Monitoring Jarak Jauh Pasien Capd PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Monitoring Jarak Jauh Pasien Capd (Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis) Rully Annisa 1 FIKes Universitas Muhammadiyah Cirebon Abstrak Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) digunakan sebagai salah satu terapi pada penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) yang dilakukan di rumah, menunjukan hasil klinis yang terus berkembang dan menghasilkan manfaat yang besar pada sosial-ekonomi masyarakat di beberapa negara. Tulisan ini mengkaji tentang monitoring jarak jauh pasien CAPD menggunakan metode kajian literatur. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa sistem monitoring jarak jauh pasien CAPD sangat penting untuk memantau keadaan pasien ketika melakukan perawatan di rumah. Pengembangan dan penerapan sistem ini dapat mendorong pasien untuk menerima perawatan yang optimal di unit perawatan ginjal agar dapat meningkatkan kualitas hidup pasien CAPD. Sistem monitoring dapat meningkatkan profesionalisme perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan pada pasien CAPD. Kata Kunci: CAPD, monitoring jarak jauh, penyakit ginjal, peritoneal dialisis. Pendahuluan Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) digunakan sebagai salah satu terapi pada penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) yang dilakukan di rumah. Terapi ini menunjukan hasil klinis yang terus berkembang dan menghasilkan manfaat yang besar pada sosial-ekonomi masyarakat di beberapa negara yang mengambil kebijakan CAPD sebagai terapi utama bagi pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir (Li et al., 2016). Saat ini diperkirakan lebih dari 272.000 pasien mendapatkan terapi CAPD di dunia, ini menunjukkan perkiraan 11%



populasi dialisis dunia (Li et al.,



2016) negara. Di Hong Kong sebagai contoh, lebih dari 80% pasien PGTA menjalani CAPD. Pasien PGTA yang menjalani CAPD juga banyak didapatkan di New Zaeland, Korea, dan Singapura (Yulianti, Suhardjono, Kresnawan, & Harimurti, 2015). Di Indonesia data dari 8th Report of Indonesian Renal Registry tahun 2015 tercatat ada 1.674 pasien yang menjalani terapi CAPD. jumlah ini terus mengalami



peningkatan setiap tahun. Namun pasien yang berhenti menjalani CAPD karena tingginya angka kematian, infeksi, dan kegagalan kateter. (PERNEFRI (Perkumpulan Nefrologi Indonesia), 2015) Berdasarkan hasil penelitian, terapi CAPD memiliki beberapa manfaat antara lain tingkat kematian rendah, biaya murah, dan kualitas hidup pasien lebih baik. Jepang merupakan negara dengan jumlah pasien yang menjalani terapi CAPD sangat rendah, hal ini dikarenakan pertumbuhan renal unit yang sangat cepat dan munculnya encapsulating sklerosis peritoneal sebagai komplikasi serius pasien CAPD jangka panjang. CAPD merupakan sistem dialisis di rumah, dan pasien diharuskan melakukannya sendiri, mulai dari mengganti cairan, merawat exit-site kateter, dan mencatatnya. Hampir kebanyakan pasien CAPD memiliki kesulitan selama menjalani terapi yang dilakukan di rumah ini (Nakamoto, 2007). Karena pasien melakukan sendiri perawatannya, pertimbangan keamanan dibutuhkan dimana mungkin saja peralatan yang digunakan tidak aman. Resiko terjadinya peritonitis pada pasien baru yang menggunakan CAPD dan teknik yang salah dalam perawatan menjadi masalah utama pada pasien CAPD. Maka pasien dan keluarga perlu dilatih untuk melakukan perawatan CAPD yang biasanya terbatas hanya dilakukan oleh tim medis. Monitoring jarak jauh merupakan cara efektif untuk memantau pasien CAPD sehingga pasien tetap dapat berhubungan dengan nefrolog dan perawat CAPD secara langsung dan mengurangi stres pada pasien yang disebabkan perawatan yang harus dilakukan sendiri di rumah. Monitoring ini bertujuan untuk deteksi dini munculnya tingkat kematian pada pasien, mengarahkan teknik perawatan yang tepat, monitoring status gizi, dan memantau keseluruhan pemenuhan kebutuhan dan rehabilitasi pasien selama menjalani CAPD. Tujuan penulisan ini adalah untuk membahas beberapa jurnal penelitian yang terkait dengan penerapan monitoring jarak jauh pada pasien CAPD untuk mengenalkan pada perawat tentang pentingnya pemantauan pasien CAPD ketika melakukan perawatan sendiri di rumah, sehingga perawat bisa merespon secara cepat komplikasi yang ditimbulkan dari CAPD dan meningkatkan profesionalisme perawat dalam hal keselamatan pasien.



Kajian Literatur Continouse Ambulatory Peritoneal Dialisis merupakan terapi bagi pasien yang mengalami gagal ginjal. Terapi ini diperlukan karena ginjal tidak bisa membuang sisa metabolisme secara adekuat dalam darah dan mengeluarkan cairan dari dalam tubuh. Walaupun pada beberapa pasien gagal ginjal yang ginjal nya masih berfungsi tetapi tidak cukup untuk melakukan fungsinya dengan baik sehingga diperlukan terapi pengganti (Kidney Health Australia & Hospital, 2016). Prinsip kerja dari terapi CAPD ini yaitu bekerja didalam tubuh menggunakan membran peritoneal yang mana dapat membuang sampah sisa metabolisme dalam darah. Membran peritoneal menghubungkan dengan rongga perut dan melindungi organ di dalamnya. Membran peritoneal ini bersifat semi permiabel yang secara alami dapat dilewati oleh beberapa subtansi. Terapi CAPD ini diawali dengan pemasangan kateter peritoneal yang dipasang kedalam rongga perut melalui insisi kecil. Kateter ini berfungsi untuk mengalirkan dialisat ke dalam rongga perut. Dialisat biasanya berupa cairan yang mengandung glukosa dan subtansi lain yang sama dimiliki oleh tubuh. Ketika dialisat dialirkan kedalam rongga perut, rongga perut bekerja sebagai penerima yang menahan cairan dialisat. Sampah sisa metabolisme melewati membran peritoneal dan sampai ke dialisat. Setelah 30 – 45 menit, dialisat yang telah digunakan yang mengandung sampah sisa metabolisme dari darah di keluarkan dari rongga perut. Dan digantikan dengan cairan yang baru. Proses ini berlangsung berulang secara terus menerus. Diantara waktu pertukaran ini pasien bebas melakukan aktifitas (Kidney Health Australia & Hospital, 2016). Peritoneal kateter merupakan akses dialisis permanen yang panjangnya sekitar 30 cm. Bagian kateter yang keluar dari perut disebut exit-cite. Penting untuk menjaga agar exit-cite ini tetap bersih agar terhindar dari infeksi. Pasien akan diajari bagaimana untuk memeriksa kepatenan dan membersihkan exit-cite setiap hari. Kateter ini harus selalu ditutup untuk menjaga dan mencegah agar posisi nya tidak berubah.



Peritonitis merupakan infeksi pada membran peritoneum, yang disebabkan masuknya kuman pada membran perut. Peritonitis merupakan komplikasi yang umumnya sering terjadi pada pasien CAPD. Peritonitis menjadi penyebab tingkat kematian tertinggi dan meningkatkan biaya pengobatan pada pasien CAPD. Sehingga untuk mengurangi angka kejadian kompilkasi pada pasien CAPD diperlukan strategi yang tepat salah satunya meningkatkan kualitas monitoring pasien selama melakukan perawatan di rumah (Cho & Johnson, 2014). Dengan CAPD memungkinkan pasien menjalani dialisis di rumah tanpa harus pergi ke rumah sakit. Tetapi kelemahannya pasien menjadi terputus hubungan dengan dokter dan perawat, pasien dan keluarga perlu menanggung beban dalam melakukan perubahan, sehingga kemungkinan tinggi terjadinya komplikasi akan tidak terdeteksi dan kemungkinan yang tinggi terjadinya kesalahan pada saat melakukan teknik perawatan. Monitoring jarak jauh dijelaskan sebagai kontak yang dekat antara pasien dan dokter ginjal maupun perawat ginjal secara digital melalui internet, telepon genggam, video, dan pengiriman gambar. Tujuan dari monitoring jarak jauh ini adalah untuk memastikan bahwa dokter dan perawat memberikan informasi yang benar tentang status pasiennya secara teratur dan terkini.(Nayak Karopadi, Antony, Subhramanyam, & Nayak, 2013). Monitoring pasien CAPD jarak jauh juga dapat membantu memudahkan prosedur terapi untuk pasien dan keluarganya melalui alat yang mudah dan interaktif, membantu melaksanakan teknik perawatan yang benar, dan membantu memantau dan merekam status kesehatan pasien secara detail. Monitoring jarak jauh ini diharapkan dapat memberikan dampak secara langsung sebagai teknik bertahan hidup, mengurangi rawat inap dan pasien drop out. Monitoring jarak jauh ini sangat diperlukan bagi pasien yang tinggal di wilayah yang susah diakses. Jadi secara keseluruhan monitoring jarak jauh tidak hanya memberikan solusi yang potensial yang dapat diterima tapi juga metode yang baik untuk mengurangi stres pada pasien dan keluarga.



Pembahasan Sistem monitoring pasien jarak jauh berbasis web telah dikembangkan untuk merekam data setiap pasien. Setiap dokter dan perawat dapat mengakses data pasien melalui online database yang berisi informasi tentang setiap perubahan yang terjadi pada pasien. Sistem berbasis web ini dapat digunakan untuk interaksi secara langsung antara pasien dan petugas kesehatan melalui konsultasi online dan pengiriman gambar (Nayak Karopadi et al., 2013). Sistem monitoring jarak jauh untuk pasien CAPD yang dikembangkan di India oleh Nayak, Karopadi, Antony, Sreepada, & Nayak (2012) dengan adanya kunjungan rumah oleh perawat CAPD. Kunjungan rumah dilakukan secara terjadwal dan dilengkapi form pengkajian yang telah terstandarisasi. Pengkajian meliputi status nutrisi pasien, kondisi psikologis dan tingkat pemulihan serta aktifitas. Hasil pengkajian ini kemudian di kirim melalui Short Messaging System (SMS) ke dokter nefrolog untuk selanjutnya diberikan masukan (advice) sesuai keadaan pasien. Selanjutnya hasil pengkajian ini dimasukkan kedalam komputer host di unit perawatan ginjal. Sistem ini bertujuan untuk mengintegrasikan semua pelayanan yang dibutuhkan oleh pasien, memudahkan perawat CAPD mengakses keadaan pasien tanpa memperhatikan jarak geografis. Sistem monitoring ini dapat di akses oleh nefrolog, perawat CAPD, ahli gizi, ahli urologi dan petugas kesehatan lain. Setiap pasien atau anggota keluarga yang terampil memiliki akun agar dapat mengakses laman di web ini. Web dapat diakses melalui komputer ataupun telepon genggam yang menggunakan android atau aplikasi iPhone. Metode sistem monitoring ini, setiap pasien atau anggota keluarga yang terampil diharuskan mengirimkan gambar menggunakan kamera digital atau kamera telepon tentang keadaan pasien yang meliputi keadaan exit-site, kantong cairan dialisat,dan kondisi lain yang berhubungan dengan pasien CAPD seperti adanya edema pada tungkai. Gambar ini kemudian dikirim ke web yang telah disediakan. Pasien akan dipandu ke laman utama dimana mereka dapat memasukan informasi tentang riwayat kesehatan dan hasil lab secara detail, mencatat secara online berat badan, tekanan darah, frekuensi jantung, pasien dapat mengakses



kapanpun riwayat kesehatannya saat ini, riwayat pengobatan dan riwayat prosedur yang telah dijalani, pasien dapat mengetahui jadwal kunjungan rumah selanjutnya. Keluhan kesehatan yang dibuat oleh pasien dengan menggunakan laman di web ini mendapatkan respon yang cepat dari tim CAPD. Pasien kemudian akan diarahkan untuk menjelaskan kejadiannya secara rinci dan menjawab pertanyaan yang diajukan. Pasien diminta untuk memeriksa keadaan exit-site apakah ada tanda-tanda infeksi yang menyebabkan peritonitis dan infeksi exit-site. Aplikasi web ini dilengkapi dengan “Ready Reckoner” yang berfungsi untuk memperbesar gambar exit-site yang dikirim pasien yang berfungsi untuk menilai tingkat infeksi secara akurat. Untuk mengevalusi terjadinya peritonitis pasien diminta untuk mengirimkan gambar cairan dari dalam kantong buangan CAPD, apakah ada perubahan warna atau tidak. Jika cairan berwarna jernih mengindikasikan tidak ada peritonitis. Jika ada keluhan tentang potensial terjadinya peritonitis, keluhan ini akan di kirim langsung ke nefrolog dan tim CAPD melalui e-mail atau telepon. Selanjutnya akan dilakukan kunjungan rumah oleh tim CAPD untuk menindaklanjuti perawatan pasien. Kelebihan sistem monitoring jarak jauh ini selain memantau status kesehatan pasien selama perawatan di rumah juga dapat mendeteksi adanya komplikasi pada pasien CAPD khususnya kejadian infeksi pada exit-site dan peritonitis, sehingga dapat dilakukan pencegahan dan penanganan langsung oleh nefrolog dan tim CAPD. Tingkat keamanan pasien lebih meningkat, karena pasien selalu dipantau dan pasien dapat langsung melaporkan kondisi kesehatannya saat ini secara langsung melalui web yang tersedia. Monitoring jarak jauh dapat meningkatkan komunikasi antara pasien dan tim CAPD untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap perawatan (Lew, Sikka, Thompson, Cherian, & Magnus, 2017). Pasien yang menerima dukungan dari perawat selama melakukan perawatan di rumah memiliki peningkatan kualitas tidur, kepuasan pasien yang siginifikan dan penurunan rasa nyeri. Peningkatan komunikasi antara pasien dan tim CAPD berdampak pada peningkatan keseimbangan cairan dan kesehatan jantung pasien secara spesifik (Yi et al., 2016).



Kepercayaan antara pasien dan perawat terbina dengan baik. Sistem ini didukung dengan adanya tim yang melakukan kunjungan rumah ke rumah pasien untuk menindaklanjuti perawatan pasien CAPD. Dengan sistem monitoring jarak jauh ini peran perawat sebagai edukator dan konselor sangat terlihat. Dimana peran perawat sebagai pendidik dalam memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang bagaimana perawatan pasien CAPD di rumah sangat terlihat, juga peran konseling disini perawat dapat membantu pasien memilih keputusan yang diambil terkait situasi perawatan CAPD. Adapun kekurangan monitoring jarak jauh pada pasien CAPD ini apabila server atau jaringan mengalami gangguan. Hubungan antara pasien dan tim CAPD akan terputus sehingga pasien yang akan melaporkan keluhannya akan mengalami kesulitan. Resiko terjadinya kesalahan dalam menginterpretasikan gambar sangat besar. Penerapan sistem monitoring jarak jauh di Indonesia sampai saat ini belum ada. Saat ini biasanya pasien CAPD menjalani perawatan CAPD nya di rumah setelah melakukan latihan perawatan CAPD dengan tim CAPD. Selanjutnya pasien akan melakukan jadwal kontrol dengan nefrolog sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Biasanya pasien akan menemui tim CAPD apabila komplikasi seperti ada masalah pada exit-site nya atau peritonitis sudah terjadi. Sistem monitoring jarak jauh ini sangat berpotensi untuk diterapkan di Indonesia, didukung dengan banyaknya ahli di bidang Teknologi Informasi serta kemampuan masyarakat untuk menggunakan telepon dan internet semakin meningkat. Serta dukungan pemerintah untuk menerapkan kebijakan monitoring ini sebagai upaya meningkatkan mutu dan kualitas hidup pasien dengan CAPD. Kesimpulan Sistem monitoring jarak jauh pasien CAPD sangat penting untuk memantau keadaan pasien ketika melakukan perawatan di rumah. Pengembangan dan penerapan sistem ini dapat mendorong pasien untuk menerima perawatan yang optimal di unit perawatan ginjal agar dapat meningkatkan kualitas pasien CAPD.



Sistem monitoring dapat meningkatkan profesionalisme perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan pada pasien CAPD. Daftar Pustaka Cho, Y., & Johnson, D. W. (2014). Peritoneal Dialysis–Related Peritonitis: Towards Improving Evidence, Practices, and Outcomes. American Journal of Kidney Diseases, 64(2), 278–289. https://doi.org/10.1053/j.ajkd.2014.02.025 Kidney Health Australia, & Hospital, R. N. S. (2016). An Introduction to Peritoneal Dialysis. An introduction to Peritoneal Dialysis. Melbourne: Kidney Health Australia. Retrieved from http://kidney.org.au/cms_uploads/docs/rrcintroduction-to-peritoneal-dialysis.pdf Lew, S. Q., Sikka, N., Thompson, C., Cherian, T., & Magnus, M. (2017). Adoption of Telehealth: Remote Biometric Monitoring Among Peritoneal Dialysis Patients in the United States. Peritoneal Dialysis International, 37(5), 576– 578. https://doi.org/10.3747/pdi.2016.00272 Li, P. K.-T., Chow, K. M., Van de Luijtgaarden, M. W., Johnson, D. W., Jager, K. J., Mehrotra, R., … Lameire, N. (2016). Changes in the worldwide epidemiology of peritoneal dialysis. Nature Reviews Nephrology, 13(2), 90–103. https://doi.org/10.1038/nrneph.2016.181 Nakamoto, H. (2007). Telemedicine system for patients on continuous ambulatory peritoneal dialysis. In Peritoneal Dialysis International (Vol. 27, pp. 21–26). Hong Kong: International Society for Peritoneal Dialysis. Nayak, A., Karopadi, A., Antony, S., Sreepada, S., & Nayak, K. S. (2012). Use of a Peritoneal Dialysis Remote Monitoring System in India. Peritoneal Dialysis International, 32(2), 200–204. https://doi.org/10.3747/pdi.2011.00124 Nayak Karopadi, A., Antony, S., Subhramanyam, S. V., & Nayak, K. S. (2013). Remote monitoring of peritoneal dialysis: Why? Where? How? Hong Kong Journal of Nephrology, 15(1), 6–13. https://doi.org/10.1016/j.hkjn.2013.03.002 PERNEFRI (Perkumpulan Nefrologi Indonesia). (2015). 8th Report Of Indonesian Renal Registry. Yi, C., Guo, Q., Lin, J., Huang, F., Yu, X., & Yang, X. (2016). Clinical Outcomes of Remote Peritoneal Dialysis Patients: A Retrospective Cohort Study from a Single Center in China. Blood Purification, 41(1–3), 100–107. https://doi.org/10.1159/000442516



Yulianti, M., Suhardjono, Kresnawan, T., & Harimurti, K. (2015). Faktor-faktor yang Berkorelasi dengan Status Nutrisi pada Pasien Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD). Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 2(1), 1–8.