7 0 652 KB
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN NEFROTIC SYNDROME
URINARY SYSTEM TUTOR 1
1.
Fatia Huriati
220110090001
2.
Annisa Martiana
220110090002
3.
Pisca Octiany Poetri
220110090003
4.
Twenty Simanjutak
220110090004
5.
Riva Safitri
220110090005
6.
Melawati
220110090006
7.
Yuli Wahyuni
220110090007
8.
Mimin Minkhatul Maula
220110090008
9.
Devi Shahifatun Hasanah
220110090009
10. Annisa Nur Pratiwi
220110090135
11. Ajeng Cahyaningtyas
220110090017
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJAJARAN 2012
CHAIR
: TWENTY SIMANJUNTAK
SCIBER 1
: AJENG CAHYANINGTYAS
SCIBER 2
: ANISA MARTIANA
Ananda 5 tahun, BB 28 kg dibawa ke Unit Kesehatan Anak dalam keadaan anasarka. Menurut penuturan ibunya, sekitar 1 bulan yang lalu Ananda mengalami bengkak pada periorbita terutama pada saat bangun tidur dan secara perlahan akan hilang saat menjelang sore, keadaan ini berlanjut hingga beberapa hari yang kemudian belakangan bengkak ini tidak hilang walaupun sampai sore. Ananda perna dibawa ke Puskesmas dan diberi obat berbentuk tablet kecil-kecil berwarna hijau, tetapi bengkak juga hilang, dan mulai 1 minggu belakangan ini belakangan ini bengkaknya makin hebat bahkan mulai kemarinibunya mulai menyadari kemaluan anaknya pun bengkak. Dari pemeriksaan fisik didapatkan ascites (+), TD 130/90 mmHg, HR 112 x/mnt, RR 30 x/mnt, rasio inspirasi : ekspansi 1:1, suara paru : rales (-), wheezing (-), dari pemeriksaan lebih lanjut didapatkan urin keruh, hasil pemeriksaan laboratorium protein urin (++++), serum cholesterol : 0,9 %, Ht : 44%, Hb : 13 Gr %, produksi urine 750 ml/24 jam.
A. STEP 1 1. Asites : edema pada abdomen atau peritoneum karena penumpukan cairan. 2. Anasarka : pembengkakan keseluruhan di seluruh wajah, edema hebat. 3. Bengkak periorbita : bengkak lapisan disekitar lapisan mata. 4. Serum kolesterol : kolesterol dalam darah. 5. Ralles : surnya putus-putus karena cairan/eksudat. 6. Wheezing : mengakibatkan penyempitan sel nafas. 7. Serum kreatinin : kadar kreatinin dalam urin (pemecahan fosfat). 8. Serum albumin : albumin (protein) dalam darah untuk mempertahankan cairan, untuk nutria sel darah. 9. Obat kecil-kecil tablet hijau : untuk menurunkan tingkat bengkak (kortikosteroid).
10. Hematrokit : perbandingan sel-sel darah merah dan plasma. 11. Rasi inspirasi : ekspirasi adallh proses menghirup dan mengeluarkan oksigen. Perbandingan antara waktu untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi.
B. STEP 2 1. Apakah penyebab timbulnya anasarka? 2. Berapa nilai normal test laboratorium ? 3. Kenapa bengkak di periorbita dan kenapa bengkaknya pada pagi hari ? 4. Apakah berat badannya normal ? 5. Apa etiologi dari kondisi tersebut ? 6. Berapakah derajat asites ? 7. Kenapa bisa terjadi asites ? 8. Apakah tablet kecil hijau itu menyebabkan efek samping ? 9. Apakah ada efek samping obat ke bengkak kelamin ? 10. Berpakah lama waktu penyebaran bengkak ? 11. Apa yang dimaksud rasio inspirasi dan ekspirasi 1:1 ? apa ada hubungan dengan asites ? 12. Penanganan apa yang tepat untuk kasus ini ? 13. Apakah diperlukan restriksi cairan ? 14. Apakah HR, RR tinggi apakah ada gangguan respirasi dan apa kaitannya ? 15. Nutrisi apa yang baik ? 16. KDM apa yang tidak terpenuhi ? 17. Faktor predisposisi apa pada klien yang dapat menyebabkan gangguan ini ? 18. Prioritas mana dulu yang harus dilakukan ? 19. Apakah tepat diberikan cairan manitol ? 20. Perhatian khusus apa yang diberikan ? 21. Bagaimana cara menghitung cairan ? 22. Apakah tindakan pembedahan mungkin atau tidak ? 23. Peran perawat apa yang tepat untuk keluarga ? 24. Apakah faktor genetik yang menyebabkan penyakit ini ?
25. Persiapan apa saja untuk sebelum operasi dan setelah istirahat ? 26. Pengkaian dan test diagnostic apa yang diperlukan untuk penyakit ini ? 27. Komplikasi apa yang dapat terjadi ? 28. Apa edema yang terjadi pada klien ini dapat membahayakan ? 29. Risiko kekambuhan ? 30. Tindakan pengkajian yang perlu (inspeksi,palpasi, auskultasi, perkusi) ? dan seperti apa cara memeriksanya ? 31. Apakah ada hubungan dengan penurunan fungsi ginjal yang dapat menyebabkan edema ? 32. Diagnosa banding yang mungkin untuk penyakit ini ? 33. Pengaruh hospitalisasi yang terjadi pada anak ini ? 34. Apakah ada kerusakan pada glomerulus ? 35. Pendidikan kesehatan yang diperlukan ? 36. Apa manifesasi klinis yang khas pada penyakit ini ? 37. Hal apa yang menyebabkan kelamin klien menjadi bengkak ? 38. Nilai normal, pengertian serta pengaruh tekanan hidrostatik, omkotik, dan bagaimana cara menanggulanginya ? apakah hal ini termasuk normal atau tidak ? 39. BB yang berlebih apakah dapat menunjukan gangguan nutrisi ? 40. Bagaimana cara menghitung BMI tanpa adanya daa tinggi badan ? 41. Sebutkan lapisan glomerulus ?
C. STEP 3 7. Asites adalah adanya gangguan pada hati, tekanan hidrostatikpada klien, bisa juga karana gangguan ginjal. Gangguan ini akan menyebabkan adanya tes diagnostik. 38. Fungsi untuk menjaga keseimbangan cairan yang dipengaruhi oleh osmolalitas cairan pada kapiler darah. 14. RR dipengaruhi edema yang menyebabkan asites dan mempengaruhi ekspansi paru. 4. Bisa dilakukan dengan cara lain.
30. Bisa semua dilakukan. 36. Edema,proteinuria. 13. Harus resriksi cairan, dan oliguri itu disebabkan karena asites. 15. Nutrisi yang baik = diet TKTP lebih tinggi protein. 34. Proteinuria disebabkan karena adanya kerusakan di glomerulus sehingga protein lolos dari filtrasi sehingga protein terbuang hipoalbuminemia. 19. Kurang tepat diberikan manitol karena menyebabkan hipertonik. 2. Serum kreatini = 0,3-0,19 Hb = 12-15 Ht = 36 Albumin = 3,4-5 33. Anak stress, rewel, manja, ingin pulang, ingat teman-teman, sosialisasi terganggu. 16. KDM = dari data (cairan, eliminasi, respirasi, nutrisi) 32. Diagnosa banding : gagal ginjal kronik dan gagal ginjal akut.
STEP 4 dan STEP 5 Konsep 1. Tandapenyakit dan gejala 1. Definisi 2. Komplikasi 2. Etiologi 3. Diagnosa banding 3. Tanda dan gejala 4. Tingkat dan stadium 4. Komplikasi 5. Diagnosa banding 6. Tingkat dan stadium
Penanganan : 1. Pembedahan 2. Farmakologi 3. Non-farmakologi
NEFROTIK SYNDROM
Patofisiologi
NCP 1. Pengkajian 2. Tes diagnostik 3. Analisa data 4. Rencana asuhan keperawatan
Peran perawat dan aspek legal etik
I. KONSEP PENYAKIT SINDROM NEFROTIK
Anatomi Fisiologi
Glomerulus adalah filter utama dari nefron dan terletak dalam Bowman's capsule. Glomerulus
dan
seluruhBowman's
capsule
membentuk
renal
corpuscle,
unit filtrasi dasar dari ginjal. Dari Bowman capsule, keluarpembuluh sempit, disebut proximal convoluted tubule. Tubule ini berkelok-kelok sampai berakhir pada saluranpengumpul yang menyalurkan urin ke renal pelvis. Glomerulus adalah suatu jaringan yang terdiri dari pembuluhdarah yang luar biasa tipisnya yang disebur kapileri. Glomerulus membentuk saluran berlipat yang sangat banyaktempat lewatnya darah. Glomerulus bersifat semipermeable (dapat ditembus air), memungkinkan air dan larutanlimbah tembus dan dikeluarkan dari kapsul Bowman
dalam
bentuk
urin. Darah
yang
telah
disaring
keluar
dariglomerulus melalui Efferent arteriole untuk menuju ke vena intralobular melalui plexus medullary. Seluruh larutantersaring dihasilkan oleh glomerulus kemudian masuk ke Bowman's Capsule. Pada saat cairan ini melewati proximalconvoluted
tubule,
sebagian
besar
air
dan
garam
diserap
kembali, sebagian larutan lain diserap seluruhnya,sebagian yang lain hanya sebagian. Glomerulus merupakan suatu bongkahan pembuluh kapiler yang diselubungi oleh kapsul Bowman dalam nefron.Glomerulus memperoleh suplai darah dari afferent arteriole pada sirkulasi renal. Tidak seperti pangkal daripembuluh kapiler lainnya,
glomerulus bermuara pada efferent arteriole dan tidak pada cabang venna. Hambatanyang diberikan oleh arteriole menghasilkan tekanan tinggi dalam glomerulus yang membantu proses ultrafiltrasidimana cairan dan zat-zat terlarut dalam darah dipaksa keluar dari kapileri ke Kapsul Bowman. Angka yangmenunjukkan darah yang dibersihkan oleh seluruh glomeruli dan merupakan ukuran dari fungsi ginjal secarakeseluruhan disebut glomerular filtration rate (tingkat penyaringan glomerular) Glomerulus adalah bagian kecil dari ginjal yang mempunyai fungsi sebagai saringan yang setiap menit kira-kira 1 liter darah yang mengandung 5 ml plasma, mengalir melalui semua glomeruli dan sekitar 100 ml (10%) dari itu disaring keluar. Plasma yang berisi semua garam, glukosa dan benda halus lainnya disaring. Sel dan protein plasma terlalu besar untuk dapat menembus pori saringan dan tetap tinggal dalam aliran darah. Cairan yang disaring yaitu filtrat glomerolus, kemudian mengalir melalui tubula renalis dan sel-selnya menyerap semua bahan yang diperlukan tubuh dan meninggalkan yang tidak diperlukan. Keadaan normal semua glukosa diabsorbsi kembali, kebanyakan produk sisa buangan dikeluarkan melalui urin, diantaranya kreatinin dan ureum. Kreatinin sama sekali tidak direabsorbsi di dalam tubulus, malahan sejumlah kecil kreatinin benar-benar disekresikan ke dalam tubulus oleh tubulus proksimalis sehingga jumlah total kreatinin meningkat kira-kira 20 % (Guyton CA, 1995). Jumlah filtrat glomerolus yang dibentuk setiap menit pada orang normal rata-rata 125 ml permenit, tetapi dalam berbagai keadaanfungsional ginjal normal dapat berubah dari beberapa mililiter sampai 200 ml per menit, jumlah total filtrat glomerolus yang terbentuk setiap hari rata-rata sekitar 180 liter, atau lebih dari pada dua kali berat badan total, 99 persen filtrat tersebut biasanya direabsorbsi di dalam tubulus, sisanya keluar sebagai urin. (Evelyn C , 1999). Filtrasi glomerulus Ketika darah memasuki kapiler glomerulus, air dan zat terlarut dipaksa ke dalam kapsul glomerulus. Bagian sel dan molekul tertentu dibatasi sebagai berikut:
Para fenestrae (pori-pori) dari endotelium kapiler yang besar, yang memungkinkan semua komponen plasma darah untuk lulus kecuali sel darah.
Sebuah membran basal (terdiri dari bahan ekstraselular) yang terletak di antara endotelium kapiler dan lapisan viseral dari kapsul glomerulus menghambat pintu masuk dari protein besar menjadi kapsul glomerulus.
Celah filtrasi antara gagang bunga dari podocytes mencegah perjalanan menengah protein ke dalam kapsul glomerulus.
Tekanan filtrasi netto (NFP) menentukan jumlah filtrat yang dipaksa masuk ke dalam kapsul glomerulus. The NFP, diperkirakan sekitar 10 mm Hg, adalah jumlah dari tekanan yang mempromosikan filtrasi dikurangi dengan jumlah mereka yang menentang filtrasi. Berikut ini berkontribusi pada NFP:
The hidrostatik glomerulus tekanan (tekanan darah dalam glomerulus) mempromosikan filtrasi.
Tekanan osmotik glomerulus menghambat filtrasi. Tekanan ini dibuat sebagai hasil dari gerakan air dan zat terlarut keluar dari kapiler glomerulus, sedangkan protein dan sel darah tetap. Hal ini meningkatkan konsentrasi zat terlarut (sehingga menurunkan konsentrasi air) dalam kapiler glomerulus dan karena itu mendorong kembalinya air ke glomerular kapiler melalui osmosis.
Tekanan hidrostatik kapsul menghambat filtrasi. Tekanan ini berkembang sebagai air terkumpul dalam kapsul glomerulus. Semakin banyak air dalam kapsul, semakin besar tekanan.
Laju filtrasi glomerulus (GFR) adalah tingkat di mana filtrat kolektif terakumulasi dalam glomerulus nefron masing-masing. GFR, sekitar 125 ml / menit (180 liter / hari), diatur sebagai berikut:
Autoregulasi ginjal adalah kemampuan ginjal untuk mempertahankan GFR konstan bahkan ketika tekanan darah tubuh berfluktuasi. Autoregulasi dilakukan oleh sel dalam aparatus juxtaglomerular bahwa penurunan atau peningkatan
sekresi
zat
vasokonstriktor
menyempitkan, masing-masing, arteriola aferen.
yang
melebarkan
atau
Peraturan saraf GFR terjadi ketika serat vasokonstriktor dari sistem saraf simpatik menyempitkan arteriol aferen. Rangsangan tersebut dapat terjadi selama latihan, stres, atau melawan-atau-penerbangan kondisi dan hasil dalam penurunan produksi urin.
Kontrol
hormonal
GFR
dilakukan
dengan
mekanisme
renin
/
angiotensinogen.Ketika sel-sel dari aparat juxtaglomerular mendeteksi penurunan tekanan darah dalam arteri aferen atau penurunan zat terlarut (Na + dan Cl -)konsentrasi di tubulus distal, mereka mengeluarkan enzim renin. Renin akan mengubah angiotensinogen (protein plasma yang diproduksi oleh hati) menjadi angiotensin I. Angiotensin I pada gilirannya akan diubah menjadi angiotensin II oleh angiotensin-converting enzim (ACE), enzim yang diproduksi terutama oleh endotelium kapiler di paruparu. Angiotensin II beredar dalam darah dan meningkatkan GFR dengan melakukan hal berikut:
Konstriksi pembuluh darah ke seluruh tubuh, menyebabkan tekanan darah meningkat
Merangsang korteks adrenal untuk mensekresikan aldosteron, hormon yang meningkatkan tekanan darah dengan keluaran air menurun oleh ginjal
Tubular reabsorpsi Pada ginjal sehat, hampir semua zat organik diinginkan (protein, asam amino, glukosa) diserap oleh sel-sel yang melapisi tabung ginjal. Zat ini kemudian pindah ke kapiler peritubular yang mengelilingi tubula. Sebagian besar air (biasanya lebih dari 99 persen saja) dan ion banyak diserap kembali juga, tetapi jumlah yang diatur sehingga konsentrasi volume darah, tekanan, dan ion dipertahankan dalam tingkat yang diperlukan untuk homeostasis. Zat diserap kembali berpindah dari lumen tubulus ginjal ke lumen kapiler peritubular.Tiga membran yang dilalui:
Membran luminal, atau sisi dari sel-sel tubulus yang dihadapi dalam lumen tubulus
Membran basolateral, atau sisi dari sel-sel tubulus menghadapi cairan interstisial
Endotelium dari kapiler
Persimpangan ketat antara sel-sel tubulus mencegah zat dari bocor keluar di antara sel. Gerakan zat dari tubulus, maka, harus terjadi melalui sel-sel, baik dengan transpor aktif (membutuhkan ATP) atau oleh proses transportasi pasif. Setelah di luar dari tubulus dan dalam cairan interstisial, zat pindah ke kapiler peritubular atau vasa recta oleh proses pasif. Reabsorpsi zat yang paling dari tubulus ke cairan interstisial membutuhkan protein terikat membran transportasi yang membawa zat-zat melintasi membran sel tubulus dengan transportasi aktif. Ketika semua protein transportasi yang tersedia yang digunakan, tingkat reabsorpsi mencapai maksimum transportasi (Tm), dan zat yang tidak dapat diangkut hilang dalam urin. Berikut mekanisme reabsorpsi tubular langsung di daerah yang ditunjukkan:
Transpor
aktif
Na + (dalam
PCT,
DCT,
dan
mengumpulkan
+
saluran). Karena konsentrasi Na rendah dalam sel tubular, Na + memasuki sel tubular (melintasi membran luminal) oleh difusi pasif. Pada sisi lain dari sel tubulus, membran basolateral beruang protein yang berfungsi sebagai natrium-kalium (Na +-K
+)
pompa. Pompa ini menggunakan ATP untuk
secara bersamaan ekspor Na +
+
K saat mengimpor. Dengan demikian,
Na + dalam sel tubulus diangkut keluar dari sel dan ke dalam cairan interstisial
dengan
transportasi
aktif. Na + dalam
cairan
interstisial
kemudian memasuki kapiler oleh difusi pasif.(The + K yang diangkut ke dalam sel kebocoran kembali secara pasif ke dalam cairan interstisial.)
Symporter transportasi (transpor aktif sekunder) nutrisi dan ion (dalam PCT dan nefron loop) Berbagai nutrisi seperti glukosa dan asam amino, dan ion tertentu (K + dan Cl -). Di anggota tubuh menaik tebal dari loop nefron adalah diangkut ke dalam sel tubulus oleh aksi symporters Na +. Sebuah Na +symporter adalah protein transportasi yang membawa kedua Na + dan molekul lain, seperti glukosa, melintasi membran dalam arah yang sama. Gerakan glukosa dan nutrisi lainnya dari lumen tubulus ke dalam sel tubulus terjadi dalam mode ini. Proses ini membutuhkan konsentrasi rendah Na + di dalam sel, suatu kondisi dipelihara oleh operasi +-K pompa Na + pada membran basolateral dari sel-sel tubulus. Gerakan nutrisi ke dalam sel
dengan mekanisme ini disebut sebagai transpor aktif sekunder, karena mekanisme ATP-membutuhkan adalah Na +-K + pompa dan bukan symporter itu sendiri.Setelah di dalam sel tubulus, nutrisi bergerak ke dalam cairan interstisial dan ke dalam kapiler oleh proses pasif.
Transpor
pasif
dari
H2O
dengan
osmosis
(dalam
PCT
dan
DCT).Penumpukan Na + di kapiler peritubular menciptakan gradien konsentrasi di mana air secara pasif bergerak, dari tubulus ke kapiler, melalui osmosis.Dengan demikian, reabsorpsi Na + dengan transportasi aktif menghasilkan reabsorpsi selanjutnya dari H 2 O dengan transportasi pasif, proses yang disebut wajib H 2 O reabsorpsi.
Transpor pasif zat terlarut berbagai oleh difusi (dalam PCT dan DCT, dan mengumpulkan saluran) Sebagai H 2 O bergerak dari tubulus ke kapiler, larutan
berbagai
seperti
lebihterkonsentrasi. dalam
K +, Cl -, HCO 3 -, dan
tubula. Akibatnya,
zat
urea
menjadi
terlarut
tersebut
mengikuti air, bergerak dengan difusi dari tubulus dan masuk ke pembuluh kapiler di mana konsentrasinya lebih rendah, proses yang disebut tarik pelarut. Juga, akumulasi dari Na + yang bermuatan positif di kapiler menciptakan gradien listrik yang menarik (oleh difusi) ion bermuatan negatif (Cl -, HCO 3 -).
H 2 O dan transportasi zat terlarut diatur oleh hormon (dalam DCT dan mengumpulkan saluran) Permeabilitas dari DCT dan mengumpulkan saluran dan reabsorpsi dihasilkan dari H 2 O dan Na + dikendalikan oleh dua hormon.:
Aldosteron
meningkatkan
reabsorpsi
merangsang peningkatan jumlah Na
+-K +
Na + dan
H2O
dengan
pompa protein dalam sel-sel
utama yang melapisi DCT dan mengumpulkan saluran.
Hormon antidiuretik (ADH) meningkatkan reabsorpsi H 2 O dengan merangsang peningkatan jumlah H 2 O-channel protein dalam sel-sel utama dari duktus pengumpul.
Tubular sekresi Berbeda dengan reabsorpsi tubular, yang mengembalikan zat ke dalam darah, sekresi tubular menghilangkan zat-zat dari darah dan mengeluarkan mereka ke
dalam filtrat. Zat disekresikan termasuk H +, K +, NH 4 + (ion amonium), kreatinin (produk limbah kontraksi otot), dan zat lain yang beragam (termasuk penisilin dan obat lainnya). Sekresi terjadi pada bagian-bagian dari PCT, DCT, dan mengumpulkan saluran.
Sekresi
H +. Karena
penurunan
H + menyebabkan
peningkatan
pH
(penurunan keasaman), sekresi H + ke dalam tubulus ginjal adalah mekanisme untuk meningkatkan pH darah. Berbagai asam yang dihasilkan oleh metabolisme sel menumpuk dalam darah dan mengharuskan kehadiran mereka dinetralkan dengan menghapus H +. Selain itu, CO 2, juga produk sampingan metabolisme, menggabungkan dengan air (dikatalisis oleh enzim karbonat anhidrase) untuk menghasilkan asam karbonat (H 2 CO 3), yang berdisosiasi untuk menghasilkan + H, sebagai berikut: CO 2 + H 2 O ← → H 2 CO 3 ← → H + + HCO 3 Reaksi kimia terjadi pada kedua arah (itu adalah reversibel) tergantung pada konsentrasi reaktan yang berbeda. Akibatnya, jika HCO 3 - dalam darah meningkat, ia bertindak sebagai penyangga H +, menggabungkan dengan itu (dan
efektif
menghapus
itu)
untuk
menghasilkan
CO 2 dan
H 2 O. CO 2 dalam sel tubular dari saluran mengumpulkan menggabungkan dengan H 2 O membentuk H + dan HCO 3 -. CO 2 dapat berasal dari sel tubular atau mungkin memasuki sel-sel dengan difusi dari tubulus ginjal, cairan interstisial, atau peritubular kapiler. Dalam sel tubulus, Na + / H + antiporters, enzim yang memindahkan zat diangkut dalam arah yang berlawanan, transportasi H +melewati membran luminal ke dalam tubula saat mengimpor Na +. Di dalam tubula, H + dapat menggabungkan dengan salah satu dari beberapa buffer yang masuk tubulus sebagai filtrat (HCO 3 ,
NH 3, atau
HPO 4 2
-).
Jika
HCO 3- adalah
buffer,
kemudian
H 2 CO 3 terbentuk, memproduksi H 2 O dan CO 2.The CO 2 kemudian memasuki sel tubular, di mana ia dapat menggabungkan dengan H 2 O lagi. Jika H + menggabungkan dengan buffer lain, diekskresikan dalam urin. Terlepas dari nasib + H di tubulus tersebut, HCO 3 - yangdihasilkan pada langkah pertama diangkut melintasi membran basolateral oleh HCO 3 - / Cl antiporter. Para HCO 3 - memasuki kapiler peritubular, di mana ia
menggabungkan
dengan
H + dalam
darah
dan
meningkatkan
pH
darah.Perhatikan bahwa pH darah meningkat dengan menambahkan HCO 3 - untuk darah, bukan dengan menghapus H +.
Sekresi dari NH 3. Ketika asam amino dipecah, mereka menghasilkan NH beracun 3. Hati mengkonversi paling NH 3 sampai urea, zat yang kurang beracun. Keduanya memasuki filtrat selama filtrasi glomerulus dan diekskresikan dalam urin. Namun, ketika darah sangat asam, sel-sel tubulus memecah .
asam
amino glutamat, menghasilkan NH 3 dan HCO 3 -
NH 3menggabungkan dengan H +, membentuk NH 4 +, yang diangkut
melintasi membran luminal oleh Na + antiporter dan diekskresikan dalam urin. Para HCO3 - bergerak ke darah (seperti yang dibahas sebelumnya untuk sekresi H +)dan pH darah meningkat. Sekresi K +. Hampir semua + K dalam filtrat diserap kembali selama tubular
reabsorpsi. Ketika jumlah yang diserap melebihi kebutuhan tubuh, + K kelebihan disekresikan kembali ke dalam filtrat di daerah saluran dan terakhir
mengumpulkan
dari
DCT. Karena
aldosteron
merangsang
peningkatan Na + / K + pompa, sekresi K + (serta reabsorpsi Na +) meningkat dengan aldosteron.
Pengertian
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal ( Ngastiyah, 1997).
Penyakit ini terjadi tiba-tiba, terutama pada anak-anak. Biasanya berupa oliguria dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proteinuria berat ( Mansjoer Arif, dkk. 1999).
Nephrotic Syndrome merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya injury glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik : proteinuria,
hypoproteinuria, hypoalbuminemia, hyperlipidemia dan
edema (Suryadi, 2001).
Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas
membran
glomerulus
terhadap
protein,
yang
mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004).
Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002).
Etiologi Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen-antibodi. Umumnya etiologi dibagi menjadi : 1.Sindrom nefrotik bawaan Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya. 2.Sindrom nefrotik sekunder
Infeksi Streptokokus Pelepasan enzim lisosom Merusak endotel & MGB
Bersirkulasi dalam glomerulus
Reaksi antigenantibodi dalam darah
Merangsang PMN & trombosit u/ fagositosis Proliferasi sel-sel endotel
Glomerulusnefritis Me kebocoran kapiler glomerulus
Terperangkap di mebrana basalis Lesi & peradangan
Nefrotik Sindrom
Disebabkan oleh : Malaria kuartana atau parasit lainnya. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
Glumerulonefritis akut atau kronik, Trombosis vena renalis. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa. Amiloidosis,
penyakit
sel
sabit,
hiperprolinemia,
nefritis
membranoproliferatif hipokomplementemik. 3.Sindrom nefrotik idiopatik Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churk dkk membaginya menjadi : a. Kelainan minimal Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding kapiler glomerulus. b. Nefropati membranosa Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik. c. Glomerulonefritis proliferatif Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel mesangial
dan
infiltrasi
sel
polimorfonukleus.
Pembengkanan
sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat. Dengan penebalan batang lobular. Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular. Dengan bulan sabit ( crescent) Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular dan viseral. Prognosis buruk. Glomerulonefritis membranoproliferatif Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis buruk. Lain-lain perubahan proliferasi yang tidak khas. 4.Glomerulosklerosis fokal segmental Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus. Prognosis buruk.
Manifestasi Klinik Edema merupakan gejala klinis yang menonjol, kadang-kadang mencapai 40% dari berat badan bahkan dan didapatkan sampai anasarka. Penderita sangat rentan terhadap infeksi sekunder. Selama beberapa minggu mungkin terdapat hematuria. Terdapat proteinuria terutarna albumin (8595%) sebanyak 10-15 gram/hari. Ini dapat ditentukan dengan pemeriksaan Esbach. Selama edema masih banyak, biasanya produksi urin berkurang, berat jenis urin meninggi. Sedimen dapat normal atau berupa torak hialin, granula, lipoid terdapat pula sel darah putih, dalam urin mungkin dapat juga ditemukan double refractile bodies. Pada fase non-nefritis uji fungsi ginjal seperti kecepatan filtrasi glomerulus, aliran plasma ke ginjal tetap nonnal atau meninggi. Dengan perubahan yang progresif di glomerulus terdapat penurunan fungsi ginjal pada fase nefritik. Kimia darah rnenunjukkan hipoalbuminemia. Kadar globulin normal atau meninggi sehingga terdapat perbandingan albumin-globulin yang terbalik. Didapatkan pula hiperkolesterolemia, kadar fibrinogen meninggi, sedangkan kadar ureum normal. Anak dapat pula menderita anemia defisiensi besi karena transferin banyak keluar bersama urin. Kadang-kadang didapatkan protein bound iodine rendah tanpa adanya hipotiroid. Pada 10 % kasus didapatkan defisiensi factor 1X, Laju enap darah meninggi. Kadar kalsium dalam darah sering rendah. Ada keadaan lanjut kadang-kadang terdapat glukosuria tanpa hiperglikemia.
Epidemiologi Secara keseluruhan prevalensi nefrotik syndrome pada anak berkisar 2-5 kasus
per
100.000
anak.
Prevalensi
rata-rata
secara
komulatif
berkisar15,5/100.000. Sindrom nefrotik primer merupakan 90% dari sindrom nefrotik pada anak sisanya merupakan sindrom nefrotik sekunder. Prevalensi sindrom nefrotik primer berkisar 16 per 100.000 anak. Prevalensi di indonesia sekitar 6 per 100.000 anak dibawah 14 tahun. Rasio antara laki-laki dan perempuan berkisar 2:1. dan dua pertiga kasus terjadi pada anak dibawah 5 tahun.
Di amerika insidens nefrotik sindrom dilaporkan 2-7 kasus pada anak per 100.000 anak per tahun. Pada dewasa biasanya menderita glomerulopaty yang bersifat sekunder dari penyakit sistemik yang dideritanya, dan jarang merupakan sindrom nefrotik primer atau idiopatik. Pada pasien sindrom nefrotik angka mortalitas berhubungan langsung dengan proses penyakit primernya, tapi bagaimanapun sekali menderita sindrom nefrotik, prognosisnya kurang baik karena: 1. sindrom nefrotik meningkatkan insiden terjadinya gagal ginjal dan komplikasi sekunder (trombosis, hiperlipidemia, hypoalbuminemia). 2. pengobatan berkaitan dengan kondisi; peningkatan insidens infeksi karena pemakaian steroid, dan dyscaria darah karena obat imunosupresif lain. Sindrom nefrotik 15 kali lebih sering pada anak dibanding dewasa, dan kebanyakan kasus nefrotik sindrom primer pada anak merupakan penyakit lesi minimal. Prevalensi penyakit lesi minimal berkurang secara proprosional sesuai dengan umur onset terjadinya penyakit. Fokal segmental glomerosclerosis (FSGS) merupakan sub kategori nefrotik sindrom kedua tersering pada anak dan frekuensi kejadiannya cenderung meningkat. Membrano proloferatif glomerulonephritis (MPGN) merupakan sub kategori sindrom nefrotik yang biasanya terjadi pada anak yang lebih besar dan adolescent. Kurang lebih 1 % dari sindrom nefrotik pada anak dan adolescent dan kelainan ini dihubungkan dengan hepatitis dan penyakit virus lain.
Prognosis Pronosis
pasien
nefrotik
sindrom
bervariasi
bergantung
tipe
kelainan
histopatologi. Prognosis untuk nefrotik sindrom kongenital adalah buruk, pada banyak kasus dalam 2-18 bulan akan terjadi kematian karena gagal ginjal. Sedangkan prognosis untuk anak dengan kelainan minimal glomerulus sangat baik. Karena pada kebanyakan anak respon tehadap terapi steroid; sekitar 50% mengalami 1-2 kali relaps dalam 5 tahun dan 20% dapat relaps dalam kurun waktu 10 tahun setelah didiagnosis. Hanya 30 % anak yang tidak pernah relaps setelah inisial episode. Setidaknya sekitar 3% anak yang respon terhadap steroid menjadi steroid resisten. Progresif renal insufisiensi terjadi pada kurang dari 1%
pasien, dan kematian pada pasien kelainan minimal biasanya disebabkan oleh infeksi dan komplikasi ekstra renal. Hanya sekitar 20% pasien sindrom nefrotik dengan fokal segmental glomerulonefritis sklerosis, yang mengalami remisi derajat protenurianya, banyak pasien yang mengalamai relaps menjadi steroid dependen atau resisten. Penyakit renal stadium akhir terjadi pada 25-30% pasien dalam lima tahun, dan 30-40% dalam sepuluh tahun. Lima puluh persen pasien dengan difuse mesangial proliferation mengalami remisi komplit dari proteinuria dengan steroid terapi, sekitar 20% terjadi delayed remisi. Dua puluh persen menjadi proteinuria yang berlanjut dan sekitar 6% menjadi renal isufisiensi yang progresif. Prognosis pada pasien dengan membranoproliferatif glomerulonephropaty
umumnya kurang baik, dan
keuntungan terapi steroid tidak begitu jelas. Pada beberapa study dinyatakan, tidak ada perbedaan evidence hasil antara pemberian pengobatan dengan tampa pengobatan pada pasien ini, karena sekitar 30% pasien akan menjadi penyakit renal stadium akhir dalam 5 tahun.
Insidensi
Insidensi lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan.
Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari, dan responnya trerhadap pengobatan
Sindrom nefrotik jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahun
Sindrom nefrotik perubahan minimal (SNPM) menacakup 60 – 90 % dari semua kasus sindrom nefrotik pada anak
Angka mortalitas dari SNPM telah menurun dari 50 % menjadi 5 % dengan majunya terapi dan pemberian steroid.
Bayi dengan sindrom nefrotik tipe finlandia adalah calon untuk nefrektomi bilateral dan transplantasi ginjal. (Cecily L Betz, 2002).
Komplikasi 1. Infeksi
Infeksi merupakan komplikasi utama dari sindrom nefrotik, komplikasi ini akibat dari meningkatnya kerentanan terhadap infeksi bakteri selama kambuh. Peningkatan kerentanan terhadap infeksi disebabkan oleh: -
penurunan kadar imunoglobulin kadar IgG pada anak dengan sindrom nefrotik sering sangat menurun, dimana pada suatu penelitian didapkan rata-rata 18% dari normal. Sedangkan kadar IgM meningkat. Hal ini menunjukan kemungkinan ada kelainan pada konversi yang diperantarai sel T pada sintesis IgG dan IgM
-
cairan edema yang berperan sebagai media biakan.
-
defisiensi protein,
-
penurunan aktivitas bakterisid leukosit,
-
imunosupresif karena pengobatan,
-
penurunan perfusi limpa karena hipovolemia,
-
kehilangan faktor komplemen (Faktor properdin B) dalam urin yang meng oponisasi bakteria tertentu.
Pada Sindrom nefrotik terdapat peningkatan kerentanan terhadap bakteria tertentu seperti : -
Streptococcus pneumoniae,
-
Haemophilus influenzae,
-
Escherichia coli,
-
Dan bakteri gram negatif lain
Peritonitis spontan merupakan jenis infeksi yang paling sering, belum jelas sebabnya. Jenis infeksi lain yang dapat ditemukan antara lain; sepsis, pnemonia, selulitis dan ISK. Terapi profilaksis yang mencakup gram positif dan gram negatif dianggap penting untuk mencegah terjadinya peritonitis. 2. Kelainan koagulasi dan trombosis Kelainan hemostatic ini bergantung dari etiologi nefrotik sindrom, pada kelainan glomerulopati membranosa sering terjadi komplikasi ini, sedang pada kelainan minimal jarang menimbulkan komplikasi tromboembolism. Pada sindrom nefrotik terdapat peningkatan faktor-faktor I, II, VII, VII,
dan X yang disebabkan oleh meningkatnya sintesis oleh hati dan dikuti dengan peningkatan sintesis albumin serta lipoprotein. Terjadi kehilangan anti trombin II, menurunya kadar plasminogen, fibrinogen plasma meningkat dan konsentrasi anti koagulan protein C dan protein S meningkat dalam plasma. Secara ringkas kelainan hemostatik pada Sindrom nefrotik dapat timbul dari dua mekanisme yang berbeda: -
peningkatan permeabilitas glomerulus mengakibatkan: meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein dalam urin seperti anti trombin III, protein S bebas, plasminogen dan α antiplasmin hipoalbuminuria mengakibatkan aktivasi trombosit lewat tromboksan A2, meningkatkan sintesis protein pro koagulan karena hiporikia dan tekanan fibrinolisis.
-
Aktivasi sistem hemostatik didalam ginjal dirangsang oleh faktor jaringan monosit dan oleh paparan matriks subendotel pada kapiler glomerulus yang selanjutnya mengakibatkan pembentukan fibrin dan agregasi trombosit.
3. Pertumbuhan abnormal Pada anak dengan sindrom nefrotik dapat terjadi gangguan pertumbuhan (failure to thrive), hal ini dapat disebabkan anoreksia hypoproteinemia, peningkatan katabolisme protein, atau akibat komplikasi penyakit infeksi, mal absorbsi karena edem saluran gastrointestinal. Dengan pemberian kortikosteroid pada sindrom nefrotik dapat pula menyebabkan gangguan pertumbuhan. Pemberian kortikosteroid dosis tinggi dan dalam jangka waktu yang lama, dapat menghambat maturasi tulang dan terhentinya pertumbuhan linier; terutama apabila dosis melampaui 5mg/m2/hari. Walau selama pengobatan kortikosteroid tidak terdapat pengurangan produksi atau sekresi hormon pertumbuhan, tapi telah diketahui bahwa kortikosteroid mengantagonis efek hormon pertumbuhan endogen atau eksogen pada tingkat jaringan perifer , melalui efeknya terhadap somatomedin. 4. Perubahan hormon dan mineral
Pada pasien Sindrom nefrotik berbagai gangguan hormon timbul karena protein pengikat hormon hilang dalam urin. Hilangnya globulin pengikat tiroid (TBG) dalam urin pada beberapa pasien Sindrom nefrotik dan laju eksresi globulin umumnya berkaitan dengan beratnya proteinemia. Hipo kalsemia pada sindrom nefrotik berkaitan dengan disebabkan oleh albumin serum yang rendah dan berakibat menurunnya kalsium terikat, tetapi fraksi trionisasi tetap normal dan menetap. 5. Anemia Anemia ringan hanya kadang-kadang ditemukan pada pasien sindrom nefrotik. Anemianya hipokrom mikrositik, karena defisiensi besi yang tipikal, namun resisten terhadap prefarat besi. Pada pasien dengan volume vaskular yang bertambah anemia nya terjadi karena pengenceran. Pada beberapa pasien terdapat transferin serum yang sangat menurun, karena hilangnya protein ini dalam urin dalam jumlah besar.
Pemeriksaan diagnostic Pemeriksaan yangdapat dilakukan untuk menentukan diagnosa pada nefrotik sindrom, anatara lain yaitu : 1) Pemeriksaan Urinalisis Tes
kimia terhadap
kemih sangat
sederhana,
yaitu dengan
menggunakan carik kertas impregnasi yang dapat mendeteksi glukosa, aseton, billirubin, protein dan darah. pH kemih juga dapat diukur dengan menggunakan tes dipstik (kertas celup). Namun, pemeriksaan yang terpenting, yaitu : Proteinuria Orang dewasa mengekskresikan sedikit protein dalam kemih normalnya sampai 150 mg/ hari yang terutama terdiri dari albumin dan protein Tam-Horsfall. Proeteinuria dalam jumlah lebih besar dari 150 mg/ hari dianggap patologis. Oleh karena itu, untuk mengetahui jumlah protein dalam urin dapat dilakukan tes dipstik (Albustix, Combistix) dengan cara ujung kertas dicelupkan ke dalam kemih, lalu segera
diangkat
dan
ditiriskan.
Hasilnya
kemudian
dibaca
dengan
membandingkan kartu daftar warna pada label. Tingkatannya berkisar dari 0 sampai 4+, sedangkan jumlah protein yang terkandung dalam kemih tersebut diperkirakan dengan standar sebagai berikut : - Samar (< 30 mg/ 100 ml kemih) - 1+ (30 mg/ 100 ml/ kemih) - 2+ (100 mg/ 100 ml/ kemih) - 3+ (300 mg/ 100 ml/ kemih) - 4+ (1 g/ 100 ml/ kemih) Tes dipstik pada umumnya cukup cermat, tapi sebaiknya sampel kemih diambil pada pagi hari, karena biasanya lebih pekat dan lebih mudah untuk mendeteksi protein. Tes protein juga harus dilakukan pada semua pemeriksaan kemih rutin untuk tujuan penyaringan. Berat Jenis Pengukuran berat jenis dilakukan untuk menetukan konsentrasi kemih. Berat jenis diukur dengan kapasitas pengapungan hidroeter atau urinometer dalam suatu silinder yang berisi keih. Prosedurnya yaitu : 1. Periksa ketepatan urinometer terhadap air suling, apakah nilainya 1000 pada suhu teraya. 2. Isi silinder ¾ penuh dengan kemih yang telah tercampur dengan baik. 3. Putar urinometer perlahan-lahan sambil dumasukan ke dalam kemih agar jangan sampai terjadi kesalahan pada permukaan yang terbentuk pada batang urinometer tersebut, dan jangan sampai menempel pada sisi silinder. 4. Baca dari atas kebawah. Urinometer ditera dalam unit 0.001 mulai dari 1000 dari sebelah atas dan terus ke bawah sampai 1,060. Cara membaca yang baik adalah pada permukaan dasar meniskus yang harus dibaca pada ketinggian mata. 5. Perbaiki hasil bacaan berat jenis tersebut kalau suhu contoh yang diperiksa dengan suhu tera urinometer yang berbeda. Ginakan termometer untuk menentukan suhu kemih yang sebenarnya. Tambahkan 0,001 pada hasil yang terbaca untuk setiap 3o C (5, 4o F)
di atas suhu tera dan dikurangi 0,001 untuk setiap 3o C dibawah suhu tera. Unsur normal BJ urin adalah 1,001 sesuai dengan osmolalitas darah pada 285 moSm. Jika diberi minum yang banyak, orang sehat dapat mengekskresikan kemih dengan Bj minimal 1,001, sedangkan jika kekurangan cairan maka, BJ maksimal 1,040 dan kalau mengandung glukosa/ protein (partikel padat) BJ > dari kemih normal, kalau
1000
1000
mengandung urea < dari kemih normal.
10
10
20 30 40 1060
20 30 40
Kreatinin Kreatinin merupakan produk penguraian keratin. Kreatin disintesis di hati dan terdapat dalam hampir semua otot rangka yang berikatan dengan dalam bentuk kreatin fosfat (creatin phosphate, CP), suatu senyawa
penyimpan
energi.
Dalam
sintesis
ATP
(adenosine
triphosphate) dari ADP (adenosine diphosphate), kreatin fosfat diubah menjadi kreatin dengan katalisasi enzim kreatin kinase (creatin kinase,
CK). Seiring dengan pemakaian energi, sejumlah kecil diubah secara ireversibel menjadi kreatinin, yang selanjutnya difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresikan dalam urin. Jumlah kreatinin yang dikeluarkan seseorang setiap hari lebih bergantung pada massa otot total daripada aktivitas otot atau tingkat metabolisme protein, walaupun keduanya juga menimbulkan efek. Pembentukan kreatinin harian umumnya tetap, kecuali jika terjadi cedera fisik yang berat atau penyakit degeneratif yang menyebabkan kerusakan masif pada otot. Jenis sampel untuk uji kreatinin darah adalah serum atau plasma heparin. Kumpulkan 3-5 ml sampel darah vena dalam tabung bertutup merah (plain tube) atau tabung bertutup hijau (heparin). Lakukan sentrifugasi dan pisahkan serum/plasma-nya. Catat jenis obat yang dikonsumsi oleh penderita yang dapt meningkatkan kadar kreatinin serum. Tidak ada pembatasan asupan makanan atau minuman, namun sebaiknya pada malam sebelum uji dilakukan, penderita dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi daging merah. Kadar kreatinin diukur dengan metode kolorimetri menggunakan spektrofotometer, fotometer atau analyzer kimiawi. Kreatinin darah meningkat jika fungsi ginjal menurun. Oleh karena itu kreatinin dianggap lebih sensitif dan merupakan indikator khusus pada penyakit ginjal. Kadar kreatinin sebesar 2,5 mg/dl dapat menjadi indikasi kerusakan ginjal. Kreatinin serum sangat berguna untuk mengevaluasi fungsi glomerulus. 2) Pemeriksaan Lipid Lipid adalah senyawa yang mengandung karbon dan hidrogen yang tidak larut dalam air (hidrofobik) tetapi larut dalam pelarut organik. Komponen lipid utama yang dapat dijumpai dalam plasma adalah trigliserida, kolesterol dan fosfolipid. Penetapan lipid biasanya dilakukan dengan serum, tetapi dapat juga menggunakan plasma EDTA atau plasma heparin. Baik serum maupun plasma harus segera dipisahkan dari sel-sel darah dan jika tidak segera
diperiksa, harus disimpan dalam lemari es supaya distribusi kolesterol tidak berubah dan enzim-enzim tidak sempat mengubah proporsi lipoprotein. Sampel darah harus diperoleh setelah klien berpuasa 10 – 12 jam sebelum pengambilan. Pengukuran lipid serum yang paling relevan adalah kolesterol total, trigliserida, kolesterol HDL, dan kolesterol LDL. Pengukuran lipid dapat dilakukan dengan metode kimiawi kolorimetrik. Pengukuran kolesterol total dapat menggunakan enzim kolesterol oksidase. Trigliserida diukur melalui pengeluaran asam lemak secara hidrolisis diikuti oleh kuantifikasi gliserol yang dibebaskan. Pengukuran kolesterol HDL menggunakan pengendapan semua lipoprotein selain HDL, kemudian kolesterol HDL yang tersisa dalam larutan diukur. Sedangkan kolesterol LDL diukur dari pengukuran trigliserida, kolesterol total, dan kolesterol HDL dengan pendekatan Friedewald sebagai berikut : Kolesterol LDL = Kolesterol total – kolesterol HDL – (trigliserida/5) Sekarang pengukuran kolesterol LDL dapat dilakukan langsung dengan tehnik imunopresipitasi selektif fraksi lipoprotein lain. 3) Biopsi Ginjal Indikasi utama biopsi ginjal adalah diagnosa penyakit ginjal difus dan untuk mengikuti perkembangan lebih lanjut. Tindakan biopsi ginjal yang paling umum adalah perkutan. Prosedurnya yaitu penderita berbaring terlungkup dengan kantong pasir di bawah abdomen untuk memfiksasi ginjal pada punggung. Untuk ini perlu dilakukan anestesi lokal. Lokasi yang di gunakan untuk biopsi ginjal di atas sudut ginjal kanan, tepat di bawah tulang rusuk ke 12. Setelah itu, maka jaringan diperiksa dengan menggunakan mikroskop cahaya, mikroskop elektron, dan mikroskop imunofluoresin. Segera setelah dibiopsi, maka bagian yang dibiopsi ditekan selama 10 menit dengan busa ukuran 4x4 inci, dan penderita harus berada pada posisi tengkurap selama 30 menit. Lalu bagian yang dibiopsi di beri balut tekan yang di pasang dari atas dan kantung pasir berada di bawah. Keduanya menekan ginjal dan membantu mencegah perdarahan ekstra renal. Penderita
harus tetap di tempat tidur dan setenang mungkin dalam waktu 24 jam dan instruksikan untuk jangan batuk atau bersin. Selama periode ini penderita harus diobservasi TTV, abdomen, serta kemih.
Penatalaksanaan Menurut Arif Mansjoer, 2000 : 1. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindar makanan yang diasinkan. Diet protein 2 – 3 gram/kgBB/hari 2. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25 – 50 mg/hari), selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat. 3. Pengobatan kortikosteroid yang diajukan Internasional Coopertive Study of Kidney Disease in Children (ISKDC), sebagai berikut : I.
Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari luas permukaan badan (1bp) dengan maksimum 80 mg/hari.
II.
Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/1bp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respon selama pengobatan, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu
4. Cegah infeksi. Antibiotik hanya dapat diberikan bila ada infeksi 5. Siglofospamid dosis 0,5-3 mg/kgBB/hari selama 1-3 minggu 6. Angiotensin 7. Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital.
Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-gesa memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi
pada 5-10% kasus. Steroid dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari. a.
Farmakologi
Mengatasi Kerusakan Glomerulus 1.
Glukokortikoid (Steroid)
Steroid dengan efek cepat dan waktu paruh biologik pendek (kurang dari 12 jam), efek farmakologi kurang cepat, sering menimbulkan retensi garam dan air. Contoh: kortison dan hidrokortison.
Steroid dengan waktu paruh biologik panjang, biasangan mempunyai efek farmakologi lebih kuat. Contoh: betamenason dan deksametosan.
Steroid kerja medium dengan waktu paruh biologik antara 12-36 jam. Untuk pengobatan jangka panjang. Contoh: prednisolon, metilprednisolon. (pada kasus yang digunakan Prednisolon)
Predsnisolon Prednisolon adalah glukokortikoid sintetik yang bekerja dengan menduduki reseptor spesifik dalam sitoplasma sel sensitif. Indikasi: edema, untuk menginduksi diuresis/ remisi proteinuria pada nefrotik sindrom tanpa uremia, untuk nefrotik sindrom jenis idiopati atau yang disebabkan lupus. Kontraidikasi:
hipersensitif
terhadap
metylprednisolon/glukokortikoid
lainnya, penyakit TBC, ulkus, diabetes melitus, herpes simpleks, peptikum, dan varisela. Peringatan: hati-hati penggunaan pada anak-anak (masa pertumbuhan) dalam jangka panjang. Penghentian obata dilakukan secara bertahap. Efek samping: pemberian jangka panjang menimbulkan efek samping yang serius, moonface, hipertensi, osteoporosis, dan glaukoma. Dosis: awal= 4-48mg/hr. Diturunkan secara bertahap. Antikoagulan Antikoagulan digunakan untuk mencegah penyulit hiperkoagulasi dan fenomena tromboemboli yang terdapat pada sindrom nefroti. Efek farmakologinya mencegah agregasi trombosit dan deposit-deposit fibrin/trombus. Antikoagulan yang sring digunakan seperti: heparin, warfatin, fenindion.
Mengatasi Retensi Urine 1.
Furosemide Furosemide adalah suatu diuretika yang bekerja dengan cara menghambat
reabsorbsi ion Na pada lengkung henle. Indikasi: penanganan edema yang berhubungan dengan gagal jantung dan penyakit hati. Kontraindikasi: hipersensitif terhadap furosemid, pasien koma hepatik. Efek samping: penurunan kecepatan filtrasi dan aliran darah pada ginjal (karena overdosis), kenaikan BUN sementara, pusing, pandangan kabur, demam, anemia, dan gangguan pendengaran. Dosis: bayi-anak oral:1-2mg/kg/dosis. Dosis maksimal 6 mg/kg/dosis pada rentang tidak lebih dari 6 jam. Untuk pemberian melalui intramuskular dan intravena = 1mg/kg/dosis dengan peningkatan 1mg/kg/dosis pada interval 6-12 jam sampai 6mg/kg.dosis.
b.
Nonfarmakologi
Tindakan 1.
Torasintesis/parasintesis dapat dilakukan bila banyak cairan yang terkupmul dalam celah pleura/rongga abdomen untuk mengurangi rasa sesak dan dispnea.
2.
Punsi ascites maupun hidrotoraks jika ada indikasi vital.
Diet 1.
Diet tinggi protein terutama protein hewani dengan takaran 2-3gr/kg/hari.
2.
Asupan natrium 0,5-1gr/hari. Dilarang memakan ikan asin, telus asin, dan kecap, serta makanan kaleng.
3.
Makanan tinggi kalium untuk pasien yang menerima diuretik
4.
Pembatasan sodium dan cairan
Aktivitas 1.
Tirah baring selama edema berat dan tanda infeksi
2.
Imobilitas yang lama tidak dianjurkan, untuk mencegah atrofi otot ekstrimitas.
Protokol Pengobatan International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari dengan dosis maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar 40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu, lalu setelah itu pengobatan dihentikan. A. Sindrom nefrotik serangan pertama 1.
Perbaiki keadaan umum penderita : a.
Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal.
b.
Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau albumin konsentrat.
c.
Berantas infeksi.
d.
Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.
e.
Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka. Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi.
2.
Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu waktu 14 hari.
B. Sindrom nefrotik kambuh (relapse) 1.
Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse ditegakkan.
2.
Perbaiki keadaan umum penderita.
Sindrom nefrotik kambuh tidak sering Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali dalam masa 12 bulan. a. Induksi Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu. b. Rumatan Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, prednison dihentikan.
Sindrom nefrotik kambuh sering Adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali dalam masa 12 bulan. a.
Induksi Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
b.
Rumatan Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu, kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison dihentikan. Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat
komplikasi, terdapat indikasi kontra steroid, atau untuk biopsi ginjal.
Pendidikan Kesehatan Sindrom nefrotik merupakan salah satu penyakit kronik yang dalam perjalanan penyakitnya klien akan sering merasakan adanya kekambuhan dan remisi. Umumnya penyakit sindrom nefritis ini di derita oleh anak-anak, sehingga pendidikan kesehatan kepada orang tua menjadi bagian yang sangat penting dalam proses penyembuhan penyakit ini. Beberapa hal yang perlu diketahui oleh orang tua dari seorang anak yang menderita sindrom nefritik adalah : 1. Perjalanan penyakit, seperti pengertian, penyebab, factor resiko, tanda dan gejala, serta penatalaksanaan gejala yang timbul. contohnya : a.
Penatalaksanaan edema : dianjurkan untuk tirah baring dan memakai stocking yang menekan. Diuretik hanya diberikan pada edema yang nyata, dan tidak dapat diberikan SN yang disertai dengan diare, muntah atau hipovolemia.
b.
Mencegah infeksi : biasanya diberikan antibiotic.
2. komplikasi yang mungkin timbul a.
Malnutrisi, akibat hipolabuminemia berat.
b.
Infeksi sekunder, disebabkan gangguan mekanisme pertahanan humoral, penurunan gamma globulin serum.
c.
Gangguan koagulasi, berhubungan dengan kenaikan beberapa faktor pembekuan yang menyebabkan keadaan hiperkoagulasi.
d.
Akselerasi aterosklerosis, akibat dari hipelipidemia yang lama.
e.
Kolap hipovolemia, akibat proteinuria yang berat.
f.
Efek
samping
obat-obatan
:
diuretik,
antibiotik,
kortikosteroid,
antihipertensi, sitostatika yang sering digunakan pada pasien sindrom nefrotik. g.
Gagal ginjal.
3. pengobatan yang lama
Penyakit sindrom nefrotik tergolong ke dalam penyakit kronik, sehingga pengobatannya pun cenderung memakan waktu yang lama. 4. jenis dan manfaat diit yang baik untuk anak dengan sindrom nefrotik “... Diit yang diberikan pada pasien dengan sindroma nefrotik harus menyediakan protein dan energi yang cukup untuk menjaga keseimbangan nitrogen positif dan meningkatkan konsentrasi albumin plasma serta mengurangi
udema.
Meskipun
demikian
peningkatan
albumin
dan
keseimbangan nitrogen jarang dapat dicapai karena pemberian diit tinggi protein juga sering disertai dengan peningkatan buangan protein melalui urin…..” (Mitch, 1996). Jenis diet yang direkomendasikan ialah diet seimbang dengan protein dan kalori yang adekuat, rendah garam dan kolesterol. Kebutuhan protein anak ialah 1,5 – 2 g/kg, namun anak-anak dengan proteinuria persisten yang seringkali mudah mengalami malnutrisi diberikan protein 2 – 2,25 g/kg per hari. Maksimum 30% kalori berasal dari lemak. Karbohidrat diberikan dalam bentuk kompleks seperti zat tepung.. Selain itu, manfaat dari diit yang baik untuk anak dengan sindrom nefrotik adalah, anak akan terhindar dari adanya gangguan pertumbuhan. Penyebab dari gangguan pertumbuhan ini adalah multifaktorial, yaitu proteinuria, kehilangan insulin-like growth factor (IGF) binding protein melalui urin yang menyebabkan kadar IGD-I dan IGF-II dalam serum menurun, depresi IGF receptor mRNA, dan efek pengobatan steroid. 5. manfat imunisasi untuk anak dengan sindrom nefrotik Selain pengobatan steroid dan dalam 6 minggu setelah pengobatan dihentikan. Hanya vaksin mati yang boleh diberikan kepada penderita SN. Setelah 6 minggu penghentian steroid, vaksin hidup baru dapat diberikan. Karena penderita SN sangat rentan untuk mendapatkan infeksi terutama dari kuman berkapsul,
maka
dianjurkan
untuk
mendapatkan
imunisasi
terhadap
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, varisela dan hepatitis B. Vaksinasi terhadap pneumokokus direkomendasikan pada penderita SN terutama yang pernah mengalami peritonitis. 6. efek samping obat
I.
Pengkajian
1. Anamnesa a)
Biodata klien -
Nama
: Ananda
-
Usia
: 5 tahun
-
Jenis kelamin
:-
-
Pekerjaan
:-
b) Keluhan utama: klien mengalami anasarka P-Q-R-S-T
Ananda mengalami anasarka, satu bulan yang lalu klien mengalami bengkak di periorbital saat bangun dan saat sore hari menghilang belakangan ini bengkakanya tidak hilang walau sampai sore. Dan ibu klien menyadari kemaluan anaknya pun ikut membesar. c)
Riwayat kesehatan sekarang: Klein mengalami anasarka (edem seluruh tubuh), nafas pendek (eksprirasi : inspirasi 1:1) dan terdapat acites (+)
d)
Riwayat Kesehatan masa lalu: Apakah klien pernah mengalami penyakit infeksi atau gangguan pada system perkemihan terutama masalah pada ginjal? Pada kasus, tidak teridentifikasi.
e)
Riwayat kesehatan keluarga: Tanyakan pada klien/keluarga apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit
dengan
tanda
gejala
klien?Apakah ada riwayat herediter? Pada kasus, f)
yang
sama
dengan
tidak teridentifikasi.
Riwayat obat-obatan: Tanyakan pada klien apakah klien memiliki alergi pada obat tertentu? Apakah klien pernah mengkonsumsi obat-obatan seperti analgesik, antibiotik, atau obat – obat untuk kelainan urinarius baik dari resep dokter/dibeli sendiri sebelumnya?Apakah ada efek samping obat yang mempengaruhi kondisi klien? Pada kasus ini ananda pernah diberikan obat berbentuk tablet kecil-kecil berwarna hijau dari Puskesmas
2. Pola-pola fungsi kesehatan a)
Pola Aktivitas & Lingkungan Tanyakan bagaimana kondisi lingkungan tempat tinggal klien dan tempat biasanya klien beraktivitas? Apakah dalam aktivitas sehari - hari klien terganggu dengan keadaannya saat ini?Apakah klien mudah lelah dalam beraktivitas? Apakah lingkungan sekitar klien menjadi faktor resiko timbulnya gejala?Pada kasus, Klien bekerja di pabrik jaket kulit bagian perwarnaan dengan zat- zat yang berbahaya bagi tubuh.
b) Pola Gaya Hidup Tanyakan pada ibu klien apakah suka membeli jajanan yang mengandung bahan-bahan kimia berbahaya? c) Pola Eliminasi Tanyakan kepada klien bagaimana pola eliminasi klien? Pada kasus, klien sedikit mengelurkan urine d) Pola Nutrisi/Cairan Tanyakan pada klien berapa banyak klien biasanya minum dalam sehari? Tanyakan pada klien apakah berat badan klien turun/tidak?Bagaimana asupan nutrisi klien setiap harinya? Apakah klien mengalami kakeksia? Pada kasus, tidak teridentifikasi.
3. Aspek psiko-sosio-spiritual Terhadap Klien 1) Bio Pada klien dengan syndrome nefrotik ini terjadi perubahan pada bagian tubuhnya. Pada kasus ini jelas terjadi, dimana klien mengalami anasarka (edema seluruh bagian tubuh) 2) Psiko Klien akan merasakan malu yang diakibatkan oleh anasarka (edema seluruh bagian tubuh) selain itu klien mesti melaksanakan hospitalisasi. Untuk itu, penjelasan prosedur kepada Ibu klien mesti jelas dan tetap memberikan spirit kepada klien. 3) Sosio Klien akan kehilangan perannya dalam keluarga sebagai anak karena harus menjalani perawatan yang waktunya tidak akan sebentar dan juga perasaan akan ketidakmampuan dalam melakukan kegiatan seperti bermain dan belajar seperti biasanya. 4) Spiritual Apakah klien sudah mengalami gangguan kebutuhan spiritual sesuai dengan keyakinannya ?
4. Pemeriksaan Fisik TD
: 130/90 mmHg
RR
: 30x/menit
HR
: 112x/menit
Inspeksi
:
Klien tampak anasarka dan nafas terlihat pendek Palpasi
:
Acites (+) Perkusi
: -
Auskultasi
:
Rales (-), weezing (-), rasio inspirasi dan ekspirasi 1:1 5. Pemeriksaan Penunjang a. Uji urine Protein urin – meningkat Proteinuria masif (>29gr / 24 jam) Urinalisis – cast hialin dan granular, hematuria Dipstick urin – positif untuk protein dan darah Berat jenis urin – meningkat Glikosuria akibat disfungsi tubulus proksimal. b. Uji darah Albumin serum – menurun Hipoalbuminemia (< 3,5 g/dl) Kolesterol serum – meningkat (>200 mg% , TG > 300mg%) Hemoglobin dan hematokrit – meningkat (hemokonsetrasi) Laju endap darah (LED) – meningkat Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan. c. Uji diagnostik Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin (Betz, Cecily L, 2002 : 335). Hasil Laboratorium : (Data Kasus) -
Urine keruh
-
Protein urine
(+++)
-
Serum cholesterol
345 mg%
-
Serum creatinin
0,9 mg%
-
Hemoglobin
13
-
Serum albumin
2,1 gr%
-
BUN albumin
16 mg%
-
Hematokrit
44%
-
Produksi urine
750 ml/24 jam
II. Analisa Data Data
Etiologi
Ds : penuturan ibu klien, bahwa klien 1 bulan
yang
bengkak
disekitar
periorbital sekarang
lau
dan bengkak
hingga kemaluan klien Do : anasarka, acites (+), urine keruh
Ds : Do: rasio inspirasi dan ekspirasi 1:1 RR : 30x/menit 112x/menit
Ds : Do: anasarka
HR
:
Masalah
Hipoalbuminemia ↓ Tekanan onkotik plasma ↓ Cairan shift ke interstisial ↓ ↑Vol. intravaskuler ↓ Perfusi ginjal↓ ↓ Renin →Angiotensinogen ↓ Angiotensin I → Angiotensin II ↓ Aldosteron ↓ Retensi Na dan air ↓ Edema Edema ↓ Akumulasi cairan dirongga pleura ↓ Efusi pleura ↓ Menurunnya ekspansi paru ↓ Sesak nafas ↓ Pola nafas tidak efektif Edema ↓ Kelebihan volume cairan ↓
Kelebihan
volume
cairan b.d menurunnya tekanan onkotik plasma d.d edema anasarka
Pola nafas tidak efektif bd. penurunan ekspansi paru karena edema d.d rasio
inspirasi
ekspirasi 30x/menit
1:1
dan RR
HR
: :
112x/menit
Resiko
kerusakan
integritas
kulit
edema
bd
Menipisnya kulit sebagai pelindung tubuh ↓ Resiko kerusakan integritas kulit Ds:
Kehilangan factor melalui urin
Do: hipoalbuminemia
(hipoalbuminemia) ↓ Kehilangan factor komplemen
(serum albumin 2,1 gr%)
Resiko
infeksi
bd
penurunan immunoglobulin (Ig G) dll
(factor properdin B) dalam urin ↓ Resti infeksi Ds : Do: anasarka (edema
↑Vol. intravaskuler ↓ Perfusi ginjal↓ ↓ Renin →Angiotensinogen ↓ Angiotensin I → Angiotensin II ↓ Aldosteron ↓ Retensi Na dan air ↓ Edema
seluruh tubuh
Resiko gangguan body image bd perubahan bentuk
tubuh
(anasarka)
↓ Perubahan bentuk tubuh ↓ Resiko gangguan body image Ds : Do: rasio inspirasi dan ekspirasi 1:1 RR : 30x/menit 112x/menit
HR
:
Edema ↓ Akumulasi cairan diintra peritonel (acites) ↓ Menekan epigastrium ↓ Menekan saraf vagus ↓ Merangsang sensasi kenyang
Edema ↓ Akumulasi cairan dirongga pleura ↓ Efusi pleura ↓ Menurunnya ekspansi paru ↓ Sesak nafas ↓ Pola nafas tidak efektif
Resiko
intoleran
aktivitas bd penigkatan pola nafas, anorexia
↓ Anorexia ↓ Malaise, kelelahan ↓ Resiko intoleran aktivitas Ds :
Edema ↓ Akumulasi cairan diintra peritonel (acites) ↓ Menekan epigastrium ↓ Menekan saraf vagus ↓ Merangsang sensasi kenyang ↓ Anorexia ↓ Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
Do : acites (+),
Resiko ketidakseimbangan nutrisi
kurang
dari
kebutuhan bd anoreksia
ASKEP No
Diagnosa
Tujuan
1. Kelebihan
Tupan :
volume
cairan Gejala b.d menurunnya akumulasi tekanan onkotik plasma
d.d
edema anasarka, penuturanibukli en, bahwaklien
Intervensi
Rasional
1. Kaji dan catat, intake
1. Adanya perubahan pada
dan output
mengindikasikan edema
cairan tidak
masif
terjadi Tupen : setelah
urine input dan output
2. Untuk mengkaji adanya 2. Timbang BB setiap hari
retensi
1
bulan
yang dilakukan
3. Untuk mengkaji adanya
laubengkakdisek
perawatan
itarperiorbitalda
selama 5 x
edema :
nsekarangbengk
24 jam
- Ukur
akhinggakemalu anklien
gejala kelebihan
3. Kaji perubahan pada
lingkar
abdomen - Monitor
edema
volume
disekitar mata dan
cairan klien
daerah yang edema
berkurang dengan kriteria
- Catat
adanya
pitting jika ada - Catat warna dan
hasil :
texture dari kulit
Edema
4. Tes Bj urine, dan
anasarka
asites
albumin
berkurang, asites (-), ukuran
5. Tampung
lingkar
untuk
perut juga
laboratorium
mengecil
urine keperluan
4. Hyperalbuminuria adalah manifestasi pada NS 5. Mempermudah pemeriksaan
6. Kolaborasi
laboratorium
pemberian kortikosteroid sesuai
6. Untuk mengurangi eksresi
kebutuhan
protein dalam urine
7. Kolaborasi pemberian
diuretic
jika di indikasikan
7. Untuk mengurangi edema
8. Batasi cairan 8. Membatasi cairan agar tidak terjadi penumpukan cairan 2. Pola nafas
Tupan :
1. Kaji kualitas,
1. Dengan mengkaji kualitas,
tidak efektif
setelah
frekuensi dan
frekuensi dan kedalaman napas
bd. penurunan
dilakukan
kedalaman, serta
klien, kita dapat mengetahui
ekspansi paru
perawatan
melaporkan setiap
perubahan yuang terjadi pada
karena edema
7 x 24 jam,
perubahan yg
klien
d.d rasio
gangguan
terjadi
inspirasi dan
pola nafas
ekspirasi 1:1
yang terjadi 2. Lakukan auskultasi
2. Auskultasi napas dapat
RR : 30x/menit akibat
suara napas setiap
menenetukan kelainan suara
HR :
edema
2-4 jam
napas
112x/menit
hilang Tupen :
3. Baringkan klien
setelah
dengan posisi yang
dilakukan
nyaman, posisikan
memaksimalkan ekspansi paru
perawatan
klien semi fowler
dan menurunkan upaya untuk
3 x 24 jam pola nafas
bernapas 4. Observasi tanda-
klien
tanda vital (Nadi
kembali
dan pernapasan)
normal,
4. Peningkatan frekuensi napas dan
dengan
takikardi merupakan adanya
kriteria :
Kolaborasi
Rasio
5. Berikan diet rendah
inspirasi dan
3. Posisi semi fowler
indikasi penurunan fungsi paru
natrium 6. Terapi oksigen
5. Untuk mengurangi retensi cairan
ekspirasi 2:1
6. Mencegah terjadinya gawat nafas
TD dan HR kembali normal 3. Resiko
Tupan :
1. Inspeksi kulit
kerusakan
tidak
terhadap perubahan
integritas kulit
terjadi
warna, turgor,
bd edema
kerusakan
vaskular. Perhatikan
integritas
kemerahan,
1. Untuk mengetahui kelainan kulit yang terjadi pada klien
kulit
eksoriasi, observasi terhadap ekmosis, purpura. 2. Pantau masukan cairan dan hidrasi
2. Mencegah terjadinya kekeringan mukosa akibat dehidrasi
kulit, dan membran mulosa. 3. Inspeksi area tertentu terhadap
3. Mengobservasi ada atau tidaknya edem
adanya edema. 4. Ubah posisi dengan sering; gerakan
4. Mencegah terjadinya dekubitus akibat luka tekan
pasien dengan perlahan; beri bantalan pada tonjolan tulang, pelindung siku atau tumit. 5. Berikan perawatan kulit. Batasi
5. Mencegah terjadinya iritasi pada kulit
penggunaan sabun, berikan salep atau krim. 6. Pertahankan linen kering, bebas
6. Menghindari terjadinya gangguan integritas kulit
keriput, dan selidiki gatal. 7. Anjurkan menggunakan
7. Pakaian longgar dapat mencegah tekanan kepada kulit.
pakaian katun longgar. 8. Kolaborasi : berikan
8. Mencegah timbulnya luka tekan
matras busa.
4. Resiko infeksi bd penurunan
Tupan: Tidak
immunoglobuli terjadi n (Ig G)
infeksi
1. Lindungi anak dari 1. Untuk meminimalkan masuknya orang yang terkena
organisme
infeksi 2. Tempatkan
anak 2. Menghindari kontaminasi silang
diruangan
non
infeksi - Batasi
kontak
langsung
dengan
orang
yang
menderita infeksi - Ajarkan pengujung
untuk
mencegah infeksi seperti
:
cuci
tangan tehnik 3. Meningkatkan universal
3. Gunakan
aseptic pada setiap
precaution
tindakan cuci 4. Meningkatkan universal
4. Lakukan
tangan yang baik 5. Pertahankan dalam
precaution
anak 5. Anak mudah terkena ISPA
keadaan
hangat dan kering 6. Monitor temperatur
6. Peningkatan suhu merupakan salah satu tanda terjadinya infeksi
Ajarkan
orang
tua Agar orangtua paham dan dapat
mengenai tanda dan menangani dengan segera jika sudah
5. Resiko tinggi
Klien dapat
gejala infeksi
ada tanda-tanda infeksi
Batasi asupan natrium
Makanan yg tinggi natrium dapat
kekurangan
meng-
membuat anoreksia bertambah .
nutrisi dari
konsumsi
kebutuhan
makanan
tubuh bd
tinggi
anoreksia
protein dan
Makanan diberikan
Oreng yang anoreksia tidak bisa
kalori dan
sedikit-sedikit tapi
makan banyak, namun asupan
rendah
sering
nutrisi harus tetap masuk, sehingga
natrium
harus diberikan sedikit-sedikit namun sering.
Makanan disajikan
Untuk meningkatkan nafsu makan
hangat dan ditata
klien.
semenarik mungkin
Hygiene oral secara
Hal ini untuk mengurangi bau nafas
teratur, terutama
yang dapat memperberat anoreksia.
sebelum makan
Dengan hygiene oral yang baik sebelum makan dapat mengurangi anoreksia, dan menjaga rasa dalam lidah, atau tidak terasa pahit.
Makanan tinggi
Untuk meningkatkan protein dalam
protein, seperti daging
tubuh.
(tanpa lemak), ikan, ayam, dan susu.
Timbang BB setiap
Untuk mengevaluasi BB klien,
hari
sehingga perlu diketahui setiap hari.
6. Resiko tinggi
Klien dapat
Istirahat atau badrest,
Untuk menunjang proses
intoleran
mengungka
tirah baring
pemulihan, atau sampai edema
aktivitas bd
pkan rasa
edema
lelahnya berkurang,
berkurang.
Membantu ADL klien
istirahat
Agar mempermudah klien dan tidak menghabiskan tenaganya
dirasakan cukup
Dapat
Mendekatkan alat-alat
Untuk mempermudah klien
kebutuhan sehari-hari
melakukan melakukan aktivitas
klien
yang diinginkan
Ambulasi
upaya seseorang untuk mel
melakukan aktivitas seperti
akukan latihan jalan atau
biasa tanpa
berpindah tempat. Mobilitas
rasa lelah
merupakan suatu kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya.
7. Defisit
pengetahuan
Istirahat sesuai yang
Menjadwalkan aktivitas sehari-hari
direncanakan
dengan istirahat yang cukup.
Keluarga
Untuk mengatasi
Agar keluarga mengetahui tentang
dapat
deficit pengetahuan
penyakitnya dan memperkirakan
keluarga bd
mengetahui
keluarga, perlu
kemungkinan terburuk yang dapat
kurang
dan
dilakukan penyuluhan
terjadi serta dapat
informasi yang
menjelaska
sebagai berikut :
mempertimbangkan segala
dibutuhkan
n mengenai
Informasikan
tindakan.
penyakit
mengenai penyakit
dan tanda
(seperti pengertian,
gejalanya,
penyebab,
modifikasi
kemungkinan terburuk
diet, efek
yang dapat terjadi
dan efek
komplikasi dari
samping
penyakit)
obat/pengo batan, dosis obat, tindakan
Menjelaskan tanda dan Untuk mendeteksi lebih awal tanda
untuk
gejala dari penyakit,
dan gejala yang timbul, agar tidak
mencegah
cara menangani atau
terlambat untuk pengobatan.
infeksi, dan
tindakan yang
dapat
membutuhkan bantuan
mendeteksi
medis
awal tanda gejala yang
Jelaskan cara
membutuhk mengkaji status cairan an bantuan
tubuh, sebagai tanda
medis.
dan gejala
Mendeteksi lebih awal dari kondisi hipovolemia atau hipervolemia.
hipovolemia atau hipervolemia
Menjelaskan
Hal ini untuk membantu keluarga
mengenai medikasi
dalam pemberian obat-obat yang
Nama obat, dosis,
diprogramkan untuk klien secara
frekuensi, efek dan
tepat, dan tidak terjadi kesalahan
efek samping, dari
yang dapat memperberat kondisi
obat. Serta perlu
klien.
dijelaskan mengenai antibiotic yang harus dihabiskan sesuai dengan program dokter.
Jelaskan tentang
Untuk membantu keluarga
modifikasi diet,
mengatur menu makanan yang akan
Tinggi protein dan
disajikan untuk klien. Jika rendah
kalori, serta rendah
protein dan kalori atau tinggi
natrium
natrium akan memperburuk keadaan klien.
Jelaskan tindakan
Agar klien tidak mudah terjangkit
untuk mencegah
infeksi, karena daya tahan tubuh
infeksi, menghindari
yang menurun.
sumber infeksi
Biasakan untuk
Untuk mempertahankan daya tahan
mempertahankan
tubuh.
kesehatan umum, istirahat dan tidur yang cukup
8. Anxietas
Pemantauan lebih
Untuk mengetahui kelainan-
lanjut fungsi ginjal
kelainan yang dapat terjadi.
Klien
Jalin trush antara
Dengan sikap yang saling percaya
maupun
perawat, klien dan
antara perawat dan klien serta
keluarga
keluarga
keluarga, dapat mengurangi rasa
tidak
cemas.
merasa cemas lagi,
Mengatasi penyebab
Anxietas berkurang saat penyebab
mengataka
anxietas
dapat ditangani dengan baik.
menangani
Dorong pasien untuk
Untuk mengetahui tingkat
rasa
mengungkapakan
kecemasan yang dialami klien.
cemasnya
perasaannya
n mampu
itu, ada system
Jelaskan mengenai
Untuk mengurang kekhawatiran
pendukung
sifat dan proses
klien dan keluarga
yang
penyakit serta
efektif,
prosedur diagnostic
tampak tenang dan
Support dari orang-
Dukungan dari orang-orang terdekat
relaks
orang terdekat,
dapat membantu untuk menghadapi
terkasih, dan tersayang rasa cemas. System pendukung yang efektif diantaranya adalah orang-orang terdekatnya, seperti keluarga, dll
DAFTAR PUSTAKA
Suryadi dan Yuliani, Rita. 2001. Praktek klinik Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : Sagung Seto.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC.
Mansjoer, Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Jilid 1. Media Aesculapius. Brunner & Suddarth’s. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah. Jakarta : EGC
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : EGC
Suharyanto, Toto. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : TIM.