Pendidikan Inklusi Bekerja Team [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PENDIDIKAN INKLUSIF TENTANG BEKERJA TEAM, PERLUNYA GURU PENDIDIKAN KHUSUS, DAN AKSEBILITAS FISIK DAN NON FISIK



DOSEN PENGAMPU : Dr. NINA PERMATASARI S.Pd.,M.Pd. DI SUSUN OLEH : AHMAD SUPIAN (1710112110020)



ANNA DEBORA MELANI (1810112320034)



ARIE NUGRAHA (1810112310019)



DICKY SAPUTRA (1810112310020)



HENY YUFITA (1810112320007)



MUHAMMAD RAFI (1810112310017)



NUR HIKMAH (1810112220030)



RIZKY ANGGRIYAWAN (1810112310013)



SITI AISAH (1810112120005)



SITI NOVIA CAMALIA (1810112320012)



SRI RAHAYU SAFITRI (1810112120004)



WINDA ANINDA (1810112320027)



YANTI (1810112220019)



YUNITA (1810112220029)



YUNITA MALIDINA (1810112320005)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARMASIN 2019



KATA PENGANTAR



Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi kami kekuatan dan petunjuk untuk menyelesaikan tugas makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya kami sekelompok tidak akan bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini disusun berdasarkan tugas dari proses pebelajaran yang telah dititpkan kepada kami. Makalah ini disusun dengan menghadapi berbagai rintangan, namun dengan penuh kesebaran kami mencoba menyelesaikan makalah ini. Makalah ini memuat tentang elemen-elemen pendidikan inklusif yaitu Bekerja Team, Perlunya Guru Pendidikan Khusus, dan Aksebilitas Fisik dan Non Fisik. Kami selaku penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. NINA PERMATASARI, S.Pd., M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah pendidikan inklusif. Kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi dan dapat bermanfaat bagi semua pembaca.



Banjarmasin, September 2019



Penulis



2



DAFTAR ISI



Contents KATA PENGANTAR ...................................................................................................... 1 DAFTAR ISI .................................................................................................................... 3 DAFTAR GAMBAR/TABEL.......................................................................................... 4 BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 5 A. LATAR BELAKANG ........................................................................................... 5 B. RUMUSAN MASALAH ...................................................................................... 6 C. TUJUAN................................................................................................................ 6 D. MANFAAT ........................................................................................................... 7 BAB II KAJIAN TEORI .................................................................................................. 7 BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 17 A. KESIMPULAN ................................................................................................... 18 B. SARAN................................................................................................................ 19 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 20



3



DAFTAR GAMBAR/TABEL



4



BAB I PENDAHULUAN A.



LATAR BELAKANG Pendidikan Inklusi merupakan istilah dalam dunia pendidikan yang menyatukan



anak-anak berkebutuhan khusus ke dalam program–program sekolah reguler. Istilah inklusi juga dapat diartikan sebagai penerimaan anak-anak berkebutuhan khusus ke dalam kurikulum, lingkungan, interaksi sosial, dan konsep diri sekolah, sehingga anakanak berkebutuhan khusus dapat terlibat langsung dalam kehidupan sekolah yang menyeluruh (Smith, 2014). Pendidikan inklusi adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan ksempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama sama dengan peserta didik pada umumnya. Pendidikan inklusi adalah suatu kebijakan pemerintah dalam mengupayakan pendidikan yang bisa dinikmati oleh setiap warga negara agar memperoleh pemerataan pendidikan tanpa memandang anak berkebutuhan khusus maupun normal agar bisa bersekolah dan memperoleh pendidikan yang layak dan berkualitas untuk masa depan kehidupannya. Sekolah inklusi berusaha untuk mengatasi masalah pemerataan kesempatan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus supaya bisa belajar disekolah reguler. Sebagai pembaharuan pendidikan, pendidikan inklusi lahir karena banyaknya anak berkebutuhan khusus yang semakin bertambah dan akses pendidikannya terbatas, karena lokasi SLB pada umumnya berada di ibu kota kabupaten. Padahal anak-anak berkebutuhan khusus tersebar tidak hanya di ibu kota kabupaten tetapi hampir diseluruh daerah (kecamatan/desa). Akibatnya, sebagian anak berkebutuhan khusus, karena faktor ekonomi terpaksa tidak disekolahkan oleh orang tuanya karena lokasi SLB jauh dari rumah, sedangkan SD terdekat tidak bisa menerima karena merasa tidak mampu melayaninya. Sebagian yang lain, mungkin selama ini dapat diterima di SD terdekat, namun karena ketiadaan pelayanan khusus bagi mereka, akibatnya mereka berpotensi tinggal kelas yang pada akhirnya akan putus sekolah. Akibat lebih lanjut, program wajib belajar pendidikan dasar akan sulit tercapai. Anak berkebutuhan khusus atau yang sering di singkat dengan ABK merupakan anak yang memiliki karakteristik yang berbeda dari anak pada umumnya. Meyatukan



5



anak berkebutuhan khusus dengan anak reguler di sekolah merupakan upaya yang dilakukan pemerintah Republik Indonesia untuk mewujudkan pendidikan yang menghargai keberagaman dan tidak diskriminatif, hal tersebut tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003. Sistem penyelenggara pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki keistimewaan dalam fisik dan mental baik yang memiliki kekurangan ataupun yang memiliki kelebihan dalam kecerdasan/bakat istimewa untuk dapat mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya (Permendiknas RI, 2009). Harapan yang di inginkan dengan adanya pendidikan inklusi di sekolah inklusi adalah anak berkebutuhan khusus di berbagai daerah mulai mendapat pendidikan yang layak dan menyeluruh tanpa melihat keterbatasan yang dimiliki.



B.



RUMUSAN MASALAH Dari latar belakang di atas penulis merumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apa pengertian Pendidikan Inklusif? 2. Bagaimana efektivitas Kerja Team dalam Kinerja Guru 3. Apakah Guru Pendidikan Khusus di Perlukan? 4. Bagaimana peran guru dalam sistem pendidikan inklusif? 5. Bagamana aksesibilitas fisik dan non-fisik dalam aturan pendidikan inklusif?



C.



TUJUAN 1. Untuk mengetahui pengertian pendidikan inklusi. 2. Untuk mengetahui efektivitas belajar dengan cara kerja team pada kinerja guru 3. Untuk mengetahui Perlunya Guru dalam Anak Berkebutuhan Khusus 4. Untuk mengetahui peran guru dalam sistem pendidikan inklusif. 5. Untuk mengetahui aksesibiltas fisik dan non-fisik dalam sistem pendidikan inklusif.



6



D.



MANFAAT 1. Untuk menjadian Mahasisiwa Paham tidak hanya dari segi Materi 2. Menambah wawasan pengetahuan tentang sistem Pendidikan Inklusif 3. Memahami karakter diri sebagi Calon Pendidik 4. Mengenal Sistem Pendidikan Inklusif untuk Anak Berkebutuhan Khusus



7



BAB II KAJIAN TEORI A. PENGERTIAN PENDIDIKAN INKLUSIF Lahirnya paradigma pendidikan inklusif sarat dengan muatan kemanusiaan dan penegakkan hak hak asasi manusia. Inti(core) dalam paradigma pendidikan inklusif yaitu sistem pemberian layanan pendidikan dalam keberagaman dan falsafahnya yaitu menghargai perbedaan semua anak. Pendidikan inklusif adalah sebuah paradigma pendidikan yang humanis. Pendidikan inklusif adalah sebuah falsafah pendidikan yang dapat mengakomodasi semua anak sesuai dengan kebutuhannya. Pada tataran operasional layanan pendidikannya menggeser pola segregasi menuju pola inklus,hal ini mengandung konsukuensi logis terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah umum dan sekolah kejuruan,antara lain sekolah harus lebih terbuka,ramah terhadap anak dan tidak diskriminatif. Pendidikan inkusif adalah sebuah konsep atau pendekatan pendidikan yang berusaha menjangkau semua individu tanpa kecuali atau dengan kata lain pendidikan inklusif adalah sistem pendidikan yang terbuka bagi semua individu serta mengakomodasi semua kebutuhan sesuai dengan kondisi masing masing individu. Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang tidak diskriminatif. Pedidikan yang memberikan



layanan



terhadap



semua



anak



fisik,mental,intelektual,sosial,emosi,ekonomi,jenis



tanpa



memandang



kondisi



kelamin,suku,budaya,tempat



tinggal,bahasa dan sebagainya. Semua anak belajar bersama sama,baik dikelas atau sekolah formal maupun nonformal yang berada di tempat tinggalnya yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing masing anak. Meskipun Inklusi adalah konsep yang relatif baru dalam hal khusus pendidikan, banyak penelitian telah dilakukan untuk menyelidiki efektivitas praktik ini. Sebuah meta-analisis dilakukan oleh Conrad Carlberg dan Kenneth Kavale (1980) untuk temuan 50 studi. Hasilnya menunjukkan ukuran efek 0,15 untuk akademik efek dan 0,11 untuk efek sosial. Meta analisis lain adalah dilakukan oleh Wang dan Baker (1985/1986) terhadap temuan 11 studi. Analisis menunjukkan ukuran efek 0,44 untuk akademik efek, dan 0,11 untuk efek sosial. Edward T. Baker (1994) melakukan meta



8



analisis terhadap temuan 13 studi untuknya gelar doktor di Temple University. Hasilnya ditunjukkan ukuran efek 0,08 dan ukuran efek sosial 0,28. Jadi seperti yang ditunjukkan oleh penelitian ini, inklusi memiliki efek positif baik pada pengembangan akademik dan sosial kebutuhan khusus siswa. Dalam ulasan penelitian, Debbie Staub dan Charles Peck (1994/1995) meneliti efek inklusi pada prestasi, pada waktu belajar akademik, dan tentang perilaku siswa normal. Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa inklusi tidak membahayakan siswa dalam prestasi mereka, jumlah waktu belajar yang efektif, dan perilaku sosial. Mereka juga mengidentifikasi lima efek positif penyertaan : 1) Penurunan rasa takut akan perbedaan individu, harga diri yang lebih baik dan kepedulian yang lebih besar untuk khusus teman sebaya. 2) Pertumbuhan kognisi sosial. 3) Peningkatan konsep diri. 4) Pengembangan kepribadian. 5) Persahabatan yang bermakna, dekat, dan penuh perhatian. Menurut Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peseta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa,pasal 1 bahwa : Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Manfaat pendidikan inklusif bagi peserta didik berkebutuhan khusus adalah memiliki rasa percaya diri dan memiliki kesempatan menyesuaikan diri serta memilki kesiapan dalam menghadapi kehidupan yang nyata pada lingkungan pada umumnya. Peserta didik berkebutuhan khusus terhindar dari label atau sebutan yang tidak baik,memahami pelajaran di sekolah dengan lebih baik dan mampu. Peserta didik berkebutuhan khusus akan lebih mandiri,dapat beradaptasi,aktif,dan dapat menghargai perbedaan,serta memperoleh kesempatan bersosialisasi dan berbagi dengan anak anak pada umumnya secara alamiah sehingga akan memberikan masukan yang sangat berati dalam aspek kehidupannya.



9



Manfaat pendidikan inkusif bagi peserta didik pada umumnya adalah dapat belajar mengenai keterbatasan dan kelebihan tertentu pada teman temannya,mengetahui keterbatasan dan kelebihan serta keunikan temannya. Peserta didik pada umumnya akan tumbuh rasa keperdulian terhadap keterbatasan dan kelebihan peserta didik berkebutuhan khusus. B. EFEKTIVITAS KERJA TEAM TERHADAP KINERJA GURU Pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas merupakan tugas pokok guru yang harus dilaksanakan secara efektif. Guru melakukan proses belajar secara efektif akan turut mempengaruhi kualitas belajar mengajar dan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dimaklumi karena efektivitas itu berhubungan dengan pencapaian semua tujuan yang telah ditetapkan semula. Hal ini dapat dimengerti karena efektivitas itu berhubungan dengan pencapaian semua tujuan yang ditetapkan semula. Mulyasa mendefinisikan bahwa, Efektivitas adalah adanya kesesuaian antara orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju. Efektivitas adalah bagaimana suatu organisasi berhasil mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya dalam usaha mewujudkan tujuan organisasi. Demikian juga dengan efektivitas guru dalam mengajar. Proses pembelajaran dikatakan efektif apabila terdapat keampuhan dalam kegiatan belajar mengajar sebagai usaha yang dinamis dan seimbang antara kualitas dan kuantitas pembelajaran, disamping keterbatasan sumber dana dan tenaga yang tersedia. Sebaliknya proses pembelajaran dikatakan tidak efektif, apabila proses pembelajaran itu dapat mencapai sasaran akan tetapi tidak terdapat keseimbangan antara kualitas dan kuantitas pembelajaran dengan menggunakan dana dan tenaga yang tersedia. Kerja team ialah kerja berkelompok dengan keterampilan yang saling melengkapi untuk mencapai tujuan bersama secara efektif dan efisien. Griffin menyatakan kerja team adalah kegiatan yang dilakukan kelompok pekerja yang berfungsi sebagai satu unit, biasanya hampir tanpa supervisi, untuk mengerjakan tugastugas, fungsi-fungsi dan aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan. Tim beranggotakan orang-orang yang dikoordinasi untuk bekerja sama. Terjadi saling ketergantungan yang kuat satu sama lain untuk mencapai sebuah tujuan atau menyelesaikan sebuah tugas. Dalam dunia pendidikan penggunaan kerja team merupakan solusi terbaik untuk mencapai mutu pendidikan yang baik. Kerja team yang solid akan memudahkan



10



manajemen dalam mendelegasikan tugas-tugas organisasi. Namun demikian untuk membentuk suatu tim guru yang solid dibutuhkan komitmen yang tinggi. Menurut Robbins dan Judge bahwa secara umum kerja team dapat didefenisikan sebagai kelompok yang berinteraksi terutama untuk berbagai informasi dan mengambil keputusan agar bisa membantu tiap anggota berkinerja dalam bidang sesuai dengan tanggung jawab masing-masing. Kerja team merupakan sarana yang sangat baik dalam menggabungkan berbagai informasi dan dapat memberikan solusi yang inovatif suatu pendekatan yang baik, selain itu keterampilan dan pengetahuan yang beranekaragam yang dimiliki oleh anggota kelompok juga merupakan nilai tambah yang membuat kerja team lebih menguntungkan jika dibandingkan individual. Paradigma pendidikan inklusif sangat menyadari bahwa manusia merupakan makhluk yang mempunyai keterbatasan. Manusia tidak mungkin mempunyai semua keahlian



dan



kemampuan



yang



diperlukan



dalam



menyelesaikan



berbagai



permasalahan. Kebutuhan keahlian yang di perlukan dalam pendidikan inklusif tidak mungkin hanya di pegang oleh sekelompok bahkan tidak mungkin oleh satu orang guru. Oleh karena itu setiap orang yang terlibat dalam pendidikan harus bekerja sama atau bekerja secara team dan sangat mustahil bisa bekerj sendiri Pendidikan Inklusif akan berjalan dengan baik jika prinsip pendidikan inklusif terpenuhi dengan baik. Ketiga dimensi dalam pendidikan inklusif harus berjalan seiring dan tidak bisa hanya sebagian saja dilaksanakan, dimensi pendidikan iknlusif tersebut yaitu: 1. Kebijakan Inklusif Paradigma pendidikan inklusif akan berjalan dengan baik jika didukung oleh para pengambil kebijkan seperti pejabat yang berwenang menentukan arah kebijakan pendidikan, pengawas, kepala sekolah dan pihak-pihak lain penentu kebijakan pendidikan. 2. Budaya Inklusif Paradigma pendidikan inklusif harus mengakar disetiap orang yang terlibat dalam pelaksanaan pendidikan. Sekolah dapat memprogramkan sosialisasi tentang seluk beluk pedidikan inklusif secara berkelanjutan bagi setiap guru, komite, staf, dan orang lain yang terlibat. Pendidikan inklusif harus menjadi



11



budaya setiap orang yang terlibat. Budaya inklusif terwujud dengan dukungan dan sebuah komitmen selalu mengatasi hambatan. 3. Praktek Secara Nyata Paradigma pendidikan inklusif hanya akan menjadi sebuah wacana saja jika tidak diimplementasikan secara nyata dalam kehidupan disekolah. Setiap program sekolah harus bernuansa inklusif. Praktek nyata merupakan wujud keberhasilan tertinggi dalam hirarki pelaksanaan pendidikan inklusif. Guru dalam sekolah adalah suatu team. Kerjasama yang baik antara guru merupakan cara yang terbaik dalam pencapaian mutu pendidikan yang diinginkan. Baik tidaknya suatu kinerja guru sangat ditentukan oleh keadaan atau suasana kerja team antar guru di sekolah yang bersangkutan. Kerja team guru merupakan kebutuhan utama dalam meningkatkan mutu dan daya saing. Karena itu, sekolah perlu bersungguhsungguh dalam memelihara, meningkatkan, dan memperhatikan faktor-faktor yang menentukan keberhasilan kerja team guru. Kerja team guru dalam sekolah dapat menjadi kekuatan untuk meningkatkan kinerja guru bila kerja team itu dapat dikelola dengan baik. Kekuatan kerja team dapat digunakan



oleh



guru



untuk



memenuhi



kebutuhan-kebutuhannya,



tempat



mengembangkan potensi dan aktualisasi. Kerja team juga dapat dijadikan sebagai ruang belajar, ruang kerja dan tempat bermain atau bercanda dan sebagainya. Tetapi bila kerja team tidak dikelola dengan baik oleh anggotanya, tentu saja bisa menjadi kelemahan bahkan menjadi sumber malapetaka bagi efektivitas kinerja guru. Kerja team memerlukan keserasian. Ketidakserasian antara guru dalam team kerjanya membuat komunikasi team tidak berjalan dengan baik. Ketidakserasian komunikasi dalam team kerja dapat diakibatkan oleh perbedaan usia, perbedaan pendapat, ide dan perbedaan kepentingan. C. PERLUNYA GURU PENDIDIKAN KHUSUS (GPK) Konsep tentang adanya GPK terbilang masih baru di Indonesia. Sebenarnya paradigma pendidikan inklusif mengisyaratkan adanya profesi-profesi pendidik diberbagai bidang. Selain profesi sebagai guru kelas, Guru Bimbingan Konseling, dan guru bidang studi, maka muncul adanya tuntutan profesi GPK. GPK lebih banyak



12



bertugas menangani hambatan belajar terutama hambatan belajar yang disebabkan karena anak didik tergolong ABK. Teori tentang paradigma pendidikan inklusif sebenarnya terdapat profesi yang disebut itenerant teacher dan special teacher. Iterenant teacher adalah guru yang sudah dianggap profesional dalam penanganan ABK. Iterenant teacher lebih banyak bertugas sebagai konsultan dan berkedudukan/berkantor di pusat sumber. Sedangkan Special teacher adalah guru khusus yang mempunyai kualifikasi penanganan ABK yang ditugaskan/berkantor disekolah umum/reguler. Special teacher direkrut dari Sarjana Special need education (di Indonesia Sarjana PLB) atau direkrut dari guru reguler yang spesifik mendapatkan trining tentang penanganan ABK. Bagi sekolah umum dan sekolah kejuruan yang menyelenggarakan pendidikan inklusi dan belum memilki guru pembimbing khusus perlu bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Provinsi dan atau Lembaga pendukung pendidikan untuk pengadaan guru pembimbing khusus. Hal ini perlu dilakukan terobosan terobosan dan upaya upaya koordinasi dengan berbagai pihak yang memiliki kewenangan di bidang itu karena pemerintah dan pemerintah provinsi perlu membantu penyedian tenaga pembimbing khusus bagi satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif yang memerlukan sesuai dengan kewenangannya. Mengenai guru pembimbing khusus pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 39 Tahun 2009 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru dan Pengawas Satuan Pendidikan di jelaskan bahwa beban mengajar Guru Pembimbing Khusus pada satuan pendidikan yang menyelengarakan Pendidikan Inklusif paling sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu. Ketika kegiatan tatap muka hanya 6 jam dalam satu minggu , makatugas pokok dan fungsi sebagai guru pembimbing khusus harus jelas, programnya juga harus jelas dan dilaksanakan dengan baik dan benar oleh guru Pembimbing Khusus. Guru pembimbing khusus adalah guru yang memliki kualifikasi akademik dan kompetensi pendidikan khusus yang di beri tugas oleh Kepala Sekolah/Kepala Dinas/Kepala



Pusat



Sumber



(Resource



Center)



untuk



memberikan



bimbingan/advokasi/konsultasi kepada pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah umum dan sekolah kejuruan yang menyelenggarakan pendidikan inklusif.



13



Tugas Guru Pembimbing Khusus antara lain: a. Menyusun program pembimbingan bagi guru kelas dan guru mata pelajaran b. Melakasanakan program pembimbingan bagi guru kelas dan guru mata pelajaran c. Memonitor dan mengavaluasi program pembimbingan bagi gurur kelas dan guru mata pelajaran. d. Memberikan bantuan profesional dalam penerimaan , identifikasi , asesmen, prevensi, intervensi, kompensatoris dan layanan advokasi peserta didik e. Memberikan bantuan profesional dalam melakukan pengembangan kurikulum, program pendidikan individual, pembelajaran, penilaian, media dan sumber belajar serta sarana dan prasarana yang aksesibel f. Menyususn laporan program pembimbingan bagi guru kelas dan guru mata pelajaran g. Melaporkan hasil pembimbingan bagi guru kelas dan guru mata pelajaran kepada kepala sekolah, dinas pendidikan kabupaten/Kota/Provinsi dan pihak terkait lainnya h. Menindaklanjuti hasi pembimbingan bagi guru kelas dan guru mata pelajaran. Peningkatan kompetensi bagi para pendidik dana tenaga kependidikan dapat dilakukan melalui pusat pengemangan dan pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan (P4TK), lembaga penjaminan mutu pendidikan (LPMP), perguruan tinggi (PT), lembaga pendidikan dan pelatihan lainnya dilingkungan pemerintah daerah, kementerian pendidikan dan kebudayaan dan/atau kementerian agama, kelompok kerja guru/kepala sekolah(KKG/KKS), kelompok kerja pengawas sekolah (KKPS), musyawarah guru mata pelajaran (MGMP), musyawarah kerja kepala sekolah (MKKS), musyawarah kerja pengawas sekolah (MKPS), kelompok kerja pendidikan inklusif dan sejenisnya. D. AKSESIBILITAS FISIK DAN NON-FISIK DALAM SISTEM PENDIDIKAN INKLUSIF Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai dan menjamin kelancaran program pendidikan. Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat memfasilitasi sarana dan prasarana pendidikan yang disesuaikan dengan kondisi setempat. Sarana dan prasarana harus memenuhi persyaratan Standar Nasional pendidikan yang di atur dalam peraturan Menteri



14



Pendidikan Nasional nomor 24 tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan Dasar dan Menengah. Berkaitan dengan Sarana dan Prasarana yang berorientasi pada bidang pendidikan khusus harus sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 33 tahun 2008 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SDLB, SMPLB, dan SMALB. Berdasarkan pengamatan intensif dan penelitian inklusif ruang kelas, Mara Sapon Shevin (2007) mengidentifikasi sepuluh yang penting tentang pelajaran Inklusi : 



Memahami perbedaan







Pengambilan perspektif







Keamanan nyata







Pengecualian menyakiti semua orang







Kasih sayang







Memberi dan mendapatkan bantuan dengan ramah







Tanggung jawab satu sama lain







Kejujuran tentang topik-topik sulit







Keberanian







Iman dan harapan Sarana dan



prasarana disekolah penyelenggara pendidikan inklusif harus



aksesibel bagi semua peserta didik khususnya peserta didik berkebutuhan khusus. Menurut undang-undang nomor 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat, aksebilitas adalah kemudahan yang disedikan bagi penyandang cacat guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Tujuannya yaitu untuk mewujudkan kemandirian bagi semua orang termaksud orang yang memiliki hambatan fisik. Jenis aksesibilitas adalah aksesibilitas fisik dan aksebilitan non fisik. Aksesbilitas fisk misalnya jalan menuju sekolah, halaman sekolah, ruang kelas, pintu ruang kelas, jendela ruang kelas, koridor kelas, perpustakaan, laboratarium, arena olahraga, area bermain, taman sekolah, toilet, tangga, penyebrangan menuju sekolah, lingkungan sekitar sekolah dan tanda-tanda khusus sekolah.



15



Aksesibilitas non fisik misalnya buku dalam huruf Braille bagi pesertadidik yang mempunyai gangguan penglihatan total dan buku yang ditulis/dicetak dengan huruf besar dan tebal bagi peserta didik yang mempunyai gangguan kurang penglihatan atau low vision. Bahasa isyarat bagi peserta didik yang mempunyai gangguan pendengaran. Sikap guru yang disesuaikan dengan kebutuhan khusus peserta didik dalam kegiatan pembelajaran, dan sebagainya. Target Aksebilitas adalah terciptanya fasilitas baik fisik mupun non fisik yang membuat para penggunanya merasa aman, mudah dan nyaman. Aksebilitas merupakan kunci kemudahan manusia. Lembaga sekolah sebenarnya juga termasuk fasilitas umum. Misalnya bisa kita simak dari salah satu undang-undang yang mengatur tentang aksebilitas bagi penyandang disabilitas yaitu Undang-Undang nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Pasal 31 dinyatakan : (1) Penyediaan fasilitas dan aksebilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung, kecuali rumah tinggal. (2) Fasilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), termasuk penyediaan lingkungannya. (3) Ketentuan mengenai penyediaan aksebilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Selama ini penciptaan lingkungan fisik maupun non fisik memang lebih diperuntukkan bagi penyandang disabilitas, sebab masyarakat yang tidak mengalami disabilitas memang tidak terlalu membutuhkan fasilitas aksesibel. Seperti pendapatnya Tarsidi (2008) : “Sesungguhnya para penyandang ketunaan tidak mengaharapkan dan tidak pula memerlukan lebih banyak hak daripada orang-orang pada umumnya. Mereka hanya menghendaki agar dapat bergerak di dalam lingkungannya dengan tingkat kenyamanan, kemudahan dan keselamatan yang sama dengan warga masyarakat lainnya, memperoleh kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang normal, dapat semandiri mungkin dalam batas-batas kemampuannya”. Aksesibilitas fisik dan non fisik tersebut memegang peranan strategis dalam memberikan peluang dan kemudahan bagi peserta didik berkebutuhan khusus. Aksesibilitas ini memeberikan manfaat tidak hanya bagi peserta didik berkebutuhan khusus saja tetapi juga kepada semua orang. Adanya kursi roda dan koridor kelas yang memberikan ruang gerak untuk kursi roda, tangga yang kemiringannya dibuat tidak



16



curam, toilet duduk yang dilengkapi dengan pemegangan, ketinggian rak buku yang mudah dijangkau oleh semua peserta didik, ketinggian meja dan rak peralatan yang mudah dijangkau oleh semua peserta didik disekolah penyelenggara pendidikan inklusif adalah bagian dari pelaksanaan aksesibilitas fisik.



17



BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Tujuan didirikan lembaga pendidikan adalah untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif menge,bangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketersmpilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam dunia pendidikan dikenal dengan adanya Pendidikan Inklusif, yaitu pendidikan yang menerima berbagai karakter dan latar belakang peserta didik untuk belajar bersama dalam suatu iklim pembelajaran. Wacana mengenai pendidikan inklusif mulai dikenal di indonesia setelah Indonesia ikut menandatangani perjanjian Salamanca tahun 1994 dan mulai berkembang di awal tahun 2000-an. Secara sempit, pendidikan inklusif sering dihubungkan dengan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus. Namun sebenarnya, pendidikan inklusif lahir atas prinsip bahwa layanan sekolah seharusnya diperuntukkan untuk semua siswa, baik siswa dengan kebutuhan khusus, perbedaan sosial, emosional, kultural, maupun bahasa. Berbagai karakter yang berbeda dalam kelas inklusi ditanggapi dengan berbagai penyesuaian pembelajaran muali dari perencanaan, isi, metode, media, sistem evaluasi, dan standar capaian siswa. Jadi pendidikan inklusif merupakan proses pendidikan yang dikelola oleh sekolah dengan kendali dari pemangku kebijakan terkait yang melibatkan lingkungan masyarakat, budaya, dan politik untuk menerima seluruh karakter anak untuk diberi pembelajaran, dan pelatihan dengan sistem, strategi dan dukungan yang sesuai bagi mereka.



18



B. SARAN Langkah awal dalam pemberian layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus di sekolah adalah melakukan identifikasi dan asesmen terhadap kebutuhan pendidikan dari siswa yang bersangkutan. Temukan terlebih dahulu anak-anak yang diduga mengalami keberbutuhan khusus, dengan beberapa teknik identifikasi dan asesmen. Hal ini sangat penting untuk dilakukan, mengingat kebutuhan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus sangatlah spesifik, dengan berbagai keunikan yang dimilki. Melalui asesmen permasalahan-permasalahanpendidikan khusus yang dialami anak akan diketahui, dalam bidang apa, dan rentang persoalan yang dihadapinya. Anak-anak yang mengalami kesulitan dalam aspek berbahasa, tentu akan berbeda program dan strategi pelayanan dengan anak-anak memiliki permasalahan pada aspek matematika. Persoalan pendidikan yang dihadapi anak berkebutuhan banyak sekali ragamnya, yang secara umum berkenaan dengan membaca, menulis, dan berhitung. Namun secara lebih spesifik juga mencakup berbagai aspek seperti, aspek persepsi, visual dan auditori, mental, berbicara, kemampuan dan perkembangannya, analisis kata, memahami bacaan, mengeja, menulis, matematika, hitungan penalaran, cerita dan aktivitas motorik. Kondisi yang demikian secara spesifik perlu diidentifikasi dan dilakukan asesmen terlebih dahulu, untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya secara obyektif.



19



DAFTAR PUSTAKA



Yuwono, Imam & Utomo, 2016. Pendidikan Inklusif : Paradigma Pendidikan Ramah anak. Banjarmasin : Pustaka Banua Sunardi, Yusuf, Gunarhadi, & J. L. Yeager, 2011. The Implementation of Inclusive Education for Students with Special Needs in Indonesia, Excellence in Higher education, Vol. 2, No. 1, ( http://ehe.pitt.edu, diakses 12 September 2019).



20