MG 7 Seni SBG MD Pengembangan Sensibilitas Emosionalitas B [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Peranan, Fungsi, dan Tujuan Pendidikan Seni di Sekolah Umum. Drs. Suib Awrus, M.Pd.



Pendidikan Seni Pendidikan Seni selalu hadir dalam kurikulum sekolah, karena seni merupakan bagian dari kebutuhan manusia. Sebagaimana Pratt (1980: 54) mengatakan, bahwa dalam menyusun kurikulum sebaiknya melibatkan lima kebutuhan manusia (human needs), yakni "need for self-actualization, needs for meaning, social needs, aesthetic needs, and survival needs”. Pernyataan Pratt tersebut menunjukkan bahwa aesthetic needs dipandang sebagai bagian yang esensial dari kurikulum sekolah, sehingga penting dilaksanakan di sekolah-sekolah.



• Pendidikan Seni sebagai aesthetic needs memiliki fungsi yang esensial dan unik, sehingga mata pelajaran ini tidak dapat digantikan dengan mata pelajaran lain. Berdasarkan berbagai kajian dan penelitian, baik secara filosofis, psikologis maupun sosiologis ditemukan bahwa pendidikan seni memiliki keunikan peran atau nilai strategis dalam pendidikan sesuai perubahan dan dinamika masyarakat.



Menurut pakar pendidikan seni, dampak hasil belajar seni antara lain: 1. dapat meningkatkan daya kreativitas anak (Dewey:, Read: 1970, dan Ross: 1978), 2. dapat membantu pertumbuhan mental anak melalui penyaluran ekspresi dan kreativitas (Lowenfeld: 1982), 3. dapat meningkatkan kemampuan apresiasi (Chapman: 1978 ), 4. dapat membantu perkembangan kepribadian dan pembinaan estetik anak (Wickiser: 1974), 5. dapat membantu mengembangkan perasaan anak (Ross: 1990), 6. dapat digunakan sebagai sarana kesehatan mental (Margaret Naumberg), dan sebagainya



1. Seni sebagai media pengembangan potensi sensibilitas dan emosionalitas. 2. Seni dan pengembangan potensi otak kanan. 3. Seni sebagai media pengembangan potensi ekspresi kreatif. 4. Seni sebagai media komunikasi.



Sensibilitas



berasal dari kata bahasa Latin sensibile dengan akar kata sensus yang artinya penyerapan dengan indra, rasa, perasaan dan kesan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI): Sensibilitas/sen·si·bi·li·tas/ /sénsibilitas/ n kemampuan untuk menafsirkan rangsangan dari luar atau dari dalam tubuh; kepekaan



Emosi



adalah perasaan psikologis dan mental seseorang yang muncul karena dipengaruhi oleh keadaan sekitar baik itu dari dalam diri maupun luar, dengan mengekspresikannya dalam tingkah laku yang nampak.



Emosional = 1 menyentuh perasaan; mengharukan; 2 dengan emosi; beremosi; penuh emosi



Emosi merupakan suatu aspek psikis yang berkaitan dengan semua perasaan yang ada pada seseorang, misalkan merasa senang, sedih, kesal, jengkel, marah, tegang, dan lain-lain. Emosi pada diri seseorang berhubungan erat dengan keadaan psikis tertentu yang mendapat rangsangan baik itu oleh faktor dari dalam (internal) maupun faktor dari luar (eksternal).



• Fungsi jiwa anak seperti merasakan, berfantasi, berfikir, berkehendak dan kemampuan motorik dalam merespon yang ada, akan terbina dan melatih kepekaan.



• Secara prinsip pendidikan seni difungsikan sebagai salah satu instrumentasi bagi pertumbuhan dan perkembangan segenap potensi individu, diantaranya: kemampuan berfikir, kreativitas, komunikasi, sensibilitas, sensitivitas, emosionalitas, dan hal lain yang maknanya kental berdimensikan “pendidikan nilai”. • Ini berarti bahwa, penekanan belajar tidak lagi hanya ditandai oleh segi kognitif belaka, melainkan terutama juga oleh keterlibatan sensitivitas nilai-nilai emosional dan kreatif.



Fungsi pendidikan seni bagi anak didik : 1. Seni sebagai wahana ekspresi. Ekspresi merupakan pernyataan kejiwaan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dalam mencari kepuasan. Ekspresi juga merupakan kebutuhan manusia dalam mengkomunikasikan isi hatinya kepada pihak lain. Berekpresi dalam seni berarti menuangkan isi hati dengan menggunakan sarana gambar, gerak, nada suara atau kata (Soehardjo, 1995). Bagi anak-anak art itu bisa dijadikan alat/sarana untuk berekpresi "a means of expretion” (Lowenfeld, 1982). Dalam berekspresi ini pikiran, perasaan dan emosi anak ikut berperan.



2. Seni sebagai sarana pengembangan/pembinaan kreativitas. Pada umumnya kreativitas diartikan sebagai daya atau kemampuan untuk mencipta. Melalui kegiatan berolah seni kreativitas atau daya cipta anak dapat dikembangkan. Berolah seni yang dimaksudkan adalah melakukan kegiatan pengenalan, eksperimen dalam berbagai bentuk jenis alat/bahan dan teknik mewujudkan/menampilkan karya seni, baik melalui rupa, gerak, nada suara atau kata. Membangkitkan dan membebaskan anak untuk melakukan kegiatan berolah seni sesuai kemampuan dan minatnya serta memberi kesempatan kepada anak-anak untuk mencoba memecahkan masalah ketika berolah seni sehingga menghasilkan hal-hal baru dan unik baginya merupakan sarana yang baik dalam upaya membina dan mengembangkan kreativitas.



3. Seni sebagai sarana pengembangan bakat anak.



Secara umum orang berpendapat bahwa bakat anak dibawa sejak lahir, namun bakat anak ini sulit berkembang jika tidak dipupuk. Bakat anak di bidang seni dapat dipupuk melalui pembelajaran seni. Pendidikan seni yang memberikan kesempatan pada anak untuk mengenal dan menjelajah berbagai media seni, serta sikap/dukungan dan motivasi guru yang positif terhadap anak-anak untuk berpeluang memelihara dan mengembangkan bakatnya.



4. Seni sebagai sarana pembinaan ketrampilan. Ketrampilan berasal dari kata terampil yang berarti cekatan dalam melakukan sesuatu. Untuk membantu menyalurkan dorongan ekspresi dan kreativitas anak dibutuhkan suatu ketrampilan dasar. Dalam seni latihan ketrampilan ini bukan tujuan utama, tetapi hanya sebagai sarana untuk menunjang kelancaran berekspresi atau berkreativitas. Ketrampilan yang diberikan bukanlah ketrampilan yang bersifat statis, tetapi lebih diarahkan pada ketrampilan yang bersifat kondisional. Arti keterampilan yang kondisional bersifat kreatif, produktif, dinamis dan mampu untuk tumbuh. Jenis ketrampilan ini cocok untuk dikembangkan di sekolah-sekolah umum.



5. Seni sabagai sarana pembentukan kepribadian. Kebiasaan berolah seni yang memperhatikan dan memberi keleluasaan yang cukup terhadap subjek didik untuk menampilkan sifat-sifat kepribadian, memberi peluang yang luas untuk pembentukan kepribadian (Soenarjo, 1995). Kepribadian dalam seni lebih diarahkan kepada tumbuhnya rasa cinta terhadap kesenian bangsanya dan mau menerima kesenian asing yang terseleksi. Dengan pengenalan benda-benda seni dan tokoh-tokoh seniman serta lingkungan alam sekitar yang indah dapat menumbuhkan kecintaan atau kebanggaan anak terhadap alam dan kesenian bangsanya.



6. Seni sebagai sarana pembinaan impuls estetik. Secara naluri setiap anak memiliki impuls estetik (Read,1974). Jika naluri ini tidak mendapat kesempatan tumbuh dan berkembang, maka naluri tersebut bisa mati atau tumbuh kerdil. Melalui program pendidikan seni naluri/kepekaan citarasa keindahan dapat dibina dan ditumbuhkembangkan. Caranya dimulai dari pengakraban dengan objek yang bermuatan estetik, maka seseorang akan semakin peka estetiknya. Kepekaan itu merupakan modal dasar dalam mengapresiasi seni, berolah seni dan menghargai hasil budaya bangsa sendiri, maupun bangsa lain.



Kecerdasan emosional dan spiritual sangat dibutuhkan di era globalisasi saat ini untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan dan perkembangan lingkungan sekitar. Kecerdasan emosional (EQ) adalah kemampuan untuk mengenali perasaan, kemampuan memotivasi diri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain (Ngeremanto, 2001: 98).



• Dalam buku “ Achieving Emotional Literacy” Claude Steiner dan Paul Perry menegaskan pentingnya kecerdasan emosi, dan IQ yang tinggi tidak semata-mata membuat orang menjadi cerdas. • Tanpa kecerdasan emosional, kemampuan untuk memahami dan mengelola perasaan-perasaan kita dan perasaan orang lain, kesempatan kita untuk hidup bahagia menjadi sangat tipis. • Goleman seorang peneliti dan juga penulis buku best seller tentang kecerdasan emosi juga mengatakan bahwa setinggi -tingginya IQ hanya menyumbang kira-kira 20 persen bagi faktor-faktor yang menentukan sukses dalam hidup, maka yang 80 persen adalah potensi kecerdasan emosi.



Pendidikan seni berdimensi mental (moral) merupakan sebuah alternatif yang dapat membantu orang guna mencerdaskan emosional dan intelektual, menghargai pluralitas budaya dan alam semesta, menumbuhkan daya imajinasi, motivasi dan harmonisasi dalam menyiasati atau menanggapi setiap fenomena sosial budaya yang muncul ke permukaan.



• Tujuan pendidikan seni dalam konteks sekolah umum di Indonesia, paradigmanya lebih diorientasikan dalam perspektif pemaknaan “seni sebagai media pendidikan” (education through art). Dalam artian, segala kegiatan dan proses berolah seni dapat difungsikan sebagai salah satu media yang efektif untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan segenap potensi individu/anak didik secara optimal, dalam dimensi ranah “emosionalitas/sensibilitas” (emotional quotions). Oleh karena itu, pendidikan seni di sekolah umum, masuk dalam kategori “pendidikan nilai”.



• Dalam perspektif pendidikan, seni dipandang sebagai salah satu instrumen atau media untuk memberikan keseimbangan antara “intelektualitas” dengan “sensibilitas”, “rasionalitas” dengan “irasionalitas”, dan antara akal pikiran dengan kepekaan emosi, agar manusia “memanusia”, bahkan dalam batas-batas tertentu, seni dapat difungsikan dalam konteks kepentingan guna mempertajam moral dan watak (Rohidi, 2000).



• Pengembangan kemampuan berfikir ditunjukkan oleh kemampuan mengoptimalkan fungsi otak belahan kanan dan kiri secara seimbang (equilibrium). Hal ini berarti bahwa pengembangan kecerdasan harus diimbangi pengembangan fungsi otak kanan, potensi emosi dan seni.



Menurut para pakar psikologi otak belahan kiri merupakan sumber kecerdasan intelektual (IQ) sebagai wilayah persemaian dan pengembangan potensi akal-penalaran yang bersifat analitis-logik dan detail, sedangkan otak belahan kanan adalah sumber kecerdasan emosional (EQ) sebagai wilayah persemaian dan pengembangan segala potensi yang berkaitan dengan rasa-perasaan (emosi-kreatif) yang bersifat menyeluruh.



Otak kiri bertanggung jawab terhadap kemampuan verbal dan matematik, seperti berbicara, membaca, menulis, dan berhitung. Proses berpikir otak kiri bersifat logis, sistematis, dan analitis sehingga termasuk short term memory (memori jangka pendek).



Otak kanan berurusan dengan : emosi, irama, musik, imajinasi, warna, gambar, dan diagram. Cara berpikir otak kanan bersifat: kreatif, tidak teratur, dan menyeluruh sehingga tergolong long term memory (memori jangka panjang).



Emosi merupakan kekuatan penggerak kehidupan yang paling konkret dalam diri manusia karena terbentuk dari segenap keinginan dan selera yang erat hubungannya dengan fungsi¬fungsi jasmaniah, seperti melakukan apa yang baik dan buruk, mengikuti apa yang etis dan norak, serta yang indah dan jelek.