Moderamen Melayani [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Nama



: Amos Ginting Elysabeth Sri Yona Br. Tarigan Frency Apriana Putri Barus Imanuel Bangun Meilisa Angelina Br. Ginting Juangga Purba Yesy Br. Tarigan



Tingkat/Jurusan



: IV-B/Teologi



Mata Kuliah



: Teknologi dan Media Pengajaran



Dosen



: Dr. Setia Ulina Br. Tarigan GEREJA YANG MELAYANI



I.



Pengertian Gereja Dalam Etimologi kata “ gereja” merupakan kata ambilan dari bahasa Portugis: igreja, yang berasal dari bahasa Yunani έκκλησία (ekklêsia) yang berarti dipanggil keluar (ek= keluar; klesia dari kata kaleo= memanggil);kumpulan orang yang dipanggil ke luar dari dunia memiliki beberapa arti: 1). Arti pertama adalah “umat” atau lebih tepatnya “ persekutuan” orang Kristen. Arti ini di terima sebagai arti pertama bagi orang Kristen. Jadi, gereja pertama-tama bukanlah sebuh gedung. 2). Arti kedua adalah sebuah perhimpunan atau pertemuan ibadah umat Kristen. Bisa bertempat di rumah kediaman, lapangan, ruangan di hotel, maupun di tempat rekreasi. 3). Arti ketiga ialah mazhab (aliran) atau denominasi dalam agama Kristen. Gereja Khatolik, Gereja Protestan, dan lain-lain. 4). Arti keempat ialah lembaga (administratife) dari pada sebuah mezhab Kristen. 5). Arti ke lima adalah sebuah “rumah ibadah” umat Kristen , di mana umat bisa berdoa atau bersembahyang. Gereja



terbentuk 50 hari setelah kebangkitan Yesus Kristus kepada semua yang percaya pada Yesus Kristus. 1 Gereja adalah tempat yang bisa memberikan setiap orang dapat menerima didikan rohani yang sesuai dengan apa yang tercantum dalam Alkitab. Menurut KBBI, gereja adalah gedung (rumah) tempat berdoa dan melakukan upacara agama Kristen, dan atau badan organisasi umat Kristen yang memiliki satu kepercayaan, ajaran dan tata cara ibadah. Dari pengertian kedua, gereja adalah organisasi, maka orang-orang yang mengatur gereja memiliki suatu wewenang dalam mengatur kehidupan bergereja karena di dalam gereja tidak hanya pendeta, tetapi ada majelis dan jemaat. Gereja adalah pedoman belajar rohani bagi setiap orang yang berada di dalamnya. Untuk itu, struktur dalam gereja adalah struktur yang melayani anggotaanggota gereja dalam rangka keterlibatan mereka, karena kepemimpinangereja pada hakekatnya adalah kepemimpinan pelayanan.2 Dalam bahasa inggris, kata gereja adalah Church yang berasal dari bahasa Kuriakon yang berarti “Milik Tuhan”. Kata ini biasa digunakan untuk menunjukkan hal-hal lainnya seperti tempat, orang-orang, atau denominasi yang menjadi milik Tuhan.3 Gereja memiliki kurang lebih enam fungsi yakni pertama, gereja adalah persekutuan yang beribadah. Orang belajar beribadah dengan mengambil bagian dalam kebaktian. Kedua, gereja adalah persekutuan yang menebus. Artinya, kebutuhan dasar para anggotanya terpenuhi dan hubungan yang terputus dapat dipersatukan serta disembuhkan kembali. Ketiga, gereja sebagai persekutuan belajarmengajar. Gereja menyediakan kesempatan belajar bagi orang dengan segala kategori usia. Dalam gereja, orang mencari jawaban dari injil terhadap pertanyaan yang ditimbulkan oleh pengalaman hidup. Keempat, gereja adalah persekutuan yang peduli akan kebutuhhan orang lain terutama yang sakit, miskin, lemah, dan kesepian. Gereja berusaha melayani siapa pun, khususnya yang paling hina dan lemah. Kelima, gereja adalah persekutuan yang ingin membagikan iman kepada orang yang belum



1



https://id.m.wikipedia.org/wiki/Gereja Widi Artanto, Gereja dan Misi-NYA: Mewujudkan Kehadiran Gereja dan Misi-Nya di Indonesia, (Yogyakarta: Yayasan Taman Pustaka Kristen Indonesia, 2016), 17. 3 Charles C Ryrie, Teologi Dasar: Panduan Populer Untuk Memahami Kebenaran Alkitab, (Yogyakarta: Yayasan ANDI, 1986), 143. 2



menerima kabar baik. Keenam, gereja adalah persekutuan yang bekerja sama dengan kelompok lain, baik kelompok yang berbeda agama, sosial dll.4 II.



Melayani II.1.



Pengertian Melayani5



Kata “diakonia” berasal dari bahasa Yunani yaitu “diakonein” artinya pelayan meja, Diakonia dianggap sebagai pelayanan yang dilakukan oleh seorang hamba yang melayani meja makan, dan pekerjaan ini dianggap rendah. Pada perkembangan selanjutnya kata “diakonein” memiliki arti melayani secara umum.Diakonia adalah tindakan dari diakonein. Orang yang melakukan diakonia di sebut diakonos.6 Diakonia berarti pelayanan. Terminologi diakonia ini berasal dari kata bahasa Yunani yakni dari kata kerja “diakon” yang berarti melayani. Tuhan Yesus sendiri amat pandai memilih kata yang tepat untuk menggambarkan eksistensi terdalam dari kehadiranNya di dunia ini bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani (bdk. Mat 20:28). Dari sebab itu, Santo Paulus menganggap pekerjaannya sebagai suatu “diakonia” artinya pelayanan dan dirinya sebagai “diakonos” artinya pelayan bagi Kristus (bdk. 2 Kor 11:23) serta bagi umat Kristus (bdk. Kol 1:25). Dari pemahaman di atas dapatlah kita mengerti mengapa Tuhan Yesus menegaskan bahwa hakekat dari pekerjaan melayani harus melekat dalam diri mereka yang dikhususkan sebagai pemimpin. Para rasul termasuk orang-orang yang dipilih dan dikhususkan Yesus untuk menjadi pemimpin umat. Spiritualitas dasar pemimpin umat menurut Yesus harus dicirikan dengan melayani bukan berkuasa dan memerintah. Para rasul adalah pemimpin umat yang sekaligus “diakonos” atau pelayan (bdk. Luk 22:25-27). Dengan kata lain para rasul adalah pemimpin yang melayani umat Allah. Tugas pelayanan para rasul dilanjutkan dalam pelayanan Gereja sebagai salah satu pilar eksistensinya. Tugas pelayanan yang dilakukan oleh Gereja ini dilaksanakan dengan suka rela tanpa menuntut. Tujuannya ialah agar Gereja tumbuh dan berkembang ke arah yang semakin membebaskan dan menyelamatkan umat manusia. Santo Paulus dengan tepat mengungkapkan landasan pelayanan Gereja pada pola kehidupan dan pelayanan 4



Dien Sumiyatiningsih, Mengajar Dengan Kreatif dan Menarik: Buku Pegangan Untuk Mengajar Pendidikan Agama Kristen,(Yogyakarta: ANDI, 2006), 27-29. 5 https://komsoskam.com/lima-pilar-tugas-pelayanan-gereja-wajib-kita-pahami/2/ 6 Klinken Vaan. Jaap, Diakonia: Mutual Helping With Justice and Compassion ,(Grand Rapids: Michigan,1989), 26.



Yesus sendiri. Yesus dalam rupa Allah telah mengosongkan diriNya dan mengambil rupa seorang diakonos atau doulos (hamba) (bdk. Filipi 2:5-7). Oleh karena itu Gereja menggalakkan aktivitas pelayanan karena didorong oleh panggilan untuk mencintai Tuhan dan sesama. Dasarnya adalah karena Yesus sendiri sudah lebih dahulu melayani kita. Seluruh hidup Yesus selama 33 tahun ditandai oleh jiwa melayani. Tujuan hidup Yesus bukan untuk mendapatkan pelayanan tetapi memberikan pelayanan. Isi hidupNya bukan dilayani melainkan melayani. Seluruh Kitab Perjanjian Baru tidak pernah menggambarkan Yesus sebagai manusia yang mengandalkan kehormatan dan kuasa tetapi Tuhan yang melayani dan menghamba. Dia adalah sang diakonos (pelayan) dan bahkan doulos (hamba). Dengan demikian Gereja terpanggil untuk melayani dan bukan untuk berkuasa. Panggilan Gereja untuk mewujudnyatakan diakonia sebagai suatu panggilan relasional agar saling menolong dalam kesetikawanan. Suatu panggilan untuk memperjuangkan prinsip hidup memberi dan bukan mengambil demi kepentingan, kepuasan dan kekenyangan pribadi. Dalam perkembangan dan eksistensi Gereja dewasa ini, maka panggilan untuk melaksanakan diakonia bukan hanya menjadi tugas para pemimpin saja, melainkan juga dikembangkan di antara anggota Gereja Perdana. Semangat diakonia itu terungkap dan terlaksana dalam persaudaraan sejati yang dibangun di antara anggota umat. Hal itu amat jelas terwujud dalam tindakan berkumpul, menyatukan diri dalam prinsip hidup bersama yakni “segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama. Dan selalu dari antara mereka yang menjual harta miliknya, lalu dibagibagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing” (bdk. Kis 2:44-45; 4:32-37). Dewasa ini panggilan dan semangat untuk melaksanakan diakonia kemudian menjadi panggilan bagi semua umat beriman. Karena praksis diakonia diarahkan demi pengabdian kepada kepentingan umat Allah. Maka secara tidak langsung seluruh umat harus ikut mengambil bagian di dalam praksis diakonia ini. Praksis diakonia harus dijalankan oleh semua umat beriman Kristiani, mulai dari anak-anak, orang muda Katolik (pelajar dan juga mahasiswa-mahasiswi STP Dian Mandala) serta orang dewasa dan lanjut usia. II.2.



Pengertian Diakonia dalam Alkitab



Secara harafiah, kata diakonia berarti memberi pertolongan atau pelayanan. Dalam bahasa Ibrani pertolongan, penolong, ezer dalam Kej. 2:18, 20; Mzm. 121:1. Diakonia dalam bahasa Ibrani disebut syeret yang artinya melayani. Dan dalam terjemahan bahasa Yunani, kata diakonia disebutkan diakonia (pelayanan), diakonein (melayani), dan diakonos (pelayan).7 Istilah diakonia sebenarnya, sudah terlihat sejak dari Perjanjian lama. Dalam Kitab Kejadian jelas dikatakan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada (Ex Nihilo) dan semua yang diciptakan Allah sungguh amat baik (Kej. 1:10-31).8 Allah juga membuktikan pemeliharaan-Nya secara khusus ditujukan kepada manusia yaitu sebagai pelayanan. Manusia sebagai wakil Allah untuk melayani-Nya dalam mengurus bumi dan isinya. Inilah panggilan pertama bagi manusia untuk melayani dan sebagai manusia ciptaan Tuhan, seharusnya ia melayani. Pelayanan Allah bagi dunia terfokus kepada bangsa Israel sebagai karya penyelamatan-Nya. Dalam keluhan bangsa-Nya, Allah juga mendengarkan seruan mereka, Allah memperdulikan orang Israel dan menyatakan keselamatan serta penebusan. Pembebasan ini bertujuan supaya bangsa yang sudah dibebaskan melayani Allah dalam kebebasannya dan menjawab kasih-Nya dengan belas kasih. Dalam Perjanjian Baru, di samping kata-kata ini terdapat 5 kata lain untuk melayani, masing-masing dengan nuansa dan arti tersendiri, yang dalam terjemahan-terjemahan Alkitab kita pada umumnya diterjemahkan dengan kata melayani yaitu: 1.   Douleuein,yaitu melayani sebagai budak. Kata ini terutama menunjukkan arti ketergantungan dari orang yang melayani. Orang Yunani sangat tidak menyukai kata ini. Orang baru menjadi manusia jika ia dalam keadaan bebas. Perjanjian Baru, mula-mula memakai kata ini dalam arti biasa sesuai 7



A. Noordegraaf, Orientasi Diakonia Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2004), 2.



8



W.S. Lassor, Pengantar Perjanjian Lama 1, (Jakarta: BPK-GM, 2001), 122.



dengan keadaan masyarakat pada masa itu. Di samping itu, kata ini juga mendapat arti religius. Orang Kristen adalah budak Tuhan Allah atau hamba Kristus Yesus (Rom. 1:1). Itu sesungguhnya merupakan suatu gelar kehormatan. Seorang Kristen tidak melakukan keinginan dan rencananya sendiri,



tetapi



melepaskannya



keinginan dari



dan



belenggu



rencana dosa



dan



Tuhan



Yesus



dengan



yang



demikian



telah sudah



membebaskannya. 2.  Leitreuein,yaitu melayani untuk uang. Kata bendanya latreia (pelayanan yang diupah) juga dipakai dalam pemujaan dewa-dewa. Dalam terjemahan Yunani dalam PL, yaitu Septuaginta (LXX), kata ini terdapat kurang lebih 90 kali, pada umumnya untuk melayani Tuhan Allah dan pada khususnya untuk pelayanan persembahan . Juga dalam Perjanjian Baru, kata ini menunjukkan pelayanan untuk Tuhan Allah atau dewa-dewa, tidak pernah untuk saling melayani manusia. Roma 12:1 menyebutkan logike latreia (ibadah yang sejati). Melayani Tuhan dengan tubuh, yaitu dengan diri sendiri



dalam



keberadaan



yang



sebenarnya



adalah



ibadah



yang



sesungguhnya dalam hubungan baru antar Kristus dan manusia. 3. Leitourgeinyaitu dalam bahasa Yunani digunakan untuk pelayanan umum bagi kesejahteraan rakyat dan negara. Dalam LXX arti sosial politik ini terutama dipakai di lingkungan pelayanan di kuil-kuil. Dalam Perjanjian Baru (khususnya surat Ibrani), kata ini menunjukkan kepada pekerjaan Imam besar Yesus Kristus. Kemudian dalam Roma 15:27 dan 2 Kor. 9:12, kata ini dipakai untuk kolekte dari orang Kristen asal kafir (suatu perbuatan diakonal) untuk orang miskin di Yerusalem. Dari kata inilah berasal kata liturgi, yaitu suatu kata ibadah dalam peretemuan jemaat. 4.  Therapeueinyaitu menggarisbawahi kesiapan untuk melakukan pelayanan ini sebaik mungkin. Kata ini juga di tempat lain, dipakai sebagai sinonim dari menyembuhkan. 5. Hupereteinyaitu menunjukkan suatu hubungan kerja terutama relasi dengan orang untuk siapa pekerjaan  itu dilakukan. Kata ini berarti si pelaksana memperhatikan instruksi si pemberi kerja.



Dari semua kata di atas yang artinya saling berkaitan, kelompok kata diakonein mempunyai nuansa khusus, mengenai pelayanan antarsesama yang sangat pribadi sifatnya. Kata-kata tersebut di atas di sana-sini menunjukkan arti diakonal. Ada hubungan antara liturgi dan diakonia, sementara therapeuo dalam arti perawatan orang sakit erat kaitannya dengan apa yang dimaksudkan dengan diakonia. II.3.



Diakonia Menurut Perjanjian Baru9



Dalam perjanjian Baru ada 4 kata untuk “MELAYANI”: 1. DIAKONEO : Penyedia Makanan di Meja bagi Makanan 



YESUS adalah PELAYAN (Luk. 22:26-27) Tetapi kamu tidaklah demikian, melainkan yang terbesar di antara kamu



hendaklah menjadi sebagai yang paling muda dan pemimpin sebagai pelayan. Sebab siapakah yang lebih besar: yang duduk makan, atau yang melayani? Bukankah dia yang duduk makan? Tetapi Aku ada di tengah-tengah kamu sebagai pelayan. 



Menggunakan KARUNIA (1 Pet. 4:10) Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah



diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah. 



Paulus adalah PELAYAN KRISTUS (2 Kor. 11:23) Apakah mereka pelayan Kristus? aku berkata seperti orang gila aku lebih



lagi! Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut. 2. DAULEO : Menghamba



9



https://hansontjung.com/2015/08/19/melayani/







YESUS menjadi HAMBA ( Fil. 2:7) …melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa



seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. 



HAMBA DOSA menjadi HAMBA KRISTUS (Gal. 4:9) Tetapi sekarang sesudah kamu mengenal Allah, atau lebih baik, sesudah



kamu dikenal Allah, bagaimanakah kamu berbalik lagi kepada roh-roh dunia yang lemah dan miskin dan mau mulai memperhambakan diri lagi kepadanya? 3. LEITOURGEO : Bekerja untuk Kepentingan Umum Fil. 2:1-4 mengajar kepada kita bahwa hidup tidak mementingkan diri sendiri, melainkan hidup untuk orang lain. Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. 4. LATREUO : Bekerja untuk Mendapatkan Upah, Pemujaan kepada Dewa 



Menyembah atau mengabdi kepada Tuhan (Mat. 4:10) Maka berkatalah Yesus kepadanya: “Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis:



Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti (Latreuo)!” 



Mempersembahkan hidup adalah Latreuo yang sejati (Rom. 12:1)



Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. II.4.



Dasar Pelaksanaan Diakonia Dasar yang paling penting dalam diakonia adalah Yesus Kristus itu



sendiri. Demikian juga dengan apa yang dilakukan oleh Yesusu sendiri, baik melalui mujizat-mujizat-Nya, kata-kata kutukan, keadilan, peneguhan, keajaiban dan anugerah adalah hal-hal yang menjadi dasar diakonia dan yang memberikan arah kepada kita untuk melakukan pekerjaan diakonal kita.10 Dasar pelaksanaan diakonia gereja beranjak dari hal yang paling ditekankan oleh Yesus yaitu: kedatangan-Nya bertujuan untuk melayani (Mrk. 10:45). Hal yang sama juga dikatakan Paulus yaitu Yesus darang  sebagai hamba dan menjadi sama seperti manusia (Fil. 2:7). Jadi, sifat dan sikap gereja dalam ber-diakonia berdasar pada sifat dan sikap Yesus Kristus sebagaimana telah dinyatakan dan dilakukan di dalam pelayanan-Nya. Sebagaimana Kristus hidup demikianlah juga gereja hidup. Yesus Kristus bukan hidup untuk diri-Nya sendiri tetapi juga untuk orang lain. Demikian juga orang Kristen telah menjadi warga gereja atau tubuh Kristus. Baik secara pribadi maupun secara bersama-sama, gereja harus melakukan pelayanan terhadap sesame anggota pesekutuan dan terhadap orang lain di Luar Persekutuan. Paulus juga berkara: “Bertolong-tolonglah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus” (Gal. 6:2). Orang yang mau menolong orang lain adalah orang yang memiliki kasih. Kasih itu bukan untuk diri sendiri. Kasih yang ada pada diri seseorang adalah diperuntukkan untuk orang lain, diluar dirinya yang membutuhkan kasih itu. Dalam Injil Yohanes, Yesus berkata: Aku memberikan perintah baru kepadamu: yaitu supaya kamu saling mengasihi sama seperti aku telah mengasihi kamu demikianlah kamu harus saling



10



Serepina Sitanggang, Membangun Gereja yang Diakonal, Suatu Pengantar kepada Pemahaman Alkitabiah tentang Diakonia, (Pematang Siantar: Percetakan HKBP, 2004), 108.



mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah muridmurid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi. (Yoh. 13:34-35).11 Bedasarkan kasih inilah semua pelayanan gereja dilaksanakan. Oleh karena itu, semua pelayanan haruslah menjadi suatu jawaban terhadap Allah yang lebih dahulu mengasihi kita. Jadi, konsep diakonia ditentukan keseluruhannya oleh Yesus Kristus melalui kehidupan, pekerjaan dan perkataan-Nya. II.5.



Tujuan Diakonia Pelayanan diakonia adalah tugas gereja untuk melakukan pelayanan kasih



(meja) kepada sesama yang berkekurangan dalam berbagai bentuk, agar mereka dapat mandiri dan menjadi berkat bagi orang lain pula (Matius 25:35-40). Sikap pelayanan Yesus tampak dalam cara Ia hadir di tengah-tengah umat manusia. Yesus menyembuhkan banyak orang yang datang dengan segala macam penyakitnya (lih. Mat 4:23; 12:28). Yesus berbuat sesuatu bagi mereka yang lapar, haus, tidak punya tempat tinggal, sakit, miskin, menderita, dipenjara karena Yesus sungguh peduli pada kesejahteraan mereka. Gabriel Fackre menegaskan bahwa, “Jesus Christ cares about bodies, and the church is called by Jesus to the care for bodies and given the power of the Holy Spirit to be instrument of shalom in the things physical as well as spiritual”.12 Sebagaimana Yesus peduli kepada mereka yang miskin dan menderita maka Gereja juga dipanggil untuk peduli pada kesejahteraan jasmani dan diberi kekuatan untuk menjadi sarana keselamatan, baik jasmani maupun rohani. Sehingga, Gereja tidak hanya melayani kebutuhan rohani umat melainkan juga memperhatikan kebutuhan jasmani umatnya. Kristus mengutus para rasul sebagaimana dahulu Ia diutus oleh Bapa-Nya (bdk. Yoh 20:21). Para Rasul memilih tujuh diakon untuk tujuan pelayanan (lih. Kis 6:1). Mereka dipilih oleh para rasul agar semakin banyak orang bisa terlayani.



11



12



Darwin Lumban Tobing, Teologi di Pasar Bebas, (Pematang Siantar: L-SAPA, 2007), 382.



Gabriel Fackre, 2007, The Church: Signs of the Spirit and Signs of the Times. (Wm B. Eerdmans Publishing Co.: Cambridge, U.K., 2007), 138.



Gereja dipanggil untuk menjadi sarana keselamatan, baik secara jasmani maupun rohani. Bernhard Kieser, menegaskan bahwa, sejak jaman Leo XIII ditegaskan bahwa Gereja didirikan melulu untuk menghantar manusia ke dalam kesela-matan



kekal



(hidup



kekal).



Sumbangan



Gereja



dalam



memajukan



kesejahteraan umat manusia sekarang ini dilihat sebagai konsekuensi yang mengalir dari tugas itu.6 Daya kekuatan Roh Kudus memampukan Gereja untuk menyelamatkan umatnya baik secara jasmani dan rohani. Gereja tidak hanya sibuk melayani kegiatankegiatan rohani, melainkan juga melayani di bidang pengembangan sosial-ekonomi umat karena pelayanan Gereja adalah pelayanan kepada manusia. Dengan melayani, Gereja memberi perhatian pada perkembangan manusia secara utuh. Gereja melayani orang lain agar menjadi ‘manusia utuh’ dengan cara memberdayakan orang lain supaya bisa bangkit dari kelemahannya. Sebab, Pelayanan Gereja merupakan pelayanan kepada manusia.13 Melayani bukan hanya melakukan sesuatu untuk orang lain melainkan juga member-dayakan orang lain agar bisa bangkit dari kelemahannya. Orang lain pun turut diberdayakan, digerakkan agar mampu bangkit dari kelemahannya. Sehingga, pelayanan membutuhkan gerakan bersama di mana semua orang merupakan subjek yang ikut bertanggung jawab. Orang Kristen dipanggil bukan hanya untuk mengembangkan sikap pelayanannya melainkan juga mengembangkan orang lain yang dilayaninya, membantu orang supaya menyadari dan menghayati bahwa kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk melayani seorang akan yang lain (bdk. Gal 5:13). Orang Kristen tidak dapat menemukan kepenuhannya di dalam dirinya sendiri, artinya terlepas dari kenyataan bahwa ia berada “bersama” yang lain dan “untuk” yang lain. Pemahaman ini semata-mata tidak menuntut supaya setiap orang hidup bersama dengan yang lain dalam berbagai tingkat kehidupan sosial melainkan berusaha tiada hentinya melibatkan diri bagi kesejahteraan dalam bentukbentuk kehidupan sosial yang ada. Setiap orang seturut kemampuannya masingmasing,



berusaha



menggapai



dan



mengembangkan



kesejahteraan bersifat ‘umum’ atau ‘bersama’.



13



William R. Burrows, New Ministries. (Orbis Books: New York, 1981), 59.



kesejahteraan



karena



II.6.



Arti Simbol Diakonia Diakonia memiliki simbol Salib yang artinya melayani Kristus dan mengasihi



manusia.14 II.7.



Hakekat Diakonia Hakekat diakonia adalah pelayanan yang menghamba.



II.8.



Bentuk-bentuk Diakonia Gereja Diakonia sebagai pelayanan kasih tidak lagi menjadi monopoli kegiatan



institusi gereja. Tetapi telah dilakukan oleh lembaga pelayanan Kristen. Bentuk dan cara diakonia yang dilakukan oleh organisasi sosial Kristen telah berkembang lebih maju dan cepat daripada dilakukannya oleh institusi gereja. Bicara tentang pelayanan gereja dalam pemberdayaan anggotanya, bahkan sampai menyentuh kepentingan masyarakat luas, serta membangun kualitas kehidupan manusia yang lebih baik, dapat digolongkan dalam tiga model pendekatan pelayanan karitatif, reformatif dan transformatif. II.8.1. Diakonia Karitatif Diakonia Karitatif berasal dari kata charity (Inggris) yang berarti belas kasihan. Diakonia ini merupakan bentuk diakonia yang paling tua yang dipraktekkan oleh gereja dan pekerja sosial.15 Diwujudkan dalam bentuk pemberian makanan, pakaian untuk orang miskin, menghibur orang sakit dan perbuatan amal kebajikan lainya. Model ini mendapat dukungan gereja, karena dapat memberi manfaat yang dapat terlihat langsung, tidak ada resiko, sebab akan didukung oleh penguasa, memberikan penampilan yang baik terhadap si pemberi, memusatkan



perhatian



pada



hubungan



pribadi,



misalnya



merespon



beasiswa/bantuan uang untuk anak, menciptakan hubungan subjek-subjek (ketergantungannya) dan status quo.16 Diakonia Karitatif merupakan produk dan perkembangan dari industrialisasi di Eropa dan Amerika Utara (abad ke-19), disebarkan oleh misi dan zending selama 14



Penjelasan Dosen tanggal 01 November 2022 oleh Dr. Setia Ulina br Tarigan. Widyatama, Diakonia Sebagai Misi Gereja, 111. 16 Rossler Dietrich, Practice Theologi and Social Cognition : A New Perspective ,(Hispancic Journal of Behavioral Sciences. Vil 25 No 1. Pp2003), 37-38. 15



masa penjajahan dan didukung oleh pemerintah penjajah namun sangat dikecam oleh golongan nasionalis dan kelompok agama lainnya di negeri jajahan, diakonia karitatif cenderung mempertahankan status quo, ideologi, dan teologinya, karena kemiskinan tidak terhindarkan, karena situasi dan ketidakmampuan yang bersangkutan, percaya bahwa melalui kerja keras seseorang dapat memperbaiki kesejahteraannya, bukan perubahan sosial, mendesak perlunya tanggung jawab moral dari yang kaya untuk melakukan amal demi mengurangi kemiskinan, pembenaran pengangguran “sebagian kecil kekayaan yang terbatas” untuk mereka yang miskin dan menganggap harta milik mereka adalah halal dan sebagai pemberian Allah.17 Diakonia karitatif disebarkan ke seluruh dunia oleh badan misi dan zending selama masa penjajahan. Diakonia ini sangat didukung oleh pemerintah penjajah tetapi sangat dikecam oleh golongan kritis dan kelompok agama lainnya di



negeri



jajahan.



Menurut



Woodwart



diakonia



karitatif



cenderung



mempertahankan ideologi dan teologi status quo, karena kemiskinan tidak terhindarkan yang disebabkan situasi dan ketidakmampuan yang bersangkutan, percaya



bahwa



kesejahteraannya



melalui bukan



kerja melalui



keras



seseorang



perubahan



sosial,



dapat



memperbaiki



mendesak



perlunya



tanggungjawab moral dari yang kaya untuk melakukan amal demi mengurangi kemiskinan.18 Pendekatan diakonia karitatif sebagai warisan zaman kolonial mendapat kritik tajam dari orang di luar Gereja dan kalangan oikumenis. Bagi kalangan di luar Gereja, diakonia karitatif sering dikecam karena dituduh sebagai alat untuk menarik seseorang untuk masuk kedalam Gereja. Sebaliknya, bagi kelompok oikumenis diakonia ini dikecam karena diakonia karitatif menghasilkan ketergantungan dan status quo. Bentuk diakonia karitatif yang sering dilakukan oleh Gereja adalah mengunjungi orang dalam penjara dengan membawa makanan dan memimpin renungan, menyediakan beras untuk membantu keluarga miskin, serta mendirikan poliklinik gratis atau murah untuk orang miskin. Walaupun diakonia karitatif digambarkan dengan memberikan ikan dan roti kepada yang lapar tanpa 17 18



Widyatama, Diakonia Sebagai Misi Gereja, 111. Widyatama, Diakonia Sebagai Misi Gereja, 32.



memberdayakan mereka, diakonia karitatif tetap masih diperlukan terutama dalam keadaan darurat seperti musibah, bencana alam, dll. Tidak dapat disangkal bahwa diakonia karitatif memiliki kelemahan. Tetapi di dalam kehidupan sehari-hari, diakonia karitatif tidak dapat dihindari. Dalam kehidupan gereja, diakonia karitatif masih tetap dibutuhkan oleh gereja khususnya dalam situasi darurat sebelum memberikan pelayanan diakonia reformatif bahkan lebih diakonia transformatif. II.8.2. Diakonia Reformatif Kata reformatif berasal dari kata Inggris yaitu Reform (membentuk ulang atau membaharui). Dalam hal ini Diakonia berkaitan dengan usaha membentuk kembali membaharui, atau memperbaiki situasi hidup dari kelompok yang hendak ditolong sehingga ia bukan sekedar mendapat makanan tetapi lebih dari itu ia bisa mandiri dalam mengusahakan kebutuhan hidupnya. Latar belakang diakonia reformatif di mulai dalam mengurangi ketegangan Perang Dingin antara Blok Timur dan Barat, anggota PBB sepakat atas perlunya memberikan perhatian pembangunan di negara-negara yang baru merdeka. 19 Dengan pembangunan, kemiskinan dan kelaparan di dunia diharapkan dapat diatasi melalui pertumbuhan ekonomi. Ideologi pembangunan merupakan ideologi yang muncul di tengah Perang Dingin ketika terjadi persaingan antara kapitalisme dan komunisme. Ideologi pembangunan dapat dianggap sebagai ideologi untuk menghindari semangat revolusi melawan kapitalisme dan kolonialisme di negara yang sedang berkembang. Ideologi pembangunan ditawarkan sebagai ideologi alternatif untuk mengurangi kemiskinan di Dunia Ketiga. Setelah berjalan kurang lebih dua dekade, pembangunan tidak menghasilkan kesejahtraan dan keadilan, tetapi justru yang sebaliknya yang terjadi. Jurang pemisah antara kaya dan miskin dirasakan di kota dan di desa. Pembangunan sering diartikan sebagai modernisasi dan westernisasi, di mana kesempatan kerja bagi rakyat kecil semakin sempit. Hasil pembangunan selama dua dekade justru menghilangkan kesempatan pekerja tradisional. Dalam suasana pembangunan inilah Gereja-Gereja ikut berpartisipasi dalam pembangunan. 19



Widyatama, Diakonia Sebagai Misi Gereja, 36.



Pembangunan yang terjadi selama lebih dari dua dekade tidak menghasilkan kesejahteraan dan keadilan, melainkan permusuhan, kemiskinan dan ketidakadilan. Pembangunan telah menjadi suatu ideologi untuk menekan hak asasi dan martabat manusia pada saat itu. Demi pembangunan harus ada stabilitas. Demi stabilitas segala bentuk kritik sosial harus ditiadakan. Demi pembangunan tanah petani harus dikorbankan untuk proyek industri dan perumahan mewah. Demi pembangunan dan stabilitas tuntutan gaji dan pemogokan harus ditiadakan. Demi stabilitas, perlu tiadakan hukum darurat militer dan penahanan tanpa proses pengadilan melalui undang-undang keamanan dalam negeri. Diakonia reformatif yang lebih dikenal sebagai diakonia pembangunan muncul dalam era pembangunan. Kesadaran baru dari gereja-gereja untuk melakukan diakonia reformatif muncul seiring dengan kesadaran untuk berpartisipasi dalam pembangunan yaitu pada saat Sidang Raya Dewan Gereja se-Dunia (DGID) IV di Upsalla, Swedia pada tahun 1967.20 Sidang Raya Unpaila mendesak agar negaranegara kaya di Utara bersedia memberikan bantuan ekonomi dan teknologi bagi negara-negara miskin di Selatan. Diakonia reformatif ini lebih menekankan pada aspek pembangunan, pendekatan yang dilakukan adalah dengan community development, seperti pembangunan pusat kesehatan, penyuluhan, bimas, dan koperasi. Karakteristik diakonia ini dapat dilihat sebagai berikut, pertama, lebih berorientasi pada pembangunan lembaga-lembaga formal, tanpa perombakan struktur dan sistem yang



ada,



kedua,



sudah



menggunakan



analisis-kultural,



namun



tidak



menggunakan analisis-struktural, dan yang ketiga, pendekatan pelayanan ini masih bersifat topdown, dalam model ini masyarakat belum sepenuhnya menjadi pelaku sejarah yang menentukan masa depanya sendiri.21 Diakonia karitatif sering digambarkan sebagai tindakan belas kasihan pada orang yang lapar dengan memberi sepotong ikan, sedangkan diakonia reformatif sering digambarkan dengan menolong orang lapar dengan memberi alat pancing dan mengajar memancing. Diakonia pembangunan atau reformatif bisa dikatakan tidak mampu 20 21



Widyatama, Diakonia Sebagai Misi Gereja, 99. Widyatama, Diakonia Sebagai Misi Gereja, 109-112.



menyelesaikan kemiskinan rakyat, sebab ia hanya memberi perhatian pada pertumbuhan ekonomi, bantuan modal, dan teknik, tetapi mengabaikan sumber kemiskinan, yaitu ketidakadilan dan pemerataan.22 Seiring dengan perkembangan teologi dan ideologi pembangunan, diakonia



gereja



bergeser



dari



diakonia



karitatif



menjadi



diakonia



reformatif/pembangunan. Diakonia tidak lagi sekedar memberikan bantuan pangan dan pakaian tetapi mulai memberikan perhatian pada penyelenggaraan kursus keterampilan, pemberian atau pinjaman modal pada kelompok masyarakat. Mengatasi kemiskinan dengan asumsi kurang teknologi (keterampilan) dan modal menjadi alasan dan dasar diakonia reformatif/pembangunan. Sumber kemiskinan hanya dilihat sebagai akibat kebodohan, kemalasan, keterampilan/modal yang kurang, dan alam yang tidak subur. Kemiskinan tidak dilihat sebagai akibat tatanan sosial yang tidak adil. II.8.3. Diakonia Transformatif Pada pembahasan sebelumnya diakonia karitatif digambarkan sebagai pelayanan memberikan ikan pada orang yang lapar, sedangkan reformatif atau pembangunan adalah pelayanan



memberikan



pancing dan mengajarkan



memancing, maka diakonia transformatif atau pembebasan digambarkan sebagai pelayanan mencelikkan mata yang buta dan memampukan kaki seseorang untuk kuat berjalan. Pemberian pancing dan ketrampilan memancing tidaklah berguna bila sungai-sungai dan laut sudah dimonopoli oleh orang-orang yang serakah. Rakyat kecil yang buta hukum serta mengalami kelumpuhan semangat berjuang, perlu dilayani, yaitu dengan menyadarkan hak-hak mereka. Mereka juga butuh dorongan dan semangat untuk percaya pada diri sendiri. 23 Bahkan kenyataannya dibeberapa negara, pembangunan yang menekankan pertumbuhan ekonomi hanya menciptakan kemiskinan baru dan memperluas gap antara kelompok orang kaya dan yang miskin, bahkan merusak lingkungan ekologis bumi untuk kebutuhan jangka panjang muncul sebagai alternatif ketiga menjawab permasalahan 22 23



Widyatama, Diakonia Sebagai Misi Gereja, 113. Widyatama, Diakonia Sebagai Misi Gereja, 113.



kemiskinan dan ketidakadilan struktural yang muncul di permukaan. Sejarah lahirnya diakonia transformatif dipelopori oleh Gereja Amerika Latin mencari jawaban atas kemiskinan yang sangat parah di sana. Asumsi yang mendasari pelayanan ini adalah kalau ada orang lapar, tidak cukup diberi roti, sebab besok ia akan datang kembali untuk meminta roti (menghapus mental ketergantungan); juga tidak cukup, hanya diberi pancing atau pacul, karena masalahnya terletak pada petyanyaan, di mana mereka dapat menggali dan mengolah tanah? Bila tanah dan laut dikuasai kaum pemilik modal yang mempunyai kapital? Karena itu berilah dia hak hidup melalui pendampingan dan perbedayaan bagi mereka. 24 Pendekatan yang dialukan adalah pola dengan pendekatan pengorganisasian komunitas untuk dapat merancang dan merencanakan hidup mereka sendiri. Peran gereja selama ini dalam mentransformasikan dunia dirasakan belum optimal. Maka teolog pembebasan merumuskan “ekklesiologi baru” (ilmu tentang Gereja) dan merefleksikan Gereja secara kontekstual. Tokoh yang berperan di antaranya



adalah



Gustavo



Gutiereez



dengan



pendekatan



ortopraksis.



Digunakannya analisis sosial budaya masyarakat, analisis perencanaan partisipatif dan melakukan jejaring dengan institusi sosial yang ada, dan melakukan monitoring dan evaluasi partisipatif. Diakonia transformatif bukan mau menciptakan oposisi bagi pemerintahan dan penguasa, tetapi menjadikan kelompok yang diberdayakan sebagai mitra dalam membangun kualitas kehidupan yang lebih baik. Pengalaman Gereja di Amerika Latin mulai meredifinisi kembali peran Gereja dan tugasnya di dunia ini. Gereja tidak lagi diartikan sebagai Gedung yang statis, melainkan sebagai suatu gerakan yang terbuka bagi pembaharuan dan aktif menjalankan visi misi kerajaan Allah. Karena itu Gereja tidak harus menjadi besar dan megah fisiknya, melainkan nilai Injil Kerajaan Allah harus hadir dan meresap dalam seluruh sendi kehidupan manusia. Secara teoritis diakonia adalah bagian dari tri tugas panggilan gereja yang harus direncanakan dan dilaksanakan seimbang dengan tugas panggilan lainnya. Tugas panggilan diakonia lebih cenderung melayani sesama dalam pergumulan 24



Widyatama, Diakonia Sebagai Misi Gereja, 109-112.



sosialnya. Dari ketiga model diakonia di atas, menurut penulis diakonia transformatif-lah yang paling menyentuh akar permasalah, karena diakonia model ini tidak membuat si miskin menjadi ketergantungan atau hanya sekedar dapat bertahan hidup, di dalam situasi dan keadaan hidup yang penuh dengan penderitaan dan ketidakadilan. Model ini dapat membantu gereja mengakomidir masalah kemiskinan dan ketidakadilan yang terjadi, besar ataupun kecil dampak yang dihasilkan. Sehingga mereka yang tertindas dan yang tidak mendapatkan keadilan dapat bangkit untuk menata kehidupan kembali secara mandiri, dan menentang segala praktek-praktek ketidakadilan dan penindasan yang diatur di dalam sebuah sistem. Dalam uraian diatas, ketiga model diakonia tersebut pastinya mempunyai kekuatan maupun juga kelemahan. Namun tidak dapat disangkal bahwa ketiga model diakonia ini masih tetap dibutuhkan oleh gereja. Diakonia karitatif dibutuhkan dalam keadaan darurat sebelum memberikan pelayanan yang lebih lagi seperti diakonia reformtaif dan juga transformatif. Begitu juga dengan model diakonia reformatif, gereja masih tetap membutuhkan diakonia ini khususnya dalam membangun sumber daya manusia (SDM) jemaat. II.9.



Konsep Melayani (Diakonia)25 Diakonia merupakan salah satu tugas dari gereja yang harus diperhatikan. J.



C. Singkkel mengatakan bahwa gereja bisa hidup tanpa gedung, tetapi gereja tidak bisa hidup tanpa diakonia. Gedung yang mewah tidak membuktikan bahwa gereja hidup karena pada kenyataannya banyak gereja yang besar justru beralih fungsi menjadi tempat-tempat hiburan. Gereja yang hidup adalah menjalankan tugasnya dengan baik dan benar. Pemahaman gereja terhadap diakonia telah mengalami penyempitan karena dilaksanakan dengan alakadarnya, pada hal sebenarnya diakonia adalah pelayanan meja yang khusus yang disebut diakonis (diaken) dan gereja lebih membuat anggaran kepada pembangunan gedung gereja dan penggajian personialia dari pada untuk diakonia.



25



file:///C:/Users/ASUS/Downloads/81-Article%20Text-136-1-10-20200706.pdf



Tiga tugas gereja yang harus berjalan seimbang diantaranya adalah Koinonia (persekutuan), Diakonia (pelayanan) dan Marturia (kesaksian).. Persekutuan pada dasarnya merupakan kebersamaan yang saling menerima, saling berpartisipasi, dan yang menjadi dasar dari pada persekutuan adalah kasih Yesus Kristus yang tidak membeda-bedakan manusia. Kesaksian menceritakan kasih karunia Yesus Kristus kepada semua orang sebagaimana amanat Yesus Kristus di dalam Matius 28:18-20. Sedangkan diakonia menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pelayanan. Menurut Soedarmo diakonia pada umumnya dipakai bagi aktivitas gereja untuk membantu anggota-anggota gereja yang lemah ekonominya. Secara harafiah kata diakonia berarti memberikan pertolongan atau pelayanan. Diakonia di dalam Perjanjian Lama, pemeliharaan Allah atas umat-Nya dipahami sebagai diakonia yaitu Allah membebaskan umat Israel dari perbudakan Mesir. Sedangkan di dalam Perjanjian Baru, merupakan kabar baik atau berita kesukaan bagi orang-orang yang lemah yang akan memperoleh kekuatan, bagi orang-orang yang lapar yang akan menerima makanan, bagi orang-orang yang berduka yang akan dihibur, bagi orangorang yang sakit akan disembuhkan. Diakonia di dalam Perjanjian Baru yang telah Yesus lakukan selama pelayanan-Nya di dunia ini, sehingga diakonia adalah tindakan Allah melalui kasih-Nya dan disempurnakan melalui kehadiran Yesus Kristus. Gereja pada umumnya sudah melakukan diakonia dengan terlibat dalam bantuan bantuan sosial untuk menolong orang-orang yang membutuhkan, seperti memberikan uang kepada orang sakit, membantu dengan memberikan uang kepada keluarga orang yang sudah meninggal dan juga kepada orang-orang yang terkena bencana alam. Diakonia juga terlihat dalam gereja pada saat ada kegiatan gereja seperti perayaan paskah dan natal dengan mengunjungi tempat-tempat tertentu untuk memberikan makanan seperti ke panti-panti asuhan, rumah sakit, kepada anak-anak jalanan dan penjara-penjara. Tentunya hal ini tidak salah dan baik dilakukan karena gereja sudah menunjukan diakonia yang harus diterapkan dalam gereja. Namun, diakonia tidak bisa dipersempit pemahamannya hanya sebagai memberikan bantuan untuk orang-orang miskin. Dalam surat 2 Korintus 8:1-5, rasul Paulus menjadikan jemaat-jemaat Makedonia sebagai teladan dalam melakukan diakonia kepada jemaat Korintus. Jemaat-jemaat Makedonia adalah jemaat yang miskin dan banyak mengalami penderitaan namun



mereka tetap melakukan diakonia. Diakonia yang diberikan jemaat-jemaat Makedonia kepada jemaat Yerusalem pada saat itu adalah dengan membantu jemaat Yerusalem karena jemaat Yerusalem adalah jemaat yang miskin yang di timpah kelaparan (Kisah Para Rasul 11:28; Roma 15:25-26). Oleh sebab itu jemaat-jemaat Makedonia mengambil bagian dalam membantu jemaat Yerusalem. Menurut rasul Paulus dalam suratnya yang kedua kepada jemaat Korintus, diakonia bukan hanya sekedar memberikan uang. Seperti dengan jemaat-jemaat Makedonia mereka tidak mungkin menjadi teladan bagi jemaat Korintus karena mereka adalah jemaat yang miskin, seharusnya jika dilihat sekedar memberikan uang, jemaat Korintuslah yang harus menjadi teladan karena jemaat Korintus adalah jemaat yang kaya. Akan tetapi ada hal yang lain yang dapat dilakukan lebih dari pada sekedar memberi uang. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk menemukan penjelasan tentang diakonia menurut pandangan Rasul Paulus dalam 2 Korintus 8:115. Sehingga diakonia bukan hanya sekedar memberikan uang saja melainkan ada hal yang lebih yang akan diterima antara yang memberi dan menerima yang akan samasama merasakan dampak dari diakonia. II.10.



Gereja Yang Melayani Dasar pelayanan dalam gereja adalah semangat pelayanan Kristus sendiri.



Barang siapa menyatakan diri murid, ia wajib hidup sama seperti hidup Kristus. Perwujudan Iman Kristiani adalah pelayanan. Yesus berkata "Apabila kamu selalu melakukan segala sesuatu yang ditugaskan padamu, hendaklah kamu berkata : Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna, kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan" (Luk 17:10) Ciri-ciri pelayanan gereja : 



Bersikap sebagai pelayan : Yesus menyuruh para murid-nya selalu bersikap "yang paling rendah dari semua dan sebagai pelayan dari semua." (Mrk 9:35). Yesus sendiri memberi teladan dan menerangkan bahwa demikianlah kehendak Bapa. Menjadi pelayan adalah sikap iman yang radikal.







Kesetiaan pada Kristus sebagai Tuhan dan Guru : Ciri religius pelayanan gereja adalah menimba kekuatan dari sari teladan Yesus Kristus.







Orientasi Pelayanan Gereja Pada Kaum Miskin : Dalam usaha pelayanan kepada kaum miskin janganlah mereka menjadi objek belas kasihan, yang pokok adalah harkat, martabat dan harga diri, bukan kemajuan-kemajuan dan bantuan spiritual/sosial yang hanya sarana.







Kerendahan Hati : Kerendahan hati Gereja tidak boleh berbangga diri, tetapi tetap melihat dirinya sebagai "Hamba yang tak Berguna" (Luk 17:10) Bentuk Pelayanan Gereja :







Bidang Kebudayaan : Gereja berusaha melestarikan budaya asli yang bernilai.







Bidang Pendidikan : Gereja berusaha membangun sekolah untuk pendidikan formal.







Bidang Kesejahteraan : Gereja berusaha mendirikan lembaga-lembaga sosial ekonomi dan memperjuangkan kesejahteraan rakyat kecil.







Bidang Kesehatan : Gereja mendirikan rumah sakit dan poliklinik untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.







Bidang Politik dan Hukum : Gereja dengan tugas nabiah mengutamakan orientasi politik Hukum untuk rakyat banyak.26 Hidup Dalam Melayani



1. Melakukan segala sesuatu tanpa beban, sebab melayani bukanlah beban, namun sebuah kehormatan. 



Mengapa demikian : jika kita memahami bahwa kita dipanggil untuk melayani. Maka segala sesuatu yang kita kerjakan dengan sungguh-sungguh, tanpa mengeluh bahkan tanpa pamrih/imbalan. Yesus memberikan teladan bagi kita bahwa Ia datang untuk dilayani melainkan melayani Mat. 20:28.







Contoh : Paulus melakukan segala pelayanan dengan sukacita bahkan dengan segenap hati Rom.1:9; Kis.21:13-14



26



http://seputargereja-smaga.blogspot.com/2007/09/tugas-gereja-pelayanan.html diakses pada tanggal, 04 Oktober 2022, pada pukul 14.21 WIB.



  2. Melayani merupakan anugerah. o



Petrus menasehatkan bahwa kita dapat melayani karena mendapat kekuatan yang di anugerahkan Allah. 1 Pet 4:11



o



Melayani



bukan



saja



mengacu



pada



hal-hal



yang



mengenakkan/menyenangkan diri sendiri namun juga hal-hal yang tidak kita suka Kis. 20:19   3. Melayani adalah salah satu ungkapan kasih kita kepada Allah. 



Setiap kali kita datang beribadah kepada Tuhan pada hari minggu, artinya kita datang untuk melayani Tuhan.







Jangan datang kehadirat Tuhan dengan tangan yang hampa. Bawalah seluruh persembahan kita ke hadiratNya. Pelayanan yang kita berikan kepada Tuhan dapat berbentuk : Nyanyian Pujian dan Penyembahan, Doa-doa, Ucapan syukur, Persembahan –persembahan dan lain-lain. o



Oleh karena ibadah itu mengandung pengertian melayani, maka kita harus mendedikasikan hidup kita dengan baik dan benar. Pelayanan yang menyenangkan hati Tuhan adalah pelayanan yang dilakukan sebagai bentuk atau ungkapan kasih kita kepadaNya. Kita memberi kasih kepada Tuhan karena Tuhan lebih dahulu mengasihi kita. 1 Yoh. 4:19 Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita.



II.11.



Gereja Yang Melayani Dalam GBKP BAB XVII PELAYANAN Pasal 75 Pengertian Pelayanan



1. Pelayanan adalah bagian dari misi GBKP yang diwujudkan oleh GBKP untuk berperan serta menghadirkan damai sejahtera Allah



2.



GBKP melaksanakannya melalui panggilan pertobatan dan usaha-usaha perwujudan keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan.



3. Pelayanan dilaksanakan oleh seluruh warga baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dalam konteks masyarakat, bangsa, dan negara di mana GBKP ditempatkan dan dalam kerja sama dengan semua pihak dan semua golongan. Pasal 76 Kegiatan Pelayanan Kegiatan pelayanan mencakup 1. Meringankan beban kehidupan sesama dalam bentuk pelayanan karitatif melalui pelayanan terhadap orang yang menghadapi penderitaan (sakit, kemalangan, bencana alam, janda, duda, yatim piatu, lanjut usia, korban penggusuran, dsb.). 2. Mengembangkan pelayanan transformatif untuk meningkatkan kualitas kehidupan jemaat dan masyarakat melalui pelayanan di bidang sosial, budaya, ekonomi (koperasi, CU, CUM, Bank, dil.), politik, hukum dan kesehatan. 3. Membangun sarana-sarana pusat pelayanan di beberapa tempa yang potensial dan mengadakan pelayanan serta advokasi bag seluruh manusia (Rumah



Sakit,



Penanggulangan



Narkoba/HIV,



Asrama,



Gedung



Pertemuan, penjara, crisis centre) sehingga GBKP benar-benar jadi garam dan terang dunia. (Mat. 5 : 13 - 16). 4. Memanfaatkan seni, budaya dan adat Karo untuk menunjang kegiatankegiatan Gereja. Pasal 77 Pelaksana Pelayanan dilaksanakan oleh: 1. Warga GBKP



2. Majelis Runggun, Majelis Klasis, Majelis Sinode, dan unit-unit pelayanan di wilayah pelayanan masing-masing. Pasal 78 Pelaksanaan 1. Warga a. Warga, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, melakukan pelayanan dalam kehidupan sehari-hari dan melalui profesinya. b. Warga dapat melaksanakan pelayanan melalui gereja atau lembaga lain, baik di dalam maupun di luar negeri. 2. Majelis a. Majelis Runggun, Majelis Klasis, dan Majelis Sinode merencanakan dan melaksanakan pelayanan secara menyeluruh. b. Pelaksanaannya melibatkan warga dan unit-unit pelayanan serta dapat melalui kerja sama dengan gereja lam, pemerintah dan kelompok-kelompok yang ada di dalam masyarakat baik di dalam maupun di luar negeri.27 BAB XL UNIT PELAYANAN Pasal 165 Pengertian Unit Pelayanan Unit Pelayanan adalah wadah untuk melaksanakan misi gereja dengan . tefokus dan terspesialisasi pada pelayanan tertentu secara berkesinambungan. Pasal 166 Ketentuan Pokok Unit Pelayanan



27



Modramen GBKP, Tata Gereja GBKP 2015-2025, ( Kaban Jahe: Kantor Modramen, 2015),91-92



1. Unit pelayanan melaksanakan pelayanannya dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Tata Gereja GBKP dan Peraturan Pemerintah serta Undang-Undang yang berlaku. 2. Sesuai dengan kebutuhan dan dinamika perkembangan GBKP, unit pelayanan dapat memiliki peraturan-peraturan tersendiri sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Tata Gereja GBKP dan Peraturan Pemerintah serta Undang-Undang yang berlaku. 3. Pemilihan pengurus unit pelayanan dilakukan secara terbuka dengan menggunakan metode uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test). 4. Anggota-anggota pengurus unit pelayanan harus memiliki komitmen, karakter, dan kompetensi untuk melayani. 5.



Pengalihan dan perubahan fungsi/pengelolaan unit pelayanan hanya dapat dilakukan atas persetujuan Moderamen berdasarkan usul persidangan gerejawi sesuai dengan wilayah pelayanannya.



6. Harta milik unit pelayanan yang telah dibubarkan harus diserahkan geiuruhnya kepada Moderamen. Pasal 167 Jenis Unit Pelayanan Jenis Unit Pelayanan GBKP antara lain adalah: 1. Badan Pelayanan, antara lain Badan Pelayanan Kesejahteraan Penyandang Cacat, Badan Pelayanan Panti Asuhan Kristen Gelora Kasih, Badan Pelayanan Orang Tua Sejahtera, Badan Pelayanan Kesehatan, Retreat Center, Persekutuan Kategorial (KAKR, PERMATA, MORIA, MAMRE, SAITUN), PPWG, CUM, Pastoral Konseling. 2. Badan Hukum, antara lain Yayasan Pendidikan Kristen GBKP, Yayasan Perguruan Tinggi, Yayasan Ate Keleng (PT BPR Ijer Podi Kekelengen dan CU). 3. Biro, antara lain Biro Teologi, Biro Pengembangan Ibadah dan Musik Gereja, Biro Oikumene, Biro Hukum dan Harta Milik, Biro Keuangan, Biro Pengembangan SDM, Biro Perencanaan dan IT, Biro Penelitian dan



Pengembangan, Biro Humas dan Informasi, Biro Penggalian, Pelestarian, dan Pengembangan Budaya/Museum. Biro Koordinasi Unit Usaha (PT Jasa Nioga, PT Namo Tiara, Percetakan dan Toko Buku Abdi Karya, Asrama Pemuda Maranatha, Warta GBKP Maranatha). 4.Komisi, antara lain Komisi Pengawas Perbendaharaan, Komisi Penanggulangan Bencana, Komisi HIV/AIDS/NAPZA. 5. Tim, antara lain Tim PI, Tim PAUD,Tim Dana Abadi, Tim Dana dan Usaha, Tim Rekonsiliasi, Tim Verifikasi. 6. Panitia, antara lain PanitiaSMS, Panitia Penggalangan Dana, Panitia Pembangunan Gereja, Panitia Pemekaran. 7. Kelompok Kerja28



28



Modramen GBKP, Tata Gereja GBKP 2015-2025, ( Kabanjahe: Kantor Modramen, 2015),148-149.



 Yayasan Ate Keleng/ Perpem GBKP



Yayasan ini beranama Yayasan Ate Keleng Gereja Batak Karo Protestan (YAK GBKP) berkedudukan di Kabanjahe, dengan memakai cabang-cabang dan/atau perwakilan-perwakilan di tempat-tempat lain yang ditetapkan oleh Pengurus dengan persetujuan Pembina. Yayasan ini didirikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan lamanya dan dimulai pada tanggal 9 September 1988. Dengan dasar ini, maka Yayasan Ate Keleng/Parpem GBKP menetapkan visi pemberdayaan masyarakat dibidang ekonomi, politik dan budaya. Untuk mencapai visi tersebut, program pelayanan dilakukan secara terintegrasi melalui pendidikan dan penyadaran bersama-sama dengan jemaat (majelis jemaat), klasis, moderamen dan lembaga-lembaga GBKP. Untuk mencapai visi tersebut maka peran atau partisipasi masyarakat/jemaat diharapkan lebih, hal ini dikarenakan begitu besar potensi yang ada ditengah-tengah masyarakat itu sendiri. Dengan demikian Yayasan Ate Keleng/Parpem GBKP berfungsi sebagai mitra untuk bersama-sama menggali potensi yang ada.  Alpha Omega



Yayasan kesejahtraan penyandang disabilitas (ykpd) gbkp alpha omega Ykpd gbkp alpha omega, jl. Kiras bangun no.1, lau cimba, kec. Kabanjahe, kabupaten karo, sumatera utara 22111, Indonesia. Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) memutuskan membuka pelayanan untuk orang-orang cacat mental dan bisu tuli melalui pendirian sebuah yayasan bernama Alpha Omega dengan akte notaris pada tanggal 21 Juli 1988. Sebagai pendiri adalah Pdt. DR. A. Ginting Suka selaku Ketua Umum Moderamen GBKP, Pdt. E. P. Gintings, STh selaku Sekretaris Umum, dan Pdt. Salomo Sitepu, STh selaku Sekretaris Bidang II Pengembangan GBKP pada masa itu. Tanggal pendirian itu kemudian diperingati sampai hari ini sebagai hari ulang tahun Yayasan Kesejahteraan Peyandang Disabilitas (YKPD) GBKP Alpha Omega.  PPOS (Pusat Pelayanan Orangtua Sejahtera)



PPOS GBKP adalah yayasan yang didirikan untuk melayani orangtua lansia (lanjut usia). Lansia perlu mendapat perhatian dalam pelayanan rohani, perlu mendapat teman berbagi rasa supaya di hari-hari tuanya mereka masih dapat menikmati berkat-berkat dari Tuhan dan tidak merasa sebagai orang yang tidak dibutuhkan lagi. Walaupun pada masa sekarang Masyarakat Karo/Jemaat GBKP masih enggan untuk menitipkan orang tuanya ke PPOS, tapi kelak dimasa yang akan datang dengan kesibukan yang semakin bertambah maka akan terjadi perubahan pola pikir tentang apa yang terbaik bagi orang tua lanjut usia. Selain menerima dan melayani orang tua lansia PPOS GBKP juga melayani : -Orang tua lansia yang berminat beristirahat satu atau dua hari lebih. Menyediakan paket-paket retreat bagi lansia GBKP. Melayani pembinaan rohani melalui PA bagi orang tua lansia yang tidak tinggal di PPOS (dari Rg. Sibolangit, Rg. Rumah Pil-Pil, Rg. Sukamakmur, Rg. Bandar Baru). Untuk



menunjang



pelayanan



program



pelayanan,



YAPOS



telah



mengupayakan pembangunan fisik PPOS yang pelaksanaannya secara bertahap dan sekarang situasinya adalah kamar tidur 33 unit @ 2 orang



(66 orang), aula, dapur, gudang, ruang makan, ruang PA, kantor, klinik, chapel.  CUM Credit Union (CU) bersifat terbuka untuk masyarakat umum walaupun pada awalnya pembentukan Credit Union(CU)melalui Gereja.° Sctiap calon anggota harus mengikuti bimbingan dan pendidikan tentang sistem



Credit



Union



(CU)



yang



diberikan



oleh



panitia



pendidikan.Pendidikan tersebut dilakukan dalam Credit Union (CU) selama 2 (dua) bulan. Calon anggota baru akan diajarkan tentang hak-hal dasar tentang Credit Union (CU),seperti maksud dan tujuan koperasi,halhal yang menjadi hak dan kewajiban anggota,prosedur penabungan dan peminjaman uang,serta hal-hal lain yang dianggap perlu untuk menambah pengetahuan



dan



solusi



keuangan



yang



berguna



bagi



sctiap



anggotanya.Selain itu,para anggotanya juga dibina dan diajurkan mengenai sistem manajemen keuangan yang e fektif dan terbiasa untuk menabung.  Komisi HIV/ AIDS-NAPZA A. Jangka Pendek 1. Melakukan sosialisasi HIV-AIDS kepada masyarakat dan jemaat 2. Melakukan pelatihan-pelatihan tentang HIV-AIDS 3. Melakukan pelayanan ke rumah singgah secara rutin Universitas Sumatera Utara 4. Melakukan advokasi dan pendekatan kepada Pemerintah B. Jangka Menengah 1. Membentuk tenaga-tenaga relawan HIV-AIDS yang pada akhirnya akan menjadi rekan sekerja Komisi HIV dalam melakukan berbagai kegiatan. 2. Mencari lahan untuk pembangunan rumah singgah yang permanen milik GBKP. C. Jangka panjang Membangun rumah pelayanan terhadap ODHA yang dilengkapi klinik, dan fasilitas-fasilitas yang mendukung pelayanan rumah singgah dan rumah perawatan yang lengkap.



 Kesehatan  Gelora Kasih



Di tengah-tengah masyarakat, kita melihat dan bertemu dengan anak yatim, anak piatu, anak yatim piatu, anak fakir miskin dan anak terlantar yang tidak terurus oleh keluarga dan sanak saudaranya. Ada begitu banyak faktor penyebab yang membuat keadaan mereka terpuruk dan sangat memprihatinkan yang akhirnya menyebabkan hilangnya generasi dimasa depan (Lost Generation). Dalam konteks ini, PAK Gelora Kasih terpanggil “membuka diri” untuk menyatakan pelayanan kasih yang nyata, menghargai harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kemanusiaan (memanusiakan manusia kembali), sehingga anak-anak tersebut memiliki harapan menyongsong hari depan yang lebih baik (bd. Mat 25:40). Saat ini Yayasan PAK Gelora Kasih telah dan sedang melayani, membina dan mengasuh anak-anak dari usia 3 tahun sampai berumur 22 tahun, mulai dari usia prasekolah sampai ke tingkat perguruan tinggi. Dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan yayasan, anak yang berusia mulai 3 sampai 10 tahun yang mau diasuh, diproses dan diseleksi untuk bisa menjadi anak asuh di yayasan ini. Demikian juga setelah tamat



SLTA sederajat maka anak asuh dipersiapkan dengan program mandiri untuk selanjutnya diutus kembali ke keluarga, masyarakat atau ke dunia kerja. Selain memberi pendidikan formal kepada anak, yayasan juga menyediakan pendidikan non formal seperti keterampilan, kerajinan, pertanian, pertamanan dan lain-lain dengan tujuan untuk member-dayakan anak asuh yang ada. Pada umumnya anak-anak yang diasuh adalah anak yang berasal dari keluarga yang bermasalah. Hal ini mempengaruhi kondisi fisik dan mentalnya sehingga memerlukan penanganan yang khusus. Untuk anak-anak yang membutuhkan pelayanan khusus, yayasan berupaya untuk memberi terapi yang tepat dengan mencari tempat dan orang yang tepat dengan pelayanan yang dibutuhkan. Untuk menunjang program kerja dan pelayanan, yayasan juga ditunjang oleh fasilitasfasilitas seperti gedung, peralatan elektronik maupun non-elektronik, lahan dan pengasuh/pegawai yang ada. Namun fasilitas yang ada dirasa masih belum maksimal, dibutuhkan pembenahan dan penambahan fasilitasfasilitas lainnya demi pengefektifan pelayanan yayasan. Untuk itu yayasan akan memelihara dan menata fasilitas yang ada secara terus menerus dan menambah fasilitas lain seperti membangun rumah mandiri, membangun chapel, membangun rumah pegawai, memperluas lahan yang ada dan lain lain.  KPB (Komisi Penanggulangan Bencana)



Salah satu contoh tugas dari Komisi Penanggulangan Bencana (KPB) Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) ialah membentuk posko dan Tim Relawan Pencegahan Wabah Covid-19.