Paper Plasma Nutfah  [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PLASMA NUTFAH DAN PUSAT PENYEBARAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays.L)



PAPER



OLEH: EKA ALLISA SHALSABILLA 190301135 AGROTEKNOLOGI-3



PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2020



KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan karunia-Nya



penulis dapat menyelesaikan paper ini tepat pada



waktunya. Adapun judul dari paper ini adalah “Plasma Nutfah dan Penyebaran Tanaman Jagung (Zea Mays L.)” yang merupakan salah satu syarat untuk menemenuhi komponen penilaian pada mata kuliah Dasar Pemuliaan Tanaman Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pengajar mata kuliah Dasar Pemuliaan Tanaman, yaitu Ir. Eva Safitri Bayu, Mp, yang telah membantu dalam penyelesaian paper ini. Penulis menyadari bahwa paper ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan paper ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kash. Semoga paper ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.



Medan,



Mei 2020



Penulis



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ........................................................................................... i DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii PENDAHULUAN Latar Belakang ........................................................................................... 1 Tujuan Penulisan ......................................................................................... 2 Kegunaan Penulisan .................................................................................... 2 TI NJAUANPUSTAKA Pusat Asal Sebaran Tanaman Jagung (Zea mays L.) .................................. 4 Koleksi Plasma Nutfah ................................................................................ 5 Strategi Pemuliaan Tanaman Jagung (Zea mays L.) ................................... 8 Perbaikan Karakter Jagung yang Sedang di Kembangkan Saat Ini...........10 KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA



PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung merupakan salah satu serealia yang strategis dan bernilai ekonomi serta mempunyai peluang untuk dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras juga sebagai sumber pakan Upaya peningkatan produksi jagung masih menghadapi berbagai masalah sehingga produksi jagung dalam negeri belum mampu mencukupi kebutuhan nasional (Purwanto, 2008). Jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian (serealia). Tanaman jagung tidak membutuhkan persyaratan khusus untuk tumbuh. Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah daerah-daerah beriklim sedang hingga daerah beriklim subtropis/ tropis basah. Agar dapat tumbuh optimal, jagung memerlukan beberapa persyaratan. Jagung dapat tumbuh baik pada 0°-50° LU hingga 0°-40° LS, dengan ketinggian tempat sekitar 3000 meter dari permukaan laut dengan derajat keasaman tanah (pH) yaitu 5.5 sampai 7, curah hujan 85-200 mm/ bulan pada lahan yang tidak beririgasi, suhu ideal 23°27° C, dan pada tanah latosol berdebu (Purwono dan Purnamawati, 2008). Varietas unggul jagung dapat berupa jenis bersari bebas dan varietas hibrida. Jagung hibrida memiliki potensi hasil lebih tinggi daripada varietas besari bebas, karena efek heterosis dari gen-gen penyusun hibrida. Produktivitas jagung varietas bersari bebas dan hibrida dipengaruhi oleh adaptabilitas, bergantung pada proses seleksi varietas tersebut. Kultivar unggul jagung dapat diperoleh melalui pemuliaan tanaman. Syarat utama yang diperlukan dalam perakitan varietas unggul baru adalah tersedianya materi genetik dengan keragaman yang luas.



2 Keragaman genetik muncul dari gen-gen yang bersegregasi dan berinteraksi dengan gen lain melalui hibridisasi, mutasi, dan introduksi. Melalui hibridisasi dan segregasi akan muncul keragaman genetik (Crowder, 2006). Penelitian pengelompokan karakter kuantitatif tanaman jagung sudah dilakukan, di antaranya karakterisasi sifat-sifat agronomi jagung asal Sulawesi. Wijayanto (2007) mengungkapkan 19 aksesi jagung lokal asal Sulawesi memiliki sifat kuantitatif yang memiliki distribusi mendatar dan keragaman kuantitatif cukup tinggi 54 aksesi jagung asal Kawasan Timur Indonesia mempunyai variabilitas genetik dengan kriteria luas, heritabilitas dan kemajuan seleksi dengan kriteria tinggi, sehingga seleksi karakter agronomi mempertimbangkan



pengaruh



tidak



langsung



dan



fisiologi



harus



karakter-karakter



lainnya.



(Dirvamena ,2011). Keragaman genetik plasma nutfah diperlukan sebagai bahan dasar dalam program pemuliaan untuk menghasilkan varietas unggul. Vavilov, ahli genetika dan pemulia tanaman dari Rusia, dianggap sebagai peneliti pertama yang menyadari



pentingnya



keragaman



genetik



untuk



perbaikan



tanaman



(Hawkes, 2011). Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk mengetahui plasma nutfah dan mengetahui pusat asal penyebaran tanaman jagung (Zea mays.L) Kegunaan Penulisan Adapun Kegunaan Penulisan Paper Ini adalah Sebagai salah satu syarat untuk dapat memenuhi komponen penilaian Mata Kuliah Dasar Pemuliaan



3 Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan.



TINJAUAN PUSTAKA Pusat Asal Sebaran Tanaman Jagung (Zea mays.L) Colombus menemukan jagung di Kuba pada tahun 1492 dan membawanya ke Spanyol untuk dikembangkan, Columbus juga kemungkinan membawa biji jagng caribean tipe mutiara ke Spanyol pada tahun 1493. Kemudian penjajah dari Eropa Selatan membawa jagung ke Eropa Barat dan pada akhir tahun 1500an, jagung sudah ditanam di hampir seluruh Eropa seperti Italia dan Perancis bagian Selatan. Di Eropa, kira-kira selama 100 tahun pada abad XVI, jagung banyak dikonsumsi sebagai sayur dan merupakan tanaman komersil (Budiman, 2013). Banyak pendapat dan teori mengenai asal tanaman jagung, tetapi secara umum para ahli sependapat bahwa jagung berasal dari Amerika Tengah atau Amerika Selatan. Jagung secara historis terkait erat dengan suku Indian, yang telah menjadikan jagung sebagai bahan makanan sejak 10.000 tahun yang lalu. Jagung mulai berkembang di Asia Tenggara pada pertengahan tahun 1500an dan pada awal tahun 1600an, yang berkembang menjadi tanaman yang banyak dibudidayakan di Indonesia, Filipina, dan Thailand. Kurang dari 300 tahun sejak 1.500 M, tanaman jagung telah tersebar diseluruh dunia dan menjadi bahan makanan penting bagi kebanyakan penduduk di berbagai Negara dunia (Dowswell et al. 2016). Teori Asal Asia Tanaman jagung yang ada di wilayah Asia diduga berasal dari Himalaya. Hal ini ditandai oleh ditemukannya tanaman keturunan jali (jagung jali, Coix spp.) dengan famili Andropogoneae. Kedua spesies ini mempunyai lima pasang kromosom. Namun teori ini tidak mendapat banyak dukungan. Teori Asal Meksiko Banyak ilmuwan percaya bahwa jagung berasal dari



5 Meksiko, karena jagung dan spesies liar jagung (teosinte) sejak lama ditemukan di daerah tersebut, dan masih ada di habitat asli hingga sekarang. Hal ini juga didukung oleh ditemukannya fosil tepung sari dan tongkol jagung dalam gua, dan kedua spesies mempunyai keragaman genetik yang luas. Teosinte dipercaya sebagai nenek moyang (progenitor) tanaman jagung. Jagung telah dibudidayakan di Amerika Tengah (Meksiko bagian selatan) sekitar 8.000-10.000 tahun yang lalu. Dari penggalian ditemukan fosil tongkol jagung dengan ukuran kecil, yang diperkirakan usianya mencapai sekitar 7.000 tahun. Menurut pendapat beberapa ahli botani, teosinte (Zea mays sp. Parviglumis) sebagai nenek moyang tanaman jagung, merupakan tumbuhan liar yang berasal dari lembah Sungai Balsas, lembah di Meksiko Selatan. Bukti genetik, antropologi, dan arkeologi menunjukkan bahwa daerah asal jagung adalah Amerika Tengah dan dari daerah ini jagung tersebar dan ditanam di seluruh dunia. Teori Asal Andean Tanaman jagung berasal dari dataran tinggi Andean Peru, Bolivia, dan Ekuador. Hal ini didukung oleh hipotesis bahwa jagung berasal dari Amerika Selatan dan jagung Andean mempunyai keragaman genetik yang luas, terutama di dataran tinggi Peru. Kelemahan teori ini adalah tidak ditemukan kerabat liar jagung seperti teosinte di dataran tinggi tersebut. Mangelsdorf seorang ahli biologi evolusi yang mengkhususkan perhatian pada tanaman jagung menampik hipotesis ini. Koleksi Plasma Nutfah Koleksi plasma nutfah jagung di Indonesia telah dilakukan sejak akhir abad XIX di Lembaga Penelitian Pertanian di Bogor, yang pada tahun 1990an



6 diteruskan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen), Bogor dan Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal), Maros. Koleksi plasma nutfah jagung berasal dari varietas lokal, varietas komposit, hibrida, dan introduksi. Kekayaan koleksi plasma nutfah jagung nasional yang tersimpan di BB Biogen dan Balisereal masing-masing 886 dan 660 aksesi , relatif sedikit dibandingkan dengan koleksi plasma nutfah jagung di lembaga penelitian negara lain atau lembaga internasional. Lembaga penelitian jagung internasional (CIMMYT) di Meksiko memiliki koleksi plasma nutfah jagung sebanyak 11.000 aksesi dan Amerika Serikat mempunyai lebih dari 15.000 aksesi. Total plasma nutfah jagung di seluruh dunia diperkirakan mencapai 100.000 aksesi, sementara Meksiko dan Amerika Selatan memiliki 40.000 aksesi .Bukti empiris menunjukkan bahwa semakin banyak pemilikan plasma nutfah jagung, semakin baik varietas unggul yang dapat dihasilkan dari program pemulia. (Hawkes 2011). Koleksi plasma nutfah jagung yang dimiliki Indonesia merupakan sumber kekayaan genetik untuk perbaikan sifat-sifat tanaman yang diinginkan, seperti daya hasil tinggi, tahan terhadap penyakit bulai, umur genjah dan sifat-sifat baik lainnya. Untuk konservasi dan rekombinasi gengen unggul dalam upaya pemanfaatan plasma nutfah secara menyeluruh, telah dikembangkan gene pool jagung Dalam hal ini, koleksi plasma nutfah dibagi berdasarkan umur dan warna biji sebagai berikut: kuning < 80 hari (Pool 1), 80-90 hari (Pool 2), 90-100 hari (Pool 3), > 100 hari (Pool 4), dan putih 80-100 hari (Pool 5). Masing-masing kelompok dikawinkan dengan pejantan Arjuna untuk Pool-1, Pool-2, dan Pool-3;



7 dikawinkan dengan Suwan 1 untuk Pool-4 dan dengan Bromo untuk Pool-5. Kelima pool disilangkan dengan populasi dari CIMMYT yang berfungsi sebagai galur uji, untuk menentukan pool yang menunjukkan heterosis tinggi. Pool terpilih digunakan sebagai sumber pembentukan jagung hibrida maupun varietas komposit. Pengelompokan dalam gene pool ini menguntungkan karena beberapa hal berikut: (1) Setiap generasi menghasilkan bahan/varietas baru untuk agroekologi spesifik, sesuai dengan lingkungan seleksi. (2) Sifat-sifat baik yang tersedia pada plasma nutfah dapat dimanfaatkan melalui proses rekombinasi gen. (3) Ragam genetik dapat dipertahankan karena rekombinasi diperbesar dengan intercrossing antargenotipe terpilih, pada setiap generasi, dan genotipe unggul dan eksotik (asing) dapat diintrogresikan ke dalam pool setiap saat. (4) Frekuensi allel yang baik dapat ditingkatkan secara berangsur. (5) Strategi seleksi bersifat fleksibel, dalam arti pada setiap tingkat seleksi jumlah lokasi seleksi dapat ditambah atau dikurangi menurut kebutuhan, sesuai dengan perkembangan ketenagaan dan fasilitas. (6) Gene pool merupakan sumber utama bahan pengembangan jagung hibrida yang sudah diarahkan sejak awal. (Subandi 2004). Tanaman jagung sebenarnya merupakan tanaman “introduksi”, bukan tanaman asli Indonesia, namun karena komposisi genetiknya berubah secara dinamis, maka ia dapat membentuk keragaman genetik yang besar. Genom jagung memiliki 10 pasang kromosom yang dimanifestasikan oleh komposisi genetik yang heterozigot-heterogen, bersifat plastis dalam beradaptasi untuk menghadapi lingkungan yang berbeda. Karena itu, tanaman jagung memiliki adaptasi yang luas, tumbuh pada daerah tropis, subtropis, dan temperate di belahan utara dan



8 selatan. Adaptasi jagung pada lingkungan yang sangat luas tersebut sulit dijelaskan, namun karena tanaman menyerbuk silang yang memberikan kebebasan terjadinya rekombinasi dan rekonstruksi gen-gen antara genotipe, maka akan dihasilkan rekombinan baru yang dapat menyesuaikan dengan berbagai lingkungan. Beberapa rekombinan baru ini menjadi lebih adaptif dalam lingkungan baru melalui proses aklimatisasi yang berlangsung dalam waktu lama (Vasal dan Taba, 2008). Plasma nutfah jagung yang dievaluasi berasal dari petani, yang umumnya memiliki keragaman yang relatif besar. Keragaman genetik jagung pada lahan pekarangan dan komunitas lebih besar daripada jagung komersial, baik dalam populasi maupun antarpopulasi (Heraty dan Ellstrand, 2016). Strategi Pemuliaan Tanaman Jagung (Zea mays.L) Pemuliaan tanaman antara lain bertujuan untuk membentuk genotipe unggul dengan jalan menggabungkan gen-gen dari berbagai sumber atau tetua, atau mengaktifkan gen yang laten Strategi pemuliaan tanaman jagung untuk mendapatkan varietas unggul baru adalah dengan cara persilangan dan seleksi berulang sebagai usaha pemuliaan jangka panjang, introduksi dari luar negeri dan perbaikan populasi, serta seleksi untuk stabilitas hasil dilakukan pada berbagai sentra produksi jagung. (Sumarno 2003). Seleksi Berulang Prinsip seleksi berulang adalah memilih famili yang v diinginkan dan membuat persilangan antara famili terpilih (rekombinasi), dan menanam kembali benih hasil rekombinasi untuk diseleksi lagi. Dengan cara ini akan diperoleh populasi yang lebih baik dari populasi awal. Perbaikan populasi



9 jagung dilakukan dengan seleksi berulang yaitu seleksi dilakukan berulang-ulang sampai beberapa generasi. Tujuannya adalah untuk meningkatkan frekuensi gen yang



baik,



sehingga



dapat



meningkatkan



nilai



tengah



populasi



dan



mempertahankan keragaman genetik populasi Seleksi berulang terdiri atas tiga tahapan kegiatan, yaitu pembuatan famili, evaluasi famili, dan rekombinasi famili terpilih. Populasi yang diperbaiki dapat berupa varietas bersari bebas, sintetik, komposit, dan pool. Seleksi berulang dapat dibedakan menjadi: 1. Seleksi massa: seleksi berdasarkan pengamatan secara visual individu tanaman tanpa evaluasi famili. 2. Seleksi barisan-satu-tongkol (ear-to-row): modifikasi seleksi massa dengan mengevaluasi famili saudara tiri. 3. Seleksi saudara kandung (full-sib): seleksi berdasarkan evaluasi famili hasil persilangan sejoli 1x2, 3x4, 5,6 dan seterusnya dan atau timbal baliknya (resiprocal). 4. Seleksi saudara tiri (half-sib): seleksi berdasarkan evaluasi hasil persilangan galur S0 atau S1 dengan varietas atau hibrida lain yang disebut penguji (tester). 5. Seleksi S1: seleksi berdasarkan evaluasi keturunan yang diperoleh dari satu kali persilangan-dalam (S1). 6. Seleksi S2: sama dengan seleksi S1, kecuali seleksi dilakukan berdasarkan evaluasi keturunan yang diperoleh dari dua kali persilangan dalam (S2). 7. Seleksi berulang timbal-balik: seleksi berdasarkan evaluasi hasil persilangan dua populasi, populasi yang satu digunakan sebagai tetua penguji populasi yang lain dan sebaliknya. 8. Seleksi saudara kandung timbal-balik: seleksi berdasarkan hasil evaluasi saudara kandung yang berasal dari persilangan dua populasi yang prolifik, populasi yang satu digunakan sebagai tetua penguji populasi yang lain



10 dan sebaliknya. (Dahlan dan Slamet 2012). Perbaikan Karakter Jagung yang Sedang di Kembangkan Saat Ini Jagung mempunyai wilayah adaptasi yang cukup luas mulai dari lahan berproduktivitas rendah (lahan marjinal) hingga lahan berproduktivitas tinggi (lahan subur). Data menunjukkan areal pengembangan jagung pada agroekosistem lahan kering mencapai 60-70%, sisanya 30-40% pada agroekosistem lahan sawah tadah hujan Masalah yang sering dihadapi pada pengembangan jagung di lahan kering yaitu kekurangan air pada awal pertumbuhan dan kelebihan air pada fase pengisian biji. (Kasryno 2002 dalam Amir 2012). Berdasarkan analisis sumber daya lahan melalui pendekatan zona agroekologi (skala 1:250.000) diketahui lahan potensial untuk pertanian tanaman pangan, termasuk jagung, di Maluku adalah 903 ribu ha, terdiri atas lahan kering 718 ribu ha (80%) dan lahan basah 55,6 ribu ha (6%) Luas areal yang telah dikembangkan untuk tanaman jagung pada tahun 2012 baru 4,79 ribu ha atau < 1%.(Susanto dan Bustaman,2006). Rendahnya produktivitas di tingkat petani disebabkan karena usahatani jagung masih bersifat subsisten dan belum berorientasi komersial. Varietas unggul yang ideal adalah berdaya hasil tinggi, tahan hama penyakit utama, dan stabil di berbagai target lingkungan. Perbaikan varietas jagung sampai saat ini lebih banyak ditekankan pada peningkatan potensi



hasil. Denganberagamnya



agroekologi target pengembangan jagung, perbaikan genetik juga dilakukan untuk mengatasi cekaman lingkungan. Pada lahan kering, varietas unggul yang dikembangkan adalah yang berdaya hasil tinggi, toleran atau tahan cekaman



11 biotik dan abiotik (Kasim et al. 2001).



KESIMPULAN 1. Secara umum para ahli sependapat bahwa jagung berasal dari Amerika



Tengah atau Amerika Selatan 2. Koleksi plasma nutfah jagung yang dimiliki Indonesia merupakan sumber



kekayaan genetik untuk perbaikan sifat-sifat tanaman yang diinginkan, seperti daya hasil tinggi, tahan terhadap penyakit bulai, umur genjah dan sifat-sifat baik lainnya. 3. Strategi pemuliaan tanaman jagung untuk mendapatkan varietas unggul



baru adalah dengan cara persilangan dan seleksi berulang sebagai usaha pemuliaan jangka panjang 4. Perbaikan varietas jagung sampai saat ini lebih banyak ditekankan pada



peningkatan potensi hasil.



DAFTAR PUSTAKA Budiman, 2013. Budidaya Jagung Organik Varietas Baru Yang Kian di Buru. Pustaka Baru Putra. Yogyakarta. 206 hal. Crowder, L.V. 2006. Genetika Tumbuhan, Edisi Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Dahlan, M.M. dan S. Slamet. 2012. Pemuliaan Tanaman Jagung. p. 17-38. Dalam: A. Kasno, M. Dahlan, dan Hasnam. Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman I. PPTI Jawa Timur. p. 439. Dirvamena, B. 2011. Analisis Variabilitas Genetik dan Koefisien Lintas Berbagai Karakter Agronomi dan Fisiologi terhadap Hasil Biji dari Keragaman Genetik 54 Aksesi Jagung Asal Indonesia Timur. Jurnal Agroteknos, 1(1) : 35–43. Dowswell, C.R. R.L.Paliwal, and R. P.Cantrell. 2016. Maize in The Third World. Westview Press. Hawkes HA. 2011. Invertebrate as Indicator of Water Quality. Jhon Wiley and Sons, Chichester, New York. Heraty, J.M. and Norman C.E. 2016. Maize Germplasm Conservation in Southern California’s Urban Gardens: Introduced Diversity Beyond ex situ and in situ Management. Economic Botany, 70 : 37–48. Kasim, F., M. Yasin, H. Evert, dan Koesnang, 2001. Penampilan jagung protein tinggi di dua lingkungan tumbuh. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 22(2):96-100. Kasryno, F. 2002. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Jagung Dunia Selama Empat Dekade yang Lalu dan Implikasinya Bagi Indonesia. Badan Litbang: Nasional Agribisnis Jagung. Purwono dan H. Purnamawati. 2008. Budidaya 8 jenis tanaman pangan unggul. Penebar Swadaya. Jakarta. 139hal. Subandi, I. Manwan, and A. Blumenschein. 2004. National Coordinated Research Program: Corn. Central Research Institute for Food Crops. Bogor. p.83 Sumarno, L. N. 2003. Pengaruh Dosis Pupuk Kompos dan Pupuk N, P, K terhadap Ketersediaan dan Serapan N serta Hasil Tanaman Jagung di Alfisol Jumantono. FP UNS. Surakarta. Susanto, A.N. dan S. Bustaman. 2006. Data dan Informasi Sumberdaya Lahan Untuk Mendukung Pengembangan Agribisnis di Wilayah Kepulauan Provinsi Maluku. BPTP – Maluku. Ambon. 73 hlm. Vasal S.K. and S. Taba. 1988. Conservation and utilization of maize genetic resources. In: R.S. Paroda, R.K. Parora, and K.P.S. Chandel (Eds.). Plant



Genetic Resources-Indian Perspective. Proceeding of the National Symposium on Plant Genetic Resources NBPGR, New Delhi. p. 91- 107