Pedoman Pelayanan Ppi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Lampiran



: Keputusan Direktur Rumah Sakit Ibu dan Anak Norfa Husada



Nomor



: NH-PEL/SEK/PER /V/2018____



Tanggal



: 11 Juli 2018



Perihal



: Pedoman PPI di RSIA Norfa Husada



BAB I PENDAHULUAN 1



LATAR BELAKANG



Healthcare associated infection (HAI) menjangkit ratusan juta pasien di seluruh dunia. Sebagai hasil yang tidak diinginkan dari seeking care, infeksi ini menghantarkan pasien pada penyakit yang lebih serius, penambahan lama rawat inap dan diiabilitas jangka panjang. Tak hanya berpengaruh pada penambahan hospital cost dari keluarga pasien, infeksi ini juga mengantarkan penambahan beban financial tak langsung pada



health-care system serta tidak menutup kemungkinan akan menjadi factor penyebab kematian pasien (WHO, 2005). Di Negara maju seperti Amerika Serikat, ada 20.000 kematian setiap tahun akibat HAI. Di seluruh dunia, 10 persen pasien rawat inap di rumah sakit mengalami infeksi yang baru selama dirawat atau sekitar 1,4 juta infeksi setiap tahun. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada tahun 2004 menunjukkan bahwa 9,8 persen pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat. Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat



1



melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (PerMenKes no 1691/2011). Keselamatan pasien merupakan salah satu indikator klinik mutu pelayanan kesehatan. Oleh karena itu sebagai tenaga kesehatan perlu memahami aspek hukum keselamatan pasien untuk melindungi diri sendiri dari tuntutan hukum dan untuk melindungi keselamatan pasien. Keselamatan pasien merupakan prioritas dalam pelayanan kesehatan. Kita harus melindungi klien dari terjadinya cedera fisik dan emosional dengan terus mencari dan menghilangkan objek yang menjadi ancaman keselamatan. The Joint Commission (TJC) setiap tahunnya memperbarui dan menerbitkan National Patient safety Goals. Sebagai contoh tindakan yang mengancam keselamatan pasien adalah kesalahan pemberian obat yang dilakukan oleh perawat. Ada dua pasien yang namanya sama dengan diagnosa medis yang berbeda dan mendapatkan therapy yang berbeda pula. Saat memberikan obat, perawat tidak menggunakan prinsip pemberian obat dengan benar, perawat tidak memeriksa atau mencocokkan dulu apakah identitas pasien, nama obat yang akan diberikan telah sesuai. Sehingga terjadi kesalahan pemberian obat pada kedua pasien tersebut (Depkes RI, 2006). Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis ( medical errors). Medical



Error didefinisikan sebagai: suatu kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien (Depkes RI, 2006). Dalam rangka pelaksanaan Pencegahan dan pengendalian infeksi, rumah sakit perlu membentuk langkah-langkah sistematis yang disusun dalam suatu program-program yang jelas. Program-program tersebut dapat terlaksana jika rumah sakit mempunyai suatu struktur organisasi penanggulangan infeksi yang baik.



2



2



TUJUAN PEDOMAN



Adapun tujuan dari pembuatan pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RSIA Norfa Husada adalah: 1. Meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya melalui pencegahan dan pengendalian infeksi 2. Melindungi sumber daya manusia kesehatan dan masyarakat dari penyakit infeksi yang berbahaya 3. Menurunkan angka kejadian HAI. 4. Meminimalisir resiko infeksi yang dikelola dengan baik yaitu cara: a. Penanganan pembuangan sampah infeksius dan cairan tubuh. b. Penanganan pembuangan darah dan komponen darah. c. Penanganan area kamar mayat dan post mortem. d. Penanganan benda tajam dan jarum yang dikumpulkan dalam wadah yang khusus yang tidak tembus ( puncture proof) dan tidak direuse. e. Rumah sakit membuang benda tajam dan jarum secara aman atau bekerjasama dengan sumber-sumber yang kompoten untuk menjamin bahwa wadah benda tajam dibuang di tempat pembuangan khusus untuk sampah berbahaya atau sebagaiman aditentukan oleh peraturan perundang-undangan. f.



Penanganan sanitasi dapur dan penyajian



serta penyiapan



makanan yang ditangani dengan baik. g. Adanya penggontrolan engineering/Engineering control yang harus diterapkan..



3



RUANG LINGKUP PELAYANAN



Ruang lingkup dari Program PPI meliputi Pencegahan Infeksi, Pendidikan dan Pelatihan, Surveilans, Penggunaan Obat Antibiotik secara Rasional.Dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi ini berfokus pada pelayanan terhadap semua pasien,pengunjung dan keluarga pasien. Untuk Ruang lingkup pelayanan Pencegahan dan pengendalian infeksi meliputi : 3



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.



Kewaspadaan Universal Kewaspadaan Standart Kewaspadaan Transmisi Kebersihan Tangan Alat Pelindung Diri Tindakan Invansive Pelayanan Linen dan Laundry Pengelolaan Limbah Manajemen Lingkungan (engeeniring control) Pengelolaan Dekontaminasi,Desinfeksi,Sterilisasi Peralatan single use yang dire-use Pengawasan peralatan kadaluarsa dan obat kadaluarsa Antibiogram dan pola kuman RSIA Norfa Husada Penggunaan Anti biotik secara rasional Pelayanan surveilens PPI Pengelolaan Jenazah Pengelolaan Diit dan Gizi Pelayanan Kesehatan karyawan Pelayanan Pendidikan dan edukasi kepada staf,pengunjung dan pasien Pelayanan pemeriksaan baku mutu air bersih dan IPAL bekerja sama dengan IPSRS.



4



BATASAN OPERASIONAL



Pencegahan terhadap terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit dimaksud untuk menghindari terjadinya infeksi selama pasien dirawat di rumah sakit. Pelaksanaan upaya pencegahan infeksi nosokomial terdiri atas : Kewaspadaan Universal, Tindakan Invasif, Tindakan Non invasive, Tindakan terhadap anak dan neonatus, isolasi, Pengelolaan linen dan laundry, pengelolaan limbah, manajemen lingkungan, pengelolaan diit dan gizi, pengelolaan jenazah, serta Sterilisasi dan Desinfeksi Training atau pelatihan atau Learning adalah kegiatan untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang diberikan baik dalam kelas maupun diluar kelas pada seseorang atau sekelompok orang bertujuan untuk menghilangkan GAP atau perbedaan antara kemampuan yang sekarang dimiliki dengan kemampuan standard yang ditetapkan. Proses pelaksanaannya ialah mempelajari dan mempraktekkan dengan menuruti standard acuan tertentu atau prosedur sehingga menjadi kebiasaan yang pada hasilnya nanti terlihat adanya perubahan, perbaikan ditempat kerja.



4



Surveilans adalah pengamatan yang sistematis aktif dan terus menerus terhadap timbulnya penyebaran penyakit pada suatu populasi serta keadaan atau peristiwa yang menyebabkan meningkat atau menurunnya resiko untuk terjadinya penyebaran penyakit. Analisa data dan penyebaran data yang teratur merupakan bagian penting dalam proses itu. Kegiatan surveilans meliputi: merumuskan kasus / kriteria diagnostik, pengumpulan data surveilans infeksi nosokomial, penyebaran data / informasi. Untuk mencegah pemakaian antibiotic yang tidak tepat sasaran, atau kurang rasional maka perlu dibuat suatu pedoman pemakai antibiotic. Oleh karena penggunaan antibiotic yang tidak rasional akan menyebabkan timbulnya dampak negative seperti terjadinya kekebalan kuman terhadap beberapa antibiotic, meningkatnya kejadian efek samping obat, biaya pelayanan kesehatan menjadi tinggi yang pada gilirannya akan merugikan pasien. Atas dasar semuanya ini perlu ada kebijakan rumah sakit tentang pengaturan penggunaan antibiotic agar dapat menekan serendah – rendahnya efek yang merugikan dalam pemakaian / penggunaan antibiotic.



5



LANDASAN HUKUM



1. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 2. Undang-undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Pratik Kedokteran (Lembaran Negara No.4431 Tahun 2004). 3. Peraturan Menteri Kesehatan No. 986/Menkes/Per/XI/1992 tentang persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.



BAB II STANDAR KETENAGAAN 5



A. KUALIFIKASI SDM Pembentukan Tim PPI terdiri dari satu atau lebih individu mengawasi program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi atas dokter, perawat, analis, farmasi, IPSRS, Gizi, Sanitasi dan bagian Linen. Pembentukan Tim PPI ini berdasarkan Kualifikasi Individu yang berkompoten sesuai ukuran dari Rumah Sakit,tingkat risiko,ruang lingkup program dan kompleksitasnya.Individu yang menjalankan tanggung jawab pengawasan sebagaimana ditugaskan atau yang tertulis dalam uraian tugas.Sasaran target PPI meliputi pasien, petugas, lingkungan RS & di sekitar RS, pengunjung RS, praktikan / Mahasiswa dan masyarakat di sekitar RS. PPI dipimpin langsung oleh direktur rumah sakit dan bertugas mengontrol dan mengkoordinasi pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit. Sekretaris PPI adalah orang yang ditunjuk oleh direktur dan dianggap mempunyai kemampuan pencegahan dan pengendalian infeksi sesuai dengan tingkat pendidikan, pengalaman dan pelatihan pencegahan dan pengendalian infeksi baik eksternal maupun internal. IPCN adalah seorang perawat yang mempunyai kemampuan PPI berdasarkan pelatihan PPI eksternal maupun internal dan merupakan coordinator pelaksanaan PPI di bagian keperawatan. IPCN dalam pelaksanaannya mengontrol pelaksanaan PPI pasien rawat inap dan rawat jalan dengan kuota 100 tempat tidur dalam pengawasan untuk tiap 1 orang IPCN yang ditunjuk. Dalam pelaksanaan PPI seorang IPCN dibantu oleh beberapa Infection Prevention and control link nurse (IPCLN) di bagian yang terkait. IPCLN adalah perawat PPI yang ditunjuk untuk melaksanakan kegiatan PPI di bagian. IPCLN dipilih berdasarkan kemampuan pelaksanaan PPI berdasarkan pendidikan dan pelatihan PPI baik eksternal maupun internal.



Kualifikasi Dokter



Nama 1. dr. Wirda susanti



Jumlah 1 orang 6



Secretariat Perawat IPCN Perawat IPCLN



Sanitasi Linen Sanitasi Gizi Farmasi IPSRS Customer Service



Nur Afni ,AMK Nur Afni ,AMK 1. Adelia Ulfati, Amd, Keb. 2. Eka Meilani Mayasari, Amd Keb 3. Sri dewi Astuty, Amd,Keb 4. Vicha Meiwanti, Amd, Keb



1 orang 1orang 9 orang



Efni Zulfen Efendi S.GZ Ridhoyati, S.Farm.Apt Serli Astra Murni Fera



1orang 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang



B. DISTRIBUSI KETENAGAAN RSIA Norfa Husada dihandle oleh IPCN dengan perbandingan 1: 88 bed.Dengan susunan anggota Komite PPI yaitu: Ketua PPI : 1orang Sekretariat : 1orang. IPCN : 1orang. IPCLN : 7orang. C. TUGAS DAN WEWENANG Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi bertugas membuat dan mengevaluasi kebijakan PPI, melaksanakan sosialisasi kebijakan PPIRS, membuat SPO, menyusun serta mengevaluasi pelaksanaan program & pelatihan PPI, melakukan investigasi masalah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) Infeksi Nosokomial, memberikan usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, memberikan usulan kepada Direktur untuk pemakaian antibiotika yang rasional di RS berdasarkan hasil pantauan kuman dan resistensinya terhadap antibiotika serta menyebar luaskan data resistensi antibiotika, memberikan masukan yang menyangkut Konstuksi Bangunan, Pengadaan Alat, Bahan Kesehatan, Renovasi Ruangan, cara pemprosesan alat, penyimpanan alat dan linen sesuai dengan prinsip PPI. Infection Prevention Control Nurse (IPCN) mempunyai tugas dan wewenang untuk mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi yang terjadi di RS, memonitor pelaksanaan PPI, penerapan SOP dan kewaspadaan isolasi, 7



melaksanakan Surveilenss Infeksi dan melaporkan kepada Tim mutu RS, Merencanakan Pelatihan Petugas Kesehatan tentang PPI di Rumah Sakit, melakukan Investigasi terhadap KLB dan memperbaiki kesalahan yang terjadi, memonitor kesehatan petugas untuk mencegah penularan infeksi dari petugas kesehatan kepada pasien atau sebaliknya. menganjurkan prosedur isolasi dan memberi konsultasi tentang PPI yang diperlukan pada kasus yang terjadi di RS, monitor pengendalian penggunaan antibiotika yang rasional, mendesain, melaksanakan, memonitor dan mengevaluasi surveilenss infeksi yang terjadi di Rumah Sakit, membuat laporan Surveilenss, memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan PPI, meningkatkan kesadaran Pasien dan pengunjung Rumah Sakit tentang PPIRS, memprakarsai penyuluhan bagi petugas kesehatan, Pengunjung dan keluarga tentang topik infeksi yang sedang berkembang di masyarakat (infeksi dengan insiden tinggi). Infection Prevention Control Link Nurse (IPCLN) bertugas mengisi dan mengumpulkan formulir Surveilenss setiap pasien di Unit Rawat Inap masing-masing, kemudian menyerahkannya kepada Infection Prevention Control Nurse (IPCN), memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan PPI pada setiap personil Ruangan di Unit Rawat masing-masing, memberitahukan kepada IPCN apabila ada kecurigaan adanya Infeksi Nosokomial pada Pasien, berkoordinasi IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB, memberikan penyuluhan bagi pengunjung di Ruang Rawat masingmasing, konsultasi prosedur yang harus dijalankan bila belum paham, memonitor kepatuhan Petugas Kesehatan yang lain dalam menjalankan Standart Isolasi. Bagian Farmasi bertugas mengontrol peresepan antibiotic oleh dokter. Melakukan infestigasi dan pengelolaan alat kesehatan yang kadaluarsa dan pengadaan logistic PPI serta APD di bagian Sanitasi melakukan control lingkungan dalam pencegahan pengendalian infeksi, membuat SPO pengelolaan limbah, pengelolaan linen dan laundry, audit PPI terhadap Limbah, Loundry, Gizi dan lain-lain dengan menggunakan daftar titik. Pembuangan sampah infeksius,darah, komponen darah serta benda tajam medis dan jarum dikelola untuk meminimalisir resiko penularan.Benda tajam dan jarum ditempatkan dalam wadah yang khusus yang tidak dapat tembus (puncture proof) dan tidak direuse.Dalam pelaksaan kegiatan PPI sanitasi di bantu oleh IPSRS dan bagian linen sebagai pelaksana kegiatan bagian sanitasi. 8



Bagian Gizi menjamin keamanan makanan dengan menerapkan jaminan mutu yang berdasarkan keamanan makanan yang meliputi good manufacturing practices (GMP), hygiene dan sanitasi makanan dan penggunaan bahan makanan tambahan yang aman. Upaya pencegahan yang dilakukan dengan menerapkan prinsip personal hygiene dan hygiene peralatan pengolah dan penyajian makanan. Bagian Laboratorium melakukan kultur kuman dan resistensi antibiotika, melakukan investigasi dan pengawasan pada kejadian tusuk jarum serta melakukan pemeriksaan kesehatan yang berhubungan dengan kejadian infeksi.



9



BAB III STANDAR FASILITAS A. DENAH Lantai 1 B. DENAH RUANGANGIZI



10



Semua area dalam rumah sakit masuk dalam masuk dalam program pencegahan dan pengendalian infeksi Zonasi tingkat risiko terjadinya penularan penyakit : 1. Zona dengan Risiko Rendah Zona risiko rendah meliputi : ruang administrasi, ruang komputer, ruang aula dan ruang resepsionis 2. Zona dengan Risiko Sedang Zona risiko sedang meliputi : ruang rawat inap bangsal, poliklinik rawat jalan, ruang, dan ruang tunggu pasien. 3. Zona dengan Risiko Tinggi Zona risiko tinggi meliputi : ruang isolasi, ruang ICU, laboratorium, ruang radiologi, dan ruang jenazah. 4. Zona dengan Risiko Sangat Tinggi Zona risiko tinggi meliputi : ruang operasi, poli gigi, instalasi gawat darurat, ruang bersalin, dan ruang rawat inap bangsal. C. STANDAR FASILITAS RUMAH SAKIT TERKAIT TENTANG PPI Standar fasilitas PPI meliputi: 1. Hand hygiene Hand hygiene,tekhnik barrier dan bahan-bahan desinfeksi merupakan instrument mendasar bagi pencegahan dan pengendalian infeksi yang benar. Sabun,desinfektan dan handuk atau pengering lainnya tersedia dilokasi dimana prosedur cuci tangan dan desinfektan dipersyaratan,maka rumah sakit menetapkan: 1. Rumah sakit mengidentifikasi situasi mana diperlukan prosedur cuci tangan,desinfeksi tangan atau desinfeksi permukaan sesuai dengan standar WHO.



11



2.



Prosedur cuci tangan dan desinfeksi digunakan secara benar diseluruh area



3.



tersebut. Rumah sakit mengadopsi pedoman hand hygiene dari sumber yang



4.



berwenang. Rumah Sakit menetapkan program PPI berdasarkan ilmu pengrtahuan terkini.



2. Alat pelindung diri Rumah sakit akan mengidentifikasi situasi dimana sarung tangan,masker atau pelindung mata,sepatu pelindung,gaun pelindung dll dibutuhkan oleh setiap unit. Rumah sakit mengidentifikasi situasi dimana masker,pelindung mata,gaun atau sarung tangan diperlukan dan melakukan pelatihan penggunaannya secara tepat dan benar,maka rumah sakit menetapkan: 1. Rumah sakit mengidentifikasi dimana sarung tangan dan atau masker atau 2.



pelindung mata dibutuhkan. Sarung tangan dan atau masker atau pelindung mata digunakna secara tepat dan benar.



Alat pelindung diri (APD) digunakan sebagai barier antara micro organisme dengan petugas. APD membantu mencegah penularan melalui tangan, mata, baju, rambut dan sepatu yang terkontaminasi, mencegah penularan dari pasien ke petugas maupun dari pasien ke pasien lain. APD meliputi: sarung tangan, goggle, masker, celemek, baju khusus tindakan, sepatu boots dan penutup kepala 3. Pengaturan limbah RS Rumah sakit memproduksi banyak sampah setiap hari,sering kali sampah tersebut adalah atau kemungkinan infeksius. Dengan pembuangan sampah yang memadai akan mengurangi risiko infeksi dirumah sakit.Hal ini nyata pada pembuangan cairan tubuh dan bahan – bahan yang terkontaminasi dengan cairan tubuh,pembuangan darah dan komponen darah,serta sampah dari kamar mayat dan area kamar bedah mayat (post mortem). Untuk pembuangan benda tajam dan jarum yang tidak benar menjadi tantangan besar bagi keselamatan staff. Rumah sakit memastikan bahwa kebijakan diterapkan dan mengatur secara adekuat 12



semua



langkah



dalam



proses,mulai



dari



jenis



dan



penggunaan



wadah,pembuangan wadah,dan surveilens atas pembuangan. Memastikan semua fasilitas untuk melaksanakan tersedia dan tepat serta ada surveilens/audit proses pembuangan,maka rumah sakit membuat kebijakan tentang: 1. Pembuangan sampah infeksius dan cairan tubuh, dikelola untuk 2.



meminimalisasi resiko penularan. Penanganan dan pembungan darah dan komponen darah dikelola untuk



3.



meminimalisasi resiko penularan. Benda tajam dan jarum di kumpulkan pada wadah khusus yang tidak dapat tembus (puncture proof) dan tidak direus sebagai mana ditentukan



4.



oleh peraturan perundang-undangan. Pembuangan benda tajam dan jarum konsisten dengan kebijakan PPI



5.



rumah sakit. Rumah sakit bekerja sama dengan sumber yang kompeten untuk



6.



mengelola limbah infeksius dan benda tajam/jarum. PPI memantau dan mengawasi pembuangan benda tajam/jarum



7.



dirumah sakit agar sesuai dengan kebijakan PPI. Rumah sakit menyelenggarakan kegiatan pengolahan air limbah (IPAL) yang berasal dari seluruh rumah sakit.



4. Proses sterilisasi RS Risiko



infeksi



dapat



diminimalisasi



dengan



proses-



proses



pembersihan,desnfeksi,dan sterilisasi yang benar dari alat-alat endoscopy dan alat strelisasi perbekalan operasi serta peralatan invansife atau tindakan non invansife untuk pelayanan pasien.Pembersihan ,desinfeksi dan sterilisasi dilakukan diarea sterilisasi sentral atau area lainnya dalam rumah sakit dengan pengawasan yang tepat diklinik endoscopy. Metode pembersihan,desinfeksi dan sterilisasi menjaga standar yang sama dimanapun dilaksanakan dirumah sakit. 1. Pembersihan peralatan dan metode sterilisasi di pelayanan sterilisasi sentral 2.



sesuai dengan tipe peralatan. Metode pembersihan peralatan, desinfeksi dan sterilisasi dilaksanakan



3.



diluar pelayanan sterilisasi sentral harus sesuai dengan tipe peralatan. Adanya proses koordinasi pengawasan yang menjamin bahwa semua metode pembersihan, desinfeksi dan sterilisasi sams diseluruh rumah sakit. 13



5. Penyelenggaraan linen dan laundry Risiko infeksi dalam pengelolaan laundry dan linen dapat diminimalisir dengan manajemen laundry dan linen yang tepat dapat menghasilkan penurunan kontaminasi dari linen bersih dan risiko infeksi bagi staff akibat dari laundry dan linen yang kotor. 1. Manajemen laundry dan linen dilakukan dengan tepat untuk meminimalisi risiko bagi pasien dan staf rumah sakit. Petugas harus menerapkan kewaspadaan standar pada saat mengelola



2.



linen. 6. Penyelenggaraan sanitasi dapur. Penggontrolan



engineering/Engineering



control,seperti



system



ventilasi



positif,tudung biologis( biological hoods),dilaboratorium,thermostat pada unit pendingin dan pemanas yang dipergunakan untuk sterilisasi peralatan makan dan dapur,adalah contoh pentingnya peran standar lingkungan dan pengendalian dalam kontribusi untuk sanitasi yang baik dan mengurangi risiko infeksi di rumah sakit. 1. Sanitasi dapur dan penyiapan makanan ditangani dengan baik untuk meminimalisai risiko infeksi. 2. Pengontrolan engineering/engineering control dilakukan terhadap fasilitas yang diterapkan untuk pengolahan sehingga dapat mengurangi resiko infeksi. 7. Penyelenggaraan renovasi Rumah sakit dalam melakukan asesmen dan melayani pasien menggunakan banyak proses yang sederhana maupun yang kompleks,masing-masing terkait dengan tingkat resiko infeksi untuk pasien dan staff.Maka penting bagi rumah sakit untuk



memonitor



dan



mereview



proses



tersebut,dan



sesuai



dengan



kelayakan,mengimplementasi kebijakan,prosedur,edukasi, dan kegiatan lainnya yang diperlukan untuk kegiatan lainnya yang diperlukan untuk menurunkan resiko infeksi. Bila merencanakan pembongkaran,pembangunan ,atau rumah sakit. Menggunakan kriteria yang mengatur dampak dari renovasi atau pembangunan baru terhadap persyaratan kualitas udara,pencegahan dan pengendalian 14



infeksi,persyaratan utilisasi ,kebisingan,getaran dan prosedur emergency (kedaruratan) 1. Rumah sakit menggunakan kriteria resiko untuk menilai dampak renovasi 2.



atau pembangunan (konstruksi) baru. Resiko dan dampak renovasi atau kontruksi terhadap kualiatas udara dan



3.



kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi dinilai dan dikelola. Pengkajian resiko infeksi dibuat berdasarkan dari panduan Infection Control



4.



Risk Assesment (ICRA). Rumah sakit mengidentifikasi risiko mana yang membutuhkan kebijakan dan atau prosedur, edukasi staf, perubahan praktek dan kegiatan lainnya dalam upaya menurunkan risiko infeksi



8. Pelaksanaan Surveilens Setiap rumah sakit harus mengidentifikasi secara epidemiologi infeksi penting ,tempat infeksi dan alat-alat terkait,prosedur dan praktek-praktek yang memberikan focus dari upaya pencegahan dan penurunan risiko dan insiden infeksi terkait pelayanan kesehatan. Pendekatan berdasarkan risiko menggunakan surveilens sebagai komponen penting untuk mengidentifikasi praktek atau kegiatan dari infeksi yang seharusnya menjadi focus programnya. Pendekatan berdasarkan risiko menggunakan surveilens sebagai komponen penting untuk penggumpulan dan analisis data yang mengarahkan assesmen risiko. Rumah sakit menggumpulkan dan mengevaluasi data dan tempat infeksi yang relevan sebagai berikut: a) Saluran pernafasan ,seperti: prosedur dan peralatan terkait dengan intubasi,dukungan ventilasi mekanis,tracheotosmy dan lain sebagainya. b) Saluran kemih seperti: prosedur invansife dan peralatan terkait dengan indwelling urinary kateter,system drainase urin dan lain sebagainya. c) Peralatan intravaskuler invansife,seperti insersi dan pelayanan kateter vena sentral,saluran vena periferi dan lain sebagainya. d) Lokasi operasi, seperti: pelayanan dan tipe pembalutluka dan prosedur aseptic terkait e) Penyakit dan organisme yang signifikan secara epidemiologis,multi drug f)



resistant organism,vurulensi infeksi yang tinggi. Muncul dan pemunculan ulang (emerging atau reemerging) infeksi di masyarakat. 15



Maka rumah sakit menetapkan: 1. Rumah sakit menetapkan fokus program melalui pengumpulan data 2.



dan tempat infeksi yang relevan. Data yang dikumpulkan tentang saluran pernafasan, saluran kemih, peralatan intravaskular invasif, lokasi operasi, penyakit dan organisme yang signifikan secara epidemiologis,multi drug resistant organisme,virulensi infeksi yang tinggi.Adanya muncul dan pemunculan ulang (emerging atau reemerging) di masyarakat di



3.



kumpulkan dan evaluasi atau dianalisis. Berdasarkan evaluasi/analisis data tersebut maka diambil tindakan



4.



memfokus atau memfokus ulang program PPI. Rumah sakit melakukan asesmen terhadap risiko paling sedikit setiap tahun dan hasil asesmen di dokumentasikan.



9. Pengawasan Peralatan Kadaluwarsa Pada umumnya peralatan/bahan medis(cairan infus,kateter,benang dan yang sejenisnya) tercetak tanggal dan kadaluarsa nya.Bila tanggal dan kadaluarsa pada bahan-bahan ini telah terlewati,pabrik tidak menjamin sterilitas,keamanan atau stabilitas dari item tersebut. Beberapa bahan memuat pernyataan yang mengindikasikan bahwa isinya adalah steril sepanjang kemasan utuh. Kebijakna menetapkan proses untuk menjamin penanganan yang benar atas perbekalan yang kadaluarsa maka 1. Ada kebijakan dan prosedur yang konsisten dengan peraturan dan perundangan ditingkat nasional da nada standar profesi yang mengidentifikasi proses pengelolaan peralatan yang kadaluarsa 2. Setiap peralatan/bahan medis yang kadaluwarsa ditempat kan paada tempat yang terpisah dan dimusnahkan sesuai peraturan dan perundangan ditingkat nasional. 3. Apoteker melakukan identifikasi proses pengelolaan peralatan yang kadaluwarsa. 4. Setiap bagian di rumah sakit menjalankan manajemen pencegahan peralatan kadaluwarsa dengan menerapkan first in first out dan FEFO serta relokasi peralatan/bahan medis di suatu bagian yang mendekati



16



massa kadaluwarsa kebagian lain yang lebih mungkin untuk menggunakannya sebelum kadaluwarsa. 10. Pengawasan Pemakaian Ulang Peralatan dan Material Sekali Pakai (single use yang di re use) Peralatan sekali pakai (single use) mungkin bisa dire use dalam keadaan khusus.Ada dua risiko terkait single use dan re use peralatan sekali pakai.Ada peningkatan risiko infeksi,da nada risiko bahwa performa peralatan tersebut mungkin tidak adekuat atau tidak memuaskan setelah diproses ulang.Bila alat single use di re use maka ada kebijakan rumah sakit ysang mengarahkan re use.Rumah sakit konsisten dengan peraturan dan perundangan nasional dan standar profesi termasuk identifikasi untuk peralatan dan material single yang dire use terhadap: a) Peralatan dan bahan/material yang tidak pernah bisa dire use. b) Jumlah maksimun re use khususnya untuk setiap peralatan dan c)



bahan/material yang dire use. Tipe pemakaian dan keretakan ,antara lain yang mengidentifikasikan



d)



bahwa peralatan tidak bisa dire use. Proses pembersihan untuk setiap peralatan yang dimulai segera sesudah



e)



digunakan dan diikuti dengan protocol yang jelas; dan Proses untuk pengumpulan ,analisis dan penggunaan dari data pencegahan dan pengendalian infeksi yang terkait dengan peralatan dan material yang dire use.



Maka rumah sakit harus membuat kebijakan tentang pemakaian ulang peralatan dan material sekali pakai (single use yang dire use): 1.



Penggunaan ulang (re use) harus memperhatikan peralatan dan bahan yang tidak pernah bisa di re use, jumlah maksimal re use khususnya untuk setiap peralatan dan bahan yang di re use, tipe pemakaian dan kerusakan yang menindikasikan bahwa peralatan tidak bisa di re use, proses pembersihan untuk setipe peralatan yang dimulai segera sesudah digunakan dan diikuti dengan prosedur yang jelas, proses untuk pengumpulan, analisis dan penggunaan dari data PPI yang terkait dengan peralatan dan material yang di re use. 17



2.



Pengunaan ulang dapat dilakukan apabila alat tersebut dibutuhkan



3.



penggunaannya namun sulit diperoleh atau sangat mahal harganya. Pemrosesan alat dan bahan single use yang di re use yang di sterilkan dan digunakan kembali harus proses pencatatan dan pengawasan mutu di bagian CSSD.



11. Pengadaan kamar jenazah Rumah sakit mengadakan fasilitas kamar jenazah sebelum jenazah dibawa pulang oleh pihak keluarga. 1. 2.



Area kamar jenazah dan post mortem untuk meminimalisir risiko penularan. Area kamar jenazah dirumah sakit harus sesuai dengan peraturan nasional



3.



yang berlaku untuk meminimalisasi risiko penularan penyakit. Proses pemindahan dan perawatan jenazah harus sesuai dengan prinsip-



4. 5. 6.



prinsip kewaspadaan standar untuk meminimalisasi risiko penularan penyakit. Rumah sakiat tidak melakuan proses pengawetan jenazah. Kamar jenazah harus dilakukan desinfeksi setelah perawatan jenazah. Rumah sakit harus menerapkan kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan trsnsmisi terutama ketika menangani jenazah dengan penyakit menular.



BAB IV TATA LAKSANA PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI



A. KEWASPADAAN UNIVERSAL 1.



Definisi



Universal Precautions atau Kewaspadaan Universal adalah suatu pedoman yang ditetapkan oleh Centers for Disease Control (1985) untuk mencegah penyebaran dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui darah di lingkungan rumah sakit maupun sarana pelayanan kesehatan lainnya. Adapun konsep yang dianut adalah bahwa semua darah dan cairan tubuh tertentu harus dikelola sebagai sumber yang dapat menularkan HIV, HBV dan berbagai penyakit lain yang ditularkan melalui darah. 2.



Pelaksanaan Kewaspadaan Universal 18



Secara singkat, kebijaksanaan pelaksanaan Kewaspadaan Universal (KU) adalah seperti apa yang dikemukakan dibawah ini : a) Semua petugas kesehatan harus rutin menggunakan sarana yang dapat mencegah kontak kulit dan selaput lender dengan darah atau cairan tubuh lainnya dari setiap pasien yang dilayani. Dengan demikian setiap petugas kesehatan harus : a) Menggunakan sarung tangan bila : -



Menyentuh darah atau cairan tubuh, selaput lender atau kulit yang tidak utuh.



-



Mengelola berbagai peralatan dan sarana kesehatan / kedokteran yang tercemar darah atau cairan tubuh.



-



Mengerjakan fungsi vena atau segala prosedur yang menyangkut pembuluh darah. Sarung tangan harus selalu diganti setiap selesai kontak dengan seorang pasien.



b) Menggunakan masker dan pelindung mata atau pelindung wajah bila mengerjakan prosedur yang memungkinkan terjadinya cipratan darah atau cairan tubuh guna mencegah terpaparnya selaput lender pada mulut, hidung dan mata. c) Memakai jubah (pakaian kerja) khusus selama melaksanakan tindakan yang mungkin akan menimbulkan cipratan darah atau cairan tubuh lainnya. b) Tangan dan bagian tubuh lainnya harus segera dicuci sebersih mungkin bila terkontaminasi oleh darah dan cairan tubuh lainnya. Setiap saat setelah melepaskan sarung tangan, tangan harus segera dicuci. c) Semua petugas harus selalu waspada terhadap kemungkinan tertusuk jarum, pisau dan benda/alat tajam lainnya selama pelaksanaan tindakan, saat membersihkan/mencuci peralatan, saat membuang sampah atau ketika membenahi peralatan setelah berlangsungnya prosedur/tindakan. Untuk mencapai tujuan ini, maka jangan menutup kembali jarum suntik setelah selesai dipakai, jangan sengaja membengkokkan atau mematahkan jarum suntik dengan tangan, jangan melepaskan jarum suntik dari tabungnya atau melakukan apapun pada jarum suntik dengan menggunakan tangan. Setelah 19



segala benda tajam digunakan, maka harus ditempatkan di suatu wadah khusus yang tahan/anti tusukan. Wadah ini harus berada sedekat mungkin atau mudah dicapai disekitar arena tindakan. Kemudian wadah kumpulan benda tajam tersebut harus menjamin aman untuk transportasi ke tempat pemrosesan alat ataupun dalam proses pengenyahan. d) Walaupun air liur belum terbukti menularkan HIV, tindakan resusitasi dengan cara dari mulut ke mulut harus dihindari. Dengan demikian di setiap tempat yang mungkin akan kedapatan kasus yang memerlukan resusitasi, perlu disediakan alat resusitasi. e) Petugas kesehatan yang sedang mengalami perlukaan atau ada lesi yang mengeluarkan cairan misalnya menderita dermatitis basah harus menghindari tugas–tugas yang bersifat kontak langsung dengan pasien ataupun kontak langsung dengan peralatan bebas pakai pasien. f)



Petugas kesehatan yang sedang hamil tidak mempunyai resiko lebih besar untuk tertular HIV bila dibandingkan dengan petugas kesehatan yang tidak hamil. Namun demikian bila terjadi infeksi HIV selama kehamilan, janin yang dikandungnya mempunyai resiko untuk mengalami transmisi perinatal. Oleh karena itu, petugas kesehatan yang sedang hamil harus lebih memperhatikan pelaksanaan segala prosedur yang dapat menghindari penularan HIV.



Dengan menerapkan KU setiap petugas kesehatan dapat terlindung semaksimal mungkin dari kemungkinan terpapar oleh infeksi penyakit yang ditularkan melalui darah atau cairan tubuh baik dari kasus yang terdiagnosis maupun yang tidak terdiagnose. Sebagai keuntungan tambahan, transmisi dari kebanyakan infeksi yang ditularkan dengan cara lainpun terhadap petugas kesehatan dan pasiennya akan dikurangi pula. 3. Beberapa petunjuk khusus dalam pelaksanaan KU Kita menyadari bahwa diagnosis dini adanya infeksi oleh berbagai mikroorganisme pada seorang pasien, khususnya infeksi virus seperti HIV, Hepatitis B dll, penting peranannya dalam manajemen kasus. Akan tetapi atas dasar berbagai pertimbangan sampai saat ini penapisan (screening) terhadap berbagai infeksi virus tidak mungkin dilakukan secara rutin. Bahkan pada infeksi oleh HIV terdapat masa 20



jendela yang mana pada masa tersebut darah atau cairan tubuh penderita, sudah dapat menularkan infeksi akan tetapi HIV belum dapat terdeteksi melalui pemeriksaan laboratorium. Oleh karena itu prinsip KU dalam upaya pencegahan infeksi merupakan kunci utama keberhasilan memutuskan rantai transmisi penyakit yang ditularkan melalui darah maupun cairan lainnya. Di bawah ini disampaikan langkah–langkah yang perlu diperhatikan sebagai prosedur pencegahan infeksi, khususnya infeksi HIV. Perlu diingatkan bahwa langkah–langkah di bawah ini tidak mengabaikan pentingnya pelaksanaan prosedur standar dalam tiap–tiap tindakan pemrosesan alat/instrument secara tepat, pembuangan sampah/limbah secara aman dan menjamin kebersihan ruangan tindakan dan lingkungan sekitarnya. a. Kewaspadaan dalam tindak medic Sebagai prosedur pembedahan yang membuka jaringan organ, pembuluh darah, pertolongan persalinan maupun tindakan abortus prosedur hemodialisis dan prosedur operasi gigi mulut termasuk dalam tindak medik invasive beresiko tinggi untuk menularkan HIV bagi tenaga dokter atau pelaksana lainnya. Untuk memutuskan rantai penularan diperlukan barier berupa : 1. Kacamata pelindung untuk menghindari persikan cairan tubuh pada mata. 2. Masker penutup pelindung hidung dan mulut untuk mencegah percikan pada mukosa hidung dan mulut. 3. Plastik penutup badan (skort) untuk mencegah kontak cairan tubuh pasien dengan penolong. 4. Sarung tangan yang tepat untuk melindungi tangan yang aktif melakukan tindak medik invasive. 5. Penutup kaki untuk melindungi kaki dari kemungkinan terpapar cairan yang infektius. b. Kegiatan di Unit Gawat Darurat Unit Gawat Darurat yang umumnya melayani kasus kecelakaan maupun kasus emergensi lainnya harus menyediakan segala peralatan yang berkaitan dengan pelaksanaan KU. Sarana seperti sarung tangan, masker dan gaun khusus harus selalu ada, mudah dicapai dan mudah dipakai. Alat resusitasi harus tersedia 21



dalam keadaan siap pakai dan ada petugas yang terlatih untuk menggunakannya. Disetiap tempat tindakan pelayanan emergency harus tersedia wadah khusus untuk mengelola peralatan tajam. c. Kegiatan di Kamar Operasi 1. Dalam Prosedur Operasi Selain oleh darah secara kontak langsung tertusuknya bagian dari tubuh oleh benda – benda tajam merupakan kecelakaan yang harus dicegah. Oleh karena itu instrument yang tajam jangan diberikan secara langsung ked an dari operator oleh asisten atau instrumentator. Untuk memudahkan hal ini dipakai nampan guna menyerahkan instrument tajam tersebut ataupun mengembalikannya. Operator bertanggung jawab untuk menempatkan benda tajam secara aman. 2. Pada saat menjahit. Pada saat menjahit dilakukan prosedur sedemikian rupa sehingga jari / tangan terhindar dari tusukan. 3. Memisahkan jaringan Jangan menggunakan tangan untuk memisahkan jaringan karena tindakan ini akan menambah resiko. 4. Operasi Sulit. Untuk operasi – operasi yang membutuhkan waktu lebih dari 60 menit dan lapangan kerjanya sulit ( sempit ) dianjurkan untuk menggunakan sarung tangan ganda. 5. Melepaskan baju operasi dilakukan sebelum membuka sarung tangan agar tidak terpapar oleh darah / cairan tubuh dari baju operasi tersebut. 6. Pencucian instrument bekas pakai sebaiknya secara mekanik. Bila mencuci instrument secara manual, petugas harus menggunakan sarung tangan rumah tangga dan instrument tersebut sebelumnya telah mengalami proses dekontaminasi dengan merendam dalam larutan clorin 0,5% selama 10 menit. d.



Kegiatan di Kamar Bersalin



22



Disamping memperhatikan kebutuhan barier yang telah disebutkan diatas, perlu diingatkan bahwa : 1.



Kegiatan di Kamar Bersalin yang membutuhkan lengan / tangan untuk manipulasi instrauterin tentunya harus menggunakan skor dan sarung tangan yang mencapai siku.



2.



Penolong bayi baru lahir harus menggunakan sarung tangan.



3.



Cara pengisapan lender bayi dengan mulut penolong harus ditinggalkan.



4.



Potonglah tali pusat bayi segera setelah lahir, hindari terjadinya cipratan darah.



5.



ASI dari ibu yang terinfeksi HIV mempunyai resiko untuk bayi baru lahir, akan tetapi tidak beresiko untuk tenaga kesehatan.



e.



Prosedur Anesthesia Prosedur Anasthesi merupakan salah satu aktifitas yang dapat memaparkan HIV pada tenaga kesehatan pula. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah 1. Perlu disediakan nampan /troli untuk alat – alat yang sudah dipergunakan. 2. Jarum harus dibuang sesegera mungkin setelah pemakaian ke dalam wadah yang aman. 3. Pakailah obat – obatan sedapat – dapatnya untuk dosis dengan 1 kali pemberian. 4. Menutup spuit adalah prosedur resiko tinggi. 5. Sangat dianjurkan agar petugas anasthesi melewati uji kelayakan terlebih dahulu untuk meminimalkan resiko terluka oleh jarum suntik dan alat lain yang tercemar darah dan cairan tubuh.



f.



Kegiatan pada Unit Laboratorium Petugas dilaboratorium harus menggunakan APD yang sesuai dengan tindakan yang akan dilakukan dengan cara: 1) Masker digunakan pada saat: a) Pengambilan sample keruangan. b) Saat mengerjakan atau membuat sediaan dahak. c) Saat mengerjakan pengecatan BTA. d) Masuk keruang isolasi. 23



2)



Sarung tangan digunakan saat: a) Saat mengambil sample. b) Saat mengerjakan sample. c) Saat mencuci alat-alat.



3) Apron/baju jas labor digunakan saat: a) Sampling keruangan. b) Mengerjakan sample. c) Keruangan-ruangan rawatan. g. Kegiatan pada Unit Radiologi Penggunaan APD dilakukan saat: 1) Apron digunakan saat: Pada saat akan melakukan tindakan exsposure (didalam ruangan radiasi). 2) Sarung tangan digunakan pada saat: Pada saat melakukan tindakan atau kontak dengan pasien 3) Masker digunakan saat melakukan tindakan dan kontak dengan pasien. h. Lokasi kagiatan lainnya yang memerlukan perhatian adalah di mobil ambulan, ruang emergency, dan kamar jenazah. i. Manajemen untuk tenaga kesehatan yang terpapar darah atau cairan tubuh (dekontaminasi). 1.



Paparan secara parenteral melalui tusukan jarum, terpotong dan lain – lain : Keluarkan darah sebanyak – banyaknya, cuci dengan sabun dan air atau dengan air saja sebanyak – banyaknya.



2.



Paparan pada membrane mukosa melalui cipratan kemata : Cuci mata secara “ gentle “ dengan mata dalam keadaan terbuka menggunakan air cairan NaCL.



3.



Paparan pada mulut : Keluarkan cairan infektif tersebut dengan cara berludah kemudian kumur – kumur dengan air beberapa kali.



24



4.



Paparan pada kulit yang utuh maupun kulit sedang mengalami perlukaan, lecet atau dermatitis : cucilah sebersih mungkin dengan air dan sabun antiseptic.



Selanjutnya mereka yang terpapar ini perlu mendapatkan pemantauan pemeriksaan HIV yang adekuat dan kondisi kesehatannya pun harus diperhatikan. Pejamu – pun harus terus dimonitor kemungkinan infeksinya. Selama pemantauan, tenaga kesehatan yang terpapar tersebut memerlukan konseling mengenai resiko infeksi dan pencegahan transmisi selanjutnya. Tentunya individu tersebut diingatkan untuk tidak menjadi donor darah ataupun jaringan, melakukan hubungan seksual yang aman dan mencegah kehamilan. j.



Upaya untuk melaksanakan KU di lingkungan kita. Sebagai petugas kesehatan khususnya yang bekerja di lingkungan rumah sakit sudah selayaknya kita menerapkan KU dalam melaksanakan tugas kita sehari– hari. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diselenggarakan langkah–langkah sebagai berikut :



B.



1)



Identitas unsure–unsure yang terkait.



2)



menilai fasilitas dan kebiasaan yang berlangsung.



3)



Meninjau kembali kebijakan dan prosedur yang telah ada.



4)



Membuat perencanaan (menyusun proposal).



5)



menjalankan rencana yang telah disusun.



6)



mengadakan pendidikan dan pelatihan.



7)



Pemantauan dan supervise pelaksanaan KU secara berkala.



KEWASPADAAN STANDAR 1. Kebersihan tangan/hand hygiene. 2. Alat Pelindung Diri (APD): Sarung tangan,masker,goggle(kacamata pelindung),face shield (pelindung wajah),gaun apron. 3. Peralatan perawatan pasien 4. Pengendalian lingkungan. 5. Pemrosesan peralatan pasien dan penata laksanaan linen. 6. Kesehatan karyawan/perlindungan petugas kesehatan. 7. Penmpatan pasien. 25



8. Hygiene respirasi/etika batuk. 9. Pratek menyuntik yang aman. 10. Pratek untuk lumbal fungsi. Kebersihan tangan/hand hygiene



o hindari menyentuh permukaan disekitar pasien agar tangan terhindar kontaminasi pathogen dari dan kepermukaan. o bila tangan tampak kotor,mengandung bahan berprotein ,cairan tubuh,cuci tangan dengan sabun biasa/antimikroba dengan air mengalir. o bila tangan tidak tampak kotor,dekontaminasi



Alat



Pelindung



Diri



Tangan,masker,goggle pelindung),face wajah),gaun/apron.



(APD):



Sarung



(kacamata shield(pelindung



dengan alcohol handrub o Pakai bila mungkin darah,cairan



terkontaminasi



tubuh,sekresi,ekskresi



dan



bahan kontaminasi,mucus membrane dan kulit yang tidak utuh,kulit utuh yang potensial terkontaminasi. o Pakai sesuai ukuran tangan dan jenis tindakan. o Pakai sarung tangan sekali pakai saat merawat pasien langsung. o Pakai sarung tangan sekali pakai atau pakai



ulang



untuk



membersihakn



lingkungan. o Lepaskan sarung tangan segera setelah selesai,sebelum menyentuh benda dn permukaan



yang



terkontaminasi,atau



sebelum beralih kepasien lain. o Jangan memakai sarung tangan 1 pasang untuk pasien yang berbeda. o Gantilah sarung tangan berpindah dari area tubuh terkontaminasi kearah bersih. o Cuci tangan segera setelah melepaskan sarung tangan. 26



o Pakailah



untuk



melidungi



konjungtiva,mucus,membran mata,hidung,mulut selama melaksanakan prosedur dan aktifitas perawatan pasien yang beresiko terjadi cipratan/semprotan dari darah,cairan tubuh,sekresi,eksresi. o Pilih sesuai tindakan yang dikerjakan. o Masker bedah dapat dipakai secara umum untuk



petugas



RS



untuk



mencegah



transmisi melalui partikel besar dari droplet saat kontak erat (1 m dari yang lain. o Lakukan sebagai standar pratek. o Kunci PPI adalah mengendalikan 32



penyebaran pathogen dari pasien yang terinfeksi untuk transmisi kepada kontak yang tidak terlindungi.Untuk penyakit yang transmisikan melalui droplet nuclei maka etika batuk harus diterapkan kepada semua individu dengan gejala gangguan pada saluran nafas.Pasien ,petugas,pengunjung, dengan gejala infeksi saluran nafas harus: - Menutup mulut dan hidung saat -



batuk atau bersin. Pakai tissue,saputangan,masker, kain/medis bila tersedia,buang ke



tempat sampah. - Lakukan cuci tangan. o Manajemen fasilitas kesehatan /RS harus promosi hygiene respirasi/etika batuk. o Promosi kepada semua petugas,pasien,keluarga



dengan



infeksi



saluran nafas dengan demam. o Edukasi petugas,pasien,kelurga,pengunjung



akan



pentingnya kandungan aerosol dan sekresi dari saluran nafas dalam mencegah transmisi penyakit saluran nafas. o Menyediakan sarana untuk kebersihan tangan



(alcohol



handrub,wastafel



anti



septik,tissue towel),terutama area tunggu Pratek menyuntik yang aman



harus diprioritaskan. o Pakai jarum yang steril,sekali pakai,pada tiap suntikan untuk mencegah kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi. o Bila memungkinkan sekali pakai vial walaupun multidose.Jarum atau spuit yang dipakai ulang untuk mengambil obat dalam 33



vial



multidose



dapat



menimbulkan



kontaminasi mikroba yang dapat menyebar saat obat dipakai untuk pasien lain. o Pemakaian masker pada insersi cateter



Pratek untuk lumbal fungsi



atau injeksi suatu obat kedalam area spinal/epidural melalui prosedur lumbal funksi missal saat melakukan anastesi spinal



dan



epidural,myelogram,untuk



mencegah transmisi droplet flora orofaring. C. KEWASPADAAN TRANSMISI Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi yaitu: 1. Kontak, transmisi kontak tidak langsung terjadi kontak antara orang yang rentan dengan benda yang terkontaminasi,jarum,kassa,tangn terkontaminasi yang belum dicuci atau sarung tangan yan tidak diganti saat menolong pasien satu dengan yang lainnya.kontak dengan cairan sekresi pasien terinfeksi yang ditransmisikan melalui tangan petugas atau benda



mati



dilingkungan



pasien.Petugas



menahan



diri



untuk



menyentuh



mata,hidung,mulut saat masih memakai sarung tangan terkontaminasi ataupun tanpa sarung tangan. Hindari mengkontaminasi permukaan lingkungan yang tidak berhubungan dengan perawatan pasien. 2. Melalui droplet,transmisi droplet melibatkan kontak konjungtiva atau mucus membrane hidung/mulut.Dapat terjadi pada saat pasien terinfeksi batuk,bersin,bicara,intubasi endotracheal,batuk akibat induksi,fifioterapi dada dll. 3. Melalui udara /airbone 4. Melalui common vehicle(makanan,obat,alat,peralatan) 5. Melalui vector(lalat,nyamuk,tikus) Kewaspadaan transmisi ini dapat dilaksanakan terpisah ataupun kombinasi dengan kewaspadaan standar seperti kebersihan tangan dengan mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan menggunakan sabun antiseptic ataupun antiseptic berbasis alcohol,memakai sarung tangan sekali pakai bila kontak dengan cairan tubuh ,gaun



34



pelindung bila terdapat kemungkinan adanya terkena percikan cairan tubuh,memakai masker,google untuk melindungi wajah dari percikan tubuh. D. KEBERSIHAN TANGAN Pedoman kebersihan tangan telah memberikan anjuran tentang kapan dan bagaimana melakukan kebersihan tangan atau menggosok tangan untuk pembedahan, telah mengalami perubahan secara cepat pada masa 15 tahun terakhir, dengan munculnya AIDS pada tahun 1980 an. Kebersihan tangan dengan sabun biasa dan air sama efektifnya dengan kebersihan tangan memakai sabun antimicrobial (Pereira, Lee dan Wade 1990). Pittet dan kawan-kawan pada tahun 2000, melaporkan hasil penelitian tentang kepatuhan tenaga kesehatan dalam menkebersihan tangan, bahwa ada 4 alasan mengapa kepatuhan menkebersihan tangan masih kurang, yaitu:  Skin irritation  Inaccessible handwashing supplies  Being too bussy  No thinking abut it



Kepatuhan menkebersihan tangan di ICU (Spraot, I,J, 1994) kurang dari 50%, sedangkan Galleger 1999 melaporkan bahwa kepatuhan menkebersihan tangan tersebut Individu Dokter Perawat Tenaga kesehatan lainya



Patuh % 33 36 43



Tidak Patuh % 67 64 57



Kegagalan untuk melakukan kebersihan dan kesehatan tangan yang tepat dianggap sebagai sebab utama infeksi nosokomial yang menular dan penyebaran mikroorganisme multiresisten serta diakui sebagai kontributor yang penting terhadap



35



timbulnya wabah (Boyce dan Pittet, 2002), hal ini disebabkan karena pada lapisan kulit terdapat flora tetap dan sementara yang jumlahnya sangat banyak. Flora tetap hidup pada lapisan kulit yang lebih dalam dan juga akar rambut, tidak dapat dihilangkan sepenuhnya, walaupun dengan dicuci dan digosok keras. Flora tetap, berkemungkinan kecil menyebabkan infeksi nosokomial, namun lapisan dalam tangan dan kuku jari tangan sebagian besar petugas dapat berkolonisasi dengan organisme yang dapat menyebabkan infeksi seperti : s.Auresus, Basili Gram Negative, dan ragi. Sedangkan flora sementara, ditularkan melalui kontak dengan pasien, petugas kesehatan lainya, atau permukaan yang terkontaminasi. Organisme ini hidup pula pada permukaan atas kulit dan sebagian besar dapat dihilangkan dengan mencucinta memakai sabun biasa dan air. Organisme inilah yang sering menyebabkan infeksi nosokomial (JHPIEGO, 2004). 1. Kebersihan tangan adalah



Proses membuang kotoran dan debris secara



mekanis dari kulit kedua belah tangan dan mereduksi jumlah mikroorganisme transient dengan menggunakan bahan tertentu. a.



Flora transien dan flora residen pada kulit . Flora transien pada tangan diperoleh melalui kontak dengan pasien ,petugas lain,atau permukaan lingkungan (meja,tensi,stetoskop atau toilet),organisme ini tinggal dilapisan luar kulit dan terangkat saat kebersihan tangan.Flora residen tinggal dilapisan kulit yang lebih dalam serta didalam folikel rambut dan tidak hilang seluruhnya saat dilakukan pencucian dan pembilasan keras dengan sabun dan air mengalirUntungnya pada sebagian kasus ,flora residen kemungkinan kecil terkait dengan penyakit infeksi menular melalui udara seperti flu burung .Tangan atau kuku petugas kesehatan dapat terkolonisasi pada lapisan dalam oleh organisme yang menyebabkan infeksi seperti S .Aureus,batang gram negatif.



b. Sabun Produk pembersih yang bergua untuk menurunkan tegangan permukaan sehingga membantu melepaskan kotoran,debris dan mikroorganisme yang meempel sementara di tangan.sabun biasa memerlukan gosokan untuk melepaskan mikroorganisme secara mekanik,sementara sabun anti septik disamping membersihkan juga dapat membunuh kuman 36



c. Agen antiseptik Bahan kimia yang digunakan untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme baik yang transien atau residen. d.



Emolient Cairan organik seperti gliserol,propilen glikol atau sorbitol yang ditambahkan pada handrub berguna sebagai melunakkan kulit dan membantu mencegah kerusakan kulit.



e.



Air mengalir Air yang secara alami atau kimia yang digunakan untuk kebersihan tangan merupakan air bersih bebas mikroorganisme ,memiliki turbiditas rendah (jernih ,tidak berbau )



2. Tujuan a. Membersihkan kedua tangan dari kotoran . b. Mereduksi jumlah microorganisme transient. 3. Jenis kebersihan tangan a. Kebersihan tangan surgical. b. Kebersihan tangan Aseptik c. Kebersihan tangan sosial d. Kebersihan tangan handrub 4. lima moment kebersihan tangan a. Sebelum menyentuh pasien. b. Sebelum melakukan tindakan aseptik. c. Setelah tersentuh cairan tubuh pasien. d. Setelah menyentuh pasien. e. Setelah menyentuh lingkungan disekitar pasien 5. enam langkah kebersihan tangan a.



Petugas menggosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya.sebanyak 4x



b.



Petugas menggosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari sebanyak 4x. 37



c.



Jari –jari sisi dalam dari kedua tangan petugas saling mengunci sebanyak 4x



d.



Petugas menggosok ibu jari berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya sebanyak 4x



e.



Petugas menggosok dengan memutar ujung jari – jari di telapak tangan kiri dan sebaliknya sebanyak 4x



f.



Petugas menggosok dengan memutar ujung jari – jari di telapak tangan kiri dan sebaliknya sebanyak



6. Hal-hal yang diperhatikan dalam kebersihn tangan: a. Kuku harus seujung jari tangan. b. Cat kuku tidak diperkenankan c. Bila tangan luka atau tidak intak ,harus diobati dan dibalut dengan balutan yang kedap air. d. Jam tangan dan cicncin tidak diperkenankan dipakai E. ALAT PERLINDUNGAN DIRI



Protective barrier umumnya diacu sebagai Alat Pelindung Diri (APD), telah digunakan bertahun-tahun lamanya untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang terdapat pada staf yang bekerja pada suatu unit perawatan kesehatan. Akhir-akhir ini, adanya AIDS dan HCV dan resurgence tuberkulosis di banyak negara, memicu penggunaan APD menjadi sangat penting untuk melindungi staf . Termasuk Alat pelindung Diri a.l: sarung tangan, masker/respirator, pelindung mata (perisai muka, kacamata), kap, gaun, apron dan barang lainnya. Di banyak negara kap, masker, gaun dan tirai terbuat dari kain atau kertas. Penahan yang sangat efektif, bagaimanapun, terbuat dari kain yang diolah atau bahan sintetik yang menahan air atau cairan lain (darah atau cairan tubuh) menembusnya. Bahan-bahan tahan cairan ini, bagaimanapun, tidak tersedia secara luas karena mahal. Di banyak negara, kain katun yang enteng (dengan hitungan benang 140/in²) adalah bahan yang sering dipakai untuk pakaian bedah (masker, 38



kap dan gaun) dan tirai. Sayangnya, katun enteng itu tidak memberikan tahanan efektif, karena cairan dapat menembusnya dengan mudah, yang membuat kontaminasi. Kain dril, kanvas dan kain dril yang berat, sebaliknya, terlalu rapat untuk ditembus uap (yaitu, sulit disterilkan), sangat sukar dicuci dan makan waktu untuk dikeringkan. Bila bahan kain, warnanya harus putih atau terang agar kotoran dan kontaminasi dapat terlihat. 1.



Macam APD : a. Masker b. Sarung tangan c. Kaca mata, d. Topi e. Apron/celemek f.



Pelindung kaki



g. Gaun pelindung h. Helm a. Sarung tangan.  Tujuan memakai sarung tangan : Melindungi tangan dari kontak dengan darah,cairan tubuh,secret,eksekreta,mukosa,kulit yang utuh dan benda-benda yang terkontaminasi.  Jenis sarung tangan : b) Sarung tangan steril: 1. Digunakan di IKO, poli gigi atau poli bedah 2. Digunakan saat pembedahan atau prosedur invasif



39



3. Penggunaanya sekali pakai. c) Sarung tangan tidak steril 1. Digunakan di rawat inap, IPSRS, kebersihan 2. Digunakan saat akan bersentuhan dangan cairan atau mukosa tubuh atau bahan berbahaya c) Sarung tangan rumah tangga 1. Digunakan di linen, gizi, IPAL 2. Digunakan untuk menyentuh bahan bahan yang memerlukan perlakuan khusus (piring yg licin, mencuci linen yang tebal, dll)  saat petugas menggunakan sarung tangan : 1)



Sebagai barieer protekif dan mencegah kontaminasi yang berat (saat akan menyentuh cairan tubuh,sekresi,ekskresi,mukosa membran dan kulit yang tidak utuh).



2)



Untuk menghindari transmisi mikroba ditangan petugas ke pada pasien (saat akan melakukan tindakan aseptik atau menangani benda – benda yang terkontaminasi)



3)



Untuk mencegah tangan petugas terkontaminasi mikroba dari pasien lain (saat penggunaan sarung tangan yang benar,krn sarung tangan belum tentu tidak berlubang walaupun kecil)



 Hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan sarung tangan; 1. Kebersihan tangan sebelum dan sesudah melepas sarung tangan. 2. Gunakan sarung tangan berbeda untuk setiap pasien . 3. Hindari jamahan pada benda-benda lain. 4. Teknik menggunakan dan melepas sarung tangan harus dipahami. 40



b.



Pelindung wajah. Tujuan : melindungi selaput lendir ,hidung,mulut,dan mata . Jenis alat : 1. Masker. 2. Kaca mata. 3. Face sheild.



c. Masker Jenis masker: 1.



Masker bedah a) Masker yang digunakan saat pembedahan di kamar operasi, poli gigi, poli bedah, VK b) Di ganti bila basah atau selesai pembedahan c) Masker harus bisa menutupi hidung, muka bagian bawah, rahang dan semua rambut muka d) Digunakan untuk menahan tetesan keringat yang keluar sewaktu bekerja ,bicara, batuk atau bersin dan juga untuk mencegah cipratan darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi masuk ke dalam hidung atau mulut.



2. Masker khusus 



Digunakan pada saat penanganan pasien, air bone disease, pasien yang mendapatkan imunosupresan atau petugas atau pasien yang sakit batuk.







Digunakan untuk pencegahan penyakit H5N1,TBC di ruang isolasi.







Karena saat ini rumah sakit belum memiliki masker N95 maka untuk penggunakan diruang isolasi TBC menggunakan masker bedah rangkap 2.



3.



Masker biasa. 41



 Digunakan dalam keiatan sehari- hari kegiatan yang menimbulkan bau (saat pengelolaan sampah,kamar mandi,ipal dll)  Digunakan saat menderita batuk pilek..  Dugunakan saat timdakan perawatan yang menimbulkan bau (personal higiene,Membantu Bab,Bak,perawatan luka) d. Gogless (kacamata)  Digunakan untuk melindungi dari cipratan darah atau cairan tubuh lainnya yang terkontaminasi. Pelindung mata termasuk pelindung plastik yang jernih, kacamata pengaman, pelindung muka dan visor.  Digunakan untuk prosedur bedah dan kemoterapi,mengosongkan drinage.



e.



Apron (Clemek)  Apron steril digunakan untuk prosedur pembedahan atau yang beresiko terjadi cipratan atau kontak dengan cairan tubuh pasien.  Digunakan untuk melindungi dari cairan atau bahan kimia di ruang linen , dapur, IPAL, Laboratorium, VK.  Saat menangani pencucian peralatan bekas digunakan pasien (instrumen,urinal,pispot,bemgkok dll)



f.



Gaun. 1.



Tujuan : Melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau percikan darah atau cairan tubuh lainnya yang dapat mencemari baju.



42



2. Jenis Gaun : 1) Gaun pelindung tidak kedap air. 2) Gaun pelindung kedap air. 3) Gaun steril. 4) Gaun non steril. 3. Indikasi penggunaan gaun : Tindakan atau penanganan alat yang memungkinkan pencemaran /kontaminasi pada pakaian petugas seperti ;  Seperti membersihkan luka bakar.  Tindakan drainage.  Menuangkan cairan terkontaminasi ke dalam lubang pembuangan WC atau Toilet.  Menangani pasien perdarahan masif.  Tindakan bedah.  Perawatan gigi. Gaun segera diganti jika terkontaminasi cairan tubuh pasien. g.



Pelindung kaki Tujuan : - Melindungi kaki petugas dari tumpahan /percikan darah atau cairan tubuh lainnya dan mencegah dari kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhann alkes. - Digunakan dalam operasi dan menolong persalinan>



43



 Terbuat dari plastik yang menutupi seluruh ujung dan telapak kaki digunakan untuk melindungi kaki dari:  Cairan atau bahan kimia yang berbahaya  Bahan atau peralatan yang tajam h.



Topi (penutup kepala)  Digunakan untuk melindungi rambut dan kepala dari cairan tubuh atau bahan berbahaya.  Mencegah jatuhnya mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit kepala petugas terhadap alat-alat di daerah steril dan juga sebaliknya melindingi kepala petugas dari bahan – bahan berbahaya dari pasien.  Digunakan saat melakukan tindakan yang memerlukan area steril yang luas (operasi,pemasangan kateter vena sentral.)



i.



Helm 



Terbuat dari plastik







Digunakan untuk melindungi kepala dan digunakan pekerjaan yang berhubungan dengan bangunan.



2.



Kegiatan lainya tentang kapan kebersihan tangan dan penggunaan alat pelindung dilakukan ? No



Kegiatan



.



Cuci



Sarung



Jubah/



Masker



tanga



tangan Steril bias



Celemek



/



n



Google



a Perawatan umum 1.



Tanpa luka 44







2.



Memandikan



bedding  Reposisi Luka terbuka  Memandikan



bedding  Reposisi 3. Perawatan perianal 4. Perawatan mulut 5. Pemeriksaan fisik 6. Penggantian balutan  Luka operasi  Luka decubitus  Central line  Arteri line  Cateter intravena Tindakan Khusus.



/



/



























K/P



√ √ √ √



√ √ √ K/P



K/P √ K/P



K/P



K/P K/P K/P K/P K/P



K/P K/P K/P K/P K/P



K/P K/P K/P



K/P K/P K/P √ K/P



K/P K/P



K/P K/P



K/P K/P K/P K/P



√ K/P √ K/P √√



√ √ √ √ √



√ √ √ √



7. Pasang cateter urine 8. Ganti bag urine / ostomil 9. Pembilasan lambung 10. Pasang NGT 11. Mengukur suhu axilia 12. Mengukur suhu rectal 13. Kismia 14. Memandikan jenazah Perawatan saluran nafas



√ √ √ √ √ √ √ √







15. Tubbing ventilator 16. Suction 17. Mengganti plaster ETT 18. Perawatan TT 19. PF dengan stethoscope 20. Resusitasi 21. Airway management Perawatan Vasculer



√ √ √ √ √ √ √



22.







Pemasangan infuse







√ √ √ K/P √ √ √



√ √ √



Lebi



K/P √ √



√ √



√√







K/P



K/P







K/P



K/P



h 23.



Pengambilan darah vena







baik Lebi



45



h 24.



Punksi arteri







baik Lebi







K/P



K/P



√ √ √



K/P



h baik



30.



25. 26. 27.



Penyuntikan IM / IV / SC Penggantian botol infuse Pelesapan dan penggantian



√ √ √







28. 29.



selang infuse Percikan darah / cairan tubuh Membuang sampah medis Penanganan alat tenun.



√ √ √



√ √ √







F. TINDAKAN INVANSIVE 1. Tindakan Invansive a. Penggolongan tindakan invasif 1. Tindakan Invasif Sederhana. Tindakan invasive sederhana adalah suatu tindakan memasukkan alat kesehatan kedalam tubuh pasien sehingga memungkinkan mikroorganisme masuk kedalam tubuh dan menyebar ke jaringan. Contoh : Suntikan, pungsi ( vena, lumbal, pericardial, pleura suprapubik ), bronkoskopi, angiografi, pemasangan alat ( kontrasepsi, kateter intravena, kateter jantung, pipa endotrakeal, pipa nasogastrik, pacu jantung ). 2. Tindakan Invasif Operasi. Tindakan invasive oeprasi adalah suatu tindakan yang melakukan penyayatan pada tubuh pasien dan dengan demikian memungkinkan mikroorganisme masuk kedalam tubuh dan menyebar. b. Sumber Infeksi pada Tindakan Invasive 1.



Petugas a.



Petugas umum adalah semua petugas yang bekerja sekitar ruang tindakan 



Tidak memperhatikan hygiene perorangan.







Tidak mencuci tangan. 46







Bekerja tanpa memperhatikan tehnik aseptic dan antiseptic.







Tidak memahami cara penularan / penyebaran kuman pathogen.







Menderita penyakit menular / infeksi / karier.







Tidak mematuhi tata tertib di kamar operasi.







Tidak memperhatikan tehnik aseptic / antiseptic.







Bekerja ceroboh dan masa bodoh terhadap lingkungan.







Tidak menguasai tindakan yang dilakukan.



b.



Petugas khusus adalah semua petugas yang bekerja didalam kamar tindakan. 



Tidak memperhatikan kebersihan perorangan.







Mempunyai penyakit infeksi / menular / karier.







Tidak mematuhi tata tertib yang berlaku di kamar operasi.







Tidak memperhatikan tehnik aseptic / antiseptic.







Ceroboh dalam bekerja.







Tidak memperhatikan hygiene perorangan.







Kuku panjang







Mencuci tangan dengan cara yang tidak benar.



2.



Alat 



Tidak steril.







Diluar batas waktu yang ditetapkan ( kadaluwarsa ) tanpa disterilkan lagi.







Untuk pemakaian berulang tanpa disterilkan lagi.







Penyimpanan tidak baik.







Kotor.







Rusak / karatan.



3.



Pasien 



Higiene pasien tidak baik.







Keadaan gizi tidak baik.







Menderita penyakit kronis.







Menderita penyakit infeksi / menular / karier. 47







Sedang menapatkan pengobatan imunosupresif.







Persiapan pasien dari ruang rawat tidak baik.







Daerah sekitarnya terdapat tanda – tanda infeksi, missal : sakit kulit, dsb.



4.



Lingkungan 



Penerangan / sinar matahari tidak cukup.







Sirkulasi udara harus cukup, tidak lembab dan berdebu.







Dijaga kebersihannya.







Menghindari serangga.







Mencegah air tergenang.







Tempat sampah selalu dalam keadaan tertutup.







Tidak ada serangga.







Permukaan lantai harus rata dan tidak berlubang.







Ruangan bersih, kering dan tidak berbau.







Dinding kamar operasi harus licin mudah dibersihkan.







Sudut ruangan tidak tajam.







Mengatur system sirkuasi udara dalam kamar operasi.







Cahaya cukup terang.







Dipisahkan lalu lintas untuk petugas, pasien, barang bersih dan kotor.







Jumlah petugas yang keluar masuk ke kamar operasi dibatasi.







Ruangan dibersihkan secara rutin, mingguan atau pada kasus infeksi tertentu.



2.



TINDAKAN NON INVANSIVE a. Pengertian Tindakan non invasive adalah suatu tindakan medis dengan menggunakan alat kesehatan tanpa memasukkan kedalam tubuh pasien yang memungkinkan mikroorganisme masuk ke dalam jaringan. 48



Contoh : Tindakan EKG, USG, pengukuran suhu tubuh, pengukuran tekanan darah, pengukuran nadi, pemeriksaan reflek tonus treadmill tes, pemasangan holter dan lain – lain. b. Sumber Infeksi pada tindakan non invasive Infeksi pada tindakan non invasive dapat terjadi karena kontak langsung antara 1) Pasien yang menderita penyakit infeksi / menular / karier dapat menularkan penyakit yang diderita kepada pasien lain. 2) Pasien dengan petugas. a) Petugas yang menderita penyakit infeksi / menular / karier dapat menularkan penyakit yang diderita kepada pasien atau sebaliknya. b) Petugas dapat menjadi perantara penularan penyakit. 3) Pasien dengan pengunjung Pasien dapat menularkan penyakit yang dideritanya kepada pengunjung atau sebaliknya. 4) Pasien dengan Alat Pasien dapat menularkan kuman penyakit yang diderita ke alat – alat yang telah digunakan atau sebalikya. 5) Pasien dengan lingkungan. Pasien dapat menularkan kuman penyakit yang dideritanya ke lingkungan sekitarnya atau sebaliknya. 6) Pasien dengan air. Pasien dapat menularkan kuman penyakit yang dideritanya ke air yang dipergunakan atau sebaliknya. 7) Pasien dengan makanan Pasien dapat menularkan kuman penyakit yang diderita ke makanan atau sebaliknya. c. Pencegahan Infeksi pada Tindakan Non Invasif 1) Pasien Isolasi pasien yang diduga menderita penyakit infeksi atau menular. 2) Petugas Mencuci tangan lebih dahulu sebelum dan sesudah kontak dengan pasien 49



3) Pengunjung 



Yang sedang menderita sakit tidak diperkenankan mengunjungi pasien.







Menggunakan barrier nursing sewaktu mengunjungi pasien yang berpenyakit infeksi / menular.







Jumlah dibatasi.



4) Alat 



Yang digunakan harus bersih dan kering.







Yang telah terkontaminasi segera dibersihkan dengan bahan desinfektan dan kemudian disterilkan.







Yang terkontaminasi oleh pasien dengan penyakit tertentu (misalnya gas gangrene) dimusnahkan.



5) Lingkungan 



Lingkungan pasien / kamar dijaga selalu dalam keadaan bersih dan kering.







Sirkulasi udara dalam kamar harus lancar.







Penerangan / sinar matahari dalam kamar harus cukup.







Tempat sampah selalu dalam keadaan tertutup.







Tidak ada serangga didalam kamar pasien.







Untuk penyakit tertentu (misalnya gas gangrene) ruangan dihapus hamakan sebelum dipakai kembali.



6) Air. 



Kualitas air tersedia memenuhi syarat kesehatan yaitu batas bebas kuman, tidak berbau, tidak berwarna, jernih dan bersih.







Jumlah air yang tersedia memenuhi kebutuhan pasien.







Air minum harus dimasak sampai mendidih.







Bak tempat penampungan air dibersihkan secara rutin minimal 2 kali seminggu.







Dicegah adanya genangan air limbah.



7) Makanan 



Selalu dalam keadaan tertutup. 50







Yang sudah rusak / terkontaminasi dibuang.







Diberikan sesuai dengan diet yang dianjurkan.







Pemberian dari luar rumah sakit harus dicegah.



3. TINDAKAN INVANSIVE PADA ANAK DAN NEONATUS Tindakan terhadap anak / neonatus dapat berupa tindakan invasive, invasive operasi maupun tindakan non invasive. Pencegahan infeksi pada tindakan terhadap anak / neonatus meliputi : a. Petugas 



Harus dalam keadaan sehat.







Tidak menderita penyakit menular seperti tuberkulosa, penyakit saluran nafas lainnya. Penyakit gastro intestinal, penyakit kulit atau mukokutaneus seperti herpes dan lain – lain.







Pakaian petugas yang bekerja dibangsal anak / neonatus berlengan pendek agar mudah untuk mencuci tangan.







Sebelum dan sesudah kontak dengan pasien harus mencuci tangan dengan antiseptic atau sabun serta air mengalir.







Khusus bila kontak dengan neonatus tangan harus dicuci sampai ke siku dengan sabun dan air mengalir serta digosok dengan sikat ( pertama kali masuk bangsal ) kemudian dapat dipakai larutan antiseptic.







Sebelum masuk ke bangsal neonatus, topi, masker dan sarung tangan hanya dipakai pada waktu melakukan tindakan invasive seperti fungsi lumbal, ganti darah, kateterisasi umbilical / jantung.







Kuku harus pendek, memperhatikan kebersihan diri dan lingkungan



b. Alat 



Semua alat yang dipakai selalu dalam keadaan bersih dan kering.







Harus dalam keadaan steril kalau mungkin alat disterilkan dengan autoklaf atau dapat juga dengan menggunakan desinfektan setelah alat dibersihkan. 51







Inkubator / tempat tidur bersih dan kering kalau mungkin disterilkan dengan desinfektan / detergen. Tempat tidur / incubator dibersihkan setiap bayi / anak dipulangkan / dipindah / meninggal.







Bayi / anak hanya boleh disatu tempat tidur selama 1 minggu.







Tempat tidur tidak boleh dibersihkan selama anak berada ditempat tidur.



c. Pasien anak / neonatus 



Kulit harus dalam keadaan bersih dan kering, demikian juga tali pusat.







Kulit tempat tindakan invasive ( pengambilan darah, inmfus, lumbal pungsi ) harus dibersihkan dulu dengan zat antiseptic.







Isolasi / memisahkan bayi yang sehat dari bayi yang diduga ada infeksi.







Bayi / anak masing – masing harus mempunyai perlengkapan sendiri dan sebaliknya dicuci dibangsal bayi.







Susu, dot, botol susu sebaiknya disetrilkan diautoklaf sub atmospheric pressure ( proses pasteurisasi ) yang khusus dipkai di dapur susu.







Pakaian / alas tempt tidur, selimut bayi / anak sebaiknya disediakan setiap 8 jam untuk sekali pakai.







Perlengkapan bayi / anak harus dibawa ketempat perawatan dalam keadaan steril dan tertutup. Khusus untuk neonatus sebaiknya pakaiannya dipakai yang disposibel.







Pakaian kotor harus dikumpulkan dalam plastic tertutup dan diganti dengan yang bersih setiap 8 jam.







Bahan / zat yang dipakai untuk membersihkan pakaian bayi harus diketahui oleh dokter ruangan bayi / anak untuk mencegah kelainan yang mungkin timbul terhadap bayi.



d. Lingkungan 



Kamar / ruang peralatan cukup sinar matahari yang masuk ketempat perawatan sehingga secara tidak langsung bayi yang kuning mendapatkan terapi sinar.



52







Kamar / ruang harus ada penerangan / sinar yang diperlukan untuk menghangatkan ruangan.







Penyediaan air bersih untuk keperluan pasien.







Penyediaan air bersih untuk keperluan pasien.







Lantai, dinding dan jendela dibersihkan dengan desinfektan / detergen atau penghisap debu kering yang diikuti dengan wet vaccum pick up machine. Bagian yang harus dibersihkan adalah sekitar pasien dan lingkungan tempat perawatan.



e. Urine merupakan sumber infeksi, oleh sebab itu perlu Mencuci tangan sebelum dan sesudah : 



Memeriksa pasien.







Pemakaian alat prosedur.







Pemeriksaan genital.







Menampung / memeriksa urine.



G. RUANG (KOHORTING) 1.



Penerapan di Rumah Sakit KOHORT precaution merupakan bagian integral dari program pengendalian infeksi nosokomial Tujuan KOHORT Precaution bertujuan untuk mencegah transmisi mikroorganisme pathogen dari satu pasien ke pasien lain dan dari pasien ke petugas kesehatan atau sebaliknya. Karena agen dan host lebih sulit dikontrol maka pemutusan mata rantai infeksi dengan cara Isolation Precaution sangat diperlukan.



2.



Airborne Precaution a.Penempatan pasien 53



Tempatkan pasien di kamar tersendiri yang mempunyai persyaratan sebagai berikut: 



Tekanan udara kamar negative dibandingkan dengan area skitarnya.







Pertukaran udara 6 – 12 kali/jam.







Pengeluaran udara keluar yang tepat mempunyai penyaringan udara yang efisien sebelum udara dialirkan ke area lain di rumah sakit.







Selalu tutup pintu dan pasien berada di dalam kamar







Bila kamar tersendiri tidak ada, tempatkan pasien dalam satu kamar dengan pasien lain dengan infeksi mikroorganisme yang sama atau ditempatkan secara kohort.







Tidak boleh menempatkan pasien satu kamar dengan infeksi berbeda.



b. Respiratory Protection  Gunakan perlindungan pernapasan (N 95 respirator) ketika memasuki rungan pasien yang diketahui infeksi pulmonary tuberculosis  Orang yang rentan tidak diberarkan memasuki ruang pasien yang diketahui atau diduga mempunyai measles (rubeola) atau varicella, mereka harus memakai respiratory protection (N 95) respirator.  Orang yang immune terhadap measles (rubeola), atau varicella tidak perlu memakai perlindungan pernafasan. c. Patient Transport  Batasi area gerak pasien dan transportasi pasien dari kamar, hanya tujuan yang penting saja.  Jika berpindah atau transportasi gunakan masker bedah pada pasien 3. Droplet Precaution a. Penempatan Pasien  Tempatkan pasien di kamar tersendiri  Bila pasien tidak mungkin di kamar tersendiri, tempatkan pasien secara kohart  Bila hal ini tidak memungkinkan, tempatkan pasien dengan jarak 3 ft dengan pasien lainya b.



Masker







Gunakan masker bila bekerja dengan jarak 3 ft



54







Beberapa rumah sakit menggunakan masker jika masuk ruangan



c.



Pemindahan pasien







Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar pasien, kecuali untuk tujuan yang perlu







Untuk meminimalkan penyebaran droplet selama transportasi, pasien dianjurkan pakai masker



4.



Contact Precaution a.



Penempatan pasien







Tempatkan pasien di kamar tersendiri







Bila tidak ada kamar tersendiri, tempatkan pasien secara kohart



b.



Sarung tangan dan kebersihan tangan.



 Gunakan sarung tangan sesuai prosedur  Ganti sarung tangan jika sudah kontak dengan peralatan yang terkontaminasi dengan mikroorganisme  Lepaskan sarung tangan sebelum meninggalkan ruangan  Segera kebersihan tangan dengan antiseptic / antimicrobial atau handscrub  Setelah melepas sarung tangan dan kebersihan tangan yakinkan bahwa tangan tidak menyentuh peralatan atau lingkungan yang mungkin terkontaminasi, untuk mencegah berpindahnya mikroorganisme ke pasien atau lingkungan lain. c.



Gaun



 Pakai gaun bersih / non steril bila memasuki ruang pasien bial diantisipasi bahwa pakaian akan kontak dengan pasien, permukaan lingkungan atau peratalan pasien di dalam kamar atau jika pasien menderita inkontaneia, diare, fleostomy, colonostomy, luka terbuka  Lepas gaun setelah meninggalkan ruangan.  Setelah melepas gaun pastikan pakaian tidak mungkin kontak dengan permukaan lingkungan untuk menghindari berpindahnya mikroorganisme ke pasien atau lingkungan lain d.



Transportasi pasien



55



Batasi pemindahan pasien dan transportasi pasien dari kamar, hanya untuk tujuan yang penting saja. Jika pasien harus pindah atau keluar dari kamarnya, pastikan bahwa tindakan pencegahan dipelihara untuk mencegah dan meminimalkan resiko transmisi mikroorganisme ke pasien lain atau permukaan lingkungan dan peralatan. e.



Peralatan Perawatan Pasien



 Jika memungkinkan gunakan peralatan non kritikal kepada pasien sendiri, atau secara kohort  Jika tidak memungkinkan pakai sendiri atau kohort, lakukan pembersihan atau desinfeksi sebelum dipakai kepada pasien lain. 5.



Recommendation Isolation Precaution “administrative Controls” a. Pendidikan Mengembangkan system pendidikan tentang pencegahan kepada pasien, petugas, dan pengunjung rumah sakit untuk meyakinkan mereka dan bertanggung jawab dalam menjalankanya. Adherence to Precaution (ketaatan terhadap tindakan pencegahan) b. Secara periodic menilai ketaatan terhadap tindakan pencegahan dan adanya perbaikan langsung. Dengan mengelompokan satu jenis penyakit berdasarkan cara penularannya: 1. Setiap pasien yang menular harus dirawat di ruang isolasi tersendiri. 2. Saat



ini



RSIA



Norfa



Husada



belum



memiliki



ruang



isolasi



tersendiri,kedepannya akan direncakan untuk pengadaan ruang isolasi pasien menular yang sesuai ketentuan ,untuk merawat pasien ,RSIA Norfa Husada menggunakan cara Pengelompokan (Kohorting ) pasien menular TBC,diare berat,varicella perdarahan tak terkontrol,luka lebar dengan cairan keluar. 3. Setiap pasien harus memakai masker bedah (surgical mask rangkap 2) atau masker N 95(bila mungkin) pada saat petugas berada diruangan tersebut. Ganti masker setiap 4-6 jam dan buang di tempat sampah infeksius. Pasien tidak boleh membuang ludah atau dahak di lantai – gunakan penampung 56



dahak/ludah tertutup sekali pakai (disposable) 4. Setelah selesai melakukan tindakan jas tersebut harus dilepaskan dengan hati-hati dan masukkan kedalam tempat tertutup dilengkapi dengan laundry bag yang berlabel ISOLASI. Tempat tersebut diletakkan di dekat pintu keluar ruang isolasi. Setelah itu petugas harus kebersihan tangan di dalam ruang isolasi. 5. Setiap ruang isolasi harus dilengkapi dengan peralatan: 



Termometer







Stetoskop







Tensimeter







Wadah/bed pan (jika tidak ada kamar mandi sendiri)







Tempat pembuangan limbah infeksius: o Jas o Instrumen o Sampah termasuk sisa makanan, alat makan







Fasilitas kebersihan tangan di dalam ruang kohorting







Barrier atau penghalang .







APD yang sesuai.



H. PENGELOLAAN LINEN DAN LAUNDRY Untuk mencegah penularan infeksi RSIA Norfa Husada mengembangkan system pengelolaan Linen yang berdasar pada kondisi linen setelah dipakai serta penggunaan linen pada bagian. Memproses linen terdiri dari semua langkah yang diperlukan untuk mengumpulkan, membawa, dan memilih (menyortir) linen kotor dan membinatu (mencuci, mengeringkan, melipat, atau membungkus), kemudian menyimpan dan mendistribusikannya. Memproses linen secara aman dari berbagai sumber adalah suatu proses yang rumit. Prinsip-prinsip dan langkah-langkah utamanya tercantum dalam Staf yang ditugasi untuk mengumpulkan, membawa dan memilih linen kotor harus sangat berhati-hati. Mereka harus memakai pakaian tebal atau sarung tangan rumah tangga untuk mengurangi risiko perlukaan oleh jarum atau benda tajam, termasuk pecahan gelas .



57



Staf yang bertanggung jawab terhadap pencucian barang kotor harus memakai sarung tangan utiliti, alat pelindung mata, dan apron plastik atau karet Pengelolaan linen infeksius dibedakan dengan pengelolaan linen non infeksius untuk mengurangi penyebaran infeksi. Petugas linen dan laundry melakukan housekeeping terhadap linen yang digunakan pada pasien serta peralatan kerja dengan melakukan klorinasi. Batasan Operasional Pengelolaan Linen dan Laundry di RSIA Norfa Husada :



a.



Pengambilan Linen. Pengambilan linen kotor dilakukan oleh petugas laundry keruangan dengan menggunakan APD dan menggunakan trolly tertutup.Untuk linen infeksius ditempatkan dalam tempat /ember yang tertutup dan linen infeksius telah dimasukkan dalam kantong plastic berwarna kuning dan diikat,sedangkan linen non infeksius ditempatkan dalam wadah/ember tersendiri yang juga dalam keadaan tertutup.



b.



Pemilahan Linen Linen dipilah dan dihitung dilaundry sesuai dengan tingkat kekotoran,warna dan infeksius,kemudian linen dimasukkan kedalam trolli untuk non infeksius dan ember tertutup untuk linen infeksius.



c.



Penimbangan Linen Linen ditimbang dengan timbangan kilo kemudian linen dimasukkan kedalam trolli untuk non infeksius dan ember tertutup untuk linen infeksius.



d.



Pencucian Linen Pencucian Linen dilakukan dengan memasukkan linen infeksius kemesin cuci dengan kapasitas 35 kg dengan memprogram “ berat”,untuk linen non infeksius dimesin cuci non infeksius dengan program “ sedang” untuk tingkat kotoran sedang.dan linen jenis tebal atau “ringan” untuk tingkat kekotoran ringan dan linen jenis tipis dan ukuran kecil.



e.



Penyetrikaan dan Pelipatan Linen yang telah dikeringkan dibawa keruang pelipatan kemudian dilipat dan disetrika kemudian disendirikan dirak penyimpanan linen bersih berdasar ruang masing-masing.



f.



Distribusi



58



Petugas laundry mengantar linen bersih keruangan perawatan masing-masing dengan menggunakan trolly bersih yang tertutup dengan membawa buku catatan pengantaran linen.linen yang diserahkan dicocokkan dengan jumlah linen pagi oleh petugas laundry. g.



Perbaikan linen Ruangan mengirim linen yang rusak ke laundry dan petugas laundry bertugas memperbaiki linen yang rusak,jika linen tidak bias diperbaiki,laundry memberitahu keruangan ,linen dimasukkan keinventaris rusak.



h.



Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan yang dilakukan dilaundry antara lain: pencatatan linen yang disetorkan kelaundry,pencatatan



linen



yang



didistribusikan,dan



linen



rusak,pelaporan



chemical,plastic,linen rusak. J. PENGELOLAAN LIMBAH 1.



Pengertian Limbah dan Jenis-jenis Limbah a. Pengelolaan limbah adalah semua kegiatan,baik administratif,maupun operasional (termasuk



kegiatan



transportasi)



,melibatkan



penanganan,perawatan,mengkondisikan,penimbunan,dan pembuangan limbah. b. Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat,cair dan gas. c. Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan non medis. d. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius,limbah patologi,limbah benda tajam,limbah farmasi,limbah sitotoksik,limbah kimiawi, limbah radioaktif,limbah container bertekanan dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi: e. Limbah infeksius. Limbah yang diduga mengandung pathogen (bakteri,virus,parasite dan jamur) dalam jumlah yang cukup untuk menyebabkan penyakit pada penjamu yang rentan meliputi: 



Kultur dan stok agen infeksius dari aktivitas laboratorium







Limbah hasil operasi atau otopsi dari pasien yang menderita penyakit menular. 59







Limbah pasien yang menderita penyakit menular.







Limbah pasien yang menderita penyakit menular dari bagian isolasi.







Alat atau materi lain yang tersentuh orang yang sakit.



f. Limbah patologis adalah limbah yang berasal dari jaringan tubuh manusia meliputi: 



Organ tubuh.







Janin.







Darah







Muntahan,urin dan cairan tubuh yang lain.







Jaringan tubuh yang tampak nyata (anggota badan dan plasenta yang tidak melalui penguburan).



g. Limbah benda tajam. Limbah dengan materi padat yang dapat menyebabkan luka iris atau luka tusuk meliputi: 



Jarum suntik







Kaca sediaan (preparat glass)







Infus set







Ampul/vial obat.







Pecahan kaca dan lain-lain.



h. Limbah farmasi. Yaitu limbah yang mengandung bahan-bahan farmasi meliputi: Produk farmasi, obat,vaksin serum yang sudah kadaluarsa,tumpahan obat dll. Obat-obat kadaluarsa,obat yang dikembalikan oleh pasien dan limbah yang dihasilkan selama peracikkan/produksi obat. Termasuk sarung tangan,masker,botol/kotak yang berisi residu dll. i.



Limbah sitotoksik. Limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan pemberian obat sitotoksik untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup.Limbah sitotoksik sangat berbahaya dan bersifat mutagenic,teragonik,karsinogenik meliputi: 60







Obat-obat sitotoksika.







Muntahan,urin/tinja



pasien



diterasi



dengan



obat-obatan



sitotatik,zat



kimia,maupun radiokatif.  j.



Formaldehid.



Limbah kimiawi. Yaitu



limbah



yang



mengandung



zat



kimia



yang



berasal



dari



aktifitas



diagnostic,pemeliharaan kebersihan dan pemberian desinfektan meliput:



k.







Zat kimia fotografis.







Reagensia.







Solven dll.



Limbah radioaktif. Yaitu bahan yang mengandung zat kimia yang berasal dari penggunaan medis atau riset radionuclide. Limbah ini berasal dari:



l.







Tindakan kedokteran nuklir,radio immunossay







Bakteriologis dapat berbentuk padat,cair atau gas.



Limbah container bertekanan tinggi. Yaitu limbah medis yang berasal dari kegiatan instalasi kesehatan yang memerlukan gas meliputi: 



Gas dalam tabung.







Cartridge







Kaleng aerosol dll.



m. Limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi Limbah medis yang mengandung logam berat yang tinggi termasuk dalam sub kategori limbah berbahaya dan biasanya sangat toksik meliputi: n. Limbah logam merkuri yang berasal dari bocoran peralatan kedokteran (thermometer dan stetoscope).Tambal gigi. o.



Limbah padat non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit diluar medis yang berasal dari dapur,perkantoran,taman dan halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada tekhnologinya.



61



p.



Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme,bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.



q.



Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal darikegiatan pembakaran dirumah sakit seperti incinerator,dapur,perlengkapan generator,anastesi dan pembuatan obat sitotoksis.



r.



Minimalisasi limbah adalah upaya yang dilakukan rumah sakit untuk mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dengan cara mengurangi bahan menggunakan kembali (reuse) dan daur ulang limbah (reycle).



s.



Incenerasi adalah proses dengan proses suhu tinggi untuk mengurangi isi dan berat limbah.Proses ini biasanya dipilih untuk menangani limbah yang tidak dapt didaur ulang,dipakai lagi atau dibuang ketempat pembuangan limbah atau tempat kebersihan perataan tanah.



2.



Pengaturan Limbah Pengaturan limbah diperlukan untuk mencegah kontaminasi dan penyebaran infeksi yang meluas. Limbah dipisahkan sesuai dengan jenis limbah rumah sakit. Rumah Sakit membuang benda tajam dan jarum secara aman dikumpulkan dalam wadah yang khusus yang tidak tembus (puncture proof).Pembuangan benda tajam dan jarum konsisten dengan kebijakan PPI rumah sakit. Limbah medis infeksius dipisahkan dengan limbah domestic. Pemisahan jenis limbah juga dipisahkan antara limbah medis padat, cair dan tajam. a. Penimbunan Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang kontinyu yang pelaksanaannya harus mempertimbangkan: kelancaran penanganan dan penampungan sampah, pengurangan volume dengan perlakuan pemisahan limbah B3 dan non B3 serta menghindari penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis sampah untuk efisiensi biaya, petugas dan pembuangan. b.



Penampungan 62



Penampungan sampah ini wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah bocor atau berlumut, terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak overload. Penampungan dalam pengelolaan sampah medis dilakukan perlakuan standarisasi kantong dan container seperti dengan menggunakan kantong yang bermacam warna seperti telah ditetapkan dalam permenkes RI no 986/Menkes/Per/1992 dimana kantong berwarna kuning dengan lambang biohazard untuk sampah infeksius, kantong berwarna ungu dengan tanda citotoksik untuk limbah citotoksik, kantong berwarna merah dengan symbol radioaktif untuk limbah radioaktif dan kantong berwarna hitam dengan tulisan “domestic”. Untuk sampah medis yang tajam ditempatkan pada tempat yang tidak tembus berupa safety box atau jerigen. Semua peralatan medis yang digunakan pada pasien adalah disposable dan single-use untuk menghindari infeksi silang. c.



Pengangkutan Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan internal dan eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong sebagai yang sudah diberi label, dan dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus. Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ke tempat pembuangan di luar (off-site), pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan angkutan local. Sampah medis diangkut dalam container khusus, harus kuat dan tidak bocor. Dalam pengelolaan dan pembuangan limbah medis padat dan tajam RS Prof. Dr. Tabrani bekerjasama dengan pihak ketiga yang kompeten untuk pemusnahan. Sedangkan limbah medis cair dikelola oleh RS di Instalasi pembuangan air limbah rumah sakit.



K. MANAJEMEN LINGKUNGAN (ENGINEERING CONTROL)



63



Manajemen lingkungan rumah sakit adalah Penataan factor-faktor lingkungan rumah sakit untuk menyehatkan dan memelihara kondisi lingkungan rumah sakit agar pengaruhnya terhadap manusia, pelayanan dan lingkungan sekitar dapat terkendali sesuai dengan ketentuan yang berlaku 1.



Tujuan: a. Mencegah terjadinya infeksi rumah sakit b. Mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan keselamatan kerja c. Meningkatkan estetika dan kenyamanan d. Melindungi lingkungan dari pencemaran e. Memelihara umur hidup fasilitas dan intrastruktur f.



Memenuhi aspek legal bidang kesehatan dan lingkungan



2.



System sirkulasi Perlindungan terhadap pasien merupakan hal yang harus diprioritaskan. Terlalu banyak lalu lintas akan mengganggu pasien, mengurangi efisiensi pelayanan pasien dan meninggikan resiko infeksi, khusunya untuk pasien bedah dimana kondisi bersih sangat penting. Pengaturan jam kunjung dan penunggu pasien ditetapkan sebagai metode pengurangan infeksi dari luar. Mengontrol aktifitas petugas terhdap pasien serta aktifitas pengunjung RS yang datang, agar aktifitas pasien dan petugas tidak terganggu. Tata letak counter perawat dipertimbangkan untuk kemudahan bagi perawat untuk memonitor dan membantu pasien yang sedang berlatih di koridor pasien, dan aktifitas pengunjung saat masuk dan keluar bagian.



3.



System tata udara Pergerakan udara diusahakan untuk meminimalkan sumber penyakit agar tidak menyebar ke udara (airborne) yang memperbesar kemungkinan terjadinya penularan diantara pasien, tenaga medis dan pengunjung. Terutama untuk ruangan-ruangan khusus seperti di Ruang operasi, ruang Isolasi, Kamar bayi, laboratorium dan kamar bersalin dimana diperlukan pengaturan: a. temperatur; b. kelembaban udara relatif; c. kebersihan udara ventilasinya; 64



d. tekanan ruangan; dan e. instribusi udara di dalam ruangan. 4.



Temperature dan kelembaban udara Kebutuhan temperatur dan kelembaban udara relatif, berbeda untuk setiap jenis ruang tergantung dari jenis penyakit, tingkat keparahan pasien ataupun fungsi ruang tersebut. pengkondisian termal dikontrol untuk setiap fungsi ruang dengan tingkat pengaturan individual (individual control).



5.



Kualitas udara Kebutuhan kualitas udara yang bersih berbeda dari satu ruang ke ruang lain sehingga jumlah udara ventilasi yang di masukan kedalam ruangan, dapat menghindarkan adanya kontaminasi dan mengeliminasi sumber-sumber kontaminasi seperti: a.



Debu, Asap, partikel.



b.



Microbial,



Jamur,



Bakteri,



Kuman-kuman sebagai sumber penyakit. 6.



System sanitasi Sistem sanitasi disediakan di dalam dan di luar bangunan gedung untuk memenuhi kebutuhan air bersih, pembuangan air kotor dan / atau air limbah, kotoran dan sampah, serta penyaluran air hujan.



7.



System pendukung System pendukung prasarana yang terdapat di RSIA Norfa Husada antara lain: system air bersih (water supply), tenaga listrik, system pembuangan air limbah RS dan system pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun.



L. PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT Pengelolaan rumah tangga meliputi pembersihan umum rumah sakit dan klinik, yang meliputi lantai, dinding, alat-alat, meja, dan permukaan lain. Maksud pengelolaan rumah tangga adalah 1.



mengurangi jumlah mikroorganisme yang dapat menulari pasien, tamu, staf, dan masyarakat sekitar,



2.



mengurangi risiko kecelakaan, dan



3.



mengupayakan lingkungan yang bersih dan menyenangkan untuk pasien dan staf 65



Umumnya ruangan-ruangan di rumah sakit dan klinik, seperti ruang tunggu dan kantor administrasi, tergolong risiko rendah sehingga cukup dibersihkan dengan sabun dan air. Sedangkan beberapa ruangan seperti toilet/WC, pembuangan darah atau duh tubuh lain, tergolong risiko tinggi memerlukan disinfektan seperti klorin 0.5% atau fenol 1% yang ditambahkan pada larutan pembersih (SEARO 1988). Penggunaan disinfektan selain sabun dan air dianjurkan pula di ruangan-ruangan seperti ruangan operasi, kamar pulih, dan ruang perawatan intensif. M. PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN BANGUNAN 1. Pengelolaan Lingkungan Upaya pengendalian lingkungan adalah berbagai upaya yang dilakukan untuk dapat mengendalikan berbagai faktor lingkungan (Fisik, biologi, dan sosial psikologi ) di RS dengan cara : a.



Meminimalkan atau mencegah terjadinya transmisi mikroorganisme dari lingkungan kepada pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat di sekitar sarana kesehatan sehingga infeksi nosokomial dapat di cegah dengan mempertimbangkan cost efektif



b.



Menciptakan lingkungan bersih aman dan nyaman



c.



Mencegah terjadinya kecelakaan kerja



2. Ruang Lingkup Pengelolaan Lingkungan a. KONSTRUKSI BANGUNAN b. UDARA c. AIR d. PEMBERSIHAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT e. PEMBERSIHAN LINGKUNGAN DI R.GIZI f. PEMBERSIHAN DI RUANG LAUNDRY



3.



Konstruksi dan renovasi bangunan harus memperhatikan a.



Pengertian 66



Cara melakukan perubahan bentuk, penambahan ruangan pada lokasi tertentu yang meliputi design interior, eksterior, civil dan medical. b.



Definisi dari kegiatan konstruksi :  Tipe kegiatan renovasi ada 4 type : 



Tipe A pemeriksaan dan kegiatan pemeliharaan umum. Termasuk namun tidak terbatas pada: penghapusan ubin langit-langit untuk inspeksi visual (terbatas pada 1genteng per 5 m2), lukisan (tetapi tidak pengamplasan); mencakup instalasi dinding; kerja trim listrik; pipa kecil; setiap kegiatan yang tidak menghasilkan debu atau memerlukan pemotongan dinding atau akses ke langit-langit selain untuk inspeksi visual.







Tipe b skala kecil dan jangka pendek,yang menghasilkan debu sedikit. Termasuk, tetapi tidak terbatas pada, instalasi pemasangan kabel telepon dan komputer, akses ke ruang chase,memotong dinding atau langit-langit di mana migrasi debu dapat dikendalikan.







Tipe c kerja apapun yang menghasilkan debu sedang atau tingkat tinggi.Termasuk,



tetapi



tidak



terbatas



pada,



pembongkaran



atau



penghapusan komponen bangunan built-in atau rakitan, pengamplasan dinding untuk lukisan atau mencakup dinding, meliputi penghapusan lantai / wallpaper, ubin dan casework langit-langit, konstruksi dindingbaru, ductwork kecil atau pekerjaan listrik di atas langit- langit, kegiatan pemasangan kabel utama. 



Tipe d penghancuran besar dan proyek konstruksi







Termasuk, tetapi tidak terbatas pada, penghancuran berat, penghapusan sistem plafon yang lengkap, dan konstruksi baru.



c.



Tujuan. Menurunkan terjadinya kontaminasi infeksi yang diakibatkan pembangunan dan renovasi bangunan.



d. Kebijakan



67



Identifikasi kelompok resiko renovasi bangunan. Kelompok 1



Kelompok 2



Rendah Sedang  Area kantor  Perawatan pasien  Tanpa pasien/ dan tidak tercakup area resiko dalam Grup 3 atau rendah yang tidak terdaftar dimanapun



4  Laundry  Kantin  Manajemen



Kelompok 3



Kelompok 4



Sedang Tinggi  UGD  Radiology  Recovery



Tinggi



Rooms  Ruang Maternitas /



Material  Penerimaan/Pemu



VK  Kamar bayi  Lab



langan  Laboratorium tidak



Microbiologi  Farmasi



spesifik seperti



 Area klinis  Kamar Operasi  Kamar prosedur invasif pasien rawat jalan  Area Anastessi & pompa jantung  Semua Intensive Care Unit (kecuali yang tertulis di Grup 4)



Grup 3Koridor Umum (yang dilewati pasien, suplai, dan linen)



Pedoman kontrol infeksi Kelas I



-



Jalankan pekerjaan dengan metode untuk meminimalkan peningkatan debu dari operasi konstruksi



Kelas II



-



Mengganti genteng langit-langit untuk inspeksi visual secepatnya Penyediaan aktif berarti untuk mencegah debu udara menyebaran ke atmosfir



-



Segel pintu yang tidak digunakan dengan lakban.



-



Konstruksi yang mengandung limbah sebelum ditransportasi harus dalam wadah tertutup rapat. 68



-



Pel basah / atau vakum dengan vakum HEPA ber-filiter.



-



Tempatkan lap kaki di pintu masuk dan keluar dari area kerja dan mengganti atau dibersihkan saat tidak ada lagi proses kerja.



-



Isolasi sistem HVACdi daerah mana pekerjaan yang sedang dilakukan/kohort dengan tekanan negatif



Kelas



- Usap casework dan permukaan horizontal saat proyek selesai.  Isolasi sistem HVAC di wilayah di mana pekerjaan tengah dilakukan



III



untuk mencegah kontaminasi dari sistem saluran.  Lengkapi semua barriers pembangunan sebelum konstruksi dimulai.  Jaga tekanan udara negatif dalam tempat kerja menggunakan unit ventilasi saringan HEPA atau metode lain untuk mempertahankan tekanan negatif. Keselamatan umum akan memonitor tekanan udara  Jangan menghilangkan barriers dari area kerja sampai proyek lengkap dibersihkan.  Pel basah atau vakum dua kali per 8 jam periode kegiatan konstruksi atau sesuai yang diperlukan dalam rangka untuk meminimalkan jejak.  Singkirkan bahan penghalang dengan hati-hati untuk meminimalkan penyebaran kotoran dan puing-puing yang terkait dengan konstruksi. Bahan barrier harus diusap basa, Vakum dengan menggunakan HEPA atau berikan kabut air agar lembab sebelum disingkirkan.  Tempatkan limbah konstruksi dalam wadah tertutup rapat sebelum ditransportasi.  Tempatkan keset kaki di pintu masuk dan keluar dari area kerja dan diganti atau dibersihkan saat tidak ada lagi aktifitas kerja



Kelas



 Usap casework dan permukaan horizontal saat proyek telah selesai. - Isolasi sistem HVAC di wilayah di mana pekerjaan tengah dilakukan untuk



IV



mencegah kontaminasi system saluran. -



Lengkapi semua barriers pembangunan sebelum konstruksi dimulai.



-



Jaga tekanan udara negatif dalam tempat kerja menggunakan unit ventilasi saringan HEPA atau metode lain untuk mempertahankan tekanan negatif. Keselamatan umum akan memonitor tekanan udara 69



-



Beri segel pada luban, pipa, saluran dan tusukan untuk mencegah migrasi debu.



-



Bangun anteroom dan mengharuskan semua personil melewati ruangan. Pel basah atau vakum HEPA anteroom tiap hari.



-



Selama pembongkaran, kerja yang menghasilkan debu atau bekerja di langitlangit, sepatu sekali pakai dan baju harus dipakai dan dibuang di anteroom ketika meninggalkan area kerja.



-



Jangan menghilangkan barriers dari area kerja hingga selesai proyek dibersihkan



-



Singkirkan bahan penghalang hati-hati untuk meminimalkan penyebaran kotoran dan puing-puing yang terkait dengan konstruksi.



e.



Pelaksanaan Pengukuran Lingkungan Fisik



1.



Pengukuran suhu  Lokasi Pengukuran -



Ruang operasi



-



Ruang bersalin



-



Ruang pemulihan/perawatan pasien84



-



Ruang observasi



-



Ruang perawatan bayi



 Titik Pengukuran Jumlah titik pengukuran minimal 10% dari jumlah masing-masing ruangan.  Waktu pengukuran



70



Waktu pengukuran dilakukan pada siang hari,khusus ruang operasi harus diperiksa pada saat sebelum dipergunakan. 2.



Pengukuran Kelembaban  Lokasi pengukuran -



Ruang operasi



-



Ruang bersalin



-



Ruang pemulihan/perawatan pasien.



-



Ruang observasi.



-



Ruang perawatan bayi



 Titik Pengukuran Jumlah titik pengukuran minimal 10% dari jumlah masing-masing ruangan.  Waktu pengukuran Waktu pengukuran dilakukan pada siang hari,khusus ruang operasi harus diperiksa pada saat sebelum dipergunakan. 3.



Pengukuran Pencahayaan  Lokasi pengukuran -



Ruang operasi



-



Ruang bersalin



-



Ruang pemulihan/perawatan pasien.



-



Ruang observasi.



-



Ruang perawatan bayi



71



-



Kantor/lobi



-



Ruang farmasi



-



Dapur



-



Ruang cuci



-



Toilet



 Titik Pengukuran Jumlah titik pengukuran minimal 10% dari jumlah masing-masing ruangan.  Waktu pengukuran -



Waktu pengukuran dilakukan pada siang hari,kecuali untuk koridor dilakukan pada malam hari.



-



Pada ruang perawatan,pengukuran dilakukan baik pada saat pasien sedang tidur maupun tidak tidur.



2)



Pengukuran Debu Total(TSP/Total Suspended Particulate)  Lokasi pengukuran -



Ruang pemulihan/perawatan pasien.



-



Bengkel.



-



Ruang cuci



-



Ruang tunggu



 Titik Pengukuran -



Jumlah titik pengukuran minimal 10% dari jumlah masing-masing ruangan.



72



-



Jumlah titik pengukuran sekurang-kurangnya 1 untuk tiap jenis ruangan.



 Waktu pengukuran Siang hari (10.00-13.00 wib) 3)



Pengukuran Kebisingan  Lokasi pengukuran -



Ruang operasi



-



Ruang pemulihan/perawatan pasien.



-



Ruang tunggu



-



Ruang cuci



-



Dapur.



 Titik Pengukuran Pada masing-masing ruangan minimal 10% dari jumlah masing-masing ruangan.  Waktu pengukuran Waktu pengukuran dilakukan pada waktu kerja,kecuali ruang perawatan dan isolasi diluar jam kunjungan. 4)



Pengambilan Sampel Kimia-Gas  Lokasi pengambilan sampel -



Ruang perawatan pasien



-



Ruang laboratprium



-



Instalasi Gizi/dapur.



73



-



UGD



-



Laundry



-



Ruang farmasi.



 Titik pengambilan sampel Jumlah titik sampel minimal 10% dari jumlah masing-masing ruangan.  Waktu pengambilan sampel Pengambilan sampel gas polutan dilakukan pada siang hari. 5) Pengambilan Sampel Mikrobiologi  Lokasi pengambilan sampel -



Ruang operasi.



-



Ruang perawatan.



-



Instalasi isolasi



-



Ruang cuci



-



Dapur.



 Titik Pengambilan Sampel Jumlah titik sampel minimal 10% dari jumlah masing-masing ruangan.  Waktu pengambilan sampel -



Ruang operasi dilakukan menjelang operasi (ruangan siap digunakan)



-



Ruang perawatan dan isolasi dilakukan pembersihan ruangan.



74



4.



Pengkajian Resiko Infeksi pada Konstruksi dan Renovasi Rumah Sakit a)



Sebelum melakukan kontruksi atau renovasi bangunan dilakukan analisis terhadap kualitas udara, persyaratan utilisasi, kebisingan, getaran dan prosedur emergensi.



b)



Setiap konstruksi maupun renovasi bangunan yang dilakukan di RS harus mengutamakan keselamatan pasien, pengunjung dan petugas berdasarkan prinsip-prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi .



c)



Pengkajian risiko infeksi dibuat berdasarkan dari panduan Infection Control Risk Assesment (ICRA).



d)



Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (KPPI RS) melakukan pengkajian risiko infeksi dan tindak lanjut berkolaborasi dengan bagian pemeliharaan dan K3 RS.



N. DEKONTAMINASI,DESINFEKSI,DAN STERILISASI 1.



Dekontaminasi merupakan langkah pertama dalam menangani alat bedah dan sarung tangan yang telah tercemar. Hal penting sebelum membersihkan adalah mendekontaminasi alat dan benda lain yang mungkin terkena darah atau duh tubuh. Segera setelah digunakan, alat harus direndam di larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Langkah ini dapat menginaktivasi HBV, HCV, dan HIV serta dapat mengamankan petugas yang membersihkan alat tersebut (AORN 1990; ASHCSP 1986). Sudah lebih dari 20 tahun, dekontaminasi terbukti dapat mengurangi derajat kontaminasi oleh kuman pada instrumen bedah. Misalnya, studi yang dilakukan oleh Nyström (1981) menemukan kurang dari 10 mikroorganisme pada 75% dari alat yang tadinya tercemar dan dari 100 mikroorganisme pada 98% alat yang telah dibersihkan dan didekontaminasi. Berdasarkan penemuan ini, sangat dianjurkan agar alat dan benda-benda lain yang dibersihkan dengan tangan,



didekontaminasi terlebih dulu untuk meminimalkan risiko



infeksi . 2.



Desinfeksi 75



a.



Pengertian Desinfeksi adalah suatu proses baik secara kimia atau secara fisika dimana bahan yang patogenik atau mikroba yang menyebabkan penyakit dihancurkan dengan suatu desinfeksi dan antiseptic.Desinfektan adalah senyawa atau zat yang bebas dari infeksi yang umumnya berupa zat kimia yang dapat membunuh kuman penyakit atau mikroorganisme yang membahayakan menginaktifkan virus.Antiseptik adalah zat – zat yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan hidup.Unit kerja yang bertanggung jawab terhadap penyediaan desinfektan dan antiseptic di rumah sakit adalah Instalasi Farmasi.Instalasi Farmasi mempunyai kegiatan mulai dari perencanaan, pengadaan, pembuatan, penyusunan dan penyaluran desinfektan/antiseptic ke unit pemakai di rumah sakit.



b.



Tekhnik desinfeksi Tehnik desinfeksi yang dilakukan tidak mutlak bebas dari mikroorganisme hidup seperti pada sterilisasi karena desinfektan/antiseptic tidak menghasilkan sterilisasi. Pemilihan desinfetan yang tepat seharusnya memenuhi criteria berikut : 



Daya bunuh kuman yang tinggi dengan toksisitas yang rendah.







Spektrum luas, dapat mematikan berbagai macam mikroorganisme.







Dalam waktu singkat dapat mendesinfeksi dengan baik.







Stabil selama dalam penyimpanan.







Tidak merusak bahan yang didesinfeksi.







Tidak mengeluarkan bau yang mengganggu.







Desinfektannya sederhana dan tidak sulit pemakaiannya.







Biaya murah dan persediaannya tetap ada dipasaran.



Faktor yang mempengaruhi pemilihan desinfektan yaitu sifat-sifat zat kimia yang akan digunakan seperti konsentrasi, temperature, pH dan bentuk formulasinya disamping itu kepekaan mikroorganisme terhadap kerja zat kimia serta lingkungan dimana desinfektan tersebut akan digunakan. c.



Pengawasan Pengawasan desinfeksi dilakukan terhadap penggunaan desinfeksi sangat tergantung kepada pengaruh suhu, pencemaran, pH, aktifitas permukaan, jumlah



76



mikroorganisme dan adanya zat-zat yang mengganggu pada waktu mempergunakan desinfektan.



Proses desinfeksi barang use yang direuse Proses desinfeksi alat medis dapat dikategorikan menjadi : Tingkat



Penerapan



Proses



Penyimpanan



Contoh alat



resiko Kritis



Alat yg



Sterilisasi



Sterilisasi harus



-Alat yang



masuk,penetrasi



steam,sterad



dijaga :



digunakan



dalam jaringan



atau DDT



-bungkusan alat



untuk tindakan



steril,rongga,aliran



harus kering.



invasif.



darah



-kemasan tidak robek -Bungkusan harus dibuat dengan menghambat bioefektif selama penyimpanan. .simpan alat steril pada area steril guna melindungi dari kontaminasi lingkungan. -Alat steril yang tidak dibungkus harus segera 77



dipakai Semi



Alat yang kontak



Sterilsasi



Simpan pada



Alat yang



kritis



dengan selaput



steam/termal



daerah bersih



berhubungan



lendir



dan dengan



dan kering guna



dengan



cairan



melindungi dari



respiratori :



desinfektan



kontaminasi



-LM laringeal



tingkat tinggi



lingkungan



mask. -Vaginal speculum. -endotrakeal non kinkin. -probe invasif ultrasonic (trans vaginal probe). -Fleksible *colonoscope



Non



Alat yang kontak



Bersihkan alat



Simpan dalam



- Breast pump -alatnon invasif



kritis



dengan kulit



dengan



keadaan bersih



equipment:



menggunakan



ditempat yang



* Bedpan dan



detergent dan



kering



urinal.



air .jika



* Manset



menggunakan



tekanan darah.



desinfektan



* bed



gunakan yang



* Termometer.



compatibel



* Tourniket * Tensi meter



Desinfeksi Lingkungan Rumah Sakit -



Permukaan lingkungan : lantai, dinding dan permukaan meja, trolly didesinfeksi dengan detergen netral 78



-



Lingkungan yang tercemar darah atau cairan tubuh lainnya dibersihkan dengan desinfeksi tingkat menengah



3.



Sterilisasi a.



Pengertian



Sterilisasi adalah proses pengolahan suatu alat atau bahan dengan tujuan mematikan semua mikroorganisme termasuk endospora pada suatu alat/bahan. Proses sterilisasi di rumah sakit sangat penting sekali dalam rangka pengawasan pencegahan infeksi nosokomial. Keberhasilan usaha tersebut akan tercermin pada kualitas dan kuantitas mikroorganisme yang terdapat bahan, alat serta lingkungan kerja rumah sakit. Sebaiknya proses sterilisasi di RS dilaksanakan secara sentralisasi dengan tujuan agar tercapainya : a) Efisiensi dalam menggunakan peralatan dan sarana. b) Efisiensi tenaga. c) Menghemat biaya investasi, instalasi dan pemeliharaannya. d) Sterilisasi bahan dan alat yang disterilkan dapat dipertanggung jawabkan. e) Penyederhanaan dalam pengembangan prosedur kerja, standarisasi dan peningkatan pengawasan mutu. Untuk kerja yang bertanggung jawab terhadap proses sterilisasi di rumah sakit adalah Instalasi Sterilisasi Sentral. Instalasi Sterilisasi Sentral mempunyai kegiatan mengelola semua kebutuhan peralatan dan perlengkapan tindakan bedah serta non bedah. Mulai dari penerimaan, pengadaan, pencucian, pengawasan, pemberian tanda steril penyusunan dan pengeluaran barang – barang hasil sterilisasi ke unit pemakaian di RS. b. Tekhnik sterilisasi



79



Sebelum memilih tehnik sterilisasi yang tepat dan efisien diperlukan pemahaman terhadap kemungkinan adanya kontaminasi dari bahan dan alat yang akan disterilkan. Kontaminasi terjadi karena adanya perpindahan mikroorganisme yang berasal dari berbagai macam sumber kontaminasi. Sumber kontaminasi dapat berasal dari : - Udara yang lembab atau uap air. - Perlengkapan dan peralatan di rumah sakit. - Personalia yang di rumah sakit (kulit, tangan, rambut dan saluran nafas yang terinfeksi). - Air yang tidak disuling dan tidak disterilkan. - Ruang yang tidak dibersihkan dan di desinfektan. - Pasien yang telah terinfeksi. Sterilisasi dimaksudkan untuk membunuh atau memisahkan semua mikroorganisme ditetntukan oleh daya mikroorganisme terhadap tehnik sterilisasi. Tehnik sterilisasi ada beberapa cara : a.



b.



Sterilisasi dengan pemanasan : 1)



Pemanasan basah dengan Autoklaf.



2)



Pemanasan kering dengan pemijatan dan udara panas.



3)



Pemanasan dengan bactericid.



Sterilisasi dengan penyaringan.



c.Sterilisasi dengan menggunakan zat kimia. d.Sterilisasi dengan penyinaran. e.Sterilisasi dengan uap tekanan tinggi Penguapan bertekanan tinggi yang menggunakan suatu otoklaf atau dry



heat dengan menggunakan oven adalah metode yang paling tersedia saat ini yang digunakan untuk proses sterilisasi. Sterilisasi uap tekanan tinggi adalah metode sterilisasi yang paling murah dan efektif, tetapi juga paling sulit untuk dilakukan secara benar (Gruendemann dan Mangum 2001). Pada umumnya sterilisasi ini adalah 80



metode pilihan untuk mensterilisasi instrumen dan alat-alat lain yang digunakan pada berbagai fasilitas pelayanan kesehatan. Bila aliran listrik bermasalah, instrumen-instrumen dapat disterilisasi dengan sebuah sterilisator uap nonelektrik dengan menggunakan minyak tanah atau bahan bakar lainnya sebagai sumber panas.



c. Kondisi Standar Sterilisasi Panas 



Sterilisasi uap (Gravitas): Suhu harus berada pada 121ºC; tekanan harus berada pada 106 kPa; 20 menit untuk alat tidak terbungkus 30 menit untuk alat terbungkus. Atau pada suhu yang lebih tinggi pada 132ºC, tekanan harus berada pada 30 lbs/in²; 15 menit untuk alat terbungkus. Catatan: Setting tekanan (Kpa atau lbs/in²) dapat agak berbeda bergantung pada sterilisator yang digunakan. Bila mungkin, ikuti anjuran pabrik.







Panas kering: 170ºC selama 1 jam (total cycle time-meletakkan instrumen-instrumen di oven, pemanasan hingga 170ºC, selama 1 jam dan kemudian proses pendinginan 2-2,5 jam), atau 160ºC selama 2 jam (total cycle



time dari 3-3.5 jam). Ingat:  Waktu paparan mulai hanya setelah sterilisator telah mencapai target  Jangan memuat sterilisator untuk alat tidak terbungkus dengan metode ini lebih pendek, hanya butuh waktu 4 menit. Metode kilat ini biasanya digunakan untuk alat-alat individual.



81



d. Pemilihan tehnik sterilisasi berdasarkan pertimbangan a) Tehnik yang murah, cepat dan sederhana. b) Hasil yang diperoleh benar – benar steril. c) Bahan yang disterilkan tidak boleh mengalami perubahan. e. Pengawasan Suatu bahan steril yang dihasilkan selama dalam penggunaan harus dapat dijamin kualitas dan kuantitasnya. Waktu kadaluwarsa suatu bahan steril sangat tergantung kepada tehnik sterilisasi. Pengawasan terhadap proses sterilisasi dapat dilakukan dengan cara mentest bahan atau alat yang dianggap masih steril dengan memakai indicator fisika, kimia dan biologi tergantung pada tehnik sterilisasi yang digunakan waktu mensterilkan bahan/alat tersebut. f. Pengujian Ada tiga pilihan yang dapat digunakan sebagai tehnik dalam pengujian sterilisasi : a) Pemanasan sample langsung pada media pembenihan. b) Pembilasan penyaring, hasil pembilasan diinkubasikan setelah ditanam dalam media pembenihan. c) Penambahan media pembenihan paket ke dalam larutan yang akan diuji kemudian diinkubasi. Jaminan hasil pengujian dapat dicapai jika pengawasan dimulai semenjak pemilihan bahan dan alat yang akan disterilkan. Tehnik sterilisasi yang akan dipakai sampai dengan proses penyimpanan dan pendistribusian bahan / alat yang sudah steril g. Kegiatan di Unit CSSD RSIA Norfa Husada a.



Unit CSSD berada diinstalasi kamar operasi



b.



Jam penerimaan dan penjemputan bahan yang akan disteril dari



c.



ruangan  Antar pukul 07.00-08.00 WIB  Jemput pukul 14.00 -15.00 WIB Ruangan CSSD terdiri dari 1 ruangan. 82



d.



Alat yang akan disterilkan sudah dalam keadaan bersih dan sudah



e.



dibungkus. Petugas OK memberi labeling dengan indicator tip ditulis ruangan dan tanggal steril.



h. Lima faktor yang kemungkinan besar menghancurkan sterilitas atau membahayakan efisiensi barier bakterial atas materi yang sedang dipak adalah:  Bakteri di udara  Debu  Kelembaban  Berlubang, pecah atau terkoyak segelnya  Terbukanya pak tersebut.  Sebelum menggunakan peralatan yang telah disimpan, periksalah pak tersebut untuk memastikannya tidak terkontaminasi. i. Penanganan dan Pengangkutan Instrumen dan Peralatan Lainnya  Pisahkan instrumen dan peralatan lain yang bersih, steril, dan DTT dari peralatan kotor dan peralatan yang harus dibuang. Jangan memindahkan atau menyimpan peralatan ini bersama-sama.  Memindahkan instrumen dan peralatan lain yang steril dan DTT ke prosedur atau ruang operasi dengan kereta tertutup atau wadah dengan penutup untuk mencegah kontaminasi.  Pindahkan suplai dari seluruh karton dan kotak pengiriman sebelum membawa suplai ini ke dalam ruang prosedur, ruang operasi, atau area kerja CSD yang bersih. (Shipping boxes mengeluarkan debu dan menjadi tempat bersarang serangga yang dapat mengontaminasi area ini.)  Mengangkut suplai dan instrumen kotor ke area penerimaan/pembersihan di CSD dengan tong sampah tertutup dan antibocor.  Mengangkut sampah yang terkontaminasi ke tempat pembuangan dengan tong sampah tertutup dan antibocor. 83



 Untuk informasi tambahan berkenaan dengan penanganan dan pengelolaan peralatan yang akan dibuang) O. PERALATAN YANG SINGLE USE YANG DIRE-USE Dengan berkembangnya teknologi dan tuntutan patient safety,maka peralatan yang digunakan baik langsung maupun tidak langsung sangat mempengaruhi keselamatan pasien.Hal ini terkait kontaminasi yang ditimbulkan jika digunakan kembali , oleh sebab itu dilakukan aturan peralatan yang use dan re-use sbb; 1.



Peralatan yang use (sekali pakai)  Berupa benda tajam  Yang bersentuhan langsung dengan cairan tubuh pasien  Yang penggunaannya dilakukan secara septic. Dibagi menjadi peralatan kritikal,semi kritikal dan non kritikal Kategori Alat-alat medis :



Tingka



Penerapan



Proses



Penyimpanan



Contoh alat



Sterilisasi



Sterilisasi harus



-Alat yang digunakan



masuk,penetrasi



steam,sterad



dijaga :



untuk tindakan



dalam jaringan



atau DDT



-bungkusan alat



invasif.



steril,rongga,aliran



harus kering.



-endoskopidan



darah



-kemasan tidak



assesoris yang



robek



dipakai dlm tindakan



-Bungkusan



invasif:



t resiko Kritis Alat yg



harus dibuat



- alat ERCP



dengan



-Laparoskopi



menghambat



- Broncoskopi



bioefektif selama



- instrument



penyimpanan.



bedah/operasi



.simpan alat steril 84



pada area steril guna melindungi dari kontaminasi lingkungan. -Alat steril yang tidak dibungkus harus segera dipakai Semi



Alat yang kontak



Sterilsasi



Simpan pada



Alat yang



kritis



dengan selaput



steam/termal



daerah bersih dan berhubungan dengan



lendir



atau dengan



kering guna



respiratori :



cairan



melindungi dari



-LM laringeal mask.



desinfektan



kontaminasi



-Vaginal speculum.



chlorine 0,5 %



lingkungan



-endotrakeal non kinkin. -probe invasif ultrasonic (trans vaginal probe). -Fleksible endocopes: *colonoscope *sigmoideskope



Non



Alat yang kontak



Bersihkan alat



Simpan dalam



- Breast pump -alatnon invasif



kritis



dengan kulit



dengan



keadaan bersih



equipment:



menggunakan



ditempat yang



* Bedpan dan urinal.



detergent dan



kering



* Manset tekanan



air .jika



darah.



menggunakan



* bed



desinfektan



* Termometer.



gunakan yang



* Tourniket 85



compatibel



* Tensi meter * Pot obat pasien. * kontainer darah



Batas penggunaan alat medis Alat medis



Frekuensi



Dengan



penggunaan



melihat



Laringeal



ulang&proses 40x



mask



steam



Nasal



5x



spray



steam



Endotrace



40x



a tube non



steam



kinkin Respirator



30x



y valve



steam



Proses kontrol



1.Catat jumlah re-use pada kartu pemeliharaan . 2.Setelah 40x alat langsung dibuang. 3.Bila alat rusak sebelum waktunya segera dibuang 4.Catat jumlah re-use pada kartu pemeliharaan . 5.Setelah 40x alat langsung dibuang. 6.Bila alat rusak sebelum waktunya segera dibuang 7.Catat jumlah re-use pada kartu pemeliharaan . 8.Setelah 40x alat langsung dibuang. 9.Bila alat rusak sebelum waktunya segera dibuang 10. Catat jumlah re-use pada kartu pemeliharaan . 11. Setelah 30x alat langsung dibuang. 12. Bila alat rusak sebelum waktunya segera dibuang



Beast pump



86



Daftar alat medi yang dire-use N



Nama Alat



Ruang



Penggunaan



o 1



Acromionizer Pul



OK



1 (satu) kali re use



OK



1 (satu) kali re use



Radius Incisor (Shaver) 2



Super Turbovac 90 (Arthrocare)



3



Aortic Root



OK



3 (tiga) kali re use



4



Venous Canule



OK



3 (tiga) kali re use



5



Aortic Canule



OK



3 (tiga) kali re use



6



Aortic Punch



OK



3 (tiga) kali re use



8



Biopsi Forcep EGI



Poliklinik Penyakit



7 (tujuh) kali re use



Dalam 9



Spuit BMP



Hematologi



7 (tujuh) kali re use



1



Spuit Biopsy Sumsum



Hematologi



7 (tujuh) kali re use



0



Tulang



1



Biopsi Forcep/Alligator



Poliklinik Paru



7 (tujuh) kali re use



1



Bronchoscopy



1



Aspiration Biopsi Sheet



Poliklinik Paru



7 (tujuh) kali re use



2



Bronchoscopy



1



Cytology



Poliklinik Paru



7(tujuh)kali re use



3



Bronchoscopy



Brushes



2. Hal yang perlu diperhatikan dalam sterilisasi 1). Alat instrumen yang dapat disterilisasi ulang adalah : a. Fisik peralatan setelah proses sterilisasi ulang peralatan tidak berubah keutuhan, fungsional, baik perubahan fisik, kimia biologis. b. Proses pembersihannya mampu menjamin membersihkan semua jenis kotoran biologis dari setiap pemakaian yang sebelumnya dan peralatan bebas dari zat Pyrogenis, Tes Pyrogenisitas dari pabrik c. Bahan yang digunakan tidak menimbulkan zat toksik akibat reaksi kimia dengan pelarut atau zat pembersih 87



d. Produsen alat yang bersangkutan menerapkan siklus-siklus peralatan bersertifikat yang merupakan cara-cara yang telah ditentukan dan diabsahkan untuk pemastian kesterilan, uji-uji untuk keutuhan kemasan, pemeriksaan dan pengendalian prosedur dengan pencatatan pemakaian alat tersebut 2). Semua permohonan untuk memakai kembali peralatan disposible/Re-use atau sekali pakai saja harus tercatat, diketahui dan disetujui oleh PPI(ICN) RSPB untuk memungkinkan pengembangan protokol langkah demi langkah untuk proses ulang 3). Tidak ada peraturan dan undang-undangf untuk indonesia dan prosedur untuk menangani alat-alat yang sudak kadaluarsa, hal ini akan dikonsultasikan ke HICMR sesuai dengan kondisi 4). Dapat digunakan kembali sesuai dengan rekomendasi manufactur-nya. Alat Medis Sekali Pakai dapat digunakan ulang (reuse of single use devices) sesuai kebijakan RS. a. AMSP dapat diproses secara benar/tepat (rasional) dan hasil sterilisasi masih efektif dan efisien baik secara fisik /fungsi, kualitas serta aman digunakan bagi pasien. b. AMSP sangat dibutuhkan penggunaannya, tetapi sulit diperoleh atau sangat mahal harganya c. Pemrosesan AMSP yang disterilkan dan digunakan kembali harus melalui proses pencatatan dan pengawasan mutu di bagian CSSD P. PENGAWASAN PERALATAN KADALUARSA DAN OBAT KADALUARSA 1. Pada umumnya peralatan /bahan medis seperti: a. Cairan infus b. Kateter c. Benang dan yang sejenisnya Tercetak kadaluarsanya.Bila tanggal kadaluarsa pada bahan-bahan ini telah terlewati,pabrik tidak menjamin sterilisasi,keamanan atau stabilitas dari item tersebut. Beberapa bahan memuat pernyataan yang mengindikasikan bahwa isinya adalah steril sepanjang kemasan.Adanya kebijakan menetapkan proses untuk menjamin penangan yang benar atas perbekalan yang kadaluarsa.



88



Dalam hal ini bekerjasama dengan farmasi dalam melakukan pengawasan obat atau bahan yang telah kadaluarsa.



2. Obat yang sudah kadaluarsa akan dilakukan: a.



Penarikan perbekalan farmasi yang disimpan diseluruh rumah sakit ke logistic Farmasi,akan dilakukan apabila:  Rusak yaitu terjadi perubahnan warna ,baud an rasa,konsistensi,keruh,kemasan rusak/sobek atau bocor dan sudah tidak sesuai dengan mutu yang tercantum pada kemasan.  Akan kadaluarsa dalam waktu 6 bulan kecuali untuk vaksin 1bulan sebelum obat tersebut kadaluarsa. 



Terdapat informasi penarikan dari BPOM,instansi yang berwenang,atau distributor yang berkaitan mengenai keamanan produk.Logistic farmasi memberikan informasi secara tertulis kepada KFT apabila perbekalan farmasi tersebut ditarik dari peredaran atau dihentikan produksinya.



b.



Semua perbekalan farmasi



yang



rusak dan kadaluarsa yang ditarik dari



distributor,disimpan dilemari logistic farmasi yang terkunci dan terpisah dari perbekalan farmasi lainnya. c.



Perbekalan farmasi yang rusak dan kadaluarsa tidak bisa dikembalikan ke distributor akan dimusnahkan.Pemusnahan perbekalan farmasi mengikuti aturan perundangundangan yang berlaku.



d.



Untuk obat-obat yang tergolong narkotika didampigi oleh petugas .DKK



3. Obat yang sudah kadaluarsa yang tidak bias dikembalikan ke distributor akan dilakukan pemusnahan dengan cara: a. Kelompokkan obat yang akan dimusnahkan sesuai dengan sediaan obat tersebut. b. Timbang obat yang akan dimusnahkan lalu masukkan kedala incinerator. c. Buang cairan terlebih dahulu ketanah untuk obat dalam bentuk cairan yang dikemas dalam botol.



89



d. Buang cairan melalui IPAL (Instalasi Penggelolaan Air Limbah) apabila bersifat karsiogenik. e. Lakukan pemusnahan bersama dengan petugas K3 dan sanitasi. f.



Buat berita acara pemusnahan dan laporkan kepada direktur.



g. Buat laporan ke Dinas Kesehatan Kota jika ada obat psikotropika dan atau narkotika yang dimusnahkan. Q. PENGGUNAAN OBAT ANTIBIOTIKA SECARA RASIONAL Penyakit infeksi masih merupakan penyakit yang banyak dijumpai di Indonesia sampai saat ini, oleh akrena itu antibiotic masih tetap diperlukan. Perkembangan yang pesat di bidang Farmasi mengingkatkan produksi obat – obatan baru khususnya antibiotic. Produksi antibiotic yang meningkat menyebabkan banyaknya antibiotic yang beredar dipasaran baik dalam jumlah, jenis maupun mutu. Untuk mencegah pemakaian antibiotic yang tidak tepat sasaran, atau kurang rasional maka perlu dibuat suatu pedoman pemakai antibiotic. Oleh karena penggunaan antibiotic yang tidak rasional akan menyebabkan timbulnya dampak negative seperti terjadinya kekebalan kuman terhadap beberapa antibiotic, meningkatnya kejadian efek samping obat, biaya pelayanan kesehatan menjadi tinggi yang pada gilirannya akan merugikan pasien. Atas dasar semuanya ini perlu ada kebijakan rumah sakit tentang pengaturan penggunaan antibiotic agar dapat menekan serendah–rendahnya efek yang merugikan dalam pemakaian / penggunaan antibiotic. 1. Tujuan Untuk membudayakan penggunaan antibiotic secara rasional di rumah sakit sebagai upaya dalam meningkatkan mutu pelayanan sesuai dengan fungsi rumah sakit dengan tidak mengurangi tanggung jawab professional dari dokter dan apoteker dalam pengobatan terhadap pasien. 2. Prinsip penggunaan antibiotic pemilihan antibiotic hendaknya didasarkan atas pertimbangan berbagai factor yaitu spectrum antibiotic, efektifitas, sifat–sifat farmakokinetik, keamanan, pengalaman 90



klinik sebelumnya, kemungkinan terjadinya resistensi kuman, super infeksi dan harga yang terjangkau. Arti penting dari pertimbangan factor–factor ini tergantung dari derajat penyakit dan tujuan pemberian antibiotic apakah untuk profilaksis atau untuk terapi. Diagnose penyebab infeksi sedapat mungkin ditegakkan melalui tata laksana pemeriksaan mikrobiologi klinik yang relevan beserta interprestasi antibiogram yang memadai dan informasi klinik/farmasi klinik mengenai jenis–jenis antibiotic yang tersedia. Idealnya setiap pasien infeksi perlu dilakukan pemeriksaan mikrobiologis yaitu pembuatan sediaan Gram, kultur kuman dan uji kepekaannya untuk menunjang diagnose klinis dan pemberian pengobatan yang tepat. Kultur kuman dan uji kepekaan terhadap antibiotic harus dilakukan pada penyakit– penyakit berikut : sepsis, meningitis, peritonitis, salmonelosis, sigelosis, keracunan makanan karena bakteri, ISPA, tuberculosis dan kandidiasis. Pengambilan spesiman pemeriksaan mikrobiologis dilakukan sebelum pengobatan. Dalam hal uji biakan dan uji kepekaan kuman belum ada hasilnya atau tidak bisa dikerjakan, pemilihan antibiotika ditentukan berdasarkan penilaian klinik penderita, jadi bukan semata–mata atas dasar hasil biakan kuman. 3. Pemberian antibiotic a. Profilaksis 1) Bedah 2) medik b. Terapiutik 1) Empiric 2) Definitive Pada antibiotic profilaksis bedah tujuan utama adalah untuk mengurangi terjadinya ILO dengan mengupayakan konsentrasi antibiotic yang mematikan mikroorganisme pada saat sayatan dimulai sampai operasi selesai. Secara spesifik antibiotic profilaksis bedah adalah untuk mencegah : 



Infeksi yang sering terjadi.







Terjadi infeksi local yang berat (pada protesis sendi, protesis vaskuler).



91







Kemungkinan terjadinya infeksi sistemik yang berat pada pasien yang beresiko tinggi.







Kemungkinan infeksi fatal (operasi penggantian katup jantung).



Syarat pemberian profilaksis adalah antibiotic yang tepat, harus diberikan dalam jangka waktu yang tepat pada lokasi yang tepat dan konsentrasi yang tepat. Antibiotik haus diberikan dengan cara yang tepat tidak boleh mengganggu pasien atau lingkungannya, tidak boleh menyebabkan kekebalan dan harganya murah. Dalam memilih antibiotic profilaksis hendaknya diperhatikan hal–hal sebagai berikut 



Spektrum bakterisida.







Kemungkinan resistensi







Cara pemberian dan penyerapannya.







Konsentrasi pada lokasi infeksi.







Lama bekerja







Metabolisme







Bukti klinis yang baik







Toksisitas yang rendah







Efek samping







Harga



R. SURVEILENS Meskipun berbagai upaya pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit telah dilaksanakan secara optimal, agaknya infeksi nosokomial di rumah sakit akan tetap terjadi, namun demikian jumlah kejadian yang lebih sedikit. Oleh karena itu, untuk mengadakan evaluasi terhadap keberhasilan program pengendalian infeksi nosokomial serta upaya penanggulangannya bila terjadi wabah atau kejadian luar biasa, perlu dilaksanakan surveilans infeksi nosokomial di rumah sakit. Surveilans adalah pengamatan yang sistematis aktif dan terus menerus terhadap timbulnya penyebaran penyakit pada suatu populasi serta keadaan atau peristiwa yang menyebabkan meningkat atau menurunnya resiko untuk terjadinya penyebaran penyakit. Analisa data dan penyebaran data yang teratur merupakan bagian penting dalam proses itu. Kegiatan surveilans meliputi : 92



1. Merumuskan kasus / Kriteria diagnostic Kasus yang akan disurvei perlu dirumuskan atau dibuat suatu criteria diagnostic yang jelas dan teliti yang perlu ditaati secar konsisten dalam proses pengumpulan data terutama beberapa jenis penyakit infeksi yang sering terjadi di rumah sakit.. Ada beberapa rumusan kasus / criteria diagnostic yang akan dibicarakan dibawah ini : a. Infeksi luka operasi Infeksi luka operasi nosokomial adalah infeksi yang terjadi pada operasi bersih atau operasi bersih tercemar, atau pada infeksi dapat di kultur kuman yang berasal dari rumah sakit. Infeksi luka operasi dibedakan menjadi : 1)Luka operasi superficial a) Infeksi terjadi dalam waktu 30 hari setelah operasi. b) Dan Infeksi terjadi pada luka insisi. c) Meliputi kulit, subkutan atau otot diatas fasia. d) Salah satu criteria berikut :



2)







Daerah luka tampak kemerahan dan/atau muncul pus pada luka







Biakan mikroorganisme positif dari cairan luka.







Ahli bedah membuka luka operasi karena ada tanda inflamasi.



Luka operasi profunda a) Infeksi terjadi dalam waktu 30 hari (1 bulan) setelah operasi bila tak ada implant / protheses atau infeksi terjadi dalam 1 (satu) tahun bila dipasang implant. b) Infeksi ada hubungannya dengan operasi tersebut. c) Meliputi jaringan atau rongga dibawah fasia. d) Salah satu dari kriteria berikut : 



Luka tampak kemerahan dan/atau Pus dari drain dibawah fasia.







Luka operasi dihisensi secara spontan atau dibuka oleh ahli bedah sewaktu pasien demam 38 0C dan atau terdapat nyeri local.







Abses atau tanda infeksi lain yang langsung terlibat waktu pemeriksaan, waktu operasi atau secara histopatologis. 93



3)



Infeksi luka operasi pada neonates a) Gejala timbul dalam 1–2 minggu berupa tanda–tanda radang ditempat/disekitar luka operasi seperti panas, merah, bengkak, bernanah



dan



disertai



gejala



umum



:



malas



minum,



hipotermi/hipertermi, takikardia/apnea, hipoglikemia, muntah dan sebagainya. b) Tanda–tanda infeksi terdapat dipermukaan atau lebih dalam sehingga menimbulkan gejala sepsis. c) Biakan dari nanah didapat Gram positif atau Gram negative. 4)



Infeksi luka operasi pada anak a) Ada tanda radang seperti panas, bengkak, merah dan adanya pus ditempat operasi, selulitus atau sepsis pada infeksi yang lebih dalam dengan gejala panas, muntah, anak gelisah. b) Biakan kuman : Gram positif atau Gram negative.



b. Jenis Operasi : 1)



Operasi Bersih : - Operasi pada kasus non trauma. - Operasi yang tak mengenai daerah dengan tanda infeksi. - Operasi yang tak membuka respiratori, urinarius. - Umumnya luka operasi ditutup primer dan tak dipasang drain. Mis : FAM, hernia, lipoma, tiroid, internal fixasi pada fraktur–fraktur tertutup.



2)



Operasi bersih tercemar : - Operasi membuka disgestivus dengan pencemaran nyata. - Operasi membuka biliair dengan empedu yang terinfeksi. - Operasi membuka urinarius dengan urine yang terinfeksi. - Operasi membuka respiratorius dengan infeksi respiratoris. - Operasi pada luka karena trauma yang bersih dan kurang dari 6 jam. Mis : Appendektomi akut dan kronis, kholesistektomi, section alta.



3)



Operasi Tercemar : - Operasi membuka getivus dengan pencemaran nyata. 94



- Operasi membuka billiard dengan empedu yang terinfeksi. - Operasi membuka urinarius dengan urine yang terinfeksi. - Operasi membuka respiratorius dengan infeksi respiratoris. - Operasi pada luka karena trauma yang bersih dan kurang dari 6 jam. Mis : Kholesistektomi pada empyeme KE, operasi membuka kolon dengan pencemaran isi usus luka tusuk tanpa menembus. 4)



Operasi kotor : - Operasi perforasi digestivus, billair, urinarius, respiratosius. - Operasi yang mengenai daerah inflamaasi bakteriel. - Operasi melalui daerah bersih untuk membuka bases. - Operasi luka trauma dengan ada jaringan yang non vital/benda asing/kontaminasi



feces,



kejadian



ditempat



yang



kotor,



pertolongan/operasi dilakukan 6 jam setelah trauma. Mis : Traimatic mputasi, trauma tumpul abdomen dengan perforasi usus, trauma kotor dengan korpus alineum. 2. Infeksi saluran kemih Infeksi saluran kemih nosokomial ialah infeksi saluran kemih yang pada pasien masuk rumah sakit belum ada atau tidak dalam masa inkubasi dan didapat sewaktu dirawat atau sesudah dirawat. a. Infeksi saluran kemih dapat disebabkan :  Endogen perubahan flora normal.  Eksogen : a) prosedur yang tidak bersih / steril b) tangan yang tidak dicuci sebelum prosedur. b. Penggolongan infeksi saluran kemih nosokomial adalah sebagai berikut: 1) Infeksi Saluran Kemih Simtomatik 



Dengan salah satu kriteria dibawah ini,salah satu gejala ini : - Demam > 380C - Disuria - Nikuria (urgency) 95



- Polakisuria - Nyeri Suprapubik. 



Dan biakan urin >100.000 kuman/ml dengan tidak lebih dari dua jenis mikroorganisme Dua dari gejala : - Demam 380C - Disuria - Nikuria - Polakisuria - Nyeri Suprapubik







Dan salah satu tanda : -



Tes carik celup (dipstick) positif untuk leukosit esterase dan atau nitrit.



-



Pluria (10 lekosit/ml atau >3 lekosit/LPB) pada urine yang tidak disentrifus.



-



Mikroorganisme positif pada pewarnaan gram pada urine yang tidak disentlifus.



-



Biakan urine dua kali dengan hasil kuman uropatogen yang sama dengan jumlah >100.000 kuman/ml dari urin yang diambil secara steril.



-



Biakan urin dengan hasil satu jenis kuman uropatogen dengan jumlah 100.000 kuman/ml dan pasien diberi antibiotic yang sesuai.







Diagnosis oleh dokter. Dokter memberikan terapi antibiotika yang sesuai.



2) Infeksi saluran kemih asimtomatik Dengan salah satu criteria dibawah ini : memakai kateter dower selama 7 hari sebelum biakan urin dan tak ada gejala : - Demam 380C - Disuria - Nikuria - Polakisuria - Nyeri suprapubik Biakan urin dengan jumlah >100.000 kuman/ml urin dengan tak lebih dari dua jenis kuman. 96



tidak memakai kateter dower selama 7 hari sebelum biakan urin dengan dua kali hasil biakan >100.000/ml dengan mikroorganisme yang sama yang tak lebih dari dua jenis dan tak ada gejala : - Demam 380C - Disuria - Nikuria - Polakisuria - Nyeri Suprapubik 3) Infeksi Saluran Kemih lain. dari ginjal, ureter, kandung kemih, uretra atau jaringan retroperito neal atau rongga perinefrik) dengan salah satu criteria dibawah ini : 



Biakan positif dari cairan atau jaringan yang diambil dari lokasi yang dicurigai.







Ditemukan abses atau tanda infeksi pada pemeriksaan atau operasi atau secara hispatologis.







Dua dari gejala : - Demam 380C - Nyeri local pada daerah yang dicurigai. - Nyeri tekan pada daerah yang bersangkutan.



 Dan salah satu dari tanda : - Drenase purulen dari daerah yang dicurigai. - Biakan darah positif - Radiologi terdapat tanda infeksi - Diagnosis dokter Dokter memberikan terapi antibiotika yang sesuai 



Pasien berumur 12 bulan. Ditemukan salah satu diantara gejala berikut tanpa penyebab lain : 



Suhu >380C, bertahan minimal 24 jam dengan atau tanpa pemberian antipiretika.







Hipotesi, sistolik 380C) tanpa ditemui penyebab lainnya;







leukopenia atau leukositosis,







untuk penderta berumur > 70 tahun, adanya perubahan status mental yang tidak ditemui penyebab lainnya



b. Dan minimal disertai 2 tanda berikut 



Timbulnya onset baru sputum purulen atau perubahan sifat sputum







Munculnya tanda atau terjadinya batuk yang memburuk atau dyspnea atau tachypnea







Ronki basah atau suara nafas bronkial



103







Memburuknya pertukan gas misal desaturasi O2 (PaO2/FiO2 < 240), peningkatan kebutuhan oksigen atau perlunya peningkatan ventilator.



c. Tanda radiologis pneumonia Bukti adanya pneumonia secara radiologis adalah bila ditemukan > 2 foto serial didapatkan minimal 1 tanda berikut: 



Infiltrat baru atau progresif yang menetap







Konsolidasi







Kavitasi







Pnuematoceles pada bayi berumur < 1 tahun







Untuk bayi < 1 tahun







Buruknya pertukaran gas







Dan Minimal disertai 3 tanda berikut: -



Suhu yang tidak stabil yang tidak ditemukan penyebab lainnya



-



Lekopeni atau lekositosis dan gambaran darah tepi terlihat pergeseran ke kiri (>10% bentuk netrofil bentuk batang)



-



Munculnya onset baru sputum purulen atau perubahan karakter sputum atau adanya peningatan sekresi pernafasan atau peningkatan keperluan penghisapan ( suctioning)



-



Apneu, tachypneu atau pernafasan cuping hidung dengan retraksi dinding dada



-



Ronki basah kasar maupun halus



-



Batuk,



-



Bradikardi atau takikardi.



-



Untuk anak > 1 tahun atau berumur < 12 tahun



-



Minimal ditemukan 3 dari tanda berikut:



-



Demam (suhu >38,40C atau hipotermia < 36,50C) yang tidak ditemukan penyebab lainnya



-



Lekopeni atau lekositosis (AL > 15.000/mm3)



104



-



Munculnya onset baru sputum purulen atau perubahan karakter sputum atau adanya peningatan sekresi pernafasan atau peningkatan keperluan penghisapan ( suctioning)



-



Onset baru dari memburuknya batuk, Apneu, tachypneu



-



Wheezing, ronki basah kasar maupun halus



-



Memburuknya pertukaran gas, misal pO2 < 94%



S. KLB (KEJADIAN LUAR BIASA) Kejadian luar biasa adalah kejadian infeksi yang muncul di masyarakat berdasarkan data epidemiologis dan kejadian yang tiba-tiba muncul dan/atau muncul kembali di suatu tempat di sekitar rumah sakit. 1. Pengumpulan data Data minimal yang perlu dikumpulkan antara lain adalah nama pasien, umur, jenis kelamin, nomor rekam medik, nama ruang, tanggal kejadian. Data lain dapat dikumpulkan hanya apabila akan dilakukan analisis, kadang – kadang dicatat juga diagnosis primer invasive yang dilakukan sebelum terjadi infeksi dan antibiotika yang diberikan. Pengumpulan data monitoring pengendalian infeksi nosokomial 1)Pelaksanaan pengumpulan data untuk infeksi luka infus (phlebitis) : 



Perawat pelaksana mencatat pasien yang terpasang infus dan setiap mengganti infus pada format monitoring infus pasien rawat inap.



 



Perawat mencatat kejadian infeksi luka infus pada format yang tersedia. Tiap awal bulan kepala ruang / anggota PPI yang ditunjuk merekap kejadian infeksi luka infus.







Kepala ruang melaporkan bagian Keperawatan dan PPI.







PPI melaporkan kepada forum mutu untuk menjadi laporan mutu.



2)



Pelaksanaan pengumpulan data untuk infeksi luka operasi : 



Perawat OK/ruangan mempunyai pengetahuan tentang Operasi Bersih, Operasi Bersih Terkontaminasi dan operasi kotor.



105







Perawat OK mengisi lembar monitoring operasi terhadap semua pasien yang dilakukan tindakan operasi.







Perawat ruangan memonitor tanda–tanda infeksi yang terjadi pada luka operasi bersih selama dirawat di rumah sakit.







Perawat mencatat kejadian infeksi luka operasi bersih pada format yang tersedia.







Tiap awal bulan kepala ruang/anggota PPI yang ditunjuk merekap kejadian infeksi luka operasi bersih.







Kepala ruangan melaporkan kepada PPI.







PPI mengevaluasi dan menganalisa serta membuat laporan kepada Forum mutu RSIA Norfa Husada



3)Pelaksanaan pengumpulan data untuk angka kejadian decubitus : 



Perawat pelaksana melakukan pencatatan kegiatan alih baring pada form monitoring tirah baring pasien







Perawat pelaksana mencatat pasien yang terpapar decubitus pada format yang disediakan







Perawat mencatat kejadian decubitus pada format yang tersedia .







Tiap awal bulan kepala ruang/anggota PPI yang ditunjuk merekap kejadian decubitus.







Kasubbag ranap melaporkan kejadian kepada Bagian Keperawatan dan PPI.







PPI mengevaluasi dan menganalisa serta membuat laporan kepada Forum mutu.



4)



Pelaksanaan pengumpulan data untuk infeksi post tindakan di IGD atau Poliklinik : 



Perawat pelaksana mencatat pasien yang terkena infeksi tindakan.







Perawat mencatat kejadian infeksi post tindakan pada format yang tersedia.







Tiap awal bulan kepala ruang/anggota PPI yang ditunjuk merekap kejadian infeksi post tindakan.



106







Kepala ruang melaporkan kepada bagian Keperawatan dan PPI.







PPI melaporkan kepada forum mutu untuk menjadi laporan mutu.



5)



Pelaksanaan pengumpulan data untuk infeksi Saluran kencing : 



Perawat pelaksana mencatat pasien yang terkena infeksi saluran kencing.







Perawat mencatat kejadian infeksi saluran kencing pada format yang tersedia.







Tiap awal bulan kepala ruang/anggota PPI yang ditunjuk merekap kejadian infeksi saluran kencing.







Kepala ruang melaporkan kepada bagian Keperawatan dan PPI.







PPI melaporkan kepada forum mutu untuk menjadi laporan mutu.



6)



Pelaksanaan pengumpulan data untuk infeksi epidemic dan kejadian luar biasa 



Perawat pelaksana mencatat pasien yang terkena infeksi epidemic dan kejadian luar biasa.







Perawat mencatat kejadian epidemic dan kejadian luar biasa pada format yang tersedia.







Tiap awal bulan kepala ruang/anggota PPI yang ditunjuk merekap kejadian infeksi epidemic dan kejadian luar biasa.







Kepala ruang melaporkan kepada bagian Keperawatan dan PPI.







PPI melaporkan kepada forum mutu untuk menjadi laporan mutu.



2. Sekretaris dan anggota PPI : 1). Mengevaluasi laporan/data monitoring pengendalian infeksi yang sudah tersedia. 2). Membuat analisa outbreak infeksi bersama-sama dengan perawat dan dokter. 3). Membuat kesimpulan terjadinya infeksi kepada forum mutu. 4). Membuat laporan rekapitulasi infeksi nosokomial setiap 6 bulan. 5). Untuk KLB (Kejadian Luar Biasa) dilaporkan setiap saat / setiap kejadian. 6). Direktur menerima laporan dari PPI melalui forum mutu dan menindak lanjuti laporan tersebut. 107



3. Penyebaran data / informasi Data infeksi nosokomial yang sudah tersedia dan di analisa oleh PPI di lakukan evaluasi setiap bulan dan di analisis ulang minimal dalam 2 tahun sekali. Setelah ada tindak lanjut dari Direktur, laporan di sebarluaskan atau di informasikan ke PPI, dan bagian terkait. Laporan KLB dilaporkan ke dinas kesehatan segera setelah terjadi kejadian. Laporan kejadian PPI dilaporkan secara periodic minimal 1 kali dalam 1 tahun ke dinas kesehatan setempat.



T. PENGELOLAAAN JENAZAH Untuk mencegah penularan infeksi dari jenazah, RSIA Norfa Husada menyediakan ruang jenazah/area kamar mayat sebagai tempat menyimpan jenazah sementara serta tempat pemulasaraan jenazah. Pasien yang dinyatakan meninggal harus segera dipindahkan ke kamar jenazah paling lama 2 jam setelah dinyatakan meninggal. Pelaksanaan pemulasaraan jenazah dilakukan oleh tim rukti jenazah RS . Apabila kamar jenazah penuh maka jenazah di tempatkan di bangsal rawat yang terpisah dengan pasien yang lain. Apabila ternyata tidak terdapat kamar yang memungkinkan pemisahan jenazah maka jenazah diletakkan di kamar rawatnya dengan penanganan kewaspadaan standar. U. PENGELOLAAN DIIT DAN GIZI Makanan merupakan salah satu komponen penting dalam rantai penyembuhan pasien di RS. Makanan yang diberikan tidak hanya harus memenuhi unsur gizi tetapi juga unsur keamanannya, dalam arti harus bebas dari komponen-komponen yang menyebabkan penyakit. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Makanan. 1. Keamanan Makanan Keamanan makanan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah makanan dari kemungkinan cemaran biologis, kimiawi dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan, sehingga menjadi hal yang mutlak harus dipenuhi dalam proses pengolahan makanan di rumah sakit. Makanan yang tidak aman dapat menyebabkan penyakit yang disebut foodborne disease, yaitu gejala 108



penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi makanan yang mengandung atau tercemar bahan/senyawa beracun atau organisme pathogen. Upaya untuk menjamin keamanan makanan adalah dengan menerapkan jaminan mutu yang berdasarkan keamanan makanan. Prinsip Keamanan makanan meliputi; 1). Good Manufacturing Practices (GMP); 2). Hygiene dan sanitasi makanan (Penyehatan Makanan); dan 3). Penggunaan bahan tambahan makanan. Upay tersebut merupakan program dan prosedur proaktif yang bersifat antisipasi dan preventif, perlu didokumentasikan secara teratur agar dapat menjamin keamanan makanan. a) Good Manufacturing Practices (GMP) atau Cara Pengolahan Makanan yang baik dan benar GMP merupakan kaidah cara pengolahan makanan yang baik dan benar untuk menghasilan makanan/produk akhir yang aman, bermutu dan sesuai selera konsumen. Secara rinci tujuan kaidah ini adalah : 



Melindungi konsumen dari produksi makanan yang tidak aman dan tidak memenuhi syarat







Memberikan jaminan kepada konsumen bahwa makanan yang diproduksi sudah aman dan layak dikonsumsi







Mempertahankan dan meningkatkan kepercayaan terhadap makanan yang disajikan



Penerapan kaidah tersebut dilakukan mulai dari persiapan dan pemilihan bahan makanan sampai penyajian makanan ke konsumen. 2. Pemilihan bahan makanan Bahan makanan mentah menjadi rusak dan busuk karena beberapa penyebab, tetapi yang paling utama adalah kerusakan atau kebusukan karena mikroba. Mutu dan keamanan suatu produk makanan sangat tergantung pada mutu dan keamanan bahan bakunya. Dalam pemilihan bahan makanan, terutama bahan makanan mentah (segar), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum diolah. Hal-hal tersebut adalah: 



Mutu bahan makanan yang terkait nilai gizi;







Kebutuhan bahan makanan;







Kebersihan;







Keamanan/bebas dari unsur yang tidak diharapkan.



109



Bahan makanan yang baik dan berkualitas memiliki ciri-ciri bentuk yang baik dan menarik; ukuran/besar hampir seragam; warna, aroma dan rasa khas; segar dan tidak rusak atau berubah warna dan rasa; tidak berlendir. Setiap jenis bahan makanan memiliki ciri-ciri yang berbeda-beda namun pemilihan makanan yang aman untuk dikonsumsi dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti berikut: 



Pilih makanan dalam keadaan tertutup atau dalam kemasan sehingga terbebas dari debu, lalat, kecoa dan tikus serta mikroba.







Pilih makanan dalam kondisi baik atau sebelum melewati tanggal kadaluarsa.







Amati apakah makanan tersebut berwarna mencolok atau jauh berbeda dari warna aslinya. Snack, kerupuk, mie, dan es krim yang berwarna terlalu mencolok ada kemungkinan telah ditambah zat pewarna yang tidak aman. Demikian juga dengan warna daging sapi olahan yang warnanya tetap merah, sama dengan daging segarnya.







Perhatikan juga kualitas makanan tersebut, apakah masih segar, atau sudah berjamur yang bisa menyebabkan keracunan. Makanan yang sudah berjamur menandakan proses pengawetan tidak berjalan sempurna, atau makanan tersebut sudah kadaluarsa.







Amati komposisinya. Bacalah dengan teliti adakah kandungan bahan tambahan makanan yang berbahaya yang bisa merusak kesehatan. Macam – macam ciri bahan makanan yang baik terdapat dalam standar spesifikasi bahan makanan sub bagian gizi RSIA Norfa Husada.



3. Penyimpanan bahan makanan Cara penyimpanan bahan makanan adalah suatu tata cara menata, menyimpan, memelihara keamanan makanan (kering atau basah), baik kualitas maupun kuantitas (termasuk standar mutu gizi) pada tempat yang sesuai dengan karakteristik bahan makananya. Bahan makanan harus segera disimpan di ruang penyimpanan, gudang atau ruang pendingin setelah bahan makanan memenuhi syarat diterima karena makanan harus disimpan dengan cara mengurangi risiko kontaminasi dan pembusukan. Ruang penyimpanan memiliki peran yang sangat penting untuk menjaga kondisi kualitas dan keamanan makanan agar bahan makanan tetap terjaga. Oleh karena itu sub bagian gizi mempunyai ruang penyimpanan bahan makanan kering yaitu gudang bahan makanan 110



kering, tempat penyimpanan suhu kamar, tempat pendingin, dan tempat pembeku (freezer). Tempat penyimpanan memenuhi persyaratan sebagai berikut : 



Tempat penyimpanan bahan makanan harus terhindar dari kemungkinan kontaminasi baik oleh bakteri, serangga, tikus dan hewan lainnya maupun bahan berbahaya.







Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan first expired first



out (FEFO) yaitu bahan makanan yang disimpan terlebih dahulu dan yang mendekati masa kadaluarsa dimanfaatkan/digunakan lebih dahulu. 



Tempat atau wadah penyimpanan harus sesuai dengan jenis bahan makanan contohnya bahan makanan yang cepat rusak disimpan dalam lemari pendingin dan bahan makanan kering disimpan ditempat yang kering dan tidak lembab.







Ketebalan dan bahan padat tidak lebih dari 10 cm







Kelembaban penyimpanan dalam ruangan : 80% – 90%







Penyimpanan bahan makanan olahan pabrik sesuai petunjuk penyimpanan pabrik. Contoh penyimpanan produk nutrisi enteral disimpan sesuai rekomendasi pabrik.







Makanan dalam kemasan tertutup disimpan pada suhu + 10°C. Penyimpanan bahan makanan harus memperhatikan suhu sebagai berikut : Tabel Suhu dan Lama Penyimpanan Bahan Makanan Mentah dan Segar



No 1



Jenis Bahan Makanan Daging, ikan, udang dan hasil



2



olahannya Telur, buah (kecuali pisang dan



Lama Waktu Penyimpanan < 3 hari < 1 minggu > 1 minggu - 5 – 0°C 5 - 7°C



papaya) dan hasil olahannya Sayur, buah dan minuman Tepung dan biji - bijian (PGRS, 2013)



3 4 



10°C 25°C



- 10°C - - < -10°C 50°C -5 - 0°C 10°C 25°C



< -5°C 10°C 25°C



Penyimpanan bahan makanan tidak menempel pada lantai, dinding atau langit-langit dengan ketentuan sebagai berikut :  Jarak bahan makanan dengan lantai  Jarak bahan makanan dengan dinding



: 15 cm : 5 cm



 Jarak bahan makanan dengan langit – langit



: 60 cm 111



Penyimpanan bahan makanan dibagi menjadi 3 yaitu : a)



Penyimpanan bahan makanan basah Yaitu kegiatan penyimpanan bahan makanan basah/segar. Jenis bahan makaanan segar yang disimpan dan tempat penyimpanannya : No



Tempat beku (frezer)



Tempat pendingin



1



Daging sapi, daging ayam dan Sayuran segar



2



olahannya Ikan, udang dan olahannya



3



Buah (kecuali pisang dan papaya) Telur (untuk penyimpanan dalam jangka waktu lama, namun penyimpanan dlm jangka waktu pendek yaitu maksimal 2 x 24 jam bisa disimpan di sushu ruang)



Penyimpannan bahan makanan segar : 



Suhu tempat harus betul-betul sesuai dengan keperluan bahan makanan, agar tidak menjadi rusak.







Pengecekan terhadap suhu dilakukan dua kali sehari dan pembersihan lemari es dilakukan setiap 2 hari sekali.







Pencairan es pada lemari es harus segera dilakukan setelah terjadi pengerasan. Pada berbagai tipe lemari es tertentu pencairan terdapat alat otomatis di dalam alat pendingin tersebut.







Semua bahan yang akan dimasukan ke lemari es dibungkus plastik







Tidak menempatkan bahan makanan yang berbau keras bersama bahan makanan yang tidak berbau.







Khusus untuk sayuran, suhu penyimpanan harus betul-betul diperhatikan. Untuk buah-buahan, ada yang tidak memerlukan pendingin dalam lemari es, seperti papaya dan pisang.



b) Penyimpanan bahan makanan kering 112



Yaitu kegiatan penyimpanan bahan makanan kering / pabrikan. Penyimpanan bahan makanan kering : 



Bahan makanan harus ditempatkan secara teratur menurut macam golongan ataupun urutan pemakaian bahan makanan.







Menggunakan bahan makanan yang diterima terlebih dahulu (FIFO = First In First



Out). Untuk mengetahui bahan makanan yang diterima diberi tanggal penerimaan. 



Pemasukan dan pengeluaran bahan makanan serta berbagai pembukuan di bagian penyimpanan bahan makanan ini, termasuk kartu stok bahan makanan harus segera diisi tanpa ditunda, letakan pada tempatnya, diperiksa dan diteliti secara kontinyu.







Kartu atau buku penerimaan, stok dan pengeluaran bahan makanan, harus segera di isi dan diletakan pada tempatnya.







Gudang dibuka pada waktu yang telah ditentukan.







Semua bahan makanan ditempatkan dalam tempat tertutup, terbungkus rapat dan tidak berlobang. Diletakan di atas rak bertingkat yang cukup kuat dan tidak menempel pada dinding.







Pintu harus terkunci pada saat tidak ada kegiatan serta dibuka pada waktu-waktu yang ditentukan. Pegawai yang keluar masuk gudang juga hanya pegawai yang ditentukan.







Suhu ruangan harus kering hendaknya berkisar antara 19 – 21°C.







Pembersihan ruangan secara periodik 1 kali seminggu.







Penyemprotan ruangan dengan insektisida dilakukan secara periodik dengan mempertimbangkan keadaan ruangan.







Semua lubang yang ada di gudang berkasa, serta bila terjadi perusakan oleh binatang pengerat, harus segera diperbaiki.



c) Penyimpanan nutrisi enteral Yaitu kegiatan penyimpanan nutrisi enteral sesuai ketentuan pabrik. Produk nutrisi enteral ini disimpan sesuai rekomendasi pabrik agar kualitas bahan tetap terjaga dengan baik. Penyimpanan nutrisi enteral sub bagian gizi RSIA Norfa Husada dilakukan di sub bagian farmasi. Namun pengelolaan, penyimpanan dan pengecekan nutrisi enteral merupakan tanggung jawab sub bagian gizi. 113



Standar penyimpanan dan petunjuk penyimpanan pabrik terlampir.



Langkah – langkah penyimpanan bahan makanan sebagai berikut : 



Petugas gizi membersihkan dan membungkus bahan makanan yang berbau menyengat seperti kopi, teh, daging, ikan dll dan membungkus sayuran menggunakan plastik warna putih dengan rapat.







Petugas gizi memilah dan mengelompokkan bahan makanan sesuai jenisnya







Petugas gizi menulis tanggal bulan dan tahun pembelian bahan makanan basah dan kering pada label ukuran besar.







Petugas gizi menempelkan label yang bertuliskan tanggal bulan dan tahun pembelian pada masing-masing bahan makanan (untuk bahan makanan yang dibungkus plastik, label ditempelkan pada plastik pembungkusnya).







Petugas gizi menyimpan/menata dan merapikan bahan makanan berdasarkan macam, golongan ataupun urutan pemakaian dengan menggunakan metode FIFO



(First In First Out) dan first expired first out (FEFO) pada almari penyimpanan bahan makanan gudang kering maupun gudang basah. Untuk bahan makanan yang terbungkus dan memiliki kode expired penataan disesuaikan dengan tanggal



expired nya. 



Petugas gizi/petugas belanja menulis jumlah barang yang disimpan pada kolom in kartu stok persediaan bahan makanan



4. Pengolahan Makanan Cara pengolahan makanan yang baik dan benar dapat menjaga mutu dan keamanan hasil olahan makanan. Sedangkan cara pengolahan yang salah dapat menyebabkan kandungan gizi dalam makanan hilang secara berlebihan. Secara alamiah beberapa jenis vitamin (B dan C) rentan rusak akibat pemanasan. Bahan makanan yang langsung terkena air rebusan akan menurun nilai gizinya terutama vitaminvitamin larut air (B kompleks dan C), sedangkan vitamin larut lemak (ADEK) kurang terpengaruh. Makanan disiapkan dengan cara mengurangi risiko kontaminasi dan pembusukan dengan cara melakukan pengolahan makan dengan baik yaitu pengolahan makanan yang mengikuti kaidah prinsip-prinsip higiene dan sanitasi atau cara produksi makanan yang baik yaitu :



114



1) Tempat pengolahan makanan atau dapur harus memenuhi persyaratan teknis higiene sanitasi untuk mencegah risiko pencemaran terhadap makanan dan dapat mencegah masuknya lalat, kecoa, tikus dan hewan lainnya. 



Menu disusun dengan memperhatikan: Pemesanan dari konsumen, Ketersediaan bahan, jenis dan jumlahnya, Keragaman variasi dari setiap menu, Proses dan lama waktu pengolahannya,







Pemilihan bahan (sortir) untuk memisahkan/membuang bagian bahan yang rusak/afkir dan untuk menjaga mutu dan keawetan makanan serta mengurangi risiko pencemaran makanan.







Peracikan bahan, persiapan bumbu, persiapan pengolahan dan prioritas dalam memasak harus dilakukan sesuai tahapan dan harus higienis dan semua bahan yang siap dimasak harus dicuci dengan air mengalir.







Peralatan a) Peralatan yang kontak dengan makanan o Peralatan masak dan peralatan makan harus terbuat dari bahan tara makanan (food grade) yaitu peralatan yang aman dan tidak berbahaya bagi kesehatan. o Lapisan permukaan peralatan tidak larut dalam suasana asam/basa atau garam yang lazim terdapat dalam makanan dan tidak mengeluarkan bahan berbahaya dan logam berat beracun seperti Timah Hitam (Pb), Arsenikum (As), Tembaga (Cu), Seng (Zn), Cadmium (Cd), Antimon (Stibium) dan lain – lain. o Talenan terbuat dari bahan selain kayu, kuat dan tidak melepas bahan beracun. o Perlengkapan pengolahan seperti kompor, tabung gas, lampu, kipas angin harus bersih, kuat dan berfungsi dengan baik, tidak menjadi sumber pencemaran dan tidak menyebabkan sumber bencana (kecelakaan) o Peralatan bersih yang siap pakai tidak boleh dipegang di bagian yang kontak langsung dengan makanan atau yang menempel di mulut o Kebersihan alat artinya tidak boleh mengandung Eschericia coli dan kuman lainnya. 115



o Keadaan peralatan harus utuh, tidak cacat, tidak retak, tidak gompal dan mudah dibersihkan. b) Wadah/Tempat Penyimpanan Makanan o Wadah yang digunakan harus mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna dan dapat mengeluarkan udara panas dari makanan untuk mencegah penggembungan (kondensasi). o Terpisah untuk setiap jenis makanan, makanan jadi/masak serta makanan basah dan kering. a) Persiapan pengolahan harus dilakukan dengan menyiapkan semua peralatan yang akan digunakan dan bahan makanan yang akan diolah sesuai urutan prioritas. b) Pengaturan suhu dan waktu perlu diperhatikan karena setiap bahan makanan mempunyai waktu kematangan yang berbeda. Suhu pengolahan minimal 90°C agar kuman pathogen mati dan tidak boleh terlalu lama agar kandungan zat gizi tidak hilang akibat penguapan. c) Prioritas dalam memasak : a) Dahulukan memasak makanan yang tahan lama seperti goreng –gorengan yang kering; b) Makanan rawan seperti makanan berkuah dimasak paling akhir; c) Simpan bahan makanan yang belum waktunya dimasak di kulkas/lemari es. d) Simpan makanan jadi/masak yang belum waktunya dihidangkan dalam keadaan panas e) Perhatikan uap makanan jangan sampai masuk ke dalam makanan karena akan menyebabkan kontaminasi silang; f)



Tidak menjamah makanan jadi/masak dengan tangan tetapi harus menggunakan alat seperti penjepit atau sendok.



g) Mencicipi makanan menggunakan sendok khusus yang selalu dicuci. d) Higiene penanganan makanan a) Memperlakukan makanan secara hati-hati dan seksama sesuai dengan prinsip higiene sanitasi makanan.



116



b) Menempatkan makanan dalam wadah tertutup dan menghindari penempatan makanan terbuka dengan tumpang tindih karena akan mengotori makanan dalam wadah di bawahnya. Pada saat proses persiapan pengolahan makanan (diet) pasien hingga pengolahan makanan petugas gizi tidak diperbolehkan menggunakan asesoris berupa cincin, gelang, maupun jam tangan. 5. Penyimpanan Makanan Masak a) Makanan tidak rusak, tidak busuk atau basi yang ditandai dari rasa, bau, berlendir, berubah warna, berjamur, berubah aroma atau adanya cemaran lain. b) Memenuhi persyaratan bakteriologis berdasarkan ketentuan yang berlaku. o Angka kuman E. coli pada makanan harus 0/gr contoh makanan. o Angka kuman E. coli pada minuman harus 0/gr contoh minuman. c) Jumlah kandungan logam berat atau residu pestisida, tidak boleh melebihi ambang batas yang diperkenankan menurut ketentuan yang berlaku. d) Penyimpanan harus memperhatikan first in first out (FIFO) dan first expired first



out (FEFO) yaitu makanan yang disimpan terlebih dahulu dan yang mendekati masa kadaluasrsa harus dikonsumsi lebih dahulu. e) Tempat atau wadah penyimpanan harus terpisah untuk setiap jenis makanan jadi dan mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna tetapi berventilasi yang dapat mengeluarkanuap air. f)



Makanan jadi tidak dicampur dengan bahan makanan mentah



g) Penyimpanan makanan jadi harus memperhatikan suhu sebagai berikut : Tabel Suhu Penyimpanan Makanan Masak Berdasarkan Jenisnya Suhu Penyimpanan N



Jenis Makanan



o



Disajikan dalam



Akan segera



Belum



waktu lama



disajikan



segera disajikan



1



Makanan kering



2



Makanan basah (berkuah)



3



Makanan



cepat



(santan, telur, susu)



25°C s/d 30°C



basi



> 60°C



- 10°C



> 65,5°C



- 5°C s/d -1°C 117



4



Makanan disajikan dingin



5°C s/d 10°C



< 10°C



(PGRS, 2013) Penyimpanan bahan makanan masak di sub bagian gizi RSIA Norfa Husada hanya dilakukan untuk uji petik sebanyak 1 porsi. Suhu penyimpanan sesuai ketentuan. Jika dalam kurun waktu 1 x 24 jam tidak terjadi kejadian keracunan makanan maka 1 porsi makanan tersebut akan diambil dari tempat penyimpanan makanan untuk dibuang. 6. Pengangkutan Makanan Makanan masak sangat disukai oleh bakteri karena cocok untuk berkembangnya bakteri. Oleh karena itu cara penyimpanan dan pengangkutan harus memperhatikan wadah penyimpanan makanan masak (setiap makanan masak memiliki wadah yang terpisah, pemisahan didasarkan pada jenis makanan dan setiap wadah harus memili tutup tetapi tetap berventilasi serta alat pengangkutan yang khusus). Alat pengangkutan yang digunakan di suba bagian RSIA Norfa Husada berupa troli makan (gizi) tertutup dan troli terbuka yang tebuat dari bahan steinleis steil. a) Pengangkutan bahan makanan : 



Tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3)







Menggunakan kendaraan khusus pengangkut bahan makanan yang higienis







Bahan makanan tidak boleh diinjak, dibanting dan diduduki







Bahan makanan yang selama pengangkutan harus selalu dalam keadaan dingin, diangkut dengan menggunakan alat pendingin sehingga bahan makanan tidak rusak seperti daging, susu cair dsb.



b) Pengangkutan makanan jadi/masak/siap santap : 



Tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3)







Menggunakan kendaraan khusus pengangkut makanan jadi/masak dan harus selalu hidienis yaitu menggunakan troli gizi steinlles steil.







Setiap jenis makanan jadi mempunyai wadah masing-masing dan bertutup. Hindari perlakuan makanan yang ditumpuk, diduduki, diinjak dan dibanting.







Wadah harus utuh, kuat, tidak karat dan ukurannya memadai dengan jumlah makanan yang akan ditempatkan. Wadah tidak dibuka tutup selama perjalanan. 118







Isi tidak boleh penuh untuk menghindari terjadinya uap makanan yang mencair (kondensasi)







Pengangkutan untuk waktu lama, suhu harus diperhatikan dan diatur agar makanan tetap panas pada suhu 60°C atau tetap dingin pada suhu 40°C.



7. Penyajian Makanan Penyajian makanan merupakan rangkaian akhir perjalanan makanan. Makanan yang disajikan adalah makanan yang siap dan laik santap. Hal – hal yang perlu diperhatikan pada tahap penyajian makanan anatara lain sebagai berikut : a) Tempat penyajian 



Perhatikan jarak dan waktu tempuh dari tempat pengolahan makanan ke tempat penyajian serta hambatan yang mungkin terjadi selama pengangkutan karena akan mempengaruhi kondisi penyajian. Hambatan di luar dugaan sangat mempengaruhi keterlambatan penyajian.







Prinsip penyajian makanan o Prinsip pewadahan yaitu sejenis makanan ditempatkan dalam wadah yang terpisah dan memiliki tutup untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. o Prinsip kadar air yaitu makanan yang mengandung kadar air tinggi baru dicampur menjelang penyajian untuk menghindari makanan cepat basi. o Prinsip edible part yaitu setiap bahan yang disajikan merupakan bahan yang dapat dimakan, hal ini bertujuan untuk menghindari kecelakaan salah makan o Prinsip pemisahan yaitu makanan yang disajikan dalam dus harus dipisah satu sama lain. o Prinsip panas yaitu penyajian makanan yang harus disajikan dalam keadaan panas, hal ini bertujuan untuk mencegah pertumbuhan bekteri dan meningkatkan selera makan. Panas yaitu makanan yang harus disajikan panas diusahakan tetap dalam keadaan panas dengan memperhatikan suhu makanan, sebelum ditempat dalam alat saji panas (food warmer/bean merry) makanan harus berada pada suhu > 60°C 119



o Prinsip bersih yaitu setiap peralatan/wadah yang digunakan harus higienis, utuh, tidak cacat atau rusak. o Prinsip handling yaitu setiap peralatan/waqdah yang digunakan harus higienis, utuh, tidak cacat atau rusak. o Prinsip handling yaitu setiap penanganan makanan tidak boleh kontak langsung dengan anggota tubuh. o Prinsip tepat penyajian disesuaikan dengan kelas pelayanan dan kebutuhan. Tepat penyajian yaitu tepat menu, tepat waktu, tepat tata hiding dan tepat volume (sesuai jumlah). Penyajian makanan (diet) pasien ditutup menggunakan wrap untuk menghindari kontaminasi bakteri. 8. Higiene dan Sanitasi Makanan Pengertian Umum Higiene & Sanitasi Pada hakekatnya “hygiene dan Sanitasi” mempunyai pengertian dan tujuan yang hampir sama yaitu mencapai kesehatan yang prima. Hygiene adalah usaha kesehatan preventif yang menitik beratkan kegiatannya kepada usaha kesehatan individu. Sedangkan sanitasi adalah usaha kesehatan lingkungan lebih banyak memperhatikan masalah kebersihan untuk mencapai kesehatan. Sanitasi makanan merupakan salah satu upaya pencegahan yang menitik beratkan pada kegiatan dan tidakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahanaya yang dapat mengganggu atau merusak kesehatan mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama proses pengolahan, penyiapan, pengangkutan sampai ke pasien. Persyaratan hygiene dan sanitasi makanan dan minuman harus sesuai dengan peraturan yang berlaku, mengacu kepada Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1204/MENKES/KEP/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Langkah penting dalam mewujudkan higiene dan sanitasi makanan, adalah : 



Mencapai dan mempertahankan hasil produksi yang sesuai dengan suhu hidangan (panas atau dingin);







Penyajian dan penanganan yang layak terhadap makanan yang dipersiapkan lebih awal; 120







Memasak tepat waktu dan suhu;







Dilakukan oleh penjamah makanan yang sehat mulai penerimaan hingga distribusi;







Memantau setiap waktu suhu makanan sebelum dibagikan;







Memantau secara teratur bahan makanan mentah dan bumbu – bumbu sebelum dimasak;







Panaskan kembali sisa makanan menurut suhu yang tepat (74°C).







Menghindari kontaminasi silang antara bahan makanan mentah, makanan masak melalui organ (tangan), alat makan dan alat dapur.







Bersihkan semua permukaan alat/tempat setelah digunakan untuk makanan.



9. Higiene Tenaga Penjamah Makanan Kebersihan diri dan kesehatan penjamah makanan merupakan kunci kebersihan dalam pengolahan makanan yang aman dan sehat, karena penjamah makanan juga merupakan salah satu vector yang dapat mencemari bahan pangan baik berupa cemaran fisik, kimia maupun biologis. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan penerapan prinsip – prinsip personal



hygiene. a) Mengetahui sumber cemaran dari tubuh Tubuh manusia selain sebagai alat kerja juga merupakan cemaran bagi manusia lain dan lingkungannya termasuk makanan dan minuman. Sumber cemaran tersebut adalah sebagai berikut : 1) Sumber cemaran dari tubuh manusi yaitu tangan, kuku, rambut, mulut, hidung, telinga, organ pembuangan (dubur dan organ kemaluan). Cara-cara menjaga kebersihan diri adalah sebagai berikut : 



Mandi secara teratur dengan sabun dan air bersih dengan cara yang baik dan benar.







Menyikat gigi dengan pasta gigi dan sikat gigi, sebelum tidur, bangun tidur dan sehabis makan.







Berpakaian yang bersih.







Membiasakan diri selalu membersihkan lubang hidung, hidung telinga dan kuku secara rutin, kuku selalu pendek agar mudah dibersihkan. 121







Membuang kotoran ditempat yang baik sesuai dengan persyaratan kesehatan, setelah buang air besar maupun kecil selalu mencuci tangan dengan sabun dan air bersih.







Menjaga kebersihan kulit dari bahan-bahan kosmetik yang tidak perlu.







Memotong kuku dan membersihkan kuku secara periodic.



2) Sumber cemaran lain yang penting yaitu luka terbuka/koreng, bisul atau nanah dan ketombe lain dari rambut. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam upaya pengaanan makanan yaitu : 



Jika terjadi luka teriris, segera ditutup dengan plester tahan air







Jika terdapat koreng atau bisul tahap dini ditutup dengan plester tahan air.







Rambut ditutup dengan penutup kepala yang menutup bagian depan sehingga tidak terurai.



3) Sumber cemaran karena perilaku yaitu tangan yang kotor, batuk, bersin atau percikan ludah, menyisir rambut dekat makanan, perhiasan yang dipakai. 4) Sumber cemaran karena asesoris yang digunakan seperti cincin, gelang dan jam tangan. 5) Sumber cemaran karena ketidaktahuan. Ketidaktahuan dapat terjadi karena pengetahuan yang rendah dan kesadarannyapun rendah. Hal tersebut menyebabkan terjadinya penyalahgunaan bahan makanan yang dapat menimbulkan bahaya seperti : 



Pemakaian bahan palsu







Pemakaian bahan pangan rusak/rendah kualitasnya







Tidak bisa membedakan bahan pangan dan bukan bahan pangan







Tidak bisa membedakan jenis pewarna yang aman untuk makanan.



b) Menerapkan perilaku – perilaku untuk mencegah pencemaran seperti yang disajikan pada tabel berikut ini :



122



Tabel Syarat Higiene Penjamah Makanan N



Parameter



Syarat



o Tidak menderita penyakit mudah menular : batuk, pilek, 1



Kondisi Kesehatan



2



Menjaga Kebersihan Diri



3



influenza, diare, penyakit menular lainnya. Menutup luka (luka terbuka, bisul, luka lainnya) Mandi teratur dengan sabun dan air bersih Menggosok gigi dengan pasta gigi secara teratur, paling sedikit dua kali dala sehari yaitu setelah makan dan sebelum tidur Mencuci rambut/keramas secara rutin dua kali dalam seminggu. Kebersihan tangan : kuku dipotong pendek, kuku tidak di cat



atau kutek, bebas luka Memotong dan membersihkan kuku Sebelum menjamah atau memegang makanan Sebelum memegang peralatan makan Setelah keluar dari WC atau kamar kecil Kebiasaan mencuci Setelah meracik bahan mentah seperti daging, ikan, sayuran dll Setelah mengerjakan pekerjaan lain seperti bersalaman, tangan menyetir kendaraan, memperbaiki peralatan, memegang uang dll Tidak menggaruk-garuk rambut, lubang hidung atau sela-sela



4



5



jari/kuku Tidak merokok Menutup mulut saat bersin atau batuk Perilaku penjamah Tidak meludah sembarangan diruangan pengolahan makanan makanan dalam Tidak menyisir rambut sembarangan terutama di ruangan melakukan kegiatan persiapan dan pengolahan makanan Tidak memegang, mengambil, memindahkan dan mencicipi pelayanan makanan langsung dengan tangan (tanpa alat) penanganan Tidak memakan permen dan sejenisnya pada saat mengolah makanan makanan Selalu bersih dan rapi, memakai celemek Memakai tutup kepala Penampilan Memakai alas kaki yang tidak licin penjamah makanan Tidak memakai perhiasan Memakai sarung tangan, jika diperlukan. Untuk memastikan seluruh petugas gizi dalam keadaan sehat/bebas dari penyakit menular, akan dilakukan pemeriksaan secara berkala setiap 6 bulan sekali yang dibuktikan 123



dengan surat keterangan bebas penyakit menular dari dokter. Monitoring akan dilakukan secara berkala terutama mengenai sikap dan perilaku hygiene petugas gizi. Selanjutnya untuk menghindari kontaminasi bakteri dari perilaku pengolah, pada proses kegiatan pengolahan, petugas gizi diharuskan mengunakan APD (Alat Pengaman Diri) berupa masker, sarung tangan plastik khusus untuk memasak, celmek, jilbab khusus untuk memasak dan sandal khusus (tidak licin) yang digunakan pada saat proses pengolahan. Selain itu petugas gizi harus menepati 5 saat cuci tangan sesuai prosedur. 10. Higiene Peralatan Pengolahan Makanan (Penggontrolan Terhadap Fasilitas Peralatan Makanan) Peralatan pengolahan pangan yang kotor dapat mencemari pangan, oleh karena itu peralatan harus dijaga selalu tetap bersih. Upaya – upaya untuk menghindari pencemaran pangan dari peralatan yang kotor adalah sebagai berikut : 1) Menggunakan peralatan yang mudah dibersihkan. Peralatan yang terbuat dari stainless steel umumnya mudah dibersihkan. Karat dari peralatan logam dapat menjadi bahaya kimia dan lapisan logam yang terkelupas dapat menjadi bahaya fisik jika masuk ke dalam pangan. 2) Bersihkan permukaan meja tempat pengolahan pangan dengan deterjen/sabun dan air bersih dengan benar. 3) Bersihkan semua peralatan masak termasuk pisau, sendok, panic, piring setelah dipakai dengan menggunakan deterje/sabun dan air panas. 4) Meletakkan peralatan yang tidak dipakai dengan menghadap ke bawah. Bilas kembali peralatan dengan air bersih sebelum mulai memasak 5) Membersihkan peralatan pengolahan dapat dijaga dengan menerapkan cara pencucian peralatan yang benar dan tepat. Cara-cara pencucian peralatan yang benar meliputi : Cara-cara pencucian peralatan yang benar meliputi a) Prinsip Pencucian Upaya pencucian peralatan makan dan masak meliputi beberpa prinsip dasar yaitu 



Tersedianya sarana pencucuian







Dilaksanakannya teknik pencucian yang benar







Mengetahui dan memahami tujuan pencucian 124



b) Sarana Pencucian Sarana pencucian terdiri dari 2 jenis yaitu perangkat keras yaitu sarana fisik dan permanen yang digunakan berulang-ulang dan perangkat lunak yaitu bahan habis pakai dalam proses pencucian. 



Perangkat keras yaitu bagian untuk persiapan, bagian pencucian yang terdiri dari 1 sampai 3 bak/bagian (bak pencucian, bak pembersihan dan bak desinfeksi) dan bagian pengeringan atau penirisan. Ukuran bak minimal 75 x 75 x 45 cm







Perangkat lunak yaitu air bersih, zat pembersih, bahan penggosokdan desinfektan.



c) Teknik Pencucian Teknik pencucian yang benar akan memberikan hasil pencucian yang sehat dan aman. Tahapan- tahapan pencucian adalah sebagai berikut :  Scraping atau membuang sisa kotoran.  Flushing atau merendam dalam air.  Washing atau mencuci dengan detergen.  Rinsing atau membilas dengan air bersih.  Sanitizing/desinfection atau membebas hamakan.  Toweling atau mengeringkan. d)



Bahan-Bahan Pencuci Jenis-jenis bahan pencuci yang sesuai digunakan untuk mencuci peralatan makan/masak antara lain detergen, detergen sintetis, sabun dan pencuci abrasive



e) Desinfektan Jenis-jenis desinfektan yang biasa digunakan dalam pencucian antara lain hypochlorit, iodophor, QACs (Quarternary Ammonium Compounds), amphoteric surfactants, dan penolik desinfektan. Untuk menjaga hygiene sanitasi peralatan makan sub bagian gizi RSIA Norfa Husada dilakukan sterilisasi peralatan makan pasien secra berkala. Sebelumnya dilakukan pengambilan alat makan ke pasien dengan jadwal waktu sebagai berikut :



125



Tabel jadwal pengambilan peralatan makan pasien Waktu makan Pagi Snack pagi



Siang Snack siang



Putaran I Pk. 07.00 WIB Pk. 12.00 – 12.30 WIB



Putara II dst



(Bersamaan dengan



Putaran II dan



pemberian diet siang) Pk. 13.30 WIB Pk. 17.00 – 17.30 WIB



seterusnya



(Bersamaan dengan Sore



selang 30 menit kemudian



pemberian diet sore) Pk. 18.30 WIB



Waktu pengambilan alat makan dilakukan berdasarkan waktu yang telah ditentukan. Jika pada pengambilan alat makan putaran I masih ada alat makan yang belum bisa diambil maka pengambilan alat makan kembali dilakukan selang 30 menit kemudian (putaran ke II). Dan seterusnya jika belum bisa diambil selang waktunya 30 menit kemudian. Jika hingga akhir jam jaga per shif masih ada alat makan yang belum bisa diambil, maka petugas gizi boleh menitipkan pengambilan alat makan pasien tersebut pada petugas shif berikutnya maksimal sebanyak 3 set alat makan. Pasien dengan diagnosa penyakit infeksius, makanan (diet) nya disajikan menggunakan tempat makan khusus. Kegiatan selanjutnya yaitu dengan memisahkan tempat cuci alat makan, tempat sabun dan busa cuci alat makan pasien penyakit infeksi dan non infeksi Setelah dicuci peralatan makan pasien akan disterilisasi sesuai prosedur menggunakan air panas. Sterilisasi peralatan ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi bakteri melalui peralatan makan pasien. Langkah – langkah sterilisasi peralatan makan sebagai berikut : 1) Petugas gizi membersihkan bak cuci 2) Petugas gizi menyiapkan sabun cair dan busa. Busa cuci yang digunakan dipisah antara busa untuk mencuci peralatan makan pasien, karyawan, peralatan masak dan peralatan infeksius. 3) Petugas gizi mengambil alat makan kotor dari troli distribusi 126



4) Petugas gizi membuang sisa makanan ke dalam tempat sampah sisa makanan 5) Petugas gizi memisahkan alat makan khusus untuk pasien infeksi dan tempat makan untuk pasien non infeksi kemudian memisahkan kembali tempat makan sesuai jenisnya. 6) Petugas gizi mengalirkan air mengalir pada alat makan kotor pasien kemudian mencuci satu per satu dengan sabun cair 7) Petugas gizi membilas hingga bersih menggunakan air mengalir. 8) Petugas gizi merendam alat makan menggunakan air hangat – hangat kuku (suhu 60˚C - 75˚C) selama 2 menit. 9) Petugas gizi meniriskan alat makan pada rak piring/gelas. 10) Petugas gizi memindah alat makan kering ke rak kering dan almari penyimpanan alat makan. 11) Alat saji siap digunakan. Setelah proses sterilisasi ini peralatan makan pasien akan disimpan dalam almari tertutup untuk menghindari kontaminasi bakteri dan debu. 11. Ruang Pengolahan Makanan Ruang dapur dilengkapi dengan cerobong asap yang berfungsi untuk membuang asap panas yang ditimbulkan dari proses pengolahan. Hal ini bertujuan untuk menjaga suhu ruang dapur / gizi agar tidak terlalu panas. Ruang dapur juga dilengkapi dengan thermometer ruangan yang berfungsi untuk mengontrol suhu ruangan. Seluruh pintu dilengkapi dengan penutup pintu otomatis yang bisa menutup dengan sendirinya agar ruangan selalu tertutup sehingga terhindar dari hewan pengerat atau serangga. Dilengkapi dengan sandal khusus (tidak licin) yang digunakan petugas gizi dan atau ahli gizi untuk berkegiatan di dapur. Setiap orang yang masuk di dapur harus menggunakan sandal khusus tersebut. Kamar mandi juga dilengkapi sandal khusus yang hanya digunakan selama di kamar mandi. Terdapat 3 bak tempat sampah tertutup, berupa tempat sampah basah, kering dan sisa makanan yang berfungsi menampung sampah selama kegiatan gizi. Untuk menjaga ruangan tetap steril, dilakukan sterilisasi ruangan secara berkala oleh bagian sanitasi dan pembersihan ruangan secara berkala oleh petugas clening



service. Ruangan dapur/gizi dilengkapi dengan sarana pemadam kebakaran dan prosedur 127



penggunaan alat pemadam kebakaran untuk mengantisipasi kejadian kebakaran yang tidak diinginkan. Selanjutnya juga dilakukan pengecekan saluran air secara berkala oleh bagian IPSRS untuk mengontrol kelancaran saluran tersebut. 12. Sanitasi Air dan Lingkungan Bahan baku termasuk air dan es dapt terkontaminasi oleh mikroba pathogen dan bahan kimia berbahaya. Lingkungan yang kotor dapat menjadi sumber bahaya yang mencemari pangan, baik bahan fisik, kimia maupun biologis. Sebagai contoh bahaya fisik berupa pecahan gelas yang terserak dimana-mana dapat masuk ke dalam pangan. Demikian juga, obat nyamuk yang disimpan tidak pada tempatnya dapat tercampur dalam pangan secara tidak sengaja. Mikroba yang tumbuh dengan baik ditempat yang kotor mudah sekali masuk ke dalam pangan. Berikut upaya sanitasi air dan lingkungan yang dapat diterapkan : a) Menggunakan air yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Air harus bebas dari mikroba dan bahan kimia yang dapat membahayakan kesehatan. b) Air yang digunakan harus memenuhi persyaratan kualitas air bersih dan atau air minum. Air yang akan digunakan untuk memasak atau mencuci bahan pangan harus memenuhi persyaratan bahan baku air minum. c) Air yang disimpan dalam ember harus selalu tertutup, jangan dikotori dengan mencelukan tangan. Gunakan gayung bertangkai panjang untuk mengeluarkan air dari ember. d) Menjaga dapur dan tempat pengolahan makanan agar bebas dari tikus, kecoa, lalat, serangga dan hewan lain. e) Tutup tempat sampah (terpisah antara sampah kering dan basah) dengan rapat agar tidak dihinggapi lalat dan tidak meninggalkan bau busuk serta buanglah sampah secara teratur di tempat pembuangan sampah sementara (TPS). f)



Membersihkan lantai dan dinding secara teratur



g) Pastikan saluran pembuangan air limbah (SPAL) berfungsi dengan baik. h) Sediakan tempat cuci tangan yang memenuhi syarat.



128



BAB V PELATIHAN DAN PENDIDIKAN



5.1



DEFINISI Pendidikan dan pelatihan Sumber daya Manusia bidang kesehatan yang selanjutnya disebut DIKLAT adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan SDM. Pelatihan perlu mengembangkan suasana pembelajaran yang aktif



( active



learning), pembelajaran kreatif (creative learning), pembelajaran efektif (effective learning), dan pembelajaran yang menyenangkan ( joyfull learning). Pembelajaran yang aktif (active learning), adalah pembelajaran yang berpusat pada peserta pelatihan. Semua aktivitas pembelajaran sebagai rangkaian proses belajar harus dikerjakan oleh peserta pelatihan dengan penuh rasa kesadaran dan 129



tanggung jawab. Penetapan permasalahan, cara pemecahan, hingga penarikan kesimpulan untuk diimplementasikan dalam nilai social dan lingkungannya, seluruhnya dilakukan oleh peserta diklat. Fasilitator dengan sedikit intervensi terhadap aktivitas peserta diklat. Pembelajaran kreatif ( creative learning), merujuk pada terwujudnya kreativitas dan inovasi berfikir peserta diklat dalam menyatu-kaitkan perolehannya dalam belajar, sehingga mempunyai kebermaknaan. Manurut Ausuble pembelajaran ini diistilahkan dengan belajar bermakna ( meaningfull learning). Pembelajaran efektif (effective learning), merujuk pada kuantitas dan kualitas belajar dengan periode tertentu. Pembelajaran yang efektif tentunya yang dapat mencapai tujuan secara maksimal dengan menggunakan daya dukung yang optimal. Pembelajaran yang menyenangkan ( joyfull learning), merujuk pada suasana menyenangkan yang berlangsung selama pembelajaran. Suasana belajar bebas tanpa tekanan. Dengan demikian peserta diklat akan dapat mengembangkan semua potensi yang dimiliki.



5.2



TUJUAN Tujuan pelaksanaan diklat antara lain:



130



1.



Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika sesuai dengan kepribadian Rumah sakit.



2.



Menciptakan SDM yang mampu menjadi pembaharu dan meningkatkan silaturahmi



3.



Menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas jabatan secara professional demi terciptanya tim yang solid



C.



SASARAN Sasaran Diklat adalah terwujudnya SDM yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan persyaratan jabatan masing-masing



D.



ASSESMENT DIKLAT Kesalahan asesmen sering terjadi pada pelaksanaan diklat yang masih tradisional. Penentuan pencapaian kompetensi dilakukan dengan tes, peserta diklat mengerjakan seperangkat tes yang hanya menggambarkan aspek kognisi saja.Sesuai dengan rumusan kompetensi yang akan dikembangkan dalam diklat maka asesmen perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a) Alternative assessment. b) Informasi kinerja akan memberikan validitas memadai jika pemunculannya secara alami Informasi kinerja peserta muncul setiap saat, hal ini mengisyaratkan asesmen dilakukan pada setiap saat , baik awal pembelajaran,



proses pembelajaran,



maupun



setelah



pembelajaran.



Asesmen berprinsip pada Class Assessment. c) Informasi kinerja yang perlu diukur perkembangannya, meliputi berbagai aspek baik pengetahuan, sikap, maupun ketrampilan. Asesmen tidak dapat menggunakan satu macam alat/cara, tetapi harus menggunakan berbagai macam alat/cara. Asesmen berprinsip pada tanpa adanya paksaan atau tekanan. Asesmen berprinsip pada Authentic assessment. Disamping asesmen memberikan informasi untuk menentukan pencapaian kriteria kompetensi yang telah ditetapkan, asesmen hendaknya juga dapat sebagai 131



informasi umpan balik baik pelaksana diklat, fasilitator maupun stake holder lainnya. Berbagai bentuk asesmen yang dapat dikembangkan antara lain : 1)



Tes (pilihan ganda, esai)



2)



Portofolio



3)



Performance, dll



BAB VI LOGISTIK



132



Agar program PPI dapat berjalan dengan baik, diperlukan beberapa peralatan yang dapat melindungi person dari infeksi baik dari pasien ke petugas, pasien ke pasien lain, maupun pasien ke keluarga pasien. Beberapa logistic yang diperlukan dalam program PPI antara lain: 1. Rumah sakit menyediakan system manajemen informasi untuk mendukung program PPI. 2. Hand hygiene Penjelasan tentang hand hygiene diatur dalam panduan hand hygiene RSIA Norfa Husada 3. Alat pelindung diri Penjelasan tentang APD diatur dalam panduan APD RSIA Norfa Husada 4. Pengelolaan limbah rumah sakit Penjelasan tentang pengaturan limbah RS di atur dalam panduan pengelolaan limbah B3 rs iA Norfa Husada 5. Pengadaan logistic PPI di sesuaikan dengan kebutuhan masing-masing bagian yang terkait



133



BAB VII KESELAMATAN PASIEN



Standar Keselamatan Pasien wajib diterapkan rumah sakit dan penilaiannya dilakukan dengan menggunakan Instrumen Akreditasi Rumah Sakit. Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu: 1. hak pasien 2. mendidik pasien dan keluarga 3. keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan 4. penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan 5. peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien 6. mendidik staf tentang keselamatan pasien 7. komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu kepada



Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint



Commission International (JCI). Enam sasaran keselamatan pasien (SKP) adalah tercapainya hal-hal sebagai berikut : Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien Sasaran II : Peningkatan Komunikasi Yang Efektif Sasaran III : peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai ( high-alert) Sasaran IV : kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat pasien operasi Sasaran V : Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan Sasaran VI : Pengurangan Risiko Pasien Jatuh Sasaran keselamatan pasien dalam program PPI merupakan uraian dari SKP V antara lain: 1.hand hygiene hand hygiene sebagai kewaspadaan standar untuk pencegahan transmisi infeksi dari seorang person ke person yang lain di jadikan standar baku dalam upaya pencegahan dan penanggulangan infeksi. 2.Alat pelindung diri 134



Setiap petugas harus memakai alat pelindung diri sebagai barier awal pencegahan infeksi. Selain itu, keluarga dan pasien juga perlu dipahamkan tentang alat pelindung diri agar tidak terjadi infeksi nosocomial 3. Hasil Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dilaporkan kepada Kementerian Kesehatan atau Dinas Kesehatan sesuai ketentuan untuk membuat kumpulan data dalam merespon sesuai identifikasi kebutuhan pengguna.



135



BAB VIII KESELAMATAN KERJA



A.



PENGERTIAN Kesehatan dan keselamatan kerja adalah upaya untuk memberikan jaminan kesehatan



dan meningkatkan derajad karyawan dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya ditempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi. Kesehatan kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik mental dan social yang setinggi-tingginya bagi karyawan pada semua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan karyawan yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, perlindungan terhadap karyawan dalam pekerjaannya dari resiko akibat factor yang merugikan kesehatan, dan penempatan serta pemeliharaan karyawan dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologis dan psikologisnya. B.



TUJUAN



Terciptanya cara kerja, lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan karyawan RS C.



SASARAN Sasaran K3 RS meliputi: 1. Rumah sakit 2.Karyawan RS 3.Pasien dan pengunjung RS



D.



IDENTIFIKASI SUMBER BAHAYA Bahaya potensial yang mugkin muncul: No.



Bahaya potensial



1



HIV, Hepatitis B, UGD, non-A dan non-B



Lokasi OK,



poli



laboratorium, linen



Karyawan



yang



berpotensi gigi, Dokter, dokter



gigi,



perawat, analis, sanitasi 136



2 3 4



Cytomegalovirus Rubella Tuberculosis



dan petugas linen VK, ruang anak Dokter dan perawat Ruang ibu dan anak Dokter dan perawat Bangsal perawatan, Dokter, perawat, analis, laboratorium, ruang isolasi



E.



fisioterapis



PENYELENGGARAAN



Pelaksanaan program K3 RS disesuaikan dengan peraturan K3 RS yang berlaku di RSIA Norfa Husada F.



EVALUASI



Monitoring pelaksanaan K3 RS dilakukan secara periodic dan kontinyu



137



BAB IX PENGENDALIAN MUTU



Proses pencegahan dan pengendalian infeksi dirancang untuk menurunkan risiko infeksi bagi pasien,staff dan orang-orang lainnya. Untuk mencapai tujuan ini, rumah sakit harus secara proaktif mengidentifikasi dan menelusuri alur risiko,angka dan kecenderungan rumah sakit. Rumah sakit menggunakan informasi indicator untuk meningkatkan kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi dan mengurangi angka infeksi terkait pelayanan kesehatan ke level serendah mungkin. Rumah sakit dapat menggunakan data indicator ( measurement data) dan informasi sebaik-baiknya dengan memahami angka dan kecenderungan serupa dirumah sakit lain dan kontribusi data kedalam data dasar,maka rumah sakit menetapkan : 1. Kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi diintegrasikan kedalam program peningkatan mutu dan keselamatan pasien rumah sakit. 2. Kepemimpinan dari program pencegahan dan pengendalian infeksi termasuk dalam mekanisme pengawasan dari program mutu dan keselamatan pasien rumah sakit. A. MONITORING Monitoring yang diilaksanakan pada program PPI antara lain 1. Pelaporan kejadian tidak diinginkan 2. Pelaporan kejadian phlebitis pada pasien rawat inap 3. Pelaporan kejadian decubitus pada pasien rawat inap 4. Pelaporan kejadian infeksi sistemik (sepsis) pada pasien rawat inap 5. Pelaporan kejadian infeksi post tindakan UGD atau poliklinik 6. Pelaporan kejadian infeksi saluran kemih pada pasien dengan pemasangan dower cateter 7. Pelaporan kejadian infeksi luka post operasi 8. Pelaporan Kejadian Luar Biasa B. EVALUASI 138



Evaluasi dilakukan untuk menindaklanjuti adanya kejadian infeksi di rumah sakit berdasarkan pada hasil surveilans. Tindak lanjut terhadap penanganan dan pencegahan infeksi disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan bagian terkait.



139



BAB X PENUTUP



Pedoman yang dicantumkan merupakan prosedur baku yang harus dilaksanakan seluruhnya oleh setiap personil Rumah Sakit yang terlibat dan berlaku setiap ruang terkait. Disadari bahwa keterbatasan sarana dan prasarana serta sumber daya dan dana masih merupakan kendala di RSIA Norfa Husada . Namun keterbatasan ini tidak dapat dipergunakan sebagai alasan untuk menurunkan baku prosedur pelayanan kesehatan yang harus dberikan kepada pasien. Dengan memiliki pengetahuan dan sikap yang memadai, diharapkan semua personil Rumah Sakit akan memiliki perilaku dan kemampuan yang memadai pula dalam memanfaatkan sarana dan prasarana yang tersedia secara bertepat guna dan berhasil guna dalam pengendalian infeksi secara berencana dan terorganisir dengan baik merupakan suatu keharusan bagi setiap rumah sakit. Perbaikan dan pengembangan pada pedoman ini dilaksanaan sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan serta kondisi rumah sakit yang selalu mengalami perubahan. Perlu adanya dukungan dari masing-masing bagian agar program PPI RSIA Norfa Husada dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di



: Bangkinang



Pada Tanggal



: 9 Mei 2018



DIREKTUR RSIA NORFA HUSADA,



dr. A. FITRAH ABADI NIK:NH-D. 19720911.1.1



140



141