Model Penelitian Tafsir. [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MODEL PENELITIAN TAFSIR (makalah)



Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Metodologi Studi Islam Dosen pengampu: Afri Eka Budiono M.Pd. Disusun Oleh: Nama



NPM



Yuda Suhendar



21300006



Rifki Nur Romadeni



21300007



PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) DARUL ISLAH TULANG BAWANG 2021



DAFTAR ISI DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1.1 LATAR BELAKANG......................................................................................... 1.2 RUMUSAN MASALAH..................................................................................... 1.3 TUJUAN .............................................................................................................



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Tafsir Dan Fungsinya......................................................................... 2.2 Latar Belakang Penelitian Tafsir.......................................................................... 2.3 Model-Model Penelitian Tafsir............................................................................



BAB III SIMPULAN ................................................................................................ DAFTAR PUSTAKA



1



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatnya kepada kita semua sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Penyusun makalah ini di dasari pada tinjauan pustaka mengenai pengertian tafsir dan fungsinya,serta yang melatar belakangi penelitian tafsir,dan memahami modelmodel penelitan tafsir.makalah ini disusun dala rangka guna menyelesaikan tugas metode study islam.pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih memerlukan penyempurnaan.oleh karena itu, krtik dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan khususnya bagi para siswa sebagai sarana pembelajaran.



Tulang bawang 28 september 2021



2



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang TAFSIR adalah ilmu yang menjelskan tentang makna dari sebuah ayat dengan petunjuk yang dzahir dalam batas kemampuan manusia. Upaya dalam meneliti dan mentfsirkan al quran merupakan seruan risalah dan syariat islam.dengan adanya gagasan lontaran para pakar dalam bentuk untuk kembali menelaah al qur’an dan tafsirnya adalah salah satu idikator luaapan perhatian untuk kembali besandar ke al qur’an dengan menggali kehidayahnya berupa ilmu dan amaliyahnya. Dengan menggunakan metode yang tepat dan langkah-langkah yang sistematis dengan didasari niat suci,secara ideal akan mampu mendapatkan kehidayahan alqur’an, ilmi dan amaliyahnya. 1.2 Rumusan Masalah 1.bagaimana penertian tafsir dan fungsinya? 2.apa yang melatar belakangi penelitian tafsir? 3.apa saja model-model penelitian? 1.3 Tujuan 1.Agar Mengerti apa itu Tafsir Dan Fungsinya 2.serta mengetahui Latar Belakang penelitian Tafsir 3.dan, mengetahui Model-Model penelitian Tafsir



3



BAB II PEMBAHASAN 2.1     Pengertian Tafsir dan Fungsinya Kata "model" yang terdapat pada judul di atas berarti contoh, acuan, ragam, atau macam. Sedangkan penelitian berarti pemeriksaan, penyelidikan yang dilakukan dengan berbagai cara secara seksama dengan tujuan mencari kebenaran-kebenaran objektif yang disimpulkan melalui data-data yang terkumpul.[1] Adapun tafsir bersal dari bahasa arab, fassara, yufassir, tafsiran yang berarti penjelasan, pemahaman, dan secara perincian. Selain itu, tafsir dapat pula berarti al-idlah wa at-thabyin, yaitu penjelasan dan keterangan. Pendapat lain mengatakan bahwa kata tafsir sejajar dengan timbangan (wazan) kata taf’il, diambil dari kata al-fasr yang berarti al-bayan (penjelasan) dan al-kasyf yang berarti membuka atau menyingkap; dan dapat pula diambil dari kata al-tafsarah, yaitu istilah yang digunakan untuk suatu alat yang biasa digunakan oleh dokter untuk mengetahui penyakit.[2] Tafsir secara etimologi mengiuti wazan taf’il,berasal dari kata fasr yang berarti al idah,al sharh dan al bayan(penjelasan atau keterangan)[3] Tafsir juga berarti al ibanah(kemenangan),al kashf(menyingkap) dan izhar al ma’na al ma’qul(menampakan makna yang rasional)[4] Ibnu manzur dalam lisan al arab menjelaskan bahwa “fasr” adalah menyingkap sesuat yang tertutup dan tafsir adalah menyikapi dari makna yang musykil[5] Dengan demikian, secara singkat dapat diambil suatu pengertian bahwa yang dimaksud dengan model penelitian Tafsir adalah suatu contoh, ragam, acuan atau macam dari penyelidik secara seksama terhadap penafsiran Al-Qur’an yang pernah dilakukan generasi terdahulu ejek pembahasan tafsir, yaitu Al-Qur’an merupakan sumber ajaran.[6]



4



AHLI TAFSIR ternama di INDONESIA



1. Mahmud Yunus · 2. Oemar Bakri 3. Bisri Musthofa · 4. Buya HAMKA · 5. M. Quraish Shihab.



4 PENAFSIR AL-QUR;AN TERKEMUKA



-HAMMAD BIN JARIR ATH-THABARI (224-310) -ABU ABDILLAH MUHAMMAD BIN AHMAD AL QURTUBI(w 671 H) -IMADUDDIN ABUL FIDA’ISMAIL BIN AMR BIN KATSIR(w 771H) -JALAL AD-DIN AL-MAHALI



5







 Mengenal Kitab-Kitab Tafsir 1.1 Tafsir Ibnu Abbas 1.2 Jami al-Bayan fi Tafsir al-Quran karangan at-Thabari 1.3 Al-Muharrar al-Wajiz fi Tafsir al-Kitab al-Aziz karangan Ibnu



o o o ‘Atiyah



1.4 Tafsir al-Quran al-Adzim karangan Ibnu Katsir 1.5 Mafatih al-Ghaib karangan Fakhr ar-Razi 1.6 Al-Bahr al-Muhith karangan Abu Hayan 1.7 Al-Kasyaf ‘an Haqaiq at-Tanzil wa ‘Uyun at-Takwil karangan az-Zamakhsyari o 1.8 Al-Jawahir fi Tafsir al-Quran karangan Syaikh Thanthawi Jauhari o 1.9 Tafsir al-Manar karangan Syaikh Rasyid Ridha o 1.10 Fi Dhilal al-Quran karangan Sayid Qutb o 1.11 Tafsir al-Bayan li al-Quran al-Karim karangan ‘Aisyah Abdurrahman bint as-Shathi’ o 1.12 Al-Jami; li Ahkam al-Quran karangan Abu Abdullah alQurtubi o 1.13 Tafsir as-Sanqithi o 1.14 Tafsir Taysiir al-Kariim ar-Rahmaan Fii Tafsiir Kalaam alMannaan karangan Syaikh Nashr as-Sa’di Mengenal Kitab-Kitab Ilmu Tafsir o o o o



2.1 Buhuts fi Ushul at-Tafsir wa Manahijuhu 2.2 At-Tahbir fi al-Ilm al-Tafsir 2.3 Al-Iksir fi al-Ilmu at-Tafsir karangan ath-Thufi 2.4 Muqaddimah fi Ushul at-Tafsir karangan Ibnu Taimiyah 2.5 Al-Qawa’id al-Hasan li at-Tafsir al-Quran karangan Ibnu as-



o o o o o Sa’di



2.6 At-Tafsir wa al-Mufasirun karangan Husain az-Zahabi 2.7 Manhaj al-Madrasah al-Aqliyah al-Haditsah di at-Tafsir 2.8 Buku-buku Tulisan Syaikh Musa’id bin Sulaiman Ath-Thayyar 2.9 Ali Ahmad dan Mujāhid Muhammad, al-Taysi̅r fī Uṣūl alTafsi̅r, Iskandariya: Dār alImān, 2006. o 2.10 Khālid ʽAbd al-Raḥmān, Uṣūl al-Tafsīr wa Qawāiduh, Bairūt: Dār al-Nafāis, 1986. o 2.11 Khālid ʽUthmān al-Sabt, Qawāid al-Tafsīr Jamʽan wa Dirāsatan, Bairūt: Dār Ibn ʽAffān o o o o



6



o



2.12 Dr Ahmad Kusyairi Suhail dan Ringkasan Kitab Al-Mufassir, Syurutuhu, Adabuhu wa Mashadiruhu



2.2       Latar Belakang Penelitian Tafsir Dilihat dari segi usianya, penafsiran al-Qur’an termasuk yang paling tua dibandingkan dengan kegiatan ilmiah lainya dalam Islam. Pada saat Al-Qur’an diturunkan



lima



belas



abad



yang



lalu,



Rasululloh



SAW.



yang



berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan) telah menjelaskan arti dan kandungan Al-Qur’an kepada sahabat-sahabatnya, khusus menyangkut ayat-ayat yang tidak dipahami atau sama artinya. Kalau pada masa Rasulullah SAW., para sahabat menanyakan persoalan yang tiadak jelas kepada beliau, maka setelah wafatnya mereka terpaksa melakukan ijtihad, khususnya mereka yang mempunyai kemampuan semacam Ali bin Abi Thalib, Ibn Abbas, Ubay bin Ka’ab dan Ibn Mas’ud. Menurut



Quraish



Shihab



dalam



bukunya Membumikan



Al-



Qur’an: Sementara itu ada pula sahabat yang menanyakan beberapa masalah, khususnya sejarah nabi-nabi atau kisah-kisah yang tercantum dalam Al-Qur’an kepada tokoh-tokoh Ahlul kitab (kaum Yahudi dan dan Nasrani) yang telah memeluk agama Islam, seperti Abdullah bin Salam, Ka’ab Al-Akhbar. Inilah yang selanjutnya merupakan benih lahirnya Israailiyat. Para tokoh tafsir dari kalangan para sahabat yang telah disebutkan diatas mempunyai murid-murid dari para tabi’in khususnya dikota-kota tempat mereka tinggal, sehingga lahirlah tokoh-tokoh tafsir baru dikalangan tabi’in. Misalnya, Sa’id bin Jubair, Mujahid bin Jabr, di Makkah yang ketika itu berguru kepada Ubay bin Ka’ab dan Al-Hasan Al-Bashriy, Amir al-Sya’bi di Irak yang ketika itu berguru kepada Abdullah bin Mas’ud.[7] 7



Berakhirnya masa tabi’in, sekitar 150 Hijriyah, yang merupakan periode kedua dari sejarah perkembangan tafsir. Pada periode ini, hadist-hadist sudah berkembang dengan sangat pesat dan banyak bermunculan hadist palsu ditengahtengah masyarakat. Sementara itu, persolan umat semakin berkembang seiring dengan perubahan dan tuntutan kemajuan zaman. Kondisi ini yang semakin mendorong berkembangnya tafsir al-Quran. Tafsir berkembang menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri, terpisah dari hadist. Pada masa itu, kajian tafsir yang membahas seluruh ayat al-Quran ditulis dan disusun sesuai dengan susunan yang terdapat di dalam al-Mushaf.[8] Pada mulanya, usaha penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an berdasarkan ijtihad masih sangat terbatas dan terikat kaidah-kaidah bahasa serta arti-arti yang terkandung



oleh



satu



kosakata.



Namun,



sejalan



dengan



lajunya  perkembangan masyarakat, berkembang dan bertambah besar pula porsi peranan akal atau ijtihad dalam penafsiran ayat-ayat Al-Qur'an, sehingga bermunculan berbagai kitab atau penafsiran yang beraneka ragam coraknya. Keragaman tersebut ditunjang pula oleh Al-Qur'an, yang keadaanya seperti dikatakan oleh 'Abdullah Darraz dalam Al-Naba' Al-Azhim: "Bagaikan intan yang setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang yang terpancar dari sudut-sudut lain, dan tidak mustahil jika anda mempersilahkan orang lain memandangnya, ia akan melihat lebih banyak dari apa yang anda lihat". [9] Dapat ditarik kesimpulan bahwasanya yang melatarbelakangi penelitian tafsir ialah wafatnya rasulullah yang memberikan penjelasan arti dan kandungan al-Quran yang membuat para sahabat melakukan ijitihad untuk menafsirkan alQuran sebagaimana yang dilakukan oleh Ali bin Thalib serta adanya indikasi persoalan umat semakin berkembang seiring dengan perubahan dan tuntutan kemajuan zaman.



8



2.3      Model-Model Penelitian Tafsir 1.      Model Quraish Shihab H.M Quraish Shihab (lahir th. 1944)- pakar di bidang tafsir dan hadis se-Asia Tenggara-, telah banyak melakukan penelitian terhadap berbagai karya ulama terdahulu di bidang tafsir. Ia misalnya, telah meneliti tafsir karangan Muhammad Abduh dan H. Rasyid Ridha dengan judul Studi Kritis Tafsir Al-Manar karya Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha yang telah diterbitkan dalam bentuk buku oleh pustaka Hidayah pada tahun 1994. Model penelitian tafsir yang dikembangkan oleh H.M Quraish Shihab lebih banyak bersifat eksploratif, deskriptif, analitis, dan perbandingan. Yaitu model penelitian yang berupaya menggali sejauh mungkin produk tafsir yang dilakukan ulama-ulama tafsir terdahulu berdasarkan berbagai literatur tafsirbaik yang tafsir primer, yakni  yang ditulis oleh ulama tafsir yang bersangkutan, maupun lainya.[10] Selanjutnya, dengan tidak memfokuskan pada tokoh tertentu, Quraish Shihab telah meneliti hampir seluruh karya tafsir yang dilakukan para ulama terdahulu. Dari penelitian tersebut telah dihasilkan beberapa kesimpulan yang berkenaan dengan tafsir. Antara lain tentang : (1) periodesasi pertumbuhan dan perkembangan



tafsir,



(2)



corak-corak



penafsiran,



(3)



macam-macam



metode penafsiran Al-qur'an, (4) syarat-syarat dalam menafsirkan Al-Qur'an, dan (5) hubungan tafsir modernisasi. Berbagai aspek yang berkaitan dengan penafsiran Al-Qur'an ini dapat dikemukakan secara singkat sebagai berikut.[11] a.    Periodesasi Pertumbuhan dan Perkembangan Tafsir 9



Pada



saat



al-Quran



diturunkan,



Rasul



SAW,



yang



berfungsi



sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan kepada sahabat-sahabatnya tentang arti dan kandungan al-Quran, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak dipahami atau samar artinya. Keadaan ini berlangsung sampai dengan wafatnya Rasul SAWW, walaupun harus diakui bahwa penjelasan tersebut tidak semua kita ketahui akibat tidak sampainya riwayat-riwayat tentangnya atau karena memang Rasul SAW sendiri tidak menjelaskan semua kandungan Al-Quran.[12] Sementara sahabat ada pula yang menanyakan beberapa masalah, khususnya sejarah nabi-nabi atau kisah-kisah yang tercantum dalam al-Quran kepada tokohtokoh Ahlul-Kitab yang telah memeluk agama Islam, seperti 'Abdullah bin Salam, Ka'ab al-Ahbar, dan lain-lain. Inilah yang merupakan benih lahirnya Israiliyat.[13] Gabungan dari tiga sumber di atas, yaitu penafsiran Rasul SAWW, penafsiran sahabat-sahabat, serta penafsiran tabi'in, dikelompokkan menjadi satu kelompok yang dinamai Tafsir bi al-Ma'tsûr.Dan masa ini dapat dijadikan periode pertama dari perkembangan tafsir. Berlakunya periode pertama tersebut dengan berakhirnya masa tabi'in, sekitar tahun 150 H, merupakan periode kedua dari sejarah perkembangan tafsir.[14] Menurut



hasil



penelitian



Quraish,



jika



tafsir



dilihat



dari



segi



penulisannya (kodifikasi), perkembangan tafsir dapat di bagi menjadi tiga periode, Periode I, yaitu Masa Rasulullah, sahabat, dan permulaan tabi'in, di mana tafsir belum tertulis dan secara umum periwayatan ketika itu tersebar secara lisan. Periode II, bermula dengan kodifikasi hadis secara resmi pada masa pemerintahan 'Umar bin Abdul Aziz (99-101) di mana tafsir ketiak itu ditulis bergabung dengan penulisan hadis, dan dihimpun dalam satu bab seperti bab-bab hadis walaupun tentunya penafsiran yang ditulis itu umumnya adalah Tafsir bi alMa'tsur. Periode III, dimulai dengan penyusunan kitab-kitab tafsir secara khusus dan berdiri sendiri, oleh sementara ahli menduga dimulai oleh Al-Farra' (w.207) dengan kitabnya berjudul ma'ani Al-Qur'an.[15] b.    Corak-corak Penafsiran Berdasarkan hasil penelitianya. Quraish Shihab mengatakan bahwa corakcorak penafsiran yang dikenal selama ini antara lain: Corak-corak penafsiran yang dikenal selama ini antara lain: (a) Corak Sastra Bahasa, yang timbul akibat 10



banyaknya orang non-Arab yang memeluk agama Islam, serta akibat kelemahankelemahan orang Arab sendiri di bidang sastra, sehingga dirasakan kebutuhan untuk menjelaskan kepada mereka tentang keistimewaan dan kedalaman arti kandungan al-Quran di bidang ini. (b) Corak filsafat dan teologi, akibat penerjemahan kitab filsafat yang mempengaruhi sementara pihak, serta akibat masuknya penganut agama; agama lain ke dalam Islam yang dengan sadar atau tanpa sadar masih mempercayai beberapa hal dari kepercayaan lama mereka. Kesemuanya menimbulkan pendapat setuju atau tidak setuju yang tecermin dalam penafsiran mereka. (c) Corak penafsiran ilmiah, akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan usaha penafsir untuk memahami ayat-ayat al-Quran sejalan dengan perkembangan ilmu. (d) Corak fiqih atau hukum, akibat berkembangnya ilmu fiqih, dan terbentuknya mazhab-mazhab fiqih, yang setiap golongan berusaha membuktikan kebenaran pendapatnya berdasarkan penafsiran-penafsiran mereka terhadap ayat-ayat hukum. (e) Corak tasawuf, akibat timbulnya gerakangerakan sufi sebagai reaksi dari kecenderungan berbagai pihak terhadap materi, atau sebagai kompensasi terhadap kelemahan yang dirasakan. (f) Bermula pada masa Syaikh Muhammad 'Abduh (1849-1905 M), corak-corak tersebut mulai berkurang dan perhatian lebih banyak tertuju kepada corak sastra budaya kemasyarakatan. Yakni satu corak tafsir yang menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat-ayat al-Quran yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat, serta usaha-usaha untuk menanggulangi penyakit-penyakit atau masalah-masalah mereka berdasarkan petunjuk ayat-ayat, dengan mengemukakan petunjukpetunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah dimengerti tapi indah didengar[16] c.    Macam-macam Metode Penafsiran Alqur'an Metode penafsiran Alqur'an secara garis besar dibagi menjadi dua, yakni corak ma'tsur (riwayat), dan corak penalaran. Kedua corak tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. 1)      Corak Ma'tsur (riwayat) Tafsir bilma’tsur adalah tafsir yang berdasarkan pada Alquran atau riwayat shohih. Empat hal yang menjadi sumber penafsiran Alqur’an[17] ; a)    Alqur’an dengan Alqur’an. b)   Alqur’an dengan hadist. 11



c)    Atsar para sahabat, contoh penafsiran Ibnu Abbas pada surat An Nasr. d)   Pendapat tokoh-tokoh tabi’in yang dianggap sebagai yang bertemu langsung dengan para sahabat. Contoh Penafsiran As-shoffat ayat 65 dentgan syair Imr Al Qays. Namun, mengenai para tabi’in ini ada yang memperdebatkan karena mereka tidak bertemu langsung dengnan rosululloh SAW. Keistimewaan metode tafsir bi al-Ma'tsur antara lain : a)    Menekankan pentingnya bahasa dalam memahami Alquran b)   Memaparkan ketelitian redaksi ayat ketika menyampaikan pesan-pesanya c)    Mengikat mufassir dalam teks ayat-ayat agar tidak terjerumus dalam subjektifitas berlebihan.[18] 2)      Metode Penalaran: Pendekatan dan Corak-coraknya Banyak cara, pendekatan dan corak tafsir yang mengandalkan nalar, sehingga akan sangat luas pembahasannya apabila kita bermaksud menelusurinya satu per satu. Menurut Al-Farmawi metode tafsir di bagi menjadi empat macam yakni tahlily, ijmaly, muqrin, dan maudhu'i.[19] a)    Metode Tahlily Metode Tafsir Tahlîliy adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Quran dari seluruh aspeknya.Di dalam tafsirnya, penafsir mengikuti runtutan ayat sebagaimana yang telah tersusun di dalam mush-haf.Penafsir memulai uraiannya dengan mengemukakan arti kosa kata



diikuti



dengan



penjelasan



mengenai



arti



global



ayat.Ia



juga



mengemukakan munâsabah (korelasi) ayat-ayat serta menjelaskan hubungan maksud ayat-ayat tersebut satu sama lain. Begitu pula, penafsir membahas mengenai sabab al-nuzûl (latar belakang turunnya ayat) dan dalil-dalil yang berasal dari Rasulullah s.a.w., sahabat, atau para tabi’in, yang kadang-kadang bercampur-baur dengan pendapat para penafsir itu sendiri dan diwarnai oleh latar belakang pendidikannya, dan sering pula bercampur baur dengan pembahasan kebahasaan dan lainnya yang dipandang dapat membantu memahami nash (teks) al-Quran tersebut.[20] Muhammad Baqir ash-Shadr menyebut tafsir metode tahlîliy ini dengan tafsir tajzî’iy, yang secara harfiah berarti “tafsir yang menguraikan berdasarkan bagian-bagian atau tafsir parsial”.[21] 12



Kelebihan Metode Tahlîliy antara lain adanya potensi untuk memperkaya arti kata-kata melalui usaha penafsiran terhadap kosakata ayat, syair-syair kuno dan kaidah-kaidah ilmu nahwu.[22]  Dan dapat mengetahui dengan mudah tafsir suatu surat atau ayat, karena susunan tertib ayat atau surat mengikuti susunan sebagaimana



terdapat



dalam



mushaf;



mudah



mengetahui



relevansi/munâsabah antara suatu surat atau ayat dengan surat atau ayat lainnya; memungkinkan untuk dapat memberikan penafsiran pada semua ayat, meskipun inti penafsiran ayat yang satu merupakan pengulangan dari ayat yang lain, jika ayat-ayat yang ditafsirkan sama atau hampir sama; mengandung banyak aspek pengetahuan, meliputi hukum, sejarah, sains, dan lain-lain.[23] Itulah kelebihan dari metode tafsir tahlily, yang mana kita bisa lebih banyak mengerti kosa kata dalam menafsirkan suatu ayat. Kelemahan metode Tahlily antara lain dapat menghasilkan pandanganpandangan yang parsial dan kontradiktif dalam kehidupan umat Islam; faktor subjektivitas tidak mudah dihindari misalnya adanya ayat yang ditafsirkan dalam rangka membenarkan pendapatnya; terkesan adanya penafsiran berulang-ulang, terutama terhadap ayat-ayat yang mempunyai tema yang sama masuknya pemikiran isrâîliyyât.[24] b)   Metode Ijmaly Metode ini disebut juga dengan metode global. Cara menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an dengan menunjukkan kandungan secara global. Dalam praktiknya metode ini sering terintegrasi dengan metode tahlily karena itu seringkali  metode ini tidak dibahas secara tersendiri. Dengan metode ini seorang mufassir cukup dengan menjelaskan kandungan yang terkandung dala ayat tersebut secara garis besar saja.[25] Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan metode ini, mufassir juga meneliti, mengkaji dan menyajikan asbâb al-nuzûl atau peristiwa yang melatar belakangi turunnya ayat, dengan cara meneliti Hadis-Hadis yang berhubungan dengannya. [26] c)    Metode Muqarin Metode muqarin adalah suatu metode tafsir Al-Qur'an yang dilakukakan denga cara membandingkan ayat Al-Qur'an yang satu denga yang lainnya, yaitu 13



ayat-ayat yang mempunyai kemiripan redaksi dalam dua atau lebih kasus yang berbeda, dan atau yang memiliki redaksi yang berbeda untuk masalah atau kasus yang sama atau diduga sama, dan atau membandingkan ayat-ayat Al-Qur'an dengan hadis Nabi Muhammad SAW., yang tampak bertentangan, serta membandingkan pendapat-pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran AlQur'an.[27] Sejalan dengan kerangka tersebut di atas, maka prosedur penafsiran denga cara muqarin tersebut dilakukan sebagai brikut.[28] (1)     Menginventarisasi ayat-ayat yang mempunyai kesamaan dan kemiripan redaksi. (2)     Meneliti kasus yang berkaitan denga ayat-ayat tersebut (3)     Mengadakan penafsiran. ْ ‫َو َما َج َعلَهُ هللاُ إِالَّ بُ ْش َرى َولِت‬ )10 : ‫َز ْي ٌز َح ِك ْي ٌم ( االنفال‬ ِ ‫َط َمئِ َّن بِ ِه قُلُوْ بُ ُك ْم َو َما النَّصْ ُر اِالَّ ِم ْن ِع ْن ِد هللاِ إِ َّن هللاَ ع‬ ْ ‫َو َما َج َعلَهُ هللاُ إِالَّ بُ ْش َرى لَ ُك ْم َولِت‬ )162 : ‫َط َمئِ َّن قُلُوْ بُ ُك ْم َو َما النَّصْ ُر اِالَّ ِم ْن ِع ْن ِد هللاِ ْال َع ِزي ِْز ْال َح ِك ْي ٌم (ال عمران‬



Dua ayat tersebut redaksinya kelihatan mirip, bahkan sama-sama menjelasakan pertolongan Allah kepada kaum Muslimin ketika melawan musuhmusuhnya, namun berbeda pada hal-hal sebagai berikut. Surat Al-Anfal (1) mendahulukan ‫بِ ِه‬ daripada )2( ‫ قُلُوْ بُ ُك ْم‬memakai kata )3( ‫ إِ َّن‬berbicara mengenai prang Badar. Surat Ali Imran: (1) memakai kata )2( ‫ لَ ُك ْم‬berbicara tentang perang uhud. [29] Keterdahuluan kata ‫بِ ِه‬ dan penambahan kata ‫إِ َّن‬ dalam ayat pertama diduga keras sebagai tauhid terhadap kandungan utama ayat, yakni bantuan dari Allah pada perang Badar, mengingat perang itu yang pertama, dan jumlah kaum muslimin sedikit.[30] Dalam perang uhud, tauhid itu tidak diperlukan, sebab pengalaman perang sudah ada, dan umat islam sudah banyak, dan pemakaian kata di sini menandakan kegembiraan itu hanya bagi sahabat, bukan kegembiraan seperti kasus ayat pertama.[31] d)   Metode Maudhu'i Metode tafsir maudhû’iy juga disebut dengan dengan metode tematik yaitu menghimpun ayat-ayat al-Quran yang mempunyai maksud yang sama, dalam arti, 14



sama-sama membicarakan satu topik masalah dan menyusunnya berdasar kronologi serta sebab turunnya ayat-ayat tersebut., Kemudian penafsir mulai memberikan keterangan dan penjelasan serta mengambil kesimpulan. Secara khusus, penafsir melakukan studi tafsirnya ini dengan metode maudhû’iy, dimana ia melihat ayat-ayat tersebut dari seluruh seginya, dan melakukan analisis berdasar ilmu yang benar, yang digunakan oleh pembahas untuk menjelaskan pokok permasalahan, sehingga ia dapat memahami permasalahan tersebut dengan mudah dan



betul-betul



menguasainya,



sehingga



memungkinkan



baginya



untuk



memahami maksud yang terdalam dan dapat menolak segala kritik.[32] Metode mawadhu’i adalah cara menafsirkan al-Quran dengan menghimpun ayat-ayat yang mempunyai maksud yang sama atau ayat-ayat yang membicrakan tentang topik yang sama dan menyusunnya berdasarkan kronologi serta sebabsebab turunnya ayat tersebut. Salah satu pesan Ali bin Abi Thalib: “Ajaklah alQuran berbicara atau biarkan ia menguraikan maksudnya”. Pesan ini antara lain mengharuskan penafsiran merujuk kepada al-Quran dalam rangka memahami kandungannya. Dari sini lahir metode maudlu’ iy dimana mufasirnya berupaya menghimpun ayat-ayat al-Quran dari berbagai surat yang berkaitan dengan persoalan atau topik yang ditetapkan sebelumnya. Kemudian penafsir membahas dan menganalisis kandungan ayat-ayat tersebut sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh.[33] 2.      Model Ahmad Al-Syarbasi Ahmad ays-Syarbashi melakukan penelitian tentang tafsir pada tahun 1985 dengan menggunaan metode deskriptif, eksploratif , dan analisis sebagai mana dilakukan oleh Quraish Shihab.[34] Menurut Al-Syarbashi penelitian ini di bagi menjadi tiga bidang. Pertama, mengenai sejarah penafsirn Al-Qur'an yang dibagi kedalam tafsir masa sahabat Nabi. Kedua, mengenai corak tafsir, yaitu tafsir ilmiah, tafsir sufi dan tafsir politik. Ketiga, mengenai gerakan pembaharuan di bidang tafsir.[35] Menurutnya, tafsir pada zaman Rasulullah SAW., pada awal mula pertumbuhan Islam disusun pendek dan tampak ringkas karena penguasaan bahasa Arab yang murni pada saat itu cukup untuk memahami gaya dan susunan kalimat Al-Qur'an. Pada masa-masa sesudah itu  penguasaan bahasa Arab yang murni tadi 15



mengalami kerusakan akibat percampuran masyarakat Arab dengan bangsabangsa lain, yaitu ketika pemeluk Islam berkembang meluas ke berbagai negeri. Untuk memelihara keutuhan bahasanya, orang-orang Arab mulai meletakkan kaidah-kaidah



bahasa



Arab



seperti



ilmu



Nahwu(gramatika)



dan  Balaghah (retorika).[36] Tentang Tafsir Ilmiah, Al-syarbashi mengatakan, sudah dapat kita pastikan bahwa dalam Al-Qur'an tidak terdapat suatu teks induk yang bertentangan dengan bermacam kenyataan ilmiah. Ini merupakan satu segi dari kedudukannya sebagai mu'jizat. Munculnya istilah tafsir ilmiah yang dikemukakan Al-Syarbashi tersebut antara lain didasarkan data pada kitab Tafsir Ar-Razi.[37] Selanjutnya, tentang tafsir sufi, Al-Syarbashi mengatakan ada kaum sufi yang sibuk menafsirkan huruf-huruf Al-Qur'an dan berusaha menerangkan hubungannya yang satu dengan yang lainnya. Adanya tafsir sufi tersebut, AlSyarbashi mendasarkan kepada kitab-kitab tafsir yang  dikarang para Ulama' sufi. [38] Selanjutnya, mengenai gerakan pembaharuan di bidang tafsir, Ahmad AlSyarbashi mendasarkan pad beberapa karya ulama yang muncul pada awal abda ke-20. Ia menyebutkan Sayyid Ridha –murid Syekh Muhammad Abduh yang mencatat dan menuangkan kuliah-kuliah gurunya kedalam majalah Al-Manar. Itu merupakan langkah pertama. Langkah selanjutnya, ia menghimpun dan menambah penjelasan seperlunya dalam sebuah kitab tafsir yang diberi nama Tafsur Al-Manar, yaitu kitab tafsir yang mengandung pembaharuan dan sesuai dengan perkembangan zaman.[39] 3.        Model Syekh Muhammad Al-Ghazali Syaikh Muhammad Al-Ghazali dikenal dengan sebagai tokoh pemikir Islam Abad modern yang produktif. Salah satu hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Al-Ghazali adalah berjudul Berdialog dengan Al-Qur'an.[40] Tentang



macam-macam



metode



memahami



Al-Qur'an,



Al-Ghazali



membaginya ke dalam metode klasik dan modern. Modern dalam memahami AlQur'an menurutnya dalam berbagi kajian tafsir , kita banyak menemukan metode memahami Al-Qur'an yang berawal dari ulama generasi terdahulu. Mereka 16



memahami Al-Qur'an, sehingga lahirlah yang kita kenal dengan metode memahami Al-Qur'an.[41] Berbagai macam metode atau kajian yang dikemukakan Muhammad AlGhazali tersebut oleh ulama lainya diesebut sebagai pendekatan, dan bukan metode. Selanjutnya Muhammad Al-Ghazali mengemukakan adanya metode modern dalam memahami Al-Qur'an . metode modern ini timbul sebagi akibat dari adanya kelemahan pada berbagi metode yang telah disebutkan di atas.[42] Berangkat dari adanya berbagai kelemahan yang terkandung dalam metode penafsiran masa lalu, terutama jika dikaitkan dengan keharusan memberikan jawaban terhadap berbagi masalah kontemporer dan modern.[43]



17



 GAMBAR SKEMA METODE ILMU TAFSIR.



KOMPONEN



METODE TAFSIR CORAK TAFSIR



BENTUK TAFSIR



GLOBAL (IJMALIY) RIWAYAH ANALISIS



(MA’TSUR)



(TAHLILY) KOMPARATIF (MUQORIN)



  



TEMATIK  (MAUDHU’)



PEMIKIRAN (RA’Y)



18



TASAWUF (syufi/asyari) FIQH FILSAFAT (falsafi) ILMIAH (adabi ijtima’)



Pada GAMBARAN SKEMA DIATAS telah dibicarakan bahwa dalam perkembangan ilmu tafsir secara umum terdapat empat macam metode tafsir, yaitu: [a] metode Ijmali [Global], [b] Metode Tahlili [analitis], [c] Metode Muqarin [perbandingan], dan [d] Metode Maudhu’i [tematik]. A. METODE IJMALY Metode tafsir ijmali yaitu menafsirkan al-Qur’an dengan cara singkat dan global tanpa uraian panjang lebar. ”Metode Ijmali [global] menjelaskan ayat-ayat Qur’an secara ringkas tapi mencakup dengan bahasa yang populer, mudah dimengerti, dan enak dibaca. Sistimatika penulisannya mengikuti susunan ayat-ayat di dalam mushaf. Penyajiannya, tidak terlalu jauh dari gaya bahasa al-Qur’an22. Dengan demikian, ciri-ciri dan jenis tafsir Ijmali mengikuti urut-urutan ayat demi ayat menurut tertib mushaf, seperti halnya tafsir tahlili. Perbedaannya dengan tafsir tahlili adalah dalam tafsir ijmali makna ayatnya diungkapkan secara ringkas dan global tetapi cukup jelas, sedangkan tafsir tahlili makna ayat diuraikan secara terperinci dengan tinjauan berbagai segi dan aspek yang diulas secara panjang lebar. Kelebihan metode ijmali di antaranya, adalah: [1] Praktis dan mudah dipahami: Tafsir yang menggunakan metode ini terasa lebih praktis dan mudah dipahami. Tanpa berbelit-belit pemahaman al-Qur’an segera dapat diserap oleh pembacanya. Pola penafsiran serupa ini lebih cocok untuk para pemula. Tafsir dengan metode ini banyak disukai oleh ummat dari berbagai strata sosial dan lapisan masyakat. [2] Bebas dari penafsiran israiliah: Dikarenakan singkatnya penafsiran yang diberikan, maka tafsir ijmali relatif murni dan terbebas dari pemikiran-pemikiran 19



Israiliat yang kadang-kadang tidak sejalan dengan martabat al-Qur’an sebagai kalam Allah yang Maha Suci. Selain pemikiran-pemikiran Israiliat, dengan metode ini dapat dibendung pemikiran-pemikiran yang kadang-kadang terlalu jauh dari pemahaman ayat-ayat al-Qur’an seperti pemikiran-pemikiran spekulatif yang dikembangkan oleh seorang teologi, sufi, dan lain-lain. [3] Akrab dengan bahasa al-Qur’an: Tafsir ijmali ini menggunakan bahasa yang singkat dan padat, sehingga pembaca tidak merasakan bahwa ia telah membaca kitab tafsir. Hal ini disebabkan, karena tafsir dengan metode global menggunakan bahasa yang singkat dan akrab dengan bahasa arab tersebut. Kondisi serupa ini tidak dijumpai pada tafisr yang menggunakan metode tahlili, muqarin, dan maudhu’i. Dengan demikian, pemahaman kosakata dari ayat-ayat suci lebih mudah didapatkan dari pada penafsiran yang menggunakan tiga metode lainnya Kelemahan dari metode ijmali antara lain: [1] Menjadikan petunjuk al-Qur’an bersifat parsial: al-Qur’an merupakan satu-kesatuan yang utuh, sehingga satu ayat dengan ayat yang lain membentuk satu pengertian yang utuh, tidak terpecah-pecah dan berarti, hal-hal yang global atau samar-samar di dalam suatu ayat, maka pada ayat yang lain ada penjelasan yang lebih rinci. Dengan menggabungkan kedua ayat tersebuat akan diperoleh suatu pemahaman yang utuh dan dapat terhindar dari kekeliruan25. [2] Tidak ada ruangan untuk mengemukakan analisis yang memadai: Tafsir yang memakai metode ijmali tidak menyediakan ruangan untuk memberikan uraian dan pembahasan yang memuaskan berkenaan dengan pemahaman suatu ayat. Oleh karenanya, jika menginginkan adanya analisis yang rinci, metode global tak dapat diandalkan. Ini disebut suatu kelemahan yang disadari oleh mufassir yang menggunakan metode ini. Namun tidak berarti kelemahan tersebut bersifat negatif, kondisi demikian amat posetif sebagai ciri dari tafsir yang menggunakan metode global26 . Di antara kitab-kitab tafsir dengan metode ijmali, yaitu tafsir al-Jalalain karya Jalal al-Din al-Suyuthy dan Jalal al-Din al-Mahally, Tafsir al-Qur’an al- ’Adhin olah Ustadz Muhammad Farid Wajdy, Shafwah al-Bayan li Ma’any al-Qur’an karangan Syaikh Husanain Muhammad Makhlut, al-Tafsir alMuyasasar karangan Syaikh Abdul al-Jalil Isa, dan sebagainya 20



B.METODE TAHLILY Metode tahlili, adalah metode yang berusaha untuk menerangkan arti ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai seginya, berdasarkan urutan-urutan ayat atau surah dalam mushaf, dengan menonjolkan kandungan lafadzlafadznya, hubungan ayat-ayatnya, hubungan surah-surahnya, sebab-sebab turunnya, hadis-hadis yang berhubungan dengannya, pendapat-pendapat para mufassir terdahulu dan mufassir itu sendiri diwarnai oleh latar belakang pendidikan dan keahliannya. C.METODE MUQARIN metode komporatif ialah: [a] membandingkan teks [nash] ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih, dan atau memiliki redaksi yang berbeda bagi suatu kasus yang sama, [b] membandingkan ayat al-Qur’an dengan hadis yang pada lahirnya terlihat bertentangan, dan [c] membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan al-Qur’an36 . D.METODE MAUDHU’ Metode tematik ialah metode yang membahas ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan dihimpun, kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait dengannya, seperti asbab al-nuzul, kosakata, dan sebagainya. Semua dijelaskan dengan rinci dan tuntas, serta didukung oleh dalil-dalil atau fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, baik argumen yang berasal dari al-Qur’an, hadis, maupun pemikiran rasional39. Jadi, dalam metode ini, tafsir alQur’an tidak dilakukan ayat demi ayat. Ia mencoba mengkaji al-Qur’an dengan mengambil sebuah tema khusus dari berbagai macam tema doktrinal, sosial, dan kosmologis yang dibahas oleh al-Qur’an. Misalnya ia mengkaji dan membahas dotrin Tauhid di dalam al-Qur’an, konsep nubuwwah di dalam al-Qur’an, pendekatan alQur’an terhadap ekonomi, dan sebagainya. 21



BAB III PENUTUP A.  Kesimpulan Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa tafsir bersal dari bahasa arab, fassara, yufassir, tafsiran yang berarti penjelasan, pemahaman, dan secara perincian. Selain itu, tafsir dapat pula berarti al-idlah wa at-thabyin, yaitu penjelasan dan keterangan. Dan yang melatarbelakangi penelitian tafsir ialah wafatnya rasulullah yang memberikan penjelasan arti dan kandungan al-Quran yang membuat para sahabat melakukan ijitihad untuk menafsirkan al-Quran sebagaimana yang dilakukan oleh Ali bin Thalib serta adanya indikasi persoalan umat semakin berkembang seiring dengan perubahan dan tuntutan kemajuan zaman. Adapun model-model penelitian tafsir yakni adalah model Model Quraish Shihab, model Ahamad Al-Syarbashi, dan Model Muhammad Imam Al-Ghazali. Yang sudah dijelaskan pada bab sebelumya. B.  Saran Kritik dan saran yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan Makalah kami. Dan menjadikan Makalah ini sebagai sarana yang dapat mendorong para mahasiswa berfikir aktif dan kreatif. Bagi para pembaca jika ingin menambah wawasan dan mengetahui lebih jauh, maka penulis mengharapkan dengan rendah hati agar lebih membaca buku-buku lainnya yang berkaitan dengan Metodologi Studi Islam.



22



DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Dudung "Penelitian Tafsir Sebagai Penelitian Ilmiah Abuddin Nata. 2012.Metodologi Studi Islam.Jakarta: RajaGrafindo Persada. Muhsin, "Metode Tafsir Al-Quran Oviyanti, Fitri.2014.Metodolgi Studi Islam.Palembang: Noer Fikri Offset. Shihab, Quraish "Sejarah Perkembangan Tafsir"  Sukoco "Pendekatan dan Corak Tafsir



--------------------------------------------------------------------------------------------------[1] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam,  (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012), 209 [2] Ibid.210 [3]luis ma’luf,al munjid fi allugho wa al a;lam (beirut:dar al masyriq,1986),583. [4]manna’khalil al qattan,mabahith fi ulumil qur an (riyadh al man surat al asr al hadith .t.t),323. [5]jalaludin as suyuti,al itqan fi ulum al qur an,vol.2(al mahkamah al arabiyah,1426 H)173 [6] Ibid.211 [7] Fitri Oviyanti, Metodolgi Studi Islam, (Palembang: Noer Fikri Offset, 2014), 83. [8] Ibid, 83-84. [9] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, 213. [10] Ibid, 214. [11] Ibid,215. [12]Quraish Shihab, "Sejarah Perkembangan Tafsir [13] Ibid, [14] Ibid, [15] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, 215-216. 23



[16] Ibid, 216-217. [17]Sukoco, "Pendekatan dan Corak Tafsir"  [18] Ibid, [19] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, 218-219. [20] Muhsin, "Metode Tafsir Al-Quran” [21] Ibid, [22] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, 219. [23] Muhsin, "Metode Tafsir Al-Quran  [24] Ibid, [25] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, 220. [26] Muhsin, "Metode Tafsir Al-Quran [27] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, 220. [28] Ibid, 221 [29] Ibid, 221. [30] Ibid, 221. [31] Ibid, 221. [32] Muhsin, "Metode Tafsir Al-Quran",  [33] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, 222. [34] Ibid, 224. [35] Ibid, 224. [36] Ibid, 224 [37] Ibid, 225 [38] Ibid, 225 [39] Ibid, 226. [40] Ibid, 227. [41] Ibid, 227. [42] Ibid, 228 [43] Ibid, 228.



24



25