N-SPT Korelasi 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Bab II - Kajian Pustaka



BAB 2 KAJIAN PUSTAKA



2.1



Parameter Tanah



Dalam mendesain bangunan geoteknik, diperlukan data tanah yang dapat mempresentasikan kondisi tanah di lapangan. Data yang diperlukan dapat berupa data pengujian laboratorium dan data hasil pengujian lapangan. Pengambilan sampel tanah dan pengujian laboratorium tidak dilakukan pada seluruh lokasi melainkan di tempat-tempat yang memungkinkan dan dianggap mewakili lokasi sebenarnya.



Kelengkapan data dalam penyelidikan lapangan menentukan akurasi dalam perencanaan, tetapi tidak semua data dapat diperoleh dengan lengkap. Hal tersebut terkait dengan masalah biaya pengambilan atau kendala nonteknis yang terjadi di lapangan. Oleh karena itu, perencana harus dapat mengambil asumsi yang dipertanggungjawabkan dengan nilai kesalahan yang minimal. Asumsi tersebut diperoleh dari korelasi empiris yang telah dilakukan oleh ahli-ahli geoteknik dan mengacu pada pemahaman mekanika tanah yang baik.



2.1.1 Berat Isi Berat Volume atau berat isi () merupakan berat tanah per satuan volume, jadi: (



=



)



( )



(2.1)



Hubungan antara densitas dan berat volume: =







II-1



. 



(2.2)



Bab II - Kajian Pustaka



Dimana:  =



( )



(2.3)



( )



Untuk parameter berat jenis berbagai jenis tanah sebagai pendekatan jika data lapangan dan data laboratorium tidak ada. Tabel 2.1 Korelasi Empiris antara Nilai N-SPT dengan Uncofined Compressive Strength dan Berat Jenis Tanah Jenuh (sat) untuk Tanah Kohesif.



N-SPT (Blows/ft)



Konsistensi



30



Very Soft Soft Medium Stiff Very Stiff Hard



Qu (Uncofined Compressive Strength) tons/ft2 < 0.25 0.25 – 0.50 0.50 – 1.00 1.00 – 2.00 2.00 – 4.00 > 4.00



gsat KN/m3 16 – 19 16 – 19 17 – 20 19 – 22 19 – 22 19 - 22 (Lambe & Whitman – 1948)



Korelasi untuk menentukan berat jenis tanah () dan berat jenis tanah jenuh (sat) pada tanah kohesif dan non kohesif dapat dilihat pada tabel 2.2 dan 2.3. Tabel 2.2 korelasi Berat Jenis Tanah () untuk Tanah Non Kohesif dan Kohesif. Cohesionless Soil N



0 - 10



11 - 30



31 – 50



> 50



12 - 16



14 - 18



16 - 20



18 - 23



Angle of Friction 



25 - 32



28 - 36



30 - 40



> 35



State



Loose



Medium



Dense



Very Dense



Unit Weight , kN/m



3



Cohesive N



25



Unit Weight , kN/m3



14 - 18



16 - 18



16 - 18



16 - 20



> 20



Angle of Friction 



< 25



20 - 50



30 - 60



40 - 200



> 100



State



Very Loose



Soft



Medium



Stiff



Hard



(Whiliam T. Whitman, Robert V. – 1962)



II-2



Bab II - Kajian Pustaka



Tabel 2.3 Korelasi Berat Jenis Tanah Jenuh (sat) untuk Tanah Non Kohesif Description



Very Loose



Loose



Medium



Dense



Very Dense



N-SPT Fine



1-2



3-6



7 - 15



16 - 30



-



Medium



2-3



4-7



8 - 20



21 - 40



> 40



Coarse



3-6



5-9



10 - 25



26 - 45



> 45



 Fine



26 - 28



28 - 30



30 - 34



33 - 38



-



Medium



27 - 28



30 - 32



32 - 36



36 - 42



< 50



Coarse



28 - 30



30 - 34



33 - 34



40 - 50



-



sat (kN/m3)



11 - 16



14 - 18



17 - 20



17 - 22



20 - 23



(Whiliam T. Whitman, Robert V. – 1962)



2.1.2 Parameter Kekakuan (E dan ) Parameter kekakuan dinyatakan dalam modulus elastisitas (E) dan poisson ratio (). Modulus Elastisitas (E) adalah perbandingan antara tegangan dan regangan dari suatu benda. Besarnya modulus elastisitas dinyatakan dalam N/m2 atau KN/m2. Poisson Ratio () merupakan regangan arah horizontal dibagi dengan regangan arah vertikal. Regangan Horizontal:



 =







Regangan Vertikal:



 =







Jadi, Poisson Ratio ()



=



 



(2.4) (2.5) (2.6)



Studi Parameter ini dimaksudkan untuk mendapatkan dan melengkapi parameterparameter tanah laboratorium yang digunakan sebagai input untuk Metode Elemen Hingga dengan menggunakan korelasi-korelasi data lapangan seperti NSPT dengan Kohesi, N-SPT, Tekanan Efektif dengan Sudut Geser Dalam, jenis tanah dengan daya rembesan, konsistensi tanah dengan angka poisson, N-SPT dengan Modulus Elastisitas dan sebagainya. II-3



Bab II - Kajian Pustaka



Adapun korelasi-korelasi parameter tanah lapangan dan laboratorium ini akan diuraikan satu demi satu sebagai berikut:



1.



Hubungan antara N-SPT dengan kekuatan geser undrained (Cu): a) Menurut Stroud (1974) adalah: Cu = K*N



(2.7)



Dimana, Cu = Kekuatan geser tanah undrained K = Konstanta = 3.5 – 6.5 kN/m2 (nilai rataa-rata konstanta), N = Nilai SPT yang diperoleh dari lapangan



b) Menurut Hara et. Al.(1971) adalah: Cu (kN/m2) = 29 N0.79



(2.8)



Dimana, Cu = Kekuatan geser tanah undrained, N = Nilai SPT yang diperoleh dari lapangan



2.



Hubungan antara Over Consolidation Ratio (OCR) dengan nilai SPT menurut Mayne dan Kemper (1988) adalah: = 0.193



.







(2.9)



Dimana, N = Nilai SPT yang diperoleh dari lapangan v = Tegangan vertikal efektif (kN/m2)



3.



Hubungan antara Sudut Geser Dalam () dengan nilai SPT setelah dikoreksi menurut Peck, dkk. (1974) adalah:  (0) = 27.1 + (0.3*NCOR) – (0.00054*N2) NCOR = CN*NF



(2.10) (2.11)



Dimana, NCOR = Harga N yang dikoreksi CN = Faktor Koreksi, dan NF = Harga N yang diperoleh dari lapangan



II-4



Bab II - Kajian Pustaka



Untuk nilai poisson’s efektif (’) diperoleh dari hubungan jenis, konsistensi tanah dengan poisson’s ratio (’) seperti dapat dilihat pada Tabel 2.4 dibawah ini: Tabel 2.4 Hubungan Jenis, Konsistensi dengan Poisson’s Ratio () Soil Type



Description



(v’)



Clay



Soft



0.35 – 0.40



Medium



0.30 – 0.35



Stiff



0.20 – 0.30



Loose



0.15 – 0.25



Medium



0.25 – 0.30



Dense



0.25 - 035



Sand



Dan untuk memperoleh nilai poisson’s ratio efektif (’) yang lebih akurat yang digunakan dalam perhitungan, penulis merincikan lagi range nilai poisson’s ratio efektif (’) diatas dalam bentuk hubungan yaitu hubungan range nilai poisson’s ratio efektif (’), konsistensi tanah dan N-SPT seperti dapat dilihat pada Gambar 2.1 dan Gambar 2.2 dibawah ini: 0.2



(0.1)



0.3



Stiff Clay 0



(0.05)



0.35



Medium Stiff Clay 4



(0.05)



0.40



Soft Clay 10



30



Gambar 2.1. Hubungan Range Nilai Poisson Ratio Efektif (’), Konsistensi Tanah dengan N-SPT untuk Tanah Lempung 0.15



(0.1) 0.25 Loose



0



(0.05)



0.30



Medium 10



(0.05) 0.35 Dense



30



50



Gambar 2.2. Hubungan Range Nilai Poisson Ratio Efektif (’), Konsistensi Tanah dengan N-SPT untuk Tanah Pasir



II-5



Bab II - Kajian Pustaka



Untuk nilai kohesi efektif (c’) diasumsikan sama dengan nol dan dari percobaan Triaxial Consolidated Drained (CD) yang lebih dominan adalah Sudut Geser Dalam dalam Tanah Lempung yaitu (200 – 420) dan untuk mendapatkan nilai yang diperlukan dalam perhitungan, penulis menjabarkan (200 – 42 0) kedalam 5 (lima) konsistensi tanah, seperti dapat dilihat pada Gambar 2.3 dibawah ini: 20.00



24.00



Very Soft



28.00 Soft



33.20 Medium



37.60 Stiff



42.00 Hard



Gambar 2.3. Hubungan Sudut Geser Dalam dengan Konsistensi untuk Tanah Pasir Berhubungan dengan data-data tanah yang dibutuhkan pada perhitungan Metode Elemen Hingga tidak semua data didapat dari hasil penyelidikan tanah yang telah tersedia, maka dilakukan studi parameter tanah (Wesley, L.D., 1997)



Hubungan antara N-SPTrata-rata dengan koefisien permeabilitas tanah dimana dalam perhitungan ini koefisien permeabilitas arah horizontal (kx) dianggap sama dengan koefisien permeabilitas arah vertikal (ky), seperti terlihat tabel parameter tanah.



Untuk nilai Modulus Elastisitas Tanah (Es) diperoleh dari hubungan antara jenis tanah dengan nilai Es, sebagai berikut:



Tabel 2.5 Nilai Perkiraan Modulus Elastisitas Tanah Jenis Tanah Lempung Sangat Lunak Lunak Sedang Keras Berpasir Pasir Berlanau Tidak Padat Padat



Es (Mpa) 2 - 15. 5 - 25. 15 - 40 50 - 100 25 - 250



Jenis Tanah Pasir dan Kerikil Padat Tidak Padat Lanau Loses Cadas



Es (Mpa) 100 - 200 50 - 150 2 - 20. 15 - 60 140 - 1400



5 - 20. 10 - 25. 50 - 80



II-6



Bab II - Kajian Pustaka



Berhubungan dengan data-data tanah yang dibutuhkan pada perhitungan PLAXIS tidak semua data didapat dari hasil penyelidikan tanah yang telah tersedia, termasuk nilai dari Modulus Elastisitas tanah, maka dilakukan studi parameter tanah dan dilakukan studi literatur seperti tercantum pasa Lampiran Interval yang ada untuk tiap jenis tanah sangat besar, sehingga perlu dilakukan dengan cara interpolasi linear. Modulus Elastisitas (Es) untuk: 1.



Pasir (Sand) Gambar 2.4 (



350



365



380



Very Soft



) = (350 / 500) × (



/



395



410



Soft



0



425



440



Medium



4



∗ 98.1)



(2.12)



470



485



455 Stiff



10



30



500



Hard 50



100



Gambar 2.4. Hubungan Konsistensi, N-SPT dan Rincian Konstanta 350 – 500 2.



Lempung (Clay) Gambar 2.5 (



500



583.35 666.7 750.05 833.4



Very Soft Clay 0



Soft Clay 2



) = (500 / 1500) ∗



/



916.75



1000.1



Medium Stiff Clay 4



(2.13)



1083 1166.8 1250.15 1336 1416.75 1500 Stiff Clay



8



Very Stiff Clay 15



Hard Clay 30



120



Gambar 2.5. Hubungan Konsistensi, N-SPT dan Rincian Konstanta 500 – 1500 Rumus Modulus Elastisitas efektif adalah: ′(



/



) = 0.80 ∗



(2.14)



II-7



Bab II - Kajian Pustaka



2.1.3 Parameter Kekuatan (c,  dan )  Kohesi (c) Kohesi merupakan nilai yang timbul akibat adanya lekatan/ikatan antar butiran tanah. Parameter Kohesi (c) dapat ditentukan dari nilai N-SPT. Tabel 2.6 Hubungan antara Kohesi, N-SPT, dan Sudut Geser Dalam pada Tanah Lempung N-SPT



C







0-2



12,5



-



2-4



12,5 - 25



-



4-8



25 - 50



-



8 - 15



50 - 100



-



15 - 30



100 - 200



-



> 30



> 200



(Article Stream Stabilization Project, 2007)



Gambar 2.6. Grafik Korelasi antara Kohesi (c) dengan N-SPT



II-8



Bab II - Kajian Pustaka



Gambar 2.7. Grafik Korelasi antara Su dengan N-SPT



 Sudut Geser / Friction Angle () Sudut Geser / Friction Angle diperoleh dari kekasaran antar butiran tanah. Sudut Geser atau Sudut Geser Dalam merupakan penambahan dari Shear Strength dengan Stress Level. Sudut Geser yang besar ditemui pada tanah yang berbutir. Contohnya pada Dense Sand. Harga Sudut Geser Dalam untuk berbagai jenis tanah dapat dilihat pada tabel berikut:



Tabel 2.7 Hubungan antara D,  dan N-SPT dari Pasir (Peck dan Menyerhoff) Nilai N-SPT



Kepadatan Relatif −  = −



Sudut Geser Dalam Menurut Peck



Menurut Meyerhoff



0-4



Sangat Lepas



0,0 – 0,2



< 28,5



< 30



4 - 10



Lepas



0,2 – 0,4



28,5 - 30



30 - 35



10 - 30



Sedang



0,4 – 0,6



30 - 36



35 - 40



30 - 50



Padat



0,6 – 0,8



36 - 41



40 - 45



> 50



Sangat Padat



0,8 – 1,0



> 41



> 45



(Sumber: Ir. Suyono Sudarsono, 1983 “Mekanika Tanah & Teknik Pondasi”)



 Dilatansi () Lempung cenderung tidak menunjukkan dilatasi sama sekali atau sama dengan 0. Dilatansi dari pasir tergantung dari () nya. Untuk pasir kwarsa kurang lebih II-9



Bab II - Kajian Pustaka



adalah    - 300. Walaupun demikian dalam kebanyakan kasus  adalah 0. Untuk d < 300, nilai negatif yang kecil untuk  hanya realistis untuk tanah pasir yang sangat lepas.



2.2



Tekanan Lateral



Dalam buku Mekanika Tanah Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknik, Braja M. Das (1996) dijelaskan bahwa konsep tekanan tanah lateral sangat penting untuk masalah-masalah stabilitas tanah, pemasangan batang-batang penguat pada galian, desain dinding penahan tanah dan pembentukan tahanan tarik dengan memakai berbagai jenis peralatan angkur.



Agar dapat merencanakan konstruksi penahan tanah dengan benar, maka kita perlu mengetahui gaya horizontal yang bekerja antara konstruksi penahan tanah dan massa tanah yang ditahan. 2.2.1 Tekanan Tanah dalam Keadaan Diam (At Rest) Bila suatu konstruksi dinding penahan tanah dalam keadaan diam, yaitu bila dinding tidak bergerak ke salah satu arah baik ke kanan maupun ke kiri dari posisi awal, maka massa tanah akan berada dalam keadaan keseimbangan elastik (elastic equilibrium). Rasio tekanan arah horizontal dan tekanan arah vertikal dinamakan “koefisien tekanan tanah dalam keadaan diam (coefficient of earth pressure at rest), Ko”, atau =



 



(2.15)



Karena v = z, maka



 =



( )



(2.16)



Untuk tanah berbutir, koefisien tekanan tanah dalam keadaan diam dapat diwakili oleh hubungan empiris yang diperkenalkan oleh Jaky (1944). = 1−







(2.17)



Broker dan Jreland (1965) menyarankan agar kita menggunakan persamaan berikut ini untuk menghitung harga K0 dari tanah lempung yang terkonsolidasi normal (normally consolidated): = 0,95 −







(2.18)



II-10



Bab II - Kajian Pustaka



Untuk tanah lempung yang terkonsolidasi normal, persamaan empiris yang lain untuk K0 telah diperkenalkan oleh Alpan (1967): = 0,19 + 0,223 log (



)



(2.19)



Dengan : PI = Indeks Plastis



2.2.2 Tekanan Tanah Aktif menurut Rankine Yang dimaksud dengan keseimbangan plastis (plastic equilibrium) di dalam tanah adalah suatu keadaan ynag menyebabkan tiap-tiap di dalam massa tanah menuju proses ke suatu keadaan runtuh. Rankine (1857) menyelidiki keadaan tegangan di dalam tanah yang berada pada kondisi keseimbangan plastis.



Suatu dinding penahan tanah dalam keseimbangan menahan tekanan tanah horizontal tekanan dapat dievaluasi dengan menggunakan koefisien tanah Ka, jadi bila berat suatu tanah sampai kedalaman H maka tekanan tanahnya adalah  H. Dengan  adalah berat volume tanah, dan arah dari tekanan tersebut adalah arahnya vertikal ke atas. Sedangkan untuk mendapatkan tekanan horizontal maka Ka adalah konstanta yang fungsinya mengubah tekanan vertikal tersebut menjadi tekanan horizontal. Oleh karena itu, tekanan horizontal dapat dituliskan sebagai: =







(2.20)



Dimana harga Ka, = tan (45 − )



(2.21)



Kohesi adalah lekatan antar butir-butir tanah, sehingga kohesi mempunyai pengaruh mengurangi tekanan aktif tanah sebesar 2 √



. Untuk tanah yang



memiliki nilai kohesi, maka tekanan horizontal sebesar: =



 − 2 √



(2.22)



Dimana kohesi (c) dalam N/m2.



2.2.3 Tekanan Tanah Pasif menurut Rankine Dalam hal tertentu suatu dinding penahan tanah dapat terdorong kearah tanah yang ditahan. Dan arah tekanan pasif ini berlawanan dengan arah tekanan aktif. Kp adalah koefisien tekanan tanah pasif yang besarnya:



II-11



Bab II - Kajian Pustaka



= tan (45 + )



(2.23)



Maka tahanan pasif suatu tanah datar tanpa kohesi (c = 0) =







(2.24)



Dan untuk tahanan pasif suatu tanah datar dengan kohesi =



2.3



 − 2



(2.25)



Standard Penetration Test (SPT)



Uji standar penetrasi (SPT = Standard Penetration Test) adalah uji yang dilaksanakan bersamaan dengan pengeboran untuk mengetahui baik perlawanan dinamik tanah



maupun pengambilan



contoh terganggu



dengan



teknik



penumbukan.



Standard Penetration Test (SPT) sering digunakan untuk mendapatkan daya dukung tanah secara langsung dilokasi. Metode SPT merupakan percobaan dinamis yang dilakukan dalam suatu lubang bor dengan memasukkan tabung sampel yang berdiameter dalam 35 mm sedalam 305 mm dengan menggunakan massa pendorong (palu) seberat 63,5 kg yang jatuh bebas dari ketinggian 760 mm. Banyaknya pukulan palu tersebut untuk memasukkan tabung sampel sedalam 305 mm dinyatakan dalam sebagai nilai N (http://repository.usu.ac.id).



Tujuan dari percobaan Standard Penetration Test (SPT) ini adalah untuk menentukan kepadatan relatif lapisan tanah dari pengambilan contoh tanah dengan tabung sehingga jenis tanah dan ketebalan tiap-tiap lapisan kedalaman tanah dan untuk memperoleh data yang kualitatif pada perlawanan penetrasi tanah serta menetapkan kepadatan tanah dari tanah yang tidak berkohesi yang biasa sulit diambil sampelnya. Percobaan Standard Penetration Test (SPT) ini dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1.



Siapkan peralatan SPT yang dipergunakan seperti: mesin bor, batang bor, split spoon sampler, hammer dan lain-lain;



2.



Letakkan dengan baik penyanggah (tripod), tempat bergantungnya beban penumbuk;



II-12



Bab II - Kajian Pustaka



3.



Lakukan dengan baik sampai kedalaman testing, lubang dibersihkan dari kotoran hasil pengeboran dari tabung, segera dipasangkan pada bagian dasar lubang bor;



4.



Berikan tanda pada batang peluncur setiap 15 cm, dengan total 45 cm;



5.



Dengan pertolongan mesin bor, tumbuklah batang bor ini dengan pukulan palu seberat 63,5 kg dan ketinggian jatuh 76 cm hingga kedalaman tersebut dicatat jumlah pukulan untuk memasukkan penetrasi setiap 15 cm (N-Value); Contoh: N1 = 10 pukulan / 15 cm N2 = 5 pukulan / 15 cm N3 = 8 pukulan / 15 cm Maka total jumlah pukulan adalah jumlah N2 dengan N3 adalah 5 + 8 = 13 pukulan = nilai N. N1 tidak diperhitungkan karena dianggap15 cm pukulan pertama merupakan sisa kotoran pengeboran yang tertinggal pada dasar lubang bor sehingga perlu dibersihkan untuk memperkecil efisiensi gangguan;



6.



Hasil pengambilan contoh dari tabung tersebut dibawa ke permukaan dan dibuka. Gambarkan contoh jenis-jenis tanah yang meliputi komposisi, struktur, konsistensi, warna dan kemudian masukkan ke dalam botol tanpa dipadatkan atau ke dalam plastik, lalu ke cover box;



7.



Gambarkan grafik hasil percobaan SPT: Catatan: pengujian dihentikan bila nilai N-SPT > 50, untuk 4x interval pengambilan, dimana interval pengambilan SPT = 2 m. Berdasarkan pengalaman yang cukup lama, berbagai korelasi empiris dengan parameter tanah telah dipadatkan. Harga N dari pasir yang diperoleh dari pengujian Standard Penetration Test (SPT) dan hubungan antara kepadatan relatif dengan sudut geser dalam dapat dilihat pada tabel berikut:



II-13



Bab II - Kajian Pustaka



2.4



Dewatering



Dewatering adalah proses penurunan muka air tanah selama konstruksi berlangsung, selain itu juga diperuntukkan pencegahan kelongsoran akibat adanya aliran tanah pada galian atau bisa dipaparkan sebagai proses pemisahan antara cairan



dengan



padatan



(http://matakuliahteknik.blogspot.com).



Tingginya



permukaan air tanah sering menjadi penyebab terganggunya pekerjaan penggalian tanah. Untuk menjaga lingkungan pekerjaan penggalian tanah bebas dari genangan air, maka diperlukan penanganan aliran air tanah di sekitar galian. Halhal yang perlu diperhatikan dalam menentukan pemilihan metode perlakuan terhadap aliran air tanah pada pekerjaan penggalian tanah yaitu: 1.



Jenis tanah.



2.



Tinggi permukaan air tanah.



3.



Kedalaman dan bentuk galian.



Beberapa metode penanganan aliran air tanah yang sering digunakan antara lain: penggunaan pompa untuk memindahkan genangan



air di sekitar pekerjaan



penggalian, penginjeksian material tertentu untuk menutup pori-pori tanah serta penggunaan tekanan udara. Berikut ini adalah grafik penentuan metode dewatering sesuai dengan ukuran partikel tanah.



Gambar 2.8. Grafik Pemilihan Metode Dewatering sesuai dengan Ukuran Partikel Tanah



2.5



Dinding Penahan Tanah



Pada saat ini penggunaan berbagai macam tipe dinding penahan tanah berkembang dengan sangat pesat, baik itu di Indonesia khususnya maupun di dunia secara umum. Serta seiring dengan menyempitnya lahan di perkotaan, maka



II-14



Bab II - Kajian Pustaka



kecenderungan untuk membuat Basement pun meningkat dengan variasi yang berlainan antara 1 - 5 lapis. Umumnya lantai Basement yang digunakan adalah untuk areal parkir, tetapi akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk pertokoan, restoran ataupun sarana olahraga. Pelaksanaan pembuatan Basement yang makin dalam ini sudah tidak mungkin menggunakan metode konvensional yaitu open cut system, untuk mengatasi hal tersebut terdapat beberapa metoda : Sheet Piles H-Piles with Lagging Contiguous Bored Piles Diaphragm Wall Secant Pile Wall 2.5.1. Sheet Piles Sheet piles mempunyai keuntungan karena cepatnya pelaksanaan dalam pemancangan, disamping itu material sheet piles masih dapat diambil kembali. Kendala yang dihadapi adalah : mahalnya material tersebut jika seandainya tidak dicabut kembali, tidak dapat menembus lapisan tanah keras dan permeable hanya baik bila muka air tanah dibawah level galian atau dilaksanakan pekerjaan dewatering. Berikut adalah contohnya :



Gambar 2.9. Susunan (kiri) dan Hasil Pemancangan Sheet Pile (kanan)



2.5.2. H-Piles with Lagging H-Piles with Lagging hampir sama dengan sheet piles yaitu sangat cepat dalam pemancangan H-Piles, sedangkan lagging dipasang mengikuti kecepatan galian. II-15



Bab II - Kajian Pustaka



Material H-Piles dapat dicabut kembali. Kendala yang dihadapi yaitu tidak dapat menembus lapisan tanah keras dan permeable hanya baik bila muka air tanah dibawah level galian atau dilaksanakan pekerjaan dewatering. Berikut adalah contohnya :



Gambar 2.10. Hasil Pelaksanaan (kiri) dan Tampilan Potongan dari H-Piles with Lagging (kanan) 2.5.3. Contiguous Bored Piles Contiguous bored piles merupakan barisan tiang bor dengan jarak as ke as lebih besar dari diameter tiang dan hanya baik untuk lapisan lempung. Kendala yang dihadapi adalah bila muka air tanah lebih tinggi dibanding dengan level galian atau dilaksanakan pekerjaan dewatering. Pelaksanaan bored pile ini relatif cukup lama. Berikut adalah contohnya :



Gambar 2.11. Susunan Contiguous Bored Piles



2.5.4. Diaphragm Wall Diaphragm wall merupakan gabungan panel/dinding dengan ketebalan berkisar antara (600 – 1200) mm. Pembuatan dinding ini sangat mahal, karena dibutuhkan lumpur bentonite untuk mencegah kelongsoran lubang galian. Pelaksanaan



II-16



Bab II - Kajian Pustaka



diaphragm wall ini memakan waktu cukup lama. Dapat digunakan untuk penggalian yang dalam, dibutuhkannya bracing, angker ataupun menggunakan metode top down dalam pelaksanaannya. Berikut adalah contohnya :



Gambar 2.12. Urutan Pekerjaan Diaphragm Wall (kiri) dan Hasil Konstruksinya (kanan)



2.5.5. Secant Pile Secant Pile merupakan barisan tiang bor yang saling memotong, (Tomlinson, 1977) sehingga jarak as ke as-nya lebih kecil dari diameter tiang (+ 100 mm), dimana tiang yang terpotong tidak menggunakan tulangan (primary pile) dan yang memotong menggunakan tulangan (secondary pile) guna menahan momen/gaya geser. Pembuatannya dilaksanakan dengan full casing dan tidak membutuhkan lumpur bentonite. Sama dengan diaphragm wall yaitu dapat digunakan untuk penggalian yang dalam, dibutuhkannya bracing, angker ataupun menggunakan metode top down dalam pelaksanaannya. Berikut adalah contohnya :



Gambar 2.13. Tampak atas dari Secant Pile (kiri) dan Susunannya (kanan)



II-17



Bab II - Kajian Pustaka



2.6



Metode Pelaksanaan



Dalam pelaksanaan pembuatan secant pile terdapat beberapa tahapan yang saling terkait dan tidak dapat saling mendahului sebagai berikut: -



Guide Wall



-



Tiang primer (primary pile)



-



Tiang sekunder (secondary pile)



2.6.1 Guide Wall Setelah as secant pile ditentukan, langkah selanjutnya adalah pembuatan guide wall. Maksud guide wall ini lebih diutamakan agar tiang yang akan dipasang tidak lari atau menepatkan pada posisi yang tepat dari as dinding yang telah ditentukan. Guide wall ini, diletakkan didalam galian + 0,5 m dibawah muka tanah eksisting, seperti terlihat pada Gambar 2.14.



Gambar 2.14.



Denah Penampang Guide Wall



Guide wall ini terdiri dari 2 balok beton yang berukuran (500 x 600) mm yang diletakkan di kiri dan kanan as dinding dengan bagian tengah diperuntukkan tiang sedemikian rupa saling memotong dengan diameter lubang ditambah + 10 mm agar alat bor mudah masuk. 2.6.2 Tiang Primer Tiang primer merupakan tiang yang harus dibor lebih dahulu dan dilaksanakan seperti pembuatan tiang bor pada umunya. Perbedaannya pembuatan tiang bor ini II-18



Bab II - Kajian Pustaka



menggunakan double wall casing sementara, pada double wall casing mempunyai sistem penyambung sedemikian rupa dengan menggunakan baut/mur khusus (Gambar 2.15) sehingga kedap air.



Gambar 2.15. Tipe Double Wall Casing Dengan sistem sambungan baut/mur pekerjaan akan lebih cepat bila dibandingkan dengan sistem las. Double wall casing tersedia dalam berbagai macam ukuran diameter yaitu (620, 750, 880, 1000, 1200, 1320, 1500, 1800, 2000, 2200 dan 2500) mm. Setelah pengeboran mencapai kedalaman yang ditentukan, lubang dibersihkan dengan menggunakan cleaning bucket dan segera dilakukan pengecoran tanpa menggunakan tulangan melalui pipa tremie hingga mencapai cut-off level. Demikian selanjutnya dilakukan pembuatan pada tiang-tiang berikutnya (Gambar 2.16)



Gambar 2.16. Metode Pelaksanaan Secant Pile II-19



Bab II - Kajian Pustaka



2.6.3 Tiang Sekunder Tiang sekunder ini dibor diantara 2 buah tiang primer setelah mengeras + 24 jam kemudian dengan metoda kerja seperti pembuatan tiang primer, yaitu menggunakan double wall casing sementara. Pada kondisi ini pengeboran cukup sulit dan dalam kondisi kritis karena harus memotong beton, sehingga diperlukan teknik pengeboran khusus dan juga dibutuhkan kekuatan mesin bor yang dapat memotong beton. Pengeboran dilanjutkan hingga mencapai kedalaman yang ditentukan. Perbedaan dengan tiang primer, pada tiang sekunder ini dipasang tulangan untuk menahan momen dan gaya geser. Setelah pemasanagan tulangan dilanjutkan dengan menggunakan pipa tremie hingga mencapai cut-off level. Mutu beton yang digunakan dapat berbeda dengan mutu beton pada tiang primer dan seandainya berbeda maka mutu beton pada tiang sekunder lebih tinggi dibanding dengan mutu beton tiang primer. 2.6.4 Water Bearing Layer Seandainya dalam perencanaan, tiang-tiang secant pile menembus lapisan pasir yang merupakan water bearing layer, maka antisipasinya adalah menembus lapisan pasir tersebut dan berhenti pada lapisan kohesif yang permeabel.



2.7



Program PLAXIS v8.2



Perkembangan teknologi telah memunculkan berbagai struktur yang rumit sehingga pada analisa struktur yang demikian kompleks, metode eksak akan sulit digunakan. Perhitungan dengan menggunakan metode eksak tidak mungkin digunakan pada struktur dengan komplektisitas yang sedemikian rumit, karena penyelesaian eksak hanya dapat diperoleh untuk kasus yang paling sederhana.



Sebagai alternatif yang lebih baik, maka para ilmuwan mulai mengembangkan berbagai metode numerik yang merupakan suatu metode pendekatan terhadap solusi eksak seteliti mungkin. Metode numerik adalah suatu rekayasa metematika yang mentransformasikan ekspresimekanika kontinyu (bentuk kalkulus ddan II-20



Bab II - Kajian Pustaka



differensial) menjadi matematika diskrit (bentuk matriks). Salah satu metode numerik yang dikembangkan dalam analisa numerik adalah Metode Elemen Hingga.



Metode elemen hingga telah banyak digunakan dalam permasalahan geoteknik karena kemampuannya untuk menyelesaikan beberapa hal berikut: 



Keheterogenitasan struktur tanah.







Kenon-linearan dan tingkah laku tanah.







Interaksi tanah-struktur.







Metode konstruksi.



Langkah-langkah untuk menggunakan metode elemen hingga adalah sebagai berikut: 1.



Diskritisasi elemen.



2.



Perumusan semua properti yang dimiliki semua elemen.



3.



Modelisasi struktur



4.



Analisa model dengan penetapan komdisi batas dan tentukan peralihan nodal.



5.



Nilai yang diinginkan diperoleh.



Program elemen hingga yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah program PLAXIS.



PLAXIS v8.2 adalah program elemen hingga yang telah dikembangkan secara spesifik untuk analisa deformasi dan penurunan bidang geoteknik. Untuk setiap kasus yang akan di analisa dibuat model geometri terlebih dahulu. Model geometri adalah model dua dimensi dari masalah tiga dimensi yang nyata di lapangan.



Dalam analisisnya, metode elemen hingga menggunakan teknik diskritisasi pada struktur. Proses diskritisasi dilakukan dalam membagi suatu struktur kontinyu menjadi sekumpulan potongan kecil yang dinamakan elemen hingga. Derajat II-21



Bab II - Kajian Pustaka



ketelitian dalam diskritisasi mempengaruhi tingkat ketelitian solusi. Elemen struktur diganti dengan sekumpulan elemen dengan bentuk relatif sederhana. Kemudian dipilih sekumpulan titik-titik yang dinamakan nodal geometri pada struktur yang berguna mendefinisikan geometri elemen. Setiap elemen didefinisikan secara analitik dengan cara unik sebagai fungsi peralihan dari variabel peralihan nodal geometri yang merupakan milik elemen-elemen tersebut. Prinsip peralihan ini digunakan untuk menurunkan persamaan keseimbangan untuk elemen dan peralihan nodal.



Analisa keseimbangan dalam sistim diskrit secara umum dapat ditulis dalam bentuk matriks: {F} = [K] {U}



Dimana K adalah matriks kekakuan, U adalah variabel yang tidak diketahui yaitu peralihan nodal, dan F adalah variabel yang diketahui yaitu vektor pembebanan nodal. K sebagai matriks yang mengkarakterisasikan sistem pada pemodelan masalah geoteknik dapat berupa parameter Modulus Young (E), kohesi (c), sudut geser (), angka poisson () dan parameter-parameter lainnya disesuaikan dengan model yang disesuaikan.



Kemudian untuk menyederhanakan definisi analitik elemen yang bentuk dan ukuran beragam, dikemukakan elemen referensi. Penggunaan sistem elemen referensi dapat mengganti fungsi yang rumit dengan fungsi yang lebih sederhana. Satu elemen referensi yang sama dapat mentransformasikan semua elemen riil tipe yang sama dengan transformasi yang berbeda.



Parameter model yang dapat digunakan adalah plane strain dan axisimetri. Plane strain digunakan untuk geometri dengan potongan melintang tanah yang seragam dan kondis skema pembebanan yang disamakan untuk arah tegak lurus terhadap potongan melintang (sumbu z). Displacement dan tegangan arah sumbu z diasumsikan bernilai nol. Model axisimetri digunakan untuk struktur sirkular dengan potongan seragam yang radial dimana deformasi dan tegangan diasumsikan sama di semua arah radial. Perlu diingat bahwa pada pemodelan II-22



Bab II - Kajian Pustaka



axisimetri sumbu x merepresentasikan radius dan sumbu y disamakan dengan sumbu simetri aksial pemodelan.



Tanah dimodelkan sebagai elemen triangular dua dimensi dengan memiliki hanya dua derajat kebebasan per nodal. Setiap elemen tanah didefinisikan oleh 15 buah nodal geometri. Dipilih 15 nodal untuk setiap elemen agar memperoleh perhitungan yang lebih akurat meskipun akan menjadi lebih rumit. Error yang terjadi karena perbatasan struktur yang merupakan garis lengkung dapat dikurangi dengan mengurangi ukuran elemen-elemen. Tiga komponen utama model geometri pada PLAXIS yaitu: 



Titik Titik menunjukan awal dan akhir garis. Titik juga digunakan untuk menempatkan angkur, gaya dan lainnya.







Garis Garis digunakan untuk menyatakan ikatan geometri, model dan diskontinuitas pada geometri seperti dinding, pelat dan lainnya. Garis bisa mempunyai beberapa fungsi dan material yang berbeda.







Cluster Cluster adalah luasan area tertutup yang dibatasi penuh oleh garis. Dalam satu cluster hanya terdapat satu material sehingga homogeny. Cluster dapat diaplikasikan sebagai lapisan tanah.



Proses simulasi pada program PLAXIS terdiri dari tiga tahap yaitu input data, perhitungan dan output. Masing-masing dari tahapan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.



2.7.1. Input Data PLAXIS v8.2



Program input membuat dan memodifikasikan geometri model sehingga menghasilkan model elemen hingga yang sesuai dengan kondisi asli kasus. Pemodelan umumnya antara lain:



II-23



Bab II - Kajian Pustaka







Model: terdiri dari model plane strain dan axisimetri







Elemen: terdiri dari elemen 6 nodal dan 15 nodal







Properti material



Selain itu juga terdapat beberapa input lainnya yang akan penulis gunakan dalam penggunaan PLAXIS v8.2, terutama terkait dengan perhitungan dinamis, yakni: 1.



Getaran sumber-tunggal Permasalahan getaran sumber-tunggal umumnya dimodelkan dengan menggunakan model axisimetri, tidak seperti analisis deformasi statis yang umumnya menggunakan model plane-strain. Penyebabnya antara lain karena gelombang pada axisimetri akan menyebar dalam pola yang serupa dengan penyebaran gelombang pada sistem tiga dimensi. Dalam sistem ini, penyebaran energi akan menyebabkan atenuasi gelombang terhadap jarak. Efek ini dapat dikaitkan sebagai redaman geometri, yang secara definisi telah diikutsertakan dalam model axisimetri. Dalam permasalahan getaran sumber-tunggal, redaman geometri umumnya memberikan konstribusi paling penting terhadap redaman dari sistem. Oleh karena itu, untuk permasalahan



getaran sumber-tunggal,



perlu menggunakan model



axisimetri.



2.



Percepatan gravitasi Secara langsung percepatan gravitasi bumi (g) diatur sebesar 9,8 m/s2. Nilai ini digunakan untuk menghitung kepadatan material () kg/m2 dan berat isi () dimana ( =  / g).



3.



Satuan Dalam analisis dinamik, satuan waktu umumnya diatur ke detik. Interval waktu dalam analisis dinamik selalu merupakan waktu dinamis dan PLAXIS selalu menggunakan detik sebagai satuan dari waktu dinamis tersebut.



II-24



Bab II - Kajian Pustaka



4.



Batas penyerap standar Batas penyerap digunakan untuk menyerap peningkatan tegangan pada batas model yang disebabkan oleh beban dinamis, yang jika tidak diserap maka akan dipantulkan ke dalam massa tanah. Untuk getaran sumbertunggal, PLAXIS mempunyai pengaturan pra-pilih untuk menerapkan batas penyerap secara teratur. Untuk model plane-strain, batas penyerap standar hanya diterapkan pada sisi kanan dan kiri serta dasar dari batas model.



5.



Beban eksternal dan perpindahan tertentu Dalam PLAXIS v8.2, input dari beban dinamis serupa dengan beban statis. Disini, pilihan beban eksternal standar (beban terpusat dan beban merata serta perpindahan tertentu) dapat digunakan. Dalam program input, pengguna harus menentukan sistem beban yang akan digunakan sebagai beban dinamis. Sistem beban yang diatur sebagai beban dinamis, tidak dapat digunakan sebagai beban statis. Sistem beban yang tidak diatur sebagai beban dinamis, dianggap sebagai beban statis.



6.



Parameter model Analisis dinamik secara prinsip tidak memerlukan parameter model tambahan. Walaupun demikian, parameter alternatif dan/atau parameter tambahan dapat digunakan untuk menentukan kecepatan gelombang dan untuk mengikutsertakan redaman material.



a.



Cepat rambat gelombang VP dan VS



Parameter material ditentukan dalam lembar-tab Parameter dari jendela Sifat Material. Saat memasukkan parameter elastic E dan , cepat rambat gelombang VP dan VS yang bersangkutan secara otomatis dihitung, dengan syarat berat isi yang benar telah ditentukan. Namun demikian, untuk model Mohr-Coulumb dan model linear elastis dapat memasukkan cepat rambat gelombang VP dan VS sebagai alternatif untuk parameter E dan . Nilai tersebut akan dihitung oleh PLAXIS. II-25



Bab II - Kajian Pustaka



b.



Alpha dan Beta Rayleigh



Redaman material dalam dalam tanah umumnya diakibatkan oleh sifat viskositas, friksi dan terjadinya plastisitas. Walaupun demikian, modelmodel tanah dalam PLAXIS saat ini tidak diikutsertakan viskositas, tetapi efek redaman diasumsikan proporsional terhadap massa dan kekakuan dari sistem (redaman Rayleigh), yaitu: C= .M+.K



(2.26)



Dimana C menyatakan redaman, M adalah massa, K adalah kekakuan dan  (alpha) serta  (beta) adalah koefisien- koefisien Rayleigh. Pengaturan standar dalam PLAXIS mangasumsikan tidak terjadi redaman Rayleigh (alpha dan beta Rayleigh bernilai nol). Namun, redaman dapat dimasukkan dalam kumpulan data material untuk tanah dan antarmuka. Dalam lembartab umum dari jendela material, klik tombol tingkat lanjut. Kemudian dalam jendela sifat-sifat umum tingkat lanjut nilai alpha dan/atau beta Rayleigh dapat diatur. Dengan cara yang serupa, redaman Rayleigh juga dapat diterapkan pada kumpulan data material dari pelat. Dalam permasalahan



getaran



sumber-tunggal



yang



menggunakan



model



axisimetri, redaman Rayleigh tidak perlu diikutsertakan karena sebagian besar redaman disebabkan oleh redaman geometri.



c.



Penentuan koefisien redaman Rayleigh



Merupakan suatu fakta yang telah diketahui dengan baik bahwa redaman dalam struktur tanah sangat mempengaruhi nilai dan bentuk dari respon tanah. Meskipun telah banyak dilakukan riset dalam bidang ini, namun hanya sedikit pengembangan yang telah dicapai dalam prosedur yang diterima secara umum untuk menentukan parameter redaman. Namun untuk kepentingan rekayasa, beberapa usaha telah dilakukan untuk mengikutsertakan redaman material dan redaman geometri. Sebuah parameter teknis yang umum digunakan adalah rasio redaman ().



Dalam metode elemen hingga, redaman Rayleigh memiliki salah satu prosedur untuk menangani redaman yang menyatukan efek redaman di II-26



Bab II - Kajian Pustaka



dalam matriks massa dan kekakuan dalam sistem Alpha Rayleigh adalah parameter yang menentukan pengaruh dari massa terhadap redaman dari sistem. Semakin tinggi nilai Alpha, semakin banyak frekuensi rendah yang teredam. Beta Rayleigh adalah parameter yang menentukan pengaruh dari kekakuan terhadap redaman dari sistem. Semakin tinggi nilai beta, semakin banyak frekuensi tinggi yang teredam.



Koefisien redaman Rayleigh  dan  dapat ditentukan dari setidaknya dua buah rasio redaman () yang berhubungan dengan dua buah frekuensi getar (t). Hubungan antara , ,  dan t dapat dinyatakan sebagai: ( + ) . t2 = 2 . t . t



(2.27)



Hubungan ini mengandung arti bahwa jika diketahui dua buah rasio redaman pada frekuensi-frekuensi tertentu, maka persamaan simultan dapat dibentuk dimana nilai  dan  dapat dihitung.



2.7.2. Perhitungan PLAXIS v8.2



Setelah dibuat permodelan, maka perlu dilakukan pemilihan tipe perhitungan yang sesuai. PLAXIS mempunyai beberapa tipe perhitungan elemen hingga. Dalam program



perhitungan,



penulis



mendefinisikan



beban



dinamis



dengan



mengaktifkan perpindahan dan beban sebagai fungsi dari waktu dengan mengatur faktor-faktor pengali yang bersangkutan.



Perhitungan dinamis dapat didefenisikan dengan memilih Analisis Dinamik dalam kotak jenis perhitungan pada lembar-tab Umum. Dengan PLAXIS dimungkinkan untuk melakukan analisis dinamik setelah beberapa perhitungan plastis sebelumnya. Walaupun demikian terdapat beberapa keterbatasan sebagai berikut: 1.



Jaringan elemen yang diperbaharui tidak dapat digunakan dalam analisis dinamik.



2.



Jenis pembebanan berupa tahapan konstruksi untuk perhitungan dinamis tidak dapat digunakan.



II-27



Bab II - Kajian Pustaka



2.7.3. Output Program PLAXIS v8.2



Perhitungan dilakukan hingga keseimbangan tercapai. Untuk output, penulis akan menampilkan berbagai output yang nantinya akan menjadi sumber untuk mengadakan analisa terhadap kasus dalam penyusunan skripsi ini. Output utama yang biasa diperoleh adalah: 1.



Melihat gerakan aktual dari geometri terhadap waktu.



2.



Menampilkan kecepatan total, percepatan total, komponen horizontal dan komponen vertikal.



3.



Menampilkan kurva kecepatan atau percepatan maupun perpindahan sebagai fungsi terhadap waktu.



4.



Memungkinkan untuk melakukan transformasi dari kurva terhadap waktu (time domain) menjadi sebuah spektrum frekuensi (frequency domain) dengan menggunakan FFT atau Fast Fourier Transform.



2.8



Kapasitas Dinding Penahan Tanah dengan Metode Elemen Hingga



Menghitung daya dukung dengan Metode Elemen Hingga merupakan perbandingan dengan hasil yang diperoleh dalam menghitung daya dukung di lapangan.



2.8.1 Pendahuluan Metode Elemen Hingga untuk geoteknik berbeda dengan yang lain, pada program tertentu jenis elemennya dipisahkan antara elemen linier untuk respon tekanan air pori dan kwadratic untuk respon tegangan-regangan pada butiran tanah dan ada juga yang menyamakannya.



Karena pada beton yang menerima respon adalah beton itu sendiri, pada baja yang menerima respon adalah beton itu sendiri. Sedangkan pada tanah adalah bagian yang padat (butiran tanah) ditambah air.



Jadi terdapat two face media pada tanah yaitu butiran tanah dan air. Pada program tertentu jenis elemennya dipisahkan antara elemen linier untuk respon tekanan air



II-28



Bab II - Kajian Pustaka



pori dan kwadratic untuk respon tegangan-regangan pada butiran tanah dan ada juga yang menyamakannya.



Untuk menggabungkan pengaruhnya pada elemen, biasanya dapat digunakan elemen interface (elemen antara). Pada permasalahan geoteknik sering berhadapan dengan dua jenis material yang berbeda jauh kekakuannya antara lain untuk tiang bor, material yang dianalisa terdiri dari tiang yang terbuat dari beton dan tanah. Untuk kondisi seperti ini dibutuhkan elemen interface.



Kalau tidak menggunakan elemen ini, maka akan terjadi slip antara struktur (elemen dengan kekakuan yang besar) dengan tanah (elemen dengan kekakuan yang kecil) yang menghasilkan bentuk deformasi yang tidak sama antara struktur dan tanah.



Pada geoteknik ada yang disebut dengan stage construction (tahapan pembangunan) yang pada struktur kondisi ini tidak dapat diperoleh. Terjadi pengurangan tekanan air pori akan mengakibatkan kenaikan regangan efektif.



Perhitungan dengan metode numerik dilakukan dengan menggunakan bantuan Metode Elemen Hingga. Sebelum melakukan perhitungan dengan Metode Elemen Hingga terlebih dahulu harus dipahami teori tentang pemodelan tanah yang akan dipilih. Kesalahan dalam pemilihan model tanah dapat mengakibatkan kekeliruan tehadap hasil perhitungan yang diperoleh.



Untuk menghitung korelasi beban vertikal batas (ultimit) dengan displacement yang terjadi pada suatu tiang bor beton dengan Elemen Hingga Model, tanah yang digunakan adalah model Mohr-Coulumb dan Hardening Soil dengan analisis Axisymetric yaitu seperempat dari pemodelan di lapangan, dengan 15 Nodes yaitu pemodelan dengan segitiga.



II-29



Bab II - Kajian Pustaka



2.8.2 Pemilihan dalam Metode Elemen Hingga Ketertarikan untuk mengevaluasi akibat-akibat perubahan bentuk (deformasi, tegangan, temperature, tekanan dan kecepatan fluida) yang diakibatkan gaya seperti beban, tekanan, fluida dan temperatur.



Tujuannya adalah untuk menemukan distribusi akibat ini sering disebut dengan perpindahan atau deformasi. Dilakukan dengan menggunakan konsep diskritisasi, dengan cara membagi-bagi benda atas bagian yang kecil yang dinamakan elemenelemen hingga.



Dilakukannya analisis untuk masing-masing elemen yang kecil tersebut sehingga akan lebih mudah peninjauannya dibandingkan dengan cara keseluruhan.



Sifat distribusi akibat yang ditimbulkan (deformasi) dalam suatu benda tergantung pada karakteristik sistem gaya yang bekerja dari benda itu sendiri. 1.



Pemilihan type element/discritization.



2.



Pemilihan fungsi perpindahan.



3.



Definisi hubungan regangan/perpindahan dengan tegangan/regangan pada titik nodal.



4.



Penurunan element stiffness matrik dan persamaannya.



5.



Assembling elemen dari lokal koordinat sistem ke global koordinat sistem (Direct Stiffness Method).



6.



Hitung parameter yang tidak diketahui (perpindahan titik nodal).



7.



Hitung parameter lainnya yang tidak diketahui seperti regangan dan gayagaya yang terjadi pada elemen.



Pembagian benda yang akan dianalisa menjadi sejumlah benda kecil yang dinamakan elemen hingga, yaitu: 



Titik nodal







Garis simpul







Continuum



II-30



Bab II - Kajian Pustaka



Sampai seberapa kecil elemen-elemen tersebut dibagi, jenis elemen yang digunakan tergantung struktur yang akan dianalisa, seperti: 1.



Satu Dimensi : Elemen batang/garis, contoh untuk perpindahan vertikal drain, tiang bor yang memikul beban vertikal, sheet pile dsb.



2.



Dua Dimensi : Elemen segitiga ataupun segiempat, contoh untuk pemodelan tanah, beam dsb.



3.



Tiga Dimensi : elemen prisma, segienam (Hexahendron).



2.8.3 Model Mohr-Coulumb Model Mohr-Coulumb membutuhkan total lima buah parameter, yang umum digunakan oleh para praktisi geoteknik dan dapat diperoleh dari uju-uji yang umum dilakukan di laboratorium. Parameter-parameter tersebut bersama dimensi dasarnya adalah sebagai berikut: E



:



Modulus Young



(kN/m2)







:



Angka Poisson



(-)







:



Sudut Geser Dalam



(O)



c



:



Kohesi



(kN/m2)







:



Sudut Dilatasi



(O)



Gambar 2.17.



Lembar Tab Parameter untuk Model Mohr-Coulumb



II-31



Bab II - Kajian Pustaka



a.



Modulus Young (E) PLAXIS menggunakan Modulus Young sebagai modulus kekakuan dasar dalam model elastis dan model Mohr-Coulumb, tetapi beberapa modulus alternatif juga ditampilkan.



Modulus kekakuan mempunyai dimensi sama dengan dimensi tegangan. Nilai dari parameter kekakuan yang digunakan dalam suatu perhitungan memerlukan perhatian khusus karena kebanyakan material tanah menunjukkan perilaku yang non-linier dari awal pembebanan. Dalam mekanika tanah, kemiringan awal dari kurva tegangan-regangan umumnya dinotasikan sebagai E0 dan modulus sekan pada 50% kekuatan dinotasikan sebagai E50. Untuk material dengan rentang elastisitas linier yang lebar maka penggunaan E0 adalah realisitis, tetapi untuk masalah pembebanan pada tanah, umumnya digunakan E50.



b.



Angka Poisson () Uji triaksial terdrainase standar dapat menghasilkan pengurangan volume yang signifikan pada awal pemberian beban aksial, yang menghasilkan konsekuensi berupa nilai angka poisson awal (0) yang rendah. Pada beberapa kasus, khususnya pada masalah pengurangan beban, mungkin realisitis untuk menggunakan nilai awal yang rendah, tetapi pada penggunaan



Mohr-Coulumb,



secara



umum



direkomendasikan



menggunakan nilai yang tinggi.



Penentuan angka poisson cuku sederhana jika model elastis atau model Mohr-Coulumb



digunakan



untuk



pembebanan



gravitasi



(dengan



meningkatkan Mweight dari 0 ke 1 pada perhitungan plastis). Untuk pembebanan seperti PLAXIS harus memberikan rasio yang realisitis dari:  = (2.28)  Karena kedua model tersebut akan menghasilkan nilai rasio yang dikenal luas yaitu: II-32



Bab II - Kajian Pustaka



=



 



(2.29)



Untuk kompresi satu dimensi, maka dengan mudah dapat dipilih angka poisson yang menghasilkan nilai K0 yang realistis dapat dengan mudah dilakukan.



Karena itu nilai () dievaluasi dengan mencocokkan nilai K0. Dalam banyak kasus akan diperoleh nilai () yang berkisar antara 0,3 dan 0,4. umumnya, nilai tersebut tidak hanya digunakan pada kompresi satu dimensi, tetapi juga dapat digunakan untuk kondisi pembebanan lainnya. Namun untuk kasus pengurangan beban, lebih umum untuk menggunakan nilai antara 0.15 dan 0,25.



c.



Sudut Geser Dalam () Nilai sudut geser,  (phi) dimasukkan dalam dimensi derajat. Sudut geser yang tinggi, seperti pada pasir padat, akan mengakibatkan peningkatan beban komputasi plastis. Waktu komputasi akan meningkat kurang-lebih secara eksponensial terhaadap sudut geser.



Karena itu, sudut geser yang tinggi sebaiknya dihindari saat melakukan perhitungan awal untuk suatu proyek tertentu. Sudut geser akan menentukan kuat geser dengan menggunakan lingkaran tegangan Mohr.



Kriteria keruntuhan Mohr-Coulumb telah terbukti lebih baik untuk menyatakan perilaku tanah dibandingkan dengan aproksimasi dari Drucker-Prager, dimana bidang runtuh dari model Drucker-Prager cenderung tidak akurat untuk konfigurasi axi-simetri.



d.



Kohesi (c) Kekuatan berupa kohesi mempunyai dimensi tegangan. PLAXIS dapat menangani pasir non-kohesif (c = 0), tetapi beberapa pilihan tidak akan berjalan dengan baik. Untuk menghindari hal ini, pengguna yang belum II-33



Bab II - Kajian Pustaka



berpengalaman disarankan untuk memasukkan nilai yang kecil untuk kohesi (gunakan c > 0,2 kPa).



e.



Dilatansi () Sudut dilatansi,  (psi) dinyatakan dalam derajat. Selain tanah lempung yang terkonsolidasi sangat berlebih, tanah lempung cenderung tidak menunjukkan dilatansi sama sekali (yaitu  = 0). Dilatansi dari tanah pasir bergantung pada kepadatan serta sudut gesernya. Untuk pasir kwarsa besarnya dilatansi kurang-lebih adalah  =  - 30. Walaupun demikian, dalam kebanyakan kasus sudut dilatansi adalah nol untuk nilai  < 30 0. Nilai negatif yang kecil untuk  hanya realistis untuk tanah pasir yang sangat lepas.



2.8.4 Pemilihan Parameter Tanah Model tanah yang dipilih adalah model Mohr-Coulumb dengan parameter yang dibutuhkan, yaitu; 1.



Berat isi tanah () kN/m3, didapat dari pengujian laboratorium.



2.



Modulus Elastisitas (E), Stiffness Modulus digunakan pendekatan dengan terlebih dahulu didapat modulus geser tanah (G), baru dicari (E) dengan hubungan: E = 2 G (1 + v)



3.



Poisson Ratio(v), diambil berkisar antara (0,2 - 0,3).



4.



Friction Angle (), didapat dari hasil pengujian laboratorium.



5.



Cohesion (c), didapat dari hasil pengujian laboratorium.



6.



Sudut Dilatasi ( ), diasumsikan sama dengan nol ( = 0).



7.



Perilaku tanah dianggap elastis.



8.



Tiang.



9.



Material model yang dipilih adalah linier elastis.



(2.30)



II-34



Bab II - Kajian Pustaka



2.8.5 Prosedur Penggunaan Metode Elemen Hingga 1.



Membuka program PLAXIS input.



2.



Memilih proyek baru (New Project).



3.



Penyetelan umum (General Setting). -



Memberikan judul proyek (Title).



-



Memilih model Axysimetry (contoh: Secant Pile, tiang Bored pile, dan Vertikal Drain).



-



Memilih elemen : 6-node atau 15-node.



-



Mengisi acceleration (untuk beban statis nilai X, Y tidak perlu di isi).



-



Menetapkan dimensi dan satuan yang akan dipakai:  Untuk Panjang satuan yang dipakai adalah meter (m).  Untuk Gaya satuan yang dipakai adalah kilonewton (kN).  Untuk Waktu satuan yang dipakai adalah hari (day).  Untuk menetapkan dimensi geometri (Geometri Dimension).  Menetapkan Grid : jarak ditetapkan per 1 meter.



4.



Menggambarkan geometri (Geometry) lapisan (Layer) dan struktur sebanyak 16 layer, menggunaka fasilitas antara lain:



5.



-



Geometry Line.



-



Plate.



-



Imterface Beam dan pemberian beban.



-



Fasilitas lain tergantung konstruksi yang akan dibangun.



Membuat syarat-syarat batas (Boundary Conditions) yaitu jepit (Fixed) dan rol (Rolled).



6.



Memasukkan kelompok permodelan tanah serta permodelan Secant Plie: -



General untuk struktur yaitu: Kelompok Material (Material Data Set), General Properties, Permeability.



-



Parameter untuk struktur yaitu: Kelompok Stiffness, Strength, Alternatives, Velocity.



-



Interaces untuk struktur yaitu: Strength, Real Interfaces Thickness. Material Model : Pilih Mohr-Coulumb. Material Type : - Drained



: Klasifikasi untuk tanah Pasir, Kerikil.



- Undrained : Klasifikasi untuk tanah Lempung. II-35



Bab II - Kajian Pustaka



- Non-Porous: Klasifikasi untuk Beton. 7.



Melakukan perhitungan (Performing Calculation). a) Kelompok general yang terdiri dari:  Calculation Type, yang mempunyai 4 pilihan yaitu: -



Plastic, diikuti dengan Load Advance Ultimate Level.



-



Consolidation, diikuti dengan Automatic Time Stepping.



-



Update Mesh, diikuti dengan Load Advance Ultimate Level.



-



Dynamic Analysis, diikuti dengan Automatic Time Stepping.



b) Kelompok parameter yang terdiri dari:  Control Parameter, yang terdiri dari:  Interactive Procedure, yang terdiri dari: Standard Setting dan Manual Setting.  Loading Input, yang terdiri dari Stage Construction, Minimum Pore Preccure, Incremental Multipliers in Time. c) Kelompok parameter yang terdiri dari:  Show, yang terdiri dari dua pilihan yaitu Input Values dan Reached Values.  Incremental Multipliers yang terdiri dari delapan pilihan yaitu: Mdisp, Mconstr A, Mconstr B, Mload A, Mload B, Mweight, Maccel, Msf.  Total Multipliers yang terdiri dari delapan pilihan yaitu: Mdisp,



Mconstr A, Mconstr B, Mload A, Mload B, Mweight, Maccel, Msf, 8.



Memilih posisi titik node dan stress untuk kurva yang dibutuhkan dan dilanjutkan dengan melakukan perhitungan calculate. 



Melihat hasil perhitungan, sesuai yang dibutuhkan.







Mencetak hasil, yang terdiri dari tabel, gambar dan grafik hubungan sesuai yang dibutuhkan (Manual PLAXIS, Versi 8.2).



II-36