Nekropsi Penyu [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PATOLOGI SISTEMIK DAN NEKROPSI NEKROPSI PENYU



DISUSUN OLEH : Rizki Ainun Najib M. Aviv F



165130101111015 165130107111001



FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2019



2016 – A 2016 – A



BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Penyu adalah reptil laut dengan anatomi, fisiologi, dan kebiasaan khusus. Dianggap "terancam" oleh IUCN, masih banyak yang tidak diketahui tentang hewanhewan ini. Untungnya, dalam beberapa terakhir tahun semakin banyak fasilitas penelitian telah mengembangkan minat terhadap hal ini binatang, tetapi masih sangat sedikit bibliografi tersedia untuk pengumpulan data yang sistematis. Beberapa protokol telah dikembangkan untuk pembedahan penyu, tetapi skema yang jelas untuk pengumpulan sampel masih kurang bahkan sekarang. Menarik inspirasi dari protokol serupa pada spesies liar yang terancam punah lainnya, protokol ini merupakan campuran prosedur sebelumnya dan pengalaman kami, memberikan pendekatan praktis untuk konduksi pengumpulan data dan sampel rutin. Selanjutnya, protokol ini dirancang untuk meningkatkan pengetahuan tentang penyakit penyu di alam liar dengan memberikan panduan untuk melengkapi lebih lengkap necropsies dan pengujian penyakit. Menggunakan protokol necropsy standar adalah penting untuk memfasilitasi perbandingan data di antara saham atau populasi. Skrining untuk patogen spesifik (mis., Herpesvirus dan Mycobacterium chelonii) adalah dari semakin penting untuk menilai kesehatan populasi dan keberadaan zoonosis potensial. Didalam beberapa kasus, hasil negatif sama bermakna dengan hasil positif. Harapan kami adalah bahwa sekali orang di Laut Adriatik menyadari perlunya mempelajari lebih lanjut penyakit penyu, protokol ini juga akan menambah pengetahuan yang tersedia melalui eksekusi dari necropsi postmortem lengkap. Oleh karena itu, pada makalah kali ini akan dibahas mengenai tehnik atau cara melakukan tindak nekropsi pada hewan penyu.



1.2



Tujuan dan Manfaat - Mahasiswa/i dapat mengetahui bagaimana proses nekropsi pada penyu - Mahasiswa/i dapat mengetahui tata cara nekropsi pada penyu - Mahasiswa/i dapat mengetahui bagian penyu mana saja yang di koleksi setelah dilakukan nekropsi



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kura-kura Kura-kura adalah hewan bersisik berkaki empat yang termasuk golongan reptil. Bangsa hewan yang disebut Testudinata atau Chelonians ini khas dan mudah dikenali dengan adanya perisai atau batok. Perisai tersebut terdiri dari dua bagian yaitu pada bagian atas yang menutupi punggung adalah karapas dan bagian bawah yang menutupi perut adalah plastron. Kemudian setiap bagiannya ini terdiri dari dua lapis. Lapis luar umumnya berupa sisik-sisik besar dan keras, dan tersusun seperti genteng, sementara lapis bagian dalam berupa lempeng-lempeng tulang yang tersusun rapat seperti tempurung kecuali terdapat pada kelompok labi-labi (Trionychoidea) dan jenis penyu belimbing, yang lapis luarnya tiada bersisik dan digantikan lapisan kulit di bagian luar tempurung tulangnya (Iskandar 2000).



Di dunia terdapat lebih dari dari 328 jenis kura-kura yang digolongkan kedalam 14 famili (Reptildatabase 2013). Sedangkan di Indonesia dan Papua Nugini dijumpai 48 jenis dari 8 famili yaitu Cheloniidae, Dermochelyidae, Trionychidae, Geoemydidae, Carettochelyidae, Testudinidae, Emydidae dan Chelidae (Iskandar 2000). Bangsa testudinata di Indonesia terbagi menjadi sub bangsa yaitu cryptodyra dan pleurodira. Cryptodyra yaitu kura-kura yang dapat memasukkan secara penuh kepala dan lehernya ke dalam cangkang, sedangkan pleurodira yaitu kura-kura yang tidak dapat memasukkan secara penuh kepala dan lehernya ke dalam cangkang. Leher dan kepala ditekuk kesamping tubuhnya (Cogger & Zweifel 2003).



Taman nasional Alas Purwo merupakan salah satu kawasan pelestarian alam yang mempunyai keanekaragaman jenis reptil yang cukup tinggi. Menurut Yanuarefa dkk 2012, dijumpai 48 jenis reptil. Dari 48 jenis reptil tersebut 6 jenis merupakan bangsa kura-kura dari 3 famili yaitu Cheloniidae, Dermochelyidae dan Geoemydidae yang semuanya masuk ke dalam sub ordo Cryptodyra. Famili Cheloniidae dan Dermochelyidae merupakan famili yang anggotanya merupakan jenis-jenis penyu laut. Famili Cheloniidae mempunyai anggota yang semuanya hidup di perairan laut. Hampir semua jenis terdapat di daerah tropika dan subtropika dan hanya kadang-kadang dijumpai di daerah temperate. Di TNAP famili Cheloniidae terdiri dari 3 jenis yaitu Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea), Penyu Hijau (Chelonia mydas) dan Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata). Sedangkan famili Dermochelyidae hanya terdapat 1 jenis yaitu penyu belimbing (Dermochelys coriacea). Jenis ini mudah dibedakan dengan jenis penyu lainnya karena perisainya tidak dibentuk oleh tulang-tulang perisai berukuran besar, tetapi oleh tulang-tulang berukuran kecil yang tertanam di bawah kulit. Tulang-tulang tersebut pada bagian tertentu tersusun dalam 7 baris sehingga membentuk lunas pada perisai punggungnya. Keempat jenis penyu tersebut di Taman Nasional Alas Purwo dijumpai di sepanjang pantai selatan dari Pancur sampai Cungur dengan panjang ± 18,5 Km yang menjadikan area tersebut sebagai tempat pendaratan penyu betina untuk bertelur.



Famili ketiga yaitu famili Geoemydidae atau lebih dikenal dengan famili kurakura air tawar. Famili ini merupakan famili yang mempunyai anggota terbanyak di dunia termasuk di Indonesia. Kura-kura dari famili ini biasanya dijumpai tidak jauh dari perairan air tawar. Di TNAP famili ini terdiri dari 2 jenis yaitu Kura Batok



(Cuora amboinensis) dan Kura Bergerigi (Cyclemys dentata). Kura batok dapat dibedakan dengan jenis kura-kura lainnya dari perisai perutnya yang dapat ditutup sepenuhnya serta adanya garis kuning di kepala yang melingkar mengikuti tepi bagian atas kepala. Di TNAP jenis ini dijumpai di Parang Gedek dan Sumber Gedang. Kura Bergerigi dapat dibedakan dengan jenis lainnya dari bagian tepi perisainya di bagian belakang yang agak bergerigi, namun gerigi ini akan menghilang ketika dewasa. Lehernya mempunyai garis kuning yang jelas pada bagian pinggir dan bawah. Karapas berwarna hitam / cokelat tua dan plastron berwarna kuning dengan garis hitam. Kura Bergerigi di TNAP dijumpai di daerah Parang Gedek dan Rowobendo.



BAB III PEMBAHASAN 3.1 PEMERIKSAAN EKSTERNAL 3.1.1 Sinyalemen 3.1.1a - Identifikasi Spesies: ada beberapa elemen yang mengidentifikasi spesies penyu, tetapi yang paling efisien adalah jumlah dan disposisi skala kosta dan skala prefrontal. Variasi subyektif dalam pola-pola ini dimungkinkan.  Caretta caretta: 5 scute lateral, 2 pasang skala prefrontal,  Chelonia mydas: 4 scutes lateral, 1 pair skala prefrontal  Dermochelys coriacea: tanpa scutes - 5 punggung punggung, tanpa skala



3.1.1b - Pengumpulan Data Morfometrik: skema berbeda diusulkan dari berbagai kelompok ilmiah. Yang paling penting adalah: berat, panjang karapas melengkung (CCL), panjang dan lebar kepala (HL dan HW), panjang total ekor (TTL), dan



panjang vent-tip (VTL). Untuk pengukuran, gunakan timbangan, pita pengukur dan / atau kaliper.



3.1.1c - Penentuan Jenis Kelamin: untuk menentukan jenis kelamin penyu tidak mudah, karena perempuan dewasa sedikit berbeda dalam morfologi eksternal dari laki-laki besar dan belum dewasa. Biasanya, betina memiliki ekor pendek dan lubang kloaka terletak kira-kira setengah jalan antara ujung ekor dan skute anal plastron. Di dalam kloaka, genital papilla tetap kecil seperti klitoris di lantai kloaka. Jantan dewasa ditandai dengan ekor panjang dengan bukaan kloaka dekat ujung, dan cakar sangat melengkung pada digit kedua. Pada hewan yang lebih muda (