PAPER BLOK 4 Inge Versi Print PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS INDIVIDUAL BLOK 4



KELALAIAN DOKTER SALAH AMPUTASI KAKI PASIEN



Oleh : INGRID MAWADDAH MARU LAFAU 180600074



Dosen Pembimbing : SIMSON DAMANIK, drg., M.Kes



FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2019



KELALAIAN DOKTER SALAH AMPUTASI KAKI PASIEN Ingrid Mawaddah Maru Lafau 180600074 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara Jl. Alumni No.2 Kampus USU Medan 20155 E-mail: [email protected]



BAB I PENDAHULUAN



1.1 LATAR BELAKANG Pekerjaan profesi (professio berarti pengakuan) merupakan pekerjaan yang memerlukan pendidikan dan latihan tertentu, memiliki kedudukan yang tinggi dalam masyarakat, seperti ahli hukum (hakim, pengacara), wartawan, dosen, dokter, dokter gigi, dan apoteker.1 Dokter sebagai ahli profesional merupakan orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan tersebut dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi, atau dengan kata lain merupakan seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau terlibat dalam suatu kegiatan menurut keahlian. Dalam penatalaksanaan tanggung jawabnya untuk kebutuhan masyarakat, sebagai seorang dokter diharapkan harus dapat menerapkan suatu standar profesional yang tinggi sesuai keahliannya.2 Dalam pekerjaan profesi sangat dihandalkan etik profesi dalam memberikan pelayanan kepada publik. Etik profesi merupakan seperangkat perilaku anggota profesi dalam hubungannya dengan orang lain.1 Etika sendiri adalah aturan perilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesama manusia dan



1



menegaskan mana yang benar dan mana yang salah. Perlunya etik profesi dalam suatu pekerjaan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalahgunaan keahlian atau profesi (Wignjosoebroto, 1999). Tanpa etika profesi, apa yang semula dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa yang tidak memiliki nilai idealisme dan berujung dengan tidak adanya lagi kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elite profesional ini.2 Dalam etika profesi dikenal istilah kode etik profesi yaitu sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa yang salahdan perbuatan apa yang dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh seorang profesional.2 Dokter sebagai ahli profesional dalam menjalankan tugasnya harus berlandaskan kode etik profesi, dimana jika tidak dijunjung dapat menyebabkan banyak kerugian baik dari pihak pasien maupun dokter itu sendiri. Bahkan kelalaian atau pelanggaran terhadap etik profesi dapat mengarah kepada tindakan malpraktek.3 Tujuan penulisan pembahasan kasus ini adalah untuk membahas mengenai kelalaian medis seorang dokter dalam penanganannya terhadap kasus amputasi seorang pasien dengan kaitannya terhadap etika profesi kedokteran yang berlaku baik di dunia maupun di Indonesia. Diharapkan dengan penulisan ini, dokter ataupun ahli profesi lainnya tidak melakukan kelalaian yang sama atau lainnya dalam penatalaksanaan tanggung jawab dalam bidang keahliannya sehingga tidak menimbulkan kerugian diantara berbagai pihak. 1.2 PERMASALAHAN Kasus malpraktik terjadi di Rusia Tengah dimana seorang dokter harus berurusan dengan polisi, karena dianggap melakukan kesalahan dalam operasi. Dokter tersebut salah mengamputasi kaki seorang nenek berusia 89 tahun, yang merupakan korban selamat dari peristiwa Holocaust. Awalnya, Maria Dronova di bawa ke Rumah Sakit Nomor 3 di Voronezh pada hari Minggu, 4 November, karena



2



dia mengalami gangren (jaringan tubuh mengalami nekrosis atau mati) di kaki kanannya. Kebetulan saat itu merupakan hari libur nasional, yakni peringatan Perang Polish-Muscovite atau Perang Rusia-Polandia yang terjadi pada 1605-1618. Newsweek memberitakan Kamis, 8 November, Andre Dronov dan istrinya datang mengunjungi Dronova setelah sang ibu selesai dioperasi. Begitu terkejutnya mereka ketika datang ke kamar Dronova dan mendapati dia memang telah diamputasi. Namun di kaki yang salah. “Saya dan istri diizinkan masuk ke kamar. Namun kami melihat amputasi itu tak dilakukan di kaki kanan, melainkan kaki kiri,” keluh Dronov kepada Notebook Voronezh. Dronov dan keluarganya segera melapor ke otoritas berwajib, yang kemudian menggelar penyelidikan dengan mewawancarai pihak rumah sakit. Dokter Kepala Sergey Shamsutdinov membela anak buahnya dengan mengklaim bahwa kedua kaki Dronova memang seharusnya diamputasi. (kompas.com)



3



BAB II PEMBAHASAN Pembahasan kasus ini ditulis berdasarkan kode etik yaitu menurut kode etik kedokteran Indonesia dan WMA International Code of Medical Ethics sebagai kode etik internasional, prinsip bioetika serta ditinjau dengan teori dan hukum malpraktik. 2.1 ETIKA KEDOKTERAN Etika sendiri secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yaitu ethikos, ethos yang berarti adat kebiasaan. Etika kedokteran Indonesia merupakan sekumpulan nilai dan moralitas profesi kedokteran yang tercantum dalam KODEKI, fatwa-fatwa etik, pedoman dan kesepakatan etik lainnya dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Etika kedokteran secara umum dibuat untuk meningkatkan profesionalisme, pengetahuan, pemahaman, penghayatan, pengamalan kaidah dasar bioetika dan etika kedokteran dalam profesinya sebagai seorang dokter. Secara khusus, etika kedokteran dirumuskan untuk menjaga keluhuran profesi, meredam konflik etikolegal, penjeraan sekunder perilaku kurang etis, dan menjaga hubungan antara dokter dan pasien sebagai hubungan kepercayaan.4 Ditinjau dari Kode Etik Kedokteran, kasus dokter tersebut melanggar : Pasal 1 Setiap dokter wajib menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dan atau janji dokter.5 Pasal 8 Seorang dokter wajib, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan secara kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.5 Pasal 10 Seorang dokter wajib menghormati hak-hak- pasien, teman sejawatnya, dan tenaga kesehatan lainnya, serta wajib menjaga kepercayaan pasien.5 Pasal 12 Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter wajib memperhatikan keseluruhan aspek pelayanan kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan



4



rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial-kultural pasiennya serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi sejati masyarakat.5 Dari pemaparan beberapa pasal pada kode etik Indonesia diatas, secara garis besar dokter melanggar kode etik kedokteran Indonesia disebabkan karena melakukan kesalahan tindakan amputasi pada kaki pasien. Kesalahan tersebut pada akhirnya menimbulkan kerugian pada diri pasien berupa kehilangan dua kakinya akibat kesalahan amputasi. Padahal diagnosis mengatakan bahwa hanya kaki kanan yang mengalami gangren dan harus diamputasi, bukan pada kaki kirinya. Hal ini dapat terjadi akibat beberapa sebab seperti dokter tidak menggunakan seluruh kemampuannya untuk melakukan pelayanan secara kompeten sehingga lalai terhadap pelayanan kesehatan yang ia berikan. Selanjutnya berdasarkan International Code of Medical Ethics (Kode Etik Medis Internasional) yang merupakan aturan tertulis yang berisi mengenai tugas atau kewajiban seorang dokter secara umum, tugas dokter terhadap pasien, serta tugas dokter terhadap kolega atau teman sejawat. WMA (World Medical Association) sendiri merupakan sebuah ikatan dokter di seluruh dunia. Menurut Kode Etik Medis Internasional, tugas dokter secara umum antara lain :6 1. Seorang



dokter



independennya



harus dan



selalu



menjalankan



mempertahankan



standar



penilaian



profesional



perilaku



profesional



tertinggi.6 2. Seorang dokter harus selalu menghormati hak pasien yang kompeten untuk menerima atau menolak perawatan.6 3. Seorang dokter harus selalu tidak membiarkan penilaiannya dipengaruhi oleh keuntungan pribadi atau diskriminasi yang tidak adil.6 4. Seorang dokter harus didedikasikan untuk menyediakan layanan medis yang kompeten dalam kemandirian penuh profesional dan moral, dengan kasih sayang dan rasa hormat terhadap martabat manusia.6 5. Seorang dokter harus menangani dengan jujur pasien dan kolega, dan melaporkan kepada pihak yang berwenang mengenai dokter-dokter yang melakukan praktik yang tidak etis atau tidak kompeten atau yang terlibat dalam penipuan.6 5



6. Seorang dokter tidak boleh menerima keuntungan finansial atau insentif lain hanya untuk merujuk pasien atau meresepkan produk tertentu.6 7. Seorang dokter harus menghormati hak dan preferensi pasien, kolega, dan profesional kesehatan lainnya.6 8. Seorang dokter harus mengakui perannya yang penting dalam mendidik masyarakat tetapi harus menggunakan kehati-hatian dalam mengungkapkan penemuan atau teknik baru atau perawatan melalui saluran nonprofesional.6 9. Seorang dokter hanya akan menyatakan apa yang telah dia verifikasi sendiri. 10. Seorang dokter harus berusaha untuk menggunakan sumber daya perawatan kesehatan dengan cara terbaik untuk memberi manfaat kepada pasien dan komunitas mereka.6 11. Seorang dokter harus mencari perawatan dan perhatian yang tepat jika ia menderita penyakit mental atau fisik.6 12. Seorang dokter harus menghormati kode etik lokal dan nasional.6



Selain itu, tugas seorang dokter terhadap pasien menurut Kode Etik Medis Internasional yaitu :6 13. Seorang dokter harus selalu mengingat kewajiban untuk menghormati kehidupan manusia.6 14. Seorang dokter harus bertindak dalam kepentingan terbaik pasien ketika memberikan perawatan medis.6 15. Seorang dokter harus berutang kesetiaan penuh kepada pasiennya dan semua sumber daya ilmiah yang tersedia untuknya. Setiap kali pemeriksaan atau perawatan berada di luar kapasitas dokter, ia harus berkonsultasi dengan atau merujuk ke dokter lain yang memiliki kemampuan yang diperlukan.6 16. Seorang dokter harus menghormati hak pasien untuk kerahasiaan. Adalah etis untuk mengungkapkan informasi rahasia ketika pasien menyetujuinya atau ketika ada ancaman nyata dan yang akan segera terjadi pada pasien atau orang lain dan ancaman ini hanya dapat dihilangkan dengan pelanggaran kerahasiaan.6



6



17. Seorang dokter harus memberikan perawatan darurat sebagai tugas kemanusiaan kecuali dia yakin bahwa orang lain bersedia dan mampu memberikan perawatan seperti itu.6 18. Seorang dokter harus dalam situasi ketika dia bertindak untuk pihak ketiga, memastikan bahwa pasien memiliki pengetahuan penuh tentang situasi itu. 19. Seorang dokter tidak boleh memasuki hubungan seksual dengan pasiennya saat ini atau ke dalam hubungan pelecehan atau eksploitatif lainnya.6



Ditinjau dari Kode Etik Medis Internasional oleh WMA, kasus ini melanggar beberapa poin antara lain pada poin 1,2,4,10,11, dan 14. Hal ini dapat ditinjau salah satunya dari awal pelayanan dimana dokter tidak memberikan informed consent baik kepada pasien maupun keluarga pada saat memutuskan penanganan yang akan dilakukan dalam operasi amputasi tersebut. Dokter diharapkan memberitahu pasien dan keluarga mengenai hal-hal yang akan dilakukan dalam ruangan operasi seperti bagian kaki mana yang akan diamputasi, akan tetapi dalam hal ini dokter tidak melakukannya, terbukti dari sikap keluarga yang terkejut ketika melihat kondisi kedua kaki pasien yang sudah tidak ada akibat operasi amputasi. Seharusnya dokter dapat memberikan pelayanan yang profesional terhadap kesembuhan pasien dan berusaha memperkecil kerugian yang akan dialami pasien dalam suatu proses pengobatan. 2.2 PRINSIP BIOETIKA Prinsip bioetika merupakan salah satu etika khusus dan etika sosial dalam kedokteran yang memenuhi kaidah praksiologik (praktis) dan filsafat moral (normatif) yang berfungsi sebagai pedoman (das sollen) maupun sikap kritis reflektif (das sein), yang bersumber pada 4 kaidah dasar moral, diantaranya :7 1. Prinsip autonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien (the rights to self determination). Makna utama otonomi individu adalah aturan pribadi atau perseorangan dari diri sendiri yang bebas, baik bebas dari campur tangan orang lain.7 Dalam kasus ini dokter tidak memberikan kesempatan pada pasien untuk memutuskan



7



penanganan perawatan kesehatannya dimana pasien tidak diberi tahukan mengenai kebenaran kaki mana yang akan diamputasi.



2. Prinsip beneficience, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke kebaikan pasien. Beberapa contoh penerapan prinsip beneficence ini adalah:7 a.



Melindungi dan menjaga hak orang lain.



b.



Mencegah bahaya yang dapat menimpa orang lain.



c.



Meniadakan kondisi yang dapat membahayakan orang lain.



d.



Membantu orang dengan berbagai keterbatasan (kecacatan).



e.



Menolong orang yang dalam kondisi bahaya.



Dalam kasus ini, dokter tidak menerapkan prinsip beneficence karena tidak melindungi pasien dari kondisi kecacatan akibat kedua kaki yang diamputasi. 3. Prinsip non maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini berhubungan dengan ungkapan Hipokrates yang menyatakan “Saya akan menggunakan terapi untuk membantu orang sakit berdasarkan kemampuan dan pendapat saya, tetapi saya tidak akan pernah menggunakannya untuk merugikan atau mencelakakan mereka”.7 Dalam kasus ini dokter tidak menerapkan prinsip non maleficence karena ia merugikan pasien dengan hilangnya kedua kaki dibandingkan kehilangan satu kaki saja.



4. Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam mendistribusikan sumber daya (distributive justice). Justice diterjemahkan sebagai menegakan keadilan atau kesamaan hak kepada setiap orang (pasien).7 Definisi lainnya adalah memperlakukan orang lain secara adil, layak dan tepat sesuai dengan haknya. Dalam kasus ini dokter tidak berlaku adil terhadap hak pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang terbaik diakibatkan kelalaian dokter dalam operasi amputasi yang ia lakukan.



8



2.3 MALPRAKTIK Secara harfiah malpraktik (malpraktek) terdiri dari suku kata mal dan praktik atau praktek. Mal berasal dari kata Yunani, yang berarti buruk. Praktik (KBBI, Purwadarminta, 1976) atau (Kamus Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia, 1991) berarti menjalankan perbuatan yang tersebut dalam teori atau menjalankan pekerjaan (profesi). Jadi malpraktik berarti menjalankan pekerjaan yang buruk kualitasnya atau tidak tepat. Menurut WHO (1992),”Malpraktek medis melibatkan kegagalan dokter untuk memenuhi standar perawatan untuk perawatan kondisi pasien, atau kurangnya keterampilan, atau kelalaian dalam memberikan perawatan kepada pasien, yang merupakan penyebab langsung dari cedera pada pasien.” Adapun definisi malpraktik medik pada intinya mengandung salah satu unsur berikut :1 a. Dokter kurang menguasai ilmu pengetahuan kedokteran dan keterampilan yang sudah berlaku umum dikalangan profesi kedokteran. b. Dokter memberikan pelayanan medik di bawah standar. c. Dokter melakukan kelalaian berat atau kurang hati-hati, yang dapat mencakup : 1. Tidak melakukan sesuatu tindakan yang seharusnya dilakukan, atau 2. Melakukan sesuatu tindakan yang seharusnya tidak dilakukan. d. Melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan hukum. Dalam kasus ini, dokter dianggap melakukan malpraktik karena melakukan suatu tindakan yang seharusnya tidak dilakukan olehnya yaitu mengamputasi kaki kiri pasien yang tidak memiliki masalah. Selain itu, perbedaan harus dibuat antara malpraktek medis dan hasil yang tidak diinginkan yang terjadi selama perawatan dan perawatan medis yang bukan kesalahan dokter.8 a. Malpraktek medis melibatkan kegagalan dokter untuk memenuhi standar perawatan untuk perawatan kondisi pasien, atau kurangnya keterampilan, atau kelalaian dalam memberikan perawatan kepada pasien, yang merupakan penyebab langsung dari cedera pada pasien.8



9



b. Cedera yang terjadi dalam perawatan medis yang tidak dapat diprediksi dan bukan karena kurangnya keterampilan atau pengetahuan dari pihak dokter yang menangani adalah hasil yang tidak diinginkan, di mana dokter seharusnya tidak bertanggung jawab.8



Malpraktik itu sendiri terdiri dari beberapa jenis salah satunya yaitu criminal malpractice. Jenis malpraktik ini memiliki ciri yaitu:8 1. Perbuatan tersebut merupakan perbuatan tercela. 2. Dilakukan dengan sikap batin yang salah yang berupa kesengajaan ataupun kelalaian. 3. Melakukan tindakan medis tanpa informed consent. 4. Bersikap lalai yang menyebabkan kecacatan hingga meninggal dunia. Jika dikaitkan dalam kasus ini dokter sudah termasuk dalam malpraktik, lebih tepatnya criminal malpractice. Sesuai poin 2 dan 4, dokter tersebut sudah berlaku lalai dengan tidak melakukan informed consent pada pasien ataupun pihak keluarga ditambah lagi kelalaian dokter dalam mengamputasi pasien sehingga pasien kehilangan kedua kakinya sekaligus (kecacatan).



Menurut hukum atas malpraktik di Indonesia, setiap kasus kesalahan penanganan oleh dokter yang dapat menyebabkan kecacatan pada pasiennya dibawa ke Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dibawah naungan ikatan dokter Indonesia (IDI) baik ditingkat pusat maupun ditingkat cabang. MKEK adalah lembaga penegak KODEKI disamping MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin Indonesia). Berdasarkan pasal 14 UU Praktik Kedokteran, MKDKI adalah lembaga yang berwenang menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi dan menetapkan sanksi. Jadi yang menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan oleh dokter tersebut adalah lembaga khusus MKDKI apakah termasuk tindakan malpraktik atau bukan. Penentuan ini dituangkan dalam bentuk keputusan yang dibuat oleh MKDKI. Keputusan ini dapat dinyatakan dengan pemberian sanksi disiplin berdasarkan pasal 69 ayat (3) UU praktik kedokteran, sanksi disiplin yang dimaksud dapat berupa :9



10



1. Pemberian peringatan dalam bentuk tertulis. 2. Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktek dan atau 3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi. Tindakan malpraktik yang menyebabkan kerugian atau meninggalnya seseorang tentunya bisa masuk kedalam ranah pidana maupun perdata apabila ditemukan adanya unsur kelalaian atau kesengajaan yang mengakibatkan kerugian atau meningalnya seseorang. Sesuai Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan pasal 1367 ayat (1) bahwa setiap orang berhak mendapat ganti rugi akibat kelalaian atau kesalahan yang dilakukan tenaga kesehatan. Oleh karena itu dokter dalam kasus ini dapat dituntut atas kelalaiannya dalam operasi amputasi yang menimbulkan kerugian (kecacatan) pada pasien dengan dalih telah melakukan malpraktik.



11



BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Sebagai seorang dokter bukanlah pekerjaan yang mudah dalam menangani setiap pasiennya. Seorang dokter harus dihadapkan dengan kode etik kedokteran yang selalu mengikat setiap tindakan yang dilakukan. Belum lagi masalah etik yang sekarang ini menjadi sorotan utama masyarakat awam yang hanya mengenal kata malpraktik. Penerapan prinsip etika harus selalu dijunjung tinggi oleh setiap dokter. Karena akan manyelamatkan dokter dari gugatan dan tuntutan juga sekaligus merefleksikan pribadi dokter sebagai profesi yang luhur dan mulia sepanjang masa. Etik kedokteran berkaitan dengan penalaran, pembenaran dan konflik moral diri pribadi dalam membuat suatu keputusan etis, sedangkan hukum berkaitan dengan konflik antara individu dengan masyarakat dalam hal ini adalah dokter dengan pasien atau dengan peraturan. Norma etika (bioetika) pada saat ini banyak yang tumpang tindih dengan dipengaruhinya oleh norma hukum dan yang melatarbelakanginya (finansial, budaya, social). Hukum mengatur perilaku manusia dalam kaitannya dengan ketertiban hubungan antar manusia dengan aturan tertentu dan baku. Sedangkan etika mengatur manusia dalam membuat keputusan dan berperilaku sesuai profesi dengan beberapa kaidah moral. Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa dokter telah melakukan kelalaian dalam melakukan perawatan medis terhadap operasi amputasi kaki pasien bernama Maria Dronova yang berusia 89 tahun di Rumah Sakit Rusia Tengah. Dokter tersebut telah melanggar kode etik kedokteran yang berlaku, melanggar prinsip bioetika, serta malakukan pelanggaran karena telah melakukan malpraktik yang menyebabkan kerugian (kecacatan) pada pasien atas kehilangan kedua kakinya dibandingkan kehilangan satu kaki saja.



12



BAB IV REFERENSI



4.1 DAFTAR PUSTAKA 1. Hanafiah M J, Amir A. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Ed. 4. Jakarta: EGC, 2008: 2-6,96-9. 2. Herlambang Susatyo. Etika Profesi Tenaga Kesehatan.Yogyakarta: Goyen Publishing, 2011: 7-16. 3. Sungguh As’ad. Kode Etik Profesi tentang Kesehatan. Jakarta: Sinar Grafika, 2014: 96-7. 4. Rozaliyani A, Meilia PDI, Librianty N. Prinsip Penetapan Sanksi bagi Pelanggaran Etik Kedokteran. JEKI. 2018;2(1):19–22. 5. Ikatan Dokter Indonesia. Kode Etik Kedokteran. Januari 2004. http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/sehat/Kode-Etik-Kedokteran.pdf. (13 Januari 2019) 6. World Medical Association. WMA International Code of Medical Ethics. 9 Juli 2018. https://www.wma.net/policies-post/wma-international-code-ofmedical-ethics/. (13 Januari 2019). 7. Suryadi T. Prinsip-prinsip etika dan hukum dalam profesi kedokteran. 17 Desember 2009. http://www.rp2u.unsyiah.ac.id/index.php/welcome/proses Download/1098/1. (13 Januari 2019). 8. World Medical Association. WMA Statement on Medical Malpractice. 23 Maret 2017.https://www.wma.net/policies-post/world-medical-associationstatement-on-medical-malpractice/. (13 Januari 2019). 9. Heryanto B. Malpraktik Dokter dalam Perspektif Hukum. J Dinamika Hukum 2010;10(2):183-191.



13



4.2



LAMPIRAN KORAN



Keterangan : Dalam koran diatas terdapat dua kasus, dimana penulis mengambil kasus kedua yaitu kelalaian dokter yang salah mengamputasi kaki pasien (Paragraf 4) atas persetujuan Gema Nazriyanti, drg., M.Kes (acc pada 11 Januari 2019)



14