kecerdasan, status sosial, atau jenis kelamin. Variabel dalam kelompok contoh pertama disebut variabel aktif; dalam contoh kedua variabel atribut. Satu-satunya cara meneliti variabel atribut tertentu ialah mengelompokkan subjek



penelitian dalam kategori variabel atribut tertentu dan membandingkannya dengan subjek penelitian dalam kategori variabel atribut yang lain. 3. Variabel kontinyu dan variabel diskret Dalam statistik dibedakan pula antara variabel kontinyu dan variabel diskret. Variabel kontinyu adalah variabel yang secara teoretis dapat mempunyai nilai yang bergerak tak terbatas antara dua nilai. Tinggi orang boleh jadi 1,5 m, 1,53 m, 1,534 m, 1,5348 m, dan seterusnya, bergantung pada kecermatan pengukuran. Variabel diskrit hanya mempunyai satu nilai tertentu saja. Jumlah anak yang dimiliki adalah variabel diskrit yang mempunyai nilai 1, 2, 3, 4, dan seterusnya dan tidak mungkin 1,5, 1,37, atau 2,5. Dalam variabel diskret tidak ada nilai pecahan. I. Hipotesis Hipotesisis adalah sesuatu yang dianggap benar untuk alasan atau pengutaraan pendapat (teori, proposisi, dsb) meskipun kebenarannya masih harus dibuktikan; anggapan dasar (Departemen Pendidikan Nasional, 2001:404). Teori supaya dapat diuji harus dirinci menjadi proposisi-proposisi. Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2001:899) bahwa proposisi adalah “1. rancangan usulan, 2. ling ungkapan yang dapat dipercaya, disangsikan, disangkal, atau dibuktikan benar tidaknya.” Proposisi seperti ini disebut hipotesis. Hipotesis sering disebut statement of theory in testable form, atau tentative statements about reality (Champion, 1981:125). Dengan demikian, hipotesis menghubungkan teori dengan dunia empiris. Human relations yang efektif membantu keberhasilan hubungan masyarakat adalah teori. Dari teori ini dapat dijabarkan beberapa hipotesis. 1. Makin puas pegawai dengan perlakuan atasan terhadap dirinya, makin baik citra perusahaan dalam persepsinya; 2. Makin sering publik melakukan kontak dengan perusahaan, makin positif sikap



mereka terhadap perusahaan; 3. Terdapat perbedaan antara produktifitas pegawai yang dimotivasi dengan ancaman dan pegawai yang dimotivasi dengan insentif. Kegagalan merumuskan hipotesis akan mengaburkan hasil penelitian. Hipotesis yang abstrak bukan saja membingungkan prosedur penelitian, tetapi juga sukar diuji secara empiris. Hipotesis yang abstrak biasanya “dibuktikan” kebenarannya, bukan dengan data empiris, tetapi dengan interpretasi subjektif. Good (1952:67-73) menjelaskan ciri-ciri hipotesis yang baik sebagai berikut : “1. Hipotesis harus jelas secara konseptual, 2. Hipotesis harus mempunyai rujukan empiris, 3. Hipotesis harus bersifat spesifik, 4 Hipotesis harus dihubungkan dengan teknik penelitian yang ada, 5. Hipotesis harus berkaitan dengan suatu teori. “ I. Pengukuran 1. Tingkat Pengukuran (Scales of Measurement) Pengukuran adalah penggunaan aturan untuk menetapkan bilangan pada objek atau peristiwa. Dengan perkataan lain, pengukuran menandai nilai-nilai variabel dengan notasi bilangan. Notasi bilangan ini dilakukan secara sistematis dan taat asas. Peraturan penggunaan notasi bilangan dalam pengukuran disebut skala atau tingkat pengukuran (levels of measurement). Misalnya dalam lomba lari, tiga petugas merekam pertandingan. Petugas pertama mencatat pelari berdasarkan nomor pada kausnya. Petugas kedua mencatat peserta berdasarkan urutan keberhasilannya mencapai garis finish. Petugas ketiga mencatat waktu yang dicapai setiap pelari. Ketiga pencatat itu menulis dalam bukunya sebagai berikut: Petugas 1 Petugas 2 Petugas 3 6 1 4:98 8 2 5:00 5 3 5:20



2.



4



5:42



Skala Nominal. Petugas kesatu menggunakan skala nominal. Bilangan 6, 8, 5, dan 2 tidak menunjukkan jumlah, tetapi hanyalah pengganti nama pelari saja. Pelari nomor 8 tidak memiliki berat badan 4 x lebih berat dari pelari nomor 2. Skala nominal hanya mengelompokkan peristiwa dalam kategori tertentu. Perbedaan bilangan itu hanyalah menunjukkan perbedaan kualitatif, dan bukan kuantitatif. Banyak variabel dalam penelitian sosial menggunakan skala nominal. Agama, jenis kelamin, tempat lahir, partai politik, jenis media yang dipergunakan, dikelompokkan berdasarkan skala nominal. Skala ini mempunyai dua ciri yaitu : 1. Kategori data bersifat mutually exclusive (satu objek masuk hanya pada satu kelompok saja); 2. Kategori data tidak disusun secara logis. Skala Ordinal. Petugas kedua dalam contoh di atas menggunakan skala ordinal, yakni bilangan yang menunjukkan tingkat. Nomor yang lebih kecil menunjukkan lebih dahulu sampai pada garis finish. Guru menggunakan skala ordinal ketika mengelompokkan murid dari nilai tertinggi sampai nilai terendah (ranking). Ketika kita mengurutkan jawaban atas pertanyaan: “Berapa kali Saudara menonton televisi ?” Kita menggunakan skala ordinal bila jawabannya kita susun sebagai berikut : 1. Sering kali, 2. Agak sering, 3. Jarang atau kadang-kadang, 4. Jarang sekali, 5. Hampir tidak pernah. Bilangan 1, 2, 3, 4, 5 dalam jawaban itu tidak menunjukkan jarak yang sama. Dalam contoh di atas, jarak antara juara kesatu dengan kedua tidak sama dengan jarak antara juara kedua dengan ketiga. Pada dua ciri skala nominal, skala ordinal hanya menambahkan satu ciri: kategori data disusun berdasarkan urutan logis dan sesuai dengan besarnya karakteristik yang dimiliki. Skala Interval. Skala interval mempunyai satu ciri tambahan pada skala ordinal : urutan katagori data mempunyai jarak yang sama. Skala interval mempunyai ciri matematis



additivity, artinya kita dapat menambah atau mengurangi. Skala temperatur Fahrenheit mempunyai interval yang sama. Perbedaan di antara 80 0 F dan dan 1000 F sama dengan perbedaan di antara 400 F dan 600 F. Tetapi salah satu kelemahan Fahrenheit ialah tidak memiliki nilai nol mutlak. Nol mutlak menunjukan tidak adanya sifat-sifat yang diukur sama sekali. Dengan begitu, skala interval tidak memungkinkan kita melakukan proses pembagian atau perkalian. Untuk itu kita harus menggunakan skala rasio.



Skala Rasio. Skala rasio menghimpun semua sifat skala interval ditambah adanya titik nol mutlak (fixed zero point). Berat, misalnya, mempunyai titik nol, yakni tidak memiliki berat sama sekali. Waktu–jam, menit, detik–yang digunakan oleh petugas ketiga mempunyai nilai nol sehingga petugas dapat menghitung berapa cepat pelari nomor 6 dibandingkan dengan pelari nomor 2. Dalam penelitian sosial sukar sekali kita mencapai skala rasio. Beberapa data seperti pendidikan, pendapatan, umur atau jumlah kesalahan yang dibuat seseorang dalam suatu tes dapat menggunakan skala rasio. Ada yang meragukan penggunaan skala rasio disini. Mereka menyatakan bahwa orang yang berpendapan Rp 300. 000,00 secara kuantitatif dua kali lebih banyak dari yang berpendapan Rp 150.000,00 tetapi kualitatif tidak demikian. Kita tidak akan mengulas argumentasi ini. Cukuplah di sini dikatakan bahwa tiap skala tersebut menyebabkan penggunaan tes statistik yang berlainan. 2. Kecermatan Pengukuran Dalam penelitian ilmiah mempunyai dua syarat alat ukur yang sangat penting yaitu reliabilitas dan validitas. Reliabilitas. Reliabilitas artinya memiliki sifat dapat dipercaya. Suatu alat ukur dikatakan memiliki reliabilitas apabila dipergunakan berkali-kali oleh peneliti yang sama atau oleh peneliti yang lain tetap memberikan hasil yang sama



(Forcese dan Richer, 1973:71). Meteran kain reliabel bila satu meter kain yang diukurnya selalu sama. Meteran dari logam lebih reliabel daripada meteren karet karena meteran karet mungkin terlalu fleksibel. Jadi, reliabilitas mengandung makna stabilitas (tidak berubahubah), konsistensi (ajeg), dan dependabilitas (dapat diandalkan). Ada tiga cara untuk menentukan reliab ilitas : antaruji, antarbutir, dan antarpenilai. Cara pertama untuk menguji relibilitas ialah membandingkan beberapa hasil pengukuran dari populasi yang sama pada waktu yang berbeda atau oleh peneliti yang berlainan. Perbandingan itu dihitung untuk mencari angka korelasinya. Bila perbedaan itu hanya secara kebetulan saja, pengukuran memiliki korelasi yang signifikan. Pada cara yang kedua, alat ukur yang terdiri dari sekian butir tes dibagi dua. Ini disebut metode belah dua (splithalf-procedure). Skor responden pada kelompok butir tes yang pertama dikorelasikan dengan kelompok butir tes yang kedua. Atau skor responden pada butir-butir tes bernomor ganjil dikorelasikan dengan kelompok butir tes bernomor genap. Pada cara yang ketiga, responden yang sama diukur, diuji, dan diamati oleh beberapa orang penguji. Skor yang diberikan oleh setiap penguji kemudian dikorelasikan. Reliabilitas antarpeneliti biasanya dinyatakan dengan angka kesepakatan di antara penilai. Validitas adalah sifat benar menurut bahan bukti yang ada, logika, berpikir, atau kekuatan hukum; sifat valid; kesahihan, (Departemen Pendidikan Nasional, 2001:1258). Sebenarnya kita tidak pernah mengukur objek. Yang kita ukur adalah sifat-sifat objek. Dengan menggunakan alat ukur tertentu, betulkah kita mengukur sifat yang kita teliti atau mengukur sifat yang lain ? Pertanyaan ini mempersoalkan validitas pengukuran. Dengan contoh skala pemarah di muka, kita dapat bertanya apakah skala itu mengukur tingkat kemarahan atau tingkat kekerasan. Kita tentu melihat hal-hal apa yang dapat kita kelompokkan sebagai indikator pemarah



dan hal-hal apa yang menunjukkan kekerasan. Atau hasil pengukuran itu kita bandingkan dengan pendapat anak tentang kemarahan ibu mereka (alat ukur yang lain). Bila ternyata hasilnya tidak berbeda, skala pemarah tersebut memiliki validitas. Usaha pertama meneliti validitas isi (content validity), yaitu menunjukkan bahwa pokok-pokok pada alat ukur mewakili sifat-sifat yang kita ukur. Soal tentamen yang hanya mancakup satu dari sepuluh pokok persoalan yang dibicarakan dalam satu semester jelas tidak memiliki validitas isi. Kedua validitas prediktif disebut juga validitas –sehubungan-dengan-kriteria (criterion-related-validity) Bila nilai-nilai dalam buku rapor murid dibandingkan dengan nilai-nilai ujian menunjukkan kesamaan, kita dapat meramalkan hasil ujian dari nilai pada buku rapor. Di sini tes harian memiliki validitas prediktif. Ketiga validitas konstruk, menunjukkan sejauhmana suatu alat ukur mengukur konstruk teoretis yang tertentu (yakni, suatu keadaan yang dihipotesiskan mempunyai hubungan sebab-akibat). Validitas konstruk biasanya diteliti bila penguji tidak memiliki ukuran kriteria yang pasti untuk nilai yang bersangkutan. Kecemasan, misalnya, adalah konstruk yang abstrak. Kecemasan dapat disebabkan oleh berbagai pengalaman seperti menghadapi ujian, menunggu kejutan listrik, atau bertengkar dengan teman. Kecemasan juga ditunjukkan dengan gejala-gejala seperti rasa resah, perubahan psikofisiologis, atau getaran tangan yang kelihatan. Untuk menentukan apakah konstruk “kecemasan” itu valid, dilakukan penelitian saling-kaitan (jaringan hubungan) di antara berbagai di atas. Jaringan hubungan ini disebut jaringan nomologis (nomological net). I. Teori Teori adalah pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi



(Departemen Pendidikan Nasional, 2001:1177). Sedangkan menurut Kerlinger (1973:9) bahwa teori adalah “himpunan konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.” Definisi Kerlinger di atas melukiskan ciri-ciri teori ilmiah yaitu : 1. Teori terdiri dari proposisi-proposisi. Proposisi adalah hubungan yang terbukti di antara berbagai variabel. Proposisi ini biasanya dinyatakan dalam bentuk “jika, maka”. Salah satu teori agresi (drive theory of aggression) menyatakan bahwa jika individu mengalami frustasi, ia akan melakukan tindakan yang menimbulkan gangguan pada benda atau orang lain. 2. Konsep-konsep dalam proposisi telah dibatasi pengertiannya secara jelas. Frustasi, misalnya, dibatasi sebagai hambatan terhadap tingkah laku untuk mencapai tujuan (goal oriented behavior). Pemb atasan konsep ini menghubungkan abstraksi dengan dunia empiris. 3. Teori harus mungkin diuji, diterima atau ditolak kebenarannya. Pembatasan pengertian konsep yang dipergunakan menyiratkan kemungkinan pengujian teori. Teori Newton tentang cahaya ditolak pada tahun 1850 setelah Faucault dapat mengukur kecepatan cahaya secara langsung. Bahwa cahaya terbukti berjalan lebih lambat pada medium yang “padat”, menolak teori Newton yang menyatakan sebaliknya. 4. Teori harus dapat melakukan prediksi. Teori agresi dapat meramalkan bahwa bila guru selalu menghambat tingkah laku anak, frekuensi agresi akan bertambah. Teori disonansi kognitif (festiger) dapat meramalkan bahwa dalam suasana disonansi, orang akan mencari pembenaran (justifikasi) terhada p tingkah lakunya.



5. Teori harus dapat melahirkan proposisi-proposisi tambahan yang semula tidak diduga. Adapun fungsi teori yaitu : 1. Teori merupakan alat untuk mencapai satuan pengetahuan yang sistematis; 2. Teori membimbing penelitian. I. Istilah Penelitian 1. Data ialah keterangan yang benar dan nyata; keterangan sebagai bahan yang dapat dijadikan dasar kajian (analisis atau kesimpulan), (Departemen Pendidikan Nasional, 2001:239). Terdiri dari dua macam data yaitu : I. Data kualitatif yaitu data yang diperoleh dari rekaman, pengamatan, wawancara atau bahan tertulis dan tidak berbentuk angka-angka. II. Data kuantitatif yaitu data yang berbentuk angka-angka (numerik) yang diperoleh dari perhitungan data kualitatif atau pengukuran, seperti melalui penyebaran angket. Misalnya: Tentang nilai suatu mata kuliah, skor jawaban angket dan lainnya. 2. Fakta adalah hal (keadaan, peristiwa) yang merupakan kenyataan, sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi (Departemen Pendidikan Nasional, 2001:312). Contoh :  Orang Indonesia rambutnya hitam-hitam  Orang Barat badannya tinggi-tinggi



3. Postulat adalah asumsi yang menjadi pangkal dalil yang dianggap benar tanpa perlu membuktikannya; anggapan dasar; aksioma, (Departemen Pendidikan Nasional, 2001:890).



4. Aksioma adalah pernyataan yang dapat diterima sebagai kebenaran tanpa pembuktian (Departemen Pendidikan Nasional, 2001:22). 5. Dalil adalah keterangan yang dijadikan bukti atau alasan suatu kebenaran (terutama berdasarkan ayat al-Quran); pendapat yang dikemukakan dan dipertahankan sebagai suatu kebenaran (Departemen Pendidikan Nasional, 2001:233). Latihan-latihan 1. Apakah yang dimaksud dengan konsep, konstruk, dan variabel, sehingga jelas dan berikan contohnya ? 2. Apakah yang dimaksud dengan pengukuran dan sebutkan perbedaan istilah-istilah di bawah ini serta contohnya ? - Skala nominal, ordinal, interval, rasio, reliabilitas, dan validitas. 3. Apakah yang dimaksud dengan hipotesis dan jelaskan ciri-cirinya ? 4. Bagaimana Saudara memahami tentang teori dan sebutkan ciri-cirinya ? 5. Jelaskan perbedaan data kualitatif dan data kuantitatif berikan contohnya masing-masing ?



BAB V TEORI DAN MODEL PENELITIAN Teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala, (Kerlinger, 1973:9). Sedangkan model adalah gambaran yang dirancang untuk mewakili kenyataan. Model didefinisikan pola (contoh, acuan, ragam, dsb) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan (Departemen Pendidikan Nasional, 2001:751). Sementara Fisher, 1978:64 berpandangan bahwa model adalah “an analogy that abstract or selects parts from the whole, the significant elements or properties or components of that phenomenon that is being modeled”. Jadi model adalah tiruan gejala yang akan diteliti; menggambarkan hubungan di antara variabel-variabel atau sifat-sifat atau komponen-komponen gejala tersebut. Tujuan utama model ialah mempermudah pemikiran yang sistematis dan logis. I. Teori Behavioral Pendekatan behavioral merupakan sebuah pendekatan dalam konseling yang secara umum masih dipergunakan oleh para konselor. Tokoh pendekatan ini antara lain adalah Bandura, Pavlov, Skinner dan masih banyak yang lainnya. Pendekatan ini berasumsi bahwa perilaku manusia merupakan serangkaian hasil belajar. Apa yang dilaku kan oleh seseorang merupakan hasil produksi dari lingkungan yang dominan seperti orang tua, sekolah, masyarakat atau orang lain yang berpengaruh (significant other). Manusia dianggap sebagai mahkluk yang tidak mempunyai daya apa-apa (determinitif). Manusia identik dengan robot, yang tidak memiliki inisiatif dan hanya bisa melakukan sesuatu karena merespon sebuah perintah. Walaupun teori ini (klasik) sudah banyak ditentang oleh aliran-aliran baru dalam konseling, tetapi teori ini tetap saja eksis



dengan melakukan beberapa modifikasi. Skinner (dalam Soedarmadji dan Sutujono, 2005) menyatakan bahwa pandangan teori behavioristik terhadap manusia adalah (1) perilaku organisme bukan merupakan suatu fenomena mental, lebih ditentukan dengan belajar, sikap, kebiasaan dan aspek perkembangan kepribadian, (2) perkembangan kepribadian bersifat deterministik, (3) perbedaan individu karena adanya perbedaan pengalaman, ( 4) dualisme seperti pikiran dan tubuh, tubuh dan jiwa bukan merupakan hal yang ilmiah, tidak dapat diperkirakan dan tidak dapat mengatur perilaku manusia dan (5) walaupun perkembangan kepribadian dibatasi oleh sifat genetik, tetapi secara umum lingkungan dimana individu berada mempunyai pengaruh yang sangat besar. Sehingga, tujuan konseling dalam pendekatan ini adalah mengajak konseli untuk belajar perilaku baru, yaitu perilaku yang dikehendaki oleh lingkungan yang dominan. Terapi perilaku sangat berbeda dengan pendekatanpendekatan konseling yang lain. Perbedaan mencolok ditandai pada (a) pemusatan perhatian pada bentuk perilaku yang nampak dan spesifik, (b) kecermatan dan penguraian tujuan treatment, (c) perumusan prosedur trea tment yang spesifik yang sesuai dengan masalah dan (d) penafsiran yang obyektif terhadap hasil terapi (Corey, 2005).



The task of cognitive-behaviour therapy is to relieve emotional distrurbance by helping people change their maladaptive beliefs and behaviours.Tugas terapi prilaku kognitif adalah untuk meringankan gangguan emosional dengan membantu orang mengubah kenyakinan maladaptif dan perilakunya. Whil st the cognitive-behavioural approach to anxiety and depression and other emotional disorders has concentrated on changing cognitions and behaviours there has been a shift to include emotions as a port of entry when it comes to the treatment of personality disorders (Ray Woolfe and Windy D. Sebaga imana pernyataan di atas, dapat digambarkan sebagai berikut :



Gambar 5.1 The cognitive-behavioural paradigma cognition



physiology



emotions



behaviour



I. Teori Manajemen Manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan organissasional atau maksud-maksud yang nyata (George R. Terry, 2010:1). Sedangkan fungsi-fungsi manajemen pandangan George R. Terry, (2010:910) sebagai berikut : 1. Planning atau perencanaan ialah menentukan tujuan-tujuan yang hendak dicapai selama suatu masa yang akan datang dan apa yang harus diperbuat agar dapat mencapai tujuan-tujuan itu. 2. Organizing atau pengorganisasian meliputi pembagian dan pengelompokkan kegiatan, penyusunan staf untuk melaksanakan kegiatan, motivasi, dan pengarahan. Pengorganisasian berhubungan erat dengan manusia, sehingga pencaharian dan penugasannya ke dalam unit-unit organisasi dimasukan sebagai bagian dari unsur organizing. Di dalam setiap kejadian pengorganisasian melahirkan peranan kerja dalam struktur formal dan dirancang untuk memungkinkan manusia bekerja sama secara efektif guna mencapai tujuan bersama.



3. Staffing menentukan keperluan-keperluan sumber daya manusia, pengerahan, penyaringan, latihan, dan pengembangan tenaga kerja. 4. Motivating yaitu mengarahkan atau menyalurkan perilaku manusia kearah tujuan-tujuan. Dilen gkapi dengan Actuating atau pelaksanaan disebut juga “gerakan aksi” mencakup kegiatan yang dilakukan seorang menajer untuk mengawali dan melanjutkan kegiatan yang ditetapkan oleh unsur perencanaan dan pengorganisasian agar tujuan-tujuan dapat tercapai. Actuating mencakup penetapan dan pemuasan kebutuhan manusia dari pegawai-pegawainya, memberi penghargaaan, memimpin, mengembangkan dan memberi kompensasi kepada mereka. 5. Controlling atau pengawasan mencakup kelanjutan tugas untuk melihat apakah kegiatankegiatan dilaksanakan sesuai rencana. Pelaksanaan kegiatan dievaluasi dan penyimpanganpenyimpangan yang tidak diinginkan diperbaiki supaya tujuan-tujuan dapat tercapai dengan baik. Menyangkut juga tentang inovasi, koordinasi, dan pelayanan.



I. Teori S-O-R Teori Stimulus Organisme Response yang menitikberatkan pada penyebab sikap yang mengubahnya tergantung kepada kualitas rangsangan yang berkomunikasi dengan organisme, sampai menjelaskan pada mulanya perilaku digambarkan sebagai sebuah rangkaian Stimulus-Respon, kemudian dimodifikasi dengan memberikan tekanan terhadap Organisme sehingga menjadi S-O-R yang menegaskan bahwa manusia sebagai organisme adalah subjek yang aktif dan bukan semata-mata penerima pasif. Pendekatan teori S-O-R bahwa tingkah laku sosial dapat dimengerti melalui suatu analisa dari stimuli yang diberikan dan dapat mempengaruhi reaksi yang spesifik dan didukung oleh hukuman atau penghargaan sesuai



dengan reaksi yang terjadi. Menurut Mar’at (1981:27) untuk mempelajari sikap yang baru, ada tiga variabel penting dalam menunjang proses belajar yaitu : “1. Perhatian, 2. Pengertian, dan 3. Penerimaan.” Apabila digambarkan sebagai berikut : Gambar 5.2 Teori S-O-R



I. Teori Komunikasi Menurut Harold Lasswell (1972) dalam karyanya, The Structrure and Function of Communication in Society. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan yaitu : Who says What in channel to Whom with What effect ? Paradigma Lasswell di atas, menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu yakni : (1) Komunikator (communicator, source, sender); (2) Pesan (message); (3) Media (channel, media); (4) Komunikan (communicant, communicatee, receiver, recipient); (5) Efek (effect, impact, influence). Maka komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Komunikasi dijadikan objek studi ilmiah, bahwa setiap unsur diteliti secara khusus. Studi mengenai komunikator dimanakan control analysis; penyelidikan mengenai pesan dinamai content analysis; audience analysis adalah studi khusus tentang komunikan;



sedangkan effect analysis merupakan penelitian mengenai efek atau dampak yang ditimbulkan oleh komunikasi. I. Teori Pemberdayaan Pemberdayaan (empowerment) menurut Djohani dalam Oos M. Anwas, (2014:49) adalah suatu proses untuk memberikan daya/kekuasaan (power) kepada pihak yang lemah (powerless), dan mengurangi kekuasaan (disempowered) kepada pihak yang terlalu berkuasa (powerful) sehingga terjadi keseimbangan. Adapun pemberdayaan masyarakat menurut Edi Suharto, (2010:57) yaitu: (1) M emenuhi kebutuhan dasarnya sehingga memiliki kebebasan, dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan. (2) Menjangkau sumber-sember produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang jasa yang mereka perlukan. (3) Berpart isipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka. Pemberdayaan merupakan proses mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. Kehidupan dan realitas dalam masyarakat sangat heterogen. Begitu pula dalam masyarakat, keragaman karakter akan mempengaruhi terhadap keberhasilan proses dan hasil dari kegiatan pemberdayaannya. Dalam hal ini, Brenda Dubois dan Karla Krogsrud Miley (1992) m enjelaskan empat cara dalam melakukan pemberdayaan masyarakat yaitu: (1) Membagun relasi pertolongan yang diwujudkan dalam bentuk merefleksikan respon rasa empati terhadap sasaran, menghargai pilihan dan hak klien/ sasaran untuk menentukan nasibnya sendiri (selft determination), menghargai perbedaan dan keunikan individu, serta menekankan klien (client



partnerships). (2) Membagun komunikasi yang diwujudkan dalam bentuk menghormati dan harga diri klien/ sasaran, mempertimbangkan keragaman individu, berfokus pada klien, serta menjaga kerahasiaan yang dimiliki oleh klien/ sasaran. (3) Terlibat dalam pemecahan masalah yang dapat diwujudkan dalam bentuk; memperkuat partisipasi klien dalam semua aspek peoses pemecahan masalah, menghargai hak-hak klien, merangkai tantangan-tantangan sebagai kesempatan belajar, serta melibatkan klien/ sasaran dalam membuat keputusan dan kegiatan evaluasinya. (4) Mereflesikan sikap dan nilai profesi pekerjaan sosial yang diwujudkan dalam bentuk; ketaatan terhadap kode etik profesi; keterlibatan dalam pengembangan profesional, melakukan riset, dan perumusan kebijakan; penerjemahan kesulitan-kesulitan pribadi ke dalam isu-isu publik, serta penghapusan segala bentuk diskriminasi dan ketidak setaraan kesempatan.



I. Model Jarum Hipodermik Model secara sederhana adalah gambaran yang dirancang untuk mewakili kenyataan. Model menurut Runyan (1977:57) “a replica of the phenomena it attempts to explain”. Sementara Burch dan Strater (1974:117) “a verbal or mathematical expression describing a set of relationships in a precise manner”. “An analogy that abstract or selects parts from the whole, the significant elements or properties or components of that phenomenon that is being modeled” Fisher (1978:64). Maksudnya bahwa model adalah tiruan gejala yang akan diteliti, model menggambarkan hubungan di antara variabel-variabel atau sifat-sifat atau komponen-komponen gejala tersebut. Dengan demikian model bukan teori walaupun bisa menerapkan atau melahirkan teori. Model hanyalah taxonomy yang merinci komponen-komponen secara cermat. Adapun tujuannya untuk mempermudah pemikiran yang



sistematis dan logis, di samping membantu orang berfikir rasional. Adapun menurut Burch dan Strater (1974:120) menyebutkan keuntungan dan kerugian model. Keuntungannya : (1) Model memberikan informasi yang berorientasi pada tindakan, (2) Model menyajikan informasi yang berorientasi ke masa depan, (3) Model menunjukkan alternatif arah tindakan untuk dievaluasi sebelum dilaksanakan, (4) Model menyajikan pemberian situasi masalah yang kompleks secara formal dan berstruktur, (5) Model mencerminkan pendekatan ilmiah untuk tidak menggantungkan diri pada intuisi dan spekulasi. Kerugiannya : (1) Yang menggunakan model sering kali lupa bahwa model hanyalah abstraksi kenyataan, bukan kenyataan itu sendiri, (2) Faktor kuantitatif seperti pengalaman dan penilaian diminimalkan atau dihilangkan, (3) Proses membuat model sering sukar dan mahal, (4) Yang menggunakan model sering enggan mengubah modelnya sehingga mengalami kesukaran dalam melaksanakannya, (5) Banyak model yang menganggap situasi dunia nyata itu selalu “linier”. Penelitian model jarum hipodermik ini dilakukan Hovland dkk., untuk meneliti pengaruh propaganda sekutu dalam mengubah sikap. Model ini mempunyai asumsi bahwa komponen-komponen komunikasi (komunikator, pesan, media) amat perkasa dalam mempengaruhi komunikasi. Disebut model jarum hipodermik karena dalam model ini dikesankan seakan-akan komunikasi “disuntikan” langsung ke dalam jiwa komunikan. Sebagaimana obat disimpan dan disebarkan dalam tubuh sehingga terjadi perubahan dalam sistem fisik, begitu pula pesan-pesan persuasif mengubah sistem psikologis. Model ini sering disebut “bullet theory” (teori peluru) karena komunikan dianggap secara pasif menerima berondongan pesan-pesan komunikasi. Bila kita menggunakan komunikator yang tepat, pesan yang baik, atau media yang benar, komunikan dapat diarahkan sekehendak kita. Karena behaviorisme amat



mempengaruhi model ini, DeFleur menyebutnya sebagai “the mechanistic S-R theory” DeFleur (1970). Model komunikasi dari Hovland, dkk (1959) tentang jarum hipodermik bis a digambarkan sebagai berikut : Gambar 5.3 Model Jarum Hipodermik



1. Variabel 1. Perhatian 1. Perubahan Kognitif Komunikator - kredibilitas 2. Pengertian 2. Perubahan Afekftif - daya tarik - kekuasaan 3. Penerimaan 3. Perubahan Behavioral 2.Variabel Pesan - struktur - gaya - appeals 3.Variabel Media Operasionalisasi. Model jarum hipodermik ini umumnya diterapkan dalam penelitian eksperimental. Peneliti memanipulasikan variabel-variabel komunikasi, kemudian mengukur variabel-variabel antara dan efek. Variabel-variabel komunikator ditunjukkan dengan kredibilitas, daya tarik, dan kekuasaan. Kr edibilitas terdiri dari dua unsur: keahlian dan kejujuran. Keahlian di ukur dengan sejauhmana komunikan menganggap komunikator mengetahui jawaban yang “benar”, sedangkan kejujuran dioperasionalisasikan sebagai persepsi komunikan tentang sejauhmana komunikator bersikap tidak memihak dalam menyampaikan pesannya. Daya tarik diukur dengan kesamaan, familiaritas dan kesukaan. Kekuasaan



(power) dioperasionalisasikan dengan tanggapan komunikan tentang kemampuan komunikator untuk menghukum atau memberi ganjaran (perceived control), kemampuan untuk memperhatikan apakah komunikan tunduk atau tidak (perceived concern), dan kemampuan untuk meneliti apakah komunikan tunduk atau tidak (perceived secrutiny). Variabel pesan, terdiri dari struktur pesan, gaya pesan, appeals pesan. Struktur pesan ditunjukkan dengan pola penyimpulan (tersirat atau tersurat), pola urutan argumentasi (mana yang lebih dahulu, argumentasi yang disenangi atau yang tidak disenangi), pola objektivitas (satu sisi atau dua sisi). Gaya pesan, menunjukkan variasi linguistik dalam penyampaian pesan (perulangan, kemudahdimengertian, perbendaharaan kata). Appeals pesan, mengacu pada motif-motif psikologis yang dikandung pesan (rasi onal-emosional, fear appeals, reward appeals). Variabel media boleh berupa media elektronik (radio, televisi, video, tape recorder), media cetak (majalah, surat kabar, buletin), atau saluran interpersonal (ceramah, diskusi, kontak, dan sebagainya). Variabel antara ditunjukkan dengan perhatian dan pengertian oleh McGuire (1968) disebut receptivity fa ctor serta penerimaan diurai ke dalam yielding, retention, dan action. Parameter yang digunakan dapat diukur dengan sejauhmana komunikan menyadari adanya pesan; pengertian diukur dengan sejauhmana komunikan memahami pesan; penerimaan dibatasi pada sejauhmana komunikan menyetujui gagasan yang dikemukakan komunikan. Variabel efek diukur pada segi kognitif (perubahan pendapat), penambahan pengetahuan, perubahan kepercayaan), segi afektif (sikap, perasaan, kesukaan), dan segi behavioral (perilaku atau kecenderungan perilaku). Contoh penelitiannya, pengaruh film “Si Unyil” pada perilaku anak-anak, pengaruh siaran Bahasa Indonesia pada kemampuan berbahasa Indonesia, dan lainnya. Semua penelitian ini, bertolak dari anggapan dasar



bahwa komponen-komponen komunikasi menimbulkan efek pada diri komunikan. I. Model Difusi Informasi Penelitian difusi adalah satu jenis penelitian komunikasi yang khas, tetapi penelitian ini dimulai di luar bidang komunikasi, (Rogers, 1978:207). Penelitian difusi informasi berasal dari sosiologi. Rogers, tokoh difusi yang kemudian menjadi peneliti komunikasi, membuat disertasinya dalam sosiologi pedesaan. Tidak mengherankan bila terjadi beraneka ragam tradisi penelitian difusi dengan fokus penelitian yang berlainan juga. Difusi adalah suatu proses komunikasi yang menetapkan titik-titik tertentu dalam penyebaran informasi melalui ruang dan waktu dari satu agen ke agen yang lain. Menurut Savage (1981:103) “We may define diffusion as the adoption of communicable element, symbolic or artifactual, over time by decision-making entities linked to some originating source by channls of communication within some sociocultural systems”. Salah satu saluran komunikasi yang penting ialah media massa. Karena itu, model difusi mengasumsikan bahwa media massa mempunyai efek yang berbeda-beda pada titik-titik waktu yang berlainan, mulai dari menimbulkan tahu sampai mempengaruhi adopsi atau rejeksi (penerimaan atau penolakan). Untuk lebih jelasnya Savage (1981) menggambarkan dipusi informasi sebagai berikut : Gambar 5.4 Model Difusi Informasi



Operasionalisasi. Dengan menggunakan model difusi informasi, peneliti meneliti bagaimana inovasi atau informasi baru tersebar pada unit-unit adopsi (penerima inovasi). Inovasi berupa berita, peristiwa, pesan-pesan politik, gagasan baru dan sebagainya. Sejauhmana media massa atau saluran interpersonal mempengaruhi efek difusi ditentukan oleh variabel antara, yang dalam model ini disebut anteseden. Dimensi inovasi menunjukkan faedah relatif, komtabilitas, kompleksitas dan lain-lain. Faedah relatif menunjukkan tingkat kelebihan inovasi dibandingkan dengan gagasan yang mendahuluinya. Komtabilitas (compability) adalah tingkat kesesuaian inovasi dengan nilai-nilai yang ada. Kompleksitas berarti tingkat kesukaran untuk memahami atau menggunakan inovasi. Variabel efek difusi dapat berupa temporal, spasial, struktural, dan fasal. Istilah temporal menunjukkan pola adopsi gagasan-gagasan baru dalam jangka waktu. Ini biasanya digambarkan dengan kurva S: dimulai dengan jumlah kecil adopter, sejumlah besar adaptor di tengah-tengah, dan sejumlah kecil lagi di belakang. Istilah spasial menunjukkan keteraturan tertentu dalam pola sapsial distribusi inovasi. Misalnya, inovasi itu mula-mula dikenal di pusat, kemudian ke daerah-daerah yang berdekatan, selanjutnya ke daerah-daerah yang jauh. Istilah struktural menunjukkan penyebaran informasi melalui struktur-struktur komunikasi: bisa jadi dua tahap (two-step) atau banyak tahap (multistep). Istilah terakhir fasal mengacu pada fase-fase dalam proses adopsi; yang terkenal ada lima fase: pengenalan, informasi, evaluasi, percobaan, dan keputusan Bohlen (1977). Contoh penelitian The Saucio Study adalah penelitian yang pertama kali menerapkan metode penelitian difusi di Amerika pada negara berkembang. Deutschman dan Fals Borda melakukan penelitian adopsi enam macam cara bertani di Saucio, sebuah desa di Columbia. Dari 79 petani lokal, 71



orang diwawancara untuk mengetahui sejarah adopsi keenam cara bertani yang ditanyakan. Indeks perilaku inovatif dibuat dengan menggunakan analisis skala Guttman. Di antara penemuan penelitian ini adalah 1. Sumber-sumber interpersonal adalah yang paling efektif untuk menyebarkan informasi dan pengaruh–hanya 17 % menyebutkan media massa sebagai sumber informasi; 2. Sejumlah besar petani memutuskan melakukan adopsi (penerimaan cara bertani) segera setelah mendengarnya; 3. Sikap inovatif petani seperti diukur dengan skala inovatif, berkorelasi tinggi dengan kepemimpinan adopsi, ukuran tanah pertanian, pendidikan, kedinian pengenalan, terpaan media massa, dan sikap kosmopolit; 4. Adapter awal lebih cenderung menggunakan semua media massa (radio, surat kabar, buku) dari pada adopter terakhir. Penelitian yang menggunakan model difusi informasi pada umumnya merupakan studi korelasional karena mengambil sampel dari masyarakat. Studi ini pernah merupakan “paragdima” yang paling populer baik kalangan ilmu komunikasi maupun ilmu-ilmu sosial yang lain. I. Model Agenda Setting Model agenda setting menghidupkan kembali model jarum hipodermik, tetapi dengan fokus penelitian yang telah bergeser kepada efek pada sikap, efek pada kesadaran dan pengetahuan; dari efek afektif ke efek kognitif (Jalaluddin, 2002:68). Pandangan Cohen (1963:13) bahwa “agenda setting adalah the press is significantly more than a surveyor of information and opinion. It may not be succesfull much of the time in telling the people what to think, but it is stunningly succesfull in telling readers what to think abaut”. To tell waht to think abaut artinya membentuk persepsi khalayak tentang apa yang dianggap penting. Dengan teknik pemilihan dan penonjolan, media memberikan cues tentang mana issue yang lebih penting (Becker, 1982:530). Karena itu, model agenda



setting mengasumsikan adanya hubungan positif antara penilaian yang diberikan media pada suatu persoalan dengan perhatian yang diberikan khalayak pada persoalan itu. Singkatnya apa yang dianggap penting oleh media, akan dianggap penting pula oleh masyarakat. Operasionalisasi. Efek media massa diukur dengan membandingkan dua pengukuran. Pertama, peneliti mengukur agenda media dengan analisis isi yang kuantitatif atau peneliti menentukan batas waktu tertentu, mengkoding berbagai isi media, dan menyusun (meranking) isi itu berdasarkan panjang (waktu dan ruang), penonjolan ukuran headline, lokasi dalam surat kabar, frekuensi pemunculan, posisi dalam surat kabar, dan konflik (cara penyajian bahan). Selanjutnya peneliti mengukur agenda masyarakat dengan menganalisis self-report khalayak. Ia menghitung topik-topik yang penting menurut khalayak, merangkingnya, dan mengorelasikannya dengan ranking isi media. Ia juga menganalisis kondisi-kondisi antara (contingent conditions) yang mempengaruhi proses agenda setting dengan meneliti sifat-sifat stimulus dan karakteristik khalayak. Kedua, variabel yang baru saja disebut, b erikut efek dan efek lanjutan, perlu diterangkan lebih rinci sebagaimana pendapat Becker (1982) pada gambar di bawah ini yaitu : Gambar 5.5 Model Agenda Setting Variabel Media Massa



Variabel Antara



 Panjang



- Sifat



Variabel Efek



Variabel Efek lanjutan



- Pengenalan



- Persepsi



- Salience



- Aksi



Stimulus  Penonjolan



- Sifat



Khalayak  Konflik



- Prioritas



Sifat-sifat stimulus menunjukkan karakteristik issues, termasuk jarak issue (apakah issue itu langsung atau tidak langsung dialami oleh individu), lama terpaan (apakah issue itu baru muncul atau mulai pudar), kedekatan geografis (apakah issue itu bertingkat lokal atau nasional) dan sumber (apakah disajikan pada media yang kredibel atau media yang tidak kredibel). Sifat-sifat khalayak menunjukkan variabel-variabel psikososial, termasuk data demografis, keanggotaan dalam sistem sosial, kebutuhan, sikap, diskusi interpersonal, dan terpaan media. Agenda masyarakat dapat diteliti dari segi apa yang dipikirkan orang (intrapersonal), apa yang dibicarakan orang itu dengan orang lain (interpersonal), dan apa yang mereka anggap sedang menjadi pembicaraan orang ramai (community salience). Efek langsung berkaitan dengan issues: Apakah issues itu ada atau tidak ada dalam agenda khalayak (pengenalan); dari semua issues, mana yang dianggap paling penting menurut khalayak (salience); bagaimana issues itu di ranking oleh responden dan apakah rankingnya itu sesuai dengan ranking media (prioritas). Efek lanjutan berupa persepsi (pengetahuan tentang peristiwa tertentu) atau tindakan (seperti memilih kontestan pemilu atau melakukan aksi protes). I. Model Uses and Gratification Model ini, tidak tertarik pada apa yang dilakukan media pada diri orang, tetapi ia pada apa yang dilakukan orang terhadap media. Anggota tertarik khalayak dianggap secara aktif menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya. Dari sini timbul istilah uses and gratification, penggunaan dan pemenuhan kebutuhan. Dalam asumsi ini tersirat pengertian bahwa komunikasi massa berguna (utility); bahwa konsumsi media diarahkan oleh motif (intentionality); bahwa perilaku media mencerminkan kepentingan dan preferensi (selectivity); dan bahwa khalayak sebenarnya kepala batu (stubborn)



(Blumler, 1979:265). Karena penggunaan media hanyalah salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan psikologi, efek media dianggap sebagai situasi ketika kebutuhan itu terpenuhi. Konsep dasar model ini diringkas oleh para pendirinya (Katz, Blumler, dan Gurevitch, 1974:20). Dengan model ini yang diteliti ialah 1. sumber sosial dan psikologis, 2. Kebutuhan yang melahirkan, 3. Harapan-harapan, 4. Media massa atau sumber-sumber yang lain yang menyebabkan, 5. Perbedaan pola terpaan media (keterlibatan dalam kegiatan lain) dan menghasilkan, 6. Pemenuhan kebutuhan dan 7. Akibat-akibat lain, bahkan sering kali akibat-akibat yang tidak dikehendaki. Operasionalisasi. Ketika sampai pada operasionalisasi, model ini telah menimbulkan berbagai macam penjabaran. Di bawah uses and gratifications, grand theory, bermacam-macam teori berlindung dan berdebat satu sama lain, maka (Blumler, 1980:203) menjelasnya dengan gambar sebagai berikut : Gambar 5.6 Model Uses and Gratification Anteseden



Motif



 Variabel



Penggunaan Media



Efek



- Personal



- Hubungan



- Kepuasan



- Diversi



- Macam isi



- Pengetahuan



Individual  Variabel Lingkungan  Personal



- Hubungan dg isi - Kepuasan



Dengan menggunakan model ini, peneliti berusaha menemukan hubungan di antara variabel-variabel yang diukur.



Sering kali ia hanya meneliti sebagian dari komponen-komponen dalam gambar di atas. Anteseden meliputi variabel individual yang terdiri dari data demografis seperti usia, jenis kelamin dan faktor-faktor psikologis komunikan, serta variabel lingkungan seperti organisasi, sistem sosial, dan struktur sosial. Motif dapat dioperasionalisasikan dengan berbagai cara: unifungsional (hasrat melarikan diri, kontak sosial atau bermain), bifungsional (informasi-edukasi, fantasistescapist atau gratifikasi segera-tertangguhkan), empat-fungsional (diversi, hubungan personal, identitas personal, dan surveillance; korelasi, hiburan, transmisi budaya dan multifungsional (Katz, Blumler, Gurevitch, 1974; Greenberg, 1974). Daftar motif memang tidak terbatas. Tetapi operasionalisasi Blumler (1980:209) agak praktis untuk dijadikan petunjuk penelitian. Blumler menyebutkan tiga orientasi : orientasi kognitif (kebutuhan bukan informasi, surveillance, atau eksplorasi realitas), diversi (kebutuhan akan pelepasan dari tekanan dan kebutuhan akan hiburan), serta identitas personal (yakni, menggunakan isi media untuk memperkuat/ menonjolkan sesuatu yang penting dalam kehidupan atau situasi khalayak sendiri). Penggunaan media terdiri dari jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai media jenis isi media yang dikomsumsi atau dengan media secara keseluruhan (Rosengren, 1974:277). Efek media dapat dioperasionalisasikan sebagai evaluasi kemampuan media untuk memberikan kepuasan, misalnya; sampai sejauhmana surat kabar membantu responden memperjelas suatu masalah; sebagai dependensi media, misalnya: kepada media mana atau isi yang bagaimana responden amat bergantung untuk tujuan informasi; dan sebagai pengetahuan, misalnya: apa yang diketahui responden perihal persoalan tertentu.



I. Model Skema Kerangka Berpikir dari Panduan Penyusunan Skripsi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN SGD Bandung 2013 1. Model BKI (Bimbingan Konseling Islam) Penelitian mengenai pengaruh Kepribadian Seorang Penyuluh terhadap Keberhasilan Bimbingan dan Penyuluhan Islam di Desa Jatisari. Sistem penyuluhan terdiri dari : 1. Kelompok penyuluh yang terdiri dari para penyuluh di Desa Jatisari; 2. Masyarakat yang merupakan kelompok sasaran (mad’u); 3. Materi penyuluhan; 4. Tujuan dari penyelenggaraan penyuluhan; 5 waktu penyuluhan; 6. Metode penyuluhan yang ditetapkan; 7. Media penyuluh yang digunakan. Maka dapat digambarkan menurut Panduan Skripsi (2013:64) sebagai berikut: Gambar 5.7 Skema Sistem Dakwah



Pertama, sistem merupakan suatu keseluruhan dan suatu kesatuan yang terintegrasi terdiri atas beberapa komponen : Penyuluh, materi, metode, waktu, tujuan, media, dan mad’u.



Kedua, masing-masing komponen menempati kedudukan tersendiri, dan memiliki fungsi tertentu dalam seluruh kesatuan sistem. Komponen manusia di dalam sistem ini penyuluh dan masyarakat Desa Jatisari. Ketiga, antarkomponen memiliki hubungan secara fungsional baik antar manusia, maupun antara manusia dengan yang lainnya. Di samping itu, antara komponen yang satu dengan yang lainnya saling bergantung. Jika salah satu komponen kurang berfungsi, maka akan berpengaruh terhadap komponen lainnya.



Keempat, komponen penyuluh berpeluang menjadi penunjang dan penghambat terhadap keseluruhan sistem. Hal tersebut terkait dengan kepribadiannya. Penelitian dibatasi pada aspek



kepribadian penyuluh yang dihubungkan dengan keberhasilan kegiatan penyuluhan. Sedangkan kepribadian meliputi : aspek rohani, akal, emosional, sosial, dan jasmani. Maka, untuk lebih jelasnya m enurut Panduan Skripsi (2013:65) dapat dilihat dalam gambar di bawah ini :



Gambar 5.8



Pengaruh Kepribadian Penyuluh terhadap Keberhasilan Penyuluhan Islam



2. Model KPI (Komunikasi dan Penyiaran Islam)



Penyiaran Islam yang juga disebut tabligh terdiri dari beberapa komponen yaitu: Mubaligh disampaikan melalui bahasa. Bahasa yang baik dalam proses tabligh adalah bahasa yang efektif digunakan sesuai dengan bahasa mubalagh, situasi dan kondisi. Sehingga bahasa tersebut bisa menghantarkan terjadinya kesepahaman antara mubaligh dengan mubalagh. Dengan demikian, bahasa yang digunakan dapat mempengaruhi effek yang dihasilkan dari proses tabligh. Oleh karena itu penting bagi seorang mubaligh untuk memperhatikan aspek bahasa yang akan digunakan ketika tabligh. Jika tidak diperhatikan, maka bahasa bisa jadi hambatan yang kemudian dikenal sebagai hambatan semantis. Untuk lebih jelasnya, uraian di atas menurut Panduan Skripsi (2013:66) terlihat dalam gambar di bawah ini sebagai berikut :



Gambar 5.9 Hambahan Semantis dan Efeknya terhadap Proses Penyiaran Islam



3. Model MD (Manajemen Dakwah) Masjid sebagai pusat kegiatan umat Islam, ditunjang oleh beberapa sumber daya yang merupakan elemen penting dalam perwujudan fungsinya. Elemen sumber daya tersebut adalah : 1. Sumber daya Jamaah, 2. Sumber daya pengurus, 3. Sumber daya program, 4. Sumber daya administrasi, 5. Sumber daya prasarana, 6. Sumber daya dana, dan 7. Sumber daya sarana. Seluruh sumber daya tersebut terintegrasi dalam mewujudkan kegiatan masjid, yang merupakan wujud berfungsinya suatu masjid. Proses integrasi tersebut jika digambarkan menurut Panduan Skripsi (2013:67) maka akan tampak seperti dalam gambar di bawah sebagai berikut : Gambar 5.10 Integrasi Sumber Daya dan Kegiatan Masjid



4. Model PMI (Pengembangan Masyarakat Islam)



Karakteristik suatu masyarakat merupakan hasil pergulatan kreatif masyarakat dengan realitas. Setiap masyarakat memiliki paradigma tersendiri. Paradigma dipengaruhi oleh “prasangka-prasangka” yang melatari suatu kehidupan masyarakat. Prasangka itu berupa prasangka keagamaan, intelektual dan cultural (Rahman, 1985:193). Prasangka keagamaan mengacu kepada doktrin teologis yang diyakini masyarakat yang berfungsi memilah dan memilih nilai, yang akhirnya menentukan pandangan dunianya. Pandangan hidup mengacu pada tradisi intelektual sebelumnya. Suatu masyarakat lahir dalam suatu lingkungan intelektual tertentu dan tidak bisa lepas dari mata rantai sebelumnya. Mata rantai intelektual dimaksud mengacu kepada guru-guru dari masyarakat, rujukan yang diacu, metode-metode, pendekatan-pendekatan, serta wacana-wacana yang



berkembang pada masa sebelumnya. Sedangkan praduga cultural mengacu kepada sistem budaya, sistem sosial, dan entitas kehidupan tempat masyarakat itu hidup dan berinteraksi. Sistem budaya dan sistem sosial suatu masyarakat mempunyai kecenderungan tertentu yang diseleksi dan diadopsi oleh suatu masyarakat. Semua itu kemudian mempengaruhi kepada pandangan hidup. Sementara pandanagn hidup itu, berpengaruh pada pembentukan karakteristik masyarakat itu sendiri. Proposisiproposisi tersebut dapat dikerangkakan menurut Panduan Skripsi (2013:68) sebagai berikut :



Gambar 5.11 Orientasi Hidup dan Karakteristik Masyarakat Islam



5. Jurnalistik



Teori dasar S-O-R (Stimulus-Organism-Response) yang berasal dari psikologi komunikasi. Objek material dari teori ini yaitu manusia pada aspek sikap, opini, perilaku, afektif dan konasi. Menurut teori iin bahwa : Efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus, sehingga



seseorang dapat mengharapkan dan kognisi memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikasi. Ketika teori S-O-R dikaitkan dengan penelitian, maka stimulus dalam penelitian ini adalah pesan atau informasi yang terdapat dalam Majalah Media Pembinaan yang keberadaannya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan informasi bagi karyawan Kemenag. Sedangkan Organismenya adalah Karyawan Kankemenag. Adapun responnya tanggapan dari karyawan Kankemenag berkaitan dengan karakteristik majalah Media Pembinaan yang biasa mereka terima. Untuk lebih jelasnya menurut Panduan Skripsi (2013:69) dapat dilihat gambar di bawah ini sebagai berikut : Gambar 5.12 Teori S-O-R



//



6. Humas (Hubungan Masyarakat) Penelitian Hubungan Klarifikasi terhadap opini publik dengan sikap konsumen terhadap produk, memakai teori model S-M-C-R-E dari Everett M. Rogers. Model tersebut merupakan singkatan dari istilah source, massage, chanel, receiver, dan effect. Dengan kata lain, model ini melibatkan kegiatan komunikasi dengan unsur sumber, pesan, media, komunikan dan efek. Dalam penelitian ini terdapat sumber jalur pemberi pesan. Jalur pertama, source salah satunya adalah FPI kemudian membentuk pesan tentang anti Amerika yaitu membaikot produk-produk Amerika menggunakan media massa cetak maupun elektronik serta selembaran-selembaran. Pesan itu disampaikan kepada komunikannya, yaitu public sehingga menimbulkan effek yaitu berkurangnya pemasaran produk-produk PT. Coca Cola. Jalur kedua, dipihak lain selanjutnya PT. Coca-Cola, yang diwakili oleh humasnya melakukan klarifikasi. Humas PT. Coca-Cola sebagai source, pesannya klarifikasi atas anjuran pemboikotan, disampaikan melalui berita berbentuk release maupun adventorial, serta membuat even-event tertentu, ditujukan kepada public, serta effek-nya baru hendak diketahui melalui penelitian ini. Jika uraian di atas menurut Panduan Skripsi (2013:70) dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 5.13 Teori S-M-C-R-E



I. Latihan-latihan 1. Apakah yang dimaksud dengan teori Manajemen, SOR, dan komunikasi ? 2. Coba pilihlah satu teori atau model yang cocok dengan penelitian Saudara dan bagaimana tanggapan Saudara terhadap teori tersebut ? 3. Apakah kelebihan dan kelemahan dari model Jarum Hipodermik, Agenda Setting, dan Difusi Informasi ? 4. Apa yang Saudara ketahui tentang teori model S-M-C-R-E ? 5. Buatlah model skema kerangka berpikir yang Saudara mampu sesuai dengan judul penelitian Saudara ?



BAB VI PROSEDUR PENELITIAN A. Latar Belakang Masalah Latar belakang masalah penelitian, biasanya dikemukakan dalam berbagai ungkapan yaitu latar belakang penelitian atau latar belakang masalah atau latar belakang masalah penelitian. Latar belakang masalah dititikberatkan pada alasan yang menuntut dilakukannya penelitian, baik yang berkenaan dengan masalah akademik maupun masalah sosial. Latar belakang masalah berfungsi sebagai pengantar munculnya masalah penelitian yang dideduksi (penarikan kesimpulan dari keadaan yang umum ke yang khusus) dari suatu pemikiran atau berdasarkan hasil studi penjajagan (studi eksplorasi), U jang Saefulah 2003:3. Latar belakang masalah bertolak dari adanya minat dan perhatian peneliti dalam hal ini mahasiswa terhadap sesuatu masalah. Sesuatu itu berasal dari pergulatan pemikiran dalam masyarakat ilmiah, atau informasi yang diperoleh dalam bidang keahlian yang bersangkutan atau dari pengalaman kehidupan sehari-hari. Dalam latar belakang masalah dikemukakan data dasar yang dapat dijadikan acuan atau alasan munculnya masalah penelitian. Ia dirumuskan dalam bentuk pernyataan-pernyataan yang saling berhubungan, yang didalamnya mengandung kontradiksi. Pengungkapan pernyataan itu dilakukan secara deduktif, berawal dari yang bersifat umum dan berakhir pada yang bersifat khusus. Sedangkan isi Latar Belakang Masalah Penelitian harus memuat hal-hal berikut : 1. Data dasar yang dapat dijadikan acuan atau alasan munculnya masalah penelitian. 2. Dirumuskan dalam bentuk pernyataan-pernyataan yang saling berhubungan.



3. Di dalam pernyataan-pernyataan yang saling berhubungan tersebut, terkandung kontradiksi atau kesenjangan-kesenjangan. 4. Pengungkapan pernyataan, sebaiknya dilakukan secara deduktif, berawal dari yang bersifat umum dan berakhir pada yang bersifat khusus. 5. Dari pernyataan yang umum hingga yang khusus itu memunculkan adanya masalah. 6. Pada bagian pernyataan-pernyataan khusus yang disusun secara konsisten dan sistematik itu muncul masalah yang khusus, juga dirumuskan dalam masalah-masalah khusus.



Gambar 5.1 Proses Deduksi Perumusan Latar Belakang



Masalah Penelitian



Tim Fakultas Dakwah, 2004:51 Latar belakang masalah berbicara masalah penelitian bukan sekedar sesuatu yang muskil saja, melainkan juga



“sesuatu yang tidak wajar” atau “sesuatu yang tidak sesuai dengan harapan”. “Harapan” ini bukan harapan menurut pengertian umum (karena menyenangkan/menguntungkan), melainkan harapan yang terkandung arti atau pengertian konsep /variabel, fakta, teori atau hukum. Misalnya “harapan” dari konsep “miskin” adalah serba kurang. Jika ada pernyataan bahwa ada orang miskin makan tiga kali sehari, itu tidak sesuai dengan harapan. Jadi orang miskin makan tiga kali sehari itu dinyatakan bahwa masalah adalah kesenjangan (gap) antara kenyataan dan harapan (antara “Das Sein” dan “Das Solen”). Dalam menentukan masalah ada lima hal yang harus dilakukan, yaitu : 1. Tunjukkan kenyataan (fenomena) yang ditangkap atau dijadikan pikiran itu, misal ; dari kata sekunder (laporan-laporan). 2. Tunjukkan “harapan” yang bersangkutan dengan kenyataan itu, misal ; ketentuanketentuan, patokan-patokan, fakta-fakta, teori, hukum, dan sebagainya ; dari referensi-referensi tertentu. 3. Tunjukkan kesenjangan antara kenyataan dan harapan. 4. Tunjukkan bahwa alternatif jawaban atau pemecahan kesenjangan itu lebih dari satu alternatif (jika hanya satu alternatif, tidak merupakan masalah). 5. Tunjukkan tentang pentingnya masalah itu untuk dipecahkan (jika tidak dipecahkan akan mengganggu apa?). Setelah menunjukkan kelima hal tersebut disusun perumusan masalah dari yang telah ditetapkan. Caranya dengan menyatakan masalah yang ditetapkan itu dengan kalimat pernyataan (stat ement). Oleh karena itu disebut pernyataan masalah (problem statement) sedangkan penetapan masalah disebut “problem setting”. Pernyataan masalah ini dinyatakan secara singkat, jelas, dan tegas.



B. Merumuskan Judul Penelitian Judul penelitian merupakan sosok yang pertama kali kelihatan. Ia merupakan identitas atau cermin dari jiwa seluruh pemikiran yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Oleh karena itu ia harus ditulis secara tepat dan mampu menggambarkan isi tulisan. Terdapat beberapa cara dalam menulis judul skripsi. Pertama, ditulis selengkap mungkin, sehingga dengan membaca judul dapat diketahui kehendak peneliti dengan kegiatannya itu. Menurut Suharsimi Arikunto (1992) “Judul penelitian skripsi yang lengkap mencakup: 1. sifat dan jenis penelitian, 2. objek yang diteliti, 3. subjek penelitian, 4. lokasi penelitian, dan 5. waktu terjadinya peristiwa.” Contoh: Studi Komparasi antara Strategi Dakwah NU dan Muhammadiyah di Indonesia pada Masa Penjajahan Belanda Tahun 1940. Kedua, judul ditulis singkat. Bila judul ditulis secara singkat ia harus dirumuskan dengan jelas, tegas, tepat dan mencerminkan batasan-batasan masalah dan variabel-variabel yang ditelitinya. Sementara menurut Cik Hasan Bisri (1997:17) “Judul skripsi ditulis dengan menggunakan kalimatkalimat yang jelas, lugas, menarik, dan mencerminkan isi skripsi.” Selain itu penulisan judul skripsi juga dapat dilengkapi dengan kalimat tambahan sebagai penjelasan, baik yang menunjukkan pembatasan waktu, lokasi maupun metode yang digunakan. C. Perumusan Masalah Penelitian Masalah dalam penelitian skripsi dapat dikategorikan kepada masalah akademik dan masalah sosial. Masalah akademik dapat dikatakan sebagai hubungan, minimal antara dua unsur (variabel). Sedangkan masalah sosial dapat dimaknai sebagai jarak antara yang diharapkan atau yang dikehendaki



dengan yang diperoleh atau yang dirasakan. Dengan kata lain masalah sosial adalah jarak antara “yang seharusnya” (mengacu pada norma yang dianut) dengan “yang senyatannya” (mengacu pada realitas). Jika penelitian skripsi yang dilakukan merupakan penelitian murni, fokus penelitian adalah masalah akademik, sedangkan untuk penelitian kebijakan fokus penelitiannya adala masalah sosial. Masalah menurut bahasa Arab jamaknya dari kata “masail” atau problems dalam bahasa Inggris. Sedangkan pertanyaan menurut bahasa Arab jamaknya dari kata “asilah” atau “question” dalam bahasa Inggris. Masalah adalah adanya kesenjangan (gap) antara kenyataan dan harapan atau das sein dan das sollen. Dengan kata lain masalah sosial adalah jarak antara yang seharusnya (mengacu pada norma yang dianut) dengan yang senyatanya (mengacu pada realitas yang dicapai). Jika penelitian skripsi yang dilakukan sebagai penelitian murni maka fokus penelitian adalah masalah akademik, sedangkan untuk penelitian kebijakan fokus penelitiannya adalah masalah sosial. Adapun pertanyaan penelitian, merupakan ungkapan keingintahuan terhadap sesuatu yang belum jelas, terhadap masalah itu. Meminjam pemikiran Cik Hasan Bisri (1997:22-26) “Pertanyaan penelitian berfungsi untuk membatasi cakupan masalah penelitian dan menjadi patokan dalam menentukan macam-macam data yang akan dikumpulkan untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut.” Pertanyaan penelitian yang dibuat harus mencerminkan ke-apa-an (pribadi atau objek yang diteliti) ke-mengapa-an (alasan sesuatu terjadi), dan ke-bagaimana-an (bagaimana suatu proses terjadi) yang ditulis dalam bentuk kalimat pertanyaan. Perumusan masalah ini sebagai pijakan penelitian kita dari mana harus mulai, ke mana harus pergi dan dengan apa. Dalam membuat perumusan masalah biasanya menggunakan kalimat pertanyaan seperti ; apa, mengapa, bagaimana, dan



seterusnya. Rumusan masalah atau identifikasi masalah dalam masalah penelitian yang dirumuskan, baik dalam bentuk “Problem Statement” maupun dalam bentuk “Research Question” itu masih bersifat umum, maka perlu diidentifikasi secara jelas dan tegas serta operasional. Mengidentifikasikan masalah berarti merinci rumusan masalah yang bersifat umum itu kepada bagianbagiannya (dimensi-dimensinya) sampai pada unsur-unsurnya (indikator-indikatornya), secara lebih konkrit (jelas dan tegas) dan operasional. Berdasar hal itu si peneliti dituntut untuk mampu menguasai bangun komponen dari fenomenafenomena yang dijadikan masalah penelitiannya itu. Cara menyajikan identifikasi masalah ini adalah mengurut (merinci) butir demi butir; dimulai dari yang paling kuat (penting); kalimatnya dapat berbentuk “problem statement”, tetapi pada umumnya dalam bentuk “research question”. Dalam mengidentifikasi masalah yang berupa eksplanasi (penjelasan faktual), baik bagi teori maupun teknologi, dituntut kemampuan “memilah” fenomena-fenomena kepada pilahan “determinant (faktor)” dan “result” (konsekuensi)”. Perumusan masalah “belum mengetahui penjelasan (eksplanasi) tentang terjadinya fenomena” atau “belum mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya fenomena”. Yang perlu diidentifikasinya itu ialah faktor-faktor ; dengan kata lain faktor-faktor (determinant) itu yang harus dirinci secara jelas dan tegas serta operasional. D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian berhubungan secara fungsional dengan rumusan masalah penelitian, yang dibuat secara spesifik, terbatas dan dapat diperiksa dengan hasil penelitian. Ia merupakan muara dari suatu penelitian, dengan mengerahkan segala kemampuan penelitian untuk mencapai



tujuan itu. Secara teknis, kata kerja pembuka yang digunakan dapat dirumuskan dalam kalimat aktif, seperti untuk menemukan, untuk mengetahui, untuk menjelaskan, untuk membandingkan, untuk menilai, dan untuk menguraikan. Selain itu dapat dirumuskan dalam kalimat pasif, seperti agar dapat diketahui, agar dapat dijelaskan, agar dapat dibandingkan, dan sebagainya tetapi ini jarang digunakan dalam penelitian. Tujuan penelitian ditulis dengan menjelaskan komponen-komponennya. 2. Kegunaan Penelitian Pertama, untuk kepentingan ilmu yang relevan dengan penelitian, yaitu pengembangan ilmu dakwah, baik verifikasi teori, mungkin untuk aplikasi teori, atau untuk menemukan teori yang sama sekali baru. Kedua, ialah bagi masyarakat sebagai sumbangan bila diperlukan, di dalam memecahkan suatu masalah yang relevan, dalam pembangunan masyarakat, bangsa dan negara. Hal demikian mengacu pada kebenaran ilmiah, baik kebenaran koherensi (acuan teori), kebenaran korespondensi (yang didukung oleh data), dan atau kebenaran pragmatis (yang memiliki kegunaan). Sementara Skripsi: Diarahkan pada usaha pengembangan ilmu, terutama dalam bidang ilmu Agama Islam yang melingkupi masalah penelitian. Ia bersifat monodisipliner dan diidentifikasi sebagai penelitian murni (pure research). F. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka (literature review) adalah proses penelusuran bahan pustaka untuk memilih dan menentukan teori yang akan digunakan dalam penelitian. Bahan pustaka ini dapat berupa buku-buku, jurnal-jurnal hasil penelitian, atau apa saja yang menjadi khazanah pengetahuan ilmiah. Untuk menjamin kelengkapan daya dukung ilmiah bagi teori atau



teori-teori yang digunakan dalam penelitian, jumlah bahan pustaka untuk skripsi S1 minimal sebanyak 30 buah. Dari penelusuran terhadap bahan pustaka ini kelak ditemukan sejumlah konsep, teori, atau teori-teori yang akan digunakan dalam penelitian. Lalu konsep-konsep dan teori-teori ini diuraikan secara terperinci dalam tinjauan pustaka. Menurut Senn (dalam Cik Hasan Bisri, 2w001:389), tinjauan pustaka memberi jalan tentang langkah apa yang akan ditempuh dalam merumuskan kerangka penelitian, mendekati hipotesis yang akan dirumuskan, dan pilihan cara yang tepat dalam pengumpulan data. Oleh karena khazanah pengetahuan ilmiah sangat luas dan beragam, maka diperlukan cara kerja yang cermat dan tepat dalam pemilihan dan penggunaan teori, sehingga apa yang diperoleh memenuhi kebutuhan dalam penelitian. Sedangkan pandangan Cik Hasan Bisri (2001:389-390) terdapat beberapa tahapan dalam proses penulisan tinjauan pustaka yaitu :



1. Melakukan inventarisasi terhadap judul-judul bahan pustaka yang berhubungan dengan masalah penelitian. Ia dapat berupa buku daras, antologi (bunga rampai atau kapita selekta, laporan penelitian, ensiklopedi, jurnal ilm iah, tulisan lepas, atau makalah-makalah yang disampaikan dalam berbagai pertemuan ilmiah). 2. Melakukan pemilihan isi dalam bahan pustaka tersebut, baik dengan cara memilih topik dalam daftar isi atau sub-judul dalam masing-masing bahan pustaka. 3. Melakukan penelaahan terhadap isi tulisan dalam bahan pustaka. Penelaahan ini dilakukan dengan cara memilih unsur informasi, terutama konsep dan teori, serta unsur metodologi yang berhubungan dengan masalah penelitian. 4. Mengelompokkan hasil bacaan yang telah ditulis sesuai dengan rumusan yang tercantum dalam masalah dan pertanyaan penelitian.



5. Memaparkan isi teori dan produk aplikasi teori tersebut dalam pelaksanaan penelitian. Menurut Mely G. Tan (dalam Cik Hasan Bisri, 2001:390), penelusuran bahan pustaka dalam proses penulisan tinjauan pustaka memiliki beberapa manfaat, khususnya bagi peneliti sebelum melaksanakan penelitian yaitu : 1. Untuk memperdalam pengetahuan mengenai masalah yang akan diteliti. 2. Untuk menegaskan kerangka teoritis yang dijadikan landasan berpikir. 3. Untuk mempertajam konsep-konsep yang digunakan, sehingga mempermudah dalam perumusan hipotesis. 4. Untuk menghindarkan terjadinya pengulangan dari suatu penelitian. Di samping itu Cik Hasan Bisri (2001:391) menambahkan, penelusuran dan pengkajian bahan pustaka berguna untuk menghindarkan pernyataan bahwa masalah penelitian “belum pernah diteliti” oleh orang lain, atau “baru” sama sekali. Boleh jadi masalah itu telah sering diteliti namun, laporannya belum pernah dibaca oleh peneliti berikutnya. Bila hal ini terjadi, di satu pihak menunjukkan kadangkala wawasan ilmiah peneliti tentang masalah tersebut dan di pihak lain penelitian tentang masalah itu akan berjalan di tempat, bahkan mungkin mengalami kemunduran. Jadi, penelitian ilmiah selayaknya dilakukan dengan memnfaatkan hasil penelitian sebelumnya, tentang masalah yang sama atau serupa, sehingga perkembangan ilmu dan penelitian tetap terpelihara. E. Kerangka Berpikir Penggunaan istilah kerangka berpikir dalam penelitian cukup bervariasi. Ada yang menggunakan istilah kertangka teori. Ada yang menggunakan istilah kerangka pemikiran dan kerangka pikir. Ada pula yang menggunakan istilah landasan berpikir dan landasan konseptual, atau kerangka konseptual



atau model konseptual. Ketujuh istilah itu memiliki fungsi yang sama dengan kerangka berpikir, yakni sebagai tulang punggung penelitian yang dideduksi dari teori atau hanya berupa kerangka pernyataan logis, logical framework (Cik Hasan Bisri, 2000:391). Kerangka berpikir berawal dari pengkajian pustaka dan dari pengkajian itu dapat ditemukan berbagai konsep dan terutama teori atau teori-teori yang dibutuhkan dalam penelitian yang akan dilaksanakan. Teori biasanya berhubungan dengan subyek tertentu dalam cakupan bidang ilmu tertentu, dan dihubungkan dengan nama perumus teori itu. Teori merupakan serangkaian pernyataan sistematik yang bersifat abstrak tentang subyek tertentu. Subyek itu dapat berupa pemikiran, pendapat nilai-nilai, norma-norma pranata-pranata sosial, peristiwa-peristiwa dan perilaku manusia. Kerangka berpikir adalah penjelasan sementara yang bersifat logis dan sistematis terhadap gejala yang diteliti. Ia dapat berupa kerangka teori atau dapat pula berbentuk kerangka penalaran logis. Kerangka teori ini merupakan uraian ringkas tentang teori yang digunakan dan cara menggunakan teori itu dalam menjawab pertanyaan penelitian. Kerangka berpikir yang dirumuskan dalam bentuk kerangka teori ini mensyaratkan bahwa teori-teori yang digunakan sepenuhnya harus dikuasai dan mengikuti perkembangan teori yang muktakhir. Sementara kerangka berpikir dalam bentuk penalaran logis adalah sebuah urutan berpikir logis sebagai suatu ciri cara berpikir ilmiah yang akan digunakan dan cara menggunakan logika tersebut dalam memecahkan masalah penelitian. Kerangka berpikir itu bersifat operasional, diturunkan dari satu atau beberapa teori atau dari pernyataanpernyataan yang logis. Ia berhubungan dengan masalah penelitian dan menjadi pedoman dalam perumusan hipotesis yang akan diajukan, (Cik Hasan Bisri, 1997:41; Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, 1998:33-34).



Kerangka berpikir yang ditulis dalam penelitian untuk skripsi juga ditulis mengikuti alur berpikir di atas. Ia harus ditulis secara sistematis dengan alur logika yang jelas dan untuk semakin memperjelas penulisan kerangka berpikir tersebut dapat dibuat skema sesuai jurusan ada pada Bab IV. Adapun langkah-langkah penyusunan kerangka berpikir menurut Dadang Kuswana (2011:64-65) sebag ai berikut :



1. Mendeskripsikan teori dan hasil penelitian 2. Menganalisis secara kritis terhadap teori dan hasil penelitian 3. Menganalisis secara komprehensif terhadap teori dan hasil penelitian; analisis komperatif dilakukan dengan cara membandingkan antara teori satu dengan teori yang lain dan hasil penelitian satu dan penelitian yang lain. 4. Melakukan pemahaman sintesis dan penarikan kesimpulan. Peneliti melakukan sintesis atau kesimpulan sementara. Perpaduan sintesis antara variabel satu dan variabel yang lain akan menghasilkan kerangka berpikir, selanjutnya dapat digunakan untuk merumuskan hipotesis. 5. Menysun kerangka berpikir 6. Setelah sintesis atau kesimpulan sementara dirumuskan, selanjutnya penyusunan kerangka berpikir. Kerangka berpikir yang dihasilkan dapat berupa kerangka berpikir yang asosiatif/hubungan atau komperatif/perbandingan. 7. Menyusun hipotesis, berdasarkan kerangka berpikir selanjutnya disusun hipotesis yaitu : I. Penjelasan tentang variabel-variabel yang akan diteliti; II. Mempertunjukkan dan menjelaskan pertautan/hubungan antarvariabel yang diteliti sekaligus landasan teori yang digunakan;



III. Mempertunjukkan dan menjelaskan hubungan antarvariabel yang positif atau negatif denga n bentuk hubungan simetris, kausal, atau interaktif (timbal baik); IV. Mengemukakn dlm bentuk diagram sehingga pihak lain dapat memahami proses kerangka berpikir dlm penelitian, (Dadang Kuswana, 2011:64-65).



Adapun pemikiran lain, bahwa menyusun kerangka pikiran adalah menjawab secara rasional masalah yang telah dirumuskan dan diidentifikasikan itu, dengan mengalirkan jalan pikiran dari pangkal pikir berdasar pada patokan pikir menurut kerangka logis. Kerangka logis adalah kerangka logika silogisme (S yllogism), yaitu suatu argumen (penalaran) deduktif yang valid. Silogisme kerangkanya ada 2, yaitu : 1. Pangkal pikir (premis), terdiri dari; a. Pangkal pikir besar (premis mayor) b. Pangkal pikir kecil (premis minor) 2. Satu kesimpulan. Kesimpulan adalah hasil argumentasi kedua premis tersebut (premis mayor dan premis minor). Pemis adalah keterangan dalam suatu pembahasan yang menjadi landasan untuk menurunkan keterangan lain atau bahan bukti untuk mendukung kebenaran suatu kesimpulan, yang berpatokan pada patokan pikir (postulat/asumsi/aksioma). Keterangan yang bersifat general adalah premis major, keterangan bersifat khusus adalah premis minor. Postulat/asumsi/aksioma adalah keterangan yang kebenarannya dapat diterima tanpa pembuktian lebih lanjut, untuk dijadikan awal atau pegangan dalam suatu pembahasan, jadi merupakan patokan bagi premis. Patokan pikir, premis dan kesimpulan adalah hasil kegiatan berpikir yang terdiri dari 3 tahapan, yaitu : I. Tahap conceptioning (penelaahan konsep) II. Tahap judgement (pertimbangan)



III. Tahap reasoning (penyimpulan) I. Tahap Conceptioning Tahap conceptioning adalah tahap kegiatan pikir dalam mengkaji pengertian-pengertian dari konsep-konsep atau variabel yang tersusun dalam bangun teori atau fakta, untuk menentukan patokan pikir dan pangkal-pangkal pikir. Pekerjaan ini dilakukan dengan penelaahan kepustakaan. Pega ngan penelaahan pustaka adalah memperoleh keterangan yang telah teruji kebenarannya. I. Tahap Judgement Diartikan sebagai kegiatan pikir dalam menimbang untuk menerima atau menolak kesesuian antara pokok dan sebutan dari suatu keterangan dalam suatu pembahasan. Pada berpikir deduktif kegiatan ini adalah menerima atau menolak bahwa konsep/ variabel khusus merupakan “bagian “ dari konsep/ variabel umum. I. Tahap Reasoning Diartikan sebagai kegiatan dalam menarik kesimpulan dari premis-premis yang telah dikonsepsikan pada tahap conceptioning, dan diputuskan pada tahap judgement. Kerangka reasoning, yaitu : 1. Premis major, 2. Premis minor, dan 3. Kesimpulan. Kesimpulan ini didasarkan pada hukum deduktif bahwa segala kejadian yang muncul pada hal-hal umum, berlaku pula bagi hal-hal khusus, asal saja hal-hal yang khusus itu merupakan bagian dari yang umum. Pada berpikir deduktif kesimpulan itu disebut deduksi, kesimpulan rasional atau hipotesis. Rumusannya disusun dalam bentuk proposisi, yaitu kalimat yang terdiri dari dua variabel atau lebih yang menyatakan hubungan kausalitas. Menurut Departemen Pendidikan Nasional, (2001:899) bahwa proposisi adalah rancangan usulan; Ling ungkapan yang dapat dipercaya, disangsikan, disangkal, atau dibuktikan benar tidaknya. Proposisi biasanya disajikan dalam bentuk ungkapan atau



kalimat pernyataan yang menunjukkan hubungan antara dua konsep. Misalnya hubungan antara konsep partisipasi dan konsep pembangunan dinyatakan dalam satu proposisi. “partisipasi kyai dalam pembangunan masyarakat desa” (Asep Saepul Muhtadi dan Agus Ahmad Safei, 2003:83). Kadangkadang di akhir kerangka pikiran digambarkan skema alur yang disebut model penelitian. Nilai informatif dari proposisi adalah nilai yang bersangkutan dengan interprestasi terhadap proposisi. Artinya proposisi tidak mengandung hal-hal yang akan menyebabkan terjadinya kesalahan interprestasi dari yang memahainya. Hal-hal yang menyebabkan rendahnya nilai informatif dari suatu proposisi itu, yaitu : 1. Luas abtraksi dari konsep/ variabel yang menyusun proposisi, yaitu konsep/ variabel yang terdiri dari sejumlah dimensi. Contoh : Status sosial. 2. Proposisi yang menunjukkan makna ketergantungan pada ruang dan atau waktu, atau pada jumlah variasi situasi dan atau kondisi. Hal ini disebabkan oleh kesalahan “Sampling” yang tidak repren sentatif. F. Merumusan Anggapan Dasar dan Hipotesis



1. Merumuskan Anggapan Dasar Anggapan dasar adalah sesuatu yang diyakini kebenarannya oleh peneliti yang akan berfungsi sebagai pijakan bagi peneliti dalam melaksanakan penelitiannya. Misalnya kita akan mengadakan penelitian tentang prestasi belajar siswa, kita mempunyai anggapan dasar bahwa “prestasi belajar siswa adalah berbeda-beda”, tidak seragam. Jika prestasi belajar ini seragam, maka bukanlah merupakan variabel yan g perlu diteliti. 2. Hipotesis Pengertian hipotesis merupakan kebenaran sementara yang ditentukan oleh peneliti, tetapi masih harus dibuktikan



atau dites atau diuji kebenarannya. Hipotesis merupakan sesuatu di mana penelitian kita arah pandangan ke sana, sehingga ada yang menuntut kegiatan kita. Misalnya, kita akan meneliti “pengaruh kharisma dan keteladanan kyai terhadap sikap dan perilaku santri dalam bergaul.” Maka hipotesisnya sebagai berikut : I. Kharisma kyai berpengaruh terhadap sikap dan perilaku santri dalam bergaul. II. Keteladanan kyai berpengaruh terhadap sikap dan perilaku santri dalam bergaul. Hipotesis ini biasanya digunakan jika jenis penelitiannya adalah kuantitatif (jenis penelitian dengan menggunakan angka-angka statistik), sedangkan anggapan dasar biasanya digunakan dalam jenis penelitian kualitatif (penelitian dengan menggunakan statemen-statemen atau pernyataan-pernyataan). Pada dasarnya hipotesis dapat muncul dari diri kita sendiri sebagai hasil pemikiran kita tentang hal-hal yang terjadi di sekitar kita. Ia juga dapat timbul atau berkembang pada saat kita mengadakan diskusi atau percakapan dengan teman, konsultasi dengan pembimbing, saat kita seorang diri merenungkan masalah penelitian kita, atau hipotesis juga dapat diturunkan dari teori, terutama dari teori-teori yang masih membutuhkan pengujian tentang kebenarannya. Sebab, biasanya suatu teori jarang secara langsung diuji kebenarannya, yang diuji adalah hipotesisnya, yakni hipotesis yang diturunkan dari teori itu. Dengan demikian, segala pernyataan yang diturunkan dari suatu teori dalam bentuk yang dapat diuji validitasnya disebut hipotesis (S. Nasution, 2000:39-40). Fungsi hipotesis dalam penelitian adalah membuka kemungkinan untuk menguji kebenaran suatu teori. Akan tetapi ia juga masih dapat memperluas fungsi-fungsimya, misalnya memberikan ide-ide untuk mengembangkan suatu teori, termasuk memperluas wawasan pengetahuan seorang peneliti



mengenai gejala-gejala yang tengah ditelitinya (S. Nasution, 2000: 40). Sementara menurut Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar (1998: 38) secara spesifik hipotesis berguna untuk : 1. memfokuskan masalah, 2. mengidentifikasi data-data yang relevan untuk dikumpulkan, 3. menunjukkan bentuk desain penelitian, termasuk teknis analisis yang akan digunakan, 4. menjelaskan gejala sosial, 5. mendapatkan kerangka penyimpulan, dan 6. merangsang penelitian lebih lanjut. 3. Merumuskan Hipotesis Hipotesis merupakan perkiraan kebenaran atau dugaan sementara yang ditentukan oleh seorang peneliti. Dalam mengajukan hipotesis yang perlu diperhatikan yaitu : a. Dinyatakan dengan kalimat atau ungkapan faktual (berdasarkan kenyataan), yang benar-benar menjawab pertanyaan penelitian I.   



Proposisi (rancangan usulan) yang hakiki, ciri-cirinya : Bentuk hubungan antara variabel-variabelnya Ketegasan hubungan (proposition linkage) Nilai informatifnya (informative value)



c. Fungsi hipotesa adalah :    



Memperoleh suatu kesimpulan tentang suatu masalah Memperjelas keadaan yang membingungkan (puzzing situasion) Memiliki arah dalam memberikan tindakan Memberikan suatu prediksi yang mungkin



d. Jenis Hipotesa Hipotesa dapat dibedakan atas : 1. Hipotesa major adalah hipotesa induk yang menjadi sumber dari sub hipotesa (hipotesa minor)



2. Hipotesa minor adalah sub hipotesa yang dijabarkan dari hasil hipotesa major. Bila hipotesis hanya berbentuk pernyataan sementara tentang sesuatu hal, tampaknya tidak sulit merumuskannya. Tetapi kalau untuk suatu kegiatan penelitian, terlebih penelitian yang mendalam, merumuskan hipotesis bukan perkara yang mudah. Kesulitan ini terutama terjadi bila penelitian tersebut tidak berangkat dari teori yang jelas. Tanpa teori yang jelas, dengan sendirinya tidak dapat dirumuskan suatu hipotesis yang tajam. Dengan demikian, dapat dipahami bila Cik Hasan Bisri (2001:396) menyatakan bahwa “Merumuskan hipotesis mesti bersumber kepada teori dan kerangka berpikir yang jelas.” Dari teori dan kerangka berpikir yang jelas inilah lalu dirumuskan hipotesis yang relevan, tentunya dengan fokus masalah yang akan diselidiki dalam kegiatan penelitian. Sedangkan menurut S. Nasution (2000:41-42) terdapat beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan untuk memenuhi perumusan hipotesis yang benar memenuhi syarat sebagai berikut : Pertama, hipotesis harus bertalian dengan teori tertentu. Langkah ini ditempuh dengan cara mempelajari literature tentang topik atau masalah penelitian yang telah dipilih. Dari kajian kepustakaan itu lalu disaring sejumlah prinsip atau pokok pikiran, dilihat kepustakaan itu lalu disaring sejumlah prinsip atau pokok pikiran, dilihat hubungan antara satu dengan lainnya untuk menemukan teori yang mendasarinya, baru kemudian kita kaitkan hipotesis kita dengan teori itu. Kedua, hipotesis harus dapat diuji secara empirik. Untuk dapat menguji hipotesis yang kelak diterima atau ditolak, maka harus dikumpulkan sejumlah data yang bersifat empirik. Karenanya, hipotesis harus menghindari pernyataan-pernyataan yang mengandung makna metafisik, moral, sikap, atau nilai-nilai. Kalau ternyata sulit menghindari ungkapan-ungkapan yang mengandung makna-makna tadi, maka



bagaimana pernyataan itu diubah menjadi empirik. Misalnya, “orang tua yang tidak baik”, diubah menjadi “orang tua yang memanjakan anaknya” atau “orang tua yang otoriter.” “Anak durhaka”, diubah menjadi “anak yang melawan orang tua”, dan sebagainya. Ketiga, hipotesis harus bersifat spesifik. Maka konsep-konsep yang digunakan harus jelas dan sedapat mungkin dapat diolah secara statistik, atau dibuat penggolongan pada kategori-kategori tertentu. Misalnya : Status sosial, kategori pendapatan, tingkat pendidikan, kelompok usia, jenis kelamin, dan lain-lain. Penelitian yang rumusan hipotesisnya spesifik lebih mungkin dilaksanakan dan validitas hasil penelitiannya akan lebih tinggi. 4. Jenis-jenis Hipotesis Menurut Mardalas (1999:50-52) secara umum hipotesis dapat dikelompokan ke dalam dua kelompok besar, yaitu : Pertama, hipotesis yang bertujuan melihat hubungan di antara variabel-variabel yang digunakan Hipotesis seperti ini biasanya digunakan dalam penelitian korelasional. Kedua, hipotesis yang bertujuan mencari perbedaan di antara dua variabel tertentu pada dua kelompok yang berbeda. Perbedaan itu biasanya disebabkan pengaruh perbedaan yang terdapat pada satu atau lebih variabel yang lainnya. Hipotesis seperti ini biasanya digunakan dalam penelitian komparatif. Kemudian secara lebih spesifik jenis hipotesis dapat dibagi kepada empat macam yaitu : a. Hipotesis Nol (Ho) Hipotesis nol adalah hipotesis yang menyatakan adanya persamaan atau tidak adanya perbedaan di antara variabel-variabel penelitian. Misalnya :  Tidak terdapat perbedaan antara mahasiswa fakultas dakwah dengan mahasiswa fakultas lainnya di lingkungan UIN dalam hal keterampilan komunikasi.



 Terdapat persamaan antara mahasiswa fakultas dakwah dengan mahasiswa fakultas lainnya di lingkungan UIN dalam hal keterampilan komunikasi. Hipotesis nol dinamakan juga hipotesis statistik, karena bila hipotesis kita memakai hipotesis statistik (yang hasil observasinya dalam bentuk data kuantitatif) maka pengujian hipotesis nolnya dilakukan melalui statistik. Dalam praktiknya, apabila hipotesis kita hipotesis alternatif, maka harus diubah menjadi hipotesis nol. Misalnya :  H1 : Mubaligh lebih terampil dalam bertabligh daripada mubalighah.  H0 : Tidak terdapat perbedaan keterampilan bertabligh antara mubaligh dan mubalighah. b. Hipotesis Alternatif (H1) Hipotesis alternatif, sering juga disebut hipotesis kerja atau hipotesis penelitian yang disingkat H1 adalah hipotesis yang menyatakan adanya hubungan di antara variabel-variabel penelitian. Misalnya :  Terdapat perbedaan antara mubaligh dengan mubalighah dalam keterampilan bertabligh.  Terdapat hubungan antara penguasaan ilmu komunikasi dengan keterampilan berkomunikasi.  Jika seseorang aktif berorganisasi, maka keterampilan manajerialnya akan bertambah. c. Hipotesis Mayor (Induk) Hipotesis mayor adalah hipotesis utama yang akan diuji kebenarannya dalam suatu penelitian. Misalnya : Kenakalan remaja disebabkan rumah tangga yang pecah. Dalam penelitian yang dilakukan, kita hanya akan menguji hipotesis mayor ini saja, dan mengabaikan kemungkinan hipotesis-hipotesis lain sekalipun dapat dideteksi. Bila dalam pengujian kita mendeteksi kemungkinan penemuan lain, maka itu artinya sudah termasuk pada hipotesis minor (anak).



d. Hipotesis Minor (Anak) Hipotesis minor adalah hipotesis yang bersumber dari hipotesis mayor, sebagai perluasan dari hipotesis mayor yang diajukan. Atau hipotesis minor ini dapat juga dikatakan sebagai kemungkinankemungkinan lain yang timbul dari hipotesis mayor yang secara sengaja dideteksi dalam suatu penelitian. Misalnya, hipotesis mayor di atas pada no. c) “Kenakalan remaja disebabkan rumah tangga yang pecah” dibuat hipotesis minornya, sebagai berikut :  Perkelahian antara remaja umumnya disebabkan oleh mereka yang rumah tangganya pecah.  Rumah tangga yang pecah menyebabkan remaja mengkonsumsi narkoba sebagai pelarian. Dua hipotesis minor di atas tampak terlihat bahwa ia diturunkan dari hipotesis mayor. G. Langkah-langkah Penelitian Langkah-langkah penelitian, menurut Panduan Penyusunan Skripsi Dakwah dan Komunikasi (2007:80-8 8) bahwa prosedur penelitian atau metodologi penelitian, secara garis besar mencakup kegiatan penentuan : Lokasi penelitian, metode penelitian, jenis data, populasi dan sampel, sumber data, teknik pengumpulan data, pengolahan atau analisis data yang akan ditempuh, dan tahap pelaksanaan penelitian 1. Penentuan Lokasi Penelitian Pada bagian ini dijelaskan di mana penelitian dilakukan. Akan lebih baik bila penjelasan ditambah dengan penjelasan tentang kapan penelitian dimulai dan kapan berakhirnya. Semua penjelasan tentang hal-hal tersebut sangat bermanfaat bagi pembatasan lokasi, waktu dan variabel-variabel yang diteliti. Te mpat lokasi adalah tempat dimana seorang mengadakan penelitian atau objek penelitian yang benarbenar tepat lokasi dan daerah penelitian, sebagai bahan untuk dikaji dengan menunjukkan tempat yang jelas atas pertimbangan yang



akurat. Selain itu, dikemukakan pula alasan-alasan kenapa lokasi tersebut yang dipilih. Alasan ini secara garis besar meliputi dua hal yaitu : Pertama, alasan akademis, yakni yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, menarik atau tidak, tersedia datanya atau tidak, memungkinkan untuk diteliti atau tidak (biasanya berkaitan dengan resiko yang timbul dari kegiatan penelitian), dan lain-lain. Kedua, alasan praktis, yakni yang berkaitan dengan pribadi peneliti misalnya, kedalaman pengenalan peneliti dengan lokasi bersangkutan, jarak, biaya, dan lain-lain. Semua ini dijelaskan secara ringkas dan sistematis, sehingga lokasi penelitian yang dipilih benar-benar meyakinkan. 2. Penentuan Metode Penelitian Metode pernelitian yang digunakan dan disesuaikan menurut karakteristik masalah penelitian, tujuan penelitian dan kerangka pemikiran (atau pembatasan masalah untuk metode kualitatif). Menurut Isac dan Mihael (Cik Hasan Bisri, 1997 : 52), ada sembilan metode, yaitu : I. Meode historis (sejarah) II. Metode Deskriptif (menggambarkan atau memaparkan) III. Metode developmental (pengembangan) IV. Metode studi kasus (case and field) V. Metode karelasional (menghubungkan) f. Metode causal comparative (perbandingan) g. Metode eksperimen (percobaan) h. Metode kuasi eksperimen i. Metode riset aksi/ partisipasi Pandangan Masri Singarimbun (1989:25–229), bahwa salah satu metode penelitian yang berhubungan dengan sosial sangatlah luas penggunaannya. Salah satu keuntungan dari metode ini adalah mungkinnya pembuatan generalisasi untuk populasi yang besar. Penelitian survai digambarkan sebagai suatu proses untuk mentransformasikan lima komponen ilmiah



dengan menggunakan kontrol metodologis. Komponen tersebut adalah; (1) teori, (2) hipotesa, (3) observasi, (4) generalisasi empiris, (5) penerimaan atau penolakan hipotesis. Sedangkan kontrol metodologis adalah; (1) deduksi logika, (2) interprestasi, penyusunan instrumen, penyusunan skala dan penentuan sampel, (3) pengukuran penyederhanaan data, dan penentuan parameter, (5) formulasi konsep, formulasi proposisi dan penataan proposisi. Jadi penelitian survai adalah proses yang dapat dimulai dari manapun tergantung dari keahlian dan kemampuan peneliti, imaginasi, kreativitas dan kerja keras peneliti yang lebih menentukan baik tidaknya hasil penelitian. Hal ini untuk mempertegas bahwa metode yang dipilih benar-benar sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, karenanya diperlukan ketelitian. Sebab, pada dasarnya suatu penelitian dapat dinilai valid atau tidak sangat tergantung pada ketepatan metode yang digunakan. Ketepatan dalam memilih metode ini kelak erat terkait dengan rancangan keseluruhan kegiatan penelitian, termasuk dalam menentukan populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, penentuan jenis data, penentuan sumber data, dan pengolahan atau analisis data, yang semuanya berpengaruh terhadap derajat kepercayaan hasil penelitian (Nur Syam, 1991:64). Dalam kaitan ini T.S. Huxley (dalam Jalaluddin Rakhmat, 1985:29) mengatakan bahwa “tragedy ilmu” adalah “membunuh hipotesis indah dengan fakta yang jelek”. Dengan mengutip Huxley, Jalaluddin ingin menegaskan bahwa derajat kepercayaan hasil penelitian ilmiah sangat tergantung pada cara peneliti mengumpulkan fakta di lapangan, dan semua ini terkait erat dengan cara memilih (menentukan) metode penelitian. Kemudian Jalaluddin Rakhmat (1985:29-53) mengatakan bahwa “Para ahli berbeda pendapat dalam mengklasifikasikan metode penelitian.” Dalam hal ini, ia menjelaskan bahwa metode penelitian dapat dikategorikan ke



dalam lima macam yaitu Historis, deskriptif, korelasional, eksperimental, dan kuasi-eksperimental. Pertama, Metode Historis. Tujuan metode ini adalah merekonstruksi masa lalu secara sistematis dan objektif dengan mengumpulkan, menilai, memverifikasi, dan mensintesiskan bukti untuk menetapkan fakta dan mencapai kongklusi yang dapat dipertahankan. Misalnya : Penelitian strategi tabligh Nabi Muhammad Saw., pada periode Makkah, sejarah perkembangan lembagalembaga dakwah di Indonesia, dan lain sebagainya. Kedua, Metode Deskriptif. Metode ini bertujuan untuk melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat. Ia tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi. Dalam proses pengumpulan datanya ia lebih menitikberatkan pada observasi dan suasana alamiah (naturalistic setting). Sedangkan praktiknya peneliti terjun ke lapangan : gejala-gejala diamati, dikategori, dicatat, dan sedapat mungkin, menghindari pengaruh kehadirannya untuk menjaga keaslian gejala yang diamati, (Jalaluddin Rakhmat, 1985:34-35). Misalnya : Penelitian propil mubaligh dan mubaligah di Kota Bandung, persepsi masyarakat terhadap mubaligh yang menjadi politisi, gaya kepemimpinan majelis taklim di Jawa Barat, retorika tabligh K.H. Miftah Farid, karakteristik jamaah peminat K.H. Abdullah Gymnastiar, respon masyarakat terhadap acara “menembus batas” Nurcahyo di ANTV, dan lain-lain. Ketiga, Metode Korelasional. Metode ini merupakan kelanjutan dari metode deskriptif. Tujuannya adalah untuk mencari hubungan di antara variabel-variabel yang diteliti, atau meneliti sejauhmana variabel satu berhubungan dengan variabel lainnya. Dengan metode korelasional misalnya kita ingin meneliti hubungan antara penguasaan ilmu komunikasi dengan keterampilan berkomunikasi. Apakah mahasiswa yang



nilai ilmu komunikasinya istimewa cenderung lebih terampil dalam berkomunikasi ? Atau kita ingin meneliti apakah ada hubungan antara kuliah di Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dengan keterampilan bertabligh. Hubungan yang dicari itu disebut korelasi. Metode korelasi bertujuan meneliti sejauhmana variasi pada satu faktor berkaitan dengan variasi pada faktor lain. Kalau dua variabel saja yang kita hubungkan korelasinya disebut korelasi sederhana (simpel correlation). Lebih dari dua, kita menggunakan korelasi ganda (multiple correlation), (Jalaluddin Rakhmat, 1985:37-38). Keempat, Metode Eksperimental. Metode eksperimen ditujukan untuk meneliti hubungan sebab-akibat dengan memanipulasikan satu atau lebih pada saat atau lebih kelompok eksperimental, dan membandingkan hasilnya dengan kelompok kantrol yang tidak mengalami manipulasi. Manipulasi artinya mengubah secara sistematis sifat-sifat (nilai-nilai) variabel bebas. Setelah dimanipulasikan, variabel bebas itu disebut garapan (treatment). Misalnya : Kita ingin meneliti efek pendekatan dialogis dalam bertabligh pada tingkat pemahaman jamaah terhadap pesan tabligh. Di sini kita menyuguhkan dua pendekatan tabligh. Kepada satu kelompok dilakukan pendekatan dialogis yang disebut kelompok eksperimen dan kepada kelompok lain dilakukan pendekatan monologis yang disebut kelompok kontrol. Pendekatan dialogis dalam bertabligh kita sebut garapan, sebab kelompok eksperimen kita garap dengan variabel yang dimanipulasikan. Kemudian dalam waktu tertentu tingkat pemahaman jamaah kita ukur setelah mereka mengikuti tabligh Terbukti, misalnya, bahwa kelompok jamaah yang diberi pendekatan dialogis lebih tinggi pemahamannya terhadap pesan tabligh daripada kelompok jamaah yang diberi pendekatan monologis. Dalam penelitian eksperimen tentu saja dalam pelaksanaannya tidak itu, perlu juga diperhatikan apakah tidak ada variabel lain yang ikut serta menimbulkan efek. Misalnya,



secara kebetulan pada kelompok eksperimen terdapat lebih banyak jamaah mahasiswa, sementara kelompok kantrol lebih banyak jamaah masyarakat biasa. Boleh jadi yang menjadi sebab tingginya pemahaman mereka terdapat pesan tabligh adalah latar pendidikan mereka, bukan karena pendekatan dialogisnya. Oleh karena itu sedapat mungkin peneliti mengusahakan agar hasil pengamatan tidak disebabkan oleh hal-hal lain di luar variabel bebas yang diteliti. Upaya ini dinamakan kontrol. Kontrol merupakan kunci penelitian eksperimental, tanpa kontrol, manipulasi dan observasi akan menghasilkan data yang meragukan (confounding). Dengan demikian secara singkat penelitian eksperimen ditandai tiga hal yaitu : 1) manipulasi, mengubah secara sistematis keadaan tertentu, 2) observasi, mengamati dan mengukur hasil manipulasi, dan 3) kontrol, mengendalikan kondisi penelitian ketika berlangsungnya manipulasi, (Jalaluddin Rakhmat, 1985:44-45). Kelima, Metode Kuasi-Eksperimental. Eksperimen adalah cara yang paling tepat untuk melakukan prediksi. Namun persoalannya, kita tidak selalu dapat melakukan eksperimen. Sebab dalam kenyatannya kita sulit mengelompokkan orang sekehendak kita. Dari sini lalu muncul metode kuasi-eksperimental. Penelitian kuasi eksperimental mempunyai dua ciri yaitu : Pertama, peneliti tidak mampu menempatkan subjek secara random (acak) pada kelompok eksperimen atau kelompok kontrol. Yang dapat dilakukan peneliti adalah mencari kelompok subjek yang diterpa variabel bebas, dan kelompok lain yang tidak mengalami variabel bebas. Misalnya, untuk meneliti pengaruh latar belakang pendidikan terhadap prestasi akademik mahasiswa UI N (Universitas Islam Negeri), peneliti mengarahkan penelitiannya pada fakultas yang banyak mahasiswa yang berlatar pendidikannya Aliyah dan fakultas



yang mahasiswa berlatar pendidikan Aliyahnya sedikit, lalu data dari kedua kelompok itu dibandingkan. Kedua, peneliti tidak dapat mengenakan variabel bebas kapan dan kepada siapa saja yang dikehendakinya. Misalnya, untuk meneliti pengaruh tabligh para da’i kondang kepada suku terasing, peneliti tidak dapat mengirimkan para dai kondang tersebut kepada satu tempat dan mengungsikannya dari tempat yang lain, (Jalaluddin Rakhmat, 1985:52-53). Penelitian dakwah dan komunikasi dapat menggunakan kelima metode di atas. Hanya tentu dalam pemilihannya disesuaikan dengan masalah dan tujuan penelitian. Sebab, masing-masing metode memiliki karakteristik tersendiri, baik berkenaan dengan tahapan kerja maupun kekuatan dan kelemahannya. Selain itu, penelitian dakwah dan komunikasi dapat pula menggunakan metode-metode lain yang popular digunakan dalam kegiatan penelitian, misalnya penelitian aksi (action research), anal isis isi (content analysis), penelitian kasus (case study), penelitian pengembangan (developmental), dan lain-lain, yang dapat didalami cara penerapannya dalam penelitian pada buku-buku sumber yang secara lengkap membahas metode-metode tersebut. 3. Penentuan Populasi dan Sampel Populasi adalah semua individu yang menjadi sumber pengambilan sampel. Populasi dalam penelitian harus disebutkan secara tersurat, yakni yang berkaitan dengan besarnya anggota populasi serta wilayah penelitian yang dicakup. Tujuan ditegaskannya populasi adalah agar peneliti dapat menentukan besarnya sampel yang diambil dari populasi dan membatasi berlakunya daerah generalisasi. Pada kenyataannya, populasi adalah sekumpulan kasus yang berkaitan dengan masalah penelitian. Kasus ini dapat berupa orang, barang, binatang, hal, atau peristiwa. Bila populasi relatif besar maka dilakukan sampling, yakni pengambilan sebagian anggota populasi untuk kemudian dijadikan sampel



penelitian. Sampel dalam penelitian banyak jenisnya, antara lain : ran dom sampling, stratified sampling, cluster sampling, purposive sampling, quota sampling, dan lain-lain. Jenis sampel yang digunakan harus disebutkan secara tersurat berikut alasan-alasan kenapa sampael tersebut yang digunakan. Pemilihan jenis sampel mana yang akan digunakan, tentunya disesuaikan dengan jenis, masalah, dan tujuan penelitian. Secara ideal, sebaiknya meneliti seluruh anggota populasi, dan hal itu berarti kita melakukan sensus. Tetapi, seseringkali populasi penelitian cukup besar sehingga tidak mungkin untuk diteliti seluruhnya dengan waktu, biaya, dan tenaga yang tersedia. Dalam keadaan demikian, maka penelitian hanya dapat dilakukan dengan sampel. Sampel adalah suatu bagian dari populasi yang akan diteliti dan yang dianggap dapat menggambarkan populasinya. dua syarat sampel yang baik, yaitu sampel harus represen tatif (mewakili) dan besarnya sampel harus memadai (Atherton & Klemmack, 1982 ; Goode & Hatt, 1952). Ciri-ciri sampel representatif berkaitan dengan tujuan penelitian sama atau dengan tujuan dengan ciri-ciri populasinya. Sedangkan teknik sampling adalah setiap satuan dari populasi yang merupakan sasaran akhir pengambilan sampel di sebut sebagai unsur sampling (sampling element). Suatu unit sampling dapat berupa unsur sampling tunggal atau suatu kumpulan unsur. Suatu kerangka sampling (s ampling frame) adalah daftar lengkap semua unit tempat mengambil sampel (Bailey, 1982). Cara pengambilan sampel atau teknik sampling secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua, yaitu probality dan non-probality sampling. Dalam sampel yang di dapat dengan teknik probality sampling, peluang atau kemungkinan terpilihnya setiap anggota sampel dapat ditentukan. Sedangkan dalam non-probality sampling, peluang terpilihnya setiap anggota sampel tidak di ketahui. (lihat metodologi survei,



metodologi kualitatif, dan metode kuantitatif). Adapun untuk menentukan ukuran sampel dari sejumlah populasi ditentukan formulanya menurut Yamane (1967:99) dan Jalaluddin Rakhmat (1999:82) sebagai berikut : N1 n = ------------------------------N1d2 + 1 Keterengan : n = Besarnya ukuran sampel N = Besarnya populasi d = Presisi atau kemungkinan kesalahan sampel diambil 5 % Contohnya : Kita ingin menduga proporsi pembaca surat kabar dari populasi 5.000 orang. Presisi ditetapkan di antara + 5 % dengan tingkat kepercayaan 95 %. Berapa besar sampel yang diperlukan ? Jawabannya : 5000 5000 n = ----------------------- = ------------------------- = 370 (5000)(0,05)2 + 1 (5000 x 0,0025) + 1 Yamane memberikan tabel khusus sehingga kita tidak perlu menghitung lagi, sebagaimana lampiran di bawah ini sebagai berikut : Pandangan Taro Yamane dalam bukunya Elementry Sampling Theory, (1967:398-399) bahwa: Ukuran s ampel untuk tingkat kepercayaan dan presisi tertentu jika menyampel atribut dalam persen. I. Selang kepercayaan 95 % (p=0,5) a



Ukuran Sampel untuk Presisi Ukuran Populasi + 1 %



+2%



+3%



+ 4%



+5%



+ 10 %



500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000 4.500 5.000 6.000 7.000 8.000 9.000 10.000 15.000 20.000 25.000 50.000 100.000



b b b b b b b b b b b b b b 5,000 6,000 6,667 7,143 8,333 9,091 10,000



b b b b 1.250 1.364 1.458 1.538 1.607 1.667 1.765 1.842 1.905 1.957 2.000 2.143 2.222 2.273 2.381 2.439 2.5000



b b 638 714 769 811 843 870 891 909 938 959 976 989 1.000 1.034 1.053 1.064 1.087 1.099 1.111



b 385 441 476 500 517 530 541 549 556 566 574 580 584 588 600 606 610 617 621 625



222 286 316 333 345 353 359 364 367 370 375 378 381 383 385 390 392 394 397 398 400



83 91 94 95 96 97 97 98 98 98 98 99 99 99 99 99 99 100 100 100 100



I. Selang Kepercayaan 99,7 % (p = 0,5)



a



Ukuran Sampel untuk Presisi Ukuran Populasi



500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000



+1%



b b b b b b



+2%



b b b b b b



+3%



b b b b b 1,364



+ 4%



+5%



b b 726 826 900 958



b 474 563 621 662 692



3.500 4.000 4.500 5.000 6.000 7.000 8.000 9.000 10.000 15.000 20.000 25.000 50.000 100.000



b b b b b b b b b b b 11,842 15,517 18,367 22,500



b b b b 2,903 3,119 3,303 3,462 3,600 4,091 4,390 4,592 5,056 5,325 5,625



1,458 1.539 1,607 1,667 1,765 1,842 1,905 1,957 2,000 2,143 2,222 2,273 2,381 2,439 2,500



1,003 1,041 1,071 1,098 1,139 1,171 1,196 1,216 1,233 1,286 1,314 1,331 1,368 1,387 1,406



716 735 750 763 783 798 809 818 826 849 861 869 884 892 900



4. Jenis Data Penelitian Jenis data berupa kualitatif atau kuantitatif dapat diklasifikasikan sesuai dengan butir-butir yang ada dalam rumusan masalah tentang pernyataan yang diajukan dan terhindar dari jenis data yang tidak relevan dengan pernyataan tersebut, walaupun dimungkinkan penambahan sebagai pelengkap. Jenis data tersebut, juga berkenaan dengan rencana pengujian hipotesis (bagi penelitian yang memakai hipotesis). Jenis data ini merupakan rincian dari dimensi yang akan diuji hubungannya. Di samping itu dapat ditambahkan pula data yang melengkapi data pokok, sesuai dengan pertanyaan yang diajukan. Jika data telah diinventarisir, langkah berikutnya dapat dituangkan dalam alat pengumpul data atau instrumen pengumpul data. Alat pengumpul data tersebut dapat berupa daftar pertanyaan tersetruktur dan rinci (kuisioner) atau hanya dalam bentuk daftar pertanyaan secara garis besar sebagai panduan dalam melakukan wawancara. Dalam pelaksanaannya



panduan wawancara ini dapat dikembangkan pada pertanyaan-pertanyaan lain yang berkaitan, sehingga wawancara dapat dilakukan secara mendalam. Secara umum jenis data ini dapat dibagi pada dua bagian primer dan sekunder. Jenis data primer adal ah segala informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian yang bersumber dari tangan pertama (firs t hand) baik berupa pandangan, pikiran, karya, sikap, perilaku, dan lain-lain. Sementara, jenis data sekunder adalah segala informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian yang bersumber dari tangan kedua (second hand) baik berupa pandangan, pikiran, karya, sikap, perilaku, dan lain-lain. 5. Menentukan Sumber Data 1) Sumber data primer adalah sumber data dari hasil informasi tertentu tentang sesuatu data dari seseorang tentang masalah yang sedang akan diteliti oleh seorang peneliti (sumber informan). Data primer data adalah ragam kasus baik berupa orang, barang, binatang, atau lainnya yang menjadi subjek penelitian (sumber informasi pertama, first hand dalam mengumpulkan data penelitian). 2) Sumber data sekunder adalah ragam kasus baik berupa orang, barang, binatang atau lainnya yang menjadi sumber informasi penunjang (second hand) yang berkaitan dengan masalah penelitian. Data sekunder ini dapat melengkapi pemahaman peneliti dalam menganalisis data ini disebutkan peneliti secara rinci sesuai dengan lingkup masalah yang ditelitinya. Sedangkan menurut Arifani (2004:16) bahwa data sekunder adalah data yang dihasilkan dari hasil literatur buku yang ada hubungannya dengan masalah yang sedang diteliti oleh si peneliti, baik dari biro-biro statistik ataupun dari hasil-hasil penelitian peneliti. 6. Teknik Pengumpulan Data Pada umumnya teknik pengumpulan data dalam peelitian terdiri atas 4 jenis yaitu : observasi (observ ation),



wawancara (interview), angket (questionary), dan dokumentasi (documentation). a. Observasi Observasi merupakan pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti, dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Karena diperlukan ketelitian dan kecermatan, dalam praktiknya observasi membutuhkan sejumlah alat, seperti daftar catatan dan alat-alat perekam elektronik, tape recorder, trustel, kamera, dan sebagainya sesuai dengan kebutuhan. Keuntungan yang dapat diperoleh melalui observasi adalah adanya pengalaman yang mendalam, di mana peneliti berhubungan secara langsung dengan subjek penelitian. Secara intensif teknik observasi ini, digunakan untuk memperoleh data di lokasi penelitian. Data yang diobservasi ditujukan untuk mencari apa sesuai judul, baik dalam konteks hubungan personal maupun interpersonal dalam bentuk ucapan dan tindakan yang mengandung nilai-nilai religius islami. Kemudian melakukan pengamatan yang merupakan salah satu cara penelitian ilmiah pada ilmuilmu sosial. Cara ini bisa hemat biaya dan dapat dilakukan oleh seorang individu dengan menggunakan mata sebagai alat melihat data serta menilai keadaan lingkungan yang dilihat, (Wardi Bachtiar, 199:78). Untuk memperoleh kebenaran hasil penelitian ini, peneliti harus melakukan pengamatan tidak hanya satu kali, melainkan berulang kali sehingga hasilnya menyakinkan, atau melakukan perbandingan antara hasil yang ia peroleh dengan hasil yang diperoleh orang lain. b. Wawancara Wawancara adalah proses tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih yang dilakukan secara langsung Wawancara dalam pengumpulan data sangat berguna untuk mendapatkan data dari tangan pertama, menjadi pelengkap terhadap data yang dikumpulkan melalui alat lain dan dapat mengontrol



terhadap hasil pengumpulan data alat lainnya. Karena tujuan utama wawancara adalah untuk mendapatkan informasi yang valid (sah, sahih), maka perlu diperhatikan teknik-teknik wawancara yang baik, seperti: memperkenalkan diri, menyampaikan maksud-maksud wawancara, menciptakan suasana hubungan baik, rilek, nyaman, dan proses wawancara lebih banyak mendengar daripada berbicara, serta terampil dalam bertanya untuk mendapatkan jawaban yang diharapkan. Untuk menghindari bias penelitian, peneliti tetap memiliki pedoman wawancara yang disesuaikan dengan sumber data yang hendak digali. Pedoman wawancara tersebut bersifat fleksibel, sewaktuwaktu dapat berubah sesuai dengan perkembangan data yang terjadi di lapangan. Namun, fleksibilitas te rsebut tetap mengacu pada fokus penelitian, yaitu mengenai judul yang sedang diteliti. Pelaksanaan wawancara dilakukan pada bulan apa, tahun berapa, tempatnya di mana, atau di mana saja yang dipandang tepat untuk menggali data agar sesuai dengan konteksnya. Terkadang antara peneliti dan responden menyepakati waktu untuk wawancara, atau secara spontan peneliti meminta penjelasan mengenai suatu peristiwa yang dipandang erat kaitannya dengan penelitian yang diteliti. c. Angket Angket adalah daftar pertanyaan atau pertanyaan yang diberikan kepada responden. Dalam pembuatannya, ia harus disusun berdasar kaidah-kaidah angket yang baik, misalnya bahasa yang digunakan singkat, jelas, dan sederhana; menghindari kata-kata (istilah) yang mengandung makna ganda; menghindari pertanyaan yang menggiring responden pada jawaban tertentu, dan lain-lain. Proses penyusunan angket sama dengan proses pedoman wawancara yang diutarakan di muka, tetapi pedoman wawancara dibuat hanya sebagai pegangan interviewer dan tidak disebarkan kepada responden. Angket sebaliknya dari



interviu; daftar angket disebarkan dan dibagikan kepada semua anggota sampel, bukan kepada semua anggota populasi. Jenis pertanyaan yang lazim dipergunakan dalam penelitian meliputi pertanyaan tertutup, yaitu pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya telah disediakan dan responden tidak diperkenankan memberikan jawaban yang lain. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang jawabannya tidak ditentukan oleh peneliti, melainkan diserahkan secara bebas kepada responden. Pertanyaan kombinasi adalah pertanyaan yang alternatif jawabannya disediakan peneliti, tetapi responden juga diberi kesempatan menjawab dengan jawaban yang lain di luar alternatif jawaban yang telah disediakan. Petunjuk pembuatan kuesioner atau kerangka wawancara seperti yang dikemukakan Miller (1977:77) ba hwa pertanyaan dalam kuesioner harus disusun secara cermat yaitu : I. Perjelas lagi hubungan antara metode dengan masalah dan hipotesis. Buatlah matriks yang menghubungkan antara masalah, hipotesis, variabel, indikator, dan pertanyaan. a. Rumuskan pertanyaan dengan memperhatikan hal-hal berikut : I. Sesuaikan bahasa dengan tingkat pengetahuan responden. Untuk daerah pedesaan, misalnya lebih baik kita menggunakan bahasa daerah. Untuk orang kebanyakan, kata persepsi sebaiknya diganti dengan kata tanggapan. II. Gunakan kata-kata yang mempunyai arti yang sama bagi setiap orang. III. Hindari pertanyaan yang panjang karena pertanyaan panjang sering kali mengaburkan dan membingungkan. IV. Janganlah beranggapan bahwa responden memiliki informasi faktual. Seorang ibu mungkin melaporkan acara televisi yang disenangi anak, tetapi pendapat ibu tidak selalu sesuai dengan pendapat anak.



V. Bentuklah kerangka pemikiran yang ada dalam benak Anda. Janganlah bertanya: Berapa majalah yang Anda baca ? Bertanyalah: Apa saja majalah yang Anda baca ? VI. Sarankanlah semua alternatif atau tidak sama sekali. VII. Lindungi harga diri responden. Janganlah bertanya: Sebutlah kalimat-kalimat yang benar di antara kalimat yang tercantum di bawah ini. Katakanlah: Saya ingin tahu pendapat Bapak, manakah di antara kalimat-kalimat di bawah ini yang menurut Bapak benar. VIII. Jika Anda terpaksa menanyakan hal yang kurang mengenakkan responden, mulailah bertanya tentang hal-hal yang positif. IX. Tentukan apakah Anda memerlukan pertanyaan langsung, tak langsung, atau pertanyaan tak langsung disusul dengan pertanyaan langsung. X. Hindari kata-kata yang bermakna banyak, kata-kata seperti “partisipasi”, “pengaruh”, “solidaritas”, “rasa bangga”, harus diganti dengan kata-kata yang lebih spesifik seperti : “menyumbangkan uang” dan “menyimpan piagam penghargaan”. XI. Hindari pertanyaan yang bersifat mengarahkan responden pada jawaban tertentu. Janganlah bertanya: Apakah Anda selalu berperan serta dalam program pembangunan ? Bertanyalah: Apakah Anda menganjurkan orang lain untuk menjadi akseptor KB ? XII. Pertanyaan harus dibatasi pada satu gagasan saja. Janganlah bertanya:Apakah Anda membaca surat kabar/majalah/buku ? Jadikanlah pertanyaan ini menjadi tiga kalimat pertanyaan. I. Organisasi kuesioner secara sistematis. I. Mulailah dengan pertanyaan yang mudah dan disenangi oleh responden. Ajukan pertanyaan yang membangkitkan minat. II. Jangan mengondisikan jawaban pada pertanyaan berikutnya dengan pertanyaan sebelumnya.



III. Gunakan urutan pertanyaan untuk melindungi harga diri responden. IV. Pertanyaan terbuka sebaiknya dikurangi. V. Topik dan pertanyaan harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat dipahami oleh responden. Urutan pertanyaan harus wajar dan mudah ditangkap maksudnya. a. Lakukan prauji kuesioner. Pilihlah sejumlah responden yang representatif. Setelah try out dilakukan dan daftar pertanyaan telah terkumpul kembali, kemudian dilakukan pemeriksaan kepada setiap item pertanyaan. Di sinilah saat mengoreksi yang bila perlu dilakukan revisi terhadap daftar pertanyaan tersebut. Selanjutnya dilakukan penggandaan dan distribusi angket kepada responden. I. Studi Dokumentasi Proses pengumpulan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen. Ia berupa; buku, catatan, arsip, surat-surat, majalah, surat kabar, jurnal, laporan penelitian, dan lain-lain. Ragam teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam kegiatan penelitiannya harus sebutkan secara tersurat. Hanya ragam jenis teknik pengumpulan data mana yang dipilih (digunakan) disesuaikan dengan jenis, masalah, dan tujuan penelitian. Adapun mengenai jenis histories studi dokumenter, yaitu : 1. Peninggalan material meliputi: fosil, piramida, senjata, alat atau perkakas, hiasan, bangunan, dan benda-benda lainnya. 2. Peninggalan tertulis meliputi: payrus, daun lontar bertulis, kronik, relief candi, catatan khusus, buku harian, arsip negara dan lain-lain. 3. Peninggalan tak tertulis seperti: adat, bahasa, dongeng, dan kepercayaan (Winarno Surachmad 1975: 124-125).



Kita dapat menyimpulkan bahwa studi dokumentasi bukan berarti hanya studi histories, melainkan studi dokumen berupa data tertulis yang mengandung keterangan dan penjelasan serta pemikiran tentang fenomena yang masih aktual. Studi dokumentasi berproses dan berawal dari menghimpun dokumen, memilih-milih dokumen sesuai dengan tujuan penelitian, menerangkan dan mencatat serta menafsirkannya serta menghubung-hubungkannya dengan fenomena lain. Dilengkapi dengan studi pustaka yaitu menurut Subino Hadisubroto (1982: 28): Studi pustaka dipergunakan untuk mendapatkan teori-teori, konsep-konsep sebagai bahan pembanding, penguat atau penolak terhadap temuan hasil penelitian untuk mengambil kesimpulan. 7. Pengolahan dan Analisis Data Teknik pengolahan data adalah data yang sudah terkumpul dari hasil teknik pengumpulan data baik hasil wawancara, observasi, angket dan dokumentasi serta literatur pustaka, kemudian disusun secara jelas. Sedangkan a nalisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat di informasikan kepada orang lain (Sugiono , 2006:244). Penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif, dimana analisa data tersebut dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus sehingga datanya sudah jenuh. (Miles dan Huberman, 1984 338). Langkah langkah yang dilakukan dalam penelitian boleh memilih salah satu tahapan di bawah ini sebagai berikut : I. Memeriksa semua data yang terkumpul, baik melalui observasi, wawancara, angket, atau dokumentasi, termasuk dilakukan editing dan penyortiran terhadap data yang tidak diperlukan. Hal ini, dilakukan untuk memastikan bahwa data yang akan dianalisis benar-benar sesuai dengan kebutuhan;



II. Membuat kategori-kategori data sesuai dengan jenis masalah yang akan dijawab dalam penelitian; III. Membuat kode terhadap pertanyaan yang diajukan untuk mempermudah proses pembuatan tabulasi data; IV. Membuat tabulasi data, yakni membuat tabel-tabel dan memasukan data ke dalam tabeltabel tersebut sesuai dengan variabel-variabel pertanyaan dan item-itemnya; V. Pembahasan data (hasil penelitian) sesuai dengan pendekatan penelitian yang dilakukan, kuantitatif atau kualitatif. Penelitian kuantitatif tentu pembahasan hasil penelitiannya dilakukan dengan menggunakan tes-tes uji statistik, dan penelitian kualitatif pembahasan hasil penelitian dengan menggunakan prosedur kerja analisis kualitatif. VI. Penafsiran terhadap hasil pembahasan data penelitian, sehingga dapat diperoleh jawaban terhadap masalah-masalah penelitian yang diajukan (Panduan Penyusunan Skripsi, 2013:85-86). Pandangan Suharsimi Arikunto, (2010:279) penelitian yang menggunakan studi kasus aktivitas analisis data dalam penelitian ini sebagai berikut: I. Klasifikasi Data Data yang telah diperoleh melalui proses pengumpulan data kemudian diklasifikasikan kedalam beberapa kategori, Klasifikasi data sangat diperlukan dalam memilah data sesuai dengan kategori penelitian untuk kemudian memudahkan dalam pengintrepretasian data. I. Interpretasi Data Data yang sudah diklasifikasikan kemudian diintrepretasikan dengan menggunakan teori-teori yang relavan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori mengenai pemberdayaan ekonomi masyarakat, ekonomi kreatif dan home industry.



I. Kesimpulan Setelah data yang telah terkumpul diklasifikasikan dan diinterpretasikan, langkah selanjutnya adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Tahap ini dilakukan untuk mempermudah menguasai data. Sementara analisis data secara kualitatif menurut M.B. Milles & A.M. Huberman (1984:21-23) memiliki langkah-langkah sebagai berikut : “a. Mereduksi data, b. Display data, c. Menyimpulkan dan verifikasi.” Adapun uraian penjelasannya sebagai berikut : a. Reduksi data (difokuskan pada hal-hal yang pokok) Dalam proses reduksi (rangkuman) data, dilakukan pencatatan di lapangan dan dirangkum dengan mencari hal-hal penting yang dapat mengungkap tema permasalahan. Catatan yang diperoleh di lapangan secara deskripsi, hasil konstruksinya disusun dalam bentuk refleksi. Atau data yang diperoleh di lapangan ditulis/diketik dalam bentuk uraian atau laporan yang terinci. Laporan ini akan terus menerus bertambah dan akan menambah kesulitan bila tidak segera dianalisis mulanya. Laporanlaporan itu perlu direduksi, dirangkum, dipilah hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema atau polanya. b. Display (Katagorisasi) Display data artinya mengkategorikan pada satuan-satuan analisis berdasarkan focus dan aspek permasalahan yang diteliti. Atau Data yang bertumpuk-tumpuk, laporan lapangan yang tebal, dengan sendirinya akan sukar melihat gambaran keseluruhan untuk mengambil kesimpulan yang tepat. Untuk hal-hal tersebut harus diusahakan membuat berbagai macam matriks, grafik, network dan charts. Dengan demikian peneliti dapat menguasai dan tidak tenggelam dalam tumpukan detail, karena membuat “display” juga merupakan analisis.



c. Mengambil kesimpulan dan verifikasi Langkah yang terakhir adalah menyimpulkan dan verifikasi (dibuktikan), dengan data-data baru yang memungkinkan diperoleh keabsahan hasil penelitian. Atau sejak awal peneliti harus berusaha untuk mencari makna data yang dikumpulkannya. Dari data yang diperoleh peneliti mencoba mengambil kesimpulan yang masih sangat tentatif, kabur, diragukan, tetapi dengan bertambahnya data, maka kesimpulan itu lebih “grounded”. Jadi kesimpulan senantiasa harus diverifikasi selama penelitian berlangsung. Penarikan kesimpulan dan verifikasi adalah sebagian dari satu kegiatan konfigurasi yang utuh. Oleh karena itu, menyimpulkan dan verifikasi (dibuktikan), dengan data-data baru yang memungkinkan diperoleh keabsahan hasil penelitian. Maka data-data harus dicek kembali pada catatan-catatan yang telah dibuat oleh peneliti dan selanjutnya membuat simpulan-simpulan sementara. Sedangkan Nasution (1992:130) mengemukakan, “bahwa upaya ini dilakukan dengan cara mencari pola, tema, hubungan, persamaan, hal-hal yang sering timbul, hipotesis, dan sebagainya.” Kesimpulan juga diverifikasi (diperiksa, dianalisis, dan ditinjau ulang pada catatan-catatan lapangan) selama penelitian berlangsung. Kesimpulan secara keseluruhan dapat diambil setelah pengumpulan data berakhir. Maka digambarkan seperti ini : Gambar 6.2 Analisis Data Penelitian



Ketiga macam kegiatan analisis yang disebut di atas saling berhubungan dan berlangsung terus menerus selama penelitian dilakukan. Jadi analisis adalah kegiatan yang kontinyu dari awal sampai akhir penelitian. Sementaran analisis kuantitatif adalah cara analisis data kuantitatif dilakukan dengan uji statistik, sesuai dengan ukuran variabel penelitian yang digunakan (ukuran nominal, ordinal, interval, internal, dan rasio). Langkah ini merupakan langkah terakhir dari kegiatan penelitian. Dalam menarik kesimpulan dari hasil analisis tidak boleh mendorong atau mengerahkan agar hipotesisnya terbukti. Adapun tekniknya an alisis kuantitatif yaitu : Cara analisis data kuantitatif dilakukan dengan uji statistik, sesuai dengan ukuran variabel penelitian yang digunakan (ukuran nominal, ordinal, interval, internal, dan rasio). Dalam menarik kesimpulan hasil analisis tidak boleh mendorong atau mengerahkan agar hipotesanya terbukti. Di sini peneliti harus bersifat jujur dan konsisten dalam menganalisis data penelitian dengan secara seobjektif. Adapun prosedur yang digunakan adalah :  Menentukan besarnya koefisien korelasi dengan ketentuan sebagai berikut :  Jika kedua variabel berdistribusi normal dan regresinya linier, koefisien dicari dengan menggunakan rumus korelasi rang spearman Djamaludin dalam Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi (1981). - Jika salah satu dari kedua variabel berdistribusi tidak normal atau regresinya tidak linier, maka koefisien korelasi dicari dengan rumus korealsi rank, Djamaludin dalam Masri Singarimbun dan Sofyan Efendi (1981).



 Untuk menentukan derajat korelasi, maka hasil korelasi akan dicocokkan dengan tingkat korelasi sebagai berikut :



Interval Koefisien 0.00 – 0.199 0.20 – 0.399 0.40 – 0.599 0.60 – 0.799 0.8 – 1.000



Tingkat Hubungan Sangat Rendah Rendah Sedang Kuat Sangat Kuat Sumber Sugiyono (1994:149)



 Uji signifikansi koefisien korelasi dengan menggunakan nilai t yang diperoleh dengan rumus sebagai berikut : Z=  Untuk menentukan besaran hubungan antara variabel, maka digunakan uji determinasi dengan rumus sebagai berikut : K= E = 100 ( 1 – K ) Keterangan : E = Indek prestasi ramalan K = Derajat tidak adanya korelasi 1 = Bilangan konstan R = Koefisien korelasi yang dicari Adapun pedoman interpretasi koefisiensi determinasi sebagaimana pada tabel sebagai berikut : Interval Koefisien 0%-4% 5 % - 16 %



Tingkat Hubungan Rendah Sekali Rendah tapi ada



17 % - 49 % Cukup berarti 50 % - 81 % Tinggi 82 % - 100 % Sangat Tinggi 8. Tahap-tahap Pelaksanaan Penelitian a. Tahap Persiapan Pada tahap ini, penulis menyusun proposal penelitian. Setelah selesai ditulis, kemudian diajukan kepada bagian akademik dan dikonsultasikan dengan dosen pembimbing guna diseminarkan. Setelah proposal diseminarkan dan diperbaiki sesuai dengan masukan-masukan dalam seminar dan dinyatakan layak untuk diteruskan dalam penelitian, maka langkah seterusnya peneliti menunggu untuk menentukan dosen pembimbing I dan pembimbing II dalam penulisan skripsi. pembimbing keluar, diteruskan untuk memproses surat izin penelilitian yang dikeluarkan oleh fakultas. Berdasarkan surat izin penelitian itulah peneliti turun ke lapangan pada bulan apa, tahun berapa, dengan lebih dahulu melapor kepada orang yang berpengaruh di tempat penelitian. Setelah mendapat izin dari mereka, barulah penulis melakukan kegiatan penelitian.surat SetelahSK Dalam tahap persiapan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, sebagai berikut ;



1. Ada keinginan / hasrat meneliti



Manusia senantiasa berusaha mencari kesempurnaan dan kebenaran, didorong oleh hasrat ingin tahunya yang selalu ada dan tidak pernah padam. Namun, banyak masalah belum juga terpecahkan ; di samping itu muncul masalah-masalah baru. Oleh karena itu, penelitian akan terus dilakukan guna mengabdi umat manusia berhubung penelitian lahir dari masalah kehidupan manusia itu sendiri yang memerlukan pemecahan. 2. Cara mencari kebenaran (a) Penemuan secara kebetulan



Penemuan ini datangnya tidak dapat diperhitungkan lebih dahulu. Keadaan tidak pasti dan tidak selalu memberi gambaran kebenaran. (b) Trial and error Ada usaha aktif untuk mencoba dan mencoba lagi. Pada saat mengadakan tindakan tidak ada kesadaran yang pasti mengenai pemecahan yang akan dilakukan. (sikap untung-untungan). (c) Periode authority and tradition Pendapat para pemimpin dijadikan doktrin yang harus diikuti tampa sesuatu kritik. (d) Berpikir kritis Manusia mempunyai kemampuan berpikir. Dengan silogisme diaturlah jalan pikiran, yaitu berpangkal pada premis-premis (kebenaran umum) diperoleh suatu kesimpulan (berpikir deduktif). Sebaliknya cara berpikir induktif berpijak pada fakta-fakta yang diperoleh dari pengalaman langsung, kemudian menarik kesimpulan secara umum. (e) Metode penelitian ilmiah Penelitian bersifat objektif, sebab kesimpulan hanya akan ditarik kalau dilandasi dengan bukti-bukti yang meyakinkan dan dikumpulkan melalui prosedur yang sistematis, jelas, dan dikontrol. Selanjutnya penulis menjajaki dan menilai keadaan lapangan sekaligus memilih dan menetapkan informan yang diperlukan. Informasi yang dipilih adalah yang memenuhi persyaratan seperti jujur, suka bicara, terbuka, taat, dan tidak termasuk anggota salah satu kelompok yang bertentangan dalam latar penelitian, serta mempunyai pandangan tertentu tentang peristiwa yang terjadi (Lexy J. Moleong, 1 994:90). Pada tahap ini, penulis juga mempersiapkan diri baik fisik maupun mental. Kesemuanya itu dilakukan agar pada tahap berikutnya penelitian dapat berjalan lancar.



b. Tahap Pelaksanaan Pada tahap ini, penulis berupaya memahami latar penelitian menurut Dewi Sadiah (2004:5457) bahwa “Tahapan pelaksanan penelitian meliputi tahap orientasi, tahap eksplorasi, tahap pengecekan sejawat (member cheek), dan tahap triangulasi.” Dengan tahapan-tahapan tersebut, dapat dijelaskan yaitu : Pertama, Tahap Orientasi, tahap ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang latar penelitian secara tepat. Pada tahap ini penulis berupaya mengetahui sesuatu yang diperlukan dalan penelitian, menjalin hubungan baik secara informal maupun formal tergantung pada karakteristik subyek yang akan diwawancarai atau diminta keterangannya fleksibilitas dan adabtabilitas cukup memegang peranan penting pada tahap ini. Kondisi seperti itu perlu terus penulis pertahankan agar proses pengumpulan data dapat berjalan dengan lancar. Untuk memahami masalah-masalah yang ada di lapangan peneliti mencoba memahami melalui aspekaspek sebagai berikut : a) Pemahaman petunjuk dan cara hidup, yaitu dengan sistem sosial, karena itu peneliti mengadakan kontak dengan orang-orang yang mempunyai pengaruh di latar penelitian. b) Pemahaman pandangan hidup, yaitu cara pandang seseorang atau organisasi terhadap obyek orang lain, kepercayaan dan lain-lain. c) Penyesuaian diri dengan lingkungan tempat penelitian. Pemahaman aspek-aspek tersebut, dilakukan melalui orang yang telah dikenal di latar penelitian serta teori-teori yang ada dengan memahami hal-hal di atas, peneliti akan mengerti manakala mendapat hambatan atau tantangan, sehingga tidak membuat prustasi, dan peneliti harus dapat menyesuaikan diri dengan budaya-budaya yang berlaku, artinya peneliti harus menerima nilai dan norma social yang ada selama ia berada di tempat penelitian. Kedua, Tahap Eksplorasi, adalah tahap untuk memperoleh informasi secara mendalam mengenai elemen-



elemen yang telah ditentukan untuk dicari keabsahannya, dengan menggali data dari lapangan melalui observasi, wawancara, angket, studi dokumentasi, dan studi pustaka. Dalam tahap ini, penulis mengadakan berbagai kegiatan pada bulan dan tahun sekian, mencari sumber data yang dapat dipercaya, membuat cara memperoleh data berupa form, memilih dan memilah data yang relevan, dan menyimpan data lewat bentuk-bentuk sebagai berikut : a) Catatan yaitu kata-kata yang tertulis secara singkat atau verbal dari lapangan, berupa prase, pokok isi pembicaraan atau pengamatan, gambar, rekaman pembicaraan, dan lainnya. Catatan merupakan alat penyambung antara apa yang didengar, dilihat, dirasakan, dicium, dan diraba, dengan catatan sebenarnya, serta dapat membantu peneliti saat membuat catatan lengkap (catatan lapangan). b) Catatan Lapangan, yaitu deskripsi lengkap tentang data singkat yang teruang dalam catatan. Catatan lapangan merupakan data yang akan dianalisis, disusun dengan segera di lapangan atau di rumah pada saat ingatan masih segar. Diperlukan demikian untuk menghindari ketidaklengkapan data, karena ingatan peneliti tidak akan mampu merekam apa yang diterimanya secara lengkap, manakala penyusun catatan lapangan tidak dilakukan dengan sengaja. Ketiga, Pengecekan Sejawat (member check), yaitu suatu tahap uji kritis terhadap data sementara yang diperoleh dari subyek penelitian sesuai dengan data yang ditampilkan subyek, dengan cara mengoreksi, merubah dan memperluas data tersebut sehingga menampilkan kasus terpercaya. Ini dilakukan pada bulan tahun sekian. Keempat, Triangulasi, dilakukan pada bulan tahun sekian, tahap ini yaitu tahap yang ditempuh dengan cara sebagai berikut : Membandingkan hasil observasi dengan hasil wawancara dan membandingkan informasi yang diperoleh dari pihak-pihak yang diteliti. c. Tahap Penyusunan Laporan Penelitian



Tahap ini, merupakan tahap terakhir di mana hasil-hasil penelitian disusun secara sistematis yang berupa karya ilmiah dalam bentuk skripsi. Skripsi yang telah selesai disusun, selanjutnya dipertanggungjawabkan secara ilmiah pada forum ujian resmi atau sidang untuk memperoleh pengesahan. Tidak semua pembaca menelaah laporan penelitian dari halaman pertama sampai halaman terakhir. Menurut Masri Singarimbun (1980:248), pembagian isi laporan penelitian secara berurutan sebagai berikut : “1. Judul laporan, 2. Kata pengantar, 3. Daftar isi, 4. Pendahuluan, 5. Tubuh laporan, 6. Ikhtisar, 7. Kepustakaan.” Suatu hal yang sangat penting dalam pelaporan penelitian adalah format atau sistematikanya. Pada waktu ini umumnya orang menggunakan format yang disesuaikan dengan langkah-langkah penelitian yang dilakukan di lembaganya masing-masing. Adapun lebih jelasnya tahap tahap pelaksanaan penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :



Gambar 6.3 Tahap-tahap Pelaksanaan Penelitian Persiapan (aktif – negatif)  Merumuskan (masalah, tujuan, hipotesa)  Menentukan metode penelitian (pola, sampel, teknik pengumpulan data, rencana analisa)  Jadwal penelitian  kepustakaan Usulan Penelitian Tugas Lapangan Mengumpulkan informasi sesuai dengan rencana :  Data primer dan data sekunder  Observasi



Pengolahan Data dan Analisis Data (aktif analitik, aktif kritik)  Editing, coding, tabulating  Analyzing.



H. Latihan-latihan 1. Apakah yang dimaksud dengan Latar Belakang Masalah, dan bagaimana tahapannya membuat Latar Belakang Masalah ? 2. Apakah yang Saudara ketahui tentang Kerangka Berpikir sesuai dengan judul penelitian masingmasing ?



3. Apakah yang dimaksud dengan hipotesis dalam pendekatan kuantitatif dan metode penelitian apa yan g digunakan dalam penelitian Saudara ? 4. Bagaimana Saudara menentukan jumlah sampel dengan menggunakan rumus Yamane, jika diketahui populasi jumlahnya 4000 orang dengan presisi + 5 % dengan tingkat kepercayaan 95 % . Berapa besar sampel yang diperlukan ?



5. Bagaimana perbedaan anatara analisis data kualitatif dan analisis data kuantitatif ?



BAB VII PENULISAN HASIL PENELITIAN



I. Teknik Penulisan Hasil Penelitian Penyajian hasil penelitian dapat menggunakan tiga macam menurut Tajul Arifin (2005:1) yakni 1. Penyajian verbal, 2. Matematis, dan 3. Penyajian visual. Adapun uraian lengkapnya yaitu : 1. Penyajian Verbal Penyajian verbal adalah penyajian hasil penelitian dalam bentuk kata-kata. Penyajian verbal yang baik dan benar hendaknya memenuhi syarat-syarat berikut : a. Tajam, artinya kata-kata yang dipakai secara tegas menyatakan yang dimaksud dalam konsep sehingga tidak memberikan kemungkinan tafsiran yang berbeda-beda. Jadi harus menyatakan apa adanya. b. Objektif, artinya kata-kata yang dipakai terhindar dari pernyataan-pernyatan yang subjektif dari penulis. Menerangkan apa adanya tentang objek penelitian ditunjang dengan informasi secukupnya. c. Ringkas, artinya kalimatnya tidak berbelit-belit dan terlalu panjang. Tapi kalimat dan alinea dalam penulisan hendaknya ringkas, tetapi padat. d. Kata ganti orang seperti “aka”, “saya”, atau “kami” sebaiknya diganti dengan perkataan penulis. 2. Penyajian Matematis Penyajian matematis adalah penyajian hasil penelitian dalam bentuk angka-angka atau simbol-simbol bilangan matematis lainnya. Angka-angka ini dapat diperoleh dari pembilangan, tabulasi, atau perhitungan-perhitungan statistika. Penyajian matematis sering menggunakan tabeltabel. Tabel adalah penampilan sistematis hasil pembilangan atau pekerjaan matematis lainnya dalam bentuk kolom-kolom atau lajur-lajur yang disusun sesuai kebutuhan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan tabel ialah :



a. Tidak usah memberikan uraian atau penjelasan panjang lebar tentang isi tabel karena tabel karena tabel merupakan pemadatan sejumlah besar data sehingga memudahkan cara melihat keseluruhan data. Jika tabel memerlukan komentar atau penjelasan, berikan sesingkat dan sejelas mungkin. b. Hindarkan pemotongan suatu tabel dengan terpisah pada halaman yang berbeda. c. Penukilan atau perujukan tabel hendaknya menggunakan nomor tabel, bukan menggunakan halaman naskah tempat tabel tercantum. d. Perkataan “tabel” beserta nomornya diketik di tengah halaman 3 spasi bawah kalimat yang mendahuluinya, kemudian judur tabel diketik 2 spasi bawah judul/nomor tabel. e. Keterangan atau catatan kaki ditulis 2 spasi di bawah garis harizontal terbawah tabel. f. Garis horizontal teratas dan terbawah pada tabel sama dengan garis-garis vertikel dari garis horizontal lainnya berupa garis tunggal. g. Ukuran, keterangan, atau simbol matematis dapat disingkat, umpamanya: % untuk persen, No. untuk nomor, tgl. Untuk tanggal, f untuk frekuensi, dan sebagainya. 3. Penyajian Visual Penyajian visual adalah penyajian hasil penelitian dengan menampilkan grafik, peta, gambar, dan sebagainya. Penyajian visual dimaksudkan sebagai kombinasi, pelengkap, atau konkretisasi sajian matematis dan verbal. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyajian visual sebagai berikut : a. Sajian visual hendaknya ditempatkan di belakang uraian matematis yang relevan serta masih dalam teks. Tidak seperti dalam tabel, nomor dan judul gambar dalam sajian visual hendaknya ditempatkan di bawah sajian visualnya.



b. Sajian visual dapat menggunakan beberapa bentuk antara lain : 1) Grafik garis atau poligon. Pada grafik garis disajikan nilai kuantitatif variabel dengan garis mendatar yang disebut sumbu X dan garis vertikal yang disebut sumbu Y. Poligonnya adalah garis yang menghubungkan titik yang menyatakan kuantitas dalam hubungan dengan kedua sumbu. 2) Grafik frekuensi kumulatif atau ogive. Dalam grafik sumbu Y dipakai sebagai sumbu frekuensi kumulatif yang sering dinyatakan dalam bentuk persentasi. 3) Grafik balok atau bar grap. Dalam grafik, kuantitas digambarkan dengan balok atau persegi empat atau persegi panjang. 4) Grafik lingkaran atau pie chart. Sajian kuantitas atau proporsi antarbagian dari kerseluruhan digambarkan dalam bentuk gambar lingkaran. 5) Piktogram. Sajian kuantitas besar disederhanakan menjadi kuantitas kecil dalam bentuk gambar grafis tertentu, umpamanya untuk tiap seribu ekor gajah digambarkan dengan satu ekor gajah. 6) Bagan. Penggambaran unit-unit atau fungsi-fungsi suatu sistem atau badan, umpamanya dalam bentuk susunan atau struktur suatu lembaga/organisasi. Kemudian pengetikan nomor, tanda baca dan simbol menurut Dadang Kuswana, (2011:272) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut : I. Nomor-nomor halaman bagian muka laporan hasil penelitian (sebelum Bab I) ditulis dengan angka Romawi kecil ditempatkan di kaki halaman persis di tengah-tengah, 1 cm tepi bawah; II. Nomor-nomor halaman bagian utama laporan hasil penelitian ditulis dengan angka-angka Arab diketik di sudut kanan atas halaman, 2 cm dari tepi atas dan kanan, kecuali



untuk halaman judul (Bab) diketik di kaki halaman persis di tengah-tengah, 1 cm dari tepi bawah; III. Dalam laporan hasil penelitian tidak boleh terdapat kesalahan menempatkan tanda-tanda baca: titik, koma, tanda penghubung, tanda kutip, tanda kurung, titik-titik, dan titi koma; IV. Angka-angka di awal kalimat hendaknya diketik secara verbal. Misalnya: “8 anggota Koperasi Pesantren Annur...” seharusnya diketik: “Delapan anggota Koperasi Pesantren Annur...”; V. Simbol-simbol seperti; akar, sigma, alpa, dan sebagainya yang tidak terdapat pada mesin tik bisa ditulis dengan pena yang menggunakan tinta berwarna hitam.



I. Kutipan, Catatan Kaki, Rujukan dan Daftar Pustaka 1. Kutipan Pengutipan pada sumber bacaan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengutipan langsung dan tidak langsung diperlukan kecermatan penulis untuk memahami isi kutipan tersebut. Sehingga pengutip dapat menggambarkan secara persis maksud yang sebenarnya dari bahan bacaan yang dikutip (Cik Hasan Bisri, 1997:126). Menurut Tim Penyusun Fak. Dakwah dan Komunikasi (2007: 124) bahwa kutipan adalah : I. Kutipan langsung dapat digunakan apabila sangat diperlukan, seperti kutipan ayat al-Quran, definisi, dan perbandingan arti bahasa. Dalam melakukan kutipan langsung, penulis tidak boleh melakukan perubahan apapun baik diri susunan kalimat, ejaan, dan tanda-tanda baca yang digunakan dari apa yang dikutip, misalnya, penulis tidak boleh menghilangkan sakal ayat al-Quran yang dikutipnya, tidak boleh menambah sakal pada hadis yang dikutip apabila dalam rujukan yang dikutipnya tidak terdapat sakal.



Kutipan langsung terdiri atas kutipan yang kurang dari lima baris dan yang lebih dari lima baris. Kutipan kurang dari lima baris, tidak ditulis secara terpisah dalam satu paragraf tersendiri, tetapi menjadi satu rangkaian dalam kata-kata dari suatu kalimat. Cara penulisannya diberi dua tanda petik (“__”) pada awal dan akhir kutipan dan diketik dua spasi. Awal kutipan diketik pada ketukan keenam, sedangkan baris berikutnya dimulai pada ketukan pertama. Kutipan diberi petunjuk dalam kurung ditempatkan nama singkat pengarang, tahun terbit, dan nomor halaman pada tempat terdapat kutipan tersebut. Ada tiga cara yang dapat dilakukan dalam penulisan rujukan sumber yang dikutip. Pertama, ditulis nama penulis, tahun terbitan, dan nomor halaman yang dikutip, diletakkan di dalam kurung, contoh : Hambatan menulis bagi para penulis pemula lebih merupakan dugaan, khayalan atau mitos semata (Aep Kusnawan, 2004:29). Kedua, ditulis nama penulis dan diletakan di luar kurung, sedangkan tahun penerbitan dan nomor halaman diletakan di dalam kurung, contoh : Aep Kusnawan (2004:29) menyatakan bahwa “hambatan menulis bagi para penulis pemula lebih merupakan dugaan, hayalan atau mitos semata.” Ketiga, sumber rujukan ditulis pada catatan kaki, yaitu tiga spasi di bawah naskah dengan menyebut nama penulis, judul buku atau artikel, nama penerbit, tempat penerbitan, tahun penerbitan, dan halaman tulisan yang dikutip, contoh : Hambatan menulis bagi para penulis pemula lebih merupakan dugaan, hayalan atau mitos semata. Memang mitos itu muncul bukan tanpa alasan. Alasan yang paling umum biasanya guna menutupi kemalasan mereka untuk berlatih. Sehingga dengan alasan mitos itu, maka mereka



mendapatkan legitimasi atas keengganannya untuk berlatih menulis. 1 Tiga spasi 1 Aep Kusnawan, Berdakwah Lewat Tulisan, Bandung: Mujahid Press, 2004, h. 29. I. Kutipan tidak langsung, penulis skripsi memiliki keleluasaan dalam merumuskan kutipan itu. Baik gaya bahasa maupun pandangannya. Oleh karena itu, perubahan ungkapan dari teks aslinya merupakan sesuatu yang wajar dilakukan. Cara penulisan kutipan tidak langsung ialah: Kutipan diintegrasikan langsung dengan teks; jarak antara baris dengan baris dua spasi (normal); kutipan tidak diapit dengan tanda petik (“---“), kutipan diberi petunjuk dalam kurung ditempatkan nama singkat pengarang, tahun terbit, dan nomor halaman pada tempat terdapat kutipan tersebut; untuk kutipan pada catatan kaki dilakukan bila kutipan tersebut panjang. 2. Catatan Kaki Model Turaiban menggunakan catatan kaki (footnote) untuk menunjukkan referensi yang dikutip (Irawan Soehartono, 2000:98). Catatan kaki merupakan keterangan yang dipandang tidak layak dimasukan di dalam naskah. Ia berisi keterangan tentang rujukan yang digunakan dan catatan tambahan yang sangat penting. Catatan tambahan itu dapat berupa komentar penulis yang berhubungan dengan isi naskah atau keterangan tambahan yang berhubungan dengan isi naskah. Antara isi naskah dengan isi catatan kaki dibatasi oleh garis pemisah, yang terletak tiga spasi di bawah isi naskah terakhir. Jarak antara garis pemisah dengan isi catatan kaki adalah satu spasi. Sedangkan akhir isi catatan kaki diletakan pada garis naskah terakhir, yaitu tiga sentimeter dari tepi bawah kertas.



Garis pemisah antara naskah dengan catatan kaki, diketik 13 atau 15 ketukan. Isi catatan kaki ditulis satu baris di bawah garis pemisah. Jarak pengertian isi catatan kaki adalah satu spasi dan dimulai pada ketukan keenam. Sedangkan nomor catatan kaki ditulis secara berurutan, masing-masing dimulai pada ketukan keenam. Penomoran urutan catatan kaki dan penulisan isinya dalam skripsi sebaiknya ditulis pada halaman yang sama dengan isi naskah, kecuali apabila terpaksa dilanjutkan pada halaman berikutnya. Hal itu dapat terjadi apabila isi catatan kaki itu sangat padat dan banyak. Pada catatan kaki (footnote) juga menggunakan istilah-istilah ibid, op cit, dan loc cit, (Irawan Soehartono, 2000:98). Ibid, berasal dari bahasa Latin ibidem (sama dengan di atas atau pada tempat yang sama). Pada umumnya ibid, ditulis dengan huruf miring atau diberi garis bawah. Singkatan ibid, digunakan apabila sumber kutipan pertama diikuti dengan kutipan berikutnya yang sumbernya sama tanpa diselingi dengan sumber kutipan lain. Bila nomor halaman yang dikutip sama dengan di atasnya, kata ibid, tidak perlu diikuti nomor halaman. Tapi bila nomor halaman yang dikutip berbeda, nomor halaman harus disebutkan (Djarwanto PS., 1984:111). Op. cit., berasal dari bahasa Latin opera citato, artinya dalam karya yang telah dikutip (dikutip terlebih dahulu). Singkatan op.cip. digunakan bila suatu kutipan berasal dari sumber yang pernah dikutip tetapi telah diselingi dengan pengutipan dari sumber lain. Penulisannya dimiringkan atau diberi garis bawah. Kata op.cit. ditulis setelah nama pengarang, dan setelah kata op.cit. ditulis nomor halamannya (Djarwanto PS., 1984:111). Loc. cit., berasal dari bahasa Latin loco citato, artinya tempat yang pernah dikutip. Singkatan loc. cit. digunakan seperti pada op. cit, tetapi menunjukkan pada tempat atau halaman yang sama dengan sumber yang pernah dikutip.



Sebelum kata op. cit. nama pengarang harus disebutkan terlebih dahulu, dan nomor halaman tidak perlu dicantumkan (Djarwanto PS., 1984:111). Baik pada op. cit., maupun loc. cit., bila kebetulan seseorang telah menulis lebih dari satu buku dan semuanya digunakan sebagai sumber kutipan, maka di samping nama pengarang harus disebutkan pula judul karangannya, baru kemudian ditulis op. cit. atau loc. cit. berikut ini akan diberikan contoh dalam membuat footnote. 3 spasi



(13-15 Ketukan)



1. Syukriadi Sambas, Filsafat Dakwah (Bandung: KP-HADID Fakultas Dakwah 1999), h. 25. 2. Ibid. 3. Ibid., h. 27. 4. Nanih Machendrawaty, Identitas dan Eksperimentasi Management Dakwah (Bandung:KPHADID Fakultas Dakwah, 1999),h. 95. 5. Sambas, op. cit., h. 29. 6. Syukriadi Sambas, Konstruksi Keilmuan DakwahIslam Perspektif Filsafat Ilmu (Bandung:KPHADID Fakultas Dakwah, 1995), h.35. 7. Sambas, Filsafat Dakwah, loc. cit. 8. Sambas, Kontruksi Keilmuan Dakwah Islam Perspektif Filsafat Ilmu, loc. cit. 3. Rujukan dan Daftar Pustaka A. Rujukan Model APA (American Psychological Association) menunjukan referensi oleh nama penulis tahun penerbitan dan halaman, ada tiga cara yaitu :



1. Ditulis nama pen ulis, tahun penerbitan, dan nomor halaman yang dikutip diletakan di dalam kurung.



2. Ditulis nama penulis dan diletakan di luar kurung. Sedangkan tahun penerbitan dan nomor halaman diletakan di dalam dua tanda kurung. 3. Ditulis dalam catatan kaki, tiga spasi di bawah naskah dengan menyebutkan nama penulis, judul buku, nama penerbit, tempat penerbitan, tahun penerbitan, dan halaman tulisan yang dikutip. Jika kutipan merupakan kutipan langsung, artinya kata demi kata diambil dari sumbernya, ditunjukkan juga nomor halaman sumbernya. Jika nama penulis sudah termasuk dalam uraian, maka untuk menunjukkan referensi dicantumkan tahun penerbitan dalam tanda kurung langsung setelah nama penulis tersebut. Jika nama penulis tidak termasuk dalam uraian, maka referensi ditunjukkan oleh nama penulis dan tahun penerbitan dalam tanda kurung yang dibatasi oleh koma. Pada akhir kutipan langsung, dicantumkan nomor halaman dalam tanda kurung. Jika nama penulis tidak disebutkan dalam uraian, pada akhir kutipan langsung, referensinya ditunjukkan dengan menyebut nama, tahun terbitan, dan nomor halaman yang semuanya ditulis dalam tanda kurung (Dewi Sadiah, 2014:98). b. Daftar pustaka atau daftar bacaan memuat keterangan tentang bacaan yang dijadikan rujukan dalam proses penulisan skripsi, ia dapat berupa buku, majalah, jurnal, artikel, kumpulan karangan, hasil (laporan) penelitian, dan lain-lain. Penyusunan daftar pustaka dapat dilakukan dengan beberapa cara. Cara pertama, dengan susunan: Nama penulis, tahun penerbitan, judul tulisan, volume atau jilid (apabila ada), nama penerbit, dan tempat penerbitan. Cara kedua, dengan susunan: nama penulis, tahun penerbitan, judul tulisan, volume atau jilid (apabila ada), tempat penerbitan dan nama penerbit. Cara ketiga, dengan susunan : Nama penulis, judul



tulisan, volume atau jilid (apabila ada), tempat penerbitan, nama penerbit, dan tahun penerbitan (Cik Hasan Bisri, 1997:95-101). Contoh pertama : Asep Saepul Muhtadi 2014 Metode Penelitian Dakwah: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. Rosdakarya: Bandung. Contoh kedua : Asep Saepul Muhtadi. 2014. Metode Penelitian Dakwah. Bandung: Rosdakarya. Contoh ketiga : Asep Saepul Muhtadi. Metode Penelitian Dakwah. Bandung: Rosdakarya. 2014. I. Pengetikan Skripsi 1. Jenis dan Ukuran Kertas Jenis kertas yang digunakan untuk penulisan laporan penelitian adalah : I. Kertas yang digunakan untuk mengetik skripsi adalah kertas HVS 70 gram atau 80 gram berukuran 28 x 21,5 cm (kwarto) dengan warna putih. II. Kertas yang digunakan untuk sampul luar setelah laporan penelitian lulus dalam sidang munaqasah adalah jenis kertas karton buffalo atau linen dengan bahan hard cover berwarna coklat muda. III. Kertas yang digunakan antara bab yang satu dengan bab yang lain diberi pembatas dengan jenis kertas dorslah (doorslag) dengan warna coklat muda sesuai dengan warna sampul (kulit luar). a. Teknik Pengetikan dan Jenis Huruf A. Pengetikan Naskah a. Pengetikan naskah skripsi dengan menggunakan komputer adalah : A. Pinggir atas : 4 cm dari tepi kertas



B. Pinggir kiri : 4 cm dari tepi kertas C. Pinggir bawah : 3 cm dari tepi kertas D. Pinggir kanan : 3 cm dari tepi kertas b. Pengetikan hanya dilakukan pada satu muka kertas atau tidak boleh bolak balik. c. Jenis huruf yang digunakan adalah Times New Roman atau huruf yang setara. d. Ukuran huruf yang digunakan adalah : A. Untuk isi naskah menggunakan ukuran font 12; B. Untuk judul menggunakan ukuran font 16; C. Untuk nama penulis menggunakan ukuran font 14; D. Untuk nama lembaga menggunakan ukuran font 16. e. Spasi dalam pengetikan naskah adalah : A. Jarak antara baris yang satu dengan baris berikutnya adalah 2 (dua spasi); B. Jarak antara petunjuk bab (misalnya, BAB 1) dengan tajuk bab (misalnya, PENDAHULUAN) adalah 2 (dua) spasi; C. Jarak antara tajuk bab (judul bab) dengan teks pertama yang ditulis atau antara tajuk bab dengan tajuk anak bab adalah 4 (empat) spasi; D. Jarak antara tajuk anak bab dengan baris pertama teks adalah dua spasi dan paragraf teks diketik menjorok ke dalam 1.27 cm; E. Jarak antara baris akhir teks dengan tajuk anak bab berikutnya adalah empat spasi. F. Jarak antara teks dengan tabel, gambar, grafik, diagram adalah 3 spasi; G. Paragraf baru diketik menjorok ke dalam 1.27 cm dari margin kiri teks, dan jarak antara alinea satu dengan paragraf yang lain 2 (dua) spasi;



H. Penulisan petubjuk bab dan tajuk bab ditempatkan pada tengah dan halaman baru. f. Jumlah halaman dalam penulisan laporan penelitian (skripsi) minimal berjumlah 60 halaman, terhitung mulai Bab I (Pendahuluan). g. Lampiran ditempatkan pada bagian akhir penulisan laporan. B. Pengetikan Abstrak a. Jarak spasi dalam pengetikan abstrak adalah satu spasi; b. Jarak antara judul abstrak dengan teks pertama abstrak adalah 4 (empat) spasi; c. Jarak antara paragraf satu dengan yang lain adalah satu spasi; d. Paragraf baru diketik menon jol 1.27 dari margin kiri teks. e. Panjang abstrak maksimal satu halaman; f. Penulisan abstrak sekurang-kurangnya berisi hal-hal sebagai berikut : A. Latar belakang penelitian (masalah) yang diteliti sebanyak-banyaknya satu paragraf; B. Tujuan penelitian ditulis sebanyak-banyaknya satu paragraf; C. Kerangka pemikiran sebanyak-banayknya satu paragraf; D. Metode, pendekatan, dan teknik pengumpulan data sebanyak-banyaknya satu paragraf; E. Hasil penelitian sebanyak-banyaknya satu paragraf; F. Kesimpulan penelitian sebanyak-banyaknya satu paragraf. c. Sistem Penomoran Ada dua cara dalam pemberian tanda penomoran pada daftar isi dan pembahasan sebagai berikut :



Pertama, alphameric (campuran) yaitu penomoran dengan menggunakan angka romawi, angka Arab, huruf besar dan huruf kecil, seperti : BAB I I. Sub Bab a. Sub-sub bab A. ................. i. .................. 1. ................. 1. ................ a. ................ 2. Sub-sub bab I. .................. a. ................ A. ................ i. .............. 1. ................



Kedua, system decimal (persepuluhan), seperti :



BAB I



1. Sub bab a. Sub-sub bab i. ............... 1. .................. 1. Sub bab a. Sub-sub bab i. ............ 1.2.1.1.1 ............. Menurut Djarwanto PS. (1984:88) sistem penomoran pada halaman-halaman skripsi terdapat beberapa cara yang dapat digunakan antara lain sebagai berikut :



I. Nomor halaman diletakkan di pusat halaman, bagian atas atau bagian bawah. II. Nomor halaman diletakkan di tepi, biasanya sebelah kanan atas. III. Mengkombinasikan penempatan nomor halaman di tepi dan di tengah. Di tepi untuk halaman-halaman biasa dan di tengah untuk halaman judul bab baru. Namun, untuk keseragaman penulisan nomor halaman pada skripsi, dapat diikuti cara-cara seperti berikut : I. Untuk bagian awal (preliminary section) nomor halaman diletakkan di tengah halaman bagian bawah. Nomor halaman ini diketik dua spasi dari batas ruang ketikan bagian bawah. Nomor halaman pada halaman judul skripsi tidak dicantumkan tetapi diperhitungkan. Angka yang digunakan pada bagian ini adalah angka Romawi kecil, seperti: i, ii, iii, iv, v, vi, vii, dan seterusnya. II. Untuk bagian tengah (contents) dan bagian akhir (reference section) nomor halaman ditempatkan di tepi sebelah kanan atas, dua spasi di atas baris pertama, lurus dengan tepi kanan naskah. Angka yang digunakan adalah angka Arab, seperti : 1, 2, 3, 4, 5, dan seterusnya. BAB PENDAHULUAN yang ditempatkan pada halaman pertama naskah utama skripsi tidak dibubuhi nomor 1 (angka Arab). Baru pada halaman berikutnya diberi nomor 2 dan seterusnya, sampai akhir halaman LAMPIRAN. Setiap halaman judul bab baru (selain BAB PENDAHULUAN), nomor halaman ditempatkan di tengah halaman bagian bawah. III. Nomor-nomor halaman pada bagian muka, bagian tengah, dan bagian akhir skripsi hendaknya dibiarkan berdiri sendiri, tidak dibubuhi tanda-tanda lainnya, seperti: -i-, -ii-, -iii-, -iv-, v; (i), (ii), (iii), (iv), (v); -1-, -2-, -3-, -4-, -5-; (1), (2), (3), (4), (5), dan lain-lain (Djarwanto PS., 1984:89; Cik Hasan Bisri, 1997:144).



?



?



IV. Latihan-latihan 1. Bagaimana penyajian hasil penelitian menurut Tajul Arifin dalam menyusun skripsi jelaskan 2. Berikan contoh masing-masing tentang Kutipan, Rujukan dan Daftar Pustaka ? 3. Apa yang Saudara ketahui tentang pemahaman abstrak ? 4. Apa yang dimaksud dengan alphameric dan system decimal jelaskan dan berikan contohnya 5. Apakah yang Saudara ketahui tentang ibid, loc cit, dan op cit jelaskan dan berikan contohnya



?



BAB VIII CONTOH PROPOSAL PENELITIAN MAHASISWA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SGD BANDUNG I. BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM Contoh-contoh Judul Skripsi Mahasiswa yaitu :



I. Implikasi Perbedaan Pemahaman Keagamaan Islam terhadap Ketentraman Keluarga. a. Bimbingan Rohani Islam terhadap Pasien di Rumah Sakit. b. Muhasabah sebagai Proses Konseling. c. Konsep Kesehatan Mental dan Langkah-langkah Pembentukannya Menurut AlGhazali. d. Motivasi Santri dalam Mengikuti Bimbingan Keagamaan di Pondok Pesantren Syamsul Ma’arif. e. Metode Psikoterapi Islam Encep Burdah. f. Proses Bimbingan Islam terhadap Remaja.



Judul Penelitiannya : PELAKSANAAN BIMBINGAN AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN KETENANGAN JIWA WARGA BINAAN LAPAS KELAS I SUKAMISKIN Oleh : Sabila Luthfani NIM: 1210401087 PROPOSAL PENELITIAN



I. Latar Belakang Masalah



Manusia adalah makhluk paling sempurna yang Allah ciptakan dibandingkan dengan lainnya, karena manusia memiliki pikiran dan perasaan yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Allah menurunkan agama Islam sebagai penuntun jalan bagi manusia agar mereka tidak mudah tersesat.



Agama merupakan tolak ukur bagi seseorang untuk melakukan suatu perbuatan, karena di dalam agama terkandung aturan yang Allah berikan dalam menjalani hidup. Aturan tersebut



bukan sebatas hubungan manusia dengan Allah, akan tetapi aturan hubungan antara manusia dan hubungan dengan lingkungan. Gejala-gejala tidak tenang jiwa seseorang adalah mudah cemas, takut, emosi yang meluap-luap dan tidak terkendali, sehingga ia tidak dapat bersahabat dengan diri sendiri ataupun dengan orang lain. Seseorang membutuhkan pembimbing dalam proses pengenalan diri dan agama. Dibutuhkan berbagai proses untuk mengenal agama Islam, yakni dengan bantuan pembimbing yang memberikan pemahaman yang dapat diterima oleh orang tersebut sehingga dijadikan acuan dalam hidup. Maka, seseorang yang memiliki jiwa tenang terhindar dari gejala gangguan-gangguan jiwa. Menurut Wiryo Setiana (2012) bahwa manusia yang mempunyai kelainan jasmani dan mental, biasanya mereka memiliki perilaku abnormal seperti sosiapatik (tidak dapat menyesuaikan diri), penyimpangan sosial yang dapat melakukan hal-hal kriminal atau melanggar aturan dan norma. Seseorang yang melanggar aturan dan norma seperti di Indonesia dapat dikenakan hukuman dan sanksi sesuai undang-undang yang telah ditetapkan. Seseorang yang telah terbukti bersalah seperti judi, mencuri, membunuh, korupsi, dan tindakan kriminal lainnya akan mendapatkan hukuman dipenjara dan orang tersebut dikenal dengan sebutan narapidana atau warga binaan. Bimbingan agama Islam merupakan salah satu bimbingan yang tepat untuk seseorang yang kurang mendapatkan ketenangan jiwa. Melalui bimbingan agama, seseorang akan mendapatkan ketenangan jiwa sehingga tindakannya sesuai dengan syariat Allah Swt. Lapas kelas I Sukamiskin merupakan tempat bagi warga binaan yang telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan tindak kriminal lainnya untuk dewasa muda. Pada tanggal 22 Juni 2010 telah dilakukan penandatanganan Prasasti oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.



Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jawa Barat, Lapas Kelas I Sukamiskin mempunyai tugas melakukan pembinaan guna meningkatkan kualitas narapidana, meliputi kualitas ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa; kualitas intelektual, kualitas sikap dan perilaku; kualitas profesionalisme; dan kualitas kesehatan jasmani dan rohani serta kualitas keamanan dalam pelayanan. Misi Lapas Kelas I Sukamiskin melaksanakan pembinaan sekaligus mempersiapkan warga binaan agar siap kembali ke masyarakat dan menjadi manusia yang berperan aktif dalam pembangunan negara melalui program.



I. Pembinaan rohani (mental) dalam agama dan emosional. II. Pembinaan keterampilan (soft skill) yang kebutuhan di masyarakat. III. Perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia bagi warga binaan. IV. Menjaga keamanan bagi masyarakat, petugas dan warga binaan. V. Menjadi Lapas yang akuntable dan pelayanan prima bagi publik.



Terdapat dua kategori yang menjadi warga binaan di Lapas yaitu, orang yang sengaja melakukan tindakan kriminal, sehingga dia menjadi warga binaan Lapas dan orang yang tidak sengaja melakukan hal yang dianggap kriminal sehingga menyebabkan dia menjadi warga binaan di Lapas. Lapas Kelas I Sukamiskin mengadakan program bimbingan agama Islam untuk warga binaan yang beragama Islam. Awalnya program mini wajib diikuti setiap warga binaan yang beragama Islam, akan tetapi saat ini program tersebut hanya diwajibkan tiga bulan pertama masuk menjadi warga binaan. Ag ar mengetahui proses yang terjadi serta mengetahui metode dan materi yang diberikan dan hasil dari bimbingan agama Islam terhadap pemahaman dan kesadaran dalam



beragama. Maka, peneliti mengangkat sebuah judul “Pelaksanaan Bimbingan Agama Islam dalam Meningkatkan Ketenangan Jiwa Warga Binaan Lapas Kelas I Sukamiskin Bandung”, (Studi Deskriptif di Lapas Kelas I Sukamiskin Bandung).



I. Rumusan Masalah a. Apa program bimbingan agama Islam di Lapas Kelas I Sukamiskin ? h. Bagaimana proses bimbingan Islam di Lapas Kelas I Sukamiskin ? i. Bagaimana hasil dari kegiatan bimbingan dengan sebelum mengikuti kegiatan bimbingan agama Islam di Lapas Kelas I Bandung ?



I. Tujuan Penelitian



1. Untuk mengetahui program bimbingan agama Islam di Lapas Kelas I sukamiskin. 2. Untuk mengetahui proses bimbingan Islam di Lapas Kelas I Sukamiskin. 3. Untuk mengetahui hasil dari kegiatan bimbingan dengan sebelum mengikuti kegiatan bimbingan agama Islam di Lapas Kelas 1 Bandung. D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoretis Manfaat teoretis dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi keilmuan tentang bimbingan agama islam mengenai proses, metode, dan materi yang diberikan kepada warga binaan di Lapas serta dapat menjadi salah satu karya ilmiah yang dapat menambah koleksi kepustakaan Islam dan bermanfaat bagi kalangan akademis pada khususnya serta masyarakat pada umumnya. 2. Kegunaan Pratis



Penelitian ini, diharapkan memberikan manfaat dalam pelaksanaan bimbingan agama islam bagi peneliti mengenai proses, materi, dan metode di Lapas Kelas 1 Sukamiskin yang menghasilkan baik pada pemahaman dan kesadaran warga binaan. Dapat bermanfaat pula bagi Lapas Kelas 1 Sukamiskin sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan bimbingan agama Islam khususnya pada pembina pesantren Lapas dalam melaksanakan kegiatan bimbingan agama Islam guna meningkatkan kesadaran diri dalam beragama Islam terhadap warga binaan Lapas Kelas 1 Sukamiskin.



I. Tinjauan Pustaka



Skripsi Badriyatul ‘Ulya dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul “Bimbingan Agama Islam Bagi Narapidana Anak di LPA Blitar” pada tahun 2010. Skripsi ini, menjelaskan bahwa bimbingan agama Islam adalah bentuk tindakan, usaha pemberian bantuan kepada seseorang atau sekelompok orang dalam membuat pilihan secara bijaksana, serta mengarahkan kembali sikap, pandangan dan tata cara kehidupan seseorang yang karena suatu hal, menyebabkan dia melakukan perbuatanperbuatan yang bertentangan dengan norma masyarakat yang menyebabkan dia masuk lembaga permasyarakatan agar dapat kembali menjalani tata cara kehidupan secara wajar dan mampu menghadapi terhadap tuntutan-tuntutan hidupnya yang dimana bantuan itu bersifat psikologis serta berdasarkan ajaran agama Islam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan bimbingan agama Islam bagi Narapidana anak di LPA Blitar menggunakan beberapa metode diantaranya: Metode Bimbingan Kelompok meliputi; metode praktik, metode menghafal/pemberian tugas. Sedangkan materi yang digunakan dalam bimbingan agama Islam adalah: Aqidah, akhlak, ubudiyah, serta al-Quran.



Skripsi M. Khoirur Rofik dari IAIN Wali Songo Semarang yang berjudul “Implementasi Pembinaan Keagamaan melalui Madrasah Diniyah di Lembaga Permasyarakatan Kelas 1 Kedungpane Semarang”, pada tahun 2009. Skripsi ini menjelaskan bahwa bentuk pembinaan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan di antaranya, dengan memberikan pembinaan keagamaan bagi narapidana. Dengan pembinaan keagamaan tersebut, diharapkan para narapidana sadar akan perbuatannya dan bertaubat sehingga kembali pada jalan yang benar serta tegar dalam menjalani kehidupan. Salah satu Lembaga Pemasyarakatan berperan membina narapidana di wilayah Jawa Tengah yaitu; Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedungpane, tepatnya terletak di Kelurahan Wates Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang. Sebagai kota yang sedang berkembang dan merupakan ibu kota Jawa Tengah, Semarang tercatat sebagai kota yang memiliki tingkat kriminalitas yang cukup tinggi. Oleh sebab itu, Lembaga Pemasyarakatan ikut turut andil dalam memberikan pembinaan bagi narapidana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : Pembinaan bagi narapidana yang diberikan di Lapas Kelas 1 Kedungpane Semarang sebagian di antaranya adalah pembinaan keagamaan dengan menggunakan Madrasah Diniyah sebagai sarana pembelajaran dan penanaman nilai-nilai agama. Meskipun narapidana merupakan para pelanggar hukum, karena mereka tetap mendapat hak untuk mendapatkan perawatan baik perawatan rohani maupun jasmani.



I. Kerangka Berpikir



Berawal dari pemikiran bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja maupun dewasa, agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri,



dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berkalu, (Prayitono, 2004:99). Pelaksanaan bimbingan agama Islam di Lapas merupakan serangkaian kegiatan yang mengarahkan secara sistematis dengan tujuan membantu warga binaan untuk meningkatkan kesadaran warga binaan dalam beragama agar menjadikan ketenangan jiwa bagi warga binaan. Seperti yang terkandung dalam Q.S. Ar-Rad:11 yang artinya : Bagi manusia ada manusia ada malaikai-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tak ada perlindungan bagi mereka selain Dia, (Fadhil Abdurrahman, dkk., 2005:251). Maksud ayat di atas, menjelaskan bahwa Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum kecuali dia mengubah keadaan hidupnya oleh usahanya sendiri. Misalnya seseorang menjadi warga binaan karena sebelumnya ia tidak sadar akan keharusannya berpegang teguh pada agama sehingga ia melakukan tindakan kriminal. Pada keadaan itu Allah tidak akan mengampuni dosanya dan merubah kesadaran dirinya terhadap beragama kecuali dirinya sendiri mau bertaubat dan sadar akan keharusannya dalam beragama. Seseorang yang membutuhkan bimbingan agama Islam adalah orang yang selalu mengeluh, merasa tidak cocok dengan orang lain, tidak bersemangat dalam memikul tanggung jawab, hidupnya dipenuhi dengan kegelisahan, cemas dan mudah diserang oleh penyakit-penyakit yang jarang diobati. Di samping itu pula orang yang dalam hidupnya suka mengganggu, melanggar hak dan ketenangan jiwa orang lain, suka mengadu domba, memfitnah, menyeleweng, menganiaya,



menipu dan sebagainya (Zakiah Daradjat, 1983:10). Tidak seorang pun yang tidak ingin menikmati ketenangan dalam semuanya kebahagiaan dalam hidup. Semua orang akan berusaha mencarinya, meskipun tidak semuanya dapat mencapai yang diingininya itu. Bermacam sebab dan rintangan yang mungkin terjadi, sehingga banyak orang yang mengalami kegelisahan, kecemasan, dan ketidakpuasan. Sesungguhnya ketenangan hidup ketentraman jiwa atau kebahagian batin, tidak banyak tergantung kepada faktor-faktor luar seperti keadaan sosial, ekonomi, politik, adat kebiasaan, dan sebagainya, akan tetapi lebih tergantung kepada cara dan sikap menghadapi faktor-faktor tersebut (Zakiah Daradjat, 1983:15). Jadi yang menentukan ketenangan dan kebahagiaan hidup adalah kesehatan mental. Kesehatan mental itulah yang menentukan tanggapan seseorang terhadap suatu persoalan dan kemampuannya menyesuaikan diri. Kesehatan mental pulalah yang menentukan apakah orang akan mempunyai kegairahan untuk hidup atau akan pasif dan tidak bersemangat (Zakiah Daradjat, 1983:15). Proses membantu warga binaan untuk meningkatkan ketenangan jiwa dalam diri warga binaan yang dilakukan oleh Lapas Kelas 1 Sukamiskin merupakan bagian dakwah Islam. Dakwah adalah segala aktivitas dan kigiatan mengajak orang untuk berubah dari suatu situasi yang mengandung nilai yang Islami. Aktivitas dan kegiatan tersebut dilakukan sebagai wujud perilaku keislaman muslim yang melibatkan unsur da’i pesan, media, metode, mad’u, dan respons. Tujuannya tidak terlepas dari upaya untuk merubah pemahaman, sikapdan perilaku mad’u ke arah yang sesuai dengan pesan dakwah dalam rangka memperoleh ridha Allah (Aef Kusnawan, 2009:16). Ada beberapa metode yang Al-Quran sampaikan kepada kita dalam pelaksanaan mengajak pada kebaikan yaitu; Q.S. An-Nahl:125 yang artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan



bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”, (Abdurrahman, 2005:282). Program bimbingan agama Islam di Lapas Kelas 1 Sukamiskin dilakukan oleh pembimbing dengan sarana dan prasarana yang memadai dan didukung dengan praktisi pembimbing yang ahli diharapkan dapat menghasilkan warga binaan yang mampu mengenal diri dan sadar akan fitrahnya sebagai makhluk Tuhan yang beragama sehingga warga binaan mendapatkan ketenangan jiwa dalam hidup. Pandangan Ahmad Tafsir, (2012:115) bahwa memberikan pemahaman mengenai konsep-konsep Islam diharapkan dapat menjadi sebuah prinsip warga binaan dalam beragama untuk memberikan pemahaman warga binaan mengenai prinsip dalam beragama. Pertama, yang bersifat doktrin, yaitu prinsip yang berupa yang harus diajarkan dan diterima apa adanya. Dasar penerimaannya ialah keyakinan bahwa itu benar karena datang dari yang Mahabenar. Kedua, prinsip-prinsip yang bukan doktrin. Ia merupakan butiran-butiran ajaran agama Islam yang khilafiahnya adalah ajaran Islam yang ditunjuk oleh dalil ghayr muhkam atau yang disebut juga dalil-dalil mutasyabihat. Ajaran-ajaran yang berasal dari dali-dalil yang ghayr muhkam berupa prinsip-prinsip yang diperdebatkan oleh para ulama.



Pemahaman mengenai ajaran Islam yang didapat oleh warga binaan diharapkan dapat menjadi bahan pemikiran agar warga binaan dapat menyelesaikan masalah dan melaksanakan ibadah dengan suasana ati yang tenang dan ikhlas. Menurut Abu Ahmadi (2009:83) memberikan pemahaman merupakan gejala kognisi. Gejala kognisi adalah memberikan hal yang dapat ditanggapi sehingga diingat dan dipikirkan oleh seseorang. Berpikir adalah aktivitas psikis yang intensional dan terjadi apabila seseorang menjumpai masalah yang harus dipecahkan. Dengan demikian, dalam berpikir itu seseorang



menghubungkan pengertian satu dengan pengertian lainnya dalam rangka mendapatkan pemecahan persoalan yang dihadapi. Selanjutnya setelah pemahaman tersebut menjadi bahan pemikiran maka, diharapkan akan mempengaruhi pada gejala perasaan (afektif). Gejala perasaan kita menurut Abu Ahmadi, 2009:102 ter gantung pada :



I. Keadaan jasmani; misalnya; badan kita dalam keadaan sakit, perasaan kita lebih mudah tersinggung daripada kalau badan kita dalam keadaan sehat dan segar. II. Pembawaan; ada orang yang mempunyai pembawaan berperasaan halus, sebaiknya ada pula yang kebal perasannya. III. Perasaan seseorang berkembang sejak ia mengalami sesuatu. Karena itu, mudah dimengerti bahwa keadaan yang pernah mempengaruhinya dapat memberikan corak dalam perkembangan perasaannya.



Klasifikasi perasaan Ketuhanan menurut Konhnstamm (Abu Ahmadi, 2009:103) bahwa perasaan ini berkaitan dengan kekuasaan Tuhan. Salah satu kelebihan manusia sebagai makhluk Tuhan adalah dianugerahkannya kemampuan mengenal Tuhan. Perasaan ini digolongkan pada peristiwa psikis yang paling mulia dan luhur. Oleh karena itu, pemilihan pola hidup religius adalah keputusan pribadi paling asasi dan memberikan kekuatan dalam menghadapi segala badai topan kehidupan.



Gambar 1.1 Skema Pelaksanaan Bimbingan Agama Islam dalam Meningkatkan Ketenangan Jiwa Warga Binaan Lapas Kelas 1 Sukamiskin



Feed Back Adapun penjelasan skema di atas, adalah bimbingan agama islam di Lapas Kelas 1 Sukamiskin merupakan kebijakan pemerintah untuk warga binaan di Lapas binaan. Input dari bimbingan agama agama yang memiliki latar belakang berbeda. Pada program bimbingan agama Islam dilakukan dengan terencana dan didukung dengan berbagai pihak. Pelaksanaan



bimbingan agama Islam mencakup pada pembimbing, metode, materi, tujuan program, waktu pelaksanaan dan lain-lain. Enviromental input dari bimbingan agama di Lapas merupakan dukungan dari keluarga, pembimbing, kawan, dan lingkungan Lapas, sehingga dapat menjadi feed back yang baik untuk warga binaan di Lapas.



I. Langkah-langkah Penelitian 1. Menentukan Lokasi



Lokasi penelitian ini, di Lapas Kelas 1 Sukamiskin di Jalan A.H. Nasution No. 114 Bandung. Pemilihan lokasi ini didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :



I. Tersedianya data yang akan dijadikan objek penelitian; II. Memiliki sarana beribadah; III. Memiliki sarana dan prasarana bimbingan agama Islam; IV. Praktisi pembimbing agama Islam yang ahli seperti dari kemenag UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Unisba, guru pembantu dan relawan dari warga sekitar Sukamiskin. 2. Metode Penelitian



Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu suatu rumusan masalah yang memadu penelitian untuk mengeksplorasi atau memotret situasi sosial yang akan diteliti secara menyeluruh, luas dan mendalam. Sugiono (2007: 209). Penelitian ini, berkaitan dengan fakta-fakta yang ditemukan dalam pelaksanaan bimbingan agama Islam dalam meningkatkan ketenangan jiwa warga binaan Lapas Kelas 1 Sukamiskin.



3. Jenis Data



Jenis data merupakan jawaban terhadap pertanyaan penelitian yang diajukan maka, jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :



I. Program bimbingan agama Islam di Lapas 1 Sukamiskin; II. Proses bimbingan agama Islam di Lapas Kelas 1 Sukamiskin; III. Hasil dari bimbingan agama Islam kepada warga binaan di Lapas Kelas 1 Sukamiskin. 4. Sumber Data



Data yang didapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :



I. Sumber data primer yaitu ketua rohani, 1 pembimbing, dan 3 warga binaan sebagai contoh kasusnya; II. Sumber sekunder didapatkan dari hasil observasi, wawancara, dokumentasi di Lapas Kelas 1 Sukamiskin dan buku-buku ilmiah yang berhubungan dengan penelitian. 5. Teknik Pengumpulan Data I. Observasi adalah kegiatan yang dilakukan dengan sengaja, serius dan sistematis yang mempunyai ciri spesifik terhadap fenomena sosial dan gejala alam dengan cara pengamatan dan pencatatan bila dibandingkan dengan teknik wawancara dan kuesioner yang selalu berkomunikasi dengan orang. II. Wawancara adalah tanya jawab peneliti dengan responden. Hal ini, dilakukan untuk mendapatkan jawaban-jawaban sesuai dengan kebutuhan peneliti. Wawancara ini dilakukan kepada petugas Lapas, pembimbing agama di Lapas dan warga binaan di Lapas Kelas 1 Sukamiskin. III. Dokumentasi teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen. 6. Analisis Data



Data yang terkumpul selanjutnya secara keseluruhan dianalisis sesuai dengan kelompok data, untuk menganalisis data-data hasil penelitian digunakan pendekatan kualitatif. Data-data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi



secara langsung di lapangan dan studi dokumentasi dianalisis dengan pendekatan logika karena datadata tersebut bersifat kualitatif. Adapun analisis data langkah-langkahnya sebagai berikut :



I. Mengumpulkan data dan menyusun data yang diperlukan. II. Mengklasifikasikan data-data yang sudah terkumpul sesuai dengan jenis data masingmasing. III. Setelah data diklasifikasikan menurut jenisnya dan dihubungkan antara data yang satu dengan data yang lain. IV.



Langkah selanjutnya ditafsirkan.



V.



Langkah terakhir menarik kesimpulan.



VI.



Pengujian Keabsahan Data.



Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji, credibility (validitas interbal), transferability (validitas eksternal), dependability (reabilitas), confirmability (obyektivitas). Namun, penelitian ini menggunakan uji credibility (validitas interbal) dilakukan dengan memperpanjang pengamatan, meningkatkan ketekunan untuk melakukan triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif dan member check.



I. KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM



Contoh-contoh Judul Skripsinya yaitu :



1. Studi Komparasi antara Strategi Dakwah NU dan Muhammadiyah di Indonesia pada Masa Reformasi Tahun 2000. 2. Teater sebagai Media Dakwah. 3. Pesan Dakwah dalam Lagu Qosidah Modern al-Manar.



4. Model Retorika Dakwah K.H. Miftah Farid. 5. Keefektifan Tabligh melalui Penerapan Psikologi Komunikasi. 6. Peranan Khithabah Front Pembela Islam dalam Memberantas Kemungkaran di Desa Tarikolot Kacamatan Wado Kabupaten Sumedang. 7. Analisis Pesan Dakwah Rubrik “Mutiara Ramadhan pada HUT Pikiran Rakyat.



Judul Penelitiannya : METODE DAKWAH DRS. K.H. MUHAMMAD FAUZAN JAERNURI, M.A,g. PADA PENGAJIAN KITAB KU NING DI PONDOK PESANTREN Al-MUHAJIRIN Oleh Euis Maryamah NIM: 1211402025



PROPOSAL PENELITIAN



I. Latar Belakang Masalah



Dakwah merupakan kewajiban bagi setiap muslim di Dunia. Kewajiban ini erat kaitannya dalam upaya penyadaran dan pembinaan pemahaman, keyakinan dan pengamalan ajaran Islam. Sehingga bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan berdampak positif bagi kehidupan manusia yang sebelumnya mampunyai sifat negatif. Dalam Al-Quran surat An-Nahl ayat 125 Allah berfirman:



‫ْنَع َّلَض ْنَمِب ُمَلْعَأ َوُه َكَّبَر َّنِإ ُنَسْحَأ َيِه ْيِتَّلاِب ْمُهْلِداَجَو ِةَنَسَحْلا ِةَظِعْوَمْلاَو ِةَمْكِحْلاِب َكِّبَر ِلْيِبَس ىَلِإ ُعْدُا‬ ‫{ َنْيِدَتْهُمْلاِب ُمَلْعَأ َوُهَو ِهِلْيِبَس‬125} Artinya: Serulah manusia kepada jalan Tuhan-Mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah merekan dengan cara yang baik pula. Sesungguhnya Tuhan-mu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari Jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. Maksud hikmah dalam ayat di atas ialah perkataan tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang batil. Karena berdakwah merupakan kewajiaban setiap umat Islam. Namun, yang paling penting dalam berdakwah ialah proses yang harus dilalui oleh setiap da’i agar bisa mengajak mad’u nya ke arah yang lebih baik lagi dan



menjalankan syari’at Islam sesuai dengan ketentuan yang telah tertera dalam Al-Quran dan Al-Hadits. Dakwah merupakan bagian dari tugas suci (ibadah) umat Islam. Apapun bentuknya dan konteksnya akan dibutuhkan oleh umat dalam rangka manumbuhkan dan mewujudkan keshalehan individual dan keshalehan sosial, yaitu pribadi yang memiliki kasih sayang terhadap sesamanya dan mewujudkan tatanan masyarakat marhamah yang dilandasi oleh kebenaran tauhid, persamaan drajat, semangat persaudaraan kesadaran akan arti penting kesejahtraan bersama dan penegakkan keadilan di tengahtengah kehidupan masyarakat. Kemudian, kegiatan dakwah pun tidak hanya dipahami sebagai proses penyampaian ajaran Islam melalui mimbar belaka, akan tetapi melahirkan kesadaran bahwa masyarakat sebagai sasaran atau objek dakwah (mad’u) tidak bersifat pasif dan dianggap tidak memiliki pemahaman dan harapan terhadap kegiatan dakwah, yang menyebabkan para prilaku (da’i) merasa bebas untuk menyampaikan apapun sesuai dengan keyakinan, ideologi dan kebenaran perspektif pribadinya dan bisa jadi merasa puas apabila mustami telah dibuat terbahak-bahak sampai skit kulit atau merasa bangga malihat mustaminya terlihat terkagum-kagum melihat kepiawaian dalam menyampaikan dakwahnya. Pendapat Ibnu Taimiyah yang dikkutif dari buku Dasar-dasar Ilmu Dakwah (Enjang As, 2009:5), menyeru atau seruan yang dimaksudkan dari kata dakwah adalah seruan kepada



al-Islam, yaitu



untuk beriman kepada-Nya dan ajaran yang dibawa para Rasul-Nya, membenarkan berita yang mereka samapaikan, serta mentaati perintah mereka. Hal itu yang tercantum dalam Rukun Islam yang lima dan Rukun Iman yang enam. Dalam dakwah terdapat dua dimensi besar, pertama, mencakup penyampaian pesan kebenaran yaitu dimensi



kerisalahan (bi ahsan al-qawl), dan dimensi kerisalahan terdapat dua bentuk tuturan yaitu bentuk tabligh dan irsyad kedua bentuk tersebut merupakan penjabaran dari dimensi kerisahalan. Kedua,men cakup pengaplikasian nilai kebenaran yang merupakan dimensi kerahmatan (bi ahsan al-amal). Bagian kerahmatan itu tadbir dan tathwir yang mengupayakan konsep kehidupan yang sesuai dengan nilai-nilai keislaman dapat dengan mudah diterapkan dalam keghidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, dakwah harus dikemas dengan cara dan metode yang sesuai dengan kebutuhan mad’u yaitu dakwah harus aktual, faktual dan kontekstual. Faktual dala arti relevan dan menyangkut problema yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Sedangkan aktual dalam arti memecahkan masalah kekinian dan hangat ditengah masyarakat. Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan nonformal yang telah ada sejak lama, pengaruh dari adanya pesantren sangat terasa hingga sekarang, ini semua merupakan perjuangan dari para waliullah yang berjuang keras dan ikhlas untuk menyebarkan syari’at Islam. Banyak sekali lembaga pesantren di Indonesia khususnya daerah Bandung, salah satunya yaitu Pondok Pesantren AlMuhajirin yang merupakan sebuah lembaga yang membina santrinya dalam pembelajaran melalui khithabah dalam sebuah pengajian yang disampaikakan oleh Drs. K.H. Muhammad Fauzan Jaenuri, M. Ag dan dewan guru lainya. Pondok Pesantren Al-Muhajirin terletak di Jalan Raya Cimekar Cinunuk Bandung Timur No. 84/85. Santri yang menimba ilmu di Pondok Pesantren



Al-Muhajirin ini 100%



adalah mahasiswa. Santri di pesantren ini mendapatkan materi yang berisikan syari’at Islam melalui pengajian rutin harian. Pengajian dilaksanakan mulai dari malam Senin hingga Sabtu sore, sedangkan untuk malam Minggu diisi kegiatan marawisan dan Minggu pagi di isi dengan Mingsih (minggu bersih) atau kegiatan bersih-bersih seluruh lingkungan Pondok



Pesantren Al-Muhajirin. Pengajian yang ada di Pondok Pesantren Al-Muhajirin di isi oleh berbagai ustadz salah satunya yaitu K.H. Muhammad Fauzan Jaenuri, M.Ag yang biasa dipanggil Kang Fauzan oleh para santrinya. Pengajian beliau untuk para santrinya dilaksanakan setiap pagi hari untuk para santrinya kelas A dan Kelas B bertempat di masjid. Sedangkan untuk malam harinya beliau mengajar hanya di kelas B saja yang bertempat di aula asrama, karena kelas A dipisah di Masjid dengan ustad yan g lain. Seiring dengan perkembangan zaman, pasilitas dan berbagai kemudahan di pesantren telah hadir seperti para santri diperbolehkan membawa Handphone dan Notebook karena mereka sebagai mahasiswa membutuhkannya untuk menunjang kegiatan belajar mengajar di perkuliahan. Namun, dengan adanya benda tersebut bukan hanya membantu para santri dalam belajar tetapi membantu juga untuk menimbulkan rasa malas untuk mengikuti pengajian di Pondok Pesantren Al-Muhajirin. Padahal para santri terdahulu sebelum adanya teknologi yang masuk ke pesantren, para santri antusias dalam mengikuti pengajian walaupun tempat tinggal mereka sangat jauh. Santri terdahulu di tempatkan di daerah Goyang belakang pesantren yang sangat jauh dan banyak santri juga yang dititipkan ke rumah-rumah warga, kerena pasilitas tinggal belum memenuhi dan serba kekurangan. Namun, antusias mangikuti pengajiannya sangat tinggi dan mereka tidak pernah putus asa walaupun tidak ada teknologi bahkan tempat yang mereka butuhkan juga tidak terpenuhi yang penting mereka mengikuti pengajian dengan sungguh-sungguh. Tetapi, berbeda dengan santri zaman sekarang pasilitas sudah terpenuhi bahkan tempat yang mereka butuhkan sudah sangat memadai. Bahkan jika dibandingkan dengan pesantren lainnya di pesantren ini sudah sangat baik dalam masalah tempat, sebab sekamar hanya di isi dua, tiga orang di asrama 1. Jika dengan alsan menginginkan tempat



untuk ketenangan dalam mengerjakan tugas itu sudah cukup. Namun, dalam kenyataannya mereka tidak mengikuti kegiatan pengajian di pesantren ini. Selain itu banyaknya kegiatan di luar pesantren menjadi alasan mereka untuk tidak mengikuti pengajian dan berjamaah. Hal ini sangat tidak diharapkan, karena tugas utama seorang santri yang hidup pesantren ialah mengaji dan berjama’ah serta mamatuhi aturan yang sudah ditetapkan di pesantren tersebut. Tetapi pada kenyataannya agak bertolak belakang dengan realita yang ada dan merlukan solusi untuk menyelesaikannya. Di samping itu setiap pengajian yang ada sesuai dengan jadwal dan dilaksanakan dipesantren merupakan kewajiban bagi santri untuk mengikutinya. Namun, pada kenyataannya hampir kebanyakan santri suka memilih kegiatan yang tidak seharusnya santri lakukan pada saat pengajian telah dimulai. Ketika pengajian di Pondok Pesantren Al-Muhajirin yang di ajarkan oleh Drs. K.H. Muhammad Fauzan Jaenuri, M.Ag. Hanya sebagian santri yang mengikuti pengajian tersebut. Mereka yang tidak mengikuti pengajian beralasan karena banyak tugas dari kampus kalau mengikuti pengajian nanti tidak selesai mengerjakan tugasnya. Selain dari itu, mereka sebagian beralasan karena lapar kemudian makan, dan sebagiannya lagi ada yang tidur, mengerjakan yang seharusnya tidak dikerjakan, tidak mengerti dengan pengajian kitab kuning, bercanda dengan temannya dan masih banyak alasan lainnya. Padahal pengajian paling lama hanya 1½ jam. Namun, ada sebagian yang antusias dalam mengikuti pengajian Drs. K.H. Muhammad Fauzan Jaenuri, M.Ag. Karena mereka merasa senang mengikuti pengajian kitab kuning sebab Drs. K.H. Muhammad Fauzan Jaenuri, M.Ag. dalam menjelaskan bahasanya dapat dimengerti oleh para santri.



Sebab kitab kuning merupakan salah satu buku yang pada era modern ini hampir hilang dikarenakan pesantren zaman sekarang berbeda dengan pesantren salafi yang pengajiannya fokus hanya mengkaji kitab kuning saja. Oleh sebab itu Drs. K.H. Muhammad Fauzan Jaenuri, M.Ag. Merubah citra psantren pada era modern ini dengan menjadikan Pesantren Modern yang di dalamnya terdapat pengajaran bahasa tetapi tidak menghilangkan citra pesantren salafi yaitu tetap mengkaji kitab kuning, dan para santrinya bisa sekalian belajar bahasa Asing agar tidak menjadi santri yang tertinggal pada zaman sekarang. Sedangkan kitab kuning yang dibahas dalam pengajian di Pondok Pesantren



Al-



Muhajirin antara lain: 1) Bidang Fiqih, 2) Bidang Tafsir, 3) Bidang Nahwu Shorof, 4) Bidang Hadits 5) Bidang Aqidah Akhlaq, 6) Dalam bidang Bahasa, 7) Belajar tambahan yaitu: Tahfidz Al-Quran, 2) Qira’at. Dengan demikian terjadi interaksi antara santri dan bapak Drs. K.H. Muhammad Fauzan Jaenuri, M.Ag Dengan metode dakwahnya. Disaat pengajian berlangsung ada santri yang bertanya mengenai materi yang kurang dimengarti dan kurang memahami apa yang disampaikan kepada bapak Fauzan, bahkan ada beberapa santri yang suka menambahkan keterangan tentang materi yang disampaikan. Sehingga menimbulkan suatu respon santri terhadap metode dakwah bapak Fauzan, akan tetapi respon santri terhadap metode dakwah bapak Fauzan tidak semuanya positif. Hal ini masih bisa dilihat dari masih banyak santri yang jarang mengikuti pengajian bahkan ada selama santri tinggal di pesantren tidak pernah mengikuti pengajian dan jarang shalat berjamaah di Masjid. Peneliti menganggap bahwa fenomena ini sebagai kasus yang menarik untuk diteliti, karena di Pondok Pesantren



Al-Muhajirin peneliti ingin mengkhususkan pada aspek “Metode Dakwah Drs. K.H.



Muhammad Fauzan Jaenuri,



M.Ag. pada Pengajian Kitab Kuning di Pondok Pesantren



Al-Muhajirin.”



I. Rumusan Masalah



Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan bahwa inti dari permasalahan yang akan di analisis dalam penelitian ini adalah bagaimana Respon Santri terhadap Metode Dakwah Bapak Drs. K.H Muhammad Fauzan Jaenuri, M.Ag. Pada Pengajian Kitab Kuning di Pondok Pesantren



Al-



Muhajirin. Selanjutnya pokok masalah itu dirinci dalam beberapa permasalahan penelitian sebagai berikut:



1. Bagaimana perhatian santri terhadap metode dakwah Bapak Drs. K.H. Muhammad Fauzan Jaenuri, M.Ag dalam pengajian kitab kuning di Pondok Pesantren



Al-Muhajirin?



2. Bagaimana pemahaman santri terhadap metode dakwah Bapak Drs. K.H. Muhammad Fauzan Jaenuri, M.Ag dalam pengajian kitab kuning di Pondok Pesantren



Al-Muhajirin?



3. Bagaimana penerimaan santri terhadap metode dakwah Bapak Drs. K.H. Muhammad Fauzan Jaenuri, M.Ag dalam pengajian kitab kuning di Pondok Pesantren



Al-Muhajirin?



I. Tujuan Penelitian



Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:



1. Untuk mengetahui perhatian santri terhadap metode dakwah Bapak Drs. K.H. Muhammad Fauzan Jaenuri, M.Ag dalam pengajian kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Muhajirin. 2. Untuk mengetahui pemahaman santri terhadap metode dakwah Bapak Drs. K.H. Muhammad Fauzan Jaenuri, M.Ag dalam pengajian kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Muhajirin.



3. Untuk mengetahui penerimaan santri terhadap metode dakwah Bapak Drs. K.H. Muhammad Fauzan Jaenuri, M.Ag dalam pengajian kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Muhajirin.



I. Kegunaan Penelitian



Kegunaan penelitian ini sebagai berikut:



1. Kegunaan Teoritis, yaitu untuk mengembangkan ilmu pengetahuan serta menambah khasanah keilmuan khususnya dalam bidang Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Dalam menyebarkan ajaran-ajaran Islam yang sesuai syari’at agama sehingga pengetahuan kitapun akan berkembang sesuai dengan zamannya dan tidak menghilangkan ciri khas keilmuan para cendikiawan muslim terdahulu. 2. Kegunaan Praktis, yaitu sebagai sarana untuk mengetahui proses kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh para ilmuan khususnya di kalangan pendidikan non formal sebagai salah satu penyebaran ajaran keagamaan. Serta dapat memberi masukan dan sumbangan pemikiran dalam meningkatkan metode dakwah dan menyebarkan syariat Islam di Pondok Pesantren



Al-Muharin



serta segenap umat Islam pada umumnya. Di samping itu dapat dijadikan titik tolak untuk penelitian yang lebih mendalam baik di lokasi yang sama maupun yang dilokasi yang berbeda.



I. Tinjauan Pustaka a. Muhammad Auliya Ul Hakim. 2014. Respon Jama’ah Terhadap Metode Tabligh Pada Pengajian Rutin di Masjid Al-Quranul Imami Gatot Subroto Bandung.



Respon jama’ah yang mengikuti pengajian di Masjid Al-Quranul Imami Gatot Subroto Bandung, sebanyak 35



responden jama’ah yang meler. Tetapi ada sebagian besar jama’ah yang aktif mengikuti pengajian yaitu sebanyak 88,5% atau sebanding dengan 4,2 dan sebagian besanyanya lagi sebanyak 87,4% sebanding dengan 4,1. Namun ada sebagian kecil yang mengikuti pengajian yaitu 81% atau sebanding dengan 4,0 jama’ah. Oleh sebab itu, pengajian di Masjid Al-Qur’anul Imami responnya sangat baik walaupun ada sebagian yang kurang respon dalam mengikuti pengajian.



2. Abdul Qahar. 2014. Metode Tabligh K.H Satibi dalam Meningkatkan Kualitas Ketauhidan Santri (Penelitian di Ponpes Salafiyah Nazamiyah Liung Gunung Bungbulung Garut).



Tauhid merupakan suatu perkara yang tidak disangkal bahwa alam semesta ini pasti ada yang menciptakan yang mengingkari hal tersebut hanyalah segelintir orang. Itu pun mereka tidak menggunakan akal sesuai dengan fungsinya. Sesungguhnya tauhid tertanam pada jiwa manusia secara fitrah. Namun, asal fitrah ini rusak oleh bujuk rayu syethan yang memalingkan dari tauhid dan menjerumuskan ke dalam syirik. Para syethan baik dari kalangan jin dan manusia bahu membahu untuk menyesatkan umat dengan ucapan-ucapan yang indah. Oleh sebab itu K.H Satibi dalam meningkatkan ketauhidan santrinya beliau mengadakan dzikir bersama sesudah shalat fardu terutama pada malam Jum’at dengan tujuan untuk meningkatkan ketauhidan santrinya dalam memahami alam ciptaan-Nya dan menguatkan hatinya agar tidak tergoda oleh bujuk rayu syetan. Sebab dengan berdzikir manusia akan mendapatkan hati yang tenang dan menyerahkan jiwa raganya hanya kepada Allah saja. Dengan adanya tinjauan pustaka tersebut peneliti dapat melakukan penelitian di lapangan. Namun, dengan kasus yang berbeda. Peneliti mengadakan penelitiannya mengenai metode dakwah Drs. K.H Muhammad Fauzan Jaenuri M.Ag Pada



Pengajian Kitab Kuning di kalangan santri juga sebagai mahasiswa.



I. Kerangka Pemikiran



Dakwah dalam implementasinya, merupakan kerja dan karya besar manusia baik secara personal maupun sosial yang dipersembahkan untuk Tuhan dan sesamanya adalah kerja sadar dalam rangka menegakkan keadilan, meningkatkan kesejahtraan, menyuburkan persamaan dan mencapai kebahagiaan atas dasar ridha Allah Swt (Enjang dan Aliyudin, 2009:11). Dakwah secara sederhana dapat diartikan sebagai transformasi nilai-nilai ke Islaman dengan melibatkan berbagai unsur. Unsur-unsur tersebut meliputi da’i sebagai komunikator, Maudhu (pesan) Ushlub (metode), Washilah (media) dan Mad’u (Objek). Salah satu bentuk transformasi tersebut bisa dilakukan dengan mengadakan kegiatan dakwah dengan tujuan untuk menginformasikan pesan-pesan ajaran ke-Islaman. Tentunya kegiatan tersebut harus saling berkaitan satu sama lainnya agar informasi ajaran-ajaran bisa tersampaikan kepada objek yang ditujunya. Namun, seorang da’i harus mengetahui karakteristik mad’unya agar pesan dakwah dapat diterima tanp a adanya penolakan. Seorang da’i harus bisa menempatkan bahasa yang digunakannya sesuai kebutuhan masyarakat, yaitu dengan menggunakan bahasa Qaulan Baligha (bahasa yang tegas, keras, dan membekas), Qaulan Maisura (bahasa yang ringan), Qaulan Layyina (bahasa lemah lembut), Qaula n Karima (penuh kebajikan, mudah dan lembut). Ini termasuk dakwah secara persuasif, yakni dengan menggunakan cara berpikir dan cara merasa masyarakat yang didakwahinya, (Faizah dan Lalu Muchsin Effendi, 2009: ix). Mubaligh adalah orang yang menyampaikan, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik melalui tulisan maupun



media massa dalam menyebarluaskan dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam, dengan tujuan untuk melakukan perubahan ke jalan yang lebih baik sesuai dengan syari’at Islam. Dalam kegiatan dakwah, peranan khithabah sangatlah penting untuk meningkatkan perilaku seseorang atau sekelompok orang bahkan khalayak umum. Karena khithabah merupakan salah satu cara yang bisa digunakan oleh setiap orang untuk menyampaikan dakwah yang berisi ajaran-ajaran Islam, tentunya seorang da’i harus mempunyai sifat simpati dan empati terhadap mad’unya agar terjalin komunikasi yang baik. Sasaran khithabah adalah semua golongan termasuk santri melalui sebuah pengajian kitab kuning, maka proses penyampaian pesan-pesan Islam yang terdapat di dalam kitab kuning tersebut perlu adanya penjelasan yang sesuai dengan pemahaman santri tentunya dengan metode pembelajaran yang baik dan efektif. Banyak sekali metode dakwah yang bisa digunakan dalam sebuah pengajian. Namun, ketika kita berbicara tentang sebuah metode yang baik, maka salah satu ayat Al-Quran yaitu Quran Surat AnNahl: 125. Menjelaskan, bahwa metode dakwah yang baik itu ada tiga cara: pertama yaitu dengan hikm ah (pelajaran yang baik), kedua mauidzatilhasanah, dan yang ke tiga mujadalah bilati hiya ahsan. Ketik a pengajian di Pondok Pesantren Al-Muhajirin bisa menggunakan salah satunya atau lebih bagus menggunakan ke tiga cara tersebut tentunya akan menghasilkan respon yang baik pula dari santrinya. Respon merupakan umpan balik yang dimiliki peranan atau pengaruh yang besar dalam menentukan baik atau tidaknya suatu komunikasi. Respon sangat diperlukan adanya komunikasi yang baik, sebab dengan berkomunikasi akan tersampaikan pesan dari seorang da’i terhadap mad’unya. Khususnya dalam pengajian kitab kuning di Pondok Pesantren Al- Muhajirin, sejauh mana kita akan mengetahui respon santri



terhadap pengajian tersebut tentunya dengan adanya komunikasi yang efektif. Pentingnya studi komunikasi karena permasalahan-permasalahan yang timbul akibat komunikasi. Manusia tidak bisa hidup sendirian, ia tidak secara kodrati harus hidup bersama manusia lain, baik demi kelangsungan hidupnya dan keamanannya, maupun demi keturunanya. Komunikasi merupakan fenomena sosial, kemudian manjadi ilmu yang secara akademik berdisiplin mandiri, ini dianggap penting sehubungan dengan dampak sosial yang menjadi kendala bagi kemaslahatan umat manusia akibat perkembangan teknologi, (Onong Uchjana, 1993:27). Khususnya bagi santri yang tinggal di Pondok Pesantren Al-Muhajirin. Santri adalah mahasiswa yang tinggal di pesantren, dengan tujuan untuk mengiuti segala aktivitas dan peraturan yang sudah ditetapkan di Pondok Pesantren AlMuhajirin. Selain dari itu santri yang tinggal di pondok pesantren dituntut untuk bisa memahami kegiatan serta mengikutinya dengan penuh khidmat terhadap ilmu yang di ajarkan oleh para da’i-nya. S ebab bisa dikatakan berhasil kegiatan pengajian apabila santrinya mengikuti sesuai jadwal yang sudah ditetapkan dan ajaran Islam juga ditentukan oleh keberhasilan seorang da’i/mubaligh dalam mengemas materi khithabahnya. Dalam hal ini yang menjadi subjek khithabahnya adalah bapak Drs.K.H Fauzan Jaenuri, MA.g dan objek khithabahnya adalah santri Pondok Pesantren Al-Muhajirin dalam mengikuti kegitan pengajian kitab Kuning. Khithabah (oratori) dan komunikasi media surat (risalah) selalu menjadi sumber komunikasi, bahkan sejak awal Islam. Semuanya itu bentuk komunikasi Persuasif yang digunakan oleh Nabi Muhammad saw dan para pengembara muslim (savants) untuk propaganda dan menyebarluaskan akidah Islam (alda’wah



al-Islamiyyah) melalui bicara yang disampaikan ke berbagai jemaah dan melalui



komunikasi bermedia surat berbagai raja dan pemimpin Arab (Bambang S. Ma’arif: 2010: 35).



Penelitian ini mengacu pada komunikasi, kemudian dikembangkan dengan menggunakan teori dasar S-O-R yang berasal dari Psikologi Komunikasi. Objek material dari teori ini yaitu manusia pada aspek sikap, opini, prilaku, kognisi, afeksi,dan konasi. Efek yang ditimbulkan adalah reaksi ksusu terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian anatara pesan dan reaksi komunikasi. Untuk mengetahui sejauh mana respon dari proses khithabah dan respon mad’u terhadap aktivitas khi thabah tersebut, maka seorang da’i harus mengetahui kondisi yang menjadi objek dakwahnya. Oleh sebab itu, penulis ingin mengupas permasalahan yang terjadi ini dengan menggunakan teori S-O-R (Stim ulus-Organism-Response) yang berasal dari psikologi komunikasi. Objek material dari teori ini adalah manusia, pada aspek sikap, opini, prilaku, kognisi afeksi dan konasi. Ketika teori S-O-R dikaitkan dengan penelitian ini, maka stimulus ini adalah metode dakwah Drs. Fauzan Jaenuri, M.Ag. dan organismenya adalah santri pondok pesantren



Al-Muhajirin. Adapun responnya merupakan respon



dari santri terhadap metode dakwah yang dipakai Drs. Fauzan Jaenuri, M.Ag. dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan dibawah ini:



Gambar 1.1 Skema Metode Dakwah Drs. Fauzan Jaenuri, M.Ag.



Out Put



Berdasarkan metode dakwah Drs. Fauzan Jaenuri, M.Ag sebagai stimulus terhadap perhatian, pemahaman dan penerimaan santri dalam proses pengajian kitab kuning.



Sedangkan untuk responnya mencakup pengamalan, kehadiran, keaktifan dalam mengikuti pengajian yang disampaikan Drs. Fauzan Jaenuri, M.Ag pada pengajian kitab kuning di Pondok Pesantren AlMuhajirin. Metode dakwah yang dipakai Drs. Fauzan Jaenuri, M.Ag ialah metode yang ada dalam Q.S An-Nahl: 125 ‫ْنَع َّلَض ْنَمِب ُمَلْعَأ َوُه َكَّبَر َّنِإ ُنَسْحَأ َيِه ْيِتَّلاِب ْمُهْلِداَجَو ِةَنَسَحْلا ِةَظِعْوَمْلاَو ِةَمْكِحْلاِب َكِّبَر ِلْيِبَس ىَلِإ ُعْدُا‬ ‫{ َنْيِدَتْهُمْلاِب ُمَلْعَأ َوُهَو ِهِلْيِبَس‬125} 125. Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah [845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk



”.



[845]. Hikmah: ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak



dengan yang bathil. Dari segi kegiatan dakwah tersebut bisa menimbulkan beberapa aspek, yaitu bisa aspek positif atau aspek negatif. Tetapi tergantung dengan penyeruan, ajakan seorang da’i untuk memenuhi perintah Allah, dan tergantung juga respon santri di pondok pesantren tersebut. Dakwahnya dapat diterima atau tidak diterima. Manfaat dengan adanya dakwah atau pengajian tersebut santri akan mendapatkan ilmu pengatahuan yang baru. Manfaat dengan adanya dakwah di Pondok Pesantren Al-Muhajirin tersebut Allah menyeru umat manusia melalui pelantara Bapak Drs. K.H. Muhammad Fauzan Jaenuari, M.Ag. Sebagian santri merasa mendapat pencerahan, baik dalam masalah ketauhidan, maupun hubungan dengan masyarakat satu sama lainnya, sehingga terciptalah masyarakat madani, saling



menghormati, simpati dan empati. Namun, sebagian santri yang tidak mengikuti pengajiannya otomatis tidak bisa mendapatkan pencerahan tersebut sehingga para santri tidak mengikuti pengajian. Selain dari itu Bapak Fauzan ini dalam menyampaikan dakwahnya menggunakan berbagai metode, diantaranya:



I. Metode ceramah, yaitu menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda. II. Ta’lim Santri, metode ini biasanya di pakai kepada santri-santri, yang sudah mengetahui sedikit demi sedikit tentang keagamaan salah satunya menggunakan kitab kuning sebagai mediah dakwahnya. III. Metode hikmah dan pelajaran yang baik serta memberi tahu kepada santri jika santri berbuat yang tidak sesuai dengan syar’i (bantahlah).



Sesungguhnya perhatian, pemahaman dan penerimaan santri terhadap metode dakwah Drs. K.H. Muhammad Fauzan Jaenuri, M.Ag cukup baik namun tidak semua santri dapat mengamalkan apa yang telah meraka dapatkan pada saat pengajian berlangsung. Namun, karena lingkungan dan latar belakang dari santri berbeda dan kemajuan zaman juga mempengaruhi sehingga membuat para santri berat untuk mengamalkan apa yang telah mereka dapatkan pada pengajian tersebut. Respon yang diberikan santri terhadap metode dakwah Drs. K.H. Muhammad Fauzan Jaenuri, M.Ag cukuplah baik, hal ini terlihat dengan kehadiran beberapa santri pada waktu pengajian pagi dan malam. Namun yang menjadi permasalahan dalam kasus ini sejauh mana respon santri terhadap metode dakwah Drs. K.H. Muhammad Fauzan Jaenuri, M.Ag dalam pengajian kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Muhajirin. Karena disisi lain semakin majunya perkembangan zaman sedikit banyaknya memberikan pengaruh negatif kepada para santri begitupun dengan lingkungan disekeilingnya. Maka dari



itu disinilah letak peranan da’i dalam membimbing dan membina santri dalam berakhlakul karimah dan sejauh mana respon santri dalam memahami dan menerima serta mengamalkan apa yang mereka dapatkan pada saat mengikuti pengajian. Sehingga mengikuti pengajiannya menjadi salah satu kewajiban santri dalam menimba ilmu selain diperguruan tinggi. Sehingga sebagai mahasiswa dan juga santri bisa mempunyai tridarma perguruan tinggi disaat mereka terjun kemasyarakat. Dengan demikian peneliti mengambil teori respon menurut Onong Uchjana Effendy (2003:254) adalah teory



S-O-R sebagai singkatan dari Stimulus-Organism-Respons,sebagai rujukan dalam



penelitian yang akan dilakukan. Teori ini semula berasal dari teori psikologi kemudian menjadi teori komunikasi sebab objeknya sama yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen opini, prilaku, kognitif, dan konasi. Berdasarkan pengertian respon yang diartikan oleh Onong Uchjana Effendy (2003:254) bahwa respon adalah sikap atau perilaku seseorang dalam proses komunikasi ketika menerima suatu pesan yang ditunjukan kepadanya. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai respon, maka kita harus mengetahui konsep tentang sikap ma’rifat dalam bukunya “Sikap Manusia, Perubahan serta Pengukurannya” (26-2 7) mengutip pendapat Hovland, Jennis, Killey yang mengatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru ada tiga variabel penting yaitu: perhatian, pemahaman, dan penerimaan. Untuk mempermudah kita dapat melihatnya dalam skema berikut:



Gambar 1.2 Prilaku Seseorang dalam Komunikasi



(Sumber: Onong Uchjana Effendy, 2003:254) Dari gambar tersebut menunjukan bahwa perubahan sikap bergantung pada proses yang terjadi pada individu yaitu :



1. Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau mungkin ditolak. Komunikan akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan. Ini berarti bahwa stimulus tersebut tidak efektif dalam mempengaruhi organism, maka tidak ada perhatian dari komunikan. 2. Proses berikutnya komunikan mengerti. Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya mengerti terhadap stimulus. 3. Setelah komunikan dapat menerima secara baik apa yang telah diolah sehingga terjadi kesediaan untuk pembentukan prilaku.



Dari beberapa pengertian di atas dapat kita pahami antara komunikator (da’i) dan komunikan (mad’u) memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya. Ketika seorang mad’u mengalami permasalahan dalam beribadah, pengajian, dan aktivitas yang berkaitan dengan kebaikan, akibat dari pengaruh teknologi dan lingkungan yang bersifat negatif dalam menggunakannya mereka membutuhkan nasihat yang dari seorang mubaligh, maka seorang mubaligh atau yang menyampaikan khutbah harus bisa memberikan nasihatnya dengan menggunakan bahasa yang dapat di pahami dan baik. Tentunya terdapat pada usaha prepentif dari penyakit santri yang bersifat psikis dengan cara mengajak, memotivasi, memberi stimulus serta membimbing individu atau kelompok agar sehat, sejahtera jiwa dan raganya, sehingga mereka dapat menerima ajaran agama dengan penuh kesadaran dan dapat menjalankan ajaran agama sesuai dengan tuntutan syariat agama. Disini letak dialektika respon antara mad’u dengan kegiatan khuthbah dalam arti mempunyai reaksi yang positif atau negatif. Dengan diberikannya nasihat melalui kegitan pengajian kitab kuning para santri dapat ikut andil berbondong-bondong pergi ke mesjid untuk melaksanakan pengajian, dan shalat berjamaah. Namun, ini bisa terjalin dengan cara menggunakan komunikasi yang baik dalam menyampaikannya. Karena terkadang orang diajak untuk berbuat kebaikan dengan menggunakan komunikasi yang tidak baik, maka mereka akan menolak.



I. Langkah-langkah Penelitian



Dalalm penelitian ini menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:



1. Lokasi Penelitian



Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren 01 RW 01



Al-Muhajirin Jl. Cinunuk Cimekar No. 84/85 RT



Cileunyi Bandung Timur 40393. Alasan memilih tempat ini adalah sebagai berikut:



1. Data yang dibutuhkan tersedia di pesantren ini. 2. Lokasinya terjangkau oleh peneliti sehingga dapat menghemat waktu, biaya dan tenaga. 2. Metode Penelitian



Penelitian ini manggunakan metode deskriptif adalah untuk memaparkan situasi dan peristiwa (Jalaludin Rahmat, 2005:24). Dengan metode ini dimaksudkan untuk menuturkan dan menafsirkan data mengenai respon santri terhadap metode dakwah Drs. K.H. Muhammad Fauzan Jaenuri, M.Ag. pada pengajian kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Muhajirin. Alasan menggunakan metode ini dapat memberikan gambaran secara logis dan sistematis.



3. Jenis Data dan Sumber Data I. Jenis Data



Jenis data dalam penelitian ini adalah data tentang respon santri terhadap metode dakwah Drs.K.H. Muhammad Fauzan Jaenuri, M.Ag. untuk mengetahui perhatian santri dalam mengikuti pengajian. Untuk mengetahui pemahaman dan penerimaan serta keaktifan santri dalam mengikuti pengajian kitab kuning sebagai materi yang disampaikan oleh beliau dalam kehidupan sehari-hari dan yang terakhir mengetahui keberhasilan metode dakwah beliau.



I. Sumber Data yang diteliti adalah: 1. Sumber data primer, diperoleh dari Drs. K.H. Muhammad Fauzan Jaenuri, M.Ag. dan 32 santr i Pondok Pesantren Al-Muhajirin. 2. Sumber data sekunder dapat diperoleh dari dokumentasi pondok pesantren al-Muhajirin. 4. Teknik Pengumpulan Data



Untuk pengumpulan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik



sebagai berikut:



I. Observasi (Pengamatan)



Sudarmayanti dan Syarifudin Hidayat (2002:74) berpendapat bahwa “Observasi adalah suatu cara untuk mengumpulkan data penelitian” teknik ini dapat memberikan gambar kondisi yang memuaskan, artinya memberikan gambaran menyeluruh apa adanya. Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi objektif santri Pondok Pesantren



Al-Muhajirin, respon santri pada pengajian kitab kuning



yang dipimpin oleh Drs. K.H. Muhammad Fauzan Jaenuri, M.Ag dengan metode dakwahnya. Pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengamatan tertutup dengan alasan untuk mengamati seobjektif mungkin mengenai respon santri Pondok Pesantren Al-Muhajirin terhadap metode dakwah Drs. K.H. Muhammad Fauzan Jaenuri, M.Ag. penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Oktober.



I. Wawancara



Menurut Riduwan (2003:56) wawancara adalah suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Teknik wawancara yang digunakan yaitu teknik wawancara terpimpin dan teknik wawancara bebas., jenis wawancara terpimpin ditujukan kepada Drs. K.H. Muhammad Fauzan Jaenuri, M.Ag. sedangkan wawancara bebas ditujukan kepada santri Pondok Pesantren Al-Muhajirin. Tujuan wawancara adalah untuk melengkapi data dari hasil observasi dan angket yang disebarkan kepada para santri Pondok Pesantren Al-Muhajirin.



5. Analisis Data



Analisis data bersifat kualitatif yang secara tepat dan mendalam digunakan langkah-langkah sebagai berikut:



I. Memeriksa semua data yang terkumpul, baik melalui observasi, wawancara, angket, atau dokumentasi, termasuk dilakukan editing dan penyortiran terhadap data yang tidak diperlukan. Hal ini, dilakukan untuk memastikan bahwa data yang akan dianalisis benar-benar sesuai dengan kebutuhan;



II. Membuat kategori-kategori data sesuai dengan jenis masalah yang akan dijawab dalam penelitian; III. Membuat kode terhadap pertanyaan yang diajukan untuk mempermudah proses pembuatan tabulasi data; IV. Membuat tabulasi data, yakni membuat tabel-tabel dan memasukan data ke dalam tabeltabel tersebut sesuai dengan variabel-variabel pertanyaan dan item-itemnya; V. Pembahasan data (hasil penelitian) sesuai dengan pendekatan penelitian yang dilakukan, kuantitatif atau kualitatif. Penelitian kuantitatif tentu pembahasan hasil penelitiannya dilakukan dengan menggunakan tes-tes uji statistik, dan penelitian kualitatif pembahasan hasil penelitian dengan menggunakan prosedur kerja analisis kualitatif. VI. Penafsiran terhadap hasil pembahasan data penelitian, sehingga dapat diperoleh jawaban terhadap masalah-masalah penelitian yang diajukan (Panduan Penyusunan Skripsi, 2013:85-86).



I. HUBUNGAN MASYARAKAT Contoh-contoh Judul Skripsi Mahasiswa yaitu : 1. Pengaruh Kegiatan Custumer Service terhadap Kepuasan Pelanggan. a. Penerapan Strategi Marketing Publik Relations dalam Meraih Nasabah. b. Peranan Majalah Internal PT. Pindad dalam Meningkatkan Motivasi Kerja Karyawan. c. Kegiatan Customer Relations dalam Menumbuhkan Sikap Positif Masyarakat. d. Loyalitas Mahasiswa Penerima Beasiswa Djarum terhadap Merk.



e. Pengaruh Kegiatan Kampanye Humas Kontor Penyuluhan Pajak terhadap Peningkatan Kesadaran Taat Pajak Masyarakat. f. Hubungan antara Klarifikasi terhadap Opini Publik dengan Sikap Konsumen kepada Produk.



Judul Penelitiannya : STRATEGI MARKETING PUBLIC RELATION PT. INDONESIA (PERSERO) DALAM UPAYA MENINGKATKAN PENUMPANG KERETA API ARGO PARAHYANGAN (Studi Deskriptif di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasional II Bandung)



Oleh: Putri



Devyanasari Nim: 1209406049 PROPOSAL PENELITIAN



I. Latar Belakang Masalah



Perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa transportasi pada saat ini telah menunjukkan perkemban gan yang pesat. Berkembang pesatnya perusahaan-perusahaan bisnis, termasuk yang bergerak dalam bidang jasa tranportasi menunjukan bahwa, transportasi merupakan salah satu kebutuhan yang penting, bagi setiap individu maupun masyarakat pada umumnya. Secara langkung dengan berkembangnya perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa transportasi, telah mendorong mereka untuk meningkatkan jumlah konsumennya. Penentuan harga, pelayanan, serta kualitas jasa adalah beberapa unsur yang umumnya dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan pada bidang jasa ini. Salah satu faktor bagi konsumen mengenai kebutuhan jasa transportasi adalah kenyamanan, keamanan dan keselamatan. Ketiga faktor tersebut dapat menjadi unsur yang



menentukan kepuasan konsumen, sehingga jumlah konsumen meningkat dengan sendirinya. Menurut Ristiyanti Prasetijo & John Ihlauw, (2004:6), perusahaan masa kini pun tidak bisa lagi terhindar dari imbas globalisasi bisnis, termasuk melayani konsumen global. Globalisasi bisnis yang berkembang sejalan dengan perkembangan pesat teknologi informasi telah mendorong berkembangnya perubahan dalam hal kebutuhan, keinginan, dan selera konsumen. Hal ini menuntut pemasar untuk tetap berusaha mengikuti dan memahami perilaku beli konsumen yang bergejolak seirama dengan derap globalisasi. Para perencana perusahaan pun tidak hanya merumuskan strategi pokok perusahaan bisnis untuk mencapai tujuan-tujuan, tetapi juga harus merencanakan strategi dan taktik-taktik pemasaran untuk produk-produk yang spesifik. Strategi pemasaran merupakan prinsip pokok atau dasar bagi manajemen pemasaran untuk mencapai sasaran-sasaran perusahaan dalam suatu pasar sasaran. Strategi pemasaran terdiri atas pengambilan keputusan tentang biaya pemasaran, bauran pemasaran dan alokasi pemasaran. Manajemen pemasaran harus dapat memutuskan berapa biaya pemasaran yang diperlukan dan bagaimana harus mengalokasikan biaya pemasaran tersebut dalam bauran pemasaran yang akan dimanfaatkan. Bauran pemasaran terdiri dari produk, harga, distribusi dan promosi (Saladin, 2010:24). Perencanaan dan taktik-taktik pemasaran pada pelaksanaaannya berperan dalam berbagai tujuan pemasaran. Strategi pemasaran tersebut juga tidak hanya dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan produk, tetapi juga dilaksanakan perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam berbagai jasa, salah satunya adalah perusahaan jasa transportasi. Strategi dalam pemasaran yang pada umumnya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan jasa transportasi, khususnya dalam upaya meningkatkan jumlah konsumennya,



yaitu strategi dalam bauran pemasaran. Strategi dalam bauran pemasaran adalah salah satu unsur penting bagi perusahaan yang bergerak pada bidang jasa ini, dalam upayanya meningkatkan jumlah konsumennya. Salah satu perusahaan jasa transportasi yang giat dalam meningkatkan jumlah konsumennya, yaitu PT Kareta Api Indonesia (Persero). PT. Kereta Api Indonesia (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menyelenggarakan jasa angkutan Kereta Api penumpang dan barang. Salah satu daerah operasional yaitu daerah operasional II Bandung. Pelayanan jasa transportasi kereta api penumpang di PT Kereta Api Indonesia (Persero) daerah operasional II Bandung, salah satunya adalah kereta api Argo Parahyangan yang merupakan kereta api penumpang dengan jurusan Bandung-Jakarta dan sebaliknya. Kereta api ini merupakan peleburan dari kereta api Eksekutif Argo Gede dan kereta api bisnis Parahyangan yang telah dihentikan pengoperasiannya. Awalnya pada tahun 1995, PT Kereta Api Indonesia (Persero) meluncurkan kereta api Argo Gede, jurusan Bandung-Jakarta dan sebaliknya. Kereta ini adalah kereta eksekutif andalan PT Kereta Api Indonesia (Persero) namun, dalam perkembangannya kereta api tersebut tidak ada peningkatatan yang berarti. Jumlah penumpangnya sedikit. PT Kereta Api Indonesia (Persero) namun, dalam perkembangaanya kereta api tersebut tidak ada peningkatan yang berarti. Jumlah penumpangnya sedikit. PT Kereta Api Indonesia (Persero) lalu melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan jumlah penumpangnya, seperti memberi diskon. Upaya tersebut ternyata masih menunjukan jumlah penumpang yang rendah, baik untuk pemberangkatan Bandung maupun untuk pemberangkatan Jakarta. Sebagai gantinya, PT Kereta Api Indonesia Persero) meluncurkan kereta api Argo Parahyangan dengan jumlah enam gerbong. Kereta tersebut awalnya



merupakan kereta api Argo Gede yang dimodifikan dengan menambah 1-2 gerbong kereta api Parahyangan. Mengenai jumlah penumpang kereta api Argo Parahyangan setiap tahunnya dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 1.1 Jumlah Penumpang Kereta Api Argo Parahyangan Tahun 2009-2012 No Tahun 1. 2009 2. 2010 3. 2011 4. 2012 Sumber: Pemasaran Angkutan Penumpang



Jumlah 637.296 592.434 436.249 398.980 PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah



Operasional II Bandung. Berdasarkan tabel di atas jumlah tertinggi penumpang kereta api Argo Parahyangan ada pada tahun tahun 2013 sedangkan kereta api Argo Parahyangan yang mengalami kenaikan dan penurunan tersebut dipengaruhi oleh berbagai macam aspek. Promosi yang dilakukan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) hari libur kenaikan tarif kereta api Argo Parahyangan dan berbagai macam aspek lainnya adalah contoh aspek yang mempengaruhi kenaikan dan penurunan jumlah penumpang kereta api Argo Parahyangan dan berbagai macam aspek lainnya adalah contoh aspek yang mempengaruhi kenaikan dan penurunan jumlah penumpang kereta api Argo Parahyangan. Ketidaksignifikan tersebut mendorong PT Kereta Api Indonesia (Persero) daerah operasional II Bandung giat melakukan upaya untuk menumbuhkan minat konsumen menggunakan jasa transportasi kereta api. Salah satu upaya yang dilaksanakan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) daerah operasional II Bandung giat



melakukan upaya untuk menumbuhkan minat konsumen menggunakan jasa transportasi kereta api. Salah satu upaya yang dilaksanakan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) seperti yang dikutip oleh penulis melalui salah satu Harian Umum media cetak sebagai berikut : (Tarif Kereta Api hanya Rp 10.000) Bandung, Pelita Para pemudik yang akan melakukan perjalanan pulang kampung, dapat bergembira. Pasalnya, PT KAI Daop 2 Bandung, memberikan tarif promo super murah kepada para pemudik, hanya Rp 10.000. Promo diberlakukan mulai 29 Juli hingga 19 Agustus 2013 ini. “Ini adalah tarif promo bagi parta pemudik. PT KAI menyediakan 10 tempat duduk untuk setiap kelas perjalanna kereta api,” ujar Kepala Humas PT KAI Daop 2 Bandung kepada Harian Pelita di kantornya Bandung, kemarin. Dia melanjutkan, tarif promo berlaku untuk KA lodaya pagi kelas eksekutif. “Pemesanan sendiri bisa dilakukan mulai 1 Juni. Pembelian bisa secara langsung ataupun online. Karena terbatas, ya siapa cepat, dia dapat,” tambah Bambang. Dengan adanya tarif super murah ini, diharapkan bisa menarik pelanggan kereta api yang akan menggunakan jasanya untuk mudik. Tentunya tarif super murah ini akan menarik pelanggan, karena tarif reguler biasanya cukup tinggi. (5/06/13). Uraian tersebut menjelaskan bahwa PT Kereta Api Indonesia (Persero) telah melaksanakan promosi potongan tarif pada tiket kereta apai, sehingga bisa menarik minat konsumen untuk menggunakan jasa transportasi kereta api. Promosi tersebut dilaksanakan pada kereta api penumpang jarak menengah dan jauh, sehingga dengan dilaksanakannya promosi potongan tarif pada tiket kereta api tersebiut diharapkan dapat



mendorong minat konsumen untuk menggunakan jasa transportasi kereta api. Upaya lainnya yang dilaksanakan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) dalam menarik minat konsumen, yaitu dalam hal pelayanan. Misalnya, Kereta Api Argo Parahyangan mempunyai gerbong eksekutif yang sangat nyaman bagi konsumennya yang melakukan perjalan dari Bandung menuju Jakarta juga sebaliknya. Strategi lainnya yang dilaksanakan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) adalah melalui pelaksanaan strategi marketing public relations yang berperan dalam mendukung upaya strategi pemasaran perusahaan, khususnya dalam menumbuhkan minat konsumen untuk menggunakan jasa transportasi kereta api. Pelaksanaan strategi marketing public relations yang dilaksanakan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) dilakukan oleh bagian PR/Humas di PT Kereta Api Indonesia (Persero). Pelaksanaan strategi marketing publik relation yang dilaksanakan oleh RP/Humas di PT KAI (Persero) memegang peranan langsung untuk membantu program promosi atau pemasaran, khususnya dalam menumbuhkan minat konsumen untuk menggunakan jasa transportasi kereta api. Luasnya konsumen yang dituju oleh perusahaan, serta strategi dalam promosi dan publikasi, menjadi faktor penting dilibatkannya peran PR/Humas di PT KAI (Persero) dalam pemasaran perusahaan, dengan demikian dapat dilihat disini bahwa pelaksanaan strategi marketing publik relations yang dilaksanakan oleh PR/ Humas di PT KAI (Persero) adalah salah satu upaya yang efektif dalam mendukung strategi pemasaran perusahaan. Pelaksanaan market publik relation tersebut, yang dilaksanakan oleh suatu perusahaan, yaitu merupakan perpaduan (sinergi) antara pelaksanaan program dan strategi pemasaran dengan aktivitas program kerja PR/Humas dalam



upaya meluaskan pemasaran dan demi mencapai kepuasan konsumennya, (Rosady Ruslan, 2006:245). Program marketing public relation tersebut disatu sisi merupakan upaya untuk merangsang (push) pembelian dan sekaligus dapat memberikan nilai-nilai atau kepuasan bagi pelanggan yang telah menggunakan produknya. Disisi lain melalui kiat PR dalam menyelenggarakan komunikasi dua arah yang didasari oleh informasi dan pesan-pesan yang dapat dipercaya, diharapkan dapat menciptakan kesan-kesan positif terhadap lembaga yang diwakilinya. Hal ini merupakan “sinergi”, dari taktik pull strategi untuk membujuk) untuk mendukung (back up), demi mencapai tujuan dari marketing public relations. Semua itu dilengkapi dengan upaya mendorong (push strategi) baik segi perluasan pengaruh maupun bidang pemasarannya. Target dan tujuan yang hendak dicapai dalam pelaksanaan strategi marketing public relations yang dilaksanakan oleh suatu perusahaan, yaitu harus sejalan dengan bagian pemasaran dan tujuan pemasaran, misalnya melalui upaya untuk memuaskan bagi pelanggannya (customer satisfaction). Unt uk mendapatkan customer satisfaction tersebut, terlebih dahulu dibutuhkan suatu customer trust (kepercayaan) melalui pembinaan dan pemeliharaan, agar konsumen tetap loyal dan tidak berpaling kepada produk pesaing, (Rosady Ruslan, 2006:257). Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dan penjelasan strategi marketing public relation menjadi salah satu alasan yang melandasi penulis untuk meneliti mengenai strategi marketing public relation ya ng dilaksanakan oleh PT KAI (Persero) dalam upaya meningkatkan penumpang Kareta Api Argo Parahyangan, selain itu melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran, khususnya pada program studi ilmu komunikasi public relations atau Humas, mengenai pelaksanaan strategi mark eting public relations sebagai salah



satu kegiatan PR/Humas dalam mendukung usaha pemasaran. Salah satu alasan lainnya yang melandasi penulis meneliti mengenai strategi marketing public relation yang dilaksanakan oleh PT KAI (Persero) dalam upaya meningkatkan penumpang kereta api Argo Parahyangan.



I. Rumusan Masalah



Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan bahwa inti dari permasalahan yang akan di analisis dalam penelitian ini adalah Bagaimana strategi marketing public relation di PT KAI (Persero) dalam upaya meningkatkan penumpang keretA api Argo Parahyangan, berdasarkan perumusan masalah tersebut, identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah :



1. Bagaimana perencanan marketing publik relation di PT Kareta Api Indonesia (Persero) dalam menumbuhkan minat konsumen untuk menggunakan jasa transportasi kereta api Argo Parahyangan ? 2. Bagaimana pelaksanaan marketing publik relation di PT Kereta Api Indonesia (Persero) dalam menciptakan opini publik yang menguntungkan ? 3. Bagaimana pengevaluasi marketing publik relations di PT Kereta Api Indonesia (Persero) dalam upaya meningkatkan penumpang Kereta Api Indonesia (Persero) dalam upaya meningkatkan penumpang Kereta Api Argo Parahyangan ?



I. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui perencanan marketing publik relation di PT Kareta Api Indonesia (Persero) dalam menumbuhkan minat konsumen untuk menggunakan jasa transportasi kereta api Argo Parahyangan. 2. Untuk mengetahui pelaksanaan marketing publik relation di PT Kereta Api Indonesia



(Persero) dalam menciptakan opini publik yang menguntungkan.



3. Untuk mengetahui pengevaluasi marketing publik relations di PT Kereta Api Indonesia (Persero) dalam upaya meningkatkan penumpang Kereta Api Indonesia (Persero) dalam upaya meningkatkan penumpang Kereta Api Argo Parahyangan.



I. Kegunaan Penelitian 1. Secara Praktis



Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi peneliti lainnya yang ingin meneliti masalah yang sama dan bisa dikembangkan lagi dengan permasalahan penelitian yang berbeda. Penelitian ini, diharapkan dapat memperkaya literatur kajian mengenai strategi marketing public relations.



2. Secara Praktis



Marketing dan public relation memiliki peran yang penting. Marketing dapat menciptakan elemenelemen promosi untuk meningkatkan awareness dan publisitas, sementara public relations mampu menciptakan komunikasi yang positif antara stakeholders, baik pada level internet maupun eksternal perusahaan, sehingga memicu terjadinya hubungan yang positif. Strategi marketing public relation mer upakan salah satu strategi yang efektif dalam upaya mencapai tujuan strategi pemasaran perusahaan. Di samping itu, melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi PT KI (Persero) serta terus meningkatkan mutu dan pelayanan yang lebih baik kepada konsumen.



I. Tinjauan Pustaka



Penelitian ini memiliki kemiripan yang serupa dengan beberapa penelitian terdahulu. Berikut ini



beberapa penelitian terdahulu yang memiliki kemiripan serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis saat ini, sebagai berikut : No. 1.



Nama Isma Isnaeni



Judul Skripsi/Tahun Strategi Marketing



Hasil Penelitian



Public Relations Program Oz Galasin. 2012 (Studi Deskriptif Peraih Penghargaan Kategori Special Program di Radio Oz 103 1FM Bandung)



Penulis menemukan



respon positif dari khalayak pendengar dengan meningkatnya jumlah sms yang masuk ke program Oz Galasin. Peningkatan citra, menarik perhatian pendengar dan pengembangan SDM guna mempertahankan award sebagai kategori spesial program favorit berhasil dilakuykan oleh staff PR & Promotions Oz.



2.



Dwitasari Dyanti



Strategi Marketing Sebagian besar strategi Public Relation dalam yang dilakukan oleh Proses Rebranding. 2010Bahama Group dalam (Studi mengenai mengkomunikasikan Perubahan Apartemen hasil rebronding Menara Menara Salemba Salemba Batavia Batavia Menjadi menjadi Menteng Square Menteng Square). dalam pengelolaan respon pelanggan akibat proses rebranding tersebut adalah strategi komunikasi berbasis public relations dengan tujuan mendukung pemasaran.



3.



Romy Syaputra



Sayjoy Healthylicious sebsgsi Strategi Marketing Public Relations PT Amerta Indah Otsuka. 2012. (Studi Deskriptif Mengenai Strategi Marketing public Relation PT Indah Otsuka dalam Membangun Brand Awarness Soyjoy).



Strategi yang dilakukan oleh PT Amerta Indah Otsuka dalam melaksanakan Soyjoy He althylicious dimaknai sebagai bagian dari taktik pull strategi marketing public relations yang dilakukan dengan memadukan online dan o ffline octivity dalam menumbuhkan Brend Awarness Soyjoy.



I. Kerangka Berpikir



Marketing Mix adalah serangkaian dari variabel pemasaran yang dapat dikuasai oleh perusahaan dan digunakan untuk mencapai tujuan dalam pasar sasaran. Rangkaian atau unsur-unsur dalam marketing mix adalah : a. Produk



: Komoditas atau jasa yang disediakan;



2. Harga



: Jumlah nilai yang ditukarkan konsumen dengan manfaat dari memiliki atau



menggunakan produk atau jasa. A. Tempat : Tempat produk atau jasa tersebut bisa didapat dan bagaimana didistribusikan; B. Promosi : Bagaimana produk/jasa dijual kepada para konsumen.



Sementara marketing public relation merupakan proses perencanaan dan pengevaluasian program yang merangsang penjualan dan pelanggan hal tersebut, dilakukan melalui pengkomunikasian informasi yang kredibel dan kesan-kesan yang dapat menghubungkan perusahaan, produk dengan



kebutuhan serta perhatian pelanggan. Marketing mix yang dikemukakan oleh Philip Kotler (dalam Rosady Ruslan, 2005:243) menampilkan gagasan



megamarketing. Ia memasukan unsur dua “P” baru, yakni power dan public relations ke dalam marketing mix (bauran pemasaran), yang terdiri dari product, price, placement, dan promotions. PR memegang peranan dalam pemasaran (market mix), dalam hal ini berperan dalam membantu program promosi (pemasaran), selain itu memastikan bahwa pesan yang tepat disajikan kepada publik dengan mempertimbangkan kinerja, perusahaan dan etika, kesehatan keuangan perusahaannya, serta citra (image) yang baik dari perusahaannya. Bauran PR jika dijabarkan secara rinci dalam korelasinya dengan komponen utama peranan publik relations adalah sebagai berikut :



1. Publications (Publikasi dan Publisitas)



Fungsi dan tugas public relations salah satunya adalah menyelenggarakan publikasi atau menyebarluaskan informasi melalui berbagai media tentang kegiatan perusahaan/organisasi yang pantas untuk diketahui oleh publik.



2. Event (Penyusunan Program Acara)



Peran public relations jika dikaitkan dalam event/acara perusahaan adalah sebagai media komunikasi dan sekaligus untuk mendapatkan publikasi, sehingga media massa atau publik sebagai target sasarannya akan memperoleh pengenalan, pengetahuan, pengertian yang mendalam dan diharapkan dari acara tersebut dapat menciptakan citra positif terhadap perusahaan/lembaga atau produk yang diwakilinya. Semua kegiatan promosi dan publikasi dikaitkan dengan event tersebut. Event tersebut ada beberapa jenis diantaranya :



I. Calender Event : Event rutin yang dilaksanakan pada waktu tertentu, yaitu pada hari, bulan, tahun secara periodik (rutin) diselenggarakan sepanjang tahun, seperti menyambut hari raya idul fitri, natal, tahun baru dan sebagainya.



II. Special Event : Event yang sifatnya khusus dan dilaksanakan pada moment tertentu, di luar acara rutin. Event ini terdapat tiga jenis yaitu acara suatu peresmian, acara peringatan tertentu, dan acara komersial (new product launching) atau non komersial (social community relations). III. Moment Event : Event yang sifatnya momentum atau lebih khusus lagi dan dilaksanakan pada momen-momen tertentu di luar acara rutin, misalnya acara 100 tahun (satu abad) memperingati Bung Karno, menyambut millennium ke-3 dan sebagainya yang dianggap sebagai momen oleh pihak lembaga ataupun Humas untuk mengadakan suatu acara istimewa yang perlu diperingati dan dipublikasikan. IV. News (Menciptakan Berita)



Public relations berperan dalam pembuatan press release, newsletter, bulletin, dan lainnya yang biasa mengacu teknik penulisan 5 W + 1 H (who, where, when, why, dan how).



I. Community Involvement (Kepedulian pada Komunitas)



Peran public relation salah satunya terlibat dalam kontak sosial dengan kelompok masyarakat tertentu untuk menjaga hubungan baik (community relations dan humanity relations) dengan pihak perusahaan yang diwakilinya.



I. Sosial Responsibility (Tanggung Jawab Sosial)



Aspek tanggung jawab dalam dunia PR sangat penting. PR tidak hanya memikirkan keuntungan materi bagi lembaga atau organisasi serta tokoh yang diwakilinya, tetapi juga kepedulian kepada masyarakat. Pada penerapannya bauran PR memegang peranan langsung pada pemasaran perusahaan, sehingga bisa menimbulkan citra masyarakat/konsumen terhadap produk/jasa atau perusahaan. Baura n PR dalam korelasinya dengan



komponen marketing mix (pemasaran) yaitu memberikan peran dalam membina dan mempertahankan citra perusahaan, produk/jasa, baik segi kuantitas maupun kualitas pelayanan yang diberikan kepada konsumennya, sehingga hal tersebut membantu minat konsumen terhadap produk barang/jasa perusahaan. Dikaitkan dengan teori manajemen merupakan sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal http:wikipedia.org/wiki/manajemen diakses 5 April 2014 Pkl. 10.00. Sedangkan manajemen pemasaran ialah kegiatan menganalisa, merencanakan, mengimplementasikan, dan mengawasi segala kegiatan (program), guna memperoleh tingkat pertukaran yang menguntungkan dengan pembeli sasaran dalam rangka mencapai tujuan organisasi (Kotler dan Armstrong, 1999:11). Un tuk mencapai suatu tujuan dalam teori manajemen G.R. Terry, (2010:9-10) menyeb utkan bahwa prosesnya berlangsung melalui tahap-tahap yang dikenal dengan POAC sebagai singkatan dari Planing (Perencanaan), Organizing (Pengorganisasian), Actuating (Pelaksanaan), dan Controlling (Pengawasan . Dari fungsi-fungsi manajemen yang dikemukakan oleh Terry dapat dilihat contoh penerapannya di dalam marketing. Misalnya, planning. Planning ini dibuat berdasarkan data yang ada di perusahaan, misalnya planning dalam bauran pemasaran atau marketing mix, yang terdiri product (komoditas/jasa yang disediakan), price (harga), placement (tempat), dan promotions (promosi). Tahap selanjutnya adalah organizing, yaitu disususn organisasi yang jelas dan efisien sehingga dengan jelas diketahui siapa yang bertanggung jawab, kepada siapa harus dipertanggungjawabkan, bagaimana koordinasi dalam



perusahaan. Jadi disini diperlukan suatu struktur yang jelas, sehingga tidak terjadi saling lempar tanggung jawab seandainya terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam pekerjaan. Actuating sebagai fungsi ketiga, yaitu melaksanakan pekerjaan, bagaimana cara kerja, ke mana harus pergi, kapan, dan sebagainya. Agar pelaksanaan pekerjaan berjalan mulus, maka para pekerja perlu diberi insentif dengan demikian harus ditetapkan secara jelas tentang gaji, honor, uang lelah, uang komisi penjualan, dan sebagainya. Fungsi terakhir ialah perlu adanya kontrol dari setiap pekerjaan yang dilakukan. Kontrol harus dilakukan sedini mungkin agar tidak terjadi kesalahan yang berlarut-larut. Jika terjadi penyimpangan dari planning yang telah ditetapkan maka perlu diambil tindakan pencegahannya (Alama, 2007:137). Unsur-unsur yang terlibat dalam proses yang bertahap secara berkesinambungan itu adalah apa yang dikenal dengan rumus Six M (Men, Materials, Machines, Methods, Money, dan Markets). Adapun penjelasan di atas yaitu : 1. Men (Manusia), merujuk pada sumber daya manusia yang dimiliki oleh organisasi. Dalam manajemen, faktor manusia adalah yang paling menentukan. Manusia yang membuat tujuan dan manusia pula yang melakukan proses untuk mencapai tujuan. Tanpa ada manusia tidak ada proses kerja, sebab pada dasarnya manusia adalah makhluk kerja, oleh karena itu manajemen timbul karena adanya orang-orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan, http:wikipedia.org/wiki/Manajemen diakses 5 April 2014 Pkl. 10.20. 2. Material (Bahan), dalam dunia usaha untuk mencapai hasil yang lebih baik, selain manusia yang ahli dalam bidangnya juga harus dapat menggunakan bahan/materi-materi sebagai salah satu sarana, sebab materi dan manusia tidak dapat dipisahkan, tanpa materi tidak akan tercapai hasil yang dikehendaki.



3. Machines (Mesin), yakni digunakan untuk memberi kemudahan atau alat-alat atau mesinmesin yang diperlukan dan menciptakan efesiensi kerja. 4. Methods (Metode), Cara dan atau sistem kerja dalam usaha mencapai tujuan itu. Metode dapat dinyatakan sebagai penetapan cara pelaksanaan kerja suatu tugas dengan memberikan berbagai ppertimbangan-pertimbangan kepada sasaran, fasilitas-fasilitas yang tersedia, waktu, serta keuangan dan kegiatan usaha, meskipun metode baik, sedangkan orang yang melaksanakannya tidak mengerti atau tidak mempunyai pengalaman, maka hazsilnya tidak akan memuaskan dengan demikian peranan utama dalam manajemen tetap manusianya sendiri. 5. Markets (Pasar), tempat menyalurkan hasil produksi kepada masyarakat. Penguasaan pasar dalam arti menyebarkan hasil produksi merupakan faktor menentukan dalam perusahaan. Agar pasar dapat dikuasai maka kualitas dan harga barang harus sesuai dengan selera konsumen dan daya beli (kemampuan) konsumen. Pada penerapannya manajemen pemasaran ialah proses untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dari kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh individu atau oleh perusahaan. Dari definisi tersebut ialah apabila seseorang atau perusahaan ingin mermperbaiki pemasarannya, maka ia harus melakukan kegiatan pemasaran itu sebaik mungkin (Buchari Alma, 2007:130). Adapun model yang digunakan dalam penelitian ini yaitu model hirarki efek merupakan upaya komunikator (pemasar) dalam menetapkan apa yang dihadapkan dari khalayak sasaran, selanjutnya berupaya bagaimana caranya agar khalayak sasaran bersedia membeli produk atau jasanya, (Djaslim Saladin, 2010:192). Tah apan-tahapan dalam model hirarki efek yaitu meliputi : Pertama Kesadaran, komunikator (pemasar) membangunkan kesadaran terhadap konsumen tentang produk



dan jasa. Pada tahapan ini, PT Kereta Api Indonesia (Persero) dalam menarik minat konsumen menggunakan jasa transportasi kereta api, perusahaan mengandalkan pelayanan dan melaksanakan program tiket promo atau potongan tarif tiket kereta api. Upaya perusahaan dalam mempromosikannya yaitu melalui brosur, internet, karyawan, dan PR/Humas. Kedua Pengetahuan, komunikator (pemasar) memutuskan untuk memilih pengetahuan tentang produk/jasa sebagai tujuan komunikasi. Pada tahapan ini, PT Kereta Api Indonesia (Persero) menyediakan gerbong eksekutif yang sangat nyaman bagi konsumennya pada kereta apa Argo Parahyangan, sehingga perusahaan bisa menarik minat konsumen. Upaya perusahaan dalam mempromosikannya, juga dilakukan melalui internet, karyawan, dan brosur. Ketiga Menyukai, tahap untuk mengembangkan suatu kampanye komunikasi untuk mendorong perasaan konsumen terhadap produk/jasa. Pada tahapan ini, PT Kereta Api Indonesia (Persero) dalam menarik minat konsumen menggunakan jasa transportasi kereta api Argo Parahyangan, perusahaan juga melaksanakan program tiket promo setiap harinya. Upaya perusahaan dalam mempromosikannya, dilakukan melalui internet. Keempat Preferensi, tahap komunikator (pemasar) berupaya membangun preferensi konsumennya, yaitu salah satunya dengan mempromosikan kualitas, nilai, kinerja, dan keistimewaan lain produk itu. Pada tahapan ini, PT Kereta Api Indonesia (Persero) dalam menarik minat konsumen, perusahaan mengendalikan pelayanan dan mengadakan program tiket promo , sehingga perusahaan bisa membangun preferensi konsumennya. Pelaksanaan promosi dalam mempromosikan pelayanan perusahaan dan program tiket promo, juga dilakukan melalui internet, brosur, karyawan, dan PR/ Humas.



Kelima Keyakinan, tahap komunikator (pemasar) berupaya membangun keyakinan bahwa produk tersebut pilihan yang terbaik. Upaya-upaya PT Kereta Api Indonesia (Persero) dalam memberikan pelayanan yang terbaik pada konsumennya dan mengadakan program tiket promo, diharapkan bisa mendorong minat konsumen dan kembali untuk menggunakan jasa transportasi kereta api. Keenam Membeli, tahap komunikator (pemasar) mengarahkan konsumen agar mengambil langkah untuk melakukan pembelian. Pada tahapan ini, upaya-upaya PT Kereta Api Indonesia (Persero) seperti perusahaan mengandalkan kenyamanan, keamanan dan pelayanan, mengadakan program tiket promo, serta mempromosikan pada konsumen, diharapkan bisa mendorong minat konsumen menggunakan jasa transportasi kereta api dan membeli tiket kereta api. Adapun gambaran skema kerangka berpikir sebagai berikut :



Gambar 1.1 Skema Strategi Marketing Public Relations PT Kereta Api Indonesia (Persero) dalam Upaya Meningkatkan Penumpang Kereta Api Argo Parahyangan :



I. Langkah-langkah Penelitian 1. Lokasi Penelitian



Lokasi penelitian ini di PT Kereta Api Indonesia (Persero) daerah operasional II Bandung, beralamat di Jln. Stasiun Selatan No. 25 Bandung. Alasan peneliti karena tersedianya data, lokasi yang strategis, dan mudah dijangkau.



2. Metode Penelitian



Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode derkriptif. Metode deskriptif diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek/objek penelitian, pada saat sekarang berdasarkan kafta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Hadari Nawawi, 1998:63). Penelitian ini, bertujuan menggambarkan atau mendeskripsikan strategi marketing publik relations di PT Kereta Api Indonesia (Persero) dalam menarik minat konsumennya menggunakan jasa transportasi kereta api Argo Parahyangan, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengevaluasian.



3. Jenis dan Sumber Data I. Jenis Data



Jenis data dalam penelitian ini adalah jenis data kualitatif, yaitu data yang berkaitan dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dibuat sebelumnya oleh penulis yaitu : 1) Perencanan marketing publik relation di PT Kareta Api Indonesia (Persero) dalam menumbuhkan minat konsumen untuk menggunakan jasa transportasi kereta api Argo Parahyangan. 2) Pelaksanaan marketing publik relation di PT Kereta Api Indonesia (Persero) dalam menciptakan opini publik yang menguntungkan. 3) Pengevaluasian marketing publik relations di PT Kereta Api Indonesia (Persero) dalam upaya



meningkatkan penumpang



Kereta Api Indonesia (Persero) dalam upaya meningkatkan penumpang Kereta Api Argo Parahyangan. b. Sumber Data 1) Sumber data primer dalam penelitian ini dikumpulkan melalui in depth interview atau wawancara dengan pihak marketing dan pihak PR/Humas di PT Kereta Api Indonesia (Persero) daerah operasional II Bandung. Data primer yang dimaksud ialah data yang berkaitan dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dibuat sebelumnya oleh penulis. 2) Sumber data sekunder dalam penelitian ini dikumpulkan melalui tinjauan literatur, seperti bukubuku, jurnal, internet, dan skripsi, selain itu dokumentasi-dokumentasi yang diperoleh melalui objek penelitian. 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh melalui teknik sebagai berikut :



I. Observasi nonpartisipan adalah jenis metode observasi dimana seorang peneliti hanya berperan sebagai “penonton” saja tidak terjun sebagai pemain seperti dalam observasi partisipan (Elvin aro Ardianto, 2010:180). Observasi bertujuan untuk mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitasaktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian dilihat. Observasi ini dilakukan peneliti selama dua Minggu, dengan mengamati berbagai langkah atau strategi marketing public relation di PT Kereta Api Indonesia (Persero) dalam upaya meningkatkan penumpang kereta api Argo Parahyangan. II. Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu, (Sugiyono, 2012:231). Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara terstruktur yaitu digunakan sebagai teknik pengumpul data bila peneliti atau pengumpul data dalam



melakukan wawancara telah menyiapkan instrument penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang telah disiapkan oleh peneliti. Wawancara terstruktur yang dibuat oleh peneliti bertujuan untuk mengumpulkan data-data atau berbagai langkah mengenai strategi marketing public relation di PT Kereta Api Indonesia (Persero) dalam upaya meningkatkan penumpang kereta api Argo Parahyangan. Hal-hal yang ditanyakan antara lain berkaitan dengan marketing mix, yaitu product, price, placement dan promotions. Wawancara ini akan ditujukan kepada pihak marketing dan PR/ Humas di PT Kereta Api Indonesia (Persero) daerah operasional II Bandung. III. Studi Dokumentasi adalah penelusuran berbagai sumber informasi yang berhasil dari tempat penelitian. Studi dokumentasi digunakan oleh peneliti untuk menggali data-data sekunder. Dalam penelitian ini, data dokumentasi yang diperoleh dari tempat penelitian, yaitu PT Kereta Api Indonesia (Persero) meliputi media promosi atau brosur, media publikasi, serta photo-photo, dan dokumentasi-dokumentasi lainnya.



5. Analisis Data Langkah terakhir dalam penelitian ini adalah teknik analisis data. Analisis data dalam penelitian kualitatif menurut Sugiyono (2012:247) yaitu dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat wawancara peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi sampai tahap tertentu diperoleh data yang dianggap kredibel. Analisis data dalam penelitian kualitatif yaitu data reduktion (data reduksi), data display (penyajian data), dan conclusion drawing/verification (membuat kesimpulan dan verifikasi), penjelasannya yaitu :



I. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Data yang direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan (Sugiyono, 2012:247). Dalam penelitian ini, peneliti mereduksi data-data yang dikumpulkan melalui objek penelitian, yaitu mengenai berbagai langkah atau strategi marketing public relations di PT Kereta Api Indonesia (Persero) dalam upaya meningkatkan penumpang kereta api Argo Parahyangan. II. Display data (penyajian data) bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan hubungan antara kategori, flowchart dan sejenisnya. Tujuan mendisplaykan data yaitu memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah difahami tersebut (Sugiyono, 2012:249). Dalam penelitian ini penyajian data yang dilakukan oleh peneliti dilakukan dalam bentuk uraian singkat agar mudah dipahami. Penyajian data tersebut adalah datadata yang dikumpulkan dari objek penelitian, yaitu mengenai berbagai langkah atau strategi marketing public relations di PT Kereta Api Indonesia (Persero) dalam upaya meningkatkan penumpang kereta api Argo Parahyangan. III. Membuat kesimpulan dan verifikasi. Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2012:252) adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Dalam penelitian ini peneliti melakukan penarikan kesimpulan terhadap data-data yang diperoleh dari lapangan, peneliti juga memastikan bahwa data-data atau informasi tersebut merupakan data-data yang kredibel.



I. MANAJEMEN DAKWAH Contoh-contoh Judul Penelitian Skripsinya yaitu : I. Sistem Pengorganisasian Gedung Dakwah dan Urusan Haji Kab. Sukabumi dalam Upaya Mengembangkan Dakwah Islam. a. Strategi Pengembangan Organisasi ICMI dalam Mendukung Aktivitas Dakwah. b. Peranan Manajemen Masjid dalam Memakmurkan Masjid di Kompleks Perumahan Bumi Harapan Bandung. c. Sistem Pengelolaan Zakat dan Peranannya terhadap Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat: Kasus di BAZIS Kabupaten Purwakarta.



5. Keefektifan Metode Pengawasan Pimpinan terhadap Laporan Keuangan Masjid Jami Baiturrohim Desa Karang Suwung, Kec. Cirebon. 6. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Manajer terhadap Kualitas Pelayanan Kopontren Ilman di Pesantren Asrurrofiah Babakan Ciwaringin-Cirebon. 7. Wanita Karir dalam Perspektif Manajemen Keluarga Muslim: Studi Deskriptif terhadap Dosen Wanita UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Judul Penelitian sebagai berikut : POLA PENGAWASAN KELOMPOK BIMBINGAN IBADAH HAJI DALAM MENINGKATKAN KINERJA KARYAWAN (Studi Deskriptif di KBIH AL-Falah Jl. Raya Barat Cicalengka no 245 Bandung) Oleh Epit NIM: 1211408013



PROPOSAL PENELITIAN



I. Latar Belakang Masalah



Ibadah haji merupakan puncak ritual dari rukun Islam yang kelima yang wajib dilaksanakan oleh umat I



slam yang memenuhi kriteria istitha’ah, antara lain mampu secara materi, fisik dan mental. Ibadah haji juga mengintegrasikan seluruh



tataran syariah di dalamnya. Bahkan ibadah haji merupakan investasi syiar dan kekuatan Islam yang dahsyat. Hal ini terefleksi dalam prosesi Wukuf, Thawaf, Sa‟i dan Jamarat. Secara kuantitas jamaah haji Indonesia merupakan yang terbesar bila dibandingkan negara-negara lain, B erdasarkan keputusan rapat menteri luar negeri negara-negara Organisasi Konferensi Islam (OKI) tahun 1978 disepakati pembatasan jumlah jemaah haji setiap negara sebesar 1:1000 dari total jumlah penduduk (yang bergama Islam). Kuota jemaah haji Indonesia yang disepakati dalam MOU Persiapan Haji 1434 H/2013 M sebanyak 211.000 orang berdasarkan jumlah penduduk Republik Indonesia yang tercatat di PBB. Namun pada tanggal 6 Juni 2013 Pemerintah Indonesia mendapat surat pemberitahuan dari Pemerintah Arab Saudi tentang kebijakan pengurangan kuota haji sebesar 20% untuk seluruh negara tanpa terkecuali karena adanya proyek perluasan tempat tawaf yang memakan waktu penyelesaian selama 3 (tiga) tahun. Besarnya minat masyarakat untuk menunaikan ibadah haji, tentunya menuntut berbagai perubahan dan perbaikan dari berbagai pihak penyelenggara, sesuai dengan kondisi dan arah zaman yang berubah, Mungkin pada era 90-an tuntutan kualitas tidak menjadi keharusan bagi masyarakat haji, yang penting bagi mereka adalah berangkat dan kembali dengan selamat serta menjadi haji yang mabrur. Namun tidak demikian untuk jamaah haji saat ini. Hingga saat ini besarnya jumlah jamaah haji, belum bisa dijadikan tolak ukur besarnya potensi bagi bangsa dan negara, yang terjadi saat ini haji lebih sekedar rutinitas ibadah tahunan. Hal ini terlihat dari penyelenggaraan ibadah haji dari tahun ke tahun yang selalu menyisakan persoalan dan sering menjadi sorotan publik. Penyelenggaraan ibadah haji dari tahun ketahun tidak lepas dari permasalahan: otoritas penyelenggaraan ibadah haji, komponen besarnya BPIH, akomodasi, pemondokan, transportasi, katering kelembagaan dewan pengawas haji,



manasik haji dan pembinaan jamaah haji, pembatasan pergi haji karena kuota, keberadaan KBIH, dan eksistensi BPIH khusus (Evaluasi Penyelenggaraan Haji Tahun 1426 H/2006 M, Departemen Agama RI Direktorat Jendral Penyelenggaraan Haji dan Umroh). Dinamika penyelenggaraan haji selalu menjadi topik pembicaraan hangat dikalangan masyarakat. Hal ini karena tuntutan publik di era reformasi dan keterbukaan, dan juga kenyataan bahwa haji bukan hanya rutinitas tahunan yang menjadi kewajiban umat Islam dalam menyempurnakan rukun Islam yang kelima, tetapi lebih dari itu, perlu ditingkatkan sistem dan mekanisme penyelenggaraan haji itu sendiri. Dinamika tersebut sudah selayaknya ditanggapi secara proporsional oleh pemerintah atau lembaga terkait, untuk mencari solusi sehingga penyelenggaraan haji akan lebih profesional sesuai dengan harapan masyarakat. Penyelenggaraan haji selama ini dinilai kurang efektif dan efisien. Hal ini turut mempengaruhi kualitas pemberian pelayanan dan perlindungan kepada jamaah, untuk itu upaya penyempurnaan sistem dan manajemen penyelenggaraan ibadah haji harus ditingkatkan. Upaya tersebut bisa dilakukan dengan cara meningkatkan pembinaan, pelayanan dan perlindungan kepada jamaah haji. Negara atau pemerintah bertanggung jawab atas penyelenggaraan ibadah haji berdasarkan amanah Undang- Undang yang berlaku. Penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia telah diatur dalam Undangundang No 13 Tahun 2008 pasal 1 ayat 2 dan pasal 3. Dalam undang-undang ini disebutkan bahwa penyelenggaraan ibadah haji adalah rangkaian kegiatan pengelolaan pelaksanaan ibadah haji yang meliputi pembinaan, pelayanan, dan perlindungan ibadah haji. Penyelenggaraan ibadah haji bertujuan untuk memberikan pembinaan, pelayanan dan perlindungan yang sebaik-baiknya



bagi jamaah haji, sehingga jamaah haji dapat menunaikan ibadahnya sesuai dengan ketentuan ajaran agama Islam. Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) merupakan lembaga sosial Islam yang bergerak dalam bidang Bimbingan Manasik Haji terhadap calon jamaah/jamaah haji baik selama pembekalan ditanah air maupun pada saat ibadah haji di Arab Saudi. Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) sebagai lembaga sosial keagamaan (non pemerintah) merupakan sebuah lembaga yang telah memiliki legalitas pembimbingan melalui Undang-Undang dan lebih diperjelas melalui sebuah wadah khusus dalam struktur baru Departemen Agama dengan Subdit Bina KBIH pada Direktorat Pembinaan Haji (Buku Pedoman Pembinaan KBIH, 2006:1). Tujuan organisasi atau lembaga ini tidak akan berjalan tanpa adanya bantuan kinerja dari seorang karyawan. Dalam mencapai tujuan tersebut maka diperlukan unsur – unsur manajemen salah satunya adalah unsur men (manusia) atau bisa disebut juga dengan karyawan artinya tenaga kerja manusia baik tenaga kerja pemimpin maupun tenaga kerja operasional atau pelaksana, karena lembaga dan karyawan pada hakikatnya saling membutuhkan. Karyawan adalah asset (kekayaan) utama setiap lembaga atau perusahaan yang selalu ikut aktif berperan dan saling menentukan tercapai tidaknya tujuan perusahaan tersebut (Malayu S.P Hasubuan, 2000:179). Selain itu kinerja seorang karyawan tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya pengawasan dari seorang pemimpin. KBIH yang bergerak dibidang penyelenggaraan haji sangatlah berperan dalam mengurus, mengelola, pelaksanakan dan mengatur serangkaian kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya. Terutama dalam mengawasi seluruh program dan kegiatan KBIH. Kegiatan pengawasan ini dimaksudkan untuk mencegah penyimpangan-penyimpangan dari pelaksanaan kegiatan atau pekerjaan sekaligus untuk mengoreksi jika terjadi



penyimpangan dari tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Selain itu pelaksanaan kegiatan pengawasan pada KBIH ditujukan untuk mengontrol semua aktivitas yang meliputi segala pelayanan yang diberikan kepada para calon jamaah haji sampai kepada permasalahan internal organisasi. Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang memegang peranan penting dalam proses penyelenggaraan kegiatan guna tercapainya tujuan yang telah ditentukan di dalam suatu organisasi. Sepe rti halnya fungsi-fungsi manajemen lainnya yaitu perencanaan, pengorganisasian, dan penggerakkan, fun gsi pengawasan ini selalu dilakukan oleh setiap atasan kepada bawahannya untuk mengetahui apakah bawahannnya melakukan tugas sesuai dengan ketentuan dan syarat-syarat kualitas dan kuantitas kerja yang telah ditetapkan ataukah tidak. Oleh karena itu, keberhasilan lembaga ditentukan oleh pengawasan yang efektif, sehingga kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang dimiliki suatu lembaga menjadi lebih meningkat. Demikian halnya juga dalam penyelenggaraan tugas-tugas suatu Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) akan berhasil apabila pengawasan dilakukan secara efektif dan efisien. Kelompok Bimbingan Ibadah Haji Al-Falah adalah salah satu layanan sosial keagamaan yang diadakan oleh Yayasan Asysyahidiyyah untuk melayani dan membimbing elemen masyarakat yang akan melaksanakan ibadah haji dan atau umrah. Lembaga ini didirikan pada tahun 1998 dengan ijin Nomor:WI/1/Hj-01/KPPS/341/1998. Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Al-Falah adalah salah satu lembaga yang bergerak dibidang jasa pelatihan, bimbingan dan pemberangkatan jemaah haji dan umroh yang bertujuan untuk membimbing umat menuju baitullah dengan menitik beratkan kepada kualitas layanan dan serangkaian kegiatan untuk calon jamaah haji agar dapat menjadi haji yang Mabrur dan Mabruroh. KBIH Al-Falah menerapkan prinsif kerja



berdasarkan fungsi- fungsi manajemen yang meliputi : perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Dalam pengelolaanya KBIH Al-Falah memanfaatkan sumber daya yang ada di dalam yaitu para Asatidz yang masih memiliki ikatan keluarga juga para santri dari Pondok Pesantren Al-Falah yang ikut serta memberikan support terhadap berlangsungnya semua kegiatan yang diadakan oleh KBIH tersebut. KBIH Al-Falah merupakan lembaga yang banyak diminati oleh calon jamaah haji, Banyak sekali jamaah haji yang mendaftar setiap tahunya karena terdapat kepuasan jamaah terkait pelayanan yang diberikan kepada para jamaah. Adapun program yang dilakukan oleh KBIH Al-Falah meliputi : Program Ibadah haji, Umrah, Ziarah, dan Reuni akbar Jemaah Haji Al-Falah. Dalam merealisasikan program tersebut, KBIH Al-Falah menggerakan Para Alumni jamaah haji, Alumni Pesantren Al-Falah, pengurus dan elemen lain yang mau bekerja sama secara ikhlas untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan program-program yang telah direncanakan. Agar kegiatan organisasional mencapai tujuan yang sesuai dengan rencana dan cara-cara yang ditetapkan sebelumnya. Maka Kegiatan yang dilakukan oleh KBIH



Al-Falah tidak terlepas dari



peran seorang pemimpin didalamnya, karena pemimpin yang akan mengetahui semua kinerja karyawan, pemimpin juga yang akan mengetahui apakah kinerja yang dilakukan oleh karyawan berjalan dengan baik atau tidak sesuai dengan tujuan awal yang tekah direncanakan, karena bagaimanapun seorang pemimpin harus tetap menjaga profesionalisme kerja walaupun semua karyawanya merupakan orang-orang terdekat yang masih memiliki ikatan keluarga, setelah serangkaian kegiatan kinerja karyawan telah dilakukan, kemudian melakukan tindakan kotrektif (perbaikan) agar eksistensi sebuah organisasi tetap berjalan dengan efektif dan efisien.



Oleh karena itu pengawasan sangat penting dalam meningkatkan kinerja karyawan, agar karyawan mau bekerja sama, memiliki semangat kerja yang tinggi, bekerja secara ikhlas sehingga tercapainya hasil yang optimal. Selain itu pengawasan dilaksanakan dalam manajemen untuk mengetahui segala kekurangan dalam pelaksanaan pelayanan sehingga pelayanan yang dilaksanakan tidak menyimpang dengan tujuan-tujuan yang telah direncanakan dan menguntungkan bagi penyelenggaraan atau pelaksanaan program selanjutnya agar permasalahan yang pernah terjadi tidak terulang lagi. Pengawasan sebagai fungsi manajemen berdekatan erat dengan perencanaan. Hal ini, karena pengawasan berhubungan langsung dengan kegiatan yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, supaya tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang menyebabkan tidak tercapainya tujuan. Pengawasan ini mencakup mengevaluasi pekerjaan yang sedang berlangsung, dan apabila diperlukan perbaikan maka perbaikan dapat dilaksanakan terhadap kegiatan yang sedang dikerjakan. Jika dilakukan perbaikan, maka perbaikan tersebut tidak boleh sampai merusak tujuan sesuai yang telah direncanakan.



I. Rumusan Masalah



Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka masalah yang akan diteliti dalam pembuatan skripsi ini dirumuskan dalam bentuk Pola Pengawasan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji da lam Meningkatkan Kinerja karyawan. Selanjutnya untuk mempermudah pembahasan dan analisis, pokok permasalahn tersebut dirincikan dalam beberapa permasalahan penelitian :



1. Bagaimana standar pengawasan yang diterapkan di KBIH Al- Falah Cicalengka Bandung?



2. Bagaimana implementasi standar pengawasan yang dilakukan oleh Pemimpin dalam melihat perkembangan kinerja karyawan? 3. Bagaimana tindakan evaluasi yang dilakukan oleh pemimpin dalam memperbaiki kinerja karyawan di KBIH Al-Falah Cicalengka Bandung? III. Tujuan Penelitian



Dalam melakukan penelitian, setiap peneliti mempunyai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini sebagai berikut :



1. Untuk mengetahui standar pengawasan yang di terapkan di KBIH Al-Falah Cicalengka Bandung. 2. Untuk mengetahui implementasi dari standar pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan dalam melihat perkembangan kinerja karyawan. 3. Untuk mengetahui tindakan evaluasi yang dilakukan oleh pemimpin dalam memperbaiki kiner ja karyawan di KBIH Al-Falah Cicalengka Bandung. IV. Kegunaan Penelitian a. Dari segi teoretis



Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memperluas khasanah pemikiran, pengetahuan, pemahaman dalam ilmu manajemen terutama ilmu tentang pengawasan, serta diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan studi banding oleh peneliti lain, juga dapat dipergunakan dalam pengembangan ilmu pengetahuan khusunya dalam bidang keilmuan manajemen dakwah.



2. Dari segi praktis



Diharapkan dapat memberi masukan positif bagi organisasi dalam memahami pentingnya fungsi pengawasan sumberdaya manusia untuk memaksimalkan kinerja agar sesuai dengan rencana awal yang



telah ditetapkan, serta bertujuan



untuk menghindari terjadinya penyimpangan- penyimpangan yang tidak diharapkan agar proses kinerja organisasi dapat terselesaikan secara efektif dan efisien.



I. Tujuan Pustaka



Untuk menghindari kesamaan penulisan dan plagiatisme, maka berikut ini penulis sampaikan beberapa hasil penelitian sebelumnya yang memiliki relevansi dengan penelitian ini, antara lain sebagai berikut : Pertama, skripsi yang telah disusun oleh Widaningsih (2005) dengan judul: “Teknik Pengawasan Dalam Meningkatkan Disiplin Kerja Karyawan” skripsi ini menjelaskan tentang pengawasan seksi penyelenggaraan Haji Departemen Agama Purwakarta, di dalam mekanisme pelaksanaan kegiatannya Departemen Agama Purwakarta melakukan dua teknik pengawasan, yaitu pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung. Dalam pengawasan langsung dilakukan dengan cara peninjauan pribadi dan dengan melakukan bimbingan dan penyuluhan serta program kerja setiap satu minggu sekali setiap hari senin pagi setelah apel pagi pukul 07:30 WIB. Sedangkan pengawasan tidak langsung yaitu dengan memberikan laporan pertanggung jawaban mengenai pelaksanaan kegiatan yang telah dilaksanakan baik melalui lisan maupun lewat tulisan. Pengawasan yang dilakukan pemimpin seksi penyelenggaraan Haji Departemen Agama Purwakarta ini memberikan dampak positif terhadap karyawan seksi penyelenggaraan Haji Departemen Agama Purwakarta, yaitu dengan semangat tumbuhnya produktifitas dan disiplin kerja yang tinnggi. Kedua, skripsi yang telah disusun oleh Budiman Iskandar (2005) yang berjudul “Aplikasi Fungsi Pengawasan dalam Pelaksanaan Ibadah Haji di Kantor Wilayah Departemen Agama Profinsi Jawa Barat” skripsi ini menjelaskan tentang aplikasi pengawasan yang dilakukan oleh



kepala Kanwil Departemen Agama Profinsi Jawa Barat adalah dengan sebuah membentuk tim pemantau yang memiliki fungsi sebagai pemantau Kepala Kanwil dalam mengawasi proses penyelenggaraan ibadah haji. Tim pemantau bertugas untuk memantau pelaksanaan tugas-tugas pada bidang-bidang yang terkait dengan Panitia Penyelenggaraan Ibadah Haji (PPIH), yaitu administrasi, transportasi, kesehatan jamaah, perbekalan (pasilitas) jamaah calon haji, dan keamanan serta ksenyamananya. Aplikasi pengawasan yang dilakukan oleh kanwil Departemen Agama Propinsi Jawa Barat pada saat pemulangan tidak jauh beda dengan pengawasan saat pemberangkatan, baik secara manajerialnya ataupun dalam pelaksanaanya. Evaluasi hasil pemantauan kemudian dilaporkan kepada kepala Kanwil Depag sekaligus sebagai ketua Panitia Penyelenggaraan Ibadah Haji (PPIH), dan tidak dilanjuti dengan instruksi untuk melakukan perbaikan. Apabila ada masalah yang cukup rumit biasanya kepala Kanwil mendiskusikanya pada rapat dadakan atau incidental. Bahkan dapat pula mengundang ahli ataupun sebuah lembaga yang berkaitan dan diperkirakan dapat membantu menyelesaikan tugas tersebut.



I. Kerangka Pemikiran



Secara etimologis, kata manajemen berasal dari Bahasa Inggris, yakni management, yang dikembangkan dari kata to manager, yang artinya mengatur atau mengelola. Kata manage itu sendiri berasal dari Bahasa Italia, maneggio, yang diadopsi dari Bahasa Latin managiare, yang berasal dari kata manus, yang artinya tangan (Sadili Samsudin, 2006:15). Sedangkan secara terminologi, manajemen adalah sebuah proses yang khas, yang terdiri dari tindakan-tindakan; perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian yang dilakukan untuk mencapai sasaran-sasaran yang telah



ditetapkan melalui pemanfatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya. Sedangkan menurut Stoner manajemen adalah proses perencanaan (Planning), pengorganisasian (Organizing), pengarahan (Actuating) dan pengawasan (Controlling), usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan (Handoko, 1986: 8). Manajemen merupakan salah satu aspek penting dalam mewujudkan suatu harapan yang dicita- citakan bersama untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi. Manajmen adalah upaya mengatur dan mengarahkan berbagai sumberdaya, mencangkup manusia (Man), uang (Money), barang ( Material), mesin (Matchine), metode (Methode) dan Pasar (Market). (Zaenal Muchtarom, 1996:35). Dipandang sebagai salah satu fungsi manajemen, fungsi pengawasan dilakukan untuk mengukur efektifitas kerja personal dan tingkat efisiensi peggunaan metode serta alat-alat tertentu dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Proses pengawasan ditujukan untuk memeriksa kesesuaian realisasi kerja di lapangan dengan rencana, instruksi dan prinsip-prinsip kerja yang telah ditetapkan. Pengawasan sangat penting dilaksanakan dalam manajemen untuk mengetahui segala kekurangan dalam pelaksanaan pelayanan sehingga pelayanan yang dilaksanakan tidak menyimpang dengan tujuantujuan yang telah direncanakan dan menguntungkan bagi penyelenggaraan atau pelaksanaan program selanjutnya supaya permasalahan yang pernah terjadi tidak terulang lagi. Pengawasan sebagai fungsi manajemen berdekatan erat dengan perencanaan. Hal ini karena pengawasan berhubungan langsung dengan kegiatan yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, pengawasan ini mencakup mengevaluasi pekerjaan yang sedang berlangsung,



dan apabila diperlukan perbaikan maka perbaikan dapat dilaksanakan terhadap kegiatan yang sedang dikerjakan. George. R Terry (dalam Brantas, 2009:198) juga berpandangan bahwa pengawasan adalah proses penentuan, menentukan apa yang harus dicapai yaitu standar, apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan dan penilaian (Evaluasi) pelaksanaan dan apabila perlu melakukan perbaikan-perbaikan (tindakan korektif), sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras dengan standar. Hlarold Koonz dan Cyrill O. Donnel dalam buku mereka Principles of Management mengatakan bahwa Planning And Controlling Are The Two Side Of The Same Coin. Artinya bahwa perencanaan dan pengawasan merupakan kedua belahan mata uang yang sama (Sondang P. Siagian 2008 : 112). Jelas bahwa tanpa rencana pengawasan tidak mungkin dilaksanakan karena tidak ada pedoman untuk melakukan pengawasan itu. Sebaliknya rencana tanpa pengawasan akan berarti kemungkinan timbulnya penyimpangan-pengimpangan dan penyelewengan- penyelewengan yang serius tanpa aada alat untuk mencegahnya. Pengertian sumberdaya manusia dikemukakan pula oleh Sedarmayanti (2001:68) dalam buku “Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja” bahwa sumber daya manusia adalah tenaga kerja atau pegawai didalam organisasi yang mempunyai peran penting dalam mencapai keberhasilan”. Menurut A. Anwar Prabu Mangkunegara (2005:9) menjelaskan bahwa kinerja merupakan istilah yang berasal dari kata Job performance atau actual performance prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang. Kemudian diperkuat oleh Barnadin (2001:143) yang dikutif oleh Sudarmanto (2009:8) menyatakan bahwa kinerja merupakan catatan hasil yang diproduksi atau yang dihasilkan atas fungsi pekerjaan tertentu atau aktivitas–aktivitas selama priode



tertentu. Dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah prestasi kerja atau hasil kerja sesungguhnya yang dicapai seseorang. Malayu S.P Hasibuan (2000:12) bahwa karyawan adalah kekayaan utama suatu perusahaan atau lembaga, karena tanpa keikutsertaan mereka aktivitas perusahaan tidak akan terjadi, karyawan berperan aktif dalam menetapkan rencana, system, proses dan tujuan yang ingin dicapai. Dapat dipahami bahwa karyawan adalah modal utama bagi setiap perusahaan. Sebagai modal, kinerja karyawan perlu dikelola dan diawasi agar tetap produktif. Selain itu karyawan merupakan asset utama yang penting serta merupakan salah satu faktor penunjang keberhasilan pekerjaan dalam menjalankan perusahaan atau lembaga. Maka dari itu, pentingnya sistem pengawasan yg efektif dari seorang pemimpin untuk mempertahankan semangat kerja, melakukan pekerjaan dengan baik serta meningkatkan sikap loyalitas karyawan terhadap lembaga. Sistem pengawasan yang efektif harus memenuhi beberapa prinsip pengawasan yaitu adanya rencan tert entu dan adanya pemberian instruksi serta wewenang-wewenang kepada bawahan. Rencana merupakan standar atau alat pengukur pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan. Rencana tersebut menjadi petunjuk apakah sesuatu pelaksanaan pekerjaan berhasil atau tidak. Pemberian instruksi dan wewenang dilakukan agar sistem pengawasan itu memang benar-benar dilaksanakan secara efektif. Wewenang dan instruksi yang jelas harus dapat diberikan kepada bawahan, karena berdasarkan itulah dapat diketahui apakah bawahan sudah menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. Atas dasar instruksi yang diberikan kepada bawahan maka dapat diawasi pekerjaan yang dilakukan seorang bawahan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah tugas- tugas telah dilaksanakan, bagaimana pelaksanaanya, apakah terjadi penyimpangan didalam pelaksanaan tugas-tugas seorang



pemimpin untuk melakukan pengawasan. Dari uraian di atas jelas bahawa pengawasan mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam proses manajemen. Pengawasan oleh pemimpin kepada bawahan merupakan usaha untuk membimbing, mengarahkan dan mendayagunakan kemajuan bawahan secara maksimal, guna mencapai tujuan lembaga atau organisasi. Pimpinan melakukan itu guna mencegah atau memeprbaiki terjadinya penyimpangan yang tidak sesuai dengan perencanaan. Demikian juga halnya dalam pelaksanaan pengawasan, untuk mempermudah pelaksanaan dalam merealisasikan tujuan harus pula dilalui beberapa fase atau urutan pelaksanaan. Proses pengawasan yang berobjekan apapun terdiri dari 3 (tiga) tahap sebagai berikut (Manulang, 2008:148) :



1. Menetapkan alat pengukur (standar) 2. Mengadakan penilaian (evaluasi) 3. Mengadakan tindakan perbaikan (corrective action)



Proses pengawasan tersebut pada dasarnya dilakaukan oleh Pemimpin dengan mempergunakan dua macam metode pangawasan, yaitu : pengawasan langsung (direct control), dan pengawasan tidak langsung (indirect control. Metode pengawasan langsung bisa dilakukan oleh pemimpin ketika proses kinerja karyawan sedang berjalan setiap harinya, atau bisa juga saat rapat bulanan. Sedangkan metode pengawasan tidak langsung bisa dilakukan oleh tim pengawas Yayasan Asysyahidiyyah yang telah mendapatkan mandat dari pimpinan agar kualitas kinerja karyawan tetap terjaga, lihat gambar di bawah ini yaitu:



Gambar.1.1 Metode Pengawasan



Metode pengawan lang



Adapun proses pengawasan secara langsung dan tidak langsung yang diterapkan pada kualitas kinerja karyawan di KBIH Al-Falah, hasilnya adalah untuk mengukur keefektifan kinerja yang telah dilakukan selama ini. Menurut H. Emerson Efektif adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya (Brantas, 2009:190). Perlu diketahui bahwa semua pemimpin pemimpin menginginkan untuk mendapatkan sistem pengawasan yang efektif dan efisien untuk membantu agar apa yang dilakukan sesuai dengan rencana. Agar pengawasan tersebut berjalan dengan efektif dan efisien perlu adanya sistem yang baik dari pengawasan itu. Sistem yang baik itu memerlukan syarat- syarat menurut (Soewarto Handayaningrat, 1996:151) sebagai berikut :



1. Pengawasan harus didudukan dengan rencana dan jabatan seseorang. 2. Pengawasan harus dihubungkan dengan individu pimpinan dan pribadinya. 3. Pengawasan harus menunjukan penyimpangan- penyimpangan pada hal- hal yang penting. 4. Pengawasan harus objektif. 5. Pengawasan harus luwes. 6. Pengawasan harus hemat. 7. Pengawasan harus membawa tindakan perbaikan (corective action).



Dengan memenuhi syarat-syarat tersebut, maka sistem pengawasan akan berjalan dengan baik secara efektif dan efisien. Begitupun pengawasan dalam proses kinerja yang dilakukan oleh karyawan akan berjalan dengan baik dan efisien apabila memenuhi syarat-syarat tersebut. Pengawasan ini dilakukan secara menyeluruh dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, dan semua kegiatan kinerja karyawan sehingga tidak terjadi penyimpangan- penyimpangan yang tidak diharapkan dan sesuai dengan apa yang diharapkan.



Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses manajeman dapat diselesaikan apabila pengawasan telah dilaksanakan. Oleh karena itu, pengawasan dapat dinyatakan sebagai proses dimana Pemimpin/ pihak manajemen melihat apakah yang telah terjadi sesuai dengan apa yang seharusnya terjadi. Gambar.1.2 Skema Kerangka Berfikir tentang Pengawasan KBIH Al-Falah



Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa, sebuah lembaga atau organisasi khususnya KBIH Al-Falah perlu ditangani secara profesional oleh seorang pemimpin



terhadap bawahanya, agar proses pelaksanaan kegiatan pada sebuah lembaga atau organisasi tidak menyimpang dari rencana yang sudah ditetapkan sebelumnya, hal inilah yang mendasari adanya pengawasan dari pemimpin, agar proses pelaksanaan kerangka kerja yang telah disusun dari awal dapat berjalan dengan efektif dan efisien dan mendapatkan hasil yang maksimal. Dari beberapa penjelasan mengenai pengawasan diatas, dapat disimpulkan bahwa penerapan fungsi manajemen lebih dikonsentrasikan pada pengawasan yang dapat diterapkan bagi peningkatan kualitas kinerja karyawan.



I. Langkah – langkah Penelitian a. Lokasi Penelitian



Penelitian ini dilakukan pada KBIH Al-Falah yang berada di Jl. Raya Barat Cicalengka no 245 Bandung. Alasanya ialah masalah ini sangat penting untuk dipecahkan karena berkaitan dengan pengawasan dan kinerja karyawan. Lokasi ini relatif mudah terjangkau dari tempat tinggal peneliti, yang memungkinkan efektivitas dan efisiensi dalam pengumpulan data- data dan informasi yang dibutuhkan.



2. Metode penelitian



Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif, yaitu metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpuloan secara lebih luas (Sugiyono, 2005 :21). Adapun pendapat lain menyatakan metode deskriptif adalah metode penelitian yang berusaha mendeskripsikan gejala, pristiwa, kejadian yang terjadi pada saat sekarang (Suharmini Arikunto, 2002:30). Hal ini dimaksudkan untuk menggambarkan, memaparkan dan menjelaskan data-data informasi tentang fungsi pengawasan yang digunakan oleh KBIH Al-Falah dalam meningkatkan kinerja karyawan melalui



observasi, wawancara dan studi kepustakaan yang menyeluruh terhadap objek penelitian. Kemudian data yang telah diperoleh dan terkumpul dianalisis. Dengan menggunakan metode tersebut dapat menghantarkan peneliti dalam memperoleh data secara benar, akurat dan lengkap berdasarkan hasil pengumpulan data dan pengolahan data secara sistematis.



3. Jenis Data



Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Menurut Bog dan Taylor data kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata- kata tertulis atau lisan dari orang- orang atau prilaku yang diamati (Khaerul Wahidin, 2001:47). Pendapat lain menyatakan penelit ian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lainnya (Lexy J. Moleong, 1996:157). Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan jawaban atas beberapa pertanyaan penelitian yang diajukan terhadap masalah yang dirumuskan dan pada tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, jenis data tersebut diklasifikasikan menjadi yaitu :



I. Data yang berhubungan dengan standar pengawasan. II. Data yang berhubungan dengan implementasi standar pengawasan yang dilakukan oleh pemimpin dalam melihat perkembangan kinerja karyawan. III. Data yang berhubungan dengan tindakan evaluasi yang dilakukan oleh pemimpin dalam memperbaiki kinerja karyawan.



4. Sumber Data



Dalam hal ini sumber data yang digunakan peneliti terdiri dari data primer dan data sekunder.



I. Data Primer



Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari obyek penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang dicari. Dat a primer ini diperoleh melalui kata-kata atau tindakan orang-orang yang diamati dan diwawancarai. Ada pun subyek penelitian, antara lain: Pimpinan, dan pengurus KBIH Al-Falah Cicalengka Bandung.



I. Data Sekunder



Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari data tertulis yang merupakan sumber data yang tidak bisa diabaikan, karena melalui sumber data tertulis akan diperoleh data yang dapat dipertanggungjawabkan validitasnya (Lexy J. Moleong, 2004:113). Data yang diperoleh bisa berupa arsip, dokumentasi, visi dan misi, Ad/ART, struktur organisasi serta program kerja yang terdapat pada KBIH Al-Falah ataupun hal- hal lain yang dapat melengkapi jenis data yang diperoleh dalam penelitian.



5. Teknik Pengumpulan Data I. Observasi



Observasi adalah metode yang dilakukan dengan cara pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diselidiki (Usman dan Akbar, 2003:54). Observasi juga merupakan teknik yang dilakukan melalui pengamatan, pengawasan, peninjauan dan penyelidikan langsung akan kondisi objek untuk mengumpulkan data- data (Kamus Ilmiah Popular, 2001:553). Dalam pelaksanaan observasi ini, peneliti mengadakan pengamatan langsung terhadap objek yang menjadi pusat penelitian, agar mengetahui secara langsung aktivitas KBIH Al-Falah, khususnya pada pengawasan KBIH AlFalah. Dan juga untuk mengetahui sejauh mana efektivitas kinerja karyawan di KBIH Al-Falah



Cicalengka Bandung.



I. Wawancara



Wawancara adalah suatu metode pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan secara langsung kepada seseorang yang berwenang tentang suatu masalah



(Suharsimi Arikunto,



1993:231). Peneliti dalam hal ini berkedudukan sebagai interviewer, mengajukan pertanyaan, menilai jawaban, meminta penjelasan, mencatat dan menggali pertanyaan lebih dalam. Di pihak lain, sumber informasi (interview) menjawab pertanyaan, memberi penjelasan dan kadang-kadang juga membalas pertanyaan (Hadi, 2004:218). Metode ini dipergunakan untuk mendapatkan data dan menggali data tentang sesuatu yang berkaitan dengan pengawasan yang didlakukan oleh KBIH Al-Falah. Dalam wawancara ini peneliti menggunakan wawancara tersruktur yaitu wawancara yang terdiri dari suatu daftar pertanyaan yang telah direncanakan dan telah disusun sebelumnya. Semua responden yang diwawancarai diajukan pertanyaan-pertanyaan yang sama, dengan kata-kata dan dalam tata urutan secara uniform. Di samping itu sebagai bentuk pertanyaannya, digunakan wawancara terbuka yaitu terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang sedemikian rupa bentuknya sehingga responden atau informan diberi kebebasan untuk menjawabnya. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah pimpinan KBIH Al-Falah beserta pengurus- pengurus lainya.



I. Studi dokumentasi



Metode Dokumentasi adalah metode mencari data mengenai hal-hal atau variabl yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya (Lexy J. M oleong, 2004:218). Teknik pengumpulan data tidak langsung ini ditujukan kepada subyek penelitian dalam rangka memperoleh informasi terkait objek penelitian, dalam studi dokumentasi biasanya peneliti melakukan penelusuran data historis objek penelitian serta



melihat sejauh mana kegiatan kinerja para karyawan yang telah diarsipkan dengan baik.



6. Analisi Data



Untuk menganalisis data yang diperoleh peneliti menggunakan pendekatan deduktif empirik, yaitu pola berfikir premis yang bersifat umum menuju konsepsi yang khusus, sehingga menghasilkan suatu kesimpulan. Setelah data-data terkumpul secara lengkap selanjutnya peneliti melakukan analisis dengan langkah-langkah yaitu :



I. Mengumpulkan data yang diperoleh dari hasil observasi awal, wawancara dan dokumentasi serta menyusun data berdasarkan satuan- satuan perumusan masalah; II. Setelah data terkumpul kemudian diklasifikasikan menurut jenisnya masing- masing; III. Setelah data tersebut telah diklasifikasikan, kemudian hubungkan satu dengan yang lainya yaitu data hasil wawancara dan data yang diperoleh dilapangan; IV. Kemudian dianalsis; V. Menarik kesimpulan berdasarkan teori-teori pengawasan.



I. PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM



Contoh-contoh Judul Penelitiannya yaitu : 1. Karakteristik dan Orientasi Hidup Masyarakat Islam di Desa Cikeusi Kecamatan Darmaraja Kabupaten Sumedang.



I. Peran Kiyai Mukhlis dalam Pengembangan Masyarakat Islam. a. Pemberdayaan Masyarakat Islam melalui Perwujudan Ukhuwah Islamiyah. e. Pengaruh Krisis Moneter terhadap Perubahan Perilaku Sosial Keagamaan Masyarakat: Kasus di Dusun Cikoneng-Cibiru Kabupaten Bandung. f. Pengaruh Etos Berwirausaha terhadap Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat. g. Optimalisasi Penyelesaian Konflik Antaretnis dalam Menciptakan Kerukunan Bermasyarakat. h. Pengaruh Industrialisasi terhadap Sanitasi Lingkungan.



Judul Penelitiannya :



PEMBERDAYAAN EKONOMI KREATIF BERBASIS HOME INDUTRY DI MASYARAKAT PENGRAJIN UKIRAN KAYU DESA CIBEUSI JATINANGOR-SUMEDANG Oleh : Rini Nurjanah NIM: 1211404023 PROPOSAL PENELITIAN I. Latar Belakang Masalah



Dalam rangka mengembangkan pembangunan ekonomi secara luas dibutuhkan suatu agenda pembangunan ditingkat daerah. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran pemerintah dalam melakukan upaya pemberdayaan masyarakat agar dapat membentuk masyarakat yang kuat dalam berbagai



bidang salah



satunya dalam bidang ekonomi. Dimana pemberdayaan ekonomi masyarakat dinilai penting sebagai suatu proses tolak ukur kesejahteraan suatu masyarakat. Berbeda dengan perkembangan ekonomi zaman dulu yang dinilai stagnan dan masih bersifat tradisisonal, pengembangan ekonomi saat ini diperlukan kreativitas dan inovasi-inovasi baru bagi pelaku usaha baik dalam pengembangan produk maupun jasa. Kreativitas dan inovasi baru diperlukan untuk memenangkan persaingan dalam berbagai aktivitas ekonomi yang saat ini lebih mengerah pada ekonomi liberal atau ekonomi bebas. Dalam rangka pemberdayaan dan pengembangan ekonomi masyarakat, dipaparkan dalam Intruksi Presiden No 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif Tahun 2009-2015, bahwa dalam rangka menciptakan lapangan kerja dan mengentaskan kemiskinan diperlukan pengembangan ekonomi kreatif guna mengatasi jumlah kemiskinan agar tidak semakin bertambah. Pengembangan ekonomi kreatif banyak ditentukan oleh perkembangan industri-industri kreatif di Indonesia. Pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia salah satunya ditandai dengan berkembangnya home ind ustry dimasyarakat. Home industry merupakan industri kecil dimana terdapat usaha produksi barang atau jasa yang dilakukan di rumah-rumah dengan skala produksi kecil. Industri kecil atau home industry sangat bermanfaat bagi masyarakat, terutama penduduk golongan ekonomi lemah, karena sebagian besar pelaku industri kecil adalah penduduk golongan tersebut. Industri kecil mempunyai manfaat yang besar, karena: 1. Dapat memberikan lapangan kerja pada penduduk pedesaan yang umumnya tidak bekerja secara utuh; 2. Memberikan tambahan pendapatan tidak saja bagi pekerja



atau kepentingan keluarga, tetapi juga anggota anggota keluarga lain; 3. Dalam beberapa hal mampu memproduksi barang-barang keperluan penduduk setempat dan daerah sekitarnya secara lebih efisien dan lebih murah dibanding industri besar. Dari uraian diatas, home industry mempunyai peluang yang sangat besar dalam memberdayakan ekonomi masyarakat. Namun dalam beberapa hal, home industry dipandang belum mencukupi kebutuhan masyarakat sehingga sebagian besar masyarakat kurang berminat dalam menekuni usaha ini. Kebanyakan masyarakat lebih berminat bekerja sebagai pegawai atau buruh yang dinilai lebih praktis dan tidak perlu menyiapkan modal besar. Hal ini dapat dilihat dari data Badan Pusat Statistika ( BPS) pada tahun 2014 yang menyatakan bahwa penduduk Indonesia yang bekerja menurut pekerjaan utama dari 118,17 juta orang yang bekerja pada Februari 2014, status pekerjaan utama terbanyak adalah sebagai buruh/karyawan sebesar 43,35 juta, sedangkan orang yang berusaha sendiri dibantu karyawan tidak tepat hanya berkisar 19,74 juta orang saja. Berusaha sendiri dibantu karyawan tidak tetap adalah status pekerjaan bagi mereka yang bekerja sebagai orang yang berusaha atas resiko sendiri dan dalam usaha mempekerjakan buruh tidak tetap. Contohnya, usaha kecil yang dibantu oleh orang-orang terdekat. Dari fakta tersebut, dikhawatirkan masyarakat Indonesia akan selamanya bermental buruh dan tidak memiliki keinginan untuk memberdayakan dirinya. Padahal potensi masyarakat Indonesia lebih dari cukup untuk meningkatkan tarap ekonomi masyarakatnya, tinggal



bagaimana masyarakat mempunyai keahlian dan keinginan untuk menggali dan mengembangkan potensi diri dan lingkungan disekitarnya. Masalah lain yang dihadapkan pada pengembangan home industry di Indonesia adalah beberapa produk home industry masyarakat yang cenderung monoton dan tidak berdaya saing, sehingga terkalahkan oleh produk industri-industri asing. Oleh karena itu, diperlukan ide-ide kreatif untuk memunculkan produk baru yang unik sehingga tidak kalah bersaing dengan industri-industri asing yang menjamur di Indonesia. Kajian seputar home industry sangat penting dalam rangka mencari model pemberdayaan ekonomi masyarakat yang efektif. Home industry bergerak dalam kegiatan industri kecil yang dilakukan masyarakat secara mandiri, yaitu masyarakat menggunakan modal yang ada dalam diri dan lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam berbagai bidang. Pengembangan home industry yang sarat akan kemandirian diri dalam pengembangan ekonominya sesuai dengan konsep pemberdayaan masyarakat, yaitu:



1. Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga memiliki kebebasan, dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan. 2. Menjangkau sumber-sember produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang jasa yang mereka perlukan, dan



3. Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.



Kajian home industry juga menjadi wadah yang tepat dalam mengembangkan ekonomi kreatif, karena pada dasarnya ekonomi kreatif berfokus pada pergerakan industri di Indonesia termasuk didalamnya industri kecil. Ekonomi kreatif merupakan kegiatan ekonomi yang digerakan oleh industri kreatif yang mengutamakan peran kekayaan intelektual. Industri kreatif menggunakan modal kreativitas ide dan gagasan pelaku industri untuk mengembangkan industrinya. Industri kecil dapat dikatakan termasuk kedalam ekonomi kreatif jika mempunyai model-model sebagai berikut:



1. Kreasi dan gagasan untuk mengembangkan usaha dan peluang usaha baru. 2. Kreasi dan gagasan untuk mengembangkan output (produk baru) dan mengkombinasikan input (bahan baku). 3. Kreasi dan gagasan untuk mengembangkan teknologi atau metode untuk mengembangakan produk dan pemasaran produk. 4. Kreasi atau gagasan untuk menciftakan produk, melalui proses perbaikan terus menerus.



Pengembangan ekonomi kreatif dapat menjadi salah satu hal penting dalam upaya dan strategi pengembangan masyarakat. Karena itulah, kajian seputar home industry sebagai salah satu pengembangan ekonomi kreatif di masyarakat menjadi menarik untuk diteliti dan dikaji lebih jauh,



terutama terkait erat dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat secara keseluruhan. Kajian seputar home industry juga dapat mengahasilkan kajian baru terkait dengan model pemberdayaan masyarakat yang sesuai dengan kondisi masyarakat di Indonesia. Home industry tidak memerlukan modal yang banyak sehingga dapat dilakukan oleh berbagai kelompok masyarakat. Selain itu home industry juga tidak memerlukan pendidikan yang tinggi karena yang diperlukan adalah kreativitas dan keahlian menggali potensi diri dan lingkungannya sehingga dapat dilakukan oleh masyarakat yang memiliki pendidikan rendah. Kajian menganai home industry kreatif juga penting dilakukan untuk menyiapkan masyarakat yang mampu bersaing dalam berbagai kegiatan ekonomi. Salah satunya bersaing pada Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan dimulai pada tahun 2015 ini, sehingga masyarakat Indonesia terbebas dari mental buruh maupun mental konsumen dan menjadi masyarakat produksi yang berkembang di negaranya sendiri. Selain itu industri kreatif juga dapat melatih masyarakat untuk menggali potensi yang sangat berlimpah dalam diri dan lingkungannya, untuk kemudian melakukan usaha secara mandiri sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan berakhir pada kesejahteraan masyarakat yang menyeluruh. Dengan demikian, pemberdayaan ekonomi kreatif berbasis home industry dapat dijadikan model baru dalam pemberdayaan ekonomi karena sesuai dengan konsep pemberdayaan masyarakat secara umum. Konsep industri kreatif dalam pengembangan usahanya lebih menekankan pada kemampuan masyarakat dalam mengolah ide dan kreatifitas agar tercipta suatu produk yang bernilai jual dan bernilai saing. Hal ini sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia yang mempunyai modal lebih dari cukup untuk mengembangkan ekonominya.



Selanjutnya, dengan adanya kajian mengenai home industry berbasis ekonomi kreatif, masyarakat akan lebih tertarik untuk mengembangkan home industry sesuai dengan potensi dan modal yang dimilikinya. Konsep pemberdayaan ekonomi kreatif berbasis home industry mulai berkembang di masyarakat Desa Cibeusi. Secara umum, masyarakat Desa Cibeusi bekerja pariatif sebagai buruh, pekerja sipil, pedagang dan pekerjaan lainnya, tetapi kebanyakan masyarakatnya bekerja dalam mengembangkan usaha kreatif di bidang kerajinan ukiran kayu. Inovasi ini dimiliki oleh masyarakat Desa Cibeusi dari tahun 1968 sebagai penginplementasian keahlian mereka secara turun temurun dalam kerajinan mengukir kayu. Keahlian ini kemudian di kembangkan dengan kreativitas dan ide-ide baru untuk menc iptakan produk yang lebih unik, kreatif dan bernilai jual. Indikasi kreatif pada home industry masyarak at desa Cibeusi dapat dilihat dari keahlian masyarakat mengolah bahan baku berupa kayu yang biasanya dijadikan bahan bangunan, furniture, atau dijual mentah, diolah menjadi produk baru yang berupa benda-benda seni yang dapat dijual dengan harga yang lebih menguntungkan dan mendapat mangsa pasar yang lebih luas. Selain itu, cirri khas seni mengukir yang lebih halus dibandingkan dengan ukiran didaerah lain juga menjadi cirri khas yang menonjol dari ukiran masyarakat Desa Cibeusi. Oleh karena itu, tidak heran jika home industry kerajinan tangan masyarakat Cibeusi mampu bersaing dan berhasil mengekspor karya-karyanya ke daerah-daerah Indonesia bahkan sampai ke luar Indonesia. Home industry berbasis ekonomi kreatif masyarakat Cibeusi yang mendayagunakan potensi disekitarnya dan memaksimalkan sumber daya manusia untuk kreatif mengolah ide dan gagasan dalam menciptakan produk yang bernilai jual, menjadi inspirasi bagi masyarakat lainnya untuk mengembangkan industri kreatif dalam rangka



memberdayakan dan meningkatkan kemampuan ekonomi di masyarakat. Dengan demikian, pemberda yaan ekonomi kreatif berbasis home industry di masyarakat pengrajin ukiran kayu Desa Cibeusi mendapat perhatian lebih untuk dijadikan sebagai bahan penelitian.



I. Rumusan Masalah



Uraian di atas menunjukan bahwa home industry sebagai salah satu model pengembangan ekonomi kreatif dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya: 1. Adanya kreasi atau gagasan dari pelaku usaha dalam mengembangkan usaha atau peluang baru, 2. Adanya kreasi atau ide dari pelaku usaha dalam mengembangkan produk baru dan mengkombinasikan input, 3. Adanya kreasi atau gagasan dari pelauku usaha untuk menemukan teknologi dan model baru dalam pengembangan dan pemasaran produk, dan 4. Adanya kreasi atau gagasan dari pelaku usaha untuk melakukan peningatan kualitas produk secara continue. Oleh karena itu, yang menjadi fokus pertanyaannya adalah:



1. Bagaimana produk home industry yang dikembangkan masyarakat Desa Cibeusi yang mengarah pada pengembangan usaha baru? 2. Bagaimana kreativitas masyarakat Desa Cibeusi dalam pengembangan produk home industry baru? 3. Bagaimana pengembangan teknologi dan model home industry masyarakat Desa Cibeusi dalam pengembangan dan pemasaran produk? 4. Bagaimana strategi peningkatan produk secara continue pada home industry masyarakat Des a Cibeusi?



I. Tujuan Penelitian



a. Untuk mengetahui model home industry yang dikembangkan masyarakat Desa Cibeusi dalam bentuk produk yang mengarah pada pengembangan usaha baru.



b. Untuk mengetahui kreativitas masyarakat Desa Cibeusi dalam pengembangan produk home industry baru. c. Untuk mengetahui pengembangan teknologi dan model home industry masyarakat Desa Cibeusi dalam pengembangan dan pemasaran produk. d. Untuk mengetahui strategi peningkatan produk secara continue pada home industry m asyarakat Desa Cibeusi.



I. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan teoritis, penelitian ini diharapkan menjadi ilmu pengetahuan dan memberikan sumbangsih pemikiran mengenai model pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui hom e industry berbasis ekonomi kreatif. b. Kegunaan praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi pembuat kebijakan, pekerja sosial, para praktisi pengembangan masyarakat mengenai model pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui home industry berbasis ekonomi kreatif.



I. Tinjauan Pustaka



Untuk mengetahui keaslian skripsi ini, perlu dilakukan peninjauan terhadap beberapa penelitian terdahulu atau penelitian yang sebelumnya pernah dilakukan. Beberapa penelitian tersebut diantaranya:



1. Wahyuniarso (2013), fokus skripsi ini adalah tentang masalah permodalan, pemasaran dan sumber daya manusia (SDM) dalam pengembangan home industry kripik di dusun Karangbolo desa



Lerep kabupaten



Semarang. Hasil penelitiannya menemukan bahwa Kondisi SDM pada industri kecil keripik di dusun Karangbolo desa Lerep kabupaten Semarang dalam kondisi buruk. Kondisi teknologi dalam kondisi sangat buruk. Kondisi permodalan dalam kondisi buruk. Kondisi pemasaran dalam kondisi kurang baik. Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan analisis matrik SWOT, strategi yang dapat dilakukan untuk memberdayakan industri kecil keripik di dusun Karangbolo desa Lerep kabupaten Semarang adalah dengan strategi konsentrasi melalui integrasi horizontal. Artinya strategi yang diterapkan lebih defensif, yaitu menghindari kehilangan penjualan dan kehilangan profit yang di sebabkan oleh ancama n-ancaman. 2. Dani (2013), fokus skripsi ini adalah tentang menggali berbagai informasi yang berkaitan dengan UMKM berbasis ekonomi kreatif di Kota Semarang dalam rangka merumuskan solusi untuk pengembangannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa UMKM kreatif di Kota Semarang belum dapat dijadikan sebagai penopang utama perekonomian di Kota Semarang. Hal tersebut dikarenakan industri besar lebih mendominasi di kota ini. UMKM kreatif di Kota Semarang memiliki kemampuan yang terbatas serta mengalami permasalahan dalam pengembangan usahanya. Hal ini menyebabkan UMKM kreatif belum mampu memberikan ciri khas tersendiri bagi Kota Semarang. Permasalahan yang dihadapi UMKM kreatif di Kota Semarang antara lain permodalan, bahan baku dan faktor produksi, tenaga kerja, biaya transaksi,



pemasaran, dan HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual). UMKM berbasis ekonomi kreatif memerlukan kerja sama dari berbagai pihak untuk mencapai kemajuan di dunia usaha. Tidak hanya pemerintah dan pelaku UMKM itu sendiri, tetapi juga masyarakat perlu turut serta mengembangkannya. 3. Toyyib Alamsyah (2014), fokus skripsi ini adalah dampak social dan ekonomi terhadap kaum perempuan di Kampung Celeban, Kelurahan Tahunan, Yogyakarta. Hasil dari penelitian ini adalah dampak dari proses pemberdayaan tersebut adalah adanya peluang kerja baru dan peningkatan pendapatan keluarga, munculnya jiwa wirausaha serta mencetak kader pelatih dan melatih kegiatan berorganisasi. VI. Kerangka Pemikiran



Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata ‘power’ (ke kuasaan atau keberdayaan). Pemberdayaan merujuk pada bagimana seseorang memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dengan mandiri. Kekuatan atau keberdayaan masyarakat di kelompokan menjadi tiga bagian, yaitu:



1. Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga memiliki kebebasan, dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan. 2. Menjangkau sumber-sember produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan



pendapatannya dan memperoleh barang-barang jasa yang mereka perlukan. 3. Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.



Pemberdayaan juga merupakan proses mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. Pemberdayaan masyarakat pada hakikatnya mempunyai dua pengertian yang saling berkaitan , yaitu:



1. Peningkatan kemampuan, motivasi dan peran semua unsur masyarakat agar dapat menjadi sumber yang langgeng untuk mendukung semua bentuk usaha kesejahteraan social. 2. Memanfaatkan sumber masyarakat yang telah ditingkatkan kemampuan, motivasi, dan perannya.



Pemberdayaan dalam Islam dapat dikatakan sebagai dakwah bil-amal. Dakwah lebih menekankan pada pengorganisasian dan pemberdayaan sumber daya manusia (khalayak dakwah) dalam melakukan berbagai petunjuk ajaran Islam (pesan dakwah), menegakkan norma sosial budaya (ma’ruf) dan membebaskan kehidupan manusia dari berbagai penyakit sosial (mu nkar), dengan kata lain dakwah yaitu mengorganisasikan kehidupan manusia dalam menjalankan kebaikan, menunjukannya ke jalan yang



benar dengan menegakkan norma sosial budaya dan menghindarkannya dari penyakit sosial. Pemberdayaan jika dikaitkan dengan ilmu dakwah merupakan dakwah kekinian yang sangat efektif. Karena muatan dakwah bil-amal ini bukan hanya sekedar spiritual saja tapi mencakup pada penataan kehidupan yang lebih nyata. Dari konsep pemberdayaan diatas, pemberdayaan masyarakat berpusat pada kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka yang tidak kalah penting untuk diberdayakan adalah ekonomi masyarakat. Keberdayaan masyarakat dari segi ekonomi akan berkaitan dengan keberdayaan masarakat dalam bidang lainnya. Oleh karena itu, wajar jika ekonomi menjadi alat ukur utama dalam menentukan keberdayaan dan kesejahteraan suatu kelompok masyarakat, kemudian muncul konsep pemberdayaan ekonomi masyarakat, dimana fokus pemberdayaan adalah kemampuan masyarakat dalam bidang ekonomi. Pemberdayaan ekonomi masyarakat bergerak pada penguatan pemilikan faktor-faktor produksi, penguatan penguasaan distribusi dan pemasaran, penguatan masyarakat untuk mendapatkan gaji/ upah yang memadai, dan penguatan masyarakat untuk memperoleh informasi, pengetahuan dan ketrampilan, yang harus dilakukan secara multi aspek, baik dari aspek masyarakatnya sendiri, mapun aspek kebijakannya. Konsep pemberdayaan ekonomi masyarakat dinilai berhasil menjawab permasalahan kesejahteraan masyarakat saat ini. Menurut Badan Statistika pekerjaan utama masyarakat Indosnesia adalah buruh. P adahal jika di telaah lebih seksama,



masyarakat mempunyai potensi yang sangat besar baik dalam dirinya sendiri maupun disekitarnya untuk diolah menjadi sumber penghasilan ekonomi. Pola ekonomi demikian antara lain ditandai oleh kuatnya posisi kelas kapitalis trasional. Hal ini dilihat dari fakta system perekonomian yang berkembang saat ini, masyarakat Indonesia dihadapkan pada persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dengan system ekonomi yang cenderung kapitalis. Jika tidak di siapkan secara serius, masyarakat Indonesia hanya akan menjadi budak ekonomi asing dan berperan sebagai buruh kembali. Ekonomi kreatif merupakan kegiatan ekonomi yang digerakan oleh industri yang mengutamakan peran kekayaan intelektual. Pada hakikatnya ekonomi kreatif mengutamakan kreativitas berpikir untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda, memiliki nilai serta bersifat komersial. Hakikat dari ekonomi kreatif adalah: Creativity in this context refers to the formulation of new ideas and to the application of these ideas to produce original works of art and cultural products, functional creation, observable in the way it contributes to entreupreneurship, fosters innovation, enchaces productivity and promotes economic growth.



Secara etimologi, kata kreatifitas yang dalam bahasa Inggris “Creativity’ asal mulanya berasala dari bahsa latin yaitu



‘creo’ yang artinya ‘menciptakan atau membuat’. Kreatifitas muncul apabila seseorang mengerjakan sesuatu, melakukan tindakan, menciptakan sesuatu, yang tadinya tidak ada atau memberikan karakter tertentu. Kreativitas merupakan implementasi penggunaan akal bagi manusia. Manusia adala satu-satunya cipta an tuhan yang diberikan kesempurnaan akal, maka wajib bagi manusia menggunakan akal untuk memaknai berbagai hal. Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 164: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan” (Q.S AlBaqarah : 164)



Dalam Islam, kreativitas menjadi sangat penting untuk menciptakan berbagai perubahan. Karena Islam menyerahkan kepada manusia dalam hal menciptakan perubahan itu sendiri, karena itulah Allah berfirman dalam salah satu ayatnya bahwa Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu yang merubahnya, bahkan peradaban Islam pun dimulai dari karya dan kreativitas. Dilihat dari sudut pandang ekonomi, kreativitas lebih menunjukan pada suatu tindakan kreasi manusia Kreativitas menunjukan suatu fenomena di mana seseorang menciptakan sesuatu yang baru, baik dalam bentuk barang dan jasa, pekerjaan seniman, maupun dalam bentuk pemecahan masalah



suatu persoalan atau suatu kebaruan barang dan jasa yang memiliki nilai ekonomi. Home industry erat kaitannya dengan berwirausaha. Salah satu upaya memberdayakan potensi ekonomi masyarakat yang mandiri adalah melahirkan sebanyak-banyak wirausaha baru. Home industry dinilai sejalan dengan perkembangan ekonomi masyarat Indonesia dalam tataran ekonomi mikro, karena dinilai sesuai dengan keadaan masyarakat saat ini. Untuk membangun industry dalam skala makro di butuhkan berbagai modal yang lebih kompleks. Sedangkan pemberdayaan ekonomi skala kecil dapat memadai kebutuhan dan kapasitas masyarakat Indonesia secara umum. Home Industry dinilai efektif karena tidak memerlukan modal yang terlalu besar, teknologi yang terlalu canggih maupun pendidikan yang tinggi, karena itu pembinaan ekonomi jenis ini cocok untuk berbagai tingkatan masyarakat, khusunya masyarakat menengah kebawah. Dalam melakukan penelitian mengenai pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui home industry berbasis ekonomi kreatif, berikut adalah skema kerangka pemikirannya.



Gambar 1.1 Skema Kerangka Berpikir Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Melalui Home Industry Berbasis Ekonomi Kreatif



I. Langkah-langkah Penelitian



Dalam melakukan penelitian mengenai peranan home industry berbasis ekonomi kreatif dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat, maka dibutuhkan tahapan-tahapan yang sistematis untuk mempermudah penulisan. Tahapan-tahapan tersebut antara lain sebagai berikut.



1. Lokasi Penelitian



Penelitian dilakukan di Desa Cibeusi kecamatan Jatinangor, Sumedang. Adapun alasan yang menjadi bahan pertimbangan lokasi penelitian yaitu dapat diteliti secara ilmiah, data dapat diperoleh dengan mudah, dan lokasi



terhitung mudah dijangkau. Kemudian, peran masyarakat Desa Cibeusi Kecamatan Jatinangor sebagai pelaku home industry berbasis ekonomi kreatif dapat menjadi percontohan dan inspirasi untuk masyarakat dan pekerja sosial dalam pemberdayaan ekonomi.



2. Metode Penelitian



Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode studi kasus (case study). Studi kasus digunakan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan. Metode ini dapat digunakan untuk semua unit sosial seperti individu, kelompok, lembaga, komunitas maupun untuk peristiwa, keadaan dan sebagainnya. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus didasarkan pada tujuan yang ingin dicapai, yaitu untuk memahami objek yang diteliti. Metode ini bukan sekedar untuk menggambarkan dan memaparkan keadaan dilapangan, tapi juga menganalisis bagaimana keadaan objek penelitian dan bagaimana terjadi kasus dalam objek penelitian. Melalui metode ini dilakukan studi bagaimana home industry berbasis ekonomi kreatif dapat menjadi model pemberdayaan ekonomi masyarakat.



3. Jenis Data



Data adalah hasil pencatatan penelitian, baik berupa fakta maupun angka. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang berfungsi untuk mencari data tentang pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui home industry berbasis ekonomi kreatif di Cibeusi.



4. Sumber Data



Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Sumber data dapat berupa orang, buku, dokumen dan sebagainya. Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:



I. Sumber data primer, yaitu data utama yang diperoleh langsung dari responden, meliputi: Pert ama, pengelola kelompok home industry pengrajin kayu Cibeusi untuk mengetahui sejarah, perkembangan, dan strategi peningkatan kualitas anggota pengrajin kayu dan perkembangan home industry, meliputi pemasaran, peningkatan produk dan sebagainya. Kedua, Masyarakat pengrajin kayu desa Cibeusi untuk mengetahui ide dan kreativitas pengembangan produk baru dari home industry ker ajinan kayu teradap pemberdayaan ekonomi. II. Sumber data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari catatan lapangan, seperti data kependudukan desa Cibeusi serta study kepustakaan dari berbagai sumber yang berhubungan dengan penelitian. 5. Teknik Pengumpulan Data



Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:



I. Observasi



Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data secara langsung. Menurut Suharsimi Arisanto dalam menggunakan metode observasi yang paling efektif adalah melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan sebagai instrument. Langsung mengamati keadaan dilapangan untuk mengetahui keadaan objektif di lapangan.



I. Wawancara



Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk mendapatkan keterangan dengan cara bertatap muka secara langsung, bercakap-cakap secara lisan dengan sumber data. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data sesuai tujuan penelitian. Adapun responden dalam penelitian diambil berdasarkan teknik purposive sampling yaitu pegambilan responden dengan pertimbangan tertentu, dimana responden dianggap paling tahu tentang persoalan yang dieteliti. Oleh karena itu, dilakukan wawancara kepada koordinator pengrajin kayu Balantrax dan masyarakat pengrajin kayu.



I. Dokumentasi



Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data untuk mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya. Dokumentasi berguna untuk mengetahui data-data yang berkaitan dengan keberhasilan home industry berbasis ekonomi kreatif dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat. Adapun data yang ingin diperoleh melalui teknik ini adalah kondisi objektif masyarakat pengrajin kayu Cibeusi, demografi masyarakat Cibeusi dan perkembangan home industry masyarakat pengrajin Cibeusi.



6. Analisis Data



Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah



dipahami dan temuannya dapat di informasikan kepada orang lain. Penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif, dimana analisa data tersebut dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus sehingga datanya sudah jenuh. Adapun aktivitas analisis data dalam penelitian ini sebagai berikut:



I. Klasifikasi Data



Data yang telah diperoleh melalui proses pengumpulan data kemudian diklasifikasikan kedalam beberapa kategori, diantaranya:



1. Data mengenai home industry yang dikembangkan masyarakat desa Cibeusi dalam bentuk produk yang mengarah pada pengembangan usaha baru. 2. Data mengenai kreatifitas masyarakat Desa Cibeusi dalam pengembangan produk home industry baru. 3. Data mengenai pengembangan teknologi dan model home industry masyarakat Desa Cibeusi dalam pengembangan dan pemasaran produk. 4. Data mengenai strategi peningkatan produk secara continue pada home industry masyaraka t Desa Cibeusi.



Klasifikasi data sangat diperlukan dalam memilah data sesuai dengan kategori penelitian untuk kemudian memudahkan dalam pengintrepretasian data..



I. Interpretasi Data



Data yang sudah diklasifikasikan kemudian diintrepretasikan dengan menggunakan teori-teori yang relavan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori mengenai pemberdayaan



ekonomi masyarakat, ekonomi kreatif dan home industry.



I. Kesimpulan



Setelah data yang telah terkumpul diklasifikasikan dan diinterpretasikan, langkah selanjutnya adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Tahap ini dilakukan untuk mempermudah menguasai data.



I. JURNALISTIK



Contoh-contoh Judul Penelitian yaitu : I. Karakteristik Majalah Media Pembinaan sebagai Sarana Informasi bagi Karyawan Kementrian Agama. a. Peran Majalah Hidayah sebagai Motivator Masyarakat dalam Meningkatkan Pemahaman Keagamaan. b. Mitos Abdurrahman Wahid dalam Republika. c. Lingkup Kerja Bagian Iklan di Tabloid Mitra Bisnis. d. Karikatur pada Media Cetak. e. Unjuk Rasa sebagai Media Komunikasi Politik Alternatif. f. Pengaruh Tayangan X Faktor di RCTI terhadap Minat Bernyanyi Siswa Kelas VIII SMPN 1 Jatinangor Kabupaten Sumedang.



Contoh penelitiannya : RESPONS MAHASISWA ILMU KOMUNIKASI JURNALISTRIK ANGKATAN 2012 TERHADAP VIDEO



KASUS USTADZ HARIRI DALAM YOUTUBE (Penelitian terhadap Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung) Oleh : Siti Maryam Nurul Ulya NIM: 1210405095. PROPOSAL PENELITIAN



I. Latar Belakang Masalah



Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya teknologi, media massa sebagai sarana informasi pun mengalami perkembangan. Berawal dari media cetak kemudian media elektronik, hingga pada saat ini telah dikenal suatu



bentuk media baru, yaitu media internet. Media internet yang merupakan media baru dalam sejarah perkembangan media massa, biasa juga disebut dengan istilah media online. Adanya media online tersebut, membuat kebutuhan masyarakat akan informasi pun semakin mudah terpenuhi. Media online merupakan media yang dikemas dalam bentuk yang sederhana, serta tidak memiliki batasan ruang dan waktu. Bahkan saat ini media online dapat diakses kapan pun dan dimana pun. Selain itu, media online juga dapat diakses oleh siapa pun selama tersedia jaringan yang dapat menghubungkan orang tersebut ke internet. Kemudahan masyarakat dalam mengakses internet itu juga menyebabkan terus bertambahnya jumlah pengguna internet, seperti hasil survei yang diselenggarakan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) melalu wawancara dan kuisioner yang dilakukan di 42 kota di 31 provinsi di Indonesia antara April hingga Juli 2012 dengan jumlah responden 2.000 orang yang berasal dari kategori umur 12-65 tahun, status ekonomi sosial A-C, bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 63 juta orang atau 24, 23 persen dari total populasi di Indonesia. Angka itu diprediksi naik sekitar 30 persen menjadi 82 juta pengguna dan terus tumbuh menjadi 107 juta pengguna pada 2014 dan 139 juta atau 50 persen total populasi pada 2015 (Kompas.com,diakses 22 November 2013). Media baru sebagai media online ternyata semakin menumbuhkembangkan jurnalisme warga (citizen journalism). Jurnalisme warga yakni proses pencarian, pengumpulan dan pengolahan data yang dilakukan oleh masyarakat biasa bukan wartawan propesional. Perkembangan jurnalisme warga di Indonesia terjadi pada tahun 2004, ketika terjadi Tsunami di Aceh yang diliput sendiri oleh korban. Berita langsung dari korban dapat mengalahkan berita yang dibuat oleh jurnalis profesional.



Bahkan, video yang dibuat oleh warga saat kejadian ditayangkan oleh semua stasiun letevisi (M. Romli, 2012:23). Clyde H. Bentley guru besar madya Sekolah Tinggi Jurnalistik Missouri AS, menjelaskan perbedaan nyata antara jurnalis warga dan jurnalis profesional adalah seorang jurnalis warga menuliskan pandangannya atas suatu peristiwa karena didorong oleh keinginan untuk membagi apa yang dilihat dan diketahuinya. Sementara jurnalis profesional yang bekerja di media massa, melakukan liputan karena penugasan (Tigabelas.com, diakses 14 Januari 2014). Seiring dengan kemunculan dan perkembangan jurnalisme warga di Indonesia, memicu pula kemunculan media-media yang memfasilitasi para jurnalis warga. Hal tersebut, semakin mempermudah masyarakat terutama mahasiswa untuk melihat tayangan berita dari jurnalis warga, juga semakin mempermudah bagi jurnalis warga yang ingin menyiarkan hasil liputan mereka. Salah satu media yang dapat dijadikan tempat untuk mencari atau menyebarluaskan berita-berita dari jurnalis warga yaitu YouTube. Pandangan Asep Romli (2012:24) citizen journalism tidak hanya berupa teks, bisa juga diproduksi dalam bentuk-audio-video yang bisa diunggah dan tersebar luaslewat situs YouTube. YaoTube adalah situs sharing video yang didirikan pada Februari 2005 oleh Chad Hurley, Steve Chen, dan Jawed Karim yang dahulunya merupakan karyawan situs web sarana mata uang internet (Paypad) (Mulyana dan Islandscript, 2011:3). YouTube merupakan sebuah situs web video sharing di mana para penggunanya dapat memuat, menonton, dan berbagi klip video, video tersebut juga dapat diakses oleh pengguna lain di seluruh dunia secara gratis. Bahkan, kini YouTube menambahkan aplikasi terbarunya yang dapat membuat lebih mudah siapa pun yang memiliki kamera di ponselnya agar bisa menjadi sebuah berita video. Fitur ini dikembangkan agar jurnalisme warga dapat semakin berkembang.



Penyebaran hasil liputan melalui media lain, seperti televisi diperlukan waktu yang lebih, karena dibatasinya waktu sehingga berita dari jurnalis warga tidak dapat ditayangkan seluruhnya. Berbeda dengan media TouTube pengguna dapat menyaksikan beberapa tayangan sesuai keinginannya, karena YouTube merupakan salah satu media online, maka YouTube dapat dapat dilihat berulang-ulang dan kapan saja tanpa dibatasi waktu, sedangkan pada media lain seperti televisi hanya bisa dilihat sekali. Selain itu, dengan mengakses media YouTube pengguna juga dapat melihat beberapa tayangan sesuai dengan keinginannya. YouTube juga dapat mempermudah media televisi untuk memperoleh video dari jurnalis warga tersebut. Hal ini, terbukti dari banyaknya tayangan televisi yang mengambil video untuk dijadikan sumber dalam tayangannya, sehingga YouTube dapat menjadi acuan media lain untuk mendapatkan peristiwa yang gagal mereka dapatkan. Pada tahun 2001 Bill Kovach dan Tom Rosenstial menerbitkan buku The Element of Journalism yang di dalamnya menyajikan sembilan elemen jurnalisme, kemudian pada tahun 2007 diterbitkan edisi revisi di mana mereka menambahkan elemen kesepuluh soal hak dan tanggung jawab warga (citizen journalism). Elemen kesepuluh muncul disebabkan oleh teknologi internet: blog, kamera telepon, YouTube, Fecebook dan sebagainya. Sebuah studi yang dilakukan oleh Pew Research Center Project for Excellence in Jounalisme menemu kan bahwa YauTube menjadi sebuah platform utama untuk menyaksikan berita. Platform tersebut, para pemirsa beralih menjadi saksi mata dalam peristiwa besar dan bencana alam atau yang dikenal sebagai jurnalisme warga (citizen journalism). Hasil pemeriksaan mereka selama 15 bulan, pemirsa yang menonton tayangan berita di TV juga mengonsumsi tayangan berita di YouTube (Okezone.com, diakses 14 Januari 2014).



Mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik tentu saja perlu mengetahui berbagai informasi berita, termasuk juga informasi berita tersebut mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik dapat menggunakan media YouTube sebagai salah satu media dalam pencarian video berita yang diliput oleh jurnalis warga Baru-baru ini masyarakat ramai membicarakan kejadian mengamuknya Ustadz Hariri di panggung ketika sedang ceramah. Kejadian yang terjadi di Nagrek, Bandung pada 29 Januari 2014 tersebut bermula ketika Ustadz Hariri meminta kepada Entis (operator sound system) untuk membenarkan sound system yang bermasalah. Ustadz Hariri merasa tidak dihargai ketika Entis menjawab dengan nada yang tinggi, kemudian Ustadz Hariri meminta kepada Entis maju ke depan panggung untuk meminta maaf. Seorang Ustadz yang merupakan salah satu panutan bagi masyarakat tentu saja dituntut memiliki sikap yang baik atau positif dan dapat memberikan contoh yang baik pula kepada masyarakat, karena sebagai salah seorang panutan tentunya seorang Ustadz harus harus dapat mempengaruhi masyarakat dengan sikap baiknya, sehingga masyarakat tentu akan banyak belajar dari kebaikan dari sosok seorang figur itu. Video yang berjudul “Ustadz Hariri Ngamuk Kepada Operator Sound Diinjak dengan Lutut” direkam oleh warga yang hadir dalam acara tersebut, video yang berdurasi 3 menit tersebut disebarluaskan melalui media YouTube (http://www.youtube.com/watch?v=A-1 A VmDeBik). Melihat hal tersebut, peneliti merasa tertarik untuk mengetahui respons mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik angkatan 2012 terhadap video yang disebarkan oleh warga melalui YouTube. Respons biasa juga disebut dengan tanggapan, reaksi, jawaban. Menurut Kartini Kartono (1996) tanggapan adalah kesan-kesan yang dialami jika perangsang sudah tidak ada. Berdasarkan hal tersebut, dalam penulisan ini penulis akan mengambil judul : “Respons Mahasiswa Ilmu Komunikasi



Jurnalistik Angkatan 2012 terhadap Video Kasus Ustadz Hariri dalam YouTube”.



I. Rumusan Masalah



Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka masalah utama penelitian ini adalah bagaimana respons mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik angkatan 2012 terhadap video kasus Ustadz Hariri dalam YouTube. Selanjutnya penelitian ini dibatasi pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :



1. Bagaimana perhatian mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik angkatan 2012 UIN Sunan Gunung Djati Bandung terhadap video kasus Ustadz Hariri dalam YouTube ? 2. Bagaimana pemahaman mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik angkatan 2012 UIN Sunan Gunung Djati Bandung terhadap video kasus Ustadz Hariri dalam YouTube ? 3. Bagaimana penerimaan mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik angkatan 2012 UIN Sunan Gunung Djati Bandung terhadap video kasus Ustadz Hariri dalam YouTube ?



I. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian I. Untuk mengetahui perhatian mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik angkatan 2012 UIN Sunan Gunung Djati Bandung terhadap video kasus Ustadz Hariri dalam YouTube. II. Untuk mengetahui pemahaman mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik angkatan 2012 UIN Sunan Gunung Djati Bandung terhadap video kasus Ustadz Hariri dalam YouTube.



III. Untuk mengetahui penerimaan mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik angkatan 2012 UIN Sunan Gunung Djati Bandung terhadap video kasus Ustadz Hariri dalam YouTube. 2. Kegunaan Penelitian I. Manfaat Akademik 1. Sebagai bahan referensi dan memperkaya pengembangan ilmu pengetahuan, terutama di bidang jurnalistik yang berkaitan dengan jurnalisme warga. 2. Dapat memberi kontribusi bagi perkembangan ilmu komunikasi jurnalistik, terutama yang berkenaan dengan masalah jurnalisme warga. 3. Dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnaliustik. II. Manfaat Praktis



Secara praktis diharapkan dapat menjadi kerangka acuan dan landasan bagi peneliti lainnya.



I. Tinjauan Pustaka



Tinjauan pustaka diperlukan untuk mengetahui penelitian-penelitian sebelumnya yang mirip dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini, peneliti meneliti mengenai respons. Beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan respons sebagai berikut :



1. Judul Skripsi : Respon Remaja Warungjati RW 06 terhadap Newsfeed dalam Jejaring Sosial Facebook (Lulu Kholidah, 2012).



Skripsi tersebut menjelaskan tentang respons remaja Warungjati RW 06 menggunakan jejaring sosial fa cebook untuk mendapatkan informasi yang dimuat pada newsfeed.



Kesimpulan dalam skripsi tersebut berdasarkan penelitian yang dilakukan Lulu Kholidah yaitu setengah dari responden memiliki perhatian, pemahaman, dan penerimaan terhadap newsfeed dalam jejaring sosial facebook.



2. Judul Skripsi : Respon Masyarakat terhadap Siaran Keagamaan Dialog Islam melalui Radio Rama 104,7 FM Bandung (Iis Ismiati, 2005).



Skripsi tersebut menjelaskan tentang respons masyarakat Bojongloa Kidul terhadap siaran keagamaan dialog Islam di Radio Rama FM. Dalam skripsi tersebut peneliti meneliti bagaimana pemanfaatan radio sebagai media dakwah yang dapat diutamakan oleh para juru da’i sehingga para pendengar mendapatkan informasi dan hiburan dengan dilandasi nilai-nilai keislaman dan normanorma sosial. Kesimpulan dalam skripsi tersebut berdasarkan penelitian yang dilakukan Iis Ismiati yaitu siaran keagamaan dialog Islam di Radio Rama FM dapat dikatakan baik dan sangat efektif. Berdasarkan hasil penelitian peneliti juga menyebutkan bahwa perhatian masyarakat Bojongloa Kidul dalam menyimak siaran keagamaan dialog Islam sangat besar.



3. Judul Skripsi : Respon Masyarakat terhadap Berita Basa Sunda pada Televisi Republik Indonesia Jabar dan Banten (Ence Irin Ahman Hazarin, 2006).



Skripsi tersebut menjelaskan tentang bagaimana respons masyarakat RW 08 Kelurahan Cipadung terhadap berita basa Sunda yang disiarkan di televisi Republik Indonesia Jabar dan Banten. Kesimpulan dalam skripsi tersebut berdasarkan penelitian yang dilakukan Ence Irin Ahman Hazarin yaitu masyarakat RW 08 Kelurahan Cipadung merespon baik (52,97 %) terhadap penggunaan bahasa Sunda pada program berita basa Sunda TVRI Jabar dan Banten. Isi-isi materi yang disampaikan mendapat respon cukup baik (36,76 %) dan



masyarakat merespon baik pembaca berita dalam program tersebut (46,12 %).



I. Kerangka Berpikir



Hadirnya teknologi media baru membawa kemudahan kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi berita. Hal baru dalam new media antara lain informasi yang tersaji bisa diakses atau dibaca kapan saja dan di mana pun, seluruh dunia, selama ada komputer dan perangkat lain yang memiliki koneksi internet (M. Romli, 2012:12-13). Sifat multimedia pada jurnalistik online menjadikannya sebagai jurnalistik masa depan, wartawan tidak hanya menyusun teks berita dan menampilkan photo, tapi juga melengkapinya dengan suara dan gambar (audio-video) (M. Romli, 2012:18). Individu manusia berperan serta sebagai pengendali antara stimulus dan respons sehingga yang menentukan bentuk respons individu terhadap stimulus adalah stimulus dan faktor individu itu sendiri (Azwar, 1988). Komunikasi yang efektif ditandai dengan adanya pengertian, yang berarti dapat menimbulkan kesenangan, memengaruhi sikap, meningkatkan hubungan sosial yang baik, dan pada akhirnya menimbulkan suatu tindakan (Rakhmat, 2005:13). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teori S-O-R yaitu stimulus (pesan), organism (komunikasi), respons (efek). Teori ini beranggapan bahwa tingkah laku sosial dapat dimengerti melalui suatu analisa dari stimuli yang diberikan dan dapat mempengaruhi reaksi yang spesifik dan didukung oleh hu kuman maupun penghargaan sesuai dengan reaksi yang terjadi (Mar’at, 1982:26). Dengan menggunakan teori ini peneliti mengungkapkan bagaimana respons mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik angkatan 2012 terhadap video kasus Ustadz Hariri dalam YouTube, ada tiga variabel penting dalam mempelajari sikap yang baru yaitu: perhatian, pemahaman, dan penerimaan, sebagaimana gambar di bawah ini adalah :



Gambar 1.1 Teori S-O-R



Berdasarkan judul pada penelitian ini, maka terdapat dua variabel yaitu variabel bebas X dan variabel Y. Variabel X yaitu video kasus Ustadz Hariri dalam YouTube yang meliputi isi informasi. Variabel Y yaitu respons mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik angkatan 2012 yang meliputi perhatian, pemahaman, dan penerimaan. Bagan 1.2



Hubungan antara Variabel Penelitian



I. Perumusan Hipotesis



Hipotesis merupakan jawaban teoretis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik dengan data (Sugiono, 2013:96). Pada kesempatan ini peneliti mengemukakan hipotesis terhadap masalah yang ditinjau yaitu : Terdapat korelasi yang signifikan antara variabel X (video kasus Ustadz Hariri dalam YouTube) dan variabel Y (respons mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik angkatan 2012).



I. Langkah-langkah Penelitian 1. Lokasi Penelitian



Lokasi penelitian yang dijadikan objek penelitian ini adalah Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. Penelitian dilakukan kepada mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik angkatan 2012.



2. Metode Penelitian



I. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survai, Menurut Fraenkel dan Wallen (dalam Nurul Zuriah, 2007) bahwa penelitian survei merupakan penelitian yang mengumpulkan informasi dari suatu sampel dengan menanyakan melalui angket atau interview agar nantinya menggambarkan sebagai aspek dari populasi. Sementara karena penelitian yang diteliti merupakan peristiwa atau kejadian yang terjadi pada saat penelitian dilakukan dan untuk menganalisisnya data dilakukan dengan analisis statistik. 3. Populasi dan Sampel I. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono, 2013). Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik UIN Sunan Gunung Djati Bandung angkatan 2012 sebanyak 155 mahasiswa. II. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiono, 2013). Apabila subnyeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Kija jumlah subyeknya besar dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25 % atau lebih (Suharsimi Arikunto, 2005). Sampel dalam penelitian ini diambil dari jumlah populasi mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik angkatan 2012 sebanyak 155 X 30 % = 45,5 dibulatkan menjadi 46 responden. Hasil perhitungan tersebut dijadikan sampel penelitian. 4. Sumber Data I. Sumber Data Primer yaitu mahasiswa, karena untuk mengetahui seberapa besar respons terhadap video kasus Ustadz Hariri dalam YouTube tersebut



dibutuhkan mahasiswa untuk mengisi data melalui angket yang digunakan dalam penelitian ini. II. Sumber Data Sekunder yaitu buku-buku yang dapat mendukung peneliti dalam penelitian. Buku tersebut, peneliti jadikan referensi mengenai masalah yang diteliti. 5. Teknik Pengumpulan Data



Dalam teknik pengumpulan data ini, peneliti menggunakan teknik-teknik sebagai berikut:



I. Observasi diartikan sebagai studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala alam dengan jalan pengumuplan dan pencatatan. Teknik ini dilakukan untuk memperoleh data secara langsung dari sumber data primer diantaranya: melihat situasi lokasi dan suasana kegiatan. Teknik observasi ini digunakan untuk gejala-gejala yang terwujud dalam kegiatan sehari-hari. Penelitian gejala yang diamati ialah seluruh aktifitas subyek. III. Wawancara, teknik ini dimaksudkan untuk mengangkat data dan fakta yang belum tergali oleh teknik observasi. Selain itu teknik ini juga memungkinkan peneliti untuk menggali lebih dalam lagi data-data yang sesuai dengan tujuan penelitian. IV. Studi Dokumen, untuk menunjang hasil penelitian digunakan buku-buku dan bahan-bahan yang ada hubungannya dengan permasalahan yang diteliti. Peneliti mencari dan mendayagunakan informasi yang terdapat dalam buku-buku tersebut terutama yang berkaitan langsung dengan objek teliti dan variabel. Dengan teknik ini diharapkan memperoleh teori atau konsep yang ada hubungannya dengan motivasi pimpinan terhadap peningkatan sumber daya manusia para pegawai secara umum. V. Angket atau kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mem beri seperangkat pertayaan



atau pertayaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2012:142). Peneliti melakukan survei dengan cara menyebarkan angket yang berisi 27 item pertanyaan tentang respons serta persepsi mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik angkatan 2012 terhadap media YouTube sebagai salah satu media yang dapat digunakan dalam pencarian berita video dari jurnalis warga. Skala sikap yang digunakan dalam penelitian ini berupa skala likert. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain : I. Sangat setuju a. Selalu II. Setuju b. Sering III. Ragu-ragu c. Kadang-kadang IV. Tidak setuju d. Tidak pernah V. Sangat tidak setuju



I. Sangat positif



a. Sangat baik



II. Positif



b. Baik



III. Negatif



c. Tidak baik



IV. Sangat negatif



d. Sangat tidak baik



(Sugiyono, 2013:135)



Contoh skor untuk skala baik Pernyataan sikap Pernyataan positif Pernyataan



Sangat setuju



Setuju 5



4



Tidak punya Pilihan 3



Tidak setuju 2



Sangat tidak setuju 1



negatif



1



2



3



4



5



(Sudjana, 2009:81)



6. Analisis Data



Data yang diperoleh dari angket yang disebarkan kepada responden tersebut kemudian dianalisis menggunakan teknik analisis kuantitatif. Peneliti menggunakan teknik analisis kuantitatif karena untuk mengetahui seberapa besar respons mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik angkatan 2012 terhadap video kasus Ustadz Hariri dalam YouTube, diperlukan perhitungan dikarenakan data kuantitatif sendiri merupakan data yang berbentuk bilangan atau angka. Perhitungan yang dilakukan yaitu pada data yang diperoleh dari responden berdasarkan hasil penyebaran angket yang dilakukan penel;iti. Setelah data terkumpul maka dilakukan tabulasi data dengan menggunakan skala Likert 4-3-2-1. Dalam penelitian ini ditentukan presentasi melalui rumus sebagai berikut :



P = F x 100 % N Keterangan : P = Angka persentase F = Frekuensi jawaban N = Jumlah data % = Bilangan tetap



(Sudijono, 1997:40)



Berdasarkan pada rumusan di atas data yang didapatkan dianalisis dan ditafsirkan dengan pedoman yaitu : 100 %



= Seluruhnya



90 % - 99 %



= Hampir seluruhnya



60 % - 89 %



= Sebagian besar



51 % - 59 % 50 %



= Lebih dari setengahnya



= Setengahnya



40 % - 49 %



= Hampir setengahnya



10 % - 39 %



= Sebagian kecil



1% -9% 0%



= Sedikit



= Tidak ada sama sekali (Ahmad Supardi dan Wahyudin Syah, 1998:52)



Adapun cara mengolah data yang lainnya melalui :



I. Uji Validitas



Validitas ini berguna sebagai alat ukur kevalidan instrumen yang digunakan untuk mendapatkan data yang valid. Untuk menentukan validitas digunakan rumus korelasi product-moment angka kasar, yaitu :



rxy



=



X



= Skor responden tiap item pertanyaan



Y



= Skor item pertanyaan tiap responden



Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y



∑X = Jumlah skor seluruh responden tiap item pertanyaan ∑Y = Jumlah skor seluruh responden N = Jumlah responden (Suherman, 2003:120) Interpretasi derajat validitas dapat dilihat pada tabel :



Skor 0,90