Nimas Wulan Asih [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI FARMASI SEDIAAN STERIL



“PENGOLAHAN DAN PENGEMASAN SEDIAAN INJEKSI DOSIS BERGANDA (VIAL)”



Oleh : Nimas Wulan Asih 1801105 S1-6C



Tanggal Praktikum : 05 MEI 2021 Dosen



: apt. Ferdy Firmansyah, S.Farm., M.Sc.



Asisten Dosen



: Berliani Aprilia Rahmadewi Dyan Putri Nida Larasati



PROGRAM STUDI S1 FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU YAYASAN UNIV RIAU 2021



OBJEK III PENGOLAHAN DAN PENGEMASAN SEDIAAN INJEKSI DOSIS BERGANDA (VIAL)



I.



II.



TUJUAN PRAKTIKUM Melakukan proses pengolahan, pengemasan dan sterilisasi sediaan injeksi dosis berganda. RESEP OBJEK PRAKTIKUM R/Testosteron 11,9 mg/l Ol pro injection ad 10 l Mf. Inj da in vial



III.



TINJAUAN PUSTAKA Sediaan steril adalah sediaan yang bebas dari pencemaran mikroba baik patogen maupun non patogen, vegetatif. Sediaan yang termasuk steril yaitu sediaan obat suntik volume keciil atau besar, cairan irigasi yang dimaksudkan untuk merendam luka atau obat injeksi misalnya vial vitamin c. Sterilisasi sangat penting karena cairan tersebut langsung berhubungan dengan cairan dari jaringan tubuh yang merupakan tempat injeksi dapat terjadi dengan mudah (Ansel, 2005). Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi IV, pembuatan sediaan steril yang akan digunakan untuk injeksi harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kontaminasi dari bahan asing, Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) juga mensyaratkan setiap wadah akhir injeksi harus diamat secara fisik yang menunjukan wadah bebas dari bahan asing jika terlihat ada bahan asing harus di tolak (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995) Produk steril yang banyak diproduksi di industri farmasi adalah dalam bentuk larutan terbagi (ampul) dan bentuk serbuk padat siap untuk digunakan dengan diencerkan terlebih dahulu dengan larutan pembawa (vial). Sediaan parental, bisa diberikan dengan berbagai rute : intra vena (i.v), sub cutan (s.c), intradermal, intramuskular (i.m), intra articular, dan intrathecal. Bentuk sediaan sangat mempengaruhi cara (rute) pemberian. Sediaan bentuk suspensi, misalnya tidak akan pernah diberikan secara intravena yang langsung masuk ke dalam pembuluh darah karena adanya bahaya hambatan kapiler dari partikel yang tidak larut, meskipun suspensi yang dibuat telah diberikan dengan ukuran partikel dari fase dispersi yang dikontrol dengan hati - hati. Demikian pula obat yang diberikan secara intraspinal (jaringan syaraf di otak), hanya bisa diberikan dengan larutan dengan kemurnian paling



tinggi,



oleh



karena



sensivitas



jaringan



syaraf



terhadap



iritasi



dan



kontaminasi(Priyambodo,B.,2007). Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang dilarutkan, atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui selaput lendir. Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan atau mensuspensikan sejumah obat kedalam sejumlah pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat kedalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda (DepKes., 1979). Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya laruitan obat dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kapiler (DepKes., 1995). Sediaan injeksi volume kecil dikenal dengan beberapa wadah yaitu dosis tunggal (singel dose) wadah ampul atau cartridge dan dosis ganda (multiple dose) wadah vial atau flacon (Depkes,1995). Injeksi adalah sediaan berupa larutan, emulsi atau suspense dalam iar atau pembawa yang cocok, steril dan digunakan secara parentral. Digunakan dengan cara merobek lapisan kulit atau lapisan mukosa. Penggolongan injeksi menurut Farmakope dibagi 2 yaitu : 1. Parentral volume kecil yaitu volume larutan obat lebih kecil dari 100 ml 2. Parentral volume besar yaitu volume larutan obat lebih besar dari 100 ml Sediaan parentral dapat dikemas dalam wadah dosis tunggal maupun dosis berganda. Sediaan yang dikemas dalam dosis ganda (vial) harus mengandung bahan tambahan pengawet untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin masuk ke dalam kemasan saat pengambilan. Tetapi tidak semua bahan pengawet dapat bercampur dengan bahan obat. Sebagai contoh, benzyl alkohol tidak dapat bercampur dengan natrium suksinat kloramfenikol, dan pengawet golongan paraben dan fenol tidak dapat bercampur dengan nitrofurantoin, amfoterisin B dan eritromisin. Sangat penting untuk memilih bahan pengawet yang dapat bercampur dengan bahan obat. Bahan pengawet juga harus sesuai dengan kemasan dan penutup pada sediaan yang ditambahkan. Beberapa contoh bahan pengawet yang biasa digunakan pada sediaan parentral adalah :



Bahan pengawet Benzalkonium klorida



Konsentrasi yang digunakan (%) 0,01



Benzethonium klorida



0,01



Benzil alkohol



1,0 - 2,0



Klorobutanol



0,25 - 0,5



Klorokresol



0,1 - 0,3



Kresol



0,3 – 0,5



Metakresol



0,1 – 0,3



Ester-p-hidroksi benzoate : Butil



0,015



Metil



0,1 – 0,2



Propil



0,02 – 0,2



Timerosal



0,01



IV.



SIFAT FISIKA KIMIA BAHAN YANG DIGUNAKAN 1. Testosteron undecanoate (Pubchem) Struktur molekul



Rumus molekul



C30H48O3



Berat molekul



456,7 g/mol



Nama Kimia



3-Oxoandrost-4en-17β-yl



undecanoate;



17β-



Hydroxyandrost-4en-3-one undercanoate Pemerian



Berbentuk Kristal atau serbuk Kristal tidak berbau dan tidak berwarna atau putih dan tidak berasa



Kelarutan



Sangat mudah larut dalam methanol dan larut dalam minyak nabati dan etanol.



Melting Point



64-65oC



Incompatibilitas



Dengan alkali dan senyawa oksidator



Waktu dan penyimpanan



Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya, di



Khasiat penggunaan



Terapi pengganti testosteron pada gangguan hipogonadal



tempat sejuk.



(kondisi ketika hormon seksual yang dihasilkan oleh kelenjar seksual (pada pria disebut testis dan pada wanita disebut ovarium) berada di bawah jumlah normal) pria, primer atau sekunder. 2. Benzalkonium Klorida (Handbook of Pharmaceutical Excipient, 2006. Halaman : 8586). Struktur Kimia



Rumus Molekul



n-C12H25Cl



Berat Molekul



360 g/mol



Pemerian



Benzalkonium klorida berwarna putih atau putih kekuningan bubuk amorf, gel kental, atau serpihan agar-agar. Ini higroskopis, bersabun saat disentuh, dan memiliki bau aromatik ringan dan rasanya sangat pahit.



Kelarutan



Praktis tidak larut dalam eter; sangat larut dalam aseton, etanol (95%), metanol, propanol, dan air. Encer larutan busa benzalkonium klorida bila dikocok, memiliki tegangan permukaan rendah, memiliki deterjen dan pengemulsi.



pH



5-8



Kegunaan



Pengawet antimikroba; antiseptik; desinfektan; pelarutan; agen pembasahan.



Stabilitas



Benzalkonium klorida bersifat higroskopis dan dapat dipengaruhi oleh cahaya, udara, dan logam. Larutan stabil pada rentang pH dan suhu yang luas dan dapat disterilkan dengan autoklaf tanpa kehilangan keefektifannya. Larutan dapat disimpan dalam waktu lama pada suhu kamar. Larutan encer yang disimpan dalam polivinil klorida atau poliuretan wadah busa dapat kehilangan aktivitas antimikroba



Inkompatibilitas



Tidak cocok dengan aluminium, surfaktan anionik, sitrat, kapas, fluorescein, hidrogen peroksida, hipromelosa, iodida, kaolin, lanolin, nitrat, surfaktan nonionik dalam konsentrasi tinggi, permanganat, protein, salisilat, garam perak, sabun, sulfonamida, tartrat, seng oksida, seng sulfat,



Penyimpanan



beberapa campuran karet, dan beberapa campuran plastik. Bahan harus disimpan dalam wadah kedap udara, terlindung dari cahaya dan kontak dengan logam, di tempat yang sejuk dan kering.



3. Oleum Arachidis Minyak kacang adalah minyak lemak yang telah dimurnikan, diperoleh pemerasan biji Arachis hypogea L yang telah dimurnikan. (Farmakope Indonesia III, 1979. Halaman : 452) Sinonim



Aextreff CT; arachidis oleum raffinatum; earthnut oil; groundnut oil; katchung oil; nut oil (Handbook of Pharmaceutical Excipient, 2006. Halaman : 505)



Pemerian



minyak kacang tanah adalah cairan berwarna kuning atau kuning pucat yang memiliki bau dan rasa samar, hampir tidak berasa. Pada sekitar 38°C menjadi berembun, dan pada suhu yang lebih rendah itu sebagian membeku (Handbook of Pharmaceutical Excipient, 2006. Halaman : 505).



Kandungan



Analisis tipikal minyak kacang tanah olahan menunjukkan komposisi asam yang ada sebagai gliserida menjadi: asam arakidik 2,4%; behenic asam 3,1%; asam palmitat 8,3%; asam stearat 3,1%; asam lignoserat 1,1%; asam linoleat



Massa Jenis



26,0%, dan asam oleat 56,0% (Handbook of Pharmaceutical Excipient, 2006. Halaman : 505). 0.915 g/cm3 at 250 C (Handbook of Pharmaceutical Excipient, 2006. Halaman : 505).



Bilangan Iodin Bilangan Asam



85 sampai 105 (Farmakope Indonesia III, 1979. Halaman : 452) Tidak lebih dari 0,5. (Farmakope Indonesia III, 1979. Halaman : 452)



Bilangan Penyabunan



188 sampai 196. (Farmakope Indonesia III, 1979. Halaman : 452)



Kelarutan



Sangat sedikit larut dalam etanol (95%); larut dalam benzena, karbon tetraklorida, dan minyak; larut dengan karbon disulfida, kloroform, eter, dan heksana (Handbook of Pharmaceutical Excipient, 2006. Halaman : 505).



Kegunaan



Sebagai pelarut dan pelumas (Handbook of Pharmaceutical Excipient, 2006. Halaman : 505). Zat pembawa, zat pelarut (Farmakope Indonesia III, 1979. Halm : 452)



Stabilitas



Minyak kacang tanah pada dasarnya adalah bahan yang stabil. Namun pada eksposur untuk mengudara itu bisa perlahan menebal dan bisa menjadi tengik. Dipadatkan minyak kacang harus meleleh dan dicampur sebelum digunakan. Minyak kacang tanah dapat disterilkan dengan filtrasi aseptik atau dengan panas kering, misalnya dengan mempertahankannya pada 150oC selama 1 jam (Handbook of Pharmaceutical Excipient, 2006. Halaman : 505). Minyak kacang tanah dapat disaponifikasi oleh alkali hidroksida (Handbook of Pharmaceutical Excipient, 2006. Halaman : 505).



Inkompatibilitas



Penyimpanan



Minyak Kacang tanah harus disimpan dalam wadah baik kedap udara, lightresistant,. Pada suhu tidak melebihi 40°C



V.



PERENCANAAN 1. Komposisi R/ Testosteron 11,9 mg/ml Oleum Arachidis Benzalkonium klorida



2.Pembawa Oleum Arachidis sebagai pelarut



3.Kemasan primer Vial



4.Bahan yang diperlukan -



Testosteron 11,9 mg/ml Ol arachidis 10 ml Benzalkonium klorida



5. PERALATAN YANG DIPERLUKAN



No



Nama alat



Jumlah



Metode sterilisasi



1



Erlenmeyer 50 ml



1



Oven, 170°C, 30 menit



2



Bekerglass 50 ml



3



Oven, 170°C, 30 menit



3



Batang pengaduk



1



Oven, 170°C, 30 menit



4



Kaca arloji



4



Oven, 170°C, 30 menit



5



Spatula logam



1



Oven, 170°C, 30 menit



6



Gelas ukur



1



Oven, 170°C, 30 menit



7



Corong



1



Autoclave,121°C,15 menit



8



Kertas saring



2



Autoclave, 121°C, 15 menit



9



Indikator universal



1



Oven, 170°C, 30 menit



10



Vial



1



Oven, 170°C, 30 menit



11



Tutup karet



1



Oven, 170°C, 15 menit



12



Tutup aluminium



1



Oven, 170°C, 15 menit



Paraf



f.



Perhitungan 1. Jumlah sediaan yang akan dibuat Volume injeksi vial = 10ml Jumlah vial = 10 Dilebihkan 50% Volume yang akan dibuat : V = (volume + kelebihan ) n + (20% x (volume + kelebihan)n) V = (10 ml + 0,5) x 10 + (20% x (10 ml + 0,5) x 10) V = 10,5 ml + 21 ml V = 126 ml ~ 130 ml ( dalam 10 vial ) Jumlah bahan yang diperlukan -



Testosteron 11,9 mg/ml x 130 ml = 1.547 mg Benzalkonium klorida 0,01% = 0,01 g/100 ml x 130 ml = 0,013 g = 13 mg Ol arachidis ad 130 ml PERHITUNGAN TONISITAS



Tidak dilakukan perhitungan tonisitas dikarenakan data testosterone tidak terdapat didalam Farmakope Indonesia Edisi 6. Selain itu tidak perlu adanya tambahan zat pengisotonis karena sediaan ini dalam bentuk larutan minyak yang tidak memiliki titik beku.



VI.



PENGELOLAAN



Prosedur kerja dalam pengolahan 1. Disiapkan alat, wadah dan bahan yang diperlukan 2. Dicuci alat, wadah dan bahan , dikeringkan dan dibungkus dengan kertas perkamen 2 lapis



3. Disterilkan alat, wadah dan bahan dengan metode : - Panas basah (autoclave, 121°C, 15 menit) : corong dan kertas saring. -



Panas kering (oven, 170°C, 30 menit) : Erlenmeyer 50 ml, bekerglass 50 ml, batang pengaduk, kaca arloji, spatula logam, gelas ukur, indicator universal, dan vial.



4. Setelah disterilkan, semua alat dan wadah dimasukkan ke dalam white area, transfer box. Siapkan Oleum pro injeksi (oleum arachidis) lalu timbang bahan-bahan menggunakan kaca arloji. 5. Masukan zat aktif testosterone undecanoate sebanyak 1.547mg kedalam beker glass lalu tambahkan oleum proinjection (Oleum Arachidis) sebagai pelarut



, diaduk



hingga homogen dengan batang pengaduk 6. Larutkan benzalkonium klorida sebagai 13mg sebagai pengawet kedalam gelas beker dengan oleum proinjeksi sebagai pelarut, diaduk hingga homogen dengan batang pengaduk 7. Lalu masukan larutan benzalkonium kedalam larutan zat aktif. Dihomogenkan campuran larutan, kemudian larutan ditambahkan oleum proinjeksi add 130 ml sampai tanda batas. 8. Disaring larutan sediaan menggunakan membran filter (0,45µm) dan ditampung dengan Erlenmeyer. Diisi setiap vial dengan sediaan sebanyak 10 ml lalu tutup vial. Bawa vial ke ruang penutupan melalui transfer box. 9. Vial disterilkan di autoklaf 115 – 116o C selama 30menit. Vial yang sudah disterilisasi dibawa ke ruang evaluasi untuk dilakukan evaluasi pada sediaan. Dilakukan evaluasi sediaan, diberi etiket dan brosur, dikemas dalam wadah sekunder



VII.



PENGEMASAN a. Dikerjakan diruangan mana, sertai alasan Anda  Dilakukan di Grey Area karena untuk perakuan terhadap sediaan yang telah berada dalam wadah primer sehingga tidak ada kontak langsung sediaan dengan lingkungan luar.  Grey area (ruang sterilisasi) untuk mensterilisasi alat atau wadah dan pembuatan oleum pro injeksi (oleum arachidis).  Grey area (ruang penimbangan) Untuk menimbang bahan yang diperlukan dalam pembuatan sediaan injeksi  White area Kelas C (ruang pencampuran dan pengisian) yaitu ruang mixing untuk produksi steril  Grey area (Ruang penutupan) Area ini disebut juga area kelas D/E. Ruangan



ataupun area yang masuk dalam kelas ini adalah ruang produksi produk non steril, ruang pengemasan primer, ruang timbang.  Grey area (Ruang evaluasi) Area ini digunakan untuk evalusasi sediaan yang sudah jadi. b. Tuliskan/ tempel penandaan brosur/label yang diperlukan pada bagian ini



Komposisi : Tiap 10 ml mengandung: 1. Testoserone 11,9 mg/ml 2. Benzalkonium klorida 0,01% 3. Oleum arachidis Indikasi: Terapi pengganti testosteron pada gangguan hipogonadal (kondisi ketika hormon seksual yang dihasilkan oleh kelenjar seksual (pada pria disebut testis dan pada wanita disebut ovarium) berada di bawah jumlah normal) pria, primer atau sekunder. Kontraindikasi : kanker payudara pada pria, hiperkalsemia, kehamilan, menyusui, nefrosis.



Teston



®



Testosterone 11,9 mg/ml



LARUTAN INJEKSI UNTUK PEMAKAIAN I.M Steril dan bebas pirogen Netto : 10 ml



Simpan di suhu ruang (1525OC) dalam wadah tertutup baik dan terhindar dari cahaya matahari HARUS DENGAN RESEP DOKTER Keterangan lain lihat brosur No. Reg : :DKL 2102007343A3 No. Batch : 2107043 Mfg. Date : April 2021 Exp Date : April 2026 Diproduksi Oleh :



PT. NIMASIH PHARMA Pekanbaru - Indonesia



Teston®



Komposisi : Setiap 4 ml mengandung Testosteron Undecanoate11,9 mg Benzalkonium Klorida0,01% Oleum Arachidisad 10ml Indikasi : Digunakan untuk Terapi pengganti testosteron pada gangguan hipogonadal (kondisi ketika hormon seksual yang dihasilkan oleh kelenjar seksual (pada pria disebut testis dan pada wanita disebut ovarium) berada di bawah jumlah normal) pria, primer atau sekunder. Farmakologi : estosteronee yang merupakan hormon androgen. Hormon androgena dalah hormon steroid yang dapat merangsang atau mengontrol perkembangan dan pemeliharaan karakteristik laki-laki dengan mengikat reseptor androgen yang juga merupakan pendukung aktivitas organ seks pria dan pertumbuhan karakteristik seks sekunder laki-laki. Kontra Indikasi : kanker payudara pada pria, hiperkalsemia, kehamilan, menyusui, nefrosis. Efek samping : kanker prostat, sakit kepala, depresi, perdarahan saluran cerna, mual, ikterus obstruktif, perubahan libido, cemas, parestesia, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, hiperkalsemia, pertumbuhan tulang meningkat, efek androgenik seperti hirsutisme, seboroe, akne, perkembangan seksual dini. Dosis : : Dewasa: 120-160 mg selama 2-3 minggu Dewasa: 120-160 mg selama 2-3 minggu. Cara penggunaan : Diinjeksikan langsung ke bawah kulit secara intravena Kemasan : Vial Peringatan : Hati-hati pada pasien dengan gangguan fungsi jantung, ginjal, atau hati; lansia, penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi; epilepsi, migren, metastasis skeletal. HARUS DENGAN RESEP DOKTER SIMPAN PADA SUHU RUANG DAN JAUH JAUHKAN DARI CAHAYA LANGSUNG No reg:DKL 2102006343A3 Batch No. :1229043 Exp. Date : April 2026 Diproduksi oleh PT. NOVELIASTA FARMA PEKANBARU-RIAU



VIII.



SOAL LATIHAN 1) Apa fungsi penambahan pengawet pada pembuatan sediaan injeksi dosis tunggal volume kecil dalam vial??? JAWABAN: Penambahan pengawet berfungsi sebagai mencegah pertumbuhan atau memusnahkan bakteri yang mungkin masuk pada waktu wadah dibuka saat digunakan. Sedangkan untuk penggu naan pada pembedahan, disamping steril, larutan steril tidak boleh mengandung bahan antibakteri karena dapat menimbulkan iritasi pada jaringan. Selain itu juga karena pada sediaan vial pemakaian berulang yang rentan terkontaminasi bakteri.



IX.



PROSEDUR PENGOLAHAN INDUK



Catatan Pengolahan Bets Nama Perusahaan



:PT. NIMASIH PHARMA



Kode



Nama



Nomor



produk :



produk :



bets :



03



Testonn



2107043



Besar bets



Bentuk



Kemasan Tgl : 5 mei



Larutan 10 vial



jernih



2021 Vial



Mulai jam : 14.00



1. Komposisi : R/ Testosterone 11,9 mg/4ml Benzalkonium klorida 0,01% Oleum Arachidis ad 10ml 2. Spesifikasi A. Pemerian sediaan Cairan jernih, tidak berbau, tidak berwarna B. Bahan-bahan Testosteron undecanoate Benzalkonium klorida Oleum Arachidis C. Kemasan primer Vial 4ml



3. Penimbangan No



Nama bahan



Jumlah yang



Jumlah ditimbang



Paraf



dibutuhkan Testosteron undecanoate Benzalkonium Klorida Oleum Arachidis



1. 2. 3.



1.547 mg 13 mg Ad 130ml



4. Peralatan No



Nama alat



Metode sterilisasi



1



Erlenmeyer 50 ml



Oven, 170°C, 30 menit



2



Bekerglass 50 ml



Oven, 170°C, 30 menit



3



Batang pengaduk



Oven, 170°C, 30 menit



4



Kaca arloji



Oven, 170°C, 30 menit



5



Spatula logam



Oven, 170°C, 30 menit



6



Gelas ukur



Oven, 170°C, 30 menit



7



Corong



Autoclave,121°C,15 menit



8



Kertas saring



Autoclave, 121°C, 15 menit



9



Indikator universal



Oven, 170°C, 30 menit



10



Vial



Oven, 170°C, 30 menit



11



Tutup karet



Oven, 170°C, 15 menit



12



Tutup aluminium



Oven, 170°C, 15 menit



5.



Pengolahan RUANG



Paraf



PROSEDUR Disiapkan alat, wadah dan bahan yang diperlukan



Grey Area



Disterilkan sesuai prosedur :



(Ruang



Dicuci alat, wadah dan bahan , dikeringkan dan dibungkus



Sterilisasi)



dengan kertas perkamen 2 lapis Disterilkan alat, wadah dan bahan dengan metode : 



Panas basah (autoclave, 121°C, 15 menit) : corong dan kertas saring.







Panas kering (oven, 170°C, 30 menit) : Erlenmeyer 50 ml, bekerglass 50 ml, batang pengaduk, kaca arloji, spatula logam, gelas ukur, indicator universal, dan vial.



PARAF



Setelah disterilkan, semua alat dan wadah dimasukkan ke dalam white area, transfer box Ruang



Timbang bahan-bahan menggunakan kaca arloji.



Penimbangan White Area



Siapkan Oleum pro injeksi (oleum arachidis)



(Ruang



Masukan zat



Pencampuran) 1.547mg



aktif testosterone e



sebanyak



kedalam beker glass lalu tambahkan



oleum



proinjection (Oleum Arachidis) sebagai pelarut , diaduk hingga homogen dengan batang pengaduk Larutkan benzalkoniumklorida



sebagai 13 mg sebagai



pengawet kedalam gelas beker dengan oleum proinjeksi sebagai pelarut, diaduk hingga homogen dengan batang pengaduk Lalu masukan larutan benzalkonium kedalam larutan zat aktif. Dihomogenkan



campuran



larutan,



kemudian



larutan



ditambahkan oleum proinjeksi add 130 ml sampai tanda batas. Disaring larutan sediaan menggunakan membran filter (0,45µm) dan ditampung dengan Erlenmeyer. Diisi setiap vial dengan sediaan sebanyak 10 ml lalu tutup vial. Bawa vial White Area



keruang penutupan melalui transfer box. Ditutup vial yang sudah terisi, lalu diseal dengan aluminium



(Ruang



foil



Penutupan Grade C) Grey Area



Vial disterilkan di autoklaf 115o – 116o C selama 30menit.



(Ruang



Vial yang sudah disterilisasi dibawa ke ruang evaluasi untuk



Sterilisasi)



dilakukan evaluasi pada sediaan.



Grey Area



Dilakukan evaluasi sediaan, diberi etiket dan brosur, dikemas



(Ruang



dalam wadah sekunder



Evaluasi)



6. Pengisian kedalam kemasan primer







Pengisian dilakukan di dalam ruang steril didalam Laminary Air Flow agar menghindari adanya kontaminan yang masuk ketika penuangan larutan dengan spuit kedalam ampul.







Filtrat yang sudah di saring dimasukkan kedalam ampul ad tanda kalibrasi dengan menggunakan spuit steril. Lalu di sterilisasi akhir



7.



Sterilisasi Sterilisasi akhir dengan autoklaf pada suhu 115 – 116o C selama 30menit



8.



Rekonsiliasi Rekonsiliasi



Diperiksa oleh



Disetujui oleh



Hasil teoritis : Hasil nyata : Deviasi



:



Batas hasil : 97,0 -100,5%



Pengawas pengolahan



Manajer produksi



Tgl : DYAN PUTRI



Tanggal : 5 MEI 2021



X.



PROSEDUR PENGEMASAN PRODUK



CATATAN PENGEMASAN BETS Nama Perusahaan



: PT NIMASIH PHARMA



Prosedur/catatan No



03



Kode



Nama



Nomor



produksi



produk



bets



Besar bets



Bentuk



Kemasan



Tanggal : 5 MEI 2021



03



Teston



2107043



10



Larutan



botol



bening



Vial



Vial



Mulai jam : 14.00 Selesai jam : 17.00



Pengemasan dan Penandaan 1. Penandaan pada kemasan primer :



a. Terdapat logo obat keras b. Etiket c. Tanda Steril dan bebas pirogen d. Tanda harus dengan resep dokter e. Tanda Larutan injeksi 2. Penandaan pada dus a) Tanda obat keras, terdapat nama pabrik, nama produk, dan penandaan injeksi b) Fragile untuk memberikan petunjuk bahwa barang yang terdapat di dalam kemasan - Termasuk barang yang rapuh, pecah belah c) Keep Dry/ Simpan di tempat sejuk - Handle with care/ Tangani dengan hati-hati d) Top ntuk menentukan posisi atas dan bawah dari sebuah kemasan karton box/kardus sehingga sewaktu menumpuk karton box tidak menyebabkan barang ditaruh terbalik. e) Do Not Step on it/ Jangan Diinjak - Keep Tidy/Jagalah kebersihan f) Avoid Sun Beam/Jauhkan dari Sinar Matahari 3. Penyiapan brosur : Brosur dilipat, dimasukkan ke dalam dus bersama sediaan. 4. Pengemasan akhir : a) Kemas botol yang telah dilabel bersama brosur kedalam dus lipat b) Kemas dus lipat yang telah diisi ke dalam master box c) Tandai master box dengan label luar d) Tandai palet dengan label karantina Hasil teoritis



:



Hasil nyata



:



% dari hasil teoritis : Batas hasil 99,5% - 100% dari hasil teoritis Jika hasil nyata di luar batas tersebut diatas, lakukan “penyelidikan” terhadap kegagalan dan berikan penjelasan



XI.



PEMBAHASAN



Pada praktikum kali ini membahas tentang pengolahan dan pengemasan sediaan injeksi dosis berganda (vial). Tujuan dari percobaan ini adalah melakukan proses pengolahan, pengemasan dan sterilisasi sediaan injeksi dosis berganda. Injeksi adalah sediaan berupa larutan, emulsi atau suspensi dalam air atau pembawa yang cocok, steril dan digunakan secara parentral. Digunakan dengan cara merobek lapisan kulit atau lapisan mukosa. Sediaan parentral dapat dikemas dalam wadah dosis tunggal maupun dosis berganda. Sediaan yang dikemas dalam dosis ganda (multiple doses) dikemas dalam bentuk vial. Zat aktif yang digunakan pada praktikum pembuatan injeksi dosis berganda ini adalah testosterone. Testosteron merupakan obat Terapi pengganti testosteron pada gangguan hipogonadal (kondisi ketika hormon seksual yang dihasilkan oleh kelenjar seksual (pada pria disebut testis dan pada wanita disebut ovarium) berada di bawah jumlah normal) pria, primer atau sekunder. Praktikan akan memformulasikan sediaan injeksi testosterone undecanoate 11,9 mg/ml. Pemberian sediaan injeksi testosterone dalam bentuk instramuskular karena bentuk sediaan larutan minyak yang apabila diberikan secara



intravena maka akan terjadi



penimbunan yang akhirnya pembuluh darah bisa menjadi tersumbat. Dalam sediaan injeksi intramuskular ini tidak perlu adanya tambahan zat pengisotonis karena sediaan ini dalam bentuk larutan minyak yang tidak memiliki titik beku. Testosteroe tidak dapat larut air tetapi dapat larut dalam minyak nabati sehingga dapat dibuat dalam bentuk sediaan injeksi intramuskular. Pada testosteron yang dibuat dengan pembawa minyak lebih baik karena pembawa minyak mempunyai waktu paruh pendek sehingga dapat cepat diserap dalam saluran cerna dan depat mengalami degradasi hepatik.



Dalam formulasi sediaan ini, digunakan pelarut oleum arachidis. Oleum Arachidis memiliki bilangan asam tidak lebih dari 0,5, bilangan iodine 85 sampai 105, dan bilangan penyabunan 188 sampai 196. Hal ini sesuai dengan persyaratan sebagai oleum pro injection. Berikut Persyaratan oleum pro injection yaitu: 



Harus jernih pada suhu 100.







Pemeriaan, syarat kelarutan, sisa pemijaran, minyak mineral, minyak harsa, senyawa belerang, logam, memenuhi syarat yang tertera pada olea pinguia.







Bilangan asam tidak kurang dari 0,2 dan tidak lebih dari 0,9 4. Bilangan iodium tidak kurang dari 79 dan ridak lebih dari 128.







Bilangan penyabunan tidak kurang dari 185 dan tidak lebih dari 200 Sediaan yang dikemas dalam dosis ganda (vial) harus mengandung bahan tambahan



pengawet untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin masuk ke dalam kemasan saat pengambilan. zat tambahan pengawet yang digunakan yaitu benzalkonium Klorida. Alasan lainnya penambahan pengawet ini adalah karena kelarutannya yang tinggi hingga memudahkan dalam pencampuran. Selain itu pegawet berfungsi untuk mencegah pertumbuhan atau memusnahkan bakteri yang mungkin masuk pada waktu wadah dibuka saat digunakan. Sterilisasi akhir menggunakan sterilisasi panas kering karena apabila menggunakan autoklaf maka kemungkinan akan ada uap air yang masuk dalam sediaan. Kemungkinan ini dapat menurunkan stabilitas atau merusak sediaan yang dibuat. Sediaan yang akan disterilkan dimasukkan ke dalam wadah kemudian di tutup kedap, atau penutupan ini dapat bersifat sementara untuk mencegah pencemaran. Wadah yang tertutup sementara kemudian ditutup kedap menurut teknik aseptik. Wadah yang digunakan adalah vial berwarna coklat karena



testosterone inkompatibilitas terhadap senyawa oksidator atau dapat teroksidasi terhadap cahaya.



KESIMPULAN 1. Zat aktif yang digunakan adalah derivat testosteron berupa garam testosterone yang merupakan obat terapi pengganti testosteron 2. Pelarut yang digunakan adalah oleum arachidis. Hal ini karena Oleum arachidis memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai oleum pro injection yaitu memiliki bilangan asam tidak lebih dari 0,5, bilangan iodine 85 sampai 105, dan bilangan penyabunan 188 sampai 196 . 3. Pemberian sediaan injeksi testosterone dalam bentuk instramuskular karena bentuk sediaan larutan minyak yang apabila diberikan secara intravena maka akan terjadi penimbunan yang akhirnya pembuluh darah bisa menjadi tersumbat 4. Dalam sediaan injeksi intramuskular ini tidak perlu adanya tambahan zat pengisotonis karena sediaan ini dalam bentuk larutan minyak yang tidak memiliki titik beku. 5. Pengawet yang digunakan Benzalkonium Klorida. Alasan penambahan pengawet ini karena sediaan dikemas dalam dosis ganda (vial) sehingga harus mengandung bahan tambahan pengawet untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin masuk ke dalam kemasan saat pengambilan . Alasan lainnya karena kelarutannya yang tinggi hingga memudahkan dalam pencampuran. 6. Sterilisasi akhir menggunakan sterilisasi panas kering karena apabila menggunakan autoklaf maka kemungkinan akan ada uap air yang masuk dalam sediaan.



XII.



DAFTAR PUSTAKA Ansel, H,C, 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi Keempat. Jakarta:UI Press, Hal 50. British Pharmacopoeia. 2009. British Pharmacopoeia, Volume I & II. London: Medicines and Healthcare Products Regulatory Agency (MHRA) Council of Europe. 2005. European Pharmacopeia Fifth Edition. Strasbourg : Council Of Europe Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Inodonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi Keempat, Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal 649 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Farmakope Inodonesia Edisi VI. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Reynolds, J.E.F (editor), 1982, Martindale The Extra Pharmacopoeia, Edisi 28, The Pharmaceutical Press, London. Rowe, Raymond C., Paul J Shesky, and Marian E Quinn. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients. Sixth Edition. London : the Phamaceutical Press and Washington: the American Pharmacists Association. Sweetman, Sean C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference 36th. London : the Pharmaceutical Press