Modul Pedagogik 2 [PDF]

  • Author / Uploaded
  • udin
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MATERI BIMTEK PEDAGOGIK 2 (MODEL PEMBELAJARAN) PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN GURU PAI (PKB GPAI)



DIREKTORAT PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA 2021



1



MATERI BIMTEK PEDAGOGIK 2 (MODEL PEMBELAJARAN) PROGRAM PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PPKB-GPAI) Hak Cipta dilindungi Undang-Undang All Rights Reserved



Pengarah: Prof. Dr. H. Muhammad Ali Ramdhani Penanggung jawab: Dr. H. Rohmat Mulyana Sapdi, M.Pd Penulis: Mustahdi, S.Ag., M.Ag. | [email protected] Dr. Nur Dewi Afifah, M.Pd |



Diterbitkan oleh: Kementerian Agama Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Jl. Lapangan Banteng Barat No. 3-4 Jakarta Pusat



i



SAMBUTAN Prof. Dr. H. Muhammad Ali Ramdhani, S.TP., M.T Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI



Pendidikan memiliki peran penting bagi penyiapan generasi bangsa. Sebagai ujung tombak transformasi nilai dan pengetahuan, guru mempunyai peran, fungsi, dan kedudukan yang sangat penting dalam mencapai visi pendidikan yaitu menciptakan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif. Dalam hal ini, peningkatan profesionalitas guru termasuk Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) menjadi sebuah keharusan. Profesi guru harus dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. GPAI seharusnya juga mampu menjadikan pendidikan agama sebagai instrumen transformasi sosial. Tanggung jawab GPAI tidak hanya berhenti dalam aspek kognitif akan tetapi lebih jauh dari itu, yaitu membentuk karakter peserta didik. Karena itu GPAI tidak boleh berhenti belajar dan mencukupkan pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya GPAI harus terus memperkuat dan meningkatkan kompetensi serta kualitasnya. GPAI juga dituntut untuk selalu meningkatkan kemampuan mengajarnya, hal ini agar pembelajaran yang ia bawakan dapat sesuai dengan perkembangan peserta didik, baik secara psikologis, teknologis, maupun sosiologis. Untuk itu, diperlukan sistem pembinaan dan pengembangan terhadap profesi guru secara terprogram dan berkelanjutan. Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama terus berkomitmen meningkatkan kualitas GPAI. Hal ini diperlukan agar Pendidikan Agama Islam (PAI) tidak mengalami stagnasi baik dari sisi kualitas guru, kurikulum, ataupun metode pembelajaran. Sebaliknya penyelenggaraan PAI perlu terus disempurnakan dengan metode dan pengetahuan terbaru. Komitmen ini diwujudkan dengan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Guru Pendidikan Agama Islam (PPKB-GPAI). PPKB-GPAI merupakan salah satu program yang dirancang untuk mewujudkan terbentuknya GPAI yang profesional dalam melaksanakan tugasnya sebagai ujung tombak keberhasilan pembelajaran. PPKB-GPAI merupakan inisiasi yang baik untuk meningkatkan kualitas dan profesionalitas GPAI di sekolah. Melalui PPKB-GPAI ini diharapkan menjadi sarana bagi terwujudnya GPAI yang kompeten dan profesional. Kami mengapresiasi terbitnya modul Bimtek PPKB-GPAI ini. Semoga buku ini dapat digunakan dengan baik sebagai panduan dalam rangkaian bimtek PPKB-GPAI dan



ii



pada akhirnya secara keseluruhan dapat meningkatkan kualitas Pendidikan Agama Islam di Indonesia.



Jakarta, September 2021



iii



KATA PENGANTAR Dr. H. Rohmat Mulyana Sapdi, M.Pd Plt. Direktur Pendidikan Agama Islam Kementerian Agama RI Guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah (SD, SMP, SMA, dan SMK) memiliki peran penting bagi penumbuhan perilaku beragama di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara yang majemuk. Oleh karena itu, Ikhtiar untuk meningkatkan kualitas Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) di sekolah terus dilakukan oleh Direktorat Pendidikan Agama Islam Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama. Hal ini diwujudkan dengan berbagai inovasi agar penyelenggaraan PAI di sekolah mengalami kemajuan secara berkelanjutan sesuai dengan tantangan dan perkembangan dunia pendidikan. Salah satunya adalah melalui Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Guru Pendidikan Agama Islam (PPKB-GPAI). PPKB-GPAI diproyeksikan sebagai bentuk peningkatan kualitas penyelenggaraan PAI, utamanya dari sisi kompetensi dan profesionalitas GPAI. Program yang dikembangkan oleh Direktorat Pendidikan Agama Islam ini merupakan wujud penguatan layanan standar kompetensi GPAI agar kualitas, kompetensi, dan karir mereka semakin meningkat. Secara umum tujuan PPKB-GPAI adalah untuk meningkatkan kualitas layanan PAI di sekolah dalam rangka peningkatan mutu PAI. Program ini difokuskan untuk pengembangan keprofesian GPAI yang mencakup 6 (enam) kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi profesional, kompetensi spiritual, dan kompetensi leadership. Proses dan kegiatan dalam program ini dirancang untuk meningkatkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan profesional GPAI di sekolah yang dilaksanakan secara berjenjang dan berkesinambungan dalam rangka peningkatan kinerja dan pemenuhan kompetensi profesional GPAI di sekolah. Dalam implementasinya, PPKB-GPAI membutuhkan desain bimtek yang sesuai dengan standar kompetensi dan profesionalitas. Untuk itu diperlukan suatu modul bimtek yang dapat memandu proses bimtek PPKB-GPAI, sekaligus mengatur pelaksanaan bimtek secara tertib dan tersistem. Atas dasar itu, Direktorat Pendidikan Agama Islam menerbitkan buku Modul Bimtek PPKB-GPAI. Buku modul kali ini merupakan penyempurnaan (revisi) dari modul yang sebelumnya telah dipakai pada tahun 2018. Pada modul kali ini dijabarkan tentang integrasi moderasi beragama dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di



iv



Sekolah sebagai salah satu isu sentral yang diarusutamakan oleh Kementerian Agama. Selayaknya sebuah modul, buku ini berisi dua bagian yaitu bagian desain bimtek dan bagian materi bimtek. Modul ini merupakan pegangan bagi pelatih dan peserta bimtek PPKB-GPAI. Dalam modul ini diuraikan secara terperinci tentang metode, bahan, dan konten penyelenggaraan bimtek PPKB-GPAI bagi Pelatih Nasional (PN), Pelatih Provinsi (PP), maupun Pelatih Daerah (PD) tingkat kabupaten/kota. Buku ini selain mempermudah proses bimtek, juga diharapkan dapat menjadi standar kualitas penyelenggaraan bimtek PPKB-GPAI, sehingga dapat berlangsung dengan baik dan lancar. Atas terselesaikannya modul ini, kami haturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terwujudnya modul ini. Semoga dapat memberikan manfaat bagi semua pihak dan nantinya dapat meningkatkan mutu PAI. Amin.



Jakarta, September 2021



v



DAFTAR ISI Sambutan Direktur Jenderal Penbdidikan Islam ................................................................... i Kata Pengantar Direktur PAI ...................................................................................................... iii Daftar Isi ............................................................................................................................................. v Materi Bimtek Pedagogik 2 Model Pembelajaran Bagian 1 Petunjuk Penggunaan Modul ..................................................................................................... 1 Bagian 2 Pendahuluan, Latar Belakang, Tujuan, Sasaran, dan Target ............................................ 2 Bagian 3 Materi Bimtek .................................................................................................................................... 4 A. Materi 1 : Kebijakan Kementerian Agama ....................................................................... 4 B. Materi 2 : Konsep Model Pembelajaran ..........................................................................17 C. Materi 3 : Konsep dan Implementasi Kurikulum Merdeka .......................................17 D. Materi 4 : Analisis SKL, Capaian Pembelajaran, dan kaitannya dengan Model Pembelajaran ..........................................................................................17 E. Materi 5 : Model Pembelajaran Abad 21.........................................................................44 F. Materi 6 : Sintak Pembelajaran ..........................................................................................48 G. Materi 7 : Pembuatan Lembar Kerja (LK) ........................................................................51 H. Materi 8 : Praktik Pembelajaran .........................................................................................54 Bagian 4 Daftar Pustaka ................................................................................................................................82



vi



BAGIAN 1 Petunjuk Penggunaan Modul Untuk mengoptimalkan penggunaan modul ini, disarankan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Pendahuluan Pendahuluan ini berisi latar belakang pentingnya guru Pendidikan Agama Islam selalu memperbaharui dan meningkatkan kompetensi melalui bimtek Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Guru Pendidikan Agama Islam (PKB GPAI). Kemudian dijelaskan pula pentingnya materi disajikan dalam modul ini. 2. Tujuan, Sasaran dan Target. Tujuan modul berisi informasi tentang pemahaman terhadap semua materi model pembelajaran yang akan disajikan dalam bimtek pedagogik 2 (model pembelajaran). Sasaran modul diperuntukkan bagi pihak penyelenggara Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan GPAI mulai dari tingkat pusat sampai daerah dan bagi GPAI bersangkutan. Target modul ini adalah tercapainya penguasaan materi bimtek pedagodik 2 (model pembelajaran) oleh Guru Pendidikan Agama Islam Pendidikan Dasar dan Menengah. 3. Materi Bimtek Materi bimtek pedagodik 2 (model pembelajaran) meliputi: Konsep Model Pembelajaran; Konsep dan Implementasi Kurikulum Merdeka, Analisis SKL, Capaian Pembelajaran, dan kaitanya dengan Model Pembelajaran; Model Pembelajaran abad 21 (4C, literasi, PPK, HOTS dan moderasi beragama); Sintaks Pembelajaran; Pembuatan Lembar Kerja (LK); dan Praktik Pembelajaran. Setiap materi bimtek dijelaskan secara rinci capaian pembelajaran (tujuan dan indikator keberhasilan), pokok-pokok materi, uraian materi, rangkuman, tugas, umpan balik dan tindak lanjut. 4. Daftar Pustaka Memuat semua sumber kutipan yang berupa buku atau sumber lain. Pustaka yang dimaksud dalam modul ini ialah semua sumber kutipan yang berupa tulisan dan sejenisnya.



7



BAGIAN 2 Pendahuluan 1. Latar Belakang Guru Pendidikan Agama Islam mempunyai kewajiban untuk selalu memperbaharui dan meningkatkan kompetensinya melalui kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan sebagai esensi pembelajar seumur hidup. Dalam rangka mendukung pengembangan pengetahuan dan keterampilannya, dikembangkan modul untuk pembinaan karier guru PAI yang berisi materi pedagogik 2 (model pembelajaran). Dengan adanya modul ini, memberikan kesempatan kepada guru PAI untuk belajar lebih aktif. Modul ini dapat digunakan oleh pelatih dan guru PAI sebagai bahan ajar dalam kegiatan bimtek. Modul yang berjudul “Materi Bimtek Model Pembelajaran” merupakan modul untuk bimtek pedagogik 2 pada PKB GPAI. Setiap materi bahasan dikemas dalam kegiatan pembelajaran yang memuat capaian pembelajaran (tujuan dan indikator keberhasilan), pokok-pokok materi, uraian materi, rangkuman, tugas, umpan balik dan tindak lanjut. 2. Tujuan Tujuan modul ini disusun agar dapat digunakan bagi pihak-pihak penyelenggara kegiatan bimtek PKB GPAI dan guru PAI untuk memahami materi bidang bimtek pedagogik 2 (model pembeajaran) yang meliputi: a. Konsep model pembelajaran; b. Konsep dan Implementasi Kurikulum Merdeka; c. Analisis SKL, Capaian Pembelajaran, dan kaitannya dengan model Pembelajaran; d. Model pembelajaran abad 21; e. Sintaks pembelajaran; f. Pembuatan Lembar Kerja (LK); g. Praktik pembelajaran. 3. Sasaran Modul ini diperuntukkan bagi pihak penyelenggara PKB-GPAI mulai dari tingkat pusat sampai daerah yang meliputi: a. Direktorat Pendidikan Agama Islam, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama RI; b. Bidang PAI/PAKIS/PENDIS Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi; 8



c. Bidang PAI/PAKIS/PENDIS Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota; d. Kelompok Kerja Pengawas PAI (Pokjawas PAI) dan learning community di lingkup KKG dan MGMP PAI; e. Guru Pendidikan Agama Islam Pendidikan Dasar dan Menengah. 4. Target Target modul ini adalah tercapainya penguasaan materi dalam bimtek pedagodik 2 (model pembelajaran) oleh GPAI Pendidikan Dasar dan Menengah. Materi yang dimaksud adalah: a. Konsep model pembelajaran; b. Konsep dan Implementasi Kurikulum Merdeka; c. Analisis SKL, Capaian Pembelajaran, dan kaitannya dengan model Pembelajaran; d. Model pembelajaran abad 21; e. Sintaks pembelajaran; f. Pembuatan Lembar Kerja (LK); g. Praktik pembelajaran.



9



BAGIAN 3 Materi Bimtek A. Materi 1: Kebijakan Kementerian Agama 1. Capaian Pembelajaran a. Tujuan Tujuan mengikuti materi kebijakan Kementerian Agama ini adalah peserta bimtek dapat memahami secara utuh kebijakan Kementerian Agama serta mampu mengimplementasikan kebijakan tersebut. b. Indikator Keberhasilan Setelah mengikuti bimtek, peserta dapat: 1) Memahami esensi kebijakan Kementerian Agama 2) Termotivasi untuk mengimplementasikan kebijakan Kementerian Agama 3) Mengimbaskan kepada seluruh GPAI tentang kebijakan Kementerian Agama. 2. Pokok-pokok Materi Materi pada sesi Kebijakan Kementerian Agama ini adalah: 1) Penguatan PKB bagi Guru Pendidikan Agama Islam (PPKB-GPAI) 2) Pentingnya menjadi guru professional 3) Penguatan Moderasi Beragama (MB 3. Uraian Materi Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) guru adalah pengembangan kompetensi bagi guru sesuai dengan kebutuhan dan dilaksanakan secara bertahap dan berkelanjutan. Tujuannya untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap profesional guru dalam mengemban tugas sebagai pendidikan. Arah Pendidikan Nasional ditujukan untuk menghasilkan sumber daya manusia Indonesia yang memiliki karakter yaitu: 1) beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Masa Esa, 2) berakhlak mulia, 3) sehat, 4) berilmu, 5) cakap, 6) kreatif, 7) mandiri, 8) menjadi warga negara yang demokratis, dan 9) bertanggungjawab. Dalam rangka mewujudkan fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional tersebut, Pendidikan Agama Islam (PAI) pada PAUD-TK, SD/SDLB, SMP/SMPLB, SMA/SMALB, dan SMK yang selanjutnya di sebut PAI pada Sekolah, merupakan sub sistem dari Sistem Pendidikan Nasional memberikan penguatan pengetahuan dan keterampilan serta membentuk sikap, dan kepribadian 10



peserta didik dalam mengamalkan ajaran agama Islam. PAI pada sekolah merupakan program pendidikan yang berlandaskan pada aqidah yang berisi keyakinan tentang keesaan Allah Swt. sebagai sumber utama nilai-nilai kehidupan bagi manusia dan alam semesta. Nilai-nilai tersebut dapat dimanifestasikan melalui akhlak yang sekaligus merupakan landasan pengembangan nilai-nilai karakter bangsa Indonesia. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Guru Pendidikan Agama Islam (PPKB-GPAI) pada sekolah merupakan suatu keharusan bagi guru sebagai tenaga pendidik profesional sebagiamana diamanatkan perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Peraturan Pemerintah No 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017, Peraturan Menteri Agama No. 38 tahun 2018 dalam rangka meningkatkan kompetensi dan kinerja guru, Permendikbud No. 22 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-204. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Tahun 2020-2024. Keputusan Menteri Agama Nomor 529 Tahun 2021 Tentang Kelompok Kerja Penguatan Program Moderasi Beragama Pada Kementerian Agama.



B. Materi 2: Konsep Model Pembelajaran 4. Capaian Pembelajaran b. Tujuan Tujuan mengikuti materi konsep model pembelajaran adalah peserta bimtek dapat memahami konsep model pembelajaran berdasarkan teori belajar serta mengetahui dan memahami rumah model pembelajaran dan mampu mengaplikasikannya dalam pembelajaran. c. Indikator Keberhasilan Setelah mengikuti bimtek, peserta dapat: 1) 2) 3) 4)



Merumuskan model pembelajaran berdasarkan teori belajar; Mengidentifikasi model pembelajaran berdasarkan teori belajar; Mengklasifikasi model pembelajaran berdasarkan teori belajar; Melakukan identifikasi terhadap model-model pembelajaran berdasarkan rumah model.



5. Pokok-pokok Materi Lingkup materi konsep model pembelajaran adalah: a. Konsep Model Pembelajaran; b. Sifat Teori Belajar dan Pembelajaran; 11



c. Rumpun Model Pembelajaran; d. Model Pembelajaran Berdasarkan Rumpunnya. 6. Uraian Materi Konsep Model Pembelajaran Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungn yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah. Belajar adalah segenap rangkaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran berdasarkan alat indera dan pengalamannya. Oleh sebab itu apabila setelah belajar peserta didik tidak ada perubahan tingkah laku yang positif dalam arti tidak memiliki kecakapan baru serta wawasan pengetahuannya tidak bertambah maka dapat dikatakan bahwa belajarnya belum sempurna. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan. Jadi dapat dikatakan Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses inhern yang kompleks dari belajar. 1) Teori Belajar Deskriptif dan Preskriptif



Bruner (Dageng: 1989) mengemukakan bahwa teori pembelajaran adalah preskriptif dan teori belajar adalah deskriptif. Preskriptif karena tujuan utama teori pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal, sedangkan teori belajar bersifat deskriptif karena tujuan utama teori belajar adalah menjelaskan proses belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada hubungan antara variabel-variabel yang menentukan hasil belajar, sedangkan teori pembelajaran menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi proses belajar. Dengan kata lain teori pembelajaran berurusan dengan upaya mengontrol variabel yang dispesifikasikan dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar (C. Asri Budiningsih,2004). Reigeluth (1983 dalam Degeng, 1990) mengemukakan bahwa teori perspektif adalah goal oriented sedangkan teori deskriptif adalah goal free. Maksudnya adalah bahwa teori pembelajaran preskriptif dimaksudkan untuk mencapai tujuan, sedangkan teori belajar deskriptif dimaksudkan untuk memberikan hasil. Itulah sebabnya variabel yang diamati dalam mengembangkan teori belajar yang preskriptif adalah metode yang optimal untuk mencapai tujuan, sedangkan dalam pengembangan teori pembelajaran deskriptif, variabel 12



yang diamati adalah hasil belajar sebagai akibat dari interaksi antara metode dan kondisi. Dengan kata lain teori pembelajaran mengungkapkan hubungan antara kegiatan pembelajaran dengan proses psikologis dalam diri siswa, sedangkan teori belajar mengungkapkan hubungan antara kegiatan siswa dengan proses psikologis dalam diri siswa. Teori belajar Deskriptif dan Preskriptif memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari teori belajar deskriftif adalah: a) lebih terkonsep sehingga siswa lebih memahami materi yang akan disampaikan; b) mendorong siswa untuk mencari sumber pengetahuan sebanyak – banyaknya dalam mengerjakan suatu tugas. Sementara itu kelebihan teori belajar preskriptif adalah: a) lebih sistematis sehingga memiliki arah dan tujuan yang jelas; b) banyak memberi motivasi agar terjadi proses belajar; c) mengoptimalisasikan kerja otak secara maksimal. Kekurangan teori belajar deskriptif adalah kurang memperhatikan sisi psikologis siswa dalam mendalami suatu materi. Sementara kekurangan teori preskriptif adalah membutuhkan waktu cukup lama. 2) Teori Belajar Behavioristik



Teori behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang yang diperoleh melalui pengalaman. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon). Teori Behavouristik didukung oleh beberapa teori dari para ahli pendidikan antara lain: a) Pavlov (Classical Conditioning) Pada awal abad 19 Pavlov mempelajari proses pencernaan pada anjing. Dia memperhatikan perubahan waktu dan kecepatan pengeluaran air liur pada anjing yang sudah dioperasi kelenjar air liurnya sehingga ketika mengeluarkan air liur dapat ditampung dan diobservasi. Pavlov meneliti apakah bunyi bel sebagai stimulus berkondisi dapat menimbulkan air liur sebagai respon berkondisi pada anjing, dan hasilnya adalah: (1) Apabila daging disajikan maka anjing mengeluarkan air liur (alami). (2) Apabila bunyi bel disajikan secara bersamaan dengan daging maka air liur tidak keluar. (3) Apabila perlakuan pada poin b) dilakukan secara berulang-ulang maka air liur anjing dapat keluar. (4) Apabila bunyi bel diganti dengan bunyi sirine maka anjing tetap mengeluarkan air liur. (5) Apabila bunyi bel disajikan sacara terus menerus tanpa diikuti oleh daging 13



maka lama-lama air liur tidak keluar hal ini disebut extinction (kepunahan). (6) Apabila stimulus disajikan secara bervariasi yaitu dengan penguatan berupa lampu merah disertai daging dan lampu hijau tidak disertai daging dan diberikan secara berulang-ulang maka anjing akan mengeluarkan air liur ketika melihat lampu merah walaupun tidak disertai daging karena sudah terbentuk respon berkondisi Kesimpulan penelitian Pavlov adalah bahwa dalam diri anjing akan terjadi penglondisian selektif berdasar penguatan selektif artinya anjing dapat membedakan stimulus yang disertai penguatan dan yang tidak disertai penguatan. Teori Pavlov ini disebut Classical Conditioning.



b) Thorndike (connectionism) Thorndike menggunakan kucing sebagai hewan percobaan, Thorndike menghitung waktu yang dibutuhkan oleh kucing untuk dapat keluar dari kandang percobaan (Puzzle Box). Hasil dari eksperimen Thorndike adalah bahwa kucing dapat keluar dari kandang dengan jalan coba-coba (Trial and Error) Dari percobaan tersebut Thorndike mengemukakan tiga hukum belajar yaitu: Law of readiness. Agar proses belajar mancapai hasil yang baik maka diperlukan adanya kesiapan individu. Apabila individu dapat melakukan sesuatu dengan siap maka dia akan memperoleh kepuasan, jika terdapat hambatan maka akan menimbulkan kekecewaan. Law of Exercise. Hubungan antara stimulus dengan respon akan menjadi kuat apabila sering dilakukan latihan Law of effect. Apabila sesuatu memberikan hasil yang menyenangkan maka akan hubungan antara stimulus dan respon akan semakin kuat sebaliknya bila memberikan hasil yang tidak menyenangkan maka hubungan antara stimulus dan respon akan menurun. c) Skinner (Operant Conditioning) Skinner mempelajari gerak non reflek atau yang disengaja melalui percobaan tikus lapar yang dimasukkan dalam skinner box. Berdasarkan eksperimen tersebut Skinner mengemukakan dua prinsip umum yaitu: (1) Setiap respon yang diikuti penguatan maka akan cenderung diulang kembali; (2) Penguatan akan meningkatkan kecepatan respon. Prinsip teori belajar behavioristik adalah pengulangan dan penguatan (Reinforcement and Punishment). Konsekuensi yang menyenangkan akan memperkuat perilaku disebut penguatan (reinforcement). Sedangkan konsekuansi yang tidak menyenangkan akan memperlemah perilaku disebut hukuman (punishment). Pemberian stimulus positif yang diikuti respon disebut penguatan positif misalnya memuji siswa setelah dapat merespon pertanyaan guru. Sedangkan mengganti peristiwa yang dinilai negative untuk memperkuat 14



perilaku disebut penguatan negative, misalnya apabila peserta didik dapat mengerjakan tugas dengan sempurna maka diperbolehkan tidak mengikuti mid semester. Penguatan Primer adalah penguatan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan fisik seperti air, makanan, udara, dan lain-lain. Sedangkan penguatan sekunder adalah penguatan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan non fisik seperti pujian, pangkat, uang dan sejenisnya. Dalam pembelajaran Skinner menyatakan bahwa pemberian hadiah lebih efektif dalam merubah perilaku seseorang daripada menggunakan hukuman. Kelebihan teori belajar behavioristik adalah: (1) Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar. (2) Sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang, kelenturan, refleksi, daya tahan, dan sebagainya. menbutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan, spontanitas (3) Guru tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar mandiri. Jika menemukan kesulitan baru ditanyakan kepada guru yang bersangkutan. (4) Cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian. Kekurangan teori belajar behaviouristik adalah: (1) Sebuah konsekuensi bagi guru, untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap. (2) Tidak setiap mata pelajaran bisa menggunakan metode ini. (3) Penerapan teori behavioristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. (4) Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. (5) Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa (6) Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. 15



(7) Penerapan teori behavioristik yang salah dalam suatu kondisi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai sentral bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah guru melatih dan menetukan apa yang harus dipelajari murid sehingga dapat menekan kreatifitas siswa. (8) Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan meghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif sehingga inisiatif siswa terhadap suatu permasalahan yang muncul secara temporer tidak bisa diselesaikan oleh siswa. 3) Teori Belajar Kognitivistik



Teori ini lebih menekankan kepada proses belajar daripada hasil belajar. Bagi yang menganut aliran kognitivistik belajar tidak hanya melibatkan hubungan antara stimulus dan respons. Lebih dari itu belajar adalah melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Menurut teori kognitivistik, ilmu pengetahuan dibangun didalam diri seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak hanya berjalan terpisah-pisah, tetapi melalui proses mengalir, bersambung dan menyeluruh. Menurut psikologi kognitif belajar dipandang sebagai usaha untuk mengerti sesuatu. Usaha itu dilakukan secara aktif oleh siswa. Keaktifan itu dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi, mencermati lingkungan, mempraktekkan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Para psikolog pendidikan kognitif berkeyakinan bahwa pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sangat menentukan keberhasilan mempelajari informasi atau pengetahuan yang baru. Salah satu teori yang berasal dari psikolog kognitiv adalah teori pemrosesan informasi yang dikemukakan oleh Robert M. Gagne. Menurut teori ini belajar dipandang sebagai proses pengolahan informasi dalam otak manusia. Beberapa fungsi otak dalam proses kognitif antara lain: (a) Reseptor (alat indera): menerima rangsangan dari lingkungan dan mengubahnya menjadi rangsangan neural, memberikan symbol informasi yang diterimanya dan kemudian diteruskan. (b) Sensory register (penampungan kesan-kesan sensoris): terdapat pada syaraf pusat, fungsinya menampung kesan-kesan sensoris dan mengadakan seleksi sehingga terbentuk suatu kebulatan persepsi. Informasi yang masuk sebagian masuk ke dalam memori jangka pendek dan sebagian hilang dalam system. (c) Short term memory (memory jangka pendek): menampung hasil pengolahan perceptual dan menyimpannya. Informasi tertentu disimpan untuk menentukan maknanya. Memori jangka pendek dikenal juga dengan informasi memori kerja, kapasitasnya sangat terbatas, waktu 16



penyimpananya juga pendek. Informasi dalam memori ini dapat di transformasi dalam bentuk kode-kode dan selanjutnya diteruskan ke memori jangka panjang. (d) Long Term memory (memori jangka panjang): menampung hasil pengolahan yang ada di memori jangka pendek. Informasi yang disimpan dalam jangka panjang, bertahan lama, dan siap untuk dipakai kapan saja. (e) Response generator (pencipta respon): menampung informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang dan mengubahnya menjadi reaksi jawaban. Menurut Piaget proses belajar sebenarnya terdiri atas tiga tahapan yaitu: (a) Asimilasi: Proses pengintegrasian informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada. (b) Akomodasi: Proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru. (c) Equilibrasi: Penyesuaian yang berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Piaget juga mengemukakan bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Proses belajar yang dialami seorang anak berbeda pada tahap satu debfab tahap lainnya yang secara umum semakin tinggi tingkat kognitif seseorang maka semakin teratur dan juga semakin abstrak cara berpikirnya. Oleh karena itu guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif anak didiknya serta memberikan isi, metode, media pembelajaran yang sesuai dengan tahapannya. Menurut Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya didefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa (advanced organizer), dengan demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar siswa. Advanced organizer adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi seluruh isi pelajaran yang akan dipelajari oleh siswa. Advanced organizer memberikan tiga manfaat yaitu: (a) Menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi yang akan dipelajari. (b) Berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara yang sedang dipelajari dan yang akan dipelajari. (c) Dapat membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah. Kelebihan teori kognitivistik adalah: (a) Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri. (b) Membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah



17



Kekurangan teori kognitivistik adalah: (a) Teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan. (b) Sulit di praktikkan khususnya di tingkat lanjut. (c) Beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya masih belum tuntas. 4) Teori Konstruktivistik



Menurut paradigma konstruktivistik, pembelajaran lebih mengutamakan penyelesaian masalah, mengembangkan konsep, konstruksi solusi dan algoritma ketimbang menghafal prosedur dan menggunakannya untuk memperoleh satu jawaban benar. Pembelajaran lebih dicirikan oleh aktivitas eksperimentasi, pertanyaan-pertanyaan, investigasi, hipotesis, dan modelmodel yang dibangkitkan oleh siswa sendiri. Secara umum, terdapat lima prinsip dasar yang melandasi kelas konstruktivistik, yaitu: (1) meletakkan permasalahan yang relevan dengan kebutuhan siswa, (2) menyusun pembelajaran di sekitar konsep-konsep utama, (3) menghargai pandangan siswa, (4) materi pembelajaran menyesuaikan terhadap kebutuhan siswa, (5) menilai pembelajaran secara kontekstual. Secara tradisional, pembelajaran telah dianggap sebagai bagian “menirukan” suatu proses yang melibatkan pengulangan siswa, atau meniru-niru informasi yang baru disajikan dalam laporan atau quis dan tes. Menurut paradigma konstruktivistik, pembelajaran lebih diutamakan untuk : (a) Membantu siswa dalam menginternalisasi, membentuk kembali, atau mentransformasi informasi baru. (b) Menghargai otonomi dan inisiatif siswa. (c) Menggunakan data primer dan bahan manipulatif dengan penekanan pada keterampilan berpikir kritis. (d) Mengutamakan kinerja siswa berupa mengklasifikasi, mengananalisis, memprediksi, dan mengkreasi dalam mengerjakan tugas. (e) Menyertakan respon siswa dalam pembelajaran dan mengubah model atau strategi pembelajaran sesuai dengan karakteristik materi pelajaran. (f) Menggali pemahaman siswa tentang konsep-konsep yang akan dibelajarkan sebelum sharing pemahamannya tentang konsep-konsep tersebut. (g) Menyediakan peluang kepada siswa untuk berdiskusi baik dengan dirinya maupun dengan siswa yang lain. (h) Mendorong sikap inquiry siswa dengan pertanyaan terbuka yang menuntut mereka untuk berpikir kritis dan berdiskusi antar temannya. (i) Mengelaborasi respon awal siswa. (j) Menyertakan siswa dalam pengalaman-pengalaman yang dapat menimbulkan kontradiksi terhadap hipotesis awal mereka dan kemudian mendorong diskusi. 18



(k) Menyediakan kesempatan yang cukup kepada siswa dalam memikirkan dan mengerjakan tugas-tugas. (l) Menumbuhkan sikap ingin tahu siswa melalui penggunaan model pembelajaran yang beragam. 5) Teori Belajar Humanistik



Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaikbaiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses belajar, ialah: (a) Proses pemerolehan informasi baru. (b) Penyampaian informasi ini pada individu. Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain adalah: Arthur W. Combs, Abraham Maslow, Bloom dan Krathwohl, Kolb, Honey dan Mumford, Habermas, dan Carl Rogers. (a) Abraham Maslow Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal: (1) Suatu usaha yang positif untuk berkembang (2) Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu. Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, berfungsinya semua kemampuan, kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri (self). Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hierarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan rasa aman dan 19



seterusnya. Hirarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar siswa belum terpenuhi. (b) Bloom dan Krathwohl Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai oleh siswa tercakup dalam tiga kawasan yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. (c) Kolb Kolb membagi tahapan belajar menjadi empat tahap yaitu: (1) Pengalaman konkret: pada tahap dini seseorang hanya mampu ikut mengalami suatu kejadian inilah terjadi tahap awal proses pembelajaran. (2) Pengalaman aktif dan reflektif: siswa lambat laun melakukan pengamatan aktif terhadap kejadian itu, dan mulai berusaha memikirkan serta memahaminya. (3) Konseptualisasi: siswa mulai belajar membuat abstrak atau teori tentang hal yang pernah diamatinya. (4) Eksperimentasi aktif: siswa sudah mampu mengaplikasikan suatu autran umum ke situasi yang baru. Aplikasi teori Humanistik menunjuk pada ruh atau spirit proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa dengan memberikan motivasi dan kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran. Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif. Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajar daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah: (a) Merumuskan tujuan belajar yang jelas (b) Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas, jujur dan positif. (c) Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri. (d) Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri (e) Siswa didorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukan apa yang diinginkan dan menanggung 20



resiko dari perilaku yang ditunjukkan. (f) Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya. (g) Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya. (h) Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa. Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku. Kelebihan teori humanistik antara lain: (a) Teori ini cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. (b) Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. (c) Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku. Kekurangan teori humanistik antara lain: (a) Siswa yang tidak mau memahami potensi dirinya akan ketinggalan dalam proses belajar. (b) Siswa yang tidak aktif dan malas belajar akan merugikan diri sendiri dalam proses belajar. 6) Rumpun Model Pembelajaran Pembelajaran adalah proses interaksi antar peserta didik, antara peserta didik dan pendidik, dan antara peserta dan sumber belajar lainnya pada suatu lingkungan belajar yang berlangsung secara edukatif, agar peserta didik dapat membangun sikap, pengetahuan dan keterampilannya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga penilaian. 21



Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran yang disusun secara sistematis untuk mencapai tujuan belajar yang menyangkut sintaksis, sistem sosial, prinsip reaksi dan sistem pendukung (Joice&Wells). Sedangkan menurut Arends dalam Trianto, mengatakan “model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Prinsip-prinsip pembelajaran meliputi: (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) (i) (j)



(k) (l) (m) (n)



Peserta didik difasilitasi untuk mencari tahu, Peserta didik belajar dari berbagai sumber belajar, Proses pembelajaraan menggunakan pendekatan ilmiah, Pembelajaran berbasis kompetensi, Pembelajaran terpadu, Pembelajaran yang menekankan pada jawaban divergen yang memiliki kebenaran multi dimensi, Pembelajaran berbasis keterampilan aplikatif, Peningkatan keseimbangan, kesinambungan, dan keterkaitan antara hardskills dan soft-skills, Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat, Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberiketeladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas pesertadidik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani), Pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat, Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran, Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik, dan Suasana belajar menyenangkan dan menantang.



Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Tujuan penggunaan model pembelajaran sebagai strategi bagaimana pembelajaran yang dilaksanakan dapat membantu peserta didik mengembangkan dirinya baik berupa informasi, gagasan, keterampilan nilai dan cara-cara berpikir dalam meningkatkan kapasitas berpikir secara jernih, bijaksana dan membangun keterampilan sosial serta komitmen (Joice & Wells). Model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yaitu: 22



a) Rasional teoretis logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya. Model pembelajaran mempunyai teori berfikir yang masuk akal. Maksudnya para pencipta atau pengembang membuat teori dengan mempertimbangkan teorinya dengan kenyataan sebenarnya serta tidak secara fiktif dalam menciptakan dan mengembangankannya. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai). Model pembelajaran mempunyai tujuan yang jelas tentang apa yang akan dicapai, termasuk di dalamnya apa dan bagaimana siswa belajar dengan baik serta cara memecahkan suatu masalah pembelajaran. b) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil. Model pembelajaran mempunyai tingkahlaku mengajar yang diperlukan sehingga apa yang menjadi cita-cita mengajar selama ini dapat berhasil dalam pelaksanaannya. c) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai. Model pembelajaran mempunyai lingkungan belajar yang kondusif serta nyaman, sehingga suasana belajar dapat menjadi salah satu aspek penunjang apa yang selama ini menjadi tujuan pembelajaran. (Trianto, 2010). d) Memilih atau menentukan model pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kondisi Capaian Pembelajaran, tujuan yang akan dicapai dalam pengajaran, sifat dari materi yang akan diajarkan, dantingkat kemampuan peserta didik. Di samping itu, setiap model pembelajaran mempunyai tahap-tahap (sintaks) yang dapat dilakukan siswa dengan bimbingan guru. Pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan saintifik sebagaimana yang diterapkan pada kurikulum 2013, sebaiknya dipadukan secara sinkron dengan langkah/tahapan kerja (syntax) model pembelajaran. 7) Model pembelajaran dalam Kurikulum 2013



23



Model pembelajaran dalam Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 menggunakan 3 (tiga) model pembelajaran utama (Permendikbud No. 103 Tahun 2014) yang diharapkan dapat membentuk perilaku saintifik, perilaku sosial serta mengembangkan rasa keingintahuan. Ketiga model tersebut adalah: model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning), model Pembelajaran Berbasis Projek (Project Based Learning), dan model Pembelajaran Melalui Penyingkapan/Penemuan (Discovery/Inquiry Learning). Disamping model pembelajaran di atas dapat juga dikembangkan model pembelajaran Production Based Education (PBE) sesuai dengan karakteristik pendidikan menengah kejuruan. Tidak semua model pembelajaran tepat digunakan untuk semua KD/materi pembelajaran. Model pembelajaran tertentu hanya tepat digunakan untuk materi pembelajaran tertentu. Sebaliknya materi pembelajaran tertentu akan dapat berhasil maksimal jika menggunakan model pembelajaran tertentu. Oleh karena itu guru harus menganalisis rumusan pernyataan setiap KD, kemudian menentukan model pembelajaran yang tepat untuk mencapai komptensi. Untuk menentukan model pembelajaran yang tepat dapat merujuk pada rambu-rambu berikut: Rambu-rambu penentuan model penyingkapan/penemuan (Discovery/ Inquiry Learning): a) Pernyataan KD-3 dan KD-4 mengarah ke pencarian atau penemuan; b) Pernyataan KD-3 lebih menitikberatkan pada pemahaman pengetahuan faktual, konseptual, procedural, dan dimungkinkan sampai metakognitif; c) Pernyataan KD-4 pada taksonomi mengolah dan menalar. Rambu-rambu penemuan model hasil karya (Problem Based Learning dan Project Based Learning): a) Pernyataan KD-3 dan KD-4 mengarah pada hasil karya berbentuk jasa atau produk; b) Pernyataan KD-3 pada bentuk pengetahuan metakognitif; c) Pernyataan KD-4 pada taksonomi menyaji dan mencipta, dan d) Pernyataan KD-3 dan KD-4 yang memerlukan persyaratan penguasaan pengetahuan konseptual dan prosedural. Masing-masing model pembelajaran tersebut memiliki urutan langkah kerja (syntax) tersendiri, yang dapat diuraikan sebagai berikut.



24



a) Model Pembelajaran Penyingkapan (Discovery / Inquiry Learning)



Model pembelajaran penyingkapan (Discovery Learning) adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatingconcepts and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219). (1) Sintak model Discovery Learning (a) Pemberian rangsangan (Stimulation); (b) Pernyataan/Identifikasi masalah (Problem Statement); (c) Pengumpulan data (Data Collection); (d) Pembuktian (Verification), dan (e) Menarik simpulan/generalisasi (Generalization). (2) Sintak model Inquiry Learning Terbimbing Model pembelajaran yang dirancang membawa peserta didik dalam proses penelitian melalui penyelidikan dan penjelasan dalam setting waktu yang singkat (Joice & Wells, 2003). Model pembelajaran Inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu secara sistematis kritis dan logis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri temuannya.



25



Sintak/tahap model inkuiri meliputi: (a) Orientasi masalah; (b) Pengumpulan data dan verifikasi; (c) Pengumpulan data melalui eksperimen; (d) Pengorganisasian dan formulasi eksplanasi, dan (e) Analisis proses inkuiri. b) Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)



Merupakan pembelajaran yang menggunakans berbagai kemampuan berpikir dari peserta didik secara individu maupun kelompok serta lingkungan nyata untuk mengatasi permasalahan sehingga bermakna, relevan, dan kontekstual (Tan Onn Seng, 2000). Tujuan PBL adalah untuk meningkatkan kemampuan dalam menerapkan konsep-konsep pada permasalahan baru/nyata, pengintegrasian konsep High Order Thinking Skills (HOT’s), keinginan dalam belajar, mengarahkan belajar diri sendiri dan keterampilan (Norman and Schmidt). Berikut adalah beberapa model sintak Problem Based Learning: (1) Sintak model Problem Based Learning dari Bransford and Stein (dalam Jamie Kirkley, 2003:3) terdiri atas: (a) Mengidentifikasi masalah; (b) Menetapkan masalah melalui berpikir tentang masalah dan menyeleksi informasi-informasi yang relevan; (c) Mengembangkan solusi melalui pengidentifikasian alternative alternatif, tukar-pikiran dan mengecek perbedaan pandang; (d) Melakukan tindakan strategis, dan (e) Melihat ulang dan mengevaluasi pengaruh-pengaruh dari solusi yang dilakukan. 26



(2) Sintak model Problem Solving Learning Jenis Trouble Shooting (David H. Jonassen, 2011:93) terdiri atas: (a) Merumuskan uraian masalah; (b) Mengembangkan kemungkinan penyebab; (c) Mengetes penyebab atau proses diagnosis, dan (d) Mengevaluasi. c) Model pembelajaran Project Based Learning (PjBL).



Model pembelajaran PJBL merupakan pembelajaran dengan menggunakan proyek nyata dalam kehidupan yang didasarkan pada motivasi tinggi, pertanyaan menantang, tugas-tugas atau permasalahan untuk membentuk penguasaan kompetensi yang dilakukan secara kerjasama dalam upaya memecahkan masalah (Barel, 2000 and Baron 2011). Tujuan Project Based Learning adalah meningkatkan motivasi belajar, team work, keterampilan kolaborasi dalam pencapaian kemampuan akademik level tinggi/taksonomi tingkat kreativitas yang dibutuhkan pada abad 21 (Cole & Wasburn Moses, 2010). Sintak/tahapan model pembelajaran Project Based Learning, meliputi: (1) (2) (3) (4)



Penentuan pertanyaan mendasar (Start with the Essential Question); Mendesain perencanaan proyek; Menyusun jadwal (Create a Schedule); Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek (Monitor the Students and the Progress of the Project); (5) Menguji hasil (Assess the Outcome), dan (6) Mengevaluasi pengalaman (Evaluate the Experience).



27



Di samping tiga model pembelajaran di atas, di SMK dapat digunakan model Production Based Training (PBT) untuk mendukung pengembangan Teaching Factory pada mata pelajaran pengembangan produk kreatif. Model Pembelajaran Production Based Training merupakan proses pendidikan dan bimtek yang menyatu pada proses produksi, dimana peserta didik diberikan pengalaman belajar pada situasi yang kontekstual mengikuti aliran kerja industri mulai dari perencanaan berdasarkan pesanan, pelaksanaan dan evaluasi produk/kendali mutu produk, hingga langkah pelayanan pasca produksi.Tujuan penggunaan model pembelajaranPBT adalah untuk menyiapkan peserta didik agar memiliki kompetensi kerja yang berkaitan dengan kompetensi teknisserta kemampuan kerjasama sesuai tuntutan organisasi kerja. Sintaks/tahapan model pembelajaran meliputi: (1) (2) (3) (4)



Production Based Trainning



Merencanakan produk; Melaksanakan proses produksi; Mengevaluasi produk (melakukan kendali mutu), dan Mengembangkan rencana pemasaran. (G. Y. Jenkins, Hospitality 2005).



Kurikulum 2013, mendorong proses pembelajaran dilakukan dengan pendekatan saintifik. Proses pembelajaran yang mengacu pada pendekatan saintifik, meliputi lima langkah sebagai berikut: 1. Mengamati, yaitu kegiatan siswa mengidentifikasi melalui indera penglihat (membaca, menyimak), pembau, pendengar, pengecap dan peraba pada waktu mengamati suatu objek dengan ataupun tanpa alat bantu. Alternatif kegiatan mengamati antara lain observasi lingkungan, mengamati gambar, video, tabel dan grafik data, menganalisis peta, membaca berbagai informasi yang tersedia di media masa dan internet maupun sumber lain. Bentuk hasil belajar dari kegiatan mengamati adalah siswa dapat mengidentifikasi masalah. 2. Menanya, yaitu kegiatan siswa mengungkapkan apa yang ingin diketahuinya baik yang berkenaan dengan suatu objek, peristiwa, suatu proses tertentu. Dalam kegiatan menanya, siswa membuat pertanyaan secara individu atau kelompok tentang apa yang belum diketahuinya. Siswa dapat mengajukan pertanyaan kepada guru, narasumber, siswa lainnya dan atau kepada diri sendiri dengan bimbingan guru hingga siswa dapat mandiri dan menjadi kebiasaan. Pertanyaan dapat diajukan secara lisan dan tulisan serta harus dapat membangkitkan motivasi siswa untuk tetap aktif dan gembira. Bentuknya dapat berupa kalimat pertanyaan dan kalimat hipotesis. Hasil belajar dari kegiatanmenanya adalah siswa dapat merumuskan 28



masalah dan merumuskan hipotesis. 3. Mengumpulkan data, yaitu kegiatan siswa mencari informasi sebagai bahan untuk dianalisis dan disimpulkan. Kegiatan mengumpulkan data dapat dilakukan dengan cara membaca buku, mengumpulkan data sekunder, observasi lapangan, uji coba (eksperimen), wawancara, menyebarkan kuesioner, dan lain-lain. Hasil belajar dari kegiatan mengumpulkan data adalah siswa dapat menguji hipotesis. 4. Mengasosiasi, yaitu kegiatan siswa mengolah data dalam bentuk serangkaian aktivitas fisik dan pikiran dengan bantuan peralatan tertentu. Bentuk kegiatan mengolah data antara lain melakukan klasifikasi, pengurutan (sorting), menghitung, membagi, dan menyusun data dalam bentuk yang lebih informatif, serta menentukan sumber data sehingga lebih bermakna. Kegiatan siswa dalam mengolah data misalnya membuat tabel, grafik, bagan, peta konsep, menghitung, dan pemodelan. Selanjutnya siswa menganalisis data untuk membandingkan ataupun menentukan hubungan antara data yang telah diolahnya dengan teori yang ada sehingga dapat ditarik simpulan dan atau ditemukannya prinsip dan konsep penting yang bermakna dalam menambah skema kognitif, meluaskan pengalaman, dan wawasan pengetahuannya. Hasil belajar dari kegiatan menalar/ mengasosiasi adalah siswa dapat menyimpulkan hasil kajian dari hipotesis. 5. Mengomunikasikan, yaitu kegiatan siswa mendeskripsikan dan menyampaikan hasil temuannya dari kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan dan mengolah data, serta mengasosiasi yang ditujukan kepada orang lain baik secara lisan maupun tulisan dalam bentuk diagram, bagan, gambar, dan sejenisnya dengan bantuan perangkat teknologi sederhana dan atau teknologi informasi dan komunikasi. Hasil belajar dari kegiatan mengomunikasikan adalah siswa dapat memformulasikan dan mempertanggungjawabkan pembuktian hipotesis. 7. Rangkuman Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan. Jadi dapat dikatakan Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses inhern yang kompleks dari belajar. Adapunteori belajar terdiri dari 5, yaitu: a) Teori belajar Desktiptif dan preskriptif b) Teori belajar Behavioristik 29



c) Teori belajar Kognitifistik d) Teori belajar Konstrukstivistik e) Teori belajar Humanistik Adapun rumpun model pembelajaran yang bisa dikembangkan terdiri dari 3 yaitu: a) b) c) d)



Inquri dan discovery Problem based learning Project based learning Saintific based learning



8. Tugas Untuk meningkatkan pemahaman terhadap materi 1 Konsep model pembelajaran, maka peserta menjawab pertanyaan berikut: a. Jelaskan teori-teori pembelajaran! b. Identifikasi model-model pembelajaran berdasarkan teori belajar? c. Identifikasi model-model pembelajarn berdasarkan rumah/rumpungnya masing-masing!



9. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Setelah menyelesaikan latihan dan tugas dalam modul, melalui Reflective Thinking, peserta diminta menuliskan pada selembar kertas tentang apa saja tujuan mengetahui teori dan sikap belajar serta rumah dan rumpung model pembelajarn. C. Materi 3: Konsep dan Implemantasi Kurikulum Merdeka 1. Capaian Pembelajaran b. Tujuan Tujuan mengikuti materi Konsep dan Implemantasi Kurikulum Merdeka adalah: 1) Peserta mampu memahami konsep kurikulum merdeka. 2) Peserta dapat menganalisis konsep kurikulum berdasarkan kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 3) Peserta mampu mengimplementasi kurikulum merdeka. c. Indikator Keberhasilan Setelah mengikuti bimtek, peserta dapat: 1) Memahami esensi Merdeka Belajar 30



2) Mengidentifikasi konsep Merdeka Belajar 3) Mengimplementasikan Merdeka Belajar dalam proses pembelajaran 2. Pokok-pokok Materi Lingkup materi konsep dan Implementasi Kurikulum Merdeka adalah: a) Latar belakang perubahan kurikulum Merdeka Belajar b) Konsep kurikulum Merdeka Belajar c) Implementasi kurikulum Merdeka Belajar 3. Uraian Materi



Kurikulum Merdeka a. Pendahuluan Kurikulum Merdeka adalah kurikulum yang memberikan kebebasan dan otonomi kepada lembaga pendidikan, dan merdeka dari birokratisasi, serta guru dibebaskan dari birokrasi yang berbelit-belit serta peserta didik diberikan kebebasan untuk memilih bidang yang mereka sukai. Esensi dari Kurikulum Merdeka ini adalah Merdeka Belajar, yakni konsep yang dibuat agar siswa bisa mendalami minat dan bakatnya masing-masing. Misalnya, jika dua anak dalam satu keluarga memiliki minat yang berbeda, maka tolok ukur yang dipakai untuk menilai tidak sama. Kemudian anak juga tidak bisa dipaksakan mempelajari suatu hal yang tidak disukai. "Kita sebagai orangtua tentu tidak bisa memaksakan anak kita yang menyukai seni untuk belajar secara mendalam komputer dan sebaliknya," kata Nadiem. Nadiem mengatakan, anak itu pada dasarnya memiliki rasa ingin tahu dan keinginan belajar. "Jadi tidak ada anak pemalas atau anak yang tidak bisa," tegasnya. b. Latar Belakang Landasan empiris dan kerangka konseptual yang digunakan dalam merumuskan kebijakan kurikulum dan merancang Kurikulum Merdeka adalah kajian yang juga mencakup strategi implementasi kurikulum baru, sebuah isu yang sangat mempengaruhi keberhasilan dari setiap kebijakan pendidikan. Krisis pembelajaran yang telah terjadi sekian lama tersebut, diperburuk dengan Pandemi Covid-19 yang seketika membawa perubahan pada wajah



31



pendidikan di Indonesia. Perubahan yang paling nyata tampak pada proses pembelajaran yang awalnya bertumpu pada metode tatap muka beralih menjadi pembelajaran jarak jauh (PJJ). Intensitas belajar mengajar juga mengalami penurunan yang signifikan, baik jumlah hari belajar dalam seminggu maupun rata-rata jumlah jam belajar dalam sehari. Selama PJJ, umumnya siswa belajar 2-4 hari dalam seminggu terutama siswa pada tingkat SMP, SMA, dan SMK sehinga mengakibatkan learning loss. Pola keberagaman dalam proses pembelajaran ini selanjutnya memberi pengaruh pada semakin melebarnya kesenjangan hasil pembelajaran siswa selama pandemi. Terkait hal ini, temuan The SMERU Research Institute (2020) menunjukkan dua hal. Pertama, analisis ketimpangan belajar di dalam kelas menunjukkan bahwa siswa yang memiliki akses terhadap perangkat digital, memiliki guru adaptif, pada kondisi sosial ekonomi lebih tinggi, serta mempunyai orang tua yang aktif berkomunikasi dengan guru cenderung memiliki kemampuan di atas rata-rata. Kedua, ketimpangan hasil belajar antar siswa dalam satu kelas pun diprediksi akan semakin lebar. Apabila tidak ada intervensi yang mendorong guru untuk menyusun pembelajaran yang memperhatikan keragaman kemampuan belajar siswa, maka siswa dengan kemampuan rendah akan semakin tertinggal dari siswa lainnya. Studi INOVASI dan Puslitjak (2020) menunjukkan risiko yang lebih besar dari semakin melebarnya kesenjangan pembelajaran ini. Menurut studi tersebut, “pembelajaran selama COVID-19 memiliki dampak yang lebih besar pada beberapa kelompok siswa, di mana siswa yang berasal dari keluarga dengan latar belakang sosial ekonomi lebih rendah lebih berisiko tidak terdaftar lagi atau tidak lagi berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Antisipasi dampak pandemi terhadap ketertinggalan pembelajaran (learning loss) dan kesenjangan pembelajaran (learning gap) sebenarnya telah dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud /saat ini Kemendikbudristek). Pada Agustus 2020, Kemendikbud menerbitkan kurikulum darurat pada satuan pendidikan dalam kondisi khusus. Kurikulum darurat (dalam kondisi khusus) ini pada pada intinya merupakan penyederhanaan dari kurikulum nasional. Pada kurikulum darurat dilakukan pengurangan kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran sehingga guru dan siswa dapat berfokus pada kompetensi esensial dan kompetensi prasyarat untuk kelanjutan pembelajaran di tingkat selanjutnya.



32



Guru juga didorong untuk melakukan asesmen diagnostik secara berkala untuk mendiagnosis kondisi kognitif (kemampuan dan capaian pembelajaran siswa) dan kondisi non-kognitif (aspek psikologis dan kondisi emosional siswa) sebagai dampak dari PJJ. Dengan asesmen diagnostik ini diharapkan guru dapat memberikan pembelajaran yang tepat sesuai kondisi dan kebutuhan siswa mereka. Setelah berjalan hampir satu tahun ajaran, Kemendikbud telah melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum darurat. Hasil evaluasi tersebut secara umum menunjukkan bahwa siswa pengguna kurikulum darurat mendapatkan hasil asesmen yang lebih baik daripada pengguna Kurikulum 2013 secara penuh, terlepas dari latar belakang sosial ekonominya. Penggunaan kurikulum darurat secara signifikan juga mampu mengurangi indikasi learning-loss selama pandemi baik untuk capaian literasi maupun numerasi Hasil positif di atas menunjukkan bahwa intervensi kurikulum darurat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap upaya pemulihan pembelajaran akibat pandemi COVID-19. Namun disisi lain, dapat dikatakan bahwa intervensi ini merupakan kebijakan bumper untuk menanggulangi potensi learning loss dan learning gap selama pandemi. Dibutuhkan pengembangan kurikulum yang secara komprehensif mampu menghadapi krisis pembelajaran yang menjadi permasalahan akut di Indonesia. Selama dua tahun ke depan, Kurikulum Merdeka akan terus disempurnakan berdasarkan evaluasi dan umpan balik dari berbagai pihak. Sejalan dengan proses evaluasi tersebut, naskah ini juga akan mengalami revisi dan pembaruan secara berkala. c. Konsep Kurikulum Merdeka Kurikulum Merdeka merupakan terobosan Kemendikbud-Ristek untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) unggul melalui kebijakan yang menguatkan peran seluruh insan pendidikan. Kebijakan ini diimplementasikan melalui empat upaya perbaikan.



Pertama, perbaikan pada infrastruktur dan teknologi. Kedua, perbaikan kebijakan, prosedur, dan pendanaan, serta pemberian otonomi lebih bagi satuan pendidikan. 3. Ketiga, yakni perbaikan kepemimpinan, masyarakat, dan budaya. 4. Keempat, melakukan perbaikan kurikulum, pedagogi, dan asesmen. 1. 2.



Kurikulum Merdeka dibagi dalam beberapa episode. Dimulai dari episode pertama, yaitu menghadirkan empat pokok kebijakan agar paradigma 33



tentang cara lama dalam belajar dan mengajar dapat diubah menuju kemajuan. Beberapa wujud dari empat pokok kebijakan itu adalah penghapusan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) dan mengganti Ujian Nasional (UN) menjadi Asesmen Nasional. Kemudian, ada juga kebijakan penyederhanaan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) serta kebijakan penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang lebih fleksibel.



Kurikulum Merdeka dirancang sebagai bagian dari upaya KemendikbudRistek untuk mengatasi krisis belajar yang telah lama kita hadapi, dan menjadi semakin parah karena pandemi. Krisis ini ditandai oleh rendahnya hasil belajar peserta didik, bahkan dalam hal yang mendasar seperti literasi membaca. Krisis belajar juga ditandai oleh ketimpangan kualitas belajar yang lebar antar wilayah dan antar kelompok sosial-ekonomi. Tentu, pemulihan sistem pendidikan dari krisis belajar tidak bisa diwujudkan melalui perubahan kurikulum saja. Diperlukan juga berbagai upaya penguatan kapasitas guru dan kepala sekolah, pendampingan bagi pemerintah daerah, penataan sistem evaluasi, serta infrastruktur dan pendanaan yang lebih adil. Namun kurikulum juga memiliki peran penting. Kurikulum berpengaruh besar pada apa yang diajarkan oleh guru, juga pada bagaimana materi tersebut diajarkan. Karena itu, kurikulum yang dirancang dengan baik akan mendorong dan memudahkan guru untuk mengajar dengan lebih baik. d. Struktur Kurikulum Merdeka Kurikulum merdeka memiliki dua stuktur khusus yakni: kegiatan yang bersifat intrakurikuler dan kegiatan yang bersifat projek baik secara perseorangan maupun kelompok yang proses penerapannya diserahkan sepenuhnya kepada sekolah maupun tenaga pendidik tiap mata pelajarannya. Kurikulum merdeka juga memiliki perbedaan dalam hal waktu atau jam pelajaran. Jika kurikulum 2013 lebih menghitung jumlah jam pelajaran berdasarkan hitungan minggu, maka Kurikulum Merdeka menghitung jam pelajaran berdasarkan tahun. Dengan waktu jam pelajaran yang berdasarkan tahun ini akan memudahkan pihak sekolah untuk mengatur aktivitas pembelajaran, contohnya: mata pelajaran yang belum diajarkan pada semester genap bisa diajarkan pada semester ganjil demikian pula sebaliknya atau menyesuaikan jam pelajaran setiap tahunnya . Selanjutnya, perbedaan Kurikulum Merdeka dengan kurikulum 2013 bahwa tidak lagi dikenal istilah kompetensi inti maupun kompetensi dasar 34



melainkan diganti dengan capaian pembelajaran yang ditandai dengan hasil yang telah dicapai dalam bentuk sikap maupun keterampilan siswa dalam satu kesatuan yang saling terkait erat dan berdampak langsung pada kompetensi tiap siswanya. Kurikulum baru ini, memiliki perbedaan secara khusus di tiap jenjang pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga jenjang sekolah menengah atas, berikut penjelasannya: 1) Sekolah Dasar (SD) Perbedaan di Sekolah Dasar Pada kurikulum 2013 untuk sekolah dasar, terdapat pemisahan antara mata pelajaran IPA dan IPS. Sedangkan, pada Kurikulum Merdeka, kedua mata pelajaran ini digabung menjadi satu mata pelajaran menjadi Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS) tujuan sebagai persiapan ketika siswa melanjutkan pendidikan di level sekolah menengah pertama (SMP). 2) Sekolah Menengah Pertama (SMP) Di Sekolah SMP perbedaan mencolok antara kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka di jenjang ini, adalah pada mata pelajaran informatika, jika sebelumnya lebih bersifat pilihan, maka pada Kurikulum Merdeka mata pelajaran ini dianggap wajib. 3) Sekolah Menengah Atas (SMA) Di SMA perbedaannya adalah Jika pada kurikulum 2013, siswa baru harus memilih jurusan sementara, maka pada Kurikulum Merdeka pemilihan jurusan atau peminatan dimulai saat siswa memasuki kelas 11 yang dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan konsultasi antara wali kelas, guru BK serta orang tua siswa. Kurikulum baru ini juga memiliki keunggulan jika disbanding dengan kurikulum sebelumnya, yaitu: 1) Lebih sederhana dan mendalam Fokus pada materi yang esensial dan pengembangan kompetensi peserta didik pada fasenya. Belajar menjadi lebih mendalam, bermakna, tidak terburu-buru dan menyenangkan. 2) Lebih merdeka Merdeka bagi Peserta didik memiliki arti yaitu Tidak ada program peminatan di SMA, peserta didik memilih mata pelajaran sesuai minat, bakat, dan aspirasinya. Merdeka bagi Guru yaitu Guru mengajar sesuai tahap capaian dan perkembangan peserta didik.



35



Dan merdeka untuk Sekolah maksudnya yaitu sekolah memiliki wewenang untuk mengembangkan dan mengelola kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan dan peserta didik. 3) Lebih relevan dan Interaktif Pembelajaran melalui kegiatan projek ( project based learning ) memberikan kesempatan lebih luas kepada peserta didik untuk secara aktif mengeksplorasi isu-isu aktual misalnya isu lingkungan, kesehatan, dan lainnya untuk mendukung pengembangan karakter dan kompetensi Profil Pelajar Pancasila yang relevan dengan kehidupan sehari- hari siswanya. e. Implementasi Kurikulum Merdeka Kemendikbud-Ristek melalui Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) menjelaskan bahwa penerapan Kurikulum Merdeka tidak sesulit yang dibayangkan masyarakat. Kurikulum Merdeka ini lebih berfokus pada materi yang esensial dan pengembangan kompetensi peserta didik pada fasenya. Sifatnya lebih mendekatkan pada kemampuan masingmasing siswa. Menerapkan Kurikulum Merdeka, Pembelajaran Makin Menyenangkan Dia memaparkan, esensi Kurikulum Merdeka memberikan kemerdekaan kepada guru untuk menentukan cara mengajar yang tepat. Selain itu guru bisa membuat materi esensialnya sesuai dengan yang ingin dicapai. Dari sisi siswa, mereka punya ruang seluas-luasnya untuk meng-explore potensi yang dimilikinya. Kurikulum Merdeka lebih relevan dan interaktif yang mana pembelajarannya melalui kegiatan proyek. "Siswa diberikan kesempatan lebih luas untuk secara aktif mengeksplorasi isu-isu aktual. Misalnya, isu lingkungan, kesehatan, dan lainnya untuk mendukung pengembangan karakter dan kompetensi profil pelajar Pancasila. Untuk mengimplementasikan Kurikulum Merdeka, guru harus kenal betul muridnya. Guru harus mempunyai peta kemampuan setiap siswanya. Jadi, ketika masuk sekolah, guru jangan langsung menyodorkan siswa dengan materi yang sudah disusun dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Namun, masuk dulu ke dunia anaknya. "Kenali dulu siswanya, apa yang sudah dikuasai anak. Setelah punya peta kemampuan masing-masing anak, guru bisa meng-create proses pembelajaran. Anak yang belum menguasai materi sebelumnya harus tuntas terlebih dahulu bisa melalui kolaborasi bersama dengan yang sudah bisa. Sehingga terjadi saling berbagi. Guru lebih fleksibel untuk berkreasi dalam mengajar semaksimal mungkin.



36



Melalui Kurikulum Merdeka guru lebih berkesempatan mengetahui minat, bakat, kebutuhan, dan kemampuan siswa. Asesmen pembelajaran cukup efektif untuk membantu guru memetakan kebutuhan siswa. Guru bisa menyusun metode serta strategi pembelajaran yang sesuai minat dan profil siswa. Ditambah dengan pembelajaran kolaboratif berbentuk proyek yang bertujuan untuk mengembangkan profil pelajar Pancasila melalui pengalaman belajar. Guru ibarat petani dan siswa ibarat benihnya. "Dengan kemampuan guru merawat benih dengan baik, benih yang ditanam akan tumbuh berkualitas. Dengan penerapan Kurikulum Merdeka para guru bisa memberikan fasilitas dan pengajaran sesuai kebutuhan siswa untuk mencetak pelajar Pancasila yang mampu bersaing di masa depan. 4. Rangkuman Kurikulum Merdeka dirancang sebagai bagian dari upaya KemendikbudRistek untuk mengatasi krisis belajar yang telah lama dihadapi Pendidikan di Indonesia. Krisis ini ditandai oleh rendahnya hasil belajar peserta didik, bahkan dalam hal yang mendasar seperti literasi membaca. Krisis belajar juga ditandai oleh ketimpangan kualitas belajar yang lebar antar wilayah dan antar kelompok sosial-ekonomi. Kurikulum Merdeka memiliki perbedaan dengan kurikulum sebelumnya, yaitu secara khusus di tiap jenjang pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga jenjang sekolah menengah atas. Kurikulum Merdeka ini juga memiliki keunggulan jika dibanding dengan kurikulum sebelumnya, yaitu: 1) Lebih sederhana dan mendalam 2) Lebih merdeka 3) Lebih relevan dan Interaktif 5. Tugas Untuk meningkatkan pemahaman terhadap materi keempat tentang konsep dan implementasi Kurikulum Merdeka, maka peserta menjawab pertanyaan berikut: a. Lembar kerja ringkasan materi dari kegiatan expert group b. Lembar kerja sintaks pembelajaran pada Kurikulum Merdeka 6. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Setelah menyelesaikan latihan dan tugas dalam modul, peserta diminta untuk menyusun rencana pembelajaran dengan mengintegrasikan konsep dan implementasi Kurikulum Merdeka yang telah diuraikan di atas.



37



D. Materi 3: Analisis SKL, Capaian Pembelajaran, dan Kaitannya dengan Model Pembelajaran 1. Capaian Pembelajaran a. Tujuan Tujuan mengikuti materi ini peserta bimtek dapat memahami konsep Standar Kompetensi Lulusan, kompetensi inti, kompetensi dasar, merumuskan IPK dan uraian model pembelajaran yang dirancang berbasis aktivitas. b. Indikator Keberhasilan Setelah mengikuti bimtek ini, peserta dapat: 1) Menganalisis Standar Kompetensi Lulusan sesuai jenjang yang meliputi dimensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. 2) Menentukan deskripsi kompetensi inti sesuai dengan standar kompetensi lulusan yang meliputi aspek sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan. 3) Menentukan deskripsi kompetensi dasar sesuai kompetensi inti aspek sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan. 4) Menentukan model pembelajaran yang dirancang berbasis aktivitas. 2. Pokok-pokok Materi e. Analisis Standar Kompetensi Lulusan sesuai jenjang yang meliputi dimensi sikap, pengetahuan dan keterampilan f. Kompetensi inti sesuai dengan standar kompetensi lulusan yang meliputi aspek sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan g. Kompetensi dasar sesuai kompetensi inti aspek sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan 3. Uraian Materi f. Standar Kompetensi Lulusan Standar Kompetensi Lulusan merupakan salah satu dari delapan Standar Nasional Pendidikan sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 35 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan, yang akan menjadi acuan bagi pengembangan kurikulum dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.



38



Standar Kompetensi Lulusan digunakan sebagai acuan utama pengembangan standar isi, standar proses, standar penilaian pendidikan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan. Ruang Lingkup Standar Kompetensi Lulusan terdiri atas kriteria/ kualifikasi kemampuan peserta didik yang diharapkan dapat dicapai setelah menyelesaikan masa belajarnya di satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Rumusan Standar Kompetensi lulusan SD/MI/SDLB/Paket A; SMP/MTs/SMPLB/Paket B; dan SMA/MA/SMALB/Paket C yang meliputi dimensi sikap, pengetahuan dan keterampilan adalah sebagai berikut: Dimensi Sikap SD/MI/SDLB/ Paket A Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap: 1. beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, 2. berkarakter, jujur, dan peduli, 3. bertanggungjawab, 4. pembelajar sejati sepanjang hayat, dan 5. sehat jasmani dan rohani sesuai dengan perkembangan anak di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, dan negara



SMP/MTs/SMPLB/ Paket B Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap: 1. beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, 2. berkarakter, jujur, dan peduli, 3. bertanggungjawab, 4. pembelajar sejati sepanjang hayat, dan 5. sehat jasmani dan rohani sesuai dengan perkembangan anak di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, dan kawasan regional.



39



SMA/MA/SMALB/ Paket C Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap: 1. beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, 2. berkarakter, jujur, dan peduli, 3. bertanggungjawab, 4. pembelajar sejati sepanjang hayat, dan 5. sehat jasmani dan rohani sesuai dengan perkembangan anak di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan internasional.



Dimensi Pengetahuan SD/MI/SDLB/ Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif pada tingkat dasar berkenaan dengan: 1. ilmu pengetahuan, 2. teknologi, 3. seni, dan 4. budaya. Mampu mengaitkan pengetahuan di atas dalam konteks diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, dan negara.



SD/MI/SDLB/



SD/MI/SDLB/



Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif pada tingkat teknis dan spesifik sederhana berkenaan dengan: 1. ilmu pengetahuan, 2. teknologi, 3. seni, dan 4. budaya.



Memiliki pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif pada tingkat teknis, spesifik, detil, dan kompleks berkenaan dengan: 1. ilmu pengetahuan, 2. teknologi, 3. seni, 4. budaya, dan 5. humaniora.



Mampu mengaitkan pengetahuan di atas dalam konteks diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, dan kawasan regional.



Mampu mengaitkan pengetahuan di atas dalam konteks diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, serta kawasan regional dan internasional.



Dimensi Keterampilan SD/MI/SDLB/ Paket A Memiliki keterampilan berpikir dan bertindak: 1. kreatif, 2. produktif, 3. kritis, 4. mandiri, 5. kolaboratif, dan 6. komunikatif



SMP/MTs/SMPLB/ Paket B Memiliki keterampilan berpikir dan bertindak: 1. kreatif, 2. produktif, 3. kritis, 4. mandiri, 5. kolaboratif, dan 6. komunikatif



melalui pendekatan ilmiah sesuai dengan tahap perkembangan anak yang relevan dengan tugas yang diberikan



melalui pendekatan lmiah sesuai dengan yang dipelajari di satuan pendidikan dan sumbeain secara mandiri



40



SMA/MA/SMALB/ Paket C Memiliki keterampilberpikir dan bertindak: 1. kreatif, 2. produktif, 3. kritis, 4. mandiri, 5. kolaboratif, dan 6. komunikatif melalui pendekatan ilmiah sebagai pengembangan dari yang dipelajari di satuan pendidikan dan sumber lain secara mandiri



g. Kompetensi Inti Kompetensi inti pada kurikulum 2013 merupakan tingkat kemampuan untuk mencapai standar kompetensi lulusan yang harus dimiliki seorang peserta didik pada setiap tingkat kelas. Isi kurikulum 2013 dikembangkan dalam bentuk Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi Inti dikembangkan dari Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan merupakan kualitas minimal yang harus dikuasai peserta didik di kelas untuk setiap mata pelajaran. Kompetensi Inti tidak memuat konten khusus mata pelajaran tetapi konten umum yaitu fakta, konsep, prosedur, metakognitif dan kemampuan menerapkan pengetahuan yang terkandung dalam setiap mata pelajaran. Perluasan penerapan kompetensi yang dipelajari dinyatakan dalam KI, dimulai dari lingkungan terdekat sampai ke lingkungan global. Dalam desain Kurikulum 2013, Kompetensi Inti berfungsi sebagai pengikat bagi Kompetensi Dasar. Oleh karena itu, setiap Kompetensi Dasar yang dikembangkan harus mengacu kepada Kompetensi Inti. Kompetensi Inti terdiri atas empat dimensi yang satu sama lain saling terkait. Keempat dimensi tersebut adalah: sikap spiritual (KI 1), sikap sosial (KI 2), pengetahuan (KI 3), dan keterampilan (KI 4), yang tercantum dalam pengembangan Kompetensi Dasar, Silabus, dan RPP. Dalam proses pembelajaran, KI 1 dan KI 2 dikembangkan di setiap kegiatan sekolah dengan pendekatan pembelajaran tidak langsung (indirect teaching). Sedangkan KI 3 dan KI 4 dikembangkan oleh masing-masing mata pelajaran dengan pendekatan pembelajaran langsung (direct teaching). Kompetensi Inti 3 (KI 3) menitikberatkan pada pengembangan pengetahuan (faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif) dalam jenjang kemampuan kognitif dari mengingat sampai mencipta. Sedangkan KI 4 merupakan penerapan dari apa yang dipelajari pada KI 3 dalam proses pembelajaran yang terintegrasi ataupun terpisah. Pembelajaran terintegrasi mengandung makna bahwa proses pembelajaran KI 3 dan KI 4 dilakukan pada waktu bersamaan baik di kelas, laboratorium maupun di luar sekolah. Pembelajaran terpisah mengandung makna bahwa pembelajaran mengenai KI 3 terpisah dalam waktu dan/atau tempat dengan KI 4. Selanjutnya, setiap KI dijabarkan dalam bentuk Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi Dasar (KD) dari masing-masing KI menjadi rujukan guru dalam pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP merupakan rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD).



41



h. Kompetensi Dasar Kompetensi dasar merupakan kemampuan dan materi pembelajaran minimal yang harus dicapai peserta didik untuk suatu mata pelajaran pada masing-masing satuan pendidikan yang mengacu pada kompetensi inti. Kompetensi Dasar (KD) adalah kemampuan untuk mencapai Kompetensi Inti yang harus diperoleh peserta didik melalui pembelajaran. Kompetensi Dasar setiap mata pelajaran dikembangkan dengan merujuk kepada Kompetensi Inti dan setiap KI memiliki KD yang sesuai. Dengan perkataan lain, KI 1 memiliki KD yang berkaitan dengan sikap spiritual, KI 2 memiliki KD yang berkaitan dengan sikap sosial, KI 3 memiliki KD yang berkaitan dengan pengetahuan dan KI 4 memiliki KD yang berkaitan dengan keterampilan. KI-1, KI-2, dan KI-4 dikembangkan melalui proses pembelajaran setiap materi pokok yang tercantum dalam KI-3. KI-1 dan KI2 tidak diajarkan langsung, tetapi indirect teaching pada setiap kegiatan pembelajaran. Setiap kompetensi berimplikasi terhadap tuntutan proses pembelajaran dan penilaian. Hal ini bermakna bahwa pembelajaran dan penilaian pada tingkat yang sama memiliki karakteristik yang relatif sama dan memungkinkan terjadinya akselerasi belajar dalam 1 (satu) tingkat Kompetensi. Selain itu, untuk tingkat kompetensi yang berbeda menuntut pembelajaran dan penilaian dengan fokus dan penekanan yang berbeda pula. 4. Rangkuman a. Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. b. Kompetensi inti pada kurikulum 2013 merupakan tingkat kemampuan untuk mencapai standar kompetensi lulusan yang harus dimiliki seorang peserta didik pada setiap tingkat kelas. Kompetensi inti yang dimaksud terdiri atas: kompetensi inti sikap spiritual; kompetensi inti sikap sosial; kompetensi inti pengetahuan; dan kompetensi inti keterampilan. c. Kompetensi dasar yakni kemampuan dan materi pembelajaran minimal yang harus dicapai peserta didik untuk suatu mata pelajaran pada masingmasing satuan pendidikan yang mengacu pada kompetensi inti. d. Model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi ajar yang meliputi segala aspek sebelum dan sesudah pembelajaran yan dilakukan guru serta segala fasilitas yang terkait yang digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam proses belajar mengajar.



42



5. Tugas Untuk meningkatkan pemahaman terhadap materi 2: Analisis SKL, Capaian Pembelajaran, dan kaitannya dengan Metode Pembelajaran, maka peserta menjawab pertanyaan berikut: Jelaskan komponen yang harus dipertimbangkan sebelum memilih model pembelajaran!



6. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Setelah menyelesaikan latihan dan tugas dalam modul, melalui Reflective Thinking, peserta diminta menuliskan pada selembar kertas tentang apa hubungan model pembelajaran dengan SKL, KI dan KD. E.



Materi 4: Model Pembelajaran Abad 21 1. Capaian Pembelajaran a. Tujuan Tujuan mengikuti materi ini peserta bimtek dapat memahami konsep 4C (creativity, critical thinking, collaborative and communication) dan mampu menerapkan dalam pembelajaran, salain dari itu peserta juga di tuntut untuk dapat memahami dan merumuskan implementasi penguatan pengembangan karakter, literasi dalam pembelajaran serta mampu Mengimplementasikan moderasi beragama dalam pembelajaran PAI. b. Indikator Keberhasilan Setelah mengikuti bimtek ini, peserta dapat: 1) Menjelaskan konsep 4 C, PPP, Literasi dan moderasi beragama dalam pembelajaran PAI. 2) Menjelaskan mekanisme implementasi 4 C, Profil pelajar pancasila, Literasi dan moderasi beragama dalam pembelajaran PAI. 3) Menjelaskan urgensi model pembelajaran abad 21 dalam PAI 4) Menganalisis sintaks pembelajaran yang berkaitan dengan 4 C, PPP, Literasi dan moderasi beragama. 5) Mengimplementasikan pembelajaran abad 21, PPK, Literasi dan moderasi beragama dalam pembelajaran. 2. Pokok-pokok Materi Pokok-pokok materi bimtek pada sesi ini terdiri dari: a. Kecakapan abad 21 b. Pembelajaran HOTS 43



c. Profil Pelajar Pancasila (PPP) d. Penguatan Literasi dalam pembelajaran PAI e. Moderasi Beragama 3. Uraian Materi a. Kecapakan Abad 21 Pendidikan Abad 21 merupakan pendidikan yang mengintegrasikan antara kecakapan pengetahuan, keterampilan, dan sikap, serta penguasaan terhadap TIK. Kecakapan tersebut dapat dikembangkan melalui berbagai model pembelajaran berbasis aktivitas yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan materi pembelajaran. Kecakapan yang dibutuhkan di abad 21 juga merupakan keterampilan berpikir lebih tinggi (Higher Order Thinking Skills – HOTS) yang sangat diperlukan peserta didik dalam menghadapi tantangan global. Adapun yang termasuk kecakapan abad 21 adalah: 1. Kecakapan Berpikir Kritis dan Pemecahan masalah (Critical Thinking and Problem Solving Skill) Kecakapan abad 21 yang pertama akan dibahas adalah kecakapan berpikir kritis dan pemacahan masalah. Berpikir kritis bersifat mandiri, berdisiplin diri, dimonitor diri, memperbaiki proses berpikir sendiri. Hal itu dipandang sebagai asset penting terstandar dan cara kerja dan cara berpikir dalam praktek, hal itu memerlikan komunikasi efektif dan pemecahan masalah dan komitmen untuk mengatasi sikap dan sosiosentris bawaan (Paul and Elder, 2006). Berpikir kritis menurut Beyer (1985) adalah kemapuan 1) menentukan kredibilitas suatu sumber, 2) membedakan antara yang relevan dan yang tidak relevan, 3) membedakan fakta dan penilaian, 4) mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi yang tidak terucap, 5) mengidentifikasi bias yang ada, 6) mengidentifikasi sudut pandang, dan 7) mengevaluasi bukti yang ditawarkan untuk mendukung pengakuan. 2. Kecakapan Berkomunikasi (Communication Skills) Kecakapan abad 21 yang kedua adalah kecakapan berkomunikasi. Komunikasi merupakan proses transmisi informasi, gagasan, emosi, serta keterampilan dengan menggunakan symbol-simbol, kata-kata, gambar, grafis, angka, dsb.



44



Raymond Ross (1996) mengatakan bahwa “Komunikasi adalah proses menyortir, memilih dan mengirim symbol-simbo sedemikian rupa agar membantu pendengar membankitkan respon/makna dan pemikiran yang serupa dengan yan dimaksudkan oleh komunikator”. Kecakapan komunikasi dalam proses pembelajaran antara lain sebagai berikut: a) Memahamai, mengolah, dan menciptakan komunikasi yang efektif dalam berbagai bentuk dan isi secara lisan, tulisan, dan multimedia (ICT Leteracy). b) Menggunakan kemampuan untuk mengutarakan ide-idenya, baik itu pada saat berdiskusi, di dalam dan di luar kelas, maupun tertuan pada tulisan. c) Menggunakan bahasa lisan yang sesuai konten dan konteks pembicaraan dengan lawan bicara atau yang diajak berkomunikasi. d) Selain itu dalam komunikasi lisan diperlukan juga sikap untuk dapat mendengarkan dan menghargai pendapat orang lain, selain pengetahuan terkait konten dan konteks pembicaraan. e) Menggunakan alur piker yang logis, terstruktur sesuai dengan kaidah yang berlaku. f) Dalam abad 21 komunikasi tidak terbatas hanya pada satu bahasa, tetapi kemungkinan dengan multi-bahasa. 3. Kreatif dan Inovasi (Creativity and Innovation) Kecakapan abad 21 yang ketiga adalah kretaifitas dan inovasi, menurut Guilford (1976) kreatifita adalah cara-cara berpikir yang divergen, berpikir yang produktif, berdaya cipta berpikir heuristic dan berpikir literat. Beberapa kecakapan terkait kreatifitas yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran antara lain sebagai berikut. a) Memiliki kemampuan dalam mengembangkan, melaksanakan, dan menyampaikan gagasan-gagasan baru secara lisan atau tulisan b) Bersikap terbuka dan responsive terhadap perspektif baru dan berbeda. c) Mampu mengemukakan ide-ide kreatif secara konseptual dan praktikal. d) Menggunakan konsep-konsep atau pengetahuannya dalam situasi baru dan berbeda, baik dalam mata pelajaran terkait, antar mata pelajaran, maupun dalam persoalan kontekstual. e) Menggunakan kegagalan sebagai wahana pembelajaran. f) Memiliki kemampuan dalam menciptakan kebaharuan berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki. g) Mampu beradaptasi dalam situasi baru dan memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan. 4. Kolaborasi (Collaboration) 45



Kecakapan abad 21 yang keempat adalah kolaborasi. Kolaborasi dalam proses pembelajaran merupakan suatu bentuk kerjasama dengan satu sama lain saling membantu dan melengkapi untuk melakukan tugastugas tertentu agar diperoleh suatu tujuan yang telah ditentukan. Kecakapan terkait dengan kolaborasi dalam pembelajaran, antara lain sebagai berikut. a) Memiliki kemampuan dalam kerjasama berkelompok. b) Beradaptasi dalam berbagai peran dan tanggungjawab, bekerja secara produktif dengan yang lain. c) Memiliki empati dan menghormati perspektif berbeda. d) Mampu berkompromi dengan anggota yang lain dalam kelompok demi tercapainya tujuan yan telah ditetapkan. b. Pembelajaran HOTS 1. Pengertian Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Kemampuan berpikir tingkat tinggi/ Higher Order Thinking Skills (HOTS) adalah proses berpikir yang mengharuskan peserta didik untuk memanipulasi informasi dan ide-ide dalam cara tertentu yang memberi mereka pengertian dan implikasi baru (Gunawan, 2012:171). Limpan menggambarkan berpikir tingkat tinggi melibatkan berpikir kritis dan kreatif yang dipandu oleh ide-ide kebenaran yang masing-masing mempunyai makna. Berpikir kritis dan kreatif saling ketergantungan, seperti juga kriteria dan nilai-nilai, nalar dan emosi. (Kuswana, 2012: 200) Menurut Ernawati (2017: 196-197), berpikir tingkat tinggi atau Higher order Thinking Skills (HOTS) merupakan cara berpikir yang tidak lagi hanya menghafal secara verbalistik saja namun juga memaknai hakikat dari yang terkandung diantaranya, untuk mampu memaknai makna dibutuhkan cara berpikir yang integralistik dengan analisis, sintesis, mengasosiasi hingga menarik kesimpulan menuju penciptaan ide-ide kreatif dan produktif. Berdasarkan beberapa pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi/ Higher Order Thinking Skills (HOTS) adalah kemampuan berpikir yang bukan hanya sekedar mengingat, menyatakan kembali, dan juga merujuk tanpa melakukan pengolahan, akan tetapi kemampuan berpikir untuk menelaah informasi secara kritis, kreatif, berkreasi dan mampu memecahkan masalah. 2. Taksonomi Berpikir a) Taksonomi Bloom Taksonomi belajar dalam domain kognitif yang paling umum dilakukan adalah taksonomi Bloom. Benjamin S Bloom membagi 46



taksonomi hasil belajar dalam enam kategori, yakni: a. Pengetahuan (knowledge),



b.



pemahaman



(comprehension),



c.



penerapan



(application), d. analisis, e. Sintesis, dan f. Evaluasi. Tingkat pemahaman peserta didik dianggap berjenjang dengan tingkat paling rendah (C1): pengetahuan atau mengingat, sampai tingkat paling tinggi (C6): evaluasi (Sani, 2016: 103). Taksonomi Bloom yang setelah digunakan cukup lama untuk membuat rancangan instrusksional dalam dunia pendidikan, Anderson dan Krathwohl (2000) menelaah kembali Taksonomi Bloom dan melakukan revisi sebagai berikut (Sani, 2016:103-104).



Tabel. Revisi Taksonomi Bloom Tingkatan C1 C2 C3 C4 C5 C6



Taksonomi Bloom (1956) Pengetahuan Pemahaman Aplikasi Analisis Sintesis Evaluasi



Anderson dan Krathwohl (2000) Mengingat Memahami Menerapkan Menganalisis Mengevaluasi Berkreasi



Catatan: pada Taksonomi Bloom yang direvisi digunakan kata kerja Revisi taksonomi yang dilakukan oleh Krathwol dan Anderson mendeskripsikan perbedaan antara proses kognitif dengan dimensi pengetahuan (pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural dan pengetahuan metagoknitif) (Sani, 2016:104). Revisi taksonomi tersebut memberikan gambaran bahwa yang termasuk dalam kemampuan berpikir tingkat rendah yaitu mengingat, memahami dan mengaplikasikan. Sedangkan yang termasuk dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah menganalisis, mengevaluasi dan berkreasi. Hal tersebut sesuai dengan dimensi proses kognitif yang semakin meningkat dari mengingat sampai berkreasi. b) Dimensi Pengetahuan Dimensi pengetahuan terdapat empat macam antara lain: dimensi faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif. 1) Pengetahuan faktual adalah pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tampak lebih nyata dan operasional, serta bersifat penjelasan singkat atau bersifat kebendaan yang diobservasi dengan mudah. 47



Meliputi definisi pengetahuan, pengetahuan umum dan bagianbagiannya, atau bentuk dari bagian-bagan sesuatu benda baik dalam bentuk proses atau hasil pekerjaan atau alam. 2) Pengetahuan konseptual adalah pengetahuan yang lebih rumit dalam bentuk pengetahuan yang tersusun secara sistematis. Meliputi pengetahuan pengklasifikasian, prisip-prinsip, generalisasi, teori-teori hukum, model-model dan struktur isi materinya. 3) Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan bagaimana melakukan sesuatu. Meliputi pengetahuan keterampilan algoritma, teknik-teknik metode-metode, dan penentuan kriteria pengetahuan atau pembenaran ketika melakukan dalam ranah dan mata pelajaran tertentu. 4) Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan mengenai pengertian umum dan pengetahuan tentang tugas-tugas termasuk pengetahuan kontekstual dan kondisional, pengetahuan itu sendiri, tentunya, beberapa aspek pengetahuan metagoknitif adalah tidak sama dengan pengetahuan yang digambarkan oleh para ahli. (Kusnawa, 2012: 114) c) Dimensi Proses Kognitif Dimensi proses kognitif Bloom sebagaimana yang telah direvisi oleh Anderson dan Krathwol adalah sebagai berikut: 1) Mengingat kembali (Recall) Mengingat kembali artinya mendapatkan kembali atau pengembalian pengetahuan relevan yang tersimpan dari memori jangka panjang (Kusnawa, 2012: 115). Pertanyaan mengingat kembali adalah pertanyaan mengingat kembali tentang informasi, fakta konsep, generalisasi yang didiskusikan, definisi, metode, dan sebagainya (Sani, 2016: 110). Contoh kata kerja operasional yang digunakan pada level mengetahui yaitu: menyebutkan, menjelaskan, menggambarkan dan menunjukkan. 2) Memahami (Comprehension) Memahami artinya mendeskripsikan susunan dalam artian pesan pembelajaran, mencakup oral, tulisan dan komunikasi grafik (Kusnawa, 2012: 115). Pertanyaan ini menyangkut kemampuan peserta didik menyerap informasi, menginterpretasi arti, dan melakukan eksplorasi atau memberikan saran (Sani, 2016: 111). Kata kerja operasional yang digunakan pada level memahami yaitu: memperkirakan, menjelaskan, mencirikan dan membandingkan. 3) Menerapkan (mengaplikasikan)



48



Menerapkan yaitu menggunakan prosedur dalam situasi yang dihadapi (Kusnawa, 2012: 115). Pertanyaan ini meminta peserta didik menggunakan abstraksi dan generalisasi secara bebas dari suatu keadaan dimana generalisasi telah digambarkan sebelumnya. Pertanyaan aplikasi sebenarnya erat dengan pertanyaan pemahaman (Sani, 2016: 111). Contoh kata kerja operasional yang digunakan pada level menerapkan yaitu: menugaskan, mengurutkan, menentukan dan menerapkan. 4) Menganalisis Menganalisis yaitu memecahkan materi menjadi bagian-bagian pokok dan menggambarkan bagaimana bagian-bagian tersebut, dihubungkan satu sama lain maupun menjadi sebuah struktur keseluruhan atau tujuan (Kusnawa, 2012: 115). Pertanyaan analisis meminta peserta didik menyelesaikan permasalahan melalui pemeriksaan sistematik tentang fakta atau informasi (Sani, 2016: 111). Contoh kata kerja operasional yang digunakan pada level menganalisis yaitu: menganalisis, memecahkan, menegaskan, menelaah dan mengaitkan. 5) Mengevaluasi atau menilai Mengevaluasi yaitu melakukan evaluasi atau penilaian yang didasarkan pada kriteria dan atau standar (Kusnawa, 2012: 115). Pertanyaan ini meminta peserta didik membuat penilaian tentang suatu berdasarkan sebuah acuan atau standar (Sani, 2016: 111). Contoh kata kerja pada level mengevaluasi yaitu: membandingkan, menyimpulkan, menilai dan mengkritik. 6) Menciptakan (berkreasi) Menempatkan bagian-bagian secara bersama-sama ke dalam suatu ide, semuanya saling berhubungan untuk membuat hasil yang baik (Kusnawa, 2012: 115). Pertayaan ini meminta peserta didik untuk menemukan penyelesaian masalah melalui pemikiran kreatif (Sani, 2016: 110-112). Contoh kata kerja operasional yang digunakan pada level menciptakan yaitu: mengatur, mengumpulkan, mengkategorikan, memadukan dan menyusun. 3. Indikator Kemampuan Berpikir Tingkat Tingi Krathwohl dalam Lewy, dkk (2009:16), menyatakan bahwa indikator untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi menliputi: Menganalisis Menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali polah atau hubungannya Mampu mengenali serta membedaka faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit Mengidentifikasi/merumuskan pertanyaan 49



a. Mengevaluasi 1) Memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan dan metodologi dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya. 2) Membuat hipotesis, mengkritik dan melakukan pengujian. 3) Menerima atau menolak suatu pernyataan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. b. Mengkreasi 1) Membuat generalisasi suatu ide atau cara pandang terhadap sesuatu. 2) Merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah. 3) Mengorganisasikan usur-unsur atau bagian-bagian menjadi struktur baru yang belum pernah ada sebelumnya. c. Penguatan Profil Pelajar Pancasila 1) Tentang Profil Pelajar Pancasila Istilah Profil Pelajar Pancasila dalam pendidikan didasarkan pada Visi Kemendikbud 2020-2024. Visi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah mendukung Visi dan Misi Presiden untuk mewujudkan Indonesia Maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui terciptanya Pelajar Pancasila yang bernalar kritis, kreatif, mandiri, beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, bergotong royong, dan berkebinekaan global. Keenam ciri tersebut dijabarkan sebagai berikut: (a) Beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia. Pelajar Indonesia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, danberakhlak mulia adalah pelajar yang berakhlak dalam hubungannyadengan Tuhan Yang Maha Esa. Ia memahami ajaran agama dan kepercayaannya serta menerapkan pemahaman tersebut dalam kehidupannya sehari-hari. Ada lima elemen kunci beriman, bertakwakepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia: (a) akhlak beragama; (b) akhlakpribadi; (c) akhlak kepada manusia; (d) akhlak kepada alam; dan (e) akhlak bernegara. (b) Berkebinekaan global Pelajar Indonesia mempertahankan budaya luhur, lokalitas danidentitasnya, dan tetap berpikiran terbuka dalam berinteraksi denganbudaya lain, sehingga menumbuhkan rasa saling menghargai dankemungkinan terbentuknya budaya baru yang positif dan tidakbertentangan dengan budaya luhur bangsa. Elemen kunci dariberkebinekaan global meliputi mengenal dan menghargai budaya,kemampuan komunikasi interkultural dalam berinteraksi dengan sesama,dan refleksi dan tanggung jawab terhadap pengalaman kebinekaan. 50



(c) Bergotong royong Pelajar Indonesia memiliki kemampuan bergotong-royong, yaitu kemampuan untuk melakukan kegiatan secara bersama-sama dengan suka rela agar kegiatan yang dikerjakan dapat berjalan lancar, mudah dan ringan. Elemen-elemen dari bergotong royong adalah kolaborasi,kepedulian, dan berbagi. (d) Mandiri Pelajar Indonesia merupakan pelajar mandiri, yaitu pelajar yang bertanggung jawab atas proses dan hasil belajarnya. Elemen kunci dari mandiri terdiri dari kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi serta regulasi diri. (e) Bernalar kritis Pelajar yang bernalar kritis mampu secara objektif memproses informasibaik kualitatif maupun kuantitatif, membangun keterkaitan antara berbagai informasi, menganalisis informasi, mengevaluasi dan menyimpulkannya. Elemen-elemen dari bernalar kritis adalah memperoleh dan memproses informasi dan gagasan, menganalisis dan mengevaluasi penalaran, merefleksi pemikiran dan proses berpikir, dan mengambil keputusan. (f) Kreatif Pelajar yang kreatif mampu memodifikasi dan menghasilkan sesuatu yangorisinal, bermakna, bermanfaat, dan berdampak. Elemen kunci dari kreatif terdiri dari menghasilkan gagasan yang orisinal serta menghasilkankarya dan tindakan yang orisinal. 2) Strategi Penguatan Profil Pelajar Pancasila dalam Pembelajaran Implementasi penguatan profil pelajar pancasila dalam pembelajaran dilakukan melalui pendekatan intrakurikuler, ekstrakurikuler dan budaya sekolah. d. Penguatan Literasi dalam Pembelajaran PAI 1) Konsep Literasi dan GLS Literasi lebih dari sekadar membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori. Di abad 21 ini, kemampuan ini disebut sebagai literasi informasi. Ferguson menjabarkan komponen literasi informasi sebagai berikut: Literasi Dasar (Basic Literacy), yaitu kemampuan untuk mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan menghitung. Dalam literasi dasar, kemampuan untuk mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan menghitung (counting) berkaitan dengan kemampuan analisis untuk memperhitungkan (calculating), mempersepsikan informasi (perceiving), 51



mengomunikasikan, serta menggambarkan informasi (drawing) berdasar pemahaman dan pengambilan kesimpulan pribadi. Literasi Perpustakaan (Library literacy), yaitu kemampuan lanjutan untuk bisa mengoptimalkan Literasi Perpustakaan yang ada. Maksudnya, pemahaman tentang keberadaan perpustakaan sebagai salah satu akses mendapatkan informasi. Pada dasarnya literasi perpustakaan, antara lain, memberikan pemahaman cara membedakan bacaan aksi dan nonaksi, memanfaatkan kolesi referensi dan periodikal, memahami Dewey Decimal System sebagai klasifikasi pengetahuan yang memudahkan dalam menggunakan perpustakaan, memahami penggunaan katalog dan pengindeksan, hingga memiliki pengetahuan dalam memahami informasi ketika sedang menyelesaikan sebuah tulisan, penelitian, pekerjaan, atau mengatasi masalah. Literasi Media (Media Literacy), yaitu kemampuan untuk mengetahui berbagai bentuk media yang berbeda, seperti media cetak, media elektronik (media radio, media televisi), media digital (media internet), dan memahami tujuan penggunaannya. Secara gamblang saat ini bisa dilihat di masyarakat kita bahwa media lebih sebagai hiburan semata. Kita belum terlalu jauh memanfaatkan media sebagai alat untuk pemenuhan informasi tentang pengetahuan dan memberikan persepsi positif dalam menambah pengetahuan. Literaci tekhnologi (Technology Literacy), yaitu kemampuan memahami kelengkapan yang mengikuti teknologi seperti peranti keras (hardware), peranti lunak (software), serta etika dan etiket dalam memanfaatkan teknologi. Berikutnya, dapat memahami teknologi untuk mencetak, mempresentasikan, dan mengakses internet. Dalam praktiknya, juga pemahaman menggunakan komputer (Computer Literacy) yang di dalamnya mencakup menghidupkan dan mematikan komputer, menyimpan dan mengelola data, serta menjalankan program perangkat lunak. Sejalan dengan membanjirnya informasi karena perkembangan teknologi saat ini, diperlukan pemahaman yang baik dalam mengelola informasi yang dibutuhkan masyarakat. Literasi Visual (Visual Literacy), adalah pemahaman tingkat lanjut antara literasi media dan literasi teknologi, yang mengembangkan kemampuan dan kebutuhan belajar dengan memanfaatkan materi visual dan audiovisual secara kritis dan bermartabat. Tafsir terhadap materi visual yang setiap hari membanjiri kita, baik dalam bentuk tercetak, di televisi maupun internet, haruslah terkelola dengan baik. Bagaimanapun di dalamnya banyak manipulasi dan hiburan yang benar-benar perlu disaring berdasarkan etika dan kepatutan. Literasi yang komprehensif dan saling terkait ini memampukan seseorang untuk berkontribusi 52



kepada masyarakatnya sesuai dengan kompetensi dan perannya sebagai warga negara global (global citizen). Dalam konteks Indonesia, kelima keterampilan tersebut perlu diawali dengan literasi usia dini yang mencakup fonetik, alfabet, kosa kata, sadar dan memaknai materi cetak (print awareness), dan kemampuan menggambarkan dan menceritakan kembali (narrative skills). Pemahaman literasi dini sangat penting dipahami oleh masyarakat karena menjamurnya lembaga bimbingan belajar baca-tulis-hitung bagi batita dan balita dengan cara yang kurang sesuai dengan tahapan tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, perlu diberi perhatian terhadap keberlangsungan pendidikan literasi usia dini berlanjut ke literasi dasar.Dalam pendidikan formal, peran aktif para pemangku kepentingan, yaitu kepala sekolah, guru, tenaga pendidik, dan pustakawan sangat berpengaruh untuk memfasilitasi pengem- bangan komponen literasi peserta didik. Selain itu, diperlukan juga pendekatan cara belajar-mengajar yang keberpihakannya jelas tertuju kepada komponen-komponen literasi ini. Kesempatan peserta didik terpajan dengan kelima komponen literasi akan menentukan kesiapan peserta didik berinteraksi dengan literasi visual. Sebagai langkah awal, dapat disimpulkan bahwa diperlukan perubahan paradigma semua pemangku kepentingan untuk terciptanya lingkungan literasi ini. 2) Tujuan Gerakan Literasi Sekolah Tujuan umum GLS adalah menumbuh kembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan dalam gerakan literasi sekolah agar menjadi pembelajar sepanjang hayat. Sementara itu tujuan khusus GLS adalah: (a) Menumbuhkembangkan budi pekerti. (b) Membangun ekosistem literasi sekolah. (c) Menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran (learning organization); (d) Mempraktikkan kegiatan pengelolaan pengetahuan (knowledge management). (e) Menjaga keberlanjutan budaya literasi 3) Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah Menurut Beers (2009), praktik-praktik yang baik dalam gerakan literasi sekolah menekankan prinsip-prinsip sebagai berikut: (a) Perkembangan literasi berjalan sesuai tahap perkembangan yang bisa diprediksi. (b) Program literasi yang baik bersifat berimbang Sekolah yang menerapkan program literasi berimbang menyadari bahwa tiap peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda satu sama



53



lain. Dengan demikian, diperlukan berbagai strategi membaca dan jenis teks yang bervariasi pula. (c) Program literasi berlangsung di semua area kurikulum Pembiasaan dan pembelajaran literasi di sekolah adalah tanggung jawab semua guru di semua mata pelajaran. Pembelajaran di mata pelajaran apapun membutuhkan bahasa, terutama membaca dan menulis. Dengan demikian, pengembangan profesional guru dalam hal literasi perlu diberikan kepada guru semua mata pelajaran.Tidak ada istilah terlalu banyak untuk membaca dan menulis yang bermakna Kegiatan membaca dan menulis di kelas perlu dilakukan kapan pun kondisi kelas memungkinkan. Untuk itu, perlu ditekankan bentuk kegiatan yang bermakna dan kontekstual. Misalnya, menulis surat untuk wali kota atau membaca untuk ibu adalah contoh-contoh kegiatan yang bermakna dan memberikan kesan kuat kepada peserta didik. (d) Diskusi dan strategi bahasa lisan sangat penting. Kelas berbasis literasi yang kuat akan melakukan berbagai kegiatan lisan berupa diskusi tentang buku selama pembelajaran di kelas. Kegiatan diskusi ini juga harus membuka kemungkinan untuk perbedaan pendapat agar kemampuan berpikir kritis dapat diasah. Peserta didik perlu belajar untuk menyampaikan perasaan dan pendapatnya, saling mendengarkan, dan menghormati perbedaan pandangan satu sama lain. (e) Keberagaman perlu dirayakan di kelas dan sekolah. Penting bagi pendidik untuk tidak hanya menerima perbedaan, namun juga merayakannya melalui agenda literasi di sekolah. Buku-buku yang disediakan untuk bahan bacaan peserta didik perlu merefleksikan kekayaan budaya Indonesia agar peserta didik dapat terpajan pada pengalaman multikultural sebanyak mungkin. 4) Strategi Membangun Budaya Literasi Sekolah Sekolah memiliki peran yang amat penting dalam menanamkan budaya literat pada anak didik. Untuk itu, setiap sekolah harus memberikan dukungan penuh terhadap pengembangan literasi. Di sekolah dengan budaya literasi yang tinggi, peserta didik akan cenderung lebih berhasil dan guru lebih bersemangat mengajar. Perlu dipahami bahwa program membaca seperti membaca dalam hati dan membaca nyaring hanyalah bagian dari kerangka besar untuk membangun budaya literasi sekolah. Agar sekolah mampu menjadi garis depan dalam pengembangan budaya literat, Beers, dkk. (2009) dalam buku A Principal’s Guide to Literacy Instruction menyampaikan beberapa strategi untuk menciptakan budaya literasi yang positif di sekolah.



54



(a) Mengkondisikan lingkungan fisik ramah literasi. Lingkungan fsik adalah hal pertama yang dilihat dan dirasakan warga sekolah. Oleh karena itu, lingkungan fisik perlu terlihat ramah dan kondusif untuk pembelajaran. Sekolah yang mendukung pengembangan budaya literasi sebaiknya memajang karya peserta didik di seluruh area sekolah, termasuk koridor, kantor kepala sekolah dan guru. Selain itu, karya-karya peserta didik diganti secara rutin untuk memberikan kesempatan kepada semua peserta didik. Selain itu, peserta didik dapat mengakses buku dan bahan bacaan lain di Sudut Baca yang terletak di kelas, kantor, dan area lain di sekolah. Ruang pimpinan dengan pajangan karya peserta didik akan memberikan kesan positif tentang komitmen sekolah terhadap pengembangan budaya literasi. (b) Mengupayakan lingkungan sosial dan afektif sebagai model komunikasi dan interaksi literat. Lingkungan sosial dan afektif dibangun melalui model komunikasi dan interaksi seluruh komponen sekolah. Hal itu dapat dikembangkan dengan pengakuan atas capaian peserta didik sepanjang tahun. Pemberian penghargaan dapat dilakukan saat upacara bendera setiap minggu untuk menghargai kemajuan peserta didik di semua aspek. Prestasi yang dihargai bukan hanya akademik, tetapi juga sikap dan upaya peserta didik. Dengan demikian, setiap peserta didik mempunyai kesempatan untuk memperoleh penghargaan sekolah. Selain itu, literasi diharapkan dapat mewarnai semua perayaan penting di sepanjang tahun pelajaran. Ini bisa direalisasikan dalam bentuk festival buku, lomba poster, mendongeng, karnaval tokoh buku cerita, dan sebagainya. Pimpinan sekolah selayaknya berperan aktif dalam menggerakkan literasi, antara lain dengan membangun budaya kolaboratif antar guru dan tenaga kependidikan. Dengan demikian, setiap orang dapat terlibat sesuai kepakaran masing- masing. Peran orang tua sebagai relawan gerakan literasi akan semakin memperkuat komitmen sekolah dalam pengembangan budaya literasi. (c) Mengupayakan sekolah sebagai lingkunan akademik yang literat. Lingkungan fisik, sosial, dan afektif berkaitan erat dengan lingkungan akademik. Ini dapat dilihat dari perencanaan dan pelaksanaan gerakan literasi di sekolah. Sekolah sebaiknya memberikan alokasi waktu yang cukup banyak untuk pembelajaran literasi. Salah satunya dengan menjalankan kegiatan membaca dalam hati dan guru membacakan buku dengan nyaring selama 15 menit sebelum pelajaran berlangsung. Untuk menunjang kemampuan guru dan staf, mereka perlu diberikan kesempatan untuk mengikuti program bimtek tenaga



55



kependidikan untuk peningkatan pemahaman tentang program literasi, pelaksanaan, dan keterlaksanaannya. e. Moderasi Beragama (1) Konsep Moderasi Beragama (Wasathiyah) Kajian terhadap konsep moderasi beragama (wasathiyyah) telah menarik perhatian banyak ilmuwan di berbagai bidang seperti sosiopolitik, bahasa, pembangunan Islam, sosial-keagamaan, dan pendidikan Islam. Terminologi ini merupakan terminologi dari sekian terminologi yang sering digunakan untuk menyebut label-label umat Islam seperti islam modernis, progresif, dan reformis. Seperti diakui El-Fadl, terminologi moderat ini dianggap paling tepat di antara terminologi yang lain. Meski orang-orang moderat juga sering digambarkan sebagai kelompok modernis, progresif, dan reformis, tidak satupun dari istilahistilah tersebut yang menggantikan istilah moderat. Hal ini didasarkan pada legitimasi al-Qur’an dan hadist Nabi bahwa umat islam diperintahkan untuk menjadi orang moderat. Disinilah istilah moderat menemukan akarnya di dalam tradisi Islam, apalagi terminologi wasathiyyah ini merupakan identitas dan watak dasar Islam. Konsep wasathiyyah dalam beberapa literatur keislaman ditafsirkan secara beragam oleh para ahli. Menurut al-Salabi kata wasathiyyah memiliki banyak arti. Pertama, dari akar kata wasth, berupa dharaf, yang berarti baina (antara). Kedua, dari akar kata wasatha, yang mengandung banyak arti, diantaranya: (1) berupa isim (kata benda) yang mengandung pengertian antara dua ujung; (2) berupa sifat yang bermakna (khiyar) terpilih, terutama, terbaik; (3) wasath yang bermakna al-‘adl atau adil; (4) wasath juga bisa bermakna sesuatu yang berada di antara yang baik (jayyid) dan yang buruk (radi’). Sama dengan pemaknaan al-Sallabi, Kamali menganalisis wasathiyyah sinonim dengan kata tawassuṭ, I’tidâl, tawâzun, iqtiṣâd. Istilah moderasi ini terkait erat dengan keadilan, dan ini berarti memilih posisi tengah di antara ekstremitas. Kebalikan dari wasathiyyah adalah tatarruf, yang menunjukkan makna “kecenderungan ke arah pinggiran” “ekstremisme,” “radikalisme,” dan “berlebihan”. Sedangkan Qardhawi mengidentifikasi wasathiyah ke dalam beberapa makna yang lebih luas, seperti adil, istiqamah, terpilih dan terbaik, keamanan, kekuatan, dan persatuan. Terlepas dari berbagai pemaknaan di atas, Hilmy mengidentifikasi beberapa karakteristik penggunaan konsep moderasi dalam konteks Islam Indonesia, diantaranya; 1) ideologi tanpa kekerasan dalam menyebarkan Islam; 2) mengadopsi cara hidup modern dengan semua turunannya, termasuk sains dan teknologi, demokrasi, hak asasi 56



manusia dan sejenisnya; 3) penggunaan cara berfikir rasional; 4) pendekatan kontekstual dalam memahami Islam, dan; 5) penggunaan ijtihad (kerja intelektual untuk membuat opini hukum jika tidak ada justifikasi eksplisit dari Al Qur'an dan Hadist). Lima karakteristik bisa diperluas menjadi beberapa karakteristik yang lain seperti toleransi, harmoni dan kerjasama antar kelompok agama. Beberapa pemaknaan wasathiyyah di atas menunjukkan bahwa terminologi ini sangat dinamis dan kontekstual. Terminologi ini juga tidak hanya berdiri pada satu aspek, tetapi juga melibatkan keseimbangan antara pikiran dan wahyu, materi dan spirit, hak dan kewajiban, individualisme dan kolektivisme, teks (Alquran dan Sunnah) dan interpretasi pribadi (ijtihad), ideal dan realita, yang permanen dan sementara, yang kesemuanya terjalin secara terpadu. Itulah kenapa Hanapi menyebut wasathiyah merupakan pendekatan yang komprehensif dan terpadu. Konsep ini sebenarnya meminta umat Islam untuk mempraktikkan Islam secara seimbang dan komprehensif dalam semua aspek kehidupan masyarakat dengan memusatkan perhatian pada peningkatan kualitas kehidupan manusia yang terkait dengan pengembangan pengetahuan, pembangunan manusia, sistem ekonomi dan keuangan, sistem politik, sistem pendidikan, kebangsaan, pertahanan, persatuan, persamaan antar ras, dan lainnya. Tidak heran jika ummah wasath (muslim moderat) menjadi model yang akan dipersaksikan di hadapan umat-umat yang lain. (2) Moderasi Beragama Sebagai Arus Utama Pendidikan Islam Sebagai pendekatan komprehensif dan terpadu, moderasi beragama juga harus menjadi identitas, visi, corak,dan karateristik utama pendidikan Islam, bukan sekedar nilai partikular. Disini diperlukan langkah yang lebih konstruktif dengan menempatkan moderasi beragama sebagai arus utama pendidikan Islam. Beberapa program pengarusutamaan ini memancing diskusi lebih lanjut sejauhmana Islam moderat menjadi identitas pendidikan Islam. Namun, melihat wacana dan program yang dilakukan, setidaknya bisa dianalisis dari tiga hal. Pertama, adanya kekhawatiran menguatnya gerakan ekstrimisme, intoleran, dan radikalisme-terorisme dalam pendidikan Islam. Dalam rangka menghadang gerakan ini, moderasi beragama dianggap perlu menjadi arus utama mengingat coraknya yang inklusif dan toleran. Kedua, pengarusutamaan ini bisa dibaca sebagai tindak lanjut dan penguatan Islam Nusantara, dimana karakter utamanya adalah moderat. Terlebih pendidkan Islam Nusantara memiliki akar historis sebagai bagian dari institusi sosial-keagamaan yang bercorak moderat. Ketiga, adanya kebutuhan untuk melakukan reformasi 57



pendidikan Islam di tengah kompleksitas masalah global, yang diantaranya adalah tidak adanya keseimbangan antara intelektualitas dengan moralitas, modernitas dengan spiritualitas, dan ketidakseimbangan lainnya dalam semua aspek kehidupan. (3) Konstruksi Wasathiyyah dalam Kurikulum (a) Prinsip Moderasi Kurikulum Dalam melakukan konstruksi moderasi kurikulum, yang pertamakali diperlukan adalah rumusan prinsip-prinsip yang akan menjadi acuannya. Prinsip ini menyediakan petunjuk bagi pelaksanaan setiap aktivitas, dan oleh karenanya prinsip memiliki peran penting dalam mengembangkan berbagai kerja intelektual, termasuk di dalam membuat kurikulum. Merujuk pada prinsip-prinsip yang digali dari moderasi Islam, kurikulum pen–didikan Islam bisa dikembangan dengan mengacu pada beberapa prinsip sebagai berikut: Prinsip Universal Salah satu prinsip mendasar moderasi beragama adalah prinsip universal. Prinsip universal kurikulum berangkat dari argumen bahwa Tuhan mengutus utusan untuk semua bangsa dan umat, dan oleh karena itu ajarannya mencerminkan universalitas. Oleh karena itu, muatan kurikulum harus mencakup semua aspek dan berlaku menyeluruh, tanpa dibatasi oleh sekat kedaerahan dan wilayah. Prinsip universalitas kurikulum juga menghendaki adanya totalitas dalam pengembangan potensi peserta didik, yang tercakup dalam tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum. Pendidikan Islam di banyak tempat masih diperlakukan sebagai doktrin semata sehingga ia hanya berorientasi ke dalam. Muatan, kajian, dan produk pendidikan Islam hanya untuk umat Islam (internal) dan tidak membuka peluang yang lebih longgar bagi khalayak umum (ekternal) dengan berbagai latar keagamaan yang lain, sehingga pembaca yang notabene beragama non-muslim kurang bisa menangkap pesan yang dihasilkan dari produk pendidikan Islam. Prinsip Keseimbangan Prinsip moderasi beragama juga memuat prinsip keseimbangan (tawâzun). Keseimbangan ini bisa dilihat dari aspek keseimbangan antara prilaku, sikap, nilai pengetahuan, dan keterampilan. Prinsip keseimbangan juga merupakan sikap dan orientasi hidup yang diajarkan Islam, sehingga peserta didik tidak terjebak pada ekstrimisme dalam hidupnya, tidak semata-mata mengejar kehidupan ukhrawi dengan mengabaikan kehidupan duniawi. Oleh karena itu, kurikulum pendidikan Islam harus didesain dengan 58



menggunakan prinsip ini. Disini kurikulum moderat dikonstruksi melalui keseimbangan antara rasionalitas, moralitas, dan spiritualitas. Prinsip Integrasi Prinsip integrasi ini juga merupakan prinsip moderasi kurikulum yang sangat penting. Dalam pengembangan kurikulum, integrasi ini banyak dibicarakan oleh para ilmuwan muslim seperti Fazlur Rahman, Seyyed Hossein Nasr, Ismail Raji` al-Faruqi, dan Syekh Muhammad Naquib al-Attas. Di Indonesia upaya integrasi ilmu juga dikembangkan oleh ilmuwan muslim seperti Kuntowijoyo dengan konsep “Pengilmuan Islam,” dengan menjadikan al-Qur’an sebagai paradigma keilmuan, yang dalam hal ini bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu: (1) integralisasi yaitu pengintegrasian kekayaan keilmuan manusia dengan wahyu; (2) objektifikasi yaitu menjadikan pengilmuan Islam sebagai rahmat untuk semua orang. Imam Suprayogo menawarkan integrasi ini dengan mengilustrasikan sebatang pohon yang utuh, dimana kajian keagamaan harus ditopang dengan landasan keilmuan yang lain agar studi-studi keislaman bisa berdiri kokoh. Integrasi ini dalam pandangan Amin Abdullah perlu dipadukan dengan interkoneksi. Pendekatan integratif-interkonektif adalah pendekatan yang berusaha saling menghargai; keilmuan umum dan agama sadar akan keterbatasan masing-masing dalam memecahkan persoalan manusia, hal ini akan melahirkan sebuah kerja sama setidaknya saling memahami pendekatan (approach) dan metode berpikir (process and procedure) antara kedua kelimuan tersebut. Prinsip integarasi yang ditawarkan para pemikir di atas setidaknya bisa menjadi modal berharga dalam menancapkan moderasi kurikulum pendidikan Islam. Prinsip Keberagaman Prinsip moderasi beragama sebenarnya juga mengandung prinsip “Bhineka Tunggal Ika,” suatu prinsip kesetaraan dan keadilan di tengah perbedaan untuk mencapai persatuan. Prinsip ini dimaksudkan sebagai pemeliharan terhadap perbedaan-perbedaan peserta didik, baik berupa perbedaan bakat, minat, kemampuan, kebutuhan, agama, ras, etnik, dan perbedaan lainnya. Pemeliharaan terhadap perbedaan ini menambah kesesuaian antara kurikulum dengan kebutuhan- kebutuhan peserta didik dalam konteks Negara Indonesia yang multikultur. (b) Pendekatan Moderasi Kurikulum



59



Pendidikan Islam dengan karakter keislaman moderat bisa menjadi kontribusi bagi perumusan pendidikan Islam. Meminjam empat pendekatan integrasi konten kurikulum dalam pendidikan multikultural yang dikenalkan oleh Banks, konstruksi wasatiyyah dalam kurikulum pendidikan Islam bisa dianalisis dengan pendekatan kontributif (the contributions approach), pendekatan aditif/penambahan (the additive approach), pendekatan transformasi (transformation approach), dan pendekatan aksi sosial (the social action approach). Pendekatan Kontributif Karakteristik penting dari pendekatan kontribusi adalah bahwa struktur dasar, sasaran, dan karakteristik utama kurikulum tidak berubah, melainkan hanya menyisipkan konten-konten tertentu dalam mata pelajaran, yang turut berkontribusi dalam melahirkan sikap moderat, seperti tokoh-tokoh Islam nusantara, yang dianggap secara nyata memiliki pemikiran dan sikap moderat. Pendekatan kontribusi ini dapat memberi pengalaman belajar peserta didik akan ketokohan seseorang. Ketokohan ini disamping menjaga warisan sejarah, juga menghidupkan figur kepahlawanan seorang tokoh sebagai sumber teladan. Dengan pendekatan ini, moderasi beragama bukan merupakan arus utama kurikulum pendidikan Islam, melainkan sebagai nilai kontributif yang disisipkan melalui kurikulum. Meski demikian, pendekatan ini merupakan langkah yang paling minimal di dalam ide pengarusutamaan moderasi beragama. Namun, dalam beberapa aspek, ia sedikit banyak turut memberikan kontribusi bagi warna kurikulum pendidikan Islam. Pendekatan Aditif/Penambahan Pendekatan penting lainnya dalam melakukan konstruksi wasathiyyah ke dalam kurikulum adalah penambahan konten, konsep, tema, dan perspektif ke dalam kurikulum tanpa mengubah struktur dasar, tujuan, dan karakteristik kurikulum. Pendekatan penambahan bisa dilakukan dengan menambahkan sumber belajar seperti buku, atau bimtek khusus kedalam kurikulum tanpa mengubahnya secara substansial. Pendekatan ini bisa menjadi tahap pertama dalam upaya reformasi kurikulum yang dirancang untuk merestrukturisasi kurikulum secara keseluruhan dan menjadi kerangka acuan awal. Dalam melakukan konstruksi moderasi beragama dalam kurikulum, konten, materi, tema, dan perspektif moderasi beragama bisa 60



ditambahkan ke daam kurikulum. Penambahan ini tidak lain merupakan pelengkap dan bukan bagian integral dari kurikulum. Hampir sama dengan pendekatan kontributif, yang membedakan adalah pendekatan penambahan tidak cukup menyisipkan konten, melainkan perlu adanya penambahan beberapa konsep, tema, bahan ajar dan serangkaian bimtek tambahan terkait isu-isu dalam moderasi beragama. Pendekatan Tranformatif Pendekatan tranformatif sangat berbeda dengan pendekatan kontributif dan aditif. Dalam dua pendekatan tersebut, konten ditambahkan ke kurikulum inti tanpa mengubah asumsi dasar, sifat, dan strukturnya. Sedangkan, dalam pendekatan transformatif, tujuan mendasar, struktur, dan perspektif kurikulum berubah. Pendekatan transformasi ini memungkinkan peserta didik untuk melihat konsep, isu, tema, dan masalah dari berbagai sudut pandang. Perspektif arus utama adalah salah satu dari beberapa perspektif dari mana masalah, konsep, dan isu dilihat. Transformasi kurikulum berbasis moderasi beragama memerlukan perubahan paradigma, perspektif, dan struktur dasar kurikulum. Tentu saja transformasi ini tidak mudah karena harus meninjau ulang dan merubah beberapa struktur dasar kurikulum yang selama ini dijalankan. Namun, jika dilihat dari paradigma perubahan kurikulum pendidikan nasional yang pernah terjadi di Indonesia, perubahan paradigma juga sangat mungkin dilakukan dalam konteks kurikulum pendidikan Islam. Dengan menggunakan perspektif moderasi beragama, transformasi kurikulum ini akan melahirkan kurikulum yang menarik bahwa kurikulum pendidikan Islam, baik di pesantren, madrasah maupun PTKI, merupakan cermin utama dari identitas islam sebagai agama yang moderat. Gagasan ini juga sejalan dengan misi pendidikan Islam yang memiliki visi transformatif dan pemberdayaan terhadap peserta didik dalam kerangka cita-cita etik profetik pemanusiaan, pembebasan, dan penyadaran keilahian, sehingga tercermin karakter moderat yang cukuo kuat. Ini mengingat moderasi beragama merupakan pendekatan komprehensif, yang memungkinkan dipersaksikannya (syuhadâ’a) mutu pendidikan Islam di hadapan umat manusia. Pendekatan Aksi Sosial Pendekatan aksi sosial mencakup semua elemen pendekatan transformasi namun menambahkan komponen yang 61



mengharuskan peserta didik membuat keputusan dan mengambil tindakan yang terkait dengan konsep dan masalah yang dihadapi. Tujuan utama pembelajaran dengan pendekatan ini adalah untuk mendidik para peserta didik untuk melakukan kritik sosial, perubahan dan keterampilan membuat keputusan. Dalam pendekatan ini, moderasi beragama tidak hanya terjadi dalam internal unit pendidikan, melainkan begerak sebagai agent of social critic dan agent of social change di tengah-tengah masyarakat. Orientasi kurikulum dikembangkan dengan menekankan pada “social oriented”. Pendekatan moderasi kurikulum ini melatih peserta didik untuk terlibat dalam aksi-aksi sosial dalam rangka membumikan moderasi beragama pada semua aspek kehidupan masyarakat. Empat pendekatan integrasi konsep wasathiyyah di atas bisa menjadi pertimbangan dalam melakukan konstruksi kurikulum berbasis moderasi beragama. Program-program pendidikan Islam yang mencoba mendidik peserta didik untuk dapat melakukan kritik sosial dan perubahan sosial terhadap masalah-masalah yang di luar mainstream Islam moderat, perlu dikembangkan. Barangkali tarnsformasi kurikulum dengan menggunakan paradigma integrasi ilmu bisa dilihat sebagai salah satu karakteristik Islam moderat, yakni keseimbangan antara material dan spiritual dan antara dunia dan akhirat. Ini bisa ditemukan dalam pendidikan madrasah dan pesantren. 4. Rangkuman Pendidikan Abad 21 merupakan pendidikan yang mengintegrasikan antara kecakapan pengetahuan, keterampilan, dan sikap, serta penguasaan terhadap TIK. Kecakapan tersebut dapat dikembangkan melalui berbagai model pembelajaran berbasis aktivitas yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan materi pembelajaran. Adapun yang termasuk kecakapan abad 21 adalah: 1. Kecakapan Berpikir Kritis dan Pemecahan masalah (Critical Thinking and Problem Solving Skill) 2. Kecakapan Berkomunikasi (Communication Skills) 3. Kreatif dan Inovasi (Creativity and Innovation) 4. Kolaborasi (Collaboration) Kemampuan berpikir tingkat tinggi/ Higher Order Thinking Skills (HOTS) adalah kemampuan berpikir yang bukan hanya sekedar mengingat, menyatakan kembali, dan juga merujuk tanpa melakukan pengolahan, akan tetapi



62



kemampuan berpikir untuk menelaah informasi secara kritis, kreatif, berkreasi dan mampu memecahkan masalah. Penguatan profil pelajar pancasila merupakan internalisasi nilai-nilai pancasila yang dirangkum menjadi profil pelajar Indonesia. Bernalar kritis, kreatif, mandiri, beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, bergotong royong, dan berkebinekaan global merupakan enam nilai sikap yang harus diinternalisasikan dalam proses intrakurikuler dan ekstrakurikuler, sehingga tercapai pelajar pelajar Indonesia yang memiliki profil nilai-nilai Pancasila. Berdasarkan cara dan fungsinya, literasi dibagi menjadi: 1. 2. 3. 4. 5.



Literasi Dasar (Basic Literacy) Literasi Perpustakaan (Library literacy) Literasi Media (Media Literacy), Literasi tekhnologi (Technology Literacy), Literasi Visual (Visual Literacy),



Beberapa karakteristik penggunaan konsep moderasi dalam konteks Islam Indonesia, diantaranya; 1) ideologi tanpa kekerasan dalam menyebarkan Islam; 2) mengadopsi cara hidup modern dengan semua turunannya, termasuk sains dan teknologi, demokrasi, hak asasi manusia dan sejenisnya; 3) penggunaan cara berfikir rasional; 4) pendekatan kontekstual dalam memahami Islam, dan; 5) penggunaan ijtihad (kerja intelektual untuk membuat opini hukum jika tidak ada justifikasi eksplisit dari Al Qur'an dan Hadist). Lima karakteristik bisa diperluas menjadi beberapa karakteristik yang lain seperti toleransi, harmoni dan kerjasama antar kelompok agama. 5. Tugas Untuk meningkatkan pemahaman terhadap materi keempat tentang model pembelajaran abad 21, maka peserta menjawab pertanyaan berikut: c. Lembar kerja ringkasan materi dari kegiatan expert group d. Lembar kerja sintaks pembelajaran abad 21 6. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Setelah menyelesaikan latihan dan tugas dalam modul, peserta diminta untuk menyusun rencana pembelajaran dengan mengintegrasikan konsep model pembelajaran abad 21 yang telah diuraikan di atas.



63



F.



Materi 6: Sintaks Pembelajaran 1. Capaian Pembelajaran a. Tujuan Tujuan mengikuti materi ini peserta bimtek dapat memahami urgensi sintaks model pembelajaran, macam-macam sintaks pembelajaran PAI, serta tekhnik memilih sintaks pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran. b. Indikator Keberhasilan Setelah mengikuti bimtek ini, peserta dapat: 1) 2) 3) 4) 5)



Mengetahui urgensi sintaks pembelajaran; Memahami macam-macam sintaks pembelajaran PAI. Menentukan sintaks pembelajaran yang relevan dengan materi. Mengidentifikasi model pembelajaran beradasarkan sintaksnya; Mengidentifikasi model pembelajaran beradasarkan sintaksnya.



2. Pokok-pokok Materi a. Urgensi sintaks model pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran b. Macam-macam sintak model pembelajaran PAI c. Tekhnik memilih sintaks model pembelajaran yang relevan dengan materi pembelajaran 3. Uraian Materi Model pembelajaran diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembelajarannya, sintaks atau pola urutan, dan sifat lingkungan belajarnya. Penggunaan model pembelajaran tertentu memungkinkan guru dapat mencapai pembelajaran tertentu dan bukan tujuan pembelajaran yang lain. Sintaks atau pola urutan model pembelajaran menggambarkan keseluruhan urutan alur langkah yang pada umumnya diikuti oleh serangkaian kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, sintaks pembelajaran menunjukkan dengan jelas kegiatan apa yang perlu dilakukan oleh guru dan peserta didik, urutan kegiatan yang dilakukan, dan tugas (assignment) yang perlu dilakukan oleh peserta didik. Sintaks dari berbagai macam model pembelajaran mempunyai komponen yang sama. Misalnya, semua pembelajaran diawali dengan menarik perhatian peserta didik dan memotivasi peserta didik terlibat dalam proses pembelajaran. Setiap model pembelajaran selalu mempunyai tahap "menutup pelajaran" yang berisi merangkum pokok-pokok pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik dengan bimbingan guru. Di samping ada persamaannya, setiap model pembelajaran antara sintaks yang satu dengan sintaks yang lain juga mempunyai perbedaan. Perbedaan-perbedaan inilah terutama yang berlangsung di antara pembukaan dan penutupan pembelajaran, yang harus 64



dipahami oleh para guru agar supaya model-model pembelajaran dapat dilakukan dengan berhasil. Sintaks model pembelajaran pada kurikulum 2013 yang disarankan adalah sebagai berikut: Descovery Learning, Inquiry Terbimbing, Problem Based Learning, Problem Solving Learning jenis Trouble Shooting, Project Based Learning, Production Based Trainning. Berikut adalah sintak beberapa model pembelajaran pada kurikulum 2013: h. Sintaks Model Pembelajaran kooperatif (cooperative teaching) Fase



Perilaku Guru



Fase 1 Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang Menyampaikan tujuan dan ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi memotivasi siwa siswa belajar. Fase 2 Menyajikan informasi



Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.



Fase 3 Mengorganisasi siswa ke dalam kelompokkelompok belajar



Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap agar melakukan transisi secara efisien.



Fase 4 Membimbing kelompok belajar dan bekerja



Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.



Fase 5 Evaluasi



Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.



Fase 6 Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya Memberikan penghargaan maupun hasil belajar individu dan kelompok.



i. Sintaks Model Pembelajaran Inkuiri (Penemuan) Tahap



Tingkah Laku Guru



Tahap 1 Observasi untuk menemukan masalah



Guru menyajikan kejadian-kejadian atau fenomena yang memungkinkan siswa menemukan masalah



Tahap 2 Merumuskan masalah



Guru membimbing siswa merumuskan masalah penelitian berdasarkan kejadian dan fenomena yang disajikannya



65



Tahap 3 Mengajukan hipotesis



Guru membimbing siswa untuk mengajukan hipotesis terhadap masalah yang telah Dirumuskannya



Tahap 4 Merencanakan pemecahan masalah (melalui eksperimen atau cara lain)



Guru membimbing siswa untuk merencanakan pemecahan masalh, membantu menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan dan menyusun prosedur kerja yang tepat



Tahap 5 Melaksanakan eksperimen (atau cara pemecahan masalh yang lain)



Selama siswa bekerja, guru membimbing dan memfasilitasi



Tahap 6 Melakukan pengamatan dan pengumpulan data



Guru membantu siswa melakukan pengamatan tentang hal-hal yang penting dan membantu mengumpilkan dan mengorganisasi data



Tahap 7 Analisis data



Guru membantu siswa menganalisis data supaya menemukan suatu konsep



Tahap 8 Penarikan kesimpulan dan penemuan



Guru membimbing siswa mengambil kesimpulan berdasarkan data dan menemukan sendiri konsep yang ingin ditanamkan.



j. Model Pembelajaran Descovery Learning 1) Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan) 2) Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah) 3) Data Collection (Pengumpulan Data) 4) Verification (Pengolahan Data dan Pembuktian) 5) Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi) k. Model Pembelajaran Inkuiry Terbimbing 1) Orientasi masalah; 2) Pengumpulan data dan verifikasi 3) Pengumpulan data melalui eksperimen; 4) Pengorganisasian dan formulasi eksplanasi, 5) Analisis proses inkuiri. l. Model Pembelajaran Problem Based Learning (Bransford & Stein, dalam Jamie Kirkley /2003: 3 ) 1) Mengidentifikasi masalah; 2) Menetapkan masalah melalui berfikir tentang masalah dan menseleksi informasiinformasi yang relevan; 3) Mengembangkan solusi melalui pengidentifikasian alternatif- alternatif, tukarpikiran dan mengecek perbedaan pandang. 4) Melakukan tindakan strategis 66



5) Melihat ulang dan mengevaluasi pengaruh-pengaruh dari solusi yang dilakukan. m. Model Pembelajaran Problem Solving Learning jenis Trouble Shooting (David H. Jonassen (2011: 93) 1) Merumuskan uraian masalah; 2) Mengembangkan kemungkinan penyebab; 3) Menguji penyebab atau proses diagnosa; 4) Mengevaluasi n. Model Pembelajaran Project Based Learning 1) Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start With the Essential Question). 2) Mendesain Perencanaan Proyek 3) Menyusun Jadwal (Create a Schedule) 4) Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek (Monitor the Students and the Progress of the Project) 5) Menguji Hasil (Assess the Outcome) 6) Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience)



4. Rangkuman Sintaks pembelajaran menunjukkan dengan jelas kegiatan apa yang perlu dilakukan oleh guru dan peserta didik, urutan kegiatan yang dilakukan, dan tugas (assignment) yang perlu dilakukan oleh peserta didik. Sintaks dari berbagai macam model pembelajaran mempunyai komponen yang sama. Setiap model bahkan metode memiliki sintaks masing-masing yang menunjukkan ciri khasnya. Dengan ciri khasnya, seorang guru bias menidentifikasi model atau metode apa yang tepat untuk materi yang akan di ajarkan sehingga tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat dicapai dengan baik dan efisien. 5. Tugas Untuk meningkatkan pemahaman terhadap materi Sintaks Pembelajaran, maka peserta menjawab pertanyaan berikut: a. Jelaskan karakteristik sintaks yang sesuai dengan pembelajaran PAI! b. Mengapa sintaks pembelajaran sangat perlu dalam pembelajaran?



6. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Setelah menyelesaikan latihan dan tugas dalam modul, peserta diminta menjawab pertanyaan berikut di kertas yang tersedia! Apakah Anda menganalisis sintaks mengajar? Mengapa?



67



pembelajaran



sebelum



G. Materi 7: Pembuatan Lembar Kerja (LK) 1. Capaian Pembelajaran a. Tujuan Tujuan mengikuti materi ini peserta bimtek dapat memahami konsep defenisi lembar kerja pembelajaran, fungsi lembar kerja, komponen dan format dalam penyusunan lembar kerja, serta urgensi lembar kerja dalam prose pembelajaran. b. Indikator Keberhasilan Setelah mengikuti bimtek ini, peserta dapat: 1) Menjelaskan konsep lembar kerja; 2) Menjelaskan mekanisme dan rancangan prosedur pembuatan lembar kerja; 3) Menjelaskan komponen dan format dalam penyusunan lembar kerja; 4) Mengidentifikasi IPK yang perlu dibuatkan lembar kerja. 2. Pokok-pokok Materi Pokok-pokok materi pada sesi ini adalah: a. Pengertian, tujuan dan kegunaan lembar kerja b. Mekanisme dan langkah perancangan lembar kerja 3. Uraian Materi a. Pengertian, Tujuan dan Kegunaan Lembar Kerja (LK) Lembar Kerja (LK) adalah lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. LK biasanya berupa petunjuk, langkah untuk menyelesaikan suatu tugas, suatu tugas yang diperintahkan dalam lembar kegiatan harus jelas kompetensi dasar yang akan dicapainya (Depdiknas; 2004:18). Trianto (2008:148) mendefinisikan bahwa Lembar Kerja Siswa adalah panduan siswa yang digunakan untuk melakukan kegiatan penyelidikan dan pemecahan masalah. Menurut pengertian di atas maka LK berwujud lembaran berisi tugas-tugas guru kepada siswa yang disesuaikan dengan kompetensi dasar dan dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Atau dapat dikatakan juga bahwa LK adalah panduan kerja siswa untuk mempermudah siswa dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Tujuan penggunaan Lembar Kerja dalam proses pembelajaran adalah: (1) Mengaktifkan siswa dalam proses kegiatan pembelajaran. (2) Membantu siswa mengembangkan konsep. (3) Melatih siswa untuk menemukan dan mengembangkan ketrampilan proses. 68



(4) Sebagai pedoman guru dan siswa dalam melaksanakan proses kegiatan pembelajaran. (5) Membantu siswa dalam memperoleh informasi tentang konsep yang dipelajari melalui proses kegiatan pembelajaran secara sistematis. (6) Membantu siswa dalam memperoleh catatan materi yang dipelajari melalui kegiatan pembelajaran (Achmadi, 1996:35) Kegunaan Lembar Kerja Siswa (LK) dalam proses pembelajaran adalah: (1) Memberikan pengalaman kongkret bagi siswa; (2) Membantu variasi belajar; (3) Membangkitkan minat siswa; (4) Meningkatkan retensi belajar mengajar; (5) Memanfaatkan waktu secara efektif dan efisien. (Hadi Sukamto, 1992/1993:2. b. Mekanisme dan Langkah Pembuatan Lembar Kerja Dalam menyusun lembar kerja, agar LK memiliki ketepatan dan keakuratan secara fungsi, maka harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (1) Susunan kalimat harus diutamakan sederhana, mudah dimengerti, singkat dan jelas; (2) Istilah baru hendaknya diperkenalkan terlebih dahulu; (3) Gambar dan ilustrasi hendaknya dapat membantu siswa memahami materi, Menunjukkan cara dalam menyusun sebuah pengertian. Membantu siswa berpikir kritis. Menentukan Variabel yang akan dipecahkan dalam kegiatan pembelajaran. (4) Tata letak hendaknya membantu siswa memahami materi dengan menunjukkan urutan kegiatan secara logis dan sistematis, menunjukkan bagian-bagian yang sudah diikuti dari awal hingga akhir. (5) Desain harus menarik. (Depdikbud, 1996/1997:25-26). Dalam hal penyusunan lembar kerja, perlu memperhatikan prosedur penyusunan sebagai berikut: (1) Menentukan kompetensi dasar, indikator dan tujuan pembelajaran untuk dimodifikasi ke bentuk pembelajaran dengan LK. (2) Menentukan ketrampilan proses terhadap kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran. (3) Menentukan kegiatan yang harus dilakukan siswa sesuai dengan kompetensi dasar indikator dan tujuan pembelajaran. (4) Menentukan alat, bahan dan sumber belajar. (5) Menemukan perolehan hasil sesuai tujuan pembelajaran.



69



4. Rangkuman Lembar Kerja Siswa adalah panduan siswa yang digunakan untuk melakukan kegiatan penyelidikan dan pemecahan masalah. Menurut pengertian di atas maka LKS berwujud lembaran berisi tugas-tugas guru kepada siswa yang disesuaikan dengan kompetensi dasar dan dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Atau dapat dikatakan juga bahwa LKS adalah panduan kerja siswa untuk mempermudah siswa dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Adapun yan harus di perhatikan dalam pembuatan LKS adalah sebagai berikut: a) b) c) d)



Tujuan lembar kerja Keguanaan lembar kerja Syarat menyusun lembar kerja Prosedur penyusunan lembar kerja



5. Tugas Untuk meningkatkan pemahaman terhadap materi kelima tentang pembuatan lembar kerja pembelajaran, maka peserta menjawab pertanyaan berikut: a.Jelaskan hakikat dan kegunaan lembar kerja! b.Menyebutkan komponen-komponen lembar kerja? c.Apa yang anda dapatkan setelah memahami pembuatan lembar kerja? 6. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Setelah menyelesaikan latihan dan tugas dalam modul, peserta diminta untuk menyusun lembar kerja pembelajaran.



70



H. Materi 8: Praktik Model Pembelajaran 1. Capaian Pembelajaran a. Tujuan Tujuan mengikuti materi ini peserta bimtek dapat memahami model pembelajaran dengan mengintegrasikan pembelajaran abad 21, HOTS dan nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin. b. Indikator Keberhasilan Setelah mengikuti bimtek ini, peserta dapat: 1) Menjelaskan konsep peer teaching, micro teaching dan real teaching. 2) Menjelaskan cara mempraktikkan peer teaching, micro teaching dan real teaching. 3) Menjelaskan fungsi dan manfaat peer teaching, micro teaching dan real teaching. 2. Pokok-pokok Materi Materi untuk sesi ini adalah: a. Konsep peer teaching b. Konsep micro teaching c. Konsep real teaching d. Pemaparan LK, instrument penilaian pelaksanaan praktik model pembelajaran untuk observer. 3. Uraian Materi a. Peer Teaching 1) Pengertian, Tujuan dan Manfaat Peer Teaching Pengertian, tujuan dan manfaat metode Peer teaching penulis kutip dari beberapa jurnal internasional, A Case Study Of Peer Tutoring Program In Higher Education Bruffee (1995) menjelaskan bahwa peer tutoring merupakan salah satu metode yang mendorong aktivitas yang berpusat pada siswa, termasuk pembelajaran mandiri maupun diskusi kelompok informal untuk memastikan bahwa mereka sesuai, efektif dan efisien. Jenis peer teaching lainnya adalah cross age tutoring, yaitu menyatukan peserta didik dari berbagai usia dimana peserta didiklebih tua berperan sebagai tutor dan yang lebih muda sebagai tute. Tujuan peer teaching pada jurnal ini adalah: (a) Mengurangi tingkat putus sekolah; (b) Menyebarkan ide-ide para tutor; (c) Mengembangkan keterampilan komunikatif dan kemampuan kerja tim; 71



(d) Mendorong belajar mandiri; (e) Mengembangkan kemampuan belajar; (f) Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah tertentu. Manfaat peer teaching adalah: (1) Membantu peserta didik menjadi pembelajaran mandiri dan termotivasi; (2) Meningkatkan kemampuan belajar. 2) Konsep Peer Teaching dalam pembelajaran Beberapa konsep peer teaching dapat dipelajari dari beberapa jurnal berikut: (a) Math Peer Tutoring for Student With Specific Learning Disabilitas Penulis menerangkan bahwa peer tutoring sangat tepat digunakan pada peserta didik yang mengalami kemampuan belajar spesifik dalam meningkatkan kemampuan dasar matematika mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah bahkan ditempat kerja. Manfaat peer tutoring dalam jurnal ini adalah mengembangkan kemampuan matematika Peer tutoring terdiri dari: (1) Classwide peer tutoring (CWPT), semua peserta didikbekerja secara berpasangan secara bersamaan; (2) Cross-age tutoring, guru lebih tua dari tute dan berasal dari sekolah yang sama; (3) One to one tutoring, peserta didikhanya membutuhkan satu peserta didiklainnya sebagai tutor; (4) Small group intruction, setiap kelompok bergantian sebagai tutor untuk kelompok lainnya; (5) Home based tutoring, orang tua berfungsi sebagai tutor; (b) Cooperative Learning and Peer Tutoring to Promote Student’s Matematich Education Pembelajaran kooperatif dan peer tutoring saling berketergantungan dalam keberhasilan individu. Tujuan peer tutoring pada jurnal ini adalah: (1) Membuat murid bertanggung jawab dalam proses belajar mereka sendiri; (2) Mengembangkan kompetensi siswa; (3) Memahami kesulitan murid. Manfaat peer tutoring adalah: (1) Menghilangkan ketegangan dan kegelisahan peserta didik dalam hubungannya dengan guru; 72



(2) Memberi kebebasan yang lebih besar dan spontanitas. (c) Peer Tutoring and Social Dynamic in Higher Education, penulis Janet W. Colvin, University of Utah, USA (2007) Penelitian ini berfokus pada peserta didik dan tutor dalam berinteraksi di kelas. Peer tutoring melibatkan orang-orang dari kelompok sosial yang sama untuk mendidik satu sama lain ketika salah satu rekannya memiliki lebih banyak keahlian atau pengetahuan. Stategi dari peer tutoring adalah peserta didik mengajari peserta didik lainnya. Goodlad (1998) menyarankan untuk melibatkan peserta didikdalam tanggung jawab mereka sendiri dengan orang lain untuk meningkatkan interaksi sosial dan mentransformasikan belajar dari pribadi ke kegiatan sosial. Tujuannya adalah: (1) (2) (3) (4) (5) (6)



Mengembangkan kemampuan belajar; Mengevaluasi hasil kerja; Menyelesaikan masalah-masalah tertentu; Mendorong belajar mandiri; Mengurangi angka putus sekolah; Memberi dukungan kepada siswa.



Manfaatnya adalah: (1) Memberikan dukungan satu sama lain (2) Membangun kepercayaan dan hubungan yang baik (3) Merefleksikan pengalaman mereka sendiri (d) Peer Tutoring a Strategy to Promote Academic Success, penulis Michelle Nguyen Duke University, Research Brief, 2013 Durham public school (DPS) mengembangkan peer tutoring sebagai strategi pembelajaran yang sukses untuk menjangkau peserta didikberkinerja rendah melalui program CATCH (Caring About the Concepts That Help) dengan cara melatih mentor untuk sekolah menengah. Program CATCH dirancang untuk mencocokkan peserta didikyang berkinerja tinggi dengan peserta didikyang sedang berjuang untuk sukses akademis dibawah pengawasan guru. Hal ini merupakan pencegahan tingkat putus sekolah di negeri ini yng menyebabkan tingginya tingkat pengangguran di AS. Peer tutoring merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan peserta didikdan ditemukan di setiap mata pelajaran untuk meningkatkan prestasi akademik siswa. Peer tutoring mengacu pada metode pembelajaran berpasangan yang menggunakan peserta 73



didikberkinerja tinggi sebagai guru dan berkinerja rendah sebagai tute dalam kelas lebar atau ditempat umum di luar sekolah dibawah pengawasan guru. Tujuannya adalah: (1) Mengurangi tingkat putus sekolah; (2) Meningkatkan rasa tanggung jawab peserta didikterhadap hasil akademik yang diperoleh; (3) Meningkatkan prestasi membaca peserta didiksetelah melakukan peer tutoring kelas membaca; (4) Memberikan pembelajaran yang berbeda pada peserta didikpenyandang cacat dan non cacat tanpa mengasingkannya melalui gaya belajar dan kecepatan berfikir siswa; (5) Penurunan perilaku menggangu dan peningkatan dalam interaksi sosial; (6) Meningkatkan prestasi akademik siswa Manfaatnya adalah: (1) Penurunan perilaku menggangu dan peningkatan dalam interaksi sosial (2) Meningkatkan prestasi akademik siswa b. Micro Teaching 1) Pengertian Micro Teaching Pengajaran mikro (micro-teaching) merupakan salah satu bentuk model praktek kependidikan atau bimtek mengajar. Dalam konteks yang sebenarnya, mengajar mengandung banyak tindakan, baik mencakup teknis penyampaian materi, penggunaan metode, penggunaan media, membimbing belajar, memberi motivasi, mengelola kelas, memberikan penilaian dan seterusnya. Dengan kata lain, bahwa perbuatan mengajar itu sangatlah kompleks. Oleh karena itu, dalam rangka penguasaan keterampilan dasar mengajar, calon guru atau dosen perlu berlatih secara parsial, artinya tiap-tiap komponen keterampilan dasar mengajar itu perlu dikuasai secara terpisah-pisah (isolated). Berlatih untuk menguasai keterampilan dasar mengajar seperti itulah yang dinamakan micro-teaching (pengajaran mikro). Pengajaran mikro (microteaching) merupakan suatu situasi pengajaran yang dilaksanakan dalam waktu dan jumlah siswa yang terbatas, yaitu selama 5-20 menit dengan jumlah siswa sebanyak 3-10 orang. Hal tersebut diungkap oleh Cooper dan Allen, 1971. Bentuk pengajaran yang sederhana, dimana calon guru atau dosen berada dalam suatu lingkungan kelas yang terbatas dan terkontrol.



74



Hanya mengajarkan satu konsep dengan menggunakan satu atau dua keterampilan dasar mengajar. Konsep pengajaran mikro (micro-teaching) dilandasi oleh pokok-pokok pikiran sebagai berikut: (a) Pengajaran yang nyata (dilaksanakan dalam bentuk yang sebenarnya) tetapi berkonsep mini. (b) Latihan terpusat pada keterampilan dasar mengajar, mempergunakan informasi dan pengetahuan tentang tingkat belajar siswa sebagai umpan balik terhadap kemampuan calon guru/dosen. (c) Pengajaran dilaksanakan bagi para siswa dengan latar belakang yang berbeda-beda dan berdasarkan pada kemampuan intelektual kelompok usia tertentu. (d) Pengontrolan secara ketat terhadap lingkungan latihan yang diselenggarakan dalam laboratorium micro–teaching. Pengadaan low-threat-situation untuk memudahkan calon guru/dosen mempelajari keterampilan mengajar. (e) Penyediaan low-risk-situation yang memungkinkan siswa berpartisipasi aktif dalam pengajaran, Penyediaan kesempatan latihan ulang dan pengaturan distribusi latihan dalam jangka waktu tertentu. Terdapat beberapa definisi tentang pengajaran mikro (micro teaching) yang dapat dikemukakan, diantaranya adalah: (a) Cooper dan Allen (1971), mendefinisikan “pengajaran mikro (microteaching) adalah suatu situasi pengajaran yang dilaksanakan dalam waktu dan jumlah siswa yang terbatas, yaitu selama 5-20 menit dengan jumlah siswa sebanyak 3-10 orang”. (b) Mc. Laughlin dan moulton (1975) mendefinisikan “micro teaching is a performance training method designed to isolated the component part of teaching process, so that the trainee can master each component one by one in a simplified teaching situation”. (c) Waskito (1977) mendefinisikan “micro teaching adalah suatu metode belajar mengajar atas dasar performance yang tekniknya dengan cara mengisolasikan komponen – komponen proses belajar mengajar sehingga calon guru dapat menguasai setiap komponen satu per satu dalam situasi yang disedrhanakan atau dikecilkan”. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa micro-teaching atau pengajaran mikro adalah, “salah satu model bimtek praktik mengajar dalam lingkup terbatas (mikro) untuk mengembangkan keterampilan dasar mengajar (base teaching skill) yang dilaksanakan secara terisolasi dan dalam situasi yang disederhanakan atau dikecilkan”. Pertimbangan yang mendasari 75



penggunaan program pengajaran mikro (micro teaching) adalah: Untuk mengatasi kekurangan waktu yang diperlukan dalam latihan mengajar secara tradisional. Keterampilan mengajar yang kompleks dapat diperinci menjadi keterampilan-keterampilan mengajar yang khusus dan dapat Dilatih secara berurutan. Pengajaran mikro dimaksudkan untuk memperluas kesempatan latihan mengajar mengingat banyaknya calon guru/dosen yang membutuhkannya. 2) Karakteristik Micro Teaching Pengajaran mikro (micro-teaching) merupakan real teaching, tetapi dalam skala mikro. Karakteristik yang khas dalam pengajaran mikro (microteaching) adalah komponen – komponen dalam pengajaran yang dimikrokan atau di-sederhana-kan. Dalam pengajaran sesungguhnya (real teaching) lingkup mpembelajaran biasa tidak dibatasi, tetapi di microteaching terbatas pada satu kompetensi dasar atau satu hasil belajar dan satu materi pokok bahasan tertentu. Demikian pula alokasi waktunya juga terbatas antara 10-15 menit, jumlah siswa juga dikecilkan hingga berkisar 10-15 siswa, serta keterampilan dasar yang dilatihkan juga terbatas (terisolasi). Dengan demikian, ciri khas micro-teaching adalah real-teaching yang dimikrokan meliputi jumlah siswa, alokasi waktu, fokus keterampilan, kompetensi dasar, hasil belajar dan materi pokok pembelajaran yang terbatas. Pelaksanaan pengajaran mikro (micro-teaching) pada prinsipnya merupakan realisasi pola-pola pengajaran yang sesungguhnya (real teaching) yang didesain dalam bentuk mikro. Setiap calon guru atau dosen membuat persiapan mengajar yang kemudian dilaksanakan dalam proses pembelajaran bersama siswa atau teman sejawat (peer teaching) dengan setting kondisi dan konteks kegiatan belajar mengajar yang sesungguhnya. Berikut ini disajikan daftar komponen mengajar yang dimikrokan dibandingkan dengan pengajaran yang normal (real teaching):



Perbandingan Micro Teaching dengan Real Teaching Pengajaran No



Komponen



Real



76



Micro



1 2 3 4 5



Siswa / audience Kompetensi asar Indikator hasil belajar Materi Waktu



30 – 40 orang 2 – 4 kd 1-9 ihb Luas 30-50 menit



10 – 15 orang 1 kd 1 – 3 ihb Terbatas 10-15 menit



Penyederhanaan komponen pengajaran sebagai karakteristik pengajaran mikro (micro-teaching) didasarkan pada asumsi-asumsi sebagai berikut ini: (a) Seluruh komponen keterampilan dasar mengajar akan dapat dikuasai secara mudah apabila terlebih dahulu menguasai komponen keterampilan dasar mengajar tersebut secara terpisah (terisolasi) satu demi satu, (b) Penyederhanaan situasi dan kondisi latihan, memungkinkan perhatian praktikan terarah pada keterampilan yang dilatihkan, (c) Penyederhanaan situasi dan kondisi dengan bantuan memudahkan observasi dan bermanfaat untuk umpan balik (feed back). Setelah guru/dosen pemula dianggap menguasai materi dan sistem penyampaiannya, tiba saatnya untuk berlatih menguasai keterampilan dasar mengajar, yaitu keterampilan yang bersifat generik yang harus dikuasai oleh semua calon guru atau dosen. Komponen keterampilan dasar mengajar yang dilatihkan dalam pengajaran mikro (micro-teaching) menurut hasil penelitian Tumey (1973), terdapat 8 (delapan) keterampilan yang sangat berperan dalam kegiatan belajar mengajar. Kedelapan keterampilan tersebut antara lain: (a) Keterampilan dasar membuka dan menutup pelajaran (set induction and closure); (b) Keterampilan dasar menjelaskan (explaining skills); (c) Keterampilan dasar mengadakan variasi (variation skills); (d) Keterampilan dasar memberikan penguatan (reinforcement skills); (e) Keterampilan dasar bertanya (questioning skills); (f) Keterampilan dasar mengelola kelas; (g) Keterampilan dasar mengajar perorangan/kelompok kecil; (h) Keterampilan dasar membimbing diskusi kelompok kecil. Perlu ditekankan bahwa hanya untuk tujuan latihan, keterampilan yang kompleks tersebut dapat dipilah-pilah menjadi 8 (delapan) komponen keterampilan dasar mengajar seperti di atas, supaya masing-masing dapat dilatihkan secara terpisah (ter-isolasi). Namun ketika dosen menggunakan/menerapkan keterampilan tersebut di dalam kelas. Harus mampu menampilkan secara utuh dan terintegrasi. 77



Mengajar adalah perbuatan yang kompleks yang merupakan pengintegrasian secara utuh dari berbagai komponen kemampuan. Komponen kemampuan tersebut dapat berupa pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai. Sebagian kemampuan tersebut telah dibentuk secara bertahap melalui penyampaian teori-teori tentang prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran, strategi mengajar, rancangan instruksional, media pembelajaran, evaluasi pembelajaran, dan sebagaianya. 4. Rangkuman Mensimulasikan proses pembelajaran bisa dilakukan dengan menggunakan 3 cara, yaitu: a. Peer tutoring merupakan salah satu metode yang mendorong aktivitas yang berpusat pada siswa, termasuk pembelajaran mandiri maupun diskusi kelompok informal untuk memastikan bahwa mereka sesuai, efektif dan efisien. b. Micro-teaching, karakteristik yang khas dalam pengajaran mikro (microteaching) adalah komponen–komponen dalam pengajaran yang dimikrokan atau di-sederhana-kan. Dalam pengajaran sesungguhnya (real teaching) lingkup mpembelajaran biasa tidak dibatasi, tetapi di microteaching terbatas pada satu kompetensi dasar atau satu hasil belajar dan satu materi pokok bahasan tertentu. Demikian pula alokasi waktunya juga terbatas antara 10-15 menit, jumlah siswa juga dikecilkan hingga berkisar 10-15 siswa, serta keterampilan dasar yang dilatihkan juga terbatas (terisolasi). c. Real teaching adalah simulkasi pembelajaran yang sesungguhnya, baik dari segi pserta didiknya, materi yang di sampaikan serta jumlah jam yang diguanakan. Semua penampilan tidak melalui settingan, akan tetapi tampil apa adanya. 5. Tugas Untuk meningkatkan pemahaman terhadap materi keenam tentang praktek pembelajaran, maka peserta menjawab pertanyaan berikut: a. Perlukah setiap guru menyiapkan perencanaan sebelum tampil mengajar? b. Kesulitan apa yang anda hadapi dalam menyusun perencaanaan pembelajaran? c. Bagaimanakah cara anda mengembangkan perencanaan pembelajaran?



78



6. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Setelah menyelesaikan latihan dan tugas dalam modul, peserta diminta Untuk menyusun rencana pembelajaran yang baik dengan menginternalisasikan metode pembelajaran yang tepat dan menarik.



79



BAGIAN 4 Daftar Pustaka Anderson, L.W dan Krathwohl, D.R. 2010. Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran dan Asesmen (Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom). Yogyakarta: Pustaka Pelajar Atwi Suparman. 2001. Desain Instruksional. Jakarta: PAU-PPAI Dirjen Dikti. Depdiknas. B Weil, Joice & Showers. 1992. Models of Teaching. Fourth Edition.United States of America: A Division of Simon & Schuster, Inc. Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas Dick, W and L. Carey, J. O. Carey. 2005. The systematic Design of Instruction. New York: Logman. Dunkin, M.J. dan Biddle, B.J. 1974. The Srtudy of Teaching. New York: Holt Rinehart and Wiston Djamarah, S. B. 2002. Pikologi Belajar.Jakarta: PT. Rineka Cipta. Driscoll, M.P (1994). Psychology of Learningfor Instruction. Boston: Allyn and Bacon. Faizah, Dewi Utama dkk. 2016. Panduan Gerakan Literasi Sekolah Di Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar Dan Menengah Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan Gagne, Robert M & Briggs, Leslie J. (1979). Principles Of Instructional Design (2nd Edition). New York: Holt, Rinehart and Winston Gerlach dan Ely. 1971.Teaching & Media: A Systematic Approach. Second Edition, by V.S. Gerlach & D.P. Ely, 1980, Boston, MA: Allyn and Bacon. Copyright 1980 by Pearson Education Harris, Michael, 2000.Human Resource Management. Second Edition, USA, Harcourt Bluc & Company Kemdikbud. 2016. Permendikbud nomor 20 tentangStandar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar Dan Pendidikan MenengahJakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kemdikbud. 2016. Permendikbud Nomor 22 tahun 2016 tentang Standar Proses. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kemdikbud. 2018. Permendikbud nomor 37 tentang Kompetensi Inti Dan Kompetensi Dasar Pelajaran Pada Kurikulum 2013 Pada Pendidikan Dasar Dan Pendidikan Menengah Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 80



Majid, Abdul. 2012. Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Majid, Abdul. 2013. Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya National Research Council (2000). The assessment of science meets the science of assessment. Washington, D.C.: National Academy Press. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan. Reimers, Fernando M., Education for The 21st Century, Cambridge, Ma Executive Summary A Synthesis Of Ideas From The Harvard University Advanced Leadership Initiative Think Tank, 2014. Simonson, M., Smaldino, S., & Zvacek, S. (2015). Teaching and Learning at a Distance: Foundation of Distance Education (6 ed.). The United States of America: lnfornation Age Publishing. Suprayekti dan Agustyarini. 2015. Analisis Peserta Didik Dalam Teknologi Pendidikan. Jakarta: LPP Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan. Dengan Pendekatan Baru. Bandung. Rosda Karya. Syah, Muhibbin. 2006. Psikologi Belajar, Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada. Uno B. Hamzah, 2011. Teori Motivasi dan Pengukurannya Analisis di Bidang Pendidikan, Jakarta: PT. Bumi Aksara Yamin, Martinis. 2007. Profesionalisasi Guru & Implementasi KTSP. Jakarta: Gaung Persada Press. Vygotsky, L.S. (1978). Mind in Society: The Development of Higher Psychological Processes. Cambridge: MA: Harvard University Press.



81