Paper Defisit Anggaran & Kebijakan Pemerintah - Kel. 4 [PDF]

  • Author / Uploaded
  • yhuo
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

“Defisit Anggaran merupakan Kebijakan Pemerintah sekaligus tantangan Pembangunan Negara” I. Pendahuluan Indonesia merupakan negara berkembang, namun memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Sejak diakui merdeka dari penjajah tahun 1945, Indonesia telah mewarisi hutang Hindia – Belanda yaitu sebesar USD 4 Milyar. Jumlah tersebut merupakan beban yang besar bagi Indonesia pada awal kemerdekaan. Di sisi lain, negara yang baru merdeka, identik dengan kebutuhan untuk melakukan pembangunan infrastruktur dan lain sebagainya untuk menunjang jalannya perekonomian sebuah negara tersebut. Pembangunan pada sebuah negara yang baru saja menggenggam kemerdekaan tidaklah mudah, butuh kerja keras juga campur tangan dari negara lain yang didukung dalam bentuk pemberian pinjaman. Hal ini dilakukan karena Indonesia pada awla kemerdekaan masih baru berjuang dan harus memulai segala sesuatu dari titik nol. Berikut ini merupakan data hutang luar negeri Indonesia oleh Presiden RI dari masa ke masa. Tabel 1.1 Jumlah Hutang Luar Negeri oleh Presiden RI dari masa ke masa, Rasio Hutang dan Pertumbuhan Ekonomi. Presiden RI



Jumlah Hutang



Soekarno Soeharto BJ. Habibie



USD 2,3 M Rp. 551, 47 T Rp. 938,8 T



Rasio Hutang dari



Pertumbuhan



PDB (%)



Ekonomi (%)



57,7 85, 4 dari 1.099,297



10,92 0,79



T Abd. Wahid Rp. 1.271 T 77,2 dari 1.491 T Megawati Rp. 1.298 T 56,5 dari 2.203 T SBY Rp. 3,209 T 24,7 Jokowi Rp. 4.418,3 T 29,98 % Sumber : Youtube (Data Fakta Channel) diolah



4,92 4,5



Berdasarkan tabel di atas maka dapat dijelaskan bahwa Indonesia memang telah mewarisi hutang pada awal kemerdekaan pada zaman pemerintahan orde lama dibawah Pimpinan Presiden Soekarno sebesar USD 2,3 Milyar. Setelah masuk zaman pemerintahan orde baru oleh Presiden Soeharto, Indonesia mulai melakukan pembangunan dengan membangun bendungan, penggaran pertanian



dan lainnya, sehingga tidak ada pilihan lain selain dengan cara melakukan pinjaman sebesar Rp. 551, 4 Triliun dengan rasio hutang sebesar 57,7 % dari PDb pada Maret 1967 berdasarkan data yang diperoleh dari BPS. Pada masa itu, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi sampai menyentuh angka 10,92%, padahal 3 tahun sebelumnya hanya mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 1,08%. Setelah Presiden BJ. Habibie menjabat tahun 1998 utang negara meningkat menjadi Rp. (38, 8 Triliun dengan rasio hutang terkenal paling besar yaitu 85,4 % terhadap PDB yaitu Rp. 1.099,297 Triliun. Namun demikian, keputusan tersebut sangatlah tepat karena dapat menaikkan pertumbuhan ekonomi yang tadinya -13,13 % menjadi 0,79% pada tahun 1999. Kurs rupiah pun kembali menguat pada angka Rp. 7.000 per USD pada bulan November 1998, dibandingkan dengan sebelumnya yaitu Rp. 16.650 pada Juni 1998. Sedangkan, pada zaman pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid, rasio hutang mengalami penurunan pada angka 77,2 % namun hutang meningkat menjadi Rp. 1.271,4 Triliun tahun 2001 dan PDB pada saat itu sebesar Rp. 1.491 Triliun. Saat itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia menanjak jadi 4,92 % tahun 2000. Karena adanya kebijakan desentralisasi fiskal dan otonomi daerah tahun 2001. Beralih pada zaman Presiden Megawati, rasio hutang mengalami penurunan terhadap PDB Indonesia yang saat itu sebesar Rp. 2.203 Triliun pada angka 56,5 % dan besaran hutang menjadi Rp. 1.298 Triliun tahun 2004. Pada masa ini tingkat kemiskinan terus menurun dari 18,4 % pada 2001, 18,2 % pada 2002, 17,4 % pada 2003 dan sampai menjadi 16,7 % pada 2004. Sedangkan untuk pertumbuhan ekonomi mengalami kenaikan pada 4,5 % dari sebelumnya 3,64% pada tahun 2001. Kemudian, pada zaman pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono rasio utang ada pada angka 24,7 % dan jumlah hutang terus menigkat sebanyak Rp. 1.243 Triliun dan sempat berkurang 1 tahun kemudian, namun sampai dengan tahun 2009 SBY menambah hutang sebesar USD 31,6 Milyar dan PDB pada saat itu sebesar Rp. 3.209 Triliun atau sekitar USD 291,8 Milyar dengan kurs Rp.11.000. Periode kedua, hutang terus menanjak menjadi 2.608 Triliun tahun 2014 dengan rasio hutang terhadap PDB sebesar 24,7 %. Beralih ke masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, rasio hutang terhadap PDB naik pada angka 29,98 %. Dan hutang negara pun bertambah menjadi Rp. 4.418,3 Triliun. Hutang pada masa pemerintahan Presiden SBY dan Jokowi sering disbanding-badingkan dan ternyata kenaikan



hutang Jokowi sebesar 75% sedangkan SBY hanya sebesar 64%. Namun, hutang tersebut ada pada zona aman karena diperuntukkan untuk pembangunan insfrastruktur dan SDM Indonesia. Berdasarkan ketentuan Undang-undang Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003, batas maksimal rasio hutang pemerintah adalah 60% terhadap PDB. Hutang merupakan aplikasi nyata dari adanya defisit anggaran. Terkadang, ketika orang mendengar hal tersebut, konotasinya selalu ke arah negatif. Namun, pada kenyataannya tidaklah selalu demikian. Defisit anggaran merupakan salah satu



kebijakan



yang



ditempuh



Pemerintah



demi



untuk



meningkatkan



pertumbuhan ekonomi, pembangunan, penciptaan lapangan kerja dan untuk menekan laju inflasi. Defisit anggaran merupakan hasil dari penerapan kebijakan fiskal yang ekspansif melalui peningkatan pengeluaran pemerintah tanpa melakukan peningkatan sumber penerimaan pajak (Mankiw, 2006;308 : Case and Fair, 2007;101). Secara teori, pada saat terjadi defisit anggaran, dapat diatasi dengan pembiayaan yang berasal dari pinjaman dan non pinjaman. Namun, secara empiris pembiayaan non pinjaman ini bersifat terbatas karena bersumber dari Saldo Anggaran Lebih (SAL), penerimaan cicilan pengembalian penerusan pinjaman, dan hasil pengelolaan aset. Sedangkan, sumber dana pinjaman dapat berasal dari luar negeri dan dalam negeri (Nota Keuangan dan APBN, 2013). Hal pinjaman merupakan tantangan yang besar bagi sebuah negara, meskipun dilakukan dengan tujuan produktif untuk pembangunan suatu negara, namun hal tesebut pun harus disertai dengan tanggung jawab dan loyalitas yang tinggi dari sumber daya manusia yang mengelolanya agar dipergunakan sebagaimana mestinya dan mencapai tujuan dari pembangunan yang sedang dijalankan. Keberhasilan dan efektivitas pembangunan paling utama ditentukan oleh dua faktor yaitu sumber daya manusia (orang-orang yang terlibat mulai dari perencanaan sampai pada pelaksanaan) dan pembiayaan (Husaini, 2017). Diantara 2 faktor yang telah disebutkan di atas, yang paling penting dalam pembangunan suatu negara adalah faktor sumber daya manusianya. Namun, terlihat dengan jelas bahwa pembangunan pada era reformasi ini dengan peran serta warga negara memiliki kecenderungan belum berjalan



dengan



sempurna



(Alvian,



2021).



Seringkali



muncul



praktek



penyelewengan penggunaan anggaran yang akrab disebut korupsi oleh orang-



orang yang tidak bertanggung jawab. Korupsi merupakan tindakan yang dapat mengakibatkan kerugian besar bagi suatu negara (Astuti & Chairiri,2015). Bertolak dari fenomena-fenomena yang telah dijelaskan sebelumnya maka penelitian ini bertujuan untuk mengulas lebih mendalam tentang kebijakan pemerintah baik pada bidang moneter maupun fiskal di Indonesia dan negaranegara lain, serta sejauhmana defisit anggaran yang harus selalu ditambal dengan utang baik dari dalam negeri, luar negeri maupun non utang serta bagaimana tantangan pengelolaan keuangan negara agar tidak terjadi korupsi yang berakibat fatal pada pembangunan suatu negara. II. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan secara deskriptif. Yang penelitian deskriptif ialah suatu penelitian yang berusaha menjawab permasalahan yang ada berdasarkan data (Narbuko & Ahmadi, 2015). Proses analisis dalam penelitian deskriptif yaitu, menyajikan, menganalisis, dan menginterpretasikan. Begitu pula dengan (Arikunto, 2019), mengatakan bahwa penelitian deskriptif ialah penelitian yang dimaksudkan untuk menyelidiki suatu kondisi, keadaan atau peristiwa lain, kemudian hasilnya, akan dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian. Adapun metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode studi kasus (case study) dan tinjauan pustaka. Penelitian ini akan dijelaskan dengan mempelajari kasus tertentu yang berkaitan baik secara nasional maupun internasional dan akan dikaitkan pula dengan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan permasalahan tersebut. Adapun jenis data yang digunakan adalah data sekunder dari penelitian-penelitian terdahulu, studi kasus dari negara lain, berbagai grafik yang berkaitan dengan judul, yang nantinya akan diuraikan menjadi satu narasi. III. Hasil dan Pembahasan III.1



Kebijakan Pemerintah dalam bidang Fiskal dan Moneter



Kebijakan fiskal atau yang sering juga disebut sebagai kebijakan stabilitas dan pembangunan adalah penyesuaian dalam pendapatan dan pengeluaranpengeluaran pemerintah untuk mencapai kestabilan ekonomi yang lebih baik dan laju pembangunan ekonomi yang dikehendaki (John F.Dee,1968). Ruang lingkup Kebijakan fiskal meliputi semua tindakan atau usaha untuk meningkatkan keejahteraan umum melalui pengawasan pemerintah terhadap sumber-sumber



ekonomi



dengan



menggunakan



penerimaan



dan



pengeluaran pemerintah, mobilisasi sumberdaya, dan penentuan harga



barang dan jasa dari perusahaan –perusahaan (Dirk,J.Wolson Dalam Suparmoko :1968). Secara umum, tujuan dari kebijakan fiskal adalah untuk mencapai stabilitas ekonomi yang lebih baik. Kebijakan ini bertujuan untuk memperbaiki situasi dan kondisi ekonomi, mengurangi tingkat pengangguran serta menjaga kestabilan harga-harga secara umum. Kebijakan fiskal dalam bidang Ekonomi makro terbagi atas 2, yaitu: a. Kebijakan fiskal ekspansif merupakan kebijakan menaikkan Government Expenditure dan menurunkan tingkat pajak netto. Kebijakan fiskal seperti ini dilakukan saat keadaan negara dalam posisi perekonomian yang lesu dan tingkat pengangguran sedang meningkat. b. Kebijakan fiskal kontraktif merupakan kebijakan menurunkan Government Expenditure dan menaikkan tingkat pajak. Kebijakan ini memiliki tujuan untuk menurunkan tingkat inflasi dan daya beli masyarakat. Kolaborasi antara kebijakan kontraktif dan ekspansif disebut sebagai kebijakan fiskal counter cyclical. Indonesia dan semua negara di dunia pada masa pandemi seperti saat ini menemukan kesulitan dalam mengontrol jalannya perekonomian. Pasalnya, kejadian ini merupakan kejadian yang terburuk di alami sepanjang sejarah manusia hidup, semua aktivitas terhenti akibat virus yang merenggut nyawa banyak orang. Dalam situasi dan kondisi yang serba tidak pasti seperti ini, Indonesia mengalami kemunduran ekonomi sebagai dampak dari pandemi Covid 19 tersebut yang dampaknya pada meningkatnya jumlah pengangguran, sehingga menyebakan rendahnya tingkat inflasi, terjadinya resesi ekonomi, serta terhambatnya program pembangunan yang telah direncanakan sebelumnya. Untuk itu, Pemerintah memutuskan untuk melakukan kebijakan fiskal dengan menaikkan jumlah pengeluaran pemerintah dengan sumber dana yang berasal dari hutang. Kemudian, beralih pada kebijakan moneter, yang mana kebijakan moneter sama dengan kebijakan fiskal. Terdiri dari 2 jenis yaitu kebijakan moneter ekspansif dan kebijakan moneter kontraktif. Kebijakan Moneter telah diterapkan di Indonesia, adalah sebagai berikut: Bank Indonesia (BI ) melakukan lelang sertifikatnya, atau bisa juga melalui pembelian surat berharga di pasar modal. BI dapat menurunkan suku bunga jika kondisi ekonomi sesuai dengan ekspektasi. Sebaliknya, BI bisa menaikkan suku



bunga bila ingin membatasi aktivitas ekonomi sehingga aliran uang berkurang. Ketika perekonomian mengalami resesi maka peredaran uang akan meningkat sehingga aktivitas perekonomian meningkat. Contohnya adalah membeli sekuritas (surat-surat berharga) saat terjadi inflasi, BI akan mengurangi aliran uang ke masyarakat dengan menjual surat berharga untuk mengurangi aktivitas ekonomi yang berlebihan. III.2



Kebijakan Pemerintah melakukan pelebaran Defisit Anggaran



Defisit anggaran merupakan hasil dari kebijakan fiskal secara ekspansif yang diterapkan



pada



saat



kondisi



ekonomi



sedang



mengalami



resesi.



Sederhananya, defisit anggaran terjadi ketika pengeluaran pemerintah lebih besar dari pajak dan pendapatan lainnya. Meskipun konsep defisit anggaran diterapkan dengan formula operasionalisasi pendapatan dan pengeluaran, pola seperti ini lebih umum diterapkan pada anggaran pemerintahan. Public saving sebenarnya merupakan budget surplus atau kelebihan anggaran. Ketika public saving ada pada posisi negatif maka hal tersebut dinamakan defisit anggaran. Ketika, pengeluaran pemerintah direncanakan lebih besar dari pajak yang diterima, maka pemerintah akan menjalankan defisit anggaran, dengan cara utang. Komponen defisit anggaran terdiri dari : 1) Pendapatan. Komponen ini berasal dari pajak pendapatan, pajak konsumsi, pajak asuransi sosial dan pajak perusahaan. 2) Pengeluaran Pada ranah pemerintahan, pengeluaran ini termasuk biaya kesehatan, infrastuktur, pertahanan, pension, subsidi, dan masih banyak hal lain yang turut berkontribusi pada kesehatan ekonomi secara menyeluruh. Seperti yang telah



dijelaskan pada latar belakang penelitian ini bahwa,



implikasi dari defisit anggaran tidak selalu negatif, asal dapat dikelola dengan baik dan tidak menyimpang. Beberapa implikasi yang terjadi dari penerapan defisit anggaran adalah: 1) Menaikkan permintaan secara agregat.



Implikasi defisit anggaran merupakan



sebuah



pengurangan



pada



pemasukan pajak dan menaikkan pengeluaran pemerintah, dimana hasilnya akan menaikkan permintaan negara secara agregat dan pertumbuhan ekonomi, cateris paribus. 2) Mendorong Perekonomi selama resesi berlangsung. Pada saat resesi terjadi, perekonomian cenderung mengalami penurunan pada investasi di sektor swasta bersama dengan rendahnya permintaan konsumsi secara agregat. Keputusan untuk melakukan pinjaman untuk menambal defisit anggaran agar dapat dibelanjakan secara efektif. 3) Menaikkan Pengeluaran Pemerintah. Pengeluaran pemerintah terkait dengan banyak hal, termasuk investasi pada bidang infrastuktur, kesehatan, program pensiun, tenaga kerja serta pengangguran, dan lain sebagainnya. Hal tersebutlah yang menjadi perhitungan diterapkannya defisit anggaran oleh pemerintah pada suatu negara. 3.3 Sebab-sebab Terjadinya Defisit Anggaran Negara 1. Mempercepat Pertumbuhan Ekonomi Untuk mempercepat pembangunan diperlukan investasi yang besar dan dana yang besar pula. Apabila dana dalam negeri tidak mencukupi, biasanya negara melakukan pilihan dengan meminjam ke luar negeri untuk menghindari pembebanan warga negara apabila kekurangan itu ditutup melalui penarikan pajak. Negara memang dibebani tanggung jawab yang besar dalam meningkatkan kesejahteraan warga negaranya. Beban ini meliputi pembangunan program-program, seperti : a. Program yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi, seperti jalan, jembatan, listrik, pelabuhan, dll. b. Program yang berkaitan dengan Hankam. c. Pembangunan yang meliputi bidang hukum, seperti proyek-proyek pengadilan, lembaga pemasyarakatan, dll. d. Program bidang sosial, pendidikan dan kesehatan, seperti sekolah, rumah sakit, panti asuhan. e. Program yang berkaitan dengan pemerataan pendapatan, seperti program transmigrasi, pembangunan daerah, dll. f. Program yang menangani masalah kemiskinan, seperti PPK, P3DT, dsb.



Semuanya itu diperlukan biaya yang besar, dan diantaranya harus dilaksanakan oleh negara, terutama program nomor b, c, e, dan f, karena swasta/ masyarakat tidak mungkin membangun program-program seperti itu. 2. Rendahnya Daya Beli Beli Masyarakat Masyarakat di negara berkembang seperti Indonesia yang mempunyai pendapatan per kapita rendah, dikenal mempunyai daya beli yang rendah pula. Sedangkan barang-barang dan jasa-jasa yang dibutuhkan, harganya sangat tinggi karena sebagian produksinya mempunyai komponen impor, sehingga masyarakat yang berpendapatan rendah tidak mampu membeli barang dan jasa tersebut. Barang dan jasa tersebut misalnya listrik, sarana transportasi, BBM, dan lain sebagainya. Apabila dibiarkan saja menurut mekanisme pasar, barang-barang itu pasti tidak mungkin terjangkau oleh masyarakat dan mereka akan tetap terpuruk. Oleh karena itu, negara memerlukan pengeluaran untuk mensubsidi barang-barang tersebut agar masyarakat miskin bisa ikut menikmati. 3. Pemerataan Pendapatan Masyarakat Pengeluaran ekstra juga diperlukan dalam rangka menunjang pemerataan di seluruh wilayah. Indonesia yang mempunyai wilayah sangat luas dengan tingkat kemajuan yang berbeda-beda di masing-masing wilayah. Untuk mempertahankan kestabilan politik, persatuan dan kesatuan bangsa, negara harus mengeluarkan biaya untuk misalnya, pengeluaran subsidi transportasi ke wilayah yang miskin dan terpencil, agar masyarakat di wilayah itu dapat menikmati hasil pembangunan yang tidak jauh berbeda dengan wilayah yang lebih maju. Kegiatan itu misalnya dengan memberi subsidi kepada pelayaran kapal Perintis yang menghubungkan pulau-pulau yang terpencil, sehingga masyarakat mampu menjangkau wilayah-wilayah lain dengan biaya yang sesuai dengan kemampuannya. 4. Melemahnya Nilai Tukar Indonesia yang sejak tahun 1969 melakukan pinjaman luar negeri, mengalami masalah apabila ada gejolak nilai tukar setiap tahunnya. Masalah ini disebabkan karena nilai pinjaman dihitung dengan valuta asing,



sedangkan pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman dihitung dengan rupiah. Apabila nilai tukar rupiah menurun terhadap mata uang dollar AS, maka yang akan dibayarkan juga membengkak. Sebagai contoh APBN tahun 2000, disusun dengan asumsi kurs rupiah terhadap dollar AS sebesar Rp. 7.100,-, dalam perjalanan tahun anggaran telah mencapai angka Rp. 11.000,- lebih per US$ 1.00. Apa artinya ? Bahwa pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman yang diambil dari APBN bertambah, lebih dari apa yang dianggarkan semula. 5. Pengeluaran Akibat Krisis Ekonomi dan Pandemi Krisis



ekonomi



Indonesia



yang



terjadi



tahun



1997



mengakibatkan



meningkatny pengangguran dari 34,5 juta orang pada tahun 1996, menjadi 47,9 juta orang pada tahun. Sedangkan penerimaan pajak menurun, akibat menurunnya sektor-sektor ekonomi sebagai dampak krisis itu, padahal negara harus bertanggung jawab untuk menaikkan daya beli masyarakat yang tergolong miskin. Dalam hal ini negara terpaksa mengeluarkan dana ekstra untuk program-program kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat terutama di wilayah pedesaan yang miskin itu. 6. Realisasi yang Menyimpang dari Rencana Apabila realisasi penerimaan negara meleset dibanding dengan yang telah direncanakan, atau dengan kata lain rencana penerimaan negara tidak dapat mencapai sasaran seperti apa yang direncanakan, maka berarti beberapa kegiatan, proyek, atau program harus dipotong. Pemotongan proyek itu tidak begitu mudah, karena bagaimanapun juga untuk mencapai kinerja pembangunan, suatu proyek tidak bisa berdiri sendiri, tetapi ada kaitannya dengan proyek lain. Kalau hal ini terjadi, negara harus menutup kekurangan, agar kinerja pembangunan dapat tercapai sesuai dengan rencana semula. 7. Pengeluaran Karena Inflasi Penyusunan anggaran negara pada awal tahun, didasarkan menurut standar harga yang telah ditetapkan. Harga standar itu sendiri dalam perjalanan tahun anggaran, tidak dapat dijamin ketepatannya. Dengan kata lain, selama perjalanan tahun anggaran standar harga itu dapat meningkat tetapi jarang yang menurun. Apabila terjadi inflasi, dengan adanya kenaikan harga-harga itu berarti biaya pembangunan program juga akan meningkat,



sedangkan anggarannya tetap sama. Semuanya ini akan berakibat pada menurunnya kuantitas dan kualitas program, sehingga anggaran negara perlu direvisi. Anggaran negara yang telah tercantum terlalu rinci dalam dokumen anggaran (DIP, DIPP), pemimpin proyek sulit untuk bisa menyesuaikan apabila terjadi kenaikan harga barang yang melampaui harga standar. Untuk melaksanakan pembangunan proyek yang melampaui standar yang telah ditentukan, pemimpin proyek akan dipersalahkan oleh Badan Pengawas Keuangan, sebaliknya juga apabila pemimpin proyek terpaksa



mengurangi



volumenya.



Akibatnya,



negara



terpaksa



akan



mengeluarkan dana untuk eskalasi dalam rangka menambah standar harga itu. 3.4 Dampak Defisit terhadap Ekonomi Makro Mengapa kita membicarakan defisit? Dan mengapa defisit anggaran negara merupakan momok yang sangat ditakuti? Defisit anggaran itu ibaratnya seperti penyakit hipertensi yang dampaknya bisa mempengaruhi kerja jantung, ginjal, mata, otak, yang berakibat kelumpuhan. Demikian pula defisit anggaran juga berdampak pada beberapa variabel ekonomi makro, antara lain : (1). Tingkat bunga; (2). Neraca pembayaran; (3). Tingkat inflasi; (4). Konsumsi dan tabungan; (5). Tingkat pengangguran; dan (6). Tingkat pertumbuhan. (1). Dampak Terhadap Tingkat Bunga Defisit anggaran ditandai dengan kurangnya pembiayaan pengeluaran negara karena kurangnya penerimaannya yang berasal dari pajak. Untuk memenuhi



kebutuhan



masyarakat



dalam



meningkatkan



anggaran



pembangunan maupun rutin, negara memerlukan penambahan modal, yang



berarti



permintaan



terhadap



uang



meningkat.



Bunga,



yang



merupakan harga modal itu, akan mengalami tingkat keseimbangan yang lebih tinggi, atau tingkat bunga akan meningkat. (2). Dampak Terhadap Neraca Pembayaran Dalam ekonomi terbuka, defisit anggaran dapat mempengaruhi posisi ekspor dan impor dari dan ke manca negara. Dengan meningkatnya tingkat bunga, investasi dalam negeri akan menurun, yang berarti peluang modal asing cenderung masuk mengalir ke dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan investasi dalam negeri. Apabila ini terjadi, maka defisit anggaran mempunyai dua dampak yang berkaitan, yaitu : pertama, defisit anggaran



akan



meningkatkan



defisit



neraca



pembayaran;



kedua,



dengan



membengkaknya defisit neraca pembayaran, akan menurunkan nilai tukar dalam negeri terhadap mata uang asing. Sehingga menurunnya nilai rupiah terhadap valuta asing selama ini bukan saja disebabkan karena faktor psikologis, tetapi juga faktor teknis. (3). Dampak Terhadap Tingkat Inflasi Pengeluaran negara yang melebihi penerimaannya berarti anggaran negara itu ekspansif, artinya ada kecenderungan terhadap kenaikan hargaharga umum (inflasi). Mengapa, karena pengeluaran negara yang digunakan untuk pembangunan proyek-proyek dengan biaya besar dan berjangka lama, selama dalam pembangunan belum dapat menghasilkan dalam waktu yang cepat, tetapi sebaliknya, negara telah melakukan pengeluaranpengeluaran, antara lain untuk upah buruh yang berakibat meningkatnya daya beli masyarakat. Dengan meningkatnya daya beli masyarakat di satu pihak, dan belum ada output yang dihasilkan di lain pihak, akan mendorong harga-harga umum akan meningkat, yang dampaknya adalah pada inflasi. Dalam masa pembangunan yang menggebu-gebu sulit bisa dihindarkan keadaan inflasi ini. (4). Dampak Terhadap Konsumsi dan Tabungan Inflasi yang diakibatkan karena defisit anggaran negara itu akan mengurangi pendapatan riil masyarakat. Pengurangan pada pendapatan riil masyarakat itu akan berakibat pada pengurangan baik konsumsi maupun tabungan. Tabungan sangat penting sekali untuk mendorong investasi. Apabila pendapatan riil ini menurun, berarti tingkat konsumsi dan tabungan riil juga menurun, padahal tingkat tabungan riil itu akan berpengaruh terhadap tingkat investasi. Dengan menurunnya tingkat tabungan tersebut, tingkat investasi juga menurun. (5). Dampak Terhadap Penggangguran Pengganguran berarti penurunan tingkat kesempatan kerja. Kesempatan kerja tergantung pada besarnya investasi yang dilakukan baik oleh negara maupun masyarakat. Naiknya tingkat bunga akibat dari anggaran negara yang defisit itu, akan berdampak menurunnya gairah untuk investasi, yang berarti banyak proyek-proyek maupun perluasan proyek yang sudah ada



tidak dapat dibangun, sehingga berakibat pada pemecatan tenaga kerja atau kurangnya tenaga kerja baru yang masuk dalam lapangan kerja. Dengan demikian defisit anggaran ini juga secara langsung berakibat pada kenaikan peningkatan tingkat penggangguran. (6). Dampak Terhadap Tingkat pertumbuhan Pertumbuhan yang meningkat adalah akibat dari meningkatnya investasi, baik dari negara maupun masyarakat. Peningkatan investasi itu bisa terjadi, kecuali disebabkan oleh situasi keamanan yang kondusif, juga tingkat bunga yang rendah. Tetapi apabila perubahan variabel-variabel tersebut berlawanan dengan yang disebutkan diatas, terutama tingkat bunga yang tinggi akibat defisit anggaran, maka tingkat pertumbuhan yang tinggi tidak akan tercapai atau dapat dikatakan defisit anggaran itu juga mengakibatkan pada penurunan tingkat pertumbuhan. 3.5 Membiayai Defisit Anggaran Inflasi dapat mendatangkan masalah bagi anggaran negara dan sebaliknya anggaran negara yang ekspansif berakibat timbulnya inflasi. Dengan inflasi mengakibatkan pengurangan penerimaan riil di satu pihak, tetapi justru menambah pengeluaran di lain pihak, dan semuanya itu akan memperburuk posisi defisit anggaran negara. Defisit anggaran dalam APBN 2001 direncanakan sebesar 3,7% dari PDB atau sekitar Rp. 52 trilyun. Tetapi dalam perjalanannya defisit tersebut membengkak karena pengeluaran pengeluaran negara yang tidak diperkirakan sebelumnya, antara lain pembayaran pinjaman luar negeri dan dampak-dampak lainnya seperti yang disebutkan diatas. Krisis ekonomi Indonesia tahun 1997 memang dirasakan cukup berat terutama dampaknya terhadap APBN, bahkan diantara negaranegara yang terlanda krisis, Indonesia mengalami krisis yang terberat. Mengapa Indonesia nampaknya yang paling sulit keluar dari krisis ? Menurut Boediono,5 sebabnya adalah bahwa institusi-institusi yang menjadi pilar kehidupan kemasyarakatan kita, di bidang ekonomi, hukum, sosial, dan politik ternyata lemah, tidak tahan terpaan badai. Lebih dari itu, kelemahan yang ada dalam satu institusi ternyata erat kaitannya dengan kelemahan yang ada di institusi lain. Sehingga gangguan pada satu institusi merembet cepat pada institusi-institusi lain. Alhasil, apa yang pada awalnya hanya berupa gejolak di



pasar devisa, segera berkembang menjadi krisis perbankan, kemudian krisis ekonomi, dan akhirnya menjadi krisis politik dan sosial. Dilihat dari sisi manajemen APBN, maka negara harus dapat menutup defisit ini. Secara teoritis menutup defisit APBN dapat dilakukan secara mudah, yaitu : selama APBN terdiri dari sisi penerimaan dan pengeluaran, maka defisit APBN prinsipnya dapat ditanggulangi dengan cara menambah di sisi penerimaan atau mengurangi di sisi pengeluaran. Masalahnya, menambah sisi penerimaan itu, penerimaan yang mana, jenis pajak yang mana. Dan mengurangi pengeluaran itu, jenis pengeluaran yang mana. Yang terakhir ini kadangkadang dapat diperdebatkan oleh para politisi, karena mereka khawatir tidak populer lagi di mata masyarakat. Itulah solusi yang sulit untuk dipecahkan. a. Sisi penerimaan : (1) Meminjam dari perbankan dalam negeri. Dengan meminjam dari perbankan dalam negeri berarti terjadi penciptaan uang, sehingga uang yang beredar dalam masyarakat (money supply) meningkat. Dampak terhadap pertambahnya penawaran uang yang tidak diimbangi dengan jumlah barang yang diproduksi, akan mengakibatkan kenaikan harga-harga umum atau inflasi. (2) Meminjam dari non perbankan dalam negeri atau masyarakat dengan cara menerbitkan obligasi. Di satu pihak penjualan obligasi pemerintah akan menyerap



uang



masyarakat



dan



menambah



penerimaan



negara.



Penyerapan uang dari masyarakat berakibat mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat, yang akibatnya berdampak pada penurunan harga. Akan tetapi dengan penjualan obligasi kepada masyarakat dapat juga berakibat disamping menambah pemasukan negara, juga mengurangi tabungan masyarakat yang sebenarnya dapat dipergunakan untuk investasi masyarakat. (3) Meminjam dari luar negeri. Karena alasan yang tersebut pada nomor (2), negara cenderung meminjam ke luar negeri. Dengan meminjam dari luar negeri itu, sebagian masyarakat ada yang mengkritik, karena pinjaman luar negeri berarti akan membebani anak cucu kita di kemudian hari. Tetapi sebagian masyarakat tidak setuju pendapat itu, karena dengan meminjam modal sekarang, dan digunakan untuk proyek-proyek yang produktif dan efisien seperti pembangunan sarana dan prasarana ekonomi, generasi



penerus telah mempunyai pondasi yang kuat untuk membangun proyekproyek lain yang telah tersedia pondasinya, yaitu berupa sarana dan prasarananya. Sedangkan pembayaran cicilannya dapat diambil dari perpajakan yang akan ditarik dari perusahaan—perusahaan yang telah mantap hasil dari pinjaman sebelumnya. (4) Meningkatkan penerimaan pajak. Dengan meningkatkan penerimaan pajak, baik pajak langsung maupun pajak tidak langsung. (5) Mencetak uang. Alternatif ini tidak populer karena pengalaman tahuntahun sebelumnya, penambahan anggaran dari mencetak uang berarti akan menambah uang yang beredar di masyarakat dan itu akan berdampak pada inflasi. Apalagi apabila pengeluaran masyarakat dibelanjakan untuk kegiatan-kegiatan yang tidak produktif atau tidak efisien. Pengeluaran yang tidak efisien ini dapat dilihat dari 4 aspek,6 yaitu pertama kegiatan yang saling bertentangan antara sektor negara dan swasta. Kedua kegiatan yang tidak sesuai dengan tujuan pembangunan, ketiga kegiatan yang dilaksanakan dengan biaya yang lebih besar daripada manfaat yang akan diperoleh. Keempat pengeluaran yang bertentangan dengan tujuan makro ekonomi, misalnya penciptaan kesempatan kerja, penciptaan devisa. Negara cenderung untuk memilih menutup defisit dengan cara meminjam ke luar negeri dibanding dengan menambah pajak, dengan alasan : (a). dengan meminjam ke luar negeri, penerimaan pajak bisa diprioritaskan untuk keperluan lain yang lebih produktif; (b). pemungutan pajak sangat memberatkan masyarakat yang pendapatannya sudah sangat rendah; (c). meminjam ke luar negeri dapat meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana yang mempunyai dampak tumbuhnya investasi swasta dan yang berakibat pada peningkatan penerimaan pajak. b. Sisi pengeluaran : (1). Mengurangi subsidi, yaitu bantuan yang diambil dari anggaran negara untuk pengeluaran yang sifatnya membantu konsumen untuk mengatasi tingginya harga yang tidak terjangkau oleh mereka agar tercipta kestabilan politik dan sosial lainnya, misalnya subsidi pupuk, subsidi bahan bakar minyak (BBM), subsidi listrik, dan lain sebagainya. Pada prinsipnya negara memberikan subsidi terhadap suatu barang, karena barang itu dianggap harganya terlalu tinggi dibanding dengan kemampuan daya beli masyarakat.



Agar tidak terjadi gejolak di masyarakat, maka negara mengeluarkan dana untuk mensubsidi barang tersebut. Subsidi itu dilakukan dengan beberapa cara, misalnya : i). memberikan subsidi kepada konsumen dengan cara memberikan subsidi harga barang-barang yang dikonsumsi; ii). memberikan subsidi kepada produsen, yaitu memberikan subsidi pada bahan baku yang dipergunakan untuk memproduksi barang tersebut. Kalau pengeluaran subsidi itu dikurangi akan berakibat pada kenaikan harga barang yang diberi subsidi itu. (2). Penghematan pada setiap pengeluaran baik pengeluaran rutin maupun pembangunan. Penghematan pada pengeluaran rutin dilakukan oleh departemen teknis, misalnya untuk pengeluaran listrik, telepon, alat tulis, perjalanan dinas, rapat-rapat, seminar, dan sebagainya tanpa mengurangi kinerja dari departemen teknis yang bersangkutan. (3).



Menseleksi



sebagian



pengeluaran-pengeluaran



pembangunan.



Pengeluaran pembangunan yang berupa proyek-proyek pembangunan diseleksi



menurut



menghasilkan.



prioritasnya,



Proyek-proyek



misalnya yang



proyek-proyek



menyerap



biaya



yang besar



cepat dan



penyelesaiannya dalam jangka waktu yang lama, sementara ditunda pelaksanaannya (4). Mengurangi pengeluaran program-program yang tidak produktif dan tidak efisien. Program-program semacam itu adalah program-program yang tidak mendukung pertumbuhan sektor riil, tidak mendukung kenaikan penerimaan pajak, dan tidak mendukung kenaikan penerimaan devisa. Pemotongan program-program ini harus dilakukan dengan hati-hati. Pemotongan pengeluaran tanpa memperbaiki produktivitas program, berarti akan ada kecenderungan akan menurunnya kualitas dan kuantitas output. 3.6 Teori-teori Defisit Anggaran Sebelum masuk pada penerapan defisit anggaran yang diterapkan Indonesia, berikut ini merupakan beberapa teori defisit anggaran yang dikemukakan oleh Bernheim (1989), diantaranya : a) Teori Ricardian Equivalence menyatakan bahwa defisit anggaran pemerintah yang diakibatkan oleh pemotongan pajak tidak mempunyai pengaruh terhadap tingkat konsumsi agregat suatu negara. Alih-alih



menambah



konsumsi,



masyarakat



dari



menambah



jumlah



penambahan



pemotongan private



pajak



pendapatan tersebut



saving. Hal



yang



diterima



ditabung



sehingga



tersebut



disebabkan



oleh



pandangan David Ricardo yang mengasumsikan bahwa masyarakat adalah individu yang rasional, berpikir jauh ke depan, dan peduli terhadap kesejahteraan generasi mendatang.  b) Teori Neoklasik, yang menyimpulkan bahwa kebijakan defisit anggaran memiliki pengaruh yang buruk terhadap perekonomian karena dalam kondisi full-employment,



defisit



anggaran



yang



permanen



akan



menyebabkan crowding-out.  c) Teori Keynesian, yang menyatakan bahwa defisit anggaran yang terjadi pada waktu yang tepat akan merangsang konsumsi, pendapatan nasional, tabungan dan akumulasi modal. Dengan demikian, defisit anggaran akan memiliki



konsekuensi



yang



menguntungkan



dan



menstimulus



perekonomian. 3.7 Defisit Anggaran di Indonesia (Periode 2015 sd 2021) Bertolak dari teori-teori tentang defisit anggaran di atas, maka berikut ini merupakan kondisi defisit anggaran Indonesia dari tahun 2015 – 2021 Grafik 3.2.1. Defisit Anggaran Indonesia dari tahun 2015 - 2021



Sumber : Informasi APBN 2021



Jika dilihat pada grafik di atas defisit anggaran sangat kontras terjadi kenaikan pada tahun 2020 dan 2021, hal ini disebabkan oleh pandemic Covid 19 yang terjadi, dan mengharuskan masyarakat beraktivitas dari rumah, sehingga banyak dampak negatif yang terjadi pada berbagai aspek perekonomian bukan saja di Indonesia melainkan juga di dunia. Defisit anggaran yang paling besar terjadi dalam kurun waktu 7 tahun tersebut adalah tahun 2020 sebesar 6,34 % dan menurun pada tahun 2021 sebesar 5,70 . Defisit anggaran yang terjadi di Indonesia merupakan bentuk nyata dari aplikasi



kebijakan



fiskal



ekspansif,



menaikkan



jumlah



pengeluaran



pemerintah tanpa melakukan penambahan penerimaan atas pajak. Hal ini dilakukan untuk menstimulasi dan mendorong aktivitas perekonomian kembali berjalan meskipun terhambat oleh pandemic yang terjadi. Kondisi ini pun berdampak pada peningkatan pengangguran akibat banyak orang kehilangan pekerjaan sebagai efek multiplier dari pandemic Covid 19. Berikut ini merupakan jumlah tingkat pengangguran dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia tahun 2021, sebagai berikut : Gambar 3.2.1 Tingkat Pengangguran, IPM, Koefisien Gini, Tingkat Kemiskinan, Indonesia tahun 2021



Sumber : Informasi APBN 2021



Gambar 3.2.2 Postur APBN



Sumber : Informasi APBN 2021



Gambar 3.2.3 Belanja Pemerintah Pusat



Dari gambar-gambar di atas terlihat jelas postur APBN yang terdiri dari pendapatan dan belanja negara serta defisit anggaran yang timbul akibat belanja negara lebih besar dari pendapatan negara. Kemudian, terlihat jelas pula peruntukan anggaran belanja negara dikeluarkan untuk pemulihan bidang kesehatan, ekonomi dan sosial yang dilakukan secara bertahap. 3.8 Korupsi merupakan Tantangan Pembangunan Negara. Dalam pembangunan suatu negara, tidak pernah terlepas dari yang namanya tantangan. Tantangan terbesar yang sering dan selalu ditemui adalah



terjadinya penyimpangan pengelolaan anggaran pembangunan. Di satu sisi, ketika pertumbuhan ekonomi melemah, harus didorong dengan cara meningkatkan jumlah pengeluaran pemerintah. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, jika peningkatan itu terjadi, dan tidak terjadi peningkatan dalam jumlah pemasukan atau pendapatan negara maka yang terjadi adalah defisit anggaran, sehingga harus ditambal dengan menggunakan pinjaman dan non pinjaman. Melihat pada kenyataan, Indonesia merupakan negara yang menerapkan penambalan defisit anggaran dengan melakukan penerbitan Surat Utang Negara (SUN). Hal tersebut lumrah dilakukan bukan saja Indonesia namun negara maju pun melakukan kebijakan ini. Yang menjadi masalah adalah ketika dana tersebut berasal dari pinjaman luar maupun dalam negeri dan disalah gunakan, maka tujuan pembangunan suatu negara tidak



akan



tercapai.



Pada



sektor



ekonomi,



korupsi



mempersulit



pembangunan ekonomi dimana pada sektor privat, korupsi meningkatkan biaya karena adanya pembayaran ilegal dan resiko pembatalan perjanjian atau karena adanya penyidikan (Hariyani & Priyarsono, Dominicus Savio, Asmara, 2016). Penanaman modal yang dilakukan oleh pihak dalam negeri (PMDN) dan



asing



(PMA) yang



semestinya bisa



digunakan



untuk



pembangunan negara menjadi sulit sekali terlaksana, karena permasalahan kepercayaan dan kepastian hukum dalam melakukan investasi, selain masalah stabilitas (Makhfudz, 2016). Selanjutnya, meningkatnya hutang negara. Kondisi perekonomian dunia yang mengalami resesi dan hampir melanda semua negara termasuk Amerika Serikat dan negara-negara Eropa (Sihono, 2012), memaksa negara-negara tersebut untuk melakukan hutang untuk mendorong perekonomiannya yang sedang melambat karena resesi dan menutup biaya anggaran yang defisit, atau untuk membangun infrastruktur penting. Korupsi yang terjadi di Indonesia akan meningkatkan hutang luar negeri yang semakin besar.



3.9 Contoh Defisit Anggaran di Negara Lain



Defisit Anggaran di Inggris Pada 2020/21 pendapatan pemerintah Inggris – dari pajak dan penerimaan lainnya – adalah £793 miliar sementara pengeluaran pemerintah adalah £1.093 miliar (£1,1 triliun). Sehingga defisit anggranny adalah sebesar £300 miliar, setara dengan 14,3% dari PDB.



Defisit anggaran Inggris membengkak karena pandemi virus corona.Inggris mencetak rekor defisit anggaran pada 2020/21 karena dua alasan: a. Pemerintah menghabiskan ratusan miliar untuk mendukung layanan publik, rumah tangga, dan bisnis selama pandemi; b. Kebijakan Lockdown yang bertujuan memperlambat penyebaran virus justru membawa ekonomi ke dalam resesi yang parah. Lebih sedikit aktivitas ekonomi berarti lebih sedikit penerimaan pajak dan lebih banyak pengeluaran pengangguran.



pemerintah



di



bidang-bidang



seperti



tunjangan



Belanja pemerintah meningkat dari 39,8% dari PDB pada 2019/20 menjadi 52,2% pada 2020/21. Sementara pendapatan pemerintah turun dalam bentuk tunai, mereka menjadi lebih besar dibandingkan dengan ukuran ekonomi. Ini karena ekonomi menyusut lebih dari pendapatan. Pendapatan pemerintah setara dengan 37,3% dari PDB pada 2019/20 dan 37,8% dari PDB pada 2020/21. Bagaimana Pembiayaan Defisit? Defisit anggaran di Inggris dibiayai oleh penjualan obligasi pemerintah. Pembeli obligasi pemerintah termasuk dana pensiun, perusahaan asuransi, rumah tangga dan investor luar negeri. Obligasi merupakan mayoritas utang pemerintah. Setelah obligasi dibeli, mereka dapat diperdagangkan oleh investor di pasar sekunder. Pemerintah telah menjual obligasi dalam jumlah besar selama pandemi Covid-19, yang tidak mengejutkan mengingat besarnya nilai defisit. Investor meminjamkan kepada Pemerintah dengan tingkat bunga yang relatif rendah sebelum pandemi dan terus melakukannya. Bank of England telah membeli sejumlah besar obligasi pemerintah dari investor



di



pasar



sekunder.



Bank



tersebut



juga



telah



mendukung



perekonomian selama pandemi virus corona, melalui program pelonggaran kuantitatif. Pembelian tersebut juga membuat Pemerintah Inggris lebih mudah dan lebih murah untuk menjual obligasi baru. IV Penutup 4.1 Kesimpulan Secara menyeluruh, perekonomian suatu negara harus tetap diusahakan ada dalam kondisi yang menggairahkan meskipun sedang berada dalam zona kemunduran akibat banyak hambatan yang terjadi seperti Covid 19 dan lain sebagainya. Demi mendorong aktivitas ekonomi agar tetap berjalan dengan baik dan tidak berujung pada kehancuran sebuah negara, maka Pemerintah dapat mengambil alih dan menerapkan berbagai kebijakan baik itu fiskal maupun



moneter.



Kebijakan



yang



sering



dilakukan



adalah



dengan



menerapkan defisit anggaran yang berujung pada penambahan utang dalam maupun luar negeri dengan penerbitan Surat Utang Negara,dll. Selain itu dapat juga ditambal dengan menggunakan Saldo Anggaran Lebih, namun hal ini bersifat terbatas. Yang perlu diketahui bahwa tidak selamanya utang



berdampak negatif bagi perekonomian sebuah negara, sepanjang utang tersebut digunakan untuk kebutuhan produksi maka hal tersebut boleh dilakukan. Namun, yang menjadi masalah adalah ketika dalam pelaksanaan pembangunan sebuah negara banyak kasus Korupsi yang terjadi sebagai bentuk dari penyimpangan terhadap APBN. 4.2 Saran Berdasarkan studi kasus pada penelitian ini, maka hal yang dapat disarankan untuk diterapkan pada saat pembangunan suatu negara agar terhindar dari penambahan



secara



kontinyu



dan



berkala,



maka



perlu



melakukan



pengoptimalisasi produksi sumber daya alam yang dimiliki. Ada 3 hal yang dapat diterapkan pada saat melakukan pengoptimalisasian Sumber Daya Alam yang dimiliki, yaitu : a) Kontrak Lindung Nilai Kesepakatan ini dibuat dengan tujuan agar investor membeli sumber daya alam dengan harga tetap. Agar dapat melindungi ekonomi dan ketidakstabilan harga komoditas. b) Aturan Ketat Investor Aturan ini dibuat agar Investor tidak hanya mengeruk kekayaan alam, tapi juga bermanfaat jangka panjang. Produk yang diekspor adalah barang jadi yang nilainya stabil. Bahan baku diambil dari dalam negeri. Dengan demikian dapat menyerap banyak tenaga kerja. Tenaga kerja tersebut sekalian dapat belajar dan terjadilah proses transfer ilmu dan teknologi. Sehingga pada saatnya Indonesia dapat mandiri dan tidak lagi terlalu bergantung pada skill dan modal Investor asing. c) Kembangkan Sektor Ekonomi Lain Dengan cara ini, kekuatan ekonomi negara tidak hanya bergantung di satu sektor saja. Jika 1 sektor kolaps, ada sektor lain yang menopang perekonomian negara



DAFTAR PUSTAKA Husaini, A. (2017). Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia dalam



Organisasi. Jurnal Warta, 51(1), 92–105. Sihono, T. (2012). Krisis Finansial Amerika Serikat dan Perekonomian Indonesia. Jurnal Ekonomi Dan Pendidikan, 5(2), 171–192. https://doi.org/10.21831/jep.v5i2.597 Astuti, C. A., & Chariri, A. (2015). Penentuan Kerugian Keuangan Negara yang Dilakukan Oleh BPK dalam Tindak Pidana Korupsi. Diponegoro Journal of Accounting, 4(3), 1–12. Boediono, Dr, Pembenahan Institusi Dalam Mengatasi Krisis Ekonomi, (Keynote Speech) disampaikan pada Kongres Ikatan alumni Australia ke-1 di Jakarta, 20 Maret 1999). Informasi



APBN,



2021.



https://www.kemenkeu.go.id/media/16835/informasi-



apbn-2021.pdf Data Fakta (Channel Youtube) https://www.youtube.com/watch?v=bwPeUOMmCgc Ngomongin Uang (Channel Youtube) https://www.youtube.com/watch?v=U6fpJwZu-PI Fildzah Imas M & Munawar,2016. Analisis Dampak Defisit Anggaran terhadap Inflasi, Jumlah Uang Beredar, dan Suku Bunga di Indonesia Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Kunarjo. Defisit Anggaran Negara