Panduan Pengukuran Budaya Keselamatan Pasien [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PANDUAN PENGUKURAN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT UMUM PURA RAHARJA MEDIKA



YAYASAN PURA RAHARJA RUMAH SAKIT UMUM PURA RAHARJA MEDIKA Jl. Raya Brosot Bangeran Bumirejo Lendah Kulon Progo Email : [email protected] Telp. 087738167116



DAFTAR ISI



BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1 A. Latar Belakang......................................................................................................................1 B. Tujuan...................................................................................................................................2 BAB II PENGERTIAN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN.................................................4 BAB III RUANG LINGKUP........................................................................................................6 BAB IV TATA LAKSANA PENGUKURAN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN...............6



ii



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan layanan jasa yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat. Rumah sakit merupakan tempat yang sangat kompleks, terdapat ratusan macam obat, ratusan test dan prosedur, banyak terdapat alat dan teknologi, bermacam profesi dan non profesi yang memberikan pelayanan pasien selama 24 jam secara terus-menerus, dimana keberagaman dan kerutinan pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan baik dapat terjadi Kejadian Tidak Diharapkan (KTD/Adverse evenst) (Depkes, 2008). Dimana KTD merupakan kejadian yang akan mengancam keselamatan pasien. Keselamatan pasien di rumah sakit menjadi isu penting karena banyaknya kasus medical error yang terjadi di berbagai negara. Setiap tahun di Amerika hampir 100.000 pasien yang dirawat di rumah sakit meninggal akibat medical error, selain itu penelitian juga membuktikan bahwa kematian akibat cidera medis50% diantaranya sebenarnya dapat dicegah (Cahyono, 2012). Institut of Mediciene (IOM) Amerika Serikat tahun 2000 menerbitkan laporan “To Err isHuman, Building to Safer Health System” yang menyebutkan bahwa rumah sakitdi Utah dan Colorado ditemukan KTD sebesar 2,9% dan 6,6% diantaranya meninggal, sedangkan di New York ditemukan 3,7% KTD dan 13,6% diantaranya meninggal. Lebih lanjut, angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di Amerika Serikat berjumlah 33,6 juta per tahun berkisar 44.000 jiwa sampai 98.000 jiwa. Selain itu publikasi WHO tahun 2004 menyatakan KTD dengan rentang 3,2 -16,6% pada rumah sakit di berbagai Negara yaitu Amerika, Inggris, Denmark dan Australia (Depkes, 2006). KTD merupakan insiden yang mengakibatkan cidera pada pasien (Permenkes No.11/MENKES/PER/II/2017) tentang Keselamatan Pasien. Besarnya kasus KTD yang terjadi di rumah sakit sebagaimana disebutkan diatas mengharuskan pihak rumah sakit harus melakukan langkah-langkah yang lebih mengutamakan keselamatan pasien. Craven dan Hirnle (Setiowati, 2010) mengemukakan bahwa ketidakpedulian akibat keselamatan pasien akan menyebakan kerugian bagi pasien dan pihak rumah sakit, seperti biaya yang harus ditanggung pasien menjadi lebih besar, pasien semakin lama dirawat di rumah sakit dan terjadinya resistensi obat. Kerugian bagi rumah sakit yang harus dikeluarkan menjadi lebih besar yaitu pada upaya tindakan pencegahan terhadap kejadian luka tekan, infeksi nosokomial, pasien jatuh dengan cidera, kesalahan obat yang mengakibatkan cidera. Dalam upaya meminimalisir terjadinya medical error atau KTD yang terkait dengan aspek keselamatan pasien, maka manajemen rumah sakit berusaha menciptakan adanya budaya 1



keselamatan pasien.Hal tersebut dikarenakan banyakrumah sakit yang mengaplikasikan sistem keselamatan yang baik, tetapi pada kenyataannya KTD tetap terjadi.Meskipun pada umumnya jika sistem dapat dijalankan dengan sebagaimana mestinya maka KTD dapat ditekan sekecil-kecilnya, namun fakta menunjukkan bahwa sistem tidak dapat berjalan secara optimal jika kompetensi dan nilai-nilai atau budaya yang ada tidak mendukung (Budihardjo, 2008). Menciptakan budaya keselamatan pasien merupakan hal yang sangat penting. Hal tersebut dikarenakan budaya mengandung dua komponen yaitu nilai dan keyakinan, dimana nilai mengacu pada sesuatu yang diyakini oleh anggota organisasi untuk mengetahui apa yang benar dan apa yang salah, sedangkan keyakinan mengacu pada sikap tentang cara bagaimana seharusnya bekerja dalamorganisasi (Sashkein & Kisher, dalam Tika, 2006). Dengan adanya nilai dan keyakinan yang berkaitan dengan keselamatan pasien yang ditanamkan padasetiap anggota organisasi, maka setiap anggota akan mengetahui apa yang seharusnya dilakukan dalam penerapan keselamatan pasien. Dengan demikian, perilaku tersebut pada akhirnya menjadi suatu budaya yang tertanam dalam setiapanggota organisasi berupa perilaku budaya keselamatan pasien.



B. Tujuan 1. Tujuan Umum Melakukan evaluasi terhadap program kerja yang telah dilakukan sebagaiupaya membangun budaya keselamatan di Rumah Sakit Umum Pura Raharja Medika khususnyasistem pelaporan dan pembelajaran 2. Tujuan Khusus : a. Meningkatkan kesadaran tentang budaya keselamatan pasien b. Mengidentifikasi area membutuhkan pengembangan dalam budaya keselamatan sesuai komponen reason untuk menyusun program kerjaselanjutnya. c. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan program keselamatan pasien khususnya pelaporan insiden danpembelanjaran.



2



BAB II PENGERTIAN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN Budaya organisasi adalah suatu pola keyakinan, nilai-nilai perilaku, norma-norma yang disepakati/diterima dan melingkupi semua proses sehingga membentuk bagaimana seseorang berperilaku dan bekerja bersama. Budaya keselamatan dibangun oleh berbagai faktor (dimensi), dan berbagai peneliti mencoba mengidentifikasi dimensi-dimensi tersebut. Dimulai dari penelitian oleh Zohar (tahun 1980) dengan 8 dimensi, di antaranya sikap manajemen terhadap keselamatan, dampak praktek-praktek keselamatan kerja terhadap promosi, dst. Kemudian berkembang secara luas khususnya di layanan kesehatan. Penelitian Gershon et al. (2000) menghasilkan 6 faktor/dimensi diantaranya adalah dukungan manajemen, umpan balik/pelatihan, minimal konflik/komunikasi yang baik, dst. Survey tentang budaya keselamatan pasien yang sering digunakan sebagai acuan di berbagai negara karena mempunyai sifat psikometris yang terbaik dan dirancang untuk seluruh pekerja di rumah sakit adalah yang dilakukan oleh Sorra & Nieva (2004), yaitu Hospital Survey on Patient Safety Culture(HSOPSC), yang mempunyai 12 dimensi budaya keselamatan dan 2 dimensi outcome. Masih banyak lagi penelitian tentang iklim atau budaya keselamatan ini yang menghasilkan perbedaan dalam jumlah dimensi/faktor yang membangunnya, dan dinilai dapat mendeteksi perhatian staf rumah sakit terhadap keselamatan pasien. Faktor-faktor yang membangun struktur model budaya atau iklimkeselamatan pasien di berbagai negara, di berbagai unit di rumah sakit dan di berbagai kelompok profesional, antara lain : dalam hal keterbukaan komunikasi, umpan balik dan komunikasi tentang error, frekuensi pelaporan kejadian, handovers (penyerahan) dan transisi, dukungan manajemen terhadap keselamatan pasien, respon non-punitive (tidak menghukum) terhadap kesalahan, pembelajaran organisasi dan perbaikan berkelanjutan, keseluruhan persepsi tentang keselamatan, staffing, ekspektasi manajer dalam mempromosikan keselamatanpasien, kerjasama antar unit, kerjasama dalam unit, prioritas keselamatan dan beban kerja yang aman. Komponen budaya keselamatan menurut Reason Budaya organisasi adalah suatu pola keyakinan, nilai-nilai perilaku, norma-norma yang disepakati/diterima dan melingkupi semua proses sehingga membentuk bagaimana seseorang berperilaku dan bekerja bersama. Budaya organisasi merupakan kekuatan yang sangat besar dan sesuatu yang tetap ada walaupun terjadi perubahan tim dan perubahan personal. 3



Budaya keselamatan memiliki 4 pengertian utama: 1. 2. 3. 4.



Kesadaran (awareness) yang aktif dan konstan tentang potensi terjadinya kesalahan, Terbuka dan adil, Pendekatan sistem, Pembelanjaran dari pelaporan insiden. Menurut Reason, komponen budaya keselamatan terdiri atas budaya pelaporan, budaya adil,



budaya fleksibel, dan budaya pembelajaran. Keempat komponen tersebut mengidentifikasikan nilainilai kepercayaan dan perilaku yang ada dalam organisasi dengan budaya informasi dimana insiden dilaporkan untuk dilakukan tindakan untuk meningkatkan keamanan. Organisasi yang aman tergantung pada kesediaan karyawan untuk melaporkan kejadiancedera dan nearmiss (learning culture). Kerelaan karyawan dalam melaporkan insiden karena kepercayaan bahwa manajemen akan memberikan support dan penghargaan terhadap pelaporan insiden dan tindakan disiplin diambil berdasarkan akibat dari resiko (risk taking), merupakan pelaksanaan budaya adil. Kerelaan karyawan untuk melaporkan insiden karena atasan bersikap tenangketika informasi disampaikan sebagai bentuk penghargaan terhadap pengetahuan petugas, merupakan pelaksanaan budaya fleksibel. Terpenting, kerelaan karyawan untuk melaporkan insiden karena kepercayaan bahwa organisasi akan melakukan analisa informasi insiden untuk kemudian dilakukan perbaikan sistem, merupakan pelaksanaan budaya pembelanjaran. Interaksi antara keempat komponen tersebutakan mewujudkan budaya keselamatan yang kuat. Terbuka dan Adil Menurut NPSA (National Patient safety Agency) (2006), bagian yang fundamental dari organisasi dengan budaya keselamatan adalah menjamin adanya keterbukaan dan adil. Keterbukaan dan adil berartisemua pegawai / staff berbagi informasi secara bebas dan terbuka mengenai insiden yang terjadi. Bagian yang paling mendasar dari organisasi dengan budaya keselamatan (culture of safety) adalah meyakinkan bahwa organisasi memiliki “keterbukaan dan adil” (being open and fair). Ini berarti bahwa (NSPA, 2004): a. Staf yang terlibat dalam insiden merasa bebas untuk menceritakan insiden tersebut atau terbuka tentang insiden tersebut; b. Staf dan organisasi bertanggung jawab untuk tindakan yang diambil; c. Staf merasa bisa membicarakan semua insiden yang terjadi kepada teman sejawat dan atasannya; d. Organisasi kesehatan lebih terbuka dengan pasien-pasien. Jika terjadi insiden, staf dan masyarakat akan mengambil pelajaran dari insiden tersebut; e. Perlakuan yang adil terhadap staf jika insiden terjadi. 4



Untuk menciptakan lingkungan yang terbuka dan adil kita harus menyingkirkan dua mitos utama: a. Mitos kesempurnaan : jika seseorang berusaha cukup keras, mereka tidak akan berbuat kesalahan. b. Mitos hukuman : jika kita menghukum seseorang yang melakukan kesalahan, kesalahan yang terjadi akan berkurang; tindakan remedial dan disipliner akan membawa perbaikan dengan meningkatnya motivasi. Terbuka dan adil sangat penting diterapkan karena staff tidak akan membuat laporan insiden jika mereka yakin kalau laporan tersebut akanmenyebabkan mereka atau koleganya kena hukuman atau tindakan disiplin. Lingkungan yang terbuka dan adil akan membantu staff untuk yakin membuat laporan insiden yang bisa menjadi pelajaran untuk perbaikan. Just Culture Just Culture adalah suatu lingkungan dengan keseimbangan antara keharusan untuk melaporkan insiden keselamatan pasien (tanpa takut dihukum) dengan perlunya tindakan disiplin. Dan organisasi juga perlu memahami dan mengakui bahwa petugas garis depan rentan melakukan kesalahan yang biasanya bukan disebabkan oleh kesalahan tunggal individu namun karena system organisasi yang buruk. Penting untuk mengidentifikasi apakah suatu tindakan dari individu karena : a. Kesalahan sistem : maka lakukan perubahan proses, prosedur, training, design; dan memberi dukungan. b. Sengaja melakukan tindakan sembrono : maka lakukan tindakan remedial, pendisiplinan, hukuman. c. Melakukan unsafe act karena tidak menyadari adanya resiko : maka pelatihan, pemberian insentif bagi yang prilaku safety, dll.



5



BAB III RUANG LINGKUP Jenis Pengukuran dan Evaluasi Budaya Keselamatan Pasien yang di laporkan adalah: 1. Budaya Keselamatan Pasien Rumah Sakit Suatu pola keyakinan, nilai - nilai perilaku, norma-norma yang disepakati / diterima yang tercermin dari keinginan organisasi untuk belajar dari kesalahan di Rumah Sakit Umum Pura Raharja Medika. 2. Sistem pelaporan Insiden Keselamatan Pasien Suatu alur pelaporan insiden secara tertulis untuk setiap kondisi potensial cideradan insiden yang menimpa pasien, keluarga, maupun pengunjung kemudian dilakukan analisa akar masalah untuk melakukan perbaikan system di Rumah Sakit Umum Pura Raharja Medika. 3. Budaya Pembelajaran. Merupakan suatu budaya yang mengutamakan pembelajaran dari insiden yang terjadi untuk perbaikan system.



6



BAB IV TATA LAKSANA PENGUKURAN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN Assesmen Budaya Keselamatan Rumah Sakit Keselamatan pasien merupakan komponen terpenting dalam mutu pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai organisasi pelayanan kesehatan harus mampu meningkatkan keselamatan pasien dengan mengusahakan terwujudnya budaya keselamatan. Dalam membangun budaya keselamatan, sangat penting bagi rumah sakit untuk mengukur perkembangan budaya dengan melakukan pengukuran budaya secara berkala. Pengukuran pertama sangat penting sebagai data dasar yang akan dipergunakan sebagai acuan penyusunan program. Survey Budaya Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Hospital Survey on Patient Safety Culture), dikeluarkan oleh AHRQ (American Hospital Research and Quality) pada bulan November, 2004, didesain untuk mengukur opini staf rumah sakit mengenai isue keselamatan pasien, medical errors, dan pelaporan insiden. Kuesioner survey AHRQ yang terdiri atas 12 aspek pernyataan dan dikelompokkan dalam 4 komponen budaya (Reason, 1997). Skala : Menggunakan skala Likert yang terdiri dari 5 label bergerak mulai dari sangat setuju, setuju, kadang-kadang, tidak setuju, sangat tidak setuju. Instrumen “Hospital Surveyon Patient Safety Culture” (Survey Budaya Keselamatan Pasien Rumah Sakit) yang disusun oleh AHRQ yang sudah teruji validitas dan reabilitasnya dan sudah digunakan dibeberapa negara untuk mengukur tingkat budaya keselamatan pasien di rumah sakit. Survey ini terdiri atas item yang mengukur 12 dimensi keselamatan pasien, yaitu : 1. Komunikasi terbuka : Staf bebas berbicara ketika mereka melihat sesuatu yang berdampak negatif bagi pasien dan bebas menanyakan masalah tersebut kepada atasan. 2. Komunikasi dan Umpan Balik mengenai insiden : Staf diberi informasi mengenai insiden yang terjadi, diberi umpan balik mengenai implementasi perbaikan, dan mendiskusikan cara untuk mencegah kesalahan. 3. Frekuensi pelaporan insiden : Kesalahan dengan tipe berikut ini dilaporkan: a. Kesalahan diketahui dan dikoreksi sebelum mempengaruhi pasien. b. Kesalahan tanpa potensi cedera pada pasien (3) kesalahan yang dapat mencederai pasien tetapi tidak terjadi. 4. Handoffs dan Transisi : Informasi mengenai pasien yang penting dapat dikomunikasikan dengan baik antar unit dan antar shift. 5. Dukungan managemen untuk keselamatan pasien: Managemen rumah sakit mewujudkan iklim bekerja yang mengutamakan keselamatan pasien danmenunjukkan bahwa keselamatan pasien merupakan priotitas utama. 7



6. Respon nonpunitif (tidak menghukum) terhadap kesalahan : Staf merasa kesalahan dan pelaporan insiden tidak dipergunakan untuk menyalahkanmereka dan tidak dimasukkan kedalam penilaian personal . 7. Pembelajaran organisasi :Kesalahan dipergunakan untuk perubahan kearah positif dan perubahan dievaluasi efektifitasnya 8. Persepsi keselamatan pasien secara keseluruhan : Prosedur dan sistem sudah baik dalam mencegah kesalahan dan hanya ada sedikit masalah keselamatan pasien. 9. Staffing : Jumlah staf cukup untuk menyelesaikan beban kerja dan jumlah jamkerja sesuai untuk memberikan pelayanan yang terbaik untuk keselamatan pasien 10. Ekspektasi dan Upaya Atasan dalam meningkatkan



keselamatan



pasien



:



Atasan



mempertimbangkan masukan staf untuk meningkatkan keselamatan pasien, memberikan pujian bagi staf yang melaksanakan prosedur keselamatan pasien, dan tidak terlalu membesar-besarkan masalah keselamatan pasien. 11. Kerja sama tim antar unit : Unit kerja di rumah sakit bekerja sama dan berkoordinasi antara satu unit dengan unit yang lain untuk memberikan pelayanan yang terbaik untuk pasien 12. Kerja sama dalam tim unit kerja : Staf saling mendukung satu sama lain, saling menghormati, dan bekerja sama sebagai tim . Pertanyaan dalam survey ini dapat dikelompokkan menjadi aspek budaya keselamatan. Cara perhitungan nilai respon aspek adalah dengan menghitung total presentase respon positif dari setiap aspek. Total presentase respon positif didapatkan dengan menghitung respon positif dari setiap item dalam dimensi. Respon positif adalah jawaban pada setiap item- “sangat setuju/ setuju” atau “sering/ selalu” pada kalimat positif.Sedangkan pada kalimat reversi, ketidaksetujuan “sangat tidak setuju/ tidak setuju” atau “tidak pernah/ jarang” mengindikasikan respon positif. Kemudian hitung jumlah total respon masing-masing item dimensi (data yang hilang/ tidak ada tidak ikut dijumlah). Langkah selanjutnya adalah membagi respon positif terhadap jumlah total respon. Hasil yang diperoleh adalah berupa prosentase



Respon positif untuk setiap aspek: Jumlah nilai respon positif item pada dimensi x100% Jumlah Total Nilai Respon Items (positif, netral, negative) pada aspek 8



1. Hasil Pengukuran Respon positif: pernyataan setuju/sangat setuju pada kalimat positif ataupernyataan tidak setuju atau sangat tidak setuju pada kalimat reverse 2. Skala Ukur Nilai respon positif aspek/item >75%: Area Kekuatan budaya keselamatan Rumah sakit Nilai Respon positif aspek/item ≤50%: Area yang masih memerlukanpengembangan budaya keselamatan .RS. SubyekPenelitian 1) Populasi : Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang diteliti (Arikunto, 2006; Notoatmojo, 2005). Populasi adalah sejumlah besar subyekyang mempunyai karakteristik tertentu. Populasi pada penelitian ini adalahseluruh karyawan yang bekerja di Rumah Sakit Umum Pura Raharja Mesika. 2) Sampel : Sampel adalah sebagian dari keseluruhan subyek yang diteliti dandipilih dengan cara tertentu yang dianggap dapat mewakili populasi(Notoatmojo, 2005; Arikunto, 2006). Jenis Sampel dalam penelitian ini adalah probability sampling yaitu setiap subyek dalam populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih dan tidak terpilih sebagai sampel yang representatif (Nursalam, 2003). Teknik pengambilan sampel secara simplerandom sampling, sejumlah 20% dari total populasi Menurut AHRQ (2004). Kulon Progo, ………..2019 ( dr.Rita Ivana Ariyani, MMR) - Direktur -



9