Modul Pengantar Topologi B5 PDF [PDF]

  • Author / Uploaded
  • dbk
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENGANTAR TOPOLOGI EDISI PERTAMA



Dosen Pengampu: Siti Julaeha, M.Si



UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2015 by Matematika Sains 2012 UIN SGD, Copyright Β© 2015



BAB 0. HIMPUNAN, RELASI, FUNGSI, DAN KARDINALITAS



0.1



HIMPUNAN Himpunan merupakan kumpulan atau kelas objek-objek yang didefinisikan



secara jelas. Objek-objek dalam himpunan ini dapat berupa apa saja, seperti bilangan, orang, surat, sungai, dan lain sebagainya. Objek-objek ini disebut elemenelemen atau anggota-anggota dari himpunan. Berikut ini merupakan contoh himpunan Contoh 0.1.1. Himpunan yang terdiri dari bilangan 1,3,7 dan 10. Contoh 0.1.2. Himpunan ibukota-ibukota yang ada di benua Eropa. Himpunan-himpunan akan selalu dinyatakan dengan huruf-huruf besar, seperti 𝐴, 𝐡, 𝑋, π‘Œ dan lain sebagainya. Elemen-elemen dalam himpunan akan selalu dinyatakan dengan huruf kecil, seperti π‘Ž, 𝑏, π‘₯, 𝑦. Jika kita mendefinisikan suatu himpunan tertentu dengan menyatakan secara jelas anggota-anggotanya, seperti 𝐴 terdiri atas bilangan-bilangan 1,3,7, dan 10, maka kita tulis 𝐴 = {1,3,10} Definisi 0.1.3. Sebuah himpunan dikatakan berhingga jika terdiri dari sejumlah tertentu elemen-elemen yang berbeda, artinya, jika kita menghitung elemenelemen yang termuat dalam himpunan ini, maka proses perhitungannya akan berakhir. Jika tidak demikian, maka himpunannya adalah tak hingga. Contoh 0.1.4. Misalkan 𝑀 merupakan himpunan dari hari-hari dalam seminggu. Maka 𝑀 berhingga Contoh 0.1.5. Misalkan 𝑁 = {2,4,6,8, … }. Maka 𝑁 tak berhingga.



1



Definisi 0.1.6. Himpunan 𝐴 dikatakan sama dengan himpunan 𝐡 jika keduanya sama-sama memiliki anggota yang sama, artinya jika setiap elemen yang termuat di 𝐴, maka termuat juga di 𝐡. Dan jika semua elemen yang termuat di 𝐡, maka termuat juga di 𝐴. Contoh 0.1.7. Misalkan 𝐴 = {1,2,3,4}, dan 𝐡 = {3,1,4,2}. Maka 𝐴 = 𝐡, karena tiaptiap elemen 1,2,3,4 dari 𝐴 termuat di 𝐡. Dan setiap elemen 3,1,4,2 dari 𝐡 juga termuat di 𝐴. Definisi 0.1.8. Suatu himpunan yang tidak mengandung elemen-elemen disebut sebagai himpunan kosong, dinotasikan dengan βˆ… atau { }. Contoh 0.1.9. Misalkan 𝐡 = {π‘₯|π‘₯ 2 = 4, π‘₯ merupakan bilangan ganjil}. Maka 𝐡 adalah himpunan kosong. Definisi 0.1.10. Jika semua elemen sebuah himpunan 𝐴 adalah elemen dalam himpunan 𝐡, maka 𝐴 disebut subhimpunan dari 𝐡. Atau lebih khusus lagi jika π‘₯ ∈ 𝐴, maka π‘₯ ∈ 𝐡. Kita notasikan dengan π΄βŠ‚π΅ Dapat juga dibaca β€œπ΄ terkandung dalam 𝐡”. Definisi 0.1.11. Dalam setiap penggunaan teori himpunan, semua himpunan yang ditinjau adalah subhimpunan dari sebuah himpunan tertentu. Himpunan ini kita sebut Himpunan semesta atau universe of discourse, himpunan ini dinotasikan dengan π‘ˆ atau 𝑆. Definisi 0.1.12. Dua himpunan 𝐴 dan 𝐡 adalah sama, yaitu 𝐴 = 𝐡, jika dan hanya jika 𝐴 βŠ‚ 𝐡 dan 𝐡 βŠ‚ 𝐴. Proposisi 0.1.13. Himpunan kosong merupakan subhimpunan dari setiap himpunan. Proposisi 0.1.14. Jika 𝐴 bukanlah subhimpunan 𝐡, maka ada sekurang-kurangnya satu elemen 𝐴 yang bukan anggota 𝐡.



2



Definisi 0.1.15. 𝐡 dikatakan subhimpunan sejati dari 𝐴 jika 𝐡 adalah subhimpunan 𝐴 dan 𝐡 tidak sama dengan 𝐴, yakni 𝐡 βŠ‚ 𝐴 dan 𝐡 β‰  𝐴 Definisi 0.1.16. Jika objek-objek dari sebuah himpunan adalah himpunan-himpunan, maka disebut sebagai keluarga himpunan-himpunan atau kelas himpunanhimpunan. Definisi 0.1.17. Keluarga dari semua subhimpunan sebuah himpunan 𝑆 dikatakan himpunan kuasa dari 𝑆. Kita nyatakan himpunan kuasa dari 𝑆 dengan 2𝑆 . Contoh 0.1.18. Misalkan 𝑀 = {π‘Ž, 𝑏}. Maka 2𝑀 = {{π‘Ž, 𝑏}, {π‘Ž}, {𝑏}, βˆ…}. Operasi-Operasi Dasar dari Himpunan Definisi 0.1.19 Gabungan dari himpunan-himpunan 𝐴 dan 𝐡 adalah himpunan dari semua elemen-elemen yang termasuk di dalam 𝐴 atau 𝐡 atau keduanya. Dinotasikan 𝐴βˆͺ𝐡 Contoh 0.1.20. Misalkan 𝑆 = {π‘Ž, 𝑏, 𝑐, 𝑑} dan 𝑇 = {𝑓, 𝑏, 𝑑, 𝑔}. Maka 𝑆 βˆͺ 𝑇 = {π‘Ž, 𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑓, 𝑔} Proposisi 0.1.21. Berdasarkan definisi gabungan dua buah himpunan, maka 𝐴 βˆͺ 𝐡 dan 𝐡 βˆͺ 𝐴 adalah sama. Definisi 0.1.22. Irisan himpunan-himpunan 𝐴 dan 𝐡 adalah himpunan dari elemenelemen yang dimiliki bersama oleh 𝐴 dan 𝐡, yaitu elemen-elemen yang termasuk di 𝐴 dan juga termasuk di 𝐡. Dinotasikan dengan 𝐴∩𝐡 Contoh 0.1.23. Misalkan 𝑆 = {π‘Ž, 𝑏, 𝑐, 𝑑} dan 𝑇 = {𝑓, 𝑏, 𝑑, 𝑔}. Maka



3



𝑆 ∩ 𝑇 = {𝑏, 𝑑} Proposisi 0.1.24. Berdasarkan definisi irisan, maka 𝐴∩𝐡 =𝐡∩𝐴 Definisi 0.1.25. Selisih himpunan-himpunan 𝐴 dan 𝐡 adalah himpunan elemenelemen yang termasuk di 𝐴 tetapi tidak termasuk di 𝐡. Dinotasikan dengan π΄βˆ’π΅ Ada juga yang menotasikan 𝐴\𝐡. Contoh 0.1.26. Misalkan 𝑆 = {π‘Ž, 𝑏, 𝑐, 𝑑} dan 𝑇 = {𝑓, 𝑏, 𝑑, 𝑔}. Maka 𝑆 βˆ’ 𝑇 = {π‘Ž, 𝑐} Definisi 0.1.27. Komplemen dari sebuah himpunan 𝐴 adalah himpunan dari elemenelemen yang tidak termasuk di 𝐴, yaitu selisih dari himpunan semesta π‘ˆ dan 𝐴. Dinotasikan dengan 𝐴𝑐 Namun ada juga yang menotasikan 𝐴′ = {π‘₯|π‘₯ bukan elemen 𝐴} Contoh 0.1.28. Misalkan himpunan semesta π‘ˆ adalah huruf alfabet, dan 𝑇 = {π‘Ž, 𝑏, 𝑐}. Maka 𝑇 𝑐 = {𝑑, 𝑒, 𝑓, 𝑔, … , π‘₯, 𝑦, 𝑧} Proposisi 0.1.29. Gabungan dari sebarang himpunan 𝐴 dan komplemennya 𝐴𝑐 adalah himpunan semesta. Yaitu 𝐴 βˆͺ 𝐴𝑐 = π‘ˆ. Proposisi 0.1.30. Komplemen dari himpunan semesta π‘ˆ adalah himpunan kosong βˆ…, dan komplemen dari himpunan kosong adalah himpunan semesta. Proposisi 0.1.31. Komplemen dari komplemen himpunan 𝐴 adalah himpunan 𝐴 sendiri, dinyatakan (𝐴𝑐 )𝑐 = 𝐴.



4



Proposisi 0.1.32. Selisih 𝐴 dan 𝐡 sama dengan irisan 𝐴 dengan komplemen 𝐡, dinotasikan 𝐴 βˆ’ 𝐡 = 𝐴 ∩ 𝐡𝑐 Definisi 0.1.33. Suatu pasangan terurut terdiri atas dua buah elemen π‘Ž dan 𝑏, di mana salah satunya, misalkan π‘Ž ditetapkan sebagai elemen pertama dan yang lainnya sebagai elemen kedua. Dinyatakan oleh (π‘Ž, 𝑏) Dua buah pasangan terurut (π‘Ž, 𝑏) dan (𝑐, 𝑑) dinyatakan sama jika dan hanya jika π‘Ž = 𝑐 dan 𝑏 = 𝑑. Proposisi 0.1.34. Suatu pasangan terurut (π‘Ž, 𝑏) dapat dinyatakan secara eksak oleh (π‘Ž, 𝑏) = {{π‘Ž}. {π‘Ž, 𝑏}} Definisi 0.1.35. Misalkan 𝐴 dan 𝐡 dua buah himpunan. Hasil kali himpunan (cartesian product) 𝐴 dan 𝐡 terdiri dari semua pasangan terurut (π‘Ž, 𝑏) dimana π‘Ž ∈ 𝐴 dan 𝑏 ∈ 𝐡. Himpunan ini dinyatakan oleh 𝐴×𝐡 Yang berbunyi "𝐴 silang 𝐡”, atau "𝐴 cross 𝐡". Secara ringkas 𝐴 Γ— 𝐡 = {(π‘Ž, 𝑏)|π‘Ž ∈ 𝐴, 𝑏 ∈ 𝐡} Contoh 0.1.36. Misalkan 𝐴 = {1,2,3} dan 𝐡 = {π‘Ž, 𝑏}. Maka hasil kali himpunan 𝐴 dan 𝐡 adalah 𝐴 Γ— 𝐡 = {(1, π‘Ž), (1, 𝑏), (2, π‘Ž), (2, 𝑏), (3, π‘Ž), (3, 𝑏)} Proposisi 0.1.37. Jika himpunan 𝐴 memiliki 𝑛 buah elemen, dan himpunan 𝐡 memiliki π‘š buah elemen, maka himpunan hasil kali 𝐴 Γ— 𝐡 memiliki π‘šπ‘› buah elemen.



5



Soal Latihan 1.



Misalkan 𝐴 = {π‘₯, 𝑦, π‘₯}. Berapa banyak subhimpunan dari 𝐴 dan apa saja subhimpunannya itu?



2.



3.



Misalkan π‘ˆ = {π‘Ž, 𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒}, 𝐴 = {π‘Ž, 𝑏, 𝑑}, dan 𝐡 = {𝑏, 𝑑, 𝑒}. Carilah a. 𝐴 βˆͺ 𝐡



d. 𝐡 βˆ’ 𝐴



b. 𝐡 ∩ 𝐴



e. 𝐴𝑐 ∩ 𝐡



c. 𝐡𝑐



f. (𝐴 ∩ 𝐡)𝑐



g. 𝐴 Γ— 𝐡



Misalkan 𝐴 = {2, {4,5}, {4}}. Pernyataan-pernyataan manakah yang tidak benar dan mengapa? i.



{4,5} βŠ‚ 𝐴



ii.



{4,5} ∈ 𝐴



iii. {{4,5}} βŠ‚ 𝐴 4.



Buktikan bahwa 𝐡 βˆ’ 𝐴 adalah subhimpunan dari 𝐴𝑐 .



5.



Buktikan bahwa jika 𝐴 βŠ‚ 𝐡 maka 𝐴 βˆͺ 𝐡 = 𝐡.



0.2



RELASI Suatu fungsi proposisi yang didefinisikan pada hasil kali kartesius 𝐴 Γ— 𝐡 dari



dua himpunan 𝐴 dan 𝐡 adalah suatu ungkapan yang dinyatakan oleh 𝑃(π‘₯, 𝑦). Ungkapan ini bersifat bahwa 𝑃(π‘Ž, 𝑏) dimana π‘Ž dan 𝑏 disisipkan untuk masingmasing variabel π‘₯ dan 𝑦 dalam 𝑃(π‘₯, 𝑦) adalah bernilai benar atau salah untuk sebarang pasangan terurut (π‘Ž, 𝑏) ∈ 𝐴 Γ— 𝐡. Misalnya jika 𝐴 adalah himpunan dari para penggubah drama dan 𝐡 adalah himpunan dari drama-drama, maka 𝑃(π‘₯, 𝑦) = ”π‘₯ menulis 𝑦” adalah fungsi proposisi pada 𝐴 Γ— 𝐡. Ungkapan 𝑃(π‘₯, 𝑦) sendiri disebut sebagai kalimat terbuka dalam dua variabel. Definisi 0.2.1. Suatu relasi terdiri dari 1. Sebuah himpunan 𝐴 2. Sebuah himpunan 𝐡



6



3. Suatu kalimat terbuka 𝑃(π‘₯, 𝑦) dimana 𝑃(π‘Ž, 𝑏) bernilai benar atau salah untu sebarang pasangan terurut (π‘Ž, 𝑏) yang termuat di 𝐴 Γ— 𝐡. Maka kita sebut 𝑅 suatu relasi dari 𝐴 ke 𝐡 dan menyatakannya dengan 𝑅 = (π‘Ž, 𝑏, 𝑃(π‘₯, 𝑦)). Jika 𝑃(π‘Ž, 𝑏) bernilai benar, kita tulis π‘Žπ‘…π‘, dibaca β€œπ‘Ž berhubungan dengan 𝑏”. Jika 𝑃(π‘Ž, 𝑏) tidak benar, kita tulis π‘Žπ‘…π‘, dibaca β€œπ‘Ž tidak berhubungan dengan 𝑏”. Contoh 0.2.2. Misalkan 𝑅1 = (𝐴, 𝐡, 𝑃(π‘₯, 𝑦)) dimana 𝐡 adalah himpunan dari kaum wanita, dan 𝐴 himpunan kaum pria, serta 𝑃(π‘₯, 𝑦) berbunyi β€œπ‘₯ adalah suami dari 𝑦”. Maka 𝑅1 adalah suatu relasi. Contoh 0.2.3. Misalkan 𝑅2 = (𝑁, 𝑁, 𝑃(π‘₯, 𝑦)), dimana 𝑁 adalah bilangan-bilangan asli, dan 𝑃(π‘₯, 𝑦) berbunyi β€œπ‘¦ habis dibagi oleh π‘₯”. Maka 𝑅2 adalah relasi 3𝑅2 21, 2𝑅2 12, dan lain sebagainya. Definisi 0.2.4 (Himpunan Jawaban). Misalkan 𝑅 = (𝐴, 𝐡, 𝑃(π‘₯, 𝑦)) adalah suatu relasi himpunan jawaban 𝑅 βˆ— dari relasi 𝑅 yang terdiri dari elemen (π‘Ž, 𝑏) dalam 𝐴 Γ— 𝐡 untuk 𝑃(π‘₯, 𝑦) bernilai benar, dinotasikan 𝑅 βˆ— = {(π‘Ž, 𝑏)|π‘Ž ∈ 𝐴, 𝑏 ∈ 𝐡, 𝑃(π‘Ž, 𝑏) adalah benar} Contoh 0.2.5. Misalkan 𝑅 = (𝐴, 𝐡, 𝑃(π‘₯, 𝑦)) dimana 𝐴 = {2,3,4}, 𝐡 = {3,4,5,6} dan 𝑃(π‘₯, 𝑦) berbunyi β€œπ‘¦ habis dibagi oleh π‘₯”. Maka himpunan jawabannya adalah 𝑅 βˆ— = {(2,4), (2,6), (3,3), (3,6), (4,4)} Relasi sebagai himpunan dari pasangan-pasangan terurut. Misalkan 𝑅 βˆ— sebarang subset dari 𝐴 Γ— 𝐡, kita dapat mendefinisikan suatu relasi 𝑅 = (𝐴, 𝐡, 𝑃(π‘₯, 𝑦)) dimana 𝑃(π‘₯, 𝑦) berbunyi β€œPasangan terurut (π‘₯, 𝑦) termasuk ke dalam 𝑅”. Definisi 0.2.6. Suatu relasi 𝑅 dari 𝐴 ke 𝐡 adalah himpunan dari 𝐴 Γ— 𝐡. Proposisi 0.2.7. Misalkan himpunan 𝐴 memiliki π‘š buah elemen, dan himpunan 𝐡 memiliki 𝑛 buah elemen, maka terdapat 2π‘šπ‘› buah relasi dari 𝐴 ke 𝐡 yang berbeda.



7



Definisi 0.2.8 (Relasi Invers). Relasi invers dinotasikan sebagai 𝑅 βˆ’1 = {(𝑏, π‘Ž)|π‘Ž, 𝑏 ∈ 𝑅} Contoh 0.2.9. Misalkan π‘Š = {π‘Ž, 𝑏, 𝑐}, dan 𝑅 = {(π‘Ž, 𝑏), (π‘Ž, 𝑐), (𝑐, 𝑐), (𝑐, 𝑏)}. Maka relasi invers dari 𝑅 adalah 𝑅 βˆ’1 = {(𝑏, π‘Ž), (𝑐, π‘Ž), (𝑐, 𝑐), (𝑏, 𝑐)} Definisi 0.2.10 (Relasi Refleksif). Misalkan 𝑅 = {𝐴, 𝐴, 𝑃(π‘₯, 𝑦)} adalah suatu relasi dalam sebuah himpunan 𝐴. Maka 𝑅 disebut refleksif jika untuk βˆ€π‘Ž ∈ 𝐴, (π‘Ž, π‘Ž) ∈ 𝑅. Contoh 0.2.11. Misalkan 𝑉 = {1,2,3,4}, dan 𝑅 = {(1,1), (2,4), (3,3), (4,1), (4,4)}. Maka 𝑅 bukan relasi refleksif karena (2,2) tidak termuat di 𝑅. Definisi 0.2.12 (Relasi Simetris). Misalkan 𝑅 merupakan subset dari 𝐴 Γ— 𝐴, maka 𝑅 disebut simetris jika (π‘Ž, 𝑏) ∈ 𝑅, maka (𝑏, π‘Ž) ∈ 𝑅. Proposisi 0.2.13. Jika (π‘Ž, 𝑏) ∈ 𝑅, maka (𝑏, π‘Ž) termasuk dalam relasi invers 𝑅 βˆ’1. Jadi 𝑅 adalah suatu relasi simetris jika dan hanya jika 𝑅 = 𝑅 βˆ’1. Definisi 0.2.14 (Relasi Anti Simetris). Suatu relasi 𝑅 dalam sebuah himpunan 𝐴, yaitu sebuah himpunan 𝐴 Γ— 𝐴, disebut suatu relasi antisimetris jika (π‘Ž, 𝑏) ∈ 𝑅 dan (𝑏, π‘Ž) ∈ 𝑅 Maka berarti π‘Ž = 𝑏. Contoh 0.2.15. Misalkan π‘Š = {1,2,3,4}. Dan misalkan 𝑅 = {(1,3), (4,2), (4,4), (2,4)} Maka 𝑅 adalah bukan suatu relasi antisimetris, karena (4,2) ∈ 𝑅 dan (2,4) ∈ 𝑅, tetapi 4 β‰  2. Definisi 0.2.16 (Relasi Transitif). Suatu relasi 𝑅 dalam sebuah himpunan 𝐴 adalah transitif jika (π‘Ž, 𝑏) ∈ 𝑅 dan (𝑏, 𝑐) ∈ 𝑅, maka (𝑏, 𝑐) ∈ 𝑅



8



Contoh 0.2.17. Misalkan π‘Š = {π‘Ž, 𝑏, 𝑐}, dan 𝑅 = {(π‘Ž, 𝑏), (𝑐, 𝑏), (𝑏, π‘Ž), (π‘Ž, 𝑐)}. Maka 𝑅 bukan suatu relasi transitif karena (𝑐, 𝑏) ∈ 𝑅 dan (𝑏, π‘Ž) ∈ 𝑅, tetapi (𝑐, π‘Ž) tidak termuat di 𝑅 Definisi 0.2.18 (Relasi Ekuivalen). Suatu relasi 𝑅 dalam himpunan 𝐴 adalah suatu relasi ekuivalen jika 1. 𝑅 adalah refleksif 2. 𝑅 adalah simetris 3. 𝑅 adalah transitif.



Soal Latihan 1.



Misalkan 𝑅 adalah relasi dari 𝐴 = {1,2,3,4} ke 𝐡 = {1,3,5} yang didefinisikan oleh kalimat terbuka β€œπ‘₯ lebih kecil daripada 𝑦”. Carilah himpunan jawaban dari 𝑅. Tuliskan 𝑅 sebagai himpunan pasangan-pasangan terurut.



2.



Misalkan π‘Š = {1,2,3,4} dan 𝑅 = {(1,1), (1,3), (2,2), (3,1), (4,4)}. Apakah 𝑅 refleksif?



3.



Misalkan 𝑅 dan 𝑅′ adalah relasi simetris di dalam himpunan 𝐴. Buktikan bahwa 𝑅 ∩ 𝑅′ juga merupakan relasi simetris di dalam 𝐴.



4.



Misalkan 𝐸 = {1,2,3}. Pandang relasi-relasi berikut dalam 𝐸: 𝑅1 = {(1,1), (2,1), (2,2), (3,2), (2,3)} 𝑅2 = {(1,1)} 𝑅3 = {(1,1), (2,3), (3,2)} Nyatakan apakah masing-masing relasi tersebut anti-simetris atau tidak.



5.



Buktikan jika suatu relasi 𝑅 transitif, maka relasi invers 𝑅 βˆ’1 juga transitif.



9



0.3



FUNGSI



Definisi 0.3.1. Fungsi merupakan suatu aturan yang memetakan setiap anggota himpunan daerah asal ke daerah hasil. Dinotasikan 𝑓: 𝐴 β†’ 𝐡, dibaca 𝑓 adalah fungsi dari 𝐴 ke dalam 𝐡. Himpunan 𝐴 disebut sebagai domain dari 𝑓, dan 𝐡 disebut kodomain atau range dari 𝑓. Jika π‘Ž ∈ 𝐴, maka elemen dalam 𝐡 yang ditetapkan untuk π‘Ž disebut sebagai bayangan (image) dari π‘Ž, dan dinyatakan oleh 𝑓(π‘Ž), dibaca β€œπ‘“ dari π‘Žβ€. Definisi 0.3.2 (Fungsi Satu-Satu (Injektif)). Misalkan 𝑓 suatu fungsi dari 𝐴 ke dalam 𝐡, maka 𝑓 disebut suatu fungsi satu-satu jika elemen-elemen yang berbeda di dalam 𝐡 ditetapkan dengan elemen-elemen yang berbeda di dalam 𝐴, yaitu jika tidak ada dua buah elemen dalam 𝐴 memiliki bayangan yang sama. Fungsi 𝑓: 𝐴 β†’ 𝐡 adalah satu-satu jika 𝑓(π‘Ž) = 𝑓(π‘Žβ€² ) maka π‘Ž = π‘Žβ€², atau setara dengan konversnya, yakni jika π‘Ž β‰  π‘Žβ€² maka 𝑓(π‘Ž) β‰  𝑓(π‘Žβ€² ). Definisi 0.3.3 (Fungsi Pada (Surjektif)). Misalkan 𝑓 suatu fungsi dari 𝐴 ke dalam 𝐡. Jika setiap anggota dari 𝐡 muncul sebagai bayangan dari sekurang-kurangnya satu elemen 𝐴, maka kita katakan β€œπ‘“ memetakan 𝐴 pada 𝐡”. Definisi 0.3.4 (Fungsi Satuan). Misalkan 𝐴 sebarang himpunan, dan misalkan 𝑓: 𝐴 β†’ 𝐡 didefinisikan oleh rumus 𝑓(π‘₯) = π‘₯, yaitu 𝑓 memetakan setiap elemen dalam 𝐴 ke elemen yang bersangkutan itu sendiri. Maka 𝑓 disebut sebagai fungsi satuan atau transformasi satuan pada 𝐴, dinyatakan dengan 1 atau 1𝐴. Definisi 0.3.5 (Fungsi Konstan). Suatu fungsi 𝑓 dari 𝐴 ke 𝐡 disebut fungsi konstan jika 𝐡 yang sama ditetapkan untuk setiap elemen dalam 𝐴. Dengan kata lain 𝑓: 𝐴 β†’ 𝐡 disebut fungsi konstan jika jangkauan dari 𝑓 hanya terdiri dari satu elemen.



10



Definisi 0.3.6. Misalkan 𝑓 suatu fungsi dari 𝐴 ke dalam 𝐡 dan 𝑔 suatu fungsi dari 𝐡 ke dalam 𝐢 dimana 𝐡 adalah kodomain dari 𝑓, Kita ilustrasikan fungsi-fungsi ini sebagai berikut 𝑓 𝐴



𝑔 𝐡



𝐢



Dinotasikan (π‘”π‘œπ‘“) atau 𝑔(𝑓). Jika 𝑓: 𝐴 β†’ 𝐡 dan 𝑔: 𝐡 β†’ 𝐢, maka kita definisikan suatu fungsi (π‘”π‘œπ‘“): 𝐴 β†’ 𝐢 dan (π‘”π‘œπ‘“)(π‘Ž) ≑ 𝑔(𝑓(π‘Ž)) yang disebut sebagai hasil kali fungsi. Teorema 0.3.6 Misalkan 𝑓: 𝐴 β†’ 𝐡, 𝑔: 𝐡 β†’ 𝐢 dan β„Ž: 𝐢 β†’ 𝐷, maka (β„Žπ‘œπ‘”)π‘œπ‘“ = β„Žπ‘œ(π‘”π‘œπ‘“). Definisi 0.3.7 (Invers dari Fungsi). Misalkan 𝑓 suatu fungsi dari 𝐴 ke dalam 𝐡 dan misalkan 𝑏 ∈ 𝐡. Maka invers dari 𝑏 dinyatakan oleh 𝑓 βˆ’1 (𝑏) yang terdiri dari elemenelemen 𝐴 yang dipetakan ke 𝐡. Jika 𝑓: 𝐴 β†’ 𝐡, maka 𝑓 βˆ’1 (𝑏) = {π‘₯|π‘₯ ∈ 𝐴, 𝑓(π‘₯) = 𝑏}. Definisi 0.3.8 (Fungsi Invers). Misalkan 𝑓: 𝐴 β†’ 𝐡 adalah fungsi satu-satu dan pada. Maka untuk βˆ€π‘ ∈ 𝐡, invers 𝑓 βˆ’1 (𝑏) terdiri dari sebuah elemen tunggal dalam 𝐴, ditulis 𝑓 βˆ’1 : 𝐡 β†’ 𝐴. Teorema 0.3.9. Misalkan 𝑓: 𝐴 β†’ 𝐡 adalah satu-satu dan pada yang berarti 𝑓 βˆ’1 : 𝐡 β†’ 𝐴 ada, maka hasil kali fungsi (𝑓 βˆ’1 π‘œπ‘“): 𝐴 β†’ 𝐴 adalah fungsi satuan pada 𝐴, dan hasil kali fungsi (π‘“π‘œπ‘“ βˆ’1 ): 𝐡 β†’ 𝐡 adalah fungsi satuan 𝐡. Teorema 0.3.10. Misalkan 𝑓: 𝐴 β†’ 𝐡 dan 𝑔: 𝐡 β†’ 𝐴, maka 𝑔 adalah fungsi invers dari 𝑓 yang berarti 𝑔 = 𝑓 βˆ’1 jika hanya jika hasil kali fungsi (π‘”π‘œπ‘“) = 𝐴 β†’ 𝐴 adalah fungsi satuan pada 𝐴, dan (π‘“π‘œπ‘”): 𝐡 β†’ 𝐡 adalah fungsi satuan pada 𝐡.



11



Soal Latihan 1.



Misalkan 𝐴 = [βˆ’1,1]. 𝐡 = [1,3], 𝐢 = [βˆ’3,1], dan 𝑓1 : 𝐴 β†’ 𝑅, 𝑓2 : 𝐡 β†’ 𝑅, 𝑓3 : 𝐢 β†’ 𝑅. Dengan aturan untuk tiap-tiap bilangan ditetapkan kuadratnya. Yang manakah dari fungsi tersebut merupakan fungsi satu-satu? Berikan alasannya!



2.



Misalkan 𝐴 = [βˆ’1,1] dan (1) 𝑓(π‘₯) = π‘₯ 2 , (2) 𝑔(π‘₯) = π‘₯ 3 , (3) β„Ž(π‘₯) = sinπ‘₯. Fungsi manakah yang pada?



3.



Misalkan 𝑓: 𝑅 β†’ 𝑅 dan 𝑔: 𝑅 β†’ 𝑅 didefinisikan oleh 𝑓(π‘₯) = 2π‘₯ + 1 dan 𝑔(π‘₯) = π‘₯ 2 βˆ’ 1. Carilah (π‘”π‘œπ‘“) dan (π‘“π‘œπ‘”).



4.



Buktikan jika 𝑓: 𝐴 β†’ 𝐡 pada dan 𝑔: 𝐡 β†’ 𝐢 pada, maka (π‘”π‘œπ‘“): 𝐴 β†’ 𝐢 juga pada!



5.



Buktikan Teorema 0.3.6.



6.



Misalkan 𝑓: 𝐴 β†’ 𝐡, 𝑔: 𝐡 β†’ 𝐢 memiliki invers,buktikan bahwa (π‘”π‘œπ‘“): 𝐴 β†’ 𝐢 memiliki invers (𝑓 βˆ’1 π‘œπ‘”βˆ’1 ): 𝐢 β†’ 𝐴.



0.4



KARDINALITAS



Definisi 0.4.1. Himpunan 𝐴 ekivalen dengan himpunan 𝐡, yang dinyatakan oleh 𝐴~𝐡 jika terdapat sebuah fungsi 𝑓: 𝐴 β†’ 𝐡 yang satu-satu dan pada. Maka fungsi 𝑓 dikatakan mendefinisikan korespondensi satu-satu diantara himpunan 𝐴 dan himpunan 𝐡. Contoh 0.4.2. Misalkan 𝑅 = {1,2,5,8} dan 𝑇 = {π‘€π‘Žπ‘Ÿπ‘, πΈπ‘Ÿπ‘–π‘, π‘ƒπ‘Žπ‘’π‘™, 𝐡𝑒𝑑𝑑𝑦}. Diagram berikut mendefinisikan sebuah fungsi dari 𝑅 ke dalam 𝑇 yang satu-satu dan pada. Maka 𝑅 ekivalen dengan 𝑇



1



Marc



2



Eric



5



Paul



8



Betty



8



8 12



Definisi 0.4.3. Sebuah himpunan dikatakan tak berhingga jika himpunan tersebut ekuivalen dengan sebuah subhimpunan sejatinya sendiri. Contoh 0.4.4. Misalkan A dan B adalah dua himpunan sebarang. Maka 𝐴~𝐴π‘₯{1} 𝐡~𝐡π‘₯{2} Karena fungsi-fungsi 𝑓: π‘Ž β†’ (π‘Ž, 1), π‘Ž ∈ 𝐴 𝑔: 𝑏 β†’ (𝑏, 2), 𝑏 ∈ 𝐡 Adalah fungsi satu-satu dan pada walaupun 𝐴 dan 𝐡 kedua-duanya tidak terputus namun perhatikan bahwa 𝐴π‘₯{1} ∩ 𝐡π‘₯{2} = βˆ… Karena setiap pasangan teratur dalam 𝐴π‘₯{1} memuat 1 sebagai elemen kedua, dan setiap pasangan teratur dalam 𝐡π‘₯{2} memuat 2 sebagai elemen kedua. Teorema 0.4.5. Hubungan dalam himpunan yang didefinisikan oleh 𝐴~𝐡 adalah sebuah hubungan kesetaraan. Secara spesifik 1. 𝐴~𝐴 untuk setiap himpunan A 2. Jika 𝐴~𝐡 maka 𝐡~𝐴 3. Jika 𝐴~𝐡 dan 𝐡~𝐢 maka 𝐴~𝐢 Definisi 0.4.6. Jika sebuah himpunan 𝐷 ekuivalen dengan 𝑁, maka dinamakan denumerabel dan mempunyai kardinalitas π‘Ž. Definisi 0.4.7. Sebuah himpunan dikatakan kauntabel jika himpunan tersebut berhingga atau denumerabel dan sebuah himpunan dikatakan non denumerabel jika himpunan tersebut tak berhingga dan jika himpunan tersebut tidak ekuivalen dengan 𝑁, maka himpunan tersebut tidak kauntabel.



13



Contoh 0.4.8. Setiap urutan tak berhingga π‘Ž1 , π‘Ž2 , π‘Ž3 , … dari elemen-elemen yang berlainan adalah himpunan yang denumerabel, karena sebuah urutan pada pokoknya adalah suatu fungsi 𝑓(𝑛) = π‘Žπ‘› yang ranahnya adalah N. Jadi jika π‘Žπ‘› tersebut berlainan, maka fungsi tersebut satu-satu dan pada. Sehingga setiap himpunan yang denumerabel: 1 1 1 {1, , , … , , … } 2 3 𝑛 {1, βˆ’2,3, βˆ’4, … , (βˆ’1)π‘›βˆ’1 𝑛, … } Contoh 0.4.9. Tinjaulah himpunan hasil kali 𝑁 Γ— 𝑁 seperti yang ditunjukkan dalam gambar berikut: (1,1) (2,1) (3,1) (4,1) …



(1,2) (2,2) (3,2) (4,2) …



(1,3) (2,3) (3,3) (4,3) …



(1,4) (2,4) (3,4) (4,4) …



… … … … …



Himpunan 𝑁 Γ— 𝑁 dapat dituliskan dalam sebuah urutan tak berhingga dari elemenelemen yang berlainan sebagai berikut: {(1,1), (2,1), (1,2), (1,3), (2,2), … } Teorema 0.4.10. Tiap-tiap himpunan tak berhingga memuat sebuah subhimpunan yang denumerabel. Teorema 0.4.11. Sebuah subhimpunan dari sebuah himpunan yang denumerabel adalah subhimpunan yang berhingga atau subhimpunan yang denumerabel. Akibat 0.4.12. Sebuah subhimpunan dari sebuah himpunan yang kauntabel adalah subhimpunan kauntabel. Teorema 0.4.13. Misalkan 𝐴1 , 𝐴2 , 𝐴3,… adalah keluarga yang denumerabel dari himpunan yang terputus secara sepasang-sepasang (pairwise disjoint), dan setiap himpunan adalah himpunan yang denumerabel. Maka gabungan himpunan β‹ƒπ‘–βˆˆπ‘ 𝐴𝑖 adalah himpunan yang denumerabel. Akibat 0.4.14. Misalkan {𝐴𝑖 }, 𝑖 ∈ 𝐼 adalah sebuah keluarga yang kauntabel dari himpunan-himpunan yang kauntabel. Maka β‹ƒπ‘–βˆˆπΌ 𝐴𝑖 adalah hipunan yang kauntabel 14



Definisi 0.4.15. Misalkan 𝐴 adalah sebarang himpunan dan misalkan 𝛼 menyatakan keluarga himpunan yang ekuivalen dengan 𝐴. Maka 𝛼 dinamakan sebuah bilangan kardinal dan dinyatakan oleh 𝛼 = #(𝐴) Definisi 0.4.16. Bilangan kardinal dari setiap himpunan βˆ…, {1}, {1,2}, {1,2,3}, … Berturut-turut dinyatakan oleh 0,1,2,3,..., dan dinamakan kardinal berhingga. Definisi 0.4.17. Bilangan-bilangan kardinal dari 𝑁, yakni himpunan bilangan asli dan interval satuan [0,1] dinyatakan oleh 𝑁0 Definisi 0.4.18. Misalkan 𝛼 dan 𝛽 adalah bilangan kardinal dan misalkan 𝐴 dan 𝐡 adalah himpunan terputus sehingga: 𝛼 = #(𝐴), 𝛽 = #(𝐡) Maka 𝛼 + 𝛽 = #(𝐴 βˆͺ 𝐡) 𝛼𝛽 = #(𝐴 Γ— 𝐡) Teorema 0.4.17. Jika 𝐴~𝐴′ , 𝐡~𝐡` , 𝐴 ∩ 𝐡 = βˆ…. 𝐴′ ∩ 𝐡′ = βˆ…, maka #(𝐴 βˆͺ 𝐡) = #( 𝐴′ βˆͺ 𝐡′ ) #(𝐴 Γ— 𝐡) = #( 𝐴′ 𝑋𝐡′ )



Soal Latihan 1. Tinjaulah lingkaran-lingkaran konsentris 𝐢1 = {(π‘₯, 𝑦)|π‘₯ 2 + 𝑦 2 = π‘Ž2 } dan 𝐢2 = {(π‘₯, 𝑦)| π‘₯ 2 + 𝑦 2 = 𝑏 2 dimana 0 < π‘Ž < 𝑏. Dapatkanlah secara geometris korespondensi satu-satu diantara 𝐢1 dan 𝐢2 !



15



π‘₯ 𝐢2 𝐢1



2. Buktikan bahwa a. [0,1]~(0,1) b. [0,1]~[0,1) c. [0,1]~(0,1] 3. Buktikan untuk sebarang himpunan 𝐴 dan 𝐡, maka 𝐴 Γ— 𝐡~𝐡 Γ— 𝐴.



16



BAB 1. RUANG TOPOLOGI



1.1



TOPOLOGI Topologi sama seperti cabang ilmu dari matematika murni lainnya seperti



teori grup, ruang vektor, dan lain sebagainya yang merupakan suatu himpunan terstruktur. Oleh karena itu ruang topologi juga merupakan himpunan yang dilengkapi struktur dan aturan-aturan tertentu. Jadi, apa saja aturan pada ruang topologi? Definisi 1.1.1. Diberikan himpunan tak kosong 𝑋, suatu koleksi Ο„ yang berisikan himpunan-himpunan bagian dari 𝑋 dikatakan topologi pada 𝜏, jika memenuhi 1. 𝑋 dan himpunan kosong βˆ… termuat di dalam 𝜏 2. Gabungan (berhingga ataupun tak hingga) dari himpunan-himpunan di 𝜏 termuat di 𝜏 juga 3. Irisan berhingga dari himpunan-himpunan di 𝜏 berada di 𝜏 juga. Dan pasangan (𝑋, 𝜏) disebut sebagai ruang topologi. Contoh 1.1.2. Diberikan 𝑋 = {π‘Ž, 𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒, 𝑓} dan 𝜏1 = {𝑋, βˆ…, {π‘Ž}, {𝑐, 𝑑}, {π‘Ž, 𝑐, 𝑑}, {𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒, 𝑓}} Maka 𝜏1 merupakan topologi di 𝑋 karena memenuhi kondisi 1, 2, dan 3 pada Definisi 1.1.1. Contoh 1.1.3. Diberikan 𝑋 = {π‘Ž, 𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒, 𝑓} dan 𝜏2 = {𝑋, βˆ…, {π‘Ž}, {𝑐, 𝑑}, {π‘Ž, 𝑐, 𝑒}, {𝑏, 𝑐, 𝑑}} Maka 𝜏2 bukan merupakan topologi di 𝑋, karena gabungan {𝑐, 𝑑} βˆͺ {π‘Ž, 𝑐, 𝑒} = {π‘Ž, 𝑐, 𝑑, 𝑒} Tidak termuat di 𝜏2 . Sehingga 𝜏2 tidak memenuhi kondisi ke-2 dari Definisi 1.1.1. Contoh 1.1.4. Diberikan 𝑋 = {π‘Ž, 𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒, 𝑓} dan 𝜏3 = {𝑋, βˆ…, {π‘Ž}, {𝑓}, {π‘Ž, 𝑓}, {π‘Ž, 𝑐, 𝑓}, {𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒, 𝑓}}



17



Maka 𝜏3 bukan topologi di 𝑋 karena irisan {π‘Ž, 𝑐, 𝑓} ∩ {𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒, 𝑓} = {𝑐, 𝑓} Tidak termuat di 𝜏3 , sehingga 𝜏3 tidak memenuhi kondisi ke-3 dari Definisi 1.1.1. Contoh 1.1.5. Diberikan 𝑁 himpunan bilangan asli dan 𝜏4 memuat 𝑁, βˆ…, dan himpunan bagian berhingga dari 𝑁. Maka 𝜏4 bukanlah topologi pada 𝑁 karena gabungan tak hingga {2} βˆͺ {3} … βˆͺ {𝑛} … = {2,3, … , 𝑛, … } Dari himpunan 𝜏4 tidak termuat di 𝜏4 . Artinya 𝜏4 tidak memenuhi kondisi ke-2 dari Definisi 1.1.1. Definisi 1.1.6. Diberikan 𝑋 himpunan tak kosong dan Ο„ adalah koleksi dari semua himpunan bagian dari 𝑋, maka 𝜏 disebut topologi diskrit, sedangkan ruang topologi (𝑋, 𝜏) disebut ruang diskrit. Dapat kita cek bahwa Definisi 1.1.6 memenuhi semua kondisi dari Definisi 1.1.1, jadi Definisi 1.1.6 juga merupakan ruang topologi. Definisi 1.1.7. Diberikan himpunan 𝑋 tak kosong dan 𝜏 = {𝑋, βˆ…}, maka Ο„ disebut topologi indiskrit, sedangkan ruang topologi (𝑋, 𝜏) disebut ruang indiskrit. Definisi 1.1.7 juga memenuhi semua kondisi dari Definisi 1.1.1. Jadi Definisi 1.1.7 juga merupakan topologi. Oleh karena itu, semua himpunan tak kosong dapat kita bentuk menjadi topologi baik topologi diskrit maupun topologi indiskrit. Contoh 1.1.8. Diberikan himpunan 𝑋 = {π‘Ž, 𝑏, 𝑐} dan Ο„ merupakan tolopogi di 𝑋 dengan {π‘Ž} ∈ 𝜏. {𝑏} ∈ 𝜏, dan {𝑐} ∈ 𝜏. Buktikan bahwa 𝜏 merupakan topologi diskrit. Penyelesaian: Diketahui bahwa Ο„ merupakan topologi dan {π‘Ž} ∈ Ο„, {b} ∈ Ο„, dan {𝑐} ∈ Ο„. Kita akan menunjukkan bahwa Ο„ merupakan topologi diskrit. Berdasarkan Definisi 1.1.6, maka kita harus menunjukkan bahwa Ο„ memuat semua subhimpunan dari 𝑋. Ingat bahwa Ο„ merupakan topologi, jadi pastilah Ο„ memenuhi semua kondisi dari Definisi 1.1.1. Selanjutnya perhatikan bahwa himpunan 𝑋 memuat 3 elemen, jadi ada 23 subhimpunan dari 𝑋, yaitu 𝑆1 = βˆ…, 𝑆2 = {π‘Ž}, 𝑆3 = {𝑏}, 𝑆4 = {𝑐}, 𝑆5 =



18



{π‘Ž, 𝑏}, 𝑆6 = {π‘Ž, 𝑐}, 𝑆7 = {𝑏, 𝑐}, dan 𝑆8 = {π‘Ž, 𝑏, 𝑐} = 𝑋. Kita harus mengecek apakah 𝑆1 , 𝑆2 , … , 𝑆8 termuat di 𝜏 atau tidak. Perhatikan bahwa Definisi 1.1.1 menunjukkan bahwa 𝑋 dan βˆ… termuat di Ο„, jadi 𝑆1 ∈ 𝜏 dan 𝑆8 ∈ 𝜏. Selanjutnya karena didefinisikan {π‘Ž} ∈ Ο„, {b} ∈ Ο„, dan {𝑐} ∈ Ο„ , maka 𝑆2 ∈ 𝜏, 𝑆3 ∈ 𝜏, dan 𝑆4 ∈ 𝜏. Kemudian kita harus menunjukkan 𝑆5 ∈ 𝜏, 𝑆6 ∈ 𝜏, dan 𝑆7 ∈ 𝜏. Karena {π‘Ž} ∈ 𝜏. {𝑏} ∈ 𝜏, dan {𝑐} ∈ 𝜏, maka pastilah 𝑆5 = {π‘Ž, 𝑏} = {π‘Ž} βˆͺ {𝑏} ∈ 𝜏 𝑆6 = {π‘Ž, 𝑐} = {π‘Ž} βˆͺ {𝑐} ∈ 𝜏 𝑆7 = {𝑏, 𝑐} = {𝑏} βˆͺ {𝑐} ∈ 𝜏 Sehingga terbukti bahwa 𝜏 merupakan topologi diskrit. Proposisi 1.1.9. Misalkan (𝑋, 𝜏) merupakan ruang topologi dan setiap π‘₯ ∈ 𝑋, jika himpunan tunggal {π‘₯} termuat di 𝜏, maka 𝜏 merupakan topologi diskrit. Bukti: Kita tahu bahwa setiap himpunan merupakan gabungan dari subset-subset tunggal dari himpunan tersebut. Misalkan 𝑆 merupakan subset dari 𝑋, maka 𝑆 = ⋃{π‘₯} π‘₯βˆˆπ‘†



Karena {π‘₯} termuat di 𝜏, serta berdasarkan Definisi 1.1.1 menunjukkan bahwa 𝑆 ∈ 𝜏, maka terbukti bahwa 𝜏 merupakan topologi diskrit.



Soal Latihan 1. Misalkan 𝑋 = {π‘Ž, 𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒, 𝑓}. Tentukan apakah koleksi subhimpunan dari 𝑋 berikut ini adalah topologi di 𝑋: a.



𝜏1 = {𝑋, βˆ…, {π‘Ž}, {π‘Ž, 𝑓}, {𝑏, 𝑓}, {π‘Ž, 𝑏, 𝑓}}



b.



𝜏2 = {𝑋, βˆ…, {π‘Ž, 𝑏, 𝑓}, {π‘Ž, 𝑏, 𝑑}, {π‘Ž, 𝑏, 𝑑, 𝑓}}



c.



𝜏3 = {𝑋, βˆ…, {𝑓}, {𝑒, 𝑓}, {π‘Ž, 𝑓}}



2. Misalkan 𝑋 = {π‘Ž, 𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒, 𝑓}. Mana diantara koleksi subset dari 𝑋 berikut ini yang merupakan topologi di 𝑋? Berikan alasannya! (a) 𝜏1 = {𝑋, βˆ…, {𝑐}, {𝑏, 𝑑, 𝑒}, {𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒}, {𝑏}}



19



(b) 𝜏2 = {𝑋, βˆ…, {π‘Ž}, {𝑏, 𝑑, 𝑒}, {π‘Ž, 𝑏, 𝑑}, {π‘Ž, 𝑏, 𝑑, 𝑒}} (c) 𝜏3 = {𝑋, βˆ…, {𝑏}, {π‘Ž, 𝑑, 𝑐}, {𝑑, 𝑒, 𝑓}, {𝑏, 𝑑, 𝑒, 𝑓}} 3. Misalkan diberikan ruang topologi (𝑋, 𝜏). Buktikan bahwa irisan dari setiap anggota berhingga dari anggota-anggota di 𝜏 merupakan anggota di 𝜏. (Hint: Gunakan induksi matematika)



1. 2



HIMPUNAN TERBUKA, TERTUTUP, DAN HIMPUNAN TERBUKA-TERTUTUP



(CLOPEN SET) Sebelumnya kita telah membahas bahwa ruang topologi adalah pasangan himpunan (𝑋, 𝜏) dengan Ο„ berisikan himpunan-himpunan bagian dari 𝑋. Maka isi dari Ο„ ini lah yang disebut sebagai himpunan terbuka. Definisi 1.2.1. Untuk sebarang ruang topologi (𝑋, 𝜏). Anggota-anggota dari 𝜏 dikata kan sebagai himpunan terbuka. Proposisi 1.2.2. Untuk sebarang ruang topologi (𝑋, 𝜏) maka 1.



𝑋 dan βˆ… adalah himpunan terbuka.



2.



Gabungan (berhingga atau tak-hingga) dari himpunan terbuka adalah himpunan terbuka.



3.



Irisan berhingga dari himpunan terbuka adalah himpunan terbuka.



Bukti: Jelas kondisi 1 dan 2 merupakan akibat dari Definisi 1.2.1 dan Definisi 1.1.1. Dan kondisi 3 juga dapat dibuktikan berdasarkan Definisi 1.2.1. Dari Proposisi 1.2.2 ini maka timbul pertanyaan: Gabungan tak hingga himpunan terbuka adalah terbuka, tapi apakah irisan tak-hingga dari himpunan terbuka pastilah terbuka? Jawabannya adalah β€œtidak”. Contoh 1.2.3. Diberikan himpunan bilangan asli 𝑁 dan 𝜏 memuat βˆ…, 𝑁, dan 𝑆 himpunan bagian dari 𝑁 dengan komplemen 𝑆 di dalam 𝑁 adalah himpunan berhingga. Dengan mudah kita cek 𝜏 merupakan topologi. Untuk setiap bilangan asli 𝑛 didefinisikan himpunan 𝑆𝑛 sebagai berikut



20



∞



𝑆𝑛 = {1} βˆͺ {𝑛 + 1} βˆͺ {𝑛 + 2} βˆͺ {𝑛 + 3} … = {1} βˆͺ ⋃ π‘š π‘š=𝑛+1



Jelas setiap 𝑆𝑛 merupakan himpunan terbuka di dalam topologi 𝜏, karena komplemennya merupakan himpunan berhingga. Akan tetapi ∞



β‹‚ 𝑆𝑛 = {1} 𝑛=1



Komplemen dari {1} bukanlah 𝑁 ataupun himpunan berhingga, itu artinya {1} bukanlah himpunan terbuka. Telah kita tunjukan irisan tak-hingga dari himpunan terbuka 𝑆𝑛 tidaklah terbuka. Selanjutnya jika ada yang terbuka pastilah ada yang tertutup, himpunan tertutup adalah komplemen dari himpunan terbuka. Definisi 1.2.4. Misalkan (𝑋, 𝜏) merupakan ruang topologi, suatu himpunan bagian 𝑆 dari 𝑋 dikatakan himpunan



tertutup jika



komplemennya



merupakan



himpunan terbuka pada (𝑋, 𝜏). Dari Contoh 1.1.2, Himpunan tertutupnya adalah βˆ…, 𝑋, {𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒, 𝑓}, {π‘Ž, 𝑏, 𝑒, 𝑓}, {𝑏, 𝑒, 𝑓}, dan {a}. Proposisi 1.2.5. Untuk sebarang ruang topologi (𝑋, 𝜏) maka 1. 𝑋 dan βˆ… adalah himpunan tertutup. 2. Gabungan (berhingga atau tak hingga) dari himpunan tertutup adalah himpunan tertutup. 3. Irisan berhingga dari himpunan tertutup adalah himpunan tertutup. Bukti: Untuk pembuktian nomor 1 mengikuti Proposisi 1.2.2 dan Definisi 1.2.4, karena komplemen dari 𝑋 adalah βˆ… dan komplemen dari βˆ… adalah 𝑋. Selanjutnya untuk pembuktian nomor 2, misalkan 𝑆1 , 𝑆2 , … , 𝑆𝑛 merupakan himpunan tertutup. Kita akan menunjukkan bahwa 𝑆1 βˆͺ 𝑆2 βˆͺ … βˆͺ 𝑆𝑛 merupakan himpunan tertutup. Berdasarkan Definisi 1.2.4, 𝑋\(𝑆1 βˆͺ 𝑆2 βˆͺ … βˆͺ 𝑆𝑛 ) merupakan suatu himpunan terbuka. Karena 𝑆1 , 𝑆2 , … , 𝑆𝑛 merupakan himpunan tertutup, maka komplemennya 𝑋\𝑆1 , 𝑋\𝑆2 , … , 𝑋\𝑆𝑛 merupakan himpunan terbuka, sehingga 𝑋\(𝑆1 βˆͺ 𝑆2 βˆͺ … βˆͺ 𝑆𝑛 ) = (𝑋\𝑆1 ) ∩ (𝑋\𝑆2 ) ∩ … ∩ (𝑋\𝑆𝑛 ) 21



Karena sisi kanan merupakan irisan dari himpunan terbuka, maka sisi sebelah kiri juga merupakan himpunan terbuka. Oleh karena itu 𝑆1 βˆͺ 𝑆2 βˆͺ … βˆͺ 𝑆𝑛 adalah himpunan tertutup. Sehingga terbukti. Kemudian untuk pembuktian nomor 3 sama seperti halnya pembuktian nomor 2. Catatan: Penamaan β€œterbuka” dan β€œtertutup” menemukan sedikit permasalahan (kalau boleh dibilang begitu), bahwa ada himpunan terbuka sekaligus merupakan himpunan tertutup. Lebih jauh lagi ada himpunan yang tidak terbuka dan tidak tertutup. Sekarang perhatikan Contoh 1.1.2, kita lihat bahwa  Himpunan {π‘Ž} dan {𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒, 𝑓} adalah himpunan terbuka dan tertutup  Himpunan {𝑏, 𝑐} tidak terbuka ataupun tertutup  Himpunan {𝑐, 𝑑} terbuka tetapi tidak tertutup  Himpunan {π‘Ž, 𝑏, 𝑐, 𝑓} tertutup tetapi tidak terbuka.



Pada ruang diskrit semua himpunan adalah terbuka dan tertutup tetapi pada ruang indiskrit (𝑋, 𝜏) semua himpunan bagian dari 𝑋 kecuali 𝑋 dan βˆ… tidaklah terbuka ataupun tertutup. Definisi 1.2.6. Himpunan bagian 𝑆 dari ruang topologi (𝑋, 𝜏) dikatakan clopen (closed and open) jika terbuka dan tertutup pada ruang topologi (𝑋, 𝜏). Catatan: Setiap ruang topologi (𝑋, 𝜏), himpunan 𝑋 dan βˆ… adalah clopen. Pada ruang disktrit βˆ…, setiap himpunan bagian dari 𝑋 adalah clopen. Pada ruang indiskrit himpunan clopen hanyalah 𝑋 dan βˆ….



Himpunan terbuka adalah semua anggota-anggota 𝜏. Jika komplemen suatu himpunan adalah himpunan terbuka, maka himpunan tersebut merupakan himpunan tertutup.



22



Soal Latihan 1. Daftarkan semua 64 subset dari himpunan 𝑋 pada Contoh 1.1.2. Tuliskan ke bawah, selanjutnya untuk masing-masing himpunan, tentukan apakah merupakan (i) Clopen, (ii) Bukan tertutup ataupun terbuka, (iii) Terbuka tetapi bukan tertutup, (iv) Tertutup tetapi bukan terbuka. 2. Misalkan (𝑋, 𝜏) merupakan ruang topologi yang memenuhi sifat setiap subsetnya merupakan himpunan tertutup. Buktikan bahwa (𝑋, 𝜏) merupakan ruang disrit! 3. Misalkan 𝑋 merupakan himpunan tak hingga. Jika 𝜏 merupakan suatu topologi di 𝑋 sehingga setiap subset tak hingga di 𝑋 adalah tertutup, buktikan bahwa 𝜏 merupakan topologi diskrit!



1.3



FINITE-CLOSED TOPOLOGY



Definisi 1.3.1. Misalkan 𝑋 adalah himpunan tak kosong. Topologi di 𝑋 disebut finiteclosed topologi atau topologi cofinite jika subhimpunan tertutup dari 𝑋 adalah 𝑋 dan semua subhimpunan terbatas di 𝑋, sehingga himpunan terbuka βˆ… dan semua subhimpunan di 𝑋 mempunyai komplemen terbatas. Perlu dicek bahwa 𝜏 di Definisi 1.3.1 adalah topologi yang mana memenuhi setiap kondisi di Definisi 1.1.1. Catatan: Definisi 1.3.1 tidak mengatakan bahwa setiap topologi yang memuat 𝑋 dan subhimpunan terbatas di 𝑋 tertutup adalah finite-closed topologi. Hal tersebut hanya berlaku untuk himpunan tertutup. (Tentu saja, contohnya pada topologi diskrit setiap himpunan 𝑋, himpunan 𝑋 tersebut dan semua subhimpunan terbatas dari 𝑋 adalah tertutup, demikian juga untuk semua subhimpunan lain di 𝑋). Di finite-closed topologi, semua himpunan terbatas adalah himpunan tertutup. Selanjutnya contoh di bawah ini menunjukkan bahwa subhimpunan tak terbatas bukan himpunan terbuka. Contoh 1.3.2. Jika 𝑁 adalah himpunan dari semua bilangan bulat positif, maka himpunan seperti {1}, {5,6,7}, {2,4,6,8} adalah terbatas, oleh karena itu himpunan



23



tersebut tertutup di finite-closed topologi. Di lain pihak, himpunan dari bilangan genap positif bukanlah himpunan tertutup karena itu tidak terbatas dan karena itu adalah komplemennya, himpunan dari bilangan bulat ganjil positif bukan himpunan terbuka di finite-closed topologi. Jadi, semua himpunan terbatas adalah tertutup, tetapi tidak semua himpunan tak terbatas adalah terbuka. Contoh 1.3.3. Misalkan 𝜏 adalah finite-closed topologi di himpunan 𝑋. Jika 𝑋 mempunyai sedikitnya 3 subset clopen, buktikan bahwa 𝑋 adalah himpunan terhingga. Bukti: Kita tahu bahwa 𝜏 adalah finite-closed topologi dan ada sedikitnya 3 subset clopen. Kita harus membuktikan bahwa 𝑋 adalah himpunan terhingga. Ingat bahwa 𝜏 adalah finite-closed topologi, berarti anggota dari semua himpunan tertutup terdiri dari 𝑋 dan semua subset terhingga di 𝑋, suatu himpunan disebut clopen jika dan hanya jika keduanya tertutup dan terbuka. Ingat bahwa di setiap ruang topologi ada 2 subset clopen yaitu 𝑋 dan βˆ…. Tetapi kita diberitahu bahwa ada subset clopen selain 𝑋 dan βˆ…. Seperti halnya ruang (𝑋, 𝜏) mempunyai 3 subset clopen, kita tahu bahwa ada subset clopen 𝑆 di 𝑋 sehingga 𝑆 β‰  𝑋 dan 𝑆 β‰  βˆ…. Karena 𝑋 terbuka di (𝑋, 𝜏), pada Definisi 1.2.4 menyatakan bahwa komplemen 𝑋\𝑆 adalah himpunan tertutup. Jadi S dan 𝑋\𝑆 tertutup di finite-closed topologi 𝜏. Oleh karena itu, 𝑆 dan 𝑋\𝑆 keduanya terhingga, karena tidak ada yang sama dengan 𝑋. Sedangkan 𝑋 = 𝑆 βˆͺ (𝑋\𝑆) dan juga 𝑋 adalah gabungan dari dua himpunan terbatas. Jadi 𝑋 adalah himpunan terbatas. Definisi 1.3.4. Misalkan 𝑓 fungsi yang memetakan himpunan 𝑋 ke π‘Œ, maka (i)



Fungsi 𝑓 dikatakan satu-satu atau injektif jika 𝑓(π‘₯1 ) = 𝑓(π‘₯2 ) maka π‘₯1 = π‘₯2 untuk π‘₯1 , π‘₯2 ∈ 𝑋.



(ii) Fungsi 𝑓 dikatakan pada atau surjektif jika untuk setiap 𝑦 ∈ π‘Œ terdapat π‘₯ ∈ 𝑋 sehingga 𝑓(π‘₯) = 𝑦. (iii) Fungsi 𝑓 dikatakan bijektif jika keduanya satu-satu dan pada.



24



Definisi 1.3.5. Misal 𝑓 adalah fungsi yang memetakan himpunan 𝑋 ke dalam himpunan π‘Œ. fungsi 𝑓 dikatakan mempunyai invers jika terdapat sebuah fungsi dari π‘Œ ke 𝑋 sehingga 𝑔(𝑓(π‘₯)) = π‘₯, untuk setiap π‘₯ ∈ 𝑋 dan 𝑓(𝑔(𝑦)) = 𝑦 untuk setiap 𝑦 ∈ π‘Œ. fungsi 𝑔 dikatakan fungsi invers dari 𝑓. Proposisi 1.3.6. Misal 𝑓 adalah fungsi yang memetakan himpunan 𝑋 ke dalam himpunan π‘Œ, maka (i)



Fungsi 𝑓 mempunyai invers jika dan hanya jika 𝑓 bijektif



(ii) Misal 𝑔1 dan 𝑔2 keduanya fungsi invers dari 𝑓 maka 𝑔1 = 𝑔2 , yang mana 𝑔1 (𝑦) = 𝑔2 (𝑦), untuk setiap 𝑦 ∈ π‘Œ. (iii) Misalkan 𝑔 adalah fungsi dari π‘Œ ke 𝑋. Maka 𝑔 adalah fungsi invers dari 𝑓 jika dan hanya jika 𝑓 fungsi invers dari 𝑔. Definisi 1.3.7. Misalkan 𝑓 adalah fungsi yang memetakan dari himpunan 𝑋 ke dalam himpunan π‘Œ. Jika 𝑆 adalah subset dari π‘Œ, maka himpunan 𝑓 βˆ’1 (𝑆) didefinisikan sebagai 𝑓 βˆ’1 (𝑆) = {π‘₯: π‘₯ ∈ 𝑋 dan 𝑓(π‘₯) ∈ 𝑆} Subset 𝑓 βˆ’1 (𝑆) dari 𝑋 disebut sebagai bayangan invers dari 𝑆. Contoh 1.3.8. Misalkan 𝑓 fungsi yang memetakan dari himpunan bilangan bulat 𝑍 ke dirinya sendiri, didefinisikan sebagai 𝑓(𝑧) = |𝑧|, βˆ€π‘§ ∈ 𝑍. Maka fungsi 𝑓 bukan satu-satu karena 𝑓(1) = 𝑓(βˆ’1). Bukan juga pada karena tidak ada 𝑧 ∈ 𝑍 sehingga 𝑓(𝑧) = βˆ’1. Maka 𝑓 pastilah bukan fungsi bijektif. Karena itu, menurut Proposisi 1.3.6 (i), 𝑓 tidak mempunyai invers. Tetapi bayangan inversnya ada. Contohnya: 𝑓 βˆ’1 ({1,2,3}) = {βˆ’1, βˆ’2, βˆ’3,1,2,3} 𝑓 βˆ’1 ({βˆ’5,3,5,7,9}) = {βˆ’3, βˆ’5, βˆ’7, βˆ’9,3,5,7,9} Contoh 1.3.9. Misalkan (π‘Œ, 𝜏) adalah ruang topologi dan 𝑋 himpunan tak kosong, misal 𝑓 adalah fungsi yang memetakan dari 𝑋 ke π‘Œ. Diberikan 𝜏1 = {𝑓 βˆ’1 (𝑠); 𝑆 ∈ 𝜏}. Buktikan bahwa 𝜏 adalah topologi di 𝑋.



25



Soal Latihan 1. Jika 𝑁 adalah himpunan dari semua bilangan bulat positif, 𝜏 memuat 𝑁, βˆ… dan setiap himpunan {𝑛, 𝑛 + 1, … } untuk 𝑛 adalah bilangan bulat positif, jika 𝜏 adalah topologi, tentukan apakah 𝜏 merupakan finite-closed topologi? 2. Misalkan 𝜏 merupakan finite-closed topology di himpunan 𝑋. Jika 𝜏 juga merupakan topologi diskrit, buktikan bahwa himpunan 𝑋 berhingga! 3. Misalkan 𝑓 merupakan fungsi dari himpunan 𝑋 ke dalam himpunan π‘Œ. Buktikan bahwa 𝑓 βˆ’1 (⋃ 𝐡𝑗 ) = ⋃ 𝑓 βˆ’1 (𝐡𝑗 ) π‘—βˆˆπ½



π‘—βˆˆπ½



26



BAB 2. TOPOLOGI EUCLIDEAN



Di dalam film atau novel biasanya ada beberapa karakter utama mengenai siapa (tokoh) utama di dalam alur cerita tersebut. Maka di dalam cerita topologi, topologi Euclidean pada himpunan bilangan real merupakan salah satu karakter utamanya. Misalkan 𝑅 dinotasikan sebagai himpunan semua bilangan real. Di BAB 1 kita telah mendefinisikan tiga bentuk topologi yang dapat diambil dari beberapa himpunan seperti: topologi diskrit, topologi indiskrit dan topologi tertutup-hingga (Finite-closed topology). Jadi kita tahu bahwa ada tiga bentuk topologi yang dapat diambil dari himpunan 𝑅. Dalam BAB ini kita akan membahas banyak hal penting dan menarik untuk topologi di 𝑅 yang disebut dengan Topologi Euclidean. TOPOLOGI EUCLIDEAN DI 𝑹



2.1



Definisi 2.2.1. Suatu himpunan 𝑆 βŠ† 𝑅 dikatakan terbuka di topologi Euclidean jika memenuhi sifat sebagai berikut: (βˆ—) βˆ€ π‘₯ ∈ 𝑆, βˆƒ π‘Ž, 𝑏 ∈ 𝑅 dengan π‘Ž < 𝑏 βˆ‹ π‘₯ ∈ (π‘Ž, 𝑏) 𝑆 Remarks 2.1.2. Beberapa catatan yang perlu diketahui mengenai topologi Euclidean, yaitu (i) β€œTopologi Euclidean”  merupakan topologi Bukti: Akan dibuktikan topologi Euclidean memenuhi semua kondisi pada Definisi 1.1.1. a) Akan dibuktikan 𝑅 ∈  dan βˆ… ∈ . Misalkan π‘₯ ∈ 𝑅, jika kita ambil π‘Ž = π‘₯ βˆ’ 1, 𝑏 = π‘₯ + 1, maka π‘₯ ∈ (π‘Ž, 𝑏) βŠ† 𝑅, yang berarti 𝑅 memenuhi sifat (βˆ—) dan 𝑅 ∈



. Dan juga βˆ… ∈  dengan βˆ… memenuhi (βˆ—). Sehingga kondisi ke-1 pada Definisi 1.1.1 terpenuhi. b) Misalkan {𝐴𝑗 ∢ 𝑗 ∈ 𝐽} merupakan anggota dari , kita akan tunjukkan bahwa β‹ƒπ‘—βˆˆπ½ 𝐴𝑗 ∈  sedemikian sehingga memenuhi (βˆ—). Misalkan π‘₯ ∈ β‹ƒπ‘—βˆˆπ½ 𝐴𝑗 , maka



27



π‘₯ ∈ π΄π‘˜ untuk π‘˜ ∈ 𝐽. Karena π΄π‘˜ ∈ , maka βˆƒ π‘Ž, 𝑏 di 𝑅 dengan π‘Ž < 𝑏 βˆ‹ π‘₯ ∈ (π‘Ž, 𝑏) βŠ† π΄π‘˜ . Karena π‘˜ ∈ 𝐽, π΄π‘˜ βŠ† β‹ƒπ‘—βˆˆπ½ 𝐴𝑗 dan juga π‘₯ ∈ (π‘Ž, 𝑏) βŠ† β‹ƒπ‘—βˆˆπ½ 𝐴𝑗 , sehingga β‹ƒπ‘—βˆˆπ½ 𝐴𝑗 memenuhi sifat (βˆ—) dan termuat di . Oleh karena itu kondisi ke-2 pada Definisi 1.1.1 terpenuhi. c) Misalkan 𝐴1 dan 𝐴2 termuat di . Kita akan tunjukkan bahwa 𝐴1 ∩ 𝐴2 ∈ . Misalkan 𝑦 ∈ 𝐴1 ∩ 𝐴2 , maka 𝑦 ∈ 𝐴1 . Karena 𝐴1 ∈ 𝜏, terdapat π‘Ž dan 𝑏 di 𝑅 dengan π‘Ž < 𝑏 sehingga 𝑦 ∈ (π‘Ž, 𝑏) βŠ† 𝐴2 . Misalkan 𝑒 merupakan yang terbesar dari π‘Ž dan 𝑐, serta 𝑓 merupakan yang terkecil dari 𝑏 dan 𝑑. Maka dapat dituliskan 𝑒 < 𝑦 < 𝑓, dan juga 𝑦 ∈ (𝑒, 𝑓). Karena (𝑒, 𝑓) βŠ† (π‘Ž, 𝑏) βŠ† 𝐴2 , maka dapat disimpulkan bahwa 𝑦 ∈ (𝑒, 𝑓) βŠ† 𝐴1 ∩ 𝐴2 . Sehingga 𝐴1 ∩ 𝐴2 memenuhi (βˆ—) dan termuat di . Sehingga terbukti bahwa topologi Euclidean  merupakan topologi. (ii) Misalkan 𝒓, 𝒔 ∈ 𝑹 dengan 𝒓 < 𝒔. Dalam topologi Euclidean  di 𝑹, interval terbuka (𝒓, 𝒔) termuat di  dan merupakan himpunan terbuka. Bukti: Diberikan himpunan terbuka (π‘Ÿ, 𝑠). Akan dibuktikan (π‘Ÿ, 𝑠) terbuka di topologi Euclidean, yaitu dengan menunjukkan (π‘Ÿ, 𝑠) memiliki sifat (βˆ—) dari Definisi 2.1.1. Misalkan π‘₯ ∈ (π‘Ÿ, 𝑠), kita ingin mencari π‘Ž dan 𝑏 di 𝑅 yang memenuhi π‘₯ ∈ (π‘Ž, 𝑏) βŠ† (π‘Ÿ, 𝑠). Selanjutnya misalkan π‘₯ ∈ (π‘Ÿ, 𝑠), pilih π‘Ž = π‘Ÿ, 𝑏 = 𝑠, sehingga jelas bahwa π‘₯ ∈ (π‘Ž, 𝑏) βŠ† (π‘Ÿ, 𝑠). Maka terbukti (π‘Ÿ, 𝑠) merupakan himpunan terbuka di topologi Euclidean (iii) Interval terbuka (𝒓, ∞) dan (βˆ’βˆž, 𝒓) merupakan himpunan terbuka di 𝑹, untuk setiap bilangan real 𝒓. Bukti:



Akan



dibuktikan



(π‘Ÿ, ∞)



merupakan



himpunan



terbuka.



Untuk



menunjukkannya, kita harus memisalkan π‘₯ ∈ (π‘Ÿ, ∞) dan π‘Ž, 𝑏 ∈ 𝑅 sedemikian sehingga berlaku π‘₯ ∈ (π‘Ž, 𝑏) βŠ† (π‘Ÿ, ∞). Misalkan π‘₯ ∈ (π‘Ÿ, ∞). Pilih π‘Ž = π‘Ÿ dan 𝑏 = π‘₯ + 1, maka π‘₯ ∈ (π‘Ž, 𝑏) βŠ† (π‘Ÿ, ∞) dan (π‘Ÿ, ∞) ∈ . Dengan argumen dan cara yang sama juga menunjukkan (βˆ’βˆž, π‘Ÿ) merupakan himpunan terbuka di 𝑅.



28



(iv) Penting untuk dicatat bahwa untuk setiap interval terbuka merupakan himpunan terbuka di 𝑹. Namun tidak semua himpunan terbuka di 𝑹 merupakan interval terbuka. Contohnya himpunan (1,3) βˆͺ (5,6) merupakan himpunan terbuka di 𝑅 tetapi bukan interval terbuka. Walaupun himpunan β‹ƒβˆž 𝑛=1(2𝑛, 2𝑛 + 1) merupakan himpunan terbuka di 𝑅. (v) Untuk βˆ€ 𝒄, 𝒅 ∈ 𝑹 dengan 𝒄 < 𝒅, interval tertutup [𝒄, 𝒅] bukan himpunan terbuka di 𝑹. Bukti: Akan dibuktikan [𝑐, 𝑑] tidak memenuhi sifat (βˆ—). Kemudian akan dibuktikan dengan menggunakan kontradiksi. Amati bahwa 𝑐 ∈ [𝑐, 𝑑]. Andaikan terdapat π‘Ž dan 𝑏 di 𝑅 dengan π‘Ž < 𝑏 βˆ‹ 𝑐 ∈ (π‘Ž, 𝑏) βŠ† [𝑐, 𝑑]. Sehingga 𝑐 ∈ (π‘Ž, 𝑏) yang berarti bahwa π‘Ž < 𝑐 < 𝑏, dan juga π‘Ž
2. Kita misalkan 𝛽 merupakan koleksi dari semua subset {〈π‘₯1 , π‘₯2 , … , π‘₯𝑛 βŒͺ ∈ 𝑅 𝑛 : π‘Žπ‘– < π‘₯𝑖 < 𝑏𝑖 , 𝑖 = 1,2, … , 𝑛} di 𝑅 𝑛 dengan sisi-sisi yang sejajar dengan sumbunya. Koleksi 𝛽 ini merupakan suatu basis untuk topologi Euclidean di 𝑅 𝑛 . Dari penjelasan yang telah dipaparkan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.



Setiap ruang topologi (𝑋, 𝜏) maka topologi 𝜏 menjadi basis bagi dirinya sendiri.



2.



Basis dari suatu ruang topologi tidak harus tunggal dan tidak harus mempunyai kardinalitas yang



sama.



Pada



teori



Topologi



ada



istilah weight yaitu basis terkecil dari suatu ruang topologi dan tentu saja basis terbesar adalah topologi itu sendiri.



Soal Latihan 1. Misalkan 𝛽 merupakan koleksi dari semua interval terbuka (π‘Ž, 𝑏) di 𝑅 dengan π‘Ž < 𝑏 dan π‘Ž, 𝑏 elemen bilangan rasional. Buktikan bahwa 𝛽 merupakan basis untuk topologi Euclidean di 𝑅. 2. Misalkan 𝛽1 merupakan basis untuk topologi 𝜏1 di himpunan 𝑋, dan 𝛽2 merupakan basis untuk toologi 𝛽2 di himpunan π‘Œ. Himpunan 𝑋 Γ— π‘Œ memuat semua himpunan-himpunan 𝛽1 Γ— 𝛽2 dimana 𝐡1 ∈ 𝛽1 dan 𝐡2 ∈ 𝛽2 . Buktikan bahwa 𝛽 merupakan suatu basis untuk topologi di 𝑋 Γ— π‘Œ. Topologi yang didefinisikan disebut Perkalian Topologi di 𝑋 Γ— π‘Œ.



35



2.3



BASIS UNTUK SUATU TOPOLOGI YANG DIBERIKAN



Contoh 2.3.1. Misalkan 𝛽 merupakan koleksi dari semua interval setengah terbuka (π‘Ž, 𝑏]. π‘Ž < 𝑏, dimana (π‘Ž, 𝑏] = {π‘Ž: π‘₯ ∈ 𝑅, π‘Ž < π‘₯ ≀ 𝑏}. Maka 𝛽 merupakan basis untuk suatu topologi di 𝑅, karena 𝑅 merupakan gabungan dari semua anggotaanggota di 𝛽, dan irisan dari setiap dua interval setengah terbuka merupakan suatu interval setengah terbuka juga. Proposisi 2.3.2. Misalkan (𝑋, 𝜏) merupakan ruang topologi. Suatu kumpulan 𝛽 dari subset terbuka di 𝑋 merupakan basis untuk Ο„ jika dan hanya jika untuk setiap titik π‘₯ yang termuat di setiap himpunan terbuka π‘ˆ, terdapat 𝐡 ∈ 𝛽 sehingga π‘₯ ∈ 𝐡 βŠ† π‘ˆ. Bukti: i. Akan ditunjukkan jika 𝛽 suatu basis untuk Ο„ dan π‘₯ ∈ π‘ˆ ∈ 𝜏, maka terdapat 𝐡 ∈ 𝛽 sehingga π‘₯ ∈ 𝐡 βŠ† π‘ˆ. Misalkan 𝛽 suatu basis untuk 𝜏 dan π‘₯ ∈ π‘ˆ ∈ 𝜏. Karena 𝛽 basis untuk 𝜏, maka himpunan terbuka π‘ˆ merupakan gabungan dari anggotaanggota di 𝛽, yaitu π‘ˆ = β‹ƒπ‘—βˆˆπ½ 𝐡𝑗 , 𝐡𝑗 ∈ 𝛽 untuk setiap 𝑗 ∈ 𝐽. Selanjutnya π‘₯ ∈ π‘ˆ mengimplikasikan bahwa π‘₯ ∈ 𝐡𝑗 , maka terbukti π‘₯ ∈ 𝐡𝑗 βŠ† π‘ˆ. ii. Akan ditunjukkan untuk setiap π‘ˆ ∈ 𝜏 dan π‘₯ ∈ π‘ˆ terdapat 𝐡 ∈ 𝛽 sehingga π‘₯ ∈ 𝐡 βŠ† π‘ˆ, maka 𝛽 merupakan suatu basis untuk 𝜏. Misalkan untuk setiap π‘ˆ ∈ 𝜏 dan π‘₯ ∈ π‘ˆ, terdapat 𝐡 ∈ 𝛽 dengan π‘₯ ∈ 𝐡 βŠ† π‘ˆ. Kita harus menunjukkan untuk setiap himpunan terbuka merupakan gabungan dari anggota-anggota di 𝛽. Jadi misalkan 𝑉 merupakan setiap himpunan terbuka, maka untuk setiap 𝑣 ∈ 𝑉, terdapat 𝐡π‘₯ ∈ 𝛽 sehingga π‘₯ ∈ 𝐡π‘₯ βŠ† 𝑉, lebih jauh 𝑉 = ⋃π‘₯βˆˆπ‘‰ 𝐡π‘₯ . Maka 𝑉 merupakan gabungan dari anggota-anggota yang ada di 𝛽. Terbukti. Proposisi 2.3.3. Misalkan 𝛽 merupakan basis untuk suatu topologi 𝜏 dalam himpunan 𝑋. Maka suatu subset π‘ˆ dari 𝑋 dikatakan terbuka jika dan hanya jika untuk setiap π‘₯ ∈ π‘ˆ, terdapat 𝐡 ∈ 𝛽 sehingga π‘₯ ∈ 𝐡 βŠ† π‘ˆ.



36



Bukti: Misalkan π‘ˆ merupakan setiap subset dari 𝑋. Asumsikan bahwa untuk setiap π‘₯ ∈ π‘ˆ terdapat 𝐡π‘₯ ∈ 𝛽 sehingga π‘₯ ∈ 𝐡π‘₯ βŠ† π‘ˆ, lebih lanjut π‘ˆ = ⋃π‘₯βˆˆπ‘ˆ 𝐡π‘₯ . Jadi π‘ˆ merupakan gabungan dari himpunan terbuka, maka π‘ˆ terbuka. Untuk pembuktian konversnya mengikuti Proposisi 2.3.2. Proposisi 2.3.4. Misalkan 𝛽1 dan 𝛽2 merupakan basis-basis untuk topologi 𝜏1 dan 𝜏2 dalam himpunan tak kosong 𝑋. Maka 𝜏1 = 𝜏2 jika dan hanya jika i. Untuk setiap 𝐡 ∈ 𝛽1 dan π‘₯ ∈ 𝐡, terdapat suatu 𝐡′ ∈ 𝛽2 sehingga π‘₯ ∈ 𝐡′ βŠ† 𝐡, dan ii. Untuk setiap 𝐡 ∈ 𝛽2 dan π‘₯ ∈ 𝐡, terdapat suatu 𝐡′ ∈ 𝛽1 sehingga π‘₯ ∈ 𝐡′ βŠ† 𝐡. Bukti: Kita harus menunjukkan bahwa 𝛽1 dan 𝛽2 merupakan basis untuk topologi yang sama jika dan hanya jika (i) dan (ii) terpenuhi. Pertama kita asumsikan mereka merupakan basis untuk topologi yang sama, yaitu 𝜏1 = 𝜏2 , lalu tunjukkan kondisi (i) dan (ii) terpenuhi. Selanjutnya asumsikan jika (i) dan (ii) terpenuhi, maka tunjukkan 𝜏1 = 𝜏2 . Asumsikan 𝜏1 = 𝜏2 . Maka kondisi (i) dan (ii) secara tidak langsung terpenuhi akibat dari Proposisi 2.3.2. Selanjutnya untuk pembuktian konversnya, asumsikan 𝛽1 dan 𝛽2 memenuhi kondisi (i) dan (ii). Berdasarkan Proposisi 2.3.2, (i) menunjukkan bahwa setiap 𝐡 ∈ 𝛽1 terbuka di (𝑋, 𝜏2 ), yakni 𝛽1 βŠ† 𝜏2 . Karena setiap anggota 𝜏1 merupakan gabungan dari anggota-anggota 𝜏2 , ini mengimplikasikan 𝜏1 βŠ† 𝜏2 . Dengan cara yang sama, (ii) mengimplikasikan 𝜏2 βŠ† 𝜏1 . Karena 𝜏1 βŠ† 𝜏2 dan 𝜏2 βŠ† 𝜏1 , maka terbukti 𝜏1 = 𝜏2 . Contoh 2.3.5. Tunjukkan bahwa himpunan 𝛽 dari semua β€œSegitiga sama sisi terbuka” dengan basis sejajar dengan sumbuβˆ’π‘‹ merupakan suatu basis untuk topologi Euclidean di 𝑅 2. Kita harus menunjukkan bahwa 𝛽 merupakan basis untuk topologi Euclidean. Kita akan menggunakan aplikasi dari Proposisi 2.3.4, tapi sebelumnya kita harus



37



menunjukkan bahwa 𝛽 merupakan basis untuk beberapa topologi di 𝑅 2 . Untuk menunjukkan hal tersebut, kita tunjukkan bahwa 𝛽 memenuhi kondisi dari Proposisi 2.2.8.



Hal pertama yang harus kita perhatikan adalah 𝛽 merupakan basis untuk beberapa topologi karena memenuhi kondisi dari Proposisi 2.2.8. (Untuk menunjukkan 𝛽 memenuhi Proposisi 2.2.8, amati bahwa 𝑅 2 sama dengan gabungan dari semua segitiga sama sisi terbuka dengan basis yang sejajar dengan sumbuβˆ’π‘‹, dan irisan dari dua segitiga serupa merupakan segitiga serupa yag lain). Selanjutnya kita akan tunjukkan kondisi (i) dan (ii) dari Proposisi 2.3.4 terpenuhi. Pertama, kita tinjau kondisi (i). Misalkan 𝑅 merupakan persegi terbuka dengan sisi-sisi sejajar terhadap aΓ—is dan setiap titik π‘₯ di 𝑅. Kita harus menunjukkan bahwa terdapat segitiga sama sisi terbuka 𝑇 dengan basis sejajar terhadap sumbuβˆ’π‘‹ sehingga π‘₯ ∈ 𝑇 βŠ† 𝑅. Secara gambar dapat mudah dilihat sebagai berikut



Maka kondisi (ii) dari Proposisi 2.3.4 terpenuhi. Misalkan 𝑇′ merupakan segitiga sama sisi terbuka dengan basis sejajar terhadap sumbuβˆ’π‘‹ dan misalkan 𝑦



38



merupakan setiap titik di 𝑇′. Maka terdapat suatu persegi terbuka 𝑅′ sehingga 𝑦 ∈ 𝑅′ βŠ† 𝑇′. Berikut gambarnya



Maka semua kondisi dari Proposis 2.3.4 terpenuhi. Sehingga 𝛽 merupakan basis untuk topologi Euclidean di 𝑅 2.



Soal Latihan 1. Misalkan (𝑋, 𝜏) merupakan ruang topologi. Suatu koleksi tak kosong 𝑆 dari subset terbuka 𝑋 disebut sebagai subbasis untuk Ο„ jika koleksi dari semua irisan berhingga anggota 𝑆 merupakan suatu basis untuk Ο„. i. Buktikan bahwa koleksi dari semua interval terbuka (π‘Ž, ∞) serta (βˆ’βˆž, 𝑏) merupakan subbasis untuk topologi Euclidean di 𝑅. ii. Buktikan bahwa 𝑆 = {{π‘Ž}, {π‘Ž, 𝑐, 𝑑}, {𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒, 𝑓}} merupakan subbasis untuk topologi 𝜏1 = {𝑋, βˆ…, {π‘Ž}, {𝑐, 𝑑}, {π‘Ž, 𝑐, 𝑑}, {𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒, 𝑓}} Dimana 𝑋 = {π‘Ž, 𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒, 𝑓}. 2. Tentukan apakah koleksi-koleksi berikut ini merupakan basis atau bukan untuk Topologi Euclidean di 𝑅 2 i. Koleksi dari semua persegi terbuka dimana sisi-sisinya sejajar dengan sumbuβˆ’π‘₯ dan sumbuβˆ’π‘¦. ii. Koleksi dari semua persegi terbuka.



39



iii. Koleksi dari semua segitiga terbuka. 3. Misalkan 𝛽 = {(π‘Ž, 𝑏]: π‘Ž, 𝑏 ∈ 𝑅, π‘Ž < 𝑏}. Dimana 𝛽 merupakan basis untuk suatu topologi 𝜏 di 𝑅, dan 𝜏 bukan merupakan topologi Euclidean di 𝑅. Tunjukkan bahwa setiap interval (π‘Ž, 𝑏) terbuka di (𝑅, 𝜏).



40



BAB 3. LIMIT



Dalam garis bilangan real, kita tahu istilah mengenai β€œkedekatan” dan β€œjarak dari setiap titik bilangan real”, atau β€œseberapa dekat suatu barisan yang tak hingga banyaknya



dengan



sebuah



nilai”.



Semisal



jika



kita



punya



barisan



0.1,0.01,0.001,0.0001,0.00001, …, maka barisan tersebut akan dekat dengan suatu nilai, yakni 0. Maka kita bisa katakan bahwa 0 merupakan limit atau batas dari barisan tersebut. Di dalam ruang topologi, kita tidak dapat mendefinisikan β€œfungsi jarak” dari satu elemen dengan elemen lainnya (walaupun nanti ada yang disebut ruang metrik), jadi kita akan mendefinisikan kembali apa yang disebut sebagai titiktitik limit di ruang topologi. 3.1



TITIK-TITIK LIMIT DAN SELIMUT (KLOSUR) Jika (𝑋, 𝜏) merupakan ruang topologi, maka biasanya semua elemen dari 𝑋



kita sebut sebagai titik. Definisi 3.1.1. Misalkan 𝐴 merupakan subset dari ruang topologi (𝑋, Ο„), yakni 𝐴 βŠ† 𝑋. Suatu titik π‘₯ ∈ 𝑋 dikatakan sebagai titik limit (titik akumulasi atau titik kluster) dari 𝐴 jika setiap himpunan terbuka π‘ˆ memuat π‘₯ dan juga memuat titik lain 𝐴 yang berbeda dari π‘₯. Contoh 3.1.2. Terdapat ruang topologi (𝑋, Ο„) dimana himpunan 𝑋 = {π‘Ž, 𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒}, topologi Ο„ = {𝑋, βˆ…, {π‘Ž}, {𝑐, 𝑑}, {π‘Ž, 𝑐, 𝑑}, {𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒}}, dan 𝐴 = {π‘Ž, 𝑏, 𝑐}. Maka 𝑏, 𝑑, dan 𝑒 adalah titik limit tetapi π‘Ž dan 𝑐 bukan titik limit dari 𝐴. Kenapa? Berikut penyelesaiannya: Berdasarkan Definisi 3.1.1, kita tahu bahwa titik π‘Ž adalah titik limit dari 𝐴 jika dan hanya jika setiap himpunan terbuka memuat π‘Ž juga memuat titik lain dari himpunan 𝐴. Sehingga untuk memperlihatkan bahwa π‘Ž bukan titik limit dari 𝐴, perlu dicari suatu himpunan terbuka yang memuat π‘Ž namun tidak memuat titik lain di 𝐴. Kita lihat bahwa terdapat himpunan terbuka {π‘Ž} dan tidak memuat titik lain di 𝐴 selain π‘Ž. Sehingga π‘Ž bukan titik limit di 𝐴. Kemudian himpunan



41



{𝑐, 𝑑} adalah himpunan terbuka yang memuat 𝑐 tetapi tidak memuat titik lain yang termuat di 𝐴 selain 𝑐. Sehingga 𝑐 bukan titik limit dari 𝐴. Untuk memperlihatkan bahwa 𝑏 adalah titik limit dari 𝐴, kita perlu memeperlihatkan bahwa setiap himpunan terbuka memuat 𝑏 berisi titik lain dari 𝐴 selain 𝑏. Kita perlu memperlihatkan kasus ini dengan menuliskan semua himpunan terbuka yang memuat 𝑏 dan memverifikasi bahwa setiap himpunan tersebut memuat titik selain 𝑏 di 𝐴. Himpunan terbuka yang memuat 𝑏 hanya 𝑋 dan {𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒} dan keduanya berisi anggota lain di 𝐴 selain 𝑏, yakni 𝑐. Sehingga 𝑏 adalah titik limit di 𝐴. Titik 𝑑 adalah titik limit di 𝐴, meskipun bukan anggota 𝐴. Hal ini dikarenakan semua himpunan terbuka yang memuat 𝑑 berisi titik lain yang termuat di 𝐴. Sama halnya dengan 𝑒 yang merupakan titik limit dari 𝐴 meskipun tidak termuat di 𝐴. Contoh 3.1.3. Misalkan (𝑋, 𝜏) adalah ruang diskrit dan 𝐴 subset dari 𝑋. Maka 𝐴 tidak memiliki titik limit, karena untuk setiap π‘₯ ∈ 𝑋, {π‘₯} adalah himpunan terbuka yang memuat titik 𝐴 tetapi tidak berbeda dari π‘₯. Contoh 3.1.4. Misalkan terdapat subset 𝐴 = [π‘Ž, 𝑏) di R. Maka mudah memverifikasi bahwa setiap anggota di [π‘Ž, 𝑏) adalah titik limit dari 𝐴. Titik 𝑏 juga merupakan titik limit di 𝐴. Contoh 3.1.5. Misalkan (𝑋, 𝜏) adalah ruang indiskrit dan 𝐴 βŠ† 𝑋, dengan 𝐴 paling sedikit memuat dua elemen. Maka terlihat bahwa setiap titik π‘₯ merupakan titik limit dari 𝐴. Proposisi 3.1.6. Misalkan 𝐴 adalah subset dari ruang topologi (𝑋, 𝜏). Maka 𝐴 tertutup di (𝑋, 𝜏) jika dan hanya jika 𝐴 memuat semua titik limitnya. Bukti: Kita harus membuktikan bahwa 𝐴 adalah tertutup di (𝑋, 𝜏) jika dan hanya jika 𝐴 berisi semua titik limitnya. Sehingga kita perlu memperlihatkan bahwa (i) Jika 𝐴 adalah himpunan tertutup, maka 𝐴 memuat semua titik limitnya, dan (ii) Jika 𝐴 berisi semua titik limitnya, maka 𝐴 merupakan himpunan tertutup. Misalkan 𝐴 tertutup di (𝑋, 𝜏). Andaikan 𝑝 merupakan titik limit di 𝐴 yang termuat di 𝑋\𝐴. Maka 𝑋\𝐴 adalah himpunan terbuka memuat titik limit 𝑝 dari 𝐴. Oleh karena 42



itu 𝑋\𝐴 memuat anggota dari 𝐴. Terjadi kontradiksi. Sehingga pemisalan kita salah, maka haruslah 𝐴 berisi semua titik limitnya, tidak hanya suatu titik 𝑝 saja. Sebaliknya, misalkan 𝐴 memuat semua titik limitnya. Untuk setiap 𝑧 ∈ 𝑋\𝐴, kita asumsikan bahwa terdapat himpunan terbuka π‘ˆπ‘§ sedemikian sehingga π‘ˆπ‘§ ∩ 𝐴 = βˆ…, dan π‘ˆπ‘§ βŠ† 𝑋\𝐴. Sehingga 𝑋\𝐴 =βˆͺπ‘§βˆˆπ‘‹\𝐴 π‘ˆπ‘§ . Jadi 𝑋\𝐴 merupakan gabungan dari himpunan terbuka,



maka 𝑋\𝐴 merupakan himpunan terbuka. Karena



komplemen dari 𝐴 merupakan himpunan terbuka, maka 𝐴 merupakan himpunan tertutup. Contoh 3.1.7. Sebagai aplikasi dari Proposisi 3.1.6, maka kita dapat mengetahui bahwa: (i)



Himpunan [π‘Ž, 𝑏) tidak tertutup di R, karena 𝑏 merupakan titik limit, tetapi 𝑏 βˆ‰ {π‘Ž, 𝑏)



(ii) Himpunan [π‘Ž, 𝑏] tertutup di R, karena semua titik limit di [π‘Ž, 𝑏] termuat di himpunan [π‘Ž, 𝑏] (iii) (π‘Ž, 𝑏) bukan subset tertutup di R, karena tidak memuat titik limit π‘Ž (iv) [π‘Ž, ∞) adalah subset tertutup di R. Proposisi 3.1.8. Misalkan 𝐴 merupakan subset dari ruang topologi (𝑋, 𝜏) dan 𝐴′ merupakan himpunan semua titik limit di 𝐴. Maka 𝐴 βˆͺ 𝐴′ adalah himpunan tertutup. Bukti: Dari Proposisi 3.1.6 cukup diperlihatkan bahwa himpunan 𝐴 βˆͺ 𝐴′ memuat semua titik limitnya, atau setara dengan membuktikan bahwa tidak ada anggota 𝑋\(𝐴 βˆͺ 𝐴′) yang memuat titik limit dari 𝐴 βˆͺ 𝐴′. Misalkan 𝑝 ∈ 𝑋\ (𝐴 βˆͺ 𝐴′). Karena 𝑝 βˆ‰ 𝐴′, terdapat himpunan terbuka π‘ˆ memuat 𝑝 dimana π‘ˆ ∩ 𝐴 = {𝑝} atau βˆ…. Sehingga 𝑝 βˆ‰ 𝐴, maka π‘ˆ ∩ 𝐴 = πœ™. Kita klaim bahwa π‘ˆ ∩ 𝐴′ = βˆ…. Karena π‘₯ ∈ π‘ˆ maka π‘ˆ adalah himpunan terbuka dan π‘ˆ ∩ 𝐴 = βˆ…, π‘₯ βˆ‰ 𝐴′. Kemudian π‘ˆ ∩ 𝐴′ = βˆ…. Lebih lanjut π‘ˆ ∩ (𝐴 βˆͺ 𝐴′ ) = βˆ… dan 𝑝 ∈ π‘ˆ. Ini menunjukkan bahwa 𝑝 bukan titik limit di 𝐴 βˆͺ 𝐴′ dan juga menunjukkan bahwa 𝐴 βˆͺ 𝐴′ adalah himpunan tertutup.



43



Definisi 3.1.9. Misalkan 𝐴 subset dari ruang topologi (𝑋, 𝜏). Maka himpunan 𝐴 βˆͺ 𝐴′ memuat 𝐴 dan semua titik limitnya yang disebut selimut (closure) dari 𝐴 dan dinotasikan dengan 𝐴̅. Remark 3.1.10. Berdasarkan Proposisi 3.1.8, jelas bahwa 𝐴̅ merupakan himpunan tertutup. Setiap himpunan tertutup memuat 𝐴 dan juga memuat himpunan 𝐴′. Sehingga 𝐴 βˆͺ 𝐴′ = 𝐴̅ merupakan himpunan tertutup terkecil yang memuat 𝐴. Ini menunjukkan bahwa 𝐴̅ merupakan irisan dari semua himpunan tertutup yang memuat 𝐴. Contoh 3.1.11. Misalkan 𝑋 = {π‘Ž, 𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒} dan 𝜏 = {𝑋, βˆ…, {π‘Ž}, {𝑐, 𝑑}, {π‘Ž, 𝑐, 𝑑}, {𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒} Tunjukkan bahwa Μ…Μ…Μ…Μ… {𝑏} = {𝑏, 𝑒}, Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ… {π‘Ž, 𝑐} = 𝑋, dan Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ… {𝑏, 𝑑} = {𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒}. Bukti: Untuk mencari selimut dari setiap himpunan, kita harus mencari semua himpunan tertutup yang memuat himpunan himpunan tersebut dan pilih yang paling terkecil. Himpunan tertutupnya adalah βˆ…, 𝑋, {𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒}, {π‘Ž, 𝑏, 𝑒}, {𝑏, 𝑒} dan {π‘Ž}. Sehingga himpunan tertutup yang paling kecil memuat {𝑏} adalah {𝑏, 𝑒}, yakni Μ…Μ…Μ…Μ… {𝑏} = {𝑏, 𝑒}. Dengan cara yang sama, Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ… {π‘Ž, 𝑐} = 𝑋, dan Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ… {𝑏, 𝑑} = {𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒}. Contoh 3.1.12. Misalkan 𝑄 merupakan subset dari 𝑅 yang memuat semua bilangan rasional. Tunjukkan bahwa 𝑄̅ = 𝑅. Bukti: Akan dibuktikan dengan menggunakan kontradiksi. Andaikan 𝑄̅ β‰  𝑅. Maka terdapat π‘₯ ∈ 𝑅\𝑄̅. Karena 𝑅\𝑄̅ terbuka di 𝑅, maka terdapat π‘Ž, 𝑏 dimana π‘Ž < 𝑏 sehingga π‘₯ ∈ (π‘Ž, 𝑏) βŠ† 𝑅\𝑄̅ . Tetapi dalam setiap interval (π‘Ž, 𝑏) ada bilangan rasional π‘ž dimana π‘ž ∈ (π‘Ž, 𝑏). Sehingga π‘ž ∈ 𝑅\𝑄̅ , yang mengimplikasikan π‘ž ∈ 𝑅\𝑄. Terjadi kontradiksi, maka pemisalan kita salah. Sehingga haruslah 𝑄̅ = 𝑅. Definisi 3.1.13. Misalkan 𝐴 adalah subset dari ruang topologi (𝑋, 𝜏). Maka 𝐴 disebut sebagai dense di 𝑋 atau dense dimana-mana dalam 𝑋 jika 𝐴̅ = 𝑋. Contoh 3.1.14. Misalkan (𝑋, 𝜏) merupakan ruang diskrit. Maka setiap subset dari 𝑋 tertutup (selama komplemennya terbuka). Sehingga satu-satunya dense subset dari 𝑋 merupakan 𝑋 itu sendiri, karena setiap subset 𝑋 merupakan selimut (closure)-nya sendiri. 44



Proposisi 3.1.15. Misalkan 𝐴 adalah subset dari ruang topologi (𝑋, 𝜏). Maka 𝐴 adalah dense dalam 𝑋 jika dan hanya jika setiap himpunan terbuka tak kosong 𝑋 beririsan dengan 𝐴 non trivial (yakni, jika π‘ˆ ∈ 𝜏 dan π‘ˆ β‰  βˆ… maka 𝐴 ∩ π‘ˆ β‰  βˆ…). Bukti: Pertama, asumsikan bahwa setiap himpunan terbuka tak kosong beririsan dengan 𝐴 non-trivial. Jika 𝐴 = π‘₯, maka jelas 𝐴 merupakan dense di 𝑋. Jika 𝐴 β‰  𝑋, misalkan π‘₯ ∈ 𝑋\𝐴. Jika π‘ˆ ∈ 𝜏 dan π‘₯ ∈ π‘ˆ maka π‘ˆ ∩ 𝐴 β‰  βˆ…. Sehingga π‘₯ merupakan suatu titik limit dari 𝐴. Karena π‘₯ titik sebarang di 𝑋\𝐴, setiap titik dari 𝑋\𝐴 merupakan titik limit dari 𝐴. Jadi 𝑋\𝐴 βŠ† 𝐴′, dan berdasarkan Definisi 3.1.9, 𝐴̅ = 𝐴′ βˆͺ 𝐴 = π‘₯, maka 𝐴 merupakan dense di 𝑋. Konversnya, dengan menggunakan kontradiksi, misalkan 𝐴 merupakan dense di 𝑋. Misalkan π‘ˆ merupakan subset terbuka tak kosong dari 𝑋. Andaikan π‘ˆ ∩ 𝐴 = βˆ…. Maka jika π‘₯ ∈ π‘ˆ, π‘₯ bukan elemen 𝐴 dan π‘₯ bukan merupakan titik limit dari 𝐴, karena π‘ˆ merupakan himpunan terbuka yang memuat π‘₯ yang tidak memuat elemen lain dari 𝐴. Terjadi kontradiksi, sehingga pemisalan kita salah. Maka haruslah 𝐴 ∩ π‘ˆ β‰  βˆ….



45



Soal Latihan 1.



Dari Contoh 1.1.2, carilah semua titik-titik limit dari himpunna berikut: a. {π‘Ž}



c. {π‘Ž, 𝑐, 𝑑}



b. {b,c}



d. {𝑏, 𝑑, 𝑒, 𝑓}



2.



Cari semua titik limit dari interval terbuka (π‘Ž, 𝑏) di 𝑅, dimana π‘Ž < 𝑏.



3.



Apakah klosur di 𝑅 dari setiap himpunan berikut? 1 1 2 3



1 𝑛



a. {1, , , … , , … } b. Himpunan 𝑍 dari semua bilangan bulat c. Himpunan 𝑃 dari semua bilangan irrasional.



3.2



KETETANGGAAN (NEIGHBOURHOODS)



Definisi 3.2.1. Misalkan (𝑋, 𝜏) adalah ruang topologi, 𝑁 adalah subset dari 𝑋 dan 𝑝 sebuah titik di 𝑁. Maka 𝑁 dikatakan ketetanggaan dari titik 𝑝 jika terdapat himpunan terbuka π‘ˆ sedemikian sehingga 𝑝 ∈ π‘ˆ βŠ† 𝑁. 1



1



Contoh 3.2.2. Interval tertutup [0,1] di R adalah ketetanggaan di titik 2 karena 2 ∈ 1 3



(4 , 4) βŠ† [0,1]. 1



1



1



Contoh 3.2.3. Interval (0,1] di R adalah ketetanggaan dari titik 4, karena 4 ∈ (0, 2) βŠ† [0,1]. Tetapi (0,1] bukan merupakan ketetanggaan dari titik 1. Contoh 3.2.4. Jika (𝑋, 𝜏) adalah sembarang ruang topologi dan π‘ˆ ∈ 𝜏, maka dari Definisi 3.2.1, menunjukkan bahwa π‘ˆ merupakan ketetanggaan dari setiap titik 𝑝 ∈ π‘ˆ. Jadi, sebagai contoh, setiap interval terbuka (π‘Ž, 𝑏) di R adalah ketetanggaan dari setiap titik yang memuatnya. Contoh 3.2.5. Misalkan (𝑋, 𝜏) merupakan ruang topologi dan 𝑁 ketetanggaan dari titik 𝑝. Jika 𝑆 adalah sebarang subset di 𝑋 sedemikian sehingga 𝑁 βŠ† 𝑆, maka 𝑆 adalah ketetanggaan dari 𝑝.



46



Proposisi 3.2.6. Misalkan 𝐴 adalah subset dari ruang topologi (𝑋, 𝜏). Suatu titik π‘₯ ∈ 𝑋 adalah titik limit dari 𝐴 jika dan hanya jika setiap ketetanggaan dari π‘₯ memuat suatu titik 𝐴 yang berbeda dari π‘₯. Akibat 3.2.7. Misalkan 𝐴 adalah subset dari ruang topologi (𝑋, 𝜏). Maka himpunan 𝐴 adalah tertutup jika dan hanya jika untuk setiap π‘₯ ∈ 𝑋\𝐴 terdapat sebuah ketetanggaan 𝑁 dari π‘₯ sedemikian sehingga 𝑁 βŠ† 𝑋\𝐴 Akibat 3.2.8. Misalkan π‘ˆ adalah subset ruang topologi (𝑋, 𝜏). Maka π‘ˆ ∈ 𝜏 jika dan hanya jika untuk setiap π‘₯ ∈ π‘ˆ terdapat ketetanggaan 𝑁 dari π‘₯ sedemikian sehingga 𝑁 βŠ† π‘ˆ. Akibat 3.2.9. Misalkan π‘ˆ adalah subset ruang topologi (𝑋, 𝜏). Maka π‘ˆ ∈ 𝜏 jika dan hanya jika untuk setiap π‘₯ ∈ π‘ˆ terdapat 𝑉 ∈ 𝜏 sedemikian sehingga π‘₯ ∈ 𝑉 βŠ† π‘ˆ.



Soal Latihan 1.



Misalkan 𝐴 merupakan subset dari ruang topologi (𝑋, 𝜏). Buktikan bahwa 𝐴 merupakan dense di 𝑋 jika dan hanya jika setiap ketetanggan dari setiap titik di 𝑋\𝐴 memotong 𝐴 non-trivial.



2.



Misalkan 𝐴 dan 𝐡 seubset dari ruang topologi (𝑋, 𝜏). Buktikan bahwa Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ… 𝐴 ∩ 𝐡 βŠ† 𝐴̅ ∩ 𝐡̅



3.



Dengan kasus yang sama dari soal no. 2, berikan suatu contoh yang memenuhi Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ…Μ… 𝐴 ∩ 𝐡 β‰  𝐴̅ ∩ 𝐡̅



47



3.3



KETERHUBUNGAN (CONNECTEDNESS)



Remark 3.3.1. Kita akan mengenalkan beberapa definisi dan fakta yang harus diketahui, yakni misalkan 𝑆 merupakan himpunan bilangan real. Jika ada anggota 𝑏 di 𝑆 sehingga π‘₯ ≀ 𝑏, untuk semua π‘₯ ∈ 𝑆, maka b dikatakan elemen terbesar dari 𝑆. Sama halnya juga jika 𝑆 memuat elemen π‘Ž sehingga π‘Ž ≀ π‘₯, untuk semua π‘₯ ∈ 𝑆, maka π‘Ž disebut unsur paling kecil di 𝑆. Suatu himpunan bilangan real 𝑆 dikatakan terbatas di atas jika ada bilangan real 𝑐 sehingga π‘₯ ≀ 𝑐, untuk semua π‘₯ ∈ 𝑆, dan 𝑐 disebut batas atas untuk 𝑆. Istilah batas rendah dan batas bawah juga didefinisikan sama. Oleh karenanya, himpunan yang memiliki batas atas dan batas bawah disebut sebagai himpunan terbatas. Aksioma batas atas terkecil: Misalkan 𝑆 adalah himpunan tak kosong dari bilangan real. Jika 𝑆 terbatas atas, maka 𝑆 memiliki batas atas terkecil. Batas atas terkecil disebut supremum, batas atas tersebut bisa jadi termuat di 𝑆 atau mungkin tidak. Supremum dari 𝑆 adalah elemen di 𝑆 jika dan hanya jika 𝑆 memiliki elemen terbesar. Untuk contoh, supremum dari interval terbuka 𝑆 = (1,2) adalah 2, walaupun 2 βˆ‰ (1 , 2), sedangkan supremum dari [3,4] adalah 4 yang termuat di [3,4] dan 4 adalah elemen terbesar di [3,4]. Setiap himpunan bilangan real yang terbatas bawah memiliki batas bawah terbesar yang juga disebut dengan infimum. Lemma 3.3.2. Misalkan 𝑆 adalah subset dari R yang terbatas atas dan 𝑝 adalah supremum dari 𝑆. Jika 𝑆 adalah subset tertutup dari R, maka 𝑝 ∈ 𝑆. Bukti: Akan dibuktikan dengan kontradiksi. Andaikan 𝑝 ∈ R\𝑆. Karena R\𝑆 terbuka, terdapat bilangan real a dan b dengan π‘Ž < 𝑏 sehingga 𝑝 ∈ (π‘Ž, 𝑏) βŠ† R\𝑆. Karena p adalah batas atas terkecil dari 𝑆 dan π‘Ž < 𝑝, maka jelas bahwa terdapat π‘₯ ∈ 𝑆 sehingga π‘Ž < π‘₯. Maka π‘₯ < 𝑝 < 𝑏 dan π‘₯ ∈ (π‘Ž, 𝑏) βŠ† R\𝑆. Tetapi terjadi kontradiksi, karena terdapat π‘₯ ∈ 𝑆. Sehingga pengandaian kita salah, maka haruslah 𝑝 ∈ 𝑆. Proposisi 3.3.3. Misalkan 𝑇 subset clopen pada R. Maka 𝑇 = R atau 𝑇 = βˆ… .



48



Bukti: Akan dibuktikan dengan kontradiksi. Andaikan 𝑇 β‰  R dan 𝑇 β‰  βˆ… . Maka terdapat π‘₯ ∈ 𝑇 dan 𝑧 ∈ R\𝑇. Asumsikan π‘₯ < 𝑧, oleh karenanya 𝑆 = 𝑇 ∩ [π‘₯, 𝑧]. Maka S merupakan irisan dari dua himpunan tertutup, sehingga S tertutup dan juga terbatas atas, oleh karena itu 𝑧 jelas merupakan batas atas. Misalkan 𝑝 supremum dari 𝑆. Menurut Lemma 3.3.2, 𝑝 ∈ 𝑆. Oleh karenanya 𝑝 ∈ [π‘₯, 𝑧], 𝑝 ≀ 𝑧 sehingga 𝑧 ∈ R\𝑆, 𝑝 β‰  𝑧 dan 𝑝 < 𝑧. Sekarang kita misalkan 𝑇 adalah himpunan terbuka dan 𝑝 ∈ 𝑇. Maka terdapat a dan b di R dengan π‘Ž < 𝑏 sehingga 𝑝 ∈ (π‘Ž, 𝑏) βŠ† 𝑇. Misalkan t memenuhi 𝑝 < 𝑑 < π‘šπ‘–π‘›(𝑏, 𝑧), dimana π‘šπ‘–π‘›(𝑏, 𝑧) menunjukkan elemen terkecil dari b dan z. Maka 𝑑 ∈ 𝑇 dan 𝑑 ∈ (𝑝, 𝑧), jadi 𝑑 ∈ 𝑇 ∩ [π‘₯, 𝑧] = 𝑆. Terjadi kontradiksi karena 𝑑 > 𝑝 padahal 𝑝 adalah supremum di S. Maka pengandaian kita ini salah dan haruslah 𝑇 = R atau 𝑇 = βˆ…. Definisi 3.3.4. Diberikan (𝑋, 𝜏) adalah ruang topologi. Maka ruang topologi (𝑋, 𝜏) dikatakan terhubung jika subset clopen dari 𝑋 hanya 𝑋 dan βˆ…. Proposisi 3.3.5. Ruang topologi R adalah terhubung. Contoh 3.3.6. Misalkan (𝑋, 𝜏) adalah ruang diskrit yang memuat lebih dari satu elemen, maka (𝑋, 𝜏) tidak terhubung karena setiap himpunan tunggalnya adalah clopen. Contoh 3.3.7. Misalkan (𝑋, 𝜏) adalah ruang indiskrit, maka ruang indiskrit tersebut terhubung karena himpunan clopennya hanyalah 𝑋 dan βˆ…. (Jelas, himpunan terbukanya juga hanya 𝑋 dan βˆ…). Contoh 3.3.8. Misalkan 𝑋 = {π‘Ž, 𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒} dan 𝜏 = {𝑋, βˆ…, {π‘Ž}, {𝑐, 𝑑}, {π‘Ž, 𝑐, 𝑑}, {𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒}} Maka (𝑋, 𝜏) tidak terhubung karena terdapat {𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒} yang merupakan clopen subset. Remark 3.3.9. Dari Definisi 3.3.4, maka dapat disimpulkan bahwa ruang topologi (𝑋, 𝜏) tidak terhubung jika dan hanya jika ada himpunan terbuka yang tak kosong 𝐴 dan 𝐡 shingga 𝐴 ∩ 𝐡 = βˆ… dan 𝐴 βˆͺ 𝐡 = 𝑋.



49



Soal Latihan 1.



Misalkan 𝑆 merupakan himpunan bilangan real dan 𝑇 = {π‘₯: βˆ’ π‘₯ ∈ 𝑆}. Buktikan bahwa bilangan real π‘Ž merupakan infimum dari 𝑆 jika dan hanya jika βˆ’π‘Ž adalah supremum dari 𝑇.



2.



Apakah ruang (𝑋, 𝜏) dari Contoh 1.1.2 terhubung?



3.



Misalkan (𝑋, 𝜏) merupakan sebarang himpunan tak terhingga dengan finiteclosed topologi. Apakah (𝑋, 𝜏) terhubung?



50



BAB 4. HOMOMORFISMA



Di setiap cabang ilmu matematika, sangat penting untuk mengenali dua struktur yang sama (ekuivalen). Misalnya dua himpunan dikatakan sama jika terdapat fungsi bijektif yang memetakan suatu himpunan ke himpunan lainnya. Di dalam grup, dua grup yang sama dikenal sebagai isomorfik, jika terdapat homomorfisma dari himpunan satu ke yang lainnya, serta pemetaannya satu-satu dan pada. Di dalam ruang topologi, dua ruang topologi yang sama dikenal sebagai homomorfik, jika terdapat homomorfisma dari satu ke yang lainnya. 4.1



SUBRUANG



Definisi 4.1.1. Diketahui π‘Œ adalah subset tak kosong dari ruang topologi (𝑋, 𝜏). Koleksi πœπ‘Œ = {𝑂 ∩ π‘Œ: 𝑂 ∈ 𝜏 } dari subset π‘Œ adalah topologi pada π‘Œ, disebut sebagai subruang topologi (atau relatif topologi atau topologi terinduksi (induced topology) atau juga disebut topologi terinduksi pada π‘Œ oleh 𝜏). Ruang topologi (π‘Œ, πœπ‘Œ ) disebut sebagai subruang dari (𝑋, 𝜏). Catatan: Tentu saja kita harus cek juga bahwa 𝜏 adalah topologi pada π‘Œ. Contoh 4.1.2. Misalkan 𝑋 = {π‘Ž, 𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒, 𝑓}, 𝜏 = {𝑋, Ø, {π‘Ž}, {𝑐, 𝑑}, {π‘Ž, 𝑐, 𝑑}, {𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒, 𝑓}} dan π‘Œ = {𝑏, 𝑐, 𝑒}. Maka subruang topologi pada π‘Œ adalah πœπ‘Œ = {𝜏, Ø, {𝑐}} Contoh 4.1.3. Misalkan 𝑋 = {π‘Ž, 𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒}, 𝜏 = {𝑋, Ø, {π‘Ž}, {𝑐, 𝑑}, {π‘Ž, 𝑐, 𝑑}, {𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒}} dan π‘Œ = {π‘Ž, 𝑑, 𝑒}. Maka topologi terinduksi pada π‘Œ adalah πœπ‘Œ = {π‘Œ, Ø, {π‘Ž}, {𝑑}, {π‘Ž, 𝑑}, {𝑑, 𝑒}}



51



Contoh 4.1.4. Misalkan 𝛽 merupakan basis dari topologi 𝜏 pada 𝑋 dan π‘Œ merupakan subset dari 𝑋. Maka mudah untuk menunjukkan bahwa himpunan π›½π‘Œ = {𝐡 ∩ π‘Œ ∢ 𝐡 ∈ 𝛽} adalah basis dari subruang topologi πœπ‘Œ pada π‘Œ. Pembahasan: Perhatikan subset (1,2) dari R. Suatu basis untuk topologi terinduksi pada (1,2) adalah koleksi {(π‘Ž, 𝑏) ∩ (1,2): π‘Ž, 𝑏 ∈ R, π‘Ž < 𝑏}; yakni {(π‘Ž, 𝑏): π‘Ž, 𝑏 ∈ R, 1 ≀ π‘Ž < 𝑏 ≀ 2} yang merupakan basis dari topologi terinduksi di (1,2). Contoh 4.1.5. Misalkan [1,2] merupakan subset dari R. Suatu basis pada subruang topologi 𝜏 pada [1,2] adalah {(π‘Ž, 𝑏) ∩ [1,2]: π‘Ž, 𝑏 ∈ R, π‘Ž < 𝑏}; yakni {(π‘Ž, 𝑏): 1 ≀ π‘Ž < 𝑏 ≀ 2} βˆͺ {[1, 𝑏): 1 < 𝑏 ≀ 2} βˆͺ {(π‘Ž, 2]: 1 ≀ π‘Ž < 2} βˆͺ {[1,2]} merupakan basis untuk 𝜏. Tetapi disini ada beberapa hal yang menarik dimana [1,1 Β½] bukan merupakan himpunan terbuka pada R, tapi [1,1 Β½] = (0,1 Β½) ∩ [1,2], [1,1 Β½] adalah himpunan terbuka pada subruang [1,2]. Dan juga (1,2] tidak terbuka pada R tapi terbuka pada [1,2]. Walaupun [1,2] tidak terbuka di R, tapi merupakan himpunan terbuka di [1,2]. Jadi kapanpun kita berbicara mengenai himpunan terbuka, kita harus benarbenar jelas pada ruang apa atau topologi apa itu merupakan himpunan terbuka. Contoh 4.1.6. Misalkan 𝑍 subset dari R yang memuat semua bilangan bulat. Buktikan bahwa topologi terinduksi di 𝑍 oleh topologi Euclidean di R adalah topologi diskrit. Bukti: Untuk membuktikan bahwa topologi terinduksi 𝜏 pada 𝑍 adalah diskrit, maka berdasarkan Proposisi 1.1.9, harus ditunjukkan bahwa setiap himpunan tunggal dalam 𝑍 adalah terbuka pada 𝜏, yakni jika 𝑛 ∈ 𝑍 maka {𝑛} ∈ 𝜏.



52



Misalkan 𝑛 ∈ 𝑍. Maka {𝑛} = (𝑛 βˆ’ 1, 𝑛 + 1) ∩ 𝑍, karena (𝑛 βˆ’ 1, 𝑛 + 1) terbuka di R, oleh karena itu {𝑛} terbuka dalam topologi terinduksi pada 𝑍. Sehingga setiap himpunan tunggal di 𝑍 terbuka di topologi terinduksi pada 𝑍. Maka terbukti bahwa topologi terinduksi merupakan topologi diskrit. Notasi yang perlu diketahui: 𝑄 = Himpunan semua bilangan rasional 𝑍 = Himpunan semua bilangan bulat 𝑁 = Himpunan semua bilangan bulat positif 𝑃 = Himpunan semua bilangan irrasional



Soal Latihan 1.



Misalkan 𝑋 = {π‘Ž, 𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒} dan 𝜏 = {𝑋, βˆ…, {π‘Ž}, {π‘Ž, 𝑏}, {π‘Ž, 𝑐, 𝑑}, {π‘Ž, 𝑏, 𝑐, 𝑑}, {π‘Ž, 𝑏, 𝑒}} Daftarkan anggota-anggota dari topologi terinduksi πœπ‘¦ di π‘Œ = {π‘Ž, 𝑐, 𝑒} dan πœπ‘§ di 𝑍 = {𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒}.



2.



Tunjukkan bahwa setiap subruang dari ruang diskrit adalah diskrit.



3.



Apakah benar setiap subruang dari suatu ruang terhubung adalah terhubung?



53



4.2



Homomorfisma Sekarang kita memutar kembali ide mengenai ruang topologi yang ekuivalen.



Kita mulai dengan mengingat contoh: 𝑋 = {π‘Ž, 𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒}, π‘Œ = {𝑔, β„Ž, 𝑖, 𝑗, π‘˜} 𝜏 = {𝑋, βˆ…, {π‘Ž}, {𝑐, 𝑑}, {π‘Ž, 𝑐, 𝑑}, {𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒}} Dan 𝜏1 = {π‘Œ, βˆ…, {𝑔}, {𝑖, 𝑗}, {𝑔, 𝑖, 𝑗}, {β„Ž, 𝑖, 𝑗, π‘˜}}. Jelas bahwa (𝑋, 𝜏) ekuivalen dengan (π‘Œ, 𝜏1 ). Fungsi 𝑓: 𝑋 β†’ π‘Œ didefinisikan oleh 𝑓(π‘Ž) = 𝑔, 𝑓(𝑏) = β„Ž, 𝑓(𝑐) = 𝑖, 𝑓(𝑑) = 𝑗, dan 𝑓(𝑒) = π‘˜. Sehingga kita dapat mendefinisikan berikut ini: Definisi 4.2.1. Misalkan (𝑋, 𝜏) dan (π‘Œ, 𝜏1 ) merupakan ruang topologi. Maka kedua ruang tersebut dikatakan homomorfik jika terdapat fungsi 𝑓: 𝑋 β†’ π‘Œ yang memenuhi sifat berikut: i.



𝑓 merupakan satu-satu



ii.



𝑓 merupakan pada



iii. Untuk setiap π‘ˆ ∈ 𝜏1 , 𝑓 βˆ’1 (π‘ˆ) ∈ 𝜏, dan iv.



Untuk setiap 𝑉 ∈ 𝜏, 𝑓(𝑉) ∈ 𝜏1 .



Lebih lanjut, pemetaan 𝑓 disebut sebagai homomorfisma diantara (𝑋, 𝜏) dan (π‘Œ, 𝜏1 ). Kita notasikan (𝑋, 𝜏) β‰… (π‘Œ, 𝜏1 ). Contoh 4.2.2. Misalkan (𝑋, 𝜏), (π‘Œ, 𝜏1 ), dan (𝑍, 𝜏2 ) merupakan ruang topologi. Jika (𝑋, 𝜏) β‰… (π‘Œ, 𝜏1 ), dan (π‘Œ, 𝜏1 ) β‰… (𝑍, 𝜏2 ). Buktikan bahwa (𝑋, 𝜏) β‰… (𝑍, 𝜏2 ). Bukti: Kita harus menunjukkan (𝑋, 𝜏) β‰… (𝑍, 𝜏2 ), berarti kita harus mencari suatu homomorfisma β„Ž: (𝑋, 𝜏) β†’ (𝑍, 𝜏2 ), dengan cara menunjukkan pemetaan komposit π‘”π‘œπ‘“: 𝑋 β†’ 𝑍 merupakan homomorfisma.



54



Karena



(𝑋, 𝜏) β‰… (π‘Œ, 𝜏1 )



dan



(π‘Œ, 𝜏1 ) β‰… (𝑍, 𝜏2 ),



maka



terdapat



homomorfisma 𝑓: (𝑋, 𝜏) β†’ (π‘Œ, 𝜏1 ) dan 𝑔: (π‘Œ, 𝜏1 ) β†’ (𝑍, 𝜏2 ). Sehingga terdapat pemetaan π‘”π‘œπ‘“: 𝑋 β†’ 𝑍. [Jadi π‘”π‘œπ‘“(π‘₯) = 𝑔(𝑓(π‘₯)), βˆ€π‘₯ ∈ 𝑋]. Dapat diverifikasi bahwa π‘”π‘œπ‘“ satu-satu dan pada. Sekarang misalkan π‘ˆ ∈ 𝜏2 . Karena 𝑔 suatu homomorfisma, π‘”βˆ’1 (π‘ˆ) ∈ 𝜏1 . Dan 𝑓 homomorfisma, maka kita akan peroleh 𝑓 βˆ’1 (π‘”βˆ’1 (π‘ˆ)) ∈ 𝜏. Ingat bahwa 𝑓 βˆ’1 (π‘”βˆ’1 (π‘ˆ)) = (π‘”π‘œπ‘“)βˆ’1 (π‘ˆ). Jadi, π‘”π‘œπ‘“ memenuhi sifat (𝑖𝑖𝑖) dari Definisi 4.2.1. Selanjutnya misalkan 𝑉 ∈ 𝜏. Maka 𝑓(𝑉) ∈ 𝜏1 dan 𝑔(𝑓(𝑉)) ∈ 𝜏2 , atau π‘”π‘œπ‘“(𝑉) ∈ 𝜏2 . Terlihat bahwa π‘”π‘œπ‘“ memenuhi sifat (𝑖𝑣) dari Definisi 4.2.1. Maka terbukti π‘”π‘œπ‘“ homomorfisma. Remark 4.2.3. Contoh 4.2.2 menunjukkan bahwa " β‰… " merupakan relasi transitif. Dengan mudah dapat ditunjukkan juga " β‰… " merupakan relasi ekuivalen, yakni memenuhi i.



(𝑋, 𝜏) β‰… (𝑋, 𝜏) [Refleksif]



ii.



(𝑋, 𝜏) β‰… (π‘Œ, 𝜏1 ) menunjukkan (π‘Œ, 𝜏1 ) β‰… (𝑋, 𝜏) [Simetris]



iii. (𝑋, 𝜏) β‰… (π‘Œ, 𝜏1 ) dan (π‘Œ, 𝜏1 ) β‰… (𝑋, 𝜏2 ) menunjukkan (𝑋, 𝜏) β‰… (𝑍, 𝜏2 ). [Transitif] Contoh 4.2.4. Buktikan bahwa setiap dua interval terbuka tak kosong (π‘Ž, 𝑏) dan (𝑐, 𝑑) adalah homomorfik. Bukti: Misalkan π‘Ž, 𝑏 ∈ 𝑅 dengan π‘Ž < 𝑏 dan ingat fungsi 𝑓: (0,1) β†’ (π‘Ž, 𝑏) diberikan oleh 𝑓(π‘₯) = π‘Ž(1 βˆ’ π‘₯) + 𝑏π‘₯



55



Jelas bahwa 𝑓: (0,1) β†’ (π‘Ž, 𝑏) merupakan satu-satu dan pada. Dan juga grafik tersebut memperlihatkan bayangan 𝑓 dari interval terbuka (0,1) merupakan suatu interval terbuka di (π‘Ž, 𝑏), yakni 𝑓(interval terbuka di (π‘Ž, 𝑏)) = 𝑓(gabungan dari interval terbuka di (0,1)) = gabungan dari interval terbuka di (π‘Ž, 𝑏) = himpunan terbuka di (π‘Ž, 𝑏) Jadi kondisi (𝑖𝑣) dari Definisi 4.2.1. terpenuhi. Dengan cara yang sama, kita lihat bahwa 𝑓 βˆ’1 (himpunan terbuka di (π‘Ž, 𝑏)) merupakan suatu himpunan terbuka di (0,1). Jadi kondisi (𝑖𝑖𝑖) dari Definisi 4.2.1 juga terpenuhi. Oleh karena itu 𝑓 merupakan suatu homomorfisma dan (0,1) β‰… (π‘Ž, 𝑏) untuk setiap π‘Ž, 𝑏 ∈ 𝑅 dengan π‘Ž < 𝑏. Menunjukkan bahwa (π‘Ž, 𝑏) β‰… (𝑐, 𝑑). Terbukti. Contoh 4.2.5. Buktikan bahwa ruang 𝑅 merupakakn homomorfik dengan interval terbuka (βˆ’1,1) di Topologi usual. Bukti: Definisikan 𝑓: (βˆ’1,1) β†’ 𝑅 oleh 𝑓(π‘₯) =



π‘₯ . 1 βˆ’ |π‘₯|



56



Dapat diverifikasi bahwa 𝑓 merupakan satu-satu dan pada, dan grafik menunjukkan sama seperti halnya pada Contoh 4.2.2 yang mengakibatkan 𝑓 merupakan suatu homomorfisma. Remark 4.2.7. Dapat dibuktikan dengan cara serupa bahwa setiap dua interval [π‘Ž. 𝑏] dan [𝑐, 𝑑], dengan π‘Ž < 𝑏 dan 𝑐 < 𝑑 adalah homomorfik.



Soal Latihan 1.



Buktikan bahwa 𝑍 β‰… 𝑁



2.



Jika π‘Ž, 𝑏, 𝑐 dan 𝑑 adalah bilangan real dengan π‘Ž < 𝑏 dan 𝑐 < 𝑑, buktikan bahwa [π‘Ž, 𝑏] β‰… [𝑐, 𝑑].



3.



Misalkan (𝑋, 𝜏) merupakan suatu ruang topologi diskrit, Buktikan bahwa (𝑋, 𝜏) merupakan homomorfik dengan suatu subruang dari 𝑅 jika dan hanya jika 𝑋 terhitung.



4.3



RUANG NON-HOMOMORFIK Untuk menunjukkan dua ruang topologi adalah homomorfik, kita harus



mencari suatu homomorfisma diantara dua ruang tersebut. Tetapi, untuk menunjukkan bahwa dua ruang topologi tidak homomorfik itu lebih sulit karena kita harus menunjukkan bahwa tidak adanya homomorfisma diantara dua ruang topologi. Contoh-contoh berikutnya akan memberikan kita petunjuk untuk menunjukkan permasalahan tersebut. Contoh 4.3.1. Buktikan bahwa [0,2] bukan homomorfik dengan subruang [0,1] βˆͺ [2,3] dari 𝑅. Bukti: Misalkan (𝑋, 𝜏) = [0,2] dan (π‘Œ, 𝜏1 ) = [0,1] βˆͺ [2,3]. Maka [0,1] = [0,1] ∩ π‘Œ β†’ [0,1] tertutup di (𝑋, 𝜏1 ) 57



Dan [0,1] = (βˆ’1,



11 ) ∩ π‘Œ β†’ [0,1] terbuka di (𝑋, 𝜏1 ). 2



Maka π‘Œ tidak terhubung, karena mempunyai [0,1] yang merupakan subset clopen tak kosong. Kemudian dengan kontradiksi, Andaikan (𝑋, 𝜏) β‰… (π‘Œ, 𝜏1 ). Maka terdapat suatu homomorfisma 𝑓: (𝑋, 𝜏) β†’ (π‘Œ, 𝜏1 ). Jadi 𝑓 βˆ’1 ([0,1]) merupakan subset clopen dari 𝑋, dan karenanya 𝑋 tidak terhubung. Jelas salah karena [0,2] = 𝑋 terhubung. Terjadi kontradiksi, maka haruslah (𝑋, 𝜏) ≇ (π‘Œ, 𝜏1 ). Apa yang kita pelajari dari sini? Kita bisa susun propoisi sebagai berikut: Proposisi 4.3.2. Setiap ruang topologi yang homomorfik dengan ruang terhubung adalah terhubung. Proposisi 4.3.2 memberikan kita cara untuk menunjukkan dua ruang topologi tidak homomorfik dengan mencari sifat β€œdiawetkan/dipertahankan oleh homomorfisma” yang dimiliki oleh suatu ruang dan yang lainnya tidak. Definisi 4.3.3. Suatu subset 𝑆 dari 𝑅 disebut interval jika 𝑆 memiliki sifat: jika π‘₯ ∈ 𝑆, 𝑧 ∈ 𝑆, dan 𝑦 ∈ 𝑅 sedemikian sehingga π‘₯ < 𝑦 < 𝑧, maka 𝑦 ∈ 𝑆. Remarks 4.3.4. Ingat bahwa setiap himpunan tunggal {π‘₯} merupakan suatu interval. a.



Setiap interval memiliki salah satu bentuk dari: {π‘Ž}, [π‘Ž, 𝑏], (π‘Ž, 𝑏), [π‘Ž, 𝑏), (π‘Ž, 𝑏], (βˆ’βˆž, π‘Ž), (βˆ’βˆž, π‘Ž], (π‘Ž, ∞), [π‘Ž, ∞), (βˆ’βˆž, ∞).



b.



Contoh 4.2.6, Remark 4.2.7 menunjukkan bahwa setiap interval merupakan homomorfik dengan (0,1), [0,1], [0,1), {0}.



Proposisi 4.3.5. Suatu subruang 𝑆 dari 𝑅 terhubung jika dan hanya jika 𝑆 merupakan suatu interval. Bukti: Setiap interval adalah terhubung, dapat dibuktikan dengan cara yang sama dengan Proposisi 3.3.3 dengan mengganti 𝑅 dimanapun. Untuk konversnya kita gunakan kontradiksi, misalkan 𝑆 terhubung. Andaikan π‘₯ ∈ 𝑆, 𝑧 ∈ 𝑆, π‘₯ < 𝑦 < 𝑧, dan 58



𝑦 βˆ‰ 𝑆. Maka (βˆ’βˆž, 𝑦) ∩ 𝑆 = (βˆ’βˆž, 𝑦] ∩ 𝑆 adalah subset tertutup dan terbuka dari 𝑆. Jadi 𝑆 memiliki suatu subset clopen, yakni (βˆ’βˆž, 𝑦) ∩ 𝑆. Untuk menunjukkan 𝑆 tidak terhubung, kita harus verifikasi bahwa hanya (βˆ’βˆž, 𝑦) ∩ 𝑆 himpunan clopen ini yang proper dan tak kosong. (βˆ’βˆž, 𝑦) ∩ 𝑆 tak kosong karena memuat π‘₯. (βˆ’βˆž, 𝑦) ∩ 𝑆 merupakan proper karena 𝑧 ∈ 𝑆 dan 𝑧 βˆ‰ (βˆ’βˆž, 𝑦) ∩ 𝑆. Jadi 𝑆 tidak terhubung. Terjadi kontradiksi, maka haruslah 𝑆 merupakan suatu interval. Remark 4.3.6. Misalkan 𝑓: (𝑋, 𝜏) β†’ (π‘Œ, 𝜏1 ) merupakan homomorfisma. Misalkan π‘Ž ∈ 𝑋, sehingga 𝑋\{π‘Ž} merupakan subruang di 𝑋 dan memiliki topologi terinduksi 𝜏2 . Dan juga π‘Œ\{𝑓{π‘Ž}} merupakan subruang dari π‘Œ dan memiliki topologi terinduksi 𝜏3 . Maka (𝑋\{π‘Ž}, 𝜏2 ) homomorfik dengan (π‘Œ\{𝑓{π‘Ž}}, 𝜏3 ). Akibat 4.3.7. Jika π‘Ž, 𝑏, 𝑐, 𝑑 adalah bilangan real dengan π‘Ž < 𝑏 dan 𝑐 < 𝑑, maka i.



(π‘Ž, 𝑏) ≇ [𝑐, 𝑑)



ii.



(π‘Ž, 𝑏) ≇ [𝑐, 𝑑]



iii. [π‘Ž, 𝑏) ≇ [𝑐, 𝑑] Bukti: Misalkan (𝑋, 𝜏) = [𝑐, 𝑑) dan (π‘Œ, 𝜏1 ) = (π‘Ž, 𝑏). Andaikan (𝑋, 𝜏) ≇ (π‘Œ, 𝜏1 ). Maka 𝑋\{𝑐} β‰… π‘Œ\{𝑦}, untuk 𝑦 ∈ π‘Œ. 𝑋\{𝑐} = (𝑐, 𝑑) suatu interval, jadi pastilah terhubung. Oleh karena itu 𝑋\{𝑐} ≇ π‘Œ\{𝑦}, untuk setiap 𝑦 ∈ π‘Œ. Terjadi kontradiksi. Jadi haruslah (π‘Ž, 𝑏) ≇ [𝑐, 𝑑). Untuk (𝑖𝑖), perhatikan bahwa [𝑐, 𝑑]\{𝑐} terhubung karena (π‘Ž, 𝑏)\{𝑦} tidak terhubung untuk setiap 𝑦 ∈ (π‘Ž, 𝑏). Sehingga (π‘Ž, 𝑏) ≇ [𝑐, 𝑑]. Kemudian (𝑖𝑖𝑖), andaikan [π‘Ž, 𝑏) β‰… [𝑐, 𝑑], maka [𝑐, 𝑑]\ {𝑐} β‰… [π‘Ž, 𝑏)\{𝑦} untuk 𝑦 ∈ [π‘Ž, 𝑏). Lebih lanjut ([𝑐, 𝑑]\{𝑐})\{𝑑} β‰… ([π‘Ž, 𝑏)\{𝑦})\{𝑧}. Untuk 𝑧 ∈ [π‘Ž, 𝑏)\{𝑦}, yakni (𝑐, 𝑑) β‰… [π‘Ž, 𝑏)\{𝑦, 𝑧}, untuk 𝑦 dan 𝑧 di [π‘Ž, 𝑏). Karena (𝑐, 𝑑) terhubung selama [π‘Ž, 𝑏)\{𝑦, 𝑧} untuk setiap 𝑦 dan 𝑧 di [π‘Ž, 𝑏) tidak terhubung. Terjadi kontradiksi. Maka haruslah [π‘Ž, 𝑏) ≇ [𝑐, 𝑑].



59



Soal Latihan 1.



Simpulkan dari Proposisi 4.3.5 bahwa setiap subruang terhitung dari 𝑅 dengan titik lebih dari satu adalah tidak terhubung.



2.



Misalkan 𝑋 merupakan unit lingkaran di 𝑅 2 , yakni 𝑋 = {〈π‘₯, 𝑦βŒͺ: π‘₯ 2 + 𝑦 2 = 1} dan memiliki topologi subruang. Tunjukkan bahwa 𝑋\{〈0,1βŒͺ} merupakan homomorfik dengan interval terbuka (0,1)



3.



Dengan kasus yang sama dari soal no.2, simpulkan bahwa 𝑋 bukan homomorfik dengan setiap interval.



60



BAB 5. PEMETAAN KONTINYU



Dalam kebanyakan cabang ilmu matematika murni kita belajar menganai apa yang dikategorikan sebagai β€œobjek” dan β€œpanah”. Dalam aljabar linear, objeknya adalah ruang vektor dan panahnya adalah transformasi linear. Di dalam teori grup, objeknya adalah grup dan panahnya adalah homomorfisma. Dalam teori himpunan objeknya adalah himpunan dan panahnya adalah fungsi. Di dalam topologi, yang menjadi objek adalah ruang topologi, maka kita akan mengenalkan panah dari topologi ini, yaitu pemetaan kontinyu. 5.1



PEMETAAN KONTINYU Tentu kita sudah mengenal ide menganai fungsi kontinyu dari 𝑅 ke 𝑅. Suatu



fungsi 𝑓: 𝑅 β†’ 𝑅 dikatakan kontinyu jika untuk setiap π‘Ž ∈ 𝑅 dan setiap bilangan real positif πœ€, terdapat bilangan real positif 𝛿 sedemikian sehingga |π‘₯ βˆ’ π‘Ž| < 𝛿 mengimplikasikan |𝑓(π‘₯) βˆ’ 𝑓(π‘Ž)| < πœ€. Di dalam ruang topologi, kita bisa definisikan kembali pemetaan kontinyu, yakni: 𝑓: 𝑅 β†’ 𝑅 adalah kontinyu jika dan hanya jika untuk setiap π‘Ž ∈ 𝑅 dan setiap interval (𝑓(π‘Ž) βˆ’ πœ€, 𝑓(π‘Ž) + πœ€), untuk πœ€ > 0, terdapat 𝛿 > 0 sedemikian sehingga 𝑓(π‘₯) ∈ (𝑓(π‘Ž) βˆ’ πœ€, 𝑓(π‘Ž) + πœ€) untuk setiap π‘₯ ∈ (π‘Ž βˆ’ 𝛿, π‘Ž + 𝛿). Lemma 5.1.1. Misalkan 𝑓 merupakan fungsi yang memetakan 𝑅 ke dirinya sendiri. Maka 𝑓 kontinyu jika dan hanya jika untuk setiap π‘Ž ∈ 𝑅 dan setiap himpunan terbuka π‘ˆ memuat 𝑓(π‘Ž), terdapat himpunan terbuka 𝑉 memuat π‘Ž sedemikian sehingga 𝑓(𝑉) βŠ† π‘ˆ. Bukti: Misalkan 𝑓 kontinyu, π‘Ž ∈ 𝑅 dan π‘ˆ merupakan sebarang himpunan kosong memuat 𝑓(π‘Ž). Maka terdapat bilangan real 𝑐 dan 𝑑 sehingga 𝑓(π‘Ž) ∈ (𝑐, 𝑑) βŠ† π‘ˆ. Ambil πœ€ yang sama dengan bilangan terkecil dari 𝑑 βˆ’ 𝑓(π‘Ž) dan 𝑓(π‘Ž) βˆ’ 𝑐, sehingga (𝑓(π‘Ž) βˆ’ πœ€, 𝑓(π‘Ž) + πœ€) βŠ† π‘ˆ.



61



Karena pemetaan 𝑓 kontinyu, terdapat 𝛿 > 0 sehingga 𝑓(π‘₯) ∈ (𝑓(π‘Ž) βˆ’ πœ€, 𝑓(π‘Ž) + πœ€) untuk setiap π‘₯ ∈ (π‘Ž βˆ’ 𝛿, π‘Ž + 𝛿). Misalkan 𝑉 merupakan himpunan terbuka (π‘Ž βˆ’ 𝛿, π‘Ž + 𝛿). Maka π‘Ž ∈ 𝑉 dan 𝑓(𝑉) βŠ† π‘ˆ. Sekarang kita buktikan kebalikannya, asumsikan untuk setiap π‘Ž ∈ 𝑅 dan himpunan terbuka π‘ˆ memuat 𝑓(π‘Ž). Terdapat suatu himpunan terbuka 𝑉 memuat π‘Ž sehingga 𝑓(𝑉) βŠ† π‘ˆ. Kita harus tunjukkan 𝑓 kontinyu. Misalkan π‘Ž ∈ 𝑅 dan sebarang πœ€ > 0. Ambil π‘ˆ = (𝑓(π‘Ž) βˆ’ πœ€, 𝑓(π‘Ž) + πœ€). Jadi π‘ˆ merupakan himpunan terbuka memuat 𝑓(π‘Ž). Maka terdapat suatu himpunan terbuka 𝑉 memuat π‘Ž sehingga 𝑓(𝑉) βŠ† π‘ˆ. Karena 𝑉 himpunan terbuka memuat π‘Ž, maka terdapat bilangan real 𝑐 dan 𝑑 sehingga π‘Ž ∈ (𝑐, 𝑑) βŠ† 𝑉. Pilih 𝛿 yang sama dengan bilangan terkecil diantara 𝑑 βˆ’ π‘Ž dan π‘Ž βˆ’ 𝑐 sehingga (π‘Ž βˆ’ 𝛿, π‘Ž + 𝛿) βŠ† 𝑉. Maka untuk setiap π‘₯ ∈ (π‘Ž βˆ’ 𝛿, π‘Ž + 𝛿), 𝑓(π‘₯) ∈ 𝑓(𝑉) βŠ† π‘ˆ. Jadi 𝑓 kontinyu. Terbukti. Lemma 5.1.2. Misalkan 𝑓 merupakan pemetaan dari ruang topologi (𝑋, 𝜏) ke dalam ruang toplogi (π‘Œ, 𝜏 β€² ). Maka kondisi berikut ini ekuivalen: i.



Untuk setiap π‘ˆ ∈ 𝜏 β€² , 𝑓 βˆ’1 (π‘ˆ) ∈ 𝜏



ii.



Untuk setiap π‘Ž ∈ 𝑋 dan setiap π‘ˆ ∈ πœβ€² dengan 𝑓(π‘Ž) ∈ π‘ˆ, terdapat suatu 𝑉 ∈ 𝜏 sedemikian sehingga π‘Ž ∈ 𝑉 dan 𝑓(𝑉) βŠ†.



Bukti: Asumsikan kondisi (𝑖) terpenuhi. Misalkan π‘Ž ∈ 𝑋 dan π‘ˆ ∈ πœβ€² dengan 𝑓(π‘Ž) ∈ π‘ˆ. Maka 𝑓 βˆ’1 (π‘ˆ) ∈ 𝜏. Jika 𝑓 βˆ’1 (π‘ˆ) β‰  βˆ…, misalkan π‘Ž ∈ 𝑓 βˆ’1 (π‘ˆ). Maka 𝑓(π‘Ž) ∈ π‘ˆ, oleh karenanya terdapat 𝑉 ∈ 𝜏 dan 𝑓(𝑉) βŠ† π‘ˆ. Jadi kondisi (𝑖𝑖) terpenuhi. Konversnya, asumsikan kondisi (𝑖𝑖) terpenuhi. Misalkan π‘ˆ ∈ 𝜏;. Jika 𝑓 βˆ’1 (π‘ˆ) = βˆ… maka jelas 𝑓 βˆ’1 (π‘ˆ) ∈ 𝜏. Jika 𝑓 βˆ’1 (π‘ˆ) β‰  βˆ…, misalkan π‘Ž ∈ 𝑓 βˆ’1 (π‘ˆ). Maka 𝑓(π‘Ž) ∈ π‘ˆ. Oleh karenanya terdapat 𝑉 ∈ 𝜏 sehingga π‘Ž ∈ 𝜏 dan 𝑓(𝑉) βŠ† π‘ˆ. Jadi untuk setiap π‘Ž ∈ 𝑓 βˆ’1 (π‘ˆ), terdapat 𝑉 ∈ 𝜏 sehingga π‘Ž ∈ 𝑉 βŠ† 𝑓 βˆ’1 (π‘ˆ). Berdasarkan Akibat 3.2.9, mengimplikasikan bahwa 𝑓 βˆ’1 (π‘ˆ) ∈ 𝜏. Jadi kondisi (𝑖) terpenuhi. Definisi 5.1.3. Misalkan (𝑋, 𝜏) dan (π‘Œ, 𝜏1 ) merupakan ruang topologi dan 𝑓 suatu fungsi dari 𝑋 ke dalam π‘Œ. Maka 𝑓: (𝑋, 𝜏) β†’ (π‘Œ, 𝜏1 ) disebut pemetaan kontinyu jika untuk setiap π‘ˆ ∈ 𝜏1 , maka 𝑓 βˆ’1 (π‘ˆ) ∈ 𝜏.



62



Contoh 5.1.4. Misalkan 𝑓: 𝑅 β†’ 𝑅 diberikan oleh 𝑓(π‘₯) = π‘₯, untuk setiap π‘₯ ∈ 𝑅, yaitu 𝑓 merupakan fungsi identitas. Maka untuk setiap himpunan terbuka π‘ˆ di 𝑅, 𝑓 βˆ’1 (π‘ˆ) = π‘ˆ terbuka. Oleh karena itu 𝑓 merupakan kontinyu. Contoh 5.1.5. Misalkan 𝑓: 𝑅 β†’ 𝑅 diberikan oleh 𝑓(π‘₯) = 𝑐, untuk 𝑐 suatu konstanta, dan π‘₯ ∈ 𝑅. Maka misalkan π‘ˆ merupakan sebarang himpunan terbuka di 𝑅, jelas bahwa 𝑓 βˆ’1 (π‘ˆ) = 𝑅 jika 𝑐 ∈ π‘ˆ dan βˆ… jika 𝑐 βˆ‰ π‘ˆ. Dalam kedua kasus tersebut, 𝑓 βˆ’1 (π‘ˆ) terbuka. Jadi 𝑓 kontinyu. Contoh 5.1.6. Misalkan 𝑓: 𝑅 β†’ 𝑅 didefinisikan sebagai π‘₯ βˆ’ 1, jika π‘₯ ≀ 3 𝑓(π‘₯) = {1 (π‘₯ + 5), jika π‘₯ > 3 2



Ingat bahwa pemetaan adalah kontinyu jika dan hanya jika invers bayangan dari setiap himpunan terbuka adalah himpunan terbuka. Karenanya, untuk menunjukkan 𝑓 NILAI tidak RATA-RATA kontinyu, kita harus mencari satu himpunan terbuka π‘ˆ 5.2 TEOREMA sedemikian sehingga 𝑓 βˆ’1 (π‘ˆ) tidak terbuka. Berdasarkan grafik, maka terlihat bahwa 𝑓 βˆ’1 ((1,3)) = (2,3] yang mana bukan merupakan himpunan terbuka. Sehingga 𝑓 tidak kontinyu.



63



Proposisi 5.1.7. Misalkan 𝑓 merupakan pemetaan dari ruang topologi (𝑋, 𝜏) ke dalam ruang toplogi (π‘Œ, 𝜏 β€² ). Maka 𝑓 kontinyu jika dan hanya jika untuk setiap π‘₯ ∈ 𝑋 dan setiap π‘ˆ ∈ πœβ€² dengan 𝑓(π‘₯) ∈ π‘ˆ, terdapat 𝑉 ∈ 𝜏 sedemikian sehingga π‘₯ ∈ 𝑉 dan 𝑓(𝑉) βŠ† π‘ˆ. Proposisi 5.1.8. Misalkan (𝑋, 𝜏), (π‘Œ, 𝜏1 ) dan (𝑍, 𝜏2 ) merupakan ruang topologi. Jika 𝑓: (𝑋, 𝜏) β†’ (π‘Œ, 𝜏1 ) dan 𝑔: (π‘Œ, 𝜏1 ) β†’ (𝑍, 𝜏2 ) merupakan pemetaan kontinyu, maka fungsi komposit π‘”π‘œπ‘“: (𝑋, 𝜏) β†’ (𝑍, 𝜏2 ) kontinyu. Bukti: Untuk menunjukkan fungsi komposit 𝑔o𝑓: (𝑋, 𝜏) β†’ (𝑍, 𝜏2 ) kontinyu, kita harus menunjukkan jika π‘ˆ ∈ 𝜏2 , maka (𝑔o𝑓)βˆ’1 (π‘ˆ) ∈ 𝜏. Misalkan π‘ˆ terbuka di (𝑍, 𝜏2 ). Karena 𝑔 kontinyu, π‘”βˆ’1 (π‘ˆ) terbuka di 𝜏1 . Maka 𝑓 βˆ’1 (π‘”βˆ’1 (π‘ˆ)) terbuka di 𝜏 karena 𝑓 kontinyu. Karena 𝑓 βˆ’1 (π‘”βˆ’1 (π‘ˆ)) = (𝑔o𝑓)βˆ’1 (π‘ˆ), maka 𝑔o𝑓 kontinyu. Proposisi 5.1.9. Misalkan (𝑋, 𝜏) dan (π‘Œ, 𝜏1 ) merupakan ruang topologi. Maka 𝑓: (𝑋, 𝜏) β†’ (π‘Œ, 𝜏1 ) kontinyu jika dan hanya jika untuk setiap subset tertutup 𝑆 dari π‘Œ, 𝑓 βˆ’1 (𝑆) merupakan subset tertutup dari 𝑋. Bukti: Bukti Proposisi ini mengikuti pembuktian 𝑓 βˆ’1 (komplemen dari 𝑆) = komplemen dari 𝑓 βˆ’1 (𝑆). Remark 5.1.10. Terdapat hubungan antara pemetaan kontinyu dan homomorfisma. Jika 𝑓: (𝑋, 𝜏) β†’ (π‘Œ, 𝜏1 ) merupakan homomorfisma, maka 𝑓 merupakan pemetaan kontinyu. Tapi tidak setiap pemetaan kontinyu adalah homomorfisma. Proposisi 5.1.11. Misalkan (𝑋, 𝜏) dan (π‘Œ, 𝜏 β€² ) merupakan ruang topologi dan 𝑓 suatu fungsi dari 𝑋 ke dalam π‘Œ. Maka 𝑓 homomorfisma jika dan hanya jika i.



𝑓 kontinyu,



ii.



𝑓 satu-satu dan pada. Yakni fungsi invers 𝑓 βˆ’1 : π‘Œ β†’ 𝑋 ada, dan



iii. 𝑓 βˆ’1 kontinyu.



64



Proposisi 5.1.12. Misalkan (𝑋, 𝜏) dan (π‘Œ, 𝜏1 ) merupakan ruang topologi, 𝑓: (𝑋, 𝜏) β†’ (π‘Œ, 𝜏1 ) suatu pemetaan kontinyu. A subset dari 𝑋, dan 𝜏2 topologi terinduksi pada 𝐴. Lebih lanjut misalkan 𝑔: (𝐴, 𝜏2 ) β†’ (π‘Œ, 𝜏1 ) merupakan restriksi dari 𝑓 dengan 𝐴, yakni 𝑔(π‘₯) = 𝑓(π‘₯) untuk setiap π‘₯ ∈ 𝐴. Maka 𝑔 kontinyu.



Soal Latihan 1.



Misalkan 𝑓: (𝑋, 𝜏) β†’ (π‘Œ, 𝜏1 ) merupakan fungsi konstan. Tunjukkan bahwa 𝑓 kontinyu.



2.



Misalkan 𝑓: (𝑋, 𝜏) β†’ (𝑋, 𝜏) merupakan fungsi identitas. Tunjukkan bahwa 𝑓 kontinyu.



3.



Misalkan 𝑓: 𝑅 β†’ 𝑅 yang diberikan oleh π‘₯, π‘₯≀1 𝑓(π‘₯) = { π‘₯ + 2, π‘₯ > 1 Apakah 𝑓 kontinyu? Berikan alasannya!



5.2



TEOREMA NILAI RATA-RATA



Proposisi 5.2.1. Misalkan (𝑋, 𝜏) dan (π‘Œ, 𝜏1 ) merupakan ruang topologi dan 𝑓: (𝑋, 𝜏) β†’ (π‘Œ, 𝜏1 ) surjektif dan kontinyu. Jika (𝑋, 𝜏) terhubung, maka (π‘Œ, 𝜏1 ) terhubung. Bukti: Dengan menggunakan kontradiksi, Andaikan (π‘Œ, 𝜏1 ) tak terhubung. Maka terdapat subset clopen π‘ˆ sehingga π‘ˆ β‰  βˆ… dan π‘ˆ β‰  π‘Œ. Maka 𝑓 βˆ’1 (π‘ˆ) merupakan himpunan terbuka karena 𝑓 kontinyu, dan juga suatu himpunan tertutup. Berdasarkan Proposisi 5.1.9, 𝑓 βˆ’1 (π‘ˆ) merupakan subset clopen dari 𝑋. Sekarang 𝑓 βˆ’1 (π‘ˆ) β‰  βˆ… karena 𝑓 surjektif dan π‘ˆ β‰  βˆ…. Juga 𝑓 βˆ’1 (π‘ˆ) β‰  𝑋, selama itu adalah π‘ˆ akan sama dengan π‘Œ, berdasarkan sifat fungsi surjektif dari 𝑓. Maka (𝑋, 𝜏) tak terhubung. Terjadi kontradiksi. Maka haruslah (π‘Œ, 𝜏1 ) terhubung.



65



Remarks 5.2.2. a.



Proposisi di atas akan salah jika kondisi β€œsurjektif” dihilangkan.



b.



Proposisi 5.2.1 mengatakan bahwa setiap bayangan kontinyu dari suatu himpunan terhubung adalah terhubung.



c.



Proposisi 5.2.1 mengatakan pada kita bahwa jika (𝑋, 𝜏) ruang terhubung dan (π‘Œ, 𝜏1 ) tak terhubung, maka tidak ada pemetaan dari (𝑋, 𝜏) ke dalam (π‘Œ, 𝜏1 ) yang kontinyu.



Definisi 5.2.3. Suatu ruang topologi (𝑋, 𝜏) dikatakan path-connected (lintasanterhubung) jika untuk setiap pasangan berbeda titik π‘Ž dan 𝑏 dari 𝑋 terdapat suatu pemetaan kontinyu 𝑓: [0,1] β†’ (𝑋, 𝜏) sehingga 𝑓(0) = π‘Ž dan 𝑓(1) = 𝑏. Pemetaan 𝑓 disebut lintasan (path) yang menggabungkan π‘Ž dengan 𝑏. Contoh 5.2.4. Dapat terlihat bahwa setiap interval merupakan path-connected. Contoh 5.2.5. Untuk setiap 𝑛 β‰₯ 1, 𝑅 𝑛 merupakan path-connected. Proposisi 5.2.6. Setiap ruang path-connected adalah terhubung. Bukti: Misalkan (𝑋, 𝜏) merupakan ruang path-connected, dan andaikan ruang tersebut tidak terhubung, maka terdapat suatu subset tak kosong π‘ˆ. Jadi ada π‘Ž dan 𝑏 sehingga π‘Ž ∈ π‘ˆ dan 𝑏 ∈ 𝑋\π‘ˆ. Karena (𝑋, 𝜏) merupakan path-connected, terdapat suatu fungsi kontinyu 𝑓: [0,1] β†’ (𝑋, 𝜏) sehingga 𝑓(0) = π‘Ž dan 𝑓(1) = 𝑏. Bagaimanapun juga, 𝑓 βˆ’1 (π‘ˆ) merupakan subset clopen dari [0,1]. Karena π‘Ž ∈ π‘ˆ, 0 ∈ 𝑓 βˆ’1 (π‘ˆ) dan juga 𝑓 βˆ’1 (π‘ˆ) β‰  βˆ…. Karena 𝑏 βˆ‰ π‘ˆ, 1 βˆ‰ 𝑓 βˆ’1 (π‘ˆ). Maka 𝑓 βˆ’1 (π‘ˆ) β‰  [0,1]. Oleh karenanya 𝑓 βˆ’1 (π‘ˆ) merupakan subset clopen tak kosong dari [0,1, yang mana terjadi kontradiksi dengan keterhubungan dari [0,1]. Maka haruslah (𝑋, 𝜏) terhubung. Remark 5.2.7. Konvers dari Proposisi 5.2.6 bernilai salah, yakni tidak semua ruang terhubung merupakan path-connected.



66



Contoh 5.2.8. Jelas bahwa 𝑅 2 \{〈0,0βŒͺ} merupakan path-connected dan karenanya, berdasarkan Proposisi 5.2.6, 𝑅 2 \{〈0,0βŒͺ} juga terhubung. Akan tetapi 𝑅\{π‘Ž} untuk setiap π‘Ž ∈ 𝑅 tak terhubung. Karenanya 𝑅 ≇ 𝑅 2 . Teorema 5.2.9 (Teorema Nilai Rataan Weierstrass). Misalkan 𝑓: [π‘Ž, 𝑏] β†’ 𝑅 kontinyu dan misalkan 𝑓(π‘Ž) β‰  𝑓(𝑏). Maka untuk setiap bilangan 𝑝 diantara 𝑓(π‘Ž) dan 𝑓(𝑏), terdapat titik 𝑐 ∈ [π‘Ž, 𝑏] sehingga 𝑓(𝑐) = 𝑝. Bukti: Karena [π‘Ž, 𝑏] terhubung dan 𝑓 kontinyu, Proposisi 5.2.1 mengatakan bahwa 𝑓([π‘Ž, 𝑏]) terhubung. Berdasarkan Proposisi 4.3.5, ini mengimplikasikan bahwa 𝑓([π‘Ž, 𝑏]) merupakan interval. Sekarang 𝑓(π‘Ž) dan 𝑓(𝑏) termuat di 𝑓([π‘Ž, 𝑏]). Jadi jika 𝑝 diantara 𝑓(π‘Ž) dan 𝑓(𝑏), maka 𝑝 ∈ 𝑓([π‘Ž, 𝑏]), yakni 𝑝 = 𝑓(𝑐), untuk 𝑐 ∈ [π‘Ž, 𝑏]. Akibat 5.2.10. Jika 𝑓: [π‘Ž, 𝑏] β†’ 𝑅 kontinyu dan 𝑓(π‘Ž) > 0, 𝑓(𝑏) < 0, maka terdapat suatu π‘₯ ∈ [π‘Ž, 𝑏] sehingga 𝑓(π‘₯) = 0. Akibat 5.2.11 (Teorema Titik Tetap). Misalkan 𝑓 merupakan pemetaan kontinyu dari [0,1] ke dalam [0,1]. Maka terdapat suatu 𝑧 ∈ [0,1] sehingga 𝑓(𝑧) = 𝑧. Titik 𝑧 disebut sebagai titik tetap. Bukti: Jika 𝑓(0) = 0 atau 𝑓(1) = 1, hasilnya tentu benar. Sehingga itu memenuhi kasus ketika 𝑓(0) > 0 dan 𝑓(1) < 1. Misalkan 𝑔: [0,1] β†’ 𝑅 didefinisikan oleh 𝑔(π‘₯) = π‘₯ βˆ’ 𝑓(π‘₯). Maka 𝑔 kontinyu, 𝑔(0) = βˆ’π‘“(0) < 0, dan 𝑔(1) = 1 βˆ’ 𝑓(1) > 0. Sehingga, berdasarkan Akibat 5.2.10, terdapat 𝑧 ∈ [0,1] sehingga 𝑔(𝑧) = 0, yakni 𝑧 βˆ’ 𝑓(𝑧) = 0 atau 𝑓(𝑧) = 𝑧. Remark 5.2.12. Akibat 5.2.11 merupakan kasus khusus dari setiap Teorema penting, yang disebut sebagai Teorema Titik Tetap Brouwer, yang berkata bahwa jika kita memetakan suatu kubik berdimensiβˆ’π‘› secara kontinyu ke dalam dirinya sendiri, maka terdapat nilai tetap di sana.



67



Soal Latihan 1.



Buktikan bahwa suatu bayangan kontinyu dari ruang path-connected merupakan path-connected.



2.



Misalkan 𝑓 merupakan pemetaan kontinyu dari interval [π‘Ž, 𝑏] ke dirinya sendiri, dimana π‘Ž, 𝑏 ∈ 𝑅 dan π‘Ž < 𝑏. Buktikan bahwa terdapat titik tetap di sana.



3.



Misalkan {𝐴𝑗 : 𝑗 ∈ 𝐽} merupakan keluarga dari subruang terhubung dari ruang topologi (𝑋, 𝜏), β‹‚π‘—βˆˆπ½ 𝐴𝑗 β‰  βˆ…. Tunjukkan bahwa β‹ƒπ‘—βˆˆπ½ 𝐴𝑗 terhubung.



68



BAB 6. RUANG METRIK



Tingkatan terpenting dari ruang topologi adalah ruang metrik. Ruang metrik menyediakan banyak sumber dari contoh-contoh topologi. Tetapi lebih dari itu, banyak aplikasi dari topologgi dengan analisis yang dijembatani oleh ruang metrik.



6.1



RUANG METRIK



Definisi 6.1.1. Misalkan 𝑋 merupakan himpunan tak kosong dan 𝑑 suatu fungsi bilangan real yang didefinisikan pada 𝑋 Γ— 𝑋 sehingga untuk π‘Ž, 𝑏 ∈ 𝑋 memenuhi: (i)



𝑑(π‘Ž, 𝑏) β‰₯ 0 dan 𝑑(π‘Ž, 𝑏) = 0 jika dan hanya jika π‘Ž = 𝑏.



(ii) 𝑑(π‘Ž, 𝑏) = 𝑑(𝑏, π‘Ž), dan (iii) 𝑑(π‘Ž, 𝑐) ≀ 𝑑(π‘Ž, 𝑏) + 𝑑(𝑏, 𝑐), (pertidaksamaan segitiga) untuk setiap π‘Ž, 𝑏, 𝑐 ∈ 𝑋. Maka 𝑑 disebut suatu metrik di 𝑋, (𝑋, 𝑑) disebut sebagai ruang metrik dan 𝑑(π‘Ž, 𝑏) merupakan jarak antara π‘Ž dan 𝑏. Contoh 6.1.2. Fungsi 𝑑: 𝑅 Γ— 𝑅 β†’ 𝑅 didefinisikan sebagai 𝑑(π‘Ž, 𝑏) = |π‘Ž βˆ’ 𝑏|, π‘Ž, 𝑏 ∈ 𝑅 Merupakan suatu metrik pada himpunan 𝑅 karena memenuhi Definisi 6.1.1, yakni (i)



|π‘Ž βˆ’ 𝑏| β‰₯ 0 untuk setiap π‘Ž, 𝑏 ∈ 𝑅, dan |π‘Ž βˆ’ 𝑏| = 0 jika dan hanya jika π‘Ž = 𝑏.



(ii) |π‘Ž βˆ’ 𝑏| = |𝑏 βˆ’ π‘Ž|, dan (iii) |π‘Ž βˆ’ 𝑐| ≀ |π‘Ž βˆ’ 𝑏| + |𝑏 βˆ’ 𝑐|. (berdasarkan bentuk |π‘₯ + 𝑦| ≀ |π‘₯| + |𝑦|). Kita sebut 𝑑 sebagai metrik Euclidean di 𝑅. Contoh 6.1.3. Fungsi 𝑑: 𝑅 2 Γ— 𝑅 2 β†’ 𝑅 diberikan sebagai 𝑑(βŒ©π‘Ž1 , π‘Ž2 βŒͺ, βŒ©π‘1 , 𝑏2 βŒͺ) = √(π‘Ž1 βˆ’ 𝑏1 )2 + (π‘Ž2 βˆ’ 𝑏2 )2



69



Merupakan suatu metrik di 𝑅 2, disebut juga metrik Euclidean di 𝑅 2.



Contoh 6.1.4. Misalkan 𝑋 merupakan himpunan tak kosong dan 𝑑 merupakan fungsi dari 𝑋 Γ— 𝑋 ke dalam 𝑅 yang didefinisikan sebagai 0, jika π‘Ž = 𝑏 𝑑(π‘Ž, 𝑏) = { 1, jika π‘Ž β‰  𝑏 Maka 𝑑 merupakan suatu metrik di 𝑋, dan disebut juga metrik diskrit. Contoh 6.1.5. Misalkan 𝐢[0,1] menotasikan himpunan dari fungsi-fungsi kontinyu dari [0,1] ke dalam 𝑅. Suatu metrik didefinisikan dalam himpunan ini oleh 1



𝑑(𝑓, 𝑔) = ∫ |𝑓(π‘₯) βˆ’ 𝑔(π‘₯)|𝑑π‘₯ 0



Dimana 𝑓 dan 𝑔 di dalam 𝐢[0,1].



70



Contoh 6.1.6. Misalkan lagi 𝐢[0,1] merupakan himpunan dari semua fungsi-fungsi kontinyu dari [0,1] ke dalam 𝑅. Metrik lain yang didefinisikan dalam 𝐢[01] adalah: π‘‘βˆ— (𝑓, 𝑔) = sup{|𝑓(π‘₯) βˆ’ 𝑔(π‘₯)|π‘₯ ∈ [01]} Jelas bahwa π‘‘βˆ— (𝑓, 𝑔) merupakan jarak pemisah terbesar antara fungsi 𝑓 dan 𝑔.



Contoh 6.1.7. Kita dapat mendefinisikan metrik yang lain di 𝑅 2 yaitu π‘‘βˆ— (βŒ©π‘Ž1 , π‘Ž2 βŒͺ, βŒ©π‘1 , 𝑏2 βŒͺ) = max{|π‘Ž1 βˆ’ 𝑏1 |, ||π‘Ž2 βˆ’ 𝑏2 |} Dimana max{π‘₯, 𝑦} setara dengan nilai terbesar dari dua bilangan π‘₯ dan 𝑦. Contoh 6.1.8. Terdapat metrik lainnya lagi di 𝑅 2 yang diberikan oleh 𝑑1 (βŒ©π‘Ž1 , π‘Ž2 βŒͺ, βŒ©π‘1 , 𝑏2 βŒͺ) = |π‘Ž1 βˆ’ 𝑏1 | + |π‘Ž2 βˆ’ 𝑏2 | Contoh 6.1.9. Misalkan 𝑉 merupakan ruang vektor atas lapangan bilangan real atau bilangan kompleks. Suatu panjang (norm) || || pada 𝑉 merupakan pemetaan: 𝑉 β†’ 𝑅 sehingga untuk semua π‘Ž, 𝑏 ∈ 𝑉 dan πœ† dalam lapangan tersebut memenuhi (i)



||π‘Ž|| β‰₯ 0 dan ||π‘Ž|| = 0 jika dan hanya jika π‘Ž = 0



(ii) ||π‘Ž + 𝑏|| ≀ ||π‘Ž|| + ||𝑏||, dan (iii) ||πœ†π‘Ž|| = |πœ†|||π‘Ž|| Ruang vektor panjang (𝑉, || ||) merupakan ruang vektor 𝑉 dengan panjang || ||.



71



Definisi 6.1.10. Misalkan (𝑋, 𝑑) merupakan ruang metrik dan π‘Ÿ merupakan bilangan real positif. Maka bola terbuka (open ball) π‘Ž ∈ 𝑋 dengan jari-jari π‘Ÿ merupakan himpunan π΅π‘Ÿ (π‘Ž) = {π‘₯: π‘₯ ∈ 𝑋 dan 𝑑(π‘Ž, π‘₯) < π‘Ÿ}. Contoh 6.1.11. Di dalam 𝑅 dengan metrik Euclidean, maka π΅π‘Ÿ (π‘Ž) merupakan interval terbuka (π‘Ž βˆ’ π‘Ÿ, π‘Ž + π‘Ÿ). Contoh 6.1.12. Di dalam 𝑅 2 dengan metrik Euclidean, maka π΅π‘Ÿ (π‘Ž) merupakan disk terbuka dengan pusat π‘Ž dan jari-jari π‘Ÿ.



Contoh 6.1.13. Di dalam 𝑅 2 dengan metrik π‘‘βˆ— diberikan oleh π‘‘βˆ— (βŒ©π‘Ž1 , π‘Ž2 βŒͺ, βŒ©π‘1 , 𝑏2 βŒͺ) = max{|π‘Ž1 βˆ’ 𝑏1 |, ||π‘Ž2 βˆ’ 𝑏2 |} Bola terbuka 𝐡1 (〈0,0βŒͺ) terlihat seperti



Contoh 6.1.14. Di dalam 𝑅 2 dengan metrik 𝑑1 diberikan oleh 𝑑1 (βŒ©π‘Ž1 , π‘Ž2 βŒͺ, βŒ©π‘1 , 𝑏2 βŒͺ) = |π‘Ž1 βˆ’ 𝑏1 | + |π‘Ž2 βˆ’ 𝑏2 | Bola terbuka 𝐡1 (〈0,0βŒͺ) terlihat seperti



72



Lemma 6.1.15. Misalkan (𝑋, 𝑑) merupakan ruang metrik dan π‘Ž, 𝑏 merupakan titiktitk di 𝑋. Lebih lanjut, misalkan 𝛿1 dan 𝛿2 merupakan bilangan bulat positif. Jika 𝑐 ∈ 𝐡𝛿1 (π‘Ž) ∩ 𝐡𝛿2 (𝑏), maka terdapat 𝛿 > 0 sedemikian sehinga 𝐡𝛿 (𝑐) βŠ† 𝐡𝛿1 (π‘Ž) ∩ 𝐡𝛿2 (𝑏). Akibat 6.1.16. Misalkan (𝑋, 𝑑) merupakan ruang metrik dan 𝐡1 , 𝐡2 merupakan bolabola terbuka di (𝑋, 𝑑). Maka 𝐡1 ∩ 𝐡2 merupakan gabungan dari bola-bola terbuka di (𝑋, 𝑑). Proposisi 6.1.17. Misalkan (𝑋, 𝑑) merupakan ruang metrik. Maka koleksi dari bolabola terbuka di (𝑋, 𝑑) merupakan suatu basis untuk topologi 𝜏 di 𝑋. Topologi 𝜏 yang didefinisikan merupakan topologi terinduksi dengan metrik 𝑑, dan (𝑋, 𝜏) disebut ruang topologi terinduksi atau korespondensi ruang topologi atau ruang topologi terasosiasi. Contoh 6.1.18. Jika 𝑑 merupakan metrik Euclidean di 𝑅, maka suatu basis untuk topologi 𝜏 terinduksi oleh metrik 𝑑 merupakan himpunan dari semua bola terbuka. Yakni 𝐡𝛿 (π‘Ž) = (π‘Ž βˆ’ 𝛿, π‘Ž + 𝛿). Dari sini kita dapat melihat bahwa 𝜏 merupakan topologi Euclidean di 𝑅. Jadi metrik Euclidean di 𝑅 menginduksi topologi Euclidean di 𝑅. Contoh 6.1.19. Dari Contoh 6.1.12 menunjukkan bahwa metrik Euclidean pada himpunan 𝑅 2 menginduksi topologi Euclidean di 𝑅 2. Contoh 6.1.20. Dari Contoh 6.1.13 menunjukkan bahwa metrik π‘‘βˆ— juga menginduksi topologi Eucliean pada himpunan 𝑅 2. 73



Contoh 6.1.21. Jika 𝑑 merupakan metrik diskrit pada himpunan 𝑋, maka untuk setiap π‘₯ ∈ 𝑋, 𝐡1 (π‘₯) = {π‘₯}. Sehingga himpunan tunggal terbuka di topologi 𝜏 2



terinduksi oleh 𝑑 di 𝑋. Akibatnya, 𝜏 merupakan topologi diskrit. Definisi 6.1.22. Dua metrik pada himpunan 𝑋 dikatakan ekuivalen jika dua metrik tersebut menginduksi topologi yang sama di 𝑋. Proposisi 6.1.23. Misalkan (𝑋, 𝑑) merupakan ruang metrik dan 𝜏 topologi terinduksi di 𝑋 oleh metrik 𝑑. Maka suatu subset π‘ˆ dari 𝑋 terbuka di (𝑋, 𝜏) jika dan hanya jika untuk setiap π‘Ž ∈ π‘ˆ terdapat πœ€ > 0 sedemikian sehingga bola terbuka π΅πœ€ (π‘Ž) βŠ† π‘ˆ. Bukti: Misalkan π‘ˆ ∈ 𝜏. Maka berdasarkan Peoposisi 2.3.2 dan 6.1.17, untuk setiap π‘Ž ∈ π‘ˆ terdapat suatu titik 𝑏 ∈ 𝑋 dan 𝛿 > 0 sehingga π‘Ž ∈ 𝐡𝛿 (𝑏) βŠ† π‘ˆ. Misalkan πœ€ = 𝛿 βˆ’ 𝑑(π‘Ž, 𝑏), Maka π‘Ž ∈ π΅πœ€ (π‘Ž) βŠ† π‘ˆ. Konversnya, asumsikan π‘ˆ merupakan subset dari 𝑋 dengan sifat bahwa untuk setiap π‘Ž ∈ π‘ˆ maka terdapat suatu πœ€π‘Ž > 0 sehingga π΅πœ€π‘Ž (π‘Ž) βŠ† π‘ˆ. Oleh karena itu, berdasarkan Proposisi 2.3.3., π‘ˆ merupakan himpunan terbuka. Definisi 6.1.24. Suatu ruang topologi (𝑋, 𝜏) disebut sebagai ruang Hausdorff jika untuk setiap pasangan dari jarak titik-titik π‘Ž dan 𝑏 di 𝑋, terdapat himpunan terbuka π‘ˆ dan 𝑉 sedemikian sehingga π‘Ž ∈ π‘ˆ, 𝑏 ∈ 𝑉, dan π‘ˆ ∩ 𝑉 = βˆ…. Proposisi 6.1.25. Misalkan (𝑋, 𝑑) merupakan ruang metrik dan 𝜏 topologi terinduksi di 𝑋 oleh 𝑑. Maka (𝑋, 𝜏) merupakan ruang Hausdorff. Bukti: Misalkan π‘Ž dan 𝑏 sebarang titik di 𝑋, dimana π‘Ž β‰  𝑏. Maka 𝑑(π‘Ž, 𝑏) > 0. Ambil πœ€ = 𝑑(π‘Ž, 𝑏). Ingat bola terbuka π΅πœ€ (π‘Ž) dan π΅πœ€ (𝑏). Maka bola terbuka tersebut 2



2



merupakan himpunan terbuka di (𝑋, 𝜏), π‘Ž ∈ π΅πœ€ (π‘Ž), dan 𝑏 ∈ π΅πœ€ (𝑏). Jadi untuk 2



2



menunjukkan 𝜏 Hausdorff, kita harus menunjukkan bahwa π΅πœ€ (π‘Ž) ∩ π΅πœ€ (𝑏) = βˆ…. 2



74



2



πœ€



Dengan menggunakan kontradiksi, andaikan π‘₯ ∈ π΅πœ€ (π‘Ž) ∩ π΅πœ€ (𝑏). Maka 𝑑(π‘₯, π‘Ž) < 2. 2



2



Oleh karena itu 𝑑(π‘Ž, 𝑏) ≀ 𝑑(π‘Ž, π‘₯) + 𝑑(π‘₯, 𝑏)
0, maka terdapat bilangan bulat 𝑛0 sehingga untuk setiap 𝑛 β‰₯ 𝑛0 , |π‘₯𝑛 βˆ’ π‘₯| < πœ€. Sangat jelas bagaimana definisi tersebut dapat diperluas kembali dari 𝑅 dengan metrik Euclidean untuk setiap ruang metrik. Definisi 6.2.1. Misalkan (𝑋, 𝑑) merupakan ruang metrik dan π‘₯1 , … , π‘₯𝑛 , … merupakan barisan dari titik-titik di 𝑋. Maka barisan tersebut dikatakan konvergen ke π‘₯ ∈ 𝑋 jika untuk setiap πœ€ > 0 terdapat suatu bilangan bulat 𝑛0 sedemikian sehingga untuk setiap 𝑛 β‰₯ 𝑛0 ,



𝑑(π‘₯, π‘₯𝑛 ) < πœ€. Dinotasikan dengan



π‘₯𝑛 β†’ π‘₯. Dan barisan



𝑦1 , 𝑦2 , … , 𝑦𝑛 , … dari titik-titik di (𝑋, 𝑑) dikatakan konvergen jika terdapat suatu titik 𝑦 ∈ 𝑋 sedemikian sehingga 𝑦𝑛 β†’ 𝑦. Proposisi 6.2.2. Misalkan π‘₯1 , π‘₯2 , … , π‘₯𝑛 , … merupakan barisan dari titik-titik di suatu ruang metrik (𝑋, 𝑑). Lebih lanjut, misalkan π‘₯ dan 𝑦 merupakan titik di (𝑋, 𝑑) sedemikian sehingga π‘₯𝑛 β†’ π‘₯ dan π‘₯𝑛 β†’ 𝑦. Maka π‘₯ = 𝑦.



76



Proposisi 6.2.3. Misalkan (𝑋, 𝑑) merupakan ruang metrik. Suatu subset 𝐴 dari 𝑋 tertutup di (𝑋, 𝑑) jika dan hanya jika setiap barisan konvergen dari titik-titik di 𝐴 konvergen menuju suatu titik di 𝐴. Dengan kata lain, 𝐴 tertutup di (𝑋, 𝑑) jika dan hanya jika π‘Žπ‘› β†’ π‘₯, dimana π‘₯ ∈ 𝑋 dan π‘Žπ‘› ∈ 𝐴 untuk setiap 𝑛, mengimplikasikan π‘₯ ∈ 𝐴. Bukti: Asumsikan bahwa 𝐴 tertutup di (𝑋, 𝑑) dan π‘Žπ‘› β†’ π‘₯, dimana π‘Žπ‘› ∈ 𝐴 untuk setiap bilangan bulat positif 𝑛. Misalkan π‘₯ ∈ 𝑋\𝐴, maka 𝑋\𝐴 himpunan terbuka yang memuat π‘₯. Sehingga terdapat bola terbuka π΅πœ€ (π‘₯) sehingga π‘₯ ∈ π΅πœ€ (π‘₯) βŠ† 𝑋\𝐴. Perhatikan bahwa setiap π‘Žπ‘› ∈ 𝐴, ini mengimplikasikan 𝑑(π‘₯, π‘Žπ‘› ) > πœ€. Oleh karena itu barisan π‘Ž1 , π‘Ž2 , … , π‘Žπ‘› , … tidak konvergen ke π‘₯. Terjadi kontradiksi. Jadi haruslah π‘₯ ∈ 𝐴. Untuk kebalikannya, asumsikan bahwa setiap barisan konvergen dari titiktitik di 𝐴 konvergen ke suatu titik di 𝐴. Andaikan 𝑋\𝐴 tidak terbuka, maka terdapat titik 𝑦 ∈ 𝑋\𝐴 sehingga untuk setiap πœ€ > 0, π΅πœ€ (𝑦) ∩ 𝐴 β‰  βˆ…. Untuk setiap bilangan bulat 𝑛, misalkan π‘₯𝑛 sebarang titik di 𝐡1 (𝑦) ∩ 𝐴. Maka kita klaim bahwa π‘₯𝑛 β†’ 𝑦. 𝑛



Untuk menunjukkan hal tersebut, misalkan πœ€ sebarang bilangan real positif, dan 𝑛0 sebarang bilangan bulat yang lebih besar dari 1/πœ€. Maka untuk setiap 𝑛 β‰₯ 𝑛0 , π‘₯𝑛 ∈ 𝐡1 (𝑦) βŠ† 𝐡 1 (𝑦) βŠ† π΅πœ€ (𝑦). 𝑛



𝑛0



Jadi π‘₯𝑛 β†’ 𝑦, tapi asumsi kita 𝑦 ∈ 𝑋\𝐴. Maka terjadi kontradiksi. Haruslah 𝑋\𝐴 terbuka dan 𝐴 tertutup di (𝑋, 𝑑). Proposisi 6.2.4. Misalkan (𝑋, 𝑑) dan (π‘Œ, 𝑑1 ) merupakan ruang metrik dan 𝑓 suatu pemetaan dari 𝑋 ke dalam π‘Œ. Misalkan 𝜏 dan 𝜏1 merupakan topologi yang ditentukan oleh 𝑑 dan 𝑑1 . Maka 𝑓: (𝑋, 𝜏) β†’ (π‘Œ, 𝜏1 ) kontinyu jika dan hanya jika π‘₯𝑛 β†’ π‘₯ maka 𝑓(π‘₯𝑛 ) β†’ 𝑓(π‘₯), yakni jika π‘₯1 , π‘₯2 , … , π‘₯𝑛 , … merupakan barisan dari titiktitik



di



(𝑋, 𝑑)



yang



konvergen



ke



π‘₯,



maka



barisan



𝑓(π‘₯1 ), 𝑓(π‘₯2 ), … , 𝑓(π‘₯𝑛 ), … di (π‘Œ, 𝑑1 ) akan konvergen ke 𝑓(π‘₯).



77



dari



titik-titik



Bukti. Asumsikan π‘₯𝑛 β†’ π‘₯ mengimplikasikan 𝑓(π‘₯𝑛 ) β†’ 𝑓(π‘₯). Untuk memverifikasi 𝑓 kontinyu, cukup tunjukkan bayangan invers dari setiap himpunan tertutup di (π‘Œ, 𝜏1 ) tertutup di (𝑋, 𝜏). Jadi misalkan 𝐴 tertutup di (π‘Œ, 𝜏1 ), dan π‘₯1 , π‘₯2 , … , π‘₯𝑛 , … merupakan barisan dari titik-titik di 𝑓 βˆ’1 (𝐴) yang konvergen ke suatu titik π‘₯ ∈ 𝑋, karena π‘₯𝑛 β†’ π‘₯, 𝑓(π‘₯𝑛 ) β†’ 𝑓(π‘₯). Selama setiap 𝑓(π‘₯𝑛 ) ∈ 𝐴 dan 𝐴 tertutup, Proposisi 6.2.3 mengimplikasikan 𝑓(π‘₯) ∈ 𝐴, maka π‘₯ ∈ 𝑓 βˆ’1 (𝐴). Jadi kita telah menunjukkan bahwa setiap barisan konvergen dari titik-titik di 𝑓 βˆ’1 (𝐴) konvergen ke suatu titik di 𝑓 βˆ’1 (𝐴). Sehingga 𝑓 βˆ’1 (𝐴) tertutup, dan 𝑓 kontinyu. Untuk kebalikannya, misalkan 𝑓 kontinyu dan π‘₯𝑛 β†’ π‘₯, πœ€ sebarang bilangan real positif. Maka bola terbuka π΅πœ€ (𝑓(π‘₯)) merupakan himpunan terbuka di (π‘Œ, 𝜏1 ). Sehingga 𝑓 βˆ’1 (π΅πœ€ (𝑓(π‘₯))) merupakan himpunan terbuka di (𝑋, 𝜏) dan memuat π‘₯. Maka terdapat 𝛿 > 0 sehingga π‘₯ ∈ 𝐡𝛿 (π‘₯) βŠ† 𝑓 βˆ’1 (π΅πœ€ (𝑓(π‘₯))). Karena π‘₯𝑛 β†’ π‘₯, maka terdapat bilangan bulat positif 𝑛0 sehingga untuk setiap 𝑛 β‰₯ 𝑛0 , π‘₯𝑛 ∈ 𝐡𝛿 (π‘₯). Oleh karena itu 𝑓(π‘₯𝑛 ) ∈ 𝑓(𝐡𝛿 (π‘₯)) βŠ† π΅πœ€ (𝑓(π‘₯)), untuk setiap 𝑛 β‰₯ 𝑛0 Sehingga 𝑓(π‘₯𝑛 ) β†’ 𝑓(π‘₯). Terbukti. Akibat 6.2.5. Misalkan (𝑋, 𝑑) dan (π‘Œ, 𝑑1 ) merupakan ruang metrik, 𝑓 suatu pemetaan dari 𝑋 ke dalam π‘Œ, dan 𝜏 dan 𝜏1 merupakan topologi yang ditentukan oleh 𝑑 dan 𝑑1 . Maka 𝑓: (𝑋, 𝜏) β†’ (π‘Œ, 𝜏1 ) kontinyu jika dan hanya jika untuk setiap π‘₯0 ∈ 𝑋 dan πœ€ > 0, terdapat 𝛿 > 0 sedemikian sehingga π‘₯ ∈ 𝑋 dan 𝑑(π‘₯, π‘₯0 ) < 𝛿 β†’ 𝑑1 (𝑓(π‘₯), 𝑓(π‘₯0 )) < πœ€.



78



Soal Latihan 1.



Misalkan 𝐢[0,1] dan 𝑑 sama seperti pada Contoh 6.1.5. Didefinisikan barisan dari fungsi 𝑓1 , 𝑓2 , … , 𝑓𝑛 …, di (𝐢[0,1], 𝑑) oleh 𝑓𝑛 (π‘₯) =



sin(𝑛π‘₯) , 𝑛



𝑛 = 1,2, … , π‘₯ ∈ [0,1].



Verifikasi bahwa 𝑓𝑛 β†’ 𝑓0 , dimana 𝑓0 (π‘₯) = 0, untuk setiap π‘₯ ∈ [0,1]. 2.



Misalkan (𝑋, 𝑑) merupakan ruang metrik dan π‘₯1 , π‘₯2 , … , π‘₯𝑛 , … suatu barisan sehingga π‘₯𝑛 β†’ π‘₯ dan π‘₯𝑛 β†’ 𝑦. Buktikan bahwa π‘₯ = 𝑦.



3.



1



Verifikasi bahwa himpunan {2 βˆ’ 𝑛 : 𝑛 = 1,2, … } tidak tertutup di 𝑅.



79



DAFTAR PUSTAKA



[1]



Morris, Sidney A. Topology Without Tears. Cambridge University Press. Cambridge; New York, 2004.



[2]



Kazimierz, Kuratowski. Intoduction to Set Theory and Topology. Pergammon Press, New York, 1961.



80