METODE SEJARAH "Imajinasi Dalam Sejarah" [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

METODE SEJARAH “IMAJINASI” Dosen Pengampu :



Kelompok 3 : Yulita Sita Resmi (17407141002) Qonik Nur Indahsari (17407141010) Pratiwa Bawana (17407141014) Ahmad Efendi Yunianto (17407141023) Aga Anugrah (17407141024) Muhammad Faris Mumtaz (17407141033)



UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS ILMU SOSIAL



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam penelitian sejarah tentu sebuah metode penelitian sangat diperlukan guna memastikan bahwa penelitian yang dikaji sesuai dengan kaidah yang ditentukan. Metode sejarah meliputi Heuristik, Kritik Sumber, Intepretasi sampai yang terakhir akan dilakukan penulisan atau Historiografi. Dalam setiap tahap metode penelitian dibutuhkan ketajaman berpikir dan juga rasionalitas sejarawan. Salah satunya adalah pada tahap interpretasi. Interpretasi adalah tahap dimana sejarawan akan menafsirkan fakta-fakta yang telah terkumpul dan sebelumnya dikritik yang nantinya akan ditulis menjadi historiografi. Dalam hal ini subjektivitas akan berperan dalam sebuah subjektivitas. Pada tahap interpretasi fakta-fakta yang terkumpul dan telah dikritik sebelumnya untuk memastikan validitasnya akan ditafsirkan oleh sejarawan berdasarkan fakta yang terkumpul. Meskipun begitu, tak menutup kemungkinan bahwa subjektivitas sejarawan juga dibutuhkan. Hal itu karena guna menutupi “lubang-lubang” yang belum tertutupi dengan jejak-jejak sejarah. Dalam hal ini menurut Kuntowijoyo dalam bukunya “Pengantar Ilmu Sejarah”, sejarawan membutuhkan imajinasi untuk menginterpretasinya.



Imajinasi yang dimaksud adalah, imajinasi yang berdasarkan fakta yang terkumpul, terlepas tak dipungkiri juga subjektivitas sejarawan itu sendiri juga mempengaruhi bagaimana imajinasi tersebut akan menentukan fakta sebagai rekonstruksi sejarah yang akan ditentukan. Imnajinasi memegang peran penting dalam interpretasi sedangkan interpretasi juga mempengaruhi bagaimana sebuah rekonstruksi sejarah. Meskipun begitu imajinasi juga terdapat batasan dan kaidah yang harus dipenuhi agar sesuai dengan fakta. B. RUMUSAN MASALAH Dari uraian yang telah terpapar dari latar belakang diatas dapat ditentukan rumusan masalah berikut. 1. Apa itu objektivitas dan subjektivitas dalam sejarah? 2. Apa itu imajinasi dalam sejarah? 3. Apa pentingnya imajinasi dalam sejarah? 4. Bagaimana batasan dan kaidah imajinasi dalam sejarah? C. TUJUAN Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui objektivitas dan subjektivitas dalam sejarah 2. Untuk mengetahui pengertian imajinasi dalam sejarah 3. Untuk mengetahui pentingnya imajinasi dalam sejarah 4. Untuk mengetahui batasan dan kaidah imajinasi dalam sejarah



BAB II PEMBAHASAN A. OBJEKTIVITAS DAN SUBJEKTIVITAS SEJARAH Objektivitas dan subjektivitas sejarah merupakan suatu hal yang menjadi masalah yang sering diberdebatkan oleh masyarakat awam pada umumnya dan akademisi (sejarawan) pada khususnya. Objektivitas dan subjektivitas berkaitan dengan apa-apa yanag ada didalam dan diluar pikiran manusia. Dalam hal ini objektivitas adalah hal yang bisa diukur yang ada diluar pikiran manusia, sedangkan subjektivitas adalah kesaksian atau tafsiran yang merupakan gambaran atau hasil perasaan manusia. Objektivitas sejarah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya diatas objektivitas adalah yang bisa diukur diluar persepsi manusia. Sikap objektivitas tidak akan dipengaruhi oleh pendapat pribadi golongan atau individu. Jadi objektivitas adalah usaha mendekatkan diri pada objek atau dalam kata lain bertanggung jawab pada kebenaran objek. Seorang sejarawan dalam merekonstruksi peristiwa harus mendekati objektivitas karena akan didapat gambaran rekonstruksi manusia yang mendekati kebenaran. Dalam merekonstruksi sejarah diperlukan bukti-bukti sejarah atau lebih tepatnya fakta sejarah. Fakta atau peninggalan sejarah itu disebut objek, baik yang bersifat artefak, dokumen tertulis, dan lain sebagainya. Sejarawna selalu dituntut supaya dengan sadar dan jujur untuk mengingatkan diri pada



objek dan berpikir secara objektif. Seorang sejarawan dalam penulisan atau rekonstruksi peristiwa diharapkan tidak memihak, maksudnya tidak terpaku secara seratus persen. Kendati demikian sejarawan tidak bisa juga berpikir objektif seratus persen. Hal ini karena disebabkan keterbatasan sumber. Maka disinilah sejarawan membutuhkan imajinasi. Subjektivitas Sejarah, adalah kesaksian atau tafsiran perasaan dan pikiran manusia. Jadi subjektivitas sejarah adalah suatu sikap yang memihak atas dasar dipengaruhi oleh pemikiran golongan dan individu dan juga nilai yang melikngkupinya. Dalam sejarah subjektivitas banyak terdapat dalam proses interpretasi. Faktanya dalam mengungkap fakta sejarah membutuhkan interpretasi dan interpretasi membutuhkan subjektivitas seorang sejarawan. Dalam subjektivisme objek tidak dipandang seharusnya, tetapi objek dipandang sebagai suatu kreasi atas hasil akal budi. Subejktif diperbolehkan asal tidak semena-mena. Dalam suatu peninggalan sejarah seorang sejarawan menggunakan analisis dan penafsirannya. Dari sini lah muncul subjektivitas dalam sejarah. Dia coba menerangklan bagaimana, mengapa peristiwa itu terjadi dan apa peristiwa yang mengikutinya. Dalam merekonstruksi periatiwa sejarah tidaklah peristawa tersebut akan seratus persen objektif tetapi setidaknya tidak memihak dan sesuai alur atau fakta yang ditemukan.



Berikut merupakan contoh objektifitas dan subjektifitas dalam peritiwa sejarah. Misalkan terjadi penyerangan teroris di menara kembar WTC, Amerika Serikat. Dalam peristiwa tersebut, peristiwa penyerangan adalah objektifitas kareana benar-benar terjadi, sedangkan rekonstruksi peristiwanya akan membutuhkan subjektifitas dari orang yang merekonstruksi berdasarkan fakta yang ditemukan.



B. PENGERTIAN IMAJINASI Ilmu sejarah sebagai seni tentu membutuhkan gaya bahasa, intuisi, emosi, dan imajinasi. Seni dan imajinasi adalah dua hal yang berkaitan, begiyu pula sejarah sebagaoi seni juga akan menyingung aspek imajinatif. Imajinasi adalah sebuah gambaran dalam proses berfikir tentang suatu hal yang tidak dapat dijangkau oleh akal dan logika. Tanpa imajinasi seseorang tidak akan berkembang sekalipun.1



Dalam sejarah imajinasi diartikan dalam proses berfikir seorang sejarawan



untuk



menafsirkan



suatu



jejak-jejak



sejarah



yang



telah



dikumpulkan dan dikritik sebelumnya. Konsep imajinasi sejarah memang telah lama dikenal. Diantaranya John dan Jean Comaroff yang menulis sebuah konsep yang mencoba menjelaskan bahwa suatu masyarakat yang tercerai-



1



Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta:Yayasan Bentang Budaya, 1995), hlm. 68



berai oleh berbagai macam perbedaan danb kepentingan, maka imajinasi sejarah mempunyai peran penting sebagai kohesi bagi masyarakat tersebut.



Comaroff menambahkan bahwa imajinasi sejarah adalah sebuah konsep yang digunakan untuk memahami bagaimana terintegrasinya berbagai persepsi individu yang berbeda-beda kedalam skema intepretasi yang sama. Dalam hal ini imajinasi sejarah memungkinkan adanya penyatuan atau integrasi kedalam satu peta konseptual. Beberapa hal yang dijelaskan diatas membuktikan sebagai mana penting dan perlunya imajinasi sejarah. Imajinasi membuat benda mati seolah hidup.2



C. PENTINGNYA IMAJINASI “Imagination is more important than knowledge. For knowledge is limited to all we now know and understand, while imagination embraces to entire world and all there ever will be to know and understand.”--- Albert Einstein



Imajinasi merupakan suatu hal yang sangat penting bagi sebuah ilmu pengetahuan, bahkan Einstein pun menganggap imajinasi lebih penting dari 2



Saloka”,Imajinasi dalam Penulisan Sejarah”.Diakses melalui http://adn-



fib11.web.unair.ac.id pada jum’at,23 Februari 2018 pukul 15:20 WIB.



ilmu pengetahuan itu sendiri. Beberapa inovasi-inovasi besar yang merubah dunia lahir lewat sebuah imajinasi. Imajinasinya juga turut andil dalam perkembangan peradaban-peradaban besar. Tanpa imajinasi, tidak akan ada candi Borobudur bahkan mahakarya sastra pujangga nusantara, seperti serat centini tak munkin luput dari imajinasi.



Imajinasi merupakan sebuah gambaran dalam proses berfikir tentang suatu hal yang kadang tak dapat dijangkau oleh logika. Imajinasi seolah-olah muncul begitu saja ketika inderawi mulai merespon materi. Tanpa imajinasi seseorang takkan pernah bisa berkembang sedikitpun. Begitupula dengan ilmu pengetahuan, tidak ada satu ilmu pun yang tidak membutuhkan imajinasi dalam hal ini ilmu sejarah juga menyadari bagaimana imajinasi dapat masuk hingga sampai menyentuh ranah metode.



Sebagaimana Kuntowijoyo ketika ia akan menulis tentang kehidupan priyayi diawal abad ke 20. Maka ia juga harus berimajinasi, setidaknya punya gambaran tentang priyayi dan mencoba membayangkan betapa bangganya istrinya jika priyayi tersebut dapat menggaet penari tayub. Imajinasi itu juga harus berjalan ketika kita ingin memahami tentang gambaran sebuah perang. Maka kita juga harus mampu berimajinasi tentang pantai, hutan, gunung, serta bayangan tentang tempat yang baik untuk bersembunyi.3



3



Kuntowijoyo., loc cit.



Tak jauh berbeda dengan Anthony Reid, meskipun agak mengabaikan aspek politik, dalam bukunya Asia Tenggara kurun niaga 1450-1680 jilid 1: Tanah di bawah angina; dengan berbekal sumber-sumber gambar dan naskahnaskah klasik Reid mampu menginterpretasikan Asia Tenggara pada masa kurun niaga secara menarik dengan daya imajinasinya yang luar biasa. Lewat imajinasinya, Reid dapat menggambarkan aspek-aspek geografi, demografi, pakaian, pernikahan, kerajaan, dan aspek-aspek lainnya. Begitu juga Earl Drake ia menulis tentang Gayatri Rajapatni. Daya imajinasi begitu kental didalam tulisan tersebut. Hingga begitu besarnya, karya Earl Drake ini seolah menyentuh ranah sastra.



D. PEMBATASAN IMAJINASI



Imajinasi yang berlebih dapat mengarah ke fantasi dan fantasi adalah sebuah hal yang fiksi atau fiktif belaka. Harus ada skat dalam imajinasi karena fakta merupakan hal yang sangat penting. Fakta diperoleh melkalui sumbersumber sejarah yang telah dikritik sebelumnya. Fakta bukan menghambat imajinasi namun, membatasinya agar tidak terlalu subjektif. Sebagaimana telah diketahui bahwa objektifitas sangat perlu dalam penulisan sejarah namun, seni itu murni hasil imajinasi sedangkan sejarah berdasarkan fakta yang ada. Imajinasi yang tidak dibatasi dengan fakta maka akan mengarahkan sejarah sebagai suatui seni, sehingga dianggap memalsukan fakta.



Fakta telah amat mendalam bagi sejarawan, sehingga fakta sebagai tumpuan dan sejarawan harus hafal fakta-fakta diluar kepala. Padahal hal ini harus diluruskan bahwa sejarawan bukan untuk menghafal fakta, memang sejarawan harus mengetahui fakta yang relevan, tetapi harus diingatkan bahwa tugas nutama adalah rekonstruksi sejarah. Seperti halnya yang Leopold Van Ranke sejarah , sejarah harus ditulis sebagaimana apa yang sebenarnya.4



BAB III KESIMPULAN



4



Kuntowijoyo., loc cit.



Objektivitas dan subjektivitas dalam sejarah tak bisa dilepaskan. Hal itu karena dua hal tersebut adalah hal yang selalu ada dalam sebuah proses rekonstrusksi peristiwa. Dalam subjektivitas, membutuhkan suatu imajinasi. Imajinasi sangat berperan bagi ilmu pengetahuan. Sejarah adalah sebuah ilmu yang harus membutuhkan imajinasi. Dalam hal ini imajinasi membutuhkan suatu batasan, dan batasan itu adalah fakta. Imajinasi yang berlebih dalam penulisan sejarah akan mengaburkan fakta, maka hal tersebut akan terkesan subjektif dan tidak sesuai kaidah sejarah. Seperti halnya yang dikatakan Ranke, sejarah harus ditulis sebagaimana apa yang sebenarnya.