Mushaf Standar Indonesia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB II PEMBAHASAN



A. Latar Belakang Penulisan Mushaf Standar Indonesia Berdasarkan dokumen hasil Muker Ulama Alquran, ada tiga definisi tentang mushaf Alquran Standar1, yaitu : 1. Definisi yang ditulis dalam frame (bingkai iluminasi teks Alquran) cetak perdana Mushaf Al-Qur`an Standar Indonesia pada 1983. Dalam frame ini tertulis “Mushaf Standar hasil penelitian Badan Litbang Agama dan Musyawarah Ahli Al-Qur`an dikeluarkan oleh Departemen Agama Republik Indonesia tahun 1403 H/1983 M.”2 2. Mushaf Standar didefinisikan sebagai “Mushaf Alquran yang dibakukan cara penulisannya dengan tanda bacanya (harakat), termasuk tanda waqafnya, sesuai dengan hasil yang dicapai dalam Musyawarah Kerja (MuKer) Ulama Ahli AlQur`an yang berlangsung 9 tahun, dari tahun 1974 s.d. 1983, dan dijadikan pedoman bagi Al-Qur`an yang diterbitkan di Indonesia.”3 3. Berdasarkan petikan Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 25 Tahun 1984 terkait penetapan Mushaf Al-Qur`an Standar. Di sana disebutkan bahwa “Mushaf Standar adalah Al-Qur`an Standar Usmani, Bahriyah, dan Braille hasil penelitian dan pembahasan Musyawarah Ulama Al-Qur`an I s.d. IX.”4 Pengertian yang lebih komprehensif adalah “Mushaf Al-Qur`an yang dibakukan cara penulisan, harakat, tanda baca, dan tanda waqafnya, sesuai dengan hasil yang dicapai dalam Musyawarah Kerja (MuKer) Ulama Ahli Al-Qur`an yang berlangsung 9 kali, dari tahun 1974 s.d. 1983 dan dijadikan pedoman bagi Mushaf Al-Qur`an yang diterbitkan di Indonesia.”5 1Zainal Arifin dkk., Sejarah Penulisan Mushaf Al-Qur`an Standar Indonesia (Jakarta:



Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`an, 2013) hlm. 9 2Ibid. 3Ibid., 10. 4Ibid. 5Ibid., 11.



3



4



Menyinggung Mushaf Standar Indoneisa, dalam Jurnal Lektur keagamaan yang ditulis oleh E. Badri yang kemudian dikutip oleh LPMA dan para staf dalam katalog pameran Musabaqah Fahmi Kutub al-Turats Lombok, terdapat enam faktor yang melatarbelakangi penulisan Mushaf Standar Indonesia. Antara lain: 1. Pedoman pentashihan bagi Lajnah Sebagaimana yang telah tercatat dalam Muker I tahun 1.974, bahwa sejauh itu belum ada pedoman yang dijadikan landasan bagi Lainah setiap kali melaksanakan pentashihan Alquran. Pedoman (praktis) tersebut memuat aturan dan tata-cara penulisan Alquran yang sesuai dengan kaidah-kaidah penulisan Alquran Rasm Usmani.6 Selama kurun waktu itu proses pentashihan dilakukan secara manual. Pentashihan secara manual cenderung mengakibatkan tidak terdokumentasikannya kesalahan-kesalahan yang telah ditashih, seingga anggota Lajnah setelahnya harus mentashih ulang dengan mencari rujukan, yang sebenarnya telah selesai dikoreksi oleh Lajnah sebelumnya..7 2. Adarya berbagai ragam tanda baca dalam Alquran Ragam mushaf Alquran yang berkembang di Indonesia pada tahun 1970-an dinilai masih sedikit. Menurut Badan Litbang Agama, pada waktu itu masih didominasi oleh penerbit CV Afif Cirebon, CV Salim Nabhan Surabaya, PT AlMa'arif Bandung dan PT Tintamas Jakarta. Corak Alquran terbitan penerbitpenerbit tersebut yang beredar kebanyakan menggunakan model Alquran Bombay, Pakistan dan Alquran Bahriyah cetakan Istambul. 8 Namun setelah diamati di beberapa cetakan Alquran tersebut terdapat perbedaan model tanda baca antara satu dengan yang lain. Keragaman tanda-tanda baca tentu akan mempengaruhi pada bagaimana ayat-ayat Alquran itu dibaca para pembacanya.9 Teruntuk mereka yang sudah mahir membaca Alquran tidak menjadi persoalan, namun bagi para awam akan menjadi persoalan, manakah yang benar di antara cetakan mushaf Alquran yang ada. 6E. BadriYunardi, “Sejarah Lahirnya Mushaf Standar Indonesia”, JurnalLektur, Vol. 3,



No. 2 (tahun 2005), 280. 7E. BadriYunardi, “Sejarah Lahirnya …”, 280.; Abdul Aziz Sidqi, “ Sekilas tentang Mushaf Standar Indonesia” (Katalog dalam Pameran pada Musabaqah Fahmi KutubitTurats) Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`an Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI (Juli 2011), 15. 8E. BadriYunardi, “Sejarah Lahirnya …”, 281. 9Abdul Aziz Sidqi, “Perkembangan Mushaf…”, 15.



5



3. Kecenderungan masyarakat mengunakan satu model Alquran Dalam proses pentashihan, Lajnah sering mengalami kesulitan ketika menemukan beberapa kesalahan yang disebabkan oleh teknis pencetakan yang sulit diperbaiki oleh penerbitnya.10 Kesulitan ini disebabkan karena model tulisannya yang terlalu rapat, huruf-hurufnya yang bertumpuk, dan beberapa penempatan tanda baca yang tidak tepat. Namun, mushaf model Bombay tersebut justru disukai oleh masyarakat,karena bentuk hurufnya yang tebal (baca: gemuk) dan jelas, sehingga mudah dibaca oleh orang lanjut usia sekalipun.11 4. Beredarlah Alquran terbitan luar negeri di Indonesia Alquranterbitan luar negeri memiliki variasi tersendiri dalam hal penggunaan harakat, tanda baca, dan tanda waqaf . Lajnah dapat menerima penggunaan tanda-tanda baca itu sebagai suatu model yang digunakan dalam Alquran. Namun ketika Alquran itu dijadikan model penerbitan Alquran di Indonesia dan tanda-tanda bacanya digunakan (sebagai variasi) bersama dengan tanda baca yang digunakan dalam A1quran di Indonesia, dapat menimbulkan kebingungan di kalangan pembaca awam, dikarenakan ada beberapa harakat atau tanda baca yang belum dikenal (familiar) bagi masyarakat muslim Indonesia.12 Untuk itu diperlukan model penetapan yang konsisten terkait harakat, tanda baca, dan tanda waqaf sebagai acuan untuk menerbitkan mushf standar Indonesia. 5. Variasi tanda baca Alquran Alqura yang beredar di Indonesia, yaitu Alquran terbitan Timur Tengah, Mesir, Pakistan/Bombay, Al-Qur'an Bahriyah/ Istambul, dan terbitan Indonesia sendiri dijumpai variasi penggunaan harakat, tanda-tandabaca, dan tanda waqaf.13 6. Tanda-tanda waqaf Alquran Dalam Mushaf Al-Qur'an 1960-an, semisal Afif cirebon, Sulaiman Mar'i surabaya atau Singapura, Al-Ma'arif Bandung (yang dicetak tahun 1960) memiliki beberapa kesamaan tanda waqaf yang berjumlah 12 macam. Namun karena perbedaan tanda waqaf tersebut dapat membingungkan awam dan kemungkinan terdapat perubahan arti dalam pembacaannya. Sehingga dalam 10E. BadriYunardi, “Sejarah Lahirnya …”, 281 11Abdul Aziz Sidqi, “Perkembangan Mushaf…”, 16. 12Ibid. 13E. BadriYunardi, “Sejarah Lahirnya…”, 282.



6



Musyawarah Kerja Ulama diambil keputusan Mushaf Alquran Standar telah menyederhanakan tanda waqaf dari 12 menjadi 6 macam. Hal itu berdasarkan keputusan Muker, yaitu: a. Tanda waqaf (‫ )ص‬dan ‫ ))ز‬diganti menggunakan (‫ )صصصلى‬karena maksud tanda waqaf tersebut sama. b. Tanda waqaf (‫ )ق صصف‬dan (‫ )ط‬diganti menggunakan (‫ )قل صصى‬karena maksudnya juga sama. c. Tanda waqaf (‫ )ق‬ditiadakan karena waqaf tersebut tidak mu’tamad (da'if) menurut jumhur ulama qira'at. d. Tanda waqaf (‫ )ك‬akan diisi dengan tanda waqaf seperti sebelumnya. B. Dasar Hukum Penetapan Mushaf Standar Indonesia Pada dasarnya tidak ada perbedaan mendasar antara Alquran cetakan Indonesia atau negara lainnya hanya saja terdapat perbedaan pada penggunaan beberapa harakat, tanda baca dan tanda waqaf.14dalam hal penetapan tanda-tanda baca yang distandarkan di Indonesia ini memerlukan waktu yang cukup panjang. Untuk menemukan rumusan tanda baca tersebut melibatka para ulama ahli Alquran dari berbagai pesantren dan kalangan cendekia bidang Alquran. Dibutukan waktu kira-kira 9 kali Musyawarah Kerja Ulama ahli Alquran beserta lajnah untuk membahasnya sehingga terbentuklah Mushaf Standar Indonesia. Butir-butir pada setiap Muker merupakan pedoman dasar dalam penulisan Mushaf Standar Indonesia. Berikut ini merupakan butir-butir Musyawarah Kerja Ulama yang dikutip oleh E. Badri dalam Jurnal Lektur Keagamaan edisi sejarah lahirnya Mushaf Standar Indonesia halaman 283 - 290.15 1. Muker Ulama Ahli Alquran I, (Ciawi, 5-9 februari 1974) Butir-butir yang disepakati: a. Alquran menurut bacaan Imam Hafs yang Rasmnya sesuai dengan Rasm Alquran yang terkenal dengan nama Bahriyah cetakan Istanbul, dijadikan pedoman Mushaf Alquran di Indonesia, dengan catatan apabila ternyata



14Ibid., 283. 15Ibid., 283-290.



7



masih ada kalimat-kalimat yang sukar dibaca perlu dijelaskan dalam lampiran sendiri. b. Mushaf Alquran tidak boleh ditulis selain dengan Rasm Usmani kecuali keadaan darurat. c. Naskah pedoman penulisan dan pentashihan mushaf Alquran yang disusun oleh Lembaga Lektur Keagamaan Departemen Agama menurut Rasm Utsmani dijadikan pedoman dalam penulisan dan petashihan Alquran di Indonesia. 2. Muker Ulama Ahli Alquran II, (Cipayung, 21-24 februari 1976) Butir-butir yang disepakati: a. Mushaf Alquran terbitan Departemen Agama tahun 1960, sebagai pedoman untuk penulisan tanda-tanda baca dalam Mushaf Utsmani Standar Indonesia. b. Menambah tanda-tanda baca yang tidak ada pada mushaf tersebut tetapi dipandang perlu untuk memudahkan para pembaca sebagaiman tertulis pada terlampir. c. Mushaf bagi orang khawas, untuk menghafal Alquran pedoman ini tidak mengikat, asal saja tidak merubah bacaannya serta ketentuan-ketentuan yang berlaku. d. Menyadari bahwa metode penulisan Arab Braille dari Unesco setelah dilengkapi dengan tanda-tanda baca untuk Alquran oleh 3 negara Islam yakni Yordania, Mesir dan Pakistan, diangap cukup baik untuk penulisan Alquran Arab Braille. e. Menyadari perlunya keseragaman penempatan tanda-tanda baca itu, karena masih adanya sedikit perbedaan dalam penempatannya. f. Dalam mengusahakan penyempurnaan tanda-tanda baca Alquran Arab Braille, dirintis jalan menuju Alquran Arab Braille yang mirp dengan tulisan Awas, ang telah ditashih oleh Lajnah Pentashih Mushaf Alquran baik tulisan maupun tanda-tanda bacanya. g. Kepada Yayasan Kesejahteraan



Tunanetra



Islam



Yogyakarta



dan



BadanPembina Wyata Guna Bandung agar dipersiapkan hal-hal yang diperlukan untuk penyeragaman penulisan Alquran Braille. h. Guna melaksanakan Pentashihan Alquran Arab Braille, Lajnah Pentashih Mushaf Alquran diharapkan mempunyai anggota yang menguasai tulisan Arab Braille.



8



i. Pedoman Dasar dalam bacaan adalah rekaman bacaan Syeikh Muhammad Khalil al-Hushary 3. Muker Ulama Ahli Alquran III (Jakarta, 7-9 Februari 1977) a. Penulisan Alquran Arab Braille secara rasm Usmani dapat disetujui. Yang menulitkan bagi kaum Tunanetra dipermudah dengan penulisan Imlaiyah, seperti As-salat. b. Harakat Fathatain diletakkan pada huruf yang memilikinya c. Tanda Mad Jaiz, Mad Wajib dan Mad Lazim Mutsaqqal Kalimy/Harfy digunakan seperti pada Alquran awas. d. Penulisan Lafdu al-Jalalah, ditulis seperti pada Alquran Awas e. Penempatan huruf-huruf yang tidak berfungsi mengikuti Alquran Awas dengan memberi harakat pada huruf sebelumnya. f. Ta’anuqul Waqaf menggunakan titik 3-6 dan 2-3-4-5. g. Tanwin wasal disesuaikan degan penulisan Alquran Bahriyah tanpa menulis Nun kecil. h. Tanda Tasydid pada huruf pertama untuk idgham tidak diperlukan. i. Merumuskan Rencana Pedoman Pentashihan Alquran Braille. j. Merumskan Bahan Aquran Braille Induk. 4. Muker Ulama Ahli Alquran IV (Ciawi, 15-17 Maret 1978) a. Menerima (hasil) rumusan Team Penulisan Alquran Braille yang telah dilaksanakan sampai dengan Jus X sebagai Standar Alquran Braille di Indonesia dngan catatan penyempurnaan dalam rumusan yang lebih representative serta dilengkapi dengan pembuatan index. b. Perlu dilanjutkan penulisan Alquran Braille (standar) untuk juz berikutnya (XI-XXX). c. Membentuk Team Penyusun Alquran Braille dari unsur Lajnah, Yaketunis, dan Lembaga Pendidikan dan Rehabilitasi Tunanetra Wyata Guna. d. Team menyempurnakan Pedoman Penulisan Alquran Braille dan Penusunan Sejarah dan Perkembangan Alquran Braille di Indonesia. 5. Muker Ulama Ahli Alquran V (Jakarta, 5-6 Maret 1979) a. Rumusa Penulisan Alquran Braille dan Pedoman Penulisannya merupakan pegangan atau acuan. b. Hal-hal baru dari hasil penulisan juz XI-XXX perlu dihimpun dengan teliti. c. Tim memperbaiki Alquran Braille 30 Juz berdasrkan rumusan-rumusan tersebut pada angka 1. d. Tanda-tanda waqaf yang telah disepakati untuk penulisan Alquran (standar)perlu diteliti oleh Lajnah dalam konsistensi penempatannya.



9



e. Dengan semakin banyaknya upaya penerjemahan Alquran, Lajnah peru menginventarisir terjemahan ayat-ayat yang belum tepat untuk disesuaikan berdasarkan kitabkitab maraji/rujukan yang mu’tamad. 6. Muker Ulama Ahli Alquran VI (Ciawi 5-7 Januari 1980) a. Menyeragamkan dan menyederhanakan penggunaan 12 macam tanda waqaf menjadi 7 macam tanda waqaf untuk Alquran Standar. (terlampir) b. Tanda-tanda waqaf pada diktum I dipergunakan untuk penulisan Alquran Usmani dan Bahry serta Alquran Braille. Untuk Alquran Braille dikecualikan penggunaan tanda waqf (‫ صلى‬dan ‫ )قلى‬diganti dengan ‫ ص‬dan ‫ق‬. c. Menyetujui pedoman penulisan dan pentashihan Alquran Braille yang disusun oleh Team dan Lajnah. 7. Muker Ulama Ahli Alquran VII (Ciawi, 12-14 Januari 1981) a. Menugaskan kepada Lajnah untuk memperbaiki model penulisan kata-kata yang berhimpitan dan penempatan harakat yang tidak pada tempatnya. b. Penulisan nun wasal yang ada di tengah-tengah ayat dan sebelumnya berharkat tanwin, tanwin tersebut ditulis dengan dhammah, kasrah atau fathah, dan nun wasalnya diberi harakat kasrah. c. Tanda sifir lonjong digunakan pada kata (‫ )انصصا‬kecuali bila berhadapan dengan hamzah wasal. d. Tanda Isymam, Imalah, dan Tashil menggunakan (lafal) kata dimaksud yang diletakkan di bawatr kata tersebut, sedang bacaan masyhur menggunakan huruf (‫ ) س‬di atasnya. e. Penulisan hamzah sakinah menggunakan hamzah kecil di atas alif, sedangakan sukun berbentuk separoh bulatan, agar berbeda dengan sifir bundar (sifir mustadir) f. Kata yang ada huruf ya dan alif zaidah, dalam Alquran Braille ditulis dengan menggunakaan khat Imlaiy. g. Penulisan tasydid idgham pada kalimat di awal ayat tidak menggunakan tasydid, sedang di tengah ayat tetap diperlukan. 8. Muker Ulama Ahli Alquran VIII (Tugu Bogor, 22-24 Fabruari 1982) a. Menyetujui draft Pedoman Penulisan Alquran Braille sebagai Pedoman Penulisan Alquran Braille Standar. b. Menyempurnakan tanda-tanda baca dan cara penulisan Juz 1-30 Alquran Braille, sebagai dasar Penulisan Alquran Braille Standar.



10



9. Muker Ulama Ahli Alquran IX (Jakarta, 18 - 20 Februari 1983) a. Menyetujui Hasil penulisan Alquran Standar Usmani sebagai Alquran Standar Indonesia. b. Menugaskan kepada Lajnah untuk meneliti dan mentashih secara cermat draf Alquran Standar Usmani untuk diterbit- kan dan diluncurkan pada Muker X tahun 1984. c. Melanjutkan Penulisan Alquran Bahriyah sebagai Alquran Standar untuk para Huffadz. 10. Muker Ulama Ahli Alquran X (Masjid Istiqlal, 28-30 Maret 1984) a. Menetapkan Al-qur'an standar Usmani, Bahraiyah dan Alquran Braille hasil Muker Ulama Alquran I-IX sebagai Al-Qur'an standar Indonesia. b. Menyambut baik dikeluarkannya KMA No. 25 Tahun 1984, tentang Penetapan Alquran Standar, dan menetapkannya sebagai pedoman dalam mentashih Alquran. c. Memasyarakatkan Alquran Standar di kalangan para penerbit Alquran dan umat Islam di seluruh Indonesia. d. Mengusahakan agar rujukan Alquran Standar yang terdiri dari, Index tanda waqaf, lndex perbedaan penulisan Usmani dan Bahri, Pedoman pentashihan Mushaf Alquran dicetak dan disebarluaskan kepada masyarakat serta diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dan Inggris guna kepentingan negara tetangga. 11. Muker Ulama Ahli Alquran XI (Masjid Istiqlal, 19 - 2l Maret 1985) a. Alquran standar yang disahkan berdasarkan KMA N0. 2511984 merupakan usaha memelihara kesucian dan kemur- nian Alquran. b. Untuk lebih meningkatkan usaha tersebut Lajnah dapat menerima saransaran berdasarkan sumber-sumber referensi seperti kitab al-Itqan fi ulum alqur'an dan lainnya. c. Menyambut ide penyusunan cara mengajarkan al-qur'an dan Tajwid yang mendukung Alquran Standar dengan menggunakan alat-alat elektronik. d. Buku tentang cara mengajarkan Alquran Braille Standar yang disusun oleh Yaketunis dan Badan Pembina Wyata Guna supaya diperbanyak dan disebarluaskan pada masyarakat. e. Alquran Braille Standar 30 Juz dalam bentuk gambar dapat digunakan untuk memasyarakatkan Alquran Braille melalui yayasan-yayasan. f. Meningkatkan penyebarluasan Alquran Braille Standar oleh Proyek Pengadaan Kitab Suci Alquran Dep.Agama.



11



12. Muker Ulama Ahli Alquran XII (Masjid Istiqlal, 26-27 Maret 1986) a. Mengusahakan agar Mushaf Alquran Standar Bahriyah



dapat



dimasyarakatkan sebelum Muker Ulama Alquran XIII Tahun 1987. b. Mendorong agar semua Penerbit Alquran melaksanakan Instruksi Menteri Agama No. 7 Tahun 1984, tentang Penggunaan Mushaf Alquran Standar. c. Mengusahakan tewujudnya cita-cita mendirikan Museum Nasional Alquran di Indonesia. d. Mengusahakan agar Eksperimen Penggunaan alat-alat elektronik menjadi paket untuk membantu proses belajar mengajar Alquran. 13. Muker Ulama Ahli Alquran XIII (Tugu Bogor, 12-14 Maret 1987) a. Menyetujui ide tentang paket tajwid dan pengajaran Alquran dengan bantuan elektronik agar direalisasikan dan disempurnakan. b. Mendukung langkah-langkah pemasyarakatan Alquran Standar yang dinrnjang dengan mesin cetak offset, pemberian tanda tashih untuk satu kali terbit,.dan kesediaan penerbit menggganti mushaf karena kesalahan teknis percetakan. c. Keharusan Penerbit melaksanakan KMA No.25 tahun 1984. d. Mengusatrakan pembuatan anak master Mushaf Alquran standar untuk disebarluaskan ke seluruh kantor Departemen Agama hingga tingkat kecamatan 14. Muker Ulama Ahli Alquran XIV (Ciawi Bogor, 25-27 Februari 1988) a. Merumuskan program penyimpanan pelestarian Naskah Alquran standar dan kelengkapannya. b. Menerima Pedoman Transliterasi arab Latin, berdasarkan SKB Menag dan Mendikbud No. 158/1987 dan 0543bN/1987. c. Pedoman Transliterasi Arab Latin perlu dilengkapi dengan beberapa Tanda Tajwid untuk membaca Alquran dengan benar. Pedoman tersebut digunakan dalam keadaan darurat. 15. Muker Ulama Ahti Alquran XV (Jakarta, 23-25 Maret 1989) a. Menerima baik hasil penulisan Mushaf Alquran lil Huffazh (Mushaf Alquran Bahriyah/Sudut) untuk segera dimasyarakatkan penulisannya. b. Komputerisasi Alquran dipandang perlu untuk mulai dirintis pelaksanaannya, karena komputer sebagai alat bantu audio visual canggih dalam mempelajari Alquran. c. Perlu segera melaksanakan pentashihan kaset atau rekaman Alquran yang beredar dan yang akan diedarkan untuk mendapat Tanda Tashih.



12



d. Untuk kepentingan Bacaan Murattal diperlukan adanya master rekaman bacaan 30 juz. e. Menyusun Pedoman Tajwid Alquran Transliterasi yang praktis bagi pemula sebagai kelengakapan pedoman Transliterasi Arab-Latin. Dari rangkaian 15 kali musyawarah ulama Alquran, butir- butir kesepakatan musyawarah ke I sampai IX sebagai dasar pokok dalam penulisan Mushaf Usmani Standar Indonesia berisi tentang segi rasm, tanda baca, penulisan Alquran Braille dan penetapan mushaf standar16 Menurut segi rasm atau penulisan Mushaf Usmani Standar Indonesia ditulis berdasarkan Rasm Usmani kecuali dalam keadaan darurat. 17 Menurut segi tanda baca, terdapat banyak tanda baca yang berbeda dari mushaf-mushaf Negara lain. Tanda-tanda baca Alquran terbitan Dep.Agama tahun 1960, sebagai pedoman untuk penulisan tanda-tanda baca dalam menulis Mushaf Usmani Standar Indonesia dipandang perlu untuk memudahkan para pembaca.18 Seperti halnya tanda-tanda waqaf dan ibtida’, tanda gharib, dan sebagainya. Kemudian Muker diatas juga mencakup mengenai Penulisan Alquran Braille untuk Tunanetra. Dalam penulisan Alquran Arab Braille Standar Indonesia, dirintis jalan menuju Alquran Arab Braille yang mirip dengan tulisan Alquran Awas yang telah ditashih oleh Lajnah Pentashih Mushaf Alquran, baik tulisan maupun tandatanda bacanya.19 Alquran Arab Braille ditulis dengan rasm Usmani. Hal yang menyulitkan dalam penulisannya bagi kaum Tunanetra dipermudah dengan menggunakan rasm ilma’i, seperti kata As-shalat. Hasil rumusan Team Penulisan Alquran Braille yang telah dilaksanakan sampai dengan Juz 10 diterima sebagai Standar Alquran Braille di Indonesia dengan catatan penyempurnaan dalam rumusan yang lebih representative serta dilengkapi dengan pembuatan index. Untuk hasil penulisan juz 11-30 masih perlu dihimpun untuk diteliti. Mushaf Arab Braille ini termasuk dari salah satu mushaf yang distandarkan di Indonesia. 16Ibid.,290. 17Ibid. 18Ibid. 19Ibid.



13



Adapun untuk menetapkan satu mushaf atau lebih dari satu sebagai mushaf standar, diperlukan adanya Surat Keputusan sebagai dasar landasan penetapan mushaf standar. Sebagaimana Negara-negara lain dengan mushaf standarnya, Indonesia memiliki dasar penetapan Mushaf Standar Indonesia seperti yang telah tercantum diatas yakni pada Muker Ulama Ahli Alquran kesepuluh yang diadakan di Masjid Istiqlal pada 28-30 Maret 1984.20 Memang Mushaf Alquran Standar Indonesia telah disahkan dalam Muker IX tanggal 23 Maret 1983 dan mendapat restu dari Bapak Menteri Agama, Namun Ulama dan Lajnah masih mempertimbangkan agar Alquran Standar itu diteliti kembali sehingga yakin bahwa tidak ada kesalahan sama sekali. 21 Sehingga pada Muker X telah ditetapkan bahwa Alquran standar Usmani, Bahriyah dan Alquran Braille sebagai Mushaf Alquran Standar Indonesia. Dasar hukum ini juga diperkuat dengan Keputusan Menteri Agama No. 25 Tahun 1984 tentang Penetapan Alquran Standar dan Pemasyarakatannya bahwasanya kementrian Agama RI menetapkan mushaf standar Indonesia sebagai pedoman dalam mentashih Alquran yang dicetak di Indonesia. 22 Dan sebagai lembaga pentashih Lajnah Pentashih Mushaf Alquran (LPMA) ditugaskan untuk memasyarakatkan Al-Qur'an Standar di kalangan para penerbit Al-Qur'an dan umat Islam di seluruh Indonesia.



C. Perkembangan Metode Penulisan Mushaf Standar Indonesia Penulisan alquran dinusantara diperkirakan telah ada sekitar akhir abad ke-13 ketika pasai, aceh, diujung laut pulau sumatra, menjadi kerajaan pesisir pertama di Nusantara yang memeluk islam secara resmi melalui pengislaman sang raja. 23



20 Ibid., 287. 21Departemen Agama RI, Mengenal Mushaf al-Qur’an Standar Indonesia (Jakarta: t.p,



1984. 29. 22E. BadriYunardi, “Sejarah Lahirnya…”, 292. 23Fadhal AR. Bafadhal (ed), dkk. Mushaf-mushaf Kuno Indonesia, (Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan Depag RI, 2005), 11.



14



Penyalinan alquran secara tradisional terus berlangsung sampai akhir abad ke-19, yang berlangsung diberbagai wilayah penting masyarakat islam masa lalu. Penyalinan mushaf kuno sejak awal didorong oleh semangat dakwah dan dan mengajarkan alquran,dikarenakan pada masa itu belum ada teknologi untuk penggandaan dalam jumlah besar sehingga semua naskah ditulis tangan. Pada penghujung abad ke-19 M minat penulisan mushaf alquran diIndonesia semakin berkurang bahkan diperkirakan pembuatan seni mushaf alquran mulai berhenti diawal abad 20.24 Berdasarkan alur perkembangan, ada 3 periode perkembangan mushaf di indonesia, yaitu: 1. Mushaf tulisan tangan Periode ini sudah dimulai sejak abad ke-13 M. Hasilnya sangat banyak dan saat ini tersimpan dibeberapa museum, perpustakaan, museum dsb. Beberapa mushaf alquran Indonesia,diantaranya seperti; mushaf alquran aceh, kini telah menjadi koleksi berbagai lembaga didalam dan diluar negeri. Adapun beberapa contoh mushaf nusantara lainnya, seperti: a. Mushaf banten Yang menonjol dari mushaf ini adalh kaligrafinya. Setiap lembar berlatarkan emas dengan motif bunga, yang tampaknya dilukis dengan teknik cap atau sablon, sehingga menjadikan mushaf ini tampak mewah dan mengesankan. Semua kata 'Allah' ditulis merah, dihalaman depan terdapat kolofon yang menjelaskan bahwa mushaf ini milik Sultan Banten Muhammad 'ali ad-Din ibn Sultan Muhammad 'Arif. Namun tidak ada penunjuk angka penulisannya. b. Mushaf Kanjeng Kyai Alquran, pusaka kraton Yogyakarta Kanjeng kyai alquran adalah salah satu benda warisan berupa mushaf alquran kuno yang selesai ditulis pada tahun 1799 di Surakarta, Hadiningrat. Qiraat yang digunakan adalah qiraat Imam 'Ashim yang diriwayatkan oleh Imam Hafsh. 24Lenni Lestari, “Mushaf Al-Quran Nusantara”, Jurnal At-Tibyan, Vol. I, No.1 (Januari– Juni 2016), 174.



15



c. Mushaf Albanjari Merupakan karya yang indah dengan hiasan dan lukisan yang jarang ditemukan dalam tradisi penulisan mushaf dunia islam pada umumnya, dipinggir halaman dilengkapi bacaan qiraat sab'ah. Metode tulisan ini mulai berkembang pada tahun 1995 sampai tahun 2011. Hal ini kembali dilakukan untuk menjaga tradisi penulisan mushaf Al-quran. Menurut informasi terbaru, mushaf tulis tangan di Indonesia terakhir ditulis oleh seorang Narapidana di Banyuwangi. Mushaf Al-quran yang diresmikan tersebut berukuran panjang 1,1 meter × 80 cm serta tebalnya 13 cm. 2. Mushaf cetak mesin a. Mushaf cetakan awal Mushaf ini beredar di Asia Tenggara pada paruh akhir abad ke-19. Mushaf yang paling tua dicetak di Palembang pada 1848 dan 1854, hasil cetak batu (litografi) Haji Muhammad Azhari bin Kemas Haji Abdullah, selesai dicetak pada 21 Ramadhan 1264 (21 Agustus 1848). Sejauh yang diketahui hingga kini , inilah mushaf cetakan tertua di Asia Tenggara. b. Mushaf cetakan tahun 1933-1983. Ada sekitar 11 mushaf yang tercetak di Indonesia pada waktu itu, diantaranya; Cetakan Matba'ah Al-Islamiyah, Bukittinggi, 1933. Percetakan ini milik HMS Sulaiman, Bukittinggi, Sumatra Barat. Selesai dicetak pada bulan Rabi'ul Akhir 1352 H (juli-agustus 1933). Mushaf ini merupakan generasi awal cetakan mushaf Al-Quran di Indonesia. Selanjutnya ada mushaf cetakan Abdullah bin Afif, Cirebon, 1933-1957. Ada juga mushaf cetakan al-Ma'arif Bandung, 1950/1957, Sinar Kebudayaan Islam, Jakarta, 1951, Pustaka al-Haidari Kutaraja dan Pustaka Andalus Medan, 1951-1952, Tintamas, Jakarta, 1954, Al-Quran Bombay, Menara kudus, 1974, Mushaf cetakan penerbit Al-Ma'arif, Bandung, 1950-an, "Quran kudus", Quran dari Turki, yang dicetak tahun 1970-an.25 25Ibid., 187.



16



Pada tahun 1957, penerbit Menara Kudus yang merupakan percetakan tertua di Jawa Tengah mencetak Al-Quran pojok atau Bahriyya, yang dikhususkan untuk huffadz. Masyarakat Indonesia mulai menggunakan Al-quran pojok tersebut, terutama para huffadz, dimana akhir ayat di akhir setiap halaman yang menjadi tanda akhir bacaan . Tanda ini lebih praktis digunakan karena patokannya hanya satu. Setiap halaman terdiri dari 15 baris dan setiap juz terdiri dari 20 halaman. Pada tahun-tahun berikutnya, percetakan Al-quran menjadi berkembang pesat. Perkembangan selanjutnya adalah munculnya upaya-upaya untuk memelihara dan menjaga kesucian dari salah cetak, dengan mendirikan sebuah Lajnah Pentashih Mushaf Alquran pada tanggal 1 Oktober 1959. Lajnah ini menerbitkan 3 jenis mushaf standar, yaitu; a) Mushaf Alquran rasm usmani Dapat dikatakan bahwa mushaf ini menjadi seacam 'edisi resmi' Kementrian Agama RI. Dibagian depan terdapat kata sambutan oleh menteri agama Prof.Dr. H. Said Agil Husin Al Munawwar, MA. Tanda tashih di tandatangani oleh H. Fadhal Adurrohman Bafadal dan H. Muhammad Shohib Tahar, pada tanggal 21 April 2004. b) Mushaf Alquran bahriyyah Mushaf ini cenderung memiliki rasm imla'i dengan model yang diambil dari turki yang memiliki kaligrafi sangat indah. Mushaf ini dipilih karena telah familiar di kalangan masyarakat Indonesia sejak awal kemunculannya pada akhir abad ke-16 di turki usmaniyah. c) Mushaf Alquran Braille Mushaf ini menggunakan huruf Braille arab diperuntukkan untuk penyandang tunanetra. Sebagaimana diputuskan oleh Konferensi Internasional Unesco 1951, yaitu al-Kitabah al-Arabiyah al-Nafirah tahun 2011. Pada tahun 2012 sudah menyusun dan menerbitkan juz 1-15. Pada tahun 2013 Kemenag menyusun dan menerbitkan juz 16-30.



17



c. Mushaf cetakan tahun 1984-2003 Pada waktu ini sekitar 6 mushaf diantaranya: mushaf Alquran standar Indonesia, 1973-1975, Mushaf Alquran Standar Indonesia (Bahriyah), 1991, Mushaf Alquran Bombay Terbitan PT Karya Toha Putra, 2000, Mushaf Alquran karya ustad Rahmatulloh, 2000, Mushaf Alquran karya Safaruddin,. 2001,



dan Quran terbitan Karya Insan Indonesia, Jakarta,



2002. Pada tahun 2000-an beberapa penerbit buku dan lainnya telah sukses dalam bidangnya dengan mulai tertarik menerbitkan mushaf, yaitu penerbit Mizan, syamil dll.26 d. Mushaf cetakan 2004 - sekarang Pada masa ini, perkembangan percetakan mushaf semakin pesat dengan ditandai munculnya variasi mushaf yang disesuaikan dengan pembacanya, seperti: wanita, anak-anak dll. Perkembangan selanjutnya dilihat dari kreasi warna khusus dan pengeblokan ayat tertentu, seperti ayat berisi doa, ayat sajdah dsb. Selanjutnya penerbit juga menambahkan pembatas kertas, uraian makhroj huruf, asbabun nuzul, hadis dsb. 3. Mushaf digital Pada saat ini dengan meningkatnya IT, perkembangan mushaf digital semakin merambah. Ada 3 bentuk Alquran digital, yaitu; a. Alquran digital b. Audio Alquran c. Alquran in Microsoft



D. Jenis-Jenis Mushaf Standar Indonesia Lajnah telah menetapkan dalam Musyawarah Kerja Ulama Alquran kesepuluh dengan menimbang Muker I-IX bahwasanya Al-qur'an standar Usmani, Bahriyah dan Alquran Braille hasil Muker Ulama Alquran I-IX telah ditetapkan sebagai Al-Qur'an standar Indonesia.27 Terhitung sejak ditetapkannya pada tahun 26Ibid., 188. 27Ibid., 287.



18



1984, tiga varian ini telah tersebar dan banyak digunakan, baik untuk dibaca maupun dijadikan objek kajian. 1. Mushaf Alquran Standar Usmani Secara bahasa, istilah "Mushaf Standar " dapat dipahami dari kata "standar" yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dimaknai sebagai sebuah patokan atau standar baku.28 Kata "Mushaf Standar" juga dapat diartikan sebagai mushaf resmi/standar yang beredar dan berlaku di Indonesia.29 Dalam sejarah penerbitan Alquran khususnya di Indonesia, mushaf ini memiliki banyak cetak ulang dibanding dengan dua varian mushaf standar lainnya. Hal ini karena posisi MASU Indonesia atau “Mushaf Alquran Standar Usmani Indonesia” sebagai mushaf pegangan orang awas yang biasa dimiliki kalangan umum, sedangkan dua lainnya lebih dikhususkan pada sekelompok golongan tertentu. Dalam hal penulisan Mushaf Alquran standar Indonesia terdapat prinsipprinsip yang harus diikuti, diantaranya sebagai berikut: a. Penulisan Rasm Pada dasarnya penulisan Alquran MASU Indonesia mengacu pada Alquran terbitan Departemen Agama tahun 1960, dan sebagai pedoman untuk tanda-tanda baca. Adapun pembahasan tentang penulisan rasm Alquran dalam setiap Musyawarah Kerja Ahli Alquran (MUKER) selalu berpatokan pada Alquran tersebut, selama peredarannya dapat dipertanggungjawabkan. Penulisan Alquran tersebut menggunakan penulisan rasm Usmani. Seperti yang telah dicantumkan dalam Muker Ulama yang pertama bahwasanya penulisan Alquran harus berdasar pada Mushaf Usmani dengan menggunakan rasm Usmani kecuali keadaan tertentu. Secara garis besar riwayat penulisan Rasm Usmani yang terkenal ialah riwayat Abu Amr ad-Dani (w. 444 H) dan riwayat Abu Daud Sulaiman ibnu Najh. Akan tetapi pola penulisan mushaf standar Indonesia ada yang mengacu kepada riwayat Abu Amr ad-Dani dan ada yang mengacu kepada 28'Tim Penyusun, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa Departcmen



Pendidikan Nasional, 2008), 1375. 29 Zainal Arifin M, "Mengenal mushaf Standar Usmani Indonesia: Studi Komparatif atas Mushaf Standar Usmani, 1983 dan 2002," Jurnal suhuf, Vol. 4, No.1 (tahun 2011), 9.



19



riwayat dari Abu Daud sedangkan mushaf madinah lebih tertuju kepada pola penulisan Abu Daud saja.30 Jadi penulisan MASU tidak hanya tertuju pada satu imam. penulisan rasm terkesan menyesuaikan diri, sesuai dengan kondisi yang terjadi. Bukan mengacu pada kaidah imam rasm yang masyur. Sebagai contoh dapat dilihat pada tabel berikut ini :31 N O



Ayat



Abu Daud



Ad-Dani



Standar Indonesia



1



Q.S 40 : 60



‫داخرين‬



‫ددخرين‬



Abu Daud



2



Q.S 3 : 79 Q.S.9 : 112



‫ريبانيي‬ ‫اﻟﺘاﺋﺒﻮن‬



Ad-Dani



3



‫ربينّيي‬ ‫اﻟﺘﺋﺒﻮن‬



4



Q.S.5 : 111 Q.S 5 : 112



‫اﻟدﻮريين‬ ‫الﻮرييﻮن‬



Abu Daud



5



‫الﻮاريين‬ ‫الﻮارييﻮن‬



6



Q.S 2 : 167



7



Q.S 34 : 37



‫حسرت‬ ٰ‫اﻟغردﻓﺖ‬



Ad-Dani



Abu Daud



‫حسرات‬



Abu Daud



‫اﻟغرفات‬



Abu Daud



2. Penulisan Harakat Dalam Alquran Standar Indonesia, penulisan harakat dilakukan secara penuh. Artinya, setiap huruf yang berbunyi diberi harakat sesuai dengan bunyinya, termasuk harakat sukun untuk mad tabi’i. Adapun harakat-harakat yang digunakan adalah sebagai berikut: _َ , _ِ , _ُ , _ً , _ٍ , _ٌ. Harakat fathah (_َ), kasrah (_ِ), dammah (_ُ), dan sukun (_ْ) tetap menggunakan seperti apa adanya. Sedangkan penulisan harakat tanwin (fathatain, kasratain dan dammatain) menggunakan lambag yang sama untuk semua huruf tanpa melihat keada hukum-hukum tajwid yang akan mempengaruhinya. 32 Selain harakat-harakat tersebut diatas, terdapat dua harakat lagi yang lazim ditemui pada mushaf Indonesia, yaitu harakat dammah terbalik dan fathah berdiri. 30Mazmur Sya'roni, “Prinsip-Prinsip Penulisan dalam Al-Qur' an Standar Indonesia”, Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 5, No. 1 (tahun 2007), 129. 31Ibid. 32Ibid., 130



20



Hukum penempatan dammah terbalik terdapat pada “ha damir” atau pada kata-kata tertentu pada mad tabi’i yang tidak menggunakan wawu sukun.33 Adapun harakat fath}ah/ kasrah berdiri, selain terdapat pada ”ha damir” juga terdapat pada huruf-huruf yang dibaca panjang (mad tabi’i) yang tidak menggunakan alif atau ya’ sukun.34 Khusus mengenai “ha damir” dibaca panjang baik ketika berharakat dammah maupun kasrah (menggunakan harakat dammah terbalik dan kasrah berdiri). Hal ini berlaku apabila: a) sebelumnya tidak berharakat sukun, b) sebelumnya tidak dibaca panjang (mad), dan, c) sesudahnya tidak berharakat sukun. Apabila terdapat 3 poin diatas maka harakat "ha damir" kembali seperti biasa (berharakat dammah dan kasrah biasa). (lihat QS. al-Baqarah: 26,37,64) 3. Penulisan Tanda-tanda Tajwid Terdapat beberapa rumusan petunjuk dalam membaca untuk kaidah-kaidah (hukum-hukum) tajwid yang terdapat pada Alquran Standar Indonesia. Kaidah-kaidah tajwid yang memerlukan lambang-lambang atau petunjukpetunjuk membaca tersebut adalah idgham, iqlab, mad wajib, mad jaiz, dan mad-mad selain mad tabi'i, saktah, imalah, isymam, dan tashil.35 a. Idgham Bacaan-bacaan yang mengandung hukum-hukum idgam dalam Alquran Standar Indonesia adalah idgham bigunnah, idgham bila gunnah, idgham mimi, idgham mutamatsilain, idgham mutajanisain, darr idgham mutaqaribaln. Huruf-huruf yang mengandung hukum-hukum tajwid tersebut diberi tanda tasydid (ّ) Tidak ada perbedaan diantara seluruh bacaan idgham. b. Iqlab



33Atifah Thoharoh, “Mushaf Al-Quran Standar Usmani Indonesia dan Mushaf Madinah”



(Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Ilmu Al-Quran dan Tafsir IAIN Tulungagung, 2017), 100. 34Ibid. 35Mazmur Sya'roni, “Prinsip-Prinsip Penulisan..”, 133.



21



Iqlab adalah nun sukun atau tanwin yang bertemu dengan ba’. lambang yang digunakan untuk tanda iqlab idalah mim kecil yang terletak di dekat nun sukun atau tanwin tanpa menghilangkan tanda sukun atau pun tanwin yang ada pada huruf tersebut. c. Mad Wajib Lambang untuk mad wajib yang digunakan ialah garis meliuk dengan bentuk khas di atas huruf mad (ۤ) yang diiibaratkan seperti layar. Tanda mad wajib juga digunakan sebagai lambang untuk mad lazim mutsaqqal kilmi, mad lazim mukhaffaf kilmi, dan mad lazim harfi musyabba'. Tanda di atas sengaja disamakan bentuknya, karena selain panjang bacaannya yang sama, juga untuk menyerderhanakan tanda-tanda tajwid yang ada di dalam mushaf.36 d. Mad Jaiz munfasil Untuk Mad jaiz Di atas huruf mad tersebut diberi tanda garis meliuk seperti pad mad wajib,namun perbedaannya garisnya lebih menyudut untuk mad wajib sedangakn untuk mad jaiz lambangnya lebih bergelombang. Bentuk tersebut sengaja dibedakan karena adanya perbedaan dalam panjang bacaan.37 e. Saktah, Imalah, Isymam, dan Tashil Empat bacaan ini tidak diberi tanda atau lambang tertentu, melainkan dengan menuliskan nama hukum tersebut dalam tulisan arab. Dalam penempatannya nama-nama bacaan tersebut diletakkan diatas bacaan atau dibawah. Untuk lambang saktah diletakkan diatas antara dua kata, sedangkan 3 bacaan lainnya dletakkan dibawah bacaan.38 4. Penulisan Alif Qata’ dan Alif Wasal Dalam MASU Indonesia alif qata’ tidak dibedakan dengan alif washal. Hukum penulisan keduanya adalah dengan menuliskan huruf alif saja tanpa ada tambahan-tambahan lain. Adapun untuk membedakan keduanya adalah 36Ibid., 134. 37Ibid., 135. 38Ibid., 135-136.



22



dengan memberinya harakat atau sebaliknya. Alif qata’ selalu berharakat sesuai dengan bacaannya, sedangkan alif wasal hanya dibubuhi harakat ketika berada di awal ayat dan waqaf tam atau di tengah ayat setelah waqaf tam.39 5. Penulisan Hamzah Penulisan hamzah pada dasarnya ditempatkan pada tempat atau huruf yang sesuai dengan bunyinya, kecuali pada tempat-tempat tertentu yang menurut kaidah rasm tidak menuruti kaidah tersebut, apabila: 1. Hamzah berharakat fathah atau sukun dan sebelumnya berharakat fathah, maka hamzah tersebut diletakkan di atas alif. 2. Hamzah berharakat kasrah, sukun, dan huruf-huruf sebelumnya berrharakat kasrah, maka hamzah tersebut diletakkan di atas nabrah ya tanpa titik. 3. Hamzah berharakat dzammah, sukun, dan huruf sebelumnya berharakat dzammah, maka hamzah tersebut diletakkan di atas wawu. 6. Nun Wiqoyah (nun wasal) Nun silah adalah nun kecil yang diletakkan di bawah alif wasal, yang berfungsi untuk menyambungkan bunyi nun sukun pada harakat tanwin dengan harakat sukun pada kata sesudahnya. 7. Sifr (bulatan) Sifr adalah tanda berbentuk bulatan yang diletakkan di atas alif za’idah. Bentuk alif sifir ada dua amcam, yaitu sifr mustadir (sifr bulat) dan sifr mustatir (sifr lonjong). Sifr mustadir diletakkan di atas alif za’idah yang tidak berpengaruh terhadap bacaan, baik ketika wasal maupun ketika waqaf. Sedangkan Sifr mustatir diletakkan di atas alif za’idah yang berpengaruh terhadap bacaan ketika waqaf.40 8. Tanda-tanda Waqaf Dalam MASU Indonesia waqaf yang ditetapkan berperan dalam penulisan mushaf ada enam, yaitu :. _:., ‫ل‬, ‫ج‬, ‫قلصصى‬, ‫صصصلى‬, ‫م‬. Keseluruhan tanda waqaf tersebut berpengaruh pada pemberian harakat dan tanda-tanda tajwid pad 39Atifah Thoharoh, “Mushaf Al-Quran...”, 101. 40Ibid.



23



huruf-huruf yang sebelum atau sesudahnya. Adapun ke enam tersebut antara lain dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian, antara lain: a. ‫ م‬, ‫ج‬, ‫ قلى‬tanda-tanda ini berpengaruh pada pemberian harakat atau tandatanda tajwid berikut ini: a. Alif wasal Setiap alif wasal setelah tanda-tanda waqaf tam (berhenti dengan sempurna) tersebut di atas, diberi harakat fathah. Karena setiap pembaca yang berhenti pada tanda waqaf tersebut, boleh melanjutkan bacaannya dengan ayat selanjutnya tanpa harus mengulang lagi kebelakang. Maka, untuk membantu memudahkan pembaca, alif yang terdapat setelah tanda waqaftersebut dibubuhi tanda fathah. b. Tanda-tanda Tajwid Huruf-huruf yang mengandung hukum tajwid, yang berada setelah atau sebelum tanda waqat tersebut, maka tidak dicantumkan tanda-tanda tajwidnya. 2.



‫ل‬, ‫صلى‬ a. Alif wasal Alif wasal yang terletak setelah tanda waqaf (ghairu tam), maka tidak diberi harakat. Karena pada hakikatnya pembaca tidak diperkenankan untuk berhenti pada tanda waqaf tersebut. Alif wasal yang terletak setelah tanda waqaf tersebut tidak dibubuhi harakat untuk mendorong pembaca agar tidak berhenti di tempat tersebut. b. Tanda-tanda tajwid Huruf-huruf yang mengandung hukum-hukum tajwid, yang berada setelah atau sebelum tanda waqaf tersebut, maka tetap dicantumkan tanda-tanda tajwidnya.



3. Tanda Waqaf Mu’annaqah Adalah suatu tanda waqaf dimana pembaca hanya dibolehkan berhenti pada salah satu dari kedua tanda tersebut. Selain itu, pembaca juga boleh tidak berhenti sama sekali pada kedua tanda tersebut. Hukum pada tanda waqaf ini berbeda dari dua tanda waqaf sebelumnya. Pada tanda waqaf ini, alif wasal



24



tidak diberi harakat, dan semua semua bacaan yang mengandung hukumhukum tajwid tidak dicantumkan tanda-tanda tajwidnya. 41



4. Ketentuan-ketentuan Khusus Lain Di dalam Al-Qur'an Standar Indonesia, selain prinsip-prinsip penulisan di atas, terdapat beberapa ketentuan lain yang perlu diperhatikan juga oleh para pentashih. Ketentuan-ketentuan itu adalah sebagai berikut : a. Penulisan Tanda Waqaf Lazim Pada tanda waqaf tersebut, selain ditulis pada teks ayat, dituliskan juga lafal ‫ "وقصصف لزم‬di pinggir halaman sebelatr luar sejajar dengan baris di mana tanda waqaf lazim itu ditempatkan.42 (lihat Q.S.2: 26). b. Tanda Ayat Sajdah Di dalam Alquran Standar Indonesia, pada setiap ayat sajdah di akhir ayatnya diberi tanda (۩). Tanda ini dimaksudkan untuk mengingatkan pembaca bahwa ketika sampai pada ayat tersebut disunahkan sujud tilawah atau mengucap tasbih. Selain memberi tanda di akhir ayat, di halaman sebelah luar, sejajar dengan ayat tersebut diberi pula tanda dengan bacaan "‫سجدة"ز‬43 (sebagai contoh, lihat Q.S 7:206). c. Tanda Ruku' Dalam setiap surah terbagi ke dalam beberapa ruku'. Pada setiap ruht' diberi tanda dengan huruf "‫ "ع‬atau dengan kepala 'ain saja (‫)ء‬. Tanda tersebut diletakkan pada akhir ayat ruku' tersebut. 44 Kemudian, di halaman sebelah luar, sejajar dengan baris di mana terdapat tanda ruku' tersebut, diberi pula tanda ruku' sama dengan yang di letakkan diakhir ayat, tetapi dengan ukuran yang lebih besar (sebagai contoh,lihat Q.S. 2: 7).



41Sya’roni, “Prinsip-prinsip Penulisan dalam al-Qur’an..., hlm 138-145. 42Ibid., 146. 43Ibid. 44Ibid.



25



d. Tanda Juz Alquran dibagi menjadi 30 juz. Setiap juz terdiri dari beberapa halaman tergantung pada jumlah baris di setiap halaman. semakin banyak baris dalam setiap halaman, semakin sedikit jumlah halaman pada setiap juz. Begitu pula sebaliknya, semakin sedikit jumlah baris pada tiap halaman, semakin banyak jumlah halaman pada setiap juz. pada Alquran standar Indonesia, setiap juz terdiri dari 8-9 lembar (18 halaman). Pada setiap akhir juz ditulis kata “‫”الصصزجء‬sebagai tanda bahwa juz tersebut telah berakhir. Pada ayat berikutnya dimulai lagi dengan awal juz selanjutnya dan ayat yang ditulis pada setiap awal juz, ukurannya dibesarkan dari yang lain (sebagai contoh lihat Q.S. 2: 141). 2. Mushaf Standar Bahriyyah Karakteristik Mushaf Standar Bahriyyah: a. Penulisan Mushaf Alquran Bahriyyah menggunakan rasm



Usmani dan rasm al-Imla’i.45 b. Model mushaf ini diambil dari mushaf Turki yang memiliki



kaligrafi yang sangat indah.46 c. Di



bagian



depan



mushaf



tertulis



"Mushaf



Ayat



Sudut



Departemen Agama", artinya mushaf ini berpola 'ayat sudut' (atau



'ayat



pojok'),



yaitu



setiap



halaman,



di



bagian



sudut/pojok bawah-kiri, berakhir dengan penghabisan ayat.47 d. Mushaf ini dipilih juga karena telah familiar di kalangan



masyarakat Indonesia, terutama di kalangan para penghafal, sejak awal kemunculannya pada akhir abad ke-16 di Turki Usmaniyah.48 45E. Badri, “Sejarah Lahirnya...”, 293. 46Lenni Lestari, “Mushaf Al-Quran...”, 186. 47Ibid. 48Ibid.



26



e. Bacaan idgham tidak diberi tanda tasydid, begitu pula dengan baca iqlab tidak diberi tanda mim kecil.49 f. Setiap halaman mushaf terdiri dari 15 baris tulisan. 50 g. Ha’ dhamir tidak menggunakan kasrah tegak atau dammah terbalik.51



h. Setiap akhir ayat tidak diberi nomor, tetapi cukup diberi tanda khusus. 52 (namun baru-baru ini telah diberi) i. Setiap huruf mad tabi’i tidak diberi harakat sukun.53 Pada Musyawarah Kerja (Muker) Ulama Alquran I tahun 1974, K.H Ahmad Damanhuri, Malang, berpendapat bahwa penggunaan mushaf jenis ini ditoleransi oleh para Ulama di berbagai negara muslim, khususnya untuk dipergunakan oleh para penghafal Alquran.54 Naskah Mushaf Standar Bahriyah Indonesia pertama kali ditulis oleh kaligrafer ternama Indonesia, Muhammad Abdrurazaq Muhili (1988/1408 H). Mushaf Bahriyah ini sering disebut dengan “Alquran lil Huffadz”. Istilah “Bahriyah” sendiri sebenarnya adalah nama percetakan milik Angkatan Laut Turki Usmani yakni Matba’ah Bahriyah yang banyak mencetak buku-buku keagamaan, termasuk Mushaf Alquran (abad ke-19 dan awal abad ke-20). Dalam kesempatan bekunjung ke Turki pda 2011, Ali Akbar si penulis menemukan Alquran Bahriyah terdapat dalam koleksi Beyazit Devlet Kuthuphanesi, sebuah perpustakaan peerintah di sebelah Masjid Beyazid II, istanbul dengan koleksi V 41119 M. Adapun Alquran Bahriyah Indonesia menganut kepada Alquran Bahriyah Turki. Pola penulisan mushaf yan digunakan adalah “ayat pojok”. Sedangkan corak khas dari mushaf ini ialah terdapat halaman beriluminasi pada awal mushaf berisi Surah Alfatihah dan surah al-Baqarah



ayat 1-5 dengan Ilumnasi bermotif floral dan



geometris. Khat yang digunakan ialah khat nashi. Perlu diketahui bahwa iluminasi 49Ali



Akbar, “Mushaf Al-Qur’an Standar https://lajnah.kemenag.go.id/artikel/322-mushaf-al-qur-an-standar-bahriyah April 2019, 13:56 WIB) 50Ibid. 51Ibid. 52Abdul Aziz Sidqi, “ Sekilas tentang...”, 18. 53Ibid. 54Ali Akbar, “Mushaf Al-Qur’an Standar https://lajnah.kemenag.go.id/artikel/322-mushaf-al-qur-an-standar-bahriyah April 2019, 13:56 WIB)



Bahriyah”, (Sabtu, 20



Bahriyah”, (Sabtu, 20



27



tersebut bukan sekedar hanya berfungsi untuk keindahan, tetapi terdapat makna yang terkandung didalamnya.55



3. Mushaf Standar Braille Mushaf Standar Braille merupakan salah satu dari Mushaf Standar Indonesia dan penulisannya menggunakan simbol Braille. 56 Mushaf ini diperuntukkan untuk para penyandang tunanetra. Mushaf ini menggunakan huruf Braille Arab sebagaimana diputuskan oleh Konferensi Internasional Unesco 1951, yaitu al-Kitabah al-‘Arabiyyah al-Nafirah.57 Untuk memudahkan para pembaca Alquran dalam membacanya, Kemenag sudah menerbitkan Pedoman Membaca dan Menulis Al-Qur’an Braille di Tahun 2011. Pada Tahun 2012 sudah menyusun dan menerbitkan Juz 1 – 15. Tahun 2013, Kemenag menyusun dan menerbitkan juz 16 – 30. 58 Kehadiran Mushaf Standar Braille tidak lepas dari sejarah penyalinan mushaf Alquran Braille di Indonesia yang perkembangannya melewati beberapa fase, yaitu fase duplikasi, adaptasi dan standarisasi.59 Dalam penulisannya Mushaf Braille menggunakan kaidah penulisan rasm Usmani sebagaimana penulisan mushaf biasa, dengan catatan dalam batas-batas tertentu yang bisa dilakukan. Untuk kata-kata tertentu yang dianggap sulit, maka penulisannya menggunakan rasm Imla’i, seperti contoh as-Salat. 60 Begitu pula dalam penggunaan harakat, tanda-tanda baca dan tanda tanda waqafnya. 61Dalam penulisan Alquran Arab Braille Standar Indonesia, dirintis jalan menuju Alquran Arab Braille yang mirip dengan tulisan Alquran Awas yang telah ditashih oleh Lajnah Pentashih Mushaf Alquran, baik tulisan maupun tanda-tanda bacanya.62 DAFTAR PUSTAKA 55Lenni Lestari, “Mushaf Al-Quran...”, 193-196. 56Ahmad Jaeni, “Mushaf Standar Braille”, https://lajnah.kemenag.go.id/artikel/326-



mushaf- standar-braille (Minggu, 21 April 2019, 09:10 WIB) 57Lenni Lestari, “Mushaf Al-Quran...”, 187. 58Ibid. 59Ahmad Jaeni, “Mushaf Standar Braille”, https://lajnah.kemenag.go.id/artikel/326mushaf- standar-braille (Minggu, 21 April 2019, 09:10 WIB) 60E. Badri, “Sejarah Lahirnya...”, 291. 61Abdul Aziz Sidqi, “ Sekilas tentang...”, 18. 62E. Badri, “Sejarah Lahirnya...”, 291.



28



Akbar, Ali. “Mushaf Al-Qur’an Standar Bahriyah”. https://lajnah.kemenag.go.id/artikel/322-mushaf-al-qur-an-standar-bahriyah (Sabtu, 20 April 2019, 13:56 WIB) Arifin M, Zainal. "Mengenal mushaf Standar Usmani Indonesia: Studi Komparatif atas Mushaf Standar Usmani, 1983 dan 2002". Jurnal suhuf. Vol. 4. No.1 (tahun 2011) Arifin, Zainal dkk.. Sejarah Penulisan Mushaf Al-Qur`an Standar Indonesia. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`an. 2013. Bafadhal, Fadhal AR. dkk. Mushaf-mushaf Kuno Indonesia. Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan Depag RI. 2005. Departemen Agama RI. Mengenal Mushaf al-Qur’an Standar Indonesia. Jakarta: t.p. 1984. Jaeni, Ahmad. “Mushaf Standar Braille”, https://lajnah.kemenag.go.id/artikel/326-mushafstandar-braille (Minggu, 21 April 2019, 09:10 WIB) Lenni Lestari. “Mushaf Al-Quran Nusantara”. Jurnal At-Tibyan. Vol. I. No.1 (Januari– Juni 2016) Sidqi, Abdul Aziz. “ Sekilas tentang Mushaf Standar Indonesia” (Katalog dalam Pameran pada Musabaqah Fahmi Kutubit-Turats) Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`an Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI (Juli 2011) Sya'roni, Mazmur. “Prinsip-Prinsip Penulisan dalam Al-Qur' an Standar Indonesia”, Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 5, No. 1 (tahun 2007) Thoharoh, Atifah. “Mushaf Al-Quran Standar Usmani Indonesia dan Mushaf Madinah” (Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Ilmu Al-Quran dan Tafsir IAIN Tulungagung. 2017) Tim Penyusun. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Departcmen Pendidikan Nasional. 2008. 1375. Yunardi, E. Badri. “Sejarah Lahirnya Mushaf Standar Indonesia”. JurnalLektur. Vol. 3. No. 2 (tahun 2005)



29



Lampiran Mushaf Standar Usmani Indonesia tahun 2004 dan 2006



Mushaf Standar Bahriyah



Mushaf Standar Braille