Pedoman Surveilans 2020 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan rahmat-Nya sehingga Puskesmas UPT BLUD Puskesmas Puyung Kabupaten Lombok Tengah pada Tahun 2020 ini mendapat kesempatan untuk melaksanakan akreditasi. Penyelidikan dan penanggulangan KLB sangat bergantung dari kemampuan dan kemauan petugas pelaksana yaitu Tim Gerak Cepat maupun petugas Surveilans. Salah satu tantangan adalah kemampuan petugas melakukan penyelidikan suatu Kejadian Luar Biasa (KLB).Pada keadaan pandemic saat ini, Perlindungan bagi petugas pelayanan kesehatan tingkat pertama pada masa pandemi COVID-19 sangat penting untuk diperhatikan. Pedoman Surveilans merupakan pedoman praktis penyelidikan dan penanggulangan KLB di lapangan yang menjelaskan aspek klinis, aspek epidemologis, dan langkah-langkah penyelidikan dan penanggulangan KLB. Harapan kami semoga panduan pelayanan ini dapat memberikan manfaat bagi UPT BLUD Puskesmas Puyung sehingga pelayanan yang diberikan lebih baik.



Pimpinan UPT BLUD Puskesmas Puyung



HAFSAH WIDIYANTI,SKM NIP. 197311141994012001



1



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan secara terpadu meliputi penyelidikan epidemologi, penanganan penderita dan masyarakat serta fakto-faktor yang menyebabkan munculnya KLB sehingga tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. Upaya penanggulangan KLB dilakukan secara dini kurang dari 24 (dua puluh empat) Jam terhitung sejak terjadinya KLB menurut pasal 14 permenkes Nomor 1501/Menteri/Per/X/2010. Oleh karena itu disusun pedoman penyelidikan dan penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) penyakit menular, dan keracunan pangan sebagi pedoman bagi pelaksana baik di pusat maupun daerah. Diperlukan program yang terarah dan sistematis, yang mengatur secara jelas peran dan tanggung jawab disemua tingkat administrasi, baik di daerah maupun di tingkat nasional dalam penanggulangan KLB di lapangan, sehingga dalam pelaksanaanya dapat mencapai hasil yang optimal. Indonesia merupakan negara yang masih memiliki angka kejadian luar biasa (KLB) penyakit menular dan keracunan yang cukup tinggi. Kondisi ini menyebabkan perlunya peningkatan sistem kewaspadaan dini dan respon terhadap KLB dengan langkah-langkah yang terprogram dan akurat, sehingga proses penanggulangannya menjadi lebih cepat dan akurat.Angka Kejadian Luar Biasa (KLB) tercatat di SKDR Surveilans perlu dilakukan penanggulangan secara dini kurang dari 24 jam terhitung sejak informasi laporan kasus diterima sehingga tidak menyebabkan munculnya masalah kesehatan yang lainnya. Untuk dapat mewujudkan respon KLB yang cepat, diperlukan bekal pengetahuan dan keterampilan yang cukup dari para petugas yang diterjunkan ke lapangan. Kenyataan tersebut mendorong kebutuhan para petugas di lapangan untuk memiliki pedoman penyelidikan dan penanggulangan KLB yang terstruktur. Sehingga memudahkan kinerja para petugas mengambil langkah-langkah dalam rangka melakukan respon KLB



2



. Di UPT BLUD Puskesmas Puyung berdasarkan SKDR Surveilans (Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon) pada tahun 2019 di dapatkan cakupan angka penyakit yang berpotensi wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) yaitu Penyakit Diare Akut sebanyak 1294 kasus, penyakit Influenza Like Illness (ILI) 537, Suspect thypoid 452 kasus, Diare berdarah sebanyak 106 kasus, Suspect DBD 81 kasus, suspect Pneumonia 80 kasus,dan Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) 10 kasus. B. TUJUAN Sebagai Pedoman Terlaksananya Penyelidikan Epidemologi dan pengendalian penyakit menular dan KLB C. RUANG LINGKUP Ruang lingkup program Surveilans penanggulangan Kejadian Luar Biasa adalah sebagai berikut : memastikan diagnosis, memastikan terjadinya KLB, menghitung jumlah kasus, menggambarkan karakteristik KLB ( waktu, tempat, orang), mengidentifikasi



sumber



dari



penyebab



penyakit



dan



cara



penularannya,



mengidentifikasi populasi yang mempunyai peningkatan resiko infeksi, melaksanakan tindakan penanggulangan. D. BATASAN OPERASIONAL Batasan Operasional program Surveilans dalam pengendalian KLB harus mengikuti siklus manajemen yang mencakup perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian ( monitoring / evaluasi ). 1. Perencanaan Perencanaan merupakan inti kegiatan manajemen, karena semua kegiatan manajemen diatur dan di arahkan oleh perencanaan. Untuk menyusun perencanaan untuk pengendalian KLB penyakit menular dan keracunan makanan dapat mengikuti tahapan penyusunan perencanaan sebagai berikut : a. Lakukan analisis masalah b. Penetapan prioritas masalah c. Inventarisasi alternative pemecahan masalah d. Menyusun dokumen perencanaan



3



2. Pelaksanaan Adalah tahap implementasi dari dokumen perencanaan, tahap pelaksanaan yang terpenting adalah menggerakkan seluruh komponen perencanaan, sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada tahap pelaksanaan adalah ; a. Kemungkinan tidak tepatnya waktu pelaksanaan dalam dokumen perencanaan seluruh kegiatan b. Kemungkinan tida terjadinya koordinasi antar kegiatan c. Pemahaman yang berbeda dari penanggung jawab kegiatan 3. Pengendalian (monitoring/evaluasi ) Agar tercapai tujuan perencanaan maka diperlukan kegiatan monitoring secara kontinyu selama kegiatan berlangsung. Setiap kegiatan harus dilakukan supervise secara rutin dan berkesinambungan. E. LANDASAN HUKUM 1. Undang-Undang Nomor 36/2009 tentang Kesehatan ( lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063 ) 2. UU Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273 ); 3. PP Nomor 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular ( Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3447 ) 4. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang system Kesehatan Nasional ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 nomor 193 ); 5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1479/2003 tentang Surveilans Penyakit Menular dan Tidak Menular 6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 949 tahun 2004 tentang Sistem Kewaspadaan Dini KLB 7. PermenkesRI No.1501/Menkes/Per/X/2010 tentangJenisPenyakitMenularTertentuYang DapatMenimbulkanWabahdanUpayaPenanggulangan 8. PeraturanMenteri Kesehatan Nomor 45/2014 tentang Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan 9. PeraturanMenteri Kesehatan Nomor 86/2014 tentangPenanggulanganPenyakitMenular



4



BAB II STANDAR KETENAGAAN A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA Kualifikasi Sumber Daya Manusia di Surveilans adalah sebagai berikut : NO 1 2



Nama Jabatan Penanggung jawab Pelaksana



Kualifikasi Jabatan jumlah Dokter Umum 2 orang Perawat / petugas 1 orang



3



Petugas Lapangan



Surveilans Kader Surveilans



1 tiap dusun ( 48 dusun )



B. DISTRIBUSI KETENAGAAN 1. Penanggung Jawab Surveilans Penanggung Jawab Surveilans mempunyai tugas dan tanggung jawab : a. Menyusun rencana program dan kebijakan Surveilans b. Menegakkan diagnose c. Memberikan solusi terhadap masalah yang timbul d. Melaksanakan pengawasan, pengendalian dan evaluasi kegiatan Surveilans 2. Pelaksana Surveilans Pelaksana Surveilans mempunyai tugas dan tanggung jawab : a. Melaksanakan kegiatan tehnis Surveilans sesuai kompetensi dan kewenangan berdasarkan pedoman pelayanan dan standart prosedur operasional b. Melaksanakan kegiatan pencatatan dan pelaporan c. Melakukan penyelidikan Epidemologiterhadap kasus penyakit menular d. Mendampingi petugas lapangan dalam melaksanakan kegiatan Surveilans e. Melakukan koordinasi dengan petugas lapangan 3. Petugas lapangan Petugas lapangan mempunyai tugas dan tanggung jawab : a. Melakukan pengamatan di wilayahnya b. Melakukan pelaporan apabila ada kasus penyakit menular c. Mendampingi petugas puskesmas dalam melakukan penyelidikan epidemologi BAB III STANDAR FASILITAS 5



A. DENAH RUANG Ruangan Surveilans berada dalam lingkup ruangan UKM UPT BLUD Puskesmas Puyung.Ruang Surveilans sendiri berada di ruangan P2p bersama dengan Program P2P lain nya. B. ALAT DAN BAHAN Alat dan bahan yang dibutuhkan ; 1. 2. 3. 4.



Form Penyelidikan Epidemologi sesuai kasus Alat Tulis Kantor (ATK) Bubuk Abate Bila diperlukan Surveilans Kit



BAB IV TATALAKSANA PELAYANAN



6



A. TATA CARA PELAKSANAAN PENYELIDIKAN EPIDEMOLOGI Tahapan dalam pelaksanaan penyelidikan dan penanggulangan KLB sebagai berikut : 1. Menegakkan atau memastikan diagnosis 2. Memastikan terjadinya KLB 3. Menghitung jumlah kasus / angka insiden yang tengah berjalan 4. Menggambarkan karakteristik KLB 5. Mengidentifikasi sumber dari penyebab penyakit dan cara penularan nya 6. Mengidentifikasi populasi yang mempunyai peningkatan resiko infeksi 7. Melaksanakan tindakan penanggulangan 8. Laporan penyelidikan kejadian Luar Biasa B. KEGIATAN PENYELIDIKAN DAN PENANGGULANGAN KLB 1.



Penyelidikan Kejadian Luar Biasa



2.



Pelayanan pengobatan dan pencegahan KLB



3.



Surveilans ketat pada KLB



4.



Indicator program penanggulangan KLB



7



BAB IV PENGENDALIAN MUTU



A. Proses Pengendalian Mutu Dalam perencanaan sampai dengan pelaksanaan kegiatan di UGD perlu diperhatikan keselamatan pasien dengan melakukan identifikasi resiko terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi pada saat pelaksanaan kegiatan. Upaya pencegahan resiko terhadap pasien harus dilakukan untuk tiap-tiap kegiatan yang akan dilaksanakan. Pengendalian mutu pelayanan klinis merupakan kegiatan untuk mencegah terjadinya masalah terkait pelayanan pengobatan atau mencegah terjadinya kesalahan pengobatan / medikasi (medication error), yang bertujuan untuk keselamatan pasien. Unsur-unsur yang mempengaruhi mutu pelayanan sebagai berikut: a. Unsur masukan (input), yaitu sumber daya manusia, sarana dan prasarana, ketersediaan dana, dan Standar Prosedur Operasional. b. Unsur proses, yaitu tindakan yang dilakukan, komunikasi, dan kerja sama. c. Unsur lingkungan, yaitu kebijakan, organisasi, manajemen, budaya, respon dan tingkat pendidikan masyarakat. Pengendalian mutu pelayanan klinis terintegrasi dengan program pengendalian mutupelayanan klinis Puskesmas yang dilaksanakan secara berkesinambungan. Kegiatan pengendalian mutu pelayanan klinis meliputi: a. Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan evaluasi untuk peningkatan mutu standar. b. Pelaksanaan, yaitu: 1. Monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana kerja(membandingkan antara capaian dengan rencana kerja) 2. Memberikan umpan balik terhadap hasil capaian. c. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi yaitu: 1. Melakukan perbaikan kualitas pelayanan standar 2. Meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan.



8



B. STANDAR MUTU PELAYANAN UGD NO 1



2



3



STANDAR MUTU Pemberian pelayanan Pra perawatan



Dokter penangung jawab pasien



Pelayanan Unit gawat darurat



INDIKATOR MUTU



NILAI



a. Respon time operan pasien b. Kelengakapan pengisian Rekam Medis c. Melakukan identifikasi pasien d. Penyiapan ruangan pasien



100% 100%



a. Ketepatan waktu visite dokter (08.00-12.00) b. Pengisian Rekam Medis pasien c. Visite dokter di damping oleh Perawat,Gizi, Farmasi d. Konsultasi Dokter diluar jam visite e. Respon Time dokter dalam menerima konsultasi ( ≤ 5 Menit)



100%



a. Kejadian infeksi luka pasca tindakan heeting b. Respon Time pelayanan petugas UGD< 5 menit



< 5%



c. Kelengkapan pengisian rekam medis 4.



5.



Ketenagaan pemberi pelayanan



Sarana dan prasarana UGD



100% 100%



100% 100% 100% 100%



< 5 menit terlayani setelah pasien datang  90 %



a. Pelayanan diberikan minimal oleh Ners/ D4 keperawatan b. Petugas mengikuti pelatihan BTCLS c. Kepatuhan petugas menggunakan APD level 2



≥80 %



a. kelengkapan Alkes sesuai standar b. ketersedian Bak sampah Medis dan Non Medis c. ketersediaan tempat cuci tangan dan sabun



100%



9



100% 100%



100% 100%



6



Pencatatan dan pelaporan



d. ketersedian dan kelengkapan Tempat Tidur pasien e. ketersedian papan informasi dalam ruangan



100%



a. Pengisian rekam medis pasien diisi lengkap b. Pencatatan pada buku register harian c. Pembuatan laporan bulanan dikirim ke dinas kesehatan maksimal tanggal 5 setiap bulan d. Pencatatan KTD,KNC,KPC



100%



100%



100% ada 100% dibuat sebelum tanggal 5 100%



C. KERANGKA ACUAN UGD Kerangka acuan Unit Gawat Darurat ditulis secara sistematika terdiri dari : 1. Pendahuluan 2. Latar Belakang 3. Tujuan 4. Kegiatan pokok dan rincian kegiatan 5. Cara melaksanakan kegiatan 6. Sasaran 7. Jadwal pelaksanaan kegiatan 8. Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan pelaporan 9. Pencatatan, Pelaporan dan Evaluasi Kegiatan 10. Penutup D. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) UGD Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ada di ruang UGD terdiri dari : 1. Standar Operasional Prosedur (SOP) Penyakit yang wajib dilayani di pelayanan primer Ruang Unit Gawat Darurat antara lain ; a. SOP Kejang Demam, Tetanus, dan Vertigo b. SOP Benda Asing di konjungtiva c. SOP Evitaksis 10



d. SOP Serumen Frof e. SOP Benda Asing di Hidung f. SOP Asma Bronchiale g. SOP Pneumonia h. SOP Hipoglokemia Ringan i. SOP Gastritis j. SOP Thypoid k. SOP Fimosis l. SOP Disentri dengan dehidrasi sedang m. SOP Anemia n. SOP Demam Dengue o. SOP Reaksi Anifilaktif p. SOP Ulkus pada Tungkai q. SOP Glikoma r. SOP Kekerasan Tumpul dan Tajam s. Luka Bakar derajat 1 dan 2 t. Veruka vulgaris u. Vulnus laseratumpungtum 2. Standar Operasional Prosedur (SOP) Tindakan pelayanan di Ruang Unit Gawat Darurat antara lain ; 1. SOP Alur kegawatdaruratan 2. SOP Observasi Pasien Gawat 3. SOP Penerimaan Pasien UGD 4. SOP Penatalaksanaan Heeting 5. SOP penatalaksanaan Luka KLL 6. SOP pemakaian dan pemeliharaan alat Nebulizer 7. SOP Nebulizer 8. SOP pemberian Oksigen 9. SOP anamnesis dan pemeriksaan fisik 10. SOP perawatan luka 11. SOP Pelayanan Visum 12. SOP Penanganan Luka Bakar 13. SOP penatalaksanaan Up heeting 14. SOP ekstraksi kuku 11



15. SOP Penatalaksanaan tertusuk paku 16. SOP penatalaksnaan Insisi Abses 17. SOP Penanganan GHPR 18. SOP Mengukur TTV 19. SOP Pemasangan kateter perempuan 20. SOP Pemasangan kateter laki-laki 21. SOP Up kateter 22. SOP Memasang Infus 23. SOP handscoon 24. SOP Penilaian GCS 25. SOP Perawatan Luka 26. SOP Penatalaksanaan fraktur 27. SOP Pemelihaaan Alat 28. SOP Koordinasi 29. SOP Memasang APD 30. SOP Membuka APD 31. SOP Skreening Covid 19 32. SOP Rujukan 33. SOP Sterilisasi ruangan



12



BAB V TATALAKSANA PELAYANAN A. PELAKSAAAN PELAYANAN PASIEN 1. Pendaftaran adalah tata cara penerimaan pasien yang akan berobat ke unit pelayanan yang merupakan bagian dari alur pelayanan Puskesmas.Pelayanan pertama kali yang diterima oleh seorang pasien saat tiba di Ruang Unit Gawat darurat adalah Petugas menerima pasien dengan menggunakan APD level 2 Petugas melakukan anamnesa dan screening Covid 19 Menanyakan kembali riwayat perjalanan keluar daerah atau kontak dengan pasien positif covid Petugas melakukan Pelayanan kegawatdaruratan yang dilaksanakan di ruang unit gawat darurat meliputi pelayanan triase, survey primer, survey sekunder, tatalaksana definitive dan rujukan. 2. Triase yaitu proses khusus memilih pasien berdasarkan beratnya cedera atau penyakit, untuk menetukan jenis penanganan / intervensi kegawatdaruratan.Prinsip triase adalah pemberlakuan system prioritas dengan penentuan pasien yang harus didahulukan untuk mendapatkan penanganan,yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul berdasarkan : a) Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit b) Dapat mati dalam hitungan jam c) Trauma ringan d) Sudah meninggal Prosedur Triase : a) Pasien datang diterima oleh tenaga kesehatan di ruang gawat darurat atau ruang tindakan.Bila jumlah pasien lebih dari kapasitas ruangan, maka triase dapat dilakukan di luar ruang gawat darurat



13



b) Penilaian dilakukan secara singkat dan cepat (selintas) untuk menetukan kategori kegawatdaruratan pasien oleh tenaga medis dengan cara yaitu menila tanda-tanda vital dan kondisi umum pasien, menilai kebutuhan medis,menilai kemungkinan bertahan hidup, menilai bantuan yang memungkinkan, dan memprioritaskan penanganan definitive. c) Mengkategorikan status pasien menurut kegawatdaruratannya, apakah masuk dalam kategori merah,kuning,hijau atau hitam berdasarkan prioritas atau penyebab ancaman hidup.Tindakan ini berdasarkan prioritas ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Environment ). Kategori merah merupakan prioritas pertama ( pasien cidera berat dan mengancam jiwa dan harus segera ditolong).kategori kuning merupakan prioritas kedua ( pasien memerlukan tindakan definitive,tidak ada ancaman jiwa segera ). Kategori hijau merupakan prioritas ketiga ( pasien dengan cidera minimal, dapat berjalan dan menolong diri sendiri atau mencari pertolongan). Kategori hitam merupakan pasien meninggal. Status triase ini harus diulang terus menerus karena kondisi pasien dapat berubah sewaktu-waktu. Apabila kondisi pasien berubah maka dilakukan retriase. Melakukan komunikasi dengan pusat komunikasi rumah sakit rujukan bila diperlukan. 3. Survey primer (Resusitasi dan Stabilisasi ) a. Tindakan resusitasi segera diberikan kepada pasien dengan kategori merah setelah mengevaluasi potensi jalan nafas (airway), status pernafasan (breathing), dan sirkulasi ke jaringan (circulation)serta status mental pasien yang diukur Alert Verbal Pain Unresponsive (AVPU) b. Batasan waktu (respon time ) untuk mengkaji keadaan dan memberikan intervensi secepatnya untuk pasien yang membutuhkan pelayanan resusitasi segera. c. Melakukan monitoring dan retriase terhadap tindakan resusitasi yang diberikan. d. Monitoring kondisi pasien berupa pemasangan peralatan medis untuk mengetahui status tanda vital, pemasangan kateter urine, dan penilaian ulang status mental pasien. e. Apabila kondisi pasien memerlukan tindakan definitf segera namun pada puskesmas tidak tersedia tenaga yang berkompeten ataupun fasilitas yang 14



memadai, maka harus dilakukan rujukan segera sesuai prosedur tanpa melakukan survey sekunder.



4. Survey sekunder a) Survey sekunder tidak wajib dilaksanakan apabila kondisi pasien memerlukan tindakan definitive segera, namun apabila tidak tersedia tenaga yang berkompeten ataupun fasilitas yang memadai, pada kondisi ini pasien harus segera dilakukan rujukan sesuai prosedur tanpa melalui survey sekunder b) Melakukan anamnrsa untuk mendapatkan informasi mengenai apa yang dialami pasien pada saat itu c) Pemeriksaan fisik, neurologis dan status mental secara menyeluruh (head to toe) dengan menggunakan GCS ( Glasgow Coma Scale ) d) Melakukan pemeriksaan penunjang sesuai dengan ketersediaan fasilitas yang dimiliki e) Tindakan restraint sesuai indikasi dengan tehnik terstandar yang aman, dengan tujuan untuk mengamankan pasien, orang lain dan lingkungan dari perilaku pasien yang tidak terkontrol f) Apabila kondisi pasien memerlukan tindakan definitive namun tidak tersedia tenaga yang berkompeten ataupun fasilitas yang memadai, maka harus dilakukan rujukan segera sesuai prosedur



5. Tatalaksana definitive a) Penanganan



atau



pemberian



tindakan



terakhir



untuk



menyelesaikan



permasalahan setiap pasien b) Penentuan tindakan yang diambil berdasarkan hasil kesimpulan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Yang berwenang melakukan tata laksana definitive adalah Dokter dan Dokter Gigi yang terlatih.



15



6. Rujukan a) Rujukan dilaksanakan jika tindak lanjut penanganan terhadap pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan karena keterbatasan sumber daya b) Sebelum pasien dirujuk, terlebih dahulu dilakukan koordinasi dengan fasilitas pelayanan kesehatan yang dituju mengenai komdisi pasien, serta tindakan medis yang diperlukan oleh pasien c) Proses pengiriman pasien dilakukan bila kondisi pasien stabil, menggunakan ambulance Gawat Darurat yang dilengkapi dengan penunjang resusitasi, dan didampingi oleh tenaga kesehatan terlatih untuk melakukan tindakan resusitasi membawa surat rujukan. 1. Dokter melakukan asesmen medis awal di lembar anamnese dan pemeriksaan fisik oleh dokter yang terdiri dari : a) Subyek yang terdiri dari keluhan utama pasien, anamnesa. b) Objek yang terdiri dari pemeriksaan fisik head to toe ,tanda tanda vital. c) Assesman : diagnosis yang di dapatkan , diagnose banding bila ada. d) Planning : tindakan /pengobatan yang diberikan. 2. Perawat melakukan pengkajian sesuai dengan masalah pasien. 3. Tentukan diagnose pasien, buat rencana keperawatan / medis berdasarkan skala prioritas



(



mulai



dari



kedaaan



umum



pasien,



pemeriksaan



fisik



dan



pemeriksaanpenunjang ). 4. Kolaborasikan dengan dokter untuk tindakan medis, pemberian terapi dan tindakan pelayanan selanjutnya atau kolaborasikan dengan tim medis lain bila diperlukan. 5. Informasikan / berikan edukasi kepada keluarga/ pasien untuk ikut dalam pengambilan keputusan untuk pelayanan selanjutnya dan didokumentasikan. B. PELAKSANAAN ORIENTASI PASIEN Pasien dilakukan orientasi pada saat masuk dalam ruang perawatan yang meliputi : a.



Perkenalan terhadap perawat jaga



b.



Memperkenalkan Ruang perawatan yang ditempati pasien



c.



Menjelaskan dokter penanggung jawab pelayanan terhadap pasien



16



d. Menjelaskan cara penggunaaan peralatan



seperti : Jam visite dokter, Jam



berkunjung, Jam makan pasien, Jam tindakan rutin, dan tempat sampah medis dan non medis.



C. PELAKSANAAN PEMBERIAN ASUHAN PASIEN 1. Melakukan asesmen pasien baik asesmen medis dan asesmen keperawatan atau asesmen lainya sesuai kebutuhan 2. Melakukan penegakan diagnosa baik medis dan keperawatan atau kebidanan 3. Membuat NCP ( Nursing Care Plan) 4. Melaksanakan tindakan baik tindakan dependen atau independen 5. Melakukan evaluasi (SOAP) 6. Dan melakukan dokumentasi asuhan pada Rekam Medis pasien D. PELAKSANAAN PERAWATAN PASIEN 1. Observasi kondisi pasien setiap shiif atau sesuai kebutuhan 2. Pantau in take dan out put pasien 3. Berikan penjelasan kepada pasien atau keluarga tentang kondisi maupun tindakan yang akan dilakukan 4. Identifikasi pasien sebelum melakukan tindakan 5. Komunikasi efektif melalui metode S-BAR 6. Pengawasan penggunaan obat di ruangan 7. Mencegah infeksi nosokomial dengan cuci tangan sesuai standar WHO 8. Mencegah pasien jatuh 9. Kolaborasi dengan dokter dam tim kesehatan yang lain E. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR UNIT GAWAT DARURAT 1. Menerima pasien baru 2. Melakukan Triase terhadap pasien 3. Survey primer (Resusitasi dan Stabilisasi 4. Survey sekunder 5. Tatalaksana definitive 6. Rujukan 17



F. ALUR PELAYANAN PASIEN DI RUANG UNIT GAWAT DARURAT 1. 2. 3. 4. 5. 6.



PASIEN



POLI UMUM POLI ANAK/MTBS POLI KIA & KB POLI GIGI POLI TB KONSLING



PEMERIKSAAN PENUNJANG



LOKET



APOTIK



PENDAFTARAN



UGD



INTERNAL



RUJUK



PASIEN PULAN



1.



EKSTERNAL



RAWAT INAP



2. PERSALINAN (PONED)



RUMAH SAKIT



G. PEMBIAYAAN PELAYANAN DI UNIT GAWAT DARURAT No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10



Jenis pelayanan Kunjungan UGD Observasi Pemasangan infuse Injeksi Pemberian obat oral Debridement ( rawat luka ) Pasang chateter Buka Chateter Spalk Heacting ( jahitan ) 5 jahitan pertama Jahitan selanjutnya 18



Perincian Rp 15.000 Rp 15.000 Rp 5.000 Rp 5.000 Rp 2.000 Rp 10.000 Rp 15.000 Rp 15.000 Rp 25.000 Rp Rp



15.000 3.000 x



11 14 15 16 17 18 19 20 21



Buka infuse Up heeting Jahitan di bawah 5 Jahitan di atas 5 selanjutnya Nebulizer Oksigen (O2 ) per jam Corfus Allenum ( THM ) Ekstrasksi kuku Insisi EKG Mobil Rujukan KeRSUD Praya RSI Yatofa Bodak



BAB VI KESELAMATAN PASIEN



19



Rp



5.000



Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp



4.000 1.000 25.000 25.000 15.000 10.000 20.000 50.000



Rp 112.500 Rp 135.000



Tujuan dari ditetapkannya sasaran keselamatan pasien adalah untuk mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. Untuk meningkatkan keselamatan pasien perlu dilakukan pengukuran terhadap sasaran-sasaran keselamatan pasien. Indikator pengukuran sasaran keselamatan pasien di UGD sebagai berikut ini: 1.



Tidak terjadinya kesalahan identifikasi pasien Identifikasi pasien yang tepat meliputi tiga detail wajib, yaitu: nama, umur, nomor rekam medis pasien. Kegiatan identifikasi pasien dilakukan pada saat pendaftaran, pemberian obat, pengambilan spesimen atau pemberian tindakan



2.



Peningkatan komunikasi efektif Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh pasien/penerima akan



mengurangi



kesalahan,



dan



menghasilkan



peningkatan



keselamatan pasien. Komunikasi dapat secara elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang paling mudah mengalami kesalahan adalah perintah diberikan secara lisan dan yang diberikan melalui telpon. Komunikasi lain yang mudah terjadi kesalahan adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan klinis, seperti laboratorium klinis menelpon unit pelayanan untuk melaporkan hasil pemeriksaan segera/ cito. 3.



Pengurangan terjadinya risiko infeksi di puskesmas Agar tidak terjadi risiko infeksi, maka semua petugas UPT BLUD Puskesmas Puyung wajib menjaga kebersihan tangan dengan cara mencuci tangan 6 langkah dengan menggunakan handrubs. Enam langkah cuci tangan pakai handrubs harus dilaksanakan pada lima keadaan, yaitu: a.



Sebelum kontak dengan pasien



b.



Setelah kontak dengan pasien



c.



Sebelum tindakan aseptik



d.



Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien



e.



Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien



Saat masa pandemic, sebelum melakukan pelayanan terhadap pasien harus memperhatikan protocol covid dengan benar yaitu : 1. Mencuci tangan menggunakan sabun sebelum dan setelah memegang sesuatu 2. Selalu menggunakan masker baik oleh petugas maupun pasien 3. Saling menjaga jarak antar yang satu dengan yang lainnya 4. Membatasi penunggu pasien 1 orang



20



BAB VII PENUTUP



21



Pedoman Pelayanan UGDUPT BLUD Puskesmas Puyungini digunakan sebagai acuan pelaksanaan pelayanan UGD di UPT BLUD Puskesmas Puyung. Untuk keberhasilan pelaksanaan Pedoman Pelayanan UGD UPT BLUD Puskesmas Puyungdiperlukan komitmen dan kerja sama semua pihak. Hal tersebut akan menjadikan Pelayanan UGD



di UPT BLUD Puskesmas



Puyungsemakin optimal dan dapat dirasakan manfaatnya oleh pasien dan masyarakat yang pada akhirnya dapat meningkatkan citra puskesmas dan kepuasan terhadap proses pelayanan pendaftaran kepada pasien maupun masyarakat.



DAFTAR PUSTAKA



Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit 22



Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2014 Tentang Kewajiban Rumah Sakit Dan Kewajiban Pasien Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Peraturan Bupati Ponorogo Nomor 53 Tahun 2015 Tentang Tarif Pelayanan Kesehatan Pada Pusat Kesehatan Masyarakat.



23