Modul 2 Ipa [PDF]

  • Author / Uploaded
  • nac
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MODUL 2: MODEL-MODEL PEMBELAJARAN IPA KB 1: Konstruktivisme dalam Pembelajaran IPA A. Pandangan Tentang Belajar dan Mengajar Tugas guru dalam mengajar adalah membantu transfer belajar. Tujuan melakukan transfer belajar adalah menerapkan hal-hal yang sudah dipelajari pada situasi baru. Caranya dengan tindakan yang lebih bersifat umum. Bigge (dalam Dahar, 1989) merangkum perbedaan penting antara teori belajar perilaku dan teori belajar kognitif. Seorang guru penganut teori perilaku berkeinginan untuk mengubah perilaku siswanya, sedangkan guru yang berorientasi teori kognitif berkeinginan untuk mengubah pemahaman siswanya. 1. Struktur Kognitif Konsep, prinsip dan struktur pengetahuan (termasuk taksonomi dan hierarkinya) dan pemecahan masalah merupakan hasil belajar yang penting dalam ranah kognitif. 2. Konsep dan Konsepsi Konsep bersifat lebih umum dan dikenal berdasarkan kesepakatan, sedangkan konsepsi bersifat khusus atau spesifik dan individual. Prinsip terbentuk dari konsep. Tipe dasar hubungan yang dinyatakan dalam prinsip, yaitu sebab akibat, korelasional, peluang dan aksioma. B. Pandangan Konstruktivis tentang Belajar IPA Menurut pandangan konstruktivis  dalam proses pembelajaran IPA seyogianya disediakan oleh pengalaman berupa kegiatan nyata yang rasional atau dapat dipahami siswa vdan memungkinkan interaksi sosial. Dalam perspektif konstruktivisme belajar itu merupakan proses perubahan konsepsi. Perubahan ini menurut Dykstra (dalam Dagher, 1994) dikelompokkan menjadi tiga kategori, antara lain:   



Pembedaan/differentiation, artinya konsep baru muncul dari konsep lebih umum yang sudah ada/ Perluasan konsepsi/class extention, yaitu konsep lama yang mengalami pengembangan menjadi konsep baru. Konseptualisasi ulang/reconceptualization (restrukturisasi), yaitu terjadi perubahan signifikan dalam bentuk dan hubungan antar konsep. Pemilihan konsepsi baru pada diri seseorang dipengaruhi oleh struktur kognitif dan ekologi konsepsi yang dimiliki oleh orang tersebut seperti: o o o o



Anak merasa tidak puas dengan gagasan yang dimilikinya. Gagasan baru harus dapat dimengerti (inteligible) Konsepsi yang baru harus masuk akan (plausible) Konsepsi yang baru harus dapat memberi suatu kegunaan (fruitful).



C. Model-model Pembelajaran untuk Perubahan Konsepsi Pandangan konstruktivisme dalam meningkatkan pembelajaran IPA berpendapat bahwa dalam proses belajar anak membangun pengetahuannya sendiri dan memperoleh banyak pengetahuan di luar sekolah. Terdapat beberapa hal yang perlu ditekankan dalam konstruktivisme (Tasker, 1992:30), yaitu sebagai berikut. 1. Peran aktif siswa dalam mengonstruksi pengetahuan secara bermakna. 2. Pentingnya membuat kaitan antargagasan oleh siswa dalam mengonstruksi pengetahuan. 3. Mengaitkan gagasan siswa dengan informasi baru di kelas. Beberapa model pembelajaran yang dilandasi konstruktivisme yaitu model siklus belajar (Learning cycle model), model pembelajaran generative (generative learning model), model pembelajaran interaktif (interactive learning modeo), model CLIS (Children learning is science), dan model strategi pembelajaran kooperatif atau CLS (Cooperative learning strategies). Model pembelajaran konstruktivisme melalui tiga tahap yaitu fase eksplorasi, klarifikasi dan aplikasi.



KB 2: Model Pembelajaran Menurut pandangan konstruktivis dalam proses pembelajaran IPA seyogianya disediakan serangkaian pengalaman berupa kegiatan nyata yang rasional atau dapat dimengerti siswa dan memungkinkan terjadi interaksi social. A. Model Pembelajaran Interaktif Model ini sering dikenal dengan nama pendekatan pertanyaan anak. Dirancang agar siswa bertanya dan kemudian menemukan jawaban dari pertanyaan mereka sendiri. Langkah-langkah model pembelajaran interaktif: 1. Persiapan: guru dan kelas memilih topik dan menemukan informasi yang melatarbelakanginya. 2. Kegiatan penjelajahan: lebih melibatkan siswa pada topik yang sedang dibahas. 3. Pertanyaan anak: saat kelas mengundang siswa untuk mengajukan pertanyaan tentang topic yang dibahas. 4. Penyelidikan: guru dan siswa memilih pertanyaan untuk dieksplorasi, selama 2-3 hari, dalam selang 3-4 hari. 5. Refleksi: melakukan evaluasi untuk memantapkan hal-hal yang terbukti dan memisahkan hal-hal yang perlu diperbaiki Sayangnya karena dipolakan terstruktur seperti itu, ternyata model ini menjadi rutin dan kehilangan tujuannya yang esensi. Sekali siswa merasa perlu berpikir tentang suatu objek atau gejala alam yang sedang dipelajari. Jadi penting melakukannya dengan serius, tidak sebagai sesuatu yang rutin. B. Model Pembelajaran Terpadu (Integrated)



Berdasarkan sifat keterpaduannya pembelajaran terpadu dibedakan menjadi 3, yakni model dalam satu disiplin ilmu, model antar bidang, dan model dalam lintas siswa. Sedikitnya terdapat empat kriteria yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan model pembelajaran terpadu berkenaan dengan perkembangan anak, kebutuhan anak, karakteristik mata pelajaran, dan lingkungan sebagai sarana belajar. Langkah-langkah penyusunan model pembelajaran terpadu: 1. Mengkaji GBPP IPA untuk menganalisis konsep-konsep penting yang akan diajarkan. 2. Membuat bagan konsep yang menghubungkan konsep satu dengan konsep lainnya. 3. Memilih tema sentral yang dapat menjadi payung untuk memadukan konsep-konsep tersebut. 4. Membuat TPK dan deskripsi kegiatan pembelajaran yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan untuk setiap konsep. 5. Membuat bahan bacaan berupa cerita yang mengacu pada tema, disertai gambar dan permainan. 6. Menyusun jadwal kegiatan dan alokasi waktu yang diperlukan secara proporsional. 7. Menyusun kisi-kisi perangkat tes dan soal tes. Keterbatasan model ini jika konsepnya sudah kompleks, sulit dipadukan atau guru mengalami kesulitan memadukannya. C. Model Pembelajaran Siklus Belajar (Learning Cycle) Dalam pelaksanaannya model siklus belajar terdiri dari tiga fase, yaitu eksplorasi, pengenalan konsep, dan penerapan konsep. Tahapan tersebut dapat berulang. Urutan pembelajaran: 1. Eksplorasi Siswa diberi kesempatan untuk melakukan penjelajahan atau eksplorasi secara bebas. Kegiatan ini memberi siswa pengalaman fisik dan interaksi social dengan teman dan gurunya. Pengalaman ini mendorong terjadinya asimilasi dan menyebabkan siswa bertanya tentang konsep tertentu yang tidak sesuai dengan konsepsi awal mereka. Konflik kognitif ini diakomodasi melalui proses ekuilibrasi dan kemudian diasimilasikan ke dalam struktur kognitif. 2. Pengenalan konsep Guru dengan metode yang sesuai menjelaskan konsep dan teori-teori yang dapat membantu siswa untuk menjawab permasalahan yang muncul dan menyusun gagasan mereka. 3. Penerapan konsep Siswa mencoba menggunakan konsep yang telah dikuasai untuk memecahkan masalah dalam situasi yang berbeda. Dalam hal ini guru menyiapkan masalah-masalah yang dapat dipecahkan berdasarkan konsep yang telah diperoleh siswa pada fase sebelumnya. Jumlah tahap yang hanya tiga termasuk sederhana dan mudah diingat, namun memunculkan situasi konflik tidak selalu berhasil. Dengan demikian jika tahap pertama



tidak berhasil, maka tahap-tahap selanjutnya mungkin juga kurang bermakna. Selain model pembelajaran ini sering tertukar dengan siklus dalam penelitian tindakan kelas. D. Model Pembelajaran Belajar IPA atau CLIS (Children Learning in Science) Model CLIS terdiri atas lima tahap utama, yakni: a. Orientasi / orientation b. Pemunculan gagasan / elicitation of ideas c. Penyusunan ulang gagasan / restructuring of ideas i. Pengungkapan dan pertukaran gagasan / clarification and exchange ii. Pembukaan pada situasi konflik / exposure to conflict situation iii. Konstruksi gagasan baru dan evaluasi / construction of new ideas and evaluation d. Penerapan gagasan / application of ideas e. Pemantapan gagasan / review change in ideas Kejelasan setiap tahap dalam CLIS tidak selalu mudah dilaksanakan, walaupun semula direncanakan dengan baik. Kesulitan ini terutama untuk pindah dari satu fase ke fase lainnya, terutama dari pertukaran gagasan ke situasi konflik. Hal lain yang sulit yaitu perpindahan dari penerapan gagasan kepada pemantapan gagasan. Guru lupa memantapkan gagasan baru siswa, sehingga jika hal ini terjadi, tentunya siswa akan kembali kepada konsepsi awal (yang memang sulit diubah).