Modul Metnum Rikayanti 2014 PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DIKTAT PERKULIAHAN



METODE NUMERIK



Digunakan Hanya di Lingkungan Program Studi Pendidikan Matematika



Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNSIKA



Disusun Oleh: Rikayanti, M.Pd



DIKTAT PERKULIAHAN METODE NUMERIK Untuk kalangan sendiri



Tidak diperkenankan memperbanyak diktat perkuliahan ini tanpa seizin penulis. Pelanggaran atas ketentuan tersebut akan mendapatkan sanksi. Diktat ini bukan semata hasil karya penulis seutuhnya, melainkan resensi dari beberapa sumber yang diadaptasi untuk kepentingan perkuliahan.



Penyusun : Rikayanti, M.Pd Cetakan pertama : September 2014



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, yang senantiasa membimbing dan membuka wawasan berpikir sehingga diktat perkuliahan ini dapat terselesaikan. Adapun tujuan penulisannya, untuk memfasilitasi mahasiswa dalam mendapatkan referensi atau bahan bacaan yang sederhana dan disesuaikan dengan kebutuhan civitas akademika. Secara garis besar akan dibahas materi-materi metode numerik yang terkait dengan metode pencocokan kurva, interpolasi, dan persamaan differensial. Tetapi perlu diingat bahwa diperlukan suatu materi prasyarat dalam memahami isi dari diktat. Meliputi konsep dalam kalkulus differensial dan aljabar matriks. Ucapan terima kasih tidak lupa kami sampaikan pada para penulis bukubuku referensi yang dijadikan acuan dalam penyusunan. Apabila terdapat kesalahan dari segi isi dan kualitas, dengan ini kami menyatakan mutlak sepenuhnya milik kami. Semoga penulisan diktat ini bermanfaat dan menjadi sumber belajar yang mudah dicerna oleh para pembaca. Saran dan kritikan yang membangun demi perbaikan isi dan kualitas diktat ini, kami terima dengan pikiran terbuka.



Bandung, September 2014



Penulis



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR DAFTAR ISI



i ii



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang dan Orientasi Metode Numerik 1.2 Pendekatan dan Kesalahan



1 2



BAB 2 AKAR-AKAR PERSAMAAN 2.1. Metode Akolade 2.2. Metode Terbuka 2.3 Studi Kasus



19 27 36



BAB 3 SISTEM PERSAMAAN ALJABAR LINEAR 3.1 Eliminasi Gauss 3.2 Gauss-Jordan, Matriks Inversi dan Gauss Seidel 3.3 Sistem Persamaan Tak Linear



40 43 49



BAB 4 METODE PENCOCOKAN KURVA 4.1 Regresi Kuadrat Terkecil 4.2 Interpolasi



52 57



BAB 5 INTEGRASI 5.1 Formula Integrasi Newton-Cotes 5.2 Integrasi Romberg dan Kuadrat Gauss



65 70



BAB 6 PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA 6.1 Jenis-jenis Persamaan Diferensial Biasa 6.2 Metode Euler 6.3 Metode Heun 6.4 Metode Deret Taylor 6.5 Metode Runge-Kutta



77 78 82 85 87



Daftar Pustaka



92



Lampiran



93



ii



iii



BAB 1 PENDAHULUAN



1.1 Latar belakang dan Orientasi Metode Numerik Masa sebelum ditemukannya komputer atau sering disebut masa prakomputer, berbagai metode telah dikembangkang dalam upaya memecahakan berbagai permasalahan. Metode yang dikembangkan saat itu terbagi ke dalam tiga teknik. Pertama penurunan solusi untuk beberapa masalah secara analitis atau eksak. Metode unggul dalam beberapa perilaku sistem terutama permasalahan yang melibatkan geometri sederhana berdimensi rendah. hal ini berakibat pada terbatasnya konteks permasalahan, sementara pada kenyataannya permasalahan tidak selalu linear. Kedua solusi grafik untuk memperlihatkan perilaku sistem yang dibentuk oleh gambar atau nomograf. Hasil dari teknik ini terlalu rumit terutama untuk permasalahan yang yang berdimensi n sehingga hasilnya hanya terbatas pada ruang dimensi 1 sampai dengan 3 dengan tingkat keakuratan yang kurang presisi. Ketiga teknik kalkulator dan slide-rule yang menunjukan keunggulan dalam permalahan yang rumit. Namun proses kalkulasi manual yang terjadi cukup membosankan, bahkan akan menimbulkan kekeliruan-kekeliruan sederhana. Metode numerik merupakan salah satu alternatif untuk mencari solusi terhadap suatu permasalahan matematis yang dapat diformulakan dan dapat diselesaikan dengan menggunakan sekumpulan aritmetika sederhana dengan operasi logika pada sekumpulan data numerik yang diberikan. Metode perhitungan yang digunakan disebut dengan algoritma. Metode numerik menggunakan pendekatan analitis matematis dengan mengembangkan algoritma pendekatan. Sehingga proses perhitungannya akan dilakukan secara berulang-ulang (iterasi) untuk terus menerus memperoleh hasil yang semakin mendekati nilai penyelesaian yang sebenarnya. Dalam proses yang demikian, tentunya setiap hasil perhitungan akan memiliki nilai galat (error) atau nilai kesalahan. Oleh sebab itu, dalam metode numerik nilai galat seringkali menjadi pembahasan. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir tingkat kesalahan dalam pemakaian algoritma. Alasan mengapa metode numerik perlu dipelajari: 1. Sebagai alat pemecahan masalah yang sangat ampuh seperti sistem persamaan besar, ketaklinearan, dan geometri yang rumit yang lazim dalam praktek rekayasa. 2. Merupakan teori pokok yang mendasari paket program komputer. 3. Dasar ilmu untuk merancang program sendiri seperti pengganti perangkat lunak yang sudah tersedia. 4. Merupakan sarana efisien untuk mempelajari pemakaian komputer pribadi. 5. Sarana untuk memperkuat pengertian matematika anda. Jenis bidang matematis yang melatar belakanginya meliputi akar-akar persamaan, sistem persamaan aljabar linear, pencocokan kurva, pengintegralan, persamaan diferensial biasa, persamaan diferensial parsial. Permasalahan matematika yang seringkali dihadapi, termasuk ke dalam masalah matematika yang diselesaikan dengan metode analitik atau metode sejati.



1



Metode tersebut memberikan nilai solusi yang sesungguhnya karena memiliki nilai galat nol. Tetapi, tidak semua permasalahan matematis dapat diselesaikan dengan metode analitik, oleh sebab itu diperlukan metode lain untuk mendapatkan solusi berupa hampiran (pendekatan) terhadap solusi sejatinya. Dengan kata lain, solusi tersebut nilai galatnya mendekati nol. Berikut ini gambaran secara umum mengenai metode numerik: Teori



Alat pemecahan masalah: komputer , statistika, metode numerik , grafik dll



Definisi Masalah



Hasil-hasil Numerik atau grafik



Model Matematis



Tatap muka masyarakat: penjadwalan, optimasi, komunikasi, interaksi publik, dll



Data



Implementasi



1.2 Pendekatan dan Kesalahan Bagian ini akan menunjukkan topik-topik dasar yang berhubungan identifikasi kuantifikasi dan dan minimalisasi kesalahan-kesalahan. Contoh sederhana dalam proses perhitungan yang biasa dilakukan pada saat menghitung dibandingkan √



dengan











dengan mendekatkan nilai √



diperoleh







̅ dan hasil √ √ perhitungan dengan komputer adalah 2,88675134594781288225457439025098... kedua proses perhitungan memperlihatkan tingkat kesalahan yang berbeda. Dan hasil perhitungan kedua menunjukkan selisih kesalahan atau galat yang lebih kecil dibandingkan dengan yang pertama. sedangkan



pada



perhitungan



a. Angka signifikan atau angka Bena Sebelum membahas mengenai angka signifikan, diperlukan pemahaman bahwa dalam matematika terdapat dua macam bilangan yaitu bilangan eksak dan bilangan aproksimasi. Bilangan eksak menunjukkan bilang yang nilainya pasti seperti 1,0,1,2, ½, e,, ... sementara itu bilangan aproksimasi menunjukkan bilangan yang diwakili oleh suatu nilai yang mendekati seperti   3,14159..., e = 2,7..... Sebagian besar yang dibahas pada metode numerik adalah mengenai hampiran (aproksimasi),



2



oleh sebab itu diperlukan pemahaman tentang konsep yang mendasari hampiran (aproksimasi). Dalam menyatakan suatu hampiran secara numerik, diperlukan suatu kepastian bahwa bilangan yang digunakan dapat digunakan secara meyakinkan. Sehubungan dengan hal tersebut, kepastian yang dimaksud dapat dinyatakan dalam suatu angka bena (significant figure atau significant digits). Angka signifikan adalah angka yang dapat digunakan dengan pasti dan berhubungan dengan angka tertentu ditambah dengan satu angka taksiran. Contoh pada bacaan speedometer dan odometer pada mobil, dimana ketelitian lebih ditunjukkan oleh odometer yang menunjukkan jarak tempuh kendaraan semasa hidupnya. Chapra (2007: 74) Misalnya kita dapat memutuskan bahwa pendekatan kita dapat diterima kalau ia betul sampai 4 angka signifikan-yaitu bahwa 4 digit pertama adalah betul. Beberapa contoh angka bena: 4,3123  101 memiliki 5 angka signifikan 1,764  10–1 memiliki 4 angka signifikan 1,2  10–6 memiliki 2 angka signifikan 2 2,78300  10 memiliki 6 angka signifikan 0,2700090  103 memiliki 7 angka signifikan 9,0  10–3 memiliki 2 angka signifikan 2 13,60  10 , 0,1360  101, 1,360  10–3 masing-masing memiliki 4 angka signifikan 6,02  1023 memiliki 3 angka signifikan (bilangan Avogadro) 1,5  107 memiliki 2 angka signifikan (jarak bumi-matahari) Nilai , e, √ √ ... tidak dapat diungkapkan secara eksak dengan kata lain komputer hanya dapat menyimpan sejumlah tertentu angka bena, misalkan nilai  dianggap 3,141592653589793238462643... maka angka lainnya yang tidak tertuliskan dianggap sebagai galat pembulatan (round-off error) Angka signifikan terkait dengan ketelitian dan ketepatan, ketelitian mengacu pada nilai yang sebenarnya, yang dihitung atau diukur dengan teliti. Sedangkan ketepatan mengacu pada nilai individu yang sebenarnya yang diukur dengan teliti terhadap jarak yang lain. Ketepatan dapat menunjukkan banyaknya angka signifikan yang menyatakan suatu besaran atau sebaran dalam penghitungan yang berulangulang atau pengukuran nilai yang teliti. Konsep angka signifikan yang terkait dengan ketepatan berlaku pada aturan pembulatan. 1. Pembulatan Ke Satuan Terdekat Secara umum aturan pembulatan adalah jika angka yang akan dibulatkan  5, maka nilai angka maka nilai angka di hadapannya ditmabah 1, jika angka yang akan dibulatkan < 5, maka angka itu dihilangkan dan angka dihadapannya tetap. Contoh 1.1 Bulatkan 1857674 ke: 10 satuan ukuran terdekat 100 satuan ukuran terdekat 1000 satuan ukuran terdekat Penyelesaian: 185670 (angka 4 dihilangkan dan satuannya diganti nol karena 4 < 5)



3



185700 (angka 7 dihilangkan dan satuannya adalah 6 ditambah 1 karena 6 > 5) 1858000 (angka 7 dihilangkan dan ribuannya yaitu 7 ditambah 1 karena 7 > 5) 2. Pembulatan Ke Banyaknya Angka Desimal Aturan pembulatan pada prisnsipnya sama, tapi banyaknya angka desimal ditentukan sesuai dengan keperluan. Contoh 1.2 1,347593  1, 34759 pembulatan dengan 5 tempat desimal 1,34759  1,3476 pembulatan dengan 4 tempat desimal 1,3476  1,348 pembulatan dengan 3 tempat desimal 3. Pembulatan Ke Banyaknya Angka Signifikan/Bena Angka bena atau angka signifikan dapat diartikan sebagai angka penting/berarti yang dapat diartikan sebagai tingkat ketelitian suatu alat ukur. Contoh 1.3 0,01234000 mm mempunyai 7 angka signifikan Karena dua angka nol di depan angka 1 hanya menunjukkan tempat desimal jadi dianggap tidak signifikan sedangkan tiga angka nol setelah angka 4 menunjukkan ketelitian alat ukur sampai ke per seratus jutaan terdekat, sehingga dianggap angka bena/signifikan/penting. 1,8 x 10–4 cm mempunyai 2 angka signifikan karena 1,8 x 10–4 = 0,00018 Contoh 1.4 0,0175430  0,01754 pembulatan ke dalam 4 angka signifikan 0,2013801  0,2014 pembulatan ke dalam 4 angka signifikan 10,0782005  10,1 pembulatan ke dalam 3 angka signifikan 8,0500800  8,1 pembulaan ke dalam 2 angka signifikan b. Akurasi dan presisi Akurasi atau akurat mengacu pada dekatnya nilai suatu bilangan atau pengukuran terhadap harga sebenarnya yang hendak dinyatakan. Sedangkan simpangan sistematis dari kebenaran merupakan suatu inaukrasi atau tidak akurat yang disebut juga dengan bias. Jadi pada intinya akurasi lebih menunjukkan pada kedekatan suatu hasil perhitungan atau pengukuran terhadap nilai kebenaran yang dijadikan sebagai acuan. Untuk memahami konsep presisi diperlukan suatu kasus yang dapat memperlihatkan maksud dari konsep tersebut.



4



a



b



c



d



Gambar a. Menunjukkan kondisi tidak akurat dan tidak presisi, gambar b. menujukkan kondisi akurat dan tidak presisi, gambar c. menunjukkan kondisi tidak akurat dan presisi, sedangkan gambar d. menunjukkan kondisi akurat dan presisi.



Simpulkan apa arti PRESISI???



c. Kesalahan Penggunaan aproksimasi dalam menyatakan operasi dari besaran matematika menimbulkan suatu Kesalahan numerik atau biasa disebut dengan galat. Jenis galat terbagi ke dalam dua yaitu galat pemotongan truncation-off error yang disebabkan oleh aproksimasi yang digunakan untuk menyatakan suatu prosedur matematika eksak. Galat pembulatan round-off error yang dihasilkan oleh angka-angka aproksimasi yang digunakan untuk menyatakan angka pasti. Hubungan matematis yang menyatakan kondisi tersebut adalah: Harga sebenarnya = pendekatan + kesalahan ...(1.1) Apabila ditetapkan sebuah harga pasti sebagai acuan, sebutlah Et sebagai simpangan antara harga sebenarnya dengan aproksimasi dapat dinyatakan dengan ekspresi matematis berikut: Et = Harga sebenarnya – aproksimasi ... (1.2) Kelemahan dari definisi tersebut adalah tidak memperhitungan acuan terhadap penaksiran suatu pengukuran. Misalkan galat 1 cm pada pengukuran suatu skrup akan berbeda dengan pengukuran pada tinggi gedung. Dengan kata lain galat 1 cm dari 10 cm akan berbeda maknanya dengan galat 1 cm dari 1000 cm. Sehingga diperlukan suatu normalisasi kesalahan terhadap harga sebenarnya yang dinyatakan dengan ekspresi matematis berikut:



5



Kesalahan relatif fraksional = Hubungan matematis tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk persen yaitu ...(1.3) Perlu diingat bahwa dalam kehidupan yang sebenarnya, seringkali harga eksak atau harga sejati tidak dapat ditentukan dengan pasti. Dengan kata lain, seringkali kita tidak mengetahui jawaban sebenarnya. Sehingga untuk mengantisipasi hal tersebut diperlukan suatu proses normalisasi dengan acuan terhadap taksiran yang terbaik. Konsep ini dikenal dengan kesalahan atau galat relatif. ... (1.4) ...(1.5) Tetapi, seringkali proses komputasi yang berulang tidak memperhatikan tanda dari galat. Sehingga diperlukan suatu batas toleransi praspesifikasi atau sehubungan dengan hal itu proses komputasi diulangi sampai | | ...(1.6) Dengan formulasi yang dapat dihitung dengan formula dari Scarborough, 1966 (Chapra, 2007: 79) yang menunjukan bahwa kriteria berikut dipenuhi, kita dapat menjamin bahwa hasilnya adalah betul hingga sekurang-kurangnya n angka signifikan. ( ) ... ( 1.7) Contoh 1.5 Misalkan diperoleh nilai dari perluasan deret Maclaurin bahwa ex = 1 kita akan menaksi nilai e0,5 dengan menambahkan satu demi satu suku dari deret tersebut ex = 1 + x + Penyelesaian: dengan menentukan kriteria kesalahan agar meyakinkan suatu hasil sampai sekurang-kurangnya tiga angka signifikan. ( ) Nilai toleransi praspesifikasi untuk n = 3 adalah Artinya proses komputasi akan dihentikan sampai batas | | atau | | 0,05% Karena nilai x = 0,5 maka pada langkah 1 diperoleh e0,5 = 1 + x = 1 + 0,5 = 1,5 dengan nilai kesalahan relatif persen sebenarnya untuk nilai e0,5 = 1,648721271 adalah



6



Nilai kesalahan relatifnya dihitung dengan



Terlihat nilai



masih jauh dari nilai toleransi praspesifikasi



sehingga proses



x



perhitungan akan diulang dengan suku berikutnya yaitu e = 1 + x + yang dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 1.1 Perhitungan Pendekatan Nilai e0,5 pada Deret Maclaurin suku Hasil % % 11 39,34693 2 1,5 9,020401 33,33333 3 1,625 1,438768 7,692308 4 1,645833333 0,175162 1,265823 5 1,648437500 0,017212 0,157978 6 1,648697917 0,001417 0,015795 Langkah ke-6 memperlihatkan ketercapaian pendekatan | | < sehingga proses komputasi berhenti. Solusi terdekat untuk nilai dari e0,5 adalah 1,648697917 dengan kesalahan relatif 0,015795% atau 0,00015795. 1. Galat Pembulatan Hasil perhitungan dengan metode numerik yang disajikan dengan komputerpada umumnya menggunkan bilangan riil, sehingga semua bilangan riil yang dihasilkan tidak tersajikan secara keseluruhan. Keterbatasan komputer dalam menyajikannya menimbulkan suatu galat yang disebut dengan galat pembulatan. Pembulatan itu sendiri merupakan pengurangan cacah digit pada suatu nilai hampiran dengan cara membuang beberapa digit terakhir. Penjelasan secara rinci telah dikemukakan sebelumnya, pengulangan pembulatan tidak disarankan dalam komputasi numerik karena berakibat pada membesarnya nilai galat. Kesalahan pembulatan atau galat pembulatan bersumber dari fakta bahwa komputer hanya mampu menyimpan sejumlah angka signifikan tertentu dalam proses kalkulasi. Untuk kebutuhan proses kalkulasi maka dilakukan pemotongan terhadap banyaknya digit pada sebuah bilangan. Dalam isitilah komputer dikenal dengan truncation tetapi untuk membedakan dengan istilah galat pemtongan maka pemotongan dalam hal ini disebut dengan chopping. Contoh 1.6 Permasalahan Penerjun Payung Apabila diberikan suatu permasalahan pada kecepatan penerjun payung dengan mempertimbangkan gaya grafitasi dan sebagainya dalam sebuah formula: ( ) (



)



( )



[



(



)



( )] (



[



7



] )



Dengan: Nilai v : kecepatan, g: gravitasi = 980 cm/dtk2, c : koefisien tahanan geser = 12500 gr/dtk, m: massa penerjun = 68100 gr Untuk nilai t = 2 detik diperoleh dan v (0) = 0 cm/dtk ( ) ( ) [ ( )] ( ) = 1960 cm/dtk



Untuk nilai t = 4 detik diperoleh dan v (2) = 1960 cm/s ( ) ( ) [ ( )] ( ) = 3200,5 cm/dtk Untuk nilai t = 6 detik diperoleh dan v (4) = 3200 cm/s ( ) ( ) [ ( )] ( ( )



[



( )



)



]( ) = 4980 cm/dtk



Secara lengkap hasil perhitungan dengan angka signifikan dari 3 sampai dengan 6. Angka 590 merupakan proses pembulatan kedalam 3 angka penting dari kalkulasi = 587 menjadi 590 Secara lengkap perhitungan akan diperlihatkan pada tabel berikut ini: Tabel 1.2 Perbandingan Nilai Kecepatan Masalah Penerjun Payung dengan Tiga sampai dengan Enam Angka Signifikan Kecepatan, cm/detik (angka signifikan) 3 4 5 0 0 0,0 1960 1960 1960,0 3200 3200 3200,4 3980 3985 4985,5 4470 4482 4482,3 4780 4796 4796,8 4980 4995 4995,8



Waktu detik 0 2 4 6 8 10 12



6 0,0 1960,00 3200,46 3985,54 4482,41 4796,88 4995,91



Dengan mengabaikan semua kesalahan pada contoh 1.6 jika dibandingkan dengan nilai kecepatan pada t = 12 detik maka kesalahan relatif fraksionalnya adalah (



)



(



)(



)



[



(



)



]



cm/dtk



= -5,20% Nilai galat dapat bernilai positif atau negatif apabila nilai mutlak tidak diperhatikan, nilai negatif menunjukkan nilai aproksimasi lebih tinggi daripada nilai acuan.



8



Panduan umum aturan pembulatan dalam melakukan kalkulasi manual: i. Pada saat melakukan pembulatan, digit yang signifikan disimpan dan yang tidak signifikan dibuang. Digit terakhir yang disimpan akan dibulatkan ke atas apabila digit pertama yang dibuang lebih dari 5. Untuk kasus lainnya, digit terakhir yang disimpan tetap dan tidak akan berubah. Apabila digit pertama yang dibuang adalah angka 5 atau 5 yang diikuti oleh 0 maka digit terakhir yang disimpan dinaikkkan menjadi 1 hanya jika ia ganjil. Perhatikan gambar berikut! Digit pertama yang disimpan



5 6170 431



Digit yang disimpan



Digit pertama yang diibuang



Digit yang dibuang



Gambar 1.1 Pembulatan ke dalam lima angka Signifikan ii.



Untuk operasi penjumlahan dan pengurangan, pembulatan sedemikian sehingga digit terakhir yang disimpan dalam jawaban, sesuai dengan digit terakhir disimpan yanng paling signifikan dalam bilangan-bilangan yang sedang ditambahkan atau dikurangkan. Penting mengingat bahwa satu digit dalam kolom ke 100 lebih signifikan dibanding satu digit pada kolom ke 1000. Contoh 1.7 (catatan: digit terakhir disimpan dicetak miring) 2, 2 – 1, 768 = 0,432 dibulatkan menjadi 0,4 4,68 . 10-7 + 8,3 . 10-4 – 228 . 10-6 = 0,00468. 10-4 + 8,3 . 10-4 – 2,28.10-4 = 6,02468.10-4 dibulatkan menjadi 6,0.10-4



iii.



Untuk perkalian dan pembagian, pembulatan sedemikian sehingga jumlah angka signifikan dari hasil setara dengan jumlah angka signifikan terkecil yang termuat dalam besaran dalam operasi tersebut. Contoh 1.8 (catatan: banyaknya angka signifikan pada hasil akhir mengacu pada besaran yang dicetak miring) 0,062 4,8 = 0,30816 dibulatkan menjadi 0,31



iv.



Penggabungan operasi aritmetika, meliputi dua kasus umum yaitu: (perkalian atau pembagian) ± (perkalian atau pembagian) (penambahan atau pengurangan) (penambahan atau pengurangan) Dalam kedua kasus, pengoperasian di dalam kurung didahulukan dan hasilnya dibulatkan sebelum diikuti oleh operasi berikutnya, dan tidak hanya membulatkan hasil akhir. Contoh 1.9 (catatan: banyaknya angka signifikan mengcau pada angka yang dicetak miring) [15,2 (2,8 10-4)] + [(8,456 10-4) ÷ 0,177] Pertama, lakukan perkalian dan pembagian di dalam tanda kurung: [4,256 10-3] + [4,78 10-3]



9



Kedua, sebelum menjumlahkan bulatkan besaran-besaran yang ada di dalam kurung [4,3 10-3] + [4,78 10-3] Ketiga, jumlahkan dan hasil akhirnya bulatkan mengacu pada angka yang dicetak miring. 9,08 10-3 dibulatkan menjadi 9,1 10-3 2. Galat Pemotongan Kesalahan yang dihasilkan dari penggunaan suatu aproksimasi (metode numerik) pengganti prosedur matematika (analitis) eksak disebut dengan galat pemotongan truncation error. Galat ini disebabkan oleh penggunaan aproksimasi sebagai pengganti formula eksak. Artinya ekspresi matematik yang kompleks diganti dengan bentuk yang lebih sederhana. Adapun metodenya bergantung pada metode komputasi yang digunakan, hal ini yang mengakibatkan galat ini disebut juga sebagai galat metode. Sebelum mempelajari lebih jauh mengenai galat pemotongan, diperlukan dasardasar pada perluasan deret Taylor. Materi prasyarat yang mendasari metode numerik adalah matematika dan dari sekian banyak teorema yang ada di dalamnya ada satu teorema yang menjadi kakas (tools) yang utama dan sangat penting, yaitu teorema Deret Taylor. Teorema Taylor: Jika fungsi f dan n+1 turunannya kontinu pada selang yang memuat a dan x maka nilai fungsi pada x diberikan oleh: f(xi+1)= f(xi) +



(



dengan sisa



)



( )



(



)



( )



(



)



( )



( )



didefinisikan sebagai:



(



)(



(



)



)



(



) dengan xi < ξ 0 maka terdapat akar sebanyak bilangan genap atau tidak ada sama sekali. Sementara pada gambar 2.2 (b) dan 2.2 (c) Contoh 2.1 Fungsi f(x) = sin 10x + cos 3x mempunyai beberapa akar sepanjang interval x = –5 sampai dengan x = 5. Dengan menggambarkan sketsa grafiknya bagaimanakah karakter dari grafik fungsi tersebut terkait dengan nilai akar-akarnya?



fungsi f(x) = sin 10x + cos 3x



Penyelesaian 2.1 Untuk fungsi f(x) = sin 10x + cos 3x pada interval [-5,5] sketsa grafiknya sebagai berikut ini:



-6



-4



-2



2,5 2 1,5 1 0,5 0 -0,5 0 -1 -1,5 -2 -2,5 nilai x



2



4



Gambar 2.3 Sketsa grafik fungsi f(x) = sin 10x + cos 3x dengan [-5,5] Interval dipersempit pada rentang x = 4,224 sampai dengan x = 4,264



20



6



0,004 0,002



0 4,225 -0,002



4,23



4,235



4,24



4,245



4,25



4,255



4,26



4,265



4,27



-0,004 -0,006 -0,008 -0,01 -0,012



Gambar 2.4 Sketsa grafik fungsi f(x) = sin 10x + cos 3x dengan [4,225; 4,264] b. Metode Bagi Dua Metode bagi dua yang dikenal juga dengan metode pemenggalan biner (bisection methods), pemaruhan selang atau metode Bolzano merupakan salah satu jenis metode pencarian inkremental (metode pencarian yang semakin bertambah) dengan selalu membagi dua selang interval. Jika suatu fungsi berubah tanda pada suatu selang, maka nilai fungsi dihitung pada titik tengah. Selanjutnya posisi nilai akar ditentukan pada titik tengah nilai fungsi yang berubah tanda. Langkah-langkah dalam menentukan nilai akar pada metode bagi dua: (i) Pilih a bawah dan b sebagai puncak taksiran untuk akar, sehingga perubahan fungsi mencakup seluruh interval. Hal ini diperiksa dengan memastikan f(xl).f(xu) < 0 (ii) Taksiran akar xr oleh xr = ½ (xl + xu) (iii) Buat evaluasi berikut untuk memastikan pada bagian interval mana akar berada a. Jika f(xl).f(xu) < 0 akar berada pada interval bagian bawah, maka xu = xr dan kembali pada langkah ke 2 b. Jika f(xl).f(xu) > 0 akan berada pada bagian interval atas maka xl = xr dan kembali pada langkah ke 2 c. Jika f(xl).f(xu) = 0 akar setara dengan xr dan komputasi dihentikan. Apabila digambarkan dalam bentuk bagan, alur dalam perhitungan dengan metode bagi dua adalah:



21



[xl, xu]



Bagi 2 di x = xr



[xl, xr]



[xr, xu]



f(xl)f(xr) menjadi iterasi ke-16.



|



r> |



|



( )



( ) |



. Seperti halnya pada kasus contoh 2.2 16,6096404744368 dibulatkan



c. Metode Posisi Salah atau Palsu Metode posisi palsu berawal dari kenyataa penggantian suatu kurva oleh garis lurus yang memberikan “posisi palsu” yang dalam bahasa latin dikenal dengan metode regula falsi dan disebut juga sebagai metode Interpolasi Linear. Merupakan metode alternatif perbaikan untuk metode bagi dua berdasarkan pengertian grafis. Kelemahan metode bagi dua dalam membagi interval [xl,xu] menjadi dua interval yang berukuran sama adalah tidak memperhitungkan nilai f(xl) dan f(xu). Misalnya saja, jika nilai f(xl) lebih dekat ke nol maka kemungkinan besar nilai hampiran akar akan mendekati xl daripada xu. Metode ini, menghubungkan koordinat titik (xl,f(xl)) dan (xu,f(xu)) menjadi sebuah garis lurus, sehingga akan diperoleh suatu titik potong dengan sumbu X yang menghasilkan taksiran nilai akar yang diperbaiki. Perhatikan Gambar 2.6. f(x ) B



f(xu)



A xl f(xl)



C xr



B xu



X



A



Gambar 2.6 Visualisasi Sketsa Grafik Metode Posisi Palsu Dengan menggunakan konsep kesebangunan segitiga berdasarkan gambar 2.6, maka diperoleh rumusan sebagai berikut: ∆AA’C ~ ∆BB’C dengan kata lain tetapi jika didekati dengan konsep gradien maka: Nilai gradien garis AB senilai dengan gradien garis BC sehingga ( ) ( ) ( )



24



Secara aljabar dapat dituliskan ke dalam bentuk (xu – xr)(f(xu) –f(xl)) = (xu – xl)(f(xu)) xu (f(xu) – xu (f(xl) – xr(f(xu) + xr (f(xl)) = xu (f(xu) – xl (f(xu)) xr (f(xu) – f(xl)) = xl (f(xu) – xu (f(xl)) xr (f(xu) – f(xl)) = xl (f(xu) – xu (f(xl)) + xu (f(xu)) – xu (f(xu)) xr (f(xu) – f(xl)) = xu (f(xu) – f(xl)) – {f(xu)( xu – xl)} A ( ( ) – ( )) – ( )( – ) jadi xr = ( ) ( ) disederhanakan xr = xu –



( (



)( )



– ) ( )



atau xr = xu –



C



B



( )( – ) ( ) ( )



...(2.8)



Contoh 2.3 Perhatikan kembali contoh soal 2.2, nilai dari hampiran solusinya akan dihitung kembali dengan metode posisi palsu. Dengan nilai a = 0 dan b = 1 serta f(x) = ex – 5x2 maka, Hasil perhitungan diperlihatkan pada tabel berikut (penentuan interval analog dengan metode bagi dua): c



b



f(a)



f(c)



f(b)



int. Lebar baru Int.



r



a



0



0,000000



0,304718427 1,000000



1,000000 0,891976 -2,281718 [c,b]



0,304718



1



0,304718



0,500129414 1,000000



0,891976 0,398287 -2,281718 [c,b]



0,195411



2



0,500129



0,574417393 1,000000



0,398287 0,126319 -2,281718 [c,b]



0,074288



3



0,574417



0,596742243 1,000000



0,126319 0,035686 -2,281718 [c,b]



0,022325



4



0,596742



0,602952046 1,000000



0,035686 0,009750 -2,281718 [c,b]



0,006210



5



0,602952



0,604641430 1,000000



0,009750 0,002639 -2,281718 [c,b]



0,001689



6



0,604641



0,605098236 1,000000



0,002639 0,000713 -2,281718 [c,b]



0,000457



7



0,605098



0,605221552 1,000000



0,000713 0,000192 -2,281718 [c,b]



0,000123



8



0,605222



0,605254827 1,000000



0,000192 0,000052 -2,281718 [c,b]



0,000033



9



0,605255



0,605263804 1,000000



0,000052 0,000014 -2,281718 [c,b]



0,000009



Sebagai perbandingan jika nilai akar hampiran disubtitusi pada fungsi awal yaitu f(x) = ex – 5x2 maka diperoleh untuk metode bagi dua dengan nilai c = 0,605263 nilai f(c) = 0,000017 dan untuk metode posisi palsu dengan nilai c = 0, 605254827 maka nilai f(c) = 0,000014. Secara grafis nilai hampiran akar suatu fungsi yang dicari dengan menggunakan metode posisi palsu terlihat pada gambar 2.7 berikut ini:



25



1,5 1



0,5 0 0,000 -0,5



c



0,200



0,400



0,600



0,800



Gambar 2.7 Visualisasi Metode Posisi palsu



-1



Sebagai perbandingan jika nilai akar hampiran disubtitusi pada fungsi awal yaitu f(x) = ex – 5x2 maka diperoleh untuk metode bagi dua nilai c = 0,605263 nilai f(c) = 0,000017 Nilai  = 8.10-6 dan t = | | a = |



|



= 1,156522041.10-3%



untuk metode posisi palsu nilai c = 0, 605254827 maka f(c) = 0,000014. Dan t = | = 21,05276% | a= |



|



=1,483.10-3%



SOAL-SOAL LATIHAN 1. Tentukan nilai akar-akar nyata dari persamaan f(x) = – 2,1 + 6,21x – 3,9x2 + 0,667x3 dengan menggunakan: a. Metode grafik b. Metode bagi dua untuk menempatkan akar terendah. Lakukan tebakan awal dengan a = 0,4 dan b = 0,6 dan iterasikan hingga |a| < s = 4% 2. Tentukan nilai akar-akar nyata dari persamaan f(x) = 9,36 – 21,963x + 16,2965x2 – 3,70377x3 dengan menggunakan: a. Metode grafik b. Metode posisi palsu dengan harga s sesuai dengan tiga angka signifikan untuk menentukan akar terendah. 3.



Tentukan nilai akar nyata dari fungsi f(x) = a. Secara analitis b. Secara grafis



26



(



)



dengan menggunakan:



c. Menggunakan tiga iterasi dari metode posisi palsu dengan tebakan awal 1,5 dan 2,0. Hitunglah kesalahan aproksimasi a dan kesalahan sebenarnya setelah setiap iterasi. 4. 5.



Carilah nilai akar dua dari 10 yang positif menggunakan metode posisi salah dalam s = 0,5%. Lakukan tebakan awal a = 3 dan b = 3,2. Carilah nilai akar Real positif terkecil dari fungai (x dalam radian) x2|sin x| = 4 dengan menggunakan metode posisi palsu. Untuk menempatkan dimana akar terletak, mula-mula gambarlah fungsi ini untuk harga x diantara 0 dan 4. Lakukan komputasi sehingga |a| < 1%. Periksalah jawaban anda dengan mensutitusikan nilai akar yang diperoleh ke dalam fungsi.



2.2. Metode Terbuka Materi sebelumnya yaitu metode pengurung, pencaraian nilai akar sejati berdasarkan pada pemberian interval yang menunjukkan batas bawah dan batas atas, sedemikian sehingga nilai akar sejati berada di antara keduanya. Proses iterasi secara berulang-ulang pada metode ini memberikan nilai yang sangat mendekati akar sejatinya sehingga metode ini dikatakan konvergen. Sementara itu, metode terbuka open methods tidak memberikan suatu batasan nilai yang mengurung nilai hampiran terhadap akar sejati. Sehingga dalam proses iterasinya mengacu pada suatu rumusan yang mengacu pada satu atau dua nilai yang diasunsikan sebagai terkaan nilai awal. Beberapa metode yang masuk pada kriteria metode terbuka yaitu: metode iterasi titik tetap, Newton-Raphson, Secant. a. Iterasi Satu Titik Sederhana Pada prinsipnya prosedur iterasi pada metode ini adalah: 1. Susunlah persamaan f(x) = 0 menjadi bentuk x = g(x) lalu susun iterasi xr+1 = g(xr) 2. terka sebuah nilai awal x0, dan hitung nilai x1, x2,x3,... Yang nilainya memudahkan konvergen ke akar sejati 3. Iterasi berhenti saat |xr+1 – xr| <  atau | | < s Sementara itu , nilai a dan s sudah ditetapkan sebelumnya. Jika tidak diketahui ingat kembali persamaan (1.7) Contoh 2.4 Gunakan iterasi satu-titik tetap untuk menemukan akar f(x) = e-x – x penyelesaian Langkah awal mengubah bentuk f(x) menjadi x = g(x) Sehingga diperoleh xr+1 = e – xr andaikan terkaan awal adalah xo = 0 sehingga diperoleh hasil seperti pada tabel disamping. Sementara itu prosedur iterasi atau xr = e – xr



27



iterasi r 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10



xr 0,000000 1,000000 0,367879 0,692201 0,500474 0,606244 0,545396 0,579612 0,560115 0,571143 0,564879



Nilai xr diperoleh dari subtitusi nilai r ke fungsi xr = e – xr Sehingga diperoleh hasil nilai akar-akar nyata pada iterasi ke-10 dengan nilai: xr = 0,564879 dan nilai galat relatif aproksimasi adalah : a = |



|



= 1,109%



Contoh 2.5 Carilah akar persamaan f(x) = x2 – 2x – 3 dengan metode iterasi titik tetap. Gunakan a = 10-6 Penyelesaian Dari fungsi yang diberikan, terdapat beberapa kemungkinan prosedur iterasi yaitu: a.



Untuk pembentukan x = √ Dari bentuk x = √



maka diperoleh hasil iterasi sebagai berikut, dengan



tebakan awal x0 = 4 iterasi r 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14



b.



xr 4,000000 3,316625 3,103748 3,034385 3,011440 3,003811 3,001270 3,000423 3,000141 3,000047 3,000016 3,000005 3,000002 3,000001 3,000000



|x r+1 - x r|



Nilai xr diperoleh dengan subtitusi



0,683375 0,212877 0,069362 0,022945 0,007629 0,002541 0,000847 0,000282 0,000094 0,000031 0,000010 0,000003 0,000001 0,000000



nilai x sebelumnya ke √ pada iterasi ke-14 diperoleh nilai x = 3 dengan a = 0



Solusi yang dihasilkan pada kasus ini tergolong pada jenis konvergen monoton. Untuk pembentukan x = ( ) Dengan menggunakan iterasi x = iterasi r 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14



xr 4,000000 1,500000 -6,000000 -0,375000 -1,263158 -0,919355 -1,027624 -0,990876 -1,003051 -0,998984 -1,000339 -0,999887 -1,000038 -0,999987 -1,000004



(



)



|x r+1 - x r| 2,500000 7,500000 5,625000 0,888158 0,343803 0,108269 0,036748 0,012175 0,004066 0,001355 0,000452 0,000151 0,000050 0,000017



28



dan tebakan awal x0 = 4 Nilai xr diperoleh dengan subtitusi nilai x sebelumnya ke (



)



Pada iterasi ke-14 diperoleh nilai akar nyata:



x= – 1 dengan galat a = 0,000017 Solusi yang dihasilkan pada kasus ini tergolong pada jenis konvergen osilasi.



c.



Untuk pembentukan x = ½ (x2 – 3 Dengan menggunakan iterasi x = ½ (x2 – 3) dan tebakan awal x0 = 4. hasilnya: iterasi r xr |x r+1 - x r| 0 4,000000 1 6,500000 2,500000 2 19,625000 13,125000 3 191,070313 171,445313 4 18.252,432159 18.061,361847



Proses iterasi menunjukkan kedirvegenan, sehingga bentuk aljabar tersebut tidak dapat memberikan solusi/akar sejati bagi fungsi f(x) = x2 – 2x – 3 Dari ketiga bentuk aljabar tersebut, terlihat bahwa ada tiga jenis iterasi yang dapat dihasilkan dari proses komputasi. Teorema pendukungnya adalah:  Jika 0 < g’(x) < 1 untuk setiap x  I, maka iterasi konvergen monoton  Jika -1 < g’(x) < 0 untuk setiap x  I, maka iterasi konvergen osilasi  Jika g’(x) > 1 untuk setiap x  I, maka iterasi divergen monoton Jika g’(x) < -1 untuk setiap x  I, maka iterasi divergen berosilasi Dari contoh yang sudah dipaparkan sebelumnya, teorema tersebut dapat diterapkan sebagai berikut: Terdapat beberapa kemungkinan prosedur iterasi yaitu:  Untuk pembentukan g(x) = √( ) , g’(x) = pada titik tetap √







s = 3 dan terkaan awal xo = 4 maka nilai dari |g’(4)| = 0,1508 < 1 Untuk pembentukan g(x) = “diserahkan kepada pembaca”







Untuk pembentukan g(x) = ½ (x2 – 3) “diserahkan kepada pembaca”



(



)



b. Metode Newton-Rhapson Prinsip dasar penggunaan metode Newton-Raphson mengacu pada deret Taylor yang melibatkan fungsi turunan. Metode ini termasuk yang paling sering digunakan, karena konvergensi yang diberikan pada proses komputasi berangsung lebi h cepat. Adapun penuruan prosedur iterasi dapat menggunakan dua cara yaitu: secara geometri dan dengan bantuan deret Taylor. 1. Penurunan prosedur iterasi secara grafis. y = g(x)



Garis singgung kurva y di titik berabsis xr



xr+1 xr Gambar 3.1 Tafsiran Geometri



29



Dari gambar 3.1 terlihat bahwa gradien garis singgung kurva di titik (xr, f(xr)) adalah: ( ) ( ) ( )



( ) ( ) ( )



Sehingga diperoleh prosedur iterasi



...(2.9)



2.



Penurunan prosedur iterasi dengan bantuan deret Taylor Menggunakan deret Taylor orde satu maka bentuk umum fungsi yang dapat dibentuk adalah: f(xr+1)  f(xr) + (xr+1 – xr).f’(xr) + ( ) dengan, xr < t < xr+1 apabila deret tersebut dipotong sampai dengan orde kesatu maka akan diperoleh: f(xr+1) = f(xr) + (xr+1 – xr).f’(xr) untuk mencari akar-akar maka diasumsikan f(xr+1) = 0 ( ) sehingga ... (2.10) ( ) dengan catatan f’(xr) ≠ 0. Proses komputasi pada iterasinya berhenti pada kondisi |xr+1 – xr| 0, maka a ← xr; sebaliknya b ← xr kembali langkah 1 function [x,err,xx] = bisct (f,a,b,TolX,MaxIter) %bisct.m untuk menyelesaikan f(x) = 0 menggunakan metode bisection. %masukan : f = fungsi yang diberikan sebagai suatu string ‘f’ jika %didefinisikan dalam suatu M-file %a/b = titik kiri.kanan dari interval solusi %TolX = error batas-batas t|x(r) – xo| %MaxIter = iterasi maksimum %keluaran: x = titik yang dicapai algoritma %err = (b – a)/2 (setengah lebar interval terakhir) %xx = sejarah x TolFun=eps; fa = feval (f,a) ; fb = fevel (f,b); if fa*fb > 0, error (‘anda harus memiliki f(a)f(b) < 0!’);end for r = 1: MaxIter xx(r) = (a+b)/2; fx = feval (f,xx(r));err = (b-a)/2; if abs (fx) < TolFun |abs(err) 0, a = xx(r); fa = fx; else b = xx (r); end end x = xx(r); if r = MaxIter,fprintf(‘Yang terbaik dalam %d iterasi\n’,MaxIter), end



36



Contoh 2.10 Perhatikan masalah dalam menyelesaikan persamaan fungsi nonlinier f = tan (π – x) – x = 0 >> f=@(x)tan(pi-x)-x; >> [x,err,xx]=fzero(f,[1.6 3],options) Func-count 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11



x



f(x) 3 -2.85745 2.88728 -2.62734 2.24364 -0.988767 1.92182 0.80901 2.06664 -0.217936 2.03591 -0.0432035 2.02869 0.00039273 2.02876 -4.74782e-006 2.02876 -5.17357e-010 2.02876 0



Procedure initial interpolation bisection bisection interpolation interpolation interpolation interpolation interpolation interpolation



Zero found in the interval [1.6, 3] x = 2.0288 err = 0 xx = 1



 Metode Posisi Salah / Palsu Seperti halnya pada metode bagi dua, metode posisi palsu pun mempercayai suatu interval [a,b] yang memuat f(x) = 0. Untuk metode ini dimabil |x – a| dan |b – x| sebagai ukuran error. Prosedur untuk mencari solusi f(x) = 0 dalam fungsi MATLAB falsp(). function [x,err,xx] = falsp(f,a,b,TolX,MaxIter) %falsp.m untuk menyelesaikan f(x) = 0 menggunakan metode posisi salah %masukan : f = fungsi yang diberikan sebagai suatu string ‘f’ %jika didefinisikan dalam suatu M-file %a/b = titik kiri.kanan dari interval solusi %TolX = error batas-batas (max(|x(r) – a|,|b-x(r)|)) %MaxIter = iterasi maksimum %keluaran: x = titik yang dicapai algoritma %err = max(|x(last)-a|,|b-x(last)|) %xx = sejarah of x TolFun=eps; fa = feval (f,a) ; fb = fevel (f,b); if fa*fb > 0, error (‘anda harus memiliki fa)f(b) < 0!’);end for r = 1: MaxIter xx(r) = (a*fb-b*fa)/(fb-fa); fx = feval (f,xx(r); if abs (fx) < TolFun |abs(err) 0, a = xx(r); fa = fx; else b = xx (r);fb=fx; end end x = xx(r); if r == MaxIter,fprintf(‘Yang terbaik dalam %d iterasi\n’,MaxIter), end



37



BAB 3 SISTEM PERSAMAAN ALJABAR LINEAR



Secara umum pada bab sebelumnya, kita dihadapkan pada sebuah permasalahan untuk menemukan solusi terhadap sebuah fungsi tunggal f(x) = 0. Sedangkan, sistem persamaan aljabar linear merupakan beberapa fungsi linear yang memiliki solusi bersama.Solusi sistem persamaan linear, merupakan himpunan titik-titik yang memberikan nilai akar-akar secara simultan terhadap seluruh persamaan linear yang ada di dalam sistem. Definisi umum sistem persamaan aljabar linear a11x1 + a12x2 + ... + a1nxn = c1 a21x1 + a22x2 + ... + a2nxn = c2 



















an1x1 + an2x2 + ... + annxn = cn Dengan: n: banyaknya persamaan, a: koefisien variabel x, dan c : konstanta Prasayarat:  Jenis-jenis matriks (baris, kolom, persegi: simetri/setangkup, diagonal, segitiga atas, segitiga bawah, pita) 1. Matriks Baris Matriks baris merupakan matriks yang memiliki 1 baris dan j kolom B1 x j = b11 b12 b13... b1 j











Contoh 3.1 B 1 x 4 = (2 4 5 7) 2. Matriks Kolom Matriks kolom merupakan matriks yang hanya memiliki 1 kolom , dan i baris.  c11    Ci x1 =  c 21  c   31    c   i1 



 12  Contoh 3.2: C 3x1 =   9   0   



3. Matriks Nol Matriks nol merupakan matriks yang semua elemennya bernilai nol, misalkan: O2 x 3 =  0 0 0     0 0 0



4. Matriks Datar Matriks datar merupakan matriks persegi panjang yang memiliki jumlah kolom lebih banyak dari jumlah barisnya sehingga i < j . Misalkan:  j11 



J3 x 4 =  j 21   j31



j12



j13



j 22



j 23



j32



j33



j14   j 24   j34 



38



5. Matriks Tegak Matriks tegak merupakan matriks persegi panjang yang memiliki jumlah baris lebih banyak dari jumlah kolomnya sehingga i > j.  k11  Misalkan K4 x 2 =  k 21 k  31 k  41



k12   k 22  k 32   k 42 



6. Matriks Persegi Matriks persegi merupakan matriks yang memiliki Jumlah baris sama dengan jumlah kolom Di x i atau Dj x j misalkan:  d11 d12 13   21 18   Contoh 3.3 D D3 x 3 =  d 2x2=    21 d 22 d 23   d



d  31



d 32



  8  9



d 33 



7. Matriks Segitiga Bawah Matriks segitiga bawah merupakan matriks persegi yang elemen-elemen pada sebelah kanan atas diagonal utama bernilai nol. Misalkan : 0   e11 0   E3 x 3 =  e21 e22 0  e   31 e32 e33  8. Matriks Segitiga Atas Matriks segitiga atas merupakan matriks persegi yang elemen-elemen pada sebelah kiri bawah diagonal utama bernilai nol. Misalkan : e



e



e 



0 



0



e33 



13 11 12 E3 x 3 =  0 e e   22 23 



9. Matriks Diagonal Matriks diagonal merupakan matriks persegi yang Elemen-elemennya bernilai nol, kecuali pada diagonal utamanya. Misalkan : e



0



0 



0 



0



e33 



11 E3 x 3 =  0 e 0    22



10. Matriks Identitas (Satuan) Matriks identitas merupakan matriks persegi yang memiliki Elemen-elemen bernilai 0, tetapi elemen pada diagonal utamanya bernilai 1. Misalkan : 1



0 0



I2 x 2 =  1 0  atau I3 x 3 =  0 1 0      0 1



0 0 1   



11. Matriks Skalar Matriks skalar merupakan matriks Identitas yang dikalikan dengan suatu bilangan konstan k (k  R), Misalkan :



39



k 0 H2 x 2 =   atau H3 x 3 = 0 k 



k 0 0   0 k 0 0 0 k   



12. Matriks Simetris (Setangkup) Matriks persegi yang diatur sebagai berikut: q



q



q 



q  31



q32



q33 



13 11 12  dan nilai dari elemennya: Q3 x 3 =  q  21 q 22 q 23 



q12 = q21, q13 = q31, dan q23 = q32 13. Matriks Pita Matriks ini merupakan matriks persegi yang mempunyai elemen-elemen yang sama dengan nol, kecuali pita (band) yang dipusatkan pada diagonal utama [A] = [



]



 Operasi pada matriks dan sifatnya Penjumlahan: komutatif dan asosiatif Perkalian : asosiatif (jika ordonya sesuai), distributif  Transpose dan trace (penjumlahan elemen-elemen pada diagonal utama tr) 3.1 Eliminasi Gauss a. Penyelesaian Sistem Persamaan Sederhana Dalam menyelesaikan persamaan sederhana a11x1 + a12x2 = c1 a21x1 + a22x2 = c2 dapat digunakan cara :  Grafis Dengan sketsa grafik x2 = ( ) x2 =



(



)



Koefisien x1 menunjukkan slope/kemiringan garis dan c menunjukkan perpotongan terhadap sumbu Y  Determinan dan Aturan Cramer a11x1 + a12x2 = c1 a21x1 + a22x2 = c2 Dimana nilai variabel dapat dihitung dari koefisien dan konstanta dengan aturan :



40



|



x1 =



|



|



|



|



dan x2 =



|



| |



Untuk ordo yang lebih besar tinggal menambahkan jumlah baris dan kolomnya  Eliminasi bilangan tertentu a11x1 + a12x2 = c1 a21x1 + a22x2 = c2 Prinsipnya hampir sama dengan metode Cramer hanya saja dalam memperoleh x1 dan x2 tidak langsung menggunakan determinan tetapi mengalikan persamaan 1 dengan koefisien x pada persamaan 2 dan sebaliknya. b. Eliminasi Gauss Naif Prinsip dasar pada proses eliminasi terdiri dari 3 operasi baris elementer: 1. Pertukaran : menukarkan persamaan satu dengan persamaan lain 2. Penskalaan : mengalikan suatu persamaan dengan bilangan skalar tertentu 3. Penggantian: mengganti suatu persamaan dengan menjumlahkan persamaan tersebut dengan persamaan lain yang sudah diskalakan. Secara sederhana metode ini mengubah bentuk matriks yang berisi koefisien variabel x ke dalam jenis matriks segitiga atas. |



|



[ ] [ ] Disebut eliminasi Gauss Naif karena tidak ada antisipasi terhadap situasi pembagian dengan nol. Contoh 3.4 Dengan menggunakan eliminasi Gauss Naif, maka solusi dari sistem persamaan linear berikut ini: { langkah awal menyajikan sistem persamaan ke dalam bentuk matriks: (



)( )



(



|



(



)



ditransformasikan



)



Selanjutnya proses eliminasi maju (



|



)



(



|



41



)



ke



dalam



matriks



(



| |



( ) ) ⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗



|



( | | (



|



⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗



| )



|



)



(



) |



⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗



|



|



( ) ( ) Dari matriks yang terkahir pada baris ke-3 diperoleh persamaan sehingga nilai z = 2 Dengan teknik subtitusi mundur maka: ( ) dan nilai z = 2 maka Dengan demikian nilai y = 1 dan nilai y = 1, z = 2 maka sehingga (x,y,z) = (2,1,2)



( )



jadi



( )



artinya



c. Jebakan Metode Eliminasi Pada metode eliminasi Gauss-Naif terdapat beberapa hal yang menjadi kelemahan atau dapat dikatakan menjebak, yaitu:  Pembagian dengan nol Kasus ini terjadi pada kondisi yang melibatkan persamaan dengan koefisien nol pada variabel pertama seperti: {  Kesalahan pembulatan  Sistem kondisi timpang (Dur-Kondisi) Sistem kondisi timpang merupakan lawan dari sistem berkondisi baik dengan kata lain suatu keadaan dalam sistem yang menunjukkan perubahan yang sangat kecil pada koefisien mengakibatkan perubahan besar pada hasil. Bandingkan kedua sistem persamaan



42



Sistem persamaan x1 + 2x2 = 10 1,1x1 + 2x2= 10,4



Sistem persamaan x1 + 2x2 = 10 1,05x1 + 2x2= 10,4



d. Teknik Memperbaiki Solusi Terdapat beberapa teknik untuk memperbaiki kekurangan dalam metode ini, yaitu dengan cara:  Menggunakan angka signifikan yang lebih banyak  Pemutaran (pivoting)  Penskalaan  Koreksi kesalahan 3.2 Gauss-Jordan, Matriks Inversi dan Gauss Seidel a. Metode Gauss-Jordan Variasi lain dari eliminasi Gauss adalah Eliminasi Gauss-Jordan yang secara sederhana dapat diartikan: Secara sederhana metode ini mengubah bentuk matriks yang berisi koefisien variabel x ke dalam jenis matriks segitiga atas. |



|



[ ] [ ] Contoh 3.5 Dengan menggunakan eliminasi Gauss Jordan, maka solusi dari sistem persamaan linear berikut ini: { langkah awal menyajikan sistem persamaan ke dalam bentuk matriks: (



)( )



(



)



ditransformasikan ke dalam matriks (



)



|



Selanjutnya proses eliminasi (



|



)



(



|



( ) ) ⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗



(



|



)



| | (



)



43



⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗



| |



| |



(



) |



(



) ⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗



⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗



| |



| ( (



(



) | )



⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗ ( )



⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗



(



(



| )



) | )



(x,y,z) = (2,1,2) b. Matriks Inversi Pada sebuah matriks persegi [A] terdapat matriks lainnya [A]–1 yang disebut matriks inversi sedemikian sehingga [A] [A]–1 adalah matriks identitas dengan ordo yang bersesuaian. Contoh 3.6 Menentukan matriks inversi



dengan eliminasi Gauss Jordan



seperti terlihat pada langkah berikut:



Jadi matriks inversi setelah direduksi



44



c. Metode Dekoposisi LU dan Gauss-Seidel Secara umum kedua metode dapat dibedakan dalam hal: • Dekomposisi LU memfaktorkan matriks koefisien menjadi L : matriks segitiga bawah dan U: matriks segitiga atas • Pada metode Eliminasi Gauss Seidel terdapat prosedur iterasi Dekomposisi LU 1. Dekomposisi LU dibagi ke dalam dua cara yaitu dengan dekomposisi Gauss dan dekomposisi Crout 2. Alur pada dekomposisi LU adalah: [A]{X} = [C] ... (1) [A]{X} – [C] = 0 ... (2) Andaikan persamaan 1 Dapat diubah menjadi : (



){ }



{



}



Serupa dengan [U]{X} = [D] Atau [U]{X} – [D] = 0 ...(3) Jika matriks A dapat diubah menjadi (



)=L



Ingat kembali: [A]{X} = [C] ... (1) [A]{X} – [C] = 0 ... (2) [U]{X} – [D] = 0 ...(3) Jika persamaan (3) dikalikan dengan [L] dan hasilnya merupakan persamaan (2) “sifat” maka: [L]{[U]{X} – [D]} = [A]{X} – [C] Sehingga jika persamaan tersebut berlaku akan diperoleh: [L][U] = [A] dan [L][D] = [C] Ingat kembali: [A]{X} = [C] ... (1) [A]{X} – [C] = 0 ... (2) [U]{X} – [D] = 0 ...(3) Jika persamaan (3) dikalikan dengan [L] dan hasilnya merupakan persamaan (2) “sifat” maka: [L]{[U]{X} – [D]} = [A]{X} – [C] Sehingga jika persamaan tersebut berlaku akan diperoleh: [L][U] = [A] dan [L][D] = [C]



45



Algoritmanya



Pada sistem persamaan (



){ }



{ } [A] akan dieliminasi menjadi



matriks segitiga atas dan faktor-faktor pengalinya menjadi elemen pada matriks segitiga bawah ( dengan



)



, dan



Contoh 3.7 menyelesaikan SPL dengan menggunakan dekomposisi LU Jika diketahui: (



){ } [A]



(



)



{X} = [C]



Penyelesaian: Matriks A akan dieliminasi menjadi matriks segitiga atas : (



) sehingga diperoleh :(



)



Ingat kembali: [A] = ( (



|



) eliminasi b2 – 2b1 dan b3 – 4b1 ) Eliminasi b3 + 7b2(



|



Sehingga f21 = 2, f31 = 4 dan f32 = -7 maka: [L] = (



)



Ingat kembali: [A] = [L] [U]



46



|



)



(



)=(



)(



)



Sehingga [L][D] = [C] dan [U]{X} = [D] (



){ }



(



)



Maka x3 = -225/-75 = 3 dan x2 – 10x3 = -30 akibatnya x2 = 0 dan x1 + 2x2 + 3x3 = 11 akibatnya x1 = 2 (x1,x2,x3) =(2,0,3) Eliminasi Gauss Seidel • Penyelesaian Sistem persamaan linear simultan dengan menggunakan metode Gauss-Seidel merupakan metode iterasi. Hal ini yang membedakan dengan metode Eliminasi Gauss dan Dekomposisi LU. • Prosedur umum:  Menyelesaikan variabel yang tidak diketahui, secara aljabar .  Asumsikan nilai awal untuk masing-masing variabel  Selesaikan masing-masing variabel dan ulangi  Iterasi berhenti setelah nilai kesalahan realtif kurang dari toleransi yang ditetapkan. Metode Gauss-Seidel n persamaan dan n bilangan tak diketahui: a11x1 + a12x2 + a13x3 + ... + a1n xn = c1 ...(1) a21x1 + a22x2 + a23x3 + ... + a2n xn = c2 ... (2) a31x1 + a32x2 + a33x3 + ... + a3n xn = c3 ... (3)       an1x1 + an2x2 + an3x3 + ... + ann xn = cn ... (n) Tuliskan kembali persamaan ke dalam bentuk: x1 =



didapat dari (1)



x2 =



didapat dari (2)



x3 =



didapat dari (3)















xn-1 = xn = Bentuk umum persamaan: ∑







47











Iterasi dihentikan pada saat nilai kesalahan (galat) hampiran kurang dari nilai toleransi yang diberikan. Ingat | | Jika tidak diberikan batasan nilai toleransi, dapat dihitung dengan nilai galat yang relatif mendekati nol. Contoh 3.8 menyelesaikan sistem persamaan linear simultan menggunakan metode Eliminasi Gauss-Seidel (



){ }



(



dengan menggunakan dengan )



Asumsikan nilai x1 = x2 = x3 = 1 maka x1 = 11 – 2x2 – 3x3 x2 = dan x3 = Dengan mensubtitusikan nilai awal x1 = x2 = x3 = 1 maka x1 = 11 – 2x2 – 3x3 = 11 – 2 – 3 = 6 x2 = = -6/5 = -1,2 x3 =



= 24/7 = 3,43



Untuk iterasi berikutnya menggunakan nilai x2 = -1,2 dan x3 = 3,43 Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:



Secara lengkap disajikan dalam tabel berikut ini:



48



3.3 Sistem Persamaan Tak Linear (Tambahan) Solusi sistem persamaan tak linear, merupakan himpunan titik-titik yang memberikan nilai akar-akar secara simultan terhadap seluruh persamaan tak linear yang ada di dalam sistem. a. Metode Iterasi Titik Tetap Contoh 3.9 Metode Iterasi Titik Tetap Gunakan metode iterasi satu titik tetap (one point iteration) untuk menentukan akarakar sistem persamaan: u(x,y) = x2+ xy – 10 = 0 v(x,y) = y + 3xy2 – 57 = 0 Dengan terkaan awal x = 1,5 dan y = 3,5 • Pengubahan ke bentuk 1 xr+1 =



dan yr+1 = 57 – 3x



• Pengubahan ke bentuk 2 xr+1 = √



dan yr+1 = √



49



b. Metode Newton-Rhapson Pada prinsipnya terdapat beberapa hal terkait dengan metode ini, yaitu: • Ingat kembali bahwa pada metode ini iterasi di wakili oleh xr+1 = xr – •



( ) ( )







Metode ini didasarkan pada penggunaan turunan (kemiringan) suatu fungsi untuk menaksir perpotongannya dengan sumbu Peubah bebasnya yakni akar (Sumbu X) yang mengacu pada deret Taylor. Untuk sistem persamaan dengan bentuk u(x) dan v(x) maka akan diturunkan prosedur iterasinya. Untuk ur+1 = ur + (xr+1 – xr) + (yr+1 – yr)







Untuk vr+1 = vr + (xr+1 – xr)







Sehingga dihasilkan iterasi dengan rumus:







xr+1 = xr – •



+ (yr+1 – yr)



dan yr+1 = yr +



Penyebut dari masing-masing pernyataan disebut sebagai determinan Jacobi sistem persamaan yaitu



Contoh 3.10 Gunakan metode Newton-Raphson untuk menentukan akar-akar sistem persamaan: u(x,y) = x2+ xy – 10 = 0 v(x,y) = y + 3xy2 – 57 = 0 Dengan terkaan awal x = 1,5 dan y = 3,5 Penyelesaian Akan dihitung integral parsial dari masing-masing fungsi: = 2x + y = 2(1,5) + (3,5) = 6,5 = x = 1,5



50



= 3y2 = 3(3,5)2 = 36,75 = 1 + 6xy = 1 + 6 (1,5)(3,5) = 32,5 Nilai determinan Jacobi . – . = 6,5 (32,5) – 1,5 (36,75) = 156,125 Nilai fungsi dapat dihitung pada tebakan awal sebagai: u0 = (1,5)2+ (1,5)(3,5) – 10 = –2,5 v0 = (3,5) + 3(1,5)(3,5)2 – 57 = 1,625 Nilai tersebut subtitusikan ke prosedur iterasi • Sehinga diperoleh: x1 = 1,5 – x2 = 3,5 +



(



)



(



( )



) (



= 2,0363 )



= 2,84388



Jadi nilai-nilai perhitungan menunjukkan akar-akar yaitu nilai x yang konvergen ke 2 dan nilai y yang konvergen ke 3. perhitungan dapat diulang sampai tingkat ketelitian tertentu. Soal-soal Latihan



Soal no 2 kerjakan dengan semua metode yang telah dibahas pada bab ini.



51



BAB 4 METODE PENCOCOKAN KURVA



Pada prinsipnya metode pencocokan kurva merupakan teknik dalam menyusun suatu fungsi berdasarkan pada data-data yang diketahui. Terdapat dua teknik yaitu dengan regresi (linear dan polinom) serta interpolasi. 4.1 Regresi Kuadrat Terkecil Data-data yang diperoleh dari hasil pengukuran (seperti: data eksperimen) termasuk ke dalam kategori data yang berketelitian rendah. Pencocokan kurva yang membuat fungsi menghampiri/mengaproksimasi titik-titik data tersebut adalah regresi. Karena, kurva fungsi hampiran tidak perlu melewati semua titik-titik data melainkan cukup dekat dengan data-data tersebut sehingga tidak perlu menggunakan polinom berderajat tinggi. Contoh 4.1 Diberikan data mengenai Indeks Pembangunan Manusia Indonesia (BPS 2009 – 2013) di Provinsi Jawa Barat sebagai berikut ini: No Tahun IPM 1 2009 71,64 2 2010 72,29 3 2011 72,73 4 2012 73,11 5 2013 73,58 Interpolasi y = p3(x)



Regresi



74



74



73,5



73,5



73



73



72,5



72,5



72



72



71,5 2008



2010



2012



y = 0,47x - 872,5



71,5 2008



2014



2010



2012



74 73,5 73 72,5 72 71,5 2008



2009



2010



2011



52



2012



2013



2014



2014



Dari kedua grafik memperlihatkan bahwa garis lurus memberikan hampiran yang bagus, tetapi belum tentu yang terbaik. Hal ini bergantung pada galat hampiran yang diukur. Beberapa hal penting yang mendasari metode regresi kuadrat terkecil yaitu fungsi mengandung sesedikit mungkin parameter bebas dan deviasi titik dengan fungsi dibuat minimum. Adapun manfaat metode pencocokan kurva untuk data hasil pengukuran adalah untuk mengembangkan formula empirik untuk sistem yang diteliti bagi ahli sains/rekayasa. Menentukan kurva kecenderungan ekonomi untuk keperluan peramalan di masa yang akan datang bagi para ahli ekonomi. a. Regresi Linear Apabila diberikan nilai (xi, yi) merupakan data hasil pengukuran, maka titik-titik tersebut akan dihampiri dengan sebuah garis lurus sedemikian sehingga galatnya sekecil mungkin dengan titik-titik data tadi.



Gambar 4.1 Visualisasi Regresi Linear Pernyataan matematika untuk garis lurus yang dimaksud adalah y = a0 + a1x + E ...(4.1) dengan: a0 dan a1 merupakan koefisien yang masing-masing menyatakan perpotongan dan kemiringan, sedangkan E adalah kesalahan selisih (residual) antara model dari pengamatan. Sehingga: E = y – a0 – a1x ...(4.2) Artinya kesalahan atau selisih (residual) yang dimaksud merupakan perbedaan harga sebenaranya y dengan harga aproksimasi yang diaproksimasi oleh persamaan linear a0 + a1 x Teknik pencocokan kurva dengan regresi linear, memerlukan suatu kriteria kecocokan terbaik melalui data dengan meminimalkan jumlah kesalahan residual, yaitu: ∑



)



∑(



53



(



)



Perlu diingat bahwa sembarang garis lurus yang melalui titik tengah dari garis penghubung itu (kecuali garis vertikal sempurna) akan meminimalkan harga persamaan (4.3) menjadi nol. Sedangkan kriteria lainnya adalah dengan meminimalkan jumlah harga absolut/mutlak dari perbedaan tersebut, seperti: ∑| |



|



∑|



(



)



Kondisi yang dimaksud akan diperlihatkan pada sketsa grafik berikut.



Titik tengah



Gambar (4.1a)



Gambar (4.1b)



Terletak terluar



Gambar (4.1c) Gambar 4.1 menunjukkan beberapa contoh kriteria pencocokaan terbaik yang kurang baik untuk regresi (4.1a) meminimalkan jumlah residual, (4.1b) meminimalkan jumlah harga absolut residual (4.1c) memaksimalkan kesalahan maksimal sembarang titik. Untuk keempat titik yang ada pada gambar, maka garis lurus yang diberi tanda panah akan memuat sembarang garis yang memminimalkan harga absolut dari



54



jumlah tersebut. Kriteria ini tidak memenuhi suatu pencocokan kurva terbaik yang unik. Strategi ketiga adalah strategi minimaks yaitu garis yang dipilih akan meminimalkan jarak yang maksimal sehingga masing-masing titik akan terletak pada garis itu (gambar 4.1c) strategi ini tidak cocok untuk regresi karena berakibat pada tidak terlewatinya titik terluar yang merupakan titik tunggal dengan kesalahan terbesar. Untuk mengatasi kelemahan tersebut dengan meminimalkan jumlah kudrat residual yakni Sr ∑



)



∑(



(



)



Untuk menentukan harga a0 dan a1 dapat ditentukan dengan diferensiasi terhadap masing-masing koefisien, sehingga: )



∑(







(



)



Dengan: i = 1 sampai n. Apabila hasil diferensiasi tersebut bernilai nol maka akan menghasilkan suatu harga Sr minimal, yakni: )



∑(







(



(



)



)



Karena ∑ Maka ∑ ∑















(



)



Keduanya dinamakan persamaan normal dan dapat diselesaikan secara simultan dengan metode Cramer Ingat Bab 3 ∑ ∑ ∑ ( ) ∑ (∑ ) Apabila persamaan (4.8) disubtitusikan ke persamaan (4.6) maka akan diperoleh: ̅ ̅ ( ) Dimana: ̅ = nilai rata-rata dari y dan ̅ = nilai rata-rata dari x Contoh 4.1 Regresi Linear Cocokkan sebuah garis lurus terhadap harga x dan y pada data-data berikut: xi 1 2 3 4 5 6 yi 0,5 2,5 2,0 4,0 3,5 6,0 Penyelesaian 4.1 xi yi (yi – ̅ )2 1 0,50 8,576531 2 2,50 0,862245



(yi – ao – a1xi)2 0,1687 0,5625



55



dengan : ( (



) )



( ) ( )



7 5,5



3 4 5 6 7 ∑



2,00 4,00 3,50 6,00 5,50 28 3,43



2,040816 0,326531 0,005102 6,612245 4,290816 22,71429



0,3473 dan 0,3265 3,428571429 – 0, 839285714 0,5896 0,07142857 0,7972 Jadi persamaan kuadrat terkecilnya: 0,1993 2,991071 y = 0,07142857 + 0, 839285714x



Kuantifikasi Kesalahan Regresi Linear Ingat kembali persamaan 4.5 dan lihat contoh 4.1, sembarang garis selain yang dihitung pada contoh tersebut akan memberikan jumlah kudrat residual yang lebih besar. Dengan kata lain garis yang diperoleh tersebut adalah unik atau garis “terbaik” melalui titik-titik. Jika kita mengamati kembali persamaan 4.5 residual menyatakan kuadrat perbedaan antara data terhadap suatu nilai taksiran tunggal dari ukuran tendensi pusat--rata-rata. Dengan kata lain dapat diartikan sebagai kuadrat jarak vertikal antara data denan ukuran tendensi pusat lainnya-garis lurus. Analogi tersebut dapat diperluas untuk kasus yang 1) penyebaran titik-titik di sekitar garis sama besarnya di sepanjang seluruh bentangan data, 2) distribusi titiktitik ini terhadap garis adalah normal. Apabila kriteria ini ditemukan maka regresi kuadrat terkecil akan memberikan taksiran a0 dan a1 terbaik atau paling menyerupai (Draper dan Smith dalam Chapra) secara statistik dinamakan prinsip menyerupai paling maksimum maximum likelihood principle. Apabila kriteria ini dipenuhi maka suatu deviasi standar pada garis regresi tersebut dapat ditentukan dengan: ⁄







(



)



Dengan: ⁄ : kesalahan standar taksiran untuk harga y yang diprediksikan dan bersesuaian dengan suatu harga x tertentu yang mengkuantifikasikan penyebaran data di sekitar garis regresi. Berbeda halnya dengan Sy yang mengkuantifikasikan penyebaran di sekitar rata-rata. Pembagian oleh n – 2 menunjukkan bahwa dua data taksiran telah dipakai dalam hal ini a0 dan a1 akibatnya kita kehilangan dua derajat kebebasan. Dengan kata lain tidak terdapat semacam penyebaran data sekitar garis lurus yang menghubungkan 2 titik. Sehingga untuk kasus n – 2 persamaan 4.10 mengandung suatu hasil yang tidak ada arti dari tak hingga. Data dependen dalam hal ini y dapat menghasilkan suatu nilai jumlah kuadrat di sekitar rata-rata yang kita sebut jumlah total kuadrat St yaitu jumlah penyebaran data dependen yang terjadi sebelum regresi. Sedangkan Sr merupakan jumlah penyebaran setelah regresi, selisih keduanya mengkuantifikasikan reduksi perbaikan kesalahan yang disebabkan oleh model persamaan garis lurus. Pemodelan ini dapat dinormalisasikan terhadap kesalahan total agar memenuhi: (



56



)



Dimana r adalah koefisien korelasi dan r2 adalah koefisien determinasi. Untuk suatu pencocokan kurva sempurna St = 0 dan r2 = 1 hal ini menunjukkan bahwa variabilitas garis tersebut 100%. Sedangkan untuk r2 =0 tidak menunjukkan adanya perbaikan. Nilai r2 menunjukkan persentase dari ketidakpastian semula telah diterangkan oleh model linear tersebut. Contoh 4.2 Perhatikan kembali contoh 4.1 kemudian anda hitung nilai koefisien korelasi dan koefisien determinasi kemudian tafsirkan maksudnya! b.



Regresi Polinomial Prosedur kuadrat terkecil dapat diperluas untuk mencocokkan kurva data terhadap polinomial berderajat ke-m: y = a0 + a1x + a2x2 + ... + amxm dimana jumlah kuadrat residual adalah: )



∑(



(



)



Sehingga turunan persamaan 4.12 terhadap setiap koefisien polinomial adalah: )



∑( ∑ ∑



(



) (



)



⁞ ∑



(



)



Apabila persamaan tersebut disama dengankan dengan nol akan diperoleh kumpulan ∑ persamaan normal dalam ∑ (silahkan anda simpulkan sendiri) Analog dengan regresi linear, maka kesalahan regresi polinomial dapat dikuantifikasikan oleh sebuah kesalahan standar taksiran. ⁄







(



)



(



)



4.2 Interpolasi Hubungan antara variabel dependen dan independen dalam suatu hasil pengukuran dapat ditentukan solusinya dengan metode pencocokan kurva curve fitting yaitu mencocokkan fit titik-titik data terhadap suatu fungsi taksiran, dengan kata lain metode ini merupakan sebuah metode yang mencocokkan titik data dengan sebuah kurva curve fitting fungsi.Dalam hal ini terdapat dua metode 1) regresi yang mengandung galat yang cukup berarti karena data tidak teliti sebagai akibat dari



57



kurva yang mencocokkan tidak perlu melewati semua titik cukup mewakili kecenderungan trend titik data atau kurva mengikuti pola titik sebagai suatu kelompok. 2) Interpolasi yang kurva cocokannya dibuat melalui setiap titik apabila data yang diketahui mempunyai ketelitian yang sangat tinggi. Hal ini dikatakan bahwa kita menginterpolasi titik-titik data dengan sebuah fungsi. apabila fungsi cocokan merupakan polinom maka disebut polinom interpolasi, pekerjaan menginterpolasi titik data dengan sebuah polinom dikatakan interpolasi dengan polinom.



Gambar 4.2 Perbandingan Model Regresi dengan Interpolasi Ingat kembali bahwa bentuk umum funsi polinom adalah f(x) = a0 + a1x+a2x2+...+anxn untuk n + 1 data hanya terdapat satu polinomial orde ke-n atau kurang yang melewati semua titik. a. Polinomial Interpolasi Diferensi Terbagi Newton Polinomial interpolsai terbagi Newton akan memperkenalkan versi orde pertama dan versi orde kedua. 1. Interpolasi Linear Teknik yang paling sederhana dari interpolasi adalah dengan menghubungkan dua titik data melalui sebuah garis lurus yang dikenal dengan teknik interpolasi linear. ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) Notasi f1(x)menunjukkan formula interpolasi linear atau sebuah polinomial interpolasi versi orde pertama. Perhatikan gambar berikut ini:



58



y f(x)



x0



x



x



x1



Gambar 4.3 Interpolasi Linear Contoh 4.3 Dai data ln (9,0) = 2,1972 dan ln (9,5) = 2,2513 tentukan nilai ln (9,2) dengan interpolasi linear samapai 5 angka signifikan. Bandingkan dengannilai sebenarnya (sejati) ln (9,2) = 2,2192 Penyelesaian 4.3 Dengan menggunakan persamaan ( ) ( ) ( )



( )



(



)



(



)



Diperoleh: ( )



(



)



Sehingga galatnya Et = 2,2192 – 2,2188 = 0,0004 dalam hal ini interpolasi linear tidaklah cukup memperoleh ketelitian sampai 5 angka signifikan. 2. Interpolasi Kuadratik Konsekuensi yang muncul dari kesalahanpendekatan sebuah kurva menggunakan garis lurus dapat diperbaiki dengan memberikan lengkungan. Dalam hal ini, jika terdapat tiga titik data maka dapat dibuat sebuah polinom berorde dua yang biasa disebut polinom kuadratik atau polinom parabola. f2(x) = b0 + b1 (x – x0) + b2(x – x0)(x – x1) ...(4.15) dimana: f2(x) = b0 + b1x – b1x0 + b2x2 – b2 x x1 – b2 x x0 + b2x0x1 sehingga jika f2(x) = a0 + a1x + a2x2 dengan mengambil x = x0 diperoleh b0 = f(x0) ( ) ( ) dengan mengambil x = x1 diperoleh b1 = f[x1,x0] =



59



(



)



(



)



(



)



(



)



dengan mengambil x = x2 diperoleh b2 = f[x2,x1, x0]= Contoh 4.4 Diberikan titik ln (8,0) = 2,0794, ln (9,0) = 2,1972, dan ln (9,5)= 2,2513. Tentukanlah nilai ln (9,2) dengan interpolasi kuadratik. Penyelesaian 4.4 Sistem persamaan linear yang terbentuk adalah:



3. Interpolasi Polinom orde ke-n Apabila terdapat n+1 data maka dapat dilakukan interpolasi orde n. Ingat kembali polinom berderajat n: f(x) = bo + b1 (x – x0) + ... + bn(x – x0)(x – x1)...(x – xn – 1 ) Dengan menggunakan titik data yang diketahui maka nilai koefisiennya dapat dihitung dengan: b0 = f(x0) b1 = f[x1,x0] b2 = f[x2,x1,x0] dst ... bn = f[xn, xn–1, ... , x1, x0] dimana: b1 =



(



)



(



)



dan



f(xi,xj) =



( )



(



)



Sehingga diperoleh polinom interpolasi beda terbagi Newton sebagai berikut: fn(x) = f(x0) + (x – x0)f[x1,x0] + (x – x0)(x – x1)f[x2,x1,x0] + ... + (x – x0)(x – x1)...(x – xn–1)f[xn, xn–1, ..., x1, x0] ...(4.16) Skema yang mewakili cara mencari beda terhingga adalah:



60



Contoh 4.5 Gunakan titik-titik data x0 = 1; f(x0 ) = 0 , x1 = 4; f(x1) = 1,3862944, dan x2 = 6; f(x2) 1,7917595, x3 = 5 ; f(x3) = 1,6094379 untuk menaksir nilai ln 2 dengan sebuah polinomila interpolasi terbagi hingga orde ketiga. Penyelesaian 4.5 Polinomial orde ketiga dengan n = 3 adalah: f3(x) = b0 + b1(x – x0) + b2(x – x 0)(x – x1) + b3(x – x0)(x – x1)(x – x2) diferensi terbagi pertama untuk kondisi tersebut: f[x1, x0] =



nilai b1



f[x2,x1] = f[x3,x2] = diferensi terbagi kedua untuk kondisi tersebut adalah: f[x2,x1,x0] =



nilai b2



f[x3,x2,x1] = diferensi terbagi ketiga untuk kondisi tersebut adalah: f[x3, x2, x1, x0] =



nilai b3



sehingga polinomial orde tiga dengan nilai f(x0) = b0 = 0 adalah: f3(x) = 0 + 0,46209813 (x – 1) – 0,051873116(x – 1)(x – 4) + 0,0078655415(x – 1)(x – 4)(x – 6) yang digunakan untuk mengevaluasi nilai f3(2) = 0,62876869 dengan kesalahan relatif a = 9,3%. b. Polinomial Interpolasi Lagrange Polinomial interpolasi Lagrange secara sederhana dapat diartikan sebagai formulasi kembali dari polinomial Newton yang mencegah komputasi diferensi terbagi. ( )







( ) ( )



61



(



)



Dengan: ( )







(



)



Seperti halnya metode Newton, versi Lagrange mempunyai kesalahan taksiran yaitu: [



)



] ∏(



(



)



Persamaan 4.17 akan memberikan nilai Li = 1 untuk setiap x = xi dan 0 semua titik lainnya, sehingga setiap hasil kali Li(x).f(xi) akan memberikan nilai f(xi) pada titik sampel xi. Akibatnya, penjumlahan (sumasi) dari semua produksi yang dinyatakan oleh persamaan tersebut adalah polinomial orde ke-n yang unik dan tetap melewati semua n+1 titik data. Contoh 4.6 Gunakan suatu polinomial interpolasi Lagrange orde pertama dan kedua untuk mengevaluasi nilai ln 2 berdasarkan data berikut: x0 = 1 f(x0) = 0 x1 = 4 f(x1) = 1,3862944 x2 = 6 f(x2) = 1,7917595 Penyelesaian 4.6 ( )



( )



( )



Karena taksiran pada x = 2 maka ( )



( )



(



)



Dengan cara yang sama, polinomial orde kedua dikerjakan sebagai berikut: ( )( ) ( )( ) ( )( ) ( ) ( ) ( ) ( ) (



)(



)



(



)(



)



(



)(



)



f2(x) = 0,56584437 seperti yang diharapkan, kedua hasil ini menunjukkan nilai yang lebih dekat ke hasil yang didapat sebelumnya dengan menggunaka polinomial interpolasi Newton.



c. Interpolasi Spline Pendekatan alternatif dengan menerapkan polinomial orde lebih rendah terhadap subkumpulan titik data disebut polinomial penyambungan fungsi Spline. Konsep spline berasal dari teknik menggambar dengan menggunakan lempengan yang fleksibel dan lebih ttipis (dinamakan spline) untuk menggambarkan kurva yang lebih licin melalui sekumpulan titik.



62



1. Spline Linear Penghubungan yang paling mudah antara dua buah titik adalah sebuah garis lurus. Splineorde pertama untuk sekelompok susunan titik data dapat didefinisikan sebagai kumpulan fungsi linear yang menghubungkan titik-titik: f(x) = f(x0) + m0(x – x0) x0 < x < x1 f(x) = f(xi) + m1(x – x1) x1 < x < x2 ⁞



f(x) = f(xn – 1) + mn – 1(x – xn – 1) xn – 1 < x < xn dimana mi merupakan slope garis lurus yang menghubungkan titik-titik. ( ) ( ) ( ) 2. Spline Kuadratik Tujuan dari Spline kuadratik adalah untuk menurunkan sebuah polinomial orde kedua untuk setiap interval di antara titik-titik data. Polinomial untuk setiap interval secara umum dapat dinyatakan sebagai: ( ) ( ) Diperlukan 3n persamaan atau kondisi untuk mengevaluasikan harga yang tidak diketahui, harga yang dimaksud adalah:  Harga-harga fungsi harus sama pada simpul-simpul terdalam (2n – 2) kondisi  Fungsi pertama dan terakhir harus melalui titik-titik ujung, untuk keseluruhannya 2n kondisi.  Turunan pertama pada simpul terdalam harus sama. Memberikan n – 1 kondisi lainnya untuk keseluruhan total 2n + n – 1 = 3n – 1.  Anggap bahwa turunan kedua adalah nol pada titik pertama. Karena turunan kedua dari persamaan adalah 2ai maka secara matematis a1 = 0. 3. Spline Kubik Tujuan dari spline kubik adalah menurunkan suatu polinomial orde ketiga untuk setiap interval di antara simpul, seperti dalam: fi(x) = aix3+ bix2+ cix + di ... (4.22) seperti halnya spline kuadratik, spline kubik memerlukan 4n kondisi untuk mengevaluasikan harga-harga yang tidak diketahui, yaitu:  Harga-harga fungsi harus sama pada simpul-simpul terdalam (2n – 2 kondisi)  Fungsi-fungsi pertama dan terakhir harus melalui titik-titik ujung (2 kondisi)  Turunan pertama pada simpul-simpul terdalam harus sama (n – 1 kondisi)  Turunan kedua pada simpul-simpul terdalam harus sama (n – 1 kondisi)  Turunan kedua pada ujung-ujung simpul adalah nol (2 kondisi)



63



Contoh 4.7 Perhatikan data berikut ini: x 3,0 4,5 7,0 9,0 f(x) 2,5 1,0 2,5 0,5 Cocokan data tersebut dengan menggunakan spline orde pertama, dan gunakan hasilnya untuk mengestimasi harga pada x = 5. Penyelesaian 4.7 f(x) = f(x0) + m0(x – x0)



x0 < x < x1



f(x) = 2,5 + –1(x – 3,0) 3,0 < x < 4,5 sehingga nilai estimasi untuk x = 5 adalah f(5) = 2,5 – (5 – 3,0) = 0,5 f(x) = f(x0) + m0(x – x0)



x0 < x < x1



f(x) = 4,5 + 0,6(x – 4,5) 4,5 < x < 7,0 sehingga nilai estimasi untuk x = 5 adalah f(5) = 1,0 + 0,6 (5 – 4,5) = 1,3 f(x) = f(x0) + m0(x – x0)



x0 < x < x1



f(x) = 2,5 – (x – 7,0) 7,0 < x < 9,0 sehingga nilai estimasi untuk x = 5 adalah f(5) = 2,5 – (5 – 7,0) = 4,5 SOAL-SOAL LATIHAN 1. Taksirlah nilai log 4 dengan menggunakan interpolasi linear a. Interpolasikan antara log 3 = 0,4771213 dan log 5 = 0,6989700 b. Interpolasikan antara log 3 = 0,4771213 dan log 4,5 = 0,6532125 Untuk setiap interpolasi, hitung kesalahan relatif persen berdasarkan harga sebenarnya log 4 = 0,6020600 2.



Diberikan data sebagai berikut: x 0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 f(x) 1 2,119 2,910 3,945 5,720 8,695 a. Hitunglah nilai f(1,6) dengan menggunakan polinomial interpolasi Newton dari orde 1 sampai 3. Pilihlah urutan titik-titik untuk estimasi anda guna mencapai ketelitian yang baik. Taksirlah nilai kesalahan untuk setiap prediksi b. Hitunglah nilai f(1,6) dengan menggunakan polinomial Lagrange dan Spline dari orde 1 sampai 3. Pilihlah urutan titik-titik untuk estimasi anda guna mencapai ketelitian yang baik. Taksirlah nilai kesalahan untuk setiap prediksi



64



BAB 5 INTEGRASI



Secara etimologis mengintegrasikan berati memadukan bersama, sebagian ke dalam suatu keseluruhan, menunjukkan, menyatukan jumlah total. Sedangkan secara matematis dikenal teorema fundamental kalkulus: ∫ ( )



( )



( )



5.1 Formula Integrasi Newton-Cotes Formula Newton-Cotes merupakan skema integrasi yang pada dasarnya menggantikan suatu fungsi yang kompleks atau data tertabulasi dengan fungsi hampiran yang mudah untuk diintegrasi. ∫ ( )







( )



(



)



Dengan fn(x) merupakan suatu polinom fn(x) = a0 + a1x + a2x2 + ... + an-1xn-1 + anxn ... (5.2)



a.



Aturan Trapesium Aturan trapesium merupakan salah satu rumusan integrasi Newton-Cotes. Tinjau kembali persamaan (1) dengan fungsi polinom yang berderajat 1: ∫ ( ) Dengan: f1(x) = f(a) +



( )



( )



(







) ...(5.4)



65



( )



(



)



luas yang dibatasi garis lurus f1(x) merupakan estimasi dari integral yang dibatasi oleh [a,b] ( )



∫[ ( )



( )



(



)]



Sebelum proses integrasi persamaan (5.4) dinyatakan: ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ( ) ( )



( )



( )



( )



( )



( )



( )



( )



( )



( ) (



(



)



) ( )



(



)



)



Persamaan (5.8) diintegrasi dengan [a,b] memberikan: I=



( ) (



( ) )



( )



( )



(



|



Setelah diselesaikan diperoleh ( ) ( ) ( ) (



)



)



Persamaan tersebut merupakan bentuk umum integrasi numerik dengan aturan trapesium. Galat aturan trapesium Galat pada penggunaan aturan trapesium dinyatakan dengan: )



( )(



Contoh 5.1: Dengan menggunakan aturan trapesium lakukan integrasi numeris untuk fungsi: f(x) = 2 + 3x – 5x2 + 6x3 – 3x4 + x5 dari a = 0 hingga b = 0,8 Hitung galat jika nilai sejati 2,61849 Penyelesaian 5.1 Dari permasalahan tersebut, diperoleh beberapa informasi: f(x) = 2 + 3x – 5x2 + 6x3 – 3x4 + x5 dengan batas a = 0 dan b = 0,8 Untuk a = 0 maka f(a) = 2 Untuk b = 0,8 maka f(0,8) = 3,37088 Sehingga nilai Integrasinya adalah: ( ) ( ) ( ) Untuk nilai sejati 2,61849 menghasilkan galat sebesar : |



|



Jika nilai sejati tidak diketahui maka perhitungan galat dapat diaproksimasi dengan cara: )



( )( Dengan f(x) = 2 + 3x – 5x + 6x – 3x + x 2



3



4



66



5



f’(x) = 3 – 10x + 18x2 – 12x3 + 5x4 f”(x) = -10 + 36x – 36x2 + 20x3 f”() =







( )



(



)



(



)



(



)



(



)



Sehingga f”() = –0,72 Nilai galat hampirannya adalah : ) = 0,0307 = 3,07% ( )(



ATURAN TRAPESIUM DENGAN BANYAK PIAS Metode sebelumnya, memberikan nilai galat yang cukup besar. Untuk memperbaikinya, dapat digunakan pembagian daerah ke dalam segmen-segmen yang lebih kecil disebut dengan pias.



h Jika terdapat n banyak pias/segmen maka Jika nilai a dan b mewakili nilai x0 dan xn maka integral f(x) adalah: ∫ ( )



∫ ( )



∫ ( )







Dengan menggunakan aturan trapesium akan diperoleh: ( ) ( ) ( ) ( ) ( )



( ) (



( )



Atau dapat ditulis [ ( )



∑ ( )



(



)]



(



)



Dengan h = Secara umum aturan trapesium dengan banyak pias dapat ditulis: (



)



[ ( )



∑ ( )



67



(



)]



(



)



)



(



)



Dengan galat: (



)







( )



(



)



Contoh 5.2: Dengan menggunakan 2 pias aturan trapesium lakukan integrasi numeris untuk fungsi: f(x) = 0,2 + 25x – 200x2 + 675x3 – 900x4 + 400x5 dari a = 0 hingga b = 0,8 Hitung galat jika nilai sejati 2,61849 b.



Aturan Simpson Apabila polinom orde 2 disubtitusikan ke persamaan (5.16): ∫ ( )







( )



(



)



Maka akan diperoleh persamaan (5.17) ∫[ (



(



)( )(



) ( ) )



( (



)( )(



) ( ) )



(



)( ) ( )] ( )( ) Setelah dilakukan integrasi dan manipulasi aljabar maka diperoleh: [ ( )



( )



( )]



(



)



Dengan : h = ½ (b – a) Nilai a = x0 dan b = x2 sementara x1 adalah nilai tengah a dan b Satu pias integrasi dengan aturan Simpson menghasilkan galat ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) Contoh 5.3: Gunakan metode 1/3 Simpson untuk menghitung integral dari: f(x) = 0,2 + 25x – 200x2 + 675x3 – 900x4 + 400x5 dari a = 0 hingga b = 0,8 Catatan : nilai sejati 1,64053334 PERBAIKAN ATURAN 1/3 SIMPSON Seperti halnya aturan trapesium, nilai galat pada aturan 1/3 Simpson dapat diperbaiki akurasinya dgn membagi banyak pias yang sama lebar, yaitu: h =(b–a)/n Sehingga integrasi total: ∫ ( )



∫ ( )



∫ ( )



68



∫ ( )



(



)



Dengan mensubtitusikan aturan 1/3 Simpson ke persamaan tersebut maka diperoleh: ( ) ∑ ( ) ∑ ( ) ( ) ( ) ( ) (



)



( )







( )







( )



(



)



Dengan estimasi galat: (



) ̅̅̅̅̅ ( )



( ) = rerata derivatif ke empat selang Dan ̅̅̅̅̅



Contoh 5.3: Gunakan aturan 1/3 Simpson dengan n = 4 untuk mengevaluasi integrasi: f(x) = 0,2 + 25x – 200x2 + 675x3 – 900x4 + 400x5 dari a = 0 hingga b = 0,8 Cat: nilai sejati 1,64053334 INTEGRASI 3/8 SIMPSON Dengan cara yang analog pada saat menurunkan aturan 1/3 Simpson yaitu subtitusi polinom orde 3 ke persamaan (1) maka diperoleh: [ ( )



( )



( )



( )]



(



)



Dengan aproksimasi galat: (



)



( )



(



)



Contoh 5.4 Hitung integral ∫ Dengan menggunakan a) kaidah trapesium dan b) kaidah 1/3 Simpson Penyelesaian 5.4 Jumlah n = (1 – 0)/0,125 = 8



69



(b) dengan kaidah 1/3 Simpson



Bandingkan kedua solusi dengan solusi sejatinya:



5.2 Integrasi Romberg dan Kuadrat Gauss Apabila dietmukan suatu kasus yang memperlihatkan kondisi fungsi tidak terdefinisi pada x = t dimana a < t < b seperti dalam halnya menghitung: ∫



( )



√ Fungsi tersebut jelas tidak terdefinisi untuk nilai x = 0 yaitu ujung bawah interval. Fungsi yang tidak terdefinisi di x = t untuk a < x < b, dinamakan singular. Sehubungan dengan hal tersebut singularitas dapat dihilangkan dengan cara memanipulasi persamaan fungsi sedemikian sehingga fungsi tersebut tidak singular lagi. Contoh 5.5 Ubahlah fungsi integrasi ∫ Sehingga menjadi tidak singular lagi Penyelesaian 5.5



70



( ) √



a. Integrasi Romberg Penerapan ekstrapolasi untuk integrasi. Misalkan I(h) adalah perkiraan nilai integrasi dengan jarak antara titik data h (h < 1). Dari persamaan galat kaidah integrasi (Trapesium, Simpson dll) yang dinyatakan dalam notasi E = O(hp). Terlihat bahwa galat E semakin kecil apabila digunakan h yang semakin kecil.  Nilai sejati integrasi adalah apabila h = 0 akan tetapi pemilihan h = 0 tidak mungkin dilakukan pada rumus integrasi numerik sebab akan membuat nilai integrasi sama dengan nol.  Nilai integrasi yang lebih baik dapat diperoleh dengan melakukan ekstrapolasi ke h = 0, yaitu ekstrapolasi Richardson dan Ekstrapolasi Aitken. Ekstrapolasi Richardson Secara umum ekstrapolasi Richardson menggunakan dua taksiran integral untuk menghitung suatu aproksimasi ketiga yang lebih akurat. I = I(h) + E(h) ... (5.23) Dengan: I = harga eksak integral, I(h) = aproksimasi suatu penerapan segmen n pada aturan trapesium dengan ukuran langkah h = (b – a)/n dan E(h) adalah kesalahan pemotongan. Apabila dibuat dua taksiran terpisah h1 dan h2 maka: I(h1) + E(h1) = I(h2) + E(h2) ... (5.24) Perlu diingat bahwa kesalahan aturan trapesium segmen berganda dapat dinyatakan secara aproksimasi dengan n = (b – a)/h (



)



Apabila dianggap bahwa merupakan nilai konstan tanpa memperhatikan langkah maka persamaan 5.25 dapat digunakan untuk membandingkan dua kesalahan berikut: ( ) ( ) ( ) Selanjutnya perbandingan dinyatakan dalam persamaan eksplisit:



71



(



)



(



)(



)



(



)



Subtitusikan persamaan 5.26 ke persamaan 5.24 sehingga diperoleh: I(h1) + E(h2) ( )



I(h2) + E(h2)



Persamaan tersebut dapat diselesaikan menjadi: ( ) ( ) ( ) ( ) Subtitusikan ke dalam persamaan I = I(h2) + E (h2) agar mememnuhi taksiran integral yang diperbaiki: (



[ (



)



)



( )]



(



)



( ) [ ] Kasus khusus dimana interval dibagi menjadi (h2 = ½ h1) maka persamaa menjadi: (



[ (



)



)



( )]



Dengan mengumpulkan suku-suku maka: (



)



( )



(



)



Contoh 5.6 Diberikan aplikasi tunggal dari segmen berganda dari aturan trapesium memenuhi hasil-hasil berikut: Segmen h Integral tr % 1 0,8 0,1728 89,5 2 0,4 1,0688 34,9 4 0,2 1,4848 9,50 Gunakan data tersebut untuk menghitung taksiran integral yang diperbaiki. Penyelesaian 5.6 Taksiran untuk satu dan dua segmen dapat digabungkan agar memenuhi: ( ) ( ) Kesalahan integral yang diperbaiki: Et = 1,64053334 – 1,36746667 = 0,27306667 dengan t = 16,6%



72



Dengan cara yang analog taksiran untuk dua dan empat segmen dapat digabungkan agar memnuhi: ( ) ( ) Yang menunjukkan suatu kesalahan sebesar Et = 1,64053334 – 1,62346667 = 0,01706667 dengan t = 1,0% Algoritma Integrasi Romberg Meninjau kembali contoh 5.6 maka algoritma penjelasan grafik dari deretan taksiran integral yang dihasilkan dengan integrasi Romberg adalah: 0(h2) 0(h4) 0(h6) 0(h8) (a) 0,17280000 1,36746667 1,06880000 (b) 0,17280000 0,06880000 1,48480000



1,36746667



(c)



1,36746667 1,62346667



0,01728000 0,06880000 1,48480000 1,60080000



1,64053334



1,62346667 1,64053334 1,64053334



1,63946667



1,64053334



Berikutnya akan diperiksa apakah hasil yang ditunjukkan sudah sesuai dengan yang diperlukan. Metode yang dapat digunakan adalah: |



|



(



)



b. Kuadratur Gauss



Kaidah trapesum besrsesuaian dengan kaidah Kuadratur Gauss. Pada persamaan kuadratur Gauss mengandung empat variabel yang tidak



73



diketahui, yaitu x1, x2, c1, dan c2. Nilai-nilai variabel tersebut dipilih sedemikian sehingga nilai galat integrasinya minimum. Implikasi dari adanya empat variabel, maka akan terbentuk empat buah persamaan simultan yang mengandung variabel-variabel tersebut. Terlihat bahwa nilai integrasi numerik dengan kaidah trapesium akan tepat galatnya = 0 untuk fungsi tetap dan fungsi linear. Misalnya untuk f(x) = 1 dan f(x) = x.



( )







( )







|



( ( )



|



) (



)



Selanjutnya diperlukan dua persamaan lagi, untuk memperoleh nilai variabel-variabel yang dimaksud. Dengan asumsi pada metode trapesium sejati untuk fungsi tetap dan fungsi linear maka dapat diperluas dengan menambahkan bahwa integrasinya sejati untuk: f(x) = x2 dan f(x) = x3 ( )







( )







| |



Sehingga persamaan simultan yang terbentuk adalah : c 1 + c2 = 2 c1x1 + c2x2 = 0 c1x12+c2x22 = 2/3 c1x13 + c2x23 = 0 diperoleh hasil: c 1 = c2 = 1 74



x1 =







dan x2 =







sehingga ∫ ( )



( ) √



(







)



Persamaan ini dikenal dengan kaidah Gauss-Legendre 2-titik. Melalui kaidah ini menghitung integral fungsi f(x) pada selang [-1,1] cukup hanya dengan mengevaluasi nilai fungsi f pada nilai-nilai x1 = atau x2 = √



75







Soal-Soal Latihan



6. gunakan integrasi Romberg unutk mengevaluasikan fungsi berikut sampai ketelitian 0,1%. ( )∫ [



(



)]



( )∫



76



BAB 6 PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA



6.1 Jenis-jenis Persamaan Diferensial Biasa (PDB) Persamaan diferensial biasa merupakan persmaaan diferensial yang hanya memiliki satu variabel bebas yang disimbolkan dengan x. contoh-contoh persamaan diferensial biasa:   y’ = x2 + y2   y” + y’ cos x – 3y = sin 2x selain persamaan diferensial biasa, terdapat persamaan diferensial parsial yang memiliki lebih dari satu variabel bebas. Turunan fungsi terhadap setiap variabel dilakukan secara parsial. Contoh-contoh persamaan diferensial parsial:  



( (



)



(



)



) (



)



Persamaan diferensial ditinjau dari ordenya, misalkan persamaan diferensial biasa orde 1 bentuk bakunya dapat dituliskan sebagai: y’ = f(x,y) dengan nilai awal y(x0) = y0 penulisan persamaan diferensial biasa selazimnya dituliskan dalam bentuk baku atau dituliskan secara eksplisit. Contohnya:



Persamaan diferensial biasa secara numerik dapat diartikansebagai proses perhitungan nilai fungsi di xr+1 = xr + h dengan h adalah ukuran langkah (step) setiap iterasi. Pada metode analitik, nilai awal berfungsi untuk memperoleh solusi yang unik. Sedangkan pada metode numerik nilai awal (initial value) berfungsi untuk memulai iterasi. Terdapat beberapa metode numerik yang sering digunakan untuk menghitung solusi persamaan diferensial biasa, yaitu: metode Euler, Metode Heun, metode Deret Taylor, metode Runge-Kutta



77



6.2



Metode Euler Apabila diberikan suatu persamaan diferensial biasa orde 1 y’ = f(x,y); y(x0) = ( ) ( ) y0 atau dituliskan . Misalkan yr = y(xr) adalah hampiran nilai y di xr yang dihitung dengan metode Euler: xr = x0 + rh, r = 0,1,2,...,n



Dua suku pertama dituliskan menjadi persamaan (3) atau metode Euler yaitu y(xr+1) = y(xr+) + hf(xr, yr) r=0,1,2,...,n untuk menyederhanakan penulisan, persamaan metode Euler dapat ditulis lebih singkat menjadi: yr+1 = yr + hfr Algoritma Metode Euler:



78



Analisis Galat metode Euler:







Jika langkah dimulai dari x0 = a dan berakhir di xn = b maka total galat yang terkumpul pada solusi akhir (yn) adalah: ( ) ( ) ( ) ( ) ∑ () ()



Maka galatnya sebnading dengan h Artinya metode Euler memberikan hampiran solusi yang buruk, sehingga dalam praktek metode ini kurang disukai. Tetapi metode ini membantu dalam memahami gagasan dasar metode penyelesaian PDB dengan orde yang lebih tinggi. Contoh 6.1 Diketahui PDB ( ) Hitung nilai y(0,10) dengan metode Euler dan ukuran langkah h = 0,05; h = 0,02. Jumlah angka signifikan 5. Diketahui solusi sejati PDB tersebut adalah y(x) = ex – x – 1 peyelesaian



79



80



Tafsiran Geometris Metode Persamaan Diferensial Biasa  Perlu diingat bahwa f(x,y) dalam persamaan diferensial menyatakan gradien garis singgung kurva di titik (x,y)  Garis singgung ditarik dari titik (x0,y0) dengan gradien f(x0,y0) dan berhenti di titik (x1, y1) dimana nilai y1 dihitung dari persamaan Euler.  Selanjutnya dari titik (x1, y1) ditarik kembali gradien hingga (x2,y2) dengan nilai y2 dihitung dari persamaan Euler.  Proses tersebut diulangi beberapa kali hingga iterasi ke-n sehingga hasilnya merupakan garis putus-putus seperti gambar berikut ini:



Gambar 6.1 Berdasarkan tafsiran geometris tersebut dapat diturunkan metode Euler.



Gambar 6.2 m = y’(xr) = f(xr, yr) = tidak lain adalah persamaan metode Euler.



81



(



) yang



6.3



Modifikasi dan Perbaikan Metode Euler (Metode Heun) Metode perbaikan terhadap metode Euler dikenal dengan metode Heun yang mampu memperbaiki ketelitian yang rendah karena galatnya bernilai besar (sebanding dengan h), karena solusi dari metode Euler dijadikan perkiraan awal pada metode Heun yang selanjutnya solusi perkiraan awal ini diperbaiki. Persamaan metode Heun: [ (



)



(



)]



Dalam persamaan tersebut, pada ruas kanan mengandung nilai yr+1 yang merupakan solusi perkiraan awal yang dihitung dengan metode Euler. Oleh sebab itu, metode heun dapat dituliskan ke dalam bentuk persamaan:



Gambar 6.3 Gambar tersebut memperlihatkan tafsiran geometri Metode Heun dengan galat: ( )



(



)



Galat hampiran ∑ (



( )



)



( )



82



(



)



Tafsiran Geometrisnya sebagai berikut:



Gambar 6.4 Algoritma Metode Heun:



Contoh 6.2 Diketahui PDB ( ) Hitung dengan menggunakan metode Heun (h =0,002)



83



Penyelesaian



Nilai dari metode Euler Nilai dari Metode Heun



: y(0,10) = 1,1081 : y(0,10) = 1,1104  lebih baik dari Euler



Perluasan Metode Heun Metode Heun dapat diperluas dengan menambah iterasinya sebagai berikut:



84



Proses iterasi berhenti pada kondisi y(k)r+1 – y(k – 1)r+1 <  6.4



Metode Deret Taylor Metode yang umum dan sederhana dalam menurunkan rumus-rumus persamaan diferensial biasa adalah metode Euler. Jika diberikan bentuk umum persamaan diferensial biasa: y’(x) = f(x,y) dengan kondisi awal y(x0) = y0 misalkan yr+1 = y(xr+1), dengan r = 0,1,2,...n adalah hampiran nilai y di xr+1. Hampiran tersebut diperoleh dengan menguraikan nilai yr+1 di sekitar xr sebagai berikut:



Atau



Persamaan tersebut mengisyaratkan bahwa untuk menghitung hampiran nilai yr+1 diperlukan y’(xr), y”(xr),...,y(n)(xr) Contoh 6.3 Diketahui PDB ( ) Tentukan nilai y(0,50) dengan metode Deret Taylor (h = 0,25) Penyelesaian



85



Diperoleh:



Sehingga:



Bandingkan dengan solusi sejati y(0,50) = 0,8364023



86



Galat Metode Taylor



6.5



Metode Runge-Kutta Sebagai akibat dari ketidakpraktisan metode Deret Taylor dalam menemukan solusi persamaan diferensial biasa yang disebabkan adanya proses turunan fungsi, maka terdapat alternatif lain yang dikenal dengan metode Runge-Kutta yang tidak memerlukan turunan fungsi. Metode ini berusaha mendapatkan derajat ketelitian yang lebih tinggi dan sekaligus meniadakan keperluan dalam mencari turunan fungsi yang lebih tinggi. Metode ini paling populer digunakan dalam praktek. Bentuk umumnya adalah: yr+1 = yr + a1k1 + a2k2 + ... + ankn dengan: a1, a2, a3, ..., an adalah suatu tetapan dan



Nilai ai, pi, qij dipilih sedemikian rupa sehingga meminimumkan galat perlangkah, dan persamaan tersebut akan sama dengan metode Deret Taylor dari orde yang tinggi. Galat perlangkah pada metode Rung-Kutta orde-n adalah 0(hn+1), dan galat hampirannya 0(hn) dimana orde metode = n. Metode Runge-Kutta Orde Satu Bentuk umumnya metode Runge-Kutta Orde satu adalah: k1 = hf(xr, yr) yr+1 = yr + k1 dalam hal ini a1 = 1



87



Metode Runge-Kutta Orde Dua Bentuk umum metode Runge-Kutta orde dua adalah :



Galat pemotongan perlangkah metode Runge-Kutta orde dua adalah 0(h3)dan galat pemotongan aproksimasi metode Runge-Kutta orde dua adalah 0(h2).



88



Metode Runge-Kutta Orde Tiga metode yang paling populer adalah metode Runge-Kutta orde tiga dan orde empat, bentuk umumnya adalah:



Dimana galat pemotongan perlangkah nya adalah 0(h4) sedangkan galat pemotongan aproksimasinya adalah 0(h3) Algoritma untuk metode Runge-Kutta



Metode Runge-Kutta Orde Empat Bentuk umum metode Runge-Kutta orde empat adalah



Galat pemotongan perlangkah pada metode Runge-Kutta orde empat adalah 0(h5) sedangkan galat pemotongan aproksimasinya adalah 0(h4)



89



Algoritma untuk metode Runge-Kutta orde empat



Contoh 6.4 Diketahui PDB ( ) Tentukan nilai y(0,20) dengan metode Runge-Kutta orde tiga, gunakan ukuran langkah h = 0,10 Penyelesaian



Langkah:



90



SOAL-SOAL LATIHAN 1. Diberikan suatu persamaan diferensial biasa:



Dimana nilai y (0) = 1 a. Gunakan metode Euler dengan h = 0,5 serta h = 0,25 untuk menyelesaikan solusinya. b. Gunakan metode Heun dengan h = 0,5 serta h = 0,25 untuk menyelesaikan solusinya. Iterasikan korektor hingga s = 1%



2. Diberikan persamaan diferensial berikut: , y(1) = 0. Tentukan nilai (1,4) dengan menggunakan: (ambil ukuran langkah h = 0,2): a. Metode Euler b. Metode Heun c. Metode Deret Taylor d. Metode Runge-Kutta orde 3



91



DAFTAR PUSTAKA Arhami, Muhammad & Desiani Anita. (2005). Pemrograman MATLAB. Yogyakarta: ANDI.



Canale.P.Raymond & Chapra, C. Steven. (1988). Metode Numerik. Jakarta: Erlangga



Canale.P.Raymond & Chapra, C. Steven. (2007). Metode Numerik untuk Teknik dengan Penerapan pada Komputer Pribadi. Jakarta: UI-Press.



Munir, Rinaldi. (2010). Metode Numerik Revisi ketiga. Bandung: Informatika.



Sianipar, R.H. (2013). Pemrograman MATLAB dalam Contoh dan Penerapan. Bandung: Informatika.



Susila, I.N. (1993). Dasar-dasar Metode Numerik. Jakarta.



92



LAMPIRAN Pert (1) 1



2



3



4



Topik Bahasan (2) Pendahuluan Secara umum pada pertemuan pertama, kemampuan awal mahasiswa diselidiki untuk menetapkan strategi dan mengkondisikan keadaan awal siswa. Kemampuan kalkulus, aljabar matriks, dan fungsi secara general. Angka Bena, Galat, Deret



Mencari Akar Persamaan Tak Linear (Metode tertutup) Metode ini memberikan suatu batasan awal dan akhir sebagai batas bawah (minimum) dan batas atas (maksimum) yang dapat mengidentifikasi keberadaan akar-akar sejati. Terdiri dari tiga metode yaitu grafis, bagi dua, dan posisi palsu. Mencari Akar Persamaan Tak Linear (Metode tertutup) Metode ini memberikan suatu batasan awal dan akhir sebagai 93



Uraian Materi yang Disajikan (3)  Mengingat kembali materi-materi dalam kalkulus terutama penekanan pada deret Taylor dan MacLaurin  Menekankan kembali operasioperasi pada matriks terutama operasi baris elementer.  Angka bena Keberadaan angka penting/bena dikaitkan dengan teknik penulisan angka secara ilmiah A x 10k  Aturan pembulatan Aturan pembulatan difokuskan pada keberadaan angka penting.  Galat dan jenisnya Galat yang dibahas merupakan galat total dan hampiran dengan memperhatikan teknik pembulatannya.  Metode Grafis Karakteristik fungsi dapat diselidiki dari sketsa grafik yang diperoleh dengan menggunakan software yang sesuai.  Metode Biseksi Metode ini memberikan nilai batas bawah dan batas atas yang mengurung nilai akar sejati dengan cara merata-ratakan nilai tersebut.  Metode Regula Falsi Suatu nilai dijadikan sebagai acuan dalam menentukan nilai akar sejati dengan prosedur iterasi



5



6



batas bawah (minimum) dan yang berpatokan pada asumsi batas atas (maksimum) yang awal. dapat mengidentifikasi keberadaan akar-akar sejati. Terdiri dari tiga metode yaitu grafis, bagi dua, dan posisi palsu. Mencari Akar Persamaan Tak  Metode Iterasi satu Titik Linear (Metode Terbuka) Metode ini menetapkan suatu titik Perbedaan metode ini dengan sebagai acuan, tetapi pada metode sebelumnya, terletak prinsipnya diperlukan kejelian pada batasan. Metode terbuka dalam membentuk persamaan tidak memberikan batasan pada secara eksplisit. Perlu diingat proses pencarian solusi, tetapi bahwa persamaan yang terbentuk memberikan kebebasan melalui dapat memberikan hasil yang pemberian taksiran awal yang konvergen ke suatu nilai atau bisa diasumsikan pada berbagai sebaliknya (divergen) dan pada kondisi. akhirnya tidak memberikan solusi.  Metode Newton-Rhapson Penentuan solusi dengan metode ini mengacu pada proses differensial. Sehingga proses menentukan prosedur iterasi bergantung pada turunan fungsi yang pertama.  Metode Secant Metode Secant merupakan perbaikan dari metode sebelumnya walaupun, secara umum metode Newton-Rhapson cenderung diminati. tetapi, pelrlu diingat bahwa kerumitan dalam proses differensiasi dapat ditanggulangi dengan menggunakan metode ini. Sistem persamaan tak linear  Metode Newton Sistem persamaan tak linear Penentuan solusi dari suatu sistem dapat dicari solusinya dengan persamaan tak linear dengan metode Newton. Pada menggunakan prosedur iterasi prinsipnya mengacu pada suatu Newton. nilai taksiran awal dengan  Studi Kasus Sistem persamaan prosedur iterasi yang ditentukan Tak linear dari data yang telah diketahui. 94



7



8



9



Sistem Persamaan Linear I  Metode Gauss Sistem persamaan linear terbagi Menyelesaikan dan menentukan ke dalam tiga jenis, yaitu yang solusi dari sistem persamaan linear memiliki solusi unik/tunggal, dengan metode eliminasi Gausssolusi banyak, dan yang tidak Naif. Melalui pembentukan memiliki solusi. Karakter dari matriks koefisien menjadi matriks masing-masing SPL yang segitiga atas dan pensubtitusian disebutkan dapat dilihat dari secara mundur dengan kata lain berbagai sudut pandang, salah proses eliminasi secara maju. satu caranya adalah dengan  Metode Gauss-Jordan menghitung nilai determinannya Menyelesaikan dan menentukan yang secara umum dapat solusi dari sistem persamaan linear menentukan jenis SPL. dengan metode eliminasi GaussJordan. Secara general solusi ditentukan melalui pembentukan matriks koefisien menjadi matriks identitas sehingga nilai dari masing-masing variabel diperoleh secara langsung dan simultan. Sistem Persamaan Linear II  Metode Dekomposisi LU Metode dalam mencari nilai Matriks koefisien yang diperoleh variabel untuk sistem difaktorkan menjadi matriks persamaan linear yang telah segitiga atas dan segitiga bawah. dikemukakan mengacu pada Dari kedua matriks tersebut maka penentuan nilai secara eksak. akan diperoleh nilai dari masingSementara itu, pada metode masing variabel secara aljabar. dengan eliminasi Gauss-Seidel  Metode Gauss-Seidel, Studi Kasus diperkenalkan prosedur iterasi Sistem Persamaan Linear pada perhitungan nilai variabelDari metode-metode penyelesaian variabelnya. sistem persamaan linear yang telah dibahas sebelumnya, secara umum menampilkan suatu solusi eksak secara langsung. Berbeda halnya dengan metode Gauss-Seidel yang menampilkan prosedur iterasi dan memperhitungkan nilai galat serta melibatkan nilai penaksiran awal dalam penentuan nilai variabelnya. Regresi Kuadrat Terkecil  Regresi Linear Metode ini merupakan salah Persamaan yang diperoleh dari satu teknik mencocokkan kurva persamaan regresi linear secara berdasarkan data yang ada. umum menampilkan teknik 95



10



11



12



Adapun tekniknya meliputi regresi dan interpolasi. Secara umum pada regresi, data yang disusun persamaan kurvanya walaupun pada prinsipnya terdapat beberapa hal yang sebaiknya diperhatikan yaitu nilai x yang harus diukur dengan tepat dan nilai y yang memiliki syarat berdistribusi normal. Interpolasi I Mengestimasi atau menaksir suatu nilai dengan mengacu pada beberapa titik dapat dihitung dengan teknik interpolasi (linear, kuadrat, atau polinomial). Masing-masing memiliki spesifikasi dan keunggulan, yang bergantung pada fungsi yang ditetapkan atau yang dicari nilainya. Interpolasi II Mengestimasi atau menaksir suatu nilai dengan mengacu pada beberapa titik dapat dihitung dengan teknik interpolasi (linear, kuadrat, atau polinomial). Masing-masing memiliki spesifikasi dan keunggulan, yang bergantung pada fungsi yang ditetapkan atau yang dicari nilainya. Integrasi Numeris I Kalkulus integral sudah cukup mewakili dalam perhitungan hampiran luas suatu bidang datar yang diketahui persamaan kurvanya. Tetapi, secara sederhana proses komputasi dalam menaksir luas suatu bidang datar dapat 96



mencocokkan kurva dari data yang tersedia.  Regresi Polinom Regresi polinom, pada prinsipnya analog dengan sub pokok sebelumnya. Perbedaan hanya terletak pada derajat dari variabel bebasnya. Regresi polinom menampilkan teknik pencocokkan kurva bagi fungsi polinom.  Regresi Linear Ganda  Interpolasi Beda terbagi Newton Metode ini merupakan teknik mengestimasi suatu nilai dengan menggunakan fungsi linear yang menghubungkan dua titik. Sementara itu, perbaikan dengan menggunakan interpolasi kuadrat memberikan nilai yang lebih mendekati nilai sejatinya untuk fungsi-fungsi yang bersesuaian.  Lagrange Beberapa teknik dalam perhitungan estimasi dengan metode ini secara umum analog dengan interpolasi beda terbagi Newton. Perbedaan terletak pada perhitungan perbandingan selisih dua nilai variabelnya.  Interpolasi Spline  Metode Trapesium Prinsipnya, objek yang dibatasi oleh suatu kurva yang akan dihitung luasnya dipartisi menjadi bidang-bidang datar berbentuk trapesium. Selanjutnya jumlah seluruh partisi diagbungkan dan diperoleh suatu nilai hampiran luasnya.



13



14



15



menggunakan beberapa teknik sederhana diantaranya metode trapesium dan metode Simpson. Integrasi Numeris II Teknik Integrasi Romberg dan Kuadratur Gauss Sistem Persamaan Differensial Biasa Sistem persamaan differensial yang dibahas, terfokus pada penentuan solusi dengan menggunakan metode Euler dan metode Runge-Kutta Sistem Persamaan Diferensial Parsial Pokok bahasan ini mengkaji tentang sistem persamaan differensial parsial.



97



 Metode Simpson 1/3  Metode Simpson 3/8  Teknik Integrasi Romberg  Teknik Kuadratur Gauss  Metode Euler  Metode Runge-Kutta



 Sistem Persamaan Differensial Parsial