Musyarakah Mudharabah  [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Nama Kelas



: Putri Rinda Anggraeni (22) : XI MIPA 7



Kerjakan Tugas di bawah ini! 1. Jelaskan tentang musyarakah dan mudharabah serta berikan contoh dari masingmasing keduanya yang ada di tengah masyarakat kita, kemudian dari ke dua contoh tersebut analisalah jenis kerjasamanya, akad/sighat yang mencakup (keuntungan, kerugiannya, batas waktu kerjasama), serta lampirkan manfaat yang di dapat jika seorang muslim mempraktikan musyarakah dalam kehidupannya Jawaban 1. Musyarakah adalah kerjasama antara kedua belah pihak untuk memberikan kontribusi dana dengan keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Contoh : Seorang peternak lele, mampu menghasilkan 50 Kg lele per harinya. Dia berencana menaikan kapasitas produksinya hingga mencapai 100 Kg / hari. Namun, Keuntungan yang diperolehnya tidak mencukupi untuk membiayai keseluruhan kebutuhan penambahan luas kolam lele, pembelian bibit dan pakan lele. Peternak lele kemudian menawarkan kerjasama usaha kepada investor, dengan persyaratan modal dari investor 60% dan peternak sisanya. Porsi keuntungan dapat disepakati, apakah dari keseluruhan kapasitas produksi 100 kg/hari, atau mengunakan hasil penambahan kapasitas produksi sebesar 50 kg/hari. Skema seperti ini juga merupakan contoh akad musyarakah permanen, yaitu perjanjian musyarakah dengan menetapkan porsi bagi hasil (nisbah), yang tetap selama selama masa kontraknya. Ini termasuk kedalam Syirkah Inan (porsi dana tidak sama antara investor dengan yang diberi dana). Akad musyarakah : 



Ijab Kabul (shighat)



Pada akad musyarakah, ijab kabul harus dinyatakan dalam akad dengan memperhatikan halhal berikut: 1. 2. 3.



Penawaran dan permintaan harus secara eksplisit menunjukan tujuan akad. Penerimaan dan penawaran dilakukan pada saat kontrak. Akad dituangkan secara tertulis.







Dua Pihak yang Berakad (aqidain)



Tidak mungkin sebuah akad dapat terjadi tanpa melibatkan pihak yang berakad. Namun, pada akad musyarakah perlu untuk diperhatikan hal-hal berikut yang penting sehingga akad musyarakah menjadi sah, diantaranya: 1. 2. 3. 4. 5.



Pihak yang terlibat akad harus cakap akan hukum. Kompeten. Menyediakan dana dan pekerjaan. Memiliki hak mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal. Memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dengan memperhatikan kepentingan mitranya. 6. Tidak diizinkan mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri. 



Obyek Akad (Mauqud Alaih)



Ketika kedua belah pihak hendak untuk melakukan akad, maka hal lain yang harus diperhatikan selain kedua belah pihak tersebut adalah objek akad yaitu modal dan kerja. Pada bagian modal, ia harus berupa uang tunai atau aset bisnis. Jika modal berbentuk aset, terlebih dulu harus dinilai dengan tunai dan disepakati oleh semua pihak. Kemudian modal tidak boleh dipinjamkan atau dihadiahkan kepada orang lain. Pada prinsipnya tidak boleh ada jaminan pada akad ini. Namun, LKS dapat meminta jaminan sebagai bukti keseriusan atas akad musyarakah. Lalu untuk objek akad berupa kerja, partisipasi dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah, akan tetapi kesamaan porsi kerja bukan merupakan syarat. Seorang mitra boleh melakukan pekerjaan lebih dari mitra yang lain dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya. Setiap mitra melaksanakan pekerjaan atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi harus dijelaskan dalam kontrak. 



NIsbah Bagi Hasil (Untung/Rugi)



Cara memperoleh keuntungan tersebut harus didasari pada sikap yang adil dan tidak saling menzhalimi. Oleh sebab itu baik dalam hal mengambil keuntungan atau membagi kerugian, akad musyarakah memiliki ketentuannya sendiri. Ketika terjadi keuntungan maka keuntungan tersebut harus dikuantifikasi kemudian dibagi secara proporsional atas dasar keuntungan. Bukan berdasarkan jumlah yang ditetapkan di awal. Misal, “karena saya memberikan modal 10 juta maka harus balik ke saya 10% dari 10 juta jadi 1 juta ya”.



Ini jelas dilarang karena merupakan praktik riba. Yang harus dilihat adalah dari hasil keuntungannya. Biar lebih jelas maka sistem pembagian keuntungan harus diperjelas dalam kontrak musyarakahnya. Lalu, apabila terjadi kerugian maka kerugian harus dibagi di antara para mitra sesuai dengan proporsi modal yang diberikan antar kedua bleah pihak. Bila si A menanamkan modal 30 juta dan si B menanamkan modal 70 juta maka ketika terjadi kerugian si A akan mendapatkan porsi kerugian 30% dan si B akan mendapatkan porsi kerugian sebanyak 70%. 



Syarat-syarat Musyarakah



Syarat atas akad tersebut juga harus dipenuhi. Secara umum syarat untuk melakukan akad musyarakah adalah sebagai berikut: 1.



Perserikatan merupakan transaksi yang bisa diwakilkan, menurut Iman Hanafi, semua jenis syirkah mengandung arti perwakilan. Berarti salah satu pihak diperbolehkan untuk menerima atau mengirimkan wakilnya untuk bertindak hukum terhadap objek perserikatan sesuai dengan izin pihak – pihak lainnya. 2. Presentase pembagian keuntungan untuk masing-masing pihak yang berserikat hendaknya diketahui ketika berlangsungnya akad. 3. Keuntungan untuk masing – masing pihak ditentukan secara global berdasarkan presentase tertentu sesuai kesepakatan, tidak boleh ditentukan dalam jumlah tertentu/pasti. 



Jenis-Jenis Akad Musyarakah



1. Musyarakah Pemilikan Keadaan ini berlaku jika ada dua pihak atau lebih berbagi warisan yang sama, wasiat, atau yang lainnya, yang menyebabkan terjadinya kepemilikan bersama sebuah aset oleh pihakpihak tersebut. Dalam hal ini, keuntungan dibagi berdasarkan yang dihasilkan oleh aset tersebut. 2. Musyarakah Akad Musyarakah akad terjadi berdasarkan kesepakatan yang dibuat oleh pihak-pihak pemilik terkait dalam suatu usaha. Adapun akad ini terbagi dalam beberapa jenis: 



Al-In’an



Syirkah in’an terjadi antara dua pihak atau lebih yang memberikan modal dalam jumlah berbeda, dan keuntungan dibagi berdasarkan besaran porsi modal masing-masing yang telah disetorkan. Jadi bila ada dua orang yang bersyirkan dengan syirkah inan katakanlah si A dan si B. Maka modal si A tidak akan sama penyetorannya dengan modal si B







Mufawadah



Syirkah ini terjadi antara dua pihak atau lebih yang memberikan modal dengan jumlah yang sama, dan keuntungan serta kerugian yang terjadi ditanggung bersama dalam jumlah sama besar. Jadi bila ada dua orang yang bersyirkah dengan syirkah mufawadah katakanlah si A dan si B. Maka modal si A dan si B disetorkan dalam jumlah yang sama. 



A’mal/Abdan



Syirkah a’mal atau juga disebut sebagai syirkah abdan adalah terjadinya kerja sama antara dua orang dengan profesi yang sama untuk menerima tawaran proyek pekerjaan tertentu, dan keuntungan dibagi rata sesuai laba dari pekerjaan yang dilakukan. Berbeda dengan dua syirkah sebelumnya yang menyertakan kontribusi berupa uang. Pada syirkah abdan, kedua belah pihak tidak menyetorkan uang melainkan skill/pekerjaan. 



Wujuh



Syirkah wujuh kerja sama atau percampuran antara pihak pemilik dana dengan pihak lain yang memiliki kredibilitas ataupun kepercayaan. Syirkah wujuh dinamakan demikian karena syirkah ini hanya mengandalkan wujuh (wibawa dan nama baik) para anggota, pembagian untung rugi dilakukan secara negosiasi diantara para anggota.  



Jangka waktu sesuai dengan perjanjian awal (proyek) Macam macam syirkah yaitu :



Syirkah inan : kerja sama atau percampuran dana antara dua pihak dengan porsi yang tidak harus sama. Syirkah abdan : dua pihak atau lebih yang masing-masing hanya memberikan kontribusi kerjasama tanpa kontribusi modal. Syirkah mudharabah : kerja sama dimana pihak pertama menyediakan seluruh modal dan pihak lainnya sebagai pengelola. 2. Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (sahibul mal) menyediakan dana 100% sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib). Contoh : shahibul maal yang bermitra dengan mudharib untuk usaha percetakan selama 9 bulan. Shahibul Maal memberikan uang untuk modal usaha sebesar Rp. 20 juta. Kedua belah pihak sepakat dengan nisbah bagi hasil 40:70 (40% keuntungan untuk shahibul maal).



Setelah mudharib menjalankan usaha selama 9 bulan, modal usaha telah berkembang menjadi Rp. 35 juta, sehingga diperoleh keuntungan sebesar Rp. 15 Juta (Rp. 35 juta – Rp. 20 Juta). Maka, shahibul maal berhak mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 3 Juta (40% x Rp. 6 juta) dan sisanya sebesar Rp. 9 juta menjadi hak mudharib. Ini adalah jenis Mudharabah muqayyadah. 



Bentuk mudharabah



Mudharabah boleh dilakukan dalam bentuk-bentuk berikut: 1. Mudharabah-muqayyadah: adalah akad mudharabah yang dibatasi jenis usaha, jangka waktu (waktu), dan/atau tempat usaha 2. Mudharabah-muthlaqah: adalah akad mudharabah yang tidak dibatasi jenis usaha, jangka waktu (waktu), dan/atau tempat usaha 3. Mudharabah-tsuna’iyyah: adalah akad mudharabah yang dilakukan secara langsung antara pemilik modal (shahibul maal) dan pengelola (‘amil/mudharib) 4. Mudharabah-musytarakah: adalah akad mudharabah yang pengelolanya (‘amil/mudharib) turut menyertakan modalnya dalam kerja sama usaha 



Ketentuan ucapan/lafal (shighat)



1. Akad mudharabah harus dinyatakan secara tegas, jelas, mudah dipahami dan dimengerti serta diterima para pihak 2. Akad mudharabah boleh dilakukan secara lisan, tertulis, isyarat, dan perbuatan/tindakan, serta dapat dilakukan secara elektronik sesuai syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku 3. Pengelola (‘amil/mudharib) dalam akad mudharabah tsuna’iyyah tidak boleh melakukan mudharabah ulang (mudharib yudharib) kecuali mendapatkan izin dari pemilik modal (shahibul maal) 4. Pengelola (‘amil/mudharib) wajib memiliki keahlian/keterampilan melakukan usaha dalam rangka mendapatkan keuntungan 



Akad mudharabah harus memenuhi persyaratan berikut ini:



1. Masing-masing pihak memenuhi persyaratan kecakapan wakalah. 2. Modal (ra‟s al-mal) harus jelas jumlahnya. Bukan berupa barang dagang, artinya harus berupa harga tukar (tsaman) dan penyerahan harus tunai seluruhnya kepada pengusaha. 3. Sebelum adanya pembagian keuntungan milik bersama, presentase keuntungan dan waktu pembagian harus disepakati bersama dan dinyatakan dengan jelas. 4. Modal yang sudah diserahkan oleh pemodal akan dikelola pengusaha dan mempunyai hak tanpa campur dari pihak pemodal. 5. Kerugian ditanggung sepenuhnya oleh pemodal. Pihak pekerja juga mengalami kerugian meskipun bukan dari modal, tapi dari hasil kerjanya







Rukun Mudharabah



Akad mudharabah akan terlaksana apabila memenuhi rukun berikut ini: 1. Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha) Pada dasarnya Rukun dari akad mudharabah sama dengan rukun jual beli, dan ditambah satu faktor yaitu nisbah keuntungan. Transaksi dalam akan mudharabah melibatkan dua pihak. Pihak pertama sebagai pemilik modal (shahibul maal) dan pihak kedua sebagai pengelola usaha (mudharib atau amil). Jadi, tanpa dua pihak ini tidak akan terlaksana akad mudharabah. 2. Obyek mudharabah (modal dan kerja). Faktor selanjutnya adalah konsekuensi logis dari tindakan yang dilakukan pelaku. Pihak shahibul maal menyerahkan modal sebagai obyek mudharabah dan keahlian (kerja) diserahkan oleh pelaksana usaha sebagai obyek mudharabah. 3. Persetujuan kedua belah pihak (ijab-qabul). Persetujuan dari kedua pihak adalah konsekuensi prinsip sama sama rela (an-taroddin minkum). Artinya, kedua pihak harus sepakat untuk sama sama mengikatkan diri dalam akan mudharabah. Si pemilik modal setuju sebagai tugasnya untuk menyediakan dana, dan disisi lain pelaksana usaha setujua dengan tanggungjawabnya menyerahkan keahlian kerjanya. 4. Nisbah keuntungan. Faktor berikutnya adalah nisbah. Nisbah adalah rukun yang tidak ada dalam akad jual beli, menjadi ciri khas pada mudharabah. Nisbah mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh pihak yang terkait dalam akad mudharabah. Imbalan untuk pemodal atas penyertaan modal, dan imbalan kepada mudharib atas kontribusi kerjanya. Dengan Nisbah atau pembagian keuntungan inilah yang dikatakan bisa mencegah terjadinya perselisihan diantara mereka. Nisbah bisa ditentukan dengan perbandingan atau prosentase, contohnya 50:50, 60:40, 70:30 



Pengakuan Laba atau Rugi Mudharabah



1.      Apabila pembiayaan mudharabah melewati satu periode pelaporan : Laba pembiayaan mudharabah diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang disepakat, rugi yang terjadi diakui dalam periode terjadinya rugi tersebut dan mengurangi saldo pembiayaan mudharabah. 2.      Pengakuan laba atau rugi mudharabah dalam praktek dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil dari pengelola dana yang diterima oleh bank. 3. Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu bagi laba (profi sharing) atau bagi pendapatan (revenue sharing). Bagi laba, dihitung dari



pendapatan setelah dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah. Sedangkan bagi pendapatan, dihitung dari total pendapatan pengelolaan mudharabah. 4.      Rugi pembiayaan mudharabah yang diakibatkan penghentian mudharabah sebelum masa akad berakhir diakui sebagai pengurang pembiayaan mudharabah. 5.      Rugi pengelolaan yang timbul akibat kelalaian atau kesalahan mudharib dibebankan pada pengelola dana (mudharib). 6.      Bagian laba bank yang tidak dibayarkan oleh pengelola dana (mudharib) pada saat mudharabah selesai atau dihentikan sebelum masanya berakhir diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada pengelola dana (mudharib). Manfaat dari pelaksanaan Mmusyarakah : 1)      BMT (Koperasi)  akan dapat menikmati peningkatan pendapatan seiring dengan naiknya pendapatan anggota 2)      BMT (Koperasi)  tidak akan terbebani biaya dana tetap (Fix cost of fund), tetapi hanya menanggung beban biaya bagi hasil atas dana dari anggota penyimpan sesuai dengan pendapatan dari anggota peminjam atau mitra musyarakah. Dengan demikian BMT (Koperasi) tidak akan mengalami kerugian karena biaya dana (negative spread) 3)      Anggota akan merasa terbantu, karena tidak akan menanggung beban tetap. Bagi hasil baru bisa diketahui setelah ada pendapatan usaha dan bukan sebalum usaha dimulai. Anggota tidak akan pernah menanggung beban biaya diatas pendapatan usahanya. 4)      Anggota tidak akan tetap mampu menjaga stabilitas cahs flow perusahanya, karena mengembalikan cicilan pokok disesuaikan dengan jadwal cash flow yang disepakati bersama 5)      Anggota akan mendapat konsultasi, bimbingan dan bantuan pemasaran usaha dari BMT (Koperasi), karena skema musyarakah memungkinkan BMT (Koperasi)  untuk melakukan pendampingan dan konsultasi usaha bagi anggota 6)      BMT (Koperasi)  akan lebih berhati-hati dalam menentukan investasinya, karena pendapatan BMT sangat dipengaruh oleh pendapatan usaha anggota 7)      Anggota akan lebih mudah mendapatkan remisi jangka waku dan beban bagi hasilnya, karena jika usahanya merugi BMT (Koperasi) tidak akan menagih secara rigid, melainkan akan dilakukan evaluasi ulang terutama menyangkut penyebab kerugian dan kemungkinan prospek usaha selanjutnya