PANDUANpenggunaan Antibiotik Profilaksisdan Empiris [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PANDUAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS DAN EMPIRIS RSUD TOBELO HALMAHERA UTARA 2019



1



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karuniaNya maka Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba dapat menyelesaikan penyusunan Panduan Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan Empirik di RSUD Tobelo. Panduan Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan Empirik adalah acuan bagi seluruh petugas yang terkait dengan pemberian antibiotik. Terjadinya resistensi antibiotik karena penggunaan antibiotik yang tidak rasional meliputi pemilihan jenis antibiotik, penentuan dosis, cara pemberian, dan lama terapi, sehingga akan berdampak pada keberhasilan terapi dan besarnya biaya pengobatan. Tujuan implementasi panduan ini adalah terwujudnya penggunaan antibiotik yang rasional sehingga akan meningkatkan mutu pelayanan dan mengoptimalkan kendali biaya di RSUD Tobelo. Kami menyampaikan terima kasih kepada tim penyusun dan semua pihak yang telah berkontribusi di dalam penyusunan panduan ini. Saran dan kritik dari semua pihak sangat penting dalam penyempurnaan dan perbaikan di masa mendatang.



Tobelo, Juni 2019 Direktur RSUD Tobelo,



Drg. Irwanto Tandaan, MPH NIP. 19670805 199301 100



2



PEMERINTAH KABUPATEN HALMAHERA UTARA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TOBELO JL. Landbouw Gamsungi Kec. Tobelo, 97762 TLP.(0924) 2621556 Email: [email protected] web: www.rsudtobelo.com



KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TOBELO TENTANG PEMBERLAKUAN PANDUAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS DAN EMPIRIS DI RSUD TOBELO NOMOR : 440/1074.b/SK/VI/2019 DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TOBELO, Menimbang :



a. bahwa peningkatan kejadian dan penyebaran mikroba yang resisten terhadap antimikroba di rumah sakit disebabkan oleh penggunaan antibiotik yang tidak bijak; b. bahwa untuk meningkatkan ketepatan penggunaan antibiotik dalam pelayanan kesehatan diperlukan suatu panduan yang sesuai dengan pelayanan di RSUD Tobelo; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Tobelo tentang Pemberlakuan Panduan Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan Empiris di Rumah Sakit Umum Daerah Tobelo.



Mengingat :



1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004, tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara



3



2.



3.



4.



5.



6.



7.



Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit; Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.02.02/Menkes/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah; Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 2406/Menkes/PER/XII/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Program Pengendalian Resistensi Antimikroba Di Rumah Sakit; Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit; Memutuskan :



Menetapkan :



KEPUTUSAN DIREKTUR TENTANG PEMBERLAKUAN PANDUAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS DAN EMPIRIS DI RSUD TOBELO



Kesatu :



Panduan Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan Empiris di Rumah Sakit Umum Daerah Tobelo sebagaimana terlampir dalam keputusan ini;



4



Kedua :



Isi Panduan Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan Empiris di Rumah Sakit Umum Daerah Tobelo akan ditinjau dan disempurnakan secara terus menerus oleh Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba RSUD Tobelo untuk disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan terkini ;



Ketiga :



Mewajibkan semua tenaga medis untuk menulis resep antibiotik sesuai yang tercantum dalam Panduan Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan Empiris RSUD Tobelo;



Keempat :



Keputusan ini berlaku sejak penetapan dan apabila dikemudian hari didapatkan kekeliruan, akan diperbaiki sebagaimana mestinya;



Ditetapkan di



: Tobelo



Pada tanggal



: 11 Juni 2019



DIREKTUR RSUD TOBELO



drg. Irwanto Tandaan, MPH NIP. 19670805 1993011003



5



DAFTAR ISI



Kata Pengantar ......................................................................... 2 SK Pemberlakuan Panduan Penggunaan Antibiotik ................... 3 Daftar Isi ................................................................................... 6 Bab I Pendahuluan ................................................................... 7 1.1. Latar Belakang ............................................................... 7 1.2. Tujuan ........................................................................... 8 1.3. Definisi .......................................................................... 8 1.4. Masa Berlaku ................................................................. 9 1.5. Kelebihan dan keterbatasan ........................................... 9 Bab II Penggunaan Antibiotik Rasional ...................................... 11 Bab III Penggunaan Antibiotik Profilaksis .................................. 21 1.1. Bedah ......................................................................... 24 1.2. Obstetri dan Ginekologi ................................................ 29 Bab IV Penggunaan Antibiotik Terapi Empiris ........................... 40 1.1. Daftar Diagnosis Klinis Dan Terapi Antibiotik Empiris Pada Pasien Dewasa ............................................................. 40 1.2. Daftar Diagnosis Klinis Dan Terapi Antibiotik Empiris Pada Pasien Anak ................................................................. 48 1.3. Daftar Diagnosis Klinis Dan Terapi Antibiotik Empiris Pada Pasien Neonatus........................................................... 52 1.4. Daftar Diagnosis Klinis Dan Terapi Antibiotik Empiris Pada Pasien Penyakit Mata ................................................... 55 1.5. Daftar Diagnosis Klinis Dan Terapi Antibiotik Empiris Pada Pasien Penyakit Gigi Dan Mulut ................................... 62 BAB V Lampiran ....................................................................... 64 BAB VI Penutup ........................................................................ 69



6



BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Penyakit



kesehatan



infeksi



masih



masyarakat



yang



merupakan penting,



salah



satu



khususnya



di



masalah Negara



berkembang. Salah satu obat andalan untuk mengatasi mengatasi masalah tersebut adalah antimikroba antara lain antibiotik (anti bakteri), anti jamur, anti virus, anti protozoa. Antibiotik merupakan obat yang paling banyak digunakan pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Berbagai studi menemukan bahwa sekitar 40-62% antibiotic digunakan secara tidak tepat antara lain untuk penyakitpenyakit yang yang sebenarnya tidak memerlukan antibiotik. Pada penelitian kualitas penggunaan antibiotik diberbagai rumah sakit ditemukan 30% sampai dengan 80% tidak ada indikasi (Hadi, 2009). Data surveilans penggunaan antibiotik di RSUD Dr. Soetomo tahun 2017 terdapat 47% pasien rawat inap yang mendapat terapi antibiotik dan 39% inappropriately yaitu penggunaan yang tidak ada indikasi, tidak tepat jenis pemilihan antibiotik dan terlalu lamanya pemberian. Intensitas



penggunaan



antibiotik



yang



relative



tinggi



menimbulkan berbagai permasalahan dan merupakan ancaman global bagi kesehatan terutama resistensi bakteri terhadap antibiotik. Selain berdampak pada morbiditas dan mortalitas, juga memberi dampak negatif terhadap ekonomi dan social yang sangat tinggi. Pada awalnya resistensi ditemukan di tingkat rumah sakit, tetapi lambat laun juga berkembang di lingkungan masyarakat,



7



khususnya Streptococcus pneumonia, Staphylococcus aereus, dan Escherichia coli. Beberapa bakteri resisten antibiotik sudah banyak ditemukan



di



seluruh



dunia



yaitu



Methicillin-Resistant



Staphylococcus aeureus (MRSA), Vancomycin-Resistant Enterococci (VRE), Penicillin-Resistant Pneumococci, Klebsiella pneumonia, yang menghasilkan



Extended-Spectrum



Beta-Lactamase



(ESBL),



Carbapenem-Resistant baumannii. Data surveilans nasional tahun 2016 menunjukkan prevalensi bakteri penghasil ESBL pada 8 rumah sakit rujukan mencapai rata-rata 60%. Peningkatan prevalensi resistensi antimikroba ini terjadi akibat pengunaan antibiotik yang tidak bijak dan penerapan kewaspadaan standar (standard precaution) yang belum optimal. Untuk meningkatkan penerapan penggunaan antibiotik secara bijak perlu disusun Panduan Penggunaan Antibiotik Profilaksis (PPAB) dengan harapan dapat digunakan sebagai acuan para klinisi DPJP dalam menetapkan pilihan jenis antibiotik dengan tepat, juga sebagai acuan dalam monitoring dan evaluasi secara berkala. 1.2. Tujuan Panduan penggunaan Antibiotk Profilaksis dan Terapi (PPAB) RSUD bertujuan sebagai panduan para klinisi DPJP dalam menetapkan pilihan jenis antibiotik, rejimen dosis, dan lama pemberian antibiotik yang tepat. 1.3. Defenisi 1. Antibiotik Profilaksis Prosedur



antibiotik



sebelum,



saat



dansetelah



proseduroperasi pada kasus yang secara klinis tidak didapatkan



8



tanda-tanda infeksi dengan tujuan untuk mencegah terjadi infeksi daerah operasi (IDO) 2. Antibiotik Empiris Penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang belum di ketahui jenis bakteri penyebabnya. 3. Antibiotik Defenitif Pangunaan antibiotik pada kasus infeksi yang sudah di ketahui jenis bakteri penyebab dan pola resistensinya. 4. Resistensi Antimikroba Kemampuan mikroba untuk bertahan hidup terhadap efek antimikroba, sehingga tidak efektif dalam penggunaan klinis 5. Bakteri resisten Bakteri menjadi kebal terhadap antibiotik



yang pada



awalnya efekif untuk mengobati infeksi yang di sebabkan oleh bakteri tersebut. 1.4 Masa Berlaku Masa berlaku panduan penggunaan antibiotik profilaksis dan empiris di rsud tobelo selama 3 tahun. 1.5 Kelebihan dan Keterbatasan 1. Kelebihan a) Panduan



ini



menunjuk



pada



Pedoman



Umum



Penggunaan Antibiotik Kementerian Kesehatan RI dan Formularium Nasional. b) Panduan ini merujuk pada Kebijakan Pengendalian Penggunaan Antibiotik RSUD Tobelo.



9



c) Panduan ini mengikuti perkembangan evidence base medicine (EBM) terkini. 2. Keterbatasan a) Panduan



ini



hanya



digunakan



sebagai



acuan



profilaksis/bedah antibiotik. b) Panduan ini perlu dilakukan evaluasi berkala dengan mempertimbangkan perubahan pola bakteri dan EBM, serta dilakukan kajian oleh tim reviewer KPRA.



10



BAB II PENGGUNAAN ANTIBIOTIK RASIONAL



1. Definisi Umum Antibiotik Antibiotik berasal dari bahasa Yunani: anti (lawan), Bios (hidup), yang berarti suatu zatkimia yang dihasilkan oleh bakteri ataupun jamur yang berkhasiat sebagai obat apabila digunakan dalam dosis tertentu



dan



berkhasiat



mematikan



atau



menghambat



pertumbuhan kuman dan toksisitasnya tidak berbahaya bagi manusia. Antibiotik adalah segolongan molekul, baik alami maupun



sintetik,



menghentikan



yang



suatu



mempunyai



proses



biokimia



efek di



menekan



dalam



atau



organisme,



khususnya proses infeksi oleh bakteri. 2. Indikasi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan penggunaannya, antibiotik dibagi menjadi dua yaitu antibiotik terapi dan antibiotik profilaksis. Antibiotik terapi digunakan pada pasien dengan kasus infeksi dan penggunaannya dapat bersifat empiris atau definitif. Terapi empiris merupakan terapi inisial yang diberikan pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis kumannya, sedangkan terapi definitif merupakan terapi yang diberikan pada kasus infeksi yang telah



diketahui



kuman



penyebabnya



berdasarkan



hasil



laboratorium mikrobiologi. Antibiotik profilaksis adalah antibiotik yang diberikan pada jaringan tubuh dengan dugaan kuat akan



11



terkena infeksi, seperti pada operasi pembedahan. Antibiotik profilaksis biasanya diberikan secara intravena. Penelitian AMRIN di Indonesia menginvestigasi penggunaan dan resistensi antibiotik pada dua wilayah yang berbeda di Pulau Jawa, yakni di Surabaya dan Semarang. Studi ini terdiri dari dua fase, fase awal meneliti situasi di beberapa tempat pelayanan kesehatan setempat



terkait



kondisi



resistensi



antibiotik,



penggunaan



antibiotik serta pengendalian infeksi. Kemudian, fase kedua melakukan intervensi di beberapa tempat pelayanan kesehatan setempat berdasarkan hasil survei yang didapat dari fase pertama. Sampel dibagi menjadi tiga grup, yaitu grup A terdiri dari pasien yang berada dalam perawatan rumah sakit, grup B terdiri dari pasien yang datang ke Puskesmas, grup C terdiri dari kerabat pasien dari grup A. Hasilnya, secara keseluruhan proporsi pengguna antibiotik baik di Semarang maupun Surabaya tidaklah berbeda. Amoxicillin atau Ampicillin menjadi antibiotik yang paling banyak dikonsumsi, yakni sebanyak 71%.16 Seiring dengan meningkatnya resistensi kuman terhadap antibiotik, maka penggunaan antibiotik harus dikendalikan agar hasilnya optimal. Menurut WHO 2001, untuk membatasi resistensi kuman terhadap antibiotik, harus ada suatu perbaikan dalam kualitas penggunaan antibiotik. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan antibiotik, antara lain jenis antibiotik, dosis antibiotik, lama pemberian antibiotik, rute pemberian



antibiotik.



Antibiotik



yang



diberikan



sebaiknya



berspektrum sempit, dosis harus adekuat dengan durasi yang



12



sebisa mungkin dibuat singkat serta rute pemberian yang sesuai dengan indikasi. Secara keseluruhan, yang menjadi masalah utama dalam penggunaan antibiotik adalah indikasi pemberian antibiotik, misalnya pada kasus demam, dokter kurang mengetahui indikasi pemberian antibiotik yang tepat sehingga setiap pasien demam diberikan peresepan antibiotik dengan dugaan mengarah ke infeksi bakterial walaupun sebenarnya tidak menutup kemungkinan bahwa demam juga dapat disebabkan oleh infeksi virus. 3. Peggunaan Antibiotik a) Ketentuan Umum -



Penerapan penggunaan antibiotik secara bijak.



-



Penggunaan antibiotik meliputi indikasi profilaksis pada pembedahan dan indikasi terapi.



-



Antibiotik indikasi terapi terdiri dari terapi empiris dan terapi definitif.



-



Jenis antibiotik yang digunakan untuk indikasi profilaksis pada pembedahan tidak digunakan untuk indikasi terapi, begitu juga sebaliknya



b) Ketentuan Khusus -



Antibiotik Terapi Empiris dan Definitif I.



Pemilihan terapi antibiotik panduan berdasarkan antibiotik



empiris berdasarkan



penggunaan antibiotik (PPAB) disusun pola di



mikroba



RSUD



dan



Tobelo,



pola



sensitivitas



farmakokinetik-



farmakodinamik serta kajian evidence base medicine (EBM)



13



II.



Terapi antibiotik empiris diberikan selama 3 hari untuk dilakukan evaluasi respon klinis dan/atau hasil laboratorium.



III.



Terapi



antibiotik



definitif



didasarkan



hasil



pemeriksaan mikrobiologi sesuai prinsip penggunaan antibiotik secara bijak. Penetapan jenis antibiotik harus mempertimbangkan kendali mutu dan kendali biaya



meliputi:



aspek



efektivitas,



keamanan,



ketersediaan, biaya dan legalitas. -



Antibiotik Profilaksis pada Pembedahan I.



Antibiotik profilaksis digunakan pada kategori opersi bersih berisiko infeksi dan bersih kontaminasi.



II.



Pemberian antibiotik profilaksis ditujukan untuk mencegah



kejadian



infeksi



darah



operasi



(IDO),



menurunkan morbiditas dan mortalitas pasca operasi. III.



Saat pemberian 30-60 menit sebelum insisi, sekali pemberian atau dosis tunggal dalam waktu 15-30 menit secara drip intravena (dilarutkan dalam 100 ml normal saline pada pasien dewasa) dan pemberian di kamar operasi.



IV.



Pemberian antibiotik profilaksis diulang bila terjadi pendarahan lebih dari 1500 ml atau lebih dari 30% Estimated blood volume=EBV (pada pasien anak > 15% EBV) atau lam operasi lebih dari 3 jam , lama pemberian



maksimal



24



jam



sejak



pemberian



antibiotik profilaksis pertama, kecuali pada kasuskasus tertentu (sesuai Panduan Pratek Klinik=PPK)



14



V.



Rekomendasi



jenis



antibiotik



profilaksis



adalah



Cephalosporin generasi 1 (Cefazoline) atau generasi II (Cefuroxime), kecuali pada kasus-kasus tertentu. 4. Pertimbangan Penggunaan Antibiotik a. Rasionalitas Penggunaan Antibiotik dari Segi Kuantitas Kuantitas dari penggunaan antibiotik dapat diukur dengan dua macam pendekatan, yaitu secara retrospektif dengan melihat rekam medik yang ada di rumah sakit dan secara prospektif dengan melakukan wawancara interpersonal dengan pasien mengenai antibiotik apa yang diminum selama masa perawatan kemudian membandingkannya dengan hasil wawancara dari petugas kesehatan. Kelemahan dari pendekatan retrospektif adalah ketidaklengkapan data dari rekam medik mengenai



terapi



antibiotik,



sedangkan



pada



pendekatan



prospektif, terkadang pasien lupa jenis maupun jumlah antibiotik yang telah diminum. Kuantitas dari penggunaan antibiotik diukur berdasarkan perhitungan persentasi pasien yang menggunakan antibiotik atau jumlah anitbiotik yang dinyatakan dalam suatu unit yang disebut Defined Daily Doses (DDD) tiap 100 populasi setiap harinya. DDD dari suatu obat diasumsikan sebagai rata-rata dosis pemeliharaan per hari dari suatu obat yang digunakan sebagai indikasi suatu penyakit pada orang dewasa atau biasa ditulis dengan DDD/100 patient-days. b. Rasionalitas Penggunaan Antibiotik dari Segi Kualitas



15



Kualitas dari penggunaan antibiotik dapat diukur dari pendekatan retrospektif dengan melihat dara-data relevan yang diambil dari rekam medik.17 Ada beberapa kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas penggunaan antibiotik, yaitu kriteria Kunin dan Jones, dan kriteria Gyssens. Kriteria Kunin terbagi menjadi 5 kategori, dengan pembagian sebagai berikut: Kategori



I



:



reviewer



setuju



dengan



penggunaan



terapi



antimikroba profilaksis Kategori II : reviewer setuju dengan penggunaan terapi antimikroba /profilaksis, tetapi infeksi bakteri yang fatal tak dapat disingkirkan Kategori III : reviewer setuju dengan penggunaan terapi antimikroba /profilaksis, tetapi jenis antimikroba lain telah direkomendasikan Kategori IV : reviewer setuju dengan penggunaan terapi antimikroba



/profilaksis,



tetapi



dosis



obat



sebaiknya disesuaikan Kategori



V



:



reviewer tidak



setuju



dengan



penggunaan



antimikroba /profilaksis Kategori I dan II mengindikasikan terapi yang tepat, sedangkan kategori III dan IV mengindikasikan ada suatu kekurangan/kesalahan dalam pemilihan/peresepan antibiotik oleh tenaga medis. Adapun kategori hasil penilaian menurut kriteria Gyssens adalah sebagai berikut:



16



Kategori I



: penggunaan antibiotik tepat (rasional)



Kategori IIA : tidak rasional oleh karena dosis yang tidak tepat Kategori IIB : tidak rasional oleh karena dosis interval yang tidak tepat Kategori IIC : tidak rasional oleh karena rute pemberian yang salah Kategori IIIA : tidak rasional karena pemberian antibiotik terlalu lama Kategori IIIB : tidak rasional karena pemberian antibiotik terlalu singkat Kategori IVA : tidak rasional karena ada antibiotik lain yang lebih efektif Kategori IVB : tidak rasional karena ada antibiotik lain yang kurang toksik Kategori IVC : tidak rasional karena ada antibiotik lain yang lebih murah Kategori IVD : tidak rasional karena ada antibiotik lain yang spektrumnya lebih sempit Kategori V



: tidak rasional karena tidak ada indikasi penggunaan antibiotik



Kategori VI



: data tidak lengkap atau tidak dapat dievaluasi



5. Pengertian farmakokinetik Farmakokinetik mempelajari dinamika obat melewati sistem biologi meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi obat.Informasi farmakokinetik berguna untuk memperkirakan



17



dosis obat dengan tepat dan frekuensi pemberiannya, juga untuk mengatur dosis obat pada penderita dengan gangguan fungsi ekskresi. Profil farmakokinetik antibiotik dinyatakan dalam konsentrasi di serum dan jaringan terhadap waktu dan mencerminkan proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Karakteristik penting farmakokinetik meliputi peak & trough konsentrasi di serum, waktu paruh (T1/2), bersihan (clearance) dan volume distribusi.Data farmakokinetik berguna untuk memperkirakan dosis antibiotik yang tepat, frekuensi pemberian dan mengatur dosis pada pasien dengan gangguan fungsi ekskres. Absorpsi



antibiotik



bioavailability



obat



menunjukkan



setelah



nilai



pemberian



dan



secara



besarnya oral



atau



suntikan.Bioavailability diartikan sebagai besarnya persentase dosis



obat



yang



masuknya.Obat mencapai tersebut



mencapai



harus



tempat



sirkulasi



melewati



sistemik



beberapa



membran



kerjanya.Membran-membran



bergantung



pada



tempat



kerja



dari yang



dan



tempat untuk spesifik



route



of



administration.Absorpsi obat melewati membran dipengaruhi oleh ukuran molekul, kelarutan dalam lemak, derajat ionisasi dan pH.Sebagian besar obat larut dalam air dan juga lemak.Dikatakan bahwa semakin tinggi ratio kelarutan dalam lemak dibanding air semakin cepatlah absorpsi pasif obat tersebut.Kelarutan obat dalam lemak disebut lipophilicity sedangkan kelarutan dalam air disebut hydrophilicity. Di dalam larutan, obat berada dalam bentuk yang disebut interchangeable forms yaitu larut-air (bentuk ion) dan larut-lemak (nonion). Semakin lipophilic suatu obat, semakin mudah menembus membran. Sedangkan yang hydrophilicakan



18



cenderung berada dalam darah.



Ketika dilarutkan, sebagian



molekul obat akan terionisasi yang persentasenya ditentukan oleh keasaman obat dan keasaman pelarutnya serta pKa yaitu pH saat 50% molekul obat terionisasi. Persentase molekul nonionized menentukan



jumlah



molekul



yang



diabsorpsi



sehingga



menentukan rate of absorption. Antibiotik mengalami eliminasi di hati, ginjal atau keduanya baik dalam bentuk yang tidak berubah atau metabolitnya.Untuk antibiotik yang eliminasinya terutama di ginjal, bersihan suatu obat berkorelasi linear dengan creatinine clearance.Sedangkan antibiotik yang eliminasinya terutama di hati tidak ada petanda yang bisa dipakai untuk mengatur dosis pada pasien dengan penyakit hati (Archer, 2005).Pada pasien dengan insufisiensi ginjal dibutuhkan pengaturan



dosis.Penggunaan



antibiotik



aminoglikosida,



vankomisin atau flusitosin harus lebih hati-hati karena eliminasi obat



tersebut



konsentrasinya metabolisme kloramfenikol,



di



ginjal



di atau



dan



plasma



toksisitasnya dan



ekskresinya



metronidazol,



seiring



jaringan.Obat-obat oleh



hepar



klindamisin)



dengan yang



(eritromisin,



dosisnya



harus



diturunkan pada pasien dengan kegagalan fungsi hepar. 6. Pengertian farmakodinamik Farmakodinamik mempelajari efek biokimia dan fisiologi obat serta mekanisme kerjanya melalui interaksi antara obat dengan sel target atau reseptor.



Farmakodinamik antibiotik mempelajari



hubungan antara konsentrasi antibiotik di serum dan jaringan serta minimum inhibitory concentration (MIC) pertumbuhan bakteri.



19



Berdasarkan



sifat



farmakodinamik



dan



konsentrasi



penghambatan minimal (MIC), antibiotik dibagi menjadi dua kelompok



besar



independent



dan



yaitu



time-dependent



atau



concentration-dependent.



concentration-



Pada



antibiotik



kelompok time-dependent seperti β-laktam, glikopeptide, makrolide, klindamisin dengan meningkatnya konsentrasi antibiotik hanya menunjukkan sedikit atau tidak ada peningkatan efek terapi sedangkan antibiotik kelompok concentration-dependent seperti aminoglikosida dan quinolon menunjukkan peningkatan aktivitas seiring dengan peningkatan konsentrasi. International Society for Anti-infective Pharmacology (ISAP) membuat definisi parameter farmakokinetik (PK) dan farmakodinamik (PD). Untuk kelompok time-dependent biasanya menggunakan parameter farmakolog t > MIC yaitu persentase kumulatif waktu selama periode 24 jam saat konsentrasi obat diatas MIC, sedangkan kelompok concentrationdependent biasanya menggunakan parameter AUC/MIC (area dibawah kurva konsentrasi-waktu selama 24 jam dibagi MIC) dan Cmax/MIC (kadar konsentrasi puncak dibagi MIC). Antibiotik juga memiliki perbedaan sifat postantibiotik effect (PAE).



Pada



umumnya,



golongan



concentration-dependent



mempunyai PAE lebih lama dibanding golongan time-dependent. Untuk antibiotik concentration-dependent rasio Cmax/ MIC kurang lebih sepuluh dikaitkan dengan keberhasilan klinis. Oleh karena itu, konsentrasi yang tinggi menjadi tujuan terapi. Hal ini dapat dicapai melalui pemberian dosis tinggi sekali sehari. Antibiotik concentration-independent akan lebih efektif jika durasi konsentrasi di serum lebih tinggi dari MIC pathogen dengan interval dosis yang proporsional. Pemberian dosis yang sering atau dengan infus



20



kontinyu dapat meningkatkan t > MIC. Optimalisasi pemberian regimen antibiotik berdasarkan prinsip farmakodinamik dapat menurunkan terjadinya resistensi antibiotik



21



BAB III PENGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS Infeksi Daerah Operasi (IDO) atau Surgical site infection (SSI) adalah infeksi pada tempat operasi merupakan salah satu komplikasi utama operasi yang meningkatkan mobiditas dan biaya perawatan penderita di rumah sakit, bahkan meningkatkan mortalitas penderita. Angka kejadian IDO pada suatu institusi penyedia layanan kesehatan mencerminkan kualitas pelayanan institusi tersebut. Faktorfaktor yang dapat mempengaruhi (faktor risiko) terjadinya IDO antara lain : 1. Sifat operasi (derajat kontaminasi operasi), 2. Nilai ASA (American Society of Anesthesiologist), 3. Komorbiditas DM (Diabetes Mellitus), 4. Suhu praoperasi, 5. Jumlah lekosit, 6. Operasi yang lama (Prolonged Operation), 7. Obesitas,Malnutrisi, 8. Penggunaan kotrikosteroid jangka panjang, 9. Rematoid arthritis, 10. Rokok, 11. Infeksi nasokomial, 12. Kehilangan banyak darah durante operasi (Massive Blood Loss) Kategori atau kelas operasi berdasarkan klasifikasi Mayhall, sebagai berikut: Tabel. 1 Kategori/kelas operasi (Mayhall Classification)



22



Kelas Operasi



Definisi



Penggunaan Antibiotik



Operasi bersih



Operasi yang dilakukan pada daerah dengan kondisi prabedah tanpa infeksi, tanpa membuka traktus (respiratorius, gastrointestinal, urinarius, bilier), operasi terencana, atau penutupan kulit primer dengan atau tanpa digunakan drain.



Kelas operasi bersih terencana umumnya tidak memerlukan antibiotik profilaksis kecuali pada beberapa jenis operasi, misalnya mata, jantung dan sendi



Operasi bersihkontaminasi



Operasi yang dilakukan pada traktus (digestivus,bilier, urinarius, respiratorius, reproduksi kecuali ovarium) atau operasi tanpa disertai kontaminasi nyata



Pemberian antibiotik profilaksis pada kelas operasi bersih kontaminasi perlu dipertimbangkan manfaat dan risikonya karena bukti ilmiah mengenai efektivitas antibiotik profilaksis belum ditemukan



Operasi kontaminasi



Operasi yang Kelas membuka kontaminasi saluran cerna, memerlukan saluran empedu,



operasi antibiotik



23



saluran kemih, terapi saluran nafas profilaksis) sampai orofaring, saluran reproduksi kecuali ovarium atau operasi yang tanpa pencemaran nyata (Gross spillage) Operasi Kotor



Adalah operasi pada perforasi saluran cerna, saluran urogenital atau saluran napas yang terinfeksi ataupun operasi yang melibatkan daerah yang purulent (inflamasi bacterial). Dapat pula operasi pada luka terbuka lebih dari 4 jam setelah kejadian atau terdapat jaringan nonvital yang luas atau nyata kotor



(bukan



Kelas operasi kotor memerlukan antibiotik terapi (bukan profilaksis)



24



1.1 Bedah



Jenis/Prosedur Operasi



Kelas Operasi B/BK



Jenis dan Rejimen Dosis Antibiotik



KET Durasi



(level of evidence)



Cefazolin 1-2 Dosis gram, iv drip tunggal 15 menit,3060 menit sebelum insisi



A



Appendicitis tanpa BK komplikasi →(open/laparoscop)



Cefazolin 1-2 Dosis gram, iv drip tunggal 15 menit + Metronidazole 500 mg iv drip, 30-60 menit sebelum insisi



A



Small Intestine procedur



BK



Cefazolin 1-2 Dosis gram, iv drip tunggal 15 menit, 3060 menit sebelum insisi



A



Obstructed



BK



Cefazolin 1-2 Dosis gram, iv drip tunggal 15 menit + Metronidazole 500 mg iv drip, 30-60 menit sebelum insisi



A



Colorectal procedure



BK



Cefazolin 1-2 Dosis gram, iv drip tunggal 15 menit +



A



Herniotomy



B



open/laparoscopi



25



Metronidazole →max 500 mg iv drip, 24 jam 30-60 menit sebelum insisi *B = Operasi Bersih, BK = Operasi Bersih Kontaminasi, T = Operasi Terkontaminasi



Jenis/Prosedur Operasi Eksisi mamma



Jenis dan Kelas Operasi Rejimen Durasi Dosis B/BK Antibiotik



tumor B



KET (level of evidence)



Cefazolin 1-2 Dosis gram, iv drip tunggal 15 menit, 30-60 menit sebelum insisi



A



B



Cefazolin 1-2 Dosis gram, iv drip tunggal 15 menit, 30-60 menit sebelum insisi



A



Operasi lain pada B payudara



Cefazolin 1-2 Dosis gram, iv drip tunggal 15 menit, 30-60 menit sebelum insisi



A



Sentinel biopsy



Tanpa Antibiotik



A



Ginekomastia Mama aberans Mastektomi



node B



Dosis tunggal



26



Eksisi kulit



luas



lesi B



Cefazolin 1-2 Dosis gram, iv drip tunggal 15 menit, 30-60 menit sebelum insisi



A



Skin plasty repair luka



dan B



Cefazolin 1-2 Dosis gram, iv drip tunggal 15 menit, 30-60 menit sebelum insisi



A



Flap atau pedikel



graft B



Cefazolin 1-2 Dosis gram, iv drip tunggal 15 menit, 30-60 menit sebelum insisi



A



Tumor otot, B tendon, fasia



Cefazolin 1-2 Dosis gram, iv drip tunggal 15 menit, 30-60 menit sebelum insisi



A



Amputasi disartikulasi ekstremitas



Cefazolin 1-2 Dosis gram, iv drip tuggal 15 menit, 30-60 menit sebelum insisi



A



Cefazolin 1-2 Dosis gram, iv drip tunggal 15 menit,



A



Mastektomi inflamasi



dan B



+ BK



27



30-60 menit → max 24 sebelum jam insisi Eksisi luas lesi BK kulit + inflamasi



Cefazolin 1-2 gram, iv drip 15 menit, 30-60 menit sebelum insisi



Dosis A tunggal → max 24 jam



Skin graft



BK



Cefazolin 1-2 gram, iv drip 15 menit, 30-60 menit sebelum insisi



Dosis A tunggal → max 24 jam



skin plasty atau BK repair luka + inflamasi



Cefazolin 1-2 gram, iv drip 15 menit, 30-60 menit sebelum insisi



Dosis A tunggal → max 24 jam



Tumor otot, BK tendon, fasia + inflamasi



Cefazolin 1-2 gram, iv drip 15 menit, 30-60 menit sebelum insisi



Dosis A tunggal → max 24 jam



Ovarektomi BK bilateral, salfingoovarektomi bilateral



Cefazolin 1-2 gram, iv drip 15 menit, 30-60 menit



Dosis A tunggal → max 24 jam



28



sebelum insisi Amputasi disartikulasi ekstremitas inflamasi



dan BK +



Jenis/Prosedur Operasi



Kelas Opera si



Cefazolin 1-2 gram, iv drip 15 menit, 30-60 menit sebelum insisi



Dosis A tunggal → max 24 jam



KET Jenis dan Rejimen Durasi Dosis Antibiotik



(level of eviden ce)



Cefazolin 1-2 gram, iv Dosis drip 15 menit, 30-60 tunggal menit sebelum insisi



C



B/BK Operasi Bersih



B



Meliputi tangan, lutut atau kaki dan tidak meliputi implantasi benda asing



29



Jenis/ Operasi



Kelas Prosedur Operas i



KET Jenis dan Rejimen Durasi Dosis Antibiotik



B/BK



(level of eviden ce)



Traktus urinarius BK dengan segmen saluran cerna



Cefazolin 1-2 gram, Dosis A iv drip 15 menit, 30- tunggal → 60 menit sebelum max 24 jam insisi



Traktus urinarius B tanpa segmen saluran cerna



Cefazolin 1-2 gram, Dosis iv drip 15 menit, 30- tunggal 60 menit sebelum insisi



Implant/prosthesis ; penis, sfingter



BK



Cefazolin 1-2 gram, Dosis A iv drip 15 menit, 30- tunggal → 60 menit sebelum max 24 jam insisi



Intervensi lain di BK luar traktus urinarius



Cefazolin 1-2 gram, Dosis A iv drip 15 menit, 30- tunggal → 60 menit sebelum max 24 jam insisi



A



*B = Operasi bersih, BK = Operasi Bersih Kontaminasi, T = Operasi Terkontaminasi



30



1.7 Obstetri dan Ginekologi



Jenis Prosedur operasi



Kelas Jenis dan Operas Rejimen Durasi i Dosis Antibiotik B/BK



KET (level of eviden ce)



Kuretase (abortus inkomplit / BK ‘missed abortion’)



Tanpa Antibiotik



-



IA



Kuretase (biopsi endometrium)



BK



Tanpa Antibiotik



-



IIID



Kuretase(‘induced abortion’)



BK



Doksisikli max n 100 mg hari p.o 1 jam pre op & 200 mg 1 jam post op



5 IA



Alternatif:



Metronidaz ole 500 mg p.p 1 jam pre op, tiap 12 jam Pemasangan IUD



BK



Tanpa Antibiotik



Seksio cesarea



BK



Cefazolin Dosis i.v drip 15 tunggal menit



-



IA IA



31



Dosis: 2gr → max ( 2 minggu 10-14 hari Diphtheria



Corynebacterium Pilihan I : difteria Erythromycin PO 40-50 mg/kg/hari, tiap 6 jam



10-14 Difteri hari berat



Pilihan II :



Penicillin procain inj 50.000100.000 IU/kgBB/hari, tiap 12 jam



Pharyngitis bacterial



10-14 hari



Amoxicillin PO 20- 10 75 mg/kg/hari, hari tiap 8 jam



Atau



58



Erythromycin PO 40 mg/kg/hari, tiap 6 jam Sepsis



Bakteri gram negative atau gram positive



10 hari



Pilihan I :



Ampicillin Sulbactam IV 200 mg/kgBB/hari, terbagi 4 dosis tiap 6 jam



10-14 hari



Jika tidak ada perbaikan klinis dalam waktu 3 hari dan procalcitonin meningkat, maka dapat ditambahkan



Gentamycin Inj 57 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 1-2 dosis tiap 12-24 jam



Pilihan II :



10-14 hari



59



Meropenem IV 30120mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-3 dosis, tiap 8-12 jam



Pneumonia pada anak usia < 3 tahun



bakteria atipikal mycoplasma pneumonia streptococcus pneumonia



Sebagai terapi definitif sesuai hasil 7 hari kultur dan atau persetuju an KPRA



Pilihan I :



Ampicilin IV 500- 10 100mg/kgBB/hari hari tiap 12 jam



Pilihan II :



Gentamycin IV 57.5mg/kgBB/hari tiap 12-24 jam



Pilihan III :



10 hari



60



Cefotaxim IV 150200 mg/kgBB/hari tiap 8 jam



10 hari Pneumonia pada anak usia 3-5 tahun



Bakteria atipikal Mycoplasma pneumonia Streptococcus pneumoniae



Pilihan I :



Ampicilin IV 50100 mg/kgBB/hari tiap 8 jam



10 hari



Pilihan II :



Cho;ramphenico I IV 50 mg/kgBB/hari tiap 8 jam



10 hari



Pilihan III :



Cefotaxim IV 150200



61



mg/kgBB/hari tiap 8 jam 10 hari Pneumoniae pada anak usia > 5 tahun



bakteria atipikal mycoplasma pneumonia streptococcus pneumonia



Pilihgan I :



Ampicillin IV 50100 mg/kgBB/hari tiap 6-8 jam



10 hari



Pilihan II :



Cholramphenico 1 IV 50 mg/kgBB/hari tiap 8 jam



10 hari



Pilihan III :



Ceftriaxone IV 5075 mg/kgBB/hari tiap 12-24 jam



10 hari



62



2.3 Daftar diagnosis klinis infeksi dan terapi antibiotik empiric pada pasien neonates



Diagnosis Infeksi



Bakteri Pathogen penyebab tersering



Sepsis neonatorum awitan dini



Stafilokokus coagulase negative,



Sepsi neonatorum awitan lambat



E Coli, Klebsiela Pneumonia, Enterococcus, Pseudomona, Stafilokokus aureus



Nama dan Regimen Dosis Antibiotik



Durasi



Ket



Pilihan I :



Ampisilin IV 50 mg/kgBB/dosis tiap 12 jam per hari



3-14 hari



DAN



Gentamisin IV 5 mg/kgBB/dosis Berat lahir 30 hari : tiap 24 jam



63



Berat lahir ≥ 1200g Usia ≤7 hari : tiap 36 jam Usia >7hari : tiap 24 jam



Pilihan II :



Cefoperazonesulbactan IV 50 mg/kgBB/dosis tiap 8-12 jam per hari DAN Amikasin IV 7.5 mg/kgBB/dosis Usia kronologis :



3-14 hari



hari tiap 8 jam



Pilihan III :



Meropenem IV 2040mg/kgBB/dosis Usia ≤7 hari tiap 12 jam Usia >7 hari tiap 8 jam DAN/ ATAU Amikasin IV 7.5 mg/kg/kali Usia kronologis :



hari tiap 8 jam



65



10-14 hari



66



67



2.4 Daftar diagnosis klinis infeksi dan terapi antibiotik empiric pada pasien penyakit mata No.



1



2



3



Keadaan klinik / penyakit / tindakan Bleparitis : Anterior



Konj ungti vitis : Gono cocca l



Konj ungti



Kuman Penyebab



Rekomendas i antimikroba



Dosis Dewasa



Anak



Staphylococcu Topikal: s sp. Oxytetracycline 1% salep mata



Neisse ria gonorr hoeae



Chla mydi



Sistemik: Azithromycin Sistemik: Doxycycline Sistemik: Ceftriaxone



Empiris / profilaksi s



Interval



Lama pemberian



Ket



EMPIRIS



6 jam



7-14 hari



PO : 250-500 mg



EMPIRIS



24 jam



5 hari



PO : 100 mg



EMPIRIS



12-24 jam



IM : max. 125mg atau IV : 25-50 mg/kg



EMPIRIS



IM : 24 jam atau IV : 12 jam



Hingga 4 minggu IM : Single dose IM :bila atau tidak IV : 3 hari ada



IM : 1 gram atau IV : 1 gram



keterliba tan kornea. IV : bila didapatk an Keterlibata n kornea



Topikal: Levofloxacin 0.3%



1 tetes (mata)



1 tetes (mata)



EMPIRIS



Sistemik : Erythromycin



PO : 500 mg



PO : 12.5 mg/kg



EMPIRIS



Hingga 1 tetes tiap jam 6 jam



5-7 hari



7 hari



68



vitis : Klami dial



4



5



Konju ngtivi tis : Purul en Akut



Keratitis Bakterial



a tracho matis



Staphyloccus sp. H. Influenzae



Gram positif: Staphylococ cus sp. Streptococc us sp. Pseudomon as aeruginosa (pengguna lensa kontak) Gram negatif:



Sistemik : Doxycyline Sistemik : Azithromycin Topikal: Oxytetracyclin e 1% salep mata Topikal: Polymyx inNeomyci n



PO : 100 mg



EMPIRIS



12 jam



7 hari



PO : 1 gram



EMPIRIS



24 jam



Single dose



EMPIRIS



6 jam



7 hari



1 tetes (mata)



1 tetes (mata)



EMPIRIS



4-6 jam



5-7 hari



Topikal: Tobramiycin



1 tetes (mata)



1 tetes (mata)



EMPIRIS



4-6 jam



5-7 hari



Topikal: Levofloxacin 0,5%



1 tetes (mata)



1 tetes (mata)



EMPIRIS



4-6 jam



5-7 hari



Topikal: Levofloxacin 0,5%



1 tetes (mata)



1 tetes (mata)



EMPIRIS



Hingga 1 tetes tiap jam



7-14 hari



Bila kondisi klinis berat dapat diberikan terapi sesuai ulkus kornea.



69



Neisseria sp.



6



Ulkus Korne a Bakte rial



Gram positif: Staphylococ cus sp. Streptococc us sp. Pseudomon as aeruginosa (pengguna lensa kontak) Gram negatif: Neisseri a sp.



Topikal: Moxifloxa cin 0,5%



1 tetes (mata)



Sistemik: Ciprofloxacin



IVFD : 200 mg atau PO : 500 mg



Topikal: Levofloxacin 0,5%



1 tetes (mata)



1 tetes (mata)



1 tetes (mata)



EMPIRIS



4-6 jam



7-14 jam



EMPIRIS



IVFD : 12 IVFD : 5 hari jam atau atau PO : 7-14 hari PO : 12 jam



Bila didapatkan hipopion atau ulkus luas di sentral



EMPIRIS



Hingga 1 tetes tiap jam



Pada fase akut antibioti ka topikal dapat diberika n bahkan tiap 5 menit.



7-14 hari



70



7



Endophthal mitis



Post operatif: Staphyloc ocus sp. Streptoco ccus sp.



Topikal: Moxifloxacin 0,5%



1 tetes (mata)



1 tetes (mata)



EMPIRIS



4-6 jam



7-14 jam



Fortified: Cefazolin F



1 tetes (mata)



1 tetes (mata)



EMPIRIS



Hingga 1 tetes tiap jam



Maks 7 hari



Fortified: Dibekacin F



1 tetes (mata)



1 tetes (mata)



EMPIRIS



Maks 7 hari



Fortified: Gentamic in F



1 tetes (mata)



1 tetes (mata)



EMPIRIS



Hingga 1 tetes tiap jam Hingga 1 tetes tiap jam



Intravitr eal: Vancom ycin 1 mg/0.1 ml +



Vancomycin 0.1ml + Ceftazidime 0,1 ml



Vancomycin 0.1 ml + Ceftazidime 0,1 ml



EMPIRIS



Dapat diulang setelah 4872 jam



Antibiotika fortified dibuat dengan mencampur kan sediaan tetes mata dan injeksi, atau mengencerk an sediaaninjek si



Maks 7 hari



Injeksi intravitreal dilakukan bersamaan dengan tap vitreus dan/



71



Post trauma: Staphyloc occus epidermi dis



Ceftazidi me 2,25 mg/0.1 ml Sistemik: Ciprofloxacin



Topikal: Moxifloxacin 0,5% Topikal: Vancomycin 50mg/ml



8



9



Prosed ur operas i intrao kuli



Toxoplasma Ocular toxoplasmosi gondii s



Sistemik: Ciprofloxacin Topikal: Levofloxacin 0,5% Topikal: Moxifloxacin 0,5% Cotrimoxazole Clindamycin Azithromycin



akuos di kamar operasi.



IVFD : 200 mg atau PO : 750 mg 1 tetes (mata) 1 tetes (mata)



EMPIRIS



IVFD : 12 jam atau PO : 12 jam



IVFD : 5 hari atau PO : 7-10 hari



EMPIRIS



4-6 jam



7-14 jam



1 tetes (mata) 1 tetes (mata)



EMPIRIS



Hingga 1 tetes tiap jam



Maks 7 hari



500 mg PO



EMPIRIS



12 jam



5 hari



1 tetes (mata) 1 tetes (mata)



EMPIRIS



4 jam



7-10 hari



1 tetes (mata) 1 tetes (mata)



EMPIRIS



4-6 jam



7-10 hari



PO : 960 mg PO : 300 mg PO : 250500mg



EMPIRIS EMPIRIS EMPIRIS



12 jam 6 jam 24 jam



4-6 minggu 4-6 minggu 3 minggu



Sediaan tetes mata Vancomyci n dibuat dari sisa obat untuk injeksi intravitreal Terapi Post Operatif



72



Spiramycin



No.



10



11



Keadaan klinik / penyakit / tindakan Selulitis: Preseptal



Selulitis: Orbital



Kuman Penyebab



Staphyloc occus sp. Streptococ cus sp. H. Influenzae



Rekomend asi antimikrob a



Sistemi k: Amoxic illinClavulanate acid Sistemik: Cefixime Topikal: Chloramphenic ol Salep Mata Staphyloc Sistemik: occus sp. Ceftriaxone Streptococ Sistemik: cus sp. Cefixime H. Influenzae Topikal: Levofloxacin 0,5% Topikal: Chloramphenic ol Salep Mata



PO : 400 mg



EMPIRIS



Dosis Dewasa



Anak



Empiris / profilaksis



8 jam



Interval



4-6 minggu



Lama pember ian



PO : 625 mg



EMPIRIS



8 jam



5-7 hari



PO : 100 mg



EMPIRIS



12 jam



5-7 hari



EMPIRIS



6 jam



7-10 hari



IV : 1 gram



EMPIRIS



24 jam



5 hari



PO : 100 mg



EMPIRIS



12 jam



7-10 hari



EMPIRIS



Hingga 1tetes tiap jam 6 jam



10-14 hari



1 tetes (mata)



1 tetes (mata)



EMPIRIS



Infeksi Akut pada Ibu Hamil



Keterangan



10-14 hari



73



2.5 Daftar diagnosis klinis infeksi dan terapi antibiotik empiric pada pasien penyakit gigi dan mulut No.



Keadaan klinik / penyakit /



Kuman Penyebab



Rekomendasi



Dos



Empi



antimikroba



is



ris /



Dewasa



tindakan



Anak



Inte rval



La



Ket



ma



Profil



pe



aksis



mbe rian



1



Infeksi gusi dan



Campuran



.



jaringan pendukung



bakteri



: Gingivitis,



anaerob dan



Amoxicillin–



Periodontitis,



aerob



Clavulanic



Perikoronitis



floral



PO : 500 mg



EMPIRI 8 jam



5 hari



S oral



PO : 650 mg



EMPIRI 8 jam



5 hari



S



acid



2



Infeksi Jaringan Keras : Campuran



.



Alveolitis, Subperiotitis, bakteri Periotitis, Osteomielitis



Amoxicillin



Amoxicillin



PO : 500 mg



EMPIRI 8 jam



5 hari



S



anaerob dan



Amoxicillin–



aerob



Clavulanic acid



oral



PO : 650 mg



EMPIRI 8 jam



5 hari



S



floral 3



Infeksi Kelenjar Air



Campuran



Amoxicillin–



.



Liur :



bakteri



Clavulanic acid



Parotitis, Sialodenitis,



anaerob dan



Ciprofloxacin



Sialodochitis,



aerob



oral



PO : 650 mg



EMPIRI 8 jam



5 hari



S PO : 500 mg



EMPIRI 8 jam



5 hari



S



74



Periadenitis



floral



Clindamycin



PO : 300 mg



EMPIRI 8 jam



5 hari



S 4



Abses :



Campuran



Amoxicillin–



.



Spasium dan



bakteri



Clavulanic acid



Dentoalveolar Abses,



anaerob dan



Metronidazole



Periodental Abses,



aerob



Pulpitis Purulenta,



floral



PO : 650 mg



EMPIRI 8 jam



5 hari



S PO : 500 mg



oral



EMPIRI 8 jam



5 hari



S Ciprofloxacin



PO : 500 mg



Osteomyelitis



EMPIRI 12 S



5 hari Pada



jam



infeksi



Purulenta



berat dapat diberika n setiap 8 jam Clindamycin



PO : 300 mg



EMPIRI S



8 jam



5 hari



75



BAB V LAMPIRAN Lampiran 1. Tabel Penyesuaian Dosis Pada Kelainan Ginjal Waktu Paruh(Jam) Antibiotik



Nor mal



ESR D



Dosisi (fungsi ginjal normal )



Dosis berdasarkan CrCI (ml/min) >50-90



10-50