Nabila Khaula - 20180350003 - Proposal Penelitian [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PROPOSAL PENELITIAN



OPTIMASI CROSSLINKING PATI GARUT DAN ALGINAT SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI CANGKANG KAPSUL GELATIN DENGAN CROSSLINKER KALSIUM KLORIDA



Disusun Oleh Nabila Khaula Rahma 20180350003



PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kapsul adalah sediaan padat yang mengandung satu macam bahan obat atau lebih atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam cangkang atau wadah kecil yang umumnya dibuat dari gelatin, (Ansel, 1989). Gelatin dapat berasal dari unsur hewani maupun nabati. Gelatin hewani biasanya didapatkan dari tulang dan kulit sapi atau kerbau, kulit babi, dan kulit ikan. Sedangkan gelatin nabati (vegetable gelatine substitutes) bisa diperoleh dari rumput laut, pati terigu, tepung jagung, dan gluten gandum atau serealia lainnya (Anwar, 2004; Chandrika, 2016; Junianto, 2013; Suptijah, 2012). Gelatin masih merupakan barang impor di Indonesia, dimana negara pengimpor utama adalah Eropa dan Amerika (Rapika, 2016). Gelatine Manufacturers of Europe (GME), salah satu perusahaan penyedia gelatin memaparkan bahwa pada tahun 2018 hampir 80% gelatin yang diproduksi berasal dari kulit babi, 15% berasal dari split (lapisan tipis pada kulit sapi), sedangkan 5% sisa nya berasal dari tulang sapi, ikan, dan babi. (GME, 2018). Penggunaan gelatin babi yang cukup dominan dimungkinkan karena sifatnya yang lebih stabil dan biaya produksi yang lebih ekonomis, menghasilkan lebih sedikit limbah dan waktu pre-treatment yang lebih cepat dibandingkan dengan gelatin sapi (Hermanto 2015). Namun, penggunaan bahan baku gelatin yang berasal dari babi menjadi masalah bagi masyarakat di Indonesia yang mayoritas adalah muslim. Umat muslim dilarang untuk mengonsumsi segala macam produk yang didalamnya terkandung bahan haram. Seperti produk obat-obatan yang telah tercampur dengan bahan haram atau najis seperti babi atau alkohol serta bahan dasar dari hewan yang proses penyembelihannya tidak sesuai syariat islam (Halim, 2012; Norazmi, 2015).



Ayat Al-Qur’an yang menyebutkan makanan atau hewan yang diharamkan oleh Allah Ta’ala adalah sebagai berikut: ‫هّٰللا‬ ‫اغ َّواَل‬ ٍ َ‫اِنَّ َما َح َّر َم َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةَ َوال َّد َم َولَحْ َم ْال ِخ ْن ِزي ِْر َو َمٓا اُ ِه َّل بِ ٖه لِ َغي ِْر ِ ۚ فَ َم ِن اضْ طُ َّر َغي َْر ب‬ ۱۷۳ : ‫﴾عَا ٍد فَٓاَل اِ ْث َم َعلَ ْي ِه ۗ اِ َّن هّٰللا َ َغفُوْ ٌر َّر ِح ْي ٌم ﴿البقرة‬ “Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 173) Peneliti sudah mulai banyak meneliti sumber bahan baku yang bersifat higienis, halal, dan dapat diterima oleh orang muslim (Agustin, 2013). Salah satu bahan yang telah banyak digunakan sebagai alternatif gelatin adalah polisakarida (Suryani, 2015). Beberapa polimer dari polisakarida yang dapat digunakan sebagai pengganti material gelatin dalam drug delivery system diantaranya seperti carrageenan, xanthan gum, maltodekstrin, alginate, chitosan, gellan gum, dan guar gum (Jana et al., 2011). Material polisakarida lain yang dapat digunakan sebagai alternatif gelatin yaitu pati-alginat. Alginat adalah polisakarida yang berasal dari dinding sel rumput coklat Sargassum sp. (Szekalska et al. 2016). Natrium alginat merupakan produk pemurnian karbohidrat yang diekstraksi dari alga coklat (Phaeophyceae) dengan menggunakan basa lemah. Alginat ini diperoleh dari species Macrocystis pyrifera, Laminaria, Aschophyllum dan Sargassum. Alginat telah diketahui merupakan polisakarida yang tidak bersifat toksik, tidak menyebabkan alergi dan bersifat biodegradabel serta biokompatibel. Asam alginat tidak larut dalam air, karenanya yang biasa digunakan dalam industri adalah natrium alginat (Kaban, et al., 2006). Sedangkan pati adalah karbohidrat yang bisa diperoleh dari singkong, kentang, jagung, maupun umbi-umbian (Herawati, 2002).



Dalam penelitian Lopez, dkk menyatakan komposit pati-alginat memberikan hasil swelling yang stabil daripada alginat saja dan porositas kapsul alginat menurun seiring dengan meningkatnya pati yang ditambahkan. Namun hasil realease kurang maksimal dan cenderung cepat karena cangkang kapsul yang dihasilkan terlalu tipis dengan porositas yang cukup tinggi. Hal ini kemungkinan karena tidak adanya crosslinker yang ditambahkan sehingga tidak adanya penghubung antara pati dan alginat yang menyebabkan tekanan mekanik rendah. (Lopez dkk, 2014). Crosslinking adalah salah satu pendekatan paling sering digunakan dalam memperbaiki sifat mekanik serta kestabilan air film pati. Jika crosslinker ditambahkan, maka tingkat swelling air membran dapat diperkecil dan kestabilannya meningkat. Crosslinker juga mempengaruhi besarnya kerapatan rantai polimer karena banyaknya tarikan yang dapat terjadi, sehingga mengurangi fleksibilitas dan menjadi kaku (Berger et al., 2004). Menurut (Choi et al., 2009), ion yang dapat digunakan sebagai agen crosslinking diantaranya adalah Ba2+, Ca2+, Zn2+, Cu2+ atau Fe3+.Agen crosslinking yang digunakan pada penelitian ini adalah Ca 2+ pada senyawa kalsium klorida (CaCl2) dengan variasi konsentrasi. CaCl2 termasuk dalam garam kalsium yang dapat menghambat proses hidrolisis pati dan mempunyai toksisitas yang rendah. Garam kalsium ini mempunyai sifat yang mudah larut dalam air, sehingga dengan adanya CaCl2 dalam larutan maka ion Ca2+ akan memperkuat dinding sel dan akan menghambat hidrolisis yang menyebabkan pemecahan pati, sehingga menghasilkan larutan film yang kompak. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka masalah pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah pati garut dan natrium alginate dengan tambahan kalsium klorida bisa menjadi alternatif bahan baku cangkang kapsul? 2. Bagaimanakah formula optimum cangkang kapsul campuran pati garut dan natrium alginat dengan tambahan kalsium klorida?



3. Bagaimana karakteristik cangkang kapsul yang dihasilkan dari bahan baku pati garut dan natrium alginat dengan tambahan kalsium kloridaa.



C. Keaslian Penelitian Tabel 1. Perbandingan Keaslian Penelitian No 1.



Judul penelitian Pembuatan karakterisasi pati-alginat



Hasil



Persamaan



dan Pada penelitian ini menyatakan Penggunaan kapsul bahwa



perbandingan



Perbedaan pati- Pada



komposisi alginat sebagai bahan mengunakan



dari pati-alginat berpengaruh dalam uji baku cangkang kapsul



ekstraksi rumput laut sifat



mekanik,



cokelat (Sargassum sp.) komposisi



penelitian



Semakin alginate



besar



Mawaddatul



pati-alginat



hanya



sedangkan



penelitian ini menggunakan tambahan crosslinker kalsium klorida



yang



sebagai material drug ditambahkan, maka semakin besar delivery



system. kekuatan tariknya dan semakin



(Karimah, Mawaddatul, kecil swelling airnya. 2.



2016) Sintesis



dan Pada penelitian ini menggunakan Penggunaan



karakterisasi



beads varias



alginate-karboksimetil



Cacl2



menghasilkan



3;



4



daya



dan



5% sebagai



CaCl2 Pada



crosslinker menggunakan



swelling cangkang kapsul



selulosa



dari



batang berturut yaitu 92,64; 85,17; dan



jagung



menggunakan 84,79%, pengukuran diameter yang



variasi



CaCl2. dihasilkan adalah 18,59; 17,69; dan



penelitian



Miftahul beads



Jannah alginate-



karboksimetil selulsoa dari batang jagung sedangkan penelitian ini menggunakan natrium alginate-pati garut.



(Munawwaroh,



16,65%,



sedangkan



hasil



uji



Miftahul Jannah, 2019)



kekuatan mekanik yang dihasilkan adalah 109,71 N; 114,15 N; 119,78



3.



N Cangkang Pada penelitian ini nilai berat Penggunaan pati dan Pada



Pembuatan kapsul alginat coklat



pati



Puspita



laut 33.317,684 g/mol dan dinyatakan baku cangkang kapsul penelitian ini menggunakan pati garut.



(Sargassum bahwa cangkang kapsul pati-alginat dan dengan ditambah crosslinker STPP dan CaCl2



crosslinker STPP dan CaCl2 yang lebih bagus Dari



hasil



swellling



dengan



penambahan CaCl2 memiliki % swelling yang lebih besar dari pada penambahan kedua



STPP.



crosslinker



Dan



pada



didapatkan



pelepasan zat aktif yang paling lama itu pada kapsul 3 : 1.



penggunaan sebagai



adalah crosslinker cangkang



CaCl2 (Yonanda, Adya pada variasi yang sama yaitu 1 : 1. kapsul Puspita, 2019)



Adya



kentang- molekul natrium alginat adalah alginat sebagai bahan menggunakan pati kentang sedangkan



rumput



crassifolium)



penelitian



D. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui apakah pati garut dan natrium alginate dengan tambahan crosslinker



kalsium klorida bisa menjadi alternatif



bahan baku cangkang kapsul 2. Mengetahui formula optimum cangkang kapsul dari campuran pati garut dan natrium alginate dengan tambahan crosslinker kalsium klorida 3. Mengetahui karakteristik cangkang kapsul yang dihasilkan dari bahan baku pati garut dan natrium alginate dengan tambahan crosslinker kalsium klorida E. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi . mengenai manfaat pati garut dan natrium alginat sebagai salah satu alternatif pengganti gelatin dari hewan untuk pembuatan cangkang kapsul alami yang aman dan halal serta memberikan informasi mengenai karakteristik cangkang kapsul yang dibuat dengan bahan pati garut dan alginat menggunakan tambahan crosslinker kalsium klorida (CaCl2).



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kapsul Istilah sediaan kapsul berasal dari Bahasa latin yaitu “capsula” yang artinya kotak kecil (Chaerunissa, dkk, 2009). Kapsul merupakan sediaan padat yang terdiri obat dalam cangkang lunak atau keras yang dapat larut, cangkang kapsul umumnya terbuat dari gelatin bisa juga pati atau bahan lain yang sesuai. (Anonim, 1995). Cangkang kapsul komersial umumnya terbuat dari bahan gelatin yang berasal dari babi atau sapi. Sumber gelatin yang berasal dari babi menjadi masalah untuk kalangan tertentu, khususnya umat muslim karena terkait kehalalannya. Ikan dan unggas dapat dijadikan alternatif sumber gelatin, akan tetapi volume gelatin yang dihasilkan relatif kecil sehingga diperlukan alternatif pengganti gelatin dari bahan non hewani seperti polisakarida (Suryani et al. 2009, Sahilah et al. 2012). Polisakarida yang dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuat cangkang kapsul diantaranya adalah pati, karagenan, alginat, pektin dan gum arab. Pemberian obat dalam bentuk kapsul bertujuan untuk menutupi rasa pahit dan bau yang tidak enak dari obat, untuk melindungi bahan obat yang mudah teroksidasi dan bersifat higroskopis serta untuk lebih memudahkan cara pemakaian karena kapsul dengan air ludah saja sudah menjadi licin sehingga mudah ditelan (Ditjen POM, 1995). Sediaan kapsul memiliki beberapa keuntungan sediaan diantaranya: (Augsburger, 2000). a. Mudah untuk ditelan. b. Dapat menutupi rasa dan bau yang tidak enak dari bahan obat. c. Dapat digunakan untuk menggabungkan beberapa jenis obat pada kebutuhan yang mendadak.



d. Mudah dalam penyiapan karena hanya sedikit bahan tambahan dan tekanan yang dibutuhkan. e. Dapat digunakan untuk menggabungkan beberapa jenis obat pada kebutuhan yang mendadak. f. Bentuknya menarik dan praktis. g. Bahan obat terlindung dari pengaruh luar (cahaya, kelembaban). h. Kapsul dapat diisi dengan cepat karena tidak memerlukan bahan tambahan atau pembantu seperti pada pembuatan pil dan tablet i. Dokter dapat mengkombinasikan beberapa macam obat dan dosis yang berbeda beda sesuai kebutuhan pasien. Disamping memiliki keuntungan, sediaan kapsul juga memiliki kerugian diantaranya: (Augsburger, 2000). a. Peralatan pengisi kapsul mempunyai kecepatan yang lebih lambat dibanding mesin pencetak tablet tidak dapat digunakan untuk zatzat yang mudah menguap karena pori-pori kapsul tidak dapat menahan penguapan. b. Kapsul tidak cocok untuk bahan obat yang dapat mengembang. c. Tidak dapat digunakan untuk zat-zat yang dapat bereaksi dengan cangkang kapsul. d. Tidak dapat digunakan untuk zat-zat yang higroskopis. e. Tidak dapat diberikan pada balita dan tidak bisa dibagi-bagi B. Jenis-Jenis Kapsul a. Kapsul Cangkang Keras (Hard Capsules) Kapsul cangkang keras (Hard Capsules) mengandung gelatin, air dan gula. Pada cangkang keras menggunakan gelatin yang mempunyai kekuatan gel relatif tinggi dibandingkan pada kapsul cangkang lunak. Kapsul gelatin keras dibuat dengan cara mencelupkan pin (alat pembentuk kapsul) ke dalam larutan gelatin, lalu dikeringkan, dirapikan dan dilepaskan dari pin. Setelah itu, pada bagian induk dan tutup kapsul dilekatkan (Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).



Kapsul cangkang keras biasanya diisi dengan serbuk, butiran, atau granul. Bahan semi padat atau cairan juga dapat diiisikan pada kapsul cangkang keras namun perlu teknik penutupan khusus untuk mencegah terjadi kebocoran kapsul. (Ditjen POM, 1995). Cangkang kapsul diberi warna yang bertujuan untuk membedakan tiap jenis obat dan agar terlihat menarik. Cangkang kapsul harus disimpan dalam wadah gelas yang kedap udara, terlindung dari debu, temperatur yang ekstrim (panas) dan kelembaban (Anief, 1995). Cangkang kapsul keras dapat menampung isi antara 65 mg – 1 g bahan serbuk, termasuk bahan obat dan bahan pengencer lainnya (Augsburger, 2000). Tabel 2. Ukuran kapsul (Augsburger, 2000). Ukuran 000 00 0 1 2 3 4 5



Volume(ml)



Bobot isi pada densitas



1,37 0,95 0,68 0,50 0,37 0,30 0,21 0,13



0,8g/cm3 1,096 0,760 0,544 0,400 0,29 0,240 0,168 0,104



b. Kapsul Cangkang Lunak (Soft Capsules) Kapsul cangkang lunak mengandung gelatin, plasticizer, dan material lain seperti pewarna. Fungsi dari plasticizer adalah untuk membuat cangkang kapsul menjadi lunak dan elastis. Penggunaan plasticizer sekitar 30%. Plasticizer yang paling sering digunakan adalah gliserin. Penggunaan plasticizer berpengaruh pada kekerasan kapsul (Bhatt dan Agrawal, 2007). Cangkang kapsul mengandung air dengan kadar 10-15% menurut Farmakope Indonesia edisi IV dan kadar 12-16% menurut



Syamsuni (2006). Hal tersebut bertujuan untuk mencegah cangkang kapsul menjadi lunak dan melengket atau sukar dibuka karena dapat menyerap air dari udara yang lembab, tetapi bila udara terlalu kering juga dapat menyebabkan cangkang kapsul kehilangan air sehingga rapuh dan mudah pecah, penyimpanan cangkang kapsul harus tepat. Penyimpanan cangkang kapsul yang baik yaitu: 1. Tidak terlalu lembab atau dingin. 2. Terbuat dari botol-gelas, tertutup rapat (vakum) dan diberi bahan pengering (silika gel). 3. Terbuat dari alumunium-foil dalam blister atau strip. (Syamsuni, 2006) C. Tanaman Garut (Maranta arundinacea Linn.) Tanaman garut (Maranta arundinacea Linn.) secara umum disebut Arrowroot, artinya tumbuhan yang mempunyai akar rimpang (umbi) berbentuk seperti busur tanah. Tanaman garut berasal dari Amerika tropik yang kemudian menyebar ke daerah tropik. Daerah penyebaran tanaman garut merata meliputi Sri Lanka, India, Australia, Hawai, Filipina termasuk Indonesia. Di Indonesia, tanaman garut tersebar diberbagai daerah seperti Sumatra, Jawa, Maluku, dan Sulawesi. Tanaman garut tumbuh liar di kebun-kebun atau diusahakan secara kecil-kecilan di pekarangan rumah dan di kebun buah-buahan. Sebagian besar tanaman ini terdapat di Pulau Jawa terutama di Jawa Tengah (Koswara, 2013). Tanaman garut tumbuh baik pada lahan dengan ketinggian 0-900 dpl (diatas permukaan laut) dan paling baik pada ketinggian 60-90 m. Masa panen tanaman garut berlangsung dari bulan Mei hingga Agustus. Tanaman ini tidak membutuhkan perawatan khusus dan kasus hama penyakit yang menjangkit relatif sedikit (Rukmana, 2000). Tanaman garut dikenal dengan nama daerah yang berbedabeda, misalnya sagu rare (Minangkabau), sagu (Palembang), sagu banban (Batak Karo), labia walanta (Gorontalo), sagu andrawa (Nias),



larut/pata sagu (Sunda), arut/ jelarut/ irut/ larut/ garut (Jawa Timur), dan huda sula (Ternate) (Djaafar et al., 2010). Secara sistematika (Taksonomi) tumbuh-tumbuhan, kedudukan tanaman garut diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Zingiberales Famili : Marantaceae Genus : Maranta Spesies : Maranta arundinaceae Linn.



(a) (b) Gambar 1. Gambar (a) Tanaman garut dan Gambar (b) Umbi Garut (Rukmana, 2000). Tanaman



garut (Maranta



tanaman tahunan yang m dengan



batang



arundinacea Linn.) merupakan



tegak, berumpun, tingginya mencapai 1–1,5 berdaun



dan



memiliki



percabangan



menggarpu (Rukmana, 2000). Batang tanaman garut berbentuk semu, bulat, membentuk rimpang dan berwarna hijau dengan tinggi 75-90 cm. Daunnya tunggal, bulat memanjang, bertulang menyirip, ujung runcing, lebar 4,5 cm berpelepah, panjang 10-27 cm, berwarna hijau, dan berbulu. Bunga majemuk berbentuk tandan, kelopaknya berwarna hijau muda, mahkotanya berwarna putih, buahnya memiliki garis tengah 1 cm, berbentuk kotak agak bulat dengan bulu



menyelimuti badan buah (Soedibyo, 1995). Umbi garut berbentuk silinder berwarna



putih



berwarna coklat muda,



ditutupi



dengan



kulit



yang bersisik



(Anwar, 1999) Adapun komposisi kimia



pada umbi garut dapat dilihat pada Tabel 2 Tabel 3. Komposisi kimia umbi garut Komposisi Pati Air Protein Lemak Serat



Jumlah(%) 19,4 – 21,7 0,6 – 2,2 69 – 72 0,1 – 0,3 1–3 Sumber : Rukmana, (2000)



D. Pati Garut Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan αglikosidik yang terdiri dari dua fraksi yaitu amilosa dan amilopektin. Amilopektin memiliki sifat alir dan daya kopresibilitas yang kurang baik, tetapi memiliki sifat granuler yang mengembang dan daya pengikat yang baik, sehingga sangat berpotensi untuk dijadikan bahan baku pembuatan cangkang kapsul pengganti gelatin (Oktavia et al. 2013). Pati dapat digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan cangkang kapsul karena memiliki sifat yang menyerupai plastik dari polimer minyak bumi dan elastis. Pembentukan cangkang kapsul dari pati menggunakan prinsip gelatinisasi. Gelatinisasi merupakan peristiwa pembengkakan granula di dalam sel tumbuhan yang disebabkan karena terserapnya air sehingga membentuk gel (Selpiana, 2015) Pati garut merupakan polimer karbohidrat yang disusun dalam tanaman oleh interaksi antarmolekul protein pembentuk gluten, yaitu dengan ikatan disulfida dan ikatan hidrogen maupun ikatan ionik (Belitz dkk, 1986). Tepung garut diolah dari umbi garut dengan suatu proses pemisahan granula-granula pati dari umbinya. Granula



pati tersebut terikat di dalam sel-sel beserta bahan lain pembentuk protoplasma seperti karbohidrat terlarut, lemak dan lain-lain (Mariati, 2001). Umumnya pengolahan pati dari bahan umbi-umbian adalah melalui proses pemarutan, pemerasan, penyaringan, pengendapan pati, pengeringan dan finishing. Kadar air pati garut menurut standar mutu berdasarkan SNI 01-6057- 1999, yaitu maksimal sebesar 16% (b/b) (Firdaus, 2016). Proses memperoleh pati garut yaitu dimulai dari mencuci bersih umbi garut lalu diparut atau digiling menggunakan mesin penggiling



tujuannya



untuk



menghancurkan



dinding



sel



dan



memisahkan granula-granula pati dari bahan yang tidak terlarut seperti kotoran dan bahan penyusun dinding sel. Lalu, dilakukan pemerasan dan penyaringan hingga diperoleh larutan pati. Larutan pati diendapkan



dan



dibuang



airnya.



Pati



basah



dicuci



dengan



menambahkan air, dengan diaduk dan diendapkan kembali sampai beberapa kali. Tujuan pencucian pati adalah untuk memperoleh pati yang berwarna putih. Selanjutnya dilakukan pengeringan untuk mengurangi kadar airnya sampai batas tertentu. Tahap terakhir adalah finishing yaitu proses pengayakan untuk mendapatkan butiran pati yang halus (Mariati, 2001; Djafaar et al., 2010) E. Alginat Dalam industri farmasi alginat dimanfaatkan untuk bahan pembuatan pelapis kapsul dan tablet, bahan pengikat, dan zat tambahan



pembuatan



sediaan



obat



dalam



obat-obatan



cair



(Anggadiredja et al, 2006). Alginat adalah salah satu jenis polisakarida yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan cangkang kapsul dan juga bisa menjadi bahan untuk memperbaiki sifat fisik dan mekanik dari cangkang kapsul dikombinasikan dengan polisakarida lain (Purwoto et al., 2016). Alginat diperoleh dari alga coklat (Phaeophyceae) spesies Macrocystis pyrifera, Laminaria, Aschophyllum dan Sargassum. Alginat telah diketahui merupakan polisakarida yang tidak bersifat



toksik, tidak menyebabkan alergi dan bersifat biodegradabel serta biokompatibel. Alginat merupakan bentuk garam dari asam alginat (Biopolymer F.M.C, 2003). Asam alginat tidak larut dalam air, karenanya yang biasa digunakan dalam industri adalah natrium alginat (Kaban, et al., 2006). Natrium alginat memiliki rumus molekul yaitu (C6H7O6Na)n (Yunizal 2004). Salah satu sifat dari natrium alginat adalah mempunyai kemampuan membentuk gel dengan penambahan larutan garam-garam kalsium. Pembentukan gel ini disebabkan oleh terbentuknya kelat antara rantai L-guluronat dengan ion kalsium. (Straccia, et al., 2015).



Gambar 2. Struktur kimia natrium alginat Tabel 4. Karakteristik natrium alginate (Sumber: IRO Alginat Industry, 2010) Parameter Bentuk, warna dan bau



Deskripsi Serbuk atau serat, berwarna putih atau kekuningan, tidak berbau



Kelarutan dalam air Kadar air Densitas Panas pembakaran Titik leleh pH



dan tidak berasa 0,3% 16,86% 874 kg/m3 2,5 kal/g >300°C 6-8



F. Crosslink (Ikatan Silang) Crosslink merupakan ikatan-ikatan yang menghubungkan rantai polimer dengan rantai polimer lain. Saat rantai polimer bergabung karena adanya crosslinks, maka rantai polimer tersebut akan



kehilangan sebagian kemampuannya untuk bergerak seperti rantai polimer individunya (Lisensi Dokumen Bebas GNU, 2008) Metode crosslinking bertujuan untuk menghasilkan pati yang tahan terhadap tekanan mekanis dan untuk mencegah penurunan viskositas selama proses pemasakan (Maulani et al., 2013). G. Uji Spesifikasi Cangkang Kapsul Uji Spesifikasi dilakukan dengan mengamati panjang, diameter, ketebalan, berat, dan volume cangkang kapsul. Pengukuran panjang dan diameter cangkang kapsul dilakukan dengan mengukur dibagian badan dan tutup cangkang kapsul. Pengukuran ketebalan dan berat satuan cangkang kapsul dilakukan secara utuh. Sedangkan pengukuran volume dilakukan pada badan cangkang kapsul, karena pada umumnya bahan obat dimasukkan kedalam badan cangkang sebelum ditutup dengan tutup kapsul. Pengukuran



panjang



dan



diameter



cangkang



kapsul



menggunakan jangka sorong. Ketebalan cangkang kapsul diukur menggunakan



mikrometer.



Berat



cangkang



kapsul



ditimbang



menggunakan neraca analitik. Volume cangkang kapsul diukur menggunakan buret (Suptijah, 2012). H. Uji Swelling Air Derajat swelling berkaitan dengan penyerapan air oleh sistem polimer dengan naiknya volume air. Meskipun demikian, swelling dapat tetap terjadi tanpa dilarutkan dalam air apabila polimer tersebut tidak sesuai atau tidak larut dalam air. Hal tersebut dapat terjadi akibat panjang rantai polimer terlalu besar atau dikarenakan crosslinker yang digunakan untuk membentuk jaringan polimer (Siegel and Rathbone, 2012). Proses swelling dianalogikan dengan osmosis, dimana air memasuki poilmer dengan cepat, sementara itu proses disolusi melambat karena kecenderungan rantai polimer untuk terurai. Kemampuan swelling polimer bergantung pada kompatibilitas air dengan polimer, hidrofilitas polimer, dan massa jenis crosslinker



diantara rantai polimer (jika ada). Apabila swelling terjadi secara cepat, maka difusi obat melalui polimer yang swelling merupakan proses yang mengontrol drug release. Namun apabila laju swelling rendah maka bisa jadi proses swelling mengontrol laju drug release (Siegel and Rathbone, 2012). Persamaan yang digunakan untuk mengetahui derajat swelling adalah: Derajat swelling=



(W basah−W kering ) x 100 % W kering



W adalah massa material membran saat basah (Wbasah) dan kering (Wkering) dalam satuan gram (Kaban et al., 2006) I. Uji Waktu Hancur Uji waktu hancur digunakan untuk menguji kapsul keras maupun kapsul lunak. Waktu hancur ditentukan untuk mengetahui waktu yang diperlukan oleh kapsul yang bersangkutan untuk hancur menjadi butiran-butiran bebas yang tidak terikat oleh satu bentuk (Ditjen POM, 1979). Uji waktu hancur menggunakan alat yang dikenal dengan nama Desintegration Tester (FI IV). Alat yang digunakan untuk melakukan uji waktu hancur diantaranya adalah rangkaian keranjang yang terdiri dari 6 tabung transparan yang panjang masing-masingnya 77,5 mm + 2,5 mm dengan diameter dalam 21,5 mm dan tebal dinding lebih kurang 2 mm, kedua ujungnya terbuka. ujung bawah tabung dilengkapi dengan suatu kasa baja tahan karat dengan diameter lubang 0,025 inchi (ukuran 10 mesh nomor 23); gelas piala berukuran 1000 ml yang berisi media cair. volume cairan dalam wadah sedemikian sehingga pada titik tertinggi gerakan ke atas, kawat kasa berada paling sedikit 2,5 cm di bawah permukaan cairan dan pada gerakan ke bawah berjarak tidak kurang 2,5 cm dari dasar wadah; hermostat yang berguna untuk memanaskan dan menjaga suhu media cair antara 35° 39° C dan alat untuk menaikturunkan keranjang dalam media cair dengan frekuensi 29 kali hingga



32 kali per menit. Menurut FI III, waktu hancur kapsul adalah tidak lebih dari 15 menit. J. Scanning Electron Microscopy (SEM) SEM (Scanning Electron Microscopy) adalah analisis untuk penggambaran sampel dengan perbesaran hingga puluhan ribu kali. Dengan analisis SEM dapat melihat ukuran partikel yang tersebar pada sampel. SEM bekerja dengan memanfaatkan elektron sebagai sumber cahaya untuk menembak sampel . (Ige, et al., 2013). SEM dimanfaatkan untuk melihat topografi permukaan suatu sampel dan ukuran sampel. Hasil yang diperoleh berupa scanning electron micrograph yang memiliki bentuk tiga dimensi berupa foto. Umumnya SEM memiliki perbesaran 1.000 – 40.000 kali (Cahyana, 2014). Cara kerja dari SEM adalah sinar dari lampu dipancarkan pada lensa kondensor, sebelum masuk pada lensa kondensor ada pengatur dari pancaran sinar elektron yang ditembakkan. Sinar yang melewati lensa kondensor diteruskan lensa objektif yang dapat diatur maju mundurnya. Sinar yang melewati lensa objektif diteruskan pada spesimen yang diatur miring 23 pada pencekamnya, spesimen ini disinari oleh deteksi x-ray yang menghasikan sebuah gambar yang diteruskan pada layar monitor (Respati, 2008). K. Fourier-Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) Fourier Transformed Infrared (FTIR) merupakan salah satu alat atau instrument yang dapat digunakan untuk mendeteksi gugus fungsi, mengidentifikasi senyawa dan menganalisis campuran dari sampel yang dianalisis tanpa merusak sampel. Daerah inframerah pada spektrum gelombang elektromagnetik dimulai dari panjang gelombang 14000 cm-1 hingga 10-1. Berdasarkan panjang gelombang tersebut daerah inframerah dibagi menjadi tiga daerah, yaitu IR dekat (140004000 cm-1 ) yang peka terhadap vibrasi overtone, IR sedang (4000-400 cm-1 ) berkaitan dengan transisi energi vibrasi dari molekul yang memberikan informasi mengenai gugus-gugus fungsi dalam molekul tersebut, dan IR jauh (400-10 cm-1 ) untuk menganalisis molekul yang



mengandung atom-atom berat seperti senyawa anorganik tapi butuh teknik khusus (Schechter, 1997; Griffiths dan Chalmers, 1999). Biasanya analisis senyawa dilakukan pada daerah IR sedang (Tanaka dkk, 2008). Prinsip kerja FTIR adalah interaksi antara energi dan materi. Infrared yang melewati celah ke sampel, dimana celah tersebut berfungsi mengontrol jumlah energi ysng disampaikan kepada sampel. Kemudian beberapa infrared diserap oleh sampel dan yang lainnya di transmisikan melalui permukaan sampel sehingga sinar infrared lolos ke detektor dan sinyal yang terukur kemudian dikirim ke komputer dan direkam



dalam



bentuk



puncak-puncak



(Thermo,



2001).



Spektrofotometer FTIR merupakan alat yang dapat digunakan untuk identifikasi senyawa, khususnya senyawa organik, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. a. Analisis kualitatif Analisis kualitatif dengan spektroskopi FTIR secara umum digunakan untuk identifikasi gugus-gugus fungsional yang terdapat dalam suatu senyawa yang dianalisis (Silverstein dan Bassler, 1998). b. Analisis kuantitatif Analisis kuantitatif dengan spektroskopi FTIR secara umum digunakan untuk menentukan konsentrasi analit dalam sampel.



L. Kerangka Konsep



Cangkang kapsul gelatin Aspek halal haram



Penambahan CaCl2 sebagai crosslinker Formulasi cangkang kapsul Gambar 2. Kerangka Konsep M. Hipotesis



Pencetakan



1. Pati garut dancangkang natrium alginate kapsul dengan tambahan kalsium klorida bisa menjadi alternatif bahan baku cangkang kapsul 2. Didapatkan formulacangkang optimumkapsul cangkang kapsul campuran pati garut Evaluasi dan natrium alginat dengan tambahan kalsium klorida 3. Dapat diketahui karakteristik cangkang kapsul yang dihasilkan dari



Uji spesipikasi cangkang



Uji swelling Uji waktu bahan baku pati garut dan natrium alginat dengan tambahan Uji SEM Uji FTIR air hancur kalsium klorida.



BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini dilakukan secara eksperimental laboratoris yang meliputi pembuatan cangkang kapsul pati garut dan alginat dengan crosslinker



kalsium klorida (CaCl2), evaluasi cangkang kapsul



meliputi uji spesifikasi, uji swelling air, uji waktu hancur, uji Scanning Electron Microscopy (SEM), dan uji fourier-transform infrared spectroscopy (FTIR). B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Formulasi, pencetakan, uji spesifikasi, uji waktu hancur, uji swelling cangkang kapsul dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Teknologi Farmasi Universitas Muhamadyah Yogyakarta, uji spektroskopi spectroscopy



menggunakan (FTIR)



dilakukan



fourier-transform di



Laboratorium



infrared Kualitas



Lingkungan Universitas Islam Indonesia dan uji morfologi menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) dilakukan di Laboratorium PT Glabs Indonesia Utama Bandung. 2. Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2021 – Februari 2022. C. Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Variabel bebas Variabel bebas pada penelitian ini adalah variasi proporsi bahan baku yang digunakan yaitu pati garut : natrium alginat : CaCl2 2.



Variabel terikat Variabel terikat pada penelitian ini adalah uji spesifikasi, uji waktur hancur, uji swelling air, uji morfologi menggunakan



Scanning Electron Microscopy (SEM) dan fourier-transform infrared spectroscopy (FTIR). D. Definisi Oprasional 1. Optimasi Optimasi adalah suatu proses mengoptimalkan sesuatu hal yang sudah ada, ataupun merancang dan membuat sesusatu secara optimal untuk mencapai hasil yang ideal atau nilai efektif yang dapat dicapai. E. Instrumen Penelitian 1. Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah waterbath (MEMMERT), Scanning Electron Microscopy (SEM) (Phenom pro X) , timbangan analitik (METTLER TOLLEDO AL204), spatula, cetakan kapsul, beaker glass (IWAKI CTE33), beaker glass (IWAKI



CTE33),



jangka



sorong



(KRISBOW



KW06-357),



disintegration tester (ERWEKA D-63150 Type ZT 222), gelas ukur (IWAKI Pyrex), gunting, fourier-transform infrared spectroscopy (FTIR) (ALPHA II) dan almunium foil. 2. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati garut, natrium alginat, gliserin, kalsium klorida (CaCl 2), aquadest dan vaselin putih. F. Cara Kerja 1. Formulasi Cangkang Kapsul Tabel.5 Rancangan Formula Formula



I II III IV



Pati



Alginat



Garut 10 gram 5 gram 0 gram 10 gram



0 gram 5 gram 10 gram 0 gram



Bahan Gliserin 2 ml 2 ml 2 ml 2 ml



CaCl2



Aquadest



0,15 gram 0,15 gram 0,15 gram 0,20 gram



Ad 100 ml Ad 100 ml Ad 100 ml Ad 100 ml



V VI VII VIII IX X XI XII



5 gram 0 gram 10 gram 5 gram 0 gram 10 gram 5 gram 0



5 gram 10 gram 0 gram 5 gram 10 gram 0 gram 5 gram 10 gram



2 ml 2 ml 2 ml 2 ml 2 ml 2 ml 2 ml 2 ml



0,20 gram 0,20 gram 0,25 gram 0,25 gram 0,25 gram 0,30 gram 0,30 gram 0,30 gram



Ad 100 ml Ad 100 ml Ad 100 ml Ad 100 ml Ad 100 ml Ad 100 ml Ad 100 ml Ad 100 ml



Pada penelitian ini dilakukan pembuatan cangkang kapsul keras. Langkah pertama dalam pembuatan cangkang kapsul adalah membuat campuran 1 dengan menimbang natrium alginat lalu dilarutkan dengan 25 ml aquadest hingga homogen dalam beaker glass. Selanjutnya membuat campuran 2 dengan menimbang pati garut dan 2 ml gliserin lalu dilarutkan dengan 25 ml aquadest hingga homogen dalam beaker glass. Setelah itu membuat campuran 3 dengan menimbang kalsium klorida (CaCl2) lalu dilarutkan dengan 30 ml aquadest hingga homogen dalam beaker glass. Selanjutnya campuran 1, 2 dan 3 dicampurkan, ditambahkan aquadest hingga 100 ml dan diaduk hingga homogen. 2. Pencetakkan Cangkang Kapsul Pencetakkan cangkang kapsul diawali dengan memanaskan komposit pada waterbath dengan suhu 70-80 ˚C selama 1 jam dengan diaduk tiap 30 menit sekali. Lalu, cetakan kapsul diolesi vaselin putih. Selanjutnya, cetakan kapsul yang sudah diolesi dengan vaselin putih dicelupkan ke dalam komposit cangkang kapsul. Setelah itu, didiamkan pada suhu kamar selama 24 jam hingga kering (Dalimunthe, 2019). 3. Evaluasi Cangkang Kapsul a. Uji Spesifikasi Cangkang Kapsul Uji spesifikasi dilakukan dengan mengamati panjang, diameter, dan berat cangkang kapsul (Suptijah, 2012). Panjang dan diameter dilakukan untuk mengukur badan dan tutup cangkang kapsul. Sedangkan berat satuan dilakukan untuk



mengukur cangkang kapsul utuh (Suptijah, 2012). Pada panjang dan diameter dari cangkang kapsul diukur dengan menggunakan jangka sorong. Sedangkan berat cangkang kapsul ditimbang menggunakan neraca analitik. (Suptijah, 2012). b. Uji Waktu Hancur Uji waktu hancur dilakukan dengan cara memasukkan enam kapsul ke dalam keranjang pada alat disintegration tester yang berisi media air dengan suhu 37±2ºC. Keranjang berisi kapsul dinaik turunkan sebanyak 30 kali secara teratur tiap menit. Disiapkan stop watch, bersamaan dengan alat uji dinyalakan, waktu hancur mulai dihitung. Hentikan stop watch pada saat tidak ada lagi partikel tersisa di dalam keranjang uji dan dicatat berapa lama waktu hancur kapsul tersebut. (Depkes RI, 2014). c. Uji Swelling Air Uji swelling air dilakukan dengan cara mengambil 6 cangkang kapsul lalu direndam dalam 100 ml aquadest dengan suhu selama kurang lebih 1 jam pada suhu 37°C. Sampel cangkang kapsul yang telah menyerap air kemudian dipisahkan menggunakan kertas saring lalu di timbang untuk di hitung % swelling.



Besarnya



derajat



swelling



dapat



dihitung



menggunakan persamaan: Q=



Wt−Wo x 100 % Wo



Keterangan: Q = derajat swelling Wt = massa cangkang kapsul yang telah menyerap air (gram) Wo= massa cangkang kapsul sebelum menyerap air (gram) (Katime, 2010).



d. Uji Scanning Electron Microscopy (SEM) Cangkang



kapsul



yang



kualitasnya



paling



baik



dianalisis struktur morfologi permukaan atau penampang melintangnya menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). Cangkang kapsul dipotong berbentuk balok dengan ukuran 3 x 3 x 2, kemudian ditempelkan pada specimen holder dengan diameter 1 cm dan tebal 0,5 cm. Setelah itu, specimen holder dibersihkan dengan aseton dan diolesi dengan pasta dotite lalu ditempelkan dengan karbon type yang berfungsi sebagai alas sampel agar tidak terjadi charging karena elektron terkena induksi. Terakhir, sampel cangkang kapsul dimasukkan ke dalam fine coat agar analisis SEM dapat dilakukan sehingga dapat diperoleh mikroskopi dari permukaan atau penampang lintang cangkang kapsul pembesaran 100x hingga 10.000x (Dixit dan Kulkarni, 2012). e. Uji fourier-transform infrared spectroscopy (FTIR) Uji fourier-transform infrared spectroscopy (FTIR) bertujuan untuk melihat



gugus fungsi. Sampel cangkang



kapsul yang akan dianalisis dihaluskan, lalu ditambahkan dengan KBr. Pengukuran dilakukan pada bilangan gelombang 4000-500 cm-¹ (Oprea, et al., 2013).



G. Skema Langkah Kerja



Formulasi kapsul pati garut-alginat dengan crosslinker CaCl2 Pencetakkan cangkang kapsul Kapsul pati-alginat Uji spesifikasi cangkang



Uji waktu hancur



Uji swelling air



Panjang, diameter, dan berat cangkang kapsul



Rata-rata waktu hancur



Derajat swelling



Kapsul pati-alginat optimum Uji SEM



Uji FTIR



Morfologi



Gugus fungsi



Gambar 3. Skema Langkah kerja H. Analisisis Data a. Uji Spesifikasi Cangkang Kapsul Uji spesifikasi dilakukan untuk mengetahui rata-rata panjang, diameter, dan



berat cangkang kapsul agar memenuhi



syarat. Uji spesifikasi cangkang kapsul mengacu pada standar spesifikasi cangkang kapsul PT. Kapsulindo atau cangkang kapsul komersil berukuran 00. Tabel 6. Standar spesifikasi cangkang kapsul Ukura



Berat(mg)



Panjang(mm)



Diameter (mm)



n



Min



Max



Rerat



Kapsul 00



Badan



Tutup



Utuh



Badan



Tutup



19,50



11,50



23,30



8,153



8,509



-



-



-



-



20,50



12,50



24,45



0,1



a 110



130



120



-



b. Uji Waktu Hancur Syarat ideal uji waktu hancur cangkang kapsul menurut Farmakope Indonesia edisi V adalah kurang dari 15 menit. c. Uji Swelling Derajat swelling berguna untuk mengetahui seberapa besar pembengkakan yang terjadi oleh cairan (terutama air) sehingga dapat dijadikan parameter dasar pemilihan material yang cocok sebagai



kopolimer.



Derajat



swelling



yang



sangat



tinggi



mengindikasikan material tersebut telah mengalami perubahan struktural akibat menyerap cairan. Karakter swelling dipengaruhi oleh crosslinking agent. Semakin besar rasio crosslinking agent, maka struktur kopolimer akan semakin rapat, sehingga molekul air sulit masuk pada kopolimer. Hal tersebut mengakibatkan derajat swelling berkurang dibandingkan dengan kopolimer yang sama dengan rasio crosslinking agent lebih rendah (Wenten, 1999). d. Uji Scanning Electron Microscopy (SEM) Uji Scanning Electron Microscopy (SEM) dilakukan untuk mengetahui morfologi permukaan atau penampang melintang dari cangkang kapsul. e. Uji fourier-transform infrared spectroscopy (FTIR) Uji fourier-transform infrared spectroscopy (FTIR ) dilakukan untuk mengamati gugus fungsi yang terbentuk dari formulasi cangkang kapsul.



0,1