Pedoman Pelayanan Ppi RS Sultan Agung [PDF]

  • Author / Uploaded
  • nila
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI



RUMAH SAKIT JIWA TAMPAN PROVINSI RIAU PEKANBARU 2018



DAFTAR ISI



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang …...........................................................................01 B. Tujuan Pedoman …..…...................................................................01 C. Ruang Lingkup Pelayanan……….....................................................01 D. Batasan Operasional …………………………………………………….......02 E. Landasan Hukum ….…………………………………………………………04 BAB II STANDARKETENAGAAN…………………………………………................05 BAB III STANDAR FASILITAS …………………………… .................................08 BAB IV K E B I J A K A N . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 0 9 BAB V TATA LAKSANA PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT ……………….............................................21 A.



Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ……….…………………………....21



B.



Strategi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi…………. ……………...21



C.



Kewaspadaan Isolasi ……………………………………………………… ....21 1.



Perkembangan Kewaspadaan …………………………......................22



2.



Kewaspadaan Standar ……………………….....................…. . . . 2 3 a. b. c. d.



Kebersihan Tangan ……………………………………..................33 Alat Pelindung Diri (APD) …………………………………............44 Pemrosesan Peralatan Pasien ………………………...................57 Pengelolaan Limbah ……………………………… . . . . . . . . . . . . . 6 3



e.



Pengendalian Lingkungan Rumah Sakit ………… . . . . . . . . . . . 7 0



f.



Kesehatan Karyawan /Perlindungan Petugas Kesehatan…..77



g.



Penempatan Pasien ……………………...................................82



h.



Higiene Respirasi / Etika Batuk …………………...................85



i.



Praktek Menyuntik Yang Aman ……………………………......86



3.Kewaspadaan Berdasar Transmisi ………................................ 87 a.Transmisi lewat udara (Air Borne) …...................................88 b.Transmisi lewat Droplet ……………..................................…89 c. Transmisi lewat Kontak ………………………………...........…91 d. Penanganan KLB.................................................................94 e. Pedoman PembuatanICRA……..……………................……….97 BAB V LOGISTIK ............................................................................108 BAB VI KESELAMATAN PASIEN ......................................................109 BAB VII KESELAMATAN KERJA .........................................................113 .



BAB VIII PENGENDALIAN MUTU ........................................................114 BAB VIII PENUTUP...............................................................................116



BAB I PENDAHULUAN A.



B.



Latar Belakang Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi sangat penting untuk dilaksanakan di Rumah Sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan, disamping sebagai tolak ukur mutu pelayanan juga untuk melindungi pesien, petugas Rumah Sakit, pengunjung dan keluarganya pesien dari resiko tertularnya infeksi karena dirawat, bertugas atau berkunjung di Rumah Sakit. Rumah Sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang saat ini makin berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di lain pihak rumah sakit dihadapi tantangan yang semakin besar. Rumah Sakit dituntut agar dapat memberikan pelayan kesehatan yang bermutu, akuntabel dan transparan kepada masyarakat, khususnya bagi jaminan keselamatan pasien. Untuk hal tersebut Rumah Sakit perlu ditingkatkan pelayanan khususnya dalam pencegahan dan pengendalian infeksi. Bukan saja untuk para petugas tetapi juga pasien, keluarga pasien dan lingkungan Rumah Sakit. Dengan demikian pelayanan kesehatan di Rumah Sakit akan menjadi lebih profesional, akuntabel dan transparan menuju pelayanan kesehatan yang prima. Dan diharapkan dapat mengenal cara penularan infeksi yang ditemui petugas sehingga petugas dapt mencegah dan mengendalikan infeksi dengan baik. Tujuan Pedoman Adapun tujuan dari Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau adalah :



1. Dapat digunakan dalam rangka meningkatkan layanan Rumah Sakit, meliputi kualitas pelayanan, manajemen resiko, serta kesehatan dan keselamatan kerja. 2. Menjadi pedoman dalam pelayanan Pencegahan dan Pengendalian di Rumah Sakit agar sesuai dengan prosedur dengan sumber daya terbatas dapat menerapkannya sehingga dapat melindungi tenaga kesehatan dan masyarakat dari penuran penyakit yang mungkin timbul. C. Ruang Lingkup Pelayanan Pedoman ini memberi panduan bagi petugas di Rumah Sakit dan fasilitas lainnya dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi pada pelayanan terhadap semua pasien, pengunjung, petugas dan keluarga Ruang lingkup pelayanan Pencegahan Pengendalian Infeksi (PPI) di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau secara umum dapat dikategorikan sebagai berikut: 1



1.



Di dalam gedung Di dalam gedung Rumah Sakit, PPI dilaksanakan seiring dengan pelayanan yang diselenggarakan rumah sakit, antara lain: a. PPI di ruang rawat jalan bagi pasien yaitu di poliklinik seperti poliklinik umum, poliklinik gigi dan poliklinik spesialis. b. PPI di rawat inap bagi pasien yaitu di ruang perawatan jiwa non fisik, ruang perawatan jiwa dan fisik, dan unit pelayanan intensif psikiatri (UPIP) c. PPI di pelayanan penunjang medis yaitu di pelayanan farmasi, pelayanan laboratorium, radiologi dan pelayanan rehab medik. d. PPI di pelayanan intalasi gawat darurat dan instalasi NAPZA.



Di luar gedung Kawasan luar gedung rumah sakit dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk PPI yaitu PPI di tempat umum seperti kantin, tempat ibadah dan lain-lain yaitu dengan melakukan pemasangan banner dan poster-poster. D.



Batasan Operasional 1. Beberapa Batasan / Definisi a. Kolonisasi : merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi, dimana organisme tersebut hidup, tumbuh dan berkembang biak, tetapi tanpa disertai adanya respon imun atau gejala klinik. Pada kolonisasi, tubuh pejamu tidak dalam keadaan suseptibel. Pasien atau petugas kesehatan bisa mengalami kolonisasi dengan kuman patogen tanpa menderita sakit, tetapi dapat menularkan kuman tersebut ke orang lain. Pasien atau petugas kesehatan tersebut dapat bertindak sebagai “Carrier”. b. Infeksi : merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organisme), dimana terdapat respon imun, tetapi tidak disertai gejala klinik. c. Penyakit infeksi : merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organisme) yang disertai adanya respon imun dan gejala klinik d. Penyakit menular atau infeksius : adalah penyakit (infeksi) tertentu yang dapat berpindah dari satu orang ke orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. e. Inflamasi (radang atau perdangan lokal) : merupakan bentuk respon tubuh terhadap suatu agen (tidak hanya infeksi, dapat berupa trauma, pembedahan atau luka bakar),yang ditandai dengan adanya sakit/nyeri (dolor), panas (calor), kemerahan (rubor),pembengkakan (tumor) dan gangguan fungsi.



2



f. “Systemic Inflammatory Response Syndrome” (SIRS) : sekumpulan gejala klinik atau kelainan laboratorium yang merupakan respon tubuh (inflamasi) yang bersifat sistemik. Kriteria SIRS bila ditemukan 2 atau lebih dari keadaan berikut : (1) hipertermi atau hipotermi atau suhu tubuh yang tidak stabil, (2) takikardi (sesuai usia), (3) takipnoe(sesuai usia), serta (4) leukositosis atau leukopenia (sesuai usia) atau pada hitung jenis leukosit jumlah sel muda (batang) lebih dari 10%. SIRS dapat disebabkan karena infeksi atau non-infeksi seperti trauma, pembedahan, luka bakar, pankreatitis atau gangguan metabolik. SIRS yang disebabkan infeksi disebut “Sepsis”. g.



2.



Healthcare-associated infections” (HAIs) : An infection occurring in a patient during the process of care in a hospital or other healthcare facility which was not present or incubating at the time of admission. This includes infections acquired in the hospital but appearing after discharge, and also occupational infections among staff of the facility. ( PERDALIN 2008 )



Rantai Penularan Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mengetahui rantai penularan. Apabila satu mata rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Komponen yang diperlukan sehingga terjadi penularan tersebut adalah: a.



Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi. Pada manusia, agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur dan parasit. Ada tiga faktor pada agen penyebab yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu : patogenitas, virulensi dan jumlah (dosis, atau “load”). b. Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak dan siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling umum adalah manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan organik lainnya. Pada orang sehat, permukaan kulit, selaput lendir saluran napas atas, usus dan vagina merupakan reservoir yang umum. c. Pintu keluar (portal of exit) adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan reservoir. Pintu keluar meliputi saluran pernapasan, pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit dan membrana mukosa, transplasenta dan darah serta cairan tubuh lain. 3



E.



Landasan Hukum 1. Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Nomor 42 Tahun 1999) 3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Nomor 4431 Tahun 2004) 4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan 5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 159b/Menkes/Per/II/1988 tentang Rumah Sakit 6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 986/Menkes/Per/XI/1992 tentang persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit 7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit 8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan 9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017 tentang Pedoman pencegahan dan pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan



4



BAB II STANDAR KETENAGAAN A. Kualifikasi Sumber Daya anusia



NO



NAMA



KUALIFIKASI



JUMLAH



1



dr. Ricca Fitria Sp.PK



KETUA KOMITE PPI



1 KETUA



2



drg. Nila Dewi Ratnawati Prasetio



SEKRETARIS / IPCD



2 IPCD



3



drg. Dwi Rahmawati



IPCD



4



Ns. Ulia Nelma, S.Kep



IPCN



5



Ns. Suhud, S.Kep



IPCN



6



Ns. Nurjannah, S.Kep



IPCLN (IGD)



7



Ns. Tri Extin, S.Kep.



IPCLN (Rawat jalan)



8



Ns. Slamet Darmadi, S.Kep



IPCLN (R.NAPZA)



9



Ns.Jumriadi, S.Kep.



IPCLN (R. UPIP)



10



Ns. Siti Hafsah, S.Kep.



IPCLN (R.KAMPAR)



11



Ns. Laura Sihite, S.Kep.



IPCLN (R.SEBAYANG)



12



Ns. Rika Hastuti, S.kep.



IPCLN (R. SIAK)



13



Ns. Euis Dian Handayani, S.Kep.



IPCLN (R.INDRAGIRI)



14



Ns. Sasmaida Saragih, S.Kep.



IPCLN (R.KUANTAN)



15



Ns. Tio Marlina, S.Kep.



IPCLN (R.Rokan)



5



2 IPCN 10 IPCN



N0 1 2 3 4 5 6 7 8



NAMA Yance Tamba, SKM Santi Marlina , SKM Boni Tanjung, SKM Heldy Netty, SKM Elly Yusanani, SKM Hutmawati,AMG Ike Suryani, Apt Erni , Amk



KUALIFIKASI Anggota Komite lainnya (sanitasi lingkungan dan taman) Anggota Komite lainnya (K3RS) Anggota Komite lainnya (IPSRS) Anggota Komite lainnya (Loundry) Anggota Komite lainnya (CSSD) Anggota Komite lainnya (Dapur Gizi) Anggota Komite lainnya (Farmasi) Anggota Komite lainnya (Tim TB Dots dan HIV)



JUMLAH 8



B. Distribusi Ketenagaan Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau



oleh 2 IPCN dengan perbandingan



1 : 100 bed. C.



Pengaturan Jaga 1 IPCN melakukan monitoring di instalasi rawat inap dan IGD dan 1 IPCN melakukan monitoring di instalasi Penunjang Medis.



7



BAB III STANDAR FASILITAS



A.



Denah Ruang Letak di Gedung Rawat Jalan LT. 2



Klinik kesehatan gigi



Klinik kulit kelamin



Klinik penyakit dalam



Kantor Komite Medik



R.Dokter Spesialis R. Rapat Komite



R. BPJS



INSTALASI PKRS



INSTALASI SANITASI DAN TAMAN



B.



INSTALASI RAWAT INAP



KOMITE PMKP



INSTALASI RAWAT JALAN



KOMITE KEPERAWATAN



KOMITE K3RS



Medik



KOMITE PPI



Standar Fasilitas Daftar Inventaris Peralatan di Komite PPI No



Jumlah



2



Nama Alat Meja Kerja



1 buah



Meja ½ biro



3



Meja Computer



1 buah



Kayu



4



Kursi



4 buah



Future



5



Komputer



1buah



Lenovo



6



Printer



1 buah



Brother DCP-T700W



8



Keterangan



BAB IV KEBIJAKAN KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI RSJ TAMPAN PROVINSI RIAU A. Kebijakan Umum 1. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu dilandasi dengan cinta kasih , tidak membedakan suku, ras, agama, golongan dan memperhatikan mereka yang lemah dan kurang mendapat perhatian (option of the poor) 2.



Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu berorientasi pada mutu layanan, keselamatan pasien, dan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi pasien, keluarga dan masyarakat serta pegawai sesuai dengan Visi, Misi, Falsafah dan Tujuan Rumah sakit Jiwa TampanProvinsi Riau.



3. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu berfokus pada pasien (patient centeredness)dengan melaksanakan akses ke pelayanan dan kontinuitas pelayanan , memenuhi hak pasien dan keluarga, asesmen pasien, pemberian pelayanan pasien, serta memberikan edukasi kepada pasien, keluarga dan masyarakat. 4. Setiap unit pelayanan harus menjalankan upaya peningkatan mutu 5. Setiap unit pelayanan harus menjalankan kewaspadaan universal melalui



kegiatan



pencegahan dan pengendalian infeksi 6. Setiap pimpinan unit pelayanan harus mampu memberikan arahan, mengendalikan, mengelola, dan memimpin unit pelayanan masing-masing untuk mencapai visi-misi unit pelayanan maupun visi-misi rumah sakit 7. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas rumah sakit wajib mematuhi ketentuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan melakukan upaya untuk mengurangi dan mengendalikan bahaya, resiko, mencegah kecelakaan dan cedera, dan memelihara kondisi lingkungan dan keamanan, termasuk dalam penggunaan alat pelindung diri (APD). 8. Semua individu yang terlibat dalam pelayanan rumah sakit wajib melakukan sasaran Keselamatan Pasien. 9. Peralatan di unit pelayanan harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi secara teratur sesuai ketentuan yang berlaku dan selalu dalam kondisi siap pakai. 10. Semua petugas rumah sakit wajib memiliki ijin/ lisensi/ sertifikasi sesuai dengan profesi dan ketentuan yang berlaku. 11. Setiap petugas rumah sakit harus bekerja sesuai standar profesi, standar kompetensi, standar prosedur operasional, etika profesi, kode etik rumah sakit dan semua peraturan rumah sakit yang berlaku. 12. Setiap unit pelayanan harus mampu mengelola data yang dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan pengambilan keputusan bagi kepentingan manajemen dan pelayanan kepada masyarakat. 9



13. Setiap unit pelayanan harus berupaya memperoleh, mengolah dan menggunakan informasi secara terintegrasi yang dikomunikasikan secara benar untuk meningkatkan kesehatan pasien serta kinerja rumah sakit baik secara keseluruhan maupun individu. 14. Koordinasi dan evaluasi pelayanan disetiap unit pelayanan wajib dilaksanakan melalui rapat rutin minimal 1 kali dalam satu bulan. 15. Semua unit pelayanan wajib membuat laporan harian, bulanan, semester dan tahunan kepada manajemen rumah sakit. 16. Rumah Sakit Jiwa Tampan melaksanakan pelayanan penanggulangan HIV/AIDS melalui layanan VCT dan CST. 17. Rumah Sakit Jiwa Tampan melaksanakan pelayanan penanggulangan Tuberkulosa (TB). 18. Rumah sakit menghargai dan memenuhi hak pasien yang dilayani. 19. Seluruh karyawan rumah sakit berkewajiban menjaga dan melindungi rahasia medis pasien yang dilayani. 20. Rumah sakit melakukan pengumpulan, validasi dan analisis data baik internal ataupun eksternal untuk pengembangan pelayanan rumah sakit.



B.Kebijakan Khusus 1. ORGANISASI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI a) Rumah sakit Jiwa Tampan



melaksanakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)



untuk melindungi pasien, pengunjung dan petugas terhadap penularan infeksi di Rumah Sakit b) Pimpinan Rumah Sakit Jiwa tampan wajib membentuk Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (KPPI) di rumah sakit. c) Pelaksanaan kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah sakit dilaksanakan secara terintegrasikan antara struktural dan fungsional disemua unit dan menjadi tanggung jawab seluruh pegawai. d) Rumah Sakit Jiwa Tampan wajib memiliki IPCN (Infection Prevention and Control Nurse) sesui standar rumah sakit dan dibantu oleh IPCLN (Infection Prevention and Control Link Nurse).



2. KEWASPADAAN STANDAR Rumah Sakit Jiwa Tampan menetapkan kebersihan tangan, pemakaian alat pelindung diri, disinfeksi dan sterilisasi, tatalaksana linen, penatalaksanaan limbah dan benda tajam,pengendalian



lingkungan,



pernafasan/etika batuk,



praktik



menyuntik



yang



aman,



kebersihan



perawatan peralatan pasien, penatalaksanaan linen, program



kesehatan karyawan, penempatan pasien. 10



3. KEBERSIHAN TANGAN a) Setiap petugas wajib melakukan kebersihan tangan dilingkungan Rumah Sakit Jiwa Tampan. b) Kebersihan tangan dilakukan dengan cara 6 langkah cuci tangan dan 5 Momen Kebersihan Tangan (WHO). c) Jenis kebersihan tangan di Rumah Sakit Jiwa Tampan terdiri dari:  Kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun 



Kebersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol (handrub)



d) Rumah Sakit wajib menyediakan fasilitas , peralatan , dan bahan yang di perlukan untuk menjaga kebersihan tangan. e) Rumah Sakit Wajib melakukan monitoring compliance kebersihan tangan. f) Rumah



sakit



melakukan



program



edukasi



kebersihan



tangan



pada



petugas,



pasien,keluarga dan pengunjung. g) Setiap pegawai di Rumah Sakit Jiwa Tampan wajib mendapatkan orientasi dan pelatihan kebersihan tangan secara berkesinambungan.



4. KEWASPADAAN BERDASARKAN TRANSMISI a) Rumah Sakit Jiwa menetapkan standar kewaspadaan berdasarkan transmisi pada pasien rawat inap yang suspek atau telah ditentukan jenis infeksinya, berdasarkan cara transmisi kontak, droplet atau airbone. b) Rumah Sakit menyediakan penghalang untuk pencegahan dan prosedur isolasi yang melindungi pasien, pengunjung, staf terhadap penyakit menular dan pasien yang rentan terhadap infeksi nosokomial ( imunosupressed ) c) Pasien dengan imunosupressed hanya di lakukan stabilisasi keadaan untuk selanjutnya dirujuk kefasilitas kesehatan yang lebih lengkap. d) Rumah Sakit menyiapkan ruang tekanan negatif untuk perawatan pasien airbone disease. e) Tatalaksana perawatan pasien infeksi diterapkan berdasarkan prinsip kewaspadaan isolasi sesuai cara transmisi spesifiknya. f) Transportasi pasien infeksi dari satu unit ke unit lain harus dibatasi seminimal mungkin dan bila terpaksa harus memperhatikan prinsip kewaspadaan isolasi. g) Pembersihan ruang isolasi dilakukan setelah pembersihan ruang perawatan umum dengan menggunakan bahan desinfektan. h) Prosedur penunjang medik (pengambilan darah, pemberian gizi) dilakukan dengan memperhatikan kewaspadaan standar. i) Setiap pengunjung atau pasien ruang isolasi harus dilakukan edukasi penggunaan APD, kebersihan tangan, etika batuk. 11



5. PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI TUBERKOLOSIS (PPI TB) a) Semua pasien yang berobat ke IGD dan klinik rawat jalan dengan keluhan batuk akan diberikan edukasi oleh petugas Rumah Sakit terlatih mengenai etika batuk serta higiene respirasi dan diharuskan memakai masker bedah, jika keluhan pasien mengarah ke TB ( batuk ≥ 2 minggu atau batuk darah ) b) Petugas rumah sakit memberikan pelayanan baik administrasi maupun medis segera (maksimal 30 menit) bagi pasien suspek TB dan pasien TB sehingga mengurangi waktu pasien tersebut berada di fasilitas pelayanan kesehatan. c) Pasien TB yang perlu dirawat inap ditempatkan di ruang terpisah dari pasien lain (ruang isolasi). d) Rumah sakit menggunakan sistem ventilasi alamiah dan campuran (menggunakan ekshaust) di ruang perawatan infeksi (Poli DOTS dan ruang isolasi rawat inap ) untuk mengurangi penyebaran dan menurunkan kadar penularan percik renik sehingga tidak menularkan orang lain. e) Pasien rawat inap TB ditempatkan di ruang isolasi airbone dengan ventilasi tekanan negatif dan petugas medis menggunakan masker N-95 dalam melakukan pelayanan kesehatan terhadap pasien tersebut. f) Pasien disarankan untuk membersihkan tangan setelah menampung sputum dengan air mengalir dan sabun atau dengan larutan handrubs. g) Saat memproses spesimen, petugas laboratorium tetap mengacu pada kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi melalui udara (airbone) dan transmisi melalui kontak. h) Semua petugas kesehatan yang menangani pasien TB akan dilakukan pemeriksaan kesehatan rutin secara berkala bekerjasama dengan Komite K3 RS. i) Apabila pasien akan ditransportasikan keluar dari ruang isolasi, pasien harus mengenakan masker bedah untuk melindungi lingkungan sekitar. j) Rumah sakit menjamin dilaksanakannya upaya perlindungan diri yang adekuat bagi petugas kesehatan dan mereka yang bertugas di tempat pelayanan. 6. ALAT PELINDUNG DIRI (APD) a) APD digunakan berdasarkan prinsip kewaspadaan standar dan isolasi dengan selalu mengukur potensi risiko spesifik pada setiap aktivitas pelayanan/tindakan medik sehingga tepat, efektif dan efisien. b) APD sekali pakai disediakan melalui instalasi farmasi. c) Adanya ceklist tindakan yang menggunakan APD dan kebersihan tangan. d) Masker untuk ruang isolasi air borne desease dengan masker N95 atau masker bedah rangkap dua. e) Tim K3 RS melakukan monitoring dan audit ketepatan penggunaan APD sebagai bahan dalam evaluasi dan rekomendasi . 12



7. SURVEILANS INFEKSI RS (IRS) a) Rumah sakit Melakukan surveilens PPIRS yang dilakukan IPCN (Infection Prevention Control Nurse) purnawaktu dan dibantu oleh IPCLN (infection prevention link nurse) b) Rumah sakit tidak melakukan surveilans Infeksi Saluran Kemih (ISK) terkait kateterisasi, Infeksi Daerah Operasi (IDO), Infeksi Lika Infus (ILI) pada pasien beresiko, Pneumonia terkait penggunaan ventilator (VSP). c) Komite PPI melakukan Analisis, evaluasi dan rekomendasi tindak lanjut data infeksi . d) Pengendalian angka IRS menggunakan target sasaran seuai program PPI. Sasaran angka IRS dievaluasi setiap 3 tahun. e) Kejadian luar biasa IRS ditetapkan oleh direktur RS berdasarkan pertimbangan Komite PPI RS pada hasil evaluasi epidemiologik kecenderungan angka IRS melalui surveilans. Kecenderungan kejadian IRS yang terus menerus meningkat signifikan selama 3 bulan berturut-turut atau peningkatan signifikan angka kejadian pada suatu waktu pengamatan tertentu diwaspadai sebagai KLB. f) Laporan Infeksi RS disampaikan Komite PPI RS kepada Direktur Medik dan Keperawatan setiap 3 bulan. g) Pemantauan



penerapan



bundles



Pencegahan



dan



Pengendalian



Infeksi



(phlebitis,scabies,dekubitus,eksoriasis) adalah sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan surveilans infeksi RS. Kultur mikrobiologi dilakukan pada setiap kasus yang diduga infeksi rumah sakit (HAIs) 8. PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIBIOTIKA a) Pemilihan terapi antibiotik secara rasional kepada pasien didasarkan tujuan dan indikasi (profilaksis atau terapi) sesuai hasil pemeriksaan kultur dan resistensi mikroba. b) Ketepatan pemberian antibiotika agar aman bagi pasien meliputi : Tepat indikasi, Tepat pemilihan obat ,Tepat pasien, Tepat dosis, tepat cara pemberian, tepat durasi pemakaian, Tepat informasi, kepada pasien dan keluarganya. c) Pasien wajib diberi informasi tentang pengobatan yang diberikan dan efek yang ditimbulkan



9. STERILISASI ALAT/INSTRUMEN KESEHATAN PASKA PAKAI a) Rumah Sakit melakukan sterilisasi alat/instrumen dengan 2 cara yaitu secara fisika atau kimia. b) Pemrosesan alat/instrumen paska pakai dipilih berdasarkan kriteria alat. Sterilisasi dilakukan untuk alat kritikal. c) Disinfeksi tingkat tinggi (DTT) dilakukan untuk alat semi kritikal, disinfeksi tingkat rendah untuk alat non kritikal. d) Kriteria pemilihan desinfektan didasari telaah secara cermat terkait kriteria yang ditetapkan oleh rumah sakit. 13



e) Unit kerja yang bertanggung jawab terhadap penyediaan desinfektan dan antiseptik di RS sesuai rekomendasi Komite PPI Rumah Sakit Jiwa Tampan melalui instalasi farmasi. f) Instalasi Pusat Pelayanan Sterilisasi (CSSD) bertanggung jawab menyusun panduan dan prosedur tetap, mengkoordinasikan serta melakukan monitoring dan evaluasi proses serta kualitas/mutu hasil sterilisasi dengan persetujuan Komite PPI RS. g) Unit CSSD memonitor pelaksanaan proses dekontaminasi di setiap unit menggunakan form.



10.



PEMAKAIAN ULANG PERALATAN & MATERIAL SEKALI PAKAI (single use yang dire-



use). Rumah Sakit Jiwa Tampan , tidak menggunaan alat single use yang di re use, sehingga penatalaksanaan alat single use yang di re use tidak dilaksanakan di Rumah sakit Jiwa Tampan, dan Rumah Sakit Jiwa Tampan tidak memiliki peralatan dan material dengan kategori re use. 11.



PENGENDALIAN LINGKUNGAN RS



a) Pengelolaan limbah Rumah sakit dikelola oleh Instalasi Sanitasi Lingkungan dan taman Rumah Sakit. b) Semua limbah beresiko tinggi harus diberi label/ tanda yang jelas. c) Wadah /container diberi alas kantong plastik dengan warna : kuning untuk limbah infeksius & B3, merah untuk limbah radioaktif, hitam untuk limbah non medis / domestika. d) Limbah tidak boleh dibiarkan atau disimpan > 24 jam e) Kantong plastic tempat limbah tidak diisi terlalu penuh ( cukup 3/4) f) Wadah / container harus tertutup, tahan bocor, tidak berkarat. g) Mudah dikosongkan atau diangkat, mudah dibersihkan dan berada ditempat yang terlindungi binatang atau serangga. h) Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah anti bocor dan tahan tusukan ( safety box), tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidak. i) Jarum dan syringe harus dimasukkan ke dalam “ Safety box “ j) Pengangkutan limbah harus menggunakan troli yang tertutup. k) Pembuangan atau pemusnahan limbah medis padat harus dilakukan di tempat pengelolaan sampah medis dalam hal ini Rumah Sakit bekerjasama dengan pihak ketiga l) Petugas yang menangani limbah harus mengunakan APD . m) Prinsip metode pembersihan ruang perawatan dan lingkungan, pemilihan bahan desinfektan , cara penyiapan dan penggunaannya dilaksanakan berdasarkan telaah panitia PPI RS untuk mencapai efektivitas yang tinggi. 14



12.



PENGELOLAAN LINEN



a) Linen di Rumah sakit Jiwa tampan dikualifikasikan menjadi linen bersih, linen kotor infeksius, linen kotor non infeksius b) Untuk mencegah kontaminasi, pengangkutan linen menggunakan kantong linen yang berbeda, linen kotor dengan kantong linen berwarna hitam dan linen kotor infeksius dengan kantong linen kuning c) Pencegahan kontaminasi lingkungan maupun pada petugas dilakukan dengan desinfeksi kereta linen, pengepelan/disinfeksi lantai, implementasi praktik



kebersihan tangan,



penggunaan alat pelindung diri (APD) sesuai potensi resiko selama bekerja. 13.



PENGELOLAAN MAKANAN



a) Semua bahan makanan yang disiapkan sampai dengan disajikan kepada pasien, pegawai atau pengunjung dikelola sesuai pedoman dan standar prosedur pelayanan instalasi gizi agat terhindar dari pencemaran dan penularan infeksi melalui makanan b) Penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih, terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya dan hewan lain serta suhu penyimpanan disesuaikan dengan jenis bahan makanan. c) Penjamah makanan yang kontak langsung dengan makanan mulai dari proses penyiapan bahan sampai dengan penyajiannya dilakukan surveilans higiene . d) Petugas unit harus dalam kondisi sehat . 14.



PENDIDIKAN dan PELATIHAN PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI RS



a) Seluruh pegawai di RS wajib mengikuti program orientasi, termasuk materi pelatihan PPIRS b) Setiap ada mahasiswa yang akan praktek harus diberiakan materi orientasi PPIRS. c) Monitoring dan evaluasi hasil pendidikan dan pelatihan dilakukan oleh bagian Diklit bekerjasama dengan Komite PPI RS . 15.



PENDIDIKAN PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI DIBERIKAN UNTUK SETIAP



PASIEN. Untuk pasien rawat inap disampaikan oleh perawat saat orientasi pasien baru masuk, meliputi kebersihan tangan, etika batuk dan ketertiban membuang sampah. 16.



PENGKAJIAN RISIKO INFEKSI PADA KONSTRUKSI & RENOVASI di RS



a) sebelum melakukan kontruksi atau renovasi bangunan dilakukanRumah Sakit melakukan analisis terhadap kualitas udara, persyaratan utilisasi, kebisingan, getaran dan prosedur emergensi sebelum melakukan kontruksi atau renovasi bangunan dilakukan. b) Setiap konstruksi maupun renovasi bangunan yang dilakukan di RS harus mengutamakan keselamatan pasien, pengunjung dan petugas berdasarkan prinsip-prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi . 15



c) Pengkajian risiko infeksi dibuat berdasarkan dari panduan Infection Control Risk Assesment (ICRA). d) Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (KPPI RS) melakukan pengkajian risiko infeksi dan tindak lanjut berkolaborasi dengan bagian pemeliharaan dan K3 RS. 17.



PENGGUNAAN CAIRAN DESINFEKTAN



a) Proses desinfeksi alat dapat dikategorikan menjadi:  Peralatan Kritis/risiko tinggi: adalah peralatan medis yang masuk kedalam jaringan tubuh steril atau sirkulasi darah. Pengelolaannya dengan cara sterilisasi.  Peralatan semikritis/risiko sedang: adalah peralatan yang kontak dengan membrana mukosa tubuh. Pada peralatan semikritis, proses sterilisasi disarankan namun tidak mutlak, jadi bisa dilakukan disinfeksi tingkat tinggi.  Peralatan Nonkritis/resiko rendah: adalah peralatan yang kontak dengan permukaan kulit utuh . Untuk jenis peralatan ini dapat digunakan disinfeksi tingkat sedang sampai tingkat rendah. b) Disinfeksi lingkungan rumah sakit meliputi :Permukaan lingkungan dan Lingkungan yang tercemar darah atau cairan tubuh lainnya . c) Penggunaan disinfektan di ruang infeksi (menular) dan Area kritis  Untuk mengepel/membersihkan lantai dan wc menggunakan : clorine 0,05%  Untuk area yang sering disentuh (High touch area) menggunakan disinfektan: Lysol 1:100 (permukaan logam), Chlorine 0.05 % (permukaan bukan logam).  Untuk area yang jarang disentuh (Non High touch area) menggunakan sabun PH netral d) Penggunaan disinfektan di area banyak tumpahan darah/cairan tubuh: menggunakan disinfektan Chlorine 0.5% 18. PRAKTEK MENYUNTIK YANG AMAN a) Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk mencegah kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi. b) Vial/ampul/botol infus untuk single use harus dapat digunakan dengan cara yang dapat menjaga syarat aseptik. c) Cairan infus tidak dapat digunakan bersama sama untuk beberapa pasien. d) Insulin flexpen hanya dapat digunakan untuk satu orang pasien dan tidak dapat digunakan untuk bersama-sama untuk beberapa pasien. e) Setiap kali penyuntikan insulin dengan menggunakan flexpen harus menggunakan jarum baru.



16



19. PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI UNTUK PASIEN, KELUARGA dan PENGUNJUNG. a) Salah satu Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di rumah sakit adalah kepedulian terhadap pasien, keluarga dan pengunjung rumah sakit. b) Pasien, keluarga dan pengunjung harus diberikan edukasi tentang PPIRS. c) Pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit di RSI Masyithoh Bangil dikoordinasi oleh Tim PPIRS yang tergabung dalam unit rawat jalan dan rawat inap. d) Masing –masing dari tenaga kesehatan (Dokter, perawat, fisioterapi, Gizi ,Farmasi dll) maupun non kesehatan (Petugas keamanan, petugas kebersihan , dll) pasien ,keluarga dan pengunjung turut ambil bagian dalam pencegahan dan pengendalian infeksi. e) Pasien, keluarga, dan pengunjung yang dirawat di RS Jiwa Tampan harus mentaati peraturan yang ada di RS Jiwa Tampan sesuai dengan peraturan tata tertib pasien. f) Pasien dapat mengingatkan petugas kesehatan (Dokter, Perawat, Fisioterapi, Asisten apoteker, Gizi dll) bila tidak melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah menyentuh pasien dan lingkungan pasien. g) Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit adalah tanggung jawab pasien, keluarga dan pengunjung. h) Anak-anak di bawah 12 tahun di larang mengunjungi pasien 20. PENANGANAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) a) Rumah sakit Jiwa Tampan wajib mempunyai sistem pengendalian dan penanganan KLB. b) Rumah sakit melakukan surveilans infeksi di rumah sakit. Selain untuk deteksi dini, surveilans secara aktif juga bertujuan untuk mencegah supaya KLB tidak terulang lagi. c) Surveilans dilakukan oleh IPCN bekerjasama dengan IPCLN. d) Kejadian Luar Biasa Infeksi Rumah Sakit ditetapkan oleh Direktur berdasarkan pertimbangan Komite PPIRS RS Jiwa Tampan . e) Penanganan KLB IRS harus dilakukan dengan segera dan secara terpadu oleh seluruh unsur yang terkait, dikoordinasikan oleh Komite PPIRS. f) Selama terjadi KLB, petugas Ruangan/Bagian terkait, Kepala bagian dan IPCLN, harus berkoordinasi secara intensif dengan Komite PPI Rumah Sakit untuk menangani KLB. g) Setelah menerima laporan dugaan adanya KLB, Komite PPIRS bersama IPCN/IPCO melakukan investigasi bersama di tempat terjadinya KLB. h) Apabila hasil investigasi menyimpulkan telah terjadi KLB, maka Komite PPIRS menetapkan status siaga bencana KLB dan melaporkan kepada pimpinan RS. i) Komite PPIRS berkoordinasi dengan Direktorat Pelayanan Medik, Panitia K3 RS, Laboratorium, Farmasi, Sanitasi, CSSD, Gizi, Kamar Cuci dan Bagian terkait lainnya sesuai kebutuhan untuk menanggulangi KLB j) Apabila diperlukan pasien kasus KLB dirujuk ke rumah sakit rujukan infeksi yang telah ditetapkan oleh dinas kesehatan. 17



k) Komite PPI bersama IPCLN dan perawat ruangan melakukan langkah-langkah pencegahan dan pembatasan agar KLB IRS tidak meluas dengan cara: l) Komite PPIRS melakukan dokumentasi tentang kejadian dan tindakan yang telah diambil terhadap data atau informasi KLB. m) Komite PPIRS terus melakukan monitoring dan evaluasi sampai KLB berhasil diatasi. n) Status KLB wajib dilaporkan ke dinas kesehatan setempat. o) Komite PPI menyatakan KLB selesai jika dua kali masa inkubasi terpanjang tidak ditemukan kasus baru. 21. PEMERIKSAAN KULTUR dan SWAB MIKROBIOLOGI DI LINGKUNGAN RUMAH SAKIT a) Swab dilakukan 2 kali setahun untuk area kritis (zona risiko tinggi dan sangat tinggi) dan Area lain bila diperlukan sewaktu-waktu atau bila terjadi wabah/KLB. b) Swab dilakukan pada Persiapan pemakaian ruangan baru paska renovasi atau konstruksi rumah sakit pada pasien yang menderita infeksi yang terjadi . c) Kultur dilakukan jika ada curiga kasus infeksi daerah luka. 22. PENANGANAN PASIEN IMMUNOSUPPRESED Rumah sakit Jiwa Tampan tidak melakukan perawatan pasien imuncompromised. Apabila terdapat pasien imunocompromised, maka dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lainnya. 23. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI PEMULASARAN JENAZAH a) Pemindahan jenazah dari ruang perawatan:  Proses pemindahan harus sesuai dengan prinsip-prinsip Kewaspadaan Standar.  Aspek budaya dan agama harus diperhatikan. Keluarga pasien yang ingin melihat jenazah



setelah



dipindahkan



dari



ruang



perawatan



juga



harus



menerapkan



Kewaspadaan Standar.  Penanganan semua jenazah petugas harus menggunakan APD yang sesuai. b) Perawatan jenazah di kamar jenazah:  Petugas kamar jenazah harus melakukan Kewaspadaan Standar ; melakukan kebersihan tangan yang benar dan menggunakan APD yang sesuai dengan risiko pajanan sekret / cairan tubuh pasien.  Pengawetan jenazah dengan menggunakan cairan



formaldehide dilakukan sesuai



prosedur dan prinsip-prinsip Kewaspadaan Standar.  Pengawetan jenazah tidak boleh dilakukan pada pasien yang meninggal akibat penyakit menular.  Pemulasaraan jenazah secara higienis (membersihkan badan, merapikan rambut, mendandani, memotong kuku dan mencukur) harus dilakukan dengan menerapkan Kewaspadaan Standar.  Setelah selesai perawatan jenazah tempat dan ruangan wajib dilakukan dekontaminasi. 18



c) Pemeriksaan post-mortem:  Pemeriksaan post-mortem dilakukan dengan menerapkan Kewaspadaan Standar .  Jumlah petugas harus dibatasi seminimal mungkin.  Prosedur dilakukan dalam ruangan yang berventilasi memadai.  Tersedia APD yang sesuai dengan risiko pajanan. d) Pembersihan dan disinfeksi kamar jenazah sesuai dengan ketentuan panduan Pengelolaan Kamar Jenazah. e) Penatalaksanaan limbah dan linen kamar jenazah sesuai dengan ketentuan panduan Pengelolaan Kamar Jenazah. f) Pemulasaraan jenazah berpenyakit menular harus dilakukan sesegera mungkin. 24. PERSIAPAN PEMAKAIAN RUANGAN BARU PASKA KONSTRUKSI / RENOVASI RS a) Rumah Sakit Melakukan analisis dampak renovasi dan konstruksi terhadap kualitas udara,tingkat kebisingan . b) Rumah sakit Melakukan edukasi (pemasangan rambu-rambu atau gambar diarea renovasi) kepada petugas pengunjung dan pasien. c) Rumah



sakit



Melakukan



pembersihan



menyeluruh



dan



dekontaminasi



semua



permukaan, termasuk dinding, langit-langit, jendela dan sistem ventilasi berisiko tinggi. d) Rumah sakit melakukan swab ruangan dan uji kualitas udara, khususnya di area berisiko tinggi sebelum ruangan digunakan. 25.



PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI KAMAR BEDAH



Rumah Sakit Jiwa tampan merupakan rumah sakit pusat rujukan pasien zjiwa provinsi Riau, yang tidak dilengkapi fasilitas kamar bedah dan dokter spesialis bedah umum, karena itu rumah sakit jiwa Tampan berkoordinasi dengan rumah sakit umum daerah untuk menanggulangi pasien jiwa yang memerlukan terapi lebih lanjut yang memerlukan pembedahan. 26. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI POLI KLINIK



GIGI



a) Semua pasien yang datang harus dianggap carrier dari mikroorganisme patogen. b) Pegawai yang bertugas di klinik gigi harus menggunakan APD yang telah ditetapkan. c) Instrumen yang di gunakan di klinik gigi harus tetap steril hingga saat dipakai, pembungkus instrumen hanya boleh dibuka segera sebelum digunakan, apabila dalam waktu 1 bulan tidak digunakan harus disterilkan ulang. d) Menutupi pegangan lampu, tombol-tombol pada unit gigi, baki instrumen, ujung alat three way syringe, saliva ejector, ujung alat tambalan sinar, sandaran kepala dengan plastik, alumunium foil sekali pakai untuk tiap pasien. e) Pembuangan barang-barang bekas pakai seperti sarung tangan, masker, penutup permukaan yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh ke dalam tempat sampah infeksius sedangkan benda tajam seperti jarum atau pisau scalpel dimasukkan ke dalam tempat sampah benda tajam. 19



27. PERBANDINGAN DATA DASAR INFEKSI (BENCHMARKING) a) Perbandingan data dasar infeksi dilakukan secara internal (antar unit) maupun eksternal (dengan Rumah Sakit lain yang sejenis atau dengan praktik terbaik / bukti ilmiah yang diakui). b) Perbandingan data dasar infeksi dilakukan oleh tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi setiap bulan (benchmarking internal) dan setahun sekali (benchmarking eksternal). c) Rumah sakit yang menjadi mitra dalam benchmarking eksternal adalah rumah sakit lokal / nasional yang setara maupun organisasi kesehatan internasional yang terbukti memiliki praktik terbaik secara ilmiah. d) Hasil perbandingan dianalisa, ditindaklanjuti dan dilaporkan kepada Direksi secara tertulis dalam bentuk laporan bulanan PPI (benchmarking internal) dan laporan surveilans tahunan (benchmarking eksternal). e) Hasil perbandingan data dasar infeksi internal maupun eksternal dikoordinasikan dalam rapat tim pokja PPI setiap 3 bulan sekali.



28.



RISK MANAGEMENT PPI



a) Setiap gugus tugas melakukan pengkajian risk PPI di masing-masing ruangan yang didasarkan pada management risk. b) Rumah sakit melakukan analisis risk management PPI oleh IPCN bersama komite PPI. c) Komite PPI menetapkan hasil analis untuk dijadikan program kerja PPIRS RSJ Tampan. d) Risk PPI juga terkait kejadian KLB



20



BAB V TATA LAKSANA PELAYANAN A.



Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas pejamu, agen infeksi (patogenitas, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi faktor risiko pada pejamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan.



B.



Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari : 1.



Peningkatan daya tahan pejamu. Daya tahan pejamu dapat meningkat dengan pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi Hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh. 2. Inaktivasi agen penyebab infeksi. Inaktivasi agen infeksi dapat dilakukan dengan metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah pemanasan (Pasteurisasi atau Sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi 3. Memutus rantai penularan. Hal ini merupakan cara yang paling mudah untuk mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya sangat bergantung kepada ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan. Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu “Isolation Precautions” (Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari dua pilar/tingkatan yaitu “Standard Precautions” (Kewaspadaan standar) dan “Transmissionbased Precautions” (Kewaspadaan berdasarkan cara penularan). Prinsip dan komponen apa saja dari kewaspadaan standar akan dibahas pada bab berikutnya. 4. Tindakan pencegahan paska pajanan (“Post Exposure Prophylaxis” / PEP) terhadap petugas kesehatan. Hal ini terutama berkaitan dengan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah dan cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapat perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C dan HIV. Untuk lebih jelasnya akan dibahas pada bab selanjutnya. C.



Kewaspadaan Isolasi ( Isolation Precautions) Infeksi nosokomial atau yang sekarang disebut sebagai infeksi berkaitan dengan pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan atau Healthcare Associated Infection ( HAIs) dan infeksi yang didapat dari pekerjaan merupakan masalah penting di seluruh dunia yang terus meningkat ( Alvarado, 2000)



21



1. Perkembangan Kewaspadaan Kewaspadaan standar atau standar precaution disusun oleh CDC tahun 1996 dengan menyatukan Universal Preacaution ( UP ) atau kewaspadaan terhadap darah dan cairan tubuh yang telah dibuat tahun 1985 untuk mengurangi risiko terinfeksi pathogen yang berbahaya melalui darah dan cairan tubuh lainnya dan Body Substance Isolation ( BSI isolasi terhadap cairan tubuh) yang dibuat 1987 untuk mengurangi risiko penularan pathogen yang berada dalam bahan yang berasal dari tubuh pasien terinfeksi. Pedoman kewaspadaan isolasi dan pencegahan transmisi penyebab infeksi di saranan kesehatan diluncurkan Juni tahun 2007 oleh CDC dan HICPAC dengan penambahan istilah HAIs ( Healthcare Associated Infection ) menggantikan istilah infeksi nosokomial, Hygiene respirasi atau etika batuk, praktek menyuntik yang aman dan pencegahan infeksi pada prosedur lumbal pungsi. Kewaspadaan Isolasi dirancang untuk mengurangi risiko terinfeksi penyakit menular pada petugas kesehatan baik dari sumber infeksi yang diketahui maupun yang tidak dikethui. Kewaspadaan isolasi terdiri dari kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi. Kewaspadaan standar dilakukan kepada semua pasien tanpa memandang pasien tersebut infeksius atau tidak. Kewaspadaan transmisi adalah kewaspadaan berdasarkan sumber infeksi : kontak, droplet, airborne.



22



2. Kewaspadaan Standar Kewaspadaan standar untuk pelayanan semua pasien Kategori I meliputi : a. Kebersihan Tangan b. Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, google / kacamata pelindung, gaun, face shield/pelindung wajah, sepatu pelindung c. Pemprosesan Peralatan Pasien dan penatalaksanaan linen d. Pengelolaan Limbah e. Pengendalian Lingkungan f. Kesehatan Karyawan / Perlindungan petugas kesehatan g. Penempatan pasien h. Etika batuk/Kebersihan pernapasan i. Praktik Menyuntik Yang Aman



NO KEWASPADAAN STANDAR 1



Kebersihan Tangan



URAIAN Hindari menyentuh permukaan disekitar pasien agar tangan terhindar kontaminasi patogen dari dan ke permukaan. (kategori I B) • Bila tangan tampak kotor, mengandung bahan berprotein, cairan tubuh, cuci tangan dengan sabun biasa/antimikroba dengan air mengalir. (kategori I A)



23



• Bila tangan tidak tampak kotor, dekontaminasi dengan alkohol handrub (kategori I B) 2



Alat Pelindung Diri (APD): Sarung tangan, Masker, Kaca mata pelindung, Pelindung wajah, Gaun



• Sebelum kontak langsung dengan pasien (kategori Pakai bilaI B)mungkin terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dan bahan terkontaminasi, mukus membran dan kulit yang tidak utuh, kulit utuh yang potensial terkontaminasi (kategori I B) • Pakai sesuai ukuran tangan dan jenis tindakan (kategori I B) • Pakai sarung tangan sekali pakai saat merawat pasien langsung (kategori I B) • Pakai sarung tangan sekali pakai atau pakai ulang untuk membersihkan lingkungan (kategori I B) • Lepaskan sarung tangan segera setelah selesai, sebelum menyentuh benda dan permukaan yang tidak terkontaminasi ,atau sebelum beralih ke pasien lain (kategori I B) • Pakai bila mungkin terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dan bahan terkontaminasi, mukus membran dan kulit yang tidak utuh, kulit utuh yang potensial terkontaminasi (kategori I B) • Pakai sesuai ukuran tangan dan jenis tindakan (kategori I B) Pakai sarung tangan sekali pakai saat merawat pasien langsung (kategori I B) • Pakai sarung tangan sekali pakai atau pakai ulang untuk membersihkan lingkungan (kategori I B) • Lepaskan sarung tangan segera setelah selesai, sebelum menyentuh benda dan permukaan yang tidak terkontaminasi, sebelum beralih ke pasien lain (kategori I B)



24



2



Alat Pelindung Diri (APD): Sarung tangan, Masker, Kaca mata pelindung, Pelindung wajah, Gaun



terkontaminasi, sebelum beralih ke pasien lain (kategori I B) • Jangan memakai sarung tangan 1 pasang untuk pasien yang berbeda (kategori I B) • Gantilah sarung tangan bila tangan berpindahdari area tubuh terkontaminasi ke area bersih (kategori I B) • Cuci tangan segera setelah melepas sarung tangan • Pakailah untuk melindungi konjungtiva, mukus membran mata, hidung, mulut selama melaksanakan prosedur dan aktifitas perawatan pasien yang berisiko terjadi dari darah, cairan cipratan/ semprotan tubuh, sekresi, ekskresi (kategori I B)



25



• Pilih sesuai tindakan yang akan dikerjakan • Masker bedah dapat dipakai secara umum untuk petugas RS untuk mencegah transmisi melalui partikel besar dari droplet saat kontak erat ( 1 m dari yang lain (kategori I B) • Lakukan sebagai standar praktek (kategori I B) Kunci PPI adalah mengendalikan penyebaran patogen dari pasien yang terinfeksi untuk transmisi kepada kontak yang tidak terlindungi. Untuk penyakit yang ditransmisikan melalui droplet besar dan atau droplet nuklei maka etika batuk harus diterapkan kepada semua individu dengan gejala gangguan pada saluran napas



31



Pasien, petugas, pengunjung dengan gejala infeksi saluran napas harus: • Menutup mulut dan hidung saat batuk atau bersin •Pakai tisu, saputangan, masker kain/medis bila tersedia, buang ke tempat sampah • Lakukan cuci tangan Manajemen fasilitas kesehatan/RS harus promosi hygiene respirasi/etika batuk: • Promosi klepada semua petugas, pasien, keluarga dengan infeksi saluran napas dengan demam • Edukasi petugas, pasien, keluarga, pengunjung akan pentingnya kandungan aerosol dan sekresi dari saluran napas dalam mencegah transmisi penyakit saluran napas • Menyediakan sarana untuk kebersihan tangan (alcohol handrub, wastafel antiseptik, tisu towel, terutama area tunggu harus diprioritaskan



9



Praktik yang aman



menyuntik



Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk mencegah kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi. Bila memungkinkan sekali pakai vial walaupun multidose. Jarum atau spuit yang dipakai ulang untuk mengambil obat dalam vial multidose dapat menimbulkan kontaminasi mikroba yang dapat menyebar saat obat dipakai untuk pasien lain.



32



a.



KEBERSIHAN TANGAN Kegagalan melakukan kebersihan tangan yang baik dan benar dianggap sebagai penyebab utama infeksi nosokomial (HAIs) dan penyebaran mikroorganisme multiresisten di fasilitas pelayanan kesehatan dan telah diakui sebagai contributor yang penting terhadap timbulnya wabah (Boyce dan Pittet, 2002 ) Dari sudut pandang pencegahan dan pengendalian infeksi, praktek membersihkan tangan adalah untuk mencegah infeksi yang ditularkan melalui tangan. Tujuan



kebersihan tangan adalah untuk menghilangkan semua kotoran dan debris serta menghambat atau membunuh mikroorganisme pada kulit. Mikroorganisme di tangan ini diperoleh dari kontak dengan pasien dan lingkungan. Sejumlah mikroorganisme permanen juga tinggal di lapisan terdalam permuakaan kulit yaitu Staphylococcus Epidermidis. Selain memahami panduan dan rekomendasi untuk kebersihan tangan para petugas kesehatan perlu memahami indikasi dan keuntungan dari kebersihan tangan terutama keterbatasan, pemakaian sarung tangan. Definisi Mencuci tangan : Proses yang secara mekanik melepasan kotoran dan debris dari kulit tangan dengan menggunakan sabun biasa dan air. Flora Transien dan Flora residen pada kulit : Istilah ini menggambarkan dimana bakteri dan mikroorganisme berada dalam lapisan kulit. Flora transien diperoleh melalui kontak dengan pasien, petugas kesehatan lain atau permukaan yang terkontaminasi (misalnya meja periksa, lantai atau toilet) selama bekerja. Organisme ini tinggal dilapisan luar kulit dan terangkat sebagian dengan mencuci tangan menggunakan sabun biasa dan air. Flora residen tinggal dilapisan kulit yang lebih dalam serta didalam folikel rambut, dan tidak dapat dihilangkan sepenuhnya, bahkan dengan pencucian dan pembilasan kertas dengan sabun dan air bersih. Untungnya, pada sebagian besar kasus, flora residen kemungkinan kecil terkait dengan penyakit infeksi yang menular melalui udara, seperti flu burung. Tangan atau kuku dari sejumlah petugas kesehatan dapat terkolonisasi pada lapisan dalam oleh organisme yang menyebabkan infeksi seperti S.aureus, batang Gram negatif si ragi. Air bersih : Air yang secara alami atau kimiawi dibersihkan dan disaring sehingga aman untuk diminum, serta untuk pemakaian lainnya (misalnya mencuci tangan dan membersihkan instrument medis) karena memenuhi standar kesehatan yang telah ditetapkan. Pada keadaan minimal, air bersih harus bebas dari mikroorganisme dan memiliki turbiditas rendah (jernih, tidakberkabut) .



33



Sabun : Produk-produk pembersih (batang, cair, lembar, bubuk) yang menurunkan tegangan permukaan sehingga membantu melepaskan kotoran, debris dan mikroorganisme yang menempel sementara pada tangan. Sabun biasa memerlukan gosokan untuk melepas mikroorganisme secara mekanik, sementara sabun antiseptik (antimikroba) selain melepas juga membunuh atau menghambat pertumbuhan dari hampir sebagian besar mikroorganisme. Agen antiseptik atau antimikroba Bahan kimia yang diaplikasikan di atas kulit atau jaringan hidup lain untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme (baik yang sementara atau yang merupakan penghuni tetap), sehingga mengurangi jumlah hitung bakteri total. Contohnya adalah : 1) Alkohol 60-90% (etil dan isopropil atau metil alkohol) 2) Klorheksidin glukonat 2-4% (Hibiclens, Hibiscrub, Hibitane) 3) Klorheksidin glukonat dan cetrimide, dalam berbagai konsentrasi (Savlon) 4) Yodium 3%. Yodium dan produk alkohol berisi yodium atau lincture (yodium linktur) 5) Lodofor 7,5-10% , berbagai konsentrasi (Betadine atau Wescodyne) 6) Kloroksilenol 0,5-4% (para kloro metaksilenol atau PCMX) Emollient Cairan organik, seperti gliserol, propilen glikol, atau sorbitol yang ketika ditambahkan pada handrub dan losion tangan akan melunakan kulit dan membantu mencegah kerusakan kulit (keretakan, kekeringan, iritasi, dan dermatitis) akibat pencucian tangan dengan sabun yang sering (dengan atau tanpa antiseptik) dan air.7) Triklosan 0,2-2% Handrub antiseptik berbasis alkohol tanpa air Antiseptik handrub yang bereaksi cepat menghilangkan sementara atau mengurangi mikroorganisme penghuni tetap tanpa melindungi kulit tanpa menggunakan air. Sebagian besar antiseptik ini mengandung alkohol 60- 90%, suatu emolient dan seringkali antiseptik tambahan (misalnya khlorheksidin glukonat 2-4%) yang memiliki aksi residual (Larson et al. 2001). Kebersihan tangan Mencuci tangan dengan baik merupakan unsur satu-satunya yang paling penting dan efektif untuk mencegah penularan infeksi. Idealnya, air mengalir dan sabun yang digosokgosokkan harus digunakan selama 40 sampai 60 detik. Penting sekali untuk mengeringkan tangan setelah mencucinya. Pemakaian sabun dan air tetap penting ketika tangan terlihat kotor. Untuk kebersihan tangan rutin ketika tidak terlihat kotoran atau debris, alternatif seperti handrub berbasis alkohol 70% yang tidak mahal, mudah didapat, mudah dijangkau dan sudah semakin diterima terutama ditempat dimana akses wastafel dan air bersih berbatas. Tujuan mencuci tangan adalah untuk menghilangkan kotoran dari kulit secara mekanis dan mengurangi jumlah mikroorganisme sementara. Mencuci tangan dengan sabun biasa dan air bersih adalah sama efektifnya mencuci tangan dengan sabun antimikroba.



34



Hal-hal yang perlu diingat saat membersihkan tangan : 1) Bila tangan tampak kotor atau terkontaminasi oleh bahan yang mengandung protein, tangan harus dicuci dengan sabun dan air mengalir. 2) Bila tangan TIDAK tampak kotor atau terkontaminasi, harus digunakan antiseptic berbasis alcohol untuk dekontaminasi tangan rutin. 3) Pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan 4) Hindari menyentuh permukaaan disekitar pasien agar tangan terhindar dari kontaminasi kuman pathogen Indikasi Kebersihan tangan dilakukan pada saat : 1) 2)



Segera : Setelah tiba di tempat kerja. Sebelum : • Kontak langsung dengan pasien. • Memakai sarung tangan sebelum pemeriksaan klinis dan tindakan invasif. • Menyediakan / mempersiapkan obat-obatan. • Mempersiapkan makanan. • Memberi makan pasien. • Meninggalkan rumah sakit. 3) Diantara : Prosedur tertentu pada pasien yang sama dimana tangan terkontaminasi, untuk menghindari kontaminasi silang. 4) Setelah : • Kontak dengan pasien. • Melepas sarung tangan. • Melepas alat pelindung diri. • Kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, eksudat luka dan peralatan yang diketahui atau kemungkinan terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh, ekskresi (bedpen, urinal) apakah menggunakan atau tidak menggunakan sarung tangan. • Menggunakan toilet, menyentuh / melap hidung dengan tangan. Melakukan kebersihan tangan menurut WHO (5 Momen) : 1) 2) 3) 4) 5)



Sebelum kontak dengan pasien. Sebelum melakukan tindakan asepsis. Setelah terkena cairan tubuh pasien. Setelah kontak dengan pasien. Setelah kontak dengan lingkungan pasien



35



36



Tangan harus dicuci dengan sabun dan air bersih (atau handrub antiseptik) setelah melepas sarung tangan karena pada saat tersebut mungkin sarung tangan ada lubang kecil atau robek, sehingga bakteri dapat dengan cepat berkembang biak pada tangan akibat lingkungan yang lembab dan hangat di dalam sarung tangan (CDC) Handrub Antiseptik (Handrub Berbasis Alkohol) Penggunaan handrub antiseptik untuk tangan yang bersih lebih efektif membunuh flora residen dan flora transien daripada mencuci tangan dengan sabun antiseptik atau dengan sabun biasa dan air. Antiseptik ini cepat dan mudah digunakan serta menghasilkan penurunan jumlah flora tangan awal yang lebih besar (Girou et al.2002). Antiseptik adalah larutan antimikroba yang digunakan untuk mencegah infeksi. Diantara contohnya adalah alkohol. Alkohol adalah jenis antiseptik yang cukup potensial, bekerja dengan cara menggumpalkan protein yang merupakan struktur utama dari kuman sehingga kumannya mati.



Handrub antiseptik juga berisi emolien seperti gliserin, glisol propelin, atau serbitol yang melindungi dan melembutkan kulit. Prosedur Standar Kebersihan Tangan Dengan Handrub Antiseptik Teknik Kebersihan Tangan dengan Handrub Antiseptik harus dilakukan seperti di bawah ini Pelaksanaan 6 (enam) langkah, 4 (empat) gerakan kebersihan tangan membutuhkan waktu 20-30 detik dengan cara : Tuangkan antiseptik berbasis alkohol 3-5 cc pada permukaan tangan yang berada pada posisi seperti mangkok. Lakukan kebersihan tangan 6 (enam) langkah, 4 (empat) gerakan 1) 2) 3) 4) 5) 6)



sebagai berikut :



Gosok kedua telapak tangan hingga merata Gosok punggung tangan dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari tangan Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan sebaliknya Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan ditelapak tangan kiri ke arah ibu jari dan sebaliknya



37



Handrub antiseptik tidak menghilangkan kotoran atau zat organik, sehingga jika tangan sangat kotor atau terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh, harus mencuci tangan dengan sabun dan air terlebih dahulu. Selain itu, untuk mengurangi ”penumpukan” emolien pada tangan setelah pemakaian handrub antiseptik berulang, tetap diperlukan mencuci tangan dengan sabun dan air setiap kali setelah 5 kali aplikasi handrub. Terakhir, handrub yang hanya berisi alkohol sebagai bahan aktifnya, memiliki efek residual yang terbatas dibandingkan dengan handrub yang berisi campuran alkohol dan antiseptik seperti khlorheksidin . Larutan Alkohol untuk Kebersihan Tangan Handrub antiseptik yang tidak mengiritasi dapat dibuat dengan menambahkan gliserin, glikol propilen atau sorbitol ke dalam alkohol (2 mL dlm 100 mL etil atau isopropil alkohol 60-90%) .



Persiapan Kebersihan Tangan 1) Air mengalir Sarana utama untuk cuci tangan adalah air mengalir dengan saluran pembuangan atau bak penampung yang memadai. Dengan guyuran air mengalir tersebut maka mikroorganisme yang terlepas karena gesekan mekanis atau kimiawi saat cuci tangan akan terhalau dan tidak menempel lagi dipermukaan kulit. Air mengalir tersebut dapat berupa kran atau dengan cara mengguyur dengan gayung, namun cara mengguyur dengan gayung memiliki risiko cukup besar untuk terjadinya pencemaran, baik melalui gagang gayung ataupun percikan air bekas cucian kembali ke bak penampung air bersih. Air kran bukan berarti harus dari PAM, namun dapat diupayakan secara sederhana dengan tangki berkran di ruang pelayanan / perawatan kesehatan agar mudah dijangkau oleh para petugas kesehatan yang memerlukannya. Selain air mengalir ada, dua jenis bahan pencuci tangan yang dibutuhkan yaitu: sabun atau detergen dan larutan antiseptik. 2)



Sabun Bahan tersebut tidak membunuh mikroorganisme tetapi menghambat dan mengurangi jumlah mikroorganisme dengan jalan mengurangi tegangan permukaan sehingga mikroorganisme terlepas dari permukaan kulit dan mudah terbawa oleh air. Jumlah mikroorganisme semakin berkurang dengan meningkatnya frekuensi cuci tangan, namun dilain pihak dengan seringnya menggunakan sabun atau detergen maka lapisan lemak kulit akan hilang dan membuat kulit menjadi kering dan pecah-pecah.



3)



Larutan Antiseptik Larutan antiseptik atau disebut juga antimikroba topikal, dipakai pada kulit atau jaringan hidup lainnya untuk menghambat aktivitas atau membunuh mikroorganisme pada kulit. Antiseptik memiliki bahan kimia yang memungkinkan untuk digunakan pada kulit dan selaput mukosa. Antiseptik memiliki keragaman dalam hal efektivitas, aktivitas, akibat dan rasa pada kulit setelah dipakai sesuai dengan keragaman jenis antiseptik tersebut dan reaksi kulit masing-masing individu. 38



Kulit manusia tidak dapat disterilkan. Tujuan yang ingin dicapai adalah penurunan jumlah mikroorganisme pada kulit secara maksimal terutama kuman transien. Kriteria memilih antiseptik adalah sebagai berikut: a) Memiliki efek yang luas, menghambat atau merusak mikroorganisme secara luas (gram positif dan gram negatif, virus lipofilik, bacillus dan tuberkulosis, fungi, endospora). b) Efektivitas c) Kecepatan aktivitas awal d) Efek residu, aksi yang lama setelah pemakaian untuk meredam pertumbuhan bakteri e) f) g) h) 4)



Tidak mengakibatkan iritasi kulit Tidak menyebabkan alergi Efektif sekali pakai, tidak perlu diulang-ulang Dapat diterima secara visual maupun estetik. Lap tangan yang bersih dan kering (Tisu)



39



Prosedur Standar Kebersihan Tangan Dengan Sabun dan Air Teknik Membersihkan Tangan dengan Sabun dan Air harus dilakukan seperti di bawah ini : Basahi tangan dengan air Tuangkan sabun 3-5 cc untuk menyabuni seluruh permukaan tangan Lakukan kebersihan tangan 6 (enam) langkah, 8 (delapan ) :



gerakan sebagai berikut



1) Gosok kedua telapak tangan hingga merata . 2) Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya. 3) Gosok kedua telapak dan sela-sela jari. 4) Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci. 5) Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya. 6) Gosok dengan memutar ujung jari-jari di telapak tangan kiri dan sebaliknya. Bilas kedua tangan dengan air mengalir. Pastikan tangan bebas dari najis, bersih dan tidak berbau. Keringkan tangan menggunakan kertas tisu sampai benar-benar kering a)



Keringkan telapak tangan kiri dengan tangan kanan menggunakan kertas tisu



b) Keringkan punggung tangan sampai sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan menggunakan kertas tisu dengan cara menepuk nepuk untuk membantu mengangkat bakteri c) Keringkan kuku tangan kiri dengan cara menekan ujung jari-jari pada telapak tangan kanan d) e)



Keringkan telapak tangan kanan dengan tangan kiri menggunakan tisu Keringkan punggung sampai sela-sela jari tangan kanan dengan tangan kiri menggunakan kertas tisu dengan cara menepuk nepuk untuk membantu mengangkat bakteri



f)



Keringkan kuku tangan kanan dengan cara menekan ujung jari-jari



g)



Satu sisi kertas tisu untuk satu telapak tangan. Gunakan kertas tisu untuk menutup keran air. Dan tangan Anda sudah bersih



Karena mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak pada keadaan lembab dan air yang tidak mengalir, maka : 1) Dispenser sabun harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum pengisian ulang. 2) Jangan menambahkan sabun cair kedalam tempatnya bila masih ada isinya, penambahan ini dapat menyebabkan kontaminasi bakteri pada sabun yang dimasukkan. 3) Jangan menggunakan baskom yang berisi air. Meskipun memakai tambahan antiseptik (seperti: Dettol atau Savlon), mikroorganisme dapat bertahan dan berkembang biak dalam larutan ini (Rutala 1996). 40



CARA MENCUCI TANGAN DENGAN ANTISEPTIK BERBASIS ALKOHOL Lamanya seluruh prosedur : 20 - 30 detik



41



Kebersihan Tangan dengan Air Mengalir dan sabun (larutan antiseptic) Lamanya seluruh prosedur : 40 - 60 detik



Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Menjaga Kebersihan Tangan 1)



Jari tangan Penelitian membuktikan bahwa daerah di bawah kuku (ruang subungual) mengandung jumlah mikroba tertinggi (McGinley, Larson dan Leydon 1988). Beberapa penelitian barubaru ini telah memperlihatkan kuku yang panjang dapat berperan sebagai reservoar untuk bakteri Gram negatif (P. aeruginosa), jamur dan patogen lain (Hedderwick et al. 2000). Kuku panjang, baik yang alami maupun buatan, lebih mudah melubangi sarung tangan (Olsen et al. 1993). Oleh karena itu, kuku harus dijaga tetap pendek, tidak lebih dari 3 mm melebihi ujung jari.



2)



Kuku Buatan Kuku buatan (pembungkus kuku, ujung kuku, pemanjang akrilik) yang dipakai oleh petugas kesehatan dapat berperan dalam infeksi nosokomial (Hedderwick et al. 2000). Selain itu, telah terbukti bahwa kuku buatan dapat berperan sebagai reservoar untuk bakteri Gram negatif, pemakaiannya oleh petugas kesehatan harus dilarang.



3)



Cat Kuku Penggunaan cat kuku saat bertugas tidak diperkenankan.



4)



Perhiasan Penggunaan perhiasan saat bertugas tidak diperkenankan.



b. Alat Pelindung Diri (APD) Pengertian : Pelindung barrier, yang secara umum disebut sebagai alat pelindung diri (APD), merupakan pakaian khusus atau peralatan yang dipakai petugas atau pasien untuk memproteksi diri dari bahaya fisikal, chemical, biologis/ bahan infeksius. Alat pelindung diri mencakup sarung tangan, amsker, alat pelindung mata (pelindung wajah dan kaca mata), topi, gaun, apron dan pelindung diri. Topi, masker, gaun dan duk sering terbuat dari kain atau kertas namun pelindung paling baik adalah yang terbuat dari bahan yang telah diolah atau bahan sintetik yang tidak tembus air atau cairan lain (darah atau cairan tubuh). Tujuan : Tujuan Umum Melindungi kulit, membran mukosa, kulit dan pakaian tenaga kesehatan dari resiko pajanan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh dari selaput lendir pasien maupun permukaan lingkungan yang terkontaminasi dan melindungi pasien dari paparan tenaga kesehatan. Tujuan Khusus 1) Melindungi pasien dari mikroorganisme yang ada pada petugas. 2) Melindungi petugas dari mikroorganisme yang ada pada pasien.



43



Pedoman Umum Alat Pelindung Diri 1) 2)



Tangan harus selalu dibersihkan meskipun menggunakan APD. Lepas dan ganti bila perlu segala perlengkapan APD yang dapat digunakan kembali yang sudah rusak atau sobek segera setelah Anda mengetahui APD tersebut tidak berfungsi optimal. 3) Lepaskan semua APD sesegera mungkin setelah selesai memberikan pelayanan dan hindari kontaminasi : a) Lingkungan di luar ruang isolasi b) Para pasien atau pekerja lain, dan c) Diri anda sendiri. 4) Buang semua perlengkapan APD dengan hati-hati dan segera membersihkan tangan. a) Perkirakan risiko terpajan cairan tubuh atau area terkontaminasi sebelum melakukan kegiatan perawatan kesehatan. b) Pilih APD sesuai dengan perkiraan risiko terjadi pajanan. c) Menyediakan sarana APD bila emergensi dibutuhkan untuk dipakai. Dasar Pemilihan APD 1) Potensi dan Jenis paparan a) Splashes, Spray dan Kontak b) Jenis transmisi dari penyakit c) Kaji risiko kontaminasi ke petugas d) Kaji risiko kontaminasi dari petugas ke pasien 2) Daya tahan dan kesesuaian 3) Fit/Kecocokan Jenis-Jenis Alat Pelindung Diri 1)



Sarung Tangan Melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan penyakit dan melindungi pasien dari mikroorganisme yang berada di tangan petugas kesehatan. Sarung tangan merupakan penghalang (barrier) fisik paling penting untuk mencegah penyebaran infeksi. Sarung tangan harus diganti antara setiap kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya, untuk menghindari kontaminasi silang. Ingat : Memakai sarung tangan tidak dapat menggantikan tindakan mencuci tangan atau pemakaian antiseptik yang digosokkan pada tangan. Penggunaan sarung tangan dan kebersihan tangan, merupakan komponen kunci dalam meminimalkan penyebaran penyakit dan mempertahankan suatu lingkungan bebas infeksi (Garner dan Favero 1986). Selain itu, pemahaman mengenai kapan sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi diperlukan dan kapan sarung tangan tidak perlu



44



digunakan, penting untuk diketahui agar dapat menghemat biaya dengan tetap menjaga keamanan pasien dan petugas. Tiga saat petugas perlu memakai sarung tangan: a)



Perlu untuk menciptakan barier protektif dan cegah kontaminasi yang berat. Disinfeksi tangan tidak cukup untuk memblok transmisi kontak bila kontaminasi berat. misal menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, eksresi, mukus membran, kulit yang tidak utuh. b) Dipakai untuk menghindari transmisi mikroba di tangan petugas ke pada pasien saat dilakukan tindakan terhadap kulit pasien yang tidak utuh, atau mucus membran. c) Mencegah tangan petugas terkontaminasi mikroba dari pasien transmisi kepada pasien lain. Perlu kepatuhan petugas untuk pemakaian sarung tangan sesuai standar. Memakai sarung tangan tidak menggantikan perlunya cuci tangan, karena sarung tangan dapat berlubang walaupun kecil, tidak nampak selama melepasnya sehingga tangan terkontaminasi. Kapan Pemakaianan Sarung Tangan diperlukan Meskipun efektifitas pemakaian sarung tangan dalam mencegah kontaminasi dari petugas kesehatan telah terbukti berulang kali (Tenorio et al. 2001) tetapi pemakaian sarung tangan tidak menggantikan kebutuhan untuk mencuci tangan. Sebab sarung tangan bedah lateks dengan kualitas terbaik sekalipun, mungkin mengalami kerusakan kecil yang tidak terlihat, sarung tangan mungkin robek pada saat digunakan atau tangan terkontaminasi pada saat melepas sarung tangan (Bagg, Jenkins dan Barker 1990; Davis 2001). Ingat : Sebelum memakai sarung tangan dan setelah melepas sarung tangan lakukan kebersihan tangan menggunakan antiseptik cair atau handrub berbasis alkohol. Tergantung keadaan, sarung tangan periksa atau serbaguna bersih harus digunakan oleh semua petugas ketika : a)



Ada kemungkinan kontak tangan dengan darah atau cairan tubuh lain, membran mukosa atau kulit yang terlepas. b) Melakukan prosedur medis yang bersifat invasif misalnya menusukkan sesuatu kedalam pembuluh darah, seperti memasang infus. c) Menangani bahan-bahan bekas pakai yang telah terkontaminasi atau menyentuh permukaan yang tercemar. d) Menerapkan Kewaspadaan Transmisi kontak (yang diperlukan pada kasus penyakit menular melalui kontak yang telah diketahui atau dicurigai), yang mengharuskan petugas kesehatan menggunakan sarung tangan bersih, tidak steril ketika memasuki ruangan pasien. Petugas kesehatan harus melepas sarung tangan tersebut sebelum meninggalkan ruangan pasien dan mencuci tangan dengan air dan sabun atau dengan handrub berbasis alkohol. Satu pasang sarung tangan harus digunakan untuk setiap pasien, sebagai upaya menghindari kontaminasi silang (CDC,1987). Pemakaian sepasang sarung tangan yang



45



sama atau mencuci tangan yang masih bersarung tangan, ketika berpindah dari satu pasien ke pasien lain atau ketika melakukan perawatan di bagian tubuh yang kotor kemudian berpindah ke bagian tubuh yang bersih, bukan merupakan praktek yang aman. Doebbeling dan Colleagues (1988) menemukan bakteri dalam jumlah bermakna pada tangan petugas yang hanya mencuci tangan dalam keadaan masih memakai sarung tangan dan tidak mengganti sarung tangan ketika berpindah dari satu pasien ke pasien lain. Jenis – jenis sarung tangan : a) b) c)



Sarung tangan bersih Sarung tangan steril Sarung tangan rumah tangga



Hal yang Harus Diperhatikan pada Pemakaian Sarung Tangan a) Gunakan sarung tangan dengan ukuran yang sesuai, khususnya untuk sarung tangan bedah. Sarung tangan yang tidak sesuai dengan ukuran tangan dapat menggangu ketrampilan dan mudah robek. b) Jaga agar kuku selalu pendek untuk menurunkan risiko sarung tangan robek. c) Tarik sarung tangan ke atas manset gaun (jika Anda memakainya) untuk melindungi pergelangan tangan. d) Gunakan pelembab yang larut dalam air (tidak mengandung lemak) untuk mencegah kulit tangan kering/berkerut. e) Jangan gunakan lotion atau krim berbasis minyak, karena akan merusak sarung tangan bedah maupun sarung tangan periksa dari lateks. f) Jangan menggunakan cairan pelembab yang mengandung parfum karena dapat menyebabkan iritasi pada kulit. g) Jangan menyimpan sarung tangan di tempat dengan suhu yang terlalu panas atau terlalu dingin misalnya di bawah sinar matahari langsung, di dekat pemanas, AC, cahaya ultraviolet, cahaya fluoresen atau mesin rontgen, karena dapat merusak bahan sarung tangan sehingga mengurangi efektifitasnya sebagai pelindung 2)



Masker Harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu, dan rambut pada wajah (jenggot). Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan. Bila masker tidak terbuat dari bahan tahan cairan, maka masker tersebut tidak efektif untuk mencegah kedua hal tersebut. Masker yang ada, terbuat dari berbagai bahan seperti katun ringan, kain kasa, kertas dan bahan sintetik yang beberapa di antaranya tahan cairan. Masker yang dibuat dari katun atau kertas sangat nyaman tetapi tidak dapat menahan cairan atau efektif sebagai filter. Masker yang dibuat dari bahan sintetik dapat memberikan perlindungan dari tetesan



46



partikel berukuran besar (>5 μm) yang tersebar melalui batuk atu bersin ke orang yang berada di dekat pasien (kurang dari 1 meter). Namun masker bedah terbaik sekalipun tidak dirancang untuk benar-benar menutup pas secara erat (menempel sepenuhnya pada wajah) sehingga mencegah kebocoran udara pada bagian tepinya. Dengan demikian, masker tidak dapat secara efektif menyaring udara yang dihisap. Pada perawatan pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui udara atau droplet, masker yang digunakan harus dapat mencegah partikel mencapai membran mukosa dari petugas kesehatan. Ketika melepas masker, pegang bagian talinya karena bagian tengah masker merupakan bagian yang paling banyak terkontaminasi (Rothrock, McEwen dan Smith 2003). Masker dengan efisiensi tinggi merupakan jenis masker khusus yang direkomendasikan, bila penyaringan udara dianggap penting misalnya pada perawatan seseorang yang telah diketahui atau dicurigai menderita flu burung atau SARS. Masker dengan efisiensi tinggi misalnya N-95 melindungi dari partikel dengan ukuran < 5 mikron yang dibawa oleh udara. Pelindung ini terdiri dari banyak lapisan bahan penyaring dan harus dapat menempel dengan erat pada wajah tanpa ada kebocoran. Dilain pihak pelindung ini juga lebih mengganggu pernapasan dan lebih mahal daripada masker bedah. Sebelum petugas memakai masker N-95 perlu dilakukan fit test pada setiap pemakaiannya. Ketika sedang merawat pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui airborne maupun droplet, seperti misalnya flu burung atau SARS, petugas kesehatan harus menggunakan masker efisiensi tinggi. Pelindung ini merupakan perangkat N-95 yang telah disertifikasi oleh US National Institute for Occupational Safety dan Health (NIOSH), disetujui oleh European CE, atau standard nasional/regional yang sebanding dengan standar tersebut dari negara yang memproduksinya. Masker efisiensi tinggi dengan tingkat efisiensi lebih tinggi dapat juga digunakan. Masker efisiensi tinggi, seperti khususnya N-95 harus diuji pengepasannya (fit test) untuk menjamin bahwa perangkat tersebut pas dengan benar pada wajah pemakainya. Masker, gogel dan visor melindungi wajah dari percikan darah. Untuk melindungi petugas dari infeksi saluran napas maka diwajibkan menggunakan masker sesuai aturan standar. Pada fasilitas kesehatan yang memadai petugas dapat memakai respirator sebagai pencegahan saat merawat pasien multi drug resistance (MDR) atau extremely drug resistance (XDR) TB. Pemakaian masker efisiensi tinggi Petugas Kesehatan harus : a)



Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat apakah lapisan utuh dan tidak cacad. Jika bahan penyaring rusak atau kotor, buang masker tersebut. Selain itu, masker yang ada keretakan, terkikis, terpotong atau, terlipat pada sisi dalam masker, juga tidak dapat digunakan. b) Memeriksa tali-tali masker untuk memastikan tidak terpotong atau rusak. Tali harus menempel dengan baik di semua titik sambungan.



47



c)



Memastikan bahwa klip hidung yang terbuat dari logam (jika ada) berada pada tempatnya dan berfungsi dengan baik.



Fit test untuk masker efisiensi tinggi Fungsi masker akan terganggu/tidak efektif, jika masker tidak dapat melekat secara sempurna pada wajah, seperti pada keadaan dibawah ini : a)



Adanya janggut, cambang atau rambut yang tumbuh pada wajah bagian bawah atau adanya gagang kacamata. b) Ketiadaan satu atau dua gigi pada kedua sisi dapat mempengaruhi perlekatan bagian wajah masker. c) Apabila klip hidung dari logam dipencet/dijepit, karena akan menyebabkan kebocoran. Ratakan klip tersebut di atas hidung setelah Anda memasang masker, menggunakan kedua telunjuk dengan cara menekan dan menyusuri bagian atas masker. d) Jika mungkin, dianjurkan fit test dilakukan setiap saat sebelum memakai masker efisiensi tinggi.



Kewaspadaan Beberapa masker mengandung komponen lateks dan tidak bisa digunakan oleh individu yang alergi terhadap lateks. Petugas harus diberi cukup waktu untuk menggunakan dan mengepaskan masker dengan baik sebelum bertemu dengan pasien 3)



Alat Pelindung Mata Melindungi petugas dari percikandarah atau cairan tubuh lain dengan cara melindungi mata. Pelindung mata mencakup kacamata (googles) plastic bening, kacamata pengaman pelindung wajah dan visor. Kacamata koreksi atau kacamata dengan lensa polos juga dapat digunakan, tetapi hanya jika ditambahkan pelindung pada bagian sisi mata. Petugas kesehatan harus menggunakan masker dan pelindung mata atau pelindung wajah, jika melakukan tugas yang memungkinkan adanya percikan cairan secara tidak sengaja kea rah wajah. Bila tidak tersedia pelindung wajah, petugas kesehatan dapat menggunakan kacamata pelindung atau kacamata biasa serta masker.



4)



Topi Digunakan untuk menutup rambaut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan rambut tidak masuk ke dalam luka selama pembedahan. Topi harus cukup besar untuk menutup semua rambut. Meskipun topi dapat memberikan sejumlah perlindungan pada pasien, tetapi tujuan utamanya adalah untuk melindungi pemakaianya dari darah atau cairan tubuh yang terpecik atau menyemprot.



48



5)



Gaun Pelindung Digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau seragam lain, pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui droplet/airborn. Pemakaian gaun pelindung terutama adalah untuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan dari sekresi respirasi. Ketika merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular tersebut, patugas kesehatan harus mengenakan gaun pelindung setiap memasuki ruangan. Untuk merawat pasien karena ada kemungkinan terpercik atau tersemprot darah, cairan tubuh, sekresi atau ekskresi. Pangkal sarung tangan harus menutupi ujung lengan gaun sepenuhnya. Lepaskan gaun sebelum meninggalkan area pasien. Setelah gaun dilepas, pastikan bahwa pakaian dan kulit tidak kontak dengan bagian yang potensial tercemar, lalu cuci tangan segera untuk mencegah berpindahnya organisme. Kontaminasi pada pakaian yang dipakai saat bekerja dapat diturunkan 20-100x dengan memakai gaun pelindung. Perawat yang memakai apron plastik saat merawat pasien bedah abdomen dapat menurunkan transmisi S.aureus 30x dibandingkan perawat yang memakai baju seragam dan ganti tiap hari.



6)



Apron Yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air untuk sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus mengenakan apron di bawah gaun penutup ketika melakukan perawatan langsung pada pasien, membersihkan pasien, atau melakukan prosedur dimana ada risiko tumpahan darah, cairan tubuh atau sekresi. Hal ini penting jika gaun pelindung tidak tahan air. Apron akan mencegah cairan tubuh pasien mengenai baju dan kulit petugas kesehatan.



7)



Pelindung Kaki Digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Oleh karena itu, sandal, “sandal jepit” atau sepatu yang terbuat dari bahan lunak (kain) tidak boleh dikenakan. Sepatu boot karet atau sepatu kulit tertutup memberikan lebih banyak perlindungan, tetapi harus dijaga tetap bersih dan bebas kontaminasi darah atau tumpahan cairan tubuh lain. Penutup sepatu tidak diperlukan jika sepatu bersih. Sepatu yang tahan terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia di kamar bedah. Sebuah penelitian menyatakan bahwa penutup sepatu dari kain atau kertas dapat meningkatkan kontaminasi karena memungkinkan darah merembes melalui sepatu dan seringkali digunakan sampai di luar ruang operasi. Kemudian dilepas tanpa sarung tangan sehingga terjadi pencemaran (Summers et al. 1992).



Faktor-faktor penting yang harus diperhatikan pada pemakaian APD 1) 2) 3)



Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum memasuki ruangan. Gunakan dengan hati-hati - jangan menyebarkan kontaminasi. Lepas dan buang secara hati-hati ke tempat limbah infeksius yang telah disediakan di ruang ganti khusus. Lepas masker di luar ruangan.



50



4)



Segera lakukan pembersihan tangan dengan langkah-langkah membersihankan tangan sesuai pedoman.



Cara Mengenakan APD Langkah-langkah mengenakan APD pada Perawatan Ruang Isolasi Kontak dan Airborne adalah sebagai berikut : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)



Kenakan Kenakan Kenakan Kenakan Kenakan Kenakan Kenakan Kenakan Kenakan



baju kerja sebagai lapisan pertama pakaian pelindung. pelindung kaki. sepasang sarung tangan pertama. gaun luar. celemek plastik. sepasang sarung tangan kedua. masker. penutup kepala. pelindung mata.



Prinsip-prinsip PPI yang perlu diperhatikan pada pemakaian APD 1)



Gaun pelindung a. Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga bagian pergelangan tangan dan selubungkan ke belakang punggung. b. Ikat di bagian belakang leher dan pinggang. 2) Masker a. Eratkan tali atau karet elastis pada bagian tengah kepala dan leher. b. Paskan klip hidung dari logam fleksibel pada batang hidung. c. Paskan dengan erat pada wajah dan di bawah dagu sehingga melekat dengan baik. d. Periksa ulang pengepasan masker. 3)



Kacamata atau pelindung wajah Pasang pada wajah dan mata dan sesuaikan agar pas.



4)



Sarung tangan Tarik hingga menutupi bagian pergelangan tangan gaun isolasi.



Langkah-langkah melepaskan APD pada Perawatan Ruang Isolasi Kontak dan Airborne adalah sebagai berikut : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)



Disinfeksi sepasang sarung tangan bagian luar. Disinfeksi celemek dan pelindung kaki. Lepaskan sepasang sarung tangan bagian luar. Lepaskan celemek. Lepaskan gaun bagian luar. Disinfeksi tangan yang mengenakan sarung tangan. Lepaskan pelindung mata. Lepaskan penutup kepala.



51



9) 10) 11) 12)



Lepaskan masker. Lepaskan pelindung kaki. Lepaskan sepasang sarung tangan bagian dalam. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih.



1)



Sarung tangan a) Ingatlah bahwa bagian luar sarung tangan telah terkontaminasi! b) Pegang bagian luar sarung tangan dengan sarung tangan lainnya, lepaskan. c) Pegang sarung tangan yang telah dilepas dengan menggunakan tangan yang masih memakai sarung tangan. d) Selipkan jari tangan yang sudah tidak memakai sarung tangan di bawah sarung tangan yang belum dilepas di pergelangan tangan. e) Lepaskan sarung tangan di atas sarung tangan pertama. f) Buang sarung tangan di tempat limbah infeksius.



2)



Kacamata atau pelindung wajah a) Ingatlah bahwa bagian luar kacamata atau pelindung wajah telah terkontaminasi! b) Untuk melepasnya, pegang karet atau gagang kacamata. c) Letakkan di wadah yang telah disediakan untuk diproses ulang atau dalam tempat limbah infeksius.



3)



Gaun pelindung a) Ingatlah bahwa bagian depan gaun dan lengan gaun pelindung telah terkontaminasi! b) Lepas tali. c) Tarik dari leher dan bahu dengan memegang bagian dalam gaun pelindung saja. d) Balik gaun pelindung. e) Lipat atau gulung menjadi gulungan dan letakkan di wadah yang telah disediakan untuk diproses ulang atau buang di tempat limbah infeksius.



4)



Masker a) Ingatlah bahwa bagian depan masker telah terkontaminasi – JANGAN SENTUH! b) Lepaskan tali bagian bawah dan kemudian tali atau karet bagian atas. c) Buang ke tempat limbah infeksius.



52



PEMAKAIAN APD SESUAI JENIS PAJANAN Jenis Tindakan



Sarung Tangan



Memandikan pasien



Masker



Apron



Google



Topi



Tidak, kecuali Tidak kulit tidak utuh



Tidak



Tidak



Tidak



Vulva /Penis Hygiene Menolong BAB



Ya



Tidak



Tidak



Tidak



Tidak



Ya



Ya



Tidak



Tidak



Tidak



Menolong BAK



Ya



Tidak



Tidak



Tidak



Tidak



Oral Hygiene



Ya



Tidak



Tidak



Tidak



Tidak



Pengisapan lendir Ya



Ya



Tidak



Tidak



Tidak



Mengambil darah vena Perawatan luka mayor Perawatan luka minor Perawatan luka infeksius Mengukur TTV



Ya



Tidak



Tidak



Tidak



Tidak



Ya /steril



Ya



Tidak



Tidak



Tidak



Ya



Tidak



Tidak



Tidak



Tidak



Ya / steril



Ya



Tidak



Tidak



Tidak



Tidak



Tidak



Tidak



Tidak



Tidak



Melakukan penyuntikan Pemasangan CVC line Intubasi



Tidak



Tidak



Tidak



Tidak



Tidak



Ya (Steril)



Ya



Ya



Ya



Ya



Ya



Ya



Tidak



Tidak



Tidak



Memasang Infuse



Ya



Tidak



Tidak



Tidak



Tidak



Memasang Dawer Catheter



Ya ( Streril )



Tidak



Tidak



Tidak



Tidak



Melap meja, monitor, syring pump di pasien Membersihkan peralatan habis pakai



Ya



Tidak



Tidak



Tidak



Tidak



Ya ( Sarung Tangan Rumah Tangga)



Ya



Ya



Ya



Tidak



Transportasi pasien



Tidak



Tidak



Tidak



Tidak



Tidak



54



PENETAPAN AREA PEMAKAIAN APD Lakukan penggunaan APD sesuai penetapan area penggunaannya, sebagai berikut : NO



ARE A



▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪



IGD



PERAWATAN



POLIKLINIK



LABORATORIUM



▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪



JENI S Topi/ penutupAPD kepala Masker Google Baju Topi// penutup kepala Masker Google Baju Apron kedap air Sarung tangan steril Sarung tangan bersih Sepatu pelindung



Masker Baju Sarung tangan steril Sarung tangan bersih Sepatu pelindung Topi/ penutup kepala Masker Google Jas laboratorium Apron kedap air Sarung tangan steril Sarung tangan bersih Sepatu pelindung Sepatu boot



55



RADIOLOGI



▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪



Topi/ penutup kepala Masker Google Apron kedap air Sarung tangan steril Sarung tangan bersih Sepatu pelindung Sepatu boot



GIZI



▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪



Topi/ penutup kepala Masker Apron kedap air Sarung tangan steril Sarung tangan bersih Sarung tangan plastik bersih Sepatu pelindung Sepatu boot



FISIOTHERAPI



▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪



Masker Sarung tangan bersih Topi/ penutup kepala Masker Google Apron kedap air Sarung tangan steril Sarung tangan bersih Sarung tangan rumah tangga Sepatu pelindung Sepatu boot



▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪



Topi/ penutup kepala Masker Google Apron kedap air Sarung tangan steril Sarung tangan bersih Sarung tangan rumah tangga Sepatu pelindung Sepatu boot



PEMULASARAAN JENAZAH ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪



Topi/ penutup kepala Masker Google Apron kedap air Sarung tangan bersih Sarung tangan rumah tangga Sepatu pelindung Sepatu boot



CSSD



LAUNDRY



56



SANITASI DI R.PERAWATAN



▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪



Topi/ penutup kepala Masker Google Apron kedap air Sarung tangan bersih Sarung tangan rumah tangga Sepatu pelindung Sepatu boot



SANITASI DI TAMAN



▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪



Topi/ penutup kepala Masker Google Apron kedap air Sarung tangan bersih Sarung tangan rumah tangga Sepatu boot



RUANG ISOLASI



▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪



Topi/ penutup kepala Masker Masker N95 Google Apron kedap air Sarung tangan bersih Sarung tangan steril Sepatu pelindung Sepatu boot



c. Pemrosesan Peralatan Pasien dan Penatalaksanaan Linen Deskripsi : Konsep penting yang akan dipelajari dalam bab ini meliputi cara memproses instrumen yang kotor, sarung tangan, dan alat yang akan dipakai kembali



57



(precleaning/prabilas) dengan larutan klorin 0,5%; mengamankan alat-alat kotor yang akan tersentuh dan ditangani; serta memilih dan alasan setiap proses yang digunakan. 1)



Latar belakang Untuk menciptakan lingkungan bebas infeksi, yang terpenting adalah bahwa rasional setiap proses pencegahan infeksi yang dianjurkan dan keterbatasannya di mengerti oleh staf kesehatan pada setiap tingkat, dari petugas pelayanan kesehatan sampai ke petugas pembersihan dan pemeliharaan. Proses pencegahan infeksi dasar yang di anjurkan untuk mengurangi penularan penyakit dari instrumen yang kotor, sarung tangan bedah, dan barang barang habis pakai lainnya adalah (precleaning/prabilas), pencucian dan pembersihan, sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau sterilisasi). Menguapkan dan mendidihkan, untuk waktu yang lama, merendam selama 20 menit dalam disinfektan tingkat tinggi tidak merusak endospora secara meyakinkan. Staf harus sadar akan keterbatasan DTT. Sementara masih memakai sarung tangan setelah melakukan pembedahan atau tindakan medis invasif, seorang dokter dan/atau asistennya harus membuang benda-benda yang terkontaminasi (kasa atau katun dan barang terbuang lainnya) dalam kantong plastik atau wadah tertutup yang tahan bocor. Selanjutnya, benda- benda tajam yang akan dibuang (umpamanya skalpel dan jarum jahit) harus ditempatkan di wadah barang tajam. Jika ada peralatan atau barang yang akan dipakai kembali seperti sarung tangan bedah, semprit, dan kanula hisap, baik yang telah dipakai maupun belum sewaktu pembedahan, haruslah di (precleaning/prabilas) dengan detergen, enzymatic terlebih dahulu. Langkah ini sangat penting, terutama jika peralatan atau barang tersebut akan dibersihkan dengan tangan (Nystrom 1981). Setelah di(precleaning/prabilas), peralatan dan barang yang akan dipakai kembali haruslah dibersihkan dengan air mengalir, kemudian dibilas lalu dikeringkan. Peralatan bedah dan barang-barang yang akan bersentuhan dengan darah atau jaringan steril dibawah kulit lainnya (critical items), harus disterilisasi untuk menghancurkan semua mikroorganisme, termasuk endospora bakterial. (Apabila sterilisasi tidak mungkin dilakukan atau alatnya tidak ada, maka dapat dilakukan DTT dengan dididihkan, diuapkan atau direndam dalam larutan disinfektan kimiawi yang merupakan satusatunya alternatif yang dianjurkan). Peralatan atau barang- barang lain yang hanya menyentuh selaput lendir atau kulit luar yang terluka (semicritical items), cukup dilakukan disinfeksi tingkat tinggi (DTT).



Tiga tingkat proses disinfeksi a)



Disinfeksi Tingkat Tinggi(DTT) : memastikan kuman dalam waktu 20 menit – 12 jam akan mematikan semua mikroba kecuali spora bakteri. b) Disinfeksi Tingkat Sedang (DTS) : dapat mematikan mikrrobakteriavegetatif/ hampir semua virus, hampir semua jamur,tetapi tidak bisa mematikan spora bakteria. c) Disinfeksi Tingkat Rendah (DTR) :dapat mematikan hampir semua bakteria vegetatif,beberapa jamur, beberapa virus dalam waktu < 10 menit.



58



2)



Definisi a)



Precleaning/prabilas: Proses yang membuat benda mati lebih aman untuk ditangani oleh petugas sebelum dibersihkan (umpamanya menginaktivasi HBV, HBC, dan HIV) dan mengurangi, tapi tidak menghilangkan, jumlah mikroorganisme yang mengkontaminasi. b) Pembersihan: Proses yang secara fisik membuang semua kotoran, darah, atau cairan tubuh lainnya dari benda mati ataupun membuang sejumlah mikroorganisme untuk mengurangi risiko bagi mereka yang menyentuh kulit atau menangani objek tersebut. Proses ini adalah terdiri dari mencuci sepenuhnya dengan sabun atau detergen dan air atau enzymatic, membilas dengan air bersih, dan mengeringkan. c) Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT): Proses menghilangkan semua mikroorganisme, kecuali beberapa endospora bakterial dari objek, dengan merebus, menguapkan atau memakai disinfektan kimiawi. d) Sterilisasi: Proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteria, virus, fungi dan parasit) termasuk endospora bakterial dari benda mati dengan uap tekanan tinggi (autoclaf), panas kering (oven), sterilan kimiawi, atau radiasi. Setiap benda, baik peralatan metal yang kotor memerlukan penanganan dan pemrosesan khusus agar: a) Mengurangi risiko perlukaan aksi dental atau terpapar darah atau duh tubuh terhadap petugas pembersih dan rumah tangga. b) Memberikan hasil akhir berkualitas tinggi (umpamanya peralatan atau benda lain yang steril atau yang didisinfeksi tingkat tinggi (DTT). 3)



Pengelolaan Linen Tangani linen yang sudah digunakan dengan hati-hati dengan menggunakan APD yang sesuai dan membersihkan tangan secara teratur. Risiko terpajan atau mengalami ISPA akibat membawa linen yang sudah digunakan relatif kecil. Namun demikian membawa linen yang sudah digunakan harus dilakukan dengan hatihati. Kehatian-hatian ini mencakup penggunaan perlengkapan APD yang sesuai dan membersihkan tangan secara teratur sesuai dengan pedoman kewaspadaan standar. Prinsip umum a) Semua linen yang sudah digunakan harus dimasukkan ke dalam kantong atau wadah yang tidak rusak saat diangkut. b) Pengantongan ganda tidak diperlukan untuk linen yang sudah digunakan. Linen a) Semua bahan padat pada linen yang kotor harus dihilangkan dan dibilas dengan air. Linen kotor tersebut kemudian langsung dimasukkan kedalam kantong linen di kamar pasien.



59



b) Hilangkan bahan padat (misalnya, feses) dari linen yang sangat kotor (menggunakan APD yang sesuai) dan buang limbah padat tersebut ke dalam toilet sebelum linen dimasukkan ke kantong cucian. Linen yang sudah digunakan harus dibawa dengan hati-hati untuk mencegah kontaminasi permukaan lingkungan atau orang-orang di sekitarnya. c) Jangan memilah linen di tempat perawatan pasien. Masukkan linen yang terkontaminasi langsung ke kantong cucian di ruang isolasi dengan memanipulasi minimal atau mengibas-ibaskan untuk menghindari kontaminasi udara dan orang. d) Linen yang sudah digunakan kemudian harus dicuci sesuai prosedur pencucian biasa. e) Cuci dan keringkan linen sesuai dengan standar dan prosedur tetap fasilitas pelayanan kesehatan. Untuk pencucian dengan air panas, cuci linen menggunakan detergen/ disinfektan dengan air 70 OC (160 OF) selama minimal 25 menit. Pilih bahan kimia yang cocok untuk pencucian temperatur rendah dengan konsentrasi yang sesuai bila melakukan pencucian dengan temperatur rendah 10 mm perlu diberikan profilaksis INH sesuai rekomendasi lokal. Infeksi lain (Varicella, Hepatitis A, Hepatitis E, Influensa, Pertusis, Difteria dan Rabies) Transmisinya tidak biasa, tetapi harus dibuat penatalaksanaan untuk petugas. Dianjurkan vaksinasi untuk petugas terhadap Varicella dan Hepatitis A, Rabies untuk daerah yang endemis.



79



Tindakan pertama pada pajanan bahan kimia atau cairan tubuh : 1) 2) 3) 4)



Pada mata : Bilas dengan air mengalir selama 15 menit Pada Kulit : Bilas dengan air mengalir – 1 menit Pada mulut : Segera kumur-kumur – 1 menit Lapor ke komite PPI, KP3RS, atau ke dokter karyawan



Program kesehatan pada petugas kesehatan Adalah program sebagai strategi preventif terhadap infeksi yang dapat ditransmisikan dalam kegiatan pelayanan kesehatan, antara lain: 1) Monitoring dan support kesehatan petugas 2) Vaksinasi bila dibutuhkan 3) Vaksinasi terhadap infeksi saluran napas akut bila memungkinkan 4) Menyediakan antivirus profilaksis 5) Terapi dan follow up epi/pandemic infeksi saluran napas akut pada petugas 6) Rencanakan petugas diperbolehkan masuk sesuai pengukuran risiko bila terkena infeksi 7) Upayakan support psikososial. Tujuannya 1) 2) 3)



Menjamin keselamatan petugas di lingkungan rumah sakit Memelihara kesehatan petugas kesehatan Mencegah ketidakhadiran petugas, ketidakmampuan bekerja, kemungkinan medikolegal dan KLB.



Unsur yang dibutuhkan 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)



Petugas yang berdedikasi SPO yang jelas dan tersosialisasi Administrasi yang menunjang Koordinasi yang baik antar instalasi/unit Penanganan paska pajanan infeksius Pelayanan konseling Perawatan dan kerahasiaan medikal record



Evaluasi sebelum dan setelah penempatan Meliputi : 1) 2) 3) 4) 5)



Status imunisasi Riwayat kesehatan yang lalu Terapi saat ini Pemeriksaan fisik Pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi



80



Edukasi Sosialisasi SPO pencegahan dan pengendalian infeksi misal: Kewaspadaan Isolasi, Kewaspadaan standar dan Kewaspadaan berbasis transmisi, Kebijakan Departemen Kesehatan tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) terkini. Program imunisasi Keputusan pelaksanaan imunisasi petugas tergantung pada: 1) Risiko ekspos petugas 2) Kontak petugas dengan pasien 3) Karakteristik pasien Rumah Sakit 4) Dana Rumah Sakit Riwayat imunisasi yang tercatat baik secara periodik menyiapkan apakah seorang Petugas memerlukan booster atau tidak. Imunisasi Influenza dianjurkan sesuai dengan strain yang ada. Penyakit akibat kerja dan penyakit paska pajanan Seyogyanya rumah sakit memiliki tata cara pelaporan dan manajemen yang mudah serta difahami semua petugas. Dapat berupa pedoman, alur, yang diinformasikan kepada petugas secara detail hingga berapa lama meliburkan petugas paska pajanan serta membantu petugas dalam kecemasan atau rasa takut. Tata cara dapat meliputi: 1) 2) 3)



Informasi risiko ekspos Alur manajemen dan tindak lanjut Penyimpanan data



Pengetrapan program Perlu suatu pengukuran sebelum program diimplementasikan. Pelaksanaannya harus merupakan cara yang paling efisien dan cost-efektif dimulai dengan survei dengan memakai kuesioner tingkat imunitas suatu penyakit yang akan dicegah. Hasil survei dapat dipakai untuk perencanaan dana termasuk pemeriksaan serologi dan vaksin yang dibutuhkan. Strategi program Langkah demi langkah pengetrapan program harus dikalkulasi, sehingga budget dapat disiapkan, didiskusikan. Prosedur dijalankan setelah pemikiran, identifikasi kasus, peraturan pelayanan, langkah pencegahan, manajemen paska pajanan menjamin kesuksesan implementasi program. Hal ini juga mencegah terjadinya dana yang terbuang percuma. Jalinan kinerja Jalinan kinerja yang baik diantara petugas dan manajemen membantu pelaksanaan program. Kepercayaan pihak manajemen kepada Tim PPI berupa dukungan moral dan finansial akan membantu program terlaksana efektif. Komunikasi dan kolaborasi yang berkesinambungan dari Tim PPI dan seluruh Unit/Departemen akan penting bagi upaya deteksi dini masalah PPI



81



serta ketidak patuhan sehingga kesalahan dapat segera diperbaiki dan mencegah kegagalan program PPI. g. Penempatan pasien Penanganan pasien dengan penyakit menular / Suspek Terapkan dan lakukan pengawasan terhadap kewaspadaan Standar Untuk kasus / dugaan kasus penyakit menular melalui udara : 1) Letakkan pasien di dalam satu ruangan tersendiri. Jika ruangan tersendiri tidak tersedia, kelompokkan kasus yang telah dikonfirmasi secara terpisah di dalam ruangan / bangsal dengan beberapa tempat tidur dari kasus yang belum dikonfirmasi / sedang didiagnosis (kohorting). Bila ditempatkan dalam satu ruangan, jarak antar tempat tidur harus lebih dari dua meter dan diantara tempat tidur harus ditempatkan penghalang fisik seperti tirai / sekat. 2) Jika memungkinkan, upayakan ruangan tersebut dialiri udara bertekanan negative yang dimonitor (ruangan bertekanan negative) dengan 6 – 12 pergantian udara perjam dan system pembuangan udara keluar atau menggunakan saringan udara partikulasi efisiensi tinggi ( Filter Hepa ) yang termonitor sebelum masuk ke system sirkulasi udara lain di rumah sakit. 3)



Jika tidak tersedia ruangan bertekanan negative dengan system penyaringan udara partikulasi efisiensi tinggi, buat tekanan negative di dalam ruangan pasien dengan memasang pendingin ruangan atau kipas angin di jendela sedemikian rupa agar aliran udara keluar gedung melalui jendela. Jendela harus membuka keluar dan tidak mengarah ke area public. Uji untuk tekanan negative dapat dilakukan dengan menmpatkan sedikit bedak tabor dibawah pintu dan amati apakah terhisap ke dalam ruangan. Jika diperlukan kipas angin tambahan di dalam ruangan dapat meningkatkan aliran udara.



4) Jaga pintu tertutup setiap saat dan jelaskan kepada pasien mengenai perlunya tindakan pencegahan ini 5) Pastikan setiap orang yang memasuki ruangan memakai APD yang sesuai : Masker (bila memungkinkan masker efisiesi tinggi harus digunakan, bila tidak gunakan masker bedah sebagai alternative ) , gaun, pelindung wajah / pelindung mata dan sarung tangan. 6)



Pakai sarung tangan bersih, non steril ketika masuk ruangan



7) Pakai gaun yang bersih, non steril ketika masuk ruangan jika akan berhubungan dengan pasien atau kontak dengan permukaan atau barang-barang di dalam ruangan Pertimbangkan pada saat penerimaan pasien : 1)



Kamar terpisah bila dimungkinkan kontaminasi luas terhadap lingkungan misal : luka lebar dengan keluar cairan , diare, perdarahan tidak terkontrol



82



2) Kamar terpisah dengan pintu tertutup diwaspadai transmisi udara melalui kontak, misal : luka dengan infeksi gram positif 3) Kamar terpisah atau kohort dengan ventilasi dibuang keluar dengan exhause ke area tidak ada orang lalu lalang misal : TBC 4) Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi airbone luas, misalnya varicella 5) Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan (anak, gangguan mental) 6) Bila kamar terpisah tidak memungkinkan dapat kohorting. Bila pasien terinfeksi dicampur dengan non infeksi maka pasien, petugas dan pengunjung menjaga kewaspadaan untuk mencegah transmisi infeksi. Transport pasien infeksius 1) 2)



Dibatasi, bila perlu saja. Bila mikroba pasien virulen, 3 hal perlu diperhatikan: a) Pasien diberi APD (masker, gaun) b) Petugas di area tujuan harus diingatkan akan kedatangan pasien tersebut melaksanakan kewaspadaan yang sesuai c) Pasien diberi informasi untuk dilibatkan kewaspadaannya agar tidak terjadi transmisi kepada orang lain Pasien yang didiagnosis menderita SARS atau flu burung 1) Jangan izinkan mereka meninggalkan tempat isolasi kecuali untuk pelayanan kesehatan penting. 2) Pindahkan pasien melalui alur yang dapat mengurangi kemungkinan terpajannya staf, pasien lain, atau pengunjung. 3) Bila pasien dapat menggunakan masker bedah, petugas kesehatan harus menggunakan gaun pelindung dan sarung tangan. Bila pasien tidak dapat menggunakan masker, petugas kesehatan harus menggunakan masker, gaun pelindung, dan sarung tangan. Pemindahan pasien yang dirawat di ruang isolasi 1)



Batasi pergerakan dan transportasi pasien dari ruangan isolasi hanya untuk keperluan penting. 2) Lakukan hanya jika diperlukan dan beritahu tempat yang akan menerima sesegera mungkin sebelum pasien tiba. 3)



Jika perlu dipindahkan dari ruangan / area isolasi dalam rumah sakit,pasien harus dipakaikan masker dan gaun. 4) Semua petugas yang terlibat dalam transportasi pasien harus menggunakan APD yang sesuai. Demikian pula jika pasien perlu dipindahkan keluar fasilitas pelayanan kesehatan. 5) Semua permukaan yang kontak dengan pasien harus dibersihkan. Jika pasien dipindahkan menggunakan ambulan, maka sesudahnya ambulan tersebut harus dibersihkan dengan disinfektan seperti alkohol 70% atau larutan klorin 0,5%.



83



Keluarga pendamping pasien di rumah sakit 1)



Perlu edukasi oleh petugas agar menjaga kebersihan tangan dan menjalankan kewaspadaan isolasi untuk mencegah penyebaran infeksi kepada mereka sendiri ataupun kepada pasien lain. 2) Kewaspadaan yang dijalankan seperti yang dijalankan oleh petugas kecuali pemakaian sarung tangan. Pemulangan pasien 1) 2)



Upaya pencegahan infeksi harus tetap dilakukan sampai batas waktu masa penularan. Bila dipulangkan sebelum masa isolasi berakhir, pasien yang dicurigai terkena penyakit menular melalui udara / airborne harus diisolasi di dalam rumah selama pasien tersebut mengalami gejala sampai batas waktu penularan atau sampai diagnosis alternatif dibuat atau hasil uji diagnosa menunjukkan bahwa pasien tidak terinfeksi dengan penyakit tersebut.



3)



Keluarga harus diajarkan cara menjaga kebersihan diri, pencegahan dan pengendalian infeksi serta perlindungan diri. 4) Sebelum pemulangan pasien, pasien dan keluarganya harus diajarkan tentang tindakan pencegahan yang perlu dilakukan, sesuai dengan cara penularan penyakit menular yang diderita pasien. (Contoh Lampiran D: Pencegahan, Pengendalian Infeksi dan Penyuluhan bagi Keluarga atau Kontak Pasien Penyakit Menular). 5)



Pembersihan dan disinfeksi ruangan yang benar perlu dilakukan setelah pemulangan pasien.



Pemulasaraan Jenazah 1)



Petugas kesehatan harus menjalankan Kewaspadaan Standar ketika menangani pasien yang meninggal akibat penyakit menular.



2)



APD lengkap harus digunakan petugas yang menangani jenazah jika pasien tersebut meninggal dalam masa penularan. Jenazah harus terbungkus seluruhnya dalam kantong jenazah yang tidak mudah tembus sebelum dipindahkan ke kamar jenazah. Jangan ada kebocoran cairan tubuh yang mencemari bagian luar kantong jenazah. Pindahkan sesegera mungkin ke kamar jenazah setelah meninggal dunia. Jika keluarga pasien ingin melihat jenazah, diijinkan untuk melakukannya sebelum jenazah dimasukkan ke dalam kantong jenazah dengan menggunakan APD. Petugas harus memberi penjelasan kepada pihak keluarga tentang penanganan khusus bagi jenazah yang meninggal dengan penyakit menular. Sensitivitas agama, adat istiadat dan budaya harus diperhatikan ketika seorang pasien dengan penyakit menular meninggal dunia.



3) 4) 5) 6) 7)



84



8) Jenazah hendaknya diantar oleh mobil jenazah khusus. 9) Jenazah sebaiknya tidak lebih dari 4 (empat) jam disemayamkan di pemulasaraan jenazah. h. HYGIENE RESPIRASI / ETIKA BATUK Kebersihan pernapasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk mengendalikan penyebaran infeksi di sumbernya. Semua pasien, pengunjung, dan petugas kesehatan harus dianjurkan untuk selalu mematuhi etika batuk dan kebersihan pernapasan untuk mencegah sekresi pernapasan. Saat Anda batuk atau bersin : 1) 2) 3)



Tutup hidung dan mulut Anda Segera buang tisu yang sudah dipakai Lakukan kebersihan tangan



Di fasilitas pelayanan kesehatan. Sebaiknya gunakan masker bedah bila Anda sedang batuk. Etika batuk dan kebersihan pernapasan harus diterapkan di semua bagian rumah sakit, di lingkungan masyarakat, dan bahkan di rumah.



85



i.



PRAKTEK MENYUNTIK YANG AMAN 1) Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk mencegah kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi. 2) Bila memungkinkan sekali pakai vial walaupun multidose. Jarum atau spuit yang dipakai ulang untuk mengambil obat dalam vial multidose dapat menimbulkan kontaminasi mikroba yang dapat menyebar saat obat dipakai untuk pasien lain.



Peraturan untuk Kewaspadaan Isolasi Harus dihindarkan transfer mikroba patogen antar pasien dan petugas saat perawatan pasien rawat inap. Perlu dijalankan hal berikut : 1)



Kewaspadaan terhadap darah dan cairan tubuh ekskresi dan sekresi dari seluruh pasien untuk meminimalisir risiko transmisi infeksi. 2) Dekontaminasi tangan sebelum kontak diantara pasien.



86



3) Lakukan kebersihan tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh). 4) Gunakan tehnik tanpa menyentuh bila memungkinkan untuk menghindari menyentuh bahan infeksius. 5) Pakai sarung tangan saat harus atau mungkin kontak dengan darah dan cairan tubuh serta barang yang terkontaminasi. Disinfeksi tangan segera setelah melepas sarung tangan, Ganti sarung tangan antara pasien. 6) Penanganan limbah feses, urin dan sekresi pasien yang lain dalam lubang pembuangan yang disediakan,bersihkan dan desinfeksi bedpan/pispot, urinal dan container pasien yang lain. 7) Tangani bahan infeksius sesuai prosedur. 8) Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen infeksius pasien telah dibersihkan dan didisinfeksi dengan benar antar pasien. Disinfeksi tangan adalah kewaspadaan isolasi yang terpenting Tujuan PPI yang terpenting adalah menjaga petugas, peralatan dan permukaan tetap bersih. BERSIH dapat diartikan sebagai : 1) Bebas dari kotoran dan najis 2) Telah dicuci setelah terakhir dipakai 3) Penjagaan kebersihan tangan personal 4) Bebas polutan dan bahan tidak diinginkan 3.



Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi Dibutuhkan untuk memutus mata rantai transmisi mikroba penyebab infeksi dibuat untuk diterapkan terhadap pasien yang diketahui maupun dugaan terinfeksi atau terkolonisasi pathogen yang dapat ditransmisikan lewat udara, droplet, kontak dengan kulit atau permukaan terkontaminasi. Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi : a. Kewaspadaan penularan lewat udara (airborne pracautions) b. Kewaspadaan penularan lewat droplet (droplet precautions) c. Kewaspadaan penularan lewat kontak (contac precautions) d. Melalui common vehicle ( makanan, air, obat, peralatan) e. Melalui vector ( lalat, nyamuk, tikus )



87



a.



Transmisi lewat udara (airborne) Kewaspadaan ini bertujuan untuk menurunkan penularan penyakit melalui udara baik yang berupa bintik percikan di udara (airborne droplet nuclei, ukuran < 5 µm) atau partikel debu yang berisi agen infeksi. Organism yang ditularkan dengan cara ini dapat menyebar secara luas bersama aliran udara. Penyakit yang termasuk kategori ini antara lain : tuberculosis, varisella, campak. Diperlukan ventilasi seperti pada isolasi BTA (Basil Tahan Asam) ; pasien ditempatkkan dalam ruang tersendiri dengan udara negative (negative airflow) dengan minimal 6 x pergantian udara perjam yang dipantau secara terus menerus. Udara langsung dibuang keluar atau dilewatkan penyaringan (filter) particular udara dengan efisiensi tinggi bila akan disirkulasi kembali. Pintu ruangan harus selalu ditutup. Apabila pasien meninggalkan kamar harus dipakaikan masker bedah. Alat pelindung yang sesuai harus dikenakan untuk pasien yang didiagnosa atau diduga tuberculosis sesuai dengan pedoman yang telah ada untuk tuberculosis. Orang termasuk petugas rumah sakit yang rentan terhadap penyakit campak (measles) dan cacar air (varisella) dilarang masuk ke ruangan pasien dengan penyakit tersebut . Transmisi lewat udara Sebagai tambahan dari standard precaution, airborne precaution digunakan untuk pasien yang diketahui atau diduga menderita penyakit serius dengan penularan melalui percikan halus di udara. Contoh penyakit : •



Campak







Varisella (termasuk herpes zoster diseminata)







Tuberculosis



Penempatan pasien Tempatkan pasien pada tempat dengan : •



Tekanan negative yang termonitor







Minimal pergantian udara 6 x / jam



• Pembuangan (exhause) udara keluar yang memadai atau penggunaan filter yang termonitor sebelum udara beredar ke seluruh rumah sakit •



Jagalah agar pintu tetap tertutup dan pasien tetap dalam ruangan.



• Bila tidak ada tempat terssendiri, tempatkan pasien dalam ruangan dengan pasien lain yang terinfeksi oleh mikroorganisme yang sama dan tidak ada infeksi lain.



88



Proteksi Respirasi : Gunakan pelindung pernafasan masker N-95 pada saat masuk ke dalam ruang pasien yang diketahui atau diduga mengidap tuberculosis, H1N1, H5N1 Pengangkutan pasien : Batasi pemindahan atau pengangkutan pasien hanya untuk hal-hal yang penting saja. Bila pemindahan atau pengangkutan pasien memang diperlukan, hindari penyebaran airbore dengan memberikan masker bedah kepada pasien.



b.



Transmisi lewat droplet Kategori ini ditujukan untuk menurunkan penularan droplet dari bakteri pathogen yang infeksius. Penularan droplet terjadi bila partikel percikan yang besar (diameter < 5 mikrometer) dari orang yang terinfeksi mengenai lapisan mukosa hidung, mulut atau konjungtiva mata dari orang yang rentan. Droplet (percikan besar) dapat terjadi pada waktu seseorang berbicara, batuk, bersin, ataupun pada waktu pemeriksaan jalan nafas seperti intubasi atau bronkoskopi. Penularan melaui droplet atau percikan besar berbeda dengan transmisi airborne karena pada transmisi droplet memerlukan kontak yang dekat antara sumber dengan penerimaan penularan, karena percikan besar tidak dapat bertahan lama di udara dan hanya dapat berpindah dari dan ke tempat yang dekat. Contoh penyakit yang ditularkan melaui droplet adalah meningitis yang disebabkan oleh meningococcus atau pneumonia oleh pneumococcus yang resisten terhadap berbagai antibiotika (Multi Drug Resistance = MDR), pertusis, faringitis, influenza dan parvovirus B.19, pasien harus ditempatkan di kamar tersendiri. Bila tidak tersedia kamar tersendiri, pasien dengan mikroorganisme penyebab infeksi yang sama dapat dirawat di ruang yang sama atau dengan cara kohort di bangsal umum. Masker harus dipakai, bila seseorang berada dalam jarak 3 kaki dari pasien. Akan lebih praktis apabila kewajiban memakai masker diberlakukan sejak seseorang memasuki ruangan pasien. Pasien hanya diperbolehkan meninggalkan ruangan hanya jika sangat diperlukan dan harus memakai masker.



89



Transmisi Lewat Droplet Sebagai tambahan dari kewaspadaan standar, droplet precautions digunakan untuk pasien yang diketahui atau diduga menderita penyakit serius dengan penularan melalui percikan partikel besar. Contoh penyakit : •



Influenzae tipe B Invasive H, termasuk meningitis, pneumonia dan sepsis







Meningitis Invasive N, termasuk meningitis pneumonia dan sepsis



• Pneumonia multidrug resistance Invasive S, termasuk meningitis, pneumonia, sinusitis, dan otitis media Infeksi bakteri lain pada saluran nafas dengan transmisi droplet : ➢



Diphteria faring







Mycoplasma pneumonia







Pertusis







Pneumoniae plague







Faringitis dan pneumonia akibat Streptococcuc dan scarlet fever pada bayi dan anakanak



Infeksi virus dengan transmisi droplet, termasuk : Adenovirus Influenzae Mumps Parvovirus B19 Rubella Penempatan pasien : Tempatkan pada ruang tersendiri atau bersama pasien lain dengan infeksi yang aktif dari organisme yang sama, tetapi tidak ada infeksi lain. Bila ada kamar tersendiri tempatkan dalam ruangan secara kohort, dan bila ruang untuk kohort tidak memungkinkan, buatlah jarak pemisah minimal 3 kaki antara pasien terinfeksi dengan pasien lain dan pengunjung. Pemakaian masker : Pemakaian masker bila berada / bekerja dengan jarak kurang dari 3 kaki pasien.



90



Transport Pasien : Batasi pemindahan dan transport pasien hanya untuk keperluan mendesak bila terpaksa memindahkan pasien gunakan masker pada pasien.



c.



Transmisi Lewat Kontak Kewaspadaan ini ditujukan untuk pasien yang diketahui atau diduga menderita penyakit yang secara epidemiologis penting dan ditularkan melalui kontak langsung (misalnya kontak tangan atau kulit ke kulit yang terjadi selama perawatan rutin, atau kontak tidak langsung (persinggungan) dengan benda di lingkungan pasien. Pasien harus ditempatkan di ruang tersendiri. Bila tidak tersedia, dapat dengan kohort (bangsal umum). Sarung tangan harus dipakai sebagai pencegahan, sebagaimana pada kewaspadaan standar terhadap kontak dengan darah dan cairan tubuh. Pada contact precaution ini sarung tangan harus diganti setelah menyentuh bahan yang mengandung mikroorganisme dengan konsentrasi tinggi ( misalnya tinja, sputum, cairan muntahan atau cairan luka ). Sarung tangan harus dibuka sebelum meninggalkan ruangan dan kemudian harus cuci tangan dengan bahan pencuci antiseptic. Apron yang bersih dan nonsteril harus dipakai bila diduga terjadi kontak yang cukup rapat dengan pasien, bila pasien tidak dapat menahan buang air besar (inkontenensia) atau bila ada luka basah yang tidak dapat ditahan dengan pembalut; apron harus dilepas sebelum meninggalkan ruangan. Contoh penyakit / keadaan yang memerlukan contact precautions adalah infeksi atau kolonisasi bakteri MDR seperti Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA), kolitis yang disebabkan oleh Clostridium difficile, Respiratory Syncitial Virus (RSV) pada anak, infeksi kulit dengan scabies, impetigo, herpes zoster diseminata dan viral hemorrhagic fever (Lassa fever atau virus Marburg) Varicella yang diseminata merupakan contoh infeksi yang memerlukan dua macam kewaspadaan berdasarkan cara penularannya yaitu airborne dan contact precautions. Kebijakan mengenai isolasi khusus terhadap mikroorganisme seperti Vancomycin Resistant Enterococci (VRE) dan Clostridium difficile mencakup kewaspadaan terhadap semua bentuk kontak dengan pasien, peralatan sekitar tempat tidur dan lingkungan dekat pasien. Penenkanan khusu pada pemakaian peralatan tersendiri untuk masing-masing pasien untuk menghindari pemakaian alat secara bersama. Menjaga kebersihan sekitar pasien juga merupakan hal yang perlu diperhatikan.



91



Transmisi Lewat Kontak Sebagai tambahan dari kewaspadaan standar, contact precautions digunakan untuk pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit serius yang mudah menular melalui kontak pasien atau kontak dengan sesuatu di lingkungan pasien. Contohnya : 1. MRSA 2. Infeksi gastrointestinal, respriasi, kulit atau luka atau kolonisasi bakteri MDR sesuai keputusan program pemberantasan 3. Infeksi enteric dengan dosis infeksi rendah atau berkepanjangan termasuk : a. b.



Clostridium difficile Enterohemorhagi E Coli (EHEC), Shigella, Hepatitis A atau Rotavirus pada pasien incontinensia



4. RSV, para influenza virus, atau infeksi enteroviral pada bayi dan anakanak 5. Infeksi kulit yang sangat menular atau yang bisa timbul pada kulit kering termasuk : a.



Diphtheria (kulit)



b.



Herpes simplex (neonatus atau mucocutaneus)



c.



Impetigo



d.



Abses besar, selulitis atau dekubitus e.



Pediculosis f.



Scabies



g.



Furunkulosis yang disebabkan oleh Staphylococcus pada bayi dan



anak-anak h. i.



Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS)



Herpes Zoster (diseminata atau pasien imunocompremise)



6. Konjungtivitis hemorhagik akibat virus 7. Lassa fever atau virus Marburg Penempatan Pasien : Tempatkan pada kamar sendiri atau bersama pasien lain dengan infeksi yang aktif dari mikrorganisme yang sama tetapi tanpa infeksi lain. Bila kamar tersendiri tidak tersedia tempatkan dalam ruangan secara kohort. 92



Sarung tangan dan kebersihan tangan : Pakailah sarung tangan ketika melakukan tindakan langsung dengan pasien, kontak dengan cairan tubuh & tindakan invasive. Lepaskan segera setelah selesai tindakan buang ke tempat sampah infeksius kemudian lakukan kebersihan tangan dengan sabun antiseptic dan air yang mengalir



CATATAN : • Disetiap pintu masuk pasien harus tersedia Alat Pelindung Diri (APD) yaitu : masker, sarung tangan, baju pelindung (apron) topi • Harus tersedia wastafel dengan air mengalir, sabun antiseptic, tissue, handrub berbasis alcohol, tempat sampah infeksius dan non infeksius • Tersedia poster isolasi (kontak, droplet, dan air borne) poster menggunakan dan melepaskan APD sesuai kebutuhan di depan pintu kamar pasien •



Di wastafel harus ada poster kebersihan tangan



KEWASPADAAN DENGAN PENDEKATAN SINDROMIK DAN KEWASPADAAN TERHADAP ORGANISME KHUSUS Untuk beberapa penyakit dengan etiologi virus atau bakteri dimana diagnosis belum atau tidak dapat ditegakkan karena keterbatasan fasilitas penunjang diagnostic, selain kewaspadaan standard diperlukan pendekatan berbasis sindrom penyakit untuk menentukan jenis kewaspadaan yang paling sesuai untuk mencegah penularan yang tetap terjadi. Jenis etiologi penyebab perlu disesuaikan dengan epidemiologi penyakit masing-masing daerah.



SINDROM ATAU KONDISI KLINIK YANG SECARA EMPIRIK MEMERLUKAN KEWASPADAAN TAMBAHAN Sindrom / Kondisi Klinik Diare : 1. Diare akut dengan kemungkinan infeksi pada pasien inkontinensia 2. Diare pada dewasa dengan riwayat pemakaian antibiotic broad spectrum atau jangka lama



Penyebab Potensial Enteric pathogen



Kewaspadaan Empiris Kontak



Kontak Clostridium difficile



93



Infeksi respirasi : 1. Batuk / demam / infiltrate lobus atas paru pada pasien HIV negative atau pasien dengan risiko HIV yang kecil 2. Batuk / demam / infiltrate paru di lokasi manapun pada pasien HIV positif atau pasien dengan risiko tinggi terinfeksi HIV



M . Tuberculosis



Airborne



M.



Airborne



Tuberculosis Bordetella



Droplet



pertusis RSV



3. Batuk paroksismal atau yang menetap selama periode pertusis 4. Infeksi respirasi terutama bronchitis croupyang padamultidrug bayi dan Risiko mikro dan organism anak-anak resisten :



atau parainfluenza virus



Bakteri 1. Riwayat infeksi atau kolonisasi dengan MDR bakteri MDR



Kontak



Bakteri



Kontak



MDR



Kontak



2. Infeksi kulit luka atau infeksi saluran kemih pada penderita yang baru masuk rumah sakit atau tempat perawatan lain dengan kasus MDR tinggi



Staphylococ cus aureus group A streptococcus



Infekis pada kulit atau luka : D. Penanganan KLB Abses atau luka yang tidak bisa 1. ditutup Pengertian : Timbulnya atau meningkatnya kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis dalam kurun waktu dan daerah tertentu. Meliputi semua kejadian penyakit, dapat suatu penyakit infeksi akut kronis ataupun Emerging and Re emerging Infectious disease (seperti Anthrax, Antimicrobial Resistance (MRSA), Hentavirus Pulmonary syndrome, Dengue fever, Cholera, Diphteria, SARS, E. Coli O 157 H7, Lyme disease, H2N1 Influenza, MDR Tuberculosis, West Nile Virus, Shigellosis. Hepatitis, E Bola Virus, Human Monkey pox.



94



2.



Tujuan : a. Agar semua petugas kesehatan mengetahui cara penanganan dan penularan pada pasien dengan penyakit tersebut diatas. b. Agar semua petugas kebersihan mengetahui cara pembersihan ruangan pasien dengan kasus penyakit tersebut. c. Mencegah terjadinya infeksi silang dari satu pasien kepasien lainnya. d. Semua staf yang menangani penyakit tersebut di atas dapat mengetahui proteksi yang harus dilakukan terhadap dirinya selama menangani pasien tersebut.



3.



Kebijakan: Penanganan kejadian luar biasa kasus infeksius dalam fasilitas pelayanan kesehatan, rumah sakit harus menyediakan alat pelindung diri yang tepat dan benar dengan mengutamakan keselamatan pasien dan pencegahan infeksi.



4.



Ruang lingkup : Prosedur ini menjelaskan tugas dan tanggung jawab dari tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS), Keperawatan, Dokter Spesialis, Dokter Jaga, Staf Laboratorium, Staf Radiologi, Staf Housekeeping, dan Komite K3 RS.



5.



PROSEDUR: a.



b.



Kriteria Outbreak 1) Peningkatan kejadian penyakit atau kematian lebih dari 2 (dua) kali terus menerus selama 3 (tiga) kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya dibandingkan dengan periode sebelumnya. 2) Jumlah penderita baru dalam 1 bulan menunjukan kenaikan lebih dari 2 (dua) kali bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan tahun sebelumnya. 3) Ditemukan kasus-kasus dengan resiko tinggi penularan dan pandemi selama dalam perawatan seperti new emerging disease, misalnya SARS, Avian Influenza dan Swine Influenza. 4) Berikut yang termasuk Emerging and re emerging infectious diseases : Anthrax, Antimicrobial Resistance (MRSA), Hentavirus Pulmonary syndrome, Dengue fever, Cholera, Diphteria, SARS, Coli O 157 H7, Lyme disease, H2N1 Influenza, MDR Tuberculosis, West Nile Virus, Shigellosis. Hepatitis, E Bola Virus, Human Monkey pox.



Tatalaksana 1) Adanya kasus terduga atau suspect kejadian luar biasa (KLB). 2) Supervisor keperawatan atau Unit Gawat Darurat (UGD) melaporkan kepada Tim PPIRS tentang adanya kasus suspect KLB. 3) Tim PPIRS melakukan investigasi kasus KLB dan menetapkan kewaspadaan standar.



95



4) Tim PPIRSmelakukan diskusi dengan dokter ahli penyakit infeksi sebelum menetapkan statusKLB di rumah sakit. 5) Penanganan kasus KLB bekerjasama dengan komite K3 dan menetapkan status siaga bencana KLB, kemudian melaporkan ke managemen RS. 6) RS akan merujuk pasien pada kasus KLB yang telah ditetapkan oleh Instansi Pemerintah yang berwewenang atau Suku Dinas Kesehatan. 7) Penanganan kasus KLB yang berasal dari luar RS seperti SARS, Avian Influenza dan Swine Influenza dilakukan sesuai dengan prosedur penanganan Suspect Avian Influenza. 8) Bilamana diperlukan dapat dilakukan general evakuasi 9) Tim PPIRS melakukan dokumantasi tentang kejadian dan tindakan yang telah diambil terhadap data atau informasi KLB. 10) Lakukan terus monitoring dan evaluasi sampai dengan berhasil diatasi. 11) Status KLB wajib dilaporkan ke Dinas Kesehatan setempat. 12) Kasus KLB yang berasal dari luar RS yang menimbulkan eskalasi di UGD maupun di perawatan, ditangani sebagai bencana eksternal dan berkerjasama dengan komite K3 RS.



96



E.



PEDOMAN PEMBUATAN ICRA (Infection Control Risk Assesment) 1.



Pengertian ICRA adalah proses multidisiplin yang berfokus pada pengurangan infeksi, pendokumentasian bahwa dengan mempertimbangkan populasi pasien, fasilitas dan program yang berfokus pada : a. b.



2.



Pengurangan risiko infeksi Tahapan perencanaan fasilitas, desain, konstruksi, renovasi, pemeliharaan fasilitas, dan Pengetahuan tentang infeksi, agen infeksi, dan lingkungan perawatan, yang memungkinkan organisasi untuk mengantisipasi dampak potensial.



Tujuan Untuk mencegah dan mengurangi risiko terjadinya petugas dan pengunjung di rumah sakit dengan cara :



HAIs



pada



pasien,



a. Mencegah dan mengontrol frekuensi dan dampak risiko terhadap : 1)



Paparan kuman patogen melalui petugas, pasien dan pengunjung



2)



Penularan melalui tindakan /prosedur invasif yang dilakukan baik melalui peralatan, tehnik pemasangan, ataupun perawatan terhadap risiko infeksi (HAIs)



b. Melakukan penilaian terhadap masalah yang ada agar dapat ditindak lanjuti berdasarkan hasil penilaian skala prioritas. 3.



SASARAN a.



External : 1) 2) 3)



Terkait komunitas Terkait bencana Persyaratan peraturan dan akreditasi b.



Internal 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)



Terkait pasien Terkait petugas Terkait prosedur Peralatan Lingkungan Pengobatan Sumber Daya



97



4.



LANGKAH KEGIATAN



a. Observasi b. Laporan Kejadian c. Review dokumen d. Pengukuran masalah Tingkat kesalahan tinggi maka kemungkinan bahaya dan tingkat bahaya juga meningkat e.



Evaluasi risiko 1) Rangking masalah 2)



Prioritas masalah



3) Analisa manfaat biaya yang dikeluarkan (setelah diranking, biaya untuk mengurangi resiko dibandingkan dengan biaya kalau terjadi resiko) 4)



Pastikan risiko yang ditimbulkan bisa diterima atau tidak



98



99



100



Penentuan skor SKOR = Nilai Probabilitas X Nilai Risiko/Dampak X Nilai Sistem yang ada



Program prioritas berdasarkan nilai terbesar



101



Prioritas ICRA



ICRA RENOVASI ATAU PEKERJAAN PEMBANGUNAN (KONSTRUKSI) BARU 1.



PENGERTIAN :



Penetapan kriteria risiko akibat dampak renovasi atau pekerjaan pembangunan (konstruksi) baru adalah kebijakan yang digunakan untuk merencanakan pembongkaran, pembangunan, atau renovasi, rumah sakit menggunakan kriteria yang mengatur dampak dari renovasi atau pembangunan baru terhadap persyaratan kualitas udara, pencegahan dan pengendalian infeksi, persyaratan utilisasi, kebisingan, getaran dan prosedur emergensi (kedaruratan).



102



2.



3.



TUJUAN : a.



Mencegah penyebaran dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui udara di lingkungan rumah sakit maupun sarana pelayanan kesehatan lainnya.



b.



Menurunkan setiap resiko infeksi yang dapat ditransmisikan antara pasien,staf/petugas, keluarga, pengunjung dan lingkungan



KEBIJAKAN : LANGKAH 1: Identifikasi type Aktivitas proyek konstruksi a.



Tipe aktivitas ditentukan dengan : 1) banyaknya debu yang ditimbulkan 2) potensial terjadinya aerosol air 3) lama pekerjaan konstruksi 4) Jumlah sistem pendingin ruangan dan ventilasi yang terpadu b. Berdasarkan type aktivitas proyek di kelompokkan menjadi 4 Type yaitu Type A-B-C-D Type A



Type B



Type C



Type D



Inspeksi dan aktifitas non-invasive



Skala kecil, durasi aktivitas pendek yang dapat menghasilkan debu minimal



Aktivitas yang menghasilkan debu dari tingkat moderat sampai tinggi atau membutuhkan penghancuran atau pemusnahan komponen kerangka gedung



Penghancuran mayor dan proyek bangunan



Termasuk, tapi tidak terbatas pada : •







mengangkat papan langitlangit untuk inspeksi visual terbatas pada I papan per 50 square feet.



Termasuk, tapi tidak terbatas pada : •



instalasi telepon dan kabel computer



pengecatan (tetapi bukan • akses untuk ke ruangan melakukan plesteran) • memoton • dinding g penghalang, dinding pekerjaan atau langitjaringan langit dimana migrasi



Termasuk, tapi tidak terbatas pada : • melakukan plesteran dinding untuk dicat atau pelapisan dinding • mengangkat



103



Termasuk, tapi tidak terbatas pada : • aktivitas yang membutuhkan kerja shift yang berkelanjutan • membutuh kan penghancu ran besar atau pengangkatan system kabel yang lengkap • konstruksi baru



listrik, pompa minor, dan aktivitas yang tidak menghasilkan debu atau membutuhkan pemotongan dinding atau akses ke langit-langit dibandingkan dengan untuk inspeksi visual.



debu dapat dikontrol



penutup lantai, papan langitlangit, dan papan penghalang •



konstruksi dinding baru







membuat akses kerja minor atau pekerjaan listrik di atas langit-langit







aktivitas kabel mayor







pekerjaan yang tidak bisa diselesaikan dalam satu shift



LANGKAH 2 : Identifikasi pasien berisiko Berdasarkan kelompok risiko yang telah ditetapkan oleh tim pengendalian infeksi, maka renovasi bangunan dibagi menjadi : Resiko Rendah -



Area Kantor



Resiko Sedang -



Cardiologi



Echocardiography -



Endoscopy



- Kedokteran Nuklir -



Terapi fisik



-



Radiologi/MRI



- Terapi Respiratori



Resiko Tinggi - UGD - Persalinan - Laboratorium (specime n)



Resiko Sangat Tinggi - Setiap area yang merawat pasien dengan imunokomprom ise



- Perawatan Bayi Baru Lahir



- Unit Luka Bakar



- Poli Bedah



- ICU



- Pediatrik



- Unit Penyakit Dalam



- Cathlab Jantung



LANGKAH 3 : PENENTUAN LEVEL ICRA a.



Ditentukan berdasarkan tabel antara Tipe Pekerjaan Konstrusi dan Kelompok Risiko Bangunan b. Terbagi menjadi 1) 2)



Level I Level II



3)



Level III



4)



Level IV



Kelompok Pasien Resiko



Tipe A



Tipe B



Tipe C



Tipe D



Resiko Rendah



I



II



II



III/I V



Resiko Medium



I



II



II I



IV



Resiko Tinggi



I



II



IV



Resiko Tertinggi



I I



III/I V



III/I V III/I V



IV



Hasil kajian langkah ketiga maka ditentukan tindakan pencegahan yang berkaitan dengan pekerjaan konstruksi yang harus dilakukan yaitu pre renovasi, selama renovasi dan setelah renovasi. Dalam hal ini menyesuaikan level ICRA. a.



Pre Renovasi 1) Sebelum renovasi ada rapat koordinasi antara bagian Komite PPIRS, K3RS dan Unit Sanitasi Lingkungan serta pihak perencana dan pelaksana proyek 2) Komite PPIRS melakukan pengkajian resiko dan membuat izin renovasi 3) Sebelum pelaksanaan pembangunan dan renovasi bangunan Komite PPIRS, K3RS dan Unit Sanitasi Lingkungan memberikan edukasi kepada pihak perencana dan pelaksana proyek. 4) Sebelum pelaksanaan pembangunan pihak perencana dan pelaksana proyek harus menutup area kerja dengan pembatas



b.



Selama Renovasi 1) 2) 3) 4) 5)



Memasang informasi bahwa area tersebut sedang ada pembangunan/renovasi dan pembongkaran bangunan Tidak memindahkan pembatas dari daerah kerja sampai pekerjaan selesai dibersihkan Memastikan sistem keamanan pada pekerjaan pembangunan Melakukan monitoring udara dengan cara melakukan pemeriksaan udara secara berkala. 105



6) Memastikan kebersihan peralatan pada area yang berpotensi terkena risiko 7) Semua tenaga kerja dipastikan menggunakan APD pada saat bekerja 8) Melakukan penyemprotan air secara berkala mengurangi debu 9) Menyediakan tempat rehat untuk pekerja 10) Menyediakan fasilitas untuk sanitasi (wastafel, kamar madi, toilet) untuk para pekerja 11) Memastikan adanya tempat sampah rumah tangga 12) Melakukan pertemuan dan koordinasi dengan pihak pelaksana, KPPI, K3RS, Sanitasi, IPSRS, 13) Pihak manajemen terkait dengan monitoring pelaksanaan tindakan risiko pencegahan infeksi c.



Setelah Renovasi 1) 2)



Setelah proyek selesai, daerah kerja dipastikan kebersihannya Membersihkan semua alat kerja setelah proyek selesai



4. WAKTU PELAKSANAAN a.



ICRA PPI dilaksanakan setiap setahun sekali



b.



ICRA Pemberian terapi cairan setiap setahun sekali



c.



ICRA renovasi atau pekerjaan bangunan (konstruksi) baru dilaksanakan sesuai kebutuhan



107



BAB V LOGISTIK



Permintaan Barang (Stock) ke Logistik Logistik merupakan segala sesuatu baik sarana, prasarana dan semua barang yang diperlukan untuk Komite PPI dalam rangka pelaksanaan PPI di rumah sakit. Adapun prosedur yang perlu diperhatikan dalam proses permintaan barang (stock) ke logistik yaitu : 1.



Petugas Administrasi (IPCN) menulis bon permintaan barang (stock) secara tertulis di form permintaan barang. 2. Bon permintaan dicek dan ditanda tangani oleh IPCN Senior 3. Petugas Administrasi (IPCN) menyerahkan bon permintaan kepada Petugas Logistik. 4. Petugas Logistik menerima bon permintaan barang. 5. Pada hari berikutnya Petugas Administrasi (IPCN) mengambil barang yang telah diminta ke Gudang logistik. 6. Petugas Administrasi (IPCN) melakukan pengecekan antara Bon permintaan dengan barang yang diserahkan 7. Apabila barang yang diserahkan sesuai dengan permintaan, Administrasi (IPCN) menandatangani penerimaan pada Bon permintaan. 8. Barang yang telah diterima didokumentasikan oleh Petugas Administrasi (IPCN) dalam bentuk faktur logistik . 9. Petugas Administrasi (IPCN) menempatkan Barang ke dalam lemari stok barang



108



BAB VI KESELAMATAN PASIEN Pengertian Merupakan suatu system yang membuat asuhan pasien di Rumah Sakit menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya di ambil. Tujuan Adapun yang menjadi tujuan pelaksanaan keselamatan pasien (Patient Safety) 1. 2. 3. 4.



Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat. Menurunnya angka Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di Rumah Sakit. Terlaksananya program – program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD).



Keselamatan Umum Aturan Umum Melakukan Kebersihan Tangan Kebersihan Tangan merupakan aturan yang penting untuk mencegah penyebaran infeksi, langkah – langkahnya sebagai berikut : 1. 2. 3.



Tuangkan Cairan anti septik / sabun ke telapak tangan secukupnya. Gosokkan kedua telapak tangan. Gosok punggung tangan dan sela – sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya.



4. 5. 6. 7.



Gosok kedua telapak tangan dan sela – sela jari. Jari – jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya. Gosokkan dengan memutar ujung jari – jari tanagn kanan di telapak tangan kiri dan sebaliknya.



8. 9.



Bilas kedua tangan dengan air mengalir. Keringkan kedua tangan dengan tissue.



Dengan memperhatikan 5 moment mencuci tangan sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5.



Sebelum Kontak dengan Pasien. Sebelum Melakukan Tindakan Asepsis. Setelah Kontak Dengan Cairan Tubuh Pasien Setelah Kontak Dengan Pasien Setelah Kontak dengan Lingkungan Sekitar Pasien. 109



Alat Pelindung Diri Jenis-jenis Alat Pelindung Diri: 1. SARUNG TANGAN melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan penyakit dan melindungi pasieen dari mikroorganisme yang berada di tangan petugas kesehatan.Sebelum memakai sarung tangan dan setelah melepas sarung tangan lakukan kebersihan tangan menggunakan antiseptik cair atau handrub berbahan dasar alkohol.Satu pasang sarung tangan harus digunakan untuk setiap pasien, sebagai upaya untuk menghindari kontaminasi silang. Pemakaian sepasang sarung tangan yang sama atau mencuci tangan yang masih bersarung tangan, ketika melakukan perawatan di bagian tubuh yang kotor kemudian berpindah ke bagian tubuh yang bersih, bukan merupakan praktek yang aman. 2. MASKER harus cukup besar untuk melindungi hidung, mulut, bagian bawah dagu, dan rambut pada wajah(jenggot).Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan. Bila masker tidak terbuat dari bahan tahan cairan, maka masker tersebut tidak efektif untuk mencegah kedua hal tersebut. 3. ALAT PELINDUNG MATA melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh lain dengan cara melindungi mata. Pelindung mata mencakup kacamata (goggles) plastik bening, kacamata pengaman, pelindung wajah dan visor. Petugas kesehatan harus menggunakan masker dan pelindung mata atau pelindung wajah, jika melakukan tugas yang memungkinkan adanya percikan cairan secara tidak sengaja ke arah wajah. Bila tidak tersedia pelindung wajah, petugas kesehatan dapat menggunakan kacamata pelindung atau kacamata biasa serta masker. 4. TOPI digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan rambut tidak masuk dalam luka selama pembedahan.Topi harus cukup besar untuk menutup semua rambut.Meskipun topi dapat memberikan sejumlah perlindungan pada pasien, tetapi tujuan utamanya adalah untuk melindungi pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang terpercik atau menyemprot. 5. GAUN PELINDUNG digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau seragam lain, pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui droplet/airbone. Pemakaian gaun pelindung terutama adalah untuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan dari sekresi respirasi. Kontaminasi pada pakaian yang dipakai saat bekerja dapat diturunkan dengan memakai gaun pelindung. 6. APRON yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air untuk sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus mengenakan apron di bawah gaun penutup ketika melakukan perawatan langsung pada pasien, membersihkan pasien atau melakukan prosedur di mana ada resiko tumpahan darah, cairan tubuh atau sekresi. Apron akan mencegah cairan tubuh pasien mengenai baju dan kulit petugas kesehatan. 7. PELINDUNG KAKI digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Sepatu yang tahan terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia di kamar bedah. 110



Cara Mengenakan APD di Ruang Kohort : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.



Kenakan Kenakan Kenakan Kenakan Kenakan Kenakan Kenakan Kenakan Kenakan



baju kerja sebagai lapisan pertama pakaian pelindung. pelindung kaki. sepasang sarung tangan pertama. gaun luar. celemek plastik. sepasang sarung tangan kedua. masker. penutup kepala. pelindung mata.



Cara Melepas APD : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.



Desinfeksi sepasang sarung tangan bagian luar. Desinfeksi celemek dan pelindung kaki. Lepaskan sepasang sarung tangan bagian luar. Lepaskan celemek. Lepaskan gaun bagian luar. Disinfeksi tangan yang mengenakan sarung tangan. Lepaskan pelindung mata. Lepaskan penutup kepala. Lepaskan masker. Lepaskan pelindung kaki. Lepaskan sepasang sarung tangan bagian dalam. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih.



Prosedur Penanganan Kecelakaan Kerja Tertusuk Jarum Tindakan Pasca Tertusuk Jarum Bekas 1. 2. 3. 4.



Tekan satu kali diatas daerah tusukan sampai darah keluar Cuci dengan air mengalir menggunakan sabun atau cairan antiseptic Berikan cairan antiseptik pada area tertusuk /luka Segera ke IGD untuk penanganan selanjutnya



Terpajan Cairan Tubuh ( Kulit, Mata, Hidung dan Mulut ) Bahan Kimia Atau Cairan Tubuh 1. 2. 3. 4.



MATA → Segera bilas dengan air mengalir selama 15 menit KULIT → Segera bilas dengan air mengalir 1 menit MULUT → Segera kumur-kumur selama 1menit Segera ke IGD untuk penanganan selanjutnya



111



M u l a i



ALUR TERTUSUK JARUM / PAJANAN



Petugas Terpajan



Formulir Pelaporan Kejadian Tertusuk jarum Dan Terpajan Cairan Tubuh



Pertolongan Pertama Terpajan cairan tubuh



Tertusuk jarum



Formulir rangkap 5 : 1.



Terkontamin asi Tidak Form diserahkan



Ya PetugasTerpajan Ke



IGD



PPI



Rekam medis pasien 2.



Laboratorium



3.



Farmasi



4. Dokter IGD : 1. Anamnesis 2.



Konseling dan pemberian terapi



3.



Permintaan cek skrining ke laboratorium



Hasil Laboratorium



Penagihan



5.



KPPI



6.



K3



Lapor ke kepala ruang /supervisi TINDAKAN PERTAMA PADA PAJANAN : KPPI Bahan Kimia Atau Cairan Tubuh Komite Pencegahan dan MATA → Segera bilas dengan air mengalir selama 15 menit Pengendalian Infeksi KULIT → Segera bilas dengan air mengalir 1 menit MULUT → Segera kumur-kumur selama 1menit Segera ke IGD untuk penanganan selanjutnya Tindakan Pasca Tertusuk Jarum Bekas Status infeksi sumber 1.Vaksinasi satu kali diatas daerah tusukan sampai darah keluar dan Tekan respon 2.antibody Cuci dengan air mengalir menggunakanpajanan sabun atau cairan dari petugas antiseptic HBsAG + HBsAG Tidak tahu/sarana kesehatan 3. Berikan cairan antiseptik pada area tertusuk /luka (-) positif negatif pemeriksaan 1 dosis Seri Seri vaksinasi hepatitis B Belum di 4. Segera ke IGD untuk penanganan HBlg + seri vaksinasiselanjutnya sumber pajanan yang vaksinasi vaksinasi hepatitis B pada HBsAG positif Pemeriksaan untuk skrining hepatitis : Anti HBsAG dan HbsAG Pernah di lab :hepatitis B (kuantitatif) 6 bulan vaksinasi Diketahui → 0 hari, Tidak perlu Tidak perlu Tidak perlu PPP sebagai PPP responder(anti PPP HBsAG positif) Diketahui 1 dosis HBlg Tidak perlu Sumber pajanan berisiko sebagai non + ulangan PPP tinggi→obat seperti responder serivaksinasi (anti HBsAG hepatitis pada HBsAg positif Negatif B atau 2 Tidak Anti-HBs Tidak perlu Anti- HBs terpajan → dosis HBlg diketahui terpajan→ PPP √cukup – tidak perlu PPP status respon √cukup antibodinya √tidak cukup – 1 – tidak perluPPP



Terapi dokter



112



√tidak cukup – 1 dosis HBlg + vaksin



BAB VII KESELAMATAN KERJA Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku pada tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi olehseluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia, telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup di dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurangmemadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya. Tenaga kesehatan yang perlu kita perhatikan yaitu semua tenaga kesehatan yang merupakan suatu institusi dengan jumlah petugas kesehatan dan non kesehatan yang cukup besar. Kegiatan tenaga atau petugas kesehatan mempunyai risiko berasal dari faktor fisik, kimia,ergonomi dan psikososial. Variasi, ukuran, tipe dan kelengkapan sarana dan prasarana menentukan kesehatan dan keselamatan kerja. Seiring dengan kemajuan IPTEK, khususnyakemajuan teknologi sarana dan prasarana, maka risiko yang dihadapi petugas tenaga kesehatansemakin meningkat.Petugas atau tenaga kesehatan merupakan orang pertama yang terpajan terhadap masalahkesehatan yang merupakan kendala yang dihadapi untuk setipa tahunnya. Selain itu dalampekerjaannya menggunakan alat - alat kesehatan, berionisasi dan radiasi serta alat-alat elektronik dengan voltase yang mematikan, dan melakukan percobaan dengan penyakit yang dimasukan ke jaringan hewan percobaan. Oleh karena itu penerapan budaya “aman dan sehat dalam bekerja” hendaknya dilaksanakan pada semua Institusi di Sektor / Aspek Kesehatan.



113



BAB VIII PENGENDALIAN MUTU



Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek yang akan ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang digunakan untuk mengukur mutu pelayanan Rumah Sakit yaitu : Defenisi Indikator adalah: Adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi. Indikator merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat perubahan. Indikator yang baik adalah yang sensitif tapi juga spesifik. Kriteria : Adalah spesifikasi dari indikator. Standar : 1. Tingkat performance atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat performance atau kondisi tersebut. 2. Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat baik. 3. Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu. Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka harus memperhatikan prinsip dasar sebagai berikut: 1. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan a. b. c. d. e.



Keprofesian Efisiensi Keamanan pasien Kepuasan pasien Sarana dan lingkungan fisik



2. Indikator yang dipilih a. b.



Indikator lebih diutamakan untuk menilai output daripada input dan proses Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan kelompok daripada untuk perorangan. c. Dapat digunakan untuk membandingkan antar daerah dan antar Rumah Sakit d. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang dipilih untuk dimonitor e.



Didasarkan pada data yang ada.



114



3. Kriteria yang digunakan Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat menilai indikator, sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan antara mutu baik dan mutu tidak baik. 4. Standar yang digunakan: a. b. c.



Acuan dari berbagai sumber Benchmarking dengan Rumah Sakit yang setara Berdasarkan trend yang menuju kebaikan



115



BAB IX PENUTUP



Pedoman pelayanan yang dicantumkan merupakan prosedur baku maksimal yang harus diupayakan untuk dilaksanakan seluruhnya oleh setiap personil Rumah Sakit yang terlibat dan berlaku setiap ruang terkait. Dengan memiliki pengetahuan dan sikap yang memadai, diharapkan semua personil Rumah Sakit akan memiliki perilaku dan kemampuan yang memadai pula dalam memanfaatkan sarana dan prasarana yang tersedia secara bertepat guna dan berhasil guna dalam pengendalian infeksi nosokomial secara berencana dan terorganisir dengan baik merupakan suatu keharusan bagi pelayanan di Rumah sakit.



PEMERINTAH PROVINSI RIAU



RUMAH SAKIT JIWA TAMPAN Jl. HR Subrantas Km 12,5



Kotak Pos : 1166



Telp. (0761) 63240



Fax. (0761) 63239



KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT JIWA TAMPAN PROVINSI RIAU NOMOR : 121/RSJT-SK/ TENTANG PENETAPAN PEDOMAN PECEGAHAN DAN PENANGGULANGAN INFEKSI (PPI) RUMAH SAKIT JIWA TAMPAN PROVINSI RIAU DIREKTUR RUMAH SAKIT JIWA TAMPAN PROVINSI RIAU, Menimbang



: a. Bahwa untuk menjamin terlaksananya pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau perlu ditetapkan PEDOMAN Pencegahan Penanggulangan Infeksi Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau. b. Bahwa berdasarkan pertimbangan dimaksud pada huruf a diatas, perlu ditetapkan dengan keputusan direktur Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau.



Mengingat



: 1. Undang – undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan; 2. Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit; 3. SK Direktur RSJ Tampan No.121/RSJT-SK/06.01 Tentang Kebijakan Pelayanan Pencegahan Pengendalian Infeksi RSJ tampan Provinsi Riau. 4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017 tentang Pedoman pencegahan dan pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan



MEMUTUSKAN Menetapkan : Pertama :



Keputusan Direktur Rumah Sakit jiwa Tampan Provinsi Riau Tentang PEDOMAN Pencegahan Penanggulangan Infeksi (PPI) yang berada dalam Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau.



Kedua



:



Komite Penceghan Penanggulangan Infeksi (PPI) Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau pada Diktum Pertama melaksanakan PEDOMAN PPI tersebut dan bertanggungjawab langsung pada Direktur Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau.



Ketiga



:



Ketua Komite Pencegahan dan Pengendalian infeksi wajib mensosialisasikan keputusan ini keseluruh anggota komite PPI Rumah sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau.



Keempat



:



Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan catatan apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan akan ditinjau kembali serta diadakan perubahan dan perbaikan sebagaimana mestinya.



Ditetapkan Pada Tanggal



: Pekanbaru : 3 April 2018



DIREKTUR



dr. HAZNELLI JUITA, MM NIP. 196504021998032002



15



16



setiap rumah sakit.



17



1 8



1



2



3



4



5



6



7



8



DAFTAR PUSTAKA



World Alliance for Patient Safety : WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care (Advanced Draft), World Health Organization, 2009. Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan 100 Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, Depkes, 2008. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, Kementerian Kesehatan RI, 2011