PDCA Pada Kematian Bayi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DINAS KESEHATAN KABUPATEN GARUT PUSKESMAS HAURPANGGUNG Jln. Guntur melati No. 35 Ds. Haurpanngung Kec. Tarogong Kidull Email : puskesmas,[email protected]



PEMECAHAN MASALAH DENGAN PDCA PADA KEMATIAN BAYI BAB I PENDAHULUAN



1.1 LATAR BELAKANG Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Neonatus (AKN), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan beberapa indikator status kesehatan masyarakat. Dewasa ini AKI dan AKB di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, AKI 228 per 100.000 kelahiran hidup, AKB 34 per 1.000 kelahiran hidup, AKN 19 per 1.000 kelahiran hidup, AKABA 44 per 1.000 kelahiran



hidup.



Penduduk Indonesia pada tahun 2007 adalah 225.642.000 jiwa dengan CBR 19,1 maka terdapat 4.287.198 bayi lahir hidup. Dengan AKI 228/100.000 KH berarti ada 9.774 ibu meninggal per tahun atau 1 ibu meninggal tiap jam oleh sebab yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan nifas. Besaran kematian Neonatal, Bayi dan Balita jauh lebih tinggi, dengan AKN 19/1.000 KH, AKB 34/1.000 KH dan AKABA 44/1.000 KH berarti ada 9 Neonatal, 17 bayi dan 22 Balita meninggal tiap jam. Berdasarkan kesepakatan global (Millenium Development Goals/MDGs, 2000) pada tahun 2015 diharapkan Angka Kematian Ibu menurun sebesar tiga-perempatnya dalam kurun waktu 1990-2015 dan Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Balita menurun sebesar dua-pertiga dalam kurun waktu 1990-2015. Berdasarkan hal itu



Indonesia mempunyai komitmen untuk menurunkan Angka Kematian Ibu menjadi 102/100.000 KH, Angka Kematian Bayi dari 68 menjadi 23/1.000 KH, dan Angka Kematian Balita 97 menjadi 32/1.000 KH pada tahun 2015. Penyebab langsung kematian Ibu sebesar 90% terjadi pada saat persalinan dan segera setelah persalinan (SKRT 2001). Penyebab langsung kematian Ibu adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%) dan infeksi (11%). Penyebab tidak langsung kematian Ibu antara lain Kurang Energi Kronis/KEK pada kehamilan (37%) dan anemia pada kehamilan (40%). Kejadian anemia pada ibu hamil ini akan meningkatkan risiko terjadinya kematian ibu dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia. Sedangkan berdasarkan laporan rutin PWS tahun 2007, penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan (39%), eklampsia (20%), infeksi (7%) dan lain-lain (33%). Hasil riskesdas 2007 menunjukkan kematian Neonatal terjadi pada umur 0-6 hari. Dari data tersebut



terlihat masih redahnya cakupan pemeriksaan, 57,6%



neonatus diperiksa oleh tenaga kesehatan dalam minggu pertama setelah kelahirannya dan hanya 33,5% neonates umur 8-28 hari diperiksa. Penyebab kematian terbesar berdasarkan Riskesdas 2007 untuk 0-6 hari adalah gangguan pernapasan/asfiksia 35,9%, prematuritas dan BBLR 32.4% dan sepsis 12% sedangkan umur 7-28 hari adalah sepsis 20.5%, kelainan kongenital 18,1%, pneumonia 15,4%, prematuritas da BBLR 12,8%, dan RDS 12,8%. Di UPT Puskesmas Haurpanggung terdapat 410 orang bayi yang lahir dari Januari-April 2017 . Di Puskesmas Haurpanggung terdapat 9 bidan puskesmas dan 4 bidan desa , ada 71 posyandu, dengan kader yang aktif sekitar 75%, dan ada 8 kelas ibu hamil. Di Puskesmas Haurpanggung ada banyak faktor resiko tinggi pada ibu hamil yang dapat menjadi penyebab dan dapat berpengaruh terhadap kematian ibu . Presentasenya adalah ibu hamil usia 35 tahun 29 orang ( 6.76% ), KEK 25 orang (5.83% ), HB 35 tahun Infeksi terjadi dalam tubuh ibu hamil Jika wanita yang hamil mengkonsumsi alcohol, obat-obatan dan merokok Jika ada masalah dengan sistem reproduksi ibu Tidak menerima perawatan yang tepat selama kehamilan dan tidak mengikuti perintah dokter pada kebutuhan gizi



3. Tanda dan gejala persalinan prematur 



Berat badan < 2000gr, panjang badan < 45 cm, lingkar kepala < 33



 



cm. lingkar dada < 30 cm Masa kehamilan < 37 minggu Kulit : tipis transparan, rambut lanugo banyak terutama pada dahi,







pelipis, telinga dan lengan Reflex tonus otot masih lemah, reflex menghisap dna menelan serta



 



reflex batuk belum sempurna Pernapasan tidak teratur bisa terjadi apneu Pernapasan sekitar 45-50x/menit dan nadi100-140x/menit



4. Pencegahan kelahiran prematur  Rajin memeriksakan kehamilan  Ketahui faktor risiko seperti merokok, hipertensi, pernah memiliki komplikasi    



kehamilan sebelumnya Mengonsumsi makanan bergizi selama kehamilan Hindari cemas Menghindari persalinan dengan operasi section Caesar Membantu ibu hamil berhenti merokok 5.



Perawatan bayi premature Perawatan bayi premature sebaiknya dirawat di incubator. Bayi dizinkan dibawa pulang setelah BB mencapai titik tertentu, biasanya antara 2040 – 2270 gram. Dengan memperhatikan gambaran klinik, maka perawatan bayi premature yaitu :   



IV.



Pengaturan suhu badan Makanan bayi premature Menghindari infeksi



SEPSIS/INFEKSI 1. Pengertian Sepsis neonatorum adalah suatu bentuk penyakit yang digambarkan dengan adanya infeksi bakteri secara sistemik pada bulan pertama kehidupan yang ditandai hasil kultur darah yang positif. Definisi lainnya adalah sindroma klinis yang ditandai gejala sitemik dan disertai bakteriemia yang terjadi dalam bulan pertama kehidupan. . 2. Etiologi 1.



Semua infeksi pada neonatus dianggap oportunisitik dan setiap bakteri mampu menyebabkan sepsis.



2.



Mikroorganisme berupa bakteri, jamur, virus atau riketsia. Penyebab paling sering dari sepsis : Escherichia Coli dan Streptococcus grup B (dengan angka kesakitan sekitar 50 – 70 %. Diikuti dengan malaria,



sifilis, dan toksoplasma. Streptococcus grup A, dan streptococcus viridans, patogen lainnya gonokokus, candida alibicans, virus herpes simpleks (tipe II) dan organisme listeria, rubella, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. 3.



Pertolongan persalinan yang tidak higiene, partus lama, partus dengan tindakan.



4. Kelahiran kurang, BBLR, cacat bawaan Faktor-faktor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari tiga kelompok, yaitu : 1. Faktor Maternal a.



Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih.



b.



Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun).



c.



Kurangnya perawatan prenatal.



d. Ketuban pecah dini (KDP) e.



Prosedut selama persalinan



2. Faktor neonatatal a.



Prematurius (berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit.



b.



Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon



terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan fibronektin,



menyebabkan



sebagian



besar



penurunan



aktivitas



opsonisasi. c.



Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan.



3. Faktor diluar ibu dan neonatal a.



Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.



b.



Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan resiko pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda.



c.



Kadang-kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial), paling sering akibat kontak tangan.



d.



Pada bayi yang minum ASI, spesiesLactbacillus danE.colli ditemukan dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi oleh e. colli



4. Faktor predisposisi Terdapat berbagai faktor predisposisi terjadinya sepsis, baik dari ibu maupun bayi sehingga dapat dilakukan tindakan antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya sepsis. Faktor tersebut adalah : a.



Penyakit infeksi yang diderita ibu selama kehamilan



b. Perawatan antenatal yang tidak memadai c.



Ibu menderita eklampsia, diabetes mellitus



d.



Pertolongan persalina yang tidak higiene, partus lama, partus dengan tindakan.



e.



Kelahiran kurang bulan, BBLR, dan cacat bawaan.



f.



Adanya trauma lahir, asfiksia neonatus, tindakan invasif pada neonatus.



g. Tidak menerapakan rawat gabung



h. Sarana perawatan yang tidak baik, bangsal yang penuh sesak i.



Ketuban pecah dini



3. Diagnosis a.



Dari gejala-gejala klinis / manifestasi klinis Sepsis neonatorum adalah infeksi yang masuk ke dalam tubuh secara langsung, yang dapat menimbulkan gejala klinis yang berat. Penyebab sepsis neonatorum adalah bakteri gram positif dan gram negatif, virus infeksi, dapat masuk secara hematogen, atau infeksi asenden. Waktu masuknya infeksi dapat berlangsung sebagai berikut. 1. Sebelum in partu. Potensi infeksi neonatus dalam keadaan : a.



Ketuban pecah dini akibat infeksi asenden.



b. Akibat melakukan amniotomi. c.



Infeksi ibu sebelum persalinan.



d. Prematuritas akan lebih rentan terhadap infeksi e. 2.



Pertolongan persalinan yang tidak bersih situasinya.



Pada saat in partu sebagai akibat bayi dengan berat badanlahir rendah/prematuritas atau akibat alat resusitasi yang tidak steril.



3. Terdapat sumber infeksi (infeksi lokal). 4. Stomatitis,perlukaam badan. 5. Sumber infeksi kulit (furunkel). Berdasarkan kejadiannya, infeksi sepsis neonatorum berlangsung dalam dua awitan berikut : 1. Awitan dini : a.



Gejala klinisnya tampak secara dini yaitu sekitar/sejak semula (ratarata 48 jam pertama).



b. Infeksi berkaitan dengan sumber pada ibunya saat proses persalinan. c.



Kumannya: stafilokokus (E. Coli, H. Infuenzae, Klebsiella, Monilia).



2. Awitan lanjut : a.



Gejala klinisnya tampak setelah7 hari, saat penderita telah pulang.



b. Sumber infeksinya: faktor lingkungan yang kotor dan infeksius, infeksi nosokomial di rumah sakit.



c.



Penyebab infeksinya : S. Aureus, stafilokokus grup beta, E. Coli monositogen.



d. Komplikasi berat : komplikasi susunan saraf pusat. Diagnosis sepsis nenoatorum sulit ditetapkan karena gejalanya tidak khas. Setiap perubahan keadaan fisik atau gambaran darah neonatus dianggap terjadi infeksi sepsis neonatorum. Diagnosis ditegakkan jika terdapat lebih dari satu kumpulan gejala berikut ini : 1. Gejala umum infeksi : tampak sakit, tidak man ruinum, suhu naik atau turun, sklerena/skerederna. 2. Gejala gastrointestinal : terdapat diare, muntah, hepatomegali, splenomegali, atau perut kembung. 3. Gejala paru : sianosis, apnea, atau takipnea. 4. Gejala kardiovaskular : terdapat takikardia, edema atau dehidrasi. 5. Gejala neurologic : letargi (tampak seperti mayat), peka rangsang atau kejang. 6. Gejala hematologis-laboratorium : ikterus, pendarahan bawah kulit, leukopenia, dan leukosit kurang dari 5.000/mm3. 7. Pemeriksaan tambahan untuk memperkuat sepsis neonatorum adalah : KED meningkat, trombositopenia, granulasi toksis vakuolisasi sel atau granulasi toksis, vakuolisasi nukleus polimorf. 4. Penatalaksanaan Penatalaksanaan untuk sepsis neonatorum ada tiga tahap yaitu sebagai beikut 1. Perawatan umum : a.



Tindakan aseptik dengan cuci kama.



b. Pertahankan suhu tubuh sekitar 36,5-37ºC.



c. Jalan napas harus bersih, artinya jangan sampai ada gangguan napas. d. Cairan diberikan dengan infus. e. Lakukan perawatan bayi dan tali pusat dengan baik.



2. Medikamentosa : a. Beri antibiotik kombinasi. b. Evaluasi hasilnya 3-5 hari, bila tidak berhasil, ganti antibiotik. c. Uji sensitivitas kuman sehingga antibiotik diberikan dengan tepat. d. Antibiotik diberikan perpanjangan selama 7 hari setelah perbaikan secara klinis. 3. Simtomatik : pengobatan simtomatik diberikan dan sesuai dengan gejala klinisnya (obat penurun panas, obat anti kejang). Transfusi darah sehingga Hb 11g%. Pemantauan terhadap perawatan pasien adalah sebagai berikut : 1. Perhatikan keadaan umum, tanda-tanda vitalnya, 2. Perhatikan keseimbangan nutrisi dan cairan. 3. Evaluasi gambaran darahnya. 4. Persiapan alat darurat



5. Pencegahan a.



Dari Ibu. Grup B Streptococcus merupakan penyebab terberat sebagai patogen terbanyak pada akhir tahun 1960an dan biasanya sebagai penyebab dari



early-onset sepsis. Sepuluh sampai 30 wanita hamil dengan kolonisasi Grup B Streptococcus dalam vagina atau daerah rektum.Dua pendekatan utama : prenatal skrining (semua wanita hamil di skrining untuk deteksi infeksi Grup B Streptococcus pada 35-37 minggu kehamilan dan dilakukan pengobatan untuk kulturnya yang positif) dan identifikasi dari wanita beresiko tinggi serta mengobati sebelum terjadinya persalinan. b.



Dari Neonatus Pemberian antibiotik profilaksis untuk bayi-bayi asimtomatis yang diduga beresiko tinggi terjadi sepsis oleh Grup B Streptococcus masih kontroversial. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian penisilin pada semua bayi atau bayi



6. Pengobatan Prinsip pengobatan sepsis neonatorum adalah mempertahankan metabolisme tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termasuk kebutuhan nutrisi. Menurut Yu Victor Y.H dan Hans E. Monintja pemberian antibiotik hendaknya memenuhi kriteria efektif berdasarkan hasil pemantauan mikrobiologi, murah, dan mudah diperoleh, tidak toksik, dapat menembus sawar darah otak atau dinding kapiler dalam otak yang memisahkan darah dari jaringan otak dan dapat diberi secara parenteral. Pilihan obat yang diberikan ialah ampisilin dan gentamisin atau ampisilin dan kloramfenikol, eritromisin atau sefalasporin atau obat lain sesuai hasil tes resistensi. Dosis antibiotik untuk sepsis neonatorum : Ampisislin 200 mg/kgBB/hari, dibagi 3 atau 4 kali pemberian; Gentamisin 5 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2 pemberian; Kloramfenikol 25 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 atau 4 kali pemberian;



Sefalasporin



100



mg/kg



BB/hari,



dibagi



dalam



2



kali



pemberian;Eritromisin500 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis.(surasmi,2003) 7.



Pemeriksaan Penunjang



1. Pemeriksaan darah rutin (hb, leuko, trombosit, CT, BT, LED, SGOT, SGPT) 2. Kultur darah dapat menunjukkan organisme penyebab. 3. Analisis kultur urine dan cairan sebrospinal (CSS) dengan lumbal fungsi dapat 4. Mendeteksi organisme. 5. DPL menunjukan peningkatan hitung sel darah putih (SDP) dengan peningkatan 6. Neutrofil immatur yang menyatakan adanya infeksi. 7. Laju rendah darah, dan protein reaktif-c (CRP) akan meningkat menandakan adanya perubahan 8. Inflam



TINJAUAN KASUS KASUS Di Desa Haurpanggung terdapat 159 orang ibu hamil. Di desa tersebut terdapat 1 bidan desa dan 1 bidan pendamping, ada 21 posyandu, dengan kader yang aktif sekitar 75%, dan ada 2 kelas ibu hamil. Di Desa Haurpanggung ada banyak faktor resiko tinggi pada ibu hamil yang dapat menjadi penyebab dan dapat berpengaruh terhadap kematian ibu di desa ini. Presentasenya adalah ibu hamil usia 35 tahun 2 orang ( 1,75 ), KEK 10 orang (8,77% ), HB