PBL TBC [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KEGIATAN PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN



PENGETAHUAN MASYARAKAT KELURAHAN LEBUNG GAJAH KECAMATAN SAKO KOTAMADYA PALEMBANG PROVINSI SUMATERA SELATAN TENTANG TUBERKULOSIS PARU



Disusun Oleh : KELOMPOK X Esa Indah Ayudia Tan Prima Mediyanti Ronalisa Richard Prima Gintara Irwani Purnamasari Indah Yuliati Lucky Aryati Ali Ridho Ria Mareza Indah Sari



(04033100013) (04033100029) (04033100049) (04033100052) (04033100075) (04033100076) (04033100091) (04033100099) (04033100104) (04033100111) (04033100115)



FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2005/2006



1



BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) masih merupakan masalah kesehatan global karena angka kejadian dan kematian yang masih tinggi. Penyakit tuberkulosis bukanlah penyakit yang tidak dapat diberantas. Keadaan di negara-negara maju membuktikan bahwa penyakit tersebut tidak lagi menjadi masalah kesehatan utama, namun masih merupakan momok bagi negara-negara berkembang, terutama di Indonesia. WHO memperkirakan sepertiga penduduk dunia terinfeksi TBC. Lebih mengerikan lagi angka kematian akibat TBC juga masih tinggi, jauh lebih tinggi dibandingkan AIDS dan malaria. Menurut badan statistik, Indonesia menduduki peringkat tiga terbesar jumlah penderita TBC di dunia setelah India dan Cina. Menurut Yayasan Indonesia Sehat (YPIS), jumlah penderita TBC di Indonesia kini mencapai 6,7 juta orang. Data organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2002 menunjukkan bahwa kematian karena TBC di Indonesia ± 175.000 orang per tahun. Diperkirakan 8.000 penderita meninggal setiap hari di dunia akibat TBC, atau 2-3 juta setiap tahun. Di masa mendatang masalah TBC akan semakin besar karena diperkirakan terdapat 10 juta kasus baru setiap tahunnya di seluruh dunia. Sekarang ini, vaksin pencegah dan berbagai obat antituberkulosis makin dikembangkan, sehingga dapat mempermudah pencegahan dan penyembuhan TBC. Meskipun berbagai vaksin dan obat antituberkulosis sudah dikembangkan dan digunakan, hasil yang diperoleh belum maksimal. Buktinya, jumlah penderita TBC yang masih tinggi. Penanggulangan TBC yang efektif tidak hanya memperhatikan aspek medis, namun juga nonmedis seperti perilaku, tingkat sosioekonomi, dan terutama pengetahuan, sebab pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Untuk itu, perlu diketahui sejauh mana pengetahuan masyarakat tentang TBC serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.



2



I. 2. Rumusan Masalah 1. Sejauh mana tingkat pengetahuan masyarakat tentang TBC? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang TBC? I. 3. Tujuan 1. Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan masyarakat tentang TBC. 2. Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan masyarakat mengenai programprogram yang dilaksanakan pemerintah untuk memberantas TBC. I. 4. Manfaat 1. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan pengetahuan masyarakat mengenai TBC. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu pertimbangan bagi unit pelayanan kesehatan meliputi puskesmas, rumah sakit, dan swasta, BP4, serta praktek dokter swasta (PDS) dalam mengevaluasi efektivitas program pemberantasan TBC.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



3



II.1 Biomedik II.1.1 Definisi Tuberkulosis adalah salah satu infeksi saluran napas bawah. Penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet), dari orang ke orang, dan mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus. Kuman juga dapat masuk ke tubuh melalui saluran cerna, ingesti susu tercermar yang tidak dipasteurisasi, atau kadang-kadang melalui lesi kulit. Sebagian besar kuman (> 80%) Mycobacterium tuberculosis menyerang paru dan sebagian kecil mengenai organ tubuh lain (Braunwald et. al., 2002, Depkes RI, 2002). II.1.2 Etiologi Mycobacterium tuberculosis, kuman penyebab penyakit TB, termasuk ke dalam famili Mycobacteriaceae dan genus Mycobacterium. Mycobacterium tuberculosis adalah parasit intraseluler fakultatif yang menimbulkan penyakit dengan pertumbuhan dalam makrofag, tetapi dapat juga berproliferasi dalam ruangan ekstraseluler dari jaringan yang terinfeksi, dan mampu in vitro dalam sistem biakan bebas sel. Mycobacterium



tuberculosis



merupakan



aerob



obligat



yang



pertumbuhannya dibantu oleh tekanan CO2 5-10%, tetapi dihambat oleh pH di bawah 6,5 dan asam lemak rantai panjang. Basil tuberkel tumbuh hanya pada suhu 35-370C, yang sesuai dengan kemampuannya menginfeksi organ dalam, terutama paru II.1.3 Patogenesis Tuberkulosis Primer Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar



4



ultraviolet, ventilasi buruk dan gelap yang mengakibatkan kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhirup oleh orang sehat, ia akan menempel pada jalan napas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5μm. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag yang keluar dari cabang trakeo-bronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya. Bila kuman menetap di jaringan paru, ia akan tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau focus Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman juga dapat masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, dan tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier. Tuberkulosis Post-primer (Tuberkulosis Sekunder) Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahuntahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post primer = TB sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di region atas paru (bagian apicalposterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paruparu dan tidak ke nodus hiler paru.



5



II.1.4 Klasifikasi Sampai sekarang belum ada kesepakatan di antara para dokter, ahli radiologi, ahli patologi, mikrobiologi, dan ahli kesehatan masyarakat tentang keseragaman kalsifikasi tuberkulosis. Beberapa tahun sebelum 1990, Unit Paru RS Persahabatan Jakarta telah menetapkan klasifikasi TB paru yang banyak dipakai di Indonesia. Tujuan membuat klasifikasi ini untuk mendapatkan keseragaman dalam diagnosis, pengobatan maupun catatan medik, sehingga dapat diikuti oleh tim pelayanan kesehatan manapun. Klasifikasi ini berdasarkan atas hubungan manusia dengan kuman TB yang dinyatakan dalam : 1. Hasil pemeriksaan bakteriologik 



Pemeriksaan mikroskopik langsung (M)







Hasil biakan (B)



2. Gambaran radiologik 



Radiologik (Rö) + : yang dianggap relevan untuk TB paru







Radiologik (Rö) – : yang dianggap tidak relevan untuk TB paru Juga dicatat: - stabil/membaik/memburuk (seri foto) - kavitas (+)/(–)



3. Keadaan klinis penderita 1. Klinis (+): tanda-tanda yang dianggap relevan untuk TB paru 2. Klinis (-): tanda-tanda yang dianggap tidak relevan untuk TB paru 4. Riwayat pengobatan 



Sejak kapan mendapat pengobatan







Sejak kapan selesai pengobatan







Pengobatan adekuat/tidak







Belum pernah mendapat pengobatan.



6



Berdasarkan pada faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, maka TBC digolongkan dalam 3 kelas, yaitu: 1. TBC Mencakup semua kasus TB paru aktif, prosedur diagnostik yang



sudah



lengkap, semua kasus yang sedang dalam penyelesaian pengobatan, walaupun M/B (-) dan penderita-penderita dengan M/B (-), setelah pengobatan OAT jelas ada perbaikan klinis maupun radiologik. 2. Bekas TBC Mencakup penderita dengan M/B (-), Rö (-) atau Rö (+), stabil pada seri foto, Klinis (–), mungkin ada riwayat TB yang lampau dan pengobatan (–), adekuat, tidak adekuat, atau tidak teratur. 3. TBC tersangka. Mencakup penderita yang: M (–)/B belum ada hasil atau belum diperiksa, Rö (+) dengan kavitas (+) atau (–), klinis (+) dan pengobatan (–) atau (+). Penderita yang masuk dalam kelas ini, semua pemeriksaan diagnostik harus dilaksanakan, paling lambat dalam 3 bulan harus dapat ditentukan sebagai TB paru/bekas TB paru. Pada tahun 1991, WHO membagi TB berdasarkan terapi ke dalam 4 kategori yaitu: 1.



Kategori I, ditujukan terhadap: -



kasus baru dengan sputum positif



-



kasus baru dengan bentuk TB berat



2.



Kategori II, ditujukan terhadap: -



kasus kambuh



-



kasus gagal dengan sputum BTA positif



3.



4.



Kategori III, ditujukan terhadap: -



kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas



-



kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I Kategori IV, ditujukan terhadap: TB kronik



7



II.1.5 Gejala Klinik Gejala utama TBC adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum. Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam. Tapi banyak juga ditemukan pasien TBC tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah: 



Demam. Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-440C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian timbul kembali. Hilang timbul demam ini berlangsung terus menerus, sehingga pasien merasa tidak pernah lepas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.







Batuk/batuk darah Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan dari peradangan semula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (nonproduktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Selanjutnya batuk darah yang disebabkan pembuluh darah pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.







Sesak napas



8



Pada gejala awal TBC belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.







Nyeri dada. Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah mencapai pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepas napasnya.







Malaise Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan semakin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.



II.1.6 Pemeriksaan 1. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik meliputi anamnese, palpasi, perkusi dan auskultasi. 2. Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan radiologi dilakukan dengan foto toraks dan lateral. Gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis TB, yaitu: 



Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah







Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular)







Adanya kavitas, tunggal atau ganda



9







Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru







Adanya kalsifikasi







Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian







Bayangan milier Pemeriksaan radiologi dada yang lebih canggih dan saat ini sudah banyak



dipakai di rumah sakit rujukan adalah Computed Tomografi Scanning (CT Scan) dan MRI (Magnetic Resonance Imaging).



3. Pemeriksaan laboratorium 



Darah Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadangkadang meragukan dan tidak spesifik.







Sputum Pemeriksaan sputum penting untuk dilakukan karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Di samping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Kekurangan pemeriksaan sputum ini adalah kuman BTA kadangkadang sulit ditemukan. Kuman baru dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka ke luar, sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah keluar. Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5000 kuman dalam 1 ml sputum.







Tes tuberkulin Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis tuberkulosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes



10



Mantoux



yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin PPD (Purified



Protein Derivative) intrakutan berkekuatan 5 TU (Intermediate strength). Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5 TU masih dapat diberikan dulu 1 atau 2 TU (first strength). Kadang-kadang bila dengan 5 TU masih memberikan hasil negatif, dapat diulangi dengan 250 TU (second strength). Bila dengan 250 TU masih memberikan hasil yang negatif berarti tuberkulosis dapat disingkirkan. Umumnya tes Mantoux dengan 5 TU saja sudah cukup berarti. Pada orang yang kena infeksi primer akan terlihat reaksi setelah 48-72 jam dari penyuntikan, berupa kemerahan dan indurasi. Uji tuberkulin positif bila indurasi yang terjadi berukuran lebih dari 10 mm. II.1.7 Pengobatan 1. Obat anti-TB (OAT) OAT harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat yang bersifat bakterisid dengan atau tanpa obat ketiga. Tujuan pemberian OAT, antara lain: 



Membuat konversi sputum BTA positif menjadi negatif secepat mungkin melalui kegiatan bakterisid







Mencegah kekambuhan dalam tahun pertama setelah pengobatan dengan kegiatan sterilisasi







Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan daya tahan imunologis



Pengobatan TB dilakukan melalui 2 fase, yaitu: a. Fase awal intensif, dengan kegiatan bakterisid untuk memusnahkan populasi kuman yang membelah dengan cepat b. Fase lanjutan, melalui kegiatan sterilisasi kuman pada pengobatan jangka pendek atau kegiatan bakteriostatik pada pengobatan konvensional OAT yang biasa digunakan antara lain isoniazid (INH), rifampisin (R), pirazinamid (Z), dan streptomisin (S) yang bersifat bakterisid dan ethambutol (E) yang bersifat bakteriostatik. Penilaian keberhasilan pengobatan didasarkan pada hasil pemeriksaan bakteriologi, radiologi, dan klinis. Kesembuhan TB



11



paru yang baik akan memperlihatkan sputum BTA (-), perbaikan radiologi, dan menghilangnya gejala. 2. Pembedahan paru Peranan pembedahan dengan adanya OAT yang poten telah berkurang. Indikasi pembedahan dibedakan menjadi indikasi mutlak dan indikasi relatif. Indikasi mutlak pembedahan adalah: 



semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetapi sputum tetap positif







pasien batuk darah masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif







pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara konservatif



Indikasi relatif pembedahan adalah: a.



pasien dengan sputum negatif dan batuk-batuk darah berulang.



b.



kerusakan salah satu paru atau lobus dengan keluhan.



c.



sisa kavitas yang menetap.



II.1.8. Pencegahan Langkah-langkah untuk mencegah penyakit TBC dibagi 3: a. Pencegahan primer Termasuk dalam kelompok ini adalah pencegahan dini terhadap TBC, yaitu pemberian vaksinasi BCG dan peningkatan status gizi, serta mencegah transmisi dari basil TB. b. Pencegahan sekunder Pada orang yang sudah terlanjur sakit perlu juga diperhatikan supaya akibat yang lebih buruk tidak terjadi. Untuk itu perlu peningkatan pengetahuan dokter dalam hal diagnosis dini penyakit TBC serta pengobatan yang tepat dan adekuat. c. Pencegahan Tersier



12



Pada kasus-kasus yang kebetulan diketahui dalam keadaan sakit yang sudah berat, tindakan pencegahan masih diperlukan. Tindakan tersebut ditujukan agar cacat yang mungkin tak terhindarkan lagi, tidak memberikan dampak yang lebih buruk. Jadi pada kasus-kasus ini perlu juga perhatian agar mendapatkan pengobatan yang tepat dan adekuat, serta usaha rehabilitasi terhadap cacat yang timbul agar



tumbuh kembang anak dapat terus



berlangsung. Perlu perhatian khusus terhadap stimulasi fisik dan psikososial yang optimal.



II.2 Program Pemerintah Dalam Penanggulangan TB Paru Kebijakan, program, dan strategi pemerintah dalam penanggulangan TB paru diantaranya : 1. DOTS (Directly Observed Treatment Short Course) DOTS merupakan strategi pemerintah yang mulai diterapkan pada 1999. Strategi DOTS untuk menghentikan penyebaran tuberkulosis terdiri dari lima komponen, yaitu komitmen politis, diagnosis akurat dengan pemeriksaan mikroskopis, pengobatan dengan OAT dan ketaatan berobat, ketersediaan OAT yang tidak terputus, dan pencatatan serta pelaporan. Salah satu strategi DOTS yang sangat efektif dalam menurunkan prevalensi kematian akibat TB paru adalah PMO (pengawas menelan obat). PMO umumnya masih anggota keluarga. 1. Persyaratan PMO 



Seseorang yang dikenal, dipercaya, dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun penderita, selain itu harus disegani dan dihormati oleh penderita.







Seseorang yang tinggal dekat dengan penderita







Bersedia membantu penderita dengan sukarela







Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan penderita.



13



2. Siapa yang bisa jadi PMO Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di desa, perawat, pekarya, sanitarian, juru imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, anggota keluarga atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga. 3. Tugas seorang PMO 



Mengawasi penderita TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.







Memberi dorongan kepada penderita agar mau berobat secara teratur.







Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan







Memberi penyuluhan pada anggota keluarga penderita TB yang mempunyai gejala-gejala tersangka TB untuk segera memeriksakan diri kepada petugas kesehatan.



4. Selain itu PMO juga harus mempunyai kemampuan untuk menyampaikan informasi-informasi yang benar mengenai TB paru. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan diantaranya: 



TB bukan penyakit keturunan atau kutukan







TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur







Tata laksana pengobatan penderita pada tahap intensif dan lanjutan







Pentingnya berobat secara teratur, karena itu pengobatan perlu diawasi







Efek samping obat dan tindakan yang harus dilakukan bila terjadi efek samping tersebut



 2.



Cara penularan dan mencegah penularan.



Gerdunas (Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis)



14



Pada 1999 pemerintah Indonesia menetapkan TBC sebagai prioritas kesehatan nasional. Gerdunas TB adalah satu gerakan multisektor dan multikomponen dalam masyarakat yang terkait dalam P2TB (Depkes RI, 2000) yang berupaya untuk mempromosikan percepatan pemberantasan tuberkulosis. Gedurnas merupakan pendekatan terpadu yang mencakup rumah sakit dan sektor swasta dan semua pengambil kebijakan lain, termasuk penderita dan masyarakat. Tujuan Gedurnas TB secara internal organisasi Depkes adalah untuk mengkoordinasikan manajemen P2TB secara lintas bidang dan secara ekstrernal adalah untuk melibatkan sektor lain yang bersedia secara aktif dalam P2TB. Melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI, No: 203/Menkes/III/1999 telah ditetapkan Gerdunas TB yang secara organisatoris terdiri dari: Komite Nasional Penanggulangan TB, Komite Ahli Penanggulangan TB, dan Tim Teknis Penanggulangan TB. 3. Penyuluhan TBC Salah satu bentuk perhatian pemerintah dalam usahanya untuk menurunkan jumlah penderita TBC adalah dengan penyuluhan TB. Penyuluhan TB sangat perlu dilakukan karena masalah TB berkaitan dengan masalah pengetahuan dan perilaku masyarakat. Tujuan penyuluhan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan peran serta masyarakat dalam penanggulangan TBC. Penyuluhan TBC dapat dilaksanakan dengan menyampaikan pesan penting secara langsung ataupun dengan media. 4. Komitmen Internasional Pemerintah Indonesia menyediakan sejumlah besar dana untuk pengendalian tuberkulosis, dan telah menjanjikan US$ 19,8 juta untuk obatobatan dan gaji staf. Anggaran sebesar ini mencakup 54% dari kebutuhan seluruhnya sebesar US$ 36,5 juta. Hal ini merupakan bukti dari komitmen politis untuk menghentikan dan menurunkan penyebaran tuberkulosis pada 2015. Komitmen internasional lain mencakup Deklarasi Amsterdam tahun



15



2000, dimana menteri kesehatan menyetujui untuk mencapai 70% angka deteksi kasus pada 2005 dan keberhasilan pengobatan sebesar 85%. II.4 Pengetahuan Masyarakat tentang TBC Pengetahuan masyarakat tentang TBC diduga ikut mempengaruhi peningkatan jumlah kasus TBC di Indonesia. Di bawah ini dicantumkan pengetahuan masyarakat tentang TBC yang merupakan hasil penelitian. Penelitian ini dilakukan pada masyarakat di Desa Talang Pangeran Kabupaten Ogan Ilir Provinsi Sumatera Selatan oleh dr. Hasan Basri. Responden penelitian adalah penduduk Desa Talang Pangeran dengan jumlah responden yang ditetapkan adalah 200 orang dengan pembagian 91 orang laki-laki dan 109 orang perempuan. Penelitian yang dilakukan adalah survei epidemiologi cross sectional. Selain itu, dilakukan uji Chi Square untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel pengetahuan tentang penyakit TB dengan variabel tertentu. Kesimpulan yang didapat dari penelitian yang dilakukan oleh dr. Hasan Basri adalah: 1.



Pengetahuan responden tentang penyakit TB cukup bervariasi. Namun, setelah dilakukan skoring, ternyata 52% sudah memiliki pengetahuan yang cukup benar mengenai TB.



2.



Tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel jenis kelamin, pendapatan perkapita dan kebiasaan merokok dengan pengetahuan tentang penyakit TB. Sedangkan tingkat pendidikan menunjukan hubungan yang bermakna dengan pengetahuan tentang penyakit TB. Makin tinggi tingkat pendidikan, maka makin baik pengetahuan masyarakat tersebut.



3.



Masyarakat tidak tahu mengenai keberadaan program DOTS, namun sebagian kecil dari masyarakat menyadari adanya program pemerintah dalam penyediaan obat anti-TB dalam bentuk paket.



16



4.



Pengetahuan responden tentang gejala klinis TBC sudah cukup tinggi. Hal ini terbukti 83% dari responden dapat menyebutkan gejala klinis TBC dengan benar.



5.



Sebagian besar responden tidak mengetahui penyebab TBC. Mereka menyebutkan keturunan sebagai penyebab TBC. Hanya 35% responden yang mengetahui penyebab TBC adalah kuman.



6.



58% responden mengetahui cara penularan TBC adalah melalui udara sedangkan responden yang tidak tahu cara penularannya menyebutkan TBC merupakan penyakit keturunan, tidak menular, atau sama sekali tidak mengetahui cara penularan TBC.



7.



Dari keseluruhan responden, sebagian besar (75,5%) tidak tahu tentang pengobatan TBC seperti mengapa perlu diobati, obat apa saja yang dapat menyembuhkan TBC, apakah perlu diobati secara teratur dalam jangka waktu tertentu, dan bagaimana pengobatan yang teratur itu. BAB III METODE PENELITIAN



III.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah survei deskriptif dengan menggunakan teknik penelitian kualitatif. III.2. Lokasi dan Waktu Penelitian akan dilakukan di Kelurahan Lebung Gajah, Kecamatan Sako, Kotamadya Palembang, Provinsi Sumatera Selatan. Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2005-Februari 2006 yang terbagi dalam 5 tahap: 1. Pembuatan proposal dilakukan pada Oktober 2005-Januari 2006 2. Pengumpulan data dilakukan pada 2-4 Februari 2006 3. Pengolahan data dilakukan pada 5-8 Februari 2006 4. Seminar dilakukan pada 9-10 Februari 2006



17



5. Penyusunan laporan dilakukan pada 11-12 Februari 2006 IV.3. Populasi dan Sampel Pada penelitian ini populasi yang akan diambil adalah penduduk yang berumur di atas 17 tahun, yang bertempat tinggal di Kelurahan Lebung Gajah, Kecamatan Sako, Kotamadya Palembang, Provinsi Sumatera Selatan. Pengambilan sampel akan dilakukan dengan teknik cluster sampling. Pada penelitian ini dari 3985 KK, diambil 100 KK sebagai sampel. III.4. Variabel 1. Sosiodemografi -



Jenis kelamin responden



-



Umur responden



-



Pekerjaan responden



-



Latar belakang pendidikan



-



Status perkawinan



-



Pendapatan keluarga responden



-



Deskripsi keluarga responden



2. Pengetahuan responden -



Pengertian TBC



-



Penyebab TBC



-



Penularan TBC



-



Pencegahan TBC



-



Gejala-gejala TBC



-



Faktor pendukung TBC



-



Penyembuhan TBC



-



Bahaya TBC



-



Program pemerintah dalam penanggulangan TBC



IV.5. Definisi Operasional



18



1. Karakteristik Sosiodemografi a. Jenis kelamin meliputi responden laki-laki atau wanita. b. Umur adalah usia berdasarkan tanggal, bulan, tahun lahir responden. c. Pekerjaan adalah aktivitas rutin yang dilakukan responden untuk memenuhi kebutuhan keluarga. d. Tingkat pendidikan terakhir adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang telah dilalui oleh responden. e. Status perkawinan meliputi responden sudah kawin atau tidak kawin. f. Tingkat sosioekonomi meliputi pendapatan per bulan, pengeluaran per bulan, dan kepemilikan keluarga responden. g. Deskripsi keluarga responden meliputi jumlah anggota keluarga dalam satu rumah, tingkat pendidikan dan pekerjaan masing-masing anggota keluarga. 2. Pengetahuan responden tentang TBC a. TBC adalah penyakit kronik menular pada paru yang disebabkan oleh kuman atau bakteri. b.



Penyebab TBC adalah Mycobacterium tuberculosis



c. Penularan TBC adalah bahwa kuman TB dapat menyebar ke udara melalui droplet nuklei pada waktu penderita batuk atau bersin, melalui makanan, dan lesi kulit. Pengetahuan responden dianggap cukup apabila dapat menyebutkan cara penularan TBC. d. Pencegahan TBC adalah langkah-langkah yang ditempuh oleh masyarakat dan pemerintah untuk mengurangi insiden TB paru. Pencegahan TBC meliputi imunisasi, mencegah kontak dengan penderita, sanitasi lingkungan, dan nutrisi yang baik. Pengetahuan responden dianggap cukup apabila dapat menyebutkan minimal dua cara pencegahan TBC. e. Gejala TBC adalah gejala yang diketahui oleh responden, seperti batuk, sesak nafas, demam, nyeri dada, badan lemah, berat badan menurun,malaise, dan lain-lain.



19



Pengetahuan responden dianggap cukup apabila dapat menyebutkan minimal tiga gejala TBC. f. Faktor pendukung TBC adalah faktor-faktor yang menyebabkan individu lebih rentan terinfeksi TBC, meliputi perilaku merokok, gizi kurang, keterpaparan terhadap kuman TBC, dan jenis kelamin. g. Penyembuhan TBC adalah cara-cara yang dilakukan untuk menyembuhkan TBC, seperti pengobatan yang teratur dengan obat antituberkulosis. h. Bahaya TBC meliputi menurunnya fungsi pernafasan, mudah terkena penyakit lain, dan kematian. i.



Program pemerintah dalam menanggulangi TBC melalui DOTS, penyuluhan, komitmen internasional, dan vaksinasi BCG meliputi pengetahuan masyarakat tentang kegunaan BCG. Pengetahuan responden dianggap cukup apabila mengetahui minimal satu



program atau strategi pemerintah mengenai TBC. Apabila responden dapat menjawab benar variabel pengertian TBC, penyebab, penularan, pencegahan, penyebuhan, dan program pemerintah maka responden dianggap mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai TBC. III.6. Metode Pengumpulan Data Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan wawancara terstruktur dengan menggunakan interview shcedule. Pertanyaan-pertanyaan dalam interview schedule tersebut disusun sedemikian rupa sehingga dapat mencakup semua variabel yang diamati. Selain itu penelitian ini memadukan interview schedule dengan wawancara mendalam dan observasi untuk meyakini akurasi data. Hasil interview schedule, wawancara mendalam dan observasi dikumpulkan, diteliti, dan dikelompokkan satu per satu. III.7. Cara Pengumpulan Data Pada penelitian ini Fakultas Kedokteran UNSRI mengambil Kecamatan Sako, Kelurahan Lebung Gajah sebagai wilayah penelitian. Pada tanggal 2 Februari 2006,



20



serah terima mahasiswa Fakultas Kedokteran UNSRI oleh pembimbing PBL, dr. Mutiara Budi Azhar kepada Camat Sako, M.Syafei, di kantor Kecamatan Sako. Penerimaan dan penyambutan oleh camat dan stafnya sangat baik. Setelah itu camat menyerahkan pada Lurah Lebung Gajah, Akhmadi Irianto,SH. Setelah diterima dan disambut baik oleh lurah dan stafnya, peneliti menuju ke Puskesmas Sako untuk mendapatkan data sekunder. Kemudian peneliti diarahkan kembali ke kelurahan untuk mendapatkan data sekunder dan memperoleh pembagian wilayah kerja (Rukun Tetangga) yang telah ditentukan oleh lurah. Peneliti mendapatkan 10 wilayah kerja (Rukun Tetangga) yaitu RT.18,19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, dan 53 dari 53 RT yang berada di Kelurahan Lebung Gajah.Setelah mendapatkan wilayah penelitian,peneliti diarahkan ke rumah-rumah ketua RT untuk meminta izin pengambilan data di wilayah mereka. Populasi penelitian ini adalah di atas 17 tahun, peneliti mengambil parameter 17 tahun keatas karena dianggap dapat memberikan keterangan yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Populasi penelitian dihitung per kepala keluarga karena peneliti menganggap pengetahuan sampel tentang TBC per kepala keluarga diannggap saling mempengaruhi. Dari 10 RT di Kelurahan Lebung Gajah, peneliti mengambil 100 sampel. Di hari kedua, 3 Februari 2006, peneliti mengambil data kerumah-rumah penduduk. Sambutan masyarakat setempat sangat ramah dan mereka menyambut positif kegiatan peneliti. Dalam mengumpulkan data peneliti yang beranggotakan 11 orang dibagi menjadi 5 kelompok, masing-masing kelompok bertanggung jawab untuk mengumpulkan data di 2 RT. Pada hari kedua peneliti dapat mengumpulkan data sekitar 70%. Di hari ketiga, 4 Februari 2006, peneliti berhasil mengumpulkan seluruh data. Pada 6 Februari 2006, setelah pengambilan data selesai maka selesailah rangkaian kegiatan pengumpulan data di Kelurahan Lebung Gajah Kecamatan Sako Kotamadya Palembang, dan diakhiri dengan penyerahan kembali para mahasiswa ke Fakultas Kedokteran UNSRI oleh Camat Sako.



21



III.8. Penyajian dan Analisis Data Setelah seluruh data hasil interview schedule, wawancara mendalam, dan observasi didapatkan, maka dilakukan analisis terhadap tiap variabel dari data yang telah terkumpul. Data yang diperoleh akan diatur, diurutkan, dan dikelompokkan. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk pernyataan-pernyataan deskriptif dan dikuantifikasi berdasarkan persentase (disajikan dalam bentuk tabel). III.9. Keterbatasan Keterbatasan penelitian ini diantaranya adalah beberapa RT jauh dari jalan raya dan satu-satunya alat angkutan yang melalui wilayah tersebut hanya becak. Selain itu pengambilan data yang dilakukan pada jam kerja (08.00-16.00) mempersulit peneliti untuk mewawancarai responden laki-laki sebab kebanyakan dari mereka sedang bekerja dan sebagian rumah kosong pada jam kerja sehingga peneliti lebih banyak mewawanacarai responden perempuan. Keterbatasan waktu membuat peneliti lebih terburu-terburu dalam mewawancarai 100 sampel dalam waktu yang relatif singkat.



22



BAB IV KEADAAN UMUM IV.1. Letak dan Batas Wilayah Administrasi Kelurahan Lebung Gajah merupakan salah satu kelurahan yang terdapat di Kecamatan Sako wilayah Kotamadya Palembang. Kelurahan ini memiliki wilayah seluas 291 Ha, yang terdiri dari 53 RT dan 13 RW. Jarak kelurahan ini dengan pusat kota kurang lebih 10 km sedangkan dengan pemerintahan kecamatan kurang lebih 3 km. Secara geografis batas-batas kelurahan Lebung Gajah adalah sebagai berikut: 1. Sebelah selatan



: Bukit Sangkal



2. Sebelah utara



: Sako



3. Sebelah barat



: Sialang



4. Sebelah timur



: Srimulya



23



IV..2 Perhubungan dan Komunikasi Kelurahan Lebung Gajah mempunyai sarana perhubungan darat berupa jalan raya yang sudah diaspal, jalan bebatuan dan jalan tanah. Jalan-jalan tersebut dapat dilalui oleh kendaraan roda dua, becak, dan sepeda, sedangkan mobil hanya dapat melalui jalan tertentu saja. Sebagian besar penduduk telah memiliki kendaraan pribadi seperti mobil, motor, dan sepeda. Sarana angkutan umum yang terdapat di kelurahan hanya berupa becak. Sarana komunikasi di Kelurahan Lebung Gajah berupa media cetak dan media elektronik. Media cetak berupa koran, majalah, dan lain-lain. Media elektronik berupa televisi, radio, dan telepon. Pelayanan energi listrik dari PLN (Perusahaan Listrik Negara) yang bisa digunakan selama 24 jam.



IV.2. Sarana dan Prasarana Sebagian besar rumah penduduk permanen yaitu dari batu dan beratap genteng berjumlah 3.889, rumah semi permanen berjumlah 156, dan rumah non permanen berjumlah 43. Sebagian besar rumah penduduk sudah dialiri listrik. Penduduk kelurahan ini memperoleh air dari sumur dan PDAM. Sarana pendidikan formal yang digunakan masyarakat Kelurahan Lebung Gajah terdiri dari 5 TK swasta, 2 SD negeri dan 1 SD swasta, 1 SLTP swasta, 1 SLTA swasta, dan 1 PT swasta. Sarana keagamaan di kelurahan ini terdiri dari 8 masjid, 4 mushola, dan 3 gereja. Bidang kemasyarakatan agama berupa 9 majlis taklim dan 3 majlis gereja. Sarana kesehatan masyarakat terdiri dari 1 rumah sakit swasta, 2682 akseptor KB, 6 posyandu, dan 1 puskesmas. Sarana olahraga/pendidikan di Kelurahan Lebung Gajah terdiri dari 15 sarana olahraga, 4 sarana kesenian, dan 10 sarana sosial.



24



IV.3. Sanitasi Lingkungan Secara umum, sanitasi lingkungan Kelurahan Lebung Gajah sudah cukup baik, tampak dari jalan-jalan yang bebas dari sampah. Di wilayah ini terdapat perumahan yang cukup asri dan bersih karena masyarakat sekitar telah memperhatikan sanitasi dalam dan luar rumah. Namun, ada juga penduduk wilayah ini yang belum memperhatikan keadaan sanitasi dalam rumah, tampak dari ventilasi dan pencahayaan matahari yang kurang memenuhi syarat kesehatan. IV.4. Pemerintahan Kelurahan Pemerintahan kelurahan dipimpin oleh lurah yang dibantu oleh seorang sekretaris lurah. Perangkat kelurahan yang lain yaitu kepala urusan/kepala seksi dan staf.



IV.5. Demografi IV.5.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur Jumlah penduduk Kelurahan Lebung Gajah pada bulan Februari 2006 adalah 21.206 jiwa, yang tersebar di 53 RT dan 13 RW. Menurut jenis kelamin, penduduk laki-laki berjumlah 10.883 jiwa dan perempuan berjumlah 10.323 jiwa. Kepala keluarga berjumlah 10.534. Adapun komposisi penduduk menurut umur adalah sebagai berikut: Tabel 1. Komposisi penduduk berdasarkan umur Kelompok Umur 0–6 7 – 12 13 – 15 15 – 20 21 – 25 25 – tahun ke atas Jumlah



Jumlah 1.265 2.040 2.006 2.452 4.602 8.841 21.206



Prosentase (%) 5.96% 9,62% 9,46% 11,56% 21,70% 41,7% 100%



IV.5.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian



25



Sebagian besar penduduk Kelurahan Lebung Gajah bermata pencaharian sebagai wiraswasta, petani, buruh, dan PNS. Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian Mata Pencaharian PNS ABRI Swasta BUMN Pensiunan Wrkawuri Tani Dagang Jasa Pelajar Mahasiswa Wiraswasta Jumlah



Jumlah 1.395 75 1.811 435 208 40 143 365 12 375 1.024 6.172 12.055



IV.5.3 Sosiokultural Penduduk Kelurahan Lebung Gajah yang beragama Islam berjumlah 15.885 orang, Kristen Protestan berjumlah 255 orang, Katholik berjumlah 604 orang, Budha berjumlah 106 orang, dan Hindu berjumlah 5 orang.



26



DAFTAR PUSTAKA



1. Danusantoso, Halim. Tuberkulosis Paru dalam Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Hipocrates. Jakarta. 1999; 93-151. 2. Waspada TBC Sejak Dini. 6 April 2004. http://www.republika.com/health.htm 3. Novaliani, Amirah. Persepsi Masyarakat tentang Penyakit TBC. Jurnal Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2004; 878-885. 4. Corwin, Elizabeth. Sistem Pernafasan dalam Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.1997; 414-417. 5. Idris, Fahmi. Manajemen Public Private Mix: Penanggulangan Tuberkulosis Strategi DOTS Dokter Praktik Swasta. Yayasan Penerbit IDI. Jakarta. 6. Marren, John. Infeksi Mikobakteria dalam Dasar Biologis dan Klinis Penyakit Infeksi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.1994; 208-227. 7. Bahar, A. Tuberkulosis Paru dalam Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi III. Editor Soeparman. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001; 819-829. 8. Nawas, Arifin. Diagnosis Tuberkulosis Paru. Cermin Dunia Kedokteran No 63. 1990; 13-16 9. Hadiarto, Dr. Tuberkulosis Paru dalam Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Edisi III. Editor Arif Mansjoer dkk. Media Aesculapius FKUI. Jakarta. 1999; 472-476. 10. Utji, Robert & Harun, Hasrul. Kuman Tahan Asam dalam Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Binarupa Aksara. Jakarta. 1994; 191-199. 11. Suryatenggara, Wibowo. Pengobatan Tuberkulosis Paru. Cermin Dunia Kedokteran No 63. 1990; 25-28



27



12. Price, S.A & Wilson. Tuberkulosis Paru dalam Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit Bagian II. Edisi 4. EGC. Jakarta.1994. 13. Farid, M. Masalah Pengobatan Tuberkulosis Anak. Disampaikan pada Simposium Pulmonologi dan Hematologi Anak dalam rangka Dies Natalis ke-28 Universitas Sriwijaya & Rapat Kerja IDAI 1988. Palembang. 14. TBC



di



Indonesia



Ketiga



Terbanyak



di



Dunia.



1



November



2001.



TBC.



17



September



2001.



http://www.kompas.com/ 15. Satu



Meninggal



Tiap



Empat



Menit



akibat



http://www.kompas.com/ 16. Tuberkulosis (TB) subbab dari Mengendalikan Penyakit Malaria dan Mulai Menurunnya Jumlah Kasus Malaria dan Penyakit lainnya pada 2015. 2004. http://www.undp.or.id/pubs/imdg2004/BI/Indonesia MDG-BI-Goal6.pdf



28