Otonomi Daerah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang masih memberikan nafas kehidupan sehingga penulis



dapat menyelesaikan



pembuatan makalah ini dengan judul “Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan



Kewarganegaraan.



Makalah



ini



membahas



tentang



Sejarah



Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia, Landasan Hukum Otonomi Daerah, Tujuan Otonomi Daerah, Kewenangan Pemerintah Daerah, dan Penyelenggaraan Otonomi Daerah. Akhirnya, penulis ingin menyampaikan terima kasih atas perhatian pembaca terhadap makalah ini, penulis



berharap semoga makalah ini



bermanfaat bagi diri penulis sendiri dan khususnya pembaca pada umumnya. “Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini” Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis



harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan



makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.



Jakarta, Juni 2013



Penulis 1



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR..................................................................................1 DAFTAR ISI............................................................................................. 2 BAB I...................................................................................................... 3 PENDAHULUAN....................................................................................... 3 A.Latar Belakang Penulisan Makalah..................................................3 B.Tujuan Penulisan Makalah...............................................................3 BAB II..................................................................................................... 4 PEMBAHASAN......................................................................................... 4 A.Otonomi Daerah..............................................................................4 B.Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia.....................6 C.Landasan Hukum Otonomi Daerah................................................11 D.Tujuan Otonomi Daerah.................................................................12 E.Kewenangan Pemerintah Daerah...................................................13 F.Penyelenggaraan Otonomi Daerah................................................15 G.Pemerintah Daerah........................................................................18 BAB III................................................................................................... 32 SIMPULAN DAN SARAN.........................................................................32 A.Simpulan:....................................................................................... 32 B. Saran............................................................................................ 33 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................33



2



BAB I PENDAHULUAN A.



Latar Belakang Penulisan Makalah Indonesia terdiri dari puluhan ribu pulau dengan karakter sosial budaya



yang berbeda. Wilayah negara kita terbagi



atas



daerah-daerah



provinsi,



kabupaten dan kota yang mempunyai pemerintahan daerah sendiri dengan potensi alam dan sosial budaya yang berbeda pula. Keragaman potensi dan kewilayahan inilah salah satu yang melatar belakangi penerapan otonomi daerah. Oleh karena itu, penulis tergerak untuk menulis makalah tentang otonomi daerah yang di dalamnya banyak terdapat partisipasi dari masyarakat.



B.



Tujuan Penulisan Makalah Makalah ini diharapkan dapat menjadi sedikit pembuka wawasan bagi



pembaca. Pembaca juga dapat mengetahui permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kehidupan sehari-hari mengenai materi yang dibahas, sehingga dapat sedikit membantu pembaca untuk menyikapinya. Tujuan lain dibuatnya makalah ini agar pembaca lebih mengenal hal-hal mengenai otonomi daerah yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari yang biasanya tidak kita sadari, serta mampu untuk lebih dapat berpartisipasi di dalamnya.



3



BAB II PEMBAHASAN A.



Otonomi Daerah Menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, otonomi



daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Menurut UU No. 32 Tahun 2004, terdapat beberapa istirahat dalam pelaksanaan otonomi daerah, yaitu 1. Pemerintah pusat adalah presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD Negera Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Pemerintah daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 3. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati atau wali kota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah. 4. DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah. 5. Daerah otonomi adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat. Menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.



4



6. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setemapt berdasarkan asal-usul dan adat istiadat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintah negara kesatuan republik Indonesia. Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu: 1. Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara ("Eenheidstaat"), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan. 2. Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undangundang Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan. Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II) dengan beberapa dasar pertimbangan: 1. Dimensi Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan



sehingga



risiko



gerakan



separatisme



dan



peluang



berkembangnya aspirasi federalis relatif minim. 2. Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif.



5



3. Dati II adalah daerah "ujung tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.



Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah: 1. Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah. 2. Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air. 3. Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju.



B. Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia 1. Warisan Kolonial Pada tahun 1903, pemerintah kolonial mengeluarkan Staatsblaad No. 329 yang memberi peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang mempunyai keuangan sendiri. Kemudian staatblaad ini deperkuat dengan Staatblaad No. 137/1905 dan S. 181/1905. Pada tahun 1922, pemerintah kolonial mengeluarkan sebuah undang-undang S. 216/1922. Dalam ketentuan ini dibentuk sejumlah provincie, regentschap, stadsgemeente, dan groepmeneenschap yang semuanya menggantikan locale ressort. Selain itu juga, terdapat pemerintahan yang merupakan persekutuan asli masyarakat setempat (zelfbestuurende landschappen).



6



Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh pemerintahan kolonial dengan sejumlah kontrak politik (kontrak panjang maupun kontrak pendek). Dengan demikian, dalam masa pemerintahan kolonial, warga masyarakat dihadapkan dengan dua administrasi pemerintahan. 2.



Masa Pendudukan Jepang Ketika menjalar PD II Jepang melakukan invasi ke seluruh Asia Timur mulai Korea Utara ke Daratan Cina, sampai Pulau Jawa dan Sumatra. Negara ini berhasil menaklukkan pemerintahan kolonial Inggris di Burma dan Malaya, AS di Filipina, serta Belanda di Daerah Hindia Belanda. Pemerintahan Jepang yang singkat, sekitar tiga setengah tahun berhasil melakukan perubahan-perubahan yang cukup fundamental dalam urusan penyelenggaraan pemerintahan daerah di wilayah-wilayah bekas Hindia Belanda. Pihak penguasa militer di Jawa mengeluarkan undang-undang



(Osamu



Seire)



No.



27/1942



yang



mengatur



penyelenggaraan pemerintahan daerah.



7



Pada masa Jepang pemerintah daerah hampir tidak memiliki kewenangan. Penyebutan daerah otonom bagi pemerintahan di daerah pada masa tersebut bersifat misleading. 3. Masa Kemerdekaan a. Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 menitikberatkan pada asas dekonsentrasi,



mengatur



pembentukan



KND



di



keresidenan,



kabupaten, kota berotonomi, dan daerah-daerah yang dianggap perlu oleh mendagri. Pembagian daerah terdiri atas dua macam yang masing-masing dibagi dalam tiga tingkatan yakni: 1) Provinsi 2) Kabupaten/kota besar 3) Desa/kota kecil. UU No.1 Tahun 1945 hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat dan segera saja. Dalam batang tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 pasal saja dan tidak memiliki penjelasan. b. Periode Undang-undang Nomor 22 tahun 1948 Peraturan kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di Indonesia adalah UU Nomor 22 tahun 1948 yang ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 10 Juli 1948. Dalam UU itu dinyatakan bahwa daerah Negara RI tersusun dalam tiga tingkat yakni: 1) Propinsi 2) Kabupaten/kota besar 3) Desa/kota kecil 4) Yang berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri. c. Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 8



Menurut UU No. 1 Tahun 1957, daerah otonom diganti dengan istilah daerah swatantra. Wilayah RI dibagi menjadi daerah besar dan kecil yang berhak mengurus rumah tangga sendiri, dalam tiga tingkat, yaitu: 1) Daerah swatantra tingkat I, termasuk kotapraja Jakarta Raya 2) Daerah swatantra tingkat II 3) Daerah swatantra tingkat III. UU No. 1 Tahun 1957 ini menitikberatkan pelaksanaan otonomi daerah seluas-luasnya sesuai Pasal 31 ayat (1) UUDS 1950. d. Periode Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 Penpres No. 6 Tahun 1959 yang berlaku pada tanggal 7 November 1959 menitikberatkan pada kestabilan dan efisiensi pemerintahan daerah, dengan memasukkan elemen-elemen baru. Penyebutan daerah yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri dikenal dangan daerah tingkat I, tingkat II, dan daerah tingkat III. Dekonsentrasi sangat menonjol pada kebijakan otonomi daerah pada masa ini, bahwa kepala daerah diangkat oleh pemerintah pusat, terutama dari kalangan pamong praja. e. Periode Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 Menurut UU ini, wilayah negara dibagi-bagi dalam tiga tingkatan yakni: 1) Provinsi (tingkat I) 2) Kabupaten (tingkat II) 3) Kecamatan (tingkat III) Sebagai



alat



pemerintah



pusat,



kepala



daerah



bertugas



memegang pimpinan kebijaksanaan politik polisional di daerahnya, menyelenggarakan koordinasi antarjawatan pemerintah pusat di daerah, melakukan pengawasasan, dan menjalankan tugas-tugas lain yang diserahkan kepadanya oleh pemerintah pusat. Sebagai alat 9



pemerintah daerah, kepala daerah mempunyai tugas memimpin pelaksanaan



kekuasaan



eksekutif



pemerintahan



daerah,



menandatangani peraturan dan keputusan yang ditetapkan DPRD, dan mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan. f. Periode Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 UU ini menyebutkan bahwa daerah berhak mengatur, dan mengatur rumah tangganya berdasar asas desentralisasi. Dalam UU ini dikenal dua tingkatan daerah, yaitu daerah tingkat I dan daerah tingkat II. Daerah negara dibagi-bagi menurut tingkatannya menjadi: 1) Provinsi/ibu kota negara 2) Kabupaten/kotamadya 3) Kecamatan Titik berat otonomi daerah terletak pada daerah tingkat II karena daerah tingkat II berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga lebih mengerti dan memenuhi aspirasi masyarakat. Prinsip otonomi dalam UU ini adalah otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. g. Periode Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Pada prinsipnya UU ini mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih mengutamakan desentralisasi. Pokok pikiran dalam penulis an UU No. 22 tahun 1999 adalah sebagai berikut: 1) Sistem



ketatanegaraan



Indonesia



wajib



menjalankan



prinsip



pembagian kewenangan berdasarkan asas desentralisasi dalam kerangka NKRI. 2) Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah daerah provinsi sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah daerah kabupaten dan daerah kota. 3) Daerah di luar provinsi dibagi dalam daerah otonomi. 10



4) Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten. Secara umum, UU No. 22 tahun 1999 banyak membawa kemajuan bagi daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tetapi sesuai perkembangan keinginan masyarakat daerah, ternyata UU



ini



juga



dirasakan



belum



memenuhi



rasa



keadilan



dan



kesejahteraan bagi masyarakat. h. Periode Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Pada tanggal 15 Oktober disahkan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah Daerah yang dalam pasal 239 dengan tegas menyatakan bahwa dengan berlakunya UU ini, UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku lagi. UU baru ini memperjelas dan mempertegas hubungan hierarki antara kabupaten dan provinsi, antara provinsi dan pemerintah pusat berdasarkan asas kesatuan administrasi dan kesatuan wilayah. Pemerintah pusat berhak melakukan kordinasi, supervisi, dan evaluasi terhadap pemerintahan di bawahnya, demikian juga provinsi terhadap kabupaten/kota. Di samping itu, hubungan kemitraan dan sejajar antara kepala daerah dan DPRD semakin dipertegas dan diperjelas.



C.



Landasan Hukum Otonomi Daerah Pada zaman Hindia Belanda prinsip-prinsip otonomi daerah sudah



diterapkan dan sejak berdirinya negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), otonomi daerah sudah diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia. Hal tersebut dapat kita lihat dari adanya berbagai macam peraturan perundang-undangan mengenai otonomi daerah sejak kemerdekaan hingga sekarang. Undang-undang mengenai otonomi daerah yang pernah berlaku di Indonesia adalah : 11



1. UU No. 1/1945 (menganut sistem otonomi daerah rumah tangga formil) 2. UU No. 2/1948 (menganut otonomi dan mebedewind yang seluas-luasnya) 3. UU No. 1/1957 (menganut otonomi riil yang seluas-luasnya) 4. UU No. 5/1974 (menganut otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab) 5. UU No. 22/1999 (menganut otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab) 6. UU NO. 32/2004 (menganut otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab).



D.



Tujuan Otonomi Daerah Tujuan utama dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah antara lain



adalah membebaska pemerintah dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan daerah. Dengan demikian pusat berkesempatan mempelajari, memahami, merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat daripadanya. Pada saat yang sama pemerintah pusat diharapkan lebih mampu berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro (luas atau yang bersifat umum dan mendasar) nasional yang bersifat strategis. Di lain pihak, dengan desentralisasi, daerah akan mengalami proses pemberdayaan yang optimal. Kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah akan terpacu, sehingga kemampuannya dalam mengatasi berbagai masalah yang terjadi di daerah akan semakin kuat.



Adapun tujuan pemberian otonomi kepada daerah : 1. Peningkatan pelayanan dari kesejahteraan masyarakat yang semakin baik 2. Pengembangan kehidupan demokrasi 12



3. Keadilan 4. Pemerataan 5. Pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antardaerah dalam rangka keutuhan NKRI. 6. Mendorong untuk memberdayakan masyarakat 7. Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).



E.



Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam penerapan otonomi daerah, yang menjadi titik utama dan



menjadi topik yang hangat dibicarakan oleh berbagai lapisan masyarakat adalah mengenai pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus jelas dan tegas, sehingga dalam penerapannya tidak ada yang tmang tindih, maupun saling berbenturan. 1. Kewenangan pemerintah pusat Dalam rangka menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan dari pemerintah pusat maka pemerintah pusat akan mengurus urusan pemerintahan sebagaimana yang diatur dalam undangundang pemerintah pusat memiliki kewenangan yang bukan merupakan kewenangan pemerintah daerah, yakni meliputi : a. Politik luar negeri b. Pertahanan c. Keamanan d. Yustisi 13



e. Moneter dan fiskal nasional f. Agama 2. Kewenangan pemerintah daerah Wewenang yang dimiliki pemerintah daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah amat luas. Urusan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah terjadi dari urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi meliputi : a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan b. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang c. Penyelenggaraan, ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat d. Penyediaan sarana dan prasarana umum e. Penanganan bidang kesehatan f.



Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial



g. Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota h. Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota i.



Memfasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah yang termasuk lintas kabupaten/kota



j.



Pengendalian lingkungan hdiup



k. Pelayanan pertahanan termasuk lintas kabupaten/kota l.



Pelayanan kependudukan dan catatan sipil



m. Pelayanan administrasi umum pemerintahan n. Pelayanan



administrasi



penanaman



modal



termasuk



lintas



kabupaten/kota



14



o. Penyelenggaraan



pelayanan



dasar



lainnya



yang



belum



dapat



diselenggarakan oleh kabupaten/kota p. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh undang-undang Sedangkan yang dimaksud dengan urusan pilihan pemerintahan provinsi adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpoensi untuk meningkatkan keseahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Sehingga yang menjadi urusan pilihan setiap pemerintahan provinsi satu dengan yang lain berbeda beda. Selanjutnya, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota



sama



seperti



urusan



wajib



yang



menjadi



kewenangan



pemerintah daerah provinsi. Sedangkan urusan pilihan pemerintahan kabupaten/kota adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berotensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.



F.



Penyelenggaraan Otonomi Daerah Otonomi daerah diselenggarakan dengan tujuan tertentu. Agar otonomi



daerah dapat mencapai tujuan tersebut maka dalam penyelenggaraan pemerintahan, pemerintah pusat menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi. Sedangkan pemerintah daerah menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan. Pengertian dari asas-asas tersebut adalah :



1. Asas desentralisasi Asas desentralisasi adalah penyebaran kekuasan atau wewenang pemerintahan oleh pemerintah (pusat) kepada daerah otonom untuk



15



mengatur dan mengurus ppemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Asas dekonsentrasi Asas dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari pemerintah (pusat) kepada gubernur sebagai wail pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. 3. Asas tugas pembantuan Asas tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah (pusat) kepada daerah dan/atau desa, dari pemerintah provinsi kepada daerah dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. Selain ketiga asas di atas, ada 9 (sembilan) asas lain yang menjadi pedoman penyelenggaraan pemerintahan. Kesembilan asas tersebut disebut asas



umum



penyelenggaraan



negara,



yaitu:



kepastian



hukum,



tertib



penyelenggaraan negara, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas. Kesembilan asas umum penyelenggaraan negara tersebut akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Asas kepastian hukum, maksudnya adapun yang dilakukan pemerintah daerah haruslah berdasarkan hukum yang berlaku 2. Asas



tertib



penyelenggaraan



negara,



maksudnya



penyelenggaraan



pemerintah daerah harus dilaksanakan sesuai dengan tertib administrasi negara. 3. Asas kepentingan umum, maksudnya apapun yang dilakukan oleh pemerintah daerah haruslah untuk kepentingan umum. 4. Asas keterbukaan, maksudnya masyarakat harus tahu apa yang dilakukan oleh pemerintahnya dan tidak boleh ditutup-tutupi. 5. Asas



proporsionalitas,



maksudnya



penyelenggaraan



negara



harus



seimbang, tidak boleh berat sebelah 16



6. Asas profesionalitas, maksudnya penyelenggaraan pemerintah daerah harus dilakukan oleh orang yang ahli di bidang masing-masing. 7. Asas akuntabilitas, maksudnya pemerintah harus bisa mempertanggungjawabkan tindakannya kepada masyarakat. 8. Asas efisiensi, maksudnya penyelenggaraan pemerintah daerah harus bisa dijalankan dengan baik tanpa menghabiskan waktu dan tenaga 9. Asas efektivitas, maksudnya penyelenggaraan perintah daerah harus bekerja dengan baik, sesuai dengan tujuan semula. Dalam penyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak, yaitu: 1. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya 2. Memilih pimpinan daerah 3. Mengelola aparatur daerah 4. Mengelola aparatur daerah 5. Mengelola kekayaan daerah 6. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah 7. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah 8. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah 9. Mendapatkan hal lainnya yang diatur dalam peraturan perundangundangan Selain memiliki hak, daerah juga juga memiliki kewajiban yaitu : 1.



Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan negara Kesatuan Republik Indonesia



2.



Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat



3.



Mengembangkan kehidupan demokrasi 17



4.



Mewujudkan keadilan dan pemerataan



5.



Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan



6.



Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan



7.



Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak



8.



Mengembangkan sistem jaminan sosial



9.



Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah



10. Mengembangkan sumber daya produktif di daerah 11. Melestarikan lingkungan hidup 12. Mengelola administrasi kependudukan 13. Melestarikan nilai osial budaya 14. Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya 15. Kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undang Otonomi daerah dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).



G.



Pemerintah Daerah Pemerintah daerah terdiri atas kepala daerah dan perangkat daerah.



Perangkat daerah terdiri atas sekretaris daerah, dinas daerah, dan lembaga teknis lainnya (menurut kebutuhan daerah setempat). Kepala daerah merupakan mitra DPRD yang harus bekerja sama dalam menjalankan administrasi pemerintahan daerah. Kepala daerah mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut: 1. Memimpin penyelenggaraan pemerintah daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD 18



2. Mengajukan rancangan peraturan daerah (perda) 3. Menetapkan perda yang telah mendapatkan persetujuan bersama DPRD 4. Menyusun



dan



mengajukan



rancangan



perda



tentang



anggaran



pendapatan dan Belanja daerah (APBD) kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama 5. Mengupayakan terlaksanakannya kewajiban daerah 6. Mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengeadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundangundangan 7. Melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam



menjalankan



tugas



dan



kewajiban



tersebut,



kepala



daerah



bertanggung jawab kepada DPRD. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat yang ada di daerah. Anggota DPRD dipilih melalui pemilu. Dalam menjalankan tugasnya, DPRD memiliki alat kelengkapan yang terjadi dari pimpinan komisi, panitia musyawarah, panitia anggaran, badan kehormatan, dan alat kelengkapan lain yang diperlukan. Tugas dan wewenang DPRD, meliputi : 1. Membentuk peraturan daerah (perda) yang dibahas bersama dengan kepala daerah untuk mendapatkan persetujuan bersama 2. Membahas dan menyetujui rancangan perda tentang APBD bersama dengan kepala daerah 3. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan perda dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan emerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di dalam



19



4. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah kepada presiden melalui menteri dalam negeri bagi DPRD provinsi dan kepala menteri dallam negeri melalui gubernur bagi DPRD kabupaten/kota Sumber Pembiayaan Pemerintah Daerah Otonomi daerah pada akhirnya akan tetap terkait dengan pembahasan mengenai keuangan atau pandangan di daerah. Dalam hal ini, daerah kabupaten/kota/provinsi



memiliki



kewenangan



untuk



mengupayakan



diperolehnya keuangan atau pandangan daerah termasuk di dalamnya adalah pengelolaannya. Sumber pendapatan daerah menurut Undang-Undang RI Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, pendapatan daerah bersumber dari : Pendapat Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) bersumber dari : 1. Hasil pajak daerah 2. Hasil retribusi daerah 3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 4. Lain-lain Pad yang sah, contohnya: jasa, giro, pendapatan, bunga, keuntungan silsilah nilai tukar menukar rupiah terhadap mata uang asing, komisi, potongan harga, dan lain-lain.



Dana Perimbangan Dana perimbangan terdiri atas Dana Bagi Hasil, dana bagi hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam. 1. Dana bagi hasil yang bersumber dari pajak, terdiri dari : a. Pajak bumi dan bangunan (PBB) 20



b. Bea Peroleha Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) c. Pajak Penghasilan (PPh) 2. Dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam, berasal dari : a. Kehutanan b. Pertumbuhan umum c. Perikanan d. Pertambangan minyak bumi e. Pertambangan gas bumi f.



Pertambangan panas bumi



Dana Alokasi Umum (DAU) Dana alokasi Umum (DAU) merupakan dana yang bersumber dari Anggaran pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Dana alokasi khusus (DAK) merupakan dana yang juga berasal dari APBN, tetapi dipergunakan untuk membantu mendanai kegiatan khusus pada daerah tertentu sesuai dengan prioritas nasional.



Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah Lain-lain pendapatan daerah yang sah adalah seluruh pendapatan daerah selain PAD dan Dana Perimbangan, yang meliputi, dan darurat, dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan oleh pemerintah. Hibah merupakan bantuan berupa uang, barang, dan/atau jasa yang berasal dari pemerintah (pusat) masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri.



21



Pendapatan dana darurat merupakan bantuan pemerintah (pusat) dari APBN Kepada pemerintah daerah untuk mendanai keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana alam atua peristiwa tertentu yang laur biasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh daerah melalui dana APBD.



H. Partisipasi Masyarakat dalam Perumusan Kebijakan Publik di Daerah 1. Partisipasi masyarakat Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah tidak akan pernah lepas dari partisipasi masyarakat. Kalian tentu memahami tujuan penerapan otonomi daerah adalah mewujudkan masyarakat sejahtera, maka dari itu masyarakat harus ikut serta dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dengan pelaksanaan otonomi daerah diharapkan masyarakat tidak lagi menjadi obyek akan tetapi menjadi subyek. Artinya, masyarakat bukan lagi dilihat



sebagai



sasaran



pembangunan



namun



menjadi



pelaku



pembangunan. Sebelum lebih jauh, sebaiknya kita pahami dulu apa yang dimaksud dengan partisipasi. Partisipasi dapat diartikan sebagai pengambilan bagian dari kegiatan bersama. Partisipasi juga dapat diartikan sebagai suatu kesadaran masyarakat untuk membantu pemerintah dalam mewujudkan tujuan suatu program yang telah ditetapkan dengan tidak mengorbankan kepentingannya sendiri. Pendapat dari Dwi Tiyanto (2006) ahli komunikasi politik Universitas Sebelas Maret, mencatat beberapa arti partisipasi sebagai berikut: a. Kontribusi sukarela tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan, b. Kepekaan masyarakat dalam menerima dan melaksanakan program, c. Proses aktif dalam mengambil inisiatif, d. Pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan pelaksana program dari luar. 22



e. Keterlibatan sukarela masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri, f.



Keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka sendiri. Dalam menentukan kebijakan partisipasi masyarakat sangatlah



penting.



Pemerintah



berperan



dalam



memberikan



arahan



dan



membantu dalam perumusan kebijakan. Proses ini penting karena setiap kebijakan



publik



apabila



dalam



perumusannya



mengikutsertakan



masyarakat, maka kebijakan publik yang dihasilkanakan lebih sesuai dengan keinginan dan berpihak pada kepentingan masyarakat. Bahkan masyarakat akan dengan terbuka ikut serta dalam pelaksanan kebijakan tersebut. Jika demikian maka akan menumbuhkan semangat persatuan serta kerja



keras masyarakat. Partisipasi



masyarakat



terhadap



pemerintah maupun pada lembaga legislatif (DPRD) juga bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Diantaranya memupuk budaya demokrasi, menumbuhkan masyarakat yang sadar hukum, bermoral dan berakhlak mulia. 2. Kebijakan Publik Pengertian Untuk memahami istilah dan pengertian kebijakan publik, kita perlu mengetahui pengertian kebijakan publik. Kebijakan publik berasal dari kata kebijakan dan publik. Kebijakan (policy) berasal dari bahasaYunani polis yang berarti negara/kota. Dalam bahasa Latin disebut politia yang berarti negara. Dalam bahasa Inggris disebut dengan policie yang berarti masalah yang berhubungan dengan masalah publik dan administrasi pemerintahan. Sedangkan kata publik berasal dari bahasa Inggris, public yangberartiumum, masyarakat atau negara. Berdasarkan arti kata tersebut maka kebijakan publik adalah setiap keputusan atau kegiatan yang dikeluarkan atau dijalankan berkaitan dengan kepentingan publik



dan



negara. Agar lebih jelas lagi tentang pengertian kebijakan publik kalian dapat mempejarai beberapa pendapat ahli berikut:



23



a. Thomas R. Dye Kebijakan publik adalah apapun juga yang dipilih pemerintah, apakah mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu. b. Hoogerwert Kebijakan publik sebagai unsur penting dari politik, dapat diartikan sebagai mencapai tujuan-tujuan tertentu menurut waktu tertentu. c. Anderson Kebijakan



publik



adalah



hubungan



antar



unit-unit



pemerintah



dengan lingkungannya. (Bambang Margono dkk, 2003:6) Perumusan kebijakan publik Penerapan otonomi daerah secara luas, nyata dan bertanggung jawab memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus



rumah tangganya sendiri. Untuk itu, setiap daerah otonom



dalam merumuskan suatu kebijakan publik harus memperhatikan aspirasi masyarakat. Adanya perumusan kebijakan publik ini, merupakan suatu kesempatan yang



paling



tepat



bagi



masyarakat



untuk mengajukan



usulan. Bagaimanakah alur proses perumusan kebijakan publik? Menurut William N. Dunn (2000:4) perumusan kebijakan publik dapat dilakukan melalui beberapa tahap, sebagai berikut:



Penulisan Agenda a. Pada tahap ini para pejabat yang dipilih dan diangkat hendaknya menempatkan penulis an agenda sebagai agenda bersama. Tanpa adanya



penulis an



agenda bersama dikawatirkan banyak masalah



yang tidak tersentuh sama sekali atau tertunda dalam waktu yang lama. b. Formulasi Kebijakan 24



Pada tahap ini para pejabat merumuskan suatu alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah.Alternatif kebijakan melihat perlunya membuat perintah eksekutif, keputusan peradilan dan tindakan legislatif. c. Adopsi Kebijakan Pada tahap ini, alternatif kebijakan yang diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus di antara



direktur lembaga atau



keputusan peradilan. d. Implementasi Kebijakan Pada tahap ini kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit teknis pemerintah dengan mendayagunakan sumber daya finansial dan manusia. e. Penilaian Kebijakan Pada tahap ini unit-unit pemeriksaan dalam pemerintahan menentukan apakah badan-badan persyaratan



eksekutif,



undang-undang



legislatif dan peradilan memenuhi



dalam



pembuatan



kebijakan



dan



pencapaian tujuan. Bentuk-Bentuk Kebijakan Publik Kebijakan publik merupakan suatu keputusan yang dibuat dan ditetapkan oleh para penyelenggara negara dengan melibatkan segenap lapisan masyarakat. Kebijakan publik dapat ditetapkan dalam berbagai bentuk antara lain:



a. Peraturan Perundang-Undangan, meliputi: 1) UUD 1945; 2) Ketetapan MPR. 3) Undang-Undang. 4) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. 25



5) Peraturan Pemerintah. 6) Peraturan Presiden. 7) Peraturan Daerah. b. Pidato Pejabat Tinggi, meliputi: 1) Pidato presiden setiap tanggal 16 Agustus. 2) Pidato presiden atau menteri pada waktu hari besar nasional. 3) Pernyataan pejabat negara. c. Program-program pemerintah, meliputi: 1) RAPBN. 2) RAPBD. 3) Arah kebijakan. 4) Proyek-proyek. d. Tindakan yang Dilakukan Pemerintah, meliputi: 1) Kunjungan presiden atau menteri ke negara lain, dan 2) Kehadiran presiden atau menteri ke suatu daerah, konggres, muktamar dan sebagainya. Adapun yang termasuk kebijakan publik, antara lain: a. Kebijakan kenaikan kenaikan tarif angkutan, b. Kebijakan cukai tembakau, c. Kebijakan pajak kedaran mewah, d. Program transigrasi, dan e. Program wajib belajar sembilan tahun.



26



Pentingnya Partisipasi Masyarakat dalam Perumusan Kebijakan Publik Kebijakan publik pada dasarnya dibuat oleh pemerintah untuk mengatur kepentingan masyarakat. Oleh karena itu dalam perumusan dan



penetapannya



Partisipasi



harus



masyarakat



selalu mengikutsertakan masyarakat.



merupakan



salah



satu



unsur



yang



harus



diperhatikan oleh pemerintah. Partisipasi masyarakat dapat menunjukkan tingkat dukungan masyarakat terhadap kebijakan publik. Dengan adanya partisipasi masyarakat yang tinggi maka kebijkan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah selalu berpihak kepada kepentingan masyarakat, sesuai dengan dasar negara Pancasila dan UUD 1945 serta tidak menyimpang dari peraturan perundang-undangan. Bentuk partisipasi masyarakat yang positif terhadap pemerintah daerah dapat diwujudkan melalui berbagai bentuk kegiatan, antara lain; a. Menyampaikan aspirasi dengan cara santun kepada pemerintah daerah. b. Mematuhi dan melaksanakan peraturan daerah. c. Melaksanakan kegiatan keamanan dan ketertiban lingkungan. d. Membayar pajak bumi dan bangunan. e. Menjaga kelestarian lingkungan hidup. Perlu kita sadari bahwa setelah kebijakan publik terbentuk seringkali tidak sesuai dengan harapan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Hambatan-hambatan tidak dapat berjalannya publik



yang



masyarakat



terjadi sendiri.



dalam



masyarakat



Mengapa



kadangkala



demikian?



kebijakan



berasal



dari



Hambatan-hambatan



bisa



disebabkan karena rendahnya kesadaran hukum di kalangan masyarakat untuk melaksanakan kebijakan publik. Partisipasi masyarakat terhadap pelaksanaan kebijakan publik merupakan proses dan wujud partisipasi politik masyarakat dalam kehidupan



kenegaraan.



Tingkat



kesadaran



hukum



dan



kesadaran



masyarakat dalam berpartisipasi mempengaruhi kebijakan publik. Semakin tinggi kesadaran hukum dan kesadaran masyarakat melaksanakan 27



kebijakan publik semakin besar sifat membangun dan tanggung jawab. Sebaliknya apabila kesadaran hukum dan kesadaran masyarakat masih rendah dapat melahirkan kebijakan publik yang bersifat merusak dan kurang bertanggung jawab. Setiap kebijakan publik yang dikeluarkan oleh



pemerintah



daerah



diupayakan mendapatkan dukungan



masyarakat. Partisipasi masyarakat terhadap kebijakan publik dapat dilakukan melalui empat macam cara, yaitu: pada tahap proses pembuatan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, pemanfaatan hasil, dan tahap evaluasi. a. Partisipasi Proses Pembuatan Kebijakan Publik Dalam proses ini, masyarakat berpartisipasi aktif maupun pasif dalam



pembuatan



kebijakan



publik.



Dengan



berpartisipasinya



masyarakat dalam perumusan kebijakan publik dapat menunjukkan adanya kekhasan daerah. Semakin besar keinginan masyarakat untuk menentukan nasib sendiri, semakin besar partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Contoh partisipasi masyarakat dalam tahap ini adalah masyarakat memberikan masukan atau pertimbangan baik secara lisan atau tertulis kepada pemerintah daerah untuk menjadikan bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan publik daerah sebelum ditetapkan. b. Partisipasi dalam Pelaksanaan Partisipasi ini,merupakan partisipasi yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan publik atau pembangunan, dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari dengan menyumbangkan tenaga, harta, pikiran dan lain-lain. Contoh partisipasi masyarakat pada tahap ini adalah masyarakat menjaga kebersihan lingkungan dengan tidak membuang sampah di sembarang tempat, bila kebijakan daerah menetapkan adanya wilayah bebas sampah. Masyarakat dapat terlibat langsung sebagai pelaksana kebijakan daerah dan selalu mewujudkannya. c. Partisipasi dalam Memanfaatkan Hasil



28



Telah kita ketahui bersama bahwa setiap kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Maka dari itu, masyarakat berhak untuk berpartisipasi dalam menikmati hasil pembangunan. Masyarakat di daerah harus dapat



menikmati



hasil



pembangunan



secara



adil



dalam



arti



mendapatkan pembagian sesuai dengan pengorbanan yang diberikan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Rendahnya



partisipasi



untuk menikmati



hasil



dari sebuah



kebijakan publik dapat menimbulkan sikap tidak puas bagi masyarakat. Dengan belum meratanya pembangunan dan daerah



mendorong



kepada



hasilnya



kelompok-kelompok



di



setiap



tertentu



ingin



memisahkan diri dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. d. Partisipasi dalam Evaluasi Setiap kebijakan publik di daerah dinyatakan berhasil, jika dapat memberikan manfaat kehidupan bagi masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat diberi kesempatan untuk menilai hasil yang telah dicapai. Partisipasi masyarakat dalam memberikan penilaian terhadap kebijakan publik merupakan sikap dukungan yang positif terhadap pemerintah. Partisipasi masyarakat dalam memantau



evaluasi dapat



dilakukan



dengan



hasil kebijakan publik dan pelaksanaannya. Masyarakat



harus bersikap kritis apakah kebijakan publik sudah mengakomodasi seluruh



kepentingan



masyarakat



pelaksanaannya sudah adanya



evaluasi



atau



belum.Apakah



dalam



sesuai dengan tujuan ditetapkan? Tanpa



dari masyarakat



justru



memperbesar



peluang



terjadinya penyimpangan yang merugikan masyarakat. Dalam memberikan evalusai terhadap kebijakan publik harus bersifat



konstruktif



menyampaikan



dan



bukan



aspirasi



bersifat



destruktif.



Apabila



kita



yang berkaitan dengan kebijakan publik



melalui demonstrasi kita lakukan dengan santun, tidak dengan cara-cara kekerasan, atau merusak fasilitas-fasilitas umum. Pada kenyataannya partisipasi masyarakat terhadap kebijakan publik sebagian besar masih pada tahap pelaksanaan dan pemanfaatan belum pada proses pembuatan ataupun evaluasi. 29



Dampak



Negatif



Tidak



Aktifnya



Masyarakat



dalam



Perumusan



Kebijakan Publik Partisipasi masyarakat merupakan cara keikutsertaan dalam perumusan kebijakan publik antara lain dalam hal penulis an peraturan daerah. Dalam pasal 139 UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dinyatakan bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tulisan dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan perda. Dengan keaktifannya dalam memberikan masukan diharapkan akan melahirkan suatu kebijakan publik yang dapat melindungi, mengayomi, meningkatkan kesejahteraan serta selaras dengan kebutuhan dan harapan masyarakat. Apabila



masyarakat tidak berpartisipasi dalam perumusan



kebijakan publik, maka kebijakan yang diambil bisa jadi tidak sesuai dengan keinginan, kebutuhan dan dapat juga bertentangan dengan nilainilai budaya masyarakat. Kebijakan publik yang demikian ini dapat menimbulkan dampak negatif dan merugikan masyarakat. Tidak adanya kesesuaian antara kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah dengan kepentingan masyarakat selain merugikan masyarakat, juga dapat menurunkan kewibawaan pemerintah sendiri. Jika, kebijakan publik tidak dapat diterima oleh masyarakat dan pelaksanaan otonomi daerah



akan



terhambat



masyarakat



tidak



lagi



mempercayai



pemerintahnya. Selain



dituntut



untuk



aktif



memberikan



masukan



dalam



perumusan dan penetapan kebijakan publik, masyarakat harus aktif memberikan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan publik. Pengawasan



masyarakat



pengawasan



yang



sangat



dilakukan



penting oleh



karena



tanpa



adanya



masyarakat



dapat



terjadi



penyimpangan kebijakan publik. Misalnya, kebijakan pemerintah dalam memberikan subsidi langsung tunai (SLT) pada masyarakat yang tidak mampu, pengadaan air bersih atau pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun. Jika masyarakat menemukan adanya penyimpangan dalam 30



pelaksanaan kebijakan maka masyarakat dapat melaporkan kepada yang berwajib.



31



BAB III SIMPULAN DAN SARAN A.



Simpulan:



Dari pemaparan makalah di atas, dapat disimpulkan: 1. Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peratuan perundangundangan. 2. Daerah otonomi adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspisari masyarakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3. Tiga asas pelaksanaan otonomi daerah yaitu asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. 4. Otonomi daerah dilaksanakan berdasarkan UUD 1945 pasal 18,Tap MPR No.IV/ MPR/2000, UU No. 32 tahun 2004, dan UU No. 33 tahun 2004. 5. Syarat pembentukan daerah otonom, yaitu syarat administratif, teknis, fisik kewilayahan. 6. Prinsip otonomi daerah adalah memberikan kewenangan yang seluasluasnya, nyata, dan bertanggungjawab. 7. Pemerintahan daerah otonom terdiri dari kepala daerah dan perangkat daerah lainnya sebagai lembaga eksekutif dan DPRD sebagai lembaga legislatif daerah.



32



8. Partisipasi masyarakat merupakan keikutsertaan masyarakat secara aktif dalam kehidupan politik. Partisipasi masyarakat menunjukkan tingkat dukungan masyarakat terhadap kebijakan publik. 9. Kebijakan publik meliputi apa yang dinyatakan, dilakukan, atau tidak dilakukan oleh pemerintah yang memuat sasaran dan tujuan program pemerintah. 10. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan publik meliputi; partipasi dalam perumusan, partisipasi dalam pelasanaan, partisipasi dalam pemanfaatan dan partisipasi dalam evaluasi. 11. Jika masyarakat tidak aktif dalam perumusan kebijakan publik dapat merugikan masyarakat,



diantaranya



kebijakan



publik



tidak



sesuai



dengan kehendak masyarakat.



B. Saran Sebagai seorang Warga Negara Indonesia (WNI) yang baik sebaiknya ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan otonomi daerah. Karena partisipasi ini dapat mewujudkan pelaksanaan otonomi daerah yang lancar dan terkendali. Apabila masyarakat pasif terhadap suatu kebijakan publik yang ditetapkan oleh pemerintah, khususnya pemerintah daerah maka kebijakan publik tersebut akan sia-sia karena tidak ada masyarakat yang mendukung keberadaannya. Serta aspirasi dari masyarakat juga tidak akan tersampaikan.



DAFTAR PUSTAKA 33



http://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah_di_Indonesia http://susisitisapaah.blogspot.com/2011/03/sejarah-perkembangan-otonomidaerah-di.html http://kulimijit.blogspot.com/2009/12/hakikat-otonomi-daerah.html Sugiyono, S.Pd dkk. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMP Kelas IX. Jakarta: Hamudha Prima Media Drs.



Sunardi



H.S.



dan



Drs.



Mas’udi



Asy.



2004.



Pegetahuan



Sosial



Kewarganegaraan. Surakarta: Tiga Serangkai.



34