P1.2 - CBC Dan Kimia Darah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK



KIMIA DARAH Kelompok 2 Paralel 1 Nor Jannah Septian Andi Gunawan Shafa Rahma Dini Haydar Rastra NA Christina Clarice Leksono



B04190061 B04190078 B04190079 B04190090 B04190091



Hari, Tanggal: Senin, 14 November 2022



DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI, DAN PATOLOGI SEKOLAH KEDOKTERAN HEWAN DAN BIOMEDIS IPB UNIVERSITY 2022



ABSTRAK



Pemeriksaan kimia darah merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk mengukur beberapa zat kimia dalam darah, sedangkan pemeriksaan complete blood count (CBC) adalah pemeriksaan darah yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi kondisi kesehatan serta mendeteksi berbagai gangguan dalam tubuh. Tujuan praktikum ini yakni mengetahui prinsip dan hasil yang diperoleh dari pemeriksaan complete blood count (CBC) dan biokimia darah. Whole blood dari sampel darah anjing digunakan dalam pemeriksaan CBC, sedangkan serum darah dari sampel darah anjing digunakan pada pemeriksaan kimia darah. Hasil pemeriksaan menunjukkan kadar albumin sebesar 3,4 g/dL, kadar ALP sebesar 26 IU/L, kadar ALT sebesar 46 IU/L, kadar TBIL sebesar 0,3 mg/dL, kadar globulin sebesar 3,5 g/dL, kadar BUN sebesar 151 mg/dL, kadar K+ sebesar 5 mmol/L, kadar kreatinin sebesar 3,7 mg/dL, kadar Na+ sebesar 147 mmol/L, kadar Ca sebesar 9,9 mg/dL, kadar fosfat sebesar 18,2 mg/dL, dan kadar TP sebesar 6,8 g/dL. Anjing yang diperiksa mengalami masalah pada fungsi ginjal, tetapi tidak menunjukkan masalah pada fungsi hati. Kata kunci: anjing, CBC, ginjal, hati, kimia darah



BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pengujian parameter biokimiawi klinis merupakan kategori pengujian penting dalam diagnosis kondisi pasien. Sebagai contoh, pengujian parameter biokimiawi darah dilakukan untuk mendapatkan gambaran kondisi fisiologis pasien dan umumnya digunakan dalam diagnostik untuk mendapatkan bukti pendukung diagnosis dugaan, indikator prognosis, atau mengamati kemajuan pengobatan penyakit pada pasien (Calamari et al. 2016; Waghmare et al. 2015). Pengujian darah cukup sederhana dan tidak menghabiskan banyak biaya (Shoji et al. 2019), serta berguna untuk diagnosis banyak penyakit organ dan sistemik (Roland et al. 2014). Uji biokimiawi darah digunakan untuk mendapatkan gambaran fungsi organ dalam, seperti hati dan ginjal melalui parameter seperti alkaline phosphatase dan kreatinin (Otter 2013). Uji biokimiawi darah kini sudah menggunakan peralatan yang membantu efisiensi dan akurasi dari pengujian yang dilakukan dan hasil yang didapat. Alat yang digunakan contohnya adalah hematology analyzer untuk hematologi dan spektrofotometer untuk pengujian biokimiawi darah (Kratz et al. 2019; Khasanah et al. 2017). Alat-alat ini tidak hanya membantu melakukan pengujian dan analisis, namun juga menyajikan hasil uji sehingga mudah dibaca dan diinterpretasi. Oleh karena iu, penting untuk mempelajari penggunaan dai alat-alat ini untuk pengujian diagnostik dan juga pembacaan hasil. Tujuan Praktikum ini bertujuan untuk melakukan pengujian hematologi dan biokimia darah menggunakan hematology analyzer serta interpretasi dari hasil pemeriksaan tersebut.



BAB II METODE 1. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kimia darah, yaitu tabung vakum dengan antikoagulan (lithium heparin), mikropipet, chemistry analyzer (Vetscan ® VS2), rotor (Vetscan ® VS2), pipet, lemari pendingin, dan sarung tangan, sedangkan bahan yang digunakan yaitu sampel darah anjing (serum atau plasma). 2. Prosedur Kerja Tangan dicuci menggunakan sabun dan dibilas menggunakan air mengalir dan selanjutnya sarung tangan dipakai untuk mencegah kontaminasi pada sampel. Sampel serum darah anjing disiapkan. Rotor diambil dari lemari pendingin dan dibuka kemasannya. Rotor berisi profil pemeriksaan hati dengan reagen kering beku. Sampel serum darah anjing diambil sebanyak 150-200 µl menggunakan mikropipet. Sampel serum selanjutnya dimasukkan ke dalam rotor dan dipastikan tidak terdapat udara di dalamnya. Pilihan “analyze” pada layar dipilih atau ditekan. Alat chemistry analyzer akan membuka dengan sendirinya. Rotor yang telah berisi sampel serum diletakkan dengan menghadap ke atas. Pilihan “type” ditekan untuk memilih jenis atau spesies hewan yang akan dianalisis sampel serum darahnya. Nomor identitas pasien atau nama pasien juga dimasukkan dan tekan “accept”. Alat akan bekerja selama 20-30 menit dan hasil kimia darah akan keluar dengan sendirinya berupa hasil cetak atau print out.



BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1 Hasil pemeriksaan kimia darah anjing pada parameter fungsi hati Pemeriksaan



Hasil



Interpretasi



Albumin



3,4 g/dL



Normal



Globulin



3,5 g/dL



Normal



Alkalin Fosfatase (ALP)



26 U/L



Normal



Alanin Aminotransferase (ALT)



46 U/L



Normal



Total Bilirubin



0,3 mg/dL



Normal



Rasio



0,98



Normal



Tabel 2 Hasil pemeriksaan kimia darah anjing pada parameter fungsi ginjal Pemeriksaan



Hasil



Interpretasi



Blood Urea Nitrogen (BUN)



151 mg/dL



Peningkatan kadar BUN di atas rentang normal



Kreatinin



3,7 mg/dL



Peningkatan kadar kreatinin di atas rentang normal



Kalsium (Ca)



9,9 mg/dL



Normal



Fosfat



18,2 mg/dL



Peningkatan kadar kreatinin di atas rentang normal



Kalium (K)



5,0 mmol/L



Normal



Natrium (Na)



147 mmol/L



Normal



Total Protein (TP)



6,8 g/dL



Normal



2.1 Parameter Fungsi Hati 2.1.1 Albumin Pemeriksaan albumin pada kimia darah anjing menunjukkan hasil sebesar 3,4 g/dL yang menandakan kadar albumin dalam darah normal. Kadar normal albumin pada darah menurut Tilley dan Smith (2011) adalah sebesar 2,5-4,4 g/dL. Faktor penentuan dari albumin dapat terjadi dari asupan pakan yang mengandung protein, tekanan osmotik koloid, dan faktor hormon tertentu serta adanya indikasi penyakit (Irfan et al. 2014). Albumin merupakan protein plasma dengan kadar persentase di dalam darah sebesar 50%. Kadar albumin dalam darah anjing dapat mengalami penurunan dari kadar normal yang disebabkan oleh kondisi inflamasi seperti pioderma, endometritis, dan adanya abses pada subkutan serta infeksi yang akut dapat menurunkan kadar hingga 45% (Wijayanti dan Setiawan 2017). 2.1.2 Globulin Globulin adalah fraksi utama protein di dalam darah yang memiliki fungsi sirkulasi ion, hormon dan asam lemak. Pemeriksaan globulin dalam darah anjing menunjukkan hasil 3,5 g/dL. Hasil pemeriksaan ini berada pada kadar normal yang berkisar 2,3-5,2 g/dL. Perhitungan kadar globulin dapat menentukan kadar total protein yang terdiri dari globulin dapat meningkat akibat adanya infeksi atau inflamasi kronis (Rifa’is et al. 2016). 2.1.3 Alkalin Fosfatase (ALP) Alkaline phosphatase (ALP) merupakan enzim yang berada di membran kanalikuli hati dan berfungsi untuk mendetoksifikasi lipopolisakarida (LPS) melalui defosforilasi gugus lipid A pada LPS yang bertanggungjawab terhadap toksisitas LPS. Hal ini disebabkan oleh lipid A yang terdefosforilasi hampir tidak beracun dibandingkan dengan yang tidak terdefosforilasi. ALP juga ditemukan di tulang, plasenta, dan di selsel pelapis saluran empedu (Al-Hadithy et al. 2013). Fungsi ALP lainya yaitu menghidrolisis fosfat ester untuk menghasilkan fosfat anorganik untuk diserap oleh berbagai jaringan. Alkaline phosphatase adalah enzim yang memainkan peran penting dalam pembentukan dan mineralisasi osteoid yang ditemukan pada aliran darah. Pemeriksaan terhadap ALP dapat digunakan untuk mendiagnosis gangguan pada hati



maupun tulang (Farah et al. 2012). Hasil pemeriksaan ALP menunjukkan nilai yang normal yakni 26 IU/L karena rentang normal ALP pada anjing yaitu 20-150 IU/L.



2.1.4 Alanin Aminotransferase (ALT) Alanin aminotransferase (ALT) merupakan enzim yang utamanya teragregasi dalam sitoplasma hepatosit. Enzim ini bergunsi untuk mengkatalisasi transfer kelompok amino dari L-alanin hingga α-ketoglutarat, dan produk yang terkonversi berupa Lglutamat dan piruvat dalam hati, yang merupakan proses yang penting dalam siklus asam trikarboksilat (TCA). Aktivitas ALT dalam hepatosit lebih tinggi sekitar 3000 kali dari aktivitas ALT serum, dan ALT serum akan meningkat secara drastis, sehingga ALT ini dapat digunakan sebagai parameter fungsi hati (Liu et al. 2014; Senior 2012). Hasil pemeriksaan kimia darah anjing menunjukkan kadar ALT senilai 46 U/L, yang berada dalam rentang normal nilai ALT serum pada anjing yakni 10-118 U/L. Hasil ini menandakan fungsi hati yang normal pada anjing yang diuji, karena peningkatan kadar ALT serum menandakan kerusakan hati yang signifikan, yang dapat disebabkan oleh kondisi seperti hepatitis atau sirosis hati (Faccioli et al. 2022; Sagnelli et al. 2013). 2.1.5 Total Bilirubin Hasil pemeriksaan kimia darah anjing menunjukkan kadar total bilirubin sebesar 0,3 mg/dl, dimana nilai tersebut termasuk ke dalam rentang normal. Kisaran nilai normal total bilirubin pada darah anjing antara 0.10-0.60 mg/dL (Vaden et al. 2009). Peningkatan kadar bilirubin dalam darah (hiperbilirubinemia), biasanya disertai gejala klinis berupa perubahan warna menjadi kekuningan pada sklera mata atau jaringan tubuh lainnya (ikterus atau jaundice) (Pratt dan John 2015). Umumnya ikterus akan terlihat secara klinis jika peningkatan kadar total bilirubin dalam sirkulasi darah mencapai 2 mg/dL (Jan et al. 2016). Kerusakan pada sel – sel hati yang mengakibatkan ekskresi melalui saluran empedu terhambat akan menyebabkan direct bilirubin dalam serum meningkat. Namun, apabila yang terjadi adalah kegagalan dalam tahap konjugasi bilirubin di hati, maka indirect bilirubin yang akan meningkat (Hermawati 2020). Hiperbilirubinemia pada anjing, dapat terjadi karena hemolisis akibat infeksi ehrlichiosis yang tinggi. Destruksi eritrosit (hemolisis) yang tinggi dapat menyebabkan kelebihan produksi bilirubin unconjugated, sehingga kadar bilirubin unconjugated tinggi dalam sirkulasi darah dan menyebabkan hiperbilirubinemia (Eclinpath 2020).



2.1.6 Rasio Albumin/Globulin Berdasarkan hasil pemeriksaan darah, rasio albumin terhadap globulin pada anjing menunjukan nilai yang normal yaitu 0,98. Rasio albumin/globulin (A/G) normal pada anjing adalah dari 0,7 hingga 2,00 (Kaneko et al. 2008)). Rasio albumin/globulin (A/G) merupakan gambaran perubahan fraksi protein dalam darah (Wolo et al. 2019). Menurut Kaneko et al. (2008), peningkatan rasio A/G diduga disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu meningkatnya kadar albumin disertai kadar globulin yang tetap dalam darah, kadar albumin yang tetap disertai menurunnya kadar globulin dalam darah, dan meningkatnya kadar albumin disertai penurunan kadar globulin dalam darah. Penurunan rasio A/G dapat terjadi jika kadar globulin meningkat disertai penurunan atau tetapnya kadar albumin dalam darah.



2.2 Parameter Fungsi Ginjal 2.2.1 Blood Urea Nitrogen (BUN) BUN merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk menentukan fungsi ginjal (Widhyari et al. 2015). BUN atau blood urea nitrogen digunakan untuk pengukuran fungsi ginjal karena urea merupakan hasil akhir dari metabolisme protein yang diekskresikan oleh ginjal (Black dan Hawks 2021). Hasil pemeriksaan BUN menunjukkan nilai yang abnormal yakni 151 mg/dL karena rentang normal BUN pada anjing yaitu 7-25 mg/dL. Peningkatan BUN dapat mengindikasikan adanya insufisiensi ginjal. Selain itu, peningkatan BUN juga dapat disebabkan oleh faktor sistemik seperti sepsis, kelebihan konsumsi protein, kelaparan, dehidrasi, dan gagal jantung (Black dan Hawks 2021). 2.2.2 Kreatinin Kreatinin adalah produk buangan nitrogen non-protein, seperti BUN, yang dihasilkan dari metabolisme non-enzimatis dari kreatin dan fosfokreatin di otot. Zat ini kemudian dibawa oleh darah untuk dilfiltrasi secara bebas oleh glomerulus dan kemudian dieksreksikan melalui urin. Kreatinin dapat digunakan sebagai indikator dari fungsi ginjal, baik dalam urin maupun darah (plasma/serum). Kadar kreatinin darah digunakan untuk mengestimasi laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate, GFR). Peningkatan kadar kreatinin darah secara umum menandakan gangguan atau kerusakan pada ginjal akibat kerusakan ginjal akut (acute kidney injury, AKI) atau penyakit ginjal kronis chronic kidney disease, CKD), karena menurunnya GFR (Delanaye et al. 2017; Thongprayoon et al. 2016; Salazar 2014). Hasil pemeriksaan kimia darah anjing menunjukkan kadar kreatinin senilai 3.7 mg/dL, yang lebih dari rentang normal nilai



kreatinin pada anjing yakni 0.3-1.4 mg/dL. Hasil ini menandakan terdapatnya kerusakan atau gangguan fungsi ginjal pada anjing yang diuji darahnya. 2.2.3 Kalsium (Ca) Nilai kalsium dalam darah anjing berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan nilai normal yakni 9,9 mg/dL. Pemeriksaan kalsium dapat diketahui untuk melihat fungsi kelenjar tiroid, paratiroid dan ginjal. Pemeriksaan yang menunjukkan hasil nilai normal mengindikasikan fungsi ginjal yang baik pada anjing ini, kadar normal kalsium dalam darah anjing memiliki rentan 8,8-11,8 mg/dL. Menurut Wulandari et al. (2021), kondisi gangguan metabolisme dapat terjadi pada kalsium yang mengindikasikan adanya penyakit ginjal kronis. 2.2.4 Fosfat Nilai normal fosfat dalam darah anjing yaitu 2,1-6,3 mg/dL (Tilley dan Smith 2011). Peningkatan kadar fosfat (hiperfosfatemia), menjadi salah satu indikator terjadinya gagal ginjal kronis dan terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus. Menurunnya filtrasi glomerulus ginjal mengakibatkan peningkatan fosfat serum dan disertai penurunan kadar kalsium dalam serum (Pradnyani et al. 2021). Berdasarkan hasil pemeriksaan kimia darah, menunjukkan kadar fosfat dalam sampel serum anjing terjadi peningkatan kadar fosfat yaitu sebesar 18,2 mg/dL. 2.2.5 Kalium (K) Kalium merupakan kation yang jumlahnya paling banyak berada di dalam sel. Mempertahankan distribusi kalium yang tepat ketika melintasi membran sel merupakan hal yang sangat penting untuk fungsi sel normal (Palmer 2015). Rasio normal antara konsentrasi ekstraseluler dan intraseluler penting untuk pemeliharaan resting membrane potential dan fungsi neuromuskular. Transfer kalium antara ekstraseluler dan intraseluler dipengaruhi oleh berbagai faktor endogen dan eksogen. Keadaan asidosis dan alkalosis mempengaruhi kalium karena dapat mengkompensasi gerakan proton (ion Hidrogen). Dalam asidosis ion H+ berpindah ke sel, dan untuk menjaga keseimbangan listrik, kalium berpindah ke luar sel. Pada alkalosis terjadi sebaliknya (Hoskote 2008). Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukan kadar kalium pada darah anjing sebesar 5,0 mmol/L. Kadar kalium normal dalam serum adalah 3,9-5,1 mmol/L (Duncan et al. 1984). 2.2.6 Natrium (Na)



Natrium (Na+) merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk menentukan fungsi ginjal. Natrium diperlukan tubuh sebagai regulator tekanan osmotik, keseimbangan asam basa, dan metabolisme air (Cunha et al. 2022). Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa kadar natrium normal yakni 147 mmol/L karena rentang normal kadar natrium pada anjing yakni 138-160 mmol/L. Oleh sebab itu, sampel darah anjing yang diperiksa dan diinterpretasikan berdasarkan parameter ini adalah tidak ada kelainan pada fungsi ginjal anjing. 2.2.7 Total Protein (TP) Total protein darah mencakup kadar albumin dan globulin, dan merupakan indikator kesehatan secara umum. Albumin umumnya memiliki kadar lebih tinggi senilai 55-60% dalam plasma darah. Kadar protein dapat menggambarkan status gizi, kondisi imun, gangguan pada ginjal dan hati, ataupun kondisi lainnya (Jeong et al. 2017). Peningkatan kadar protein dalam plasma darah dapat disebabkan oleh perubahan struktural pada hati, yang menurunkan tingkat aminotransferase. Perubahan kadar albumin dan globulin cenderung berlawanan satu sama lain. Hiperalbuminemia paling umum disebabkan oleh dehidrasi, sementara hiperglobulinemia sering terkait dengan infeksi parasit seperti erlichiosis (Santos et al. 2021; Odunayo 2016). Hasil pemeriksaan kimia darah anjing menunjukkan total protein senilai 6.8 g/dL, yang berada dalam rentang normal total protein pada anjing yakni 5.4-8.2 g/dL.



SIMPULAN Hasil pengamatan kimia darah anjing menunjukan kadar albumin, ALP, ALT, TBIL, globulin, K+, Na+ , Ca, dan TP berada pada rentang normal. Sedangkan pada kadar BUN, kreatinin dan fosfat mengalami peningkatan diatas batas normal. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa anjing yang diperiksa mengalami masalah pada fungsi ginjal, tetapi tidak menunjukkan masalah pada fungsi hati.



DAFTAR PUSTAKA Al-Hadithy HAL, Badawi NM, Mahmood MM. 2013. Estimation of serum liver enzymes activities in Awassi sheep. The Iraqi Journal of Veterinary Medicine. 37(1): 115120. Black JM, Hawks JH. 2021. Medical Surgical Nursing: Elimination, Renal and Urinary Systems Disorders. Singapore: Elsevier Health Sciences. Calamari L, Ferrari A, Minuti A, Trevisi E. 2016. Assessment of the main plasma parameters included in a metabolic profile of dairy cow based on Fourier Transform midinfrared spectroscopy: preliminary results. BMC Veterinary Research. 12(1):1-10. Cunha WRX, Filho GBV, Bom HASC, Fonseca SMC, Wicpolt NS, Pontes RM, Filho EFO, Soares PC, Almeida VM, Mendonca FS. 2022. Hyponatremia in sheep in Northeastern Brazil. Pesquisa Veterinária Brasileira. 42(1): 1–7. Delanaye P, Cavalier E, Pottel H. 2017. Serum creatinine: not so simple!. Nephron. 136(4):302-8. Duncan JR, Prasse KW, Mahaffey EA. 1994. Veterinary Laboratory Medicine : Clinical Patology. 3rd ed. Iowa (US): Iowa State University Press. Eclinpath. 2020. Alkaline Phosphatase (ALP); Globulin; Azotemia. in Eclinpath leave the online textbook on Veterinary Clinical Pathology. Cornel University Collage of Veterinary Medicine. [internet]. [diunduh 2020 Mei 05]. Tersedia pada: eclinpath.com/chemistery/liver/cholestasis/alkaline-phosphatase/ Faccioli LA, Dias ML, Paranhos BA, Santos GRC. 2022. Liver cirrhosis: An overview of experimental models in rodents. Life Sciences. 5:120615. Farah H, Al-Atoom AA, Shehab GM. 2012. Explanation of the decrease in alkaline phosphatase (ALP) activity in hemolysed blood samples from the clinical point of view: In vitro study. Jordan Journal of Biological Sciences. 5(2): 125-128. Hermawati K. 2020. Pengaruh penundaan serum terhadap hasil pemeriksaan kadar bilirubin total pada pelari cepat. Analis Kesehatan Sains. 9(1):1-4. Hoskote SS, Joshi SR, Ghosh AK. 2008. Disorder of potassium homeostasis: Pathophysiology and management. JAPI. 56(1):685.Irfan IZ, Esfandiari A, Choliq C. 2014. Profile of total protein, albumin, globulin and albumin globulin ratio in bulls. JITV. 19(2) : 123-129. Jan R, Susan EB, Jennifer AC, John MC, Veleer JD, Viktor S, David CT, Ted SG, Tom VW, Robert JW. 2016. WSAVA Standards for Clinical and Histological Diagnosis of Canine and feline Liver Disease. Philadelphia (US): Saunder Elsevier. Jeong HJ, Moon AR, Kim NH, Chung CK. 2017. Sogeunjung-tang improves depressive-like behavior decreased by forced-swimming test. Cellmed. 7(1):4-1.



Kaneko JJ, Harvey JW, Bruss ML. 2008. Clinical Biochemistry of Domestic Animals, 6th Ed. San Diego (USA): Academic Press. Hlm. 845 Khasanah M, Harsini M, Widati AA, Ibrani PM. 2017. The influence of ascorbic acid, creatine, and creatinine on the uric acid analysis by potentiometry using a carbon paste modified imprinting zeolite electrode. Journal of Chemical Technology and Metallurgy. 52(6):1039-44. Kratz A, Lee SH, Zini G, Riedl JA, Hur M, Machin S. 2019. Digital morphology analyzers in hematology: ICSH review and recommendations. International Journal of Laboratory Hematology. 41(4):437-47. Liu Z, Que S, Xu J, Peng T. 2014. Alanine aminotransferase-old biomarker and new concept: a review. International Journal of Medical Sciences. 11(9):925. Odunayo A. 2016. Albumin and colloid osmotic pressure. Monitoring and Intervention for the Critically Ill Small Animal: The Rule of 20. Hoboken (NJ): Wiley Blackwell. hlm 43-53. Otter A. 2013. Diagnostic blood biochemistry and haematology in cattle. In Practice. 35(1):7-16. Palmer B. 2015. Regulation of Potassium Homeostasis. CJASN. 10(6): 1050-60. Pradnyani GAPI, Widiastuti SK, Erawan IGMK. 2021. Laporan kasus: menangani penyakit ginjal kronis pada anjing peranakan pomeranian. Indonesia Medicus Veterinus. 10(3): 517-531. Pratt DS, John S. 2015. Jaundice. Dalam: Harrison`s Principles of Internal Medicine. Kasper DL, Hause SL, Jameson JL, Fauci AS, Longo DL, Loscalzo J, editor. Philadelphia (US): McGraw-Hill. Rifa’is M, Vidiastuti D, Fauzi A. 2016. Cholelithiasis pada anjing maltese di animal clinik Jakarta periode oktober-desember 2016. Jakarta (ID): ACADEMIA Roland L, Drillich M, Iwersen M. 2014. Hematology as a diagnostic tool in bovine medicine. Journal of Veterinary Diagnostic Investigation. 26(5):592-598. Sagnelli E, Pisaturo M, Stanzione M, Messina V, Alessio L, Sagnelli C, Starace M, Pasquale G, Coppola N. 2013. Clinical presentation, outcome, and response to therapy among patients with acute exacerbation of chronic hepatitis C. Clinical Gastroenterology and Hepatology. 11(9):1174-80. Salazar JH. 2014. Overview of urea and creatinine. Laboratory Medicine. 45(1):e19-20. Santos M, Paiffer F, Viroel F, Teixeira R, Gomes A, Silva Wt, Oliveira T, Nakaghi A. 2021. Serum protein profile as a biomarker in diagnosing leishmaniosis and monocytic ehrlichiosis in dogs. Ars Veterinaria. 37(2):58-62.



Senior JR. 2012. Alanine aminotransferase: a clinical and regulatory tool for detecting liver injury–past, present, and future. Clinical Pharmacology & Therapeutics. 92(3):3329. Shoji F, Takeoka H, Kozuma Y, Toyokawa G, Yamazaki K, Ichiki M, Takeo S. 2019. Pretreatment prognostic nutritional index as a novel biomarker in non-small cell lung cancer patients treated with immune checkpoint inhibitors. Lung Cancer. 136:45-51. Thongprayoon C, Cheungpasitporn W, Kashani K. 2016. Serum creatinine level, a surrogate of muscle mass, predicts mortality in critically ill patients. Journal of Thoracic Disease. 8(5):E305. Tilley LP, Smith FWK 2011. Wiley-Blackwell’s Five-Minute Veterinary Consult, Canine and Feline, Fifth Edition. Ames, lowa (USA): Wiley-Blackwell. Vaden SL, Knoll JS, Smith FWK, Tilley LP. 2009. Blackwell’s Five-Minute Veterinary Consult: Laboratory Test and Diagnostic Procedures: Canine and Feline. Singapura (SG): Willey-Blackwell. Waghmare TE, Nayaka HB, Banklgi SK, Tukappa A. 2015. Quantitative estimation of heavy metals in river water and their toxicity, hematology, gravimetric, serum and tissue biochemistry effects in albino rats. World Journal of Pharmaceutical Research. 4(2):1415-1425. Widhyari SD, Esfandiari A, Cahyono AD. 2015. Profil kreatinin dan nitrogen urea darah pada anak sapi friesian holstein yang disuplementasi Zn. Acta Veterinaria Indonesiana. 3(2): 45-50. Wijayanti AD & Setiawan DCB. 2017. Hubungan kadar albumin dan enrofloksasin dalam plasma anjing yang diterapi enrofloksasin. Acta Veterinaria Indonesiana. 5(1):4246. Wolo KBR , Esfandiari A , Murtini S, Wulansari R. 2019. Dinamika Total Protein Serum Tikus Putih (Rattus novergicus) yang Diberi Mikrokapsul Imunoglobulin-G AntiH5N1. Jurnal Veteriner. 20(4) : 504-510.