Paradigma Fakta Sosial [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Fakta Sosial Paradigma fakta sosial fakta sosial terpaut kepada antar hubungan antara struktur sosial, pranata sosial dan hubungan antara individu dengan struktur sosial serta antar hubungan antara individu dengan pranata sosial. Fakta sosial diujukan sebagai sesuatu yang berbeda dengan dunia ide yang bersifat spekulatif dalam memahami gejala yang terjadi dalam masyarakat. Hal ini memerlukan penyusunan data diluar dunia ide yang hanya ada didalam pikiran manusi. Fakta sosial terdiri dari atas dua jenis yaitu bentuk materi dapat diobservasi dan bentuk non materi yaitu kenyataan yang bersifat interseptif yang hanya muncul dalam kesadaran manusia. Menurut Veter 2 tipe dasar fakta sosial yaitu : 1. Nilai umum yang bersifat universal 2. Norma yang terurut dalam suatu kebudayaan. Teori-teori sosiologi berbeda terminologi dalam mengkonseptualisasikan antar hubungan pranata sosial, stuktur sosial dan individu. Perbedaan tersebut terlihat dalam bahasan teori fungsionalisme, teori konflik, teori sosiologi makro. Paradigma fakta sosial ini diambil dari kedua kedua karya Durkheim yang meletakkan landasan paradigma fakta sosial melalui karyanya The Rules of Sosiological Method dan Suicide. Durkheim melihat sosiologi yang baru lahir dalam upaya untuk memperoleh kedudukan sebagai cabang ilmu sosial yang berdiri sendiri, tengah berada dalam ancaman bahaya kekuatan dua cabang ilmu yang berdiri kokoh yakni filsafat dan psikologi. Durkheim (dalam Ritzer, 2003:13) melihat filsafat sebagai ancaman dari dalam lewat dua orang tokoh sosiologi yang dominant saat itu yakni Comte dan Spenser. Keduanya



Universitas Sumatera Utara



mempunyai pandangan yang bersifat filosofis dari bersifat sosiologis. Karena itu Durkheim mencoba menguji teori-teori yang dihasilkan dari belakang meja atau yang berdasarkan hasil pemikiran spekulatif itu denhgan data konkret berdasarkan hasil penelitian empiris. Fakta sosial inilah yang menjadi pokok persoalan penyelidikan sosiologi. Fakta sosial sosial dinyatakannya sebagai barang sesuatu yang berbeda dengan ide dan yang menjadi objek penyelidikan dari seluruh ilmu pengetahuan. Ia tidak dapat dipahami melalui kegiatan mental murni (spekulatif) dan untuk memahaminya diperlukan penyusunan data riil diluar pemikiran manusia. Arti pernyataan Durkheim ini terletak pada usahanya menerangkan bahwa fakta sosial tidak dapat dipelajari intropeksi. Fakta sosial harus diteliti didalam dunia nyata sebagaimana orang mencari barang sesuatu yang lainnya (Ritzer,2003:131). Secara garis besarnya fakta sosial terdiri atas dua tipe. Masing-masing adalah stuktur sosial (Social Institution) dan pranata sosial (Social Institution). Secara lebih terperinci fakta social itu tertdiri atas kelompok, kesatuan masyarakat tertentu, sistem sosial, posisi, peranan, nilai-nilai, keluarga pemerintah dan sebagainya. Durkheim dalam karya selanjutnya menyamakan fakta sosial dan prananta sosial. Ada empat uraian teori yang tergabung kedalam paradigma fakta sosial yakni teori fingsionalisme struktural, teori konflik, teori sistem dan teori sosiologi makro. Fungsinalisme Strukturalisme awal memusatkan perhatian pada fungsi satu struktur sosial atau pada fungsi satu institusi sosial tertentu saja. Menurut teori ini masyarakat merupakan suatu sistm sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemenelemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada suatu bagian akan membawa perubahan terhadap yang lain. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap aspek yang lain. Sebaliknya kalau tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau akan



Universitas Sumatera Utara



hilang dengan sendirinya. Penganut teori ini cenderung untuk melihat hanya kepada sumbangan satu sistem tau peristiwa terhadap sistem yang lain dan karena itu mengabaikan kemungkinan bahwa suatu peristiwa atau sistem dapat beroperasi menentang sistem-sistem yang lainnya dalam suatu sistem sosial (Ritzer,2003:21) Secara ekstrim penganut teori ini beranggapan bahwa semua peristiwa dan semua struktur adalah adalah fungsional bagi suatu masyarakat. Perubahan dapat terjadi perlahan-lahan dalam masyarakat. Kalau terjadi konflik penganut teori Fungsionalisme Struktural memusatkan perhatiannya pada masalah bagaimana cara menyelesaikan nya sehingga masyarakat tetap dalam keadaan keseimbangan (Ritzer, 2003:22).



2.2 Sejarah Strukturalisme Fungsionalisme stuktural merupakan salah satu bangunan teori yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial diabad sekarang. Sejalan dengan hal itu Kingley Davis menyatakan bahwa fungsionalisme stuktural adalah sinonim dengan sosiologi. Alvin Goulduer secara tersirat berpendapat serupa ketika ia menyerang sosiologi barat melalui analisis kritis terhadap funsionalisme structural Talcott Parsons. (Goodman, 2004:117). Meski hegemoninya tidak diragukan dalam dua dekade sesudah perang dunia II, fungsionalisme stuktural sebagai teori sosiologi telah merosot arti pentingnya. Bahkan Wilbert Moore (dalam Ritzer, 2003 :117) yang sangat memahami teori ini menjadi sesuatu yang memalukan dalam perkembangan teori sosiologi masa kini. Turner dan Maryanski ( dalam Ritzer 2003:14) menyatakan bahwa funsionalisme sebagai sebuah teori yang bersifat menjelaskan, kami kira sudah mati dan upaya untuk menggunakan fungsionalisme sebagai penjelasan teoritis harus ditinggalkan dan mencari perspektif kritism lain yang lebih memberi harapan.



Universitas Sumatera Utara



Demeroth dan Peterson ( dalam Goodman, 2004:118) berpandangan lebih positif, menyatakan bahwa fungsionalisme stuktural belum mati. Tetapi mereka menambahkan bahwa teori ini mungkin dapat dikembangkan menjadi teori lain sebagaimana teori ini mungkin dapat dikembangkan dari pemikiran organisme lebih awal. Kelahiran neo fungsionalisme rupanya lebih mendukung pendapat Demeroth dan Peterson ketimbang pandangan Turner dan Mariansky yang lebih negatif (Goodman, 2004:118). Dalam



Fungsionalisme Stuktural, istilah stuktural dan fungsional tidak selalu



perlu dihubungkan meski keduanya biasanya dihubungkan. Dalam mempelajari stuktur masyarakat tanpa memperhatikan fungsinya (akibatnya) terhadap struktur lain. Dalam meneliti fungsi dari berbagai proses sosial yang mungkin tidak mempunyai struktur. Ciri utama pendekatan fungsionalisme stuktural memperhatikan kedua unsur itu. Meski fungsionalisme stuktural mempunyai bentuk dan fungsionalisme kemasyarakatan adalah pendekatan dominant yang digunakan dikalangan fungsionalis stuktural. Sosiologi sasaran perhatian utama fungsionalisme kemasyarakatan adalah struktur sosial dan institusi masyarakat berskala luas, antar hubungannya, dan pengaruhnya terhadap aktor (Goodman, 2004:119). Fungsionalisme stuktural merupakan teori konsensus, yang dipelopori Herbet Spencer, Emile Durkheim, Bronislaw Malinowski, Redcliffe Brown, Talcott Parsons dan Robert K Merton. Teori konsensus memandang masyarakat sebagai suatu struktur yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan, yang dipelihara oleh suartu mekanisme keseimbangan (equilibrium mechanisim). Teori fungsionalisme stuktural melakukan analisis dengan melihat masyarakat sebagai suatu ‘sistem’ dari interaksi antar manusia dan berbagai institusinya, dan segala sesuatunya di sepakati segala secara konsensus, termasuk dalam hal nilai dan norma.



Universitas Sumatera Utara



Teori Fungsionalisme menekankan pada harmoni, konsistensi dan keseimbangan dalam masyarakat. Fungsionalisme Stuktural Talcot Parsons Selama hidupnya Parsons membuat sejumlah besar karya teoritis. Ada perbedaan penting antara karya awal dan karya belakangan. Dalam bagian ini kita akan membahas karya-karyanya yang belakangan, teori Struktural Fungsional. Bahasan tentang Fungsional Struktural Parsons ini akan dimulai dengan empat empat fungsi penting untuk semua system tindakan terkenel dengan skema AGIL. Sesudah membahas empat fungsi ini kita akan beralih menganalisis pemikiran Parsons mengenai Struktur dan Sistem. Suatu fungsi (function) adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan kearah pemenuhan kebutuhan tertentu/kebutuhan system. Dengan menngunakan defenisi ini, Parsons yakin bahwa ada empat fungsi penting diperlukan semua sistem. Secara bersama-sama keempat imperative fungsional ini dikenal sebagai skema AGIL. Agar tetapa bertahan, suatu sistem harus memilki empat fungsi ini yaitu: 1. Adaptation (adaptasi) merupakan sebuah sistem harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhannya. 2. Goal Attainment (pencapaian tujuan) merupakan sebuah sistem harus mendefenisikan dan mencapai tujuan utamanya. 3. Integration (integrasi) merupakan sebuah sistem harus mengatur antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus mengelola antar hubungan ketiga fungsi penting lainnya.



Universitas Sumatera Utara



4. Latency (Latensi atau pemeliharaan pola) merupakan sebuah sistem harus memperlengkapi, baik motivasi individual maupun pola-pola cultural yang menciptakan dan menopang motivasi (Goodman, 2004:121)



Funsional Struktural Robert Merton Meski Parsons adalah seorang Fungsionalis Struktural yang sangat penting adalah muridnya, Robert Merton (Goodman, 2004:137) yang menulis beberapa pernyataan terpenting tentang fungsionalisme struktural. Merton mengecam beberapa aspek fungsionalisme stuktural yang lebih ekstern dan tak dapat dipertahankan lagi. Tetapi, wawasan konseptual barunya membantu memberikan kemanfaatan bagi kelangsungan hidup fungsionalisme stuktural. Meski Parsons dan Merton dikaitkan dengan fungsionalisme stuktural, namun ada perbedaan penting diantara keduanya. Disatu sisi, sementara Parsons menganjurkan penciptaan teori-teori besar dan luas cakupannya, Merton menyukai Marxian. Sebenarnya Merton dan beberapa muridya dapat dipandang sebagai orang yang mendorong fungsionalisme stuktural lebih kekiri secara politis (Ritzer, 2003:137). Merton mengkritik tiga postulat dasar analisis Struktural seperti yang dikembangkan oleh Antropolog seperti Malinowski dan Radclffe Brown. Pertama, postulat tentang kesatuan fungsional masyarakat. Postulat kedua adalah fungsionalisme universal. Artinya, dinyatakan bahwa seluruh bentuk kultur dan sosial serta struktur yang sudah baku mempunyai fungsi yang positif. Postulat ketiga adalah postulat tentang indispensability. Argumennya adalah bahwa semua aspek masyarakat yang sudah baku dan tak hanya mempunyai fungsi positif tetapi juga mencerminkan bagian-bagian yang sangat diperlukan untuk berfungsinya masyarakat sebagai satu kesatuan (Ritzer, 2003:138).



Universitas Sumatera Utara



Merton juga mngemukakan tentang fungsionalisme stuktural yang menekankan pada keteraturan dalam masyarakat. Konsep-konsep utamanya adalah fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifest, dan keseimbanangan (equilibrium). Menurut Merton fungsi didefenisikan sebagai”konsekuensi-konsekuensi yang dapat diamati yang menimbulkan adaptasi atau penyesuaioan diri dari sistem tertentu”. Tetapi jelas ada bias ideologis bila orang hanya memusatkan pemikiran pada adaptasi atau penyesuaian diri, karena adapatasi atau penyesuaian dan diri selalu mempunyai akibat positif. Perlu diperhatikan bahwa suatu faktor sosial dapat mempunyai akibat negatif terhadap fakta sosial lain. Untuk meralat kelalaian serius dalam fungsinalisme struktural awal ini, merton mengembangkan gagasan tentang disfungsi. Sebagaimana stuktur atau institusi dapat menyumbang pemeliharaan pada bagian-bagin dari sistem sosial, stuktur, atau institusi pun dapat menimbulkan akibat negatif terhadap sistem sosial. Dilihat dari sudut keseimbangan bersih (Net Balance) suatu hal dapat fungsional bagi unit sosial tertentu dan lebih disfungsional bagi unit sosial yang lain. Merton juga memperkenalkan konsep fungsi nyata (manifest) dan fungsi keseinbangan (latent) kedua istilah ini memberikan tamabahan penting bagi analisis fingsional. Menurut pengertian sederhana, fungsi nyata adalah fungsi yang diharapkan, sedangkan fungsi yang tersembunyi adalah fungsi yang diharapkan. Penganut teori fungsioanal ini memang memandang segala pranata sosial yang ada dalam suatu masyarakat tertentu serta fungsional dalam artian positif dan negatif (Goodman, 2004:14).



Universitas Sumatera Utara



Perubahan Sosial Manusia adalah pribadi yang unik, yang diciptakan Tuhan berbeda dengan yang lainnya. Sejalan dengan itu, namun manusia tetaplah manusia yang memiliki kekurangan, tidak sempurna dalam hal kebisaan, akal pikiran dan berbagai penampila di dalam masyarakat. Hal ini di sebaban karena adanya perasaan sadar dan dibawah sadar. Masyarakat berubah di semua tingkatan kompleksitas internalnya. Ditingkat makro terjadi perubahan ekonomi, politik dan kultur. Di tingkat mezo terjadi perubahan kelompok, komunitas dan organisasi. Di tingkat mikro terjadi perubahan interaksi dan perilaku individual. Masyarakat bukan sebuah kesatuan fisik (entity), tetapi



seperangkat



proses



yang



saling



terkait



bertingkat



ganda



(Piotr



Sztompka,2004:65). Sikap menentukan keajegan dan kekhasan perilaku seseorang dalam hubungannya dengan stimulus manusia atau kejadian-kejadian tertentu. Sikap merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku (Sherif&Sherif 1956:95). Sikap bukan merupakan suatu pembawaan, melainkan hasil literasi antara individu dengan linkungan, sehingga sikap bersifat dinamis. Faktor pengalaman besar peranannya dalam pembentukan sikap. Sikap dapat pula dinyatakan sebagai hasil belajar, karena sikap dapat mengalami perubahan. Sebagai hasil belajar, sikap tidaklah terbentuk dengan sendirinya, karerna pembentukan sikap senantiasa akan berlangsung dalam intraksi manusia berkenan dengan objek tertentu ( Tri Dayakisni & Hudaniah 2005:98) Bimo Walgito (1980:98), mengatakan bahwa pembentukan dan perubahan sikap akan ditentukan oleh dua faktor, yaitu :



Universitas Sumatera Utara



1. Faktor internal (individu itu sendiri), yaitu cara individu dalam menaggapai dunia luarnya dengan selektif, sehingga tidak semua yang datang akan di terima atau di tolak. 2. Faktor eksternal, yaitu : keadaan-keadaan yang ada diluar individu yang merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap.



Universitas Sumatera Utara