Landasan Pendidikan Inklusi [PDF]

  • Author / Uploaded
  • reska
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RESUME PENDIDIKAN INKLUSI “Hakikat Pendidikan Inklusif” (Landasan Pendidikan Inklusi)



Oleh Reska Sri Harida 18129135 18 BKT 13



Dosen Pengampu :  Iga Setia Utami, S.Pd, M.Pd.T



PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2020



A. Landasan Pendidikan Inklusi Landasan yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif di Indonesia yaitu landasan filosofis, landasan yuridis, dan landasan empiris (dalam Saputra. 2016:9) sebagai berikut: 1. Landasan Filosofis Secara filosofis, penyelenggaraan pendidikan inklusif dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya dengan lambang negara Burung Garuda yang berarti Bhinneka Tunggal Ika. Keragaman dalam etnik, dialek, adat istiadat, keyakinan, tradisi dan budaya merupakan kekayaan bangsa yang tetap menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). b. Pandangan Agama (khususnya Islam) antara lain ditegaskan bahwa manusia diciptakan berbeda-beda untuk saling silaturahmi (inklusif) dan bahwa kemuliaan manusia di sisi Allah adalah ketaqwaannya. Hal tersebut dinyatakan dalam Al Qur’an sebagai berikut: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengena”.(Q.S. Al-Hujurat: 13). Pandangan agama khususnya islam antara lain ditegaskan bahwa (dalam Herawati, 2012:6): 1) Manusia dilahirkan dalam keadaan suci 2) Kemuliaan seseorang di hadapan Tuhan bukan karena fisik tetapi taqwanya



1



3) Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri 4) Manusia



diciptakan



berbeda-beda



untuk



saling



silaturahmi (‘inklusif’) c. Pandangan universal hak asasi manusia menyatakan bahwa setiap manusia mempunyai hak untuk hidup layak, hak pendidikan, hak kesehatan, dan hak pekerjaan. 2. Landasan Yuridis Secara yuridis (dalam Murniati,2016: 13-14) pendidikan inklusif dilaksanakan berdasarkan atas: a. UUD 1945 pasal 31, ayat (1) : “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan” b. UU Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat Pasal 5: Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. c. UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. d. UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Ps 48 Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 tahun untuk semua anak. Pasal 49: Negara, Pemerintah, Keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan. (dalam Herawati, 2012:7) e. UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5  Ayat 1: Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu  Ayat 2: Warga negara yang mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu



2



 Ayat 3: Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus  Ayat 4: Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. f. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. g. Surat Edaran Dirjen Dikdasmen No. 380/C.C6/MN/2003 Tanggal



20



Januari



Menyelenggarakan



2003 dan



Perihal



Pendidikan



mengembangkan



di



Inklusif: setiap



Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya 4 (empat) sekolah yang terdiri dari SD, SMP, SMA, dan SMK. h. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa. Akan tetapi ada yang berbeda yaitu khusus untuk DKI Jakarta, landasan yuridis yang berlaku yaitu: Peraturan



Gubernur



Nomor



116



Tahun



2007



Tentang



Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. i. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 116 tahun 2007 3. Landasan Pedagogis Pasal 3 Undang-undang No 20 tahun 2003 (dalam Ilahi, 2012: 20)



menyebutkan



bahwa



tujuan



pendidikan



nasional



adalah



berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kretaif, mandiri, dan menjadi negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Jadi, melaui pendidikan, peserta didik berkelainan dibentuk menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab,



3



yaitu individu yang mampu menghargai perbedaan dan berpartispiasi dalam masyarakat. Tujuan ini mustahil tercapai jika sejak awal mereka diisolasikan dari teman sebayanya di sekolah-sekolah khusus. Betapapun kecilnya mereka harus diberi kesempatan bersama teman sebayanya. 4. Landasan Empiris Landasan empiris yang dipakai dalam pelaksanaan pendidikan inklusif yaitu: a. Deklarasi Hak Asasi Manusia 1948 (Declaration of Human Rights). b. Konvensi Hak Anak 1989 (Convention of The Rights of Children). Konversi tentang Hak Anak PBB memiliki empat Prinsip Umum yang menaungi semua pasal lainya termasuk pasal tentang pendidikan (dalam Saputra, 2016: 5) yaitu: 1) No diskriminasi (pasal 2) menyebut secara spesifik tentang anak penyandang cacat 2) Kepentingan terbaik Anak (pasal 3) 3) Hak untuk kelangsungan Hidu dan perkembangan (pasal 6) 4) Menghargai Pendapat Anak (pasal 12). Perlu digarisbawahi, bahwa “kesemua hak itu tak dapat dipisahkan dan saling berhubungan”. Hal ini berarti bahwa meskipun menyediakan pendidikan di sekolah luar biasa untuk anak penyandang cacat itu memenuhi haknya atas pendidikan. c. Konferensi Dunia Tentang Pendidikan untuk Semua 1990 (World Conference on Education for All). Tahun



1990



di



Jomtien



Thailand,



PBB



menyelenggarakan The Word Education Forum yang dihadiri 155 negara dan puluhan NGO dari seluruh dunia. Forum yang merupakan follow up dari konvensi Hak anak ini melahirkan



4



deklarasi “Education for All” yang menargetkan bahwa pada tahun 2000 (sekarang diperbaharui menjadi 2015) semua anak didunia harus mendapatkan kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan dasar. (dalam Saputra, 2016: 5) d. Resolusi PBB nomor 48/96 Tahun 1993 Tentang Persamaan Kesempatan Bagi Orang Berkelainan (the standard rules on the equalization of opportunitites for person with dissabilities). e. Pernyataan Salamanca Tentang Pendidikan Inklusi 1994 (Salamanca Statement on Inclusive Education). Spanyol



bertujuan



untuk



mendorong



masyarakat



internasional memberikan atensi yang lebih pada anak difabel dalam target EFA. Forum inilah yang melahirkan apa yangdikenal dengan statemen Salamanca dimana terminologi dan konsep Inklusi untuk pertama kali dimunculkan. Melalui statement ini PBB merekomendasikan semua negara mengadopsi prinsip inklusi dalam semua kebijakan pendidikannya. Dalam buku Irdamurni (2020: 2-3) dijelaskan bahwa konferensi Salamanca ini ditegaskah terdapat prinsip mendasar dari pendidikan inklusi adalah “ selama memungkinkan, semua anak seyogianya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada. Butir-butir



kesepakatan



Salamanca



(dalam



Budiyanto,2017:12-15) yaitu: Tema tentang Pendidikan Inklusif 1) Kami, para delegasi Konferensi Dunia tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus yang mewakili 92 pemerintah dan 25 organisasi



internasional,



yang



berkumpul



di



sini



di



Salamanca, Spanyol, dari tanggal 7-10 Juni 1994, dengan ini menegaskan kembali komitmen kami terhadap Pendidikan bagi



semua,



mengakui



perlunya



dan



mendesaknya



5



memberikan pendidikan bagi anak, remaja, dan orang dewasa penyandang kebutuhan khusus di dalam sistem pendidikan reguler, dan selanjutnya dengan ini menyetujui kerangka aksi mengenai



pendidikan



semangatnya,



bahwa



kebutuhan ketetapan



khusus, serta



dengan



rekomendasi-



rekomendasinya diharapkan akan dijadikan pedoman oleh pemerintah- pemerintah serta organisasi-organisasi. 2) Kami meyakini dan menyatakan bahwa: a) Setiap anak mempunyai hak mendasar untuk memperoleh pendidikan dan harus diberi kesempatan untuk mencapai serta mempertahankan tingkat pengetahuan yang wajar. b) Setiap anak mempunyai karakteristik, minat, kemampuan, dan kebutuhan belajar yang berbeda. c) Sistem pendidikan seyogianya dirancang dan program pendidikan



dilaksanakan



dengan



memperhatikan



keanekaragaman karakteristik dan kebutuhan tersebut. d) Mereka yang menyandang kebutuhan pendidikan khusus harus memperoleh akses ke sekolah reguler yang harus mengakomodasi mereka dalam kerangka pedagogi yang berpusat pada diri anak yang dapat memenuhi kebutuhankebutuhan tersebut. e) Sekolah



reguler



dengan



orientasi



inklusi



tersebut



merupakan alat yang paling efektif untuk memerangi sikap diskriminasi,



menciptakan



masyarakat



yang



ramah,



membangun masyarakat yang inklusif dan mencapai pendidikan bagi semua; lebih jauh, sekolah semacam ini akan



memberikan



pendidikan



yang



efektif



kepada



mayoritas anak dan meningkatkan efisiensi dan pada akhirnya akan menurunkan biaya bagi seluruh sistem pendidikan.



6



3) Kami meminta perhatian semua pemerintah dan mendesak mereka untuk: a) Memberi prioritas tertinggi pada pengambil kebijakan dan penetapan



anggaran



untuk



meningkatkan



sistem



pendidikannya agar dapat menginklusikan semua anak tanpa memandang perbedaan-perbedaan ataupun kesulitankesulitan individual mereka. b) Menetapkan prinsip-prinsip pendidikan inklusif sebagai undang-undang atau kebijakan, sehingga semua anak ditempatkan disekolah reguler kecuali bila terdapat alasan yang sangat kuat untuk melakukan hal lain. c) Mengembangkan proyek percontohan dan mendorong pertukaran pengalaman dengan negara-negara yang telah berpengalaman dalam menyelenggarakan sekolah inklusif. d) Menetapkan mekanisme partisipasi yang terdesentralisasi untuk



membuat



perencanaan,



memantau,



dan



mengevaluasi kondisi pendidikan bagi anak serta orang dewasa penyandang kebutuhan khusus. e) Mendorong memfasilitasi partisipasi orangtua, masyarakat, dan organisasi para penyandang cacat dalam perencanaan dan proses pembuatan keputusan yang menyangkut masalah pendidikan kebutuhan khusus. f) Melakukan upaya yang lebih besar dalam merumuskan dan melaksanakan strategi identifikasi dan penanggulangan dini,



maupun



dalam



aspek-aspek



vokasional



dari



pendidikan inklusif. g) Demi berlangsungnya perubahan sistemik, menjamin agar program pendidikan guru, baik prajabatan maupun dalam jabatan, membahas masalah pendidikan kebutuhan khusus di sekolah inklusif.



7



4) Kami juga meminta masyarakat internasional, secara khusus kami minta perhatian: a) Pemerintah-pemerintah yang mempunyai program kerja sama internasional dan lembaga-lembaga pendanaan internasional, terutama para sponsor konferensi dunia tentang pendidikan bagi semua, organisasi pendidikan, ilmu



pengetahuan,



dan



kebudayaan



perserikatan



bangsabangsa (UNESCO), dana anak-anak perserikatan bangsabangsa



(UNICEF),



program



pembangunan



perserikatan bangsa-bangsa (UNDP), dan Bank Dunia:  Agar mendukung pendekatan pendidikan inklusif serta



mendukung



pengembangan



pendidikan



kebutuhan khusus sebagai bagian yang integral dari semua program pendidikan.  Perserikatan



Bangsa-bangsa



beserta



lembaga-



lembaga spesialisasinya, terutama Organisasi Buruh Internasional (ILO), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), UNESCO, dan UNICEF.  Agar



mendapat



masukan-masukannya



bagi



terjalinnya kerja sama teknis, serta memperkuat kerja sama dan jaringan kerjanya agar tercipta dukungan yang lebih  efisien



terhadap



penyelenggaraan



pendidikan



kebutuhan khusus yang lebih luas dan lebih terintegrasi. b) Organisasi-organisasi non pemerintah yang terlibat dalam perencanaan nasional dan penyaluran pelayanan: agar memperkuat kerja samanya dengan badan-badan nasional pemerintah dan agar mengintesifkan keterlibatannya dalam perencanaan,



pelaksanaan,



dan



evaluasi



terhadap 8



penyelenggaraan pendidikan kebutuhan khusus secara inklusif. c) UNESCO, sebagai lembaga perserikatan bangsa-bangsa yang menangani pendidikan:  Agar menjamin bahwa pendidikan kebutuhan khusus selalu



merupakan



bagian



dari



setiap



diskusi



mengenai pendidikan bagi semua dalam berbagai forum.  Agar



memobilisasi



dukungan



dari



organisasi-



organisasi profesi keguruan dalam hal-hal yang berkaitan dengan peningkatan pendidikan guru mengenai penyelenggaraan  pendidikan kebutuhan khusus.  Agar menstimulasi masyarakat akademik untuk meningkatkan kegiatan penelitian dan jaringan kerja serta



membentuk



pusat-pusat



informasi



dan



komunikasi regional, juga agar berfungsi sebagai pusat penerangan bagi kegiatan-kegiatan tersebut dan agar menyebarluaskan hasil-hasil serta kemajuan yang telah dicapai pada tingkat negara dalam upaya mengimplementasikan deklarasi ini.  Agar memobilisasi dana melalui perluasan program penyelenggaraan



sekolah-sekolah



inklusif



dan



program dukungan masyarakat dalam rencana jangka menengah (1996-2002), yang akan memungkinkan diluncurkannya



proyek



perintis



guna



mempertunjukkan



pendekatan-pendekatan



baru



dalam upaya penyebarluasan informasi, serta untuk mengembangkan



indikator-indikator



mengenai



9



perlunya



pendidikan



kebutuhan



khusus



dan



penyelenggaraannya. 5) Akhirnya kami menyampaikan penghargaan yang setinggitingginya kepada pemerintah Spanyol dan kepada UNESCO atas terselenggaranya konferensi ini, dan kami mendesak mereka untuk melakukan segala upaya agar deklarasi ini beserta kerangka aksinya memperoleh perhatian masyarakat dunia, terutama dalam forum-forum penting seperti KTT Dunia tentang Pembangunan Sosial (Copenhagen, 1995) dan Konferensi



Dunia



tentang



Wanita



(Beijing,



1995).



Ditetapkannya secara aklamasi, di Kota Salamanca, Spanyol pada tanggal 10 juni 1994. f. Komitmen Dakar mengenai Pendidikan Untuk Semua 2000 (The Dakar Commitment on Education for All). Dalam



Budiyanto (2017: 15) terdapat isi dari aksi



Dakar, Pendidikan untuk semua yaitu: 1) Meningkatkan dan memperluas pendidikan anak-anak secara menyeluruh, terutama bagi anak-anak yang kurang beruntung. 2) Semua anak-anak pada tahun 2015 khusnya perempuan, anak-anak dengan kondisi yang memperhatinkan dan merupakan etnis minoritas harus bisa memperoleh dan menempuh pendidikan dasar berkualitas baik secara Cuma-Cuma. 3) Program keahlian dan bersifat tepat guna akan dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran bagi anak-anak dan orang dewasa. 4) Pada 2015 diharpkan aka nada peningkatan sekitar 15 % untuk tingkat baca tulis orang dewasa, khususnya



10



wanita dan akses yang menjunjung keseimbangan akan pendidikan yang berlanjut untuk semua dewasa. 5) Menghilangkan isu gender dalam pendidikan pada 2015, hal ini akan berfokus pada akses seimbang dan menyeluruh untuk wanita dalam pendidikan dasar yang berkualitas baik. 6) Memperbaiki dalam semua aspek dalam kualitas pendidikan sehingga semua hasilnya bisa dinikmati oleh semua pihak, terutama dalam baca tulis, menghitung, dan keterampilan siap pakai. g. Deklarasi Bandung 2004 dengan komitmen “Indonesia Menuju Pendidikan Inklusif”. h. Rekomendasi Bukittinggi 2005 mengenai pendidikan yang inklusif dan ramah. Adapun bunyi dari Rekomendasi Bukittinggi 2005 (dalam Baharun, 2018: 61) adalah: 1) Sebuah pendekatan terhadap peningkatan kualitas sekolah secara menyeluruhyang akan menjamin bahwa strategi nasional untuk “pendidikan untuk semua” adalah benar-benar untuk semua. 2) Sebuah cara menjamin bahwa semua anak memperoleh pendidikan dan pemeliharaan yang berkualitas di dalam komunitas tempat tinggalnya. 3) Sebuah Kontribusi terhadap pengembangan masyarakat yang menghargai dan menghormati perbedaan individu semua warga Negara.



Disamping itu juga menyepakati rekomendasi berikut ini untuk lebih meningkatkan kualitas sistem pendidikan di Asia dan benua-benua lainnya (dalam Herawati, 2012: 9-10) yaitu: 11



1. Inklusi seyogyanya dipandang sebagai sebuah prinsip fundamental yang mendasari semua kebijakn nasional. 2. konsep kualitas seyogyanya difokuskan pada perkembangan nasional, emosional dan fisik, maupun pencapaian akademik lainnya 3. sistem asesmen dan evaluasi nasional perlu direvisi agar sesuai dengan prinsip-prinsip non diskriminasi dan inklusi serta konsep kualitas sebagaimana telah disebutkan di atas 4. orang dewasa seyogyanya menghargai dan menghormati semua anak, tanpa memandang perbedaan karakteristik maupun keadaan individu, serta seharusnya pula memperhatikan pandangan mereka 5. semua kementrian seyogyanya berkoordinasi untuk mengembangkan strategi bersama menuju inklusi. 6. Demi menjamin pendidikan untuk semua melalui kerangka sekolah yang ramah terhadap anak, maka masalah non diskriminasi dan inklusi harus diatasi dari semua dimensi, dengan upaya bersama yang terkoordinasi antara lembaga-lembaga pemerintah dan non pemerintah, donor, masyarakat, berbagai kelompok local, orang tua, anak maupun sektor swasta. 7. semua pemerintah dan organisasi internasional serta organisasi non pemerintah, seyogyanya berkolaborasi dan berkoordinasi dalam setiap upaya mencapai keberlangsungan pengembangan masyarakat inklusif dan lingkungan yang ramah terhadap pembelajaran bagi semua anak. 8. Pemerintah seyogyanya mempertimbangkan implikasi sosial maupun ekonomi bila tidak mendidik semua anak, dan oleh karena itu dalam manajemen sistem informasi sekolah harus mencangkup semua anak usia sekolah. 9. Program pendidikan pra- jabatan maupun pendidikan dalam jabatan guru seyogyanya direvisi guna mendukung pengembangan praktek inklusi sejak pada tingkat usia pra sekolah hingga usia-usia di atasnya



12



dengan menekankan pada pemahaman secara holistik tentang perkembangan dan belajar anak termasuk pada intervensi dini. 10. Pemerintah (pusat, propinsi, dan local) dan sekolah seyogyanya membangun dan memelihara dialog dengan masyarakat, termasuk orang tua, tentang nilai-nilai sistem pendidikan yang non – diskriminatifdan inklusif.



13



DAFTAR PUSTAKA Budiyanto. 2017.Pengantar Pendidikan Inklusi Berbasis Budaya Lokal.



Jakarta:



Prenedamedia Group.



Baharun, Hasan, Robiatul Awwaliyah. 2018. Pendidikan Inklusi Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Perspektif Epistemologi Islam. MODELING: 14



Jurnal Program Studi PGMI. Volume 5, Nomor 1, Maret 2018; p-ISSN: 2442 3661; e-ISSN: 2477-667X, 57-71. Universitas Nurul Jadid Paiton Probolinggo (http://jurnal.stitnualhikmah.ac.id/index.php/modeling/article/view/209/191)



Herawati, Nenden Ineu. 2012. Pendidikan Inklusif. Jurnal EduHumaniora Jurnal Pendidikan Dasar, Vol 2 No 1. UPI Kampus Cibiru Bandung (https://ejournal.upi.edu/index.php/eduhumaniora/article/view/2755/1795) Ilahi, Mohammad Takdir. 2012. Pendidikan Inklusif Konsep & Aplikasi. Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA. Irdamurni. 2020. Pendidikan Inklusif Solusi Dalam Mendidik Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Kencana. Murniati, Erni, Noul Zahrah Anastasia. 2016. Pendidikan Inklusif Di Tingkat Sekolah Dasar:Konsep, Implementasi, Dan Strategi. J D P, Volume 9, Nomor 1, April. (http://ejournal.uki.ac.id/index.php/jdp/article/view/inclusive%20education %3B%20the%20concept%20of%20inclusive%20education%3B%20the %20implementation%20of%20inclusive%20education%3B%20inclusive %20education%20strategy/91) Saputra, Angga. 2016. Kebijakan Pemerintah Terhadap Pendidikan Inklusif. GOLDEN AGE. Jurnal Ilmiah Tumbuh Kembang Anak Usia Dini. Volume. 1 Nomor.3.(file:///C:/Users/U_One/AppData/Local/Temp/1929Article%20Text4128-1-10-20180705.pdf)



15