Modul Pelayanan Kesehatan Neonatal - Blended Learning [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MODUL PELAYANAN KESEHATAN NEONATAL



PENINGKATAN KAPASITAS DOKTER UMUM DALAM PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN BAYI DI 120 LOKUS PENURUNAN AKI AKB 2020 DENGAN METODE BLENDED LEARNING



i



DAFTAR PENYUSUN Direktorat Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan RI 1. 2. 3. 4. 5. 6.



dr. Nida Rohmawati, MPH dr. Rima Damayanti, M.Kes dr. Stefani Christanti Esti Katherini Adhi, SSIT, MKM dr. Rizki Ekananda, MKM Sandy Dwi Waseso, SKM



UKK Neonatologi IDAI 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.



Dr. dr. Toto Wisnu Hendrarto, SpA(K) dr. Setyadewi Lusyati, SpA(K)., PhD Dr. dr. Tetty Yuniarti, SpA(K) Dr. dr. Rocky Wilar, SpA(K) dr. Adhi T Permana Iskandar, SpA(K) dr. Tunjung Wibowo, SpA(K) dr. Kartika Darma Handayani, SpA(K) dr. Ellen R Sianipar, SpA(K) dr. Andhika Tiurmaida, SpA(K)



ii



DAFTAR ISI



Halaman Sampul……………………………………………………………………….. i Daftar Penyusun……………………………………………………………………….. Daftar Isi………………………………………………………………………………… Materi 1



Materi 2



Materi 3



Materi 4



TATALAKSANA KEGAWATDARURATAN PADA BAYI BARU LAHIR……………………………………………………..……………... Pokok Bahasan 1 : Periode Transisi Sistem Pernapasan dan Sirkulasi Pada Bayi Baru Lahir………………. Pokok Bahasan 2 : Resusitasi, Stabilisasi dan Transportasi Pada Bayi Baru Lahir………………………………….



ii iii



1 3 5



PELAYANAN NEONATAL ESENSIAL SAAT LAHIR……..…………. Pokok Bahasan 1: Identifikasi bayi yang lahir dari ibu yang bermasalah……………………………………… Pokok Bahasan 2 : Kewaspadaan Standar………………………… Pokok Bahasan 3 : Perawatan Rutin Bayi Baru Lahir……………. Pokok Bahasan 4 : Penilaian terhadap Bayi Baru Lahir…………



40



TATALAKSANA KEGAWATAN PADA BAYI BARU LAHIR………. Pokok Bahasan 1 : Kasus Kegawatan Tersering Pada Bayi Baru Lahir………………………………….......



94



PELAYANAN KESEHATAN NEONATAL ESENSIAL SETELAH LAHIR ( 6 JAM– 28 HARI)…………………………………………….. Pokok Bahasan 1: Bimbingan Pemberian ASI…………………… Pokok Bahasan 2 : Perawatan Metode Kanguru………………… Pokok Bahasan 3: Tatalaksana Neonatus dengan Pendekatan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM)….. Pokok Bahasan 4 : Skrining Hipotiroid Kongenital………………..



REFERENSI……………………………………………..……………………………



iii



42 46 59 74



95



112 115 133 140 177 195



MATERI 1 TATALAKSANA KEGAWATDARURATAN PADA BAYI BARU LAHIR I. DESKRIPSI SINGKAT



Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan Survei Dasar Kesehatan Indonsia Tahun (SDKI) 2017, AKB yaitu 24 per 1000 kelahiran hidup. Masalah neonatal merupakan penyebab utama kematian bayi. Kematian neonatal memegang porsi yang besar yaitu 58% kematian bayi terjadi pada periode neonatal (SDKI, 2012). Berdasarkan SDKI 2017, Angka Kematian Neonatal yaitu 15 per 1000 kelahiran hidup. Penyebab utama kematian neonatal yaitu prematuritas, asfiksia, Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan infeksi. Kasus kegawatdaruratan yang perlu perhatian dan merupakan penyebab kematian neonatal adalah asfiksia. Kondisi tersebut harus segera ditangani agar bayi baru lahir dapat selamat dan berkualitas. Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernapas atau mengalami kegagalan secara spontan dan teratur segera setelah lahir atau beberapa saat setelah lahir, umumnya 10 menit setelah lahir. Kasus asfiksia merupakan kasus yang dapat dicegah dan ditangani, namun kematian karena asfiksia di Indonesia merupakan penyebab kematian neonatus terbanyak kedua setelah penyulit prematuritas. Pencegahan merupakan hal yang penting seperti pemeriksaan selama kehamilan secara teratur yang berkualitas, meningkatkan nutrisi ibu, pemantauan selama persalinan memadai, manajemen persalinan yang bersih dan aman serta melaksanakan pelayanan neonatal essensial terutama dengan melakukan resusitasi sesuai standar. Resusitasi adalah serangkaian upaya yang sistematis dan terkoordinir untuk mengembalikan usaha napas dan sirkulasi bayi baru lahir sehingga terhindar dari kematian dan cacat menetap. Bayi baru lahir asfiksia yang memerlukan tindakan resusitasi kurang dari 10% dan umumnya dapat diatasi dengan ventilasi tekanan positif. Sedangkan yang memerlukan resusitasi aktif lengkap sampai dengan pemberian obat-obatan hanya 1%. Peran fasilitas kesehatan di tingkat layanan primer (Puskesmas) sangat besar dalam upaya penanganan kasus asfiksia. Keterbatasan jumlah dan kemampuan sumber daya manusia (SDM) dalam penanganan kasus komplikasi neonatus menjadi hambatan dalam pelayanan kesehatan di tingkat dasar. Terkait hal tersebut, keterampilan tenaga kesehatan di tingkat layanan primer sangat penting terutama dalam penanganan bayi baru lahir dengan asfiksia. Selain itu, kemampuan tenaga kesehatan dalam mempertahankan kondisi bayi baru lahir pasca penanganan asfiksia sebelum merujuk merupakan hal yang harus dikuasai.



1



Tenaga kesehatan penolong persalinan harus mampu melakukan penanganan bayi baru lahir dengan asfiksia secara cepat dan tepat sampai pada langkah stabilisasi dan merujuk bayi sesuai standar. II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan tata laksana kegawatdaruratan pada bayi baru lahir.



B. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah selesai pelatihan ini, peserta pelatihan mampu: 1) Menjelaskan kasus kegawatan tersering pada bayi baru lahir 2) Menjelaskan periode transisi sistem pernapasan pada bayi baru lahir 3) Melakukan tatalaksana resusitasi, stabilisasi dan transportasi pada bayi baru lahir III. POKOK BAHASAN Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai berikut yaitu: 1. Periode transisi sistem pernapasan dan sirkulasi pada bayi baru lahir a. Transisi pernapasan. b. Transisi sirkulasi. 2. Tata laksana kegawatdaruratan pada bayi baru lahir. a. Resusitasi pada bayi baru lahir. • Alur resusitasi dan persiapan resusitasi pada bayi baru lahir. • Langkah resusitasi pada bayi baru lahir. • Resusitasi terintegrasi. b. Stabilisasi dan transportasi pada bayi baru lahir pasca resusitasi. • Stabilisasi bayi baru lahir. • Transportasi bayi baru lahir. IV. METODE PEMBELAJARAN 1. Tugas baca. 2. Ceramah dan tanya jawab secara online 3. On The Job Training melalui simulasi/praktik/ hands on V. MEDIA DAN ALAT BANTU 1. Modul 2. Bahan tayang 2



3. 4. 5. 6.



Laptop/ Telepon Seluler dengan aplikasi Video Conference video/film Panduan Pelaksanaan Pelatihan Log Book dan Daftar Tilik



VI. URAIAN MATERI



Pokok Bahasan 1 : Periode Transisi Sistem Pernapasan dan Sirkulasi Pada Bayi Baru Lahir Transisi adalah proses perubahan fisiologis pada bayi baru lahir yang dimulai di dalam rahim saat bayi mempersiapkan transisi dari dukungan plasenta intrauterine ke perawatan diri extrauterine. Perubahan fisiologis yang dimaksud meliputi perubahan pada pernapasan dan aliran darah dalam hitungan detik, homeostasis glukosa dan temperatur yang terjadi pada hitungan menit serta perubahan pada sistem organ ginjal dan saluran pencernaan dalam hitungan jam sampai hari. Perubahan tersebut harus diketahui oleh penolong resusitasi agar dapat memberikan tindakan yang tepat jika terjadi gangguan selama masa transisi tersebut. A.Transisi Pernapasan Alveolus paru janin terisi cairan pada waktu janin masih berada di dalam rahim (intrauterine). Hal tersebut diperlukan untuk mempertahankan volume paru mendekati kapasitas residu fungsional yaitu sekitar 30 ml/KgBB. Ketika bayi baru lahir dilahirkan, alveolus paru tersebut akan segera digantikan oleh udara sehingga paru bayi dapat berfungsi. Proses transisi pernapasan terkait dengan proses persalinan. Pada kala 1 persalinan, terjadi kontraksi uterus yang dapat meningkatkan tekanan rongga dada janin sehingga cairan pada alveolus paru terdorong keluar dan segera digantikan oleh udara. Hampir bersamaan dengan proses tersebut, sekresi cairan paru terhenti akibat rangsangan katekolamin yang beredar dalam sirkulasi janin. Sebagian besar cairan paru akan diabsorpsi sebelum memasuki kala 2 persalinan. Proses selanjutnya diperlukan suatu tekanan sehingga dapat terjadi tarikan napas pertama yang menghasilkan tekanan negatif inspiratori tinggi (70-110 cm H2O). Tekanan akan mendorong cairan paru ke dalam ruang perivaskular serta dapat mengembangkan paru. Proses tersebut bersamaan dengan peningkatan kadar oksigen paru dalam alveoli sehingga dapat meningkatkan penyerapan cairan paru ke dalam sirkulasi melalui sistem limfatik paru bayi. Serangkaian proses tersebut membuat bayi dapat bernapas. Beberapa faktor yang dapat merangsang bayi untuk melakukan tarikan napas pertama antara lain pemutusan hubungan dengan sirkulasi umbilikal, perubahan suhu, rangsangan taktil, penurungan tekanan O2 serta peningkatan CO2.



3



B. Transisi Sirkulasi Perubahan sirkulasi dimulai sejak pemutusan hubungan sirkulasi bayi baru lahir dari sirkulasi plasenta melalui penjepitan tali pusat setelah lahir. Pemutusan hubungan tersebut mengakibatkan peningkatan tahanan pembuluh darah sistemik dan penurunan aliran darah yang melewati duktus venosus. Peningkatan tahanan pembuluh darah sistemik dapat mengakibatkan meningkatnya tekanan pada atrium kiri serta menurunkan tekanan atrium. Akibat perubahan pada atrium kiri maka terjadi perubahan arah pirau dari atrium kiri ke atrium kanan serta penutupan foramen ovale secara fungsional dalam tarikan napas pertama. Penurunan aliran darah yang melewati duktus venosus dapat mengakibatkan duktus venosus menutup secara pasif yaitu dalam 3 – 7 hari yang diikuti oleh penurunan aliran darah ke vena cava inferior. Peningkatan tekanan O2 (PO2) dalam darah yang disertai oleh penurunan kadar prostaglandin dapat menyebabkan konstriksi duktus arteriosus sehingga menjadi ligamentum arteriosum dalam 4-6 minggu setelah lahir. Selanjutnya, sistem kardiovaskular bayi baru lahir akan menjadi rangkaian dengan ventrikel kiri memompa darah ke seluruh sirkulasi sistemik dan ventrikel kanan memompa darah ke sirkulasi paru. Hal yang penting dari transisi sirkulasi pada bayi baru lahir adalah adanya perubahan tekanan darah sistemik maupun paru serta penutupan duktus venosus. C. Kegagalan Transisi Pada Bayi Baru Lahir Bayi baru lahir normal dapat melewati periode transisi dari intrauterine ke ekstrauterine, namun ada yang tidak dapat melewati periode tersebut seperti pada bayi baru lahir dengan premature ataupun kelainan kongenital. Kondisi bayi baru lahir gagal melalui periode transisi dapat menyebabkan bayi gagal bernapas atau mengalami gangguan napas secara spontan dan teratur pada saat segera setelah lahir. Berikut ini adalah penyulit yang dapat menghambat proses transisi pada bayi baru lahir:  Kelahiran tanpa proses aktif  Pernapasan bayi tidak adekuat adanya hambatan pada proses penggantian cairan paru dengan udara dalam alveoli sehingga sisa cairan paru akan menghambat aliran oksigen ke dalam sirkulasi bayi baru lahir.  Hal ini terjadi pada bayi prematur atau Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) atau pada operasi sectio caesaria (SC).  Perdarahan dalam jumlah besar. Kondisi ini mengakibatkan kontraktilitas jantung bayi baru lahir kurang baik, sehingga dapat terjadi bradikardia. Selanjutnya dapat menyebabkan tekanan darah sistemik meningkat dan timbul hipotensi sistemik pada bayi baru lahir  Keadaan hipoksia intrauterine  Kondisi ini merupakan yang tersering menjadi penyulit pada bayi baru lahir.  Kondisi ini sering disebut dengan gawat janin.  Apabila tidak teratasi maka dapat mengakibatkan kadar oksigen tetap rendah (tetap mengalami konstriksi) dan mengakibatkan hambatan penghantaran oksigen ke



4



seluruh tubuh. Kondisi ini akan menyebabkan kegagalan penutupan duktus arteriosus dan foramen ovale serta terjadinya hipertensi pulmonal persisten.



Pokok Bahasan 2 : Resusitasi, Stabilisasi dan Transportasi Pada Bayi Baru Lahir Pada saat kelahiran, seluruh bayi baru lahir perlu didampingi oleh tim yang memiliki kemampuan dalam melakukan resusitasi meskipun hanya 10% bayi baru lahir yang perlu bantuan untuk memulai bernapas (ventilasi). Sebanyak 1% dari 10% bayi baru lahir yang perlu bantuan tersebut, memerlukan tindakan resusitasi lebih lanjut seperti intubasi sampai dengan pemberian cairan dan obat – obatan. Pada tingkat layanan dasar seperti puskesmas dan tingkat layanan rujukan atau rumah sakit, tidak semua kasus bayi baru lahir dapat ditangani. Kemampuan tenaga kesehatan dalam melakukan stabilisasi dan transportasi menjadi hal yang penting. Untuk itu, resusitasi, stabilisasi dan transportasi merupakan rangkaian tindakan yang harus dikuasai oleh tenaga kesehatan dalam bentuk tim sebagai penolong persalinan. A. Resusitasi Pada Bayi Baru Lahir Resusitasi adalah serangkaian upaya sistematis dan terkoodinir untuk mengembalikan usaha bernapas dan sirkulasi bayi baru lahir sehingga terhindar dari kematian ataupun cacat menetap. Setiap tenaga kesehatan yang merupakan tim penolong persalinan dan perawatan bayi baru lahir harus memahami alur resusitasi dan mampu melakukan persiapan resusitasi serta mampu melakukan langkah resusitasi dengan baik dan benar sesuai dengan alur resusitasi. A.1. Alur Resusitasi Pada Bayi Baru Lahir Alur resusitasi pada bayi baru lahir merupakan acuan tim resusitasi untuk melakukan resusitasi dengan langkah-langkah yang sistematis. Setiap anggota tim harus menggunakan dan memahami alur resusitasi yang sama. Pada pelatihan ini, alur resusitasi yang digunakan adalah mengacu pada alur resusitasi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2017. Alur resusitasi dibaca mulai dari kotak paling atas sebelah kanan yang bertuliskan “konseling antenatal, persiapan alat dan pembagian tugas dalam tim” menuju ke bawah dan atau ke samping secara berurutan sesuai dengan kondisi bayi baru lahir. Pada setiap langkah resusitasi, masing-masing anggota tim melakukan resusitasi sesuai dengan peran dan kewenangannya. Perpindahan langkah baru dapat dilakukan apabila langkah sebelumnya telah dilakukan secara efektif. Panah warna biru menunjukkan batasan waktu efektif penolong untuk melakukan tindakan, sedangkan panah warna merah muda (pink) merupakan pengingat apakah penolong memerlukan bantuan di setiap langkah tindakan. Selanjutnya, langkah resusitasi akan dijelaskan secara rinci pada subpokok bahasan langkah resusitasi. Berikut ini adalah alur resusitasi pada bayi baru lahir: 5



Gambar



Algoritma Resusitasi Neonatus, Rekomendasi IDAI Sumber: PP IDAI, 2017



A.2. Langkah resusitasi Pada Bayi Baru Lahir Pada tindakan resusitasi bayi baru lahir, langkah resusitasi mengacu pada alur resusitasi. Setiap langkah harus dilakukan secara berurutan, tuntas dan optimal. Langkah-langkah resusitasi meliputi persiapan (konseling antenatal, persiapan alat dan pembagian tugas dalam tim), penilaian awal, langkah awal dan membebaskan jalan napas (airway), 6



memberikan pernapasan (breathing), sirkulasi (circulation), pemberian obat-obatan (drug) dan pemberikan cairan (fluid) serta pemberian konseling, informasi ataupun edukasi kepada keluarga. 1. Persiapan Resusitasi Pada Bayi Baru Lahir Persiapan resusitasi merupakan hal yang penting dilakukan oleh tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan. Persiapan dilakukan ketika pasien datang atau sebelum pembukaan lengkap tanpa memandang apakah persalinan tersebut berisiko ataupun normal. Tenaga kesehatan harus melakukan persiapan resusitasi pada setiap persalinan karena akan mempengaruhi kelancaran dan keefektifan suatu resusitasi. Persiapan yang harus dilakukan meliputi persiapan tim resusitasi, konseling antenatal dalam bentuk pengenalan faktor risiko pasien, persiapan lingkungan resusitasi, persiapan alat resusitasi dan persiapan tenaga kesehatan berupa pencegahan penularan infeksi pada saat melakukan resusitasi. Persiapan Tim Resusitasi Setiap persalinan harus dianggap sebagai risiko tinggi, meskipun penolong telah mengetahui bahwa persalinan tersebut diprediksi dapat lahir normal. Resusitasi tidak dapat dilakukan sendiri terutama pada persalinan dengan risiko tinggi, maka diperlukan tim yang memiliki kemampuan dalam memberikan tindakan resusitasi serta dapat saling melengkapi dan melakukannya secara simultan atau bersamaan pada setiap anggota tim. Tim resusitasi bayi baru lahir terdiri dari tiga orang, namun apabila adanya keterbatasan tenaga penolong maka tim resusitasi dapat berjumlah minimal dua orang. Pembagian tugas setiap anggota tim harus jelas pada saat menolong kelahiran bayi baru lahir. Orang pertama yang disebut dengan leader/pemimpin tim yaitu orang yang dianggap paling terampil dan mampu memberikan instruksi pada anggota tim lainnya. Pemimpin tim berdiri tepat di sisi kepala bayi. Biasanya pada posisi ini adalah seorang dokter. Tanggung jawab utama pemimpin tim adalah terkait dengan airway dan breathing. Airway yaitu menjaga jalan napas tetap terbuka seperti memosisikan kepala, melakukan nasal prong, melakukan intubasi dan lainnya. Tanggung jawab terkait dengan breathing yaitu memberikan ventilasi tekanan positif atau continuous positive airway pressure (CPAP). Orang kedua (Asisten Circulation) bertanggung jawab terhadap sirkulasi bayi yaitu mendengarkan bunyi jantung dan menghitung denyut jantung bayi baru lahir, mengatur kebutuhan tekanan puncak inspirasi (Peak Inspiratory Pressure - PIP) dan FiO2, melakukan kompresi dada, memasang umbilikal akses, memasang pulse oksimetri. Posisi orang kedua berada di sisi kiri pemimpin tim. Orang ketiga (Asisten Drug and Equipment) bertanggung jawab terhadap penyiapan alat- alat resusitasi, penyiapan obat-obatan dan cairan, mengukur suhu, pemasangan



7



monitor suhu dan alat lainnya. Posisi berdiri orang ketiga di sebelah kanan pemimpin tim resusitasi. Pada tim resusitasi pada bayi baru lahir dengan dua penolong, tugas orang ketiga (Drug and Equipment) dikerjakan oleh orang kedua. Konseling Antenatal Tim resusitasi harus mengetahui kondisi ibu dan bayi baru lahir mulai dari riwayat antenatal sampai pada waktu persalinan. Pengenalan faktor risiko pada ibu dan bayi baru lahir sangat penting diketahui oleh tim resusitasi. Berikut ini adalah penjelasan terkait dengan faktor risiko pasien: Pengenalan Faktor Risiko Pasien Tim resusitasi harus mengetahui dan mengenali faktor risiko ibu dan bayi baru lahir sebelum kelahiran dan pada saat kelahiran (intrapartum) sebagai faktor penghambat dalam melakukan resusitasi tim. Berikut ini adalah faktor risiko ibu, bayi baru lahir pada saat sebelum persalinan dan saat persalinan: Faktor risiko pada ibu sebelum persalinan: • Ketuban pecah dini ≥ 18 jam. • Perdarahan pada trimester 2 dan 3. • Hipertensi dalam kehamilan. • Hipertensi kronik. • Penyalahgunaan obat. • Konsumsi obat (seperti litium, magnesium, penghambat adrenergik dan narkotika). • Diabetes mellitus. • Penyakit kronik (anemia, penyakit jantung bawaan sianotik). • Demam. • Infeksi. • Korioamnionitis. • Kematian janin sebelumnya. • Tidak pernah melakukan pemeriksaan antenatal. Faktor risiko janin sebelum persalinan:  Kehamilan multiple (ganda, triplet).  Prematur (terutama pada usia kehamilan 41 minggu).  Besar masa kehamilan (large for gestational age).  Pertumbuhan janin terhambat.  Penyakit hemolitik automune (misalnya anti-D, anti-Kell, terutama jika terdapat • anemia/hidrops fetalis. • Polihidramnion dan oligohidramnion. • Gerakan janin berkurang sebelum persalinan. • Kelainan kongenital yang mempengaruhi pernapasan, fungsi kardiovaskular, atau proses transisi lainnya. • Infeksi intrauteri. • Hidrops fetalis. • Presentasi bokong. • Distosia bahu.



8



Faktor risiko ibu pada waktu persalinan (intrapartum): • Pola denyut jantung yang meragukan pada kardiotokografi. • Presentasi abnormal. • Prolaps tali pusat. • Persalinan/kala 2 memanjang. • Persalinan yang sangat cepat. • Perdarahan antepartum (misal solusio plasenta, plasenta previa, vasa previa) • Ketuban bercampur meconium. • Pemberian obat narkotika untuk mengurangi rasa nyeri ibu dalam 4 jam proses • persalinan. • Kelahiran dengan forseps. • Kelahiran dengan vakum. • Penerapan anastesi umum pada ibu. • Seksio sesaria emergensi. Untuk mendapatkan informasi faktor risiko pada ibu dan bayi baru lahir, membangun komunikasi dengan ibu dan keluarga sangat penting. Namun demikian, pada keadaan tanpa faktor risiko beberapa bayi baru lahir dapat mengalami asfiksia. Setiap penolong harus siap melakukan resusitasi bayi baru lahir pada setiap persalinan. Persiapan Lingkungan Resusitasi Sebelum melakukan resusitasi, tim resusitasi perlu melakukan persiapan lingkungan resusitasi, seperti ruangan, suhu ruangan serta tempat resusitasi. Ukuran ruangan harus cukup untuk tim dapat melakukan resusitasi bayi baru lahir. Apabila terdapat persalinan multiple maka diperlukan ruangan yang lebih besar dengan set resusitasi sejumlah bayi yang lahir. Ruangan harus bersih mulai dari lantai, dinding dan peralatan medik yang ada di ruangan tersebut. Cahaya lampu ruangan harus cukup terang untuk menilai keadaan klinis bayi baru lahir maupun ibu. Suhu ruangan harus dijaga tetap hangat (260 C). Letak ruang resusitasi hendaknya sangat berdekatan dengan ruang bersalin agar tim resusitasi dapat segera melakukan pertolongan. Pada beberapa fasilitas dengan keterbatasan ruangan, ruang bersalin menjadi satu dengan ruang resusitai bayi baru lahir. Hal tersebut harus tetap adanya batas untuk area bersalin dan area resusitasi bayi baru lahir. Tempat resusitasi pada permukaan yang datar, ketinggian meja 90 cm dengan alas kain bersih dan kering serta dilengkapi dengan pemancar panas. Tempat resusitasi hendaknya tidak dibawah pendingin ruangan. Termoregulasi merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan oleh tim dalam melakukan resusitasi bayi baru lahir. Persiapan Alat Resusitasi Peralatan medik untuk melakukan resusitasi harus tetap disiapkan secara lengkap meskipun tidak semua bayi baru lahir memerlukan tindakan resusitasi. Hal ini untuk memudahkan tim melakukan tindakan resusitasi pada saat dibutuhkan. Pengenalan alat medik bagi tim resusitasi sangat diperlukan agar tindakan resusitasi efektif. Selain



9



itu, pemantauan dan pemeliharaan alat-alat medik secara berkala perlu dilakukan oleh tenaga kesehatan. Pada subpokok bahasan ini, akan dibahas penggunaan beberapa alat yang digunakan pada tindakan resusitasi yaitu balon sungkup dengan katup Positive End Expiratory Pressure (PEEP), t-piece resuscitator, Laringeal Mask Airway (LMA), Laringoskop, pulse oxymetri, meja dengan lampu penghangat/infant warmer, oksigen tabung/oksigen konsentrator, suction/pengisap, set umbilikal emergency dan glukometer. 1) Balon sungkup dengan katup PEEP Alat ini untuk memberikan tekanan positif pada kondisi bayi apneu atau megap- megap namun tidak dapat memberikan PIP terukur kecuali bila dihubungkan dengan manometer. Bagian – bagian dari balon sungkup dengan katup PEEP terdiri dari: • Balon berukuran 250 ml yang dapat memberikan PIP pada bayi • Sungkup wajah yang sesuai dengan ukuran bayi baru lahir • Katup PEEP yang berfungsi untuk mempertahankan PEEP • Selang oksigen.



Gambar Balon sungkup dengan katup PEEP Sumber: Resusitasi Neonatus, IDAI, 2013. Pemilihan ukuran sungkup penting diperhatikan karena hal tersebut dapat mempengaruhi tekanan yang masuk dalam ke dalam paru – paru. Berikut ini adalah beberapa macam ukuran sungkup:



Gambar Jenis Ukuran Sungkup Sumber: Resusitasi Neonatus, IDAI, 2013.



10



Cara penggunaan balon sungkup dengan katup PEEP adalah sebagai berikut: 1. Cuci tangan. 2. Pilih ukuran sungkup yang sesuai dengan bayi baru lahir. 3. Pasang katup PEEP pada ujung depan balon sungkup. 4. Pastikan alat berfungsi dengan baik. 2) T-piece resuscitator Alat ini dapat memberikan PIP atau PEEP terukur secara menetap sehingga volume paru bayi baru lahir dapat meningkat dan mencapai kapasitas residu fungsional. Alat ini juga dapat memberikan ventilasi tekanan positif dan tekanan napas positif berkelanjutan (CPAP). Pemberian t-piece resuscitator dapat menggunakan sungkup dan juga dapat menggunakan endotracheal single nasal prong bila membutuhkan CPAP. Terdapat dua jenis t-piece resuscitator yaitu yang dilengkapi dengan oleh oksigen dan udara, serta jenis lainnya tanpa udara. Berikut adalah gambar dari masing-masing jenis tpiece resuscitator:



Gambar t-piece resuscitator dengan oksigen dan udara tekan (kiri) dan t-piece resuscitator dengan oksigen tanpa udara tekan (kanan) Sumber: Resusitasi Neonatus, IDAI, 2013. Berikut adalah cara pengoperasian t-piece resuscitator: 1. Sambungkan sumber gas oksigen bertekanan ke inlet port, sesuaikan tekanan 8L/menit. 3. Sambungkan sirkuit pasien dengan T-piece resuscitator melalui outlet port 4. Tutup ujung sirkuit pasien (lubang sungkup dan lubang PIP) selama 2 tahap berikutnya. 5. Putar katup PIP satu putaran searah jarum jam sampai tekanan yang diinginkan terlihat di manometer. Sesuaikan tekanan maksimum sampai manometer menunjukkan 50 cm H2O 6. Atur tekanan puncak inspirasi yang diinginkan dengan memutar katup PIP hingga tekanan yang dibutuhkan tampak pada manometer. Tekanan awal yang direkomendasikan adalah 30 cm H2O untuk bayi cukup bulan dan 20-25 cm H2O untuk bayi kurang bulan. 7. Pertahankan penutupan ujung outlet pasien dari t-piece, tapi buka ujung outlet yang PEEP dan putar katup hingga manometer menunjukkan angka PEEP yang diinginkan (5-8 cm H20) 8. Pilih sungkup wajah yang berukuran tepat 9. Berikan ventilasi pada bayi baru lahir dengan menutup dan membuka lubang di katup PEEP. Lakukan sebanyak 40-60x/menit dengan waktu inspirasi sekitar 0,3-0,5 detik



11



Pada fasilitas pelayanan kesehatan terbatas, pemberian ventilasi tekanan positif berkelanjutan dapat juga digunakan Infant T – Piece System. Alat tersebut merupakan t-piece system yang dapat memberikan PEEP terukur secara konstan. Berikut adalah gambar Jackson reese.



Gambar Infant T – Piece System Sumber: Resusitasi Neonatus, IDAI, 2013. Berikut adalah cara penggunaan dan pengoperasian Jackson reese: 1. Cuci tangan. 2. Pastikan alat berfungsi baik. 3. Pasang manometer pada ujung infant t-piece system. 4. Hubungkan selang inspirasi ke tabung oksigen. 2. Atur aliran oksigen (flow) minimum 6 liter per menit (LPM). 3. Pengaturan PIP sesuai yang diinginkan  atur flow sambil memompa reservoir bag 4. Pengaturan PEEP  putar katup ke kanan atau ke kiri. 5. Pipa Endotracheal single nasal prong (ETT) dapat langsung disambungkan ke elbow (saat transport pasien). Infant T – Piece System tidak direkomendasikan untuk pemberian ventilasi tekanan positif, maka untuk memberikan ventilasi tekanan positif dapat menggunakan balon sungkup dengan katup PEEP sebagai alternatif t-piece resuscitator pada fasilitas pelayanan kesehatan terbatas. 3) Laringeal Mask Airway (LMA) LMA yang disebut juga sungkup laring merupakan alat jalan napas supraglotic sebagai metode efektif ventilasi dan merupakan alternatif dari ventilasi balon sungkup dengan katup PEEP. LMA berbentuk endotracheal tube pada proksimalnya dan terhubung dengan elliptical mask pada bagian distalnya. Terbuat dari karet lunak silicon khusus kepentingan medis. Terdapat dua jenis LMA, yaitu unique dan supreme. Berikut adalah gambar LMA:



12



Gambar Laringeal Mask Airway Sumber: Resusitasi Neonatus, IDAI, 2013. Pada tenaga kesehatan yang telah mampu melakukan intubasi maka dapat menggunakan laringoskop untuk memberikan ventilasi pada bayi baru lahir. Cara ini termasuk sulit untuk dilakukan dan memerlukan keahlian yang lebih dibandingkan menggunakan LMA. Berikut adalah penjelasan alat laringoskop. Laringoskop Laringoskop merupakan alat untuk intubasi. Sebelum menggunakan, perlu dipastikan bahwa laringoskop memiliki paling tidak tiga ukuran blade. Pilihlah ukuran blade sesuai dengan usia gestasi. Lampu pada tiap blade harus dipastikan menyala. Berikut adalah gambar laringoskop dan jenis ukuran blade:



Gambar Laringoskop dan Ukuran Blade Sumber: Resusitasi Neonatus, IDAI, 2013.



4) Pulse Oxymetri Alat ini merupakan alat untuk mengukur saturasi O2 perifer. Pada tindakan resusitasi bayi baru lahir, alat ini harus tersedia. Berikut adalah gambar pulse oxymetri:



Gambar Pulse Oxymetri dan probe Sumber: Resusitasi Neonatus, IDAI, 2013.



13



5) Meja Dengan Lampu Penghangat /Infant Warmer Infant warmer merupakan alat yang dilengkapi dengan meja dan lampu penghangat. Alat ini berfungsi untuk mempertahankan suhu bayi agar tidak hipotermi ketika melakukan tindakan pada bayi baru lahir termasuk tindakan resusitasi. Berikut adalah gambar infant warmer:



Gambar Infant Warmer Sumber: Resusitasi Neonatus, IDAI, 2013. Pada fasilitas yang tidak memiliki infant warmer, maka dapat digantikan dengan meja dengan permukaan datar dan keras dilengkapi lampu pijar 60 watt berjarak 60 cm. 6) Oksigen Tabung dan Oksigen Konsentrator Sumber oksigen di fasilitas pelayanan kesehatan dapat berupa oksigen tabung, oksigen konsentrator ataupun pada tingkat rujukan berupa oksigen sentral. Pada pelatihan ini, sumber oksigen yang digunakan adalah oksigen tabung atau oksigen konsentrator. Hal tersebut dipergunakan untuk alat resusitasi seperti t-piece resuscitator, namun pada t-piece resuscitator yang memiliki sumber oksigen di dalamnya maka tidak diperlukan lagi sumber oksigen. Oksigen tabung Pada tindakan resusitasi bayi baru lahir, pemberian PIP atau PEEP memerlukan sumber oksigen dan udara. Oksigen dan udara harus dicampur sedemikian rupa sebelum diberikan pada bayi baru lahir. Berikut adalah gambar oksigen tabung dan udara yang dicampur secara sederhana:



Gambar . Tabung Oksigen, Tabung Udara dan Blender dengan Y Connector Sumber: Resusitasi Neonatus, IDAI, 2013. Oksigen Konsentrator Sumber oksigen ini adalah alat yang dapat mengkonsentrasikan oksigen dari udara sekitar sehingga dapat digunakan sebagai sumber oksigen. Alat ini dapat digunakan untuk balon sungkup ataupun t-piece resuscitator. Berikut adalah gambar oksigen konsentrator:



14



Gambar Oksigen Konsentrator Sumber: Resusitasi Neonatus, IDAI, 2013. 7) Pengisap/Suction Alat ini digunakan untuk mengisap lendir pada tindakan bayi baru lahir sebagai upaya langkah membebaskan jalan napas. Berikut adalah gambar suction atau pengisap:



Gambar Suction/Pengisap Sumber: Resusitasi Neonatus, IDAI, 2013. 8) Set Umbilikal Emergensi Alat ini digunakan untuk melakukan tindakan akses umbilikal pada resusitasi bayi baru lahir. Set terdiri dari 16 jenis alat maupun bahan medis habis pakai. Berikut adalah rincian 1 set umbilikal emergensi: No



Nama Alat



Jumlah



No



Nama Alat



Jumlah



1



Mangkuk kecil



1 Buah



10



Gagang Pisau



1 Buah



2



Bak Instrumen



1 Buah



11



Gunting



1 Buah



3



Gunting Kecil



1 Buah



12



Pisau Bisturi No. 11



3 Buah



4



Pinset Arteri



1 Buah



13



Benang Jahit Silk 3.0



3 Sachet



5



Pinset Lurus



1 Buah



14



Jarum



6



Pinset Chirurgis



1 Buah



15



Needle Holder



1 Buah



7



Klem Bengkok Kecil



3 Buah



16



Kateter Umbilikal atau OGT



3 Buah



8



Klem Lurus



1 Buah



9



Duk bolong



1 Buah



No. 3.5, 5 dan 8



15



1 set



9) Glukometer Alat ini dipergunakan untuk mengukur gula darah bayi baru lahir pada tindakan stabilisasi pasca resusitasi. Glukometer dilengkapi dengan stick pemeriksaan dan lancet untuk mengambil darah. Pencegahan Infeksi Pada Saat Melakukan Resusitasi Kasus infeksi merupakan penyebab kematian terbanyak di Indonesia. Infeksi yang didapat dari fasilitas pelayanan kesehatan pada saat melakukan tindakan merupakan hal yang penting untuk dilakukan pencegahan. Pengendalian infeksi saat resusitasi sangat penting bagi tenaga kesehatan atau penolong persalinan. Pengendalian infeksi yang dimaksud adalah kebersihan tangan (handhygiene), penggunaan alat pelindung diri secara lengkap, tindakan sterilisasi pada alat yang digunakan saat resusitasi dan kebersihan lingkungan perawatan atau resusitasi. Hal ini merupakan persiapan tenaga kesehatan sebelum melakukan resusitasi pada bayi baru lahir. Penjelasan pengendalian infeksi tersebut pada materi Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial 2. Penilaian awal Langkah pertama yang harus dilakukan sebelum melakukan tindakan resusitasi adalah melakukan penilaian awal terhadap kondisi bayi baru lahir pada saat diterima oleh tim resusitasi. Langkah ini akan menentukan tindakan tim resusitasi untuk melakukan tindakan selanjutnya. Komponen yang dinilai adalah usaha bernapas dan tonus otot. Terdapat dua pertanyaan yang penting pada saat penilaian awal yaitu: 1) Apakah bayi baru lahir bernapas atau menangis? 2) Apakah bayi baru lahir memiliki tonus otot baik? Apabila dua pertanyaan tersebut jawabannya adalah “Ya” maka bayi memerlukan perawatan rutin seperti jaga kehangatan, mengeringkan bayi dan melanjutkan observasi pernapasan, laju denyut jantung dan tonus otot. Jika salah satu dari dua pertanyaan dijawab “tidak” maka bayi baru lahir memerlukan tindakan lebih lanjut yaitu resusitasi. Pernapasan merupakan tanda yang pertama kali muncul dengan gangguan kardiorespirasi. Mungkin saja penilaian pernapasan sulit dilakukan karena kadang pernapasan bayi dapat berhenti sejenak setelah usaha bernapas awal dan kemudian melanjutkan pernapasan yang cukup. Bila bayi dapat mempertahankan frekuensi denyut jantung diatas 100x/menit maka kemungkinan tidak perlu dilakukan intervensi segera namun sebaliknya jika frekuensi denyut jantung dibawah 100x/menit maka kemungkinan diperlukan ventilasi positif. Frekuensi denyut jantung dapat ditentukan dengan mendengarkan bunyi jantung, meraba pulsasi pada dasar tali pusat ataupun dengan menggunakan pulse oxymeter. Tonus otot dan respons terhadap stimulasi merupakan salah satu komponen yang akurat untuk menentukan kebutuhan resusitasi. Sebagian besar bayi baru lahir akan langsung menggerakkan keempat tungkainya memulai usaha bernapas dan meningkatkan denyut jantungnya diatas



16



100x/menit. Bila respons bayi tidak ada atau lemah maka perlu dilakukan tindakan selanjutnya yaitu langkah awal. 3. Langkah Awal dan Airway Langkah awal dilakukan ketika bayi baru lahir tidak ada upaya bernapas dan atau tonus otot lemah. Langkah awal meliputi memastikan bayi tetap hangat, membuka jalan napas bayi dengan mengatur posisi dan membersihkan jalan napas, mengeringkan bayi dan memberikan stimulasi, serta mengatur kembali posisi kepala bayi. Tim resusitasi harus memastikan bayi baru lahir tetap hangat dengan memberikan kehangatan bayi baru lahir di bawah pemancar panas atau lampu. Selain itu, pemasangan plastik dan topi bayi merupakan cara memberikan kehangatan pada bayi baru lahir. Selanjutnya, tim segera membuka jalan napas dengan mengatur posisi kepala bayi dalam posisi menghidu atau setengah tengadah (ekstensi). Hal ini dapat dibantu dengan ganjal pada bahu bayi baru lahir. Posisi kepala yang tepat dapat mempengaruhi jalan napas yang akhirnya tindakan resusitasi menjadi optimal. Berikut adalah contoh posisi kepala bayi:



Posisi ini menunjukkan posisi yang baik untuk membuka jalan napas secara optimal, yaitu setengah ekstensi.



Kesalahan pada posisi ini adalah kepala bayi terlalu kurang ekstensi atau terlalu fleksi.



Pada posisi ini tampak kepala bayi terlalu ekstensi sehingga jalan napas tertutup.



Gambar Posisi Kepala Selain mengatur posisi kepala, tim juga harus memeriksa apakah ada sumbatan jalan napas. Tim mulai membersihkan mulut menggunakan kassa dengan satu kali atau dua kali usapan. Apabila ada lendir yang menyumbat jalannya napas, maka dilakukan pengisapan. Pengisapan mulai dari mulut terlebih dahulu kemudian hidung dengan alat pengisap.



17



Hal yang perlu diingat adalah pada saat melakukan membuka jalan napas perlu diperhatikan termoregulasi. Pengisapan dilakukan pada bayi yang tidak bugar dan atau dilakukan pada jalan napas yang mengalami obstruksi. Langkah awal selanjutnya adalah mengeringkan bayi baru lahir mulai dari kepala dan rambut, dada, perut bayi sampai kaki serta menyingkirkan kain yang basah mengganti dengan yang kering. Berikan rangsangan taktil pada bayi dengan menggosok punggung atau menyentil/menepuk telapak bayi baru lahir. Pada bayi baru lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu dan atau dengan berat ≤ 1500 gram, disarankan untuk menaikkan suhu ruangan menjadi 26 OC dan perlu membungkus bayi baru lahir dengan plastik bening tanpa dikeringkan terlebih dahulu kecuali wajahnya kemudian dipasang topi. Bayi tetap dapat diberikan stimulasi walaupun dibungkus plastik. Setelah langkah awal telah dilakukan, maka posisikan kepala bayi baru lahir dalam posisi menghidu atau setengah tengadah (ekstensi). Lakukan observasi usaha napas, laju denyut jantung dan tonus otot. Hasil penilaian dapat memberikan 3 kemungkinan kondisi bayi baru lahir yaitu: 1) Bayi baru lahir tidak bernapas spontan atau megap-megap dan atau laju denyut jantung < 100x/menit. 2) Bayi baru lahir bernapas spontan dan denyut jantung ≥ 100x/menit tetapi ada distress pernapasan (takipneu, tarikan dinding dada, merintih). 3) Bayi baru lahir bernapas spontan dengan sianosis sentral persisten tanpa adanya distress pernapasan. 4. Breathing Setelah melakukan langkah awal dan airway, berdasarkan kemungkinan hasil penilaian maka tim harus melakukan tindakan untuk tiap kondisi secara cepat dan tepat: 1) Pada bayi baru lahir yang tidak bernapas spontan atau megap-megap dan atau laju denyut jantung < 100x/menit, lakukan ventilasi tekanan positif dan segera pasang pulse oxymetri di tangan kanan. 2) Pada bayi baru lahir bernapas spontan dan denyut jantung ≥ 100x / menit tetapi ada distress pernapasan (takipneu, tarikan dinding dada, merintih), lakukan pemasangan CPAP dan segera pasang pulse oxymetri di tangan kanan. 3) Pada bayi baru lahir bernapas spontan dengan sianosis sentral persisten tanpa adanya distress pernapasan, pertimbangkan pemberian O2 dengan pemantauan saturasi O2. Keberhasilan pemberian bantuan napas pada bayi baru lahir ditentukan oleh sungkup yang melekat rapat pada wajah bayi, ditentukan oleh ukuran sungkup yang tepat serta cara memegang sungkup yang benar. Tanda utama ventilasi yang efektif adalah adanya pergerakan dinding dada dan perbaikan frekuensi denyut jantung dengan segera. Tim harus mampu menentukan ukuran sungkup yang sesuai dengan bayi baru lahir. Sungkup wajah untuk bayi baru lahir terdiri dari berbagai jenis ukuran (diameter) sehingga dapat disesuaikan dengan besarnya wajah bayi. Sungkup wajah yang baik harus menutupi ujung dagu, mulut dan hidung seperti tertera pada gambar berikut:



18



Gambar Kesesuaian Sungkup Wajah Pada gambar, sungkup paling kiri berukuran terlalu kecil karena tidak menutupi hingga ujung dagu, sedangkan sungkup di tengah terlalu besar, karena menutupi mata. Sungkup paling kanan berukuran tepat, menutupi ujung dagu, mulut dan hidung. Lekatkan rapat sungkup pada wajah bayi menutupi pangkal hidung, mulut dan dagu tapi tidak menutupi mata. Sebelum melekatkan sungkup, tim perlu memastikan jalan napas terbuka dengan menyesuaikan posisi kepala, mulut sedikit terbuka dan membersihkan jalan napas jika perlu. Setelah itu, tim melekatkan sungkup dengan benar. Cara memegang sungkup dapat berbagai macam, tergantung dari jenis sungkupnya. Terdapat tiga metode untuk memegang sungkup pada muka, yaitu: 1. Stem Hold: titik temu antara „batang‟ dan sungkup dipegang dengan jari telunjuk dan jempol 2. Two-Point Top Hold: Jari jempol dan telunjuk menekan sisi atas sungkup yang datar. Bagian „batang‟ tidak dipegang dan jari tidak memegang ke pinggir sungkup 3. OK Rim Hold: jempol dan telunjuk membentuk C (seperti tanda OK), tangan kiri penolong memegang sungkup dengan jari-jari membentuk huruf C dengan ibu jari dan telunjuk menekan sungkup ke wajah sedangkan 3 jari lainnya memegang sambil mengangkat tepi rahang bawah bayi ke atas (jaw thrust).



Stem Hold



Two-Point Top Hold



OK Rim Hold



Gambar Cara Memegang Sungkup Muka Cara memastikan perlekatan yang benar yaitu pastikan dada mengembang dengan melakukan ventilasi dua kali. Jika dada belum mengembang berarti perlekatan belum benar, maka tim harus mengevaluasi perlekatan yaitu: 1) Periksa ukuran sungkup. 2) Periksa cara memegang atau melekatkan sungkup. 3) Periksa jalan napas (cek posisi kepala bayi, sumbatan/lendir). Apabila tim menilai perlekatan sungkup sudah benar maka lakukan ventilasi tekanan positif 20 30x per 30 detik. Cara melakukan ventilasi yaitu kembangkan paru dengan tekanan volume yang



19



cukup sehingga tampak pergeraan dinding dada dan perut atas. Pergerakan dinding dada harus sesuai dengan yang tampak pada respirasi normal yang tenang. Apabila pengembangan dada tampak berlebihan dengan tekanan yang sama, maka tekanan dan kecepatan ventilasi harus diturunkan. Sebagai contoh, bayi A gagal mencapai pernapasan spontan dengan frekuensi denyut jantung di bawah 100x/menit sehingga memerlukan ventilasi tekanan positif. Bayi A mendapat tekanan inflasi awal 50 cmH2O. Setelah 5 kali pompa dada tampak mengembang, sehingga tekanan inflasi diturunkan menjadi 40 cmH2O. Setelah 10 kali pompa tampak dada mengembang berlebihan, sehingga tekanan inflasi dapat diturunkan lagi. Hal ini menunjukkan bahwa tekanan inflasi pada ventilasi tekanan positif setelah inflasi pertama dapat diturunkan sesuai dengan kondisi bayi. Pada bayi prematur, pengembangan paru yang berlebihan selama ventilasi harus dihindari. Resusitasi sebaiknya dilakukan dengan manometer untuk memantau tekanan PIP, sehingga dapat memandu pemberian inflasi yang konsisten dan untuk menghindari tekanan serta volume berlebihan. PIP awal untuk ventilasi tekanan positif dapat diberikan sebesar 20-25 cmH2O pada bayi prematur. Segera evaluasi setelah melakukan ventilasi tekanan positif selama 30 detik. Hal yang dievaluasi adalah usaha napas, frekuensi denyut jantung dan saturasi oksigen. Berdasarkan hasil evaluasi terdapat 4 kemungkinan kondisi bayi baru lahir dan tindakan selanjutnya yaitu: 1. Bila napas spontan, denyut jantung > 100x/menit dan tidak ada tanda tanda distress respirasi maka lakukan perawatan pascaresusitasi. 2. Bila napas spontan, denyut jantung > 100x/menit dan ada tanda tanda distress respirasi, berikan CPAP. 3. Bila belum ada napas spontan, denyut jantung > 60x/menit lanjutkan VTP. 4. Bila bayi belum bernapas dan denyut jantung < 100x/menit, lakukan VTP dan kompresi dada. Ventilasi tekanan positif dapat dilakukan dengan t-piece resuscitator (CPAP) apabila kondisi bayi baru lahir memerlukan VTP berkelanjutan. Salah satu kondisi bayi baru lahir memerlukan tpiece resuscitator adalah pada kondisi bernapas spontan namun ada distress pernapasan seperti takipneu, retraksi dinding dada atau merintih. Berikut adalah cara melakukan ventilasi tekanan positif berkelanjutan menggunakan t-piece resuscitator: 1) Tim melakukan persiapan alat. • Apabila menggunakan t-piece resuscitator tanpa oksigen maka sambungkan t-piece resuscitator dengan sumber oksigen kemudian sesuaikan tekanan. • Atur tekanan positif akhir respirasi (PEEP) yang akan diberikan, antara 5 – 8 cm H2O (umumnya dimulai dengan 5) hingga manometer menunjukkan PEEP yang diinginkan, kemudian atur tekanan PIP. 1) Tim melekatkan sungkup dengan ukuran yang sesuai. 2) Pemimpin tim bertanggung terhadap airway dan breathing. 3) Untuk memberikan ventilasi positif dilakukan dengan menutup dan membuka katup PEEP. Lakukan sebanyak 20-30x dalam 30 detik. 4) Tim mengamati saturasi oksigen yang tercatat pada pulse oxymetri dan melakukan evaluasi saturasi oksigen. Terdapat 3 kemungkinan kondisi bayi baru lahir yaitu: • Jika setelah pemberian PEEP, saturasi oksigen masih belum naik, maka pemberian • FiO2 dinaikkan bertahap.



20



• Pemasangan LMA bila VTP dengan t-piece resuscitator tidak efektif • Pada bayi cukup bulan, pemberian oksigen dimulai dari konsentrasi 21% dan pada bayi kurang bulan, mulai 30% dinaikkan bertahap sesuai dengan tabel berikut: Tabel Pemberian Oksigen



1 menit



Saturasi Target untuk Bayi Baru Lahir selama Resusitasi 60-70



2 menit



65-85



3 menit 4 menit



70-90 75-90



Waktu Setelah Lahir



Saturasi Target untuk Bayi Baru Lahir selama Resusitasi 80-90 85-90



Waktu Setelah Lahir



5 menit 10 menit



Apabila pemberian CPAP telah mencapai tekanan positif akhir ekspirasi sebesar 8 cm H2O dan FiO2 telah di atas 40% namun bayi masih mengalami distres pernapasan, maka pemberian CPAP dianggap gagal. Sesuai dengan alur maka pada kondisi tersebut harus mempertimbangkan dilakukannya intubasi. Efektivitas melakukan ventilasi tekanan positif berkelanjutan, dapat dinilai dari hal di bawah ini: 1. Peningkatan frekuensi denyut jantung di atas 100 x/menit 2. Pengembangan dinding dada dan perut atas setiap inflasi 3. Perbaikan oksigenasi Intubasi trakea (atau penggunaan sungkup laring) harus dipertimbangkan bila ventilasi melalui sungkup wajah masih tidak efektif (pada VTP berkelanjutan) meski telah melakukan hal-hal di atas. Keputusan untuk melakukan intubasi akan bergantung pada usia kehamilan bayi, derajat distres respirasi, respons terhadap ventilasi tekanan positif, dan kemampuan serta pengalaman penolong. Pada tindakan resusitasi terutama pada kondisi bayi baru lahir bernapas spontan dengan sianosis sentral persisten, perlu diperhatikan pada pemberian oksigen. Tujuan pemberian oksigen adalah menargetkan semirip mungkin saturasi oksigen bayi baru lahir cukup bulan sehat, berapapun usia kehamilan bayinya. Pada penelitian bayi cukup bulan yang menerima resusitasi dengan ventilasi tekanan positif intermiten, fraksi oksigen 100% tidak memberikan keuntungan jangka pendek dan bahkan menunda bayi untuk melakukan napas pertamanya. Pemberian oksigen 100% juga dapat menyebabkan kerusakan oksidatif pada paru-paru, otak, mata dan perubahan aliran darah otak, terutama pada bayi kurang bulan karena sistem antioksidannya yang belum matur. Acuan pada suplementasi oksigen untuk resusitasi bayi baru lahir dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Mulai pemberian dengan udara (oksigen 21%) dan berikan oksigen sesuai kebutuhan. 2) Berikan oksigen 100% apabila: • Saturasi oksigen masih di bawah 70% saat 5 menit atau di bawah 90% saat usia 10 menit.



21



3)



• Denyut jantung tidak meningkat di atas 100 x/menit setelah 60 detik dilakukan • ventilasi efektif. • Mulai memberikan kompresi dada. Fraksi oksigen disesuaikan dengan target yang diinginkan.



Pada tabel berikut tertera saturasi target untuk bayi baru lahir sepanjang resusitasi, dengan target teratas saturasi oksigen 90%. Harus diingat bahwa beberapa bayi dapat mencapai saturasi di atas 90% walaupun tanpa suplementasi oksigen. terdapat beberapa pilihan dalam pemberian oksigen, yaitu oksigen-udara dihubungkan dengan Y-connector dan Oxygen concentrator (menghasilkan oksigen 95%) atau oxygen cylinder (oksigen 100%) ditambah dengan kompresor silinder/udara. Untuk memperoleh konsentrasi fraksi oksigen yang diinginkan dapat dilihat pada tabel. Tabel Konsentrasi Fraksi Oksigen



Pada pelatihan ini akan dilatihkan pemasangan LMA. Sungkup laring harus dipertimbangkan digunakan pada bayi cukup bulan yang tidak berhasil diresusitasi dengan sungkup wajah atau intubasi. Sungkup laring dapat dipertimbangkan sebagai alternatif untuk ventilasi tekanan positif pada bayi baru lahir dengan berat di atas 2000 gram atau usia kehamilan di atas atau sama dengan 34 minggu. Indikasi pemasangan sungkup laring dalam upaya untuk melakukan ventilasi dengan sungkup wajah atau intubasi tidak berhasil atau tidak mungkin dilakukan, beberapa penyebabnya adalah: 1) Terdapat kelainan kongenital pada mulut, bibir dan langit-langit mulut sehingga pelaku prosedur mengalami kesulitan melihat laring. 2) Sindrom Pierre-Robin dan sindrom Down (trisomi 21) 3) Ventilasi dengan sungkup tidak memberikan respon baik sedangkan tenaga ahli untuk melakukan prosedur intubasi tidak tersedia (atau tenaga ahli tersedia namun intubasi gagal). Berikut ini adalah prosedur pemasangan sungkup laring (LMA): 1. Gunakan ukuran sungkup laring (LMA) yang sesuai untuk pasien. 2. Kempiskan cuff tetapi jaga agar jangan sampai terlipat.



22



3.



4.



5. 6. 7.



Berikan pelumas pada bagian belakang cuff dan sisi samping LMA dengan pelumas berbasis air atau air liur bayi. Hindari pemberian pelumas pada bagian anterior cuff atau sampai ke bagian dalam sungkup. Peganglah LMA seperti memegang pensil, masukan dengan bagian terbuka dari sungkupnya menghadap ke bawah (menyisihkan lidah, menyusuri palatum). LMA harus dimasukan di tengah mulut agar LMA terpasang dengan tepat dan pengembangan paru simteris. Dorong sungkup dengan punggung jari telunjuk menyusuri palatum keras ke arah faring sampai terasa adanya tahanan. Pegang pipa LMA agar posisi tidak bergeser, kemudian tangan sebelahnya sedikit menekan ke bawah sementara jari telunjuk yang digunakan untuk memandu dikeluarkan dari mulut bayi. Kembangkan cuff dengan spuit berisi 4 ml udara. Pipa dapat sedikit terangkat dari hipofaring ketika cuff dikembangkan. Rasakan adanya memantulnya kembali bagian dalam spuit. Hubungkan dengan alat resusitasi ventilasi (t-piece atau balon ventilasi). Bila LMA berada di tempat yang benar maka dada akan mengembang secara simteris. Posisi LMA yang benar dapat dievaluasi dari sinkronisasi gerakan dada dan auskultasi area leher.



Gambar Pemasangan Laringeal Mask Airway 5. Circulation Setelah pernapasan reguler, maka seorang bayi normal akan mencapai frekuensi denyut jantung di atas 100x/menit, hal ini umumnya tercapai dalam satu menit pertama setelah lahir. Rentang normal dari denyut jantung adalah 110 hingga 160 x/menit. Apabila bayi frekuensi denyut jantung di bawah 60x/menit walaupun sudah diberikan VTP secara adekuat selama 30 detik (ditandai dengan dinding dada turut bergerak setiap inflasi), maka diindikasikan dilakukannya kompresi dada. Kegagalan sirkulasi kemungkinan karena memiliki kadar oksigen yang sangat rendah dalam darah, akibatnya terjadi depresi otot miokardium yang menyebabkan jantung tidak mampu berkontraksi secara kuat untuk memompa darah ke paru. Oksigen yang telah dipompa ke dalam paru tidak dapat dibawa ke seluruh tubuh. Oleh karena itu, penolong harus membantu memompa jantung dan pada saat bersamaan melanjutkan memberi ventilasi pada paru dengan oksigen 100% hingga miokardium mendapat cukup oksigen dan dapat menyalurkannya sampai ke otak.



23



Tim harus segera melakukan kompresi dada terkoordinasi dengan VTP dengan cara sebagai berikut: • Kompresi dada dilakukan terkoordinasi dengan VTP, satu orang melakukan kompresi dada dan satu orang melakukan VTP. • Peserta yang melakukan kompresi dada menghadap ke kepala bayi dengan kedua tangannya dalam posisi yang benar. (boleh dibalik jika mengganggu akses terhadap perut bayi) • Tempat kompresi adalah di sepertiga distal sternum. (tepat di kaudal linea intermamillaria) • Kedalaman penekanan sepertiga diameter anteroposterior



Gambar Cara Melakukan Kompresi Dada dan Ventilasi Tekanan Positif Pada tindakan kompresi dada terkoordinasi dengan VTP, terdapat dua teknik kompresi dada yaitu teknik ibu jari dan teknik dua jari. • Teknik ibu jari: kompresi dada dilakukan dengan menggunakan ujung ibu jari, jari-jari yang lain melingkari dada. • Teknik dua jari: kompresi dada dilakukan dengan menggunakan ujung dua jari (jari tengah dan jari telunjuk), tangan yang satunya digunakan untuk menopang di punggung bayi. Setelah mengetahui teknik kompresi dada, maka tim harus mengetahui rasio kompresi dada dan napas agar dapat bekerjasama dengan anggota tim lain. • Rasio kompresi dada dan napas yang dilakukan adalah 3 : 1 dengan total 90 kali kompresi dan 30 napas setiap menitnya. Tim harus dapat menjaga konsistensi dalam melakukan kompresi dada. • Konsentrasi oksigen dinaikkan sampai 100%. • Selama kompresi dada harus diperhatikan efektifitas ventilasi. • Lakukan evaluasi setiap 1 menit. Hal yang dievaluasi adalah laju denyut jantung dan usaha bernapas. Kompresi dada yang diberikan secara efektif akan menghasilkan pulsasi yang jelas terlihat pada oksimeter. Segera setelah kompresi dada diberikan, berikan oksigen inspirasi hingga maksimal jika sebelumnya konsentrasinya masih di bawah 100%. Penilaian dengan melihat pada perbaikan kondisi bayi ditandai dengan: 1) Denyut jantung yang terdengar saat auskultasi 2) Pulsasi spontan pada oksimetri 3) Peningkatan saturasi oksigen 4) Pergerakan atau napas spontan



24



Terkadang, walaupun paru sudah terventilasi dengan baik (melalui ventilasi tekanan positif) dan curah jantung membaik (melalui kompresi dada), sejumlah kecil bayi baru lahir (kurang dari 2 per 1000 kelahiran) masih memiliki frekuensi denyut jantung di bawah 60x/menit. Otot jantung bayi dengan kondisi seperti ini telah mengalami hipoksia terlalu lama sehingga gagal berkontraksi secara efektif walau telah mendapat perfusi dengan darah beroksigen. Untuk bayi dengan kondisi demikian, penolong perlu mempertimbangkan melakukan intubasi/pemasangan LMA. Apabila kondisi masih tetap sama maka harus berlanjut kepada tahap selanjutnya dalam resusitasi, yaitu Drugs atau pemberian obat-obatan. 6. Drug and Fluid Langkah resusitasi ini adalah memberikan obat-obatan dan cairan intravena pada resusitasi bayi baru lahir. Hal ini jarang diperlukan, namun terkadang frekuensi denyut jantung tetap di bawah 60 x/menit walau telah diberikan ventilasi adekuat (dada turut mengembang seiring inflasi) dan kompresi dada. Pada kondisi demikian adrenalin harus diberikan. Meskipun diberikan obat-obatan atau cairan namun penolong tidak boleh mengurangi atau menghentikan pemberian ventilasi dan kompresi dada. Pemberian obat-obatan dilakukan ketika frekuensi denyut jantung < 60 x/menit setelah dilakukannya VTP dan kompresi dada. Pemberian obat-obatan dan ataupun cairan intravena dapat melalui vena umbilikal, pipa endotrakeal dan vena perifer. Jalur pemberian obat dan cairan yang paling mudah dan cepat dan memungkinkan dilakukan di Puskesmas adalah melalui vena umbilikal dibandingkan melalui vena perifer. Untuk itu, tim resusitasi harus mampu melakukan akses umbilikal. Berikut adalah prosedur dan pelaksanaan pemasangan kateter umbilikal emergensi. Prosedur pada katerisasi umbilikal: Persiapan Bahan dan Alat 1. Set umbilikal emergensi (lihat pokok bahasan persiapan alat resusitasi) 2. Antiseptik: Alkohol 70%, Iodium povidon, kasa steril. 3. Tempat bahan dan alat-alat (trolley) dan kain penutup steril 4. Spuit 5ml dan10ml 5. Cairan NaCl 0,9% 25 ml atau 100 ml Pelaksanaan 1. Cuci tangan dengan desinfektan dan menggunakan sarung tangan steril 2. Lihat kondisi pasien dan keperluan pasien dalam terapi 3. Isi lebih dahulu kateter ukuran 3.5F atau 5F yang telah disambung dengan semprit dan stopcock dengan garam fisiologis. 4. Pasang sebuah keran-3-arah (3-waystopper) steril dan semprit pada kateter 5 FG dan isi dengan saline normal, lalu tutup keran untuk mencegah masuknya udara (yang dapat mengakibatkan emboli udara).



25



5.



6.



7. 8.



9. 10. 11. 12. 13.



Bersihkan umbilikus dan kulit sekelilingnya dengan larutan antiseptik, lalu ikat benang mengelilingi dasar umbilikus. Ikatan ini dapat dikencangkan bila terjadi perdarahan hebat saat memotong tali pusat. Potong umbilikus 1-2 cm dari dasar dengan pisau steril. Tentukan vena umbilikus (pembuluh yang menganga lebar) dan arteri umbilikus (dua pembuluh berdinding tebal). Pegang umbilikus (yang dekat dengan pembuluh vena) dengan forseps steril. Tekan ringan bila ada perdarahan, bersihkan dan asepsis kembali. Pegang bagian dekat ujung kateter dengan forseps steril dan masukkan kateter ke dalam vena (kateter harus dapat menembus dengan mudah) sepanjang 4-6 cm. Alur vena akan menuju ke atas, ke arah jantung. Tarik darah sehingga mengalir dengan mudah ketika membuka stopcock ke arah semprit dan menghisap secara perlahan. Periksa kateter tidak menekuk dan darah mengalir balik dengan mudah; bila ada sumbatan tarik pelan-pelan umbilikus, tarik ke belakang sebagian kateter dan masukkan kembali. Kaji jangan sampai ada udara di selang infus dan tutup ujung set. Masukkan obat-obatan atau cairan fisiologis. Bila sudah didapatkan perbaikan denyut jantung, kateter segera dilepas. Asepsis kembali area pemasangan kateter umbilikal.



Jenis obat yang akan dimasukan harus dikenal oleh tim resusitasi. Adapun macam obat dan cairan yang biasa digunakan dalam tindakan resusitasi (pada pelatihan ini) adalah adrenalin dan cairan pengganti volume darah. Apabila jalur intravena tidak tersedia, dan ventilasi serta kompresi dada adekuat masih gagal menaikkan frekuensi denyut jantung hingga melebihi 60x/menit, berikan adrenalin melalui endotrakea. Bila pemberian adrenalin melalui jalur endotrakeal tidak memberikan respons yang memadai, pemberian adrenalin selanjutnya diberikan secara intravena. Dosis intravena yang direkomendasikan adalah 10-30 mikrogram/kgBB (0,1-0,3 mL/kgBB dalam larutan 1:10.000) dengan cara bolus atau dorongan cepat, lanjutkan dengan pemberian normal saline secara bolus. Dosis ini dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu. Cairan Pengganti Volume Darah (Volume Expanders) Pertimbangkan pemberian cairan intravaskular bila curiga ada kehilangan darah, bayi tampak dalam kondisi syok (pucat, perfusi buruk, pulsasi lemah) dan tidak merespon secara adekuat terhadap tindakan resusitasi lainnya. Kristaloid isotonik (NaCl 0,9%, Ringer Laktat) dapat digunakan untuk pemberian pertama, namun dapat dilanjutkan dengan pemberian darah untuk transfusi emergensi pada kasus kehilangan darah yang masif atau pada bayi yang tidak respon terhadap resusitasi. Dosis awal adalah 10 mL/kgBB diberikan intravena secara bolus (selama 5-10 menit). Hati-hati pada bayi-bayi prematur agar jangan dibolus terlalu cepat karena risiko pecahnya pembuluh darah. Dapat diulang sampai menunjukkan respons klinis. Bila berhasil, pemberian cairan dapat diulang untuk mempertahankan sirkulasi. A.3. Resusitasi Terintegrasi Setelah kita memahami cara melakukan resusitasi, maka dalam menerapkan resusitasi tim harus mampu menggabungkan langkah-langkah resusitasi yaitu airway, breathing, circulation,



26



drug and fluid. Prinsip-prinsip dalam resusitasi terintegrasi adalah berurutan, simultan, ketepatan waktu, koordinasi dan penilaian berulang. Berurutan Kedua tahapan pertama dalam resusitasi, yaitu Airway dan Breathing merupakan komponen terpenting dan paling awal dijalankan. Tahapan-tahapan ini tidak boleh dilompati untuk menuju ke komponen berikutnya Circulation dan Drugs. Dengan kata lain sebelum memutuskan melakukan komponen Circulation dan Drugs harus dipastikan Airway dan Breathing dilakukan optimal. Simultan Penilaian usaha napas, frekuensi denyut jantung dan tonus serta tindakan resusitasi berupa Airway, Breathing, Circulation dan Drugs harus dilakukan secara simultan atau bersamaan pada satu waktu. Resusitasi secara simultan paling baik dijalankan dalam bentuk satu tim yang terdiri atas beberapa penolong, sehingga tim dapat membagi peran dan tugas masing-masing serta semua tindakan dan penilaian dapat dilakukan secara serentak. Prognosis resusitasi bayi baru lahir sangat bergantung pada kecepatan dan ketepatan tindakan penolong, sehingga pelaksanaan resusitasi dalam tim secara simultan sangat diutamakan. Sebagai contoh, pada beberapa bayi dengan kondisi sangat buruk, penolong dituntut untuk memberikan ventilasi tekanan positif, kompresi dada dan cairan pada saat bersamaan. Pada kondisi demikian, tim harus menerapkan resusitasi simultan. Ketepatan Waktu Seperti yang telah disinggung sebelumnya, waktu merupakan hal yang sangat penting pada resusitasi bayi baru lahir. Keterlambatan penanganan di awal akan menyebabkan keterlambatan perbaikan klinis bayi di akhir, seperti usaha napas pertama dan hipoksia lama akibat denyut jantung yang rendah. Sebagai contoh, apabila bayi terlambat ditangani pada saat penanganan Airway, maka bayi akan lebih lambat mulai bernapas dibandingkan apabila bayi ditangani lebih awal. Oleh karena itu, tim dituntut untuk bekerja dengan sigap dan mampu melaksanakan tahapan-tahapan resusitasi tidak hanya secara tepat, namun juga cepat. Koordinasi Tim harus memiliki koordinasi yang baik, mampu bekerja sama dan memiliki bahasa medis sama sehingga tidak ada keterlambatan, tidak saling bertabrakan kerjanya, tidak saling menunggu atau malah menonton penolong lainnya melakukan resusitasi. Penilaian Berulang Kondisi bayi baru lahir dapat mengalami perubahan sepanjang resusitasi walaupun penolong belum mencapai titik penilaian pada alur resusitasi. Oleh karena itu, penilaian komponen resusitasi harus dilakukan berulang kali sepanjang resusitasi. Selain berfungsi untuk memandu penolong menentukan tindakan dan perawatan selanjutnya, penilaian berulang juga membantu penolong untuk memantau apakah ada perbaikan atau perburukan kondisi bayi.



27



Penilaian disarankan dilakukan setiap 30 detik sekali, namun tim harus tetap memantau kondisi bayi sepanjang resusitasi. Sebagai contoh, seorang bayi yang lahir tidak bernapas dengan frekuensi denyut jantung di bawah 100x/menit dapat mengalami perbaikan usaha napas walau ventilasi tekanan positif yang diberikan masih di bawah 30 detik. Pada kasus semacam ini, tim diharapkan dengan segera mengenali tanda-tandanya dan melakukan penilaian kondisi bayi, kemudian menentukan tindakan selanjutnya. Selalu Bertanya: Sudah Optimalkah Saya? Pada setiap tahapan resusitasi, tim harus selalu memastikan pada timnya, apakah setiap langkah yang telah dilalui sudah diberikan secara optimal? B. Stabilisasi dan Transportasi Pada Bayi Baru Lahir Pasca Resusitasi Bayi baru lahir dengan pasca resusitasi tetap memliki risiko mengalami perburukan yang dapat menimbulkan gangguan dan keterlambatan adaptasi berbagai organ tubuh pada masa perinatal. Selama menjalani perawatan di ruang rawat maupun ketika dipindahkan tim harus memantau dan mempertahankan kondisi bayi tetap stabil. Pemindahan bayi baru lahir yang dimaksud tidak hanya dari ruang bersalin ke ruang rawat namun juga terkadang diperlukan fasilitas kesehatan yang lebih lengkap dibandingkan Pusksemas. Keadaan paling ideal untuk merujuk adalah pada saat janin berada di dalam kandungan ibu. Namun hal ini kadang tidak terdiagnosis secara dini ataupun terjadi kondisi kegawatdaruratan pada ibu dan janin sehingga kehamilan harus diterminasi. Pada saat itulah transportasi bayi baru lahir baik dari Puskesmas ke Rumah Sakit maupun ketika di unit kegawatdaruratan ke ruang perawatan memperhatikan stabilisasi. B.1. Stabilisasi pada Bayi Baru Lahir Pasca Resusitasi Stabilisasi pada bayi baru lahir pasca resusitasi dilakukan pada bayi baru lahir dengan riwayat pemberian oksigen aliran bebas, CPAP dan VTP atau resusitasi yang lebih ekstensif, dikhawatirkan pada bayi tersebut terdapat transisi yang abnormal. Beberapa bayi dapat memerlukan monitoring atau bahkan memerlukan perawatan NICU. Tim resusitasi harus memahami 6 prinsip dalam melakukan stabilisasi pada bayi baru lahir pasca resusitasi yang dikenal dengan STABLE, yaitu: 1) Sugar, yaitu melakukan deteksi dan tatalaksana segera kondisi hipoglikemi 2) Temperature, yaitu menjaga kehangatan tubuh dan mencegah hipotermi 3) Airway, yaitu menjaga jalan nafas dan pertahankan bantuan pernafasan bila bayi sesak 4) Blood Pressure, yaitu melakukan deteksi dini dan melakukan tatalaksana gangguan sirkulasi 5) Laboratory Examination, yaitu pemeriksaan laboratorium salah satunya adalah deteksi risiko infeksi 6) Emotional Support, yaitu komunikasikan masalah bayi baru lahir dan beri dukungan emosional kepada keluarga Penting untuk diingat, urutan STABLE tersebut tidak mencerminkan urutan tindakan stabilisasi seperti halnya resusitasi namun merupakan langkah-langkah yang harus diingat dalam stabilisasi neonatus. Berikut ini akan dijelaskan setiap prinsip tersebut secara berurutan:



28



Stabilisasi Pernapasan (Airway) Prinsip dasar melakukan stabilisasi pernapasan tidak berbeda dengan prinsip pemberian bantuan napas pada resusitasi. Menjaga jalan napas terbuka adalah penting sebelum memutuskan memberikan bantuan napas (posisi kepala menghidu, isap lendir, bila perlu dilakukan pemasangan pipa ET atau sungkup laring (Lihat Bab resusitasi mengenai intubasi dan pemasangan sungkup laring). Setiap pemberian bantuan pernapasan, baik CPAP atau VTP, segera evaluasi apakah efektif (lihat pengembangan dada, masuknya udara melalui auskultasi dan kenaikan frekuensi denyut jantung). Bila tidak efektif segera dilakukan koreksi efektifitas dukungan pernapasan seperti (Reposisi masker, Reposisi kepala, Isap lendir, mulut dibuka, bila perlu tekanan pompa dinaikkan dan pemasangan pipa ET/sungkup laring). Pemberian bantuan ventilasi baik CPAP atau VTP, mengacu pada ketentuan bentuk kegawatan pernapasan yang terjadi (Lihat Bab Resusitasi: pemberian CPAP dan VTP). Kenaikan denyut jantung adalah indikator yang terbaik dan paling sensitif selama pemberian pemberian dukungan pernapasan. Pemberian suplementasi oksigen dipertimbangkan bila bayi masih didapatkan sianosis sentral (kebiruan pada mukosa bibir, mukosa lidah atau sekitar bibir), atau bila melalui pemeriksaan “pulse oxymetri” (bila fasilitas memungkinkan) didapatkan saturasi oksigen darah < 90%. Tim segera melakukan evaluasi pada bayi baru lahir meliputi upaya bernapas, yaitu frekuensi napas, pola dan suara napas. Selanjutnya tim harus mampu mempertahankan bantuan napas bila bayi sesak: 1. Posisi kepala yang tepat. 2. Pengisapan lendir dengan baik. 3. Ventilasi Tekanan Positif jika diperlukan atau pemberian tekanan jalan napas positif berkelanjutan (menggunakan t-piece resuscitator). 4. Pemasangan sungkup laring (LMA) jika ada indikasi. 5. Pasang selang OGT agar tidak kembung. 6. Fiksasi alat bantu napas dan OGT agar tidak lepas selama transportasi. 7. Perhatikan target saturasi 88 – 92% tercapai. Tim harus mempertimbangkan bayi baru lahir dengan adanya memiliki faktor risiko mengalami kesulitan bernapas. Bayi baru lahir yang dimaksud adalah: 1. Bayi kurang bulan < 33 minggu, bayi dari ibu DM yang tidak terkontrol. 2. Bayi dengan aspirasi mekoneum, bayi dari ibu dengan kecurigaan amnionitis. 3. Bayi yang dilahirkan secara SC. 4. Bayi dari ibu dengan riwayat polihidramnion. 5. Bayi dengan problem sumbatan jalan napas (atresia koana, sumbatan jalan napas oleh lidah seperti pada bayi dengan sindroma Pierre Robin, hipersekresi bronkus pada bayi dengan fistula trakeoesofageal, trakeomalasia, dsb). 6. Bayi dengan sumbatan saluran cerna bagian bawah, bayi dengan infeksi sistemik. Selain itu, perlu dipikirkan usia kehamilan bayi. Apakah bayi kurang bulan. Selain itu mencari riwayat ibu seperti kemungkinan infeksi, polihidramnion dan PEB. Riwayat persalinan dan resusitasi seperti jenis persalinan, riwayat gawat janin, serta apakah bayi mendapat VTP dengan tekanan tinggi.



29



Stabilisasi Suhu (Termoregulasi) Hipotermi sering terjadi pada bayi baru lahir terutama pada BBLR karena pusat pengaturan suhu tubuh bayi yang belum sempurna, permukaan tubuh bayi relatif luas, kemampuan produksi dan menyimpan panas terbatas. Hipotermi merupakan suatu tanda bahaya karena dapat menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme tubuh yang akan berakhir dengan kegagalan fungsi jantung paru dan kematian. Mencegah agar bayi tidak hipotermi dengan melakukan tindakan promotif atau preventif adalah yang terbaik. Hal tersebut dapat terjadi karena tubuh mengalami kehilangan panas berlebihan dibandingkan kemampuan tubuhnya untuk memproduksi panas. Mekanisme kehilangan panas adalah: 1. Radiasi: dari bayi ke lingkungan dingin terdekat. 2. Konduksi: kehilangan panas dari bayi akibat kontak dengan benda dingin. 3. Konveksi: kehilangan panas dari bayi akibat terpapar aliran udara dingin. 4. Evaporasi: penguapan air dari kulit bayi. Hipotermi adalah suhu tubuh kurang dari 36.5ºC pada pengukuran suhu di ketiak (aksillar). Tim harus segera melakukan pemeriksaan suhu di aksilla. Normal suhu adalah 36.5 – 37,5ºC. Penanganan bayi pada prinsipnya tidak membedakan antara bayi dengan hipotermi sedang dan berat. Apabila suhu bayi < 36,5 ºC, maka lakukan segera: 1. Ganti linen dan atau baju bila basah (dengan yang kering). 2. Bayi baru lahir tetap di bawah pemancar panas yang telah dinyalakan sebelumnya. 3. Pakaikan topi dengan baik dan benar, hingga menutupi telinga. 4. Bungkus bayi baru lahir dengan plastik bening dengan rapat agar tidak terjadi penguapan. 5. Lakukan skin to skin contact/perawatan metode kanguru. Bila tidak memungkinkan dilakukan metode kanguru bayi dapat dilhangatkan dengan menggunakan lampu sorot. Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi sering diubah. 6. Periksa suhu tubuh bayi setiap jam. Bila suhu naik paling tidak 0.5ºC/jam, berarti upaya menghangatkan berhasil, kemudian lanjutkan dengan memeriksa suhu bayi setiap 2 jam. 7. Setelah suhu tubuh bayi normal: • Lakukan perawatan lanjutan untuk bayi. • Pantau bayi selama 12 jam kemudian, dan ukur suhunya setiap 3 jam. • Anjurkan ibu menyusui segera setelah bayi siap. Bila bayi tidak dapat menyusu, • beri ASI peras dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum. Apabila suhu bayi > 37,50C, maka segera longgarkan linen dan turunkan suhu pemancar panas. Tabel berikut ini menjelaskan cara menghangatkan bayi baru lahir:



CARA PMK







  Pemancar panas



 



Tabel Cara menghangatkan bayi PETUNJUK PENGGUNAAN Untuk menstabilkan bayi dengan berat badan < 2500 g, terutama direkomendasikan untuk perawatan berkelanjutan bayi dengan berat badan < 1800 g Tidak untuk bayi yang sakit berat (sepsis, gangguan napas berat). Tidak untuk Ibu yang menderita penyakit berat yang tidak dapat merawat bayinya. Untuk bayi sakit atau bayi dengan berat 2000 g atau lebih Untuk pemeriksaan awal bayi, selama dilakukan tindakan,



30



Inkubator



 



Ruangan hangat



 







atau menghangatkan kembali bayi hipotermi Penghangatan berkelanjutanan bayi dengan berat < 2000 g yang tidak dapat dilakukan PMK Untuk bayi sakit berat (sepsis, gangguan napas berat) Untuk merawat bayi dengan berat < 2500 g yang tidak memerlukan tindakan diagnostik atau prosedur pengobatan, Tidak untuk bayi sakit berat (sepsis, gangguan napas berat)



Stabilisasi Sirkulasi (Blood Pressure) Bayi dapat mengalami gangguan sirkulasi selama masa stabilisasi. Gangguan tersebut dapat berupa syok yaitu merupakan suatu keadaan kompleks dengan gangguan fungsi sirkulasi sehingga pengangkutan oksigen dan nutrisi tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan. Kondisi ini dapat memperberat pada bayi yang prematur berupa risiko perdarahan intraventrikular akibat kemampuan autoregulasi otak yang belum matang. Kegawatan sirkulasi secara dini bila CRT > 3 detik dan takikardi (denyut jantung > 160x/menit). Kegawatan sirkulasi secara dini dapat dilakukan dengan evaluasi sederhana yaitu dengan menilai waktu pengisian kapiler (CRT/”capillary refill time”). Penurunan denyut jantung dengan atau disertai penurunan tekanan darah merupakan tanda gangguan sirkulasi tingkat lanjut dan kondisi ini bila tidak segera diatasi akan menyebabkan kematian. Gangguan sirkulasi sering terjadi sekunder akibat gangguan pernapasan yang tidak diatasi segera, kecuali pada bayi baru lahir dengan riwayat kehilangan darah saat perinatal (mis: ibu dengan perdarahan antepartum) maka bayi dapat akan mengalami gangguan sirkulasi secara primer. Pada proses stabilisasi, penting untuk mencegah gangguan sirkulasi sebelum jatuh pada gangguan sirkulasi tingkat lanjut/syok dengan mengatasi segera problema hipotermi, hipoglikemi dan pernapasan secara optimal. Tim segera melakukan penilaian status sirkulasi bayi baru lahir dan pengenalan dini gangguan awal sirkulasi, sebagai berikut: 1. Lakukan pemeriksaan waktu pengisian kapiler (CRT) dengan melakukan penekanan pada dada bayi menggunakan jari telunjuk selama 5 detik kemudian lepaskan penekanan tersebut. Nilai normal waktu pengisian kapiler adalah < 3 detik. 2. Hitung Laju Denyut Jantung menggunakan stetoskop atau pulse oxymetri (nilai normal adalah 130-160x/menit). 3. Nilai kekuatan Nadi femoral (paha). Pada bayi baru lahir masalah sirkulasi lebih banyak berkaitan dengan hipovolemi. Bayi baru lahir yang dideteksi terdapat gangguan sirkulasi, perlu segera diberi terapi cairan. Terapi cairan yang sering dipakai adalah NaCl 0,9%. Pada kasus tertentu diperlukan juga darah utuh (whole blood) atau PRC (10-20 cc/kg), namun tidak direkomendasikan untuk memberikan cairan Bikarbonat natrikus. Ketika terjadi kondisi hipovolemi maka tim harus segera melakukan tatalaksana sesuai dengan penyebabnya: 1. Syok hipovolemik karena perdarahan antepartum.



31



Lakukan pemberian loading cairan NaCl 0,9% 10x berat badan selama 5 menit untuk bayi cukup bulan dan 20-30 menit untuk bayi premature/berat kurang dari 1500 gram. Pemberian ini dapat diulang sampai 3x. 2. Syok kardiogenik (akibat asfiksia, sepsis) Lakukan pemberian loading cairan NaCl 0,9% 10x berat badan selama 5 menit untuk bayi cukup bulan dan 20-30 menit untuk bayi premature/berat kurang dari 1500 gram. Jika tidak respons pertimbangkan pemberian inotropik. Deteksi Dini dan Penatalaksanaan Hipoglikemia Pada bayi baru lahir sehat maupun yang sakit dapat mengalami hipoglikemia pada hari-hari pertama kehidupan. Hipoglikemia terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara produksi gula darah dan pemakaiannya. Pada bayi baru lahir hipoglikemia transien merupakan kondisi yang sering terjadi, yaitu 4 per 1000 kelahiran bayi cukup bulan dan 6 per 1000 kelahiran bayi kurang bulan. Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi baru lahir. Bila tidak diobati akan menimbulkan kerusakan pada susunan saraf pusat bahkan sampai kematian. Kondisi ini sering tidak memberikan gejala (asimtomatis). Meskipun asimtomatis bayi dengan hipoglikemi harus ditangani segera. Oleh sebab itu penting deteksi gula darah dilakukan pada setiap bayi yang berisiko tinggi hipoglikemi. Hipoglikemi adalah keadaan hasil pengukuran kadar gula darah kurang dari 45 mg/dL (2,6 mmol/L). Untuk dapat mengatasi hipoglikemia, perlu diketahui kondisi bayi yang dapat memberikan risiko hipoglikemia serta melakukan pemeriksaan dan pemantauan gula darah. Kondisi bayi yang dapat memberikan risiko hipoglikemia yaitu: 1. Riwayat bayi menderita asfiksia, hipotermia, hipertermia, gangguan pernapasan, stress 2. Bayi dari ibu diabetes 3. Bayi besar untuk masa kehamilan atau kecil masa kehamilan 4. Bayi kurang bulan atau lebih bulan 5. Riwayat bayi premature 6. Bayi berat lahir rendah 7. Bayi sakit Pemeriksaan gula darah harus dilakukan dengan cara pengambilan yang benar dengan menggunakan glukometer test pada darah kapiler. Nilai normal gula darah adalah > 45 mg/dL. Selanjutnya tim harus mampu melakukan tatalaksana hipoglikemia dengan mengacu pada skema di halaman berikut ini:



32



Gambar Skema Tatalaksana Hipoglikemia Menurut Kadar Gula Darah Apabila kadar gula darah < 20 – 25 mg/dL maka segera lakukan bolus intravena dextrose 10% 2 mL / KgBB selama 5 menit. Kemudian lakukan pemeriksaan ulang gula darah 30 menit kemudian. Jika kadar gula darah tetap < 20 – 25 mg/dL maka perlu dextrose 15%. Pada kondisi ini pemberian asupan enteral harus ditunda sampai kadar gula darah normal dan bayi stabil. Jika kadar gula darah 25 – 45 mg/dL maka bayi dapat minum dalam 4 jam pasca lahir. Namun apabila pemberian minum tidak ditoleransi atau kadar gula darah tetap 20 – 45 mg/dL maka tambahkan dextrose intravena. Tim harus tetap memantau kadar gula darah secara periodik.



33



Pemberian cairan infus dengan menggunakan penghitungan kecepatan infus glukosa/glucose infusion rate (GIR). GIR dihitung menurut formula berikut:



GIR (mg/kg/min) = Kec cairan (ml/jam) x kons Dextrose (%) 6 x berat badan (Kg)



Langkah pencegahan hipoglikemia perlu dilakukan, berikut adalah pencegahan hipoglikemia: 1. Menghindari faktor risiko yang dapat dicegah, seperti hipotermia. 2. Pemberian makan enteral merupakan tindakan pencegahan utama bila kondisi klinis bayi baik 3. Jika bayi berisiko hipoglikemia tidak mungkin menyusui, pemberian minum dimulai dengan menggunakan pipa orogastrik dalam waktu 1-3 jam setelah lahir. 4. Bayi baru lahir yang berisiko tinggi harus dipantau nilai glukosanya sampai asupan nutrisi penuh dan tiga kali pengukuran normal yaitu berada di atas 45 mg/dl (diperiksa sebelum pemberian minum). Deteksi Risiko Infeksi dengan Pemeriksaan Laboratorium (Laboratory Examintation) Pencegahan infeksi pada stabilisasi sangat penting dengan mengetahui riwayat kehamilan dan persalinan serta pemeriksaan laboratorium. Pada anamnesis perlu ditanyakan: 1. Ketuban pecah dini > 18 jam 2. Ibu febris (suhu > 38 C) 3. Ibu mengalami sakit menjelang persalinan seperti diare, ISK atau infeksi lainnya. 4. Persalinan prematur yang tidak diketahui sebabnya Jenis pemeriksaan darah pada ibu dan bayi baru lahir yang penting adalah leukosit. Tim perlu mengetahui nilai normal leukosit darah ibu yaitu < 15.000 µL dan nilai normal leukosit bayi baru lahir adalah > 5000 - < 35000 / µL Dukungan Emosional Kepada Keluarga (Emotional Support) Orangtua bayi yang menjalani perawatan pada umumnya mengalami krisis emosi. Berbagai perasaan akan muncul seperti marah, kecewa, merasa gagal, tidak percaya, takut, sedih hingga depresi. Dukungan emosional sangat dibutuhkan sejak awal. Bentuk dukungan dapat berupa: 1) Mengucapkan selamat atas kelahiran bayi dan memanggil bayi dengan nama yang sudah dipersiapkan oleh keluarga. 2) Mengijinkan ibu untuk melihat bayi. 3) Memberikan penjelasan sederhana terkait kondisi bayi baru lahir dan rencana tatalaksana termasuk rujukan. 4) Orangtua dan keluarga diberikan kesempatan bertanya mengenai keadaan bayi. 5) Melibatkan Orangtua dalam perawatan bayi serta dalam pengambilan keputusan terkait tatalaksana. Apabila terdapat kondisi yang harus melibatkan bantuan di luar keluarga, maka tim perlu menyampaikan usulan adanya dukungan dari pihak lain seperti kerabat atau pemuka agama. B.2. Transportasi Pada Bayi Baru Lahir Pasca Resusitasi



34



Pada kasus-kasus tertentu, tenaga kesehatan sebagai tim resusitasi tidak mampu melakukan penanganan tuntas bayi baru lahir yang mungkin disebabkan karena kasus yang didapat merupakan kewenangan fasilitas pelayanan kesehatan rujukan dan atau keterbatasan fasilitas di institusinya dan atau keterbatasan kemampuan serta jumlah tenaga kesehatan. Pada kondisi tersebut, tim resusitasi harus mampu memberikan tindakan rujukan sesuai standar. Langkah terbaik untuk merujuk bayi baru lahir dengan masalah/komplikasi adalah merujuk dengan ibunya, namun sering kali pada kasus tertentu tidak dapat diantisipasi sebelumnya. Misalnya pada persalinan prematur, dengan masalah perinatal dan kelainan kongenital sehingga memerlukan suatu tindakan transportasi bayi setelah dilahirkan. Transportasi bayi baru lahir sebaiknya dilakukan dengan metode kontak kulit dengan kulit atau disebut perawatan metode kangguru (PMK). Bayi yang disarankan untuk menggunakan PMK adalah bayi stabil secara fisiologis pada suhu 36°C atau lebih serta tidak ada persyaratan usia kehamilan. Pada situasi khusus, dimana bayi mendapat terapi oksigen, CPAP, atau bahkan ventilasi tekanan positif dapat menerima asuhan PMK. PMK untuk merujuk pasien dapat dilakukan oleh keluarga pasien, tidak harus dengan ibunya. Keputusan dilakukan asuhan PMK ditentukan oleh dokter bersama perawat, namun harus didukung oleh semua pihak dalam keluarga. Setiap orang yang terlibat dan harus merasa nyaman dan mendukung keputusan ini. Setelah keputusan dibuat, suhu bayi harus dinilai pada suhu normal dan dicatat pada flow sheet. Bila bayi terpasang skin probe, probe suhu kulit dibiarkan tetap terpasang, demikian juga semua kabel monitor, jalur intravena, dan selang bantu napas harus dieratkan dengan aman. Bayi tidak perlu menggunakan pakaian kecuali popok dan topi. Manfaat Perawatan Metode Kangguru (PMK) perlu dijelaskan kepada ibu dan keluarga. Penjelasan hendaknya menggunakan kata-kata yang tepat sesuai tingkat pendidikan ibu agar mereka dapat memahami. Berikut ini adalah manfaat PMK adalah: 1. Meningkatkan ketahanan hidup atau menurunkan kematian 40%. 2. Menurunkan bahaya infeksi/sepsis 43%. 3. Sebagai kontrol suhu secara efektif dan aman dengan memperpanjang kontak kulit dengan kulit atau arti kata lain adalah dapat menurunkan Hipotermi sampai dengan 77%. 4. Mengurangi infeksi di fasilitas kesehatan dan setelah keluar dari fasilitas kesehatan. Hal tersebut diartikan sebagai menurunkan HAI‟s (healthcare associated infection) 58%. 5. Meningkatkan lamanya pemberian ASI. Selain yaitu: 1. 2. 3. 4. 5.



itu, perlu persiapan kepada orang yang akan melakukan perawatan metode kanguru Jelaskan keuntungan jenis asuhan ini untuk bayi mereka. Perlihatkan cara memeluk bayi yang akan mereka lakukan. Ibu dianjurkan memakai baju dengan bukaan depan. Sedapat mungkin berikan privasi dan ketenangan. Dianjurkan untuk menggunakan cermin untuk melihat kondisi anaknya.



35



Langkah-langkah dalam melakukan fasilitasi Perawatan Metode Kangguru: 1) Cuci tangan 6 langkah sesuai prosedur. 2) Mengukur suhu bayi dengan termometer. 3) Pakaikan baju kangguru pada Ibu. 4) Bayi dimasukkan dalam posisi kangguru, menggunakan topi dan popok. Bayi dimasukkan posisi tegak di dada ibu (kontak kulit) seperti kangguru. 5) Atur posisi bayi. 6) Setelah posisi bayi baik, baju kangguru diikat untuk menyangga bayi. Selanjutnya ibu dapat beraktivitas seperti biasa sambil membawa bayinya dalam posisi tegak lurus di dada ibu (skin to skin contact) seperti kangguru. Hal yang harus dipantau selama melakukan Perawatan Metode Kanguru (PMK) adalah suhu, pernapasan, tanda bahaya, pemberian minum dan tumbuh kembang. Tujuan dari transportasi/rujukan bayi adalah untuk memberikan stabilisasi dini dan memulai perawatan lebih lanjut di institusi yang lebih tinggi untuk mendapatkan kelanjutan terapi perawatan kritis dan pemantauan selama transportasi/rujukan untuk memastikan keselamatan bayi dan hasil yang baik. Hal Ini membutuhkan pendekatan sistematis yang menggabungkan perencanaan tinggi dan persiapan sebelum bayi tersebut akan dipindahkan. Salah satu pendekatan tersebut adalah metode ACCEPT, yang digunakan pada orang dewasa, hal itu juga dapat digunakan untuk pediatri dan neonatus. (Paediatric and Neonatal Safe Transfer and Retrieval, 2008Infant Transport, Gomella, 2009). Pendekatan sistematik untuk transportasi bayi baru lahir Prinsip transportasi pada bayi baru lahir pasca resusitasi dikenal dengan ACCEPT yaitu 1. Assessmen, yaitu penilaian terkait dengan kondisi bayi baru lahir 2. Control, yaitu pengawasan terhadap tim yang akan melakukan rujukan serta kelengkapan perlengkapan rujukan. 3. Communication, yaitu melakukan komunikasi dengan fasilitas tujuan rujukan dan komunikasi kepada keluarga terkait kondisi dan rencana rujukan. 4. Evaluation, yaitu mencermati ulang kondisi bayi baru lahir yang akan dilakukan rujukan 5. Prepration and packaging, yaitu tim melakukan penyiapan terakhir mulai dari daftar dokumen rujukan, alat transport dan lain sebagainya yang diperlukan dalam proses rujukan. 6. Transportation, yaitu tim berangkat ke tempat rujukan dan memberikan informasi medis kepada tenaga kesehatan tingkat rujukan. Berikut ini adalah algoritma ACCEPT berikut dengan penjelasan setiap pendekatan untuk transportasi bayi baru lahir:



36



Gambar Algoritma Transportasi Pada Neonatal Sumber: Pediatric and Neonatal Safe Transfer And Retrieval, 2008 Penilaian (Assessment) Tim melakukan penilaian kondisi bayi baru lahir meliputi indikasi yang dapat dirujuk, kelayakan bayi baru lahir untuk dirujuk, kondisi bayi baru lahir yang stabil. Hal yang perlu diperhatikan pada saat penilaian kondisi bayi baru lahir yang stabil adalah sebagai berikut: 1. Bebas jalan nafas dan ventilasi adekuat. 2. Kulit dan bibir merah jambu. 3. Frekuensi jantung 120-160x/menit. 4. Suhu axilla 36.5-37oC (97.7-98.6oF). 5. Masalah metabolik terkoreksi. 6. Masalah spesifik penderita terkontrol. Pengawasan (Control) Keadaan personil dan perlengkapan tim Tranport menjadi bagian yang penting dalam melakukan rujukan. Tim yang melakukan transportasi terdiri dari 2 sampai 3 orang tenaga kesehatan (Dokter, bidan, Perawat atau tenaga medis lainnya) yang terlatih. Tim harus mampu dalam tatalaksana bayi baru lahir risiko tinggi dan melakukan penanganan tanda bahaya. Selain itu, hal mendasar harus dimiliki oleh tenaga kesehatan yaitu: • Posisi perawatan metode kanguru. • Pemantauan untuk frekuensi jantung, frekuensi pernapasan dan temperatur. • Bila mungkin saturasi oksigen. Kendaraan yang digunakan harus memenuhi tunjangan hidup dasar, seperti tersedianya: 1. Dukungan termal. 2. Dukungan respiratori; Alat CPAP, alat-alat untuk melaksanakan intubasi. 3. Perangkat suction; peralatan suction. 4. Perangkat pemantauan. 5. Peralatan infus serta perlengkapan akses vaskuler. 6. Obat-obatan emergensi. 7. Sumber oksigen. 37



Komunikasi (Communication) Tim resusitasi harus mampu melakukan komunikasi internal, eksternal dan keluarga. Komunikasi internal adalah tim melakukan komunikasi diantara tim yang melakukan rujukan. Komunikasi eksternal adalah tim melakukan komunikasi ke tempat rujukan. Hal yang perlu disampaikan oleh fasilitas kesehatan yang merujuk mencakup riwayat kelahiran bayi, faktor risiko antenatal, tindakan yang telah dilakukan serta perkembangan kondisi bayi. Selain itu, tim perujuk perlu memastikan ketersediaan tempat di unit tujuan rujukan terlebih dahulu sebelum melakukan transportasi. Data dasar yang harus diinformasikan: • Identitas patien dan tanggal lahir. • Identitas orang tua. • Riwayat kehamilan, persalinan dan prosesnya, tindakan resusitasi yang dilakukan. • Nilai Apgar. • Masa Kehamilan dan berat lahir. • Tanda vital (suhu, Frekuensi jantung, pernapasan dan tekanan darah). • Kebutuhan respirasi terhadap Oksgen/CPAP. • Kebutuhan akan akses vaskuler. • Data laboratoris (glukosa, Kalsium, hematokrit, analisis gas darah bila ada). Kondisi dan tatalaksana bayi sebelum dan selama tranportasi harus selalu di- dokumentasikan untuk diserahkan pada pada unit rujukan. Persetujuan keluarga terkait pemindahan bayi ke unit rujukan dinyatakan dalam bentuk tertulis (informed consent). Komunikasi dengan keluarga merupakan salah satu hal yang penting dalam proses rujukan. Hal ini perlu dilakukan oleh tim sebelum melakukan rujukan. Dukungan keluarga sangat penting dalam proses transportasi. Hal yang perlu disampaikan kepada orangtua adalah kondisi bayi, perawatan yang diperlukan, prognosis dan informasi mengenai sistem transportasi yang digunakan dan unit (tujuan) rujukan. Orangtua diberikan kesempatan untuk mendapatkan informasi terkait prosedur transportasi dan perawatan bayi mereka. Selain itu, tim perlu meminta persetujuan tindakan dan lainnya. Evaluation Pada tahap ini, perlu dicermati apakah bayi baru lahir yang akan dilakukan rujukan ada masalah. Tenaga kesehatan perlu memastikan bahwa kondisi bayi baru lahir tepat untuk dilakukan rujukan. Berikut ini adalah beberapa masalah pada bayi baru lahir yang perlu diperhatikan oleh tenaga kesehatan ketika akan melakukan rujukan: • Gangguan pernapasan oleh sebab apapun (aspirasi mekonium, neonatal pneumonia, • penyakit membrane hialin) - untuk mendapat tunjangan ventilator, pemantauan terapi oksigen dan analisis gas darah. • Kebutuhan cairan dan nutrisi parenteral. • Kasus bedah neonatus. • BBLR. • Kemungkinan penyakit jantung bawaan. • Komplikasi persalinan berat. • Asfiksi neonatorum. • Bayi ibu diabetes mellitus.



38



• • • • • • • •



Kejang pada bayi baru lahir. Tersangka infeksi (sepsis, meningitis). Penyakit hemolisis. Apneu. Tersangka renjatan. Persisten asidosis. Hipoglikemi. Pasien letargis tanpa sebab yang jelas.



Tim perlu memastikan kondisi klinis bayi baru lahir baik selama perjalanan rujukan maupun saat tiba di tempat rujukan. Kondisi klinis baik yang dimaksud adalah warm, pink dan sweet. Preparation Pada tahap ini tenaga kesehatan harus melakukan cek terhadap daftar yang perlu dilakukan untuk semua prosedur tranportasi yang optimal seperti kondisi bayi baru lahir mulai dari airway, breathing, circulation, drug, emotional support dan fluid (A,B,C, D, E, F). Selain itu, dokumen, komunikasi alat transport yang aman perlu dipersiapkan dan dipastikan kesiapannya. Transportation Bayi baru lahir dapat diberangkatkan ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan yang dituju. Unit rujukan harus memberi informasi kepada pihak yang merujuk terkait kondisi bayi, diagnosis, prognosa, dan kemungkinan lama rawat. Apabila kondisi bayi membaik dan dikembalikan ke unit perujuk untuk melanjutkan perawatan sebaiknya disertai dengan surat berisi tatalaksana dan lama perawatan bayi di unit rujukan. Rujukan balik dilakukan ketika masalah saat dirujuk sudah teratasi. Hal ini perlu dilakukan dan dikoordinasikan karena bermaanfaat bagi pasien, keluarga pasien dan sistem perawatan regional. Selain itu, perlu melakukan rencana rujukan balik ini sejak awal.



REFERENSI 1. Buku Saku Pelayanan Neonatal Esensial (Revisi), Kementerian Kesehatan RI Tahun 2015 2. Modul Pencegahan Infeksi Kementerian Kesehatan Tahun 2014 3. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Tahun 2009 4. Modul Pelatihan Pencegahan Infeksi Pelatihan Tatalaksana Neonatus Tahun 2015 5. Buku Pedoman Tatalaksana dan Rujukan Hepatitis B di Fasyankes (Direktorat Jenderal P2PL, Direktorat PPML, Subdit Diare dan ISP, 2014) 6. Atlas of the Newborn, Arnold J. Rudolf, M.D, 1997 7. Modul Pelatihan Bagi Pelatih (TOT) Penanganan Kegawatdaruratan Maternal Dan Neonatal Bagi Dokter Umum, Bidan, Dan Perawat Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, Kementerian Kesehatan RI, Tahun 2020



39



MATERI 2 PELAYANAN NEONATAL ESENSIAL SAAT LAHIR I. DESKRIPSI SINGKAT Masalah utama bayi baru lahir pada masa perinatal dapat menyebabkan kematian, kesakitan dan kecacatan. Hal ini merupakan akibat dari kondisi kesehatan ibu yang kurang baik, perawatan selama kehamilan yang tidak berkualitas, penanganan selama persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih, serta perawatan neonatal yang tidak adekuat. Bila ibu meninggal saat melairkan, kesempatan hidup yang dimiliki bayinya menjadi semakin kecil. Kematian neonatal tidak dapat diturunkan secara bermakna tanpa dukungan upaya menurunkan kematian ibu dan meningkatkan kesehatan ibu. Perawatan antenatal dan pertolongan persalinan sesuai standar, harus disertai dengan perawatan neonatal yang adekuat dan upaya-upaya untuk menurunkan kematian bayi akibat bayi berat lahir rendah, infeksi pasca lahir (seperti tetanus neonatorum, sepsis), hipotermia dan asfiksia. Sebagian besar kematian neonatal yang terjadi pasca lahir disebabkan oleh penyakit – penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan biaya yang tidak mahal, mudah dilakukan, bisa dikerjakan dan efektif. Pelayanan kesehatan neonatal esensial merupakan pelayanan kesehatan yang harus diberikan oleh tenaga kesehatan kepada neonatus (bayi baru lahir usia 0-28 hari). Pelayanan kesehatan neonatal esensial terbagi 2, yaitu: 1) Perawatan neonatal esensial saat lahir (0-6 jam) dan 2) Perawatan neonatal esensial setelah lahir (6 jam – 28 hari). Pengetahuan tenaga kesehatan yang menjadi penolong persalinan dalam hal perawatan bayi baru lahir sangat berpengaruh pada proses adaptasi bayi baru lahir. Untuk itulah, tenaga kesehatan dalam hal ini penolong persalinan harus mampu dan terampil membantu proses adaptasi bayi dengan perawatan neonatal terutama di periode saat lahir (0-6 jam). II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan pelayanan neonatal esensial (0-6 jam) B. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah selesai pelatihan ini, peserta pelatihan mampu: 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Melakukan kewaspadaan standar Menjelaskan identifikasi terhadap bayi yang lahir dari ibu yang bermasalah Melaksanakan kewaspadaan standar dalam mempersiapkan kelahiran bayi Melaksanakan perawatan rutin bayi baru lahir Melaksanakan penilaian bayi baru lahir Melakukan penanganan kegawatdaruratan bayi baru lahir 40



III. POKOK BAHASAN 1. Identifikasi bayi yang lahir dari ibu yang bermasalah a. Bayi dari Ibu dengan Hepatitis B b. Bayi dari ibu dengan HIV c. Bayi dari ibu dengan Sifilis d. Bayi dari ibu dengan Tuberkulosa 2. Melakukan kewaspadaan standar: a. Melakukan persiapan diri (Alat Pelindung Diri/ APD dan Hand Hygiene) b. Melakukan persiapan alat dan obat c. Melakukan persiapan tempat d. Melakukan persiapan keluarga 3. Melakukan perawatan rutin bayi baru lahir a. Pencegahan kehilangan panas b. Pemotongan dan perawatan tali pusat c. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) d. Pemberian injeksi Vitamin K1 e. Pencegahan infeksi mata f. Pemberian imunisasi Hepatitis B 0 (HB 0) 4. Melakukan penilaian bayi baru lahir a. Pemeriksaan fisik bayi baru lahir (untuk diagnosis trauma lahir dan kelainan kongenital) b. Penentuan usia gestasi dengan New Ballard Score IV. METODE PEMBELAJARAN 1. Tugas baca. 2. Ceramah dan tanya jawab secara online 3. On The Job Training melalui simulasi/praktik/ hands on V. MEDIA DAN ALAT BANTU 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Modul Bahan tayang Laptop/ Telepon Seluler dengan aplikasi Video Conference video/film Panduan Pelaksanaan Pelatihan Log Book dan Daftar Tilik



41



VI. URAIAN MATERI



Pokok Bahasan 1: Identifikasi bayi yang lahir dari ibu yang bermasalah Bayi dari ibu bermasalah seperti: Hepatitis B, HIV, Sifilis dan Tuberkulosis, memiliki kemungkinan besar mengalami masalah beberapa waktu setelah lahir, meskipun tampak normal pada waktu lahir. Untuk menghindari akibat terhadap bayi yang dikarenakan penyakit-penyakit diatas, perlu dilakukan identifikasi sebelum dan selama kehamilan. Adapun beberapa kondisi yang perlu diidentifikasi adalah: a. Bayi dari Ibu penderita infeksi Hepatitis B Ibu hamil penderita Hepatitis B atau HBsAg positif dapat menularkan pada bayinya. Pemberian vaksin Hepatitis B dan HbIg sesuai waktunya dilanjutkan dengan serial vaksinasi Hepatitis B, menurunkan angka infeksi hepatitis B perinatal menjadi 0,7% 1,1%, efektivitas vaksin hepatitis B saja sebesar 75% – 95% mencegah transmisi hepatitis B perinatal bila diberikan dalam waktu 24 jam setelah kelahiran. Tatalaksana bayi lahir dari ibu hepatitis B atau HBsAg positif berupa:  Pemberian vaksin Hepatitis B0 (HB 0) dan Hepatitis B Imunoglobulin (HBIg) sebaiknya kurang dari 12 jam secara intra muskular (i.m). Pemberian vaksin Hepatitis B0 dan Hepatitis B Immunoglobulin (HBIg) masih bermanfaat sampai tujuh hari pasca lahir.  Pemberian HB 0 dilakukan 2 – 3 jam setelah penyuntikan vitamin K 1  HB 0 dan HBIg diberikan pada sisi yang berbeda secara bersama. Dosis HB 0 0,5mL dan dosis HBIg 200 IU diberikan i.m  Vaksinasi Hepatitis B berikutnya sesuai jadual program imunisasi nasional.  Ibu tetap memberikan ASI eksklusif  Pemeriksaan HBs-Ag dan anti-HBs dilakukan saat bayi berusia 9-12 bulan  Ibu tetap memberikan ASI eksklusif - Jika hasil HBs-AG positif, bayi dirujuk ke Rumah Sakit - Jika hasil HBs-AG negatif dan anti-HBs 60 kali permenit)  Napas lambat (< 40 kali permenit)  Sesak napas/sukar bernapas ditandain dengan merintih, tarikan dinding dada saat inspirasi  Denyut jantung (< 100 kali permenit atau > 160 kali permenit)  Gerakan bayi lemah  Gerakan bayi berulang atau kejang  Demam (> 37,5˚C) atau Hipotermi (< 36,5˚C)  Perubahan warna kulit, misalkan biru atau pucat.  Malas/ tidak bisa menyusu atau minum 73



Rujuk bayi ke fasilitas yang mampu menangani dengan terlebih dahulu melakukan persiapan prarujukan. Persiapan prarujukan mengacu pada Modul Kegawatdaruratan Neonatus di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.



Pokok Bahasan 4 : Penilaian terhadap bayi baru lahir a. Pemeriksaan fisik bayi baru lahir Hari pertama kelahiran bayi sangat penting. Banyak perubahan yang terjadi pada bayi dalam menyesuaikan diri dari kehidupan di dalam rahim ke kehidupan di luar rahim. Pemeriksaan BBL bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin jika terdapat kelainan pada bayi. Risiko terbesar kematian BBL terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama. Waktu pemeriksaan BBL: o Setelah lahir saat bayi stabil (90 menit - 6 jam) o Pada usia 6-48 jam (Kunjungan neonatal 1) o Pada usia 3-7 hari (Kunjungan neonatal 2) o Pada usia 8-28 hari (Kunjungan neonatal 3) Persiapan: o Persiapan alat dan tempat Alat yang digunakan untuk memeriksa:  Lampu yang berfungsi untuk penerangan dan memberikan kehangatan.  Air bersih, sabun, handuk kering dan hangat  Sarung tangan bersih  Kain bersih  Stetoskop  Jam dengan jarum detik  Termometer  Timbangan bayi  Pengukur panjang bayi  Pengukur lingkar kepala. Tempat  Pemeriksaan dilakukan di tempat yang datar, rata, bersih, kering, hangat dan terang o



Persiapan diri  Sebelum memeriksa bayi, cucilah tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan dengan lap bersih dan kering atau dianginkan. Jangan menyentuh bayi jika tangan anda masih basah dan dingin. 74







 



o



Gunakan sarung tangan jika tangan menyentuh bagian tubuh yang ada darah, menyentuh anus yang terkontaminasi mekonium, tali pusat, atau memasukkan tangan ke dalam mulut bayi. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir setelah pemeriksaan kemudian keringkan Jaga suhu bayi tetap hangat selama pemeriksaan. Buka hanya bagian yang akan diperiksa atau diamati dalam waktu singkat untuk mencegah kehilangan panas.



Persiapan keluarga Jelaskan kepada ibu dan keluarga tentang apa yang akan dilakukan dan kemudian hasilnya setelah selesai.



Langkah-langkah pemeriksaan 1. Anamnesis Tanyakan pada ibu dan atau keluarga tentang masalah kesehatan pada ibu dan bayi: 1. Keluhan tentang bayinya 2. Penyakit ibu yang mungkin berdampak pada bayi (Hipotiroid, hepatitis B, Tuberculosa, HIV, tanda-tanda korioamnionitis, dan penggunaan obat tertentu). 3. Cara, waktu, tempat bersalin, kondisi bayi saat lahir (langsung menangis /tidak) dan tindakan yang diberikan pada bayi jika ada. 4. Warna air ketuban 5. Riwayat buang air besar dan kecil 6. Frekuensi bayi menyusu dan kemampuan menghisap 2. Pemeriksaan Fisik Prinsip:  Pemeriksaan dilakukan dalam keadaan bayi tenang (tidak menangis)  Bayi dalam kondisi telanjang  Pemeriksaan tidak harus berurutan, dahulukan menilai pernapasan dan tarikan dinding dada kedalam, denyut jantung serta kondisi perut Pemeriksaan fisik yang dilakukan 1 Lihat postur, tonus dan aktivitas



  



2



Lihat kulit



3



Hitung pernapasan dan lihat tarikan dinding dada kedalam ketika bayi sedang tidak menangis







Hitung denyut jantung dengan meletakan stetoskop di dada kiri setinggi apeks kordis







4







75



Keadaan normal Posisi tungkai dan lengan fleksi Bayi sehat akan bergerak aktif Wajah, bibir dan selaput lendir, dada harus berwarna merah muda, tanpa adanya kemerahan atau bisul Frekuensi napas normal 40 - 42 minggu Pastikan untuk mencatat tanggal dan waktu pemeriksaan. Pastikan untuk mencatat usia menurut tanggal. Klasifikasi neonatus berdasarkan maturitas dan pertumbuhan intrauterin Kaji dan catat pengukuran fisik berikut ini pada grafik yang ada di Bagan Klasifikasi Neonatus berdasarkan maturitas dan pertumbuhan intrauterin.  Nama  Usia saat pemeriksaan  Berat dalam gram  Panjang dalam sentimeter  Lingkar kepala dalam sentimeter Gunakan perkiraan usia kehamilan dalam Perkiraan Usia Kehamilan Menurut Skor Maturitas, dokumentasikan berat, panjang dan lingkar kepala bayi.  BMK (Besar masa kehamilan): di atas 90 persentil  SMK (Sesuai masa kehamilan): 10 – 90 persentil  KMK (Kecil masa kehamilan): di bawah 10 persentil



81



82



Gambar Ballard Score



83



c. Trauma Lahir Pada Neonatus Beberapa trauma lahir yang umum dijumpai pada bayi baru lahir adalah sebagai berikut : 1. Caput Succadenum 2. Cephalhematome 3. Hematoma subgaleal 4. Jejas Pleksus Brachialis 5. Fraktur Klavikula 6. Dislokasi Sendi Panggul 1. Caput succedaneum Caput Succedaneum adalah bengkak yang terjadi di bawah kulit kepala namun terdapat di atas apeneurosis kepala. Kondisi ini membuat kepala bayi tampak berbentuk lonjong. Bengkak ini terjadi akibat tekanan jalan lahir terhadap kepala bayi. Bengkak tersebut bisa melewati sutura kepala. Bengkak akan membaik dalam beberapa hari sehingga tidak dibutuhkan tatalaksana khusus.



Gambar Caput Succedaneum (Rudolf, 1997)



2. Sefalhematom Sefalhematom adalah terkumpulnya darah dalam rongga di bawah periosteum tulang tengkorak. Biasanya lesi ini timbul akibat persalinan ekstraksi forcep atau vakum. Pada perabaan sefalhematom bersifat fluktuatif dan lesi tidak melewati sutura kepala. Berbeda dengan kaput succadenum , batas tepi sefalhematom makin hari makin jelas. Darah yang terkumpul perlahan akan di hancurkan oleh tubuh bayi sehingga meningkatkan risiko terjadinya hiperbilirubin pada bayi. Pada bayi dengan sefalhematom, yakinkan ibu bahwa keadaan ini akan membaik dalam beberapa minggu dan nasihati ibu untuk membawa bayinya kembali ke fasilitas kesehatan, apabila timbul kuning (ikterus). 84



Gambar Sefalhematom Rudolf, 1997 3. Hematoma Subgaleal Adalah perdarahan yang berasal dari trauma terhadap kepala sehingga darah tertimbun di rongga potensial antara periosteum dan galea apeneurosis. Karena rongga potensial ini tidak memiliki sekat makan lesi dapat meluas mulai dari kepala sampai keleher. Kulit kepala nampak kendor dan fluktuatif . Pembengkakakan terjadi melewati garis sutura kepala dan menutup ubun-ubun besar. Pada keadaan ini, sebaiknya bayi dilakukan rujukan ke fasilitas yang lebih memadai, karena sangat berpotensi menimbulkan syok perdarahan.



Gambar Hematome Subgaleal Rudolf, 1997



85



4. Jejas Pleksus Brakchialis Trauma jalan lahir ini banyak dijumpai pada persalinan ekstraksi forsep, distosia sendi bahu dan bayi makrosomia. Jejas terjadi akibat trauma tarikan akibat fleksi lateral berlebihan dari kepala disertai traksi bahu berkepanjangan selama persalinan presentasi bahu. Sembilan puluh persen jejas pleksus brakhialis bermanifestasi sebagai erbs palsy, yaitu posisi tangan adduksi, rotasi internal dan pronasi telapak tangan (Waiter Tip Position). Pada keadaan dimana ditemukan jejas pleksus brakialis, sebaiknya dilakukan imobilisasi lengan menyilang abdomen bagian atas untuk mengurangi nyeri dan bayi sebaiknya dirujuk untuk mendapatkan fisioterapi. Tindakan perbaikan pada kondisi ini memerlukan fisioterapi dengan latihan ROM pasif dari bahu, siku dan pergelangan tangan selama 3-6 bulan, dan apabila tidak kunjung terdapat perbaikan, mungkin memerlukan tindakan pembedahan (masih kontroversi).



Gambar Trauma Pleksus Brachialis Rudolf, 1997 5. Fraktur Klavikula Merupakan fraktur tulang neonatus tersering, bisanya berhubungan dengan kesulitan mengeluarkan bahu pada persalinan presentasi kepala dan kesulit melahirkan lengan saat persalinan presentasi bokong. Fraktur klavikula harus dicurigai jika bayi tidak menggerakan salah satu lengannya , terdapat pembengkakkan di sekutar bahu atau bayi tampak kesakitan pada palpasi daerah bahu. Pada keadaan bayi dengan fraktur klavikula, lakukan imobilisasi pada lengan dan bahu pada sisi yang sakit dan abduksi lengan dalam stanhoera menopang bahu belakang dengan memasang ransel verbal. Pemberian nutrisi dilakukan dengan posisi tidur dengan menggunakan sendok atau pipet. Bayi dirujuk ke rumah sakit . 86



Gambar Fraktur Klavikula Rudolf, 1997 6. Dislokasi Sendi Panggul Trauma persalinan yang menyebabkan dislokasi dari kepala kaput femoris dari asetabulum. Faktor risiko yang memicu timbulnya dislokasi sendi panggul adalah oligohidramnion, kelainan kembar, persalinan presentasi bokong. Untuk mendeteksi Dislokasi sendi panggul dilakukan dengan manuver ortholani. Cara melakukan manuver ini adalah dengan menekuk sendi lutut bayi, lalu melakukan abduksi paha bayi sambil menekan ke arah medial dari paha bayi. Jika terdengar atau dirasakan sendi panggul masuk ke dalam asetabulum, maka tes ortolani dinyatakan positif. Bayi dengan tanda-tanda dislokasi sendi panggul perlu dirujuk untuk pemeriksaan lanjutan dengan radiologi. Fokus penatalaksanaan pada 3 bulan pertama adalah mengembalikan panggul pada posisi semula dan mempertahankan posisi panggil pada posisi stabi yakni fleksi dan abduksi. Hindari tindakan membedong bayi dan memaksa meluruskan tungkai, karena hanya akan memperparah dislokasi.



Gambar Dislokasi sendi panggul Rudolf 1997



87



d. Kelainan Bawaan Pada Bayi Baru Lahir Berbagai macam kelainan bawaan pada bayi baru lahir dapat kita temui yang tidak dapat dirinci satu persatu, namun demikian terdapat beberapa kelainan yang bersifat kritis dan harus diketahui oleh petugas kesehatan karena sangat mempengaruhi penanganan lebih lanjut perawatan bayi baru lahir. Di antaranya . b. Atresia Ani c. Atresia Esofagus d. Hernia Diagfragmatika e. Kelainan Jantung bawaan sianotik f. Celah bibir g. Hidrocephalus h. Spinabifida a. Atresia Ani Atresia ani adalah kelainan bawaan berupa tidak terbentuknya anus dan atau tidak ada pasase mekonium melalui anus. Keluarnya mekonium tidak menjamin adanya anus, sebab bisa saja mekonium tersebut keluar melalui fistel. Adanya anus juga belum menjamin pasase mekonium keluar, ini terjadi pada atresia ani letak tinggi. Atresia ani dapat dideteksi dengan mengamati secara seksama adanya anus serta keluarnya mekonium melalui anus. Bila tidak diketahui, biasaya bayi akan diberi minum seperti biasa sehingga timbul gejala komplikasi akibat atresia ani seperti perut kembung, muntah, sesak nafas sampai sepsis neonatorum . Bila di dapati atresia ani, sebaiknya bayi tidak diberikan minum sementara sampai dilakukan tidakan koreksi pembuatan kolostomi di rumah sakit yang memiliki pelayanan bedah anak.



Gambar Atresia Ani Rudolf, 1997 b. Atresia esofagus Atresia esofagus merupakan kelainan bawaan berupa tidak terbentuknya saluran kerongkongan (esofagus) bayi secara sempurna sehingga menjadi buntu. Kelainan ini harus terdeteksi sedini mungkin. Jika tidak terdeteksi dan 88



bayi diberikan minum melalui oral, maka akan terjadi sindrom aspirasi dan berpotensi menyebabkan gagal nafas dan kematian bayi. Gejala khas dari atresia esofagus adalah bayi mengeluarkan buih-buih saliva secara berlebihan dari mulutnya. Jika di dapati gejala ini, sebaiknya petugas kesehatan segera memasang orogastric tube. Bila didapati hambatan saat pemasangan orogastric tube, maka kecurigaan akan atresia esofagus makin membesar. Bayi tidak boleh minum, dan segera pasang jalur infus untuk memberikan nutrisi parenteral. Rujuk ke rumah sakit rujukan yang memiliki fasilitas bedah anak untuk tidakan operasi koreksi.



Gambar Atresia Esofasus Rudolf, 1997 c. Hernia Diagfragmatika Hernia Diagfragmatika merupakan kelainan bawaan kritis yang harus dapat dikenali oleh petugas kesehatan sedini mungkin. Kelainan bawaan ini timbul akibat cacat padapembentukan otot diagfragma sehingga menyebabkan isi usus maupun lambung masuk kedalam rongga thorak. Untuk mendeteksi dini kelainan ini, petugas kesehatan harus cermat mengamati bentuk perut dan dinding dada bayi baru lahir. Umumnya lingkar perut akan lebih kecil dari lingkar dada dan bentuk dada kiri mungkin lebih tinggi dari dada kanan. Penyulit yang mungkin terjadi adalah paru-paru bayi yang gagal berkembang akibat tertekan usus. Ventilasi tekanan positif meggunakan sungkup merupakan tindakan yang dapat membahayakan bayi karena akan makin memperburuk kondisi hernia diagfragmatika. Segera lakukan intubasi orotrachea jika bayi memerlukan resusitasi ventilasi tekanan positif pada bayi dengan hernia diagfagmatika.



89



Gambar Hernia Diafragmatika Rudolf, 1997 d. Kelainan jantung bawaan Kelainan jantung bawaan merupakan kelainan kongenital yang jarang ditemui namun harus mampu dideteksi dengan cepat oleh petugas kesehatan. Terdapat dua jenis kelainan jantung bawaan yaitu kelainan jantung bawaan sianotik dan kelainan jantung bawaan asianotik. Persamaan kedua jenis kelainan jantung bawaan ini adalah didapatinya tanda gagal sirkulasi seperti laju denyut jantung istirahat bayi di atas 160 kali pemenit, sesak nafas, pada iktus kordis terlihat atau teraba gerakkan denyut jantung, menetek yang terputus putus. Pada kelainan jantung bawaan sianotik, bayi dapat ditemui kebiruan disekitar bibir dan mulut, sementara hal yang sama tidak ditemui pada kelainan jantung bawaan asianotik. Segera rujuk ke rumah sakit yang memiliki pelayanan jantung anak untuk dilakukan evaluasi dan tatalaksana lebih lanjut. e. Celah Bibir Kelainan bawaan yang paling mudah dikenali oleh tenaga kesehatan. Celah bibir (Cleft Lip) merupakan kelainan kongenital yang disebabkan oleh gangguan perkembangan wajah pada masa embrio. Celah dapat terjadi pada bibir, langi-langit mulut (palatum) ataupun pada keduanya. Celah pada bibir disebut labioschisis sedangkan celah pada langit langit mulut disebut palatoschisis. Veau membagi celah bibir dan langit menjadi Golongan 1 : Celah pada lalangit-langit lunak Golongan 2 : Celah pada langit-langit lunak dan keras dibelakang foramen insisivum Golongan 3 : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang alveolar dan bibir pada satu sisi Golongan 4 : Celah pad langit-langit lunak dan keras mengenai tulang alveolar dan bibir pada dua sisi. 90



Masalah asupan makan merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita celah bibir. Refleks hisap dan refleks menelan akan terganggu. Bayi yang menderita labiopalatoschizisis biasanya membutuhkan dot khusus agar bisa menyusu.



Gambar Celah bibir (Depkes RI, 2010) f.



Hidrocephalus Hidrocephalus adalah kondisi patologis yang menyebabkan bertambahnya cairan serebrospinal (CSS) dengan tekanan intrakranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruang tempat mengalirnya CSS. Hidrocephallus biasanya timbul selama periode neonatus atau pada masa awal kehidupan bayi. Faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan terjadinya hidrocephalus antara lain bayi prematur, perdarahan intrakranial, infeksi kongenital seperti Citomegalovirus, Rubella, Toxohlasma , siphillis dll. Untuk mendeteksi dini kelainan ini cukup dengan mengukur lingkar kepala bayi mulai dari oksiput sampai glabella dengan Seksama dan berkala, lalu diplot kedalam kurva pertumbuhan kepala bayi. Dicurigai hydrocephalus bila lingkar kepala di atas persentil 95 dari kurva pertumbuhan kepala berdasarkan umur. Jika tidak segera di atasi , gambaran hidrocephalus akan semakin jelas seperti, sunked eyes, Ubun ubun besar melebar dan kepala tampak membesar dan sebagainya. Segera rujuk ke fasilitas kesehatan yang memiliki pelayanan bedah syaraf bila kita kmenemukan bayi dengan hidrocephalus.



91



Gambar Hidrosefalus Depkes, 2010 g. Spina bifida Spina bifida adalah benjolan yang ditemui di daerah lumbo-sakral dari tulang belakang. Masalah yang umumnya menahun kondisi Spina bifina yaitu kesulitan berjalan, masalah pengaturan berkemih dan defekasi serta hidrosefalus.



Gambar Spina Bifida Depkes, 2010



d. Pencatatan Perawatan Rutin Bayi Baru Lahir Pencatatan perawatan rutin bayi baru lahir dilakukan pada catatan hasil pelayanan kesehatan bayi baru lahir yang ada dalam buku KIA



92



Sebaiknya, dibawah catatan hasil pelayanan kesehatan bayi baru lahir dituliskan kesimpulan dari hasil pelayanan dan diberikan edukasi untuk ibu.



93



MATERI 3 TATA LAKSANA KEGAWATAN PADA BAYI BARU LAHIR I. DESKRIPSI SINGKAT



Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan Survei Dasar Kesehatan Indonsia Tahun (SDKI) 2017, AKB yaitu 24 per 1000 kelahiran hidup. Masalah neonatal merupakan penyebab utama kematian bayi. Kematian neonatal memegang porsi yang besar yaitu 58% kematian bayi terjadi pada periode neonatal (SDKI, 2012). Berdasarkan SDKI 2017, Angka Kematian Neonatal yaitu 15 per 1000 kelahiran hidup. Penyebab utama kematian neonatal yaitu prematuritas, asfiksia, Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan infeksi. Selain itu terdapat kegawatan neonatus yang tetap harus ditangani dengan baik sebelum dilakukan rujukan. II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan tata laksana kegawatan pada bayi baru lahir. B. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah selesai pelatihan ini, peserta pelatihan mampu: 1. Menjelaskan kasus kegawatan tersering pada bayi baru lahir 2. Melakukan tatalaksana awal, stabilisasi dan transport pada kegawatan neonatus III. POKOK BAHASAN Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai berikut yaitu: 1. Kasus Kegawatan Tersering pada Bayi Baru Lahir 2. Tatalaksana awal, stabilisasi dan transport pada kegawatan neonatus



94



IV. METODE PEMBELAJARAN 1. Tugas baca. 2. Ceramah dan tanya jawab secara online 3. On The Job Training melalui simulasi/praktik/ hands on V. MEDIA DAN ALAT BANTU 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Modul Bahan tayang Laptop/ Telepon Seluler dengan aplikasi Video Conference video/film Panduan Pelaksanaan Pelatihan Log Book dan Daftar Tilik



VI. URAIAN MATERI



Pokok Bahasan 1 : Kasus Kegawatan Tersering Pada Bayi Baru Lahir Kegawatan pada bayi baru lahir yang sering dijumpai, dikenal dengan “THE MISSFITS” (Brosseau T, et al., Pediatr Clin N Am, 2006, 53: 69-84), yaitu: 1. Trauma (Accident/Non Accident). 2. Heart disease/Hypovolemia/hypoxia. 3. Endokrin (Congenital adrenal hyperplasia, thyrotoxicosis). 4. Metabolik (electrolyte imbalance). 5. Inborn Errors of Metabolism (Metabolic Emergencies). 6. Sepsis (Meningitis, Pneumonia, UTI). 7. Formula mishaps (Under of overdilution). 8. Intestinal catastrophes (Volvulus, Intususception, NEC). 9. Toxins/Poisons. 10. Seizures. Pembicaran selanjutnya tentang topik kegawatan tersering bayi baru lahir dalam modul ini ditekankan terutama untuk mengenal masalah trauma lahir (T), penyakit jantung bawaan (H), emergensi pada sistem pernapasan (E), gangguan metabolik seperti elektrolit, hipoglikemia, hiperbilirubinemia (M), inbalans sirkulasi (I), sepsis (S), formula mishaps (F), intestinal gawat darurat (I), toksin atau keracunan (T), seizures (S). Tata laksana kegawatan pada bayi baru lahir harus harus dapat dilakukan secara cepat dan tepat di tempat maupun selama proses rujukan. Prinsip tatalaksana kegawatan tersering pada neonatus adalah dengan mengenal tanda bahaya klinis seperti adanya trauma lahir, penampakkan klinis biru (sianosis), pucat, dan kuning 95



(ikterus), kedaruratan saluran cerna serta kejang. Tata laksana lanjut setelah identifikasi tanda bahaya kegawatan neonatus adalah melaksanakan resusitasi, stabilisasi dan proses transportasi neonatus dalam keadaan gawat darurat. A.



Kegawatan Trauma Lahir (Cedera)



Trauma lahir/cedera lahir adalah cedera yang didapatkan saat persalinan dan kelahiran. Trauma lahir dapat berupa cedera kepala, leher, bahu dan intra abdomen. Cedera kepala paling sering menimbulkan kaput suksedaneum, sefalhematom dan jejas pada kepala. Kegawatan akibat cedera kepala adalah timbulnya kejang karena perdarahan intrakranial. Cedera lahir leher dan bahu adalah fraktur klavikula, brakial palsi, paralisis saraf frenikus. Kegawatan terutama terjadi pada paralisis saraf frenikus yang berakibat adanya gangguan napas.Cedera lahir intra abdomen merupakan kasus kegawatan yang harus diwaspadai karena menimbulkan renjatan yang disebabkan oleh adanya perdarahan organ intraabdomen. Faktor predisposisi trauma lahir diantaranya adalah prematuritas, makrosomia, disproporsi sefalo-pelvik (kepala-panggul), distosia, persalinan lama, presentasi abnormal, kelahiran dengan bantuan alat dan persalinan kembar. Perdarahan intrakranial Perdarahan intrakranial terjadi pada 20% - 40% bayi dengan berat lahir 60 x/menit),  Aktifitas otot pernapasan.  Napas cuping hidung, adalah suatu mekanisme kompensasi tubuh untuk memperbaiki fungsi pernapasan dengan mengikutsertakan otot bantu pernapasan. Seperti juga retraksi sebagai manifestasi otot bantu pernapasan di dada.  Merintih, adalah manifestasi tubuh untuk memperbaiki oksigenisasi dengan menciptakan reservoir udara di ruang orofaring.  Stridor, menandakan adanya penyempitan saluran napas atas.  Kadang-kadang sianosis, menandakan kurangnya kapasitas hemoglobin dan mengangkut oksigen.  Apnea, yaitu henti napas lebih dari 20 detik atau kurang dari 20 detik disertai bradikardia dan atau desaturasi. Penentuan kriteria klinis gangguan napas pada neonatus dapat mengikuti batasan skor gangguan napas skor Downe pada tabel 23. Skor gangguan napas tersebut digunakan secara serial tiap setengah jam untuk menilai progresivitas tingkat keparahan gangguan napas yang terjadi. Skor gangguan napas menurut Downe ditunjukkan oleh berat ringannya gejala yang terdiri dari frekuensi pernapasan, adanya sianosis, aliran udara masuk ke dalam saluran napas, adanya merintih dan retraksi. Skor 3 menandakan gangguan napas ringan 4-5 gangguan napas sedang dan 6 menunjukkan adanya gagal napas yang mengancam. Skor Downe digunakan lebih luas pada semua usia kehamilan.



98



Tabel Downe Score



Penyebab gangguan napas pada neonatus paling sering adalah transient tachypnea of the newborn (TTN), pneumonia neonatus (PN), sindrom aspirasi mekonium (SAM) dan sindrom distress respirasi (SDR). Transient tachypnea of the newborn (TTN) Transient tachypnea of the newborn atau TTN adalah takipnea yang terjadi sementara pada Neonatus. Hal ini merupakan penyakit ringan pada bayi mendekati cukup usia atau bayi cukup bulan yang memperlihatkan gawat pernapasan segera setelah kelahiran. Keadaan ini terjadi ketika bayi gagal membersihkan cairan dari alveoli, mukus atau memiliki cairan berlebih di dalam paru akibat aspirasi. Faktor risikonya adalah sebagai berikut: • Seksio sesarea. • Makrosomia. • Partus lama. • Laki-laki. • Ibu mendapatkan sedasi berlebihan. Pneumonia Pemaparan terhadap dan aspirasi bakteri ke dalam cairan ketuban mengarah ke pneumonia bawaan atau infeksi bakteri sistemik dengan manifestasi yang menjadi jelas sebelum persalinan (gawat janin, takikardia), pada saat kelahiran (asfiksia perinatal) atau setelah periode laten selama beberapa jam (gawat pernapasan, syok). Sindrom aspirasi mekonium (SAM) Gawat napas ini disebabkan oleh aspirasi mekonium oleh fetus dalam uterus atau oleh neonatus selama proses persalinan dan kelahiran. Cairan ketuban hijau kental ditemukan pada 15% persalinan, yang dapat mengakibatkan terjadinya sindrom aspirasi mekonium 10- 15% terutama pada neonatus cukup bulan dan lebih bulan. Pelepasan mekonium ke dalam cairan ketuban diakibatkan oleh keadaan hipoksia atau



99



gawat janin dalam uterus. Mekonium yang teraspirasi dapat menyebabkan sumbatan jalan napas dan reaksi inflamasi intensif. Adapun faktor risikonya adalah: • Kehamilan lebih bulan, hipertensi maternal. • Denyut jantung janin abnormal. • Preeklampsia. • Diabetes mellitus pada ibu. • Kecil masa kehamilan. • Penyakit pernapasan pada ibu atau penyakit SVP. Sindrom distres respirasi (SDR) Sindrom distres respirasi atau penyakit membran hialin (Hyaline membrane disease, HMD) adalah penyebab gangguan napas tersering pada bayi prematur, akibat imaturitas struktur dan fungsi paru-paru. Kejadian terutama pada neonatus dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu, sepertiga terjadi pada usia kehamilan 28-34 minggu dan kurang dari 5% terjadi pada usia kehamilan setelah 34 minggu. Semua faktor yang terlibat dalam perubahan fisiologis yang terjadi pada SDR tidak sepenuhnya dipahami tetapi disfungsi primer yang terjadi adalah produksi surfaktan yang kurang. Faktor yang meningkatkan atau menurunkan risiko HMD adalah: • Kelahiran kurang bulan. • Bayi laki-laki. • Predisposisi familial. • Seksio sesarea tanpa didahului proses persalinan. • Asfiksia perinatal. • Korioamnionitis. • Neonatus dari ibu diabetes. • Hydrops fetalis. Sedangkan faktor yang menurunkan risiko • Stres intrauteri yang kronis. • Ketuban pecah dini (KPD). • Hipertensi ibu. • Pemakaian narkotik oleh ibu. • Pertumbuhan janin terhambat (PJT) atau kecil untuk masa kehamilan (KMK). • Kortikosteroid antenatal. • Agen tokolitik. B.2.



Kegawatan Bayi Baru Lahir Dengan Penampakan Pucat



Pada pokok bahasan ini, akan dibahas kegawatan bayi baru lahir dengan penampakan pucat yang dibahas pada modul ini yaitu syok dan sepsis neonatorum. 100



Syok Pada Bayi Baru Lahir Syok adalah suatu sindrom akut yang rumit dan ditandai oleh perfusi sirkulasi yang tidak memadai pada jaringan untuk dapat memenuhi kebutuhan metabolisme organorgan vital. Disfungsi organ terjadi akibat aliran darah dan oksigenasi yang tidak memadai. Metabolisme seluler menjadi anaerob secara dominan dan memproduksi asam laktat serta asidosis metabolik. Syok dapat dibagi menjadi beberapa jenis menurut penyebab yaitu syok hipovolemik, syok septik (distributif), syok kardiogenik. Berikut ini akan dibahas masing – masing jenis syok. Syok Hipovolemik Syok jenis ini merupakan penyebab syok paling umum pada bayi baru lahir. Syok jenis ini dapat bersifat sekunder terhadap kehilangan darah antepartum atau postpartum. Kehilangan darah antepartum:  Perdarahan plasenta, solusio plasenta, plasenta previa atau terpotongnya plasenta selama seksio sesarea.  Transfusi fetofetal.  Transfusi fetomaternal. Patofisiologi dan presentasi klinis pada syok hipovolemik: Pada fase kompensasi, takikardia dan peningkatan resistensi vaskuler sistemik terjadi tetapi tekanan vena pusat dan produksi urin menurun. Syok Septik (Distributif) Pada jenis syok septik, terdapat volume darah normal tetapi volume tersebut didistribusikan secara buruk sehingga mengarah pada perfusi jaringan yang tidak memadai. Keadaan ini dapat disebabkan oleh peningkatan kapasitas vena atau paralisis vasomotorik.Pada kondisi sepsis, terdapat efek depresif langsung produk mikroba (termasuk endotoksin), pada sistem vaskuler selain adanya pelepasan substansi vasodilator. Patofisiologi dan presentasi klinis: Tanda awal sebagai syok ditemukan hangat dengan tekanan denyut lebar, ekstremitas hangat, takikardia dan tekanan darah serta produksi urin normal. Pada keadaan lebih parah, syok ini melaju menuju syok dingin dengan ekstremitas terasa dingin dan berbercak. Syok Kardiogenik Syok kardiogenik merupakan penyebab yang dapat menyebabkan curah jantung rendah. Asfiksia pada saat lahir dapat menyebabkan kontraktilitas yang buruk, disfungsi otot papilaris, dan regurgitasi trikuspid. Disfungsi miokardium yang bersifat sekunder untuk suatu agen infeksi (bakteri atau virus) atau abnormalitas metabolisme seperti hipoglikemia dan hipokalsemia.



101



Patofisiologi dan presentasi klinis: Mekanisme kompensasi dapat menyebabkan efek yang merusak. Peningkatan resistensi vaskuler mempertahankan suatu pasokan darah yang memadai untuk organ vital tetapi meningkatkan afterload ventrikel kiri. Presentasi syok kardiogenik mencakup: ekstremitas dingin berbercak, takikardia, hipotensi dan oliguria. Tatalaksana syok Secara umum tatalaksana syok adalah sebagai berikut:  Bolus intravena sejumlah 20 ml/kg darah utuh (whole blood), plasma beku segar (fresh frozen plasma), albumin, Ringer laktat atau salin normal.  Bayi kemudian dinilai kembali.Jika terdapat respon, teruskan perluasan volume tetapi jika tidak ada respon tambahkan agen inotropik.  Agen inotropik: mulai dengan infus dopamin kemudian tambahkan dobutamin jika ada indikasi.  Mengoreksi asidosis metabolik dengan infus sodium bikarbonat pada dosis 1-2 mEq/kg  Mengoreksi hipoksia dan memberikan dukungan pernapasan sesuai dengan kebutuhan.  Mengoreksi hipoglikemia dan ketidakseimbangan elektrolit jika ditemui. Berikut ini adalah tatalaksana syok secara spesifik menurut jenis penyebabnya: Syok hipovolemik Penggantian darah: darah utuh (whole blood) 10-20 ml/kg atau butir-butir darah merah 5-10 ml/kg selama 30 menit. Mengoreksi penyebab perdarahan jika memungkinkan. Syok septik Buat kultur (darah, urin dan CSF). Mulai terapi antibiotik empirik. Gunakan pengembang volume (volume expanders) dan agen inotropik sesuai kebutuhan. Catatan: Pemakaian kortikosteroid pada syok septik masih kontroversial. Syok kardiogenik Mengobati penyebab yang mendasari syok: kebocoran udara/air leaks: segera evakuasi udara serta mengobati aritmia Agen inotropik (dopamin dan dobutamin). Catatan: Agen inotropik merupakan kontraindikasi pada stenosis subaorta hipertropik. Sepsis Neonatorum Sepsis neonatorum adalah sindrom klinik penyakit sistemik disertai infeksi bakteri, infeksi jamur dan infeksi virus yang terjadi pada bayi baru lahir terutama dalam satu bulan pertama kehidupannya. Bakteri merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian neonatus. Angka kejadian sepsis neonatorum adalah 1 – 10 per 1000 kelahiran hidup dan mencapai 13 – 27 per 1000 kelahiran hidup pada bayi dengan berat kurang dari 1500 gram.



102



Bayi yang tetap hidup dapat mengalami cacat neurologis yang signifikan karena mengakibatkan kerusakan susunan saraf pusat, syok septik atau hipoksemia yang merupakan akibat sekunder dari penyakit paru parenkimal atau hipertensi paru yang menetap. Perlu perhatian khusus pada deteksi dini untuk tatalaksana lebih dini. Faktor risiko terjadinya sepsis neonatorum dapat dibagi menjadi faktor risiko pada ibu dan bayi baru lahir. 1)



Faktor risiko pada ibu  Demam intrapartum > 38°C.  Ketuban pecah dini > 18 jam.  Ketuban bercampur mekonium yang berbau serta persalinan dengan menggunakan alat yang tidak steril.  Persalinan kurang bulan.  Infeksi saluran kemih ibu.



2)



Faktor risiko pada bayi baru lahir  Kelahiran kurang bulan.  Sistem imun bayi baru lahir yang masih immature.  Bayi baru lahir menggunakan selang endotracheal, akses vena sentral, kateter, infus dan lainnya.  Bayi baru lahir yang mendapatkan susu formula.



Sepsis neonatorum yang disebabkan bakteri masih menjadi penyebab utama kesakitan dan kematian neonatus. Sepsis neonatorum sangat berbahaya dan bayi yang tetap hidup bisa mengalami cacat neurologis yang signifikan karena mengakibatkan kerusakan susunan sarafpusat (SSP), syok septik atau hipoksemia yang merupakan akibat sekunder dari penyakit paru parenkimal atau hipertensi paru yang menetap. Sepsis neonatorum merupakan penyakit pada neonatus yang secara klinis sakit dan menunjukkan biakan darah positif. Gejala sepsis sangat penting untuk diketahui oleh tenaga kesehatan agar dapat mewaspadai tanda bahaya sebagaimana tercantum pada tabel berikut.



103



104



Tabel Tanda Bahaya Sepsis Neonatorum



Temuan fisik dapat tidak spesifik dan seringkali “subtle”. Gejala umum yang sering ditemukan adalah sebagai berikut :  Gawat nafas: apneu, takipneu, sianosis (paling sering).  Hipotermi (paling sering) atau hipertermia.  Gejala gastrointestinal seperti muntah, diare, distensi abdomen, ileus dan sulit minum  Hepatomegali.  Ikterus.  Hipoglikemi atau hiperglikemia.  Letargi.  Irritability.  Kejang.  Fontanel menonjol atau penuh.  Ketidakstabilan vasomotor.  Syok.  Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC). Temuan pada pemeriksaan penunjang adalah Leukositosis (>20.000) atau leukopeni (< 5.000), trombositopenia, hitung jenis neutrofil absolute < 1500 (mungkin terlihat pada kasus sepsis), rasio neutrofil immature: Neutrofil total (IT Ratio) lebih tinggi dari 0,2 (Diketahui berhubungan dengan meningkatnya infeksi bakteri, namun peningkatan IT Ratio tidak spesifik hanya untuk infeksi. Kejang, hipoglikemia, aspirasi, mekonium dan pneumothoraks juga berkaitan dengan meningkatnya IT Ratio, peningkatan CRP serial setiap 12 jam (nilai normal < 0,5 105



mg/dl), LED meningkat. Hal ini merupakan indikator infeksi yang tidak lansung (nilai normal pada 2 minggu pertama dihitung dengan cara usia bayi dalam hari ditambah 3 sedangkan pada usia lebih dari 2 minggu nilainya adalah 10-20 ml/jam). Kultur darah positif, hal ini perlu diulang 48 jam setelah terapi antibiotik. Kultur urin positif, hal ini harus didapatkan dari semua bayi baru lahir yang dicurigai sepsis awitan lambat dengan cara katerisasi ataupun aspirasi suprapubik kandung kemih. Selain itu dapat dilakukan kultur cairan serebrospinal, kultur setempat, kultur aspriat trakea pada bayi yang diintubasi, kultur luka kulit serta kultur feses. Tatalaksana Sepsis Sepsis neonatorum awitan dini Profilaksis antimikroba intrapartum (PAI) • Rekomendasi terkini untuk terapi antibiotika intrapartum. • Persalinan kurang bulan 18 jam Demam intrapartum pada ibu (38°C) Anak sebelumnya terkena infeksi GBS simptomatik Bakteriuria GBS pada ibu selama kehamilan ini Neonatus yang lahir dari ibu yang mendapatkan PAI termasuk: Jika bayi menunjukkan tanda sepsis, ambil kultur dan mulai berikan antibiotika Jika bayi tidak menunjukkan tanda sepsis, kehamilan 35 minggu dan ibu mendapatkan sedikitnya 2 dosis antibiotika, amati bayi dengan ketat. Tidak perlu kultur ataupun antibiotika Jika bayi tidak menunjukkan tanda sepsis, kehamilan 5 mg% (85 μmol/L) Bilirubin tersebut diproduksi dengan pecahnya haemoglobin yang berlebihan dari sel darah merah. Kondisi tersebut merupakan kondisi normal pada bayi baru lahir apabila kuningnya bayi baru lahir terjadi timbul pada hari kedua ataupun ketiga serta kenaikan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg%. Pada bayi yang mendapatkan ASI masih mungkin terlihat kuning. Kuning yang berhubungan dengan pemberian ASI dapat berupa Breastfeeding Jaundice dan Breastmilk Jaundice. 107



Breastfeeding Jaundice adalah kuning pada bayi baru lahir yang terjadi pada hari kedua dan hari ketiga pada waktu ASI belum banyak. Kondisi ini tidak memerlukan pengobatan dan tidak perlu diberikan air putih atau air gula. Ibu harus memberikan kesempatan kepada bayinya untuk menyusu sehingga kolostrum akan cepat keluar dengan hisapan bayi terus menerus. Cara terbaik untuk menghindari risiko kuning pada bayi baru lahir adalah dengan memberikan ASI sesering mungkin. Breastmilk Jaundice adalah kadar bilirubin indirek masih meningkat setelah 4-7 hari pertama. Kondisi ini dapat berlangsung lama hingga 3-12 minggu. Penyebab kuning ini berhubungan dengan pemberian ASI dari seseorang ibu tertentu dan biasanya timbul setelah bayi disusukan. Terdapat dua paham dalam tatalaksana Breastmilk Jaundice yaitu menurut American Academy of Pediatrics (AAP) bahwa pada kasus ini tidak dianjurkan menghentikan ASI. Penggantian ASI dengan air putih, air gula dan atau susu formula tidak menurunkan kadar bilirubin. Lain halnya menurut Gartner dan Aurbach bahwa pada sebagian kasus dapat dilakukan penghentian ASI sementara dengan tujuan untuk menegakkan diagnosis. Apabila penghentian ASI selama 24 jam tidak berpengaruh terhadap kadar bilirubin, maka jelas penyebabnya bukan ASI, sehingga ASI dapat dilanjutkan sambil mencari penyebab hiperbilirubinemia. Meski demikian, ikterus yang terjadi pada setiap bayi baru lahir hendaknya perlu ditangani secara seksama, karena peningkatan bilirubin yang sangat tinggi dapat masuk ke dalam syaraf dan merusak sehingga otak terganggu dan mengakibatkan kecacatan sepanjang hidupnya ataupun kematian (ensepalopati biliaris/ bilirubin ensepalopati). Diagnostik ikterus pada baru lahir dapat melalui anamnesis dan pemeriksaan klinis serta pemeriksaan penunjang.



Anamnesis  Riwayat ikterus pada anak sebelumnya.  Riwayat anemia dengan pembesaran hati, limpa atau pengangkatan limpa dalam keluarga.  Riwayat penggunaan obat selama ibu hamil.  Riwayat infeksi maternal; ketuban pecah dini.  Riwayat trauma persalinan, asfiksia. Pemeriksaan Klinis Pemeriksaan klinis ikterus dapat dilakukan pada bayi baru lahir dengan pencahayaan yang memadai. Hal ini dilakukan terutama apabila tidak ada pemeriksaan penunjang kadar bilirubin serum total, namun jika tersedia maka akan sangat berguna untuk dasar mengamati penjalaran ikterus ke kaudal tubuh.



108



Berikut ini cara menentukan tingkat keparahan ikterus secara kasar dengan melihat pewarnaan kuning pada tubuh dengan metode kremer.  Tekan kulit dengan ringan menggunakan jari tangan untuk memastikan warna kulit dan jaringan subkutan:  Hari 1, tekan pada ujung hidung dan dahi.  Hari 2, tekan pada lengan dan tungkai.  Hari 3 dan seterusnya, tekan pada tangan dan kaki.  Kemudian sesuaikan hasil pemeriksaan dengan tabel pembagian ikterus menurut metode kremer berikut ini: Tabel Pembagian Ikterus Menurut Kramer



Berikut ini kondisi yang perlu perhatian serius dan segera lakukan terapi sinar apabila:  Ikterus terlihat dibagian mana saja dari tubuh bayi baru lahir pada hari pertama.  Ikterus terlihat pada lengan dan tungkai sampai ke tangan dan kaki pada hari kedua. Pemeriksaan tanda klinis lainnya perlu diperhatikan seperti gangguan minum, keadaan umum, apnea, suhu yang labil. Hal tersebut sangat membantu disamping keadaan hiperbilirubinemianya. Pemeriksaan Penunjang  Kadar bilirubin serum total (bila ditemukan ikterus pada 24 jam pertama).  Jika tersedia fasilitas maka dapat dilakukan pemeriksaan.  Pemeriksaan golongan darah (ABO dan Rhesus) pada ibu saat kehamilan dan bayi pada saat kelahiran.  Pemeriksaan kadar G6PD dalam darah (Bila terdapat riwayat keluarga menderita G6PD dan fasilitas memungkinkan). C.



Kegawatan saluran cerna pada bayi baru lahir



Kegawatan saluran cerna dibagi menjadi kegawatan saluran cerna kasus bedah dan non-bedah. Kegawatan saluran cerna kasus bedah secara klinis terutama ditandai oleh adanya muntah bilier (empedu) yang berwarna hijau atau feses karena adanya 109



sumbatan saluran cerna. Sedangkan kegawatan saluran cerna non bedah terutama ditandai oleh adanya muntah darah (merah). Kegawatan saluran cerna bedah Sumbatan merupakan kegawatan saluran cerna kasus bedah paling sering dijumpai. Sumbatannya dapat total (atresia) atau parsial (penyempitan, stenosis). Penyebabnya adalah kelainan akibat proses rotasi dan fiksasi pada periode minggu ke tiga sampai ke lima usia kehamilan. Penyebab lain yang dapat menimbulkan sumbatan atau penyempitan saluran cerna adalah tidak terbentuknya persarafan pada saluran cerna (penyakita hirschsprung), sumbatan mekonium, abses atau perlengketan akibat peritonitis, bands peritoneal, volvulus dan hernia (inguinal, diafragma). Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat keluarga adanya sumbatan saluran cerna seperti penyakit Hirschsprung dan atresia jejunum. Gejala dan tanda klinis yang sering ditemukan adalah polihidramnion pada riwayat kehamilannya, muntah bilier (empedu) berwarna hijau, kembung, terlambat keluarnya mekonium lebih dari 48 jam. Apabila ada fasilitas pemeriksaan rontgen polos abdomen akan didapatkan gambaran:  Gelembung udara tunggal atau ganda yang menandakan sumbatan saluran cerna setingkat lambung dan duodenum.  Gelembung udara minimal menunjukkan sumbatan setingkat jejunum dan ileum. Tata laksana rujukan:  Baringkan neonatus pada posisi anti-trendelenburg.  Pasang pipa orogastrik, dan lakukan isapan periodik terus menerus.  Puasakan dan pasang akses intravena untuk memberikan tunjangan cairan, elektrolit dan nutrisi.  Laksanakan prosedur rujukan secara umum dengan menjaga kestabilan jalan napas, oksigenisasi, sirkulasi dan suhu tubuh neonatus. Kegawatan saluran cerna non bedah: Kegawatan saluran cerna non bedah ditandai oleh adanya perdarahan berupa muntah darah (hematemesis) dan berak berdarah (hematosezia dan melena). Hematemesis berwarna merah segar menunjukkan perdarahan saluran cerna bagian proksimal, sedangkan hematemesis merah tua sampai coklat menandakan perdarahan saluran cerna bagian distal. Hematosezia adalah berak berdarah warna merah segar, sedangkan melena adalah buang air besar berdarah warna merah tua sampai coklat. Hematosezia disebabkan adanya perdarahan saluran cerna bagian bawah sedangkan melena menadakan adanya perdarahan saluran cerna bagian atas. Diagnosis perdarahan saluran cerna ditujukan untuk mengidentifikasi penyebab yang berhubungan dengan kelainan faktor pembekuan atau karena kerusakan primer pada dinding pembuluh darah.Kelainan faktor penjendalan darah pada neonatus terutama disebabkan oleh defisiensi vitamin K1. 110



Gejala klinis lainnya adalah: 1. Keadaan umum neonatus pada umumnya tidak tampak sakit berat pada tahap awal, 2. Tanda vital seperti tekanan darah, frekuensi jantung dan pernapasan normal 3. Tidak ada tanda-tanda infeksi, tidak ada tanda-tanda akut abdomen yang menunjukkan proses strangulasi pembuluh darah abdomen, 4. Gambaran pemeriksaan foto polos abodomen tidak menunjukkan kelainan. 5. Perdarahan saluran cerna  Hal ini disebabkan kelainan primer pada pembuluh darah saluran cerna biasanya disebabkan oleh infeksi dan proses strangulasi.  Proses infeksi saluran cerna yang menimbulkan buang air besar berdarah disebabkan oleh bakteri atau parasit yang menginfiltrasi dinding saluran cerna secara invasif seperti Escherichia coli atau Entamoeba histolitica.  Infeksi sistemik yang berat pada neonatus terutama pada bayi berat lahir rendah akan menimbulkan enterokolitis nekrotikans yang menampakkan gejala hematemesis dan melena.  Pada pemeriksaan rontgen abdomen menunjukkan gambaran infeksi yang luas pada saluran cerna seperti adanya penebalan usus sampai gelembung udara pada dinding saluran cerna (pneumatosis intestinalis). Tatalaksana kegawatan saluran cerna non bedah adalah:  Pasang pipa orogastrik, dan lakukan hisapan periodik terus menerus.  Puasakan dan pasang akses intravena untuk memberikan tunjangan cairan, elektrolit dan nutrisi.  Laksanakan prosedur rujukan secara umum dengan menjaga kestabilan jalan napas, oksigenisasi, sirkulasi dan suhu tubuh neonatus. D.



Kejang pada bayi baru lahir



Kejang adalah episode kehilangan kesadaran yang berhubungan dengan kegiatan motorik atau sistem otonom abnormal. Angka kejadian kejang adalah 0.5% dari semua neonatus cukup bulan dan kurang bulan. Kejadiannya lebih tinggi (3.9%) pada bayi kurang bulan dengan usia kehamilan < 30 minggu). Penyebab kejang yang paling sering ditemui adalah hypoxic ischemic encephalopathy (HIE)/asfiksia, infeksi (TORCH, meningitis, septisemia), gangguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesemia, hiponatremia, ensefalopati hiperbilirubin), perdarahan SSP (intraventrikular, subdural, trauma). Empat jenis kejang yang sering ditemui pada neonatus yaitu kejang tonik, klonik, mioklonik dan subtle. Kejang tonik adalah gerakan fleksi dan ekstensi pada ekstremitas atas, leher dan tubuh. Pada ekstremitas bawah lebih terlihat gerakan ekstensi.Kejang tonik lebih



111



sering dijumpai pada neonatus kurang bulan, terutama terkait dengan kelainan difusi SSP dan perdarahan intraventrikular. Kejang klonik adalah gerakan kejut pada ekstremitas yang perlahan dan berirama (1-3 x/menit). Setiap gerakan terdiri dari satu fase gerakan yang cepat dan diikuti oleh fase yang lambat. Perubahan posisi atau memegang ekstremitas yang bergerak tidak akan menghambat gerakan tersebut. Umumnya terjadi pada neonatus cukup bulan >2500 gram, tidak terjadi hilang kesadaran, berkaitan dengan trauma fokal, infark atau gangguan metabolik. Kejang mioklonik terlihat sebagai gerakan fleksi kepala dan tubuh dengan fleksi atau ekstensi ekstremitas.Kejang tersebut berkaitan dengan kelainan difus SSP. Kejang subtle (tidak terus menerus/tidak jelas) terlihat sebagai gerakan stereotip ekstremitas seperti gerakan mengayuh sepeda atau berenang, deviasi atau gerakan kejutan pada mata dan mengedip berulang kali, ngiler, mengisap atau mengunyah, apnea atau perubahan tiba-tiba pada pola pernapasan, fluktuasi yang berirama pada tanda vital. Berikut ini adalah tatalaksana kejang pada neonatus meliputi obat anti kejang, dosis dan efek sampingnya. Tabel Obat Anti Kejang Pada Neonatus.



112



MATERI 4 PELAYANAN KESEHATAN NEONATAL ESENSIAL SETELAH LAHIR (6 JAM– 28 HARI) I. DESKRIPSI SINGKAT Sebagian besar kematian neonatal yang terjadi pasca lahir disebabkan oleh penyakit – penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan biaya terjangkau, mudah dilakukan, bisa dikerjakan dan efektif. Untuk itu pengenalan tanda bahaya sedini mungkin melalui pemeriksaan bayi baru lahir (BBL) diperlukan untuk mengetahui apakah BBL dalam keadaan sehat atau sakit. Pemeriksaan ini dilakukan dengan memeriksa tanda dan gejala utama pada bayi dengan menggunakan bagan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) yang merupakan bagian dari Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Manajemen Terpadu Balita Sakit merupakan salah satu standar pelayanan kesehatan anak di pelayanan kesehatan primer. Pelayanan kesehatan anak yang sesuai standar MTBS sejalan dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Permenkes No. 25 Tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak serta Standar Pelayanan Minimal Kabupaten/Kota. Standar pelayanan dengan Manajemen Terpadu Bayi Muda yang terintegrasi di dalam MTBS ini dinilai efektif dan memberikan kontribusi sangat besar untuk menurunkan angka kematian neonatus, bila dilaksanakan secara benar dan menyeluruh. Dengan pendekatan ini, petugas kesehatan diharapkan mampu melakukan penilaian tanda bahaya, melakukan klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan bayi muda, melakukan tindakan atau pengobatan jika diperlukan, memberikan konseling dan memberikan pelayanan tindak lanjut.



II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan pelayanan neonatal esensial setelah lahir (6 jam – 28 hari) B. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah selesai pelatihan ini, peserta pelatihan mampu: a. Melakukan bimbingan pemberian ASI b. Melakukan Perawatan Metode Kanguru (PMK) c. Melakukan tatalaksana neonatus dengan menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) d. Mengetahui Program Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) 113



III. POKOK BAHASAN Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan - pokok bahasan sebagai berikut yaitu: A. Pokok bahasan dan Subpokok bahasan : 1. Bimbingan pemberian ASI a. Posisi menyusui yang baik dan perlekatan yang benar b. Pemantauan kecukupan ASI c. Pemberian Pengganti ASI (PASI) pada bayi yang tidak bisa mendapat ASI a. Indikasi pemberian Susu Formula sebagai PASI b. Pemberian Susu Formula sebagai PASI d. Pemantauan pertumbuhan bayi baru lahir dengan grafik WHO 2005 2. Perawatan metode kanguru 3. Tatalaksana neonatus dengan menggunakan pendekatan MTBM a. Penilaian dan klasifikasi dengan menggunakan pendekatan MTBM 1) Cara pengisian formulir pencatatan 2) Penilaian dan Klasifikasi untuk kemungkinan penyakit sangat berat atau infeksi bakteri 3) Penilaian dan klasifikasi untuk masalah diare 4) Penilaian dan klasifikasi untuk masalah ikterus 5) Memeriksa status HIV 6) Penilaian dan klasifikasi untuk kemungkinan berat badan rendah dan/atau masalah pemberian ASI b. Tindakan dan pengobatan dengan menggunakan pendekatan MTBM 1) Tindakan pengobatan pada bayi muda yang tidak memerlukan rujukan a) Menjaga bayi muda tetap hangat b) Memberi antibiotika oral yang sesuai c) Mengobati infeksi bakteri lokal d) Melakukan rehidrasi oral baik di klinik maupun dirumah e) Mengobati luka atau bercak putih di mulut 2) Konseling bagi ibu a) Menggunakan keterampilan komunikasi yang baik b) Menasihati dan mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah c) Menasihati dan mengajari ibu cara mengobati infeksi bakteri lokal di rumah d) Mengajari cara merawat tali pusat e) Menasihati ibu untuk memberikan cairan tambahan pada waktu bayi sakit f) Menasihati ibu kapan harus kembali segera g) Konseling untuk bayi risiko tinggi 3) Pelayanan Tindak Lanjut 1. Kunjungan ulang pada infeksi bakteri lokal 2. Kunjungan ulang pada ikterus 3. Kunjungan ulang pada diare tanpa dehidrasi dan dehidrasi ringan/sedang 4. Kunjungan ulang pada masalah berat badan rendah menurut umur 114



5. Kunjungan ulang pada masalah luka atau bercak putih (thrush) di mulut c. Melakukan rujukan sesuai MTBM 1) Menentukan perlunya rujukan bagi bayi muda 2) Tindakan dan pengobatan pra-rujukan a) Menangani gangguan napas pada penyakit sangat berat atau infeksi bakteri berat b) Menangani kejang dengan obat anti kejang c) Mencegah agar gula darah tidak turun d) Memberikan cairan intravena e) Memberikan antibiotika intramuskular f) Menghangatkan tubuh bayi segera 4. Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) a. Menjelaskan pelayanan Skrining Hipotiroid Kongenital 1) Pengertian 3) Etiologi dan Patofisiologi 4) Gejala dan tanda kelainan HK 5) Dampak HK b. Melakukan proses skrining Hipotiroid Kongenital 1) Persiapan 2) Pengambilan spesimen 3) Tatalaksana spesimen 4) Skrining BBL pada bayi prematur atau BBLR/ Bayi sakit 5) Kuning pada bayi baru lahir yang mendapat ASI c. Melakukan tindak lanjut hasil skrining 1) Hasil tes laboratorium 2) Pelacakan kasus 3) Tes konfirmasi IV. BAHAN BELAJAR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.



Modul Pelatihan Tayangan powerpoint Panduan Penugasan Lembar kasus Petunjuk simulasi Skenario role play Buku Bagan MTBM Form MTBM Buku KIA Daftar tilik 1 set alat bantu pelatihan dan Bahan habis pakai untuk pelayanan neonatal esensial setelah lahir. 12. Manekin bayi 13. Video Tutorial



115



V. URAIAN MATERI



Pokok Bahasan 1: Bimbingan Pemberian ASI 1. Posisi Menyusu yang Baik dan Perlekatan yang Benar a) Posisi Menyusui yang Baik Sebelum membantu memperbaiki posisi dan perlekatan ibu menyusui, perlu menilai kegiatan menyusui dengan cara sebagai berikut :  Memperhatikan kondisi ibu  Memperhatikan cara ibu menggendong bayi  Memperhatikan kondisi bayi  Mengamati bagaimana respons bayi ke payudara  Mengamati bagaimana cara ibu memegang payudara selama menyusui  Mengamati perlekatan dan hisapan bayi  Mengamati bagaimana kegiatan menyusui berakhir  Mengamati kondisi payudara ibu Pada simulasi akan diperagakan ibu A dan ibu B. Ibu A adalah ibu yang nyaman menyusui bayinya sehingga terlihat bonding (ikatan kasih sayang antara ibu dan bayi). Bayi ibu A dalam posisi dan perlekatan yang baik sehingga bayi menyusu secara efektif. Sedangkan ibu B sedih dan tidak nyaman, tidak terlihat bonding dan bayi tampak kesulitan menyusu. Simulasi selanjutnya adalah ibu yang mengalami kesulitan menyusui sehingga perlu mendapatkan bantuan posisi dan perlekatan menyusui. Cara membantu ibu mengatur posisi bayinya : 1. Sapa ibu dengan ramah, perkenalkan diri dan tanyakan nama ibu dan bayinya 2. Nilailah kegiatan menyusuinya 3. Jelaskan apa yang mungkin bisa membantu dan tanyakan apakah ibu berkenan kita menunjukkan caranya 4. Pastikan ibu merasa nyaman dan santai, baik dalam posisi duduk atau berbaring 5. Petugas kesehatan menunjukkan posisi duduk nyaman dengan boneka 6. Jelaskan cara memegang bayinya yang ditunjukkan dengan boneka : Empat butir kunci memegang bayi :  Kepala dan badan bayi lurus, menghadap ke perut ibu.  Badan bayi dekat dengan badan ibu, perut bayi menempel pada badan ibu.  Ibu menyangga seluruh badan belakang bayi  Wajah bayi menghadap payudara dan hidung berhadapan dengan puting.



116



7. Untuk bayi yang lebih muda, seluruh badan bayi perlu disangga dan bagi bayi yang lebih tua letakkan kepala bayi pada lengan diantara lengkung siku dan pergelangan tangan ibu sementara bokong bayi diatas pangkuan ibu 8. Memperbaiki posisi dengan memperhatikan empat butir kunci dapat diterapkan pada kondisi ibu menyusui sambil duduk, berbaring, bersandar (reclining) maupun telentang.



Posisi ibu duduk nyaman



Posisi menyusui cradle/madona



Posisi menyusui bawah lengan/football



Posisi menyusui menyilang



Posisi menyusui berbaring



Posisi menyusui telentang



b) Perlekatan yang Benar Langkah selanjutnya adalah menunjukkan cara perlekatan menyusui sebagai berikut: 1. Saat bayi mulai menyusu, sentuhkan puting pada pipi atau bibir bayi bagian atas untuk merangsang agar mulut bayi terbuka lebar.



117



2.



3.



4.



5.



Ketika mulut bayi terbuka lebar, dekatkan bayi ke payudara ibu sehingga sebagian besar areola (bagian yang berwarna gelap pada payudara) masuk ke mulut bayi. Tanda-tanda pelekatan yang baik : a. Tampak areola lebih banyak diatas mulut bayi daripada dibawahnya b. Mulut bayi terbuka lebar c. Bibir bawah bayi melengkung keluar. d. Dagu bayi menempel ke payudara. Tanda-tanda lain yang dapat dilihat adalah kepala bayi agak menengadah, pipi bayi membulat, bayi menghisap pelan dan dalam serta terdengar suara bayi menelan. Payudara sebaiknya ditopang dengan cara membentuk huruf C yaitu empat jari menopang payudara bagian bawah dan ibu jari untuk membantu menyentuhkan puting ke bibir bayi agar mulut bayi terbuka lebar.



6.



Susui bayi bergantian dari satu payudara sampai kosong sebelum pindah ke payudara yang lainnya, agar bayi mendapat susu akhir yang mengandung banyak lemak sebagai sumber energi (tenaga).



7.



Setelah memperbaiki pelekatan yang tidak baik, ibu akan spontan mengatakan rasanya lebih baik dan tidak lagi merasa kesakitan. Ibu merasa nyaman menyusui, terlihat bahagia dan bayinya melekat dengan baik.



8.



Pada proses pelekatan menyusui yang baik, bayi menarik jaringan payudara membentuk „dot panjang‟, puting hanya sekitar sepertiga dari ‟dot‟ tersebut. Bayi menyusu pada payudara, bukan pada putingnya saja. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini :



118



Pesan penting dalam menyusui: 1. Kolostrum jangan dibuang, karena kolostrum (ASI yang keluar pada hari 1-7 yang berwana kekuningan) mengandung zat antibodi untuk kekebalan tubuh bayi



Kolostrum, ASI Awal dan ASI Akhir 2. Hisapan bayi sangat mempengaruhi produksi ASI, agar ibu menghasilkan cukup ASI, bayinya harus sering menyusu. 3. Rawat gabung ibu bersama bayi selama 24 jam sehari membuat bayi dapat menyusu sesering mungkin sesuai keinginan bayi 4. Susui bayi lebih sering dan bangunkan bayi untuk menyusu bila bayi tidur lebih dari 2 jam 5. Perhatikan posisi dan pelekatan menyusui yang benar agar puting susu tidak lecet atau luka. Jika puting susu lecet, olesi dengan ASI 6. Berkomunikasi dengan bayi (kontak mata, sentuh bayi, berbicara padanya) terutama pada saat menyusui. Hal ini disertai perasaan positif (senang, puas, percaya diri) akan membantu refleks oksitosin yang akan memperlancar pengeluaran ASI. 2.



Memantau Kecukupan ASI Seringkali ibu menganggap dirinya tidak punya cukup ASI, namun ternyata bayinya mendapatkan semua yang dibutuhkan. Hampir semua ibu dapat menghasilkan ASI yang cukup untuk bayinya bahkan melebihi dari yang bayi mereka perlukan. Tingkah laku normal pada bayi merupakan salah satu pertanda asupan ASI yang 119



cukup. Biasanya, kolostrum yang keluar pada 1-3 hari pertama masih berjumlah sedikit. Hal ini merupakan suatu kewajaran karena ukuran lambung bayi pun masih seukuran kelereng. Kecukupan ASI dapat dipantau dengan menilai kemajuan bayi bayi terutama pada minggu pertama : Sehingga umumnya tanda yang dapat dipercaya yang menunjukkan seorang bayi tidak mendapat cukup ASI adalah : - Pertambahan berat badan kurang (pertumbuhan berjalan lambat dari kurva standar) - Pengeluaran air seni pekat dan sedikit (kurang dari 6 kali sehari) Hari I



Hari II



Hari III-IV



Hari V



Gambaran tinja pada popok Noda Urates berwarna oranye pada popok adalah normal sampai 96 jam



Gambaran urine pada popok



Kenaikan berat badan bayi



Sedangkan tanda-tanda berikut ini adalah tanda bahwa „mungkin‟ bayi tidak mendapat cukup ASI: - Bayi tidak merasa puas setelah disusui - Bayi sering menangis



120



-



Sering sekali menyusu Menyusui sangat lama Bayi menolak disusui Tinja bayi keras, kering atau berwarna hijau Bayi jarang buang air besar dan tinjanya kecil-kecil Tidak ada ASI yang keluar ketika ibu memerah Payudara tidak membesar (selama kehamilan) ASI belum “keluar” (setelah melahirkan)



Tanda-tanda tersebut mungkin berarti bayi tidak mendapat cukup ASI. Akan tetapi, kita tidak dapat memastikan, dan perlu memeriksa tanda-tanda yang dapat dipercaya. Alasan mengapa bayi mungkin tidak mendapat cukup ASI: Tabel Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecukupan ASI Faktor Faktor Ibu Menyusui Psikologis Fisik         



Awal yang tertunda Perlekatan tidak baik Menyusui pada waktuwaktu tetap Menyusui tidak sering Tidak menyusui malam hari Menyusui dalam waktu singkat Botol, empeng Makanan lain Cairan lain (air putih, teh)



    



Kurang percaya diri Khawatir, stress Tidak senang menyusui Penolakan terhadap bayi Kelelahan



       



UMUM



Pil kontrasepsi Diuretika Kehamilan Malnutrisi berat Alkohol Perokok Tertinggalnya sisa plasenta (jarang) Perkembangan payudara tidak baik (amat jarang)



Kondisi Bayi



 



Penyakit Kelainan bawaan



TIDAK UMUM



Faktor psikologis seringkali berada di balik faktor menyusui, misalnya, kurang percaya diri menyebabkan ibu memberi susu botol. Kelelahan mengakibatkan



121



ibu memberikan minum bayinya tidak sering. Carilah alasan umum ini terlebih dahulu. Alasan „kondisi fisik ibu‟ dan „kondisi bayi‟ adalah tidak umum. Jadi bukan hal yang umum bagi seorang ibu memiliki kesulitan fisik dalam menghasilkan cukup ASI. Pikirkan alasan tidak umum ini hanya jika tidak dapat menemukan satu pun alasan yang umum. Bayi yang tidak mendapat cukup ASI biasanya karena bayi tidak cukup sering menyusu, atau tidak menyusu secara efektif. Seringkali kurang tepatnya pelekatan pada payudara adalah penyebab yang membuat seorang ibu berfikir bahwa bayinya tidak puas menyusu dan ASInya tidak cukup. Kelangsungan pemberian ASI dipengaruhi oleh posisi menyusui yang baik dan posisi perlekatan yang benar. Pada sebagian besar kasus dengan memberikan bantuan perbaikan posisi dan perlekatan menyusui, kesulitan dapat diatasi. 3.



Pemberian Pengganti ASI (PASI) pada Bayi yang Tidak Bisa Mendapat ASI a. Indikasi Pemberian PASI Pada keadaan dimana pemberian ASI eksklusif tidak dimungkinkan sebagaimana tercantum didalam pasal 7 PP 33 tahun 2012 tentang Pemberian ASI Ekslusif, bahwasanya ketentuan kewajiban ibu memberikan ASI eksklusif kepada Bayi yang dilahirkan, tidak berlaku pada keadaan-keadaan, antara lain: 1) Terdapat indikasi medis Yang termasuk indikasi medis disini adalah kondisi medis bayi dan/ atau kondisi medis ibu yang tidak memungkinakan dilakukannya pemberian ASI Eksklusif, antara lain: a) Bayi yang hanya dapat menerima susu dengan formula khusus, yaitu Bayi dengan kriteria:  Bayi dengan galaktosemia klasik, yang memerlukan formula khusus bebas galaktosa;  Bayi dengan penyakit kemih beraroma sirup maple (maple syrup urine disease), yang memerlukan formula khusus bebas leusin, isoleusin, dan valin; dan/atau  Bayi dengan fenilketonuria, yang membutuhkan formula khusus bebas fenilalanin, dan dimungkinkan beberapa kali menyusui, di bawah pengawasan. b) Bayi yang membutuhkan makanan lain selain ASI selama jangka waktu terbatas, yaitu:  Bayi lahir dengan berat badan kurang dari 1500 (seribu lima ratus) gram (berat lahir sangat rendah);  Bayi lahir kurang dari 32 (tiga puluh dua) minggu dari usia kehamilan yang sangat prematur; dan/atau



122







c)



Bayi baru lahir yang berisiko hipoglikemia berdasarkan gangguan adaptasi metabolisme atau peningkatan kebutuhan glukosa seperti pada Bayi prematur, kecil untuk umur kehamilan atau yang mengalami stress iskemik/intrapartum hipoksia yang signifikan, Bayi yang sakit dan Bayi yang memiliki ibu pengidap diabetes, jika gula darahnya gagal merespon pemberian ASI baik secara langsung maupun tidak langsung Kondisi medis ibu yang tidak dapat memberikan ASI Eksklusif karena harus mendapat pengobatan sesuai dengan standar. Kondisi ibu tersebut antara lain:  ibu yang dapat dibenarkan alasan tidak menyusui secara permanen karena terinfeksi Human Immunodeficiency Virus. Dalam kondisi tersebut, pengganti ASI harus memenuhi kriteria: dapat diterima, layak, terjangkau, berkelanjutan, dan aman (acceptable, feasible, affordable, sustainable, and safe). Kondisi tersebut bisa berubah jika secara teknologi ASI Eksklusif dari ibu terinfeksi Human Immunodeficiency Virus dinyatakan aman bagi bayi dan demi untuk kepentingan terbaik Bayi. Kondisi tersebut juga dapat diberlakukan bagi penyakit menular lainnya;  ibu yang dapat dibenarkan alasan menghentikan menyusui sementara waktu karena: 1. penyakit parah yang menghalangi seorang ibu merawat Bayi, misalnya sepsis (infeksi demam tinggi hingga tidak sadarkan diri); 2. infeksi Virus Herpes Simplex tipe 1 (HSV-1) di payudara; kontak langsung antara luka pada payudara ibu dan mulut Bayi sebaiknya dihindari sampai semua lesi aktif telah diterapi hingga tuntas; 3. pengobatan ibu: i. obat–obatan psikoterapi jenis penenang, obat anti–epilepsi dan opioid dan kombinasinya dapat menyebabkan efek samping seperti mengantuk dan depresi pernapasan dan lebih baik dihindari jika alternatif yang lebih aman tersedia; ii. radioaktif iodine–131 lebih baik dihindari mengingat bahwa alternatif yang lebih aman tersedia, seorang ibu dapat melanjutkan menyusui sekitar 2 (dua) bulan setelah menerima zat ini; iii. penggunaan yodium atau yodofor topikal misalnya povidone–iodine secara berlebihan, terutama pada luka terbuka atau membran mukosa, dapat menyebabkan penekanan hormon tiroid atau kelainan elektrolit pada Bayi yang mendapat ASI dan harus dihindari; dan iv. sitotoksik kemoterapi yang mensyaratkan seorang ibu harus berhenti menyusui selama terapi. 123



2)



b.



Ibu tidak ada atau Ibu terpisah dari bayi dalam jangka waktu yang lama Kondisi yang tidak memungkinkan Bayi mendapatkan ASI Eksklusif karena ibu tidak ada atau terpisah dari Bayi dapat dikarenakan ibu meninggal dunia, ibu tidak diketahui keberadaannya, ibu terpisah dari Bayi karena adanya bencana atau kondisi lainnya dimana ibu terpisah dengan Bayinya sehingga ibu tidak dapat memenuhi kewajibannya atau anak tidak memperoleh haknya.



Pemberian Susu Formula sebagai PASI a)



Pemberian susu formula sebagai PASI pada bayi kurang bulan (BKB) Bayi kurang bulan memerlukan kalori, lemak dan protein lebih banyak dari bayi cukup bulan agar dapat menyamai pertumbuhannya dalam kandungan. ASI bayi prematur mengandung kalori, protein dan lemak lebih tinggi dari ASI matur setelah 3-4 minggu. Jadi untuk BKB kurang dari 34 minggu setelah 3 minggu kebutuhan tidak terpenuhi lagi. Untuk mengatasi masalah nutrisi selanjutnya, dianjurkan penambahan penguat ASI atau Human Milk Fortifier (HMF) yang saat ini belum tersedia secara meluas di Indonesia. Untuk itu, apabila tidak tersedia HMF, maka pemberian susu premature masih dapat dibenarkan. Lebih khususnya tentang pemberian formula pada bayi premature, dilakukan menurut standar Profesi Dokter Spesialis Anak dan tidak diperdalam didalam modul ini.



b) Pemberian susu formula sebagai PASI pada bayi cukup bulan (BCB) Pertimbangan pemberian tambahan susu formula pada bayi cukup bulan, disamping ASI adalah pada kondisi sebagaimana berikut:  Bayi yang berisiko hipoglikemia dengan gula darah yang tidak meningkat meskipun teah disusui dengan baik tanpa jadwal atau telah diberi tambahan ASI perah. Risiko hipoglikemi dapat terjadi pada bayi kecil untuk masa kehamilan, pasca stress iskemia intrapartum dan bayi dari biu dengan diabetes mellitus terutama yang tidak terkontrol.  Bayi yang secara klinis menujukkan gejala dehidrasi (turgor/ tonus kurang, frekuensi urin 5 hari)  Berat bayi turun 12,5 - 15 % terutama bila laktogenesis pada ibu lambat  Hiperbilirubinemia pada hari-hari pertama, bila diduga produksi ASI belum banyak atau bayi belum bisa menyusui efektif  Lain-lain: bayi terpisah dari ibu, bayi dengan kelainan kongenital yang sukar menyusu langsung (sumbing, kelainan genetik) 124



c)



Komposisi susu formula bayi Komposisi susu formula harus sesuai dengan Codex Standard for Infant Formula and Formulas for Special Medical Purposes for Infant tahun 1981. Standar ini mengatur batas atas dan batas bawah kandungan zat gizi yang penting serta mengharuskan produsen untuk mencantumkan kandungan susu formula pada kemasan.



d) Pemilihan susu formula Pemilihan jenis susu formula mana yang hendak dipakai berdasarkan beberapa faktor di bawah ini:  



e)



Faktor pasien: usia, diagnose, masalah nutrisi yang berkaitan, kebutuhan nutrisi dan fungsi saluran cerna Faktor formula: osmolaltitas (isotonic 150-250 m Osm), renal solute load, densitas kalori dan kekentalan, komposisi zat gizi, tipe dan jumlah karbohidrat, lemak dan protein, ketersediaan produk dan harga



Penyiapan dan penyimpanan susu formula Susu formula bubuk tidak steril dan dapat mengandung bakteri yang bisa menyebabkan penyakit serius pada bayi. Dengan penyiapan dan penyimpanan susu formula bubuk yang baik, risiko terkontaminasi dapat dikurangi. Langkah persiapan susu formula bubuk adalah sebagai berikut:  Bersihkan dan desinfeksi seluruh permukaan meja yang akan digunakan untuk mempersiapkan susu formula  Cuci tangan dengan air bersih dan sabun, dan keringkan dengan kain lap yang bersih atau sekali pakai  Rebus air bersih sampai air mendidih  Baca petunjuk pada keemasan untuk mengetahui berapa banyak air dan susu bubuk yang perlu dicampurkan. Tuangkan air mendidih (s = 100 C) lalu diamkan di udara kamar selama 10 menit , maka suhu air tersebut akan turun menjadi sekitar 70 C. Setelah itu tuangkan susu formula bubuk  Campur hingga merata dengan cara mengocok botol  Segera dinginkan dengan mengalirkan air kran ke sisi luar botol atau diletakkan pada tempat bersuhu dingin atau direndam air dingin. Pastikan air untuk merendam tidak mengkontaminasi isi botol  Periksa suhu suhu formula yang telah dicampur dengan cara meneteskan sedikit suhu formua tersebut ke pergelangan tangan bagian 125



dalam. Pastikan susu terasa hangat suam-suam kuku. Bila masih panas, dinginkan lagi.  Berikan susu formula pada bayi  Buang semua susu formula yang tidak habis lebih dari 2 jam setelah dibuat. f)



Menghitung kebutuhan harian susu formula Bayi memerlukan 110-120 kkal/ kg/ hari. Nilai energi sediaan susu formula adalah 67 kkal/ 100 mL, sehingga bayi memerlukan susu siap pakai sebesar 160 sd 180 mL/ kg/ hari saat ia berusia di atas 1 minggu. Untuk bayi usia 0-1 bulan dengan berat badan 3 kg, maka kebutuhan harian adalah kurang lebih 500 mL/ hari yang diberikan dengan frekuensi pemberian 8 kali per hari dan ukuran persajian 60 mL.



g) Cara pemberian susu formula Rekomendasi metode pemberian susu formula pada bayi dengan kemampuan isap, menelan serta bernapas yang baik adalah menggunakan cangkir. Sementara, untuk bayi dengan kemampuan mengisap, menelan dan/ atau bernapas yang belum baik, dilakukan dengan cara enteral melalui NGT atau OGT. Pemberian dengan NGT atau OGT menggunakan 2 metode:  Metode bolus intermitten yaitu pemberian sejumlah susu diberikan dalam 10–20 menit setiap 2 atau 3 jam dengan menggunakan gravitasi  Metode bolus kontinyu yaitu memberikan susu secara terus menerus melalui sonde menggunakan pompa infus 4. Pemantauan Pertumbuhan BBL dengan Grafik WHO 2005 Pemantauan pertumbuhan bayi baru lahir dilakukan dengan melaksanakan penimbangan berat badan dan pengukuran panjang badan serta lingkar kepala berkala yang dilakukan dengan benar (lihat lampiran: cara penimbangan dan pengukuran yang benar). Setiap bayi baru lahir ditimbang dan diukur berat badan, panjang badan kemudian dicatat dan di plot pada grafik kurva pertumbuhan WHO 2005. Sedangkan lingkar kepala dicatat dan diplot pada kurva Nellhaus. Pemantauan Lingkar kepala, dilakukan sebulan sekali, sedangkan pemantauan berat badan dan panjang badan bayi baru lahir dilakukan minimal 3 kali pada periode neonatal (0 – 28 hari) dan selanjutnya 1 kali setiap bulan hingga usia 5 tahun. Pertumbuhan dikatakan baik apabila kurva berat badan, panjang badan dan lingkar kepala mengikuti garis trend kenaikannya tiap bulan. Panduan interpretasi indikator pertumbuhan adalah sebagai berikut: Dalam Manajemen Terpadu Bayi Muda, penentuan status gizi dilakukan berdasarkan nilai Z score pada kurva pertumbuhan WHO 2005 126



Langkah penggunaan grafik pertumbuhan WHO 2005 adaah sebagai berikut: 1. Tentukan umur, panjang badan (anak di bawah 2 tahun dan berat badan. 2. Tentukan angka yang berada pada garis horisontal / mendatar pada kurva. Garis horisontal pada beberapa kurva pertumbuhan WHO menggambarkan umur dan panjang badan. 3. Tentukan angka yang berada pada garis vertikal/lurus pada kurva. Garis vertikal pada kurva pertumbuhan WHO menggambarkan panjang/berat badan, umur, dan IMT. 4. Hubungkan angka pada garis horisontal dengan angka pada garis vertikal hingga mendapat titik temu (plotted point). Titik temu ini merupakan gambaran perkembangan anak berdasarkan kurva pertumbuhan WHO. 5. Cara menginterpretasikan: a) Garis 0 pada kurva pertumbuhan WHO menggambarkan median / rata-rata b) Garis yang lain dinamakan garis z-score. Pada kurva pertumbuhan WHO garis ini diberi angka positif (1, 2, 3) atau negatif (-1, -2, -3). Titik temu yang berada jauh dari garis median menggambarkan masalah pertumbuhan. c) Titik temu yang berada antara garis z-score -2 dan -3 diartikan di bawah -2. d) Titik temu yang berada antara garis z-score 2 dan 3 diartikan di atas 2. e) Untuk menginterpretasikan arti titik temu ini pada kurva pertumbuhan WHO dapat menggunakan tabel berikut ini. Tabel Panduan interpretasi indikator pertumbuhan WHO



Z score



Di atas +3



Indikator pertumbuhan PB menurut umur



BB menurut umur



Lihat catatan 1*



Lihat catatan 2*



BB menurut PB Gemuk (obese)



Di atas +2



Gizi lebih (overweight)



Di atas +1



Risiko mengalami gizi lebih (Possible risk of overweight; lihat catatan 3)*



0 (median) Di bawah -1 Di bawah -2



Pendek (lihat catatan 4)*pendek



BB kurang



Gizi kurang



Di bawah -3



Sangat pendek (lihat catatan 4)*



BB sangat kurang



Gizi buruk



Catatan: Kotak yang diarsir = normal



127



1. Anak yang termasuk dalam kategori ini merupakan anak yang sangat tinggi, yang seringkali bukanlah suatu masalah. Tetapi apabila terlalu ekstrim tinggi badannya, pikirkan adanya kelainan endokrin. Anak perlu dirujuk untuk eksplorasi lebih lanjut. 2. Anak yang berada dalam kategori ini mungkin mempunyai masalah pertumbuhan, tetapi harus dievaluasi dahulu bagaimana indikator BB menurut PB atau IMT menurut umur. 3. Jika anak berada dalam kategori ini, ia sangat mungkin berisiko untuk mengalami gizi lebih (possible risk of overweight). Jika trend kenaikan kurva terus naik menuju +2 Z score, maka risiko mengalami overweight semakin besar. 4. Sangat mungkin anak dengan perawakan sangat pendek juga mengalami overweight. Waspadalah! Status gizi bayi baru lahir juga ditentukan berdasarkan BB menurut PB, bukan hanya berdasarkan BB menurut umur saja. Tetapi untuk menentukan status pertumbuhan bayi, ketiga indikator pertumbuhan tersebut harus dievaluasi. Grafik kurva partumbuhan WHO 2005 dapat dipergunakan bagi semua bayi cukup bulan, baik dengan BB sesuai masa kehamilan maupun BB lahir rendah, asalkan panjang badan tidak kurang dari 45 cm (IDAI, 2017). Bagi bayi kurang bulan dengan berat badan < 2000 gram dan/ panjang badan < 45 cm, diperlukan pemantauan dengan grafik tersendiri dan dirujuk di fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih tinggi. Bagi bayi prematur maupun dengan berat badan rendah dapat digunakan panduan sebagai berikut: apabila usia gestasi 37,50C Bayi mengalami kesulitan bernapas sesaat setelah kelahiran. • Nafas cuping hidung • Bayi bernapas sangat lambat (< 30x / menit) atau sangat cepat (> 60x / menit) • Terdapat retraksi dinding dada. Bayi kejang.  Jika bayi melakukan gerakan kaku atau gerakan abnormal pada lengan dan kakinya, yang dapat dilihat.  Mata mendelik ke atas  Gerakan mulut abnormal  Henti nafas Pusar bayi, mata atau kulit sangat terinfeksi. • Kelopak mata yang bengkak atau merah. • Nanah (cairan kekuningan) merembes dari mata atau pusar. • Pusar bau busuk. 140



• Kulit memiliki ruam dengan nanah. • Kulit atau mata menjadi kekuningan Hal – hal yang tidak berbahaya dalam melakukan PMK: 1. Bersin atau cegukan 2. Buang air kecil setelah minum 3. Tidak BAB selama 2 – 3 hari. Pemantauan Pertumbuhan Pemantauan pertumbuhan akan dibahas lebih lanjut dalam sub pokok bahasan pemantauan pertumbuhan bayi baru lahir. Agar Perawatan Metode Kanguru sukses, terdapat 10 langkah yang perlu diingat yaitu : 1. Adanya kebijakan tentang PMK 2. Melatih semua staf fasyankes keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan 3. Memberitahu semua ibu hamil tentang manfaat dan pengelolaan PMK 4. Membantu ibu dari bayi cukup bulan yang sehat memulai metode kanguru dalam beberapa menit setelah kelahiran 5. Menunjukkan ibu bagaimana posisi untuk PMK yang aman 6. Praktik PMK memungkinkan ibu dan bayi untuk tetap kontak kulit dengan kulit 24 jam sehari 7. PMK intermitten dilakukan dengan durasi minimal 1 jam per sesi 8. Mendorong kegiatan PMK untuk menjaga kehangatan dan semua kenyamanan yang dibutuhkan bayi 9. Mencegah kehilangan panas dengan menggunakan topi dan selimut hangat sesuai kebutuhan 10. Mendukung pelaksanaan PMK melalui poster, catatan PMK, dan kelompok pendukung.



Pokok Bahasan 3: Tatalaksana Neonatus dengan Pendekatan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) Untuk mengetahui apakah seorang bayi baru lahir dalam keadaan sehat atau sakit dapat dilakukan dengan memeriksa tanda dan gejala utama pada bayi. Pemeriksaan tersebut menggunakan bagan bayi muda pada pedoman Manajemen Terpadu Balita Sakit.



141



Tanda atau gejala pada bayi muda sakit kadang merupakan suatu masalah tersendiri atau bagian dari suatu penyakit. Untuk membantu petugas kesehatan menangani masalah bayi muda dibuatlah suatu bagan yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan penyakit. Klasifikasi bukan merupakan diagnosis tetapi dengan klasifikasi ini petugas bisa melakukan langkah-langkah untuk melakukan pertolongan pada bayi sakit. Dengan bagan ini petugas kesehatan diharapkan mampu mengklasifikasikan bayi sakit, melakukan tindakan atau pengobatan, memberikan konseling dan memberikan pelayanan tindak lanjut. Petugas akan menulis hasil pemeriksaannya di formulir MTBS dan menggunakan buku bagan MTBS sebagai alat bantunya.



142



Dalam setiap kunjungan rumah petugas harus mampu : 1. Menanyakan kepada ibu masalah yang dihadapi oleh bayinya 2. Apabila menemukan bayi sakit, harus mampu mengklasifikasikan penyakit bayi untuk: a) Kemungkinan Penyakit Sangat Berat atau Infeksi Bakteri b) Ikterus c) Diare d) Status HIV e) Kemungkinan berat badan rendah dan masalah pemberian ASI 3. Menentukan tindakan dan memberikan pengobatan bila diperlukan 4. Bila perlu, merujuk bayi muda dan memberi tindakan pra rujukan 5. Melakukan konseling bagi ibu 6. Memberikan pelayanan tindak lanjut. Keterampilan tersebut diatas secara lengkap dipelajari dalam pelatihan MTBS di bagian Bayi Muda. Pada modul ini akan dibahas tatalaksana bayi muda menurut pendekatan MTBM.



143



A. Penilaian dan klasifikasi dengan menggunakan pendekatan MTBM Jika bayi muda dibawa ke fasilitas layanan kesehatan, petugas kesehatan harus mampu melakukan penilaian dengan cara: menggunakan keterampilan komunikasi yang baik untuk:  menggunakan keterampilan komunikasi yang baik untuk menanyakan kepada ibu tentang masalah bayinya  memeriksa adakah tanda bahaya umum yang menunjukkan kondisi yang mengancam jiwa.  Memeriksa bayi muda untuk tanda dan gejala, status pemberian vitamin K1 dan status imunisasi Dari hasil penilaian akan diperoleh kumpulan gejala-gejala yang dapat menunjukkan klasifikasi penyakit anak (bukan diagnosa). Klasifikasi tersebut dibagi menjadi 3 warna:  Klasifikasi pada baris berwarna merah muda berarti bayi sakit berat dan harus dirujuk segera setelah diberi pengobatan pra rujukan  Klasifikasi pada baris berwarna kuning berarti bayi dapat berobat jalan dan membutuhkan pengobatan medis spesifik dan nasihat  Klasifikasi pada baris berwarna hijau berarti bayi sehat atau sakit ringan, tidak memerlukan pengobatan spesifik seperti antibiotika atau lainnya dan cukup diberi nasihat sederhana tentang penanganan di rumah 1. Cara pengisian formulir pencatatan bayi muda (< 2 bulan) Petugas kesehatan harus menuliskan hasil pemeriksaannya di formulir pencatatan. Berikut ini adalah Formulir Pencatatan Bayi Muda umur kurang dari 2 bulan yang terdiri dari 3 halaman. Baris atas berisi identitas, berat badan, suhu badan, keluhan dan jenis kunjungan/kontak dengan bayi muda. Bagian selanjutnya terdiri dari 3 kolom yaitu: PENILAIAN, KLASIFIKASI dan TINDAKAN ata PENGOBATAN. Berikut ini adalah petunjuk cara pengisian formulir pencatatan :  Jawablah pertanyaan dengan cara menulis apabila tidak ada pilihannya  Apabila terdapat pilihan lingkari jawaban yang anda pilih  Berikan tanda centang ( √ ) di belakang ya atau tidak pada pertanyaan yang memerlukan jawaban ya atau tidak  Pada kolom penilaian lingkari tanda atau gejala yang anda temukan pada pemeriksaan. Tidak perlu menghafal apa yang harus ditanyakan dan dilakukan ketika memeriksa bayi. Namun yang perlu diperhatikan adalah lakukan poin-poin penilaian yang tertulis pada formulir secara lengkap dan benar sehingga penetapan klasifikasi dapat dipertangungjawabkan  Berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan, tulislah klasifikasi sesuai dengan buku bagan MTBS pada kolom klasifikasi  Ketika menggunakan formulir pencatatan, isilah dengan menggunakan pola pengisian dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan agar tidak ada yang



144







  







terlewatkan dan dapat segera menentukan tindakan jika terdapat klasifikasi berat. Apabila seluruh penilaian dan klasifikasi sudah selesai dicatat, tulislah tindakan atau pengobatan yang diperlukan pada kolom Tindakan/Pengobatan sesuai dengan klasifikasinya. Obat yang akan diberikan ditulis jenis, jumlah dan dosisnya. Tulislah waktu kunjungan ulang terdekat pada baris yang berisi Kunjungan ulang pada bagian akhir halaman ke-2 formulir pencatatan Pemberian vitamin K1 harus ditanyakan dan dicatat dalam formulir dengan menggunakan tanda (√) pada tempat yang disediakan. Untuk imunisasi berikan tanda centang (√) pada imunisasi yang sudah diberikan atau tulis tanggal pemberian. Lingkari imunisasi yang dibutuhkan. Apabila pada saat itu memberikan imunisasi tulislah jenis imunisasi yang diberikan di kolom tindakan/pengobatan dan di buku KIA Tanyakan masalah atau keluhan lain pada bayi dan ibu. Jika tidak ada masalah atau keluhan lain, tuliskanlah tanda garis (-) sebagai pertanda bahwa masalah atau keluhan lain sudah ditanyakan oleh pemeriksa.



145







146



147



2. Tatalaksana Neonatus untuk kemungkinan penyakit sangat berat atau infeksi bakteri dengan pendekatan MTBM Infeksi pada neonatus dapat terjadi secara sistemik atau lokal. Infeksi sistemik gejalanya tidak terlalu khas, umumnya menggambarkan gangguan fungsi sistem organ seperti: gangguan kesadaran sampai kejang, gangguan napas, malas minum, tidak bisa minum atau muntah, diare, demam atau hipotermia. Pada infeksi lokal biasanya bagian yang terinfeksi teraba panas, bengkak, merah. Infeksi lokal yang sering terjadi pada neonatus adalah infeksi pada tali pusat, kulit, mata dan telinga. Pada saat pemeriksaan, pakaian bayi harus dibuka seluruhnya dan seluruh badan bayi harus diperiksa. Jika bayi terbangun, tingkat kesadarannya dapat ditentukan. Amati gerakan tangan dan kakinya. Periksalah untuk kemungkinan penyakit sangat berat atau infeksi bakteri pada semua bayi yang dibawa ke tempat pelayanan kesehatan atau setiap melakukan kunjungan rumah dengan memeriksa tanda dan gejala berikut ini. Seorang bayi akan diklasifikasikan apabila didapatkan salah satu tanda pada lajur yang sesuai. Tanyakan:  Apakah bayi tidak mau minum atau memuntahkan semua? Bayi menunjukan tanda ”tidak bisa minum atau menyusu” jika bayi terlalu lemah untuk minum atau tidak bisa mengisap/menelan apabila diberi minum atau disusui. Bayi mempunyai tanda ”memuntahkan semuanya” jika bayi sama sekali tidak dapat menelan apapun. Semua cairan atau makanan yang masuk akan keluar lagi. 



Apakah bayi kejang? Tanyakan adanya riwayat kejang pada episode sakit ini, gunakan istilah lokal yang mudah dimengerti ibu. Pikirkan kemungkinan bayi kejang, jika ibu mengatakan bayinya kejang atau ada gerakan yang tidak biasa, seperti bayi tremor dengan atau tanpa kesadaran menurun, bayi menangis melengking tiba-tiba, gerakan yang tidak terkendali, mulut bayi mencucu atau seluruh tubuh bayi kaku.



Lihat, dengar dan rasakan:  Hitung napas dalam 1 menit, ulangi menghitung jika bayi bernapas cepat (≥ 60 kali/menit). Dikatakan nafas bayi lambat jika ( 1 cm/ bernanah



Klasifikasi PENYAKIT SANGAT BERAT ATAU INFEKSI BAKTERI BERAT



149



Tindakan/Pengobatan  Jika ada kejang, tangani kejang  Cegah agar gula darah tidak turun  Jika ada gangguan napas, tangani gangguan napas  Jika ada hipotermia, tangani hipotermia  Beri dosis pertama antibiotika intramuskular  Nasihati cara menjaga bayi tetap hangat di perjalanan  Rujuk segera



Terdapat salah satu atau lebih tanda berikut:  Mata bernanah sedikit  Pusar kemerahan  Pustul di kulit



INFEKSI BAKTERI LOKAL



 Tidak terdapat salah satu tanda diatas



MUNGKIN BUKAN INFEKSI



 Jika ada pustul di kulit atau pusar, beri antibiotik oral yang sesuai. Pada neonatus tidak dilakukan pemberian antibiotik oral  Jika ada mata bernanah, beri salep antibiotik atau tetes mata antibiotik  Ajari ibu cara mengobati infeksi lokal dirumah  Lakukan asuhan dasar bayi muda  Masihati kapan kembali  Kunjungan ulang dalam 2 hari  Ajari ibu cara merawat bayi di rumah  Lakukan asuhan dasar bayi muda



Jika bayi ditemukan dalam kondisi kejang atau henti napas, segera lakukan tindakan/ pengobatan sebelum melakukan penilaian dan rujuk segera



3. Tatalaksana Neonatus dengan Ikterus dengan pendekatan MTBM Sampai saat ini ikterus masih merupakan masalah pada neonatus. Ikterus adalah perubahan warna kulit atau selaput mata menjadi kekuningan. Sebagian besar (80%) ikterus merupakan akibat penumpukan bilirubin (merupakan hasil pemecahan sel darah merah), sebagian lainnya karena ketidakcocokan golongan darah ibu dan bayi. Peningkatan kadar bilirubin dapat diakibatkan oleh pembentukan yang berlebih atau ada gangguan pengeluarannya. Sangat penting untuk mengetahui kapan ikterus timbul, kapan menghilang dan sampai bagian tubuh mana kuning terlihat, agar dapat mengklasifikasikan ikterus secara benar. Ikterus yang muncul setelah 24 jam dan menghilang sebelum umur 14 hari tidak memerlukan tindakan khusus, hanya memerlukan asuhan dasar neonatus dan meningkatkan pemberian ASI. Ikterus yang muncul setelah umur 14 hari biasanya berhubungan dengan infeksi hati atau sumbatan aliran bilirubin pada sistim empedu. Kuning pada tubuh yang semakin luas menandakan konsentrasi bilirubin darah meningkat. Untuk membantu menentukan derajat kekuningan, digunakan cara



150



sederhana menurut Kramer yaitu dengan melihat luasnya penyebaran warna kuning pada kulit tubuh bayi. Berikut di bawah ini adalah cara menilai dan mengklasifikasikan ikterus: Tanyakan: Apakah bayi kuning? Jika Ya, pada umur berapa, pertama kali timbul kuning? Lihat: - Lihat adanya ikterus pada bayi (kuning pada mata atau kulit) - Lihat telapak tangan dan telapak kaki bayi, apakah kuning? Klasifikasikan Ikterus. Cara mengklasifikasi Ikterus:







  



 



Tanda/Gejala Timbul kuning pada hari pertama ( 24 jam sampai dengan umur 14 hari, DAN Kuning tidak sampai telapak tangan dan telapak kaki Tidak kuning



Klasifikasi IKTERUS BERAT



IKTERUS



Tindakan/Pengobatan  Cegah agar gula darah tidak turun  Nasihati cara menjaga bayi tetap hangat selama dalam perjalanan  RUJUK SEGERA



   



TIDAK ADA IKTERUS







Lakukan asuhan dasar neonatus Menyusu lebih sering Nasihati kapan kembali segera Kunjungan ulang 1 hari Lakukan asuhan dasar neonatus



4. Tatalaksana Neonatus dengan Diare menurut pendekatan MTBM Berak encer dan sering, merupakan hal biasa pada neonatus yang mendapat ASI saja. Diare diidentifikasi bila ada perubahan konsistensi lebih cair dan frekuensi lebih sering dari biasanya. Diare dapat menyebabkan timbulnya tanda-tanda dehidrasi. Bayi yang dehidrasi, biasanya gelisah atau rewel. Jika dehidrasi berlanjut, bayi menjadi letargis atau tidak sadar. Karena bayi kehilangan cairan, matanya mungkin kelihatan cekung. Jika kulit perut dicubit, kulitnya akan kembali dengan lambat atau sangat lambat.



151



Tanyakan kepada ibu apakah bayinya menderita diare. Lakukan pemeriksaan untuk diare hanya jika bayi diare Berikut di bawah ini adalah cara menilai dan mengklasifikasikan Diare: Lihat dan Raba  Lihat keadaan umum bayi: o Apakah bayi bergerak atas kemauan sendiri? o Apakah bayi bergerak hanya ketika dirangsang? o Apakah bayi tidak bergerak sama sekali? o Apakah bayi gelisah/ rewel?  Lihat apakah matanya cekung?  Cubit kulit perut, apakah kembalinya: o Sangat lambat (>2 detik) o Lambat (masih sempat terlihat lipatan kulit) o Segera Klasifikasikan Diare untuk dehidrasinya Seorang bayi muda akan diklasifikasikan sesuai derajat dehidrasinya apabila terdapat 2 atau lebih tanda dan gejala pada kolom yang sesuai.



Tanda/Gejala Terdapat 2 atau lebih tanda berikut:   



Bergerak hanya jika dirangsang atau tidak bergerak sama sekali Mata cekung Cubitan kulit perut kembali sangat lambat



Terdapat 2 atau lebih tanda berikut:   



Klasifikasi DIARE DEHIDRASI BERAT



Gelisah/rewel Mata cekung Cubitan perut kembali



DIARE DEHIDRASI RINGAN/SED ANG



152







Tindakan/pengobatan Jika tidak terdapat klasifikasi berat lain, tangani sesuai rencana terapi C atau







Jika terdapat klasifikasi berat lainnya RUJUK SEGERA setelah memenuhi syarat rujukan dan berikan oralit sedikit demi sedikit selama dalam perjalanan







Nasihati agar ASI tetap diberikan jika memungkinkan







Jika tidak terdapat klasifikasi berat lainnya, tangani sesuai terapi B.







Jika terdapat klasifikasi berat lainnya: RUJUK



SEGERA setelah memenuhi syarat rujukan dan berikan oralit sedikit demi sedikit selama dalam perjalanan



lambat







Tidak cukup tanda untuk dehidrasi berat atau ringan/sedang



DIARE TANPA DEHIDRASI







Lakukan asuhan dasar bayi muda







Nasihati ibu kapan untuk kembali segera







Kunjungan ulang dalam 1 hari







Tangani sesuai rencana terapi A. Lakukan asuhan dasar bayi muda Nasihati ibu kapan untuk kembali segera Kunjungan ulang dalam 2 hari



  



Catatan  Cara memeriksa mata cekung: Pendapat ibu dapat membantu memastikan bahwa mata anak cekung. Dengan demikian apabila anda ragu menentukan mata anak cekung atau tidak, tanyakan kepada ibunya, apakah mata anak kelihatan lain dari biasanya.  Cara memeriksa cubitan kulit perut: Cubit kulit perut bayi (di tengah-tengah antara pusar dan sisi perut bayi) dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk. Jangan menggunakan ujung jari, karena dapat menimbulkan rasa sakit. Letakkan tangan sedemikian rupa sehingga lipatan cubitan kulit sejajar dengan tubuh bayi (memanjang dari atas ke bawah, tidak melintang tubuh bayi). Angkat semua lapisan kulit dan jaringan di bawahnya dengan mencubit kulit perut untuk mengetahui turgor. 5. Memeriksa Status HIV menurut pendekatan MTBM Memeriksa Status HIV ini dilakukan pada bayi yang tidak dalam perawatan HIV. Tanyakan kepada semua ibu yang membawa bayi mudanya, apakah ibu sudah pernah tes HIV atau bisa juga dengan melihat Buku KIA. Berikut di bawah ini adalah cara memeriksa Status HIV: Tanyakan:  Apakah ibu pernah tes HIV? 153







o Jika “pernah”, apakah hasilnya “positif” atau “ negatif”? o Jika hasilnya “positif”, tanyakan apakah Ibu sudah meminum ARV? o Jika “sudah”, apakah ibu sudah meminum ARV minimal 6 bulan? Apakah bayi saat pernah mendapat atau masih menerima ASI?



Periksa:  Jika status ibu dan bayi tidak diketahui ATAU belum dites HIV, maka anjurkan tes serologis HIV pada Ibu  Jika hasil tes HIV ibu “positif”, maka rencanakan tes HIV virologis untuk bayi mulai usia 6 minggu. Jika ibu belum tes HIV, tulislah tanda (-) di kolom klasifikasi. Jika ibu menolak, tuliskan penolakan tersebut dalam kolom tindakan/pengobatan (Permenkes 290 Tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran). Jika ibu bersedia, tuliskan pemeriksaan HIV sedang dalam proses. Jika ibu sudah di tes HIV, tentukan Ibu HIV positif atau negatif dan lanjutkan penilaian sesuai dengan formulir pencatatan, kemudian tentukan klasifikasinya. Klasifikasikan Status HIV. Cara mengklasifikasi Status HIV: Tanda/Gejala Klasifikasi Tindakan/Pengobatan Rujuk ke RS/Puskesmas  Bayi dengan tes HIV INFEKSI HIV rujukan ARV untuk positif TERKONFIRMASI mendapatkan terapi selanjutnya  Ibu HIV positif DAN bayi tes HIV negatif serta  Rujuk ke RS / Puskesmas masih mendapatkan ASI rujukan ARV untuk atau berhenti menyusu mendapatkan terapi TERPAJAN HIV 37,5)  Malas/ tidak bisa menyusu atau minum  Telapak kaki dan tangan teraba dingin  Telapak kaki dan tangan terlihat kuning  Bertambah parah j) Menasihati Ibu kapan Kunjungan Ulang Tulislah waktu kunjungan ulang untuk setiap klasifikasi. Bila terdapat beberapa macam waktu untuk kunjungan ulang, pilih waktu yang terpendek dan pasti. Bayi dengan: Ikterus Infeksi bakteri Lokal Diare dehidrasi ringan/sedang Masalah pemberian ASI Luka atau bercak putih di mulut (trush) Berat badan rendah menurut umur



Kunjungan Ulang 1 hari 2 hari 2 hari 2 hari 2 hari 7 hari



Waktu terpendek yang pasti untuk kunjungan ulang dicatat pada tempat yang disediakan di bagian akhir atau kanan bawah Formulir Pencatatan. Waktu inilah yang perlu diberitahukan kepada ibu. Apabila dari berbagai waktu untuk kunjungan ulang tidak ada yang pasti atau anak akan di rujuk, maka pada tempat yang disediakan ini diberi tanda strip (-). Dalam Formulir Pencatatan di bagian akhir atau kanan bawah, tertulis: “Nasihati kapan kembali segera”. Kalimat ini tidak perlu ditulis di setiap kolom Tindakan/Pengobatan, namun tenaga kesehatan perlu mengajari ibu tentang tanda-tanda kapan anak harus segera dibawa kembali ke puskesmas dengan menggunakan pedoman KAPAN HARUS KEMBALI SEGERA sebagaimana tercantum dalam Buku Bagan. Saat memberikan nasihat kapan kembali segera, berilah tanda ceklis (√) pada tempat yang disediakan di bagian akhir atau kanan bawah Formulir Pencatatan. k) Konseling untuk bayi risiko tinggi Pada bayi dengan faktor risiko tinggi, bila kondisi fisik bayi sudah baik, lakukan konseling kepada ibu dan keluarga untuk membawa bayi ke dokter anak atau 167



rumah sakit untuk perkembangan.



pemeriksaan



kemungkinan



adanya



gangguan



Bayi dengan faktor risiko tinggi adalah bayi yang memiliki salah satu faktor berikut ini:     



Bayi kurang bulan (< 36 minggu) Bayi berat lahir amat rendah (< 2500 gram) Bayi yang tidak segera menangis saat lahir (asfiksia) Bayi yang mengalami kejang di masa neonatus Bayi yang mengalami infeksi atau penyakit sangat berat di masa neonatus



RUJUKLAH NEONATUS KE FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH MEMADAI jika:  Keadaan bayi memburuk ATAU  Keadaan bayi tidak membaik dan obat tidak tersedia ATAU  Anda khawatir tentang keadaan bayi ATAU  Anda tidak tahu harus berbuat apa dengan bayi 2) Pelayanan Tindak Lanjut   



    







Beberapa bayi muda perlu dilihat lebih dari satu kali untuk satu episode sakit saat ini. Proses penatalaksanaan kasus dari MTBS membantu mengidentifikasi bayi yang memerlukan kunjungan ulang Setiap bayi yang datang untuk kunjungan ulang harus dinilai secara lengkap untuk menilai adanya masalah baru. Periksalah bayi untuk melihat perkembangan penyakitnya, apakah membaik, tidak ada perubahan atau memburuk. Kemungkinan anda menemukan masalah atau klasifikasi penyakit yang baru. Apabila ditemukan: klasifikasi kuning berubah menjadi hijau, artinya keadaan bayi membaik. Klasifikasi yang tetap kuning berarti keadaan bayi muda tetap. Jika klasifikasi kuning menjadi merah, keadaan bayi memburuk. Jika bayi tidak mempunyai masalah baru, petugas kesehatan memberikan pelayanan tindak lanjut sesuai dengan klasifikasi bayi yang terdahulu pada buku bagan MTBS. Ikuti petunjuk yang terdapat dalam kotak tindak lanjut. Tindakan/pengobatan untuk masalah atau keluhan lama mengacu pada pelayanan tindak lanjut, sedangkan unuk masalah/keluhan baru tindakan/pengobatan sama seperti kunjungan pertama. Rujuklah bayi ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih tinggi bila keadaan bayi memburuk atau menetap, atau obat pilihan kedua tidak tersedia Jika bayi datang untuk kunjungan ulang, namun ternyata mempunyai masalah lain atau bertambah parah, atau obat pilihan kedua tidak tersedia atau saudara khawatir tentang bayi itu atau saudara tidak tahu harus berbuat apa, RUJUK KE RUMAH SAKIT Untuk semua klasifikasi pada bayi muda apabila masih menetap pada kunjungan ulang yang kedua, maka bayi harus di RUJUK SEGERA. 168



Berikut di bawah ini adalah kunjungan ulang pada bayi muda: a) Kunjungan ulang pada infeksi bakteri lokal INFEKSI BAKTERI LOKAL Sesudah 2 hari:  Periksa: Lakukan penilaian lengkap  Periksa mata, apakah bernanah, apakah nanah bertambah banyak ?  Periksa pusar, apakah merah/keluar nanah? Apakah merah meluas lebih dari 1 cm?  Periksa pustul pada kulit Tindakan :  Jika menetap atau bertambah parah, RUJUK SEGERA.  Jika membaik, lanjutkan pengobatan infeksi lokal di rumah sampai seluruhnya 5 hari  Untuk pustul kulit dan pusar kemerahan teruskan pemberian pengobatan topikal  Untuk mata bernanah, lanjutkan obat tetes/salep mata



b) Kunjungan ulang pada ikterus IKTERUS Sesudah 1 hari: Lihat ikterus. Apakah telapak tangan dan kaki terlihat kuning? Periksa : Lakukan penilaian lengkap Tindakan :  Jika telapak tangan dan kaki terlihat kuning, RUJUK  Jika telapak tangan dan kaki tidak kuning, tapi ikterus tidak berkurang, nasihati ibu perawatan di rumah dan minta untuk kembali dalam 1 hari  Jika ikterus mulai berkurang, minta ibu untuk melanjutkan perawatan di rumah. Minta untuk kunjungan ulang dalam 14 hari. Jika ikterus berlanjut sampai lebih dari usia 2 minggu, rujuk untuk penilaian lebih lanjut.



169



c) Kunjungan ulang pada diare tanpa dehidrasi dan dehidrasi ringan/sedang DIARE DEHIDRASI RINGAN/SEDANG DIARE TANPA DEHIDRASI Sesudah 2 hari : Tanyakan : Apakah diare berhenti? Periksa : Lakukan penilaian lengkap  Apakah Berat Badan turun ≥ 10% dari kunjungan sebelumnya ? Tindakan  Jika didapatkan klasifikasi DIARE DEHIDRASI BERAT atau berat badan turun ≥ 10%, lakukan tindakan/pengobatan sesuai Rencana terapi C pada neonatus  Lakukan asuhan dasar neonatus  Jika tidak ada diare, pujilah ibu dan diminta untuk melanjutkan pemberian ASI



d) Kunjungan ulang pada masalah berat badan rendah menurut umur BERAT BADAN RENDAH MENURUT UMUR Sesudah 7 hari: Periksa: lakukan penilaian lengkap. Jika tidak ada indikasi RUJUK  Tetap kan apakah berat badan menurut umur masih rendah  Lakukan penilaian cara menyusui • Jika berat badan tidak lagi rendah menurut umur, puji ibu dan semangati untuk melanjutkan pemberian ASI • Jika masih berat badan rendah menurut umur, tapi menyusui baik, puji ibu. Minta ibu untuk kembali membawa anaknya untuk ditimbang dalam 7 hari atau ketika kembali untuk imunisasi. Pilih mana yang lebih cepat • Jika masih berat badan rendah menurut umur dan masih ada masalah menyusui, konseling ibu tentang masalah menyusui, Minta ibu untuk kembali membawa anaknya untuk ditimbang dalam 7 hari. Lanjutkan memeriksa anak setiap beberapa minggu sampai bayi dapat menyusu dengan baik dan berat badan meningkat secara regular dan tidak ada lagi berat badan rendah menurut umur. Kecuali: Jika diduga pemberian ASI sudah tidak akan membaik, atau jika berat badan menurun, RUJUK



170



e) Kunjungan ulang untuk masalah pemberian ASI MASALAH PEMBERIAN ASI Sesudah 2 hari Nilai kembali pemberian ASI Tanya: Masalah pemberian ASI yang ditemukan pada saat kunjungan pertama kali Periksa: lakukan penilaian lengkap Tindakan: • Jika bayi sudah dapat menyusu dengan baik, puji ibu dan beri motivasi untuk meneruskan pemberian ASI dengan baik • Jika masih terdapat masalah pemberian ASI, RUJUK SEGERA • Konseling ibu tentang masalah pemberian ASI baik yang baru maupun yang ada sebelumnya. Jika diharapkan ada perubahan dalam menyusui, minta ibu untuk membawa bayinya kembali. • Jika bayi berat badan rendah menurut umur, minta ibu untuk kunjungan ulang dalam 7 hari. Lanjutkan kunjungan ulang sampai berat badan bayi naik dengan baik. Perhatian: Jika saudara tidak yakin aka nada perubahan dalam cara pemberian ASI atau berat badan bayi menurun, RUJUK SEGERA f) Kunjungan ulang pada masalah luka atau bercak putih (thrush) di mulut



LUKA ATAU BERCAK PUTIH (THRUSH) DI MULUT Sesudah 2 hari: Periksa: lakukan penilaian lengkap • Penilaian tentang cara menyusui • Bagaimana thrush saat ini? Tindakan: • Jika thrush bertambah parah, RUJUK SEGERA • Jika bayi memiliki masalah dalam menyusu, RUJUK SEGERA • Jika thrush menetap atau membaik dan bayi menyusu dengan baik, lanjutkan pemberian nistatin suspensi sampai 7 hari



C Rujukan sesuai MTBM a) Menentukan perlunya rujukan bagi neonatus Bayi muda yang membutuhkan rujukan adalah yang mempunyai klasifikasi berat (berwarna merah muda) seperti:  Penyakit sangat berat atau infeksi bakteri berat 171



 Ikterus berat  Diare dehidrasi berat  Infeksi HIV Terkonfirmasi  Terpajan HIV  Berat badan rendah dan/ atau masalah pemberian ASI Khusus untuk klasifikasi DIARE DEHIDRASI BERAT, jika tidak ada klasifikasi berat lainnya dan tempat kerja saudara mempunyai fasilitas dan kemampuan terapi intravena, maka dapat dilakukan langkah rehidrasi dengan Rencana Terapi C terlebih dahulu sebelum merujuk. Jika fasilitas tersebut tidak ada, RUJUK SEGERA. b) Tindakan dan pengobatan prarujukan Berikan semua tindakan pra rujukan yang sesuai dengan klasifikasinya sebelum merujuk bayi muda. Beberapa tindakan yang memperlambat rujukan dan tidak sangat mendesak tidak diberikan sebelum rujukan, seperti mengajari ibu mengobati infeksi lokal Jika bayi muda ditemukan dalam keadaan kejang, henti napas, segera lakukan tindakan/pengobatan sebelum melakukan penilaian yang lain dan RUJUK SEGERA BAYI DAPAT DIRUJUK APABILA:   



Suhu ≥ 36,5°C Denyut jantung ≥ 100 per menit (lihat Bagan Alur Resusitasi Neonatus di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer) Tidak ada tanda dehidrasi berat



Lakukan tindakan/pengobatan prarujukan sebagai berikut sebelum merujuk bayi muda dengan klasifikasi merah. 1) Menangani gangguan napas pada penyakit sangat berat atau infeksi bakteri berat



172



MENANGANI GANGGUAN NAPAS PADA PENYAKIT SANGAT BERAT ATAU INFEKSI BAKTERI BERAT   



Posisikan kepala bayi setengah tengadah, jika perlu bahu diganjal dengan gulungan kain. Bersihkan jalan napas dengan menggunakan alat pengisap lendir Jika mungkin, berikan oksigen dengan kateter nasal atau nasal prong dengan kecepatan 2 liter per menit.



Jika terjadi perlambatan napas (