Paradigma Pendidikan Ips [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PARADIGMA PENDIDIKAN IPS MAKALAH Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Materi dan Pembelajaran IPS SD Lister Eva Simangunsong, S.Pd,M.Pd



Disusun oleh: Kelompok 1 1. Soleha Verawati Sianipar (850056695) 2. Wila Andriani ( 837721808) 3. Sri Yuningsih (837721143) 4. Yestuti (837721618)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TERBUKA LABUHANBATU UTARA TAHUN AJARAN 2021/2022



NILAI PRESENTASI DARI KELOMPOK 2 : 88 KELOMPOK 3 : 90 KELOMPOK 4 : 89 KELOMPOK 5 : 90



2



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah mengenai “Paradigma Pendidikan IPS”. Adapun maksud penyusunan makalah adalah untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Materi dan Pembelajaran IPS SD, juga dimaksudkan untuk menambah ilmu pengetahuan atau wawasan. Ucapan terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada Tutor Pembimbing yaitu Ibu Lister Eva Simangunsong,S.Pd,M.Pd, keluarga dan teman – teman yang telah banyak membantu dan memberikan masukan-masukan kepada penulis sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan, baik dalam susunan tata bahasa, materi maupun sistematikanya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritikan dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi perbaikan pada masa yang akan datang. Akhirnya penulis berharap agar makalah ini dapat diterima sebagai bahan penilaian dan dapat berguna bagi kita semua.



Aek Kanopan, 19 Oktober 2021



Penyusun



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR..............................................................................................i DAFTAR ISI..........................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... A. Latar Belakang...............................................................................................1 B. Rumusan Masalah..........................................................................................2 C. Tujuan Penulisan............................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... A. Konsep dan Rasional Social Studies.............................................................3 B. Paradigma Pendidikan IPS............................................................................9 BAB III PENUTUP.............................................................................................. A. Simpulan......................................................................................................11 B. Saran............................................................................................................11 DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................12



ii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan di sekolah memiliki tujuan untuk memperbaiki, mengembangkan dan memajukan hubungan-hubungan kemanusiaan dan kemasyarakatan. IPS terorganisasikan secara sistematis dalam pengajaran dan kurikulum disekolah, berfungsi untuk mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. IPS terdiri dari materi; geografi, sejarah, sosiologi, ekonomi dan PKn bertujuan untuk membangun peserta didik, agar menjadi warga negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab, serta menjadi warga dunia yang cinta damai. Mata pelajaran ini berperan mengfungsionalkan dan merealisasikan ilmu-ilmu sosial yang bersifat teoritik kedalam dunia kehidupan nyata di masyarakat.



Oleh



karenanya



secara



substansi



materinya,



IPS



mengintegrasikan dan mengorganisasikannya secara pedagogik dari berbagai ilmu sosial yang diperuntukan bagi pembelajaran di tingkat persekolahan, sehingga dengan memulai pembelajaran IPS diharapkan peserta didik mampu membawa dirinya secara dewasa dan bijak dalam kehidupan nyata, dan peserta didik tidak hanya mampu mengusai teori-teori kehidupan dalam masyarakat tapi mampu menjalani kehidupan nyata di masyarakat sebagai insan sosial. Dalam mengawali pembahasan mengenai teknis dan teori pendidikan IPS di SD lebih lanjut maka perlunya diawali dengan penjelasan mengenai hakikat IPS secara mendalam dan juga landasan IPS, khususnya landasan Filosofisnya. Maka dari itu penulis bermaksud mengkaji tentang “Paradigma Pendidikan IPS SD”



1



B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaiman Konsep dan Rasional “Social Studies”? 2. Bagaimana Paradigma Pendidikan IPS di Sekolah Dasar (SD) ? C. Tujuan Penulisan Berdasarkan latar belakang tersebut, kajian ini mempunyai tujuan, yaitu: 1. Memahami Konsep dan Rasional Social Studies 2. Mengetahui paradigma Pendidikan IPS di Sekolah Dasar



2



BAB II PEMBAHASAN



A. Konsep dan Rasional Sosial Studies Dalam wacana kurikulum sistem Pendidikan di Indonesia terdapat tiga jenis program pendidikan sosial, yakni : program (pendidikan ilmu-ilmu sosial (IIS) yang dibina pada fakultas-fakultas sosial murni; pendidikan disiplin ilmu pengetahuan (PDPIS) yang dibina pada fakultas-fakultas pendidikan ilmu sosial: dan pendidikan ilmu pengetahuan sosial (PIPS) yang diberikan terutama dalam pendidikan persekolahan. Perkembangan PIPS dan PDIPS secara konseptual terkait erat pada konsep studi sosial secara umum, dan secara kurikuler terkait erat pada perkembangan PIPS dalam dunia persekolahan. Oleh karena itu untuk melihat bagaimana karakteristik dan perkembangan PDIPS perlu dikaitkan dengan konsep, dan perkembangan “social studies” dan konsep serta perkembangan PIPS dalam dunia persekolahan. Konsep studi sosial secara umum, berkembang secara evolusioner di Amerika Serikat sejak tahun 1800-an, yang kemudian mengkristal menjadi domain pengkajian akademik pada tahun 1900-1n, antara lain dengan berdirinya Natinal Council for the social studies (NCSS) pada tahun 1935. Pilar akademik pertama muncul dalam pertemuan NCSS tahun 1935, berupa kesepakatan untuk menempatkan studi sosial sebagai inti kurikulum, dan pada tahun 1937 berupa kesepakatan mengenai pengertian studi sosial yang berawal dari pandangan Edgar Bruce Wesley, yakni studi sosial adalah ilmu-ilmusosial yang disederhanakan untuk kepentingan pembelajaran. Dari penelusuran historis epistemologis, tercatat bahwa dalam kurun waktu 40 tahunansejak tahun 1935 bidang studi sosial mengalami perkembangan yang ditandai dengan ketidakmenentuan, ketidakberkeputusan, ketidakbersatuan, dan ketidakmajuan. Antara tahun 1940-1950 studi sosial mendapat serangan dari berbagai sudut; tahun 1960-1970-an timbulnya tarik menarik antara pendukung gerakan the new social studies yang dimotori oleh para sejarawan dan ahli-ahli ilmu sosial dengan gerakan studi sosial yang menekankan pada pendidikan kewarganegaraan.



3



Pada pendukung gerakan the new social studies kemudian mendidrikan Konsorsium Pendidikan Ilmu Sosial (SSEC). Sedangkan NCSS terus mengembangkan



gerakanstudi



sosial



yang



terpisah



pada



pendidikan



kewarganegaraan. Pada era 1980-1990-1n NCSS kelompok berhasil menyepakati ruang lingkup dan urutan studi sosial, yakni tahun 1963; kemudian pada tahun 1989 berhasil disepakati konsep studi sosial untuk abad ke 21 yang dituangkan dalam Charting A Course:Social Studies for the 21st Century, dan terakhir pada tahun 1994 disepakati Curriculum Standards for Social Studies. Dalam perkembangan terakhir itu NCSS masih tetap menempatkan pendidikan kewarganegaraan sebagai inti dari tujuan studi sosial. Sementara itu, pada kelompok SSEC, kelompok bidang studi ekonomi mengembangkan secara tersendiri pendidikan ekonomi. B. Paradigma Pendidikan IPS Paradigma IPS adalah model atau kerangka berpikir pengembangan IPS yang diwacanakan dalam kurikulum pada sistem pendidikan Indonesia, dan IPS merupakan studi yang mempelajari tentang masyarakat atau manusia, dan merupakan ilmu pengetahuan sosial yang diambil dari ilmu sosial. Ada tiga istilah yang termasuk bidang pengetahuan sosial, yaitu: Ilmu Sosial (Social Sciences), Studi Sosial (Social Studies), dan Ilmu Pengetahuan Sosial ( IPS ). Selain istilah tersebut ada juga istilah yang kadang-kadang digunakan dalam menyebut bidang studi IPS, yaitu: Social Education dan Social Learning, yang menurut Cheppy kedua istilah tersebut lebih menitik beratkan kepada berbagai pengalaman di sekolah yang dipandang dapat membantu anak didik untuk lebih mampu bergaul di tengah-tengah masyarakat. 1. Ilmu Sosial (Social Science) Achmad Sanusi memberikan batasan tentang Ilmu Sosial (Saidihardjo, 1996; 2) adalah sebagai berikut: “ilmu sosial terdiri disiplindisiplin ilmu pengetahuan sosial yang bertaraf akademis dan biasanya dipelajari pada tingkat perguruan tinggi, makin lanjut makin ilmiah”. Menurut Gross (Kosasih Djahiri, 1981; 1), ilmu sosial merupakan disiplin intelektual yang mempelajari manusia sebagai makluk sosial secara ilmiah, memusatkan pada manusia sebagai anggota masyarakat dan pada kelompok atau masyarakat yang ia bentuk. Nursid Sumaatmadja, menyatakan bahwa ilmu sosial adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia baik secara 4



perorangan maupun tingkah laku kelompok. Oleh karena itu ilmu sosial adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat. Ilmu-ilmu sosial lebih menitik beratkan kepada interdisiplin pada suatu bidang studi kajian disatu disiplin ilmu, seperti contoh pada disiplin ilmu Antropologi.



2. Studi Sosial (Social Studies) Berbeda dengan ilmu sosial, studi sosial bukan merupakan suatu bidang keilmuan atau disiplin akademis, melainkan lebih merupakan suatu bidang pengkajian tentang gejala dan masalah social. Tentang studi sosial ini, Achmad Sanusi (1971; 18) memberi penjelasan sebagai berikut : Studi sosial tidak selalu bertaraf akademis - universitas, bahkan merupakan bahan-bahan pelajaran bagi siswa sejak pendidikan dasar dan dapat berfungsi sebagai pengantar bagi lanjutan kepada disiplin-disiplin ilmu sosial. Studi Sosial merupakan suatu bidang pengkajian tentang gejala dan masalah sosial yang terjadi pada masyarakat. Studi sosial bersifat interdisipliner, dengan menetapkan pilihan judul atau masalah-masalah tertentu berdasarkan sesuatu rangka referensi, dan meninjaunya dari beberapa sudut sambil mencari logika dari hubunganhubungan yang ada satu dengan lainnya. Studi sosial menurut John Jarolimek: “Tugas Studi Sosial sebagai suatu bidang studi mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi, dengan tujuan membina warga masyarakat yang mampu menyelaraskan kehidupannya berdasarkan kekuatankekuatan fisik dan social, serta membantu melahirkan kemampuan memecahkan masalah-masalah social yang dihadapainya. Jadi, baik materi maupun metode pembelajaran penyajiannya harus sesuai dengan misi yang diembannya”. 3. Pengetahuan Sosial (IPS) Pada dasarnya Mulyono Tj. (1980: 8) memberi batasan IPS adalah merupakan suatu pendekatan interdsipliner (Inter-disciplinary Approach) dari pelajaran Ilmu-ilmu sosial. IPS merupakan integrasi dari berbagai 5



cabang Ilmu-ilmu Sosial, seperti sosiologi, antropologi budaya, psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan sebagainya. Hal ini lebih ditegaskan lagi oleh Saidiharjo (1996: 4) bahwa IPS merupakan hasil kombinasi atau hasil perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, sejarah, sosiologi, antropologi, politik. IPS lebih menitik beratkan kepada pendekatan multidisipliner atau interdisipliner, dimana topik-topik dalam IPS dapat dimanipulasi menjadi suatu isu, pertanyaan atau permasalahan yang berperspektif interdisiplin. Ilmu pengetahuan IPS yg dikenal di Indonesia bukan ilmu sosial. Oleh karena itu, proses pembelajaran IPS pada berbagai tingkat pendidikan tidak akan menekankan pada aspek teoritis keilmuannya, melainkan lebih menekankan kepada segi praktis mempelajari, menelaah serta mengkaji gejala dan masalah sosial dengan mempertimbangkan bobot dan tingkatan peserta didik pada tiap jenjang. Pendekatan yang dilakukan studi sosial sangat berbeda dengan pendekatan yang biasa digunakan dalam Ilmu Sosial. Pendekatan studi sosial bersifat interdisipliner atau multidisipliner dengan menggunakan berbagai bidang keilmuan. Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam Ilmu Sosial (Social Sciences) bersifat disipliner dari bidang ilmunya masing-masing. Konsep “Social Studies” secara umum berkembang di Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang telah menujukkan reputasi akademis dalam bidang sosial, seperti dengan berdirinya National Council for The Social Studies (NCSS) pada tanggal 20-30 November 1935. Dalam pertemuan ini, disepakati bahwa “Social Science as the Core of the Curriculum” yaitu menempatkan bahwa social studies sebagai core curriculum. Sedangkan pada tahun 1937, pilar historis-epiostemologis, social studies yang pertama, berupa suatu definisi tentang “social studies” yang berawal dari Edgar Bruce Wesley yaitu “The Social Studies Are The Social Sciences Simplified Pedagogical Purpose” yang artinya bahwa “The Social Studies” adalah ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk tujuan pendidikan. Kemudian dikembangkan 6



bahwa social studies berisikan aspek-aspek ilmu sejarah, ilmu ekonomi, ilmu politik, sosiologi, antropologi, psikologi, ilmu geografi dan filsafat. Berdasarkan pengamatan Edgar Bruce Wesley selama 40-an tahun bahwa bahwa bidang social studies mengalami perkembangan dengan adanya ketidakmenentuan, ketakberkeputusan, ketakbersatuan, dan ketakmajuan terutama pada tahun 1940-1970-an. Pada periode ini, merupakan periode yang sangat sulit dalam menjalankan social studies. Antara tahun 1940-1950-an, “social studies” mendapat serangan dari segala penjuru yang pada dasarnya berkisar pada pertanyaan mesti atau tidaknya “social studies” menanamkan nilai dan sikap demokratis kepada para pemuda. Pada tahun 1960-an timbul suatu gerakan akademis yang mendasar dalam pendidikan, yang secara khusus dapat dipandang sebagai suatu revolusi dalam bidang social studies yang dipelopori oleh para sejarawan dan ahli-ahli ilmu sosial. Kedua kelompok ilmuwan ini terpikat oleh “social studies” karena pada saat pemerintahan federal menyediakan dana yang sangat besar untuk pengembangan kurikulum. Dengan dana ini, para ahli bekerja sama untuk mengembangkan proyek kurikulum dan memproduksi bahan belajar yang sangat inovatif dan menantang dalam skala besar. Gerakan akademis tersebut dikenal sebagai gerakan “The New Social Studies”. Namun demikian, sampai tahun 1970-an ternyata gagasan untuk mendapatkan The New Social Studies ini belum menjadi kenyataan. Isu yang terus menerpa social studies adalah mengenai perlu tidaknya indoktrinasi, tujuan pembelajaran yang saling bertentangan dan pertikaian mengenai isi pembelajaran. Pada tahun 1940-1960 terjadinya tarik menarik antara dua visi social studies, disatu pihak adanya gerakan untuk mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu sosial untuk tujuan citizenship education dan di lain pihak terus bergulirnya gerakan pemisahan berbagai disiplin ilmu sosial yang cenderung memperlemah konsepsi social studies education. Hal ini merupakan dampak dari berbagai penelitian yang dirancang untuk mempengaruhi kurikulum sekolah, terutama yang berkenaan dengan pengertian dan sikap siswa. Selain



7



itu, merupakan dampak dari opini publik berkaitan dengan perang dunia II, perang dingin, dan perang korea serta kritik publik terhadap belum terwujudnya gagasan John Dewey tentang pengembangan kemampuan berpikir kritis dalam praktik pendidikan persekolahan. Gerakan The New Social Studies yang menjadi pilar dari perkembangan Social Studies pada tahun 1960-an bertolak dari kesimpulan bahwa “social studies” sebelumnya dinilai sangat tidak efektif dalam mengajarkan substansi dan mempengaruhi perubahan siswa. Oleh karena itu, sejarawan dan ahli-ahli ilmu sosial bersatu padu untuk bergerak meningkatkan social studies kepada taraf higher level of Intellectual Pursuit yakni mempelajari ilmu sosial secara mendasar. Dengan orientasi tersebut maka dimulailah era modus pembelajaran Social Studies Education. Dari berbagai pandangan mendorong timbulnya upaya mentransformasikan “social studies” ke dalam “social science” dan mengajarkan sebagai disiplin akademik yang terpisah. Gerakan inilah yang mendorong berdirinya The Social Science Education Concortium (SSEC) yang kemudian menerbitkan bukunya yang pertama Concept and Structure in The New Social Studies Curriculum. Pada akhir 1960-an adanya perubahan dari orientasi pada disiplin akademik yang terpisah-pisah ke suatu upaya untuk mencari hubungan interdisipliner. Definisi “social studies” dan pengidentifikasian “social studies” atas tiga tradisi pedagogis dianggap sebagai pilar utama dari “social studies” pada tahun 1970-an. Dalam definisi tersebut tersirat dan tersurat beberapa hal yaitu pertama social studies merupakan suatu sistem pengetahuan terpadu, kedua misi utama social studies adalah pendidikan kewarganegaraan dalam suatu masyarakat yang demokratis, ketiga sumber utama konteks social studies adalah social sciences dan humanities, keempat dalam upaya penyiapan warga negara yang demokratis (Barr dkk, 1978) pada tahun 19801990-an mengenal pemikiran social studies yang sebelumnya dilanda masalah, secara konseptual telah dapat diatasi. Dilihat dari karakteristik dan tujuannya, Social Studies Education atau Social Studies yang dipikirkan untuk abad ke-21 masih tetap menempatkan 8 8



pendidikan kewarganegaraan yaitu pengembangan Civic Responsibility and Active Civic Participation sebagai salah satu esensinya. Pada tahun 1992, The Board of Directors of The National Council for The Social Studies mengadopsi visi terbaru mengenai social studies yang kemudian diterbitkan dalam dokumen resmi NCSS pada tahun 1994 dengan judul Expectations of Excellence; Curricullum Standars for Social Studies. D. Paradigma Pendidikan IPS di Indonesia Pemikiran mengenai konsep pendidikan IPS di Indonesia banyak dipengaruhi oleh pemikiran “social studies” di Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang memiliki pengalaman panjang dan reputasi akademis yang signifikan dalam bidang itu. Reputasi tersebut tampak dalam perkembangan pemikiran mengenai bidang itu seperti dapat disimak dari berbagai karya akademis yang antara lain dipublikasikan oleh National Council for the Social Studies (NCSS). Konsep IPS untuk pertama kalinya masuk ke dalam dunia persekolahan pada tahun 1972-1973, yakni dalam Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) IKIP Bandung. Dalam Kurikulum SD 8 tahun PPSP digunakan istilah “Pendidikan Kewargaan Negara/ Studi Sosial” sebagai mata pelajaran social terpadu. Dalam Kurikulum tersebut digunakan istilah Pendidikan Kewargaan Negara yang di dalamnya tercakup sejarah Indonesia, Ilmu Bumi Indonesia, dan Civics yang diartikan sebagai Pengetahuan Kewargaan Negara. Dalam Kurikulum 1975 pendidikan IPS menampilkan empat profil, yakni: (1) Pendidikan Moral Pancasila menggantikan Pendidikan Kewarga Negara sebagai suatu bentuk pendidikan IPS khusus yang mewadahi tradisi “Icitizenship transmission”; (2) Pendidikan IPS terpadu untuk Sekolah Dasar; (3) Pendidikan IPS terkonferedasi untuk SMP yang menempatkan IPS sebagai konsep payung yang menaungi mata pelajaran geografi, sejarah, dan ekonomi koperasi; dan (4) pendidikan IPS terpisah-pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah, geografi dan ekonomi untuk SMA, atau sejarah dan geografi untuk SPG. 9



Bila disimak dari perkembangan pemikiran pendidikan IPS yang terwujudkan dalam kurikulum sampai dengan dasawarsa 1990-an ini, pendidikan IPS di Indonesia mempunyai dua konsep pendidikan IPS, yakni: Pertama, Pendidikan LPS yang diajarkan dalam tradisi “citizenship transmission” dalam bentuk mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dan Sejarah Nasional; Kedua, pendidikan IPS yang diajarkan dalam tradisi “social science” dalam bentuk pendidikan IPS terpisah dari SMU, yang terkonfederasai di SLTP, dan yang terintegrasi di SD. Dilihat dari perkembangan pemikiran yang berkembang di Indonesia, sampai saat ini pendidikan IPS terpilah dalam dua arah, yakni: Pertama, PIPS untuk dunia persekolahan yang pada dasarnya merupakan penyederhanaan dari ilmu-ilmu sosial, dan humaniora, yang diorganisasikan secara psiko-pedagogis untuk tujuan pendidikan persekolahan; dan kedua, PDIPS untuk perguruan tinggi pendidikan guru IPS yang pada dasarnya merupakan penyeleksian dan pengorganisasian secara ilmiah dan meta psiko-pedagogis dari ilmu-ilmu sosial, humaniora, dan disiplin lain yang relevan, untuk tujuan pendidikan profesional guru IPS. PIPS merupakan salah satu contents dalam PDIPS



10



BAB III PENUTUP A. Simpulan Dari beberapa teori dan kajian yang telah dibahas maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Social Studies merupakan disiplin ilmu dari ilmu-ilmu sosial. Disiplin ini dikembangkan untuk memenuhi tujuan pendidikan/pembelajaran, baik pada tingkat persekolahgan maupun tingkat pendidikan tinggi. 2. Paradigma IPS adalah model atau kerangka berpikir pengembangan IPS yang diwacanakan dalam kurikulum pada sistem pendidikan Indonesia, dan IPS merupakan studi yang mempelajari tentang masyarakat atau manusia, dan merupakan ilmu pengetahuan sosial yang diambil dari ilmu sosial. Pendidikan IPS lebih ditekankan pada bagaimana cara mendidik tentang ilmu-ilmu social atau lebih kepada penerapannya (application of knowledge social studies). Ilmu yang disajikan dalam pendidikan IPS merupakan suatu synthetic antara ilmu-ilmu social dengan ilmu ilmuilmu pendidikan. Pendidikan IPS merupakan hasil rekayasa “inter cross” dan “trans disipliner” antara disiplin ilmu pendidikan dengan disiplin ilmu sosial murni untuk tujuan pendidikan.



B. Saran Pendidik



bijaknya



harus



menjadi



seorang



profesional



dalam



menjalankan kewajibannya. Segi sikapnya tidak terlepas dari segi keilmuannya dalam mendidik. Dalam hal ini pendidikan IPS SD harus dikuasi penuh dalam menunjang kegiatannya. Penting bagi seorang pendidik mengetahui hakikat IPS dan landsan yang dijadikan dasar adanya pendidikan IPS, maka dari itu sebaiknya seorang calon pendidik maupun guru harus paham terhadap konteks mata pelajaran yang ia ajarkan.



11



DAFTAR PUSTAKA Burhanuddin, TR. dan Asep, S. 2011. Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya dan Teknologi. Subang: Royyan Press. Dianascyber. 2012. Perkembangan Kurikulum dan Landasan Filosofis Pendidikan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) di Indonesia. [Online]. Tersedia di: dianascyber.wordpress.com. Diakses 6 September 2015. Depdiknas. 2007. Naskah Akdemik Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Departemen Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum 2007. Jakarta: Depdiknas. Hermanto. 2009. Landasan Filsafat Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Jurnal. Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Pendidikan Indonesia. SDN cbu 11 Pg. 2009. Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). [Online]. Tersedia di: www.slideshare.net. Diakses 7 September 2015. Supriatna, Nana, dkk,. 2010. Bahan Belajar Mandiri Pendidikan IPS SD. Bandung : UPI PRESS.



12