Nilai Dan Karakter [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

NILAI KARAKTER DAN PERILAKU KONSERVASI November 19, 2015 Devi Setioningsih Leave a comment Nilai Karakter Nilai adalah sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Sedangkan karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang. Pendidikan Karakter adalah suatu konsep dasar yang diterapkan kedalam pemikiran seseorang untuk menjadi akhlak jasmani rohani maupun budi pekerti agar lebih berarti dari sebelumnya sehingga dapat mengurangi krisis moral. Model pendidikan karakter yang dikembangkan di Unnes adalah Pendidikan Karakter berbasis Konservasi (PKK). Pendidikan Karakter berbasis Konservasi ini merupakan upaya pendidikan untuk menyemaikan dan mengembangkan nilai-nilai religius, jujur, peduli, toleran, demokratis, santun, cerdas, dan tangguh ke dalam diri mahasiswa dengan maksud agar mereka mampu menjadi agen masyarakat yang sehat, unggul, dan kompetitif. Nilai-nilai Karakter dalam Konservasi Konservasi adalah upaya atau tindakan nyata yang dilakukan untuk menyelamatkan, melindungi, dan melestarikan lingkungan sekitar secara bijaksana. Beberapa tahun terakhir ini, bangsa ini sedang mengalami krisis, seperti kerusakan lingkungan dan kurangnya daya dukung, merosotnya kepercayaan, dan jatidiri sebagai sebuah bangsa. Untuk mengatasi krisis tersebut, diperlukan upaya pemulihan kembali nilai-nilai yang telah diajarkan oleh para tokoh pendidikan dalam menyelenggarakan pendidikan berbasis konservasi dan lebih menekankan pada pendidikan karakter sebagai usaha membangun bangsa (nation character building). Dr. Muhammad Khafid, M.Si. mengungkapkan bahwa ada 11 nilai-nilai karakter konservasi, yaitu : 1. Religius Religius adalah menyakini, menjalankan ajaran agama sesuai dengan keyakinan masing-masing, serta menghargai perbedaan agama 2. Jujur Jujur adalah berperilaku sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma kebenaran, berani membela kebenaran, menepati janji dan berani mencela kebohongan dan kecurangan. 3. Cerdas



Cerdas dapat dinilai dengan cara bagaimana seseorang itu dapat berpikir dan menemukan kebenaran secara logis, serta memecahkan masalah secara tepat dan akurat. 4. Adil Adil adalah sikap atau perilaku sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta tidak sewenangwenang. 5. Tanggung jawab Meliputi selalu bekerja sesuai dengan hak dan kewajibannya, dapat mengemban kepercayaan dari orang lain, serta berani mengakui kekurangan dirinya sendiri mengakui kelebihan orang lain. 6. Peduli Peduli adalah sikap atau perilaku yang peka terhadap lingkungan. 7. Toleran Toleran dapat diwujudkan dengan mengakui perbedaan agama atau kepercayaan, mengakui perbedaan ras dan sebagainya, serta menjaga perasaan orang lain. 8. Demokratis Demokratis adalah sikap atau perilaku mengakui persamaan dan mampu menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. 9. Cinta tanah air Cinta tanah air adalah sikap atau perilaku berani membela kepentingan bangsa dan negara serta berjiwa patriot. 10. Tangguh Tangguh adalah sikap atau perilaku pantang menyerah dalam menghadapi kesulitan. 11. Santun Santun adalah sikap atau perilaku rendah hati dalam pergaulan serta berbicara dengan bahasa yang baik. Beberapa contoh kegiatan untuk mengembangkan nilai-nilai karakter dalam konservasi di atas, diantaranya melakukan sholat berjamaah), berbagi makanan dengan teman, menyelesaikan tugas hingga tuntas, dan lain sebagainya. Perilaku Konservasi



Sebagai universitas konservasi, Unnes mengembangkan 7 pilar konservasi yaitu : 1. Konservasi keanekaragaman hayati Bertujuan melakukan perlindungan, pengawetan, pemanfaatan, dan pengembangan secara arif dan berkelanjutan terhadap lingkungan hidup, flora, dan fauna di Unnes dan sekitarnya. 2. Asitektur hijau dan sistem transportasi internal Bertujuan mengembangkan dan mengelola bangunan dan lingkungan yang mendukung visi konservasi, serta mewujudkan sistem transportasi internal yang efektif, efisien, dan ramah lingkungan. 3. Pengelolaan limbah Bertujuan melakukan pengurangan, pengelolaan, pengawasan terhadap produksi sampah dan limbah, dan perbaikan kondisi terhadap lingkungan di Unnes untuk mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat. 4. Kebijakan nirkertas Bertujuan menerapkan administrasi dan ketatausahaan berwawasan konservasi secara efisien. 5. Energi bersih Bertujuan untuk melakukan penghematan energi melalui serangkaian kebijakan dan tindakan dalam memanfaatkan energi secara bijak, serta pengembangan energi terbarukan yang ramah lingkungan. 6. Konservasi etika, seni, dan budaya Bertujuan untuk menjaga, melestarikan dan mengembangkan etika, seni, dan budaya lokal untuk menguatkan jati diri bangsa. 7. Kaderisasi konservasi Bertujuan menanamkan nilai-nilai konservasi secara berkelanjutan. Berdasar pilar-pilar konservasi di atas, pilar konservasi yang dapat diterapkan di sekolah adalah keanekaragaman hayati; arsitektur hijau; pengelolaan limbah; kebijakan nirkertas; energi bersih; konservasi, etika, seni, dan budaya; dan kaderisasi konservasi. Untuk mendukung kegiatan di sekolah konservasi dan mewujudkan pilar-pilar tersebut, diperlukan penjabaran-penjabaran sederhana sehingga mudah diterima oleh guru dan masyarakat awam yang ingin mengetahui tentang konservasi. http://blog.unnes.ac.id/devisetioningsih/2015/11/19/nilai-karakter-dan-perilaku-konservasi/



NILAI KARAKTER KONSERVASI DAN PERILAKU KONSERVASI BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Bebarapa tahun terakhir ini pemanfaatan sumber daya alam dilakukan secara besarbesaran sehingga menimbulkan efek negatif berupa kerusakan lingkungan.Laju kerusakan hutan di Indonesia rata-rata 2% dari luas tanah atau sebesar 1.871 juta hektar per tahun (Food Agriculture Organization (FAO)). Serta masih banyak lagi kerusakan alam yang diakibatkan oleh ulah manusia karena terlalu mengeksploitasi alam secara besar-besaran tanpa disertai penanggulangannya. Hal tersebut terjadi karena rendahnya kepedulian masyarakat terhadap lingkungan.Dari uraian – uraian diatas penulis bermaksud mengangkat judul “Nilai Karakter dan Perilaku Konservasi”. 1.2



Rumusan Masalah 1. Nilai karakter konservasi? 2. Perilaku konservasi?



1.3



Tujuan Penulisan 1. Mengetahui nilai karakter konservasi 2. Mengetahui perilaku konservasi



BAB 2 NILAI KARAKTER KONSERVASI DAN PERILAKU KONSERVASI 2.1



Pengertian Nilai Karakter Konservasi Nilai adalah gagasan tentang apakah pengalaman tersbeut berarti atau tidak(Horton dan Hunt).Jadi nilai adalah sesuatu yang dianggap baik dan menjadi tujuan dalam kehidupan bermasyarakat.Sedangkan karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Jadi karakter adalah suatu sikap kestabilan pribadi yang membedakan seseorang dengan orang lain.Kemudian konservasi menurut Margareta (2010) dapat diartikan sebagai tindakan perlindungan dan pengawetan; sebuah kegiatan yang dilakukan untuk melestarikan sesuatu dari kerusakan, kehancuran, kehilangan, dan sebagainya.Hakikatnya konservasi adalah usaha melindungi dan melestarikan nilai budaya dan perilaku manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan.Dari uraian – uraian diatas dapat disimpulkan bahwa nilai karakter konservasi adalah sikap pribadi yang stabil untuk selalu berusaha melindungi dan melestarikan nilai budaya serta perilaku mnusia dalam berinteraksi dengan lingkungan. Menurut Dr.Puji Hardati,M.Si.,dalam bukunya Pendidikan Konservasi,seorang mahasiswa harus memiliki 11 nilai karakter konservasi yakni :



1. Nilai religius Maksud dari nilai religius yakni seorang mahasiswa hendaknya, mampu menghargai perbedaan agama,memiliki kepercayaan tentang keesaan Tuhan,memiliki jiwa amanah(tulus,ikhlas,dan dapat dipercaya)dalam melaksanakan tugas.Berikut merupakan contoh nyata seorang mahasiswa yang memiliki nilai religius.



(Toleransi beragama) 2. Nilai Jujur Maksud dari jujur disini yaitu berani mengatakan yang benar,menepati janji,berperilaku sesuai dengan norma kebenaran dalamsegala aspek kehidupan contohnya seperti pada gambar.



Gambar diatas merupakan upaya untuk membiasakan bersikap jujur.



3. Nilai Cerdas Cerdas disini maksudnya adalah mampu menemukan solusi yang logis,mampu berpikir logis sesuai iptek,kreatif dan inovatif,contoh seseorang yang memiliki nilai cerdas yaitu, 4. Nilai Adil Adil disini memiliki arti mampu berperilaku seimbang,objektif dalam memandang sesuatu,tidak sewenang – wenang terhadap orang lain,serta tidak membeda – bedakan hak orang satu dengan yang lain.Contoh dari nila adil adalah pada pembagian raskin yang benar – benar tepat sasaran seperti gambar dibawah ini



5. Nilai Tanggung Jawab Tanggung jawab berarti,bekerja sesuai hak dan kewajiban,mampu mengemban kepercayaan dari orang lain,berani mengakui kesalahan diri, dan mengakui kelebihan orang lain.Contohnya adalah ketika seseorang mengemban amanat sebagai seorang ketua hendaknya mampu melaksanakan tugasnya dengan maksimal.



6. Nilai Peduli Maksud dari nilai peduli yaitu seseorang hendaknya memiliki kepekaan dalam segala hal baik itu kepekaan tehadap kesulitan orang lain,kerusakan lingkungan,perilaku menyimpang,serta peka terhadap perubahan pola – pola sosial.Contoh dari seseorang yang memiliki nilai peduli adalah seperti pada gambar berikut ini,



7. Nilai Toleran Nilai toleran maksudnya adalah seseorang hendaknya mengakui perbedaan ras,sosial,dan budaya,mampu mendahuluka kepentingan umum,dan mampu menjaga perasaan orang lain.Misalnya dalam sebuah rapat ada berbagai macam pendapat sikap yang seharusnya kita tunjukan adalah menghargai setiap pendapat induvidu,bukan mencela pendapat orang lain karena berbeda dengan pendapat kita seperti tergambar pada contoh dibawah,



8. Nilai Demokratis



1.



Seseorang dikatakan mencerminkan nilai demokratis ketika orang tersebut mampu menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban,menghargai perbedaan,mematuhi aturan yang ada,serta mengutamakan musyawarah untuk mufakat. 9. Nilai Cinta Tanah Air Cinta tanah air berarti berani membela kepentingan bangsa dan negara,berjiwa patriot,mencintai budaya nasional,serta mencintai produk dalam negri seperti gambar berikut ini, 10. Nilai Tangguh Tangguh disini memilki arti pantang menyerah dalam menghadapi kesulitan,tidak mudah terprofokasi,mampu bekerja dibawah tekanan,percaya pada kemampuan diri sendiri,serta bersemangat untuk hasil yang optimal. 11. Nilai Santun Seseorang mencerminkan nilai santun jika orang tersebut senantiasa rendah hati,berbahasa yang baik,berperilaku sesuai dengan norma,serta senantiasa respek kepada orang lain. 2.2 Perilaku Konservasi Perilaku berarti tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan. Perilaku merupakan tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan dipelajari. Perilaku konservasi merupakan tindakan secara nyata yang dapat diamati dan dicermati terkiat dengan manajemen penggunaan sumberdaya alam oleh manusia secara berkelanjutan untuk generasi masa kini dan masa depan yang dikembangkan di Unnes yaitu berbasis pada 7 pilar konservasi yaitu : Keanekaragaman Hayati (Biodiversitas) Pilar konservasi keanekaragaman hayati bertujuan melakukan perlindungan, pengawetan, pemanfaatan, dan pengembangan secara arif dan berkelanjutan terhadap lingkungan hidup, flora, dan fauna. Program pilar konservasi keanekaragaman hayati meliputi inventarisasi, monitoring flora dan fauna, kegiatan pembibitan, penanaman, dan perawatan tanaman. Contoh perilaku konservasi pilar keanekaragaman hayati adalaha merawat tanaman di sekitar kita, tebang pilih, tidak memburu satwa secara liar,memanfaatkan sumber daya alam secara bijak, melindungi dan melestarikan flora dan fauna dan menganggap alam ini merupakan titipan bukan warisan.



2. Arsitektur Hijau dan Transportasi Internal Arsitektur hijau, secara sederhana mempunyai pengertian bangunan atau lingkungan binaan yang dapat mengurangi atau dapat melakukan efisiensi sumber daya material, air dan energi, dalam pengertian yang lebih luas, adalah bangunan atau lingkungan binaan yang efisien dalam penggunaan energi, air dan segala sumber daya yang ada, mampu menjaga keselamatan, keamanan dan kesehatan penghuninya dalam mengembangkan produktivitas penghuninya, mampu mengurangi sampah, polusi dan kerusakan lingkungan. Contoh perilaku konservasi arsitektur hijau yaitu bijak dalam mengelola ruang, bijak dalam menggunakan air, bijak dalam berkendara di kawasan kampus, bijak dalam berjalan,bijak dalam menggunakan transportasi kampus. 3. Pengelolaan Limbah



Bertujuan melakukan pengurangan, pengelolaan, pengawasan terhadap produksi limbah, dan perbaikan kondisi lingkungan di UNNES untuk mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat. Contoh perilaku konservasi pilar pengelolaan limbah membuang sampah pada tempatnya, memungut sampah disekitar kita (khususnya sampah anorganik),budayakan kerja bakti bersama untuk bersih – bersih lingkungan., memanfaatkan limbah sampah organik menjadi kompos, mengurangi limbah anorganik, dan membiasakan memanfaatkan produk daur ulang. 4. Kebijakan Nirkertas Pilar kebijakan nirkertas bertujuan menerapkan administrasi dan ketatausahaan berwawasan konservasi secara efisien. Program pilar kebijakan nirkertas diterapkan melalui optimalisasi sistem berbasis teknologi informasi, efisiensi penguunaan kertas, pemanfaatan kertas daur ulang, dan penggunaan kertas ramah lingkungan. Contoh perilaku konservasi pada pilar kebijakan nirkertas bijak dalam menggunakan kertas ,sebelum dicetak naskah disunting untuk meminimalkan kesalahan, lakukan daur ulang kertas bekas, cerdas dalam menerapkan teknologi informasi dengan menggunakan sistem informasi untuk mengurangi penggunaan kertas tercetak, serta gunakan penyimpanan arsip secara digital. 5. Energi Bersih Bertujuan untuk melakukan penghematan energi melalui serangkaian kebijakan dan tindakan dalam memanfaatkan energi secara bijak, serta pengembangan energi terbaru yang ramah lingkungan. Pilar energi bersih dilakukan dengan serangkaian kebijakan dan tindakan memanfaatkan energi secara bijak, serta mengembangkan energi terbaru yang ramah lingkungan. Contoh perilaku konservasi pada pilar energi bersih 1. Bijak dalam pemanfaatan energi listrik di rumah dan tempat kerja dengan mengampapenyekan perilaku hemat energi, menggunakan pencahayaan alami daripada banyak lampu,mematikan lampu penerangan dan peralatan listrik lainnya saat tidak digunakan,lampu penerangan jalan mengguankan sumber listrik bertenaga surya, mengatur penyejuk udara atau AC pada posisi ekoefisien, gunakan inverter pada AC,lebih memilih menggunakan kipas angin daripada menggunakan AC karena beban listrik AC sangat tinggi. 2. Bijak dalam pemanfataan peralatan listrik dengan menggunakan peralatan listrik dengan mode hemat listrik & hemat energi (LHE), mematikan peralatan jika tidak dipergunakan,jika ditinggalkan keluar ruangan harus pada posisi hybernate.mematikan peralatan jika tidak dipergunakan. 3. Bijak dalam hemat Bahan Bakar dalam Berkendaraan dengan memilih kendaraan hemat energi dan ramah lingkungan, jika memungkinkan gunakan kendaraan secara bersama,menerapkan



teknik mengemudi berbasis eko-driving, mengemudi dengan kecepatan konstan 40-50 km/ jam di jalan biasa dalam kota atau 80 km/jam di jalan bebas hambatan. 4. Bijak dalam mengupayakan pemanfaatan sumber energi baru terbarukan dengan tidak boros menggunakan BBM dari fosil,berupaya mencari dan menggunakan sumber energi terbaharukan misalnya solar sel, biogas, bio masa, biofue, kincir angin serta mendorong terwujudnya teknologi sumber energi terbarukan di lingkungan sendiri sebaga sumber energi alternatif. 6. Konservasi Etika, Seni, dan Budaya Bertujuan untuk menjaga, melestarikan dan mengembangkan etika, seni, dan budaya lokal untuk menguatkan jati diri bangsa. Contoh dari perilaku konservasi pilar etika, seni, dan budaya adalah Menonton pertunjukan seni dan budaya, ikut mengenalkan seni dan budaya Indonesia di tingkat regional, nasional dan global, menciptakan karya seni, mencintai produk dalam negeri,saling menghargai dan menghormati terhadap sesama bangsa Indonesia, menggunakan bahasa daerah pada acara tertentu, memperkenalkan dan menggunakan bahasa Indonesia pada masyarakat dunia,melestarikan musyawarah, dan mengembangkan kearifan lokal. 7. Kaderisasi Konservasi Bertujuan menanamkan nilai-nilai konservasi secara berkelanjutan. Perilaku konservasi pilar kaderisasi konservasi adalah Ikut berperan dalam berartisipasi dalam kegiatan kader konservasi di unit, mengkuti pelatihan ketrampilan konservasi,serta berperan aktif pada kegiatan bakti sosial Diposting 6th October 2015 oleh Wahyoe Istiqomah http://wistiqomah3.blogspot.com/2015/10/nilai-karakter-konservasi-dan-perilaku.html



KONSERVASI MORAL DALAM RANGKA PENDIDIKAN KARAKTER Oleh Prof. Dr. Masrukhi, M.Pd. Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan Unnes Semarang 1. Pengantar Di kalangan mahasiswa Universitas negeri Semarang, tiba-tiba saja istilah konservasi moral menjadi bagian dari kehidupan di kampus. Istilah ini dideklarasikan oleh mereka sendiri, atas prakarsa mereka sendiri, yang dimotori oleh Unit Kegiatan Kerokhanian Islam, dengan didukung oleh rokhis-rokhis seluruh fakultas di lingkungan Unnes. Deklarasi moral ini dilakukan dalam musyawarah akbar UKKI bulan Juli 2010. Deklarasi ini merupakan break down dari spirit Unnes sebagai universitas konservasi, yang dideklarasikan oleh Prof. Dr. Sudijono Sastroatmodjo, di



bulan Februari 2010. Rasanya ada kedekatan persoalan moral ini dengan aktifitas keagamaan., atau barangkali memang moral itu sumbernya adalah ajaran agama. Pada saat gegap gempita deklarasi konservasi, yang berawal mula dari relasi manusia dengan lingkungan alam, maka mahasiswa pun tidak mau ketinggalan untuk mengambil bagian penting dan monumental dengan mendeklarasikan konservasi moral. Saat itu adalah hari minggu tanggal 15 Juni 2010 Jam 10.-00 bertempat di aula FBS Universitas Negeri Semarang, hanya berselang tiga bulan dari deklarasi Unnes sebagai universitas konservasi. Sejenak saya berpikir, perlukah moral itu dikonservasi. Tetapi rasanya memang ada kandungan makna dan mnaksud yang dalam pada konservasi moral ini. 2. Konservasi Moral Moral merupakan belief system yang bersisikan tata nilai dan menjadi pedoman bagi kehidupan masyarakat. Oleh karena itu moralitas akan berjalan paralel dengan budaya masyarakat. Mengingat budaya merupakan refleksi tata nilai masyarakat yang beraneka ragam coraknya, menjadikan budaya itu pun beraneka ragam. Itulah sebabnya diskursus tentang moral sejak lama telah melahirkan paham-paham yang berbeda. Dalam kajian historis, telah lama terjadi perdebatan panjang antara paham moral relative dengan moral absolute. Kelompok pertama dimotori oleh Hegel, sedangkan kelompok kedua dimotori oleh Arthur Schopenhauer. Bagi kaum Hegelian, nilai adalah relatif, karena berkenaan dengan kesadaran kelompok manusia melalui dialektika yang panjang, berawal dati tesa, antitesa, dan sintesa. Kelak pun sintesa yang ditemukan akan berproses menjadi tesa baru. Titik akhir pencarian kebenaran bagi kelompok ini adalah ketika tercipta kesadaran akan sebuah kebenaran, yang merupakan kebutuhan bersama. Dalam konteks ini Hegel (dalam Bottomore, 2006) menyatakan: “It is not the consciousnessness of men that determines their existence, but on the contrary, their social existence determines their consciousnessness”. Paham moral relative ini menjadikan tiadanya standar nilai yang berlaku secara universal. Dapat dibayangkan, apa yang akan terjadi di tengah masyarakat, manakala nilai itu relatif, dan oleh karenanya kebenaran dan keadilan pun menjadi relatif. Adalah Willian Kilpatrick (2002) yang mengkritik dengan tajam budaya orang Amerika, yang menurutnya, akibat paham Hegelian lah menjadikan masyarakat Amerika mengalami kemorosotan moral yang dahsyat. Sedangkan kubu moral absolute menegaskan adanya standar nilai yang berlaku secara universal, untuk menjadi pedoman kehidupan masyarakat. Standar nilai ini bersumberkan pada ajaran agama, hukum, kesepakatan, adat istiadat, dan sebagainya. Schopenhauer sebagai tokohnya, menegaskan bahwa ada kecenderungan dasar untuk berbuat baik, yang dimiliki oleh seluruh manusia dari berbagai latar belakang yang berbeda.



Menurutnya, compassion adalah sebagai titik awal dari perbuatan manusia yang bermoral. Salah satu ungkapan Schopenhauer yang menarik, seperti yang dikutip oleh Miller (2003) adalah : “whoever is filled with compassion will assuredly injure no one, do harm to no one, encroach on no man’s right, he will rather have regard for anyone, forgive everyone as far as he can, and all of this actions wil bear the stamp of justice and loving kindness” Karena sifatnya yang universal, moralitas akan berlaku untuk seluruh kehidupan pada berbagai budaya dan tradisi masyarakat. Perbedaan antara dua paham di atas sesungguhnya hanya persoalan perspektif saja. Yang pertama berkenaan dengan praksis moral dalam kehidupan masyarakat yang mau tidak mau pasti bersinggungan dengan budaya (what it is). Sedangkan yang kedua berkenaan dengan idealism moralitas yang seharusnya terjadi dalam relasi kehidupan (what should be). Akan tetapi menjadi sebuah realitas di masyarakat , bahwa moralitas lebih cenderung mengikuti dinamika budaya, ketimbang sebaliknya. Itulah sebabnya sejarawan Inggris Arnold J. Toynbee memberikan warning persoalan ini melalui teorinya “radiasi budaya”. Inti dari teori tersebut adalah bahwa keberadaan beraneka budaya dimuka bumi ini saling memberikan imbas dan intervensi. Intervensi yang paling mudah dilakukan adalah pada aspek budaya yang kandungan nilainya rendah, sedangkan sebaliknya akan sulit dilakukan intervensi dari satu budaya ke budaya lainnya pada aspek budaya yang kandungan nilainya tinggi. Dalam konteks inilah betapa kemudian konservasi moral memiliki makna yang dalam. Moralitas masyarakat yang berbasiskan nilai dan budaya luhur bangsa hendaknya dilinungi, dipelihara, dan diberdayakan secara bijak, untuk menjadi pedoman kehidupan masyarakat. 3. Kompleksitas Moral Secara etimologis istilah moral berasal dari Bahasa Latin mores yang berarti adat isitiadat, kebiasaan, cara hidup. Pengertian tersebut mirip dengan kata ethos dari Bahasa Yunani, yang kemudian dikenal dengan etik. Yang terakhir ini pun mempunyai arti adat istiadat atau kebiasaan (Poespoprodjo, 1996). Ada pula kata lain yang mempunyai arti yang sama yaitu Akhlaq (Bahasa Arab), yang berasal dari kata khalaqa (khuluqun) yang berarti tabi’at, adat istiadat, atau kholqun yanng berarti kejadian atau ciptaan. Jadi akhlak ini merupakan perangai atau sistim perilaku yang dibuat, dan oleh karena itu keberadaannya bisa baik dan bisa pula jelek, tergantung pada tata nilai yang dijadikan rujukannya ( Daradjat, 2004). Dalam perbendaharaan kata-kata Bahasa Indonesia, banyak istilah yang memiliki pertautan makna dengan moralitas ini, seperti susila, budi pekerti, kepribadian, dan sebagainya. Manakala disebut salah satu atribut di atas dari seseorang maka sebutan itu terkait dengan masalah moralitas. Namun padanan kata yang sering digunakan untuk moralitas ini adalah etika. Bahkan kedua kata ini lazim dijadikan sebagai sinonim antara sesamanya. Meskipun secara etimologis istilah moral mengandung arti adat istiadat, kebiasaan, atau cara hidup, namun secara substantif tidak sekedar bermakna tradisi kebiasaan belaka melainkan berkenaan dengan baik buruknya manusia sebagai manusia. Dengan kata lain moralitas ini



merupakan tolok ukur untuk menentukan betul salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari sisi baik-buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai peelaku peran tertentu. Dengan demikian moral mengandung muatan nilai dan norma yang bersumberkan pada hati nurani manusia. Hal ini seperti ditegaskan oleh Setiadi (2010): “… maksudnya bukan sekedar apa yang biasa dilakukan oleh orang atau sekelompok orang itu, melainkan apa yang menjadi pemikiran dan pendirian mereka mengenai apa yang baik dan apa yang tidak baik, mengenai apa yang patut dan yang tidak patut untuk dilakukan perbuatan insani/actus humanus”. Poespoprodjo (1996) pun menegaskan tentang subtansi moralitas senada dengan penegasan di atas sebagai berikut: “… kebiasaan yang lebih fundamental, berakar pada sesuatu yang lengket pada kodrat manusia sepertri mengatakan kebenaran, membayar hutang, menghormati orangtua, dan sebagainya. Perbuatan-perbuatan tersebut bukan sekedar kebiasaan atau adat semata, melainkan perbuatan yang benar, dan jika menyeleweng dari padanya berarti salah”. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa moral merupakan standar kualitas perbuatan manusia yang dengannya dapat dikatakan bahwa perbuatan tersebut benar atau salah, baik atau buruk, dalam ukuran tata nilai yang bersumberkan pada hati nurani manusia. Perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan tata nilai yang bersumberkan pada hati nurani manussia, dengan demikian dikatakan sebagai perbuatan moral. Orang yang bermoral adalah orang yang memenuhi ketentuan-ketentuan kodrat yang tertanam dalam dirinya sendiri. Pengejawantahannya adalah mulai dari munculnya kehendak yaitu kehendak yang baik sampai kepada adanya tingkah laku dan tujuan yang baik pula. Predikat moral mensyarat akan adanya kebaikan yang berkesinambungan, sejak munculnya kehendak yang baik sampai kepada tingkah laku dalam mencapai tujuan yang juga baik, dan karena itu orang-orang yang bertindak atau bertingkah laku baik kadang-kadang belum dapat disebut sebagai orang yang bermoral. Meskipun kebenaran tata nilai bersifat relatif antar beberapa kelompok masyarakat, namun kebenaran moralitas lebih bersifat universal. Hal ini dikarenakan pada karakteristik moral itu sendiri yang bersumberkan pada suara hati nurasi manusia. Pada dasarnya ada dua macam suara hati murni, yaitu suara hati nurani yang mengarah pada kebaikan dan suara was-was yang mengarah pada kebaikan dan suara was-was yang mengarah pada keburukan. Jika keinginan berbuat baik ditekan, dalam arti meninggalkan untuk berbuat baik sesuai denga norma yang berlaku, maka suara hati memanggil-memanggil dan ingin mengarahkan pada hal-hal yang baik dan benar. Suara batin ini mengingatkan bahwa perbuatan itu kurang baik atau tidak baik. Suara itu berupa seruan dan himbauan yang memaksa untuk didengarkan (Drijarkara, 1996). Kehadiran suara hati nurani ini bahkan datangnya secara tiba-tiba dan kuat sekali pengaruhnya pada diri seseorang. Martin Heidegger mengungkapkannya, es ruft widererwaarten und gaar widerwillen, der ruf kommt aus mich und doch uber mich. Suara hati nurasi berfungsi untuk menahan manusia untuk tidak melakukan perbuatan yang tercela. Keberadaannya cukup kuat dalam diri seseeorang sehingga meskipun manusia mencoba untuk mengabaikan atau menindasnya, tetap saja suara hati nurani berseru dan terdengar agar manusia tidak berbuat yang menyimpang dari prinsip-prinsip kesuliaan. Suara hati nurani ini terdengar barik sebelum seseorang berbuat sesuatu, sedang berbuat maupun setelah selesai



berbuat. Jika perbuatan yang dilakukan adalah perbuatan jahat dalam arti tidak sesuai dengan kodrat kemanusiaan, maka suara hati nurani ini menuduh-nuduh. Oleh karen aitu betapa pun jahatnya manusia, tatkala melakukan suatu perbuatan yang buruk, pasti ada setitik kesadaran bahwa perbuatannya itu keliru. Sebagai ekspresinya mungkin dia merasa rendah diri, merasa berdosa terus menerus, atau bahkan melakukan bunuh diri. Hal ini terjadi karena merasa tertekan oleh peringatan-peringatan yang diserukan oleh suara hati nurani. Suara hati nurani ini mengajak manusia agar sadar untuk melakukan perbuatan yang susila. Kesadaran ini merupakan kesadaran moral yang menuntut tidak sekedar pengertian akal, melainkan pengertian dari seluruh pribadi manusia yang bersifat batiniah dan mendalam. Jadi suara hati nurani ini ada pada setiap orang, sebagai bekal kodrat kemanusiaannya. Oleh karena itu pada dasarnya setiap orang itu baik, setiap orang adalah bermoral, sesuai dengan kodrat kemanusiaannya. Namun karena kehidupan manusia terkait dengan banyak variabel baik yang bersifat intern datang dari diri manusia itu sendiri maupun yang bersifat ekstern datang dari lingkungan kehidupannya, maka keberadaan suara hati nurani dalam diri manusia ini beragam keadaannya, ada yang kuat ada pula yang lemah. Drijarkara (1996) menegaskan, meskipun pada dasarnya manusiaitu selalu cenderung berbuat baik, tetapi kesadaran moral tidaklah datang dengan sendirinya. Kesusilaan harus diajarkan dengan contoh yang baik, sehingga dengan demikian dapatlah terbentuk manusia susila lahir dan batin. Jika ditarik pembicaraan ini dalam monteks keislaman maka suara hati itu pada dasarnya iman, karena salah satu pilar keimanan adalah pembenaran dalam hati dengan suara hati (tashdiqun fil qolb). Dalam kaitan dengan keberadan iman dalam diri manusia ini, Nabi Muhammad sudah diperingatkan melalui salah satu haditsnya, hadits tersebut menyuratkan secara tegas, bahwa keberadaan keimanan dalam diri manusia itu dapat sangat kuat sehingga seluruh perilaku dan pola fikirnya dilandaskan pada keimanan kepada Tuhan, dapat juga iman itu lemah, bahkan dapat pula iman tersebut terkubur oleh faktor lain yang bertentangan dengan iman itu sendiri. Selain menunjukkan eksistensi iman dalam hati manusia, hadits itu pun mengisyaratkan perlunya pemupukan dan pembinaan keimanan agar terpelihara dari kerusakannya (kekufuran). Upayaupaya pemupukan dan pembinaan ini tidak lain adalah pendidikan dalam arti luas. Dalam pola pemikiran demikian, maka menurut hemat penulis proses-proses pendidikan dalam kajian ini khususnya pendidikan moral merupakan fitrah keagamaan (Islam). Dan oleh karena itu dalam kehidupan keluarga, orang tua wajib melakukan pendidikan moral bagi anak-anaknya, sebagai bekal untuk mereka dalam menjalankan kehidupan di masa mendatang. Tentang pendidikan moral dalam keluarga ini akan dibicarakan pada bagian mendatang. Dari paparan di atas dapat ditarik benang merah bahwa moralitas yang merupakan dasar kodrat kemanusiaan senantiasa berinteraksi dengan banyak faktor, baik yang muncul dari dalam individu maupun yang datang dari lingkungan, di mana faktor-faktor ini mengandung muatan nilai yang bertentangan dengan moralitas (counter values). Oleh karena itu moralitas seseorang dengan sendirinya merupakan resultante dari interaksi antara suara hati nurani manusia dengan banyak faktor yang bersifat kontra dengan suara hati nurani tersebut, itulah sebabnya secara empiris antara beberapa masyarakat dengan strata sosial yang berbeda memiliki moralitas yang



berbeda pula. Orang-orang miskin dengan kebudayaan kemiskinannya pun dengan demikian memiliki moralitas tersendiri. Tentang karakteristik manusia yang bermoral, banyak para ahli memberikan pendapat akan hal ini. Downey dan Kelly (2002) mengemukakan kualifikasi a moral educated person, sebagai berikut: “1. Aware of the need to take account of such factual evidence in reaching his conclutions, 2. aware that moral learning is a function of every thing, 3. his moral autonomy able to make dicessions and choices, 4. able to act in moral way, know and understand the feeling of otther, 6. have a positive commitment towards the value of morality and other people’s feelings, 7. his humanities and enables live as a moral being”. Sedangkan Aristoteles melukiskan orang yang bermoral ialah orang yang sosok dirinya menampilkan hal-hal berikut: couraage, temperance, liberality, magnificience, high mindedness, gentleness, truthfulness, wittness, and justice (Poespoprodjo, 1996). Selanjutnya Higgins (2001) mengemukakan profil orang bermoral yang dasarnya adalah tanggung jawab. Tanggung jawab yang dimaksud menurutnya meliputi: 1. needs and welfaare of the individual and others, 2. the of other, 3. moral worth atau perfect character, 4. intrinsic value of social relationship. Dari beberapa pendapat mengenai karakteristik manusia bermoral, terdapat benang merah, bahwa kualifikasi karakteristik tersebut menunjuk pada kebaikan dalam segala kompleksitas kehidupan, dimana kebaikan ini tidak saja termanifestasikan dalam bentuk perilaku, tetapi sejak munculnya kehendak, dengan didasari oleh solidaritas kelompok. 4. Moral Optimis sebagai Dasar Karakter Bangsa Akhir-akhir ini kita merasa risau dengan pemberitaan dua sumber pemberitaan yaitu lembaga internasional The Found for Peace (Dana untuk Perdamaian) dan majalah Foreign Policy (Kebijakan Luar Negeri) tenrtang Indonesia. Keduanya berpangkalan di Amerika. Menurut kedua sumber pemberitaan tersebut dinyatakan bahwa Indonesia masuk kategori warning (peringatan) untuk menjadi sebuah Negara yang gagal (the failed state). Kedua sumber pemberitaan tersebut menyajikan list tentang negara-negara di dunia, yang terkategorikan menjadi waspada, peringatan, moderat, dan berkelanjutan. Dengan mengambil variable kehidupan social, ekonomi, dan politik, kedua sumbver tersebut memaparkan list klasifikasi seluruh Negara di dunia atas dasar kategori itu. Indonesia masuk kategori warning (peringatan) bersama-sama dengan Israel tepi barat, Bolivia, Gmbia, Tanzania, dan sebagainya (http://en.wikipedia.org/wiki /List_of_countries by_Failed _States_Index). Beberapa tokoh intelektual kerapkali menyampaikan sajian data dari sumber tersebut pada berbagai seminar dengan amat bersemangat, seolah menemukan data otentik bahwa bangsa Indonesia ini sedang menuju kegagalan, tinggal sekian persen lagi. Tidak merasa canggung juga



mereka mengolok-olok bangsa sendiri beserta pemerintahannya. Kondisi yang demikian sudah tentu sangat kontra produkti dengan upaya membangun karakter bangsa. Sajian data The Found for Peace dan majalah Foreign Policy tentang Indonesia sudah tentu masih debatable. Sebab hasil survey lain yang disajikan oleh The McKenzie Institute International yang juga berpangkalan di Amerika, menunjukkan data tentang Indonesia yang sangat positif (lihat http://www.mckenziemdt.org). Siapapun kita, akan sadar sepenuhnya bahwa kondisi masyarakat Indonesia sedang berada dalam posisi yang sangat memprihatinkan. Setiap hari kita menyaksikan masyarakat bergolak dalam perilaku-perilaku yang tidak simpatik. Berbagai media pun, baik cetak maupun elektronik dalam kesehariannya selalu menyajikan berita-berita yang membuat hati para pemirsa semakin miris. Sejak berita tentang tawuran yang dilakukan oleh anak-anak pelajar, perampokan dan pemerkosaaan yang dilakukan oleh anak-anak di bawah umur, sampai pada perilaku korupsi yang dilakukan oleh orang-orang terhormat di negeri ini. Rasanya kita sudah terlalu jenuh dengan berita-berita semacam itu. Pada tataran yang agak konseptual, perilaku masyarakat pun mengalami degradasi kehidupan yang sungguh luar biasa. Perilaku-perilaku santun, toleransi, solidaritas, kepedulian sosial, gotong royong, kerja keras dan semacamnya sebagai atribut good citizenship, tergantikan oleh budaya barbarian; berupa kecurigaan, egoisme, anarkisme dan semacamnya. Dalam kondisi seperti ini, bersikap arif adalah sebuah keniscayaan. Bersikap arif adalah menyadari akan kekurangan bangsa kita, untuk pada saat yang sama dengan penuh optimisme memberikan kontribusi pada kebangkitan kembali, sesuai profesi masing-masing. Kita menyadari betapa Indonesia sebagai negara besar dengan jumlah penduduk yang besar juga, memiliki kemajemukan dalam berbagai hal, mulai dari etnis, budaya, bahasa, keyakinan, dan tradisi. Kepentingannya pun sudah pasti bermacam-macam. Apalagi secara geografis negara kita yang terdiri atas ribuan pulau ini disatukan oleh laut yang sangat luas. Yang terakhir ini menjadikan komunikasi dan konsolidasi antar bagian di Indonesia sangatlah mahal. Secara demografis Indonesia menempati posisi empat besar (242.968.342), setelah Cina (1.330.141.295), India (1.173.108.018), dan Amerika Serikat (310.968.342). Bandingkan dengan Perancis (64.768.389), Inggris (62.348.447), apalagi Malaysia (23.674.332) dan Singapura (4.701.069) (sumber diolah dari lpkjababeka.blogspot.com). Begitu pula dengan luas wilyahnya, Indonesia pun berada di posisi 15 besar (1.904.569), setelah Amerika Serikat (9.826.675), Cina (9.596.960), Australia (7.686.850), dan India (3.287.590). Hanya saja Indonesia memiliki keunikan yang tidak dipunyai negara lain, yaitu sebagai negara kepulauan. Dari data di atas ditunjukkan betapa kompleksitas negara Indonesia sangatlah tinggi. Oleh karena itu dapat diapresiasi betapa sulitnya pengelolaan negara yang amat majemuk, dengan penduduk besar dan gelaran geografisnya yang sangat luas. Kita tahu bersama, bahwa sesungguhnya Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan berbagai potensi, baik sumber daya alam, sumber daya manusia, maupun sumber daya



pendukung. Sumber daya alam sangat berlimpah ruah. Tanah kita subur dengan pencahayaan matahari yang sangat berkecukupan sepanjang tahun. Itulah sebabnya hutan, kebun, sawah, tambang, kekayaan laut, semua kita miliki. Begitu juga dengan sumber daya manusia, yang menempati posisi empat besar di dunia. Tidak kalah penting adalah juga sumber daya pendukung. Kekayaan adat istiadat, agama, budaya, bahasa, sejarah, dan sejenisnya merupakan pendukung penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Lebih dari segalanya, kita memiliki Pancasila. Para the founding father’s bangsa mewariskan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila sebagai dasar negara dan filosofi bangsa, memiliki nilai-nilai luhur yang digali dari bumi Indonesia, dan mampu menyatukan kemajemukan bangsa. Seluruh agama, kebudayaan, etnis, yang ada di muka bumi Indonesia ini dapat bernaung di bawah Pancasila, hidup dan berkembang bersama dengan menjumjung tinggi kebersamaan, keselarasan, dan keserasian. Inilah modal penting bagi bangsa Indonesia untuk kembali bangkit meraih harga diri dan martabat yang sempat memudar. Jika pun generasi sekarang ini belum sempat untuk menata diri memainkan peran secara luhur dalam menjalankan amanah akibat konflik-konflik kepentingan yang begitu tajam, atau terlalu mengedepankan kepentingan diri dan kelompoknya dengan mengkhianati amanah bangsa, kita masih optimis bahwa generasi sesudahnya bisa melakukan perubahan dan perbaikan kehidupan bangsa secara mendasar. Yang dimaksud generasi sesudahnya adalah kaum muda, para pelajar dan mahasiswa yang saat ini sedang menempa dirinya di sekolah dan kampus-kampus, untuk tumbuh dan berkembang menjadi sosok yang paripurna. 5. Pesan bagi Pembelajaran Pendidikan Karakter Secara substantive pendidikan karakter berkenaan dengan pendidikan afektif. Aspek afektif merupakan aspek yang berkenaan dengan apa-apa yang terdapat dalam diri peserta didik (the internal side), sehingga keberadaannya selalu tersembunyi. Dia berkenaan dengan dunia kejiwaan, cita-cita dan rasa, citra, serta keyakinan manusia. Seperti dikatakan oleh Graham (2002) “Affectife Learning deals with the emotional aspect of one’s behavior, the influences on our choice of goals, and the means we choose for attaining them. Those aspects include our emotions themselves, our tastes and preferences, attitude and values, morals and character, and our philosophies of life, or guading principles” Aspek yang keberadaanya tersembunyi dan berada dalam diri peserta didik sangat sulit untuk diketahui dan diukur, apalagi untuk dibina dan diarahkan melalui proses belajar mengajar di dalam kelas. Namun demikian, dengan semakin berkembangnya dunia psikologi pendidikan diperoleh suatu adagium bahwa keyakinan akan sesuatu yang paling baik hendaknya merupakan hasil belajar (Learned Behavior), sebagai hasil dari proses internalisasi secara nalar dari para peserta didik terhadap nilai-nilai kebenaran dan kebaikan. Oleh karena itu proses pembelajaran yang terselenggara harus sampai pada aras proses komunikasi yang berkarakteristikkan interaksi edukatif, sehingga merangsang timbulnya dialog internal dalam diri peserta didik. Berkaitan dengan hal tersebut, perencanaan pesan-pesan pembangunan karakter dalam proses pembelajaran sangat diperlukan. Perencanaan dimaksud disesuaikan kejiwaan anak-anak. Perencanaan yang baik akan menghasilkan proses-proses pembelajaran yang kondusif bagi



terjadinya dialog antara peserta didik dengan sumber belajar yang ada, yang pada gilirannya akan tertanam konsep-konsep pembangunan karakter dalam tingkatannya yang sangat sederhana dan konkrit. https://masrukhiunnes.wordpress.com/2015/01/26/konservasi-moral-dalam-rangka-pendidikankarakter/



Poespoprodjo, 1996. Filsafat Moral Kesusilaan dalam Teori dan Praktek. Bandung: Remadja Karya. Setiadi, A. Gunawan, 2010. Dialektika Hukum dan Moral dalam Pembangunan Masyarakat Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia.