TBC PBL 26 (Susi) [PDF]

  • Author / Uploaded
  • sasa
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Tuberculosis dalam Keluarga Susi 10.2009.108 Fakultas kedokteran universitas Kristen krida wacana Jalan Arjuna No.6, Jakarta 11510 Email: [email protected]



Pendahuluan Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa, mycobacterium bovis serta Mycobacterium avium, tetapi lebih sering disebakan oleh Mycobacterium tuberculosa. Pada tahun 1993, WHO telah mencanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis di dunia, karena pada sebagian besar negara di dunia, penyakit tuberkulosis menjadi tidak terkendali.Di Indonesia sendiri, penyakit tuberkulosis merupakan masalah kesehatan yang utama.Pada tahun 1995, hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga (3) setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok umur.Di Indonesia sendiri, karena sulitnya mendiagnosa tuberkulosis pada anak, maka angka kejadian tuiberkulosis pada anak belum diketahui pasti, namun bila angka kejadian tuberkulosis dewasa tinggi dapat diperkirakan kejadian tuberkulosis pada anak akan tinggi pula. Hal ini terjadi karena setiap orang dewasa dengan BTA positif akan menularkan pada 10-15 orang dilingkungannya, terutama anakanak (Depkes RI, 2002).Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh nesar terhadap status kesehatan penghuninya (Notoatmodjo, 2003).Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyebaran kuman tuberkulosis. Kuman tuberkulosis dapat hidup selama 1 – 2 jam bahkan sampai beberapa hari hingga berminggu-minggu tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang baik, kelembaban, suhu rumah dan kepadatan penghuni rumah.



1



Skenario 5 Bapak M (45 tahun) memiliki seorang istri (43 tahun) dan 5 orang anak yang masingmasing A(P) 25 tahun, S(P) 23 tahun, As (L) 20 tahun, Rs (L) 10 tahun, R(P) 5 tahun. Istri bapak M mendapatkan pengobatan TBC paru dan sudah berjalan 3 bulan. Anak perempuannya, R saat ini sedang batuk-batuk sudah 3 minggu tidak kunjung reda. Riwayat penurunan berat badan dan keringat malam juga ada. Berat badan 12 kg, skar BCG +. Karena tidak tahu dan tidak punya cukup uang, anak R hanya diberi jamujamuan dan obat warung. keluarga bapak M tinggal di sebidang rumah 4x11 meter pemukiman padat penduduk.



Definisi Tuberculosis (TBC) Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suddarth, 2003). Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang bervariasi, akibat kuman mycobacterium tuberkulosis sistemik sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru-paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Mansjoer, 2000). Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang menyerang pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri yaitu mycobacterium tuberculosis. (Smeltzer, 2002).dapat menyimpulkan bahwa, TB Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman mycobakterium tuberculosis yang menyerang saluran pernafasan terutama parenkim paru.



Epidemiologi 1. Resiko Penularan - Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko -



penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif. Risiko penularan setiap tahunnya juga ditunjukan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko 2



terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1% berarti 10 diantara 1000 -



penduduk terinfeksi setiap tahunnya. ARTI di Indonesia bervariasi 1-3%. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberculin negatif menjadi positif. 1,2



Gambar 1: Bakteri Mycobacterium tuberculosis penyebab TBC



Sumber: (http://getfreeartikel.wordpress.com/2011/05/15/tuberculosistbc/) -



2. Faktor Host Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak kejadian dan kematian : -



Paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita



-



Paling luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada wanita



-



Puncak sedang pada usia lanjut



Dalam perkembangannya, infeksi pertama semakin tertunda, walau tetap tidak berlaku pada golongan dewasa, terutama pria dikarenakan penumpukan grup sampel usia ini atau tidak terlindung dari resiko infeksi. Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang diakibatkan tekanan psikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi. Penduduk dengan sosialekonomi rendah 3



memiliki laju lebih tinggi. Aspek keturunan dan distribusi secara familial sulit terinterprestasikan dalam TBC, tetapi mungkin mengacu pada kondisi keluarga secara



umum



dan



sugesti



tentang



pewarisan



sifat



resesif



dalam



keluarga. Kebiasaan sosial dan pribadi turut memainkan peranan dalam infeksi TBC, sejak timbulnya ketidakpedulian dan kelalaian. Status gizi, kondisi kesehatan secara umum, tekanan fisik-mental dan tingkah laku sebagai mekanisme pertahanan umum juga berkepentingan besar. Imunitas spesifik dengan pengobatan infeksi primer memberikan beberapa resistensi, namun sulit untuk dievaluasi.2



3. Faktor Agent (Mycobacterium tuberculosis) Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan kimia atau antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang lama. Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara Mycobacterium Tuberculosis sangat tinggi. Patogenesis hampir rendah dan daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan kondisi Host. Sifat resistensinya merupakan problem serius yang sering muncul setelah penggunaan kemoterapi moderen, sehingga menyebabkan keharusan mengembangkan obat baru. Umumnya sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi. Untuk transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung, serta transmisi kongenital yang jarang terjadi.2



4. Faktor Lingkungan Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian yang besar dan prevalensi menurut tingkat perkembangannya. Penularannya pun berpola sekuler tanpa dipengaruhi musim dan letak geografis.



4



Keadaan sosial-ekonomi merupakan hal penting pada kasus TBC. Pembelajaran sosiobiologis menyebutkan adanya korelasi positif antara TBC dengan kelas sosial yang mencakup pendapatan, perumahan, pelayanan kesehatan, lapangan pekerjaan dan tekanan ekonomi. Terdapat pula aspek dinamis berupa kemajuan industrialisasi dan urbanisasi komunitas perdesaan. Selain itu, gaji rendah, eksploitasi tenaga fisik, penggangguran dan tidak adanya pengalaman sebelumnya tentang TBC dapat juga menjadi pertimbangan pencetus peningkatan epidemi penyakit ini. Pada lingkungan biologis dapat berwujud kontak langsung dan berulang-ulang dengan hewan ternak yang terinfeksi adalah berbahaya.2



Cara Penularan  



Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000







percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama







beberapa jam dalam keadaan gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasein dapat ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan







dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB adalah ditentukan konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. 2 Gambar 2: Skema Diagnosis TBC Paru pada orang dewasa



5



Sumber: (http://getfreeartikel.wordpress.com/2011/05/15/tuberculosistbc/)



Surveilans Pengertian Surveilans penting untuk pahami, khususnya terkait (elaborasi) dengan teori simpul Ahmadi. surveilans menjadi vital juga karena pijakan pola fikir kita sejauh menyangkut konsep dasar Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan (ADKL). Menurut German (2001), surveilans kesehatan masyarakat (public health surveillance) adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara terus - menerus berupa pengumpulan data secara sistematik, analisis dan interpretasi data mengenai suatu peristiwa yang terkait dengan kesehatan untuk digunakan dalam tindakan kesehatan masyarakat dalam upaya mengurangi angka kesakitan dan kematian, dan meningkatkan status kesehatan. Data yang dihasilkan oleh sistem surveilans kesehatan masyarakat dapat digunakan: 4 a. Sebagai pedoman dalam melakukan tindakan segera untuk kasus-kasus penting kesehatan masyarakat. b. Mengukur beban suatu penyakit atau terkait dengan kesehatan lainnya, termasuk identifikasi populasi resiko tinggi. c. Memonitor kecenderungan beban suatu penyakit atau terkait dengan kesehatan d. e. f. g.



lainnya, termasuk mendeteksi terjadinya outbreak dan pandemic. Sebagai pedoman dalam perencanaan, implementasi, dan evaluasi program Mengevaluasi kebijakan-kebijakan public Memprioritaskan alokasi sumber daya kesehatan Menyediakan suatu dasar untuk penelitian epidemiologi lebih lanjut.



6



Pendekatan surveilans dapat dibagi menjadi dua jenis: surveilans pasif dan surveilans aktif. Surveilans pasif memantau penyakit secara pasif, dengan menggunakan data penyakit yang harus dilaporkan (reportable diseases) yang tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan. Kelebihan surveilans pasif, relatif murah dan mudah untuk dilakukan. Negara-negara anggota WHO diwajibkan melaporkan sejumlah penyakit infeksi yang harus dilaporkan, sehingga dengan surveilans pasif dapat dilakukan analisis perbandingan penyakit internasional. Kekurangan surveilans pasif adalah kurang sensitif dalam mendeteksi kecenderungan penyakit. Data yang dihasilkan cenderung underreported, karena tidak semua kasus datang ke fasilitas pelayanan kesehatan formal. Selain itu, tingkat pelaporan dan kelengkapan laporan biasanya rendah, karena waktu petugas terbagi dengan tanggungjawab utama.4 Surveilans aktif menggunakan petugas khusus surveilans untuk kunjungan berkala ke lapangan, desa-desa, tempat praktik pribadi dokter dan tenaga medis lainnya, puskesmas, klinik, dan rumah sakit, dengan tujuan mengidentifikasi kasus baru penyakit atau kematian, disebut penemuan kasus (case finding), dan konfirmasi laporan kasus indeks. Kelebihan surveilans aktif, lebih akurat daripada surveilans pasif, sebab dilakukan oleh petugas yang memang dipekerjakan untuk menjalankan tanggungjawab itu. Selain itu, surveilans aktif dapat mengidentifikasi outbreak lokal. Kelemahan surveilans aktif, lebih mahal dan lebih sulit untuk dilakukan dari pada surveilans pasif. Sistem surveilans dapat diperluas pada level komunitas, disebut community surveilance. Dalam community surveilance, informasi dikumpulkan langsung dari komunitas oleh kader kesehatan, sehingga memerlukan pelatihan diagnosis kasus bagi kader kesehatan. Definisi kasus yang sensitif dapat membantu para kader kesehatan mengenali dan merujuk kasus mungkin (probable cases) ke fasilitas kesehatan tingkat pertama. Petugas kesehatan di tingkat lebih tinggi dilatih menggunakan definsi kasus lebih spesifik, yang memerlukan konfirmasi laboratorium. Community surveilans mengurangi kemungkinan negatif palsu.4



Pedoman nasional pemberantasan TB



7



Dalam perkembangannya dalam upaya ekspansi penanggulangan TB, kemitraan global dalam penanggulangan TB mengembangkan strategi sebagai berikut: 10 1. Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS 2. Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya 3. Berkontribusi dalam penguatan system kesehatan 4. Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintahmaupun swasta 5. Memberdayakan pasien dan masyarakat 6. Melaksanakan dan mengembangkan riset Adapun kegiatan P2TB dilaksanakan dengan cara penemuan dan pengobatan pasien, perencanaan, pemantauan dan evaluasi, peningkatan SDM (pelatihan, supervisi), penelitian, promosi kesehatan, dan kemitraan dengan lintas sector. Tujuan Dan Target Tujuan P2TB adalah menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB, memutuskan rantai penularan, serta mencegah terjadinya multidrug resistance (MDR),sehingga TB tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat. Kebijakan a. Penanggulangan TB di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi dengan Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana) b. Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS c. Penguatan kebijakan untuk meningkatkan komitmen daerah terhadap program penanggulangan TB d. Penguatan strategi DOTS dan



pengembangannya



ditujukan



terhadap peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan mencegahterjadinya MDR-TB e. Penemuan dan pengobatan dalam rangka penanggulangan TBdilaksanakan oleh seluruh Unit Pelayanan Kesehatan (UPK), meliputiPuskesmas, Rumah Sakit Pemerintah dan swasta, Rumah Sakit Paru(RSP), Balai Pengobatan 8



Penyakit Paru Paru (BP4), Klinik Pengobatanlain serta Dokter Praktek Swasta (DPS) f. Penanggulangan TB dilaksanakan melalui promosi, penggalangan kerjasama dan kemitraan dengan program terkait, sektor pemerintah, non pemerintah dan swasta dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan TB (Gerdunas TB) g. Peningkatan kemampuan laboratorium diberbagai tingkat pelayanan ditujukan untuk peningkatan mutu pelayanan dan jejaring h. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk penanggulangan TB diberikankepada pasien secara cuma-cuma dan dijamin ketersediaannya i. Ketersediaan sumberdaya manusia yang kompeten



dalam



jumlah



yangmemadai untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja program j. Penanggulangan TB lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin dankelompok rentan terhadap TB k. Pasien TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya l. Memperhatikan komitmen internasional yang termuat dalam Millennium Development Goals (MDGs) Strategi a. Peningkatan komitmen politis yang berkesinambungan untuk menjamin ketersediaan



sumberdaya



dan



menjadikan



penanggulangan



TB



suatu prioritas b. Pelaksanaan dan pengembangan strategi DOTS yang bermutu dilaksanakan secara bertahap dan sistematis c. Peningkatan kerjasama dan kemitraan dengan pihak terkait melaluikegiatan advokasi, komunikasi dan mobilisasi social d. Kerjasama dengan mitra internasional untuk mendapatkan komitmen dan bantuan sumber daya. e. Peningkatan kinerja



program



melalui



kegiatan



pelatihan



dan



supervisi, pemantauan dan evaluasi yang berkesinambungan



Syarat Rumah Sehat 1. Pencahayaan Setiap rumah sehat haruslah memiliki pencahayaan yang cukup, baik dari alam maupun buatan yang dapat menerangi seluruh bagian rumah dengan intensitas minimal 60 lux dan tidak menyilaukan. 9



2. Ventilasi Rumah sehat juga harus memiliki ventilasi udara yang cukup, minimal 10% dari luas lantai ruangan, agar udara menjadi segar karena sirkulasi udara yang lancar. 3. Atap Saat ini, atap dari bahan genteng merupakan media yang paling banyak digunakan di Indonesia. Disamping harganya yang terjangkau, genteng yang terbuat dari tanah liat ini juga cocok untuk daerah beriklim tropis seperti negara kita, dan mendukung terciptanya rumah sehat. 4. Lantai Rumah



sehat



haruslah



memiliki



lantai



yang



kedap



air



dan



mudah



dibersihkan.Bahannya dapat terbuat dari ubin, semen, kayu, keramik atau tanah biasa yang dipadatkan. 5. Kepadatan Penghuni Rumah sehat haruslah memiliki luas lantai bangunan yang cukup untuk penghuni yang ada di dalamnya, terutama untuk kamar tidur. 6. Air Bersih Rumah sehat harus memiliki air bersih minimal 60 liter per hari untuk satu orang, dengan kualitas yang telah memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan air minum. 7. Dapur Rumah sehat sebaiknya memiliki dapur tersendiri, tidak bercampur dengan ruangan lain terutama ruang tidur. 8. Fasilitas Pembuangan Setiap rumah pastilah menghasilkan limbah setiap hari, baik dari kamar mandi, dapur maupun sampah rumah tangga.1,2



Pelayanan kesehatan primer Pelayanan kesehatan primer (PHC) adalah strategi yang dapat dipakai untuk menjamin tingkat minimal dari pelayanan kesehatan untuk semua penduduk. Pelayanan kesehatan primer merupakan pelayanan kesehatan esensial yang dibuat dan bisa terjangkau secara universal oleh individu dan keluarga dalam masyarakat. Focus dari peleyanan kesehatan primer luas jangkauannya merangkum beerbagai 10



aspek dan kebutuhan masyarakat. PHC, dalam hal ini adalah puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama berfungsi sebagai pusat pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, melaksanakan fungsi diagnosis dan pengobatan, serta pelayanan tindak lanjut. 2,5,7 Dalam pelaksanaannya PHC menitikberatkan pada pemerataan upaya kesehatan, penekanan pada upaya preventif, menggunakan teknologi tepat guna, melibatkan peran serta masyarakat dan kerjasama lintas sektoral. PHC diharapkan menjadi pusat pelayanan yang utama, menyeluruh, terorganisasi, berkesinambungan, progresif, berorientasi pada keluarga, serta mementingkan kesehatan individu maupun masyarakat.2,5,7 Adapun program pokok PHC antara lain: m. Pendidikan mengenai masalah kesehatan dan cara pencegahan penyakit serta n. o. p. q. r. s. t.



pengendaliannya Peningkatan penyediaan makanan dan perbaikan gizi Penyediaan air bersih dan sanitasi dasar Kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana Imunisasi terhadap penyakit-penyakit utama Pencegahan dan pengendalian penyakit endemic setempat Pengobatan penyakit umum Penyediaan obat-obatan esensial



Prinsip Pengobatan TB2,5,7 Pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung oleh pengawas menelan obat untuk menjamin kepatuhan penderita minum obat. Pengobatan TB diberikan dalam dua tahap, yaitu: 1. Tahap intensif. Pada tahap awal penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap rifampicin. Bila pada saat tahap intensif tesebut diberikan secara tepat, maka penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu dua minggu. 2. Tahap lanjutan. Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat dalam jangka waktu yang lebih lama dan jenis obat lebih sedikit untuk mencegah kekambuhan. Panduan OAT di Indonesia4 11



WHO dan IUALTD merekomendasikan OAT standar, yaitu: a. Kategori-1 (2HRZE/4H3R3) Obat tersebut diberikan tiap hari selama dua bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan, diberikan tiga kali seminggu selama empat bulan (4H3R3). Obat ini diberikan untuk penderita TB paru BTA positif dan penderita TB paru BTA negative dengan rontgen positif yang sakit berat. Tabel 1. OAT Kategori 1 Tahap Pengobatan



Lama pengobatan



Dosis per hari/kali R Z E



H



Jumlah hari/kali



300mg 450mg 500mg 250mg Tahap intensif Tahap lanjutan



2 bulan 4 bulan



1 2



1 1



3 -



3



menelan obat 60 54



b. Kategori-2 Tabel 2. OAT Kategori 2 Tahap



Lama



pengobata



pengob



n



atan



H 300 mg



Tahap intensif Tahap



DOSIS PER HARI/KALI R Z ETAMBUT 450 mg



500 mg



OL



STREPTOM



MENEL



ISIN



AN



INJEKSI



OBAT



250



500 mg -



0.75gr -



60 30



2



-



66



2 bulan 1 bulan



1 1



1 1



3 3



mg 3 3



5 bulan



2



1



-



1



Lanjutan Setelah tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan tablet HRZE dan suntikan streptomisin. Dilanjutkan satu bulan dengan tablet HRZE setiap hari. Setelah itu diturunkan dengan tahap lanjutan selama lima bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali seminggu. Suntikan streptomisin diberikan setelah penderita selesai menelan obat. Obat ini diberikan untuk penderita yang kambuh, penderita gagal berobat, atau penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default). 12



c. Kategori-3 Tabel 3. OAT Kategori 3 Tahap



Lama



pengobatan Tahap intensif Tahap lanjutan



pengobatan 2 bulan 4 bulan



H 300mg



R



Z



Jumlah



hari



1 2



450mg 500mg menelan obat 1 3 60 1 54



Obat ini diberikan untuk penderita baru BTA negative dan rontgen positif sakit ringan atau penderita ekstra paru ringan yaitu TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa, TB kulit, TB tulang, sendi, dan kelenjar adrenal.



d. Obat sisipan Tabel 4. Obat sisipan Tahap



Lama



H



R



Z



E



Jumlah



pengobatan



pengobatan



300



450



500



250



hari/kali



mg 1



mg 1



mg 3



mg 3



menelan obat 30



Tahap intensif



1 bulan



Bila pada akhir tahap intensif dari pengobatan dengan kategori 1 atau kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan setiap hari selama 1 bulan. Vaksin BCG Berdasarkan data WHO, setiap tahun, sekitar 8 juta orang di seluruh dunia mengalami active tuberculosis dan hampir 2 juta diantaranya meninggal dunia.Vaksin merupakan suspensi mikroorganisme yang dilemahkan atau dimatikan (bakteri, virus, atau riketsia) yang diberikan untuk mencegah, meringankan, atau mengobati penyakit yang menular. Vaksin BCG merupakan suatu attenuated vaksin yang mengandung kultur strain Mycobacterium bovis dan digunakan sebagai agen imunisasi aktif terhadap TBC dan telah digunakan sejak tahun 1921. Walaupun telah digunakan sejak lama, akan tetapi efikasinya menunjukkan hasil yang bervariasi yaitu antara 0 – 80% di seluruh dunia. 13



Vaksin BCG secara signifikan mengurangi resiko terjadinya active tuberculosis dan kematian. Efikasi dari vaksin tergantung pada beberapa faktor termasuk diantaranya umur, cara/teknik vaksinasi, jalur vaksinasi, dan beberapa dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Vaksin BCG sebaiknya digunakan pada infants, dan anak-anak yang hasil uji tuberculinnya negatif dan yang berada dalam lingkungan orang dewasa dengan kondisi terinfeksi TBC dan tidak menerima terapi atau menerima terapi tetapi resisten terhadap isoniazid atau rifampin. Selain itu, vaksin BCG juga harus diberikan kepada tenaga kesehatan yang bekerja di lingkungan dengan pasien infeksi TBC tinggi. Sebelum dilakukan pemberian vaksin BCG (selain bayi sampai dengan usia 3 bulan) setiap pasien harus terlebih dahulu menjalani skin test. Vaksin BCG tidak diindikasikan untuk pasien yang hasil uji tuberculinnya posistif atau telah menderita active tuberculosis, karena pemberian vaksin BCG tidak memiliki efek untuk pasien yang telah terinfeksi TBC. Vaksin BCG merupakan serbuk yang dikering-bekukan untuk injeksi berupa suspensi. Sebelum digunakan serbuk vaksin BCG harus dilarutkan dalam pelarut khusus yang telah disediakan secara terpisah. Penyimpanan sediaan vaksin BCG diletakkan pada ruang atau tempat bersuhu 2 – 8oC serta terlindung dari cahaya. Pemberian vaksin BCG biasanya dilakukan secara injeksi intradermal/intrakutan (tidak secara subkutan) pada lengan bagian atas atau injeksi perkutan sebagai alternatif bagi bayi usia muda yang mungkin sulit menerima injeksi intradermal. Dosis yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Untuk infants diberikan 1 dosis vaksin BCG sebanyak 0,05ml (0,05mg) 2. Untuk anak-anak di atas 12 bulan dan dewasa diberikan 1 dosis vaksin BCG sebanyak 0,1 ml (0,1mg) Perlindungan yang diberikan oleh vaksin BCG dapat bertahan untuk 10 – 15 tahun. Sehingga re-vaksinasi pada anak-anak umumnya dilakukan pada usia 12 -15 tahun. Vaksin BCG dikontra-indikasikan untuk pasien yang mengalami gangguan pada kulit seperti atopic dermatitis, serta baru saja menerima vaksinasi lain (perlu ada interval waktu setidaknya 3 minggu). 9



Usaha Perbaiki Gizi Masyarakat Pengertian



14



Usaha perbaiki gizi keluarga (UPGK) adalah kegiatan masyarakat untuk melembagakan upaya peningkatan gizi dalam tiap keluarga di Indonesia. Usaha ini bersifat lintas sector yang dilaksanakan oleh departemen terkait yaitu kesehatan, pertanian, BKKBN, agama, dalam negeri, TP PKK, dll. Secara lebih rinci UPGK: a. Merupakan usaha keluarga untuk memperbaiki gizi seluruh anggota keluarga. b. Dilaksanakan oleh keluarga/ masyarakat dengan kader sebagai penggerak masyarakat dan petugas berbagai sector sebagai pembimbing dan Pembina. c. Merupakan bagian dari kehidupan keluarga sehari-hari dan juga merupakan bagian integral dari pembangunan nasional untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. d. Secara operasional adalah rangkaian kegiatan yang saling mendukung untuk melaksanakan alih teknologi sederhana kepada keluarga/masyarakat. Tujuan a. Tujuan umum Meningkatnya dan terbinanya keadaan gizi seluruh anggota masyarakat. b. Tujuan khusus 1. Timbulnya partisipasi dan pemerataan kegiatan  Semua anggota masyarakat ikut serta dalam kegiatan  Kegiatan meluas kesemua dukuh  Semua balita, ibu hamil dan ibu menyusui tercakup dalam kegiatan 2. Terwujudnya perilaku yang mendukung perbaikan gizi  Setiap ibu menimbangkan balitanya setiap bulan  Semua anak disusui 2 tahun atau lebih dan mendapat tambahan makanan hanya sesuai dengan kebutuhannya.  Semua anak 1-5 tahun minum satu kapsul vitamin A dosis tinggi setiap 6 bulan sekali.  Setiap anak mencret segera diberi minuman yang ada di rumah, atau larutan gula garam atau larutan oralit.  Setiap ibu hamil dan ibu menyusui makan 1-2 piring makanan bergizi lebih banyak daripada biasanya.



15



 Setiap ibu hamil minum satu tablet tambahan darah setiap hari sejak    



hamil sampai 7 bulan. Setiap perkarangan dimanfaatkan untuk peningkatan gizi keluarga. Setiap pasangan subur mengerti dan melaksanakan KB. Setiap anak umur 2-12 bulan memperoleh imunisasi lenkap. Setiap ibu hamil memeriksakan diri secara teratur kepada dukun



terlatih/ petugas kesehatan.  Setiap ibu hamil mendapatkan 2 kali imunisasi TT  Setiap keluarga menggunakan garam beryodium dalam masakannya sehari-hari. 3. Perbaikan gizi balita  Setiap balita naik berat badannya tiap bulan.  Semua anak yang berumur 36 bulan mencapai berat badan paling sedikit 11,5 kg.  Tidak terdapat lagi balita menderita buta senja  Tidak terdapat lagi balita eninggal akibat mencret. Kegiatan Kegiatan-kegiatan UPGK dalam repelita V meliputi 3 komponen besar: a. Penyuluhan gizi masyarakat Tujuan kegiatan ini adalah terjadinya proses perubahan pengertian, sikap, dan perilaku yang lebih sehat mengenai kegunaan dan pemanfaatan pelayanan gizi yang tersedia di masyarakat. Kegiatan penyuluhan ini akan dilakukan secara terpadu terutama oleh petugas-petugas sector-sektor kesehatan, pertanian, agama, pendidikan, penerangan dan industry kecil, dengan didukung oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat. b. Pelayanan gizi melalui posyandu Tujuan pelayanan ini terutama adalah menurunnya angka kekurangan kalori protein (KKP) an kebutaan karena kekurangan vitamin A pada balita, serta anemia gizi pada ibu hamil. Tujuan ini dapat dicapai secara lebih efektif dan efisien, dengan jalan memadukan kegiatan-kegiatan pelayanan gizi, pelayanan kesehatan dasar dan



16



keluarga berencana di pos pelayanan terpadu (posyandu). Dengan demikian sasaran pelayanan gizi di posyandu adalah bayi, anak balita, ibu hamil dan menyusui. Adapun kegiatan pelayanan gizi yang dipadukan di posyandu adalah pemantauan pertumbuhan melalui penimbangan balita, suplementasi vitamin A, suplementasi pil zat besi, pemberian oralit, penyuluhan gizi dan pemberian makanan tambahan. Sedangkan kegiatan pelayanan kesehatan dasar dan KB yang dipadukan di posyandu adalah imunisasi, pemeriksaan ibu hamil, penanggulangan diare, pelayanan KB, penyuluhan kesehatan dan KB. Pelayanan gizi melalui posyandu dilakukan secara terpadu terutama oleh PKK dan atau lembaga swadaya masyarakat lainnya, dengan bantuan teknis tenaga kesehatan dan KB serta dukungan dari perangkat pemerintah desa dan LKMD. c. Peningkatan pemanfaatan tanaman pekarangan Salah satu kegiatan pelayanan gizi diposyandu adalah pemberian makanan tambahan (PMT) kepada anak balita, yang dilaksanakan oleh kader-kader PKK atau kader desa lainnya dengan bimbingan teknis oleh petugas gizi puskesmas. Untuk mendukung kegiatan ini dalam repelita V pada sebagian dari sekitar 200.000 posyandu akan digalakkan pemanfaatan pekarangan sebagai sumber bahan makanan seperti sayuran dan buah-buahan. Untuk itu bimbingan, penyuluhan, dan bantuan terhadap pembudidayaan tanaman pekarangan desa sebagai percontohan, akan lebih ditingkatkan sebagai bagian dari program



deversifikasi



pangan



dan



gizi



yang



dipadukan



dengan



UPGK.



Pelaksanaannya akan dilakukan oleh petugas penyuluhan pertanian lapangan bersama himpunan wanita tani (HWT), PKK dan/atau kader-kader pertanian lainnya. Sebagian dari hasil produksi pekarangan akan dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan pemberian makanan tambahan (PMT) di posyandu dan sekaligus berfungsi sebagai percontohan pekarangan yang produktif. Penyelenggaraan kegiatan UPGK



17



Pelaksanaan kooerdinasi kegiatan UPGK di tingkat kecamatan dilakukan oleh sebuah tim kecamatan yang merupakan kelompok kerja operasional (pokjanal) tim Pembina LKMD tingkat kecamatan yang anggotanya terdiri dari : Coordinator/penanggung jawab



: Camat



Ketua pelaksanaan harian



: Pimpinan puskesmas



Anggota :      



PPL/ mantri tani Kepala KUA kecamatan Kepala urusan pembangunan Ketua tim penggerak PKK kecamatan Tenaga pelaksana gizi/ tenaga pelaksanaan UPGK puskesmas Pengawas penyuluh lapangan keluarga berencana (PPLKB)



Tugas tim ini adalah:  Merencanakan kegiatan UPGK  Mempersiapkan pelaksanaan kegiatan UPGK  Membina kegiatan UPGK Adapun langkah-langkah penyelenggaraan kegiatan UPGK meliputi: a. Perencanaan kegiatan UPGK b. Persiapan kegiatan UPGK, yang terdiri dari: - Pertemuan tingkat kecamatan - Pertemuan tingkat desa (musyawarah LKMD) - Pengamatan sederhana/survey mawas diri (SMD) - Musyawarah masyarakat desa (MMD) - Pelatihan kader - Pemberian peralatan (daci, KMS register, dll) c. Pelaksanaan kegiatan UPGK Setelah pelatihan kader selesai, maka kegiatan UPGK dilaksanakan dengan memulai kegiatan penimbangan balita diposyandu dengan bimbingan anggota tim kecamatan. Pada dasarnya kegiatan operasional UPGK yang disatukan pelaksanaannya dalam posyandu adalah: - Penimbangan balita - Penyuluhan gizi - Pemberian makanan tambahan 18



-



Pemberian paket pertolongan gizi (kapsul vitamin A dosis tinggi, oralit, tablet tambah darah)



Sedangkan kegiatan UPGK yang dilaksanakan diluar kegiatan posyandu dan merupakan kegiatan rutin adalah: -



Pemanfaatan tanaman pekarangan Kebun percontohan Motivasi kegiatan konsumsi makanan keluarga di desa. Pengaturan pemberian ASI dan makanan pendamping ASI.



Diharapkan disetiap desa, kegiatan UPGK dapat dikaitkan dengan kegiatan KB, KIA, penganggulangan diare dan imunisasi, yang dikenal juga sebagai kegiatan KB-Kes terpadu. d. Pembinaan kegiatan UPGK 1. Pembinaan langsung - Dilakukan dengan mengadakan kunjungan pada kegiatan penimbangan balita di posyandu atau kontak dengan kader. Jadwal kegiatan pembinaan disepakati -



bersama dalam rapat BPGD kecamatan/tim pengelola UPGK kecamatan. Pembinaan oleh petugas kesehatan terutama untuk emperhatikan kelancaran kegiatan penimbangan, yaitu kader dapat menimbang dengan benar, tersedia bahan-bahan dengan lengkap (KMS, vitamin A, tablet tambahan darah) dll. Selain itu juga diarahkan kegiatan cara pengisian KMS, buku pencatatan dan pelaporan serta proses penyuluhan perorangan di meja 4, maupun penyuluhan terhadap kelompok-kelompok ibu-ibu yang menunggu penimbangan di



posyandu. 2. Pembinaan tidak langsung - Dilakukan dengan mengadakan pertemuan berkala sekurang-kurangnya 3 bulan sekali dengan menggunakan forum karya LKMD tingkat kecamatan yang telah ada, misalnya rapat koordinasi kecamatan, rapat tim operasional KB dll. Pertemuan dilaksanakan di kecamatan, dipimpin oleh camat dan dipersiapkan oleh ketua pelaksana harian (pimpinan puskesmas) dengan -



dibantu sekretaris. Pertemuan berkala ini terutama membicarakan pelaksanaan kegiatan UPGK, pembahasan laporan hasil penimbangan, penyediaan barang-barang, jumlah 19



balita di bawah garis merah dalam KMS, dan laporan kegiaran UPGK dari sector lain. e. Pemantauan kegiatan UPGK Salah satu kegiatan untuk memantau pelaksanaan UPGK adalah dengan memperhatikan hasil pencatatan dan pelaporan. Pelaksanaan pencatatan dan pelaporan UPGK dilakukan melalui sistem pencatatan dan pelaporan terpadu puskesmas (SP2TP) dan melalui jalur BKKBN. f. Tugas dan fungsi puskesmas dalam kegiatan UPGK: Dapat dibedakan menjadi tugas yang bersifat lintas sektoral dan tugas yang bersifat sektoral. 1. Tugas yang bersifat lintas sektoral: - Menyusun POA untuk pelaksanaan kegiatan UPGK sesuai tahap-tahap -



kegiatan menurut pedoman yang ada. Mengatur tim pelatihan lintas sektor kecamatan yang akan melaksanakan



-



latihan kader sesuai dengan pedoman yang ada. Menyediakan bahan yang diperlukan untuk terlaksananya kegiatan UPGK. Mengunjungi posyandu untuk membimbing kader dalam pelaksanaan



kegiatan. - Mengadakan analisa data UPGK dan memberikan umpan balik. - Melakukan tindak lanjut atas dasar analisa data dan umpan balik. 2. Tugas yang bersifat sektoral: Bersifat untuk kepentingan sektor kesehatan sendiri. -



Melaksanakan kegiatan operasional pelayanan gizi keluarga Menyelenggarakan pelatihan pelayanan gizi keluarga. Membina pelaksanaan operasional pelayanan gizi keluarga di dalam dan di



-



luar posyandu. Mengelola sarana pelayanan gizi keluarga, merencanakan dan mengevaluasi UPGK.



Upaya promotif dan preventif Berkaitan dengan perjalanan alamiah dan peranan Agent, Host dan Lingkungan dari TBC, maka tahapan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain : 20



1. Pencegahan Primer2,5,7 Dengan promosi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling efektif, walaupun hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan mempertahankan standar kesehatan sebelumnya yang sudah tinggi. Promosi kesehatan menghindari kemunculan dari/ adanya factor resiko ( masa PraKesakitan). Dimana upaya promosi kesehatan diantaranya adalah: Penyuluhan penduduk Untuk meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan lingkungan. Penyuluhan kesehatan yang merupakan bagian dari promosi kesehatan adalah rangkaian kegiatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan dimana individu, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan dapat hidup sehat dengan cara memelihara, melindungi dan meningkatkan kesehatannya. Penyuluhan TB perlu dilakukan karena masalah TB banyak berkaitan dengan masalah pengetahuan dan perilaku masyarakat. Tujuan penyuluhan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, peran serta masyarakat dalam penanggulangan TB. Penyuluhan TB dapat dilaksanakan



dengan



menyampaikan



pesan



penting



secara



langsung



ataupun



menggunakan media. Penyuluhan langsung bisa dilakukan perorangan maupun kelompok. Dalam program penanggulangan TB, penyuluhan langsung perorangan sangat penting artinya untuk menentukan keberhasilan pengobatan penderita. Penyuluhan ini ditujukan kepada suspek, penderita dan keluarganya, supaya penderita menjalani pengobatan secara teratur sampai sembuh. Bagi anggota keluarga yang sehat dapat menjaga, melindungi dan meningkatkan kesehatannya, sehingga terhindar dari penularan TB. Penyuluhan dengan menggunakan bahan cetak dan media massa dilakukan untuk dapat menjangkau masyarakat yang lebih luas, untuk mengubah persepsi masyarakat tentang TB-dari “suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan memalukan”, menjadi “suatu penyakit yang berbahaya, tetapi dapat disembuhkan”. Bila penyuluhan ini berhasil, akan meningkatkan penemuan penderita secara pasif. Penyuluhan langsung dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, para kader dan PMO, sedangkan penyuluhan kelompok dan penyuluhan dengan media massa selain dilakukan



21



oleh tenaga kesehatan, juga oleh para mitra dari berbagai sector, termasuk kalangan media massa. a. Penyuluhan Langsung Perorangan Cara penyuluhan langsung perorangan lebih besar kemungkinan untuk berhasil dibanding dengan cara penyuluhan melalui media. Dalam penyuluhan langsung perorangan, unsur yang terpenting yang harus diperhatikan adalah membina hubungan yang baik antara petugas kesehatan (dokter, perawat,dll) dengan penderita. Penyuluhan ini dapat dilakukan di rumah, puskesmas, posyandu, dan lain-lain sesuaia kesepakatan yang ada. Supaya komunikasi dengan penderita bisa berhasil, petugas harus menggunakan bahasa yang sederhana yang dapat dimengerti oleh penderita. Gunakan istilah-istilah setempat yang sering dipakai masyarakat untuk penyakit TB dan gejala-gejalanya. Supaya komunikasi berjalan lancar, petugas kesehatan harus melayani penderita secara ramah dan bersahabat, penuh hormat dan simpati, mendengar keluhan-keluhan mereka, serta tunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan dan kesembuhan mereka. Dengan demikian, penderita mau bertanya tentang hal-hal yang masih belum dimengerti. Hal-hal penting yang disampaikan pada kunjungan pertama  Dalam kontak pertama dengan penderita, terlebih dahulu dijelaskan tentang penyakit apa yang dideritanya, kemudian Petugas Kesehatan berusaha memahami perasaan penderita tentang penyakit yang diderita 



serta pengobatannya. Petugas Kesehatan seyogyanya berusaha mengatasi beberapa faktor manusia yang dapat menghambat terciptanya komunikasi yang baik. Faktor yang menghambat tersebut, antara lain: a. Ketidaktahuan penyebab TB dan cara penyembuhannya b. Rasa takut berlebihan yang berakibat pada timbulnya penolakan c. Stigma sosial yang mengakibatkan penderita merasa takut tidak diterima oleh keluarganya. d. Menolak untuk mengajukan pertanyaan karena tidak mau ketahuan bahwa pasien tidak tahu tentang TB.



b. Penyuluhan Kelompok 22



Penyuluhan kelompok adalah penyuluhan TB yang ditujukan kepada sekelompok orang (sekitar 15 orang), bias terdiri dari penderita TB dan keluarganya. Penggunaan flip chart (lembar balik) dan alat bantu penyuluhan lainnya sangat berguna untuk memudahkan penderita dan keluarganya menangkap isi pesan yang disampaikan oleh petugas. Dengan alat peraga (gambar atau symbol) maka isi pesan akan lebih mudah dan lebih cepat dimengerti gunakan alat Bantu penyuluhan dengan tulisan dan atau gambar yang singkat dan jelas. c. Penyuluhan Massa Penyakit menular termasuk TB bukan hanya merupakan masalah bagi penderita, tetapi juga masalah bagi masyarakat, oleh karena itu keberhasilan penanggulangan TB sangat tergantung tingkat kesadaran dan partisipasi masyarakat. Pesan-pesan penyuluhan TB melalui media massa (surat kabar, radio, dan TV) akan menjangkau masyarakat umum. Bahan cetak berupaleaflet,poster,billboard hanya



menjangkau



masyarakat



terbatas,



terutama pengunjung sarana kesehatan. Penyampaian pesan TB perlu memperhitungkan kesiapan unit pelayanan, misalnya tenaga sudah dilatih, obat



tersedia



dan



sarana



laboratorium



berfungsi.



Hal



ini



perlu



dipertimbangkan agar tidak mengecewakan masyarakat yang dating untuk mendapatkan pelayanan. Penyuluhan massa yang tidak dibarengi kesiapan UPK akan menjadi “bumerang” (counter productive) Penyuluhan Penderita Tuberkulosis  Petugas baik dalam masa persiapan maupun dalam waktu berikutnya secara berkala memberikan penyuluhan kepada masyarakat luas melalui tatap muka, ceramah dan mass media yang tersedia diwilayahnya, tentang cara 



pencegahan TB-paru. Memberikan penyuluhan kepada penderita dan keluarganya pada waktu kunjungan rumah dan memberi saran untuk terciptanya rumah sehat, sebagai







upaya mengurangi penyebaran penyakit. Memberikan penyuluhan perorangan secara khusus kepada penderita agar penderita mau berobat rajin teratur untuk mencegah penyebaran penyakit kepada orang lain. 23







Beri penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara penularan dan cara-cara pemberantasan serta manfaat penegakan diagnosa dini.







Menganjurkan, perubahan sikap hidup masyarakat dan perbaikan lingkungan







demi tercapainya masyarakat yang sehat. Menganjurkan masyarakat untuk melapor apabila diantara warganya ada yang







mempunyai gejala-gejala penyakit TB paru. Berusaha menghilangkan rasa malu pada penderita oleh karena penyakit TB paru bukan bagi penyakit yang memalukan, dapat dicegah dan disembuhkan







seperti halnya penyakit lain. Petugas harus mencatat dan melaporkan hasil kegiatannya kepada koordinatornya sesuai formulir pencatatan dan pelaporan kegiatan kader.



Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan.  Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan 



membuang dahak tidak disembarangan tempat. Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan terhadap bayi harus harus diberikan vaksinasi BCG. Vaksinasi, diberikan pertama-tama kepada bayi dengan perlindungan bagi ibunya dan keluarganya. Diulang 5







tahun kemudian pada 12 tahun ditingkat tersebut berupa tempat pencegahan. Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB







yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya. Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat, perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry, tempat tidur,







pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup. Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi sakit, seperti







kepadatan hunian, dengan meningkatkan pendidikan kesehatan. Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan penderita, kontak atau suspect gambas, sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi







penderita, kontak, suspect, perawatan. Memberantas penyakti TBC pada pemerah air susu dan tukang potong sapi, dan pasteurisasi air susu sapi.



2. Pencegahan Sekunder2,5,7 24



Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan kasus TBC yang timbul dengan 3 komponen utama ; Agent, Host dan Lingkungan. Diagnosis TB Mengacu pada program nasional penanggulangan TB, diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Adapun diagnosis pastinya adalah melalui pemeriksaan kultur atau biakan dahak. Namun, pemeriksaan kultur memerlukan waktu yang lama, hanya akan dilakukan bila diperlukan atas indikasi tertentu, dan tidak semua unit pelayanan kesehatan memilikinya. Pemerintah melalui gerakan terpadu nasional, memiliki upaya untuk meningkatkan kemampuan Puskesmas untuk melakukan diagnosis TB berdasarkan pemeriksaan BTA. Pemeriksaan dahak dilakukan sedikitnya 3 kali, yaitu pengambilan dahak sewaktu penderita datang berobat dan dicurigai menderita TB, kemudian pemeriksaan kedua dilakukan keesokan harinya, yang diambil adalah dahak pagi. Sedangkan pemeriksaan ketiga adalah dahak ketika penderita memeriksakan dirinya sambil membawa dahak pagi. Oleh sebab itu, disebut pemeriksaan SPS (SewaktuPagi-Sewaktu). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikit 2 dari 3 pemeriksaan spesimen SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) BTA hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut, yaitu rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang. Kalau dalam pemeriksaan radiologi, dada menunjukkan adanya tanda-tanda yang mengarah kepada TB maka yang bersangkutan dianggap positif menderita TB. Kalau hasil radiologi tidak menunjukkan adanya tanda-tanda TB, maka pemeriksaan dahak SPS harus diulang. Sedangkan pemeriksaan biakan basil atau kuman TB, hanya dilakukan apabila sarana mendukung untuk itu. Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, maka diberikan antibiotik berspektrum luas selama 1 hingga 2 minggu, amoksilin atau kotrimoksasol. Bila tidak berhasil, dan penderita yang bersangkutan masih menunjukkan adanya tanda-tanda TB, maka ulangi pemeriksaan dahak SPS. Selanjutnya prosedur terdahulu dilakukan, yakni kalau dalam pemeriksaan ulang ternyata dahak SPS positif, maka yang bersangkutan 25



adakah positif menderita TB. Namun, apabila dahak negatif, maka ulangi pemeriksaan radiologi. Apabila hasil radiologi mendukung TB dianggap sebagai penderita TB dengan BTA negatif, radiologi positif. Apabila baik radiologi tidak mendukung TB, spesimen dahak negatif, maka yang bersangkutan bukan TB. Karena tingginya prevalensi TB di Indonesia, maka tes tuberkulin pada orang dewasa, tidak memiliki makna lagi. Pada anak, sulit untuk mendapatkan BTA, sehingga diagnosis TB pada anak didapat dari gambaran klinik, radiologi dan uji tuberkulin. Untuk itu, seorang anak dapat dicurigai menderita TB, kalau terdapat gejala seperti: 1. Mempunyai riwayat kontak serumah dengan penderita TB dengan BTA positif. 2. Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikkan BCG dalam waktu 3-7 hari. 3. Terdapat gejala umum TB. Gejala umum TB pada anak sebagai berikut:  Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut, tanpa sebab yang jelas dan tidak naik dalam 1 bulan meski sudah mendapat penanganan 



gizi yang baik. Nafsu makan tidak ada, dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak







naik dengan memadai. Demam lama dan atau berulang tanpa sebab yang jelas, disertai keringat malam, tanpa sebab-sebab lain yang jelas. Misalnya infeksi







saluran napas bagian atas yang akut, malaria, tipus, dan lain-lain. Pembesaran kelenjar limpa superfisialis yang tidak sakit. Pembesaran ini biasanya multiple, paling sering di daerah leher, ketiak dan lipatan



 



paha. Batuk lama lebih dari 30 hari, disertai tanda adanya cairan di dada. Gejala dari saluran pencernaan, misalnya adanya diare berulang yang tidak sembuh dengan pengobatan diare, adanya benjolan massa di daerah dan adanya tanda-tanda cairan abdomen.



Uji tuberkulin dilakukan dengan cara menyuntikkan secara intrakutan, dengan tuberkulin PPD RT 23 kekuatan 2 TU ( Tuberculin Unit ). Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan, dan diukur diameter dari peradangan atau indurasi yang dinyatakan dalam milimeter. Dinyatakan positif bila indurasi sebesa r > 10 mm. 26



Kontrol pasien dengan deteksi dini penting untuk kesuksesan aplikasi modern kemoterapi spesifik, walau terasa berat baik dari finansial, materi maupun tenaga. Metode tidak langsung dapat dilakukan dengan indikator anak yang terinfeksi TBC sebagai pusat, sehingga pengobatan dini dapat diberikan. Selain itu, pengetahuan tentang resistensi obat dan gejala infeksi juga penting untuk seleksi dari petunjuk yang paling efektif. Penatalaksanaan TB 



Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat. Obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum dengan tekun dan teratur, waktu yang lama ( 6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya resistensi terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan penyelidikan oleh







dokter. Pemberian INH sebagai pengobatan preventif memberikan hasil yang cukup efektif untuk mencegah progresivitas infeksi TB laten menjadi TB klinis. Berbagai penelitian yang telah dilakukan terhadap orang dewasa yang menderita infeksi HIV terbukti bahwa pemberian rejimen alternatif seperti pemberian rifampin dan pyrazinamide jangka pendek ternyata cukup efektif. Pemberian terapi preventif merupakan prosedur rutin yang harus dilakukan terhadap penderita HIV/AIDS usia dibawah 35 tahun. Apabila mau melakukan terapi preventif, pertama kali harus diketahui terlebih dahulu bahwa yang bersangkutan tidak menderita TB aktif, terutama pada orangorang dengan imunokompromais seperti pada penderita HIV/AIDS. Oleh karena ada risiko terjadinya hepatitis dengan bertambahnya usia pada pemberian isoniazid, maka isoniazid tidak diberikan secara rutin pada penderita TB usia diatas 35 tahun kecuali ada hal-hal sebagai berikut: infeksi baru terjadi (dibuktikan dengan baru terjadinya konversi tes tuberkulin); adanya penularan dalam lingkungan rumah tangga atau dalam satu



institusi;



abnormalitas



foto



thorax



konsisten



dengan



proses



penyembuhan TB lama, diabetes, silikosis, pengobatan jangka panjang dengan kortikosteroid atau pengobatan lain yang menekan kekebalan tubuh, menderita penyakit yang menekan sistem kekebalan tubuh seperti 27



HIV/AIDS. Mereka yang akan diberi pengobatan preventif harus diberitahu kemungkinan terjadi reaksi samping yang berat seperti terjadinya hepatitis, demam dan ruam yang luas, jika hal ini terjadi dianjurkan untuk menghentikan pengobatan dan hubungi dokter yang merawat. Sebagian besar fasilitas kesehatan yang akan memberikan pengobatan TB akan melakukan tes fungsi hati terlebih dahulu terhadap semua penderita, terutama terhadap yang berusia 35 tahun atau lebih dan terhadap pecandu alkohol sebelum memulai pengobatan. 



Terapi spesifik: Pengawasan Minum obat secara langsung terbukti sangat efektif dalam pengobatan TBC di AS dan telah direkomendasikan untuk diberlakukan di AS. Pengawasan minum obat ini di AS disebut dengan sistem DOPT, sedangkan Indonesia sebagai negara anggota WHO telah mengadopsi dan mengadaptasi sistem yang sama yang disebut DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse). Penderita TBC hendaknya diberikan OAT kombinasi yang tepat dengan pemeriksaan sputum yang teratur. Untuk penderita yang belum resisten terhadap OAT diberikan regimen selama 6 bulan yang terdiri dari isoniazid (INH), Rifampin (RIF) dan pyrazinamide (PZA) selama 2 bulan kemudia diikuti dengan INH dan PZA selama 4 bulan. Pengobatan inisial dengan 4 macam obat termasuk etambutol (EMB) dan streptomisin diberikan jika infeksi TB terjadi didaerah dengan peningkatan prevalensi resistensi terhadap INH. Namun bila telah dilakukan tes sensititvitas maka harus diberikan obat yang sesuai. Jika tidak ada konversi sputum setelah 2-3 bulan pengobatan atau menjadi positif setelah beberapa kali negatif atau respons klinis terhadap pengobatan tidak baik, maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kepatuhan minum obat dan tes resistensi. Kegagalan pengobatan umumnya karena tidak teraturnya minum obat dan tidak perlu merubah regimen pengobatan. Perubahan Supervisi dilakukan bila tidak ada perubahan respons klinis penderita. Minimal 2 macam obat dimana bekteri tidak resisten harus ada dalam regiemen pengobatan. Jangan sampai menambahkan satu jenis obat baru 28



pada kasus yang gagal. Jika INH atau rifampisin tidak dapat dimasukkan kedalam regimen maka lamanya pengobatan minimal selama 18 bulan setelah biakan menjadi negatif. 551 Untuk penderita baru TBC paru dengan BTA (+) di negara berkembang, WHO merekomendasikan pemberian 4 macam obat setiap harinya selama 2 bulan yang teridiri atas RIF, INH, EMB, PZA diikuti dengan pemberian INH dan RIF 3 kali seminggu selama 4 bulan. Semua pengobatan harus diawasi secara langsung, jika pada pengobatan fase kedua tidak dapat dilakukan pengawasan langsung maka diberikan pengobatan substitusi dengan INH dan EMB selama 6 bulan. Walaupun pengobatan jangka pendek dengan 4 macam obat lebih mahal daripada pengobatan dengan jumlah obat yang lebih sedikit dengan jangka waktu pengobatan 12- 18 bulan namun pengobatan jangka pendek lebih efektif dengan komplians yang lebih baik. Penderita TBC pada anak-anak diobati dengan regimen yang sama dengan dewasa dengan sedikit modifikasi. Kasus resistensi pada anak umumnya karena tertular dari penderita dewasa yang sudah resisten terlebih dahulu.Anak dengan limfadenopati hilus hanya diberikan INH dan RIF selama 6 bulan. Pengobatan anak-anak dengan TBC milier, meningitis, TBC tulang/sendi minimal selama 9-12 bulan, beberapa ahli menganjurkan pengobatan cukup selama 9 bulan. Etambutol tidak direkomendasikan untuk diberikan pada anak sampai anak cukup besar sehingga dapat dilakukan pemeriksaan buta warna (biasanya usia > 5 tahun). Penderita TBC pada anak dengan keadaan yang mengancam jiwa harus diberikan pengobatan inisial dengan regimen dengan 4 macam obat. Streptomisin tidak boleh diberikan selama hamil. Semua obat kadang-kadang dapat menimbulkan reaksi efek samping yang berat. Operasi toraks kadang diperlukan biasanya pada kasus MDR. 



Sediakan fasilitas perawatan penderita dan fasilitas pelayanan diluar institusi untuk



penderita



yang



mendapatkan



pengobatan



dengan



sistem



(DOPT/DOTS) dan sediakan juga fasilitas pemeriksaan dan pengobatan preventif untuk kontak. 29







Isolasi: Untuk penderita TB paru untuk mencegah penularan dapat dilakukan dengan pemberian pengobatan spesifik sesegera mungkin. Konversi sputum biasanya terjadi dalam 4 – 8 minggu. Pengobatan dan perawatan di Rumah Sakit hanya dilakukan terhadap penderita berat dan bagi penderita yang secara medis dan secara sosial tidak bisa dirawat di rumah. Penderita TB paru dewasa dengan BTA positif pada sputumnya harus ditempatkan dalam ruangan khusus dengan ventilasi bertekanan negatif. Penderita diberitahu agar menutup mulut dan hidung setiap saat batuk dan bersin. Orang yang memasuki ruang perawatan penderita hendaknya mengenakan pelindung pernafasan yang dapat menyaring partikel yang berukuran submikron. Isolasi tidak perlu dilakukan bagi penderita yang hasil pemeriksaan sputumnya negatif, bagi penderita yang tidak batuk dan bagi penderita yang mendapatkan pengobatan yang adekuat (didasarkan juga pada pemeriksaan sensitivitas/resistensi obat dan adanya respons



yang



baik



terhadap



pengobatan).Penderita



remaja



harus



diperlakukan seperti penderita dewasa. Penilaian terus menerus harus dilakukan terhadap rejimen pengobatan yang diberikan kepada penderita. 



Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok, yaitu: i. Obat primer/Lini pertama: Isoniazid (INH), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar dapat dipisahkan dengan obat-obatan ini. ii. Obat sekunder / Lini kedua: Etionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin, Kanamisin.



3. Pencegahan Tersier2,5,7 Rehabilitasi merupakan suatu usaha mengurangi komplikasi penyakit. Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai dengan diagnosis kasus berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara psikis, rehabilitasi penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien, kemudian rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi individu. 30



Selanjutnya, pelayanan kesehatan kembali dan penggunaan media pendidikan untuk mengurangi cacat sosial dari TBC, serta penegasan perlunya rehabilitasi.



Strategi direct observe treatment shortcut (DOTS) Pada tahun 1994, pemerintah Indonesia bekerja sama dengan badan kesehatan dunia (WHO), melaksanakan suatu evaluasi bersama yang menghasilkan rekomendasi perlunya segera dilakukan perubahan mendasar pada strategi penanggulangan TB di Indonesia, yang kemudian disebut sebagai strategi DOTS.10,11 Istilah DOTS dapat diartikan sebagai pengawasan langsung menelan obat jangka pendek setiap hari oleh pengawas menelan obat. Tujuannya mencapai angka kesembuhan yang tinggi, mencegah putus berobat, mengatasi efek samping obat jika timbul dan mencegah resistensi. Sebelum pengobatan pertama kali dimulai DOTS harus menjelaskan kepada pasien tentang cara dan manfaatnya. PMO haruslah seseorang yang mampu membantu pasien sampai sembuh selama enam bulan dan sebaiknya merupakan anggota keluarga pasien yang diseganinya. Siapapun dapat menjadi PMO, dengan syarat sebagai berikut: a. PMO bersedia dengan sukarela membantu pasien TB sampai sembuh selama pengobatan dengan OAT dan menjaga kerahasiaan penderita dengan HIV/AIDS. b. PMO diutamakan petugas kesehatan, tetapi dapat juga kader kesehatan, kader PKK, atau anggota keluarga yang disegani pasien. Adapun tugas PMO antara lain: 1. Bersedia mendapat penjelasan di klinik 2. Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat 3. Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal yang ditentukan 4. Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur hingga sembuh 5. Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar tetap minum obat. 6. Merujuk pasien bila efek semakin berat 7. Melakukan kunjungan rumah



31



8. Menganjurkan anggota keluarga untuk memeriksa dahak bila ditemui gejala TB. Hasil evaluasi pada tahun 1998 menggambarkan bahwa cakupan penemuan penderita baru mencapai 9.8% dengan angka keberhasilan mencapai 89%, sehingga WHO menggolongkan Negara kita sebagai Negara dengan penyelenggaraan program yang baik tetapi ekspansi sangat lambat. Kajian data ini didapatkan dari puskesmas pelaksana program DOTS yang baru mencapai lebih kurang 40% dari 7000 puskesmas dan rumah sakit yang ada.10



Kemitraan Dalam Penanggulangan Tuberkulosis Kemitraan program penanggulangan tuberkulosis adalah suatu upaya untuk melibatkan



berbagai



sektor,



baik



dari



pemerintah,



swasta



maupun



kelompok organisasi masyarakat mengingat beban masalah TB yang tinggi, keterbatasan sektor pemerintah, potensi melibatkan sektor lain, keberlanjutan program dan akuntabilitas, mutu, transparansi. Tujuan kemitraan tuberkulosis adalah terlaksananya upaya percepatan penanggulangan tuberkulosis secara efektif dan efisien dan berkesinambungan. Prinsip Dasar Kemitraan a. Kesetaraan b. Keterbukaan c. Saling menguntungkan Langkah Langkah Pelaksanaan a. Identifikasi calon mitra b. Sosialisasi program TB kepada calon mitra c. Penyamaan persepsi d. Pembentukan Komitmen e. Pengaturan peran yang secara tertulis dalam dokumen resmi berupa Nota Kesepakatan (MoU) antara duabelah pihak f. Komunikasi intensif.



Promosi kesehatan Upaya Pencegahan Adapun tingkat pencegahan umum terdiri dari: 32



1. Primordial Usaha pencegahan primordial TB ialah dengan memperbaiki kondisi lingkungan. Lingkungan adalah segala sesuatu baik fisik, biologis, maupun sosial yang berada di sekitar manusia serta pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan manusia. Unsur-unsur lingkungan adalah sebagai berikut: 



Lingkungan Fisik Lingkungan fisik adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia yang bersifat tidak bernyawa, misalnya air, tanah, kelembaban udara, suhu, angin, rumah dan benda mati lainnya.







Lingkungan Biologis Lingkungan biologis adalah segala sesuatu yang bersifat hidup seperti tumbuh tumbuhan, hewan, termasuk mikroorganisme.







Lingkungan Sosial Lingkungan sosial adalah segala sesuatu tindakan yang mengatur kehidupan manusia dan usaha-usahanya untuk mempertahankan kehidupan, seperti pendidikan pada tiap individu, rasa tanggung jawab, pengetahuan keluarga, jenis pekerjaan, jumlah penghuni dan keadaan ekonomi.







Lingkungan Rumah



Lingkungan rumah adalah segala sesuatu yang berada di dalam rumah.Lingkungan rumah terdiri dari lingkungan fisik yaitu ventilasi, suhu, kelembaban, lantai, dinding serta lingkungan sosial yaitu kepadatan penghuni. Lingkungan rumah menurut WHO adalah suatu struktur fisik dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung.Lingkungan dari struktur tersebut juga semua fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosial yang baik untuk keluarga dan individu. Lingkungan rumah yang sehat dapat diartikan sebagai lingkungan yang dapat memberikan tempat untuk berlindung atau bernaung dan tempat untuk bersitirahat serta dapat menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, psikologis maupun sosial



33



Menurut APHA (American Public Health Assosiation), lingkungan rumah yang sehat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Memenuhi kebutuhan fisiologis 



Suhu ruangan, yaitu dalam pembuatan rumah harus diusahakan agar kontruksinya sedemikian rupa sehingga suhu ruangan tidak berubah banyak dan agar kelembaban udara dapat dijaga jangan sampai terlalu tinggi dan terlalu rendah. Untuk ini harus diusahakan agar perbedaan suhu antara dinding, lantai, atap dan permukaan jendela tidak terlalu banyak.







Harus cukup mendapatkan pencahayaan baik siang maupun malam. Suatu ruangan mendapat penerangan pagi dan siang hari yang cukup yaitu jika luas ventilasi minimal 10 % dari jumlah luas lantai.







Ruangan harus segar dan tidak berbau, untuk ini diperlukan ventilasi yang cukup untuk proses pergantian udara.







Harus cukup mempunyai isolasi suara sehingga tenang dan tidak terganggu oleh suara-suara yang berasal dari dalam maupun dari luar rumah.







Harus ada variasi ruangan, misalnya ruangan untuk anak-anak bermain, ruang makan, ruang tidur, dll.







Jumlah kamar tidur dan pengaturannya disesuaikan dengan umur dan jenis kelaminnya.



2. Perlindungan terhadap penularan penyakit 



Harus ada sumber air yang memenuhi syarat, baik secara kualitas maupun kuantitas, sehingga selain kebutuhan untuk makan dan minum terpenuhi, juga cukup tersedia air untuk memelihara kebersihan rumah, pakaian dan penghuninya.







Harus ada tempat menyimpan sampah dan WC yang baik dan memenuhi syarat, juga air pembuangan harus bisa dialirkan dengan baik.



34







Pembuangan kotoran manusia dan limbah harus memenuhi syarat kesehatan, yaitu harus dapat mencegah agar limbah tidak meresap dan mengkontaminasi permukaan sumber air bersih.







Tempat memasak dan tempat makan hendaknya bebas dari pencemaran dan gangguan binatang serangga dan debu.







Harus ada pencegahan agar vektor penyakit tidak bisa hidup dan berkembang biak di dalam rumah, jadi rumah dalam kontruksinya harus rat proof, fly fight, mosquito fight.







Harus ada ruangan udara (air space) yang cukup.







Luas kamar tidur minimal 8,5 m³ per orang dan tinggi langit-langit minimal 2.75 meter 5



2. Primer • Health Promotion Upaya promotif dilakukan dengan beberapa cara: a. Peningkatan pengetahuan pekerja tentang penanggulangan TBC di tempat kerja melalui pendidikan & pelatihan petugas pemberi pelayanan kesehatan di tempat kerja.



b. Penyuluhan Materi penyuluhan terdiri dari: -



Pengertian TB Penyebab TB Tanda dan gejala TB Cara penularan TB Cara mencegah penularan TB Pengobatan TB Prognosis penyakit TB Penyebarluasan informasi Peningkatan kebugaran jasmani Peningkatan kepuasan kerja 35







- Peningkatan gizi kerja Media



Media pendidikan yang digunakan dalam program ini adalah leaflet. Leaflet adalah bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan (informasi seputar penyakit TBC) melalui lembaran yang dilipat. Isi informasinya merupakan gabungan dari teks (kalimat) dan gambar. Dengan media ini, maka diharapkan dapat menjadi salah satu alat bantu yang mampu menyampaikan informasi kepada masyarakat secara luas karena informasinya dapat diinformasikan lagi kepada orang lain. • Spesific Protection Pencegahan primer merupakan upaya yang dilaksanakan untuk mencegah timbulnya penyakit pada populasi yang sehat.Dalam hal ini dapat diberikan vaksin. Vaksin merupakan suspensi mikroorganisme yang dilemahkan atau dimatikan (bakteri, virus, atau riketsia) yang diberikan untuk mencegah, meringankan, atau mengobati penyakit yang menular. Vaksin BCG merupakan serbuk yang dikering-bekukan untuk injeksi berupa suspensi.Sebelum digunakan serbuk vaksin BCG harus dilarutkan dalam pelarut khusus yang telah disediakan secara terpisah.Penyimpanan sediaan vaksin BCG diletakkan pada ruang atau tempat bersuhu 2 – 8 0 C serta terlindung dari cahaya. Pemberian vaksin BCG biasanya dilakukan secara injeksi intradermal/intrakutan (tidak secara subkutan) pada lengan bagian atas atau injeksi perkutan sebagai alternatif bagi bayi usia muda yang mungkin sulit menerima injeksi intradermal. Selain pemberian vaksin, upaya mencegah penularan penyakit TBC, antara lain: 1. Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin 2. Meludah hendaknya pada tempat tertentu yang sudah diberi desinfektan (air sabun) 3. Imunisasi BCG diberikan pada bayi berumur 3-14 bulan 4. Menghindari udara dingin 5. Mengusahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya ke dalam tempat tidur 36



6. Menjemur kasur, bantal,dan tempat tidur terutama pagi hari 7. Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga mencucinya dan tidak boleh digunakan oleh orang lain 8. Makanan harus tinggi karbohidrat dan tinggi protein 9. Meningkatkan ventilasi rumah 10. Sterilisasi dahak,seprai, sarung bantal,dll dengan menggunakan sinar matahari langsung atau sodium hipoklorit 1% 3.



Sekunder



Early diagnosis and promt treatment 1 Pada pencegahan sekunder, sasaran kepada penderita TBC agar tidak menyebar kepada orang-orang di sekitar. Diagnosis dini TB paru dengan mengeathui bahwa ciri-ciri atau gejala pasien yaitu -



Batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih



-



Batuk diikuti dengan gejala tambahan yaitu batuk berdarah, sesak napas, nyeri dada, badan lemas, nafsu makan turun, BB turun, malaise, keringat pada malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.



4. Tertier Rehabilitation Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC, termasuk dalam pencegahan tersier.Dimulai dengan diagnosis kasus berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara psikis, rehabilitasi penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien, kemudian rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi individu. Selanjutnya, pelayanan kesehatan kembali dan penggunaan media pendidikan untuk mengurangi cacat sosial dari TBC, serta penegasan perlunya rehabilitasi.2,4



Perbedaan TBC pada Dewasa dan Anak Diagnosis TBC pada dewasa Diagnosis



TB



paru



pada



orang



dewasa



dapat



ditegakkan



dengan



ditemukannyaBTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis.Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga SPS BTA hasilnya positif.Bila hanya 1 37



spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang.Kalau hasil rontgen mendukung TB, maka penderita diidagnosis sebagai penderita TB BTA positif.Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan lain, misalnya biakan. Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan lain, misalnya biakan.Bila tiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1 - 2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS : Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TB. i. Bila hasil rontgen mendukung TB, diagnosis sebagai penderita TB BTA negatif rontgen positif. ii. Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB.UPK yang tidak memiliki fasilitas rontgen, penderita dapat dirujuk untuk difotorontgen dada. Gambar 2: Gambaran pemeriksaan Rontgen dada pasien TBC



Sumber: http://getfreeartikel.wordpress.com/2011/05/15/tuberculosis-tbc/ Diagnosis TBC pada anak Penyakit TB ini mudah sekali menyerang pada anak-anak kecil yangbelum diimunisasi dengan vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guerin), karena kurangnya gizi dan karena lingkungan yang kurang sehat. Tidak cukup untuk sekedar memahami cara bagaimana anak-anak terinfeksi tuberkulosis atau bagaimana penyakit tersebut dapat 38



menyebar. Kemungkinan adanya tuberkulosis pada anak yang kurusatau bila ditemukan: 1. Berat badan tidak naik atau turun selama lebih dari 14 minggu (adanya grafik kenaikan berat badan akan sangat berguna). 2. Kehilangan gairah dan mungkin juga berat badan selama 2 sampai 3 bulan. 3. Salah satu dari (1) atau (2) yang dijelaskan di atas disertai dengan menggigil atau batuk yang sesekali dapat menyerupai batuk rejan. 4. Demam atau meriang selama lebih dari satu minggu tanpa penyebab yang jelas. 5. Salah satu diantara (1), (2), (3) serta tanda adanya cairan – pekak, pada salah satu sisi dada. 6. Perut membuncit, terutama bila teraba benjolan dan yang tetap bertahan setelah pemberian obat cacing. 7. Diare kronis dengan buang air besar tinja keputihan yang tidak sembuh setelah diberi obat cacing atau obat untuk giardiasis (dengan metronidazole). 8. Jalan timpang, punggung kaku sukar membungkuk. 9. Tulang belakang membungkuk, tidak atau kaku saat berjalan. 10. Pembengkakan lutut atau pergelangan kaki, tangan, siku atau bahkan iga atau tulang atau sendi yang manapun yang tidak disebabkan cedera. 11. Pembengkakan kelenjar getah bening yang keras atau lembut, tidak nyeri, terkadang dengan beberapa kelenjar getah bening kecil didekatnya dan terkadang melekat tak teratur. 5,9



Pencatatan dan pelaporan Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu elemen yang amat penting dalam system informasi penanggulangan TB. Semua unit pelaksana pengobatan TB harus melaksanakan suatu system pencatatan danpelaporan yang baku. Untuk itu pencatatan dibakukan berdasarkan klasifikasi dan tipe penderita serta menggunakan formulir yang sudah baku juga. Pencatatan yang dilakukan di unit pelayanan kesehatan meliputi beberapa item, yaitu: 2. Kartu pengobatan TB (01) 3. Kartu identitas penderita TB (TB02) 4. Register laboratorium TB (TB04) 5. Formulir permohonan pemeriksaan dahak (TB05) 6. Daftar tersangka penderita TB (TB06) 7. Formulir pindah penderita TB (TB09) 8. Formulir hasil akhir pengobatan dari penderita TB pindahan (TB10) Cara pengisian formulir sesuai dengan buku pedoman penanggulangan TB Nasional (P2TB). Untuk pembuatan lapporan, data yang ada dari formulit TB01



39



dimasukkan kedalam formulir register TB (TB03) dan direkap kedalam formulir rekapan yang ada di tingkat kabupaten/kota.8



Kesimpulan Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang dapat menyerang berbagai organ atau jaringan tubuh.Tuberkulosis paru merupakan bentuk yang paling banyak dan paling penting.Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium tuberkulosis dan Mycobakterium bovis.Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus, atau agak bengkok, bergranular atau lipoid (terutama asam mikolat).Untuk mengetahui tentang penderita tuberkulosis dengan baik harus dikenali tanda dan gejalanya.



Daftar Pustaka 1. Widoyono. Tuberkulosis Paru. In: Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasannya. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2008. hal: 13-21 2. Universitas Indonesia (FKUI). Kuliah Tuberculosis. 2004. Diunduh dari http://ui.org/ fk/kuliah/respirasi/tuberculosis.htm. 26 Juni 2014. 3. Azwar Azrul. Pengantar administrasi kesehatan. Edisi ke-3. Jakarta: Binarupa Aksara; 2006. hal:104-19 4. Aditama Tjandra et all. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi ke-2. Cetakan ke-2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2008. hal: 3-37 5. Pohan Imbalo. Tuberkulosis Paru. In: Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. hal: 438-50 6. Amin Zulkifli dan Asril Bahar. Tuberkulosis Paru. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jilid 3. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009. hal : 2230-9. 7. Amira Permatasari. Pemberantasan Penyakit TB dan Strategi DOTS. 2005. Diunduh dari http://www.google.co.id/url? 40



sa=t&rct=j&q=program+pemberantasan+tbc&source=web&cd =3&ved=0CFQQFjAC&url=http%3A%2F%2Frepository.usu.ac.id %2Fbitstream%2F123456789%2F3448%2F1%2Fparuamira.pdf&ei=KUncT8nH9HrrQfh1Jm_DQ&usg=AFQjCNFzbqb2YWYZPi3vc4nsVsY3xzjVaA &cad=rja. 26 Juni 2014. 8. Anonim. Pencatatan dan Pelaporan Kasus TB. 2007. Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/75695183/73/II-14-PENCATATAN-DANPELAPORAN. 26 Juni 2014. 9. Anonim. Tuberculosa Pada Anak. Maret 2006. Diunduh dari http://www.google.co.id/url? sa=t&rct=j&q=epidemiologi+tbc+pada+anak&source=web&cd =3&ved=0CFMQFjAC&url=http%3A%2F %2Flast3arthtree.files.wordpress.com%2F2009%2F02%2Ftbpadaanak.pdf&ei=cVvcT_G7BYqIrAfk4Im9DQ&usg=AFQjCNEbuKhFp2Jr 4hgvdBYTYC7P5lmMOg&cad=rja. 26 Juni 2014.



41