5 0 288 KB
LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS DIABETIK FOOT ULCER DI POLI KAKI DIABET RSUD DR H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN
DISUSUN OLEH : NAMA
: AKHSIN MUZADI
NIM
: 11409719006
TINGKAT
: II (DUA)
SEMESTER
: III (TIGA)
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM VI/TANJUNGPURA TAHUN AJARAN 2020
LEMBAR PENGESAHAN
Nama
: Akhsin Muzadi
NIM
: 11409719006
Ruangan
: Poli Kaki Diabet
Saya yang bertanda tangan dibawah ini telah menyelesaikan laporan pendahuluan dengan kasus Diabetik Foot Ulcer di Poli Kaki Diabet, RSUD dr. H.Moch.Ansari Saleh Banjarmasin
Banjarmasin,
Desember 2020
Akhsin Muzadi NIM : 11409719006 Menyetujui Pembimbing Lahan
Pembimbing Akademik
Rayan Vathy, S.Kep.,Ns.,
Baidah, S.Kep.,Ns., M.Kep
NIP : 19810320 200501 1 008
NIK : 1105068201
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETIK FOOT ULCER
I. Konsep Teori A. Pengertian Ulkus kaki diabetik adalah salah satu komplikasi kronis dari penyakit diabetes melitus berupa luka pada permukaan kulit kaki penderita diabetes disertai dengan kerusakan jaringan bagian dalam atau kematian jaringan, baik dengan ataupun tanpa infeksi, yang berhubungan dengan adanya neuropati dan atau penyakit arteri perifer pada penderita diabetes melitus (Alexiadou dan Doupis, 2012) Ulkus kaki diabetik adalah kerusakan sebagian (partial thickness) atau keseluruhan (full thickness) pada kulit yang dapat meluas ke jaringan di bawah kulit, tendon, otot, tulang, atau persendian yang terjadi pada seseorang yang menderita penyakit diabetes mellitus. Kondisi ini timbul sebagai akibat terjadi peningkatan kadar gula darah yang tinggi. Jika ulkus kaki berlangsung lama, tidak dilakukan penatalaksanaan dan tidak sembuh, luka akan menjadi terinfeksi. Ulkus kaki, infeksi, neuroarthropati, dan penyakit arteri perifer sering mengakibatkan gangren dan amputasi ekstermitas bagian bawah (Parmet, 2005). B. Anatomi dan Fisilogi Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu 15%dari berat tubuh dan luasnya 1,50-1,75 m2. Rata-rata tebal kulit 1-2 mm. paling tebal (6mm) terdapat di telapak tangan dan kaki dan yang paling tipis(0,5mm) terdapat di penis. Bagianbagian kulit manusia sebagai berikut.
1. Epidermis Epidermis terbagi dalam empat bagian yaitu lapisan basal (stratum germinativium), lapisan malphigi (stratum spinosum), lapisan glanular (stratum gronulosum), lapisan tanduk (stratum korneum). Epidermis mengandung juga: kelenjar ekrin, kelenjar apokrin, kelenjar sebaseus, rambut dan kuku. Kelenjar keringat ada
dua jenis, ekrin dan apokrin. Fungsinya mengatur suhu, menyebabkan panas dilepaskan dengan cara penguapan. Kelenjar ekrin terdapat disemua daerah kulit, tetapi tidak terdapat diselaput lendir. Seluruhnya berjumlah antara 2 sampai 5 juta yang terbanyak ditelapak tangan. Kelenjar apokrin adalah kelenjar keringat besar yang bermuara ke folikel rambut, terdapat diketiak, daerah anogenital (puting susu dan areola). Kelenjar sebaseus terdapat diseluruh tubuh, kecuali di telapak tangan, tapak kaki dan punggung kaki. Terdapat banyak di kulit kepala, muka, kening, dan dagu. Sekretnya berupa sebum dan mengandung asam lemak, kolesterol dan zat lain. 2. Dermis Dermis atau korium merupakan lapisan bawah epidermis dan diatas jaringan sukutan. Dermis terdiri dari jaringan ikat yang dilapisan atas terjalin rapat (pars papilaris), sedangkan dibagian bawah terjalin lebih longgar (pars reticularis). Lapisan pars tetucularis mengandung pembuluh darah, saraf, rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus. 3. Jaringan Subkutan Merupakan lapisan yang langsung dibawah dermis. Batas antara jaringan subkutan dan dermis tidak tegas. Sel-sel yang terbanyak adalah limposit yang menghasilkan banyak lemak. Jaringan subkutan mengandung saraf, pembuluh darah limfe. Dilapisan atas jaringan subkutan terdapat kelenjar keringan. Fungsi dari jaringan subkutan adalah penyekat panas, bantalan terhadap trauma dan tempat penumpukan energi. C. Etiologi Ada beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya ulkus diabetik, yaitu: 1. Neuropati diabetik. Kelainan urat saraf akibat DM karena tinggi kadar dalam darah yang bisa merusak saraf penderita dan menyebabkan hilang atau menurunnya rasa nyeri pada kaki, sehingga apabila
penderita
mengalami trauma kadang-kadang tidak terasa. Gejala-gejala Neuropati : apabila penderita mengalami trauma kadang-kadang tidak
terasa, kesemutan, rasa panas, rasa tebal ditelapak kaki,
kram, badan sakit semua terutama malam hari. 2. Angiopati Diabetik (Penyempitan pembuluh darah) Pembuluh darah besar atau kecil pada penderita DM mudah menyempit dan tersumbat oleh gumpalan darah. Apabila sumbatan terjadi di pembuluh darah sedang/ besar pada tungkai maka tungkai akan mudah mengalami gangren diabetik yaitu luka pada kaki yang merah kehitaman dan berbau busuk. Adapun angiopati menyebabkan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotik terganggu sehingga menyebabkan kulit sulit sembuh. 3. Infeksi Infeksi sering merupakan komplikasi akibat berkurangnya aliran listrik (neoropati). D. Klasifikasi Klasifikasi ulkus diabetik diperlukan untuk berbagai tujuan, diantaranya yaitu untuk mengetahui gambaran lesi agar dapat dipelajari lebih dalam tentang bagaimana gambaran dan kondisi luka yang terjadi. Terdapat dua sistem klasifikasi yang paling sering digunakan, dianggap paling cocok dan mudah digunakan yaitu klasifikasi menurut WagnerMeggitt
dan
University
of
Texas.
Klasifikasi
Wagner-Meggit
dikembangkan pada tahun 1970-an, digunakan secara luas untuk mengklasifikasi luka pada kaki diabetes, klasifikasi ini membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan, yaitu : Derajat
Keterangan Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
Derajat 0
kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “claw,
Derajat I Derajat II Derajat III
callus (Simptom pada kaki seperti nyeri) Ulkus superficial terbatas pada kulit Ulkus dalam menembus tendon dan tulang Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau
Derajat IV Derajat V
Tanpa osteomielitis Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai
E. Patofisiologi dan Pathway Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang diabetes mellitus adalah ulkus diabetika. Ulkus diabetika disebabkan adanya tiga faktor yang sering disebut trias yaitu : Iskemik, Neuropati, dan Infeksi. Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali akan terjadi komplikasi kronik yaitu neuropati, menimbulkan perubahan jaringan syaraf karena adanya penimbunan sorbitol dan fruktosa sehingga mengakibatkan akson menghilang, penurunan kecepatan induksi, parastesia, menurunnya reflek otot, atrofi otot, keringat berlebihan, kulit kering dan hilang rasa, apabila tidak hati-hati dapat terjadi trauma yang akan menjadi ulkus diabetika. Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan
karena
kekurangan darah dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal ini disebabkan adanya proses makroangiopati pada pembuluh darah sehingga sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai (Price, 2007). Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal dan menyempit karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otototot kaki karena berkurangnya suplai darah, sehingga mengakibatkan kesemutan, rasa tidaknyaman, dan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kematian jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus diabetika. Proses
angiopati
pada
penderita
diabetes
mellitus
berupa
penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer, sering terjadi pada tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi berkurang kemudian timbul ulkus diabetika. Pada penderita DM yang tidak terkendali akan menyebabkan penebalan tunika intima (hiperplasia membrambasalis arteri) pada pembuluh darah besar dan pembuluh kapiler bahkan dapatterjadi kebocoran albumin keluar
kapiler sehingga mengganggu distribusi darahke jaringan dan timbul nekrosis jaringan yang mengakibatkan ulkus diabetika.
F. Tanda Dan Gejala Tanda dan gejala ulkus diabetik (Arisanti dalam Yunus, 2010), yaitu: 1. Sering kesemutan 2. Nyeri kaki saat istirahat 3. Sensasi rasa berkurang 4. Kerusakan jaringan (nekrosis) 5. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis, dan poplitea 6. Kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal 7. Kulit kering
G. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Darah Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl. 2. Pemeriksaan Urine Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ). 3. Kultur pus Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman (Doenges, 2010). H. Prognosis 1. Osteomyelitis (infeksi pada tulang) 2. Sepsis 3. Kematian I.
Penatalaksanaan 1. Penanganan Ulkus Diabetikum Penangan ulkus diabetikum dapat dilakukan dalam berbagai tingkatan: a. Tingkat 0 : Penanganan pada tingkat ini meliputi edukasi kepada pasien tentang bahaya dari ulkus dan cara pencegahan. b. Tingkat I : Memerlukan debrimen jaringan nekrotik atau jaringan yang infeksius c. Tingkat II : Memerlukan debrimen antibiotic yang sesuai dengan hasil kultur, perawatan luka dan pengurangan beban yang lebih berarti. d. Tingkat III : Memerlukan debrimen yang sudah menjadi gangren, amputasi sebagian, imobilisasi yang lebih ketat dan pemberian antibiotik parenteral yang sesuai dengan kultur. e. Tingkat IV : Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagaian atau seluruh kaki
2. Strategi Pencegahan Fokus pada penanganan ulkus diabetikum adalah pencegahan terjadinya luka. Strategi yang dapat dilakukan meliputi edukasi kepada pasien, perawtan kulit, kuku dan kaki serta pengunaan alas kaki yang dapat melindungi. Pada penderita dengan resiko rendah boleh menggunakan sepatu hanya saja sepatu yang digunakan jangan sampai sempit atau sesak. Perawatan kuku yang dianjurkan pada penderita resiko tinggi adalah kuku harus dipotong secara tranversal untuk mencegah kuku yang tumbuh kedalam dan merusak jaringan sekitar. 3. Debridement Debridement menjadi salah satu tindakan yang terpenting dalam perawatan luka. Debridement adalah suatu tindakan untuk membuang jaringan nekrosis, kalus, dan jaringan fibrotik. Jaringan mati yang dibuang sekitar 2-3 mm dari tepi luka ke jaringan sehat. Debridement meningkatkan pengeluaran faktor pertumbuhan yang membantu proses penyembuhan luka. Ketika infeksi telah merusak fungsi kaki atau
membahayakan
jiwa
pasien,
amputasi
diperlukan
untuk
memungkinkan kontrol infeksi, dan penutupan luka selanjutnya. 4. Perawatan Luka Penggunaan balutan yang efektif dan tepat menjadi bagian yang penting untuk memastikan penanganan ulkus diabetes yang optimal. Keuntungan pendekatan ini yaitu mencegah dehidrasi jaringan dan kematian sel, akselerasi angiogenesis, dan memungkinkan interaksi antara faktor pertumbuhan dengan sel target. Beberapa jenis balutan telah banyak digunakan pada perawatan luka serta didesain untuk mencegah infeksi pada ulkus (antibiotika), membantu debridement (enzim), dan mempercepat penyembuhan luka.
5. Terapi Tekanan Negatif dan Terapi Oksigen Hiperbarik Penggunaan terapi tekanan negatif berguna pada perawatan diabetik ulkus karena dapat mengurangi edema, membuang produk bakteri, dan mendekatkan tepi luka sehingga mempercepat penutupan luka. Terapi oksigen hiperbarik juga dapat dilakukan, hal itu dibuktikan dengan berkurangnya angka amputasi pada pasien dengan ulkus
diabetes.
II. Konsep Asuhan Keperawatan A. Pengkajian 1. Identitas Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis. 2. Keluhan Utama Menggambarkan alasan seseorang masuk rumah sakit. Pada umumnya keluhan utamanya yakni adanya rasa kesemutan pada kaki/tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh–sembuh dan berbau, adanya nyeri padaluka. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan: a. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri. b. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk. c. Region : apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi. d. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan
seberapa
jauh
rasa
sakit
mempengaruhi
kemampuanfungsinya. e. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
3. Riwayat Kesehatan a.
Riwayat KesehatanSekarang Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada kulit yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh,kesemutan/rasa berat, mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh poliurea, polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut, kramotot, gangguan tidur/istirahat, haus-haus, pusing-pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten pada pria.
b.
Riwayat KesehatanDahulu
1) Riwayat
hipertensi/infark
miocard
akut
dan
diabetes
gestasional
2) Riwayat ISK berulang 3) Penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid), dilantin dan penoborbital.
4) Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan c.
Riwayat KesehatanKeluarga Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM.
4. PemeriksaanFisik a. Aktifitas/istirahat Gejala
:Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun, gangguan istirahat dan tidur.
Tanda
:Takikardi, takipnea pada keaadaan istirahat atau dengan aktifitas.
b. Sirkulasi Gejala
:Adanya
riwayat
hipertensi,
kebas,
dan
kesemutan pada ekstremitas Tanda
:Takikardi, tekanan
nadi
yang
menurun,
perubahan
darah postural, distritmia, kulit panas,
kering, dan kemerahan bola mata cekung c. Integritas ego Gejala
:Sress,
tergantung pada
orang lain,
masalah
finansial yang berhubungan dengan kondisi Tanda
:Ansietas, peka rangsang
d. Eliminasi Gejala
:Perubahan pola berkemih (poliuri), nokturi Rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang, nyeri tekan abdomen
Tanda
:Urin encer, pucat kuning, poliuri, urin berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras adanya ansites, bising usus lemah dan menurun.
e. Makan/cairan Gejala
:Hilang nafsu makan, mual muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari periode, beberapa hari/minggu, haus
Tanda
:Kulit kering, turgao kulit jelek, kekakuan/distensi abdomen, muntah, pembesaran tyroid, bauholitosis
f.
Neurosensoris Gejala
:Pusing, sakit kelemahan
kepala,
kesemutan,
kebas
pada otot, parestesia, gangguan
penglihatan Tanda
:Disorientasi,
mengantuk,
letargi,
stupor/koma
(tahap lanjut), gangguan memori, reflek tendon dalam (RTD) menurun (koma) g. Nyeri/kenyamanan Gejala
:Abdomen yang tegang/nyeri (sedang dan berat)
Tanda
:Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati
h. Pernapasan Gejala
:Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan dan tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi atau tidak)
Tanda i.
:Batuk, dengan dan tanpa sputum purulen (infeksi)
Keamanan Gejala
: Kulit kering, gatal, ulkuskulit
Tanda
:Demam,
diaforesis,
menurunnya
kulit
kekuatan
parestesia/paralisis
rusak,
lesi/ulserasi,
umum/rentang
otot
termasuk
gerak, otot-otot
pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam) 5. Pemeriksaan diagnostic a.
Gula darah meningkat > 200mg/dl
b.
Aseton plasma (aseton) : positif secaramencolok
c.
Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 mosm/lt
d.
Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO 3 (asidosis metabolik)
e.
Alkalosisrespiratorik
f.
Trombosit darah : mungkin meningkat
g.
(dehidrasi),
leukositosis,
hemokonsentrasi,
menunjukkan
respon terhadap stress/infeksi. h.
Ureum/kreatinin
mungkin
meningkat/normal
lochidrasi/
penurunan fungsi ginjal. i.
Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
j.
Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin meningkat.
k.
Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pada luka
B. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan
perfusi
/menurunnya
jaringan
aliran darah
berhubungan ke daerah
dengan
melemahnya
gangren akibat
adanya
obstruksi pembuluh darah. 2. Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas. 3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera biologis 4. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis
5. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan. 6. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki. 7. Gangguan
citra
tubuh
berhubungan
dengan
perubahan
struktur/bentuk tubuh.
C. Intervensi 1. Gangguan
perfusi
melemahnya
jaringan
berhubungan
/ menurunnya aliran darah
dengan
ke daerah gangren
akibat adanya obstruksi pembuluh darah. Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal. Kriteria Hasil :
Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
Kulit sekitar luka teraba hangat.
Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan : 1) Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah. 2) Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah : tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya. Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema. 3) Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa : hindari diet tinggi
kolestrol,
teknik
relaksasi,
menghentikan
kebiasaan
merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi. Rasional
:
kolestrol
arterosklerosis,
tinggi
merokok
dapat
dapat
mempercepat menyebabkan
terjadinya terjadinya
vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi efek dari stres. 4) Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ). Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan
pemeriksaan
gula
darah
secara
rutin
dapat
mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren. 2. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka. Kriteria hasil :
Berkurangnya oedema sekitar luka.
pus dan jaringan berkurang
Adanya jaringan granulasi.
Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan : 1) Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan. Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya. 2) Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati. Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi. 3) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Rasional
:
insulin
akan menurunkan
kadar
gula
darah,
pemeriksaan kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit. 3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera biologis Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang Kriteria hasil :
Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang .
Pergerakan penderita bertambah luas.
Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 – 37,5 0C, N: 60 – 80 x /menit, T : 100 – 130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).
Rencana tindakan : 1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien. Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien. 2. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri. Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan. 3. Ciptakan lingkungan yang tenang. Rasional : Rangasanga yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri. 4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi. Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien. 5. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien. Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin. 6. Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka.
Rasional : massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus sedangkan BWC sebagai desinfektan yang dapat memberikan rasa nyaman. 7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik. Rasional : Obat –obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien. 4. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis Tujuan : Agar infeksi tidak meluas Kriteria hasil :
Pasien bebas dari tanda-tanda infeksi
Cairan (luka yang berbau busuk, dipertahankan pada skala 2 dan di tingkatkan diskala 5)
Menunjukkan kemamampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
Rencana tindakan : 1. Observasi
tanda
infeksi
dan
inflamasi,
seperti
demam,kemerahan, adanya pus pada luka Rasional : Pasien masuk kemungkinan dengan infeksi yang biasanya telah mencetus keadaan ketosidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial 2. Pertahankan
teknik
aseptik
pada
prosoder
invasif(sperti
pemasangan infus, kateter folley, dsb). Rasional : Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman 3. Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan Rasional : mencegah terjadinya infeksi 4. Kolaborasi antibiotik sesuai indikasi Rasional : penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis. 5. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan. Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi Kriteria hasil :
Berat badan dan tinggi badan ideal.
Pasien mematuhi dietnya.
Kadar gula darah dalam batas normal.
Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana Tindakan : 1) Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan. Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat. 2) Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan. Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia. 3) Timbang berat badan setiap seminggu sekali. Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien (berat badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet). 4) Identifikasi perubahan pola makan. Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan. 5) Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik. Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa
ke
dalam
jaringan
sehingga
gula
darah
menurun,pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi. 6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki. Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi. Kriteria hasil :
Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.
Pasien tenang dan wajah segar.
Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
Rencana tindakan : 1) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
Rasional
:
Lingkungan
yang
nyaman
dapat
membantu
meningkatkan tidur/istirahat. 2) Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah. Rasional : mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien. 3) Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek obat-obatan dan suasana ramai. Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain dialami dan dirasakan pasien. 4) Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik relaksasi . Rasional : Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri. 5) Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien. Rasional : Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.
7. Gangguan
citra
tubuh
berhubungan
dengan
perubahan
struktur/bentuk tubuh. Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota tubuhnya secar positif. Kriteria Hasil : Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan. Tanpa rasa malu dan rendah diri. Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki. Rencana tindakan : 1) Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri berhubungan dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang berfungsi secara normal. Rasional : Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya.
2) Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien. Rasional : Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien. 3) Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien. Rasional : Pasien akan merasa dirinya di hargai. 4) Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain. Rasional : dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan hubungan dengan orang lain dan menghilangkan perasaan terisolasi. 5) Beri
kesempatan
kepada
pasien
untuk
mengekspresikan
perasaan kehilangan. Rasional
:
Untuk
mendapatkan
dukungan
dalam
proses
berkabung yang normal. 6) Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan hargai pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien. Rasional : Untuk meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien.
DAFTAR PUSTAKA Aini, N., & Aridiana, L. M. (2016). Asuhan Keperawatan pada Sistem Endokrin dengan Pendekatan NANDA NIC NOC. Jakarta: Salemba Medika. Diabetes
(Second
Edition).
Ontario,
Canada:
Registered
Nurses‟
Association of Ontario. Erlangga. Grinspun, D. (2013). Assessment and Management of Foot Ulcers for People with Kartika, R. W. (2015). Perawatan Luka Kronis dengan Modern Dressing. CDK- 230/vol. 42 no. 7, th. 2015, 546-550 Maryunani, A. (2015). Perawatan Luka (Modern Woundcare). Bogor: In Media. PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. DPP PPNI. Jakarta Selatan Soegondo S.2006, Penyuluhan sebagai Komponen Terapi Diabetes dan Penatalaksanaan
Terpadu,
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Indonesia, Jakarta Tarwoto, Wartonah, Taufiq, I., & Mulyati, L. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: CV. Trans InfoMedia.