Paradigma Pendidikan Inklusi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEMBAHASAN A. Wawasan Paradigma Pendidikan saat ini, Konsep Sekolah Unggulan, Kelemahan beberapa Paradigma Pendidikan, Sekolah Favorit, Terpadu dan Inklusif 1. Wawasan Paradigma Pendidikan saat ini Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia yang unggul dan kompetitif dalam upaya menghadapi tantangan perubahan mencapai tujuan idealism pendidikan, tentu diperlukan komitmen dalam membangun kemandirian dan pemberdayaan yang mampu menopang kemajuan pendidikan di masa mendatang. Dalam menjalankan idealism tersebut, pemerintah mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk merealisasikan visi dan misi pendidikan nasional yang reformatif dan berbasis kerakyatan. Ketidakadilan dalam memperoleh pendidikan yang layak, sejatinya menjadi persoalan yang cukup krusial dalam dunia pendidikan kita.Sebab dengan ketidakadilan itu, banyak anak didik yang putus sekolah, akibat kesempatan memperoleh pendidikan yang semestinya mereka dapatkan tidak terpenuhi. Ketika banyak anak bangsa yang putus sekolah, tentu saja jumlah pengangguran dalam setiap jenjang pendidikan akan semakin bertambah. Kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi setiap anak Indonesia merupakan hak dasar yang harus dipenuhi negara sebagai pemegang kendali segala kebijakan dan berkewajiban untuk merangkul semua anak dari berbagai kalangan, tidak terkecuali bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus. Perhatian pemerintah terhadap anak berkebutuhan khusus dari semua kalangan harus terus ditingkatkan jika bangsa ini memang peduli pada masa depan tunas-tunas bangsa yang memiliki kekurangan dalam segi fisik maupun mental. Pendidikan tidak hanya diprioritaskan bagi anak-anak yang memiliki tingkat kegeniusan tinggi maupun anak-anak yang berasal dari keluarga bangsawan, tetapi juga bagi mereka yang dianggap berbeda dan terbelakang



1



dari anal-anak normal lainnya. Jika pendidikan Indonesia tidak memerhatikan masa depan anak yang berkebutuhan khusus, bisa dipastikan mereka akan selalu termarginalkan dalam lingkungan mereka tinggal, apalagi untuk mendapatkan perlakuan khusus melalui pendidikan luar biasa yang memang diperuntukkan bagi anak-anak yang berkelainan. Pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus memang sangat penting untuk menunjang kepercayaan mereka dalam mengikuti jenjang pendidikan sesuai dengan tingkat kecerdasan yang dimiliki.Instrumen tentang jaminan pendidikan bagi semua kalangan tanpa terkecuali, sesungguhnya sudah



menjadi



komitmen



bersama



seluruh



bangsa-bangsa



uatuk



memperjuangkan hak dasar anak dalam memperoleh pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa anak berkelainan berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (anak normal) dalam pendidikan. Hal ini karena pendidikan merupakan hak dasar yang harus dipenuhi tanpa memandang latar belakang dan kondisi fisik anak yang bersangkutan. Pendidikan bagi anak berkelainan tentu saja harus diformulasikan dengan perencanaan yang matang agar mereka tidak merasa kecil dalam mengikuti setiap jenjang pendidikan.Pada penjelasan pasal 15 tentang pendidikan khusus disebutkan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.Pasal inilah yang memungkinkan terobosan bentuk pelayanan pendidikan bagi anak berkelainan berupa penyelenggaraan pendidikan inklusif. Lalu, mengapa harus pendidikan inklusif?Melalui pendidikan inklusif, anak berkelainan dididik bersama-sama anak normal lainnya untuk mengoptimalkan segenap potensi dan keterampilan mereka dengan penuh



2



kesungguhan.Paradigma pendidikan inklusif tentu saja menjadi langkah progresif



dalam



menopang



kemajuan



pendidikan



demi



terciptanya



keterbukaan dan sikap saling menghargai bagi mereka yang memiliki keterbatasan



fisik.Sikap



terbuka



dan



saling



menghargai



merupakan



implementasi dari pendidikan inklusif yang mencerminkan perjuangan untuk membantu hak-hak dasar mereka agar diterima sebagai masyarakat biasa.Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak berkelainan yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas. Anak berkelainan perlu diberi kesempatan dan peluang yang sama dengan anak normal untuk mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah (SD) terdekat. Pendidikan inklusi diharapkan dapat memecahkan salah satu persoalan dalam penanganan pendidikan bagi anak berkelainan selama ini. Lahirnya paradigma pendidikan inklusif sarat dengan muatan kemanusiaan dan penegakan hak-hak asasi manusia.Inti (core) dalam paradigma pendidikan inklusif yaitu sistem pemberian layanan pendidikan dalam keberagamaan, dan falsafahnya yaitu menghargai perbedaan semua peserta didik. Pada tataran operasional layanan pendidikannya menggeser pola segregasi menuju pola inklusif, hal ini mengandung konsekuensi logis terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah umum dan sekolah kejuruan, antara lain sekolah harus lebih terbuka, ramah terhadap peserta didik, dan tidak diskriminatif. Pro dan kontra kerap hadir mewarnai, ada pihak yang merasa terusik dan terancam dengan kehadirannya, ada pula pihak yang tidak mau tahu karena ketidaktahuannya, dan di satu pihak yang tanpa pamrih dan begitu gigihnya memperjuangkan hak semua anak untuk memperoleh akses dan mutu pendidikan.Mereka gigih memperjuangkan hak asasi manusia, khususnya hak untuk memperoleh pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus yang rentan dan terdiskriminasi. Mereka berjuang dengan tulus ikhlas dan rasa itu tumbuh dari lubuk hatinya yang paling dalam, tanpa



3



mengharapkan pujian atau penghargaan, sebab mereka menyadari bahwa ini adalah sebuah ladang ibadah dan juga sebagai pengabdian bagi negaranya yang tercinta ini. Dia memiliki empati dan berupaya setulus hati untuk mengabdi. Kondisi seperti ini akan mengubah paradigma insan-insan yang memiliki hati akan pentingnya pendidikan bagi semua anak, nilai-nilai kemanusiaan yang perlu dijunjung dan dilakukan dengan penuh kasih. Paradigma lama perlu segera diubah atau diganti dengan paradigma baru kalau sudah diyakni kebenarannya. Keyakinan begitu bermakna dalam merealisasikan sebuah visi atau cita-cita, sehingga pendidikan inklusif akan dilaksanakan secara komitmen dan konsisten. 2. Akreditasi Sekolah dan Sekolah Unggul Konteks RSBI Dalam hal akreditasi sekolah, yang secara resmi diberlakukan oleh Menteri Pendidikan Nasional pada Kabinet Megawati, yaitu Prof. Dr. Abdul Malik Fajar, dengan Kepmen 087/U/2002 yang berlaku sama untuk seluruh sekolah di Indonesia, baik negeri maupun swasta, baik di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) maupun Departemen Agama. Kebijakan ini berawal dari keresahan akan disparitas mutu dan layanan dengan adanya otonomi daerah, sehingga disusunlah aturan mengenai standar minimum pendidikan yang kemudian diadopsi menjadi akreditasi [ CITATION Sum13 \l 1033 ].



Kebijakan yang diambil tidak lain dari pola manajemen kualitas (quality management) yang ingin diterapkan oleh Depdiknas dan hal itu difasilitasi dengan dua jenis lembaga yaitu Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) yang ada di tiap provinsi (yang merupakan tangan pusat yang ada di daerah) dan Badan Akreditasi Sekolah (BAS) yang ada di level distrik (kabupaten/kota), provinsi, dan pusat [ CITATION Wor04 \l 1033 ] . Tujuan dasar yang ingin dicapai dalam akreditasi melalui BAS ini adalah terjadinya kesamaan kualitas (khususnya mutu guru dansiswa hasil pendidikan), ekuitas (yaitu memenuhi kebutuhan dasar bahkan untuk siswa miskindalam pelayanan



4



pendidikan), dan standar minimum (setiap lembaga pendidikan memiliki standar awal fasilitas dan sumber daya untuk ditingkatkan yang didasarkan pada hasil penilaianakreditasi). Penilaian akreditasi ini dilakukan melalui proses penilaian internal oleh lembaga pendidikan bersangkutan dan pihak eksternal yaitu oleh pemerintah daerah. Satu hal yang menonjol dalam hal akreditasi lembaga pendidikan di Indonesia adalah bersifat agregat dan akuntabilitas ke atas, bukan kepada penerima layanan atau masyarakat; malahan orientasinya cenderung kepada input [ CITATION Wor04 \l 1033 ]. Dengan kata lain, pola akuntabilitas pada proses akreditasi masih bercorak, dalam arti standar yang harus dipenuhi, ditetapkan lebih banyak oleh satu pihak (pembuat kebijakan). Bagaimanapun hasil akreditasi menjadi bukti nyata akan mutu sekolah yang disahkan melalui keputusan formal lembaga akreditasi itu sendiri. Kriteria tertinggi, yaitu ’akreditasi A’ dianggap sebagai bentuk pengakuan akan keunggulan sekolah. Kemunculan program RSBI pada tahun 2007, menguatkan akan status akreditasi sekaligus memberikan penjelasan lebih lanjut akan identitas sekolah unggul seperti yang disebutkan dalam buku panduannya (Tabel 1). Tabel 1. Sembilan jenis kualitas RSBI [ CITATION Dep07 \l 1033 ]: Aspek Kualitas 1. Akreditasi



2. Kurikulum



Indikator dan Contoh Kualitas Mendapat akreditasi ‘A’ diakreditasi juga oleh badan akreditasi Negara OECD Kurikulum yang setara atau lebih tinggi dari yang diajarkan di Negara OECD Sains dan Matematika diajarkan dengan bahasa Inggris



3. Proses Belajarmengajar



4. Evaluasi



dan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) Ujian Nasional dan diperkaya dengan evaluasi dari OECD 5



Guru Sains dan Matematika mampu mengajar dengan bahasa



5. Guru



Inggris dan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) Berbahasa Inggris aktif, mempunyai visi internasional



6. Kepala Sekolah



7. Fasilitas dan sumber daya



dan mampu mengembangkan jaringan internasional Perpustakaan dilengkapi dengan fasilitas berbasis TIK dan sumber daya yang berada di seluruh dunia Menjali kerjasama dengan sekolah internasional



8. Manajemen



lainnya di



9. Pembiayaan



luar negeri Menerapkan standar pembiayaan pendidikan naisonal.



Program RSBI pada prinsipnya ingin mengembangkan sekolah unggul di Indonesiamenjadi lebih kompetitif dalam skala internasional. Salah satu karakteristiknya



adalah



mempunyai



karakteristik



pendidikan



yang



berkualifikasi tinggi. Berkaitan erat dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan guru adalahpengembangan profesional.Diskusi dengan manajemen sekolah dan guru mengungkapkanbahwa sebagian besar guru di sekolah sekolah tergantung pada inisiatif di tingkat distrik untukpelatihan guru dan kegiatan pengembangan



profesional.Program



yang



dilaksanakan



adalah



inhousetraining untuk semua guru secara umum dan program peningkatan dengan ceramahmotivasi[ CITATION Sum13 \l 1033 ]. Komunitas Belajar Profesional Pelatihan bahasa Inggris untuk guru non-bahasa Inggris telah dibahas pada bagiansebelumnya.Hal ini menunjukkan kapasitas sekolah dalam hal perencanaan dan pelaksanaanprogram pengembangan profesional yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan sebagaisekolah RSBI.Hal yang



6



berbeda terdapat dalam hal pelatihan TIK. Mengenai TIK, umumnyaguru dapat belajar secara mandiri setelah pelatihan, melatih kemampuan, berkomunikasi danmenemukan solusi bila terdapat permasalahan dengan guru lain (yang belum tentu guru TIK). Iniberhubungan langsung dengan cara-cara untuk meningkatkan metode pengajaran, dan pola baruuntuk menyajikan informasi kepada siswa, juga secara tidak langsung memotivasi para gurusendiri. Koherensi Program Analisis dokumentasi sekolah tentang program RSBI yang merupakan cerminankoherensi program yang dilaksanakan dalam kerangka peningkatan kapasitas sekolah disajikandi bawah ini. Untuk menjadi sekolah dengan label RSBI, sekolah diminta untuk menyerahkanbeberapa dokumen untuk penilaian dalam program RSBI-nya, yaitu:rancangan pengembangansekolah (rancangan satu tahun dan rancangan pengembangan lima tahun), rencana kerja tahunan,dan evaluasi diri sekolah. Semua dokumen didapatkan dengan izin dari pihak sekolah, dandiperoleh dalam bentuk cetak dan softcopy untuk analisis. Isi dari rencana pengembangansekolah (baik yang satu tahun dan lima tahun program) terdiri dari daftar program yang akandilaksanakan, sumber



pendanaan,



orang



yang



bertanggung



jawab



dan



indikator



keberhasilan;rencana kerja tahunan yang harusnya lebih spesifik dan terukur, kurang lebih sama denganrencana pengembangan satu tahun. Sedangkan dokumen evaluasi diri merupakan pernyataantentang kesiapan sekolah dalam kondisi yang sebenarnya.Semua dokumen berisi informasipenting tentang program-program



pengembangan



sekolah



yang



merefleksikan



upayapeningkatan kapasitas sekolah yang bisa dilihat dari segi koherensi program yang dibuat. 3. Anak Berkebutuhan Khusus dari Sudut Pandang Paradigma Lama dan Paradigma Baru



7



Perkembangan sejarah pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus disebut Pendidikan Luar Biasa (sebagai terjemahan dari Special Education), selama beberapa decade telah mengalami banyak perubahan.Perubahan ini dipengaruhi oleh sikap dan kesadaran masyarakat terhadap anak berkebutuhan khusus dan pendidikannya, metodologi dan perubahan konsep yang digunakan. Sejarah menunjukkan bahwa selama berabad-abad di semua negara di dunia, individu yang keadaannya yang berbeda dari kebanyakan individu pada umumnya



(menyandang



kecacatan),



kehadirannya



ditolak



oleh



masyarakat.Hal ini disebabkan oleh adanya anggapan anggota kelompok yang terlalu lemah (penyandang cacat) tidak mungkin dapat berkontribusi terhadap kelompoknya.Mereka



yang



berbeda



karena



menyandang



kecacatan



disingkirkan, tidak mendapat kasih saying dan kontak sosial yang bermakna, keberadaan penyandang cacat tidak diakui oleh masyarakatnya [ CITATION Yuw15 \l 1033 ].



Di masa lalu, ketidaktahuan orang tua dan masyarakat mengenai hakekat dan penyebab kecacatan menimbulkan rasa takut dan merasa bersalah,



sehingga



berkembang



macam-macam



kepercayaan



dan



tahayul.Misalnya seorang ibu yang melahirkan anak penyandang cacat merupakan hukuman baginya atas dosa-dosa nenek moyangnya.Oleh sebab itu di masa lalu, anak-anak berkebutuhan khusus sering disembunyikan oleh orang tuanya, sebab memiliki anak berkebutuhan khusus merupakan aib keluarga. Peradaban manusia terus berkembang, pemahaman dan pengetahuan harus mengajarkan kepada manusia bahwa setiap orang memiliki hak yang sama untuk hidup. Pandangan seperti inilah yang berhasil menyelamatkan kehidupan anak-anak berkebutuhan khusus menjadi penting karena dipandang sebagai symbol dari sebuah peradaban yang lebih maju dari suatu bangsa, meskipun anak-anak berkebutuhan khusus memerlukan perhatian ekstra.



8



Pandangan orang tua dan masyarakat yang menganggap bahwa memelihara dan membersarkan anak merupakan unvestasi agar kelak anak dapat membalas jasa orang tuanya menjadi tidak dominan. Anak berkebutuhan khusus mulai diakui keberadaanya, dan oleh sebab itu mulai berdiri sekolah-sekolah khusus, rumah-rumah perawatan dan panti sosial yang secara khusus mendidik dan merawat. Mereka yang menyandang kecacatan dipandang memiliki karakteristik yang berbeda dari orang kebanyakan,sehingga dalam pendidikannya mereka memerlukan pendekatan dan metode khusus sesuai dengan karakteristiknya. Oleh sebab itu pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus harus dipisahkan dari pendidikan anak-anak lainnya.Konsep pendidikan seperti inilah yang disebut dengan Special Education, yang melahirkan sistem sekolah segregsi (Sekolah Luar Biasa). Di dalam konsep special educationdan dalam sistem segregsi, anak berkebutuhan khusus dilihat dari aspek karakteristik kecacatannya, sebagai dasar dalam memberikan layanan pendidikan, sehingga setiap kecacatan harus diberikan layanan pendidikan yang khusus yang berbeda dari kecacatan lainnya (dalam prakteknya terdapat sekolah khusus/ sekolah luar biasa untuk anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa). Layanan yang terpisah dari pendidikan biasa, pendidikan seperti ini disebut dengan sistem pendidikan segregasi. Oleh karena itu terdapat dikotomi antara pendidikan khusus/ Pendidikan Luar Biasa/ Sekolah Luar Biasa dengan pendidikan biada/ sekolah biasa, dianggap dua hal yang sama sekali berbeda. Dengan kata lain focus utama dari special education/PLB adalah label kecacatan bukan anak sebagai individu yang unik. Dalam



paradigm



pendidikan



khusus/PLB



melahirkan



layanan



pendidikan yang bersifat segregasi dan layanan pendidikan integrasi. Layanan pendidikan segregasi yaitu layanan pendidikan yang diberikan pada satu jenis kecacatan tertentu dalam bentuk sekolah khusus seperti sekolah khusus untuk anak tunanetra, tunarungu, dst. Sementara itu, layanan pendidikan yang dianggap lebih maju yaitu anak-anak yang menyandang kecacatan layanan



9



pendidikannya di satukan dengan anak bukan penyandang cacat di sekolah biasa, dengan syarat anak-anak penyandang cacat dapat diterima di sekolah biasa apabila dapat mengikuti ketentuan yang berlaku bagi anak-anak umum.Paham atau idealism yang bertujuan untuk memberi kesempatan lebih luas pada anak berkebutuhan khusus bersekolah tanpa harus ada pengotakotakan dikenal sebagai paradigm terbaru, tergambar jelas sekali dalam konsep yang ada pada pendidikan inklusi setelah melewati proses panjang bergelut pada segregasi dan intergrasi akhirnya disepakati bahwa inklusi adalah layanan pendidikan paling ideal untuk optimalisasi pemenuhan kebutuhan belajar yang khas padasetiap anak termasuk bagi anak-anak berkebutuhan khusus. 4. Sekolah Favorit, Terpadu dan Inklusif a) Sekolah Favorit Sekolah favorit adalah sekolah yang mampu mengubah apa yang tidak baik menjadi baik, karena sudah menjadi tugas guru untuk mendidik dan mengajar anak, mendidik menjadi lebih baik, mengajar lebih baik. Itu pula mengapa guru dituntut untuk terus mengupdate kemampuannya. Sekolah guru adalah mengubah murid yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu, mengubah jadi anak yang biasa menjadi anak yang cerdas, mendidik anak dari yang nakal atau malas menjadi anak yang rajin dan cerdas. Sebagian pihak berpendapat bahwa sekolah favorit sejalan dengan sekolah unggulan. Sekolah unggulan adalah sekolah yang mampu membawa setiap siswa mencapai kemampuannya secara terukur dan mampu menunjukkan prestasinya. Sekolah unggulan dianggap sekolah bermutu, namun dalam penerapannya, banyak kalangan menganggap bahwa dalam katagori unggulan tersirat harapan apa yang dapat diberikan kepada siswa pada saat lulus. Harapan itu sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh setiap orang tua siswa, pemerintah, masyarakat bahkan oleh siswa itu sendiri, yaitu sejauh mana (output) dan (outcome) sekolah memiliki kemampuan



10



intelekual, moral dan keterampilan yang dapat berguna bagi masyarakat, negara dan agama. Banyak pihak mendeskripsikan bahwa sekolah unggul adalah sekolah yang telah memiliki keunggulan dalam berbagai sisi, termasuk unggul dalam jumlah siswa. Semakin banyak jumlah siswa yang mampu direkrut, maka sekolah tersebut dianggap unggul. Sekolah unggul pada prinsipnya harus memiliki ciri-ciri khusus dan dapat menjadi dasar utama dalam menentukan unggul tidaknya sebuah lembaga pendidikan. Ciri-ciri sekolah unggul adalah: (1) memiliki siswa dengan bakat-bakat khusus dan kemampuan serta kecerdasan yang tinggi; (2) memiliki tenaga pengajar yang profesional dan handal; (3) memiliki kurikulum yang diperkaya (eskalasi); (4) memiliki sarana dan prasarana yang baik, seperti ruang kelas, taman bermain, laboratorium dan ruang komputer yang lengkap peralatannya, perpustakaan, lapangan olah raga yang dapat meningkatkan prestasi siswa, media belajar yang cukup lengkap, buku pelajaran dengan perbandingan 1 siswa: 1 buku untuk setiap mata pelajaran, mushalla yang bersih dan rapi, tenaga konseling dan ruang konseling. Ruang konseling harus dilengkapi dengan kotak P3K, tempat tidur, dan peralatan lainnya. Jumlah siswa dalam kelas maksimum 30 orang. Kurniasih menyebutkan sekolah unggul harus mampu mengelola siswa untuk dijadikan peribadi yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan karakteristik individualnya (Kurniasih, 2009: 49). Sekolah unggul juga mampu dan sanggup mendidik sisiwanya untuk menguasai sains dan teknologi. Staf pengajar di sekolah unggul harus memiliki kriteria tersendiri sebagai seorang pendidik. Kriteria tersebut mencakup: (1) guru profesional yang memiliki kompetensi yang tinggi dalam menguasai kurikulum, materi pembelajaran, metode, strategi, dan pendekatan pembelajaran dengan kualitas yang tinggi; (2) berprestasi, menguasai teknik-teknik evaluasi pembelajaran, dan menguasai strategi pembelajaran yang unggul; (3) memiliki disiplin dan berdedikasi tinggi, setia terhadap tugas, inovatif; kreatif dalam mendidik, mengasuh, dan membimbing siswa yang memiliki bakat dan potensi yang unggul; (4) sehat jasmani dan ruhani, energik, berpenampilan, berbudi pekerti luhur, dan senior dalam jenjang



11



pangkat atau pengalamannya; (5) memiliki kelebihan khusus dibanding guru lainnya baik dalam bidang keterampilan, mengampu suatu mata pelajaran khusus, dan membimbing siswa mata materi ekstrakurikuler (Kurniasih, 2009: 70). Guru disekolah unggul harus mampu menerapkan metode pembelajaran, strategi, model-model pembelajaran, teknik, dan pendekatan-pendekatannya untuk mengaktifkan sisiwa dan merangsang otak mereka untuk berpikir, dan juga mengembangkan variasi pembelajaran yang cukup beragam. Dalam proses pembelajaran, guru harus memberikan perhatian khusus terhadap siswa secara merata sehingga dapat memberikan layanan yang sesuai, bahkan demi tercapainya kesuksesan hasil belajar, guru juga dianjurkan untuk mengetahui kondisi psikologis siswa secara lebih mendalam. Tidak semua sekolah dapat dikatakan unggul, keunggulan suatu sekolah, harus dilengkapi dengan komponen-komponen pendukung seperti tersebut di atas, dan selain komponen di atas, letak dan luas sekolah juga harus diperhatikan. Banyak sekolah berdiri dipinggir jalan besar, sempit dan gersang. Kondisi sekolah seperti itu akan mempersulit berjalannya proses pembelajaran. Sudah seyogyanya sekolahsekolah tersebut menyediakan berbagai macam kebutuhan siswa, seperti taman sebagai tempat bermain. Sekolah unggul juga harus memiliki komponen-komponen kelengkapan pendukung lainnya, sehinggaberbeda dengan sekolah non unggulan. Komponenkomponen tersebut adalah: 1. Letak dan kondisi sekolah nyaman dan asri, jauh dengan jalan raya, bertujuan menghindari terhambat berjalannya proses pembelajaran. 2. Guru harus disiplin. Disiplin di sini adalah dapat mengatur waktu selama proses pembelajaran. 3. Guru dapat menciptakan model dan metode pembelajaran sendiri, sesuai kebutuhan. 4. Kepala sekolah memberikan riward/penghargaan kepada guru berprestasi.



12



5. Tersediannya ruang bermain siswa termasuk gedung olah raga, gedung seni, laboratorium guna pengembangan kreatifitas siswa. 6. Guru yang mengajar harus sesuai dengan disiplin ilmunya, berpengalaman dan humoris, untuk menghindari siswa bosan. 7. Tidak terjadi dikotomi antara guru dan siswa. Ketujuh komponen di atas adalah suatu kaharusan yang harus dimiliki sekolah unggul. Apa lagi pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri Pendidikan mulai memberlakukan sekolah satu hari penuh. Tujuan pemberlakuan sekolah satu hari penuh cukup baik, namun harus ditopang oleh komponenkomponen yang tersebut di atas. Negara yang memiliki pendidikan terbaik di dunia adalah negara Finlandia. Finlandia memberlakukan sistem pendidikannya selama satu hari penuh. Usia tujuh tahun seorang anak baru diterima sebagai siswa sekolah dasar. Usia tujuh tahun dianggap anak-anak telah cukup siap untuk menerima muatan pembelajarannya. Indonesia harus merobah cara pandangnya berkaitan peningkatan kualitas pendidikan, agar outcome lulusan dapat diakui secara internasional. Agar keluaran dari sekolah mampu beradaptasi secara dinamis dengan perubahan dan tantangan yang ada, maka manajemen sekolah juga harus diperluas dengan memberikan ruang yang luas bagi sekolah dan masyarakatnya. Sejalan dengan gagasan desentralisasi pengelolaan pendidikan, maka fungsi-fungsi pengelolaan sekolah perlu diberdayakan secara maksimal agar dapat berjalan secara efektif untuk menghasilkan mutu lulusan yang diharapkan oleh masyarakat dan bangsa. Hal tersebut perlu didukung dengan seperangkat instrumen yang akan mendorong sekolah menjadi lebih berkualitas. b) Bentuk Layanan Pendidikan Terpadu/Integrasi Bentuk layanan pendidikan terpadu/integrasi adalah sistem pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama-sama dengan anak biasa (normal) di sekolah umum. Dengan demikian, melalui sistem integrasi anak berkebutuhan khusus bersama-sama dengan anak normal belajar dalam satu atap.Sistem 13



pendidikan integrasi disebut juga sistem pendidikan terpadu, yaitu sistem pendidikan yang membawa anak berkebutuhan khusus kepada suasana keterpaduan dengan anak normal.Keterpaduan tersebut dapat bersifat menyeluruh, sebagaian, atau keterpaduan dalam rangka sosialisasi.Pada sistem



keterpaduan



secara



penuh



dan



sebagaian,



jumlah



anak



berkebutuhan khusus dalam satu kelas maksimal 10 % dari jumlah siswa keseluruhan.Selain itu dalam satu kelas hanya ada satu jenis kelainan.Hal ini untuk menjaga agar beban guru kelas tidak terlalu berat, dibanding jika guru harus melayani berbagai macam kelainan[ CITATION Sup09 \l 1033 ]. Untuk membantu kesulitan yang dialami oleh anak berkebutuhan khusus, di sekolah terpadu disediakan Guru Pembimbing Khusus (GPK).GPK dapat berfungi sebagai konsultan bagi guru kelas, kepala sekolah, atau anak berkebutuhan khusus itu sendiri.Selain itu, GPK juga berfungsi sebagai pembimbing di ruang bimbingan khusus atau guru kelas pada kelas khusus.Ada tiga bentuk keterpaduan dalam layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus menurut Depdiknas (1986). Ketiga bentuk tersebut adalah: 1. Bentuk Kelas Biasa Dalam bentuk keterpaduan ini anak berkebutuhan khusus belajar di kelas biasa secara penuh dengan menggunakan kurikulum biasa.Oleh karena itu sangat diharapkan adanya pelayanan dan bantuan guru kelas atau guru bidang studi semaksimal mungkin dengan memperhatikan



petunjuk-petunjuk



khusus



dalam



melaksanakan



kegiatan belajar-mengajar di kelas biasa.Bentuk keterpaduan ini sering juga disebut keterpaduan penuh.Dalam keterpaduan ini guru pembimbing khusus hanya berfungsi sebagai konsultan bagi kepala sekolah,



guru



kelas/guru



bidang



studi,



atau



orangtua



anak



berkebutuhan khusus.Sebagai konsultasn, guru pembimbing khusus berfungsi



sebagai



penasehat



mengenai



kurikulum,



permasalahan dalam mengajar anak berkebutuhan khusus.



14



maupun



Oleh karena itu perlu disediakan ruang konsultasi untuk guru pembimbing khusus. Pendekatan, metode, cara penilaian yang digunakan pada kelas biasa ini tidak berbeda dengan yang digunakan pada sekolah umum. Tetapi untuk beberapa mata pelajaran yang disesuaikan dengan ketunaan anak.Misalnya, anak tunanetra untuk pelajaran



menggambar,



matematika,



menulis,



membaca



perlu



disesuaikan dengan kondisi anak.Untuk anak tunarungu mata pelajaran kesenian, bahasa asing/bahasa Indonesia (lisan) perlu disesuaikan dengan kemampuan wicara anak. 2. Kelas Biasa dengan Ruang Bimbingan Khusus Pada keterpaduan ini, anak berkebutuhan khusus belajar di kelas biasa dengan menggunakan kurikulum biasa serta mengikuti pelayanan khusus untuk mata pelajaran tertentu yang tidak dapat diikuti oleh anak berkebutuhan khusus bersama dengan anak normal.Pelayanan khusus tersebut diberikan di ruang bimbingan khusus oleh guru pembimbing khusus (GPK), dengan menggunakan pendekatan individu dan metode peragaan yang sesuai.Untuk keperluan tersebut, di ruang bimbingan khusus dilengkapi dengan peralatan



khusus



untuk



memberikan



latihan



dan



bimbingan



khusus.Misalnya untuk anak tunanetra, di ruang bimbingan khusus disediakan alat tulis braille, peralatan orientasi mobilitas.Keterpaduan pada tingkat ini sering disebut juga keterpaduan sebagian. 3. Bentuk Kelas Khusus Dalam keterpaduan ini anak berkebutuhan khusus mengikuti pendidikan sama dengan kurikulum di SLB secara penuh di kelas khusus pada sekolah umum yang melaksanakan program pendidikan terpadu. Keterpaduan ini disebut juga keterpaduan lokal/bangunan atau keterpaduan yang bersifat sosialisasi.Pada tingkat keterpaduan ini, guru pembimbing khusus berfungsi sebagai pelaksana program di kelas khusus. Pendekatan, metode, dan cara penilaian yang digunakan



15



adalah pendekatan, metode, dan cara penilaian yang biasa digunakan di SLB. Keterpaduan pada tingkat ini hanya bersifat fisik dan sosial, artinya anak berkebutuhan khusus dapat dipadukan untk kegiatan yang bersifat non akademik, seperti olahraga, keterampilan, juga sosialisasi pada waktu jam-jam istirahat atau acara lain yang diadakan oleh sekolah c) Sekolah Inklusif Sekolah inklusi merupakan salah satu bentuk pemerataan dan bentuk



perwujudan



pendidikan



tanpa



diskriminasi



dimana



anak



berkebutuhan khusus dan anak-anak pada umunya dapat memperoleh pendidikan yang sama. Dalam pendidikan inklusi anak berkebutuhan khusus tidak mendapat perlakuan khusus ataupun hak-hak istimewa, melainkan hak dan kewajiban yang sama dengan peserta didik lainnya. Kerjasama dari berbagai pihak baik itu pemerintah.Pihak sekolah dan masyarakat sangat berpengaruh dalam pelaksanaannya, karena sekolah inklusi



merupakan



tantangan



baru



bagi



pihak



sekolah



dan



masyarakat.Dengan pelaksanaan sekolah inklusi ini diharapkan mampu menciptakan generasi penerus yang dapat memahami dan menerima segala bentuk perbedaan dan tidak menciptakan deskriminasi dalam kehidupan masyarakat kedepannya[ CITATION Dar \l 1033 ]. Meski sampai saat ini sekolah inklusi masih terus melakukan perbaikan dalam berbagai aspek, namun dilihat dari sisi idealnya sekolah inklusi merupakan sekolah yang ideal baik bagi anak dengan dan tanpa berkebutuhan khusus. Lingkungan yang tercipta sangat mendukung terhadap anak dengan berkebutuhan khusus, mereka dapat belajar dari interaksi spontan teman-teman sebayanya terutama dari aspek sosial dan emosional. Sedangkan bagi anak yang tidak berkebutuhan khusus memberi peluang kepada mereka untuk belajar berempati, bersikap membantu dan memiliki kepedulian.Disamping itu bukti lain yang ada



16



mereka yang tanpa berkebutuhan khusus memiliki prestasi yang baik tanpa merasa terganggu sedikitpun. Penyelenggaraan sistem sekolah inklusi merupakan salah satu syarat yang harus terpenuhi



untuk membangun masyarakat inklusi.



Sebuah tatanan masyarakat yang saling menghormati dan menjunjung tinggi nilai-nilai keberagaman sebagai realitas kehidupan. Banyak kasus yang muncul terkait pelaksanaan pendidikan inklusi, seperti minimnya sarana penunjang sistem pendidikan inklusi, terbatasnya pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh para guru sekolah inklusi menunjukkan bahwa sistem pendidikan inklusi belum dipersiapkan dengan baik. Penyelenggaraan sekolah inklusi bagi anak berkebutuhan khusus seharusnya menciptakan lingkungan yang ramah terhadap pembelajaran, yang memungkinkan semua siswa dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan.Penyelenggaraan



sekolah



inklusi



memang



tidak



sesederhana menyelenggarakan sekolah umum. Kenyataan dilapangan dalah hal karakteristik anak berkebutuhan khusus yang diterima belum sesuai dengan kebijakan, seperti dalam hal penerimaan jenis kekhususan, tingkat kecerdasan yang masih dibawah rata, belum ada penentuan batas jumlah siswa yang diterima, serta belum memiliki sarana prasaranan khusus. Dukungan dari orangtua anak berkebutuhan khusus, orangtua siswa regular, maupun masyarakat baru berupa dukungan moral.Padahal seharusnya dukungan yang dibutuhkan berupa dukungan material maupun keterlibatan



langsung



dalam



penyelenggaraan



pendidikan



inklusi.Dukungan pemerintah baik pusat maupun daerah belum merata di semua daerah dan masih sangat terbatas, baik dalam bantuan teknis (keterlibatan dalam pelaksanaan : monitoring, pembimbingan maupun evaluasi pelaksanaan pendidikan inklusi) maupun bantuan non-teknis (dana maupun peralatan).



17



Adapun model sekolah inklusi yang dapat dilakukan di Indonesia adalah sebagai berikut (Ashman, 1994 dalam[ CITATION Ern08 \l 1033 ] : 1) Kelas Reguler (Inklusi Penuh) Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak normal sepanjang hari di kelas regular dengan menggunakan kurikulum yang sama. 2) Kelas



regular



dengan



Cluster



Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak normal di kelas regular dalam kelompok khusus. 3) Kelas Reguler dengan Pull Out Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak normal di kelas regular namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas regular ke ruang lain untuk belajar dengan guru pembimbing khusus. 4) Kelas Reguler dengan Cluster dan Pull Out Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak norma di kelas regular dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas regular ke kelas lain untuk belajar dengan guru pembimbing khusus. 5) Kelas



Khusus



dengan



Berbagai



Pengintegrasian



Anak berkebutuhan khusus belajar di dalam kelas khusus pada sekolah regular, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak normal di kelas regular. 6) Kelas



Khusus



Penuh



Anak berkebutuhan khusus belajar di dalam kelas khusus pada sekolah regular. B. Filosofi Pendidikan Inklusif Filosofi pendidikan inklusif mencerminkan paham tentang nilai-nilai filosofis yang termanifestasikan dalam bingkai keberagaman dan kesetaraan antar sesama. Pada praktiknya, filosofi pendidikan inklusif berupaya memperjuangkan anak-anak berkebutuhan khusus agar mereka mendapatkan akses yang lebih besar



18



dan mempunyai kesempatan yang sama dalam mendapatkan pelayanan pendidikan secara optimal. Filosofi pendidikan inklusif sangat terkait dengan kebutuhan dasar manusia untuk memperoleh pengalaman belajar bersama anak normal pada umumnya.Tidak heran bila pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat dan beradab.Oleh karena itu, negara berkewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (difabel) seperti yang tertuang pada UUD 1945 Pasal 31 (1)[ CITATION Ila16 \l 1033 ]. Konsep inklusif adalah sebuah filosofi pendidikan yang berkaitan langsung dengan relasi sosial antar sesama dalam upaya membangun kebersamaan tanpa memandang latar belakang kehidupan maupun status sosialnya.Mereka yang percaya konsep inklusif meyakini bahwa semua orang adalah bagian yang berharga dalam kebersamaan masyarakat, apapun perbedaan mereka.Perbedaan dalam kebersamaan sesungguhnya merupakan bagian dari kenyataan sejarah yang harus dihargai demi menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Dalam pendidikan ini berarti bahwa semua anak, terlepas dari kemampuan maupun ketidakmampuan mereka, latar belakang sosial-ekonomi, suku, budaya atau bahasa, agama atau gender, menyatu dalam komunitas sekolah yang sama. Semua perbedaan tersebut menyatu dalam satu kebersamaan dan kesatuan yang terbingkai dalam filosofi pendidikan untuk semua. Dalam menghargai perbedaan dan keterbatasan, pendidikan Indonesia harus mampu menciptakan kesetaraan dan keadilan bagi siapa saja yang dianggap tidak normal atau berkelainan.Maka kehadiran pendidikan inklusif merupakan perkembangan terkini dari model pendidikan bagi anak yang memiliki kelainan seperti tunanetra, tunadaksa, tunagrahita, tunarungu, maupun tunalaras. Secara formal, kemudian ditegaskan dalam pernyataan Salamanca pada Konferensi Dunia tentang Pendidikan Berkelainan bulan Juni 1994 bahwa prinsip mendasar dari pendidikan inklusif adalah (selama memungkinkan) semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang



19



mungkin ada pada mereka. Ketika itulah muncul sekolah inklusi yang menampung anak berkebutuhan khusus di pendidikan formal tanpa pengecualian. W. Stainback dan S. Stainback (2002) mengemukakan bahwa sekolah inklusif adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi semua dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Lebih dari itu, sekolah inklusif juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebanyanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi. Pada intinya, sekolah inklusi dimulai dengan filosofi bahwa semua anak dapat belajar dan tergabung dalam sekolah dan kehidupan komunitas umum.Keanekaragaman antar anak dihargai, dan diyakini keanekaragaman menguatkan kelas dan menawarkan semua kesempatan yang lebih besar untuk pembelajaran anak.Fiosofi pendidikan ini sejalan dengan tujuan awal yang hendk dicapai untuk memberdayakan setiap anak yang memiliki keterbatasan dan kekurangan[ CITATION Ila16 \l 1033 ]. C. Definisi Pendidikan Inklusif Lahirnya



paradigma



pendidikan



inklusif



sarat



kemanusiaan dan penegakan hak-hak asasi. Inti (core)



dengan



muatan



dalam paradigma



pendidikan inklusif yaitu sistem pemberian layanan pendidikan dalam keberagaman, dan falsafahnya yaitu menghargai perbedaan semua anak. Pendidikan



inklusif



adalah



sebuah



paradigma



pendidikan



yang



humanis.Pendidikan inklusif adalah sebuah falsafah pendidikan yang dapat mengakomodasikan semua anak sesuai dengan kebutuhannya. Pada tataran operasional layanan pendidikannya menggeser pola segregasi menuju pola inklusi, hal ini mengandung konsekuensi logis terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah umum dan sekolah kejujuran, antara lain sekolah harus terbuka, ramah terhadap anak, dan tidak diskriminatif.



20



Pendidikan inklusif adalah sebuah konsep atau pendekatan pendidikan yang berusaha menjangkau semua individu tanpa kecuali dengan kata lain pendidikan inklusif adalah : "Sistem pendidikan terbuka bagi semua individu serta mengakomodasi semua kebutuhan sesuai kondisi masing-masing individu". Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang menghargai perbedaan anak dan memberikan layanan kepada setiap anak sesuai dengan kebutuhannya.Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang tidak diskriminatif. Pendidikan yang memberikan layanan terhadap semua anak tanpa memandang kondisi fisik, mental, intelektual, sosial, emosi, ekonomi, jenis kelamin, suku, budaya, tempat tinggal, bahasa dan sebagainya. Semua anak belajar bersama-sama, baik di kelas/sekolah formal maupun nonformal yang berada ditempat tinggalnya yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing anak[ CITATION Kus12 \l 1033 ]. Menurut Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi peserta didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa. Pasal 1 : bahwa pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Pengertian pendidikan inklusif yang masih senada dengan Permendiknas di atas yaitu sesuai dengan Permendiknas Nomor 32 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompotensi Guru Pendidikan Khusus,



bahwa



pendidikan inklusif adalah pendidikan yang memberikan kesempatan bagi peserta didik berkebutuhan khusus karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa untuk belajar bersama-sama dengan peserta didik lain pada satuan pendidikan umum maupun kejuruan, dengan cara menyediakan sarana, tenaga pendidik, tenaga kependidikan dan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan individual peserta didik. Banyak orang menganggap bahwa pendidikan inklusif sebagai versi lain dari pendidikan khusus/PLB. Namun, jika dicermati secara konsep yang



21



mendasari pendidikan inklusif berbeda dengan konsep pendidikan khusus.Konsep pendidikan inklusif mempunyai banyak kesamaan dengan konsep yang mendasari pendidikan untuk semua dan konsep tentang perbaikan sekolah. Konsep pendidikan inklusif merupakan konsep yang merepresentasikan keseluruhan aspek yang berkaitan dengan keterbukaan dalam menerima akan berkebutuhan khusus untuk memeroleh hak dasar mereka sebagai warga negara. Pendidikan inklusif didefenisikan sebagai sebuah konsep yang menampung semua anak yang berkebutuhan khusus ataupun anak yang memiliki kesulitan membaca dan menulis.Pendidikan inklusif ini juga menjamin akses dan kualitas anak sesuai dengan tingkat kemampuan dan menjamin kebutuhan mereka dapat terpenuhi dengan baik. Pendidikan inklusif juga merupakan suatu pendekatan pendidikan yang inovatif dan strategi untuk memperluas akses pendidikan bagi semua anak berkebutuhan khusus termasuk anak penyandang cacat. Dalam konteks yang lebih luas, pendidikan inklusif juga dimaknai sebagai satu bentuk reformasi pendidikan yang menekankan sikap antidiskriminasi, perjuangan persamaan hak dan kesempatan, keadilan, dan perluasan akses pendidikan bagi semua, peningkatan mutu pendidikan, upaya strategis dalam menuntaskan wajib belajar 9 tahun, serta upaya mengubah sikap masyarakat terhadap anak berkebutuhan khusus. Secara formal, pendidikan inklusif di Indonesia baru dilaksanakan dalam satu dasawarsa terakhir.Namun, diyakini bahwa secara alamiah pendidikan inklusif sudah berlangsung sejak lama.Hal ini tidak lepas dari faktor-faktor filosofi, sosial, maupun budaya Indonesia yang sangat menghargai dan menjunjung tinggi keragamaan. Fakto-faktor tersebut dapat dijadikan modal dasar dalam mengembangkan penyelenggaraan pendidikan inklusif yang sekarang sedang digalakkan [ CITATION Ali05 \l 1033 ]. Di Indonesia sendiri, pendidikan inklusif secara resmi didefenisikan sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan



22



khusus belajar bersama dengan anak sebayanya disekolah regular yang terdekat dengan tempat tinggalnya.Penyelengaraan pendidikan inklusif menurut pihak sekolah melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan, maupun sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik (Direktorat PSLB, 2004).Dari defenisi tersebut secara konseptual pendidikan inklusif mengikutsertakan semua anak berkebutuhan khusus, tetapi di negara kita lebih banyak ditekankan sebagai upaya mengikutkan anak berkelainan kedalam setting sekolah regular.Paradigma ini tentu keliru, karena yang dimaksudkan dengan pendidikan inklusif adalah keseluruhan aspek yang berkaitan dengan anak-anak berkebutuhan khusus tanpa terkecuali. Sementara itu, O’Neil menyatakan bahwa pendidikan inklusif sebagai system layanan pendidikan mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani



sekolah-sekolah



terdekat,



dikelas



regular



bersama-sama teman



seusianya.Melalui pendidikan inklusif, anak berkelainan dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Model pendidikan ini berupaya memberikan kesempatan yang sama kepada semua anak, termasuk anak tunanetra agar memperoleh kesempatan belajar yang sama, dimana semua anak memiliki akses yang sama ke sumber-sumber belajar yang tersedia dan sarana yang dibutuhkan tunanetra dapat terpenuhi dengan baik. maka tak berlebihan, jika sekolah regular dengan orientasi inklusi merupakan alat yang paling efektif untuk memerangi sikap diskriminatif, menciptakan masyarakat yang ramah, membangun masyarakat yang inklusif dan mencapai “pendidikan bagi semua”[ CITATION Ila16 \l 1033 ]. Salamanca dan Kerangka Aksi Dakar (UNESCO, 2006), memberikan gagasan betapa pentingnya membangun kesadaran kepada anak berkebutuhan khusus melalui pendidikan inklusif yang berupaya memperjuangkan hak-hak mereka agar tidak terlalu termarginalkan dalam lingkungan tempat tinggal mereka.Pengertian pendidikan inklusif bukan bermaksud memberikan pelabelan negatif kepada anak berkebutuhan khusus, melainkan sebagai upaya untuk



23



memberikan pelayanan terbaik bagi mereka agar diterima di sekolah-sekolah umum/formal. Pendidikan inklusif tidak boleh berfokus pada kekurangan dan keterbatasan mereka, tetapi harus mengacu pada kelebihan dan potensinya agar lebih berkembang.Sebagaimana yang dikemukakan Dirjen PLB mengenai pendidikan inklusif (2005) bahwa konsep pendidikan ini adalah memberikan sistem layanan yang mensyaratkan agar anak berkebutuhan khusus dilayani di sekolah-sekolah terdekat maupun di sekolah regular bersama dengan teman sebaya mereka.Oleh Karena itu, dibutuhkan restrukturasi sekolah yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan khusus anak sehingga dapat menciptakan keseimbangan dan kesetaraan dalam berbagai aspek kehidupan sehingga mereka tidak merasa terpinggirkan.



24



DAFTAR PUSTAKA Alimin, Z. (2005). Memahami Pendidikan Inklusif dan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: PLB FIB UPI. Darma, I. P., & Rusyidi, B. (n.d.). Pelaksanaan Sekolah Inklusi di Indonesia. 2, 147-300. Depdiknas. (2007). Panduan Penyelenggaraan Rintisan SMA Bertaraf Internasional. Direktorat Pembinaan SMA Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas. Ernawati. (2008). Mengenal Lebih Jauh Sekolah Inklusi. Pedagogik Jurnal Pendidikan, 5, 2535. Ilahi, M. T. (2016). Pendidikan Inklusif: Konsep dan Aplikasi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Kustawan, D. (2012). Pendidikan Inklusi dan Upaya Implementasinya. Jakarta Timur: PT Luxima Metro Media. Sumintono, B. (2013, April). Sekolah Unggulan: Pendekatan Pengembangan Kapasitas Sekolah. 2. Suparno, d. (2009). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Universitas Lampung. World, B. (2004, February). Managing the Transition to Decentralisation. Education in Indonesia, 2. Yuwono, I., & Utomo. (2015). PENDIDIKAN INKLUSIF: Paradigma Pendidikan Ramah Anak. Banjarmasin: Pustaka Banua. Kurniasih, L. (2009). Program Unggulan di Sekolah Unggulan. Artikel Diakses dari: http://liliskurniasih.wordpress.com/2009/04/27/program-unggulan-di-sekolahunggulan/



25