Minipro Anemia Kelompok 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Hubungan Pola Konsumsi, Pengetahuan Anemia, Pola Menstruasi dan Riwayat Infeksi dengan Kadar Hemoglobin (Hb) pada Remaja Putri di Pusat Pengembangan Anak Gereja Sonhalan Mini Project Internsip Periode Juni 2019 – Oktober 2019



Pendamping: dr. Erwin Leo, M. Kes Penyusun: dr. Akbarruddin dr. Aninditya Cahyarani Sunarso dr. Hernawati Haji Bagenda dr. Nicholas Pratama dr. Ronauli Agnes Marpaung dr. Yohana Debrita Rere Koli dr. Vicia Gloria



Niki-Niki, TTS, Nusa Tenggara Timur 2019 i



ABSTRACT The Relationship of Diet, Knowledge of Anemia, Menstrual Patterns, and History of Infection with Hemoglobin Levels among Adolescent Girls in Pusat Pengembangan Anak Gereja Sonhalan Akbarruddin, Sunarso AC, Bagenda HH, Pratama N, Marpaung RA, Koli YDR, Gloria V, Leo E BACKGROUND Anemia is a condition of red blood cells or hemoglobin levels (Hb), which carry oxygens in blood, not sufficient enough to fulfill human’s physiological needs. Toddler, adolescent girls and pregnant women are risky group of anemia. From April until December 2018 there are 228 pregnant women had anemia. Adolescent girl with history of anemia will effect their pregnancy in the future. The propose of this study is to know the relationship of diet, knowledge of anemia, menstrual patterns, and history of infection with hemoglobin level among adolescent girls in Pusat Pengembangan Anak Gereja Sonhalan. METHOD The design of this study is cross sectional. This study used total sampling with 60 adolescent girls respondent at Pusat Pengembangan Anak (PPA) Gereja Sonhalan. Study was done in April-September 2019. Data analysis used chi-square test with p value 95 fl. Klasifikasi etiologi dan



8



morfologi bila digabungkan akan sangat menolong dalam mengetahui penyebab suatu anemia berdasarkan jenis morfologi anemia.9 2.2.1. Gejala Anemia Gejala umum anemia (sindrom anemia atau anemic syndrome) adalah gejala yang timbul pada setiap kasus anemia, apapun penyebabnya, apabila kadar hemoglobin turun di bawah kadar tertentu. Gejala umum anemia ini timbul karena: 1) Anoksia organ; 2) Mekanisme kompensasi tubuh terhadap berkurangnya daya angkut oksigen. Gejala umum anemia menjadi jelas (anemia simtomatik) apabila kadar hemoglobin telah turun di bawah 7 g/dl. Berat ringannya gejala umum anemia tergantung pada: a) Derajat penurunan hemoglobin; b) Kecepatan penurunan hemoglobin; c) Usia; d) Adanya kelainan jantung atau paru sebelumnya. Gejala anemia dapat digolongkan menjadi tiga jenis gejala, yaitu: 9 a. Gejala umum anemia. Gejala umum anemia, disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena iskemia organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan hemoglobin sampai kadar tertentu (Hb < 7 g/dL). Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging (tinnitus), mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak napas dan dispepsia. Pada pemeriksaan, pasien tampak pucat, yang mudah dilihat pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan di bawah kuku. Sindrom anemia bersifat tidak spesifik karena dapat ditimbulkan oleh penyakit di luar anemia dan tidak sensitif karena timbul setelah penurunan hemoglobin yang berat (Hb 13 Sedang jika jawaban benar 4575% atau 813 Rendah jika jwaban benar 7 hari Normal = ≤7 hari



Ordinal



Wawancara



Kuesioner



Tidak normal = >3x ganti pembalut Normal =



Ordinal



25



9



Riwayat Infeksi



dengan melihat pembalut yang digunakan dalam sehari 32 Riwayat infeksi subyek penelitian dalam 6 bulan terakhir



≤3x ganti pembalut Wawancara



Kuesioner



Tidak pernah Pernah



Ordinal



3.8 Etika Penelitian Sebelum pengumpulan data penelitian dilakukan, peneliti memberikan informasi terkait tujuan penelitian dan prosedur yang akan dilakukan kepada subyek penelitian. Setiap subyek penelitian memiliki hak penuh untuk bersedia atau tidak bersedia mengikuti penelitian ini. Bagi yang bersedia akan menandatangani lembar persetujuan (informed consent). Peneliti menjamin kerahasiaan identitas dan informasi yang diberikan oleh responden selama dan sesudah penelitian. 3.9 Metode Pengolahan Data Setelah data dikumpulkan akan diolah agar dapat dianalisis untuk menjawab tujuan penelitian. Pengolahan data akan melewati beberapa tahap, yaitu: a. Editing Tahap editing dilakukan untuk menjelaskan pengecekan data primer apakah jawaban sudah lengkap dan jelas. b. Coding Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka coding berguna untuk mempermudah analisis data. c. Cleaning Cleaning atau pembersihan data dilakukan untuk mengecek kembali data yang sudah ada supaya tidak ada data yang tidak lengkap (missing). d. Processing Setelah dilakukan cleaning, kemudian dilakukan pengolahan data dengan menggunakan IBM SPSS.



3.10



Metode Analisis Data



26



Analisis data untuk mencapai tujuan penelitian ini dilakukan dengan melakukan sistem komputerisasi. Data yang telah didapatkan dianalisis secara univariat dan bivariat dengan perangkat lunak statistik. a. Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan agar dapat menjelaskan karateristik setiap variabel yang diteliti baik variabel independen maupun variabel dependen. b. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Untuk mengetahui hubungan pola makan (energi, protein, dan zat besi), pola menstruasi, pengetahuan tentang anemia dan riwayat infeksi dengan kadar hemoglobin dilakukan dengan uji chi square.



27



BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1.



Pengetahuan Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 60 responden, didapatkan hasil



tingkat pengetahuan responden paling banyak adalah sedang yaitu 45 orang (75%), dan paling sedikit adalah baik yaitu 2 orang (3.3%) yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.1 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan di PPA Gereja Sonhalan Tahun 2019 No 1. 2. 3.



Tingkat Pengetahuan Baik Sedang Rendah Total



f 2 45 13 60



% 3.3 75 21.7 100



Tabel 4.2 Distribusi Responden Menurut Jawaban Pertanyaan Pengetahuan No 1.



No 2.



No 3.



Pertanyaan Pernah mendengar tentang anemia (kurang darah) a. Ya b. Tidak Total Pertanyaan Pengertian anemia a. Kadar hemoglobin dalam darah rendah b. Tidak punya darah c. Tidak tahu Total Pertanyaan Tanda dan gejala dari anemia a. Cepat lelah, pucat pada kulit dan telapak tangan b. Diare dan kejang c. Nyeri dada dan kaki pegal Total



f



%



55 5 60



91.7 8.3 100



f



%



43



71.7



5 12 60



8.3 20 100



f



%



56



93.3



2 2 60



3.3 3.3 100



28



No 4.



No 5.



No 6.



No 7.



No 8.



Pertanyaan Penyebab remaja putri lebih berisiko terkena anemia a. Remaja putri cenderung lebih sering melakukan diet b. Sering mengonsumsi makanan siap saji seperti bakso dan pangsit c. Kehilangan darah akibat peristiwa menstruasi setiap bulannya Total Pertanyaan Kelompok yang paling berisiko terkena anemia a. Remaja putri b. Remaja putra c. Lansia (lanjut usia) Total Pertanyaan Kadar Hb normal pada remaja putri a. Kadar Hb < 12 gr/dl b. Kadar Hb ≥ 12 gr/dl Total Pertanyaan Cara mencegah agar tidak terjadi anemia a. Meningkatkan konsumsi zat besi dalam makanan b. Sering sarapan pagi c. Tidak telat makan Total Pertanyaan Sumber makanan yang paling banyak mengandung zat besi (Fe) a. Protein nabati b. Protein hewani c. Sayur dan buah-buahan Total



f



%



19



31.7



10



16.7



31



51.7



60



100



f



%



53 1 6 60



88.3 1.7 10 100



f



%



29 31 60



48.3 51.7 100



f



%



33



55



10 17 60



16.7 28.3 100



f



%



14 2 44 60



23.3 3.3 73.3 100



29



No 9.



No 10.



No 11.



No 12.



No 13.



Pertanyaan Faktor yang menyebabkan wanita kehilangan zat besi yang berlebihan dalam tubuh a. Menstruasi b. Kurang mengonsumsi makanan yang bergizi c. Tidak tahu Total Pertanyaan Anemia dapat diobati dengan a. Tablet zat besi b. Kalsium c. Vitamin E Total Pertanyaan Bahan makanan/minuman yang dapat menghambat penyerapan zat besi a. Teh dan kopi b. Coklat dan susu c. Daging dan sayur Total Pertanyaan Dampak anemia terhadap remaja putri a. Konsentrasi belajar menurun b. Selalu terlambat datang bulan c. Bibir pecah-pecah Total Pertanyaan Kebiasaan yang dapat menghambat penyerapan zat besi oleh tubuh a. Kebiasaan merokok b. Kebiasaan tidur terlalu larut malam c. Kebiasaan minum teh/kopi bersamaan sewaktu makan Total



f



%



26



43.3



23



38.3



11 60



18.3 100



f



%



18 11 31 60



30 18.3 51.7 100



f



%



37 9 14 60



61.7 15 23.3 100



f



%



17 35 8 60



28.3 58.3 13.3 100



f



%



7



11.7



29



48.3



24



40



60



100



30



No 14.



No 15.



No 16.



No 17.



Pertanyaan Dampak jika menderita anemia pada masa kehamilan atau persalinan a. Rambut rontok pada saat kehamilan b. Mual dan muntah pada saat kehamilan c. Adanya risiko keguguran dan perdarahan pada saat melahirkan Total Pertanyaan Vitamin yang membantu penyerapan zat besi di dalam tubuh a. Vitamin E b. Vitamin D c. Vitamin C Total Pertanyaan Pengertian zat besi a. Zat gizi penting yang diperlukan dalam pembentukan darah (pembentukan hemoglobin) b. Zat gizi penting yang diperlukan dalam pembentukan lemak tubuh c. Zat gizi penting yang diperlukan dalam pembentukan protein Total



Pertanyaan Manfaat zat besi dalam tubuh a. Sebagai sintesa lemak di dalam tubuh b. Sebagai sintesa protein di dalam tubuh c. Sebagai alat transport oksigen (O2) ke jaringan tubuh Total



f



%



10



16.7



23



38.3



27



45



60



100



f



%



31 9 20 60



51.7 15 33.3 100



f



%



34



56.7



15



25



11



18.3



60



100



f



%



15



25



27



45



18



30



60



100



4.1.1. Hubungan Pengetahuan dengan Kadar Hemoglobin (Hb) Berdasarkan hasil analisis hubungan pengetahuan dengan kadar hemoglobin (Hb) diperoleh kadar hemoglobin yang tidak normal (Hb 7 hari Ganti pembalut >3 kali ≤ 3 kali 4.8.



Kadar Hemoglobin (Hb) Anemia Normal Total n % n % n %



p



7 4 0



16.3 26.7 0



36 11 2



83.7 73.3 100



43 15 2



100 100 100



9 2



20 13.3



36 13



80 86.7



45 15



100 100



0.563



6 5



24 14.3



19 30



76 85.7



25 35



100 100



0.338



0.531



Hubungan Infeksi dengan Kadar Hemoglobin (Hb) Berdasarkan hasil penelitian tidak didapatkan responden yang pernah



terinfeksi penyakit dalam 6 bulan terakhir, sehingga hubungan antara status anemia (kadar hemoglobin rendah) dengan infeksi tidak dapat dianalisis. Tabel 4.14 Hubungan Anemia dengan infeksi Riwayat Infeksi Tidak



Anemia n % 11 18.3



Status Anemia Tidak Anemia n % n 49 81.7 60



Total



p % 100



-



36



pernah



37



BAB V PEMBAHASAN 5.1.



Hubungan Pengetahuan dengan Kadar Hemoglobin Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap remaja putri di PPA



Gereja Sonhalan, dapat dilihat bahwa sebagian besar remaja putri memiliki pengetahuan sedang sebesar 75% dan pengetahuan rendah sebesar 21.7%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan tentang anemia pada remaja putri cukup. Pengetahuan remaja putri yang kurang baik bisa disebabkan oleh karena dalam kurikulum sekolah tidak terdapat topik yang membahas tentang anemia secara khusus. Hasil uji statistik dengan chi square ternyata tidak didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan remaja putri tentang anemia di PPA Gereja Sonhalan dengan kadar hemoglobin, dengan nilai p = 0.095 (p >0.05). Dengan kata lain, semakin tinggi pengetahuan remaja mengenai hal-hal yang berhubungan dengan anemia tidak menjamin remaja tersebut tidak menderita anemia. Hal ini dapat dikarenakan adanya variabel pengganggu yang lebih dominan sehingga menyebabkan remaja putri mengalami anemia, yaitu seperti status gizi yang kurang, pola makan yang kurang baik, penyakit seperti cacingan atau malaria yang tidak diketahui, aktivitas fisik yang berlebihan sedangkan nutrisi tidak terpenuhi dan ekonomi yang berpengaruh pada daya beli pangan. Faktor tidak langsung penyebab anemia yaitu faktor pengetahuan, status pendidikan, keadaan lingkungan dan kurangnya asupan kebutuhan zat besi. Anemia dapat disebabkan oleh pengetahuan. Tingkat pengetahuan tentang anemia yang tinggi tetapi tidak disertai dengan perubahan perilaku dalam kehidupan sehari-hari menyebabkan tidak adanya hubungan antara tingkat pengetahuan tentang anemia dengan kadar hemoglobin remaja putri di PPA Gereja Sonhalan. Banyak remaja putri di PPA Gereja Sonhalan yang tidak cukup mengonsumsi makanan sumber zat besi termasuk sayuran dan buah-buahan serta lebih senang mengonsumsi makanan yang umumnya mengandung kalori, kadar lemak dan gula yang tinggi tetapi rendah serat, zat besi, vitamin A, vitamin B12, asam folat dan kalsium. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ikhmawati, dkk (2013) bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang anemia terhadap kadar hemoglobin pada remaja putri di asrama SMA MTA Surakarta. 6 Selain itu juga sesuai dengan penelitian Hapzah (2012) bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan



38



kejadian anemia remaja putri pada siswi kelas III di SMAN I Tinambung Kabupaten Polewali Mandar.38 Namun, penelitian ini tidak sejalan dengan Kuswarini (2012) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kejadian anemia.39 Wati (2010) juga menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan kejadian anemia.40 Pengetahuan gizi menjadi landasan yang menentukan konsumsi sehingga apabila seseorang telah memasuki usia remaja atau dewasa mampu memenuhi kebutuhan energi tubuhnya dengan perilaku makannya karena pengetahuan tentang gizi sangat bermanfaat dalam menentukan apa yang dikonsumsi setiap hari. Dari hasil penelitian Sihotang (2012) pengetahuan remaja putri tentang anemia mayoritas diperoleh dari media (elektronik, cetak, internet) (50%), dari guru (25.5%), dari keluarga (16%), dari petugas kesehatan (7.4%) dan dari teman (1.1%).41



5.2.



Hubungan Pola Makan dengan Kadar Hemoglobin Masa remaja merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan, baik secara



fisik, mental, dan aktivitas sehingga, kebutuhan makanan yang mengandung zat-zat gizi menjadi cukup besar. Remaja putri pada umumnya memiliki karakteristik pola makan tidak sehat. Antara lain kebiasaan tidak makan pagi, malas minum air putih, diet tidak sehat karena ingin langsing (mengabaikan sumber protein, karbohidrat, vitamin dan mineral), kebiasaan ngemil makanan rendah gizi dan makan makanan siap saji. Sehingga remaja tidak mampu memenuhi keanekaragaman zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuhnya untuk proses sintesis pembentukan hemoglobin. Bila hal ini terjadi dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan kadar hemoglobin terus berkurang dan menimbulkan anemia.42 Remaja putri berisiko sepuluh kali untuk menderita anemia dibanding dengan remaja putra. Selain karena ketidakseimbangan asupan zat gizi, faktor pertumbuhan, juga adanya siklus menstruasi bulanan yang menyebabkan remaja putri membutuhkan asupan Fe lebih banyak. Kebiasaan membatasi konsumsi makanan dan pantangan terhadap makanan juga menjadi faktor penyebab anemia pada remaja putri.43 Hasil penelitian tentang kejadian anemia pada remaja putri di PPA Gereja Sonhalan menunjukkan bahwa hanya 11 orang remaja puteri yang mengalami anemia dari 60 orang (18.3%). Remaja putri yang mengalami anemia disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya kebiasaan atau pola makan. Arisman (2004) menjelaskan



39



bahwa pola makan merupakan cara seseorang dalam memilih makanan dan memakannya sebagai reaksi terhadap pengaruh psikologis, fisiologi, budaya dan sosial. Harper dkk (2006) menambahkan kebiasaan/pola makan adalah suatu perilaku yang berhubungan dengan makan seseorang, pola makanan yang dimakan, pantangan makanan, distribusi makanan dalam keluarga, preferensi terhadap makanan serta cara memilih makanan.44 Beberapa riset menunjukkan adanya kaitan antara konsumsi hidangan yang lengkap dengan status gizi. Makanan yang beraneka ragam sangat diperlukan karena tidak ada satu jenis bahan makanan yang mengandung zat gizi lengkap. Selain itu, jumlah dan jenis zat gizi yang terkandung dalam tiap jenis bahan makanan juga berbeda-beda.45 Penyebab rendahnya kadar hemoglobin dalam darah salah satunya adalah asupan yang tidak mencukupi kebutuhan gizi remaja. Asupan zat gizi sehari-hari sangat dipengaruhi oleh pola makan. Anemia terdeteksi pada anak perempuan pedesaan mungkin karena pola makan yang buruk dan menorrhagia.42 5.3.



Hubungan Konsumsi Energi dengan Kadar Hemoglobin Berdasarkan jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh, zat gizi terbagi menjadi dua



golongan yaitu zat gizi makro yang terdiri dari karbohidrat, lemak dan protein, serta zat gizi mikro yaitu mineral dan vitamin. Adapun kebutuhan energi remaja putri berdasarkan AKG adalah pada usia 10-12 tahun = 2000 kkal, usia 13-15 tahun = 2125 kkal dan usia 16-18 tahun = 2125 kkal setiap harinya. Angka kecukupan gizi ini



dianjurkan 60% berasal dari karbohidrat seperti beras, terigu dan hasil olahannya serta umbi-umbian, jagung, sagu dan gula.43 Berdasarkan hasil penelitian, konsumsi energi terbesar pada kategori defisit berat pada remaja putri disebabkan karena ketidakseimbangan antara konsumsi makanan dengan kecukupan energi yang dibutuhkan dalam melakukan aktivitas fisik seharihari, dimana jumlah energi yang dikonsumsi kurang dari kebutuhan. Jika hal ini berkelanjutan akan mengakibatkan gangguan pada proses pertumbuhan dan perkembangan remaja. Hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara tingkat energi yang dikonsumsi remaja putri di PPA Sonhalan dengan kadar hemoglobin. Dari hasil food recall yang dilakukan, didapatkan 32 responden (53.3%) dari 60 responden mengkonsumsi teh dan kopi sebagai pendamping makan pagi dan siang. Hal ini sesuai dengan penelitian WHO yaitu kebiasaan mengonsumsi teh atau kopi segera setelah makan oleh remaja putri juga berkontribusi terhadap prevalensi anemia yang lebih tinggi sekitar 50% dibandingkan dengan mereka yang tidak



40



mengkonsumsi teh/kopi setelah makan yaitu sekitar 34%.46 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Himanshu, prevalensi anemia sekitar 81.5% dimana 54.3% memiliki anemia sedang hingga berat pada remaja yang mengkonsumsi makanan cepat saji dua kali atau lebih per minggu. Di sisi lain 74.6% remaja memiliki anemia yang mengkonsumsi makanan cepat saji sekali atau kurang per minggu. 47 Dari hasil food recall yang di lakukan, didapatkan bahwa remaja putri sering mengonsumsi mie sebagai makanan pokok dan makanan tambahan. 5.4.



Hubungan Konsumsi Protein dengan Kadar Hemoglobin (Hb) Protein merupakan salah satu zat gizi yang diperlukan oleh tubuh terutama



untuk membangun sel dan jaringan, memelihara dan mempertahankan daya tahan tubuh, membantu enzim, hormon dan berbagai bahan biokimia lain. Dengan demikian, kekurangan asupan protein akan sangat mempengaruhi berbagai kondisi tubuh yang diperlukan untuk tetap bertahan sehat.48 Kecukupan protein remaja harus memenuhi 10-15 % dari total energi.43 Protein berhubungan dengan anemia karena hemoglobin yang diukur untuk menentukan status anemia seseorang merupakan pigmen darah yang berwarna merah berfungsi sebagai pengangkut oksigen dan karbondioksida adalah ikatan protein. Sumber protein hewani yang bersumber dari daging sapi, kambing, ayam, hati, dan ikan berperan meningkatkan penyerapan zat besi di dalam usus. 48 Remaja putri di PPA Gereja Sonhalan umumnya jarang mengkonsumsi sumber protein. Diduga hal tersebut berpengaruh terhadap peningkatan risiko anemia di kalangan remaja yang diteliti. Protein merupakan sumber utama zat besi dalam makanan. Absorbsi zat besi di dalam usus halus dibantu oleh alat angkut protein yaitu transferin dan feritin. Transferin mengandung besi berbentuk fero yang berfungsi mentranspor besi ke sumsum tulang untuk pembentukkan hemoglobin. Protein terdapat pada pangan nabati maupun hewani. Sumber protein pada bahan pangan yang bersumber dari hewani lebih tinggi dibandingkan dengan bahan pangan yang bersumber dari nabati Sulistyoningsih (2011).49 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada remaja putri di PPA Gereja Sonhalan didapatkan bahwa remaja putri yang konsumsi proteinnya defisit berat memiliki kadar hemoglobin yang tidak normal (anemia) sedangkan yang memiliki kadar hemoglobin normal juga dengan konsumsi protein yang defisit berat. Hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara konsumsi



41



protein yang dikonsumsi remaja putri di PPA Gereja Sonhalan dengan kadar hemoglobin. Hal ini disebabkan kemungkinan karena kurangnya konsumsi protein hewani dan protein nabati, tingkat pengetahuan akan sumber makanan yang mengandung protein serta bias pada food recall yang dilakukan selama 7 hari. 5.5.



Hubungan Konsumsi Zat Besi dengan Kadar Hemoglobin (Hb) Zat besi adalah mineral mikro yang banyak terdapat di dalam tubuh manusia.



Zat besi dalam tubuh dapat diperoleh dari hasil siklus ulang sel-sel darah merah yang rusak dan dari makanan. Persediaan zat besi dalam makanan dapat dibedakan menjadi tiga yaitu, makanan dengan persediaan zat besi rendah terdiri dari bahan makanan yang tidak bervariasi yaitu biji-bijian, akar-akaran dan umbi-umbian dengan hampir tidak pernah mengkonsumsi daging, ikan dan makanan yang mengandung vitamin C. Makanan dengan persediaan zat besi sedang terdiri dari bijibijian, akar-akaran dan umbi-umbian termasuk pula makanan yang bersumber dari hewan serta makanan yang mengandung vitamin C. Makanan dengan persediaan zat besi tinggi yaitu makanan yang banyak sekali mengandung daging, unggas, ikan atau makanan-makanan yang kaya akan vitamin C.48 Anemia diperoleh bukan hanya dari tingkat konsumsi protein saja, terjadinya anemia disebabkan oleh karena kekurangan konsumsi zat besi, vitamin B6, atau piridoksin, vitamin E dan Vitamin C yang mempengaruhi absorbsi dan pelepasan zat besi ke dalam jaringan tubuh .49 Menurut Bakta (2006) simpanan zat besi yang cukup akan memenuhi kebutuhan untuk pembentukan sel darah merah dalam sumsum tulang. Apabila jumlah simpanan zat besi berkurang dan asupan Fe yang dikonsumsi rendah akan menyebabkan keseimbangan zat besi dalam tubuh terganggu, akibatnya kadar hemoglobin turun di bawah nilai normal sehingga terjadi anemia gizi besi. Marizal (2007) mengatakan bahwa akibat dari kekurangan asupan zat besi dapat menimbulkan gejala lesu, lemah, letih dan cepat lupa yang dapat menurunkan daya tahan tubuh dan mudah terserang infeksi sehingga dapat menurunkan prestasi belajar, olahraga dan produktivitas kerja.49 Sumber zat besi dalam makanan dapat dibedakan menjadi dua sumber zat besi yang berasal dari hewan yang disebut sumber besi heme contohnya daging, jeroan, ikan dan unggas. Sedangkan sumber zat besi yang berasal dari nabati disebut sumber besi non heme contohnya nabati, kedelai kacang-kacangan, sayuran daun hijau dan rumput laut. Zat besi non heme yang berasal dari nabati biovailabilitasnya



42



lebih rendah dibanding zat besi heme yang berasal dari sumber hewani. Zat besi yang berasal dari sumber hewani (heme) dapat diserap lebih (30%) lebih baik dibanding yang berasal dari sumber nabati (5%).50 Sebaiknya remaja mengkonsumsi zat besi sebanyak 20mg/hari pada usia 10-12 tahun dan sebanyak 26 mg/hari pada usia 13-18 tahun untuk mencukupi kebutuhan zat besinya. Semakin tinggi asupan protein,



vitamin C dan zat besi semakin tinggi pula kadar hemoglobin remaja.43 Berdasarkan hal tersebut, hasil penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa remaja putri di PPA Sonhalan berada pada kelompok makanan dengan persediaan zat besi kurang yaitu jarang mengonsumsi daging sehingga zat besi remaja putri tidak terpenuhi. 5.6.



Hubungan Pola Menstruasi dengan Kadar Hemoglobin (Hb) Menstruasi merupakan peristiwa luruhnya darah dari rahim yang terjadi



secara berkala. Mentruasi mempunyai pola tertentu, pola menstruasi sendiri merupakan serangkaian proses menstruasi yang meliputi siklus menstruasi, lama perdarahan menstruasi serta banyaknya darah setiap kali menstruasi. Siklus menstruasi pada wanita normalnya 28 hari, namun variasinya cukup luas yaitu sekitar 21-35 hari atau satu bulan sekali. Lama menstruasi wanita normalnya adalah 3-5 hari. Lama mentruasi dipengaruhi oleh usia sesorang dan dukungan gizi. Kekurangan gizi akan menurunkan tingkat kesuburan. Asupan zat gizi yang baik diperlukan agar nantinya didapatkan keadaan sistem reproduksi yang sehat. Untuk volume menstruasi normalmya wanita kehilangan darah sebanyak 30 ml dan cairan serosa sebanyak 35 ml. Banyaknya darah yang keluar dapat dihitung dari pembalut yang diganti dalam sehari, pembalut yang diganti sebanyak 1-3 kali perhari masih dikategorikan normal. Pada penelitian ini didapatkan hasil sebagian besar remaja memiliki frekuensi menstruasi yang normal yaitu sebulan sekali sebanyak 71.7%. Sebagian besar remaja juga memiliki lama menstruasi yang normal yaitu sebanyak 75%. Selain itu, untuk volume darah yang keluar setiap kali menstruasi sebagian besar remaja normal yang terlihat dari sebanyak 58.3% remaja putri mengganti pembalut kurang dari atau sama dengan 3 dalam satu hari. Meskipun masih terdapat remaja putri dengan pola menstruasi tidak normal, namun hal ini masih dikatakan wajar karena usia remaja masih dalam batas toleransi terhadap pola menstruasi tidak normal yang dikarena kondisi fisik dan psikis remaja putri termasuk hormon-hormon seksualnya belum stabil.



43



Berdasarkan tabel pola menstruasi dengan kadar hemoglobin remaja putri di PPA Gereja Sonhalan didapatkan proporsi remaja putri dengan frekuensi menstruasi normal (satu kali sebulan) dan memiliki kadar hemoglobin normal sebesar 83.7%, proporsi remaja putri dengan lama mestruasi normal (≤ 7 hari) dan memiliki kadar hemoglobin normal sebesar 80% serta proporsi remaja putri dengan volume darah yang dikeluarkan normal dan memiliki kadar hemoglobin normal sebesar 76%. Hasil uji statitik diperoleh hasil tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kadar hemoglobin dengan frekuensi mentruasi dengan nilai p = 0.531 (p >0.05), tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kadar hemoglobin dengan lama mentruasi dengan nilai p = 0.563 dan untuk hubungan kadar hemoglobin dengan banyaknya volume darah yang dikeluarkan juga tidak bermakna dengan nilai p = 0.338. Hasil hubungan frekuensi menstruasi dan lama menstruasi dengan kadar hemoglobin tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Elsa (2014). Tarigan (2014) yang mengatakan terdapat hubungan yang bermakna antara kadar hemoglobin dengan frekuensi lama menstruasi pada remaja putri SMA Cahaya Medan. 51 Hasil yang tidak bermakna antara kadar hemoglobin dengan volume darah yang dikeluarkan selama menstruasi juga tidak sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bernardi dkk (2016) pada wanita Amerika-Afrika. Pada penelitian tersebut dilakukan survey pada 44 wanita, 44 orang wanita yang mengikuti penelitian diminta untuk mengklasifikasikan darah yang dikeluarkan selama satu kali mentruasi lalu mengelompokkannya menjadi kategori normal, berat dan sangat berat. Hasil dari penelitian tersebut wanita yang mengalami anemia lebih banyak masuk dalam kategori berat dan sangat berat dibandingkan wanita yang tidak mengalami anemia. Pada uji dengan SPSS juga diperoleh hasil terdapat hubungan yang bermakna dengan p = 0.021.52 Penelitian yang dilakukan pada remaja putri di PPA Gereja Sonhalan tidak menunjukan hubungan yang bermakna antara kadar hemoglobin dengan pola menstruasi, hal ini tidak sesuai dengan 2 hasil penelitian sebelumnya. Hasil yang tidak bermakna tersebut dapat disebabkan karena adanya perancu dalam penelitian ini, diantaranya ada kemungkinan remaja tidak mengingat dengan benar pola menstruasi mereka sehingga apa yang mereka isi tidak sesuai dengan kenyataan yang ada, selain itu masih ada beberapa remaja yang pola menstruasinya belum teratur sehingga mereka kesulitan memilih jawaban yang tepat dengan kondisi pola mentruasi mereka, perancu lain yang dapat mempengaruhi adalah kenyamanan setiap orang dalam memakai pembalut yang berbeda-beda. Ada orang yang mengganti



44



pembalut lebih dari 3 kali dalam sehari bukan karena darah dalam pembalut sudah penuh namun karena mereka tidak nyaman memakai satu pembalut dalam jangka waktu lama sehingga mereka sering mengganti pembalut. Disamping itu jenis dan ukuran pembalut yang digunakan juga mempengaruhi banyaknya pembalut yang diganti dalam satu hari. 5.7.



Hubungan Anemia dengan Infeksi Salah satu tanda adanya infeksi adanya inflamasi. Respon inflamasi dapat



memicu terjadinya anemia melalui pengaruh menurunnya absorbsi zat besi dan menurunnya fungsi eritropoesis. Hubungan pengaruh inflamasi dengan penurunan kadar hemoglobin terlihat pada penelitian yang dilaporkan di Denmark, Sierra Leone, dan Amerika. 53 Penelitian berikut menunjukan hubungan antara infeksi parasit yang menyerang perut berhubungan dengan anemia itu bermakna ialah ditemukannya koinfeksi T. trichiura dan cacing tanah dengan anemia yang dilakukan oleh anakanak di Panamanian. Hal ini dapat terjadi dikarenakan efek sinergis dari kedua spesies yang menyebabkan hilangnya darah oleh cacing tanah dan fungsi reabsorbsi atau pencernaan zat besi oleh T. trichiura.54 Malaria menyebabkan anemia pada daerah tropis dikarenakan proses hemolisis dari infeksi dan eritrosit yang tidak terinfeksi dan eritropoesis sumsum tulang yang cepat terjadi karena anemia.55 Beberapa penelitian tersebut mendukung bahwa infeksi dapat menyebabkan anemia, walaupun pada penelitian yang kami lakukan tidak dapat menunjukkan hasil tersebut dikarenakan dari seluruh responden tidak ada yang pernah mengalami infeksi dalam kurun waktu 6 bulan terakhir sehingga kami tidak dapat meneliti hubungan tersebut.



45



BAB VI PENUTUP 6.1.



Simpulan Berdasarkan hasil pengambilan dan pengolahan data, peneliti dapat menarik



beberapa simpulan, yaitu: 1. Sebagian besar remaja putri di PPA Gereja Sonhalan mempunyai pengetahuan sedang (75.0%). 2. Hampir semua remaja putri di PPA Gereja Sonhalan tingkat konsumsi energi masuk kategori defisit berat (90.4%). 3. Sebagian besar remaja putri di PPA Gereja Sonhalan tingkat konsumsi protein masuk kategori defisit berat (71.7%). 4. Hampir semua remaja putri di PPA Gereja Sonhalan tingkat konsumsi zat besi (Fe) masuk kategori defisit berat (88.3%). 5. Sebagian besar remaja putri di PPA Gereja Sonhalan dengan kadar hemoglobin normal memiliki pola menstruasi normal (satu kali sebulan) (83.7%), lama mestruasi normal (≤7 hari) (80%) serta jumlah volume darah yang dikeluarkan normal (85.7%). 6. Semua remaja putri di PPA Gereja Sonhalan tidak ada riwayat infeksi penyakit dalam 6 bulan terakhir dan sebagian besar remaja putrinya tidak menderita anemia (81.7%). 7. Tidak ada hubungan bermakna antara pengetahuan dengan kadar hemoglobin pada remaja putri di PPA Gereja Sonhalan (p = 0.095). 8. Tidak ada hubungan bermakna antara energi dengan kadar hemoglobin pada remaja putri di PPA Gereja Sonhalan (p = 0.771) 9. Tidak ada hubungan bermakna antara asupan protein dengan kadar hemoglobin pada remaja putri di PPA Gereja Sonhalan (p = 0.550). 10. Terdapat hubungan bermakna antara asupan zat besi (Fe) dengan kadar hemoglobin pada remaja putri di PPA Gereja Sonhalan (p = 0.010). 11. Tidak ada hubungan bermakna antara frekuensi menstruasi dengan kadar hemoglobin pada remaja putri di PPA Gereja Sonhalan (p = 0.531). 12. Tidak ada hubungan yang signifikan antara lama menstruasi dengan kadar hemoglobin pada remaja putri di PPA Gereja Sonhalan (p = 0.563). 13. Tidak ada hubungan bermakna antara banyaknya volume darah yang dikeluarkan dengan kadar hemoglobin pada remaja putri di PPA Gereja Sonhalan (p = 0.338). 46



14. Hubungan antara status anemia dengan infeksi tidak dapat dianalisis oleh karena tidak diperoleh responden yang pernah terinfeksi penyakit dalam 6 bulan terakhir. 6.1.



Saran 1. Bagi Remaja Remaja dianjurkan untuk sarapan sebelum berangkat ke sekolah, untuk tidak makan bersama makanan atau minuman yang menghambat penyerapan zat besi seperti tanin yang terkandung dalam teh dan asam oksalat yang terkandung dalam kangkung. 2. Bagi Peneliti Selanjutnya ● Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengontrol variabel perancu pada penelitian ini. ● Memperdalam penelitian ini yang berhubungan dengan pola makan dinilai dalam rentang waktu yang lebih panjang untuk mengetahui pola atau kebiasaan makan. 3. Bagi Pengelola PPA Gereja Sonhalan Pengelola diharapkan dapat memberikan informasi dan edukasi seputar pemberian makanan dan jenis makanan yang dapat dikonsumsi anak-anak di PPA Gereja Sonhalan sehingga dapat dimengerti jenis dan kandungan makanan yang dikonsumsi.



6.2.



Kelemahan Penelitian Penggunakan food recall pada penelitian ini hanya dapat mengetahui nilai



kalori, protein, dan zat besi yang dikonsumsi pada beberapa saat tertentu, sedangkan pola makan butuh pemantauan jenis makanan yang lebih lama untuk mengetahui kebiasaan konsumsi seseorang.



DAFTAR PUSTAKA



47



1.



Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Riskesdas 2013. Available at: http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas



2.



%202013.pdf. Accessed on February 27, 2019. Summary tables and maps on worldwide prevalence of anaemia. Available at: https://www.who.int/vmnis/database/anaemia/anaemia_data_status/en.



3. 4.



Accessed on February 27, 2019 RI K. Buku remaja. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2017. 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Riskesdas 2018. Available at: http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpop_2018/Hasil%20Riskesdas%202018.pdf. Accessed



5.



on: February 27, 2019 Shara FL, Wahid I, Arti RS. Hubungan status gizi dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMAN 2 Sawahlunto tahun 2014. Jurnal Kesehatan



6.



Andalas 2017;6(1): 202-07. J Ikhmawati Y. Hubungan antara pengetahuan tentang anemia dan kebiasan makan terhadap kadar hemoglobin pada remaja putri di asrama SMA MTA



7.



Surakarta. 2013:1-14 Niki-niki P. Laporan bulanan puskesmas niki-niki April-Desember 2018.



8.



2018. Adjie, JMS. Kesehatan reproduksi remaja dalam aspek sosial. Edisi September 2013. Available at: http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatananak/kesehatan-reproduksi-remaja-dalam-aspek-sosial. Accessed on February



9.



27, 2019. Bakta IM. Pendekatan terhadap pasien anemia. Buku Ajar Ilmu Penyakit



10.



Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009.p.1109-12. Gebreyesus SH, Endris BS, Beyene GT, Farah AM, Elias F, Bekele HN. Anaemia among adolescent girls in three districts in Ethiopia. BMC Public



11.



Health 2019;19(92):1-11 https://doi.org/10.1186/s12889-019-6422-0. Mistry SK, Jhohura FT, Khanam F, Akter F, Khan S, Yunus FM, et al. An outline of anemia among adolescent girls in Bangladesh: findings from a crosssectional study. BMC Hematology 2017;17(13):1-8 DOI



12.



10.1186/s12878-017-0084-x. Shaka MF, Wondimagegne YA. Anemia, a moderate public health concern among adolescents in South Ethiopia. Pl 2018;13(7):1-14



13.



https://doi.org/10.1371/journal.pone.0191467. Teji K, Dessie Y, Assebe T, Abdo M. Anaemia and nutritional status of adolescent girls in Babile District, Eastern Ethiopia. Pl 2016;24(62):1-10 oi:10.11604/pamj.2016.24.62.6949 48



14.



Red blood cells, anemia, polycythemia. In: Guyton AC, editors. Textbook of



15. 16.



Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia: Elsevier; 2006.p.424. Almatsier S. Ilmu gizi dasar. Jakarta: PT.Gramedia Pusaka. 2010. Sulistyoningsih H. Gizi untuk kesehatan ibu dan anak. Yogyakarta: Graha



17.



Ilmu. 2011. Himadi A. Gambaran pola makan dan status hemoglobin ibu hamil di



18. 19.



puskesmas kaluku bodoa kota Makassar. Universitas Hasanuddin. 2012. Khumaidi. Gizi masyarakat. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia. 1994. Khomsan. Pangan dan gizi untuk kesehatan. Jakarta: PT. Rajagravindo



20.



Persada. 2003. Soediatama. Ilmu gizi dan aplikasinya untuk keluarga dan masyarakat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Tinggi



21.



Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Wirahadikusuma E. Perencanaan menu anemia gizi besi. Jakarta: PT. Pustaka



22.



Pembangunan Swadaya Nusantara. 1999. Demaeyer EM. Pencegahan dan pengawasan anemia defisiensi besi. Jakarta:



23.



Widia Medika. 1993. Soekirman. Ilmu gizi dan aplikasinya untuk keluarga dan masyarakat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Tinggi Departemen



24.



Pendidikan Nasional. 2000. Citrakesumasari. Anemia gizi masalah dan pencegahannya. Yogyakarta:



25. 26.



Kalika. 2012. Almatsier S. Ilmu gizi dasar. Jakarta: PT. Gramedia Pusaka. 2010. Hardiansyah et al. Kecukupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat. Bogor:



27.



Departemen Gizi Masyarakat. Fema IPB. 2012. Wiknjosastro H. Ilmu kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka-Sarwono



28.



Prawirohardjo. 2006. Affandi B, Danukusumo D. Gangguan menstruasi pada remaja dan dewasa.



29.



Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 1990. Situmorang R. Hubungan durasi perdarahan menstruasi dan kadar hemoglobin pada mahasiswi Stambuk 2014 fakultas kedokteran Universitas



30.



Sumatera Utara. Karya Tulis Ilmiah FK USU. Medan. 2015. Waryana. Gizi reproduksi. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Pustaka Rihama.



31.



2010. Hanafiah MJ. Menstruasi dan siklusnya. Ilmu Kandungan Edisi Kedua



32. 33.



Cetakan Ketujuh. Jakagrta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. 2009. Nani, Desiyana. Fisiologi manusia. Jakarta: Penebar Swadaya Grup. 2018. Longo et al. Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. United States



34. 35.



of America: The McGraw-Hill Companies. 2012. Kumar et al. Basic pathology. 9th ed. Philadelphia: Elsevier.2013 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil kesehatan provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2017. Available at:



49



http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVIN 36.



SI_2017/19_NTT_2017.pdf. Accessed on: February 28, 2019. Harijanto. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 6th ed. Jakarta: Interna Publishing.



37.



2014. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Situasi gizi di Indonesia. 2014. Jakarta: Kemenkes. 2014.



38.



Hapzah. Hubungan tingkat pengetahuan dan status gizi terhadap kejadian anemia remaja putri pada siswi kelas III di SMAN 1 Tinambung Kabupaten Polewali Mandar (Vol XIII Edisi 1). Sulawesi Barat: STIKES Bina Bangsa Majene. 2012.



39.



Kuswarini, Fitria ID. Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap dengan angka kejadian anemia gizi besi pada mahasiswi STIKES AL Qodiri Jember. Program Pascasarjana. Tesis. UNS. Surakarta. 2012.



40.



Wati Y. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada siswi SMAN 1 Pundong. Thesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat. UAD. Yogyakarta. 2010.



41.



Sihotang S. Pengetahuan dan sikap remaja puteri tentang anemia Defisiensi Besi Di SMA Negeri 15 Medan. Medan: FKUSU. 2012.



42.



Suryani, Dessi. Analisis pola makan dan anemia gizi besi pada remaja putri kota Bengkulu. Bengkulu: Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas. 2015.



43.



Akib A, Sumarmi. Kebiasaan makan remaja putri yang berhubungan dengan anemia. 2017. doi: 10.20473/amnt.v1.i2.2017.105-116



44.



Utami, BN. Hubungan pola makan dan pola menstruasi dengan kejadian anemia remaja putri. Jurnal Keperawatan Soedirman. 2015.



45.



Fitri, L. Hubungan pola makan dengan anemia pada pekerja wanita di PT. Indah Kiat Pulp and Paper (Ikpp) Tbk. Perawang. 2018. doi: http://dx.doi.org/10.22216/jen.v1i3.1579



46.



World Health Organization, Regional Office for South-East Asia. Prevention of deficiency anaemia in adolescents. New Delhi: WHO-SEARO, 2011.



47.



Joshi HA. Changing food pattern in adolescents and impact on health. India, 2014.



50



48.



Syatriani, Aryani S. Konsumsi makanan dan kejadian anemia pada siswi salah satu SMP di kota Makassar. Makassar: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2010.



49.



Suria RN. Hubungan antara pengetahuan tentang anemia, tingkat konsumsi protein, zat besi, dan vitamin c dengan kadar hemoglobin pada siswa sekolah



50.



menengah atas di SMAN 3 Ponorogo. Surakarta. 2017. Rahmawati KD. Analisis faktor penyebab kejadian anemia gizi besi pada remaja putri di SMAN 2 kota Bandar Lampung tahun 2011. Jakarta, 2011.



51.



Elsa FT. Hubungan pola makan, pola menstruasi dan pengetahuan tentang anemia dengan kadar hemoglobin pada remaja putri di SMA Cahaya Medan



52.



tahun 2014. Lia AB, Marissa SG, Carolina A, Hannah R, Erica EM. The association between subjective assessment of menstrual bleeding and measures of iron deficiency anemia in premenopausal African-American women: a crosssectional study. BMC Women's Health. 2016. DOI 10.1186/s12905-016-0329z



53.



Wirth JP, Woodruff BA, Stone RE, Namaste SML, Temple VJ, Petry N, et al. Predictors of anemia in women of reproductive age: biomarkers reflecting inflammation and nutritional determinants of anemia (BRINDA) project. Am J Clin Nutr 2017;106(Suppl):416S–27S. doi: https://doi.org/10.3945/ajcn.



54.



116.143073 Rajoo Y, Ambu S, Lim YAL, Rajoo K, Tey SC, Lu CW, et al. Neglected intestinal parasites, malnutrition and associated key factors: a population based cross-sectional study among indigenous communities in Sarawak, Malaysia. 2017. PLoS ONE 12(1): e0170174. doi:10.1371/journal.



55.



pone.0170174 White NJ. Anemia and malaria. White Malar J (2018) 17:371. p1-17. https://doi.org/10.1186/s12936-018-2509-9



51



LAMPIRAN FORMULIR FOOD RECALL 48 JAM Hari/Tanggal : Nama



:



Hemoglobin



:



Waktu Makan Pagi/jam



Siang/jam



Malam/jam



Nama Masakan



Bahan Makanan Jenis Banyaknya URT gr



Pengetahuan Remaja Putri tentang Anemia 1. Apakah anda pernah mendengar tentang anemia (kurang darah)? a. Pernah b. Tidak pernah 2. Jika pernah, apakah yang disebut dengan anemia? a. Kadar hemoglobin dalam darah rendah b. Tidak punya darah c. Tidak tahu 3. Apa saja tanda dan gejala dari anemia? a. Cepat lelah, pucat pada kulit dan telapak tangan b. Diare dan kejang c. Nyeri dada dan kaki pegal 4. Menurut anda, penyebab remaja putri lebih beresiko terkena anemia adalah a. Remaja putri cenderung lebih sering melakukan diet b. Sering mengkonsumsi makanan siap saji seperti bakso dan pangsit c. Kehilangan darah akibat peristiwa haid setiap bulannya 5. Menurut anda, kelompok yang paling beresiko menerita anemia: a. Remaja putri b. Remaja pria c. lansia (lanjut usia) 6. Menurut anda, berapa kadar Hb normal pada remaja putri adalah a. Kadar Hb < 12 gr/dl b. Kadar Hb ≥ 12 gr/dl 7. Menurut anda, bagaimana cara mencegah agar tidak terjadi anemia? a. Meningkatkan konsumsi zat besi dalam makanan b. Sering sarapan pagi c. Tidak telat makan 8. Sumber makanan apa yang paling banyak mengandung zat besi (Fe): a. Protein nabati b. Protein hewani c. Sayur dan buah-buahan 9. Faktor apa yang menyebabkan wanita kehilangan zat besi yang berlebihan dalam tubuh? a. Menstruasi b. Kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi c. Tidak tahu 10. Menurut anda, jika seseorang terkena anemia dapat diobati dengan: a. Tablet zat besi b. Kalsium c. Vitamin E 11. Bahan makanan/minuman yang dapat menghambat penyerapan zat besi adalah a. Teh dan kopi b. Coklat dan susu c. Daging dan sayur 12. Dampak anemia terhadap remaja putri adalah a. Konsentrasi belajar menurun b. Selalu terlambat dating bulan c. Bibir pecah-pecah 13. Kebiasaan yang dapat menghambat penyerapan zat besi oleh tubuh adalah a. Kebiasaan merokok b. Kebiasaan tidur terlalu larut malam c. Kebiasaan minum teh/kopi bersaamaan sewaktu makan



14. Hal yang anda ketahui sebagai calon Ibu nantinya tentang dampak jika menderita anemia pada masa kehamilan atau persalinan adalah a. Rambut rontok pada saat kehamilan b. Mual dan muntah pada saat kehamilan c. Adanya resiko keguguran dan perdarahan pada saat melahirkan 15. Vitamin berikut yang membantu penyerapan zat besi di dalam tubuh adalah a. Vitamin E b. Vitamin D c. Vitamin C 16. Pengertian zat besi: a. Zat gizi penting yang diperlukan dalam pembentukan darah (pembentukan hemoglobin) b. Zat gizi penting yang diperlukan dalam pembentukan lemak tubuh c. Zat gizi penting yang diperlukan dalam pembentukan protein 17. Manfaat zat besi dalam tubuh: a. Sebagai sintesa lemak di dalam tubuh b. Sebagai sintesa protein di dalam tubuh c. Sebagai alat transport oksigen (O2) ke jaringan tubuh



Pola Haid/ Menstruasi 1. Bagaimana frekuensi haid setiap bulannya? a. 1 kali sebulan b. lebih dari 1 kali sebulan c. 2 bulan sekali atau lebih 2. Berapa hari rata-rata setiap bulan anda haid? a. ≤ 7 hari b. > 7 hari 3. Pada saat menstruasi berapa kali ganti pembalut dalam satu hari? a. > 3x ganti pembalut b. ≤ 3x ganti pembalut



Riwayat Infeksi Dalam 6 bulan terakhir apakah pernah sakit batuk batuk lama (TBC), keluar cacing dari dubur, sakit malaria, demam berdarah atau penyakit infeksi lain? a. Ya. infeksi…………… b. Tidak



SURAT PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama



: ....................................



Jenis Kelamin : .................................... Umur



: ....................................



Alamat



: ....................................



Setelah mendapat penjelasan tentang penelitian “Hubungan Pola Konsumsi, Pengetahuan Anemia, Pola Menstruasi dan Riwayat Infeksi dengan Kadar Hb pada Remaja Putri di Pusat Pengembangan Anak GMIT Sonhalan” maka saya menyatakan bersedia untuk mengikuti penelitian dan saya berjanji akan memberikan informasi yang benar serta bersedia dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan kadar Hb. Demikian pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya dengan penuh kesadaran dan tanpa ada paksaan. Niki-Niki, ....................... Peneliti



(…………………..)



Yang menyatakan, Peserta Penelitian



(.................................)