Pembakaran Sampah [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Fi No
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



SAMPAH JANGAN DIBAKAR BANYAK MUDHORATNYA Diabstraksikan oleh Prof Dr Ir Soemarno MS Bahan kajian MK Filsafat Lingkungan PDKLP PPSUB 2011



Pembakaran sampah di lahan pekarangan rumah setiap hari masih menjadi kebiasaan masyarakat, dan hal ini dianggap merupakan hal yang wajar-wajar saja. Apabila naik pesawat udara dari Jakarta menuju ke daerah lain, ketika pesawat mau naik atau mau mendarat, dapat dilihat banyak sekali halaman rumah penduduk membakar sampahnya. Dapat dibayangkan berapa banyak polusi udara yang ditimbulkan setiap harinya dari hasil pembakaran sampah ini. Dalam jangka waktu yang pendek, kelihatannya cara ini lebih praktis dan lebih mengirit ketimbang harus menjalankan proses daur ulang yang panjang. Dalam jangka waktu yang panjang, cara cara seperti ini sebenarnya lebih merugikan individu yang bersangkutan, komunitas, dan masyarakat secara keseluruhan. Polusi yang kelihatannya sedikit ini, lama kelamaan menjadi bukit. Polusi ini perlahan lahan akan membuat sebagian orang yang seharusnya hidup sehat menjadi sakit, antara lain sakit gangguan pernafasan (astma, paru paru dll.). Orang tersebut yang seharusnya dapat bekerja 8 jam per hari tanpa sakit sepanjang tahun, hanya dapat bekerja kurang dari 8 jam per hari dan sakit beberapa hari per tahunnya. Orang tersebut dirugikan karena kehilangan upah hariannya ditambah harus keluar biaya untuk merawat kesehatannya. Disamping itu, masih ada lagi kerugian lainnya bagi individu yang sakit itu. Dia kehilangan kenikmatannya dimana dia seharusnya bisa menikmati hari liburnya (misalnya Sabtu dan Minggu) bersama anak dan isterinya, karena sakit, harus diam di rumah. Kehilangan kenikmatan sejenis ini, kalau kita mau, masih bisa digambarkan dalam bentuk uang. Secara keseluruhan negara juga dirugikan karena mempunyai rakyat yang sebagian tidak bisa kerja efisien karena sakit. Ditambah lagi negara harus mengeluarkan biaya tambahan untuk mengurus dan mengobati rakyat yang sakit gangguan pernafasan.



PENGERTIAN SAMPAH Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan didefinisikan oleh manusia menurut derajat keterpakaiannya, dalam proses-proses alam sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang ada hanya produkproduk yang dihasilkan setelah dan selama proses alam tersebut berlangsung. Akan tetapi karena dalam kehidupan manusia didefinisikan konsep lingkungan maka Sampah dapat dibagi menurut jenis-jenisnya. Sampah merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktifitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Berdasarkan sumbernya 1. Sampah alam 2. Sampah manusia



2



3. 4. 5. 6.



Sampah konsumsi Sampah nuklir Sampah industri Sampah pertambangan Sumber-sumber sampah  1. Rumah Tangga  2. Pertanian  3. Perkantoran  4. Perusahaan  5. Rumah Sakit  6. Pasar dll. Secara garis besar, sampah juga dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu : 1. Sampah Anorganik/kering Contoh : logam, besi, kaleng, plastik, karet, botol, dll yang tidak dapat mengalami pembususkan secara alami. 2. Sampah organik/basah Contoh : Sampah dapur, sampah restoran, sisa sayuran, rempah-rempah atau sisa buah dll yang dapat mengalami pembusukan secara alami. 3. Sampah berbahaya contoh : Baterei, botol racun nyamuk, jarum suntik bekas dll Berdasarkan sifatnya, sampah dapat kelompokkan nejadi



Sampah organik - dapat diurai (degradable), dan Sampah anorganik - tidak terurai (undegradable)



Sampah Organik, yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan, sayuran, daun-daun kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat diolah lebih lanjut menjadi kompos; 2. Sampah Anorganik, yaitu sampah yang tidak mudah membusuk, seperti plastik wadah pembungkus makanan, kertas, plastik mainan, botol dan gelas minuman, kaleng, kayu, dan sebagainya. Sampah ini dapat dijadikan sampah komersil atau sampah yang laku dijual untuk dijadikan produk laiannya. Beberapa sampah anorganik yang dapat dijual adalah plastik wadah pembungkus makanan, botol dan gelas bekas minuman, kaleng, kaca, dan kertas, baik kertas koran, HVS, maupun karton; Berdasarkan bentuknya, sampah merupakan bahan padat atau cair yang tidak dipergunakan lagi dan dibuang. Menurut bentuknya sampah dapat dibagi sebagai Sampah Padat dan Sampah cair. Sampah padat adalah segala bahan buangan selain kotoran manusia, urine dan sampah cair. Dapat berupa sampah rumah tangga: sampah dapur, sampah kebun, plastik, metal, gelas dan lain-lain. Menurut bahannya sampah ini dikelompokkan menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik Merupakan sampah yang berasal dari barang yang mengandung bahan-bahan organik, seperti sisa-sisa sayuran, hewan, kertas, potongan-potongan kayu dari peralatan rumah tangga, potongan-potongan ranting, rumput pada waktu pembersihan kebun dan sebagainya.



3



Berdasarkan kemampuan diurai oleh alam (biodegradability), maka dapat dibagi lagi menjadi: 1. Biodegradable: yaitu sampah yang dapat diuraikan secara sempurna oleh proses biologi baik aerob atau anaerob, seperti: sampah dapur, sisa-sisa hewan, sampah pertanian dan perkebunan. 2. Non-biodegradable: yaitu sampah yang tidak bisa diuraikan oleh proses biologi. Dapat dibagi lagi menjadi: o Recyclable: sampah yang dapat diolah dan digunakan kembali karena memiliki nilai secara ekonomi seperti plastik, kertas, pakaian dan lain-lain. o Non-recyclable: sampah yang tidak memiliki nilai ekonomi dan tidak dapat diolah atau diubah kembali seperti tetra packs, carbon paper, thermo coal dan lain-lain. Sampah cair merupakan bahan cairan yang telah digunakan dan tidak diperlukan kembali dan dibuang ke tempat pembuangan sampah.  Limbah hitam: sampah cair yang dihasilkan dari toilet. Sampah ini mengandung patogen yang berbahaya.  Limbah rumah tangga: sampah cair yang dihasilkan dari dapur, kamar mandi dan tempat cucian. Sampah ini mungkin mengandung patogen.



Sampah dapat berada pada setiap fase materi: padat, cair, atau gas. Ketika dilepaskan dalam dua fase yang disebutkan terakhir, terutama gas, sampah dapat dikatakan sebagai emisi. Emisi biasa dikaitkan dengan polusi. Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang dari aktivitas industri (dikenal juga dengan sebutan limbah), misalnya pertambangan, manufaktur, dan konsumsi. Hampir semua produk industri akan menjadi sampah pada suatu waktu, dengan jumlah sampah yang kira-kira mirip dengan jumlah konsumsi. Sampah alam Sampah yang diproduksi di kehidupan liar diintegrasikan melalui proses daur ulang alami, seperti halnya daun-daun kering di hutan yang terurai menjadi tanah. Di luar kehidupan liar, sampahsampah ini dapat menjadi masalah, misalnya daun-daun kering di lingkungan pemukiman. Sampah manusia Sampah manusia (Inggris: human waste) adalah istilah yang biasa digunakan terhadap hasil-hasil pencernaan manusia, seperti feses dan urin. Sampah manusia dapat menjadi bahaya serius bagi kesehatan karena dapat digunakan sebagai vektor (sarana perkembangan) penyakit yang disebabkan virus dan bakteri. Salah satu perkembangan utama pada dialektika manusia adalah pengurangan penularan penyakit melalui sampah manusia dengan cara hidup yang higienis dan sanitasi. Termasuk didalamnya adalah perkembangan teori penyaluran pipa (plumbing). Sampah manusia dapat dikurangi dan dipakai ulang misalnya melalui sistem urinoir tanpa air. Sampah Konsumsi Sampah konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh (manusia) pengguna barang, dengan kata lain adalah sampah-sampah yang dibuang ke tempat sampah. Ini adalah sampah yang umum dipikirkan manusia. Meskipun demikian, jumlah sampah kategori ini pun masih jauh lebih kecil dibandingkan sampah-sampah yang dihasilkan dari proses pertambangan dan industri. Limbah radioaktif Sampah nuklir merupakan hasil dari fusi nuklir dan fisi nuklir yang menghasilkan uranium dan thorium yang sangat berbahaya bagi lingkungan hidupdan juga manusia. Oleh karena itu sampah nuklir disimpan ditempat-tempat yang tidak berpotensi tinggi untuk melakukan aktivitas tempattempat yang dituju biasanya bekas tambang garam atau dasar laut (walau jarang namun kadang masih dilakukan).



Permasalahan Sampah Secara umum pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat kesehatan lingkungan akan dapat mengakibatkan : 1. Tempat berkembang dan sarang dari serangga dan tikus 2. Menjadi sumber polusi dan pencemaran tanah, air dan udara



4



3. Menjadi sumber dan tempat hidup kuman-kuman yang membahayakan kesehatan. Tempat Pembuangan sampah



(Sumber: http://drkurnia.wordpress.com/2010/10/05/tempat-sampah-warna-warni/)



Pengelolaan sampah Pengelolaan sampah merupakan kegiatan pengumpulan , pengangkutan , pemrosesan , pendaur-ulangan , atau pembuangan dari material sampah. Kalimat ini biasanya mengacu pada material sampah yg dihasilkan dari kegiatan manusia, dan biasanya dikelola untuk mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan atau keindahan. Pengelolaan sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam . Pengelolaan sampah bisa melibatkan zat padat , cair , gas , atau radioaktif dengan metoda dan keahlian khusus untuk masing masing jenis zat. Praktek pengelolaan sampah berbeda beda antara Negara maju dan negara berkembang , berbeda juga antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan , berbeda juga antara daerah perumahan dengan daerah industri. Pengelolaan sampah yg tidak berbahaya dari pemukiman dan institusi di area metropolitan biasanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, sedangkan untuk sampah dari area komersial dan industri biasanya ditangani oleh perusahaan pengolah sampah. Metode pengelolaan sampah berbeda beda tergantung banyak hal , diantaranya tipe zat sampah , tanah yg digunakan untuk mengolah dan ketersediaan area. Terdapat beberapa konsep tentang pengelolaan sampah yang berbeda dalam penggunaannya, antara negaranegara atau daerah. Beberapa yang paling umum, banyak-konsep yang digunakan adalah: 



Hirarki Sampah - hirarki limbah merujuk kepada " 3 M " mengurangi sampah, menggunakan kembali sampah dan daur ulang, yang mengklasifikasikan strategi pengelolaan sampah sesuai dengan keinginan dari segi minimalisasi sampah. Hirarki limbah yang tetap menjadi dasar dari sebagian besar strategi minimalisasi sampah. Tujuan limbah hirarki



5











adalah untuk mengambil keuntungan maksimum dari produk-produk praktis dan untuk menghasilkan jumlah minimum limbah. Perpanjangan tanggungjawab penghasil sampah / Extended Producer Responsibility (EPR).(EPR) adalah suatu strategi yang dirancang untuk mempromosikan integrasi semua biaya yang berkaitan dengan produkproduk mereka di seluruh siklus hidup (termasuk akhir-of-pembuangan biaya hidup) ke dalam pasar harga produk. Tanggung jawab produser diperpanjang dimaksudkan untuk menentukan akuntabilitas atas seluruh Lifecycle produk dan kemasan diperkenalkan ke pasar. Ini berarti perusahaan yang manufaktur, impor dan / atau menjual produk diminta untuk bertanggung jawab atas produk mereka berguna setelah kehidupan serta selama manufaktur. prinsip pengotor membayar - prinsip pengotor membayar adalah prinsip di mana pihak pencemar membayar dampak akibatnya ke lingkungan. Sehubungan dengan pengelolaan limbah, ini umumnya merujuk kepada penghasil sampah untuk membayar sesuai dari pembuangan



Diagram hirarkhi sampah (Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Pengelolaan_sampah)



Model Pengelolaan Sampah berbasis Masyarakat Sampah di Kota Yogyakarta menjadi masalah yang belum bisa diatasi sepenuhnya oleh pemerintah daerah. Pemda sebenarnya menyadari masalah ini, tetapi belum menemukan solusi jangka panjang yang tepat. Penelitian perihal Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Kota Yogyakarta ini bertujuan untuk (1) memperoleh gambaran tentang pengelolaan sampah rumah tangga berbasis masyarakat, (2) menginventarisasi problematika dalam sistem pengelolaan sampah rumah tangga ini, (3) memberikan rekomendasi untuk menyempurnakan sistem pengelolaan sampah rumah tangga berbasis masyarakat. Beberapa kesimpulan penelitian ini adaklah: Pertama, pilot project pengelolaan sampah rumah tangga berbasis masyarakat di Gondolayu Lor, Kota Yogyakarta berjalan secara baik dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) dan berhasil mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPSS hingga 70%. Ke dua, model pengelolaan sampah rumah tangga berbasis masyarakat dengan prinsip 3R merupakan solusi paradigmatik. Ketiga, problematika utama dalam pelaksanaan model ini adalah bagaimana mengubah paradigma “membuang sampah” jadi “memanfaatkan sampah”. Problematika lain yang teridentifikasi ialah (1) pemerintah daerah belum memberikan apresiasi terhadap masyarakat yang telah melakukan pemilahan sampah; (2) tidak ada mekanisme dan person yang memantau dan mengevaluasi kegiatan; (3) penerapan kebijakan pengelolaan sampah berbasis masyarakat dengan prinsip 3R tidak diikuti penyediaan sarana dan prasarana penunjang; (4) pemilahan sampah di rumah tangga kurang



6 tuntas; (5) tidak ada kaderisasi untuk mencari pengurus baru yang memiliki kapabilitas dan integritas. Ada enam hal yang dapat direkomendasikan. Pertama, pemerintah, pengurus RT/RW, dan pengelola mendidik masyarakat secara terencana dan terukur tentang pengelolaan sampah yang benar. Ke dua, pemerintah mengatur dan memberikan insentif dan disinsentif untuk memotivasi masyarakat. Ke tiga, pemerintah, pengurus RT/RW, dan pengelola membuat mekanisme dan menentukan orang untuk memantau dan mengevaluasi pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Keempat, pemerintah menyediakan sarana dan prasarana pengelolaan sampah dengan model ini. Kelima, pengelola dan pengurus RT/RW mencari strategi kaderisasi pengelola. Keenam, model pengelolaan sampah rumah tangga berbasis masyarakat layak dikembangkan jadi model pengelolaan sampah rumah tangga di perkotaan (Sumber: PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus di Kota Yogyakarta). Tesis. F A I Z A H. 2008. PROGRAM MAGISTER ILMU LINGKUNGAN, PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG.)



Pemusnahan sampah Beberapa cara pemusnahan sampah yang dapat dilakukan secara sederhana sebagai berikut : 1.



Penumpukan. Dengan metode ini, sebenarnya sampah tidak dimusnahkan secara langsung, namun dibiarkan membusuk menjadi bahan organik. Metode penumpukan bersifat murah, sederhana, tetapi menimbulkan resiko karena berjnagkitnya penyakit menular, menyebabkan pencemaran, terutama bau, kotoran dan sumber penyakit dana badanbadan air. 2. Pengkomposan. Cara pengkomposan meerupakan cara sederhana dan dapat menghasilkan pupuk yang mempunyai nilai ekonomi. 3. Pembakaran. Metode ini dapat dilakuakn hanya untuk sampah yang dapat dibakar habis. Harus diusahakan jauh dari pemukiman untuk menhindari pencemarn asap, bau dan kebakaran. 4. “Sanitary Landfill”. Metode ini hampir sama dengan pemupukan, tetapi cekungan yang telah penuh terisi sampah ditutupi tanah, namun cara ini memerlukan areal khusus yang sangat luas. a. Sampah basah : Kompos dan makanan ternak b. Sampah kering : Dipakai kembali dan daur ulang c. Sampah kertas : Daur Ulang 5. Botol Bekas wadah kecap, saos, sirup, creamer dll baik yang putih bening maupun yang berwarna terutama gelas atau kaca yang tebal. 6. Kertas, terutama kertas bekas di kantor, koran, majalah, kardus kecualai kertas yang berlapis minyak. 7. Aluminium bekas wadah minuman ringan, bekas kemasan kue dll. 8. Besi bekas rangka meja, besi rangka beton dll 9. Plastik bekas wadah shampoo, air mineral, jerigen, ember dll 10. Sampah basah dapat diolah menjadi kompos.



Tempat pembuangan akhir (TPA) atau tempat pembuangan sampah (TPS) ialah tempat untuk menimbun sampah dan merupakan bentuk tertua perlakuan sampah. TPA dapat berbentuk tempat pembuangan dalam (di mana pembuang sampah membawa sampah di tempat produksi)



7 begitupun tempat yang digunakan oleh produsen. Dahulu, TPA merupakan cara paling umum untuk limbah buangan terorganisir dan tetap begitu di sejumlah tempat di dunia. Sejumlah dampak negatif dapat ditimbulkan dari keberadaan TPA. Dampak tersebut bisa beragam: musibah fatal (misalnya burung bangkai yang terkubur di bawah timbunan sampah); kerusakan infrastruktur (misalnya kerusakan ke akses jalan oleh kendaraan berat); pencemaran lingkungan setempat (seperti pencemaran air tanah oleh kebocoran dan pencemaran tanah sisa selama pemakaian TPA, begitupun setelah penutupan TPA); pelepasan gas metana yang disebabkan oleh pembusukan sampah organik (metana adalah gas rumah kaca yang berkali-kali lebih potensial daripada karbon dioksida, dan dapat membahayakan penduduk suatu tempat); melindungi pembawa penyakit seperti tikus dan lalat, khususnya dari TPA yang dioperasikan secara salah, yang umum di Dunia Ketiga; jejas pada margasatwa; dan gangguan sederhana (mis., debu, bau busuk, kutu, atau polusi suara).



Pemanfaatan Sampah Daur ulang Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan , pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan produk/material bekas pakai. Manfaat pengelolaan sampah 1. 2. 3. 4. 5.



Menghemat sumber daya alam Mengehemat Energi Menguranagi uang belanja Menghemat lahan TPA Lingkungan asri (bersih,sehat,nyaman)



Contoh Nilai ekonomis dari bahan daur ulang sampah NO



JENIS BARANG LAPAK



HARGA/KG



1



Gelas Aqua



1600



2



Kaleng Oli



1500



3



Ember biasa



1100



4



Keras (kaset, yakult, botol kecap)



150



5



Ember hitam (anti pecah)



800



6



Botol Aqua



700



7



Putian (botol bayclin, infus)



1600



8



8



Kardus



500



9



Kertas Putih



700



10



Majalah



350



11



Koran



500



12



Duplek (kardus tipis)



150



13



Semen



400



14



Besi Beton



700



15



Besi super



450



16



Besi pipa



250



17



Tembaga super



8000



18



Tembaga bakar



7000



19



Aluminium tebal



6000



20



Aluminium tipis



4000



21



Botol air besar



400



22



Botol bir kecil, sprite, fanta



200



Sumber koperasi pemulung 2003



Sumber : panduan ibu pada http://www.jala-sampah.or.id/ Membakar Sampah Mengapa kita masih senang membakar sampah? Budaya membakar ini sudah ada sejak dahulu dan masih terus berlanjut sampai sekarang. Mengapa membakar sampah itu berbahaya? Biasanya orang membakar sampah sembarangan saja, sehingga suplai oksigen untuk menghasilkan CO2 hanya ada pada permukaan tumpukan sampah yang dibakar. Sementara bagian dalam dari tumpukan sampah kekurangan oksigen, sehingga akan menghasilkan karbonmonoksida (CO). Satu ton sampah, akan berpotensi menghasilkan sekitar 30 kg CO. Asap karbon monoksida mampu membunuh orang karena bila terhirup karena menggangu



9



fungsi kerja hemoglobin yang semestinya mengangkut dan mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh. Tubuh akan kekurangan O2 dan dapat menimbulkan kematian.



Sumber: http://bandarsampah.blogdetik.com/index.php/archives/83



Sumber: http://bandarsampah.blogdetik.com/index.php/archives/83



Sampah yang bercampur plastik jika terbakar asapnya menghasilkan senyawa kimia Dioksin, senyawa zat yang biasanya digunakan sebagai racun tumbuhan (herbisida). Selain itu, mungkin pula dihasilkan fosgen yang pernah dipakai sebagai racun pembunuh pada Perang Dunia I. Aa sekibat 75 bahan racun yang ada dalam hasil pembakaran sampah yang mengandung klor. Asap dari pembakaran sampah mengandung benzopirena, ditengarai sebagai biang keladi penyebab kanker dan hidrokarbon berbahaya senyawa penyebab iritasi seperti asam cuka. Membakar kayu juga berbahaya karena akan menghasilkan senyawa yang mengakibatkan kanker. Sementara milamin dapat menghasilkan formaldehida bila dibakar dengan suplai oksigen banyak, atau menghasilkan HCN (bila suplai oksigen kurang).



10



Sumber: http://bandarsampah.blogdetik.com/index.php/archives/83#more-83



Membakar sampah dapat merusak tanah. Membakar sampah, terutama sampah anorganik sangat berbahaya bagi kesehatan lingkungan dan kesehatan manusia. Dioksin yang merupakan salah satu dari sedikit bahan kimia yang telah secara intensif diteliti oleh banyak peneliti di seluruh dunia, dipastikan dapat menimbulkan penyakit kanker dan penyakit lain yang bersifat degeneratif. Bahaya dioksin seringkali disejajarkan dengan bahaya DDT, yang sekarang telah dilarang di seluruh dunia. Substansi abu hasil pembakaran sampah anorganik seperti plastik dapat mengandung logam berat yang tidak terurai meski telah dibakar. Apakah membakar sampah juga dapat berbahaya bagi tanah? Membakar sampah, terutama sampah anorganik seperti plastik, alumunium, logam, batu baterai kertas sangat berbahaya bagi lingkungan, termasuk tanah. Plastik dibuat dari bahan sintetis yang biasanya menggunakan minyak bumi sebagai bahan dasar. Tak hanya menggunakan minyak bumi, saat proses produksi plastik, ada bahanbahan tambahan yang umumnya merupakan logam berat seperti kadmium, timbal dan nikel, atau bahan beracun lain seperti khlor (Cl). Pada saat bahan plastik telah habis masa pakainya, dibuang di tempat sampah dan dengan rela hati membakarnya, telah dilepaskan sejumlah senyawa toksik ke dalam tanah dan udara. Seluruh racun dari plastik (dan bahanbahan logam lainnya) akan terlepas pada saat terbakar, dan menyebabkan berbagai jenis logam berat dan bahan kimia berbahaya tersebut terlepas ke tanah. Pencemaran tanah Keberadaan bahan-bahan toksik tersebut dapat mempengaruhi kesuburan tanah, daya simpan tanah terhadap unsur hara dan unsur-unsur lainnya pembentuk kualitas tanah. Berbagai bahan toksik dan logam kimia yang ada dalam tanah tersebut akan tersimpan dalam kurun waktu yang lama. Tidak hanya tersimpan dalam tanah namun juga ke dalam tanaman, binatang yang memakan tanaman dan tubuh manusia.



11



Pembakaran sampah organik Bolehkah sampah organik dibakar sembarangan, mengingat sampai sekarang masih banyak anggota masyarakat kita yang membakar sampah organik. Dalam setiap proses pembakaran sampah, akan dihasilkan gas karbondioksida (CO2) dan karbonmonoksida (CO). Satu ton sampah, akan berpotensi menghasilkan sekitar 30 kg CO yang akan mengganggu fungsi kerja hemoglobin yang bertugas mengangkut dan mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh. Kedua gas tersebut tetap akan keluar meski benda yang dibakar adalah ranting tanaman, daun-daunan, atau material organik lainnya.



12



Reaksi Kimia Pembakaran Pembakaran adalah suatu runutan reaksi kimia antara suatu bahan bakar dan suatu oksidan, disertai dengan produksi panas yang kadang disertai cahaya dalam bentuk pendar atau api. Dalam ilmu kimia, persamaan reaksi atau persamaan kimia merupakan representasi simbolis dari reaksi kimia. Rumus kimia pereaksi ditulis pada ruas kiri (di sebelah kiri) persamaan dan rumus kimia produk dituliskan pada ruas kanan. Koefisien yang ditulis di sebelah kiri rumus kimia sebauh zat adalah koefisien stoikiometri, yang menggambarkan jumlah zat tersebut yang terlibat dalam reaksi relatif terhadap zat yang lain. Persamaan reaksi yang pertama kali dibuat oleh ahli iatrokimia Jean Beguin pada 1615.



Representasi grafis dari persamaan reaksi pembakaran metana Dalam sebuah persamaan reaksi, pereaksi dan produk-reaksi dihubungkan melalui simbol yang berbeda-beda. Simbol → digunakan untuk reaksi searah, ⇆ untuk reaksi dua arah, dan ⇌ untuk reaksi kesetimbangan. Misalnya, persamaan reaksi pembakaran metana (suatu gas pada gas alam) oleh oksigen dituliskan sebagai berikut CH4 + 2 O2 → CO2 + 2 H2O Seringkali pada suatu persamaan reaksi, wujud zat yang bereaksi dituliskan dalam singkatan di sebelah kanan rumus kimia zat tersebut. Huruf s melambangkan padatan, l melambangkan cairan, g melambangkan gas, dan aq melambangkan larutan dalam air. Misalnya, reaksi padatan kalium (K) dengan air (2H2O) menghasilkan larutan kalium hidroksida (KOH) dan gas hidrogen (H2), dituliskan sebagai berikut: 2K (s) + 2H2O (l) → 2KOH (aq) + H2 (g)



13



Selain itu, di paling kanan dari sebuah persamaan reaksi kadang-kadang juga terdapat suatu besaran atau konstanta, misalnya perubahan entalpi atau konstanta kesetimbangan. Misalnya proses Haber (reaksi sintesis amonia) dengan perubahan entalpi (ΔH) dituliskan sebagai berikut N2(g) + 3H2(g) → 2NH3(g) ΔH = -92.4 kJ/mol. Suatu persamaan reaski disebut setara jika jumlah suatu unsur pada ruas kiri persamaan sama dengan jumlah unsur tersebut pada ruas kanan; dan dalam reaksi ionik, jumlah total muatan harus setara juga. Dalam suatu reaksi pembakaran lengkap, suatu senyawa bereaksi dengan zat pengoksidasi, dan produknya adalah senyawa dari tiap elemen dalam bahan bakar dengan zat pengoksidasi. Contoh:



Contoh yang lebih sederhana dapat diamati pada pembakaran hidrogen dan oksigen, yang merupakan reaksi umum yang digunakan dalam mesin roket, yang hanya menghasilkan uap air.



Pada mayoritas penggunaan pembakaran sehari-hari, oksidan oksigen (O 2) diperoleh dari udara ambien dan gas resultan (gas cerobong, flue gas) dari pembakaran akan mengandung nitrogen:



Seperti dapat dilihat, jika udara adalah sumber oksigen, nitrogen meliputi bagian yang sangat besar dari gas cerobong yang dihasilkan. Pada kenyataannya, proses pembakaran tidak pernah sempurna. Dalam gas cerobong dari pembakaran karbon (seperti dalam pembakaran batubara) atau senyawa karbon (seperti dalam pembakaran hidrokarbon, kayu, dll) akan ditemukan baik karbon yang tak terbakar maupun senyawa karbon (CO dan lainnya). Jika udara digunakan sebagai oksidan, beberapa nitrogen akan teroksidasi menjadi berbagai jenis nitrogen oksida (NOx) yang kebanyakan berbahaya. Combustion or burning is the sequence of exothermic chemical reactions between a fuel and an oxidant accompanied by the production of heat and conversion of chemical species. The release of heat can result in the production of light in the form of either glowing or a flame. Fuels of interest often include organic compounds (especially hydrocarbons) in the gas, liquid or solid phase. In a complete combustion reaction, a compound reacts with an oxidizing element, such as oxygen or fluorine, and the products are compounds of each element in the fuel with the oxidizing element. For example:



14



CH4 + 2 O2 → CO2 + 2 H2O + energy CH2S + 6 F2 → CF4 + 2 HF + SF6[discuss] A simple example can be seen in the combustion of hydrogen and oxygen, which is a commonly used reaction in rocket engines: 2 H2 + O2 → 2 H2O(g) + heat The result is water vapor. Complete combustion is almost impossible to achieve. In reality, as actual combustion reactions come to equilibrium, a wide variety of major and minor species will be present such as carbon monoxide and pure carbon (soot or ash). Additionally, any combustion in atmospheric air, which is 78% nitrogen, will also create several forms of nitrogen oxides. In complete combustion, the reactant burns in oxygen, producing a limited number of products. When a hydrocarbon burns in oxygen, the reaction will only yield carbon dioxide and water. When elements are burned, the products are primarily the most common oxides. Carbon will yield carbon dioxide, nitrogen will yield nitrogen dioxide, sulfur will yield sulfur dioxide, iron will yield iron(III) oxide. Combustion is not necessarily favorable to the maximum degree of oxidation and it can be temperature-dependent. For example, sulfur trioxide is not produced quantitatively in combustion of sulfur. Nitrogen oxides start to form above 2,800 °F (1,540 °C) and more nitrogen oxides are produced at higher temperatures. Below this temperature, molecular nitrogen (N2) is favored. It is also a function of oxygen excess. In most industrial applications and in fires, air is the source of oxygen (O2). In air, each mole of oxygen is mixed with approximately 3.76 mole of nitrogen. Nitrogen does not take part in combustion, but at high temperatures, some nitrogen will be converted to NOx, usually between 1% and 0.002% (2 ppm). Furthermore, when there is any incomplete combustion, some of carbon is converted to carbon monoxide. A more complete set of equations for combustion of methane in air is therefore: CH4 + 2 O2 → CO2 + 2 H2O 2 CH4 + 3 O2 → 2 CO + 4 H2O N2 + O2 → 2 NO N2 + 2 O2 → 2 NO2 Pembentukan NOx NOx emissions do not form in significant amounts until flame temperatures reach 2800 F. Once that threshold is passed, however, any further rise in temperature causes a rapid increase in the rate of NOx formation (A). NOx production is highest (B) at fuel-to-air combustion ratios of 5–7% O2 (25–45% excess air). Lower excess air levels starve the reaction for oxygen, and higher excess air levels drive down the flame temperature, slowing the rate of reaction.



15 NOx reduction is the area of most concern today. Thermally produced NOx is the largest contributor to these types of emissions. Thermal NOx is produced during the combustion process when nitrogen and oxygen are present at elevated temperatures. The two elements combine to form NO or NO 2. NOx is generated by many combustion processes other than boiler operation. It combines with other pollutants in the atmosphere and creates O 3, a substance known as ground level ozone.



Sumber: http://www.alentecinc.com/papers/NOx/The%20formation%20of%20NOx_files/The %20formation%20of%20NOx.htm



NOx in boiler burners can be reduced with either pre-combustion or postcombustion technology. Post-combustion technology allows NOx to form, then breaks it down in the exhaust gases (a process called catalytic reduction). This method is normally confined to larger, utility-size equipment. Pre-combustion method prevents NOx from forming in the first place. Precombustion NOx reduction is accomplished by either staging the combustion process or recirculating flue gases into the combustion process (FGR). FGR is accomplished by forcing the flue gases with a separate fan back into the combustion zone (forced FGR), or by drawing the flue gases through the combustion air fan (induced FGR). Both methods reduce the bulk flame temperature in the furnace to inhibit the chemical reaction between the nitrogen and oxygen. FGR systems reduce NOx emissions without reducing efficiency. NOx values can drop to less than 20 ppm corrected to 3% O 2 when burning natural gas. Uncontrolled NOx readings are generally in the area of 80-120 ppm. Incomplete combustion will only occur when there is not enough oxygen to allow the fuel to react completely to produce carbon dioxide and water. It also happens when the combustion is quenched by a heat sink such as a solid surface or flame trap. For most fuels, such as diesel oil, coal or wood, pyrolysis occurs before combustion. In incomplete combustion, products of pyrolysis remain



16 unburnt and contaminate the smoke with noxious particulate matter and gases. Partially oxidized compounds are also a concern; partial oxidation of ethanol can produce harmful acetaldehyde, and carbon can produce toxic carbon monoxide. The quality of combustion can be improved by design of combustion devices, such as burners and internal combustion engines. Further improvements are achievable by catalytic after-burning devices (such as catalytic converters) or by the simple partial return of the exhaust gases into the combustion process. Such devices are required by environmental legislation for cars in most countries, and may be necessary in large combustion devices, such as thermal power plants, to reach legal emission standards.



17



PROSES PEMBAKARAN Dalam pembakaran proses yang terjadi adalah oksidasi dengan reaksi sebagai berikut: Karbon + oksigen = Karbon dioksida + panas Hidrogen + oksigen = Uap air + panas Sulfur + oksigen = Sulfur dioksida + panas Pembakaran di atas dikatakan sempurna bila campuran bahan bakar dan oksigen (dari udara) mempunyai perbandingan yang tepat, hingga tidak diperoleh sisa. Bila oksigen terlalu banyak, dikatakan campuran “lean” (kurus). Pembakaran ini menghasilkan api oksidasi. Sebaliknya, bila bahan bakarnya terlalu banyak (atau tidak cukup oksigen), dikatakan campuran “rich” (kaya). Pembakaran ini menghasilkan api reduksi. Api reduksi ditandai oleh lidah api panjang, kadang-kadang sampai terlihat berasap. Keadaan ini juga disebut pembakaran tidak sempurna. Seperti diketahui, oksigen untuk pembakaran diperoleh dari udara yang terdiri dari 20% O2 dan 80% N2. Sebagai contoh, bila diperlukan 1 lb O2, berarti memerlukan 4.32 lb udara atau setiap cuft O2 perlu 4.78 cuft udara. Gas N2 yang mengisi 80% dari udara, tidak ikut dalam reaksi pembakaran, malahan menghisap panas dari hasil reaksi pembakaran. Untuk menentukan jumlah O2 yang tepat pada setiap pembakaran, merupakan hal yang tidak mudah. Pada umumnya dipakai kelebihan udara. Keuntungannya tidak terjadi pemborosan bahan bakar. Kerugiannya mengurangi panas hasil pembakaran. Untuk ini dijaga ada kelebihan udara, tetapi tidak terlalu banyak (antara 5-15%). Dalam pembakaran, ada pengertian udara primer yaitu udara yang dicampurkan dengan bahan bakar di dalam burner (sebelum pembakaran) dan udara sekunder yaitu udara yang dimasukkan dalam ruang pembakaran setelah burner, melalui ruang sekitar ujung burner atau melalui tempat lain pada dinding dapur. Perbandingan Udara-Bahan Bakar Untuk memperoleh reaksi pembakaran yang baik diperlukan: 1. Perbandingan tertentu antara bahan bakar dengan udara. 2. Pencampuran yang baik antara bahan bakar dengan udara. 3. Permulaan dan kelangsungan penyalaan campuran. Campuran yang baik adalah yang homogen dan tiap partikel bahan bakar harus kontak langsung dengan partikel udara. Pada umumnya bahan bakar telah berubah menjadi uap (combustible vapor) sebelum terbakar. Untuk mempercepat terjadinya “combustible vapor” diperlukan proses pengabutan. Butiran-butiran kabut tersebut luas permukaannya menjadi sangat besar, hingga mempercepat penguapan. Untuk bahan bakar padat, tentunya tidak dapat dilakukan pengabutan. Untuk mendekati bentuk kabut tersebut diperlukan pemecahan/penghalusan butirannya dalam “pulverizer” dan sprayer. Pada awal proses pembakaran, diperlukan nyala api atau loncatan api listrik setelah sebagian kecil bahan bakar mulai terbakar, maka sebagian panas pembakaran digunakan



18



untuk menaikkan suhu bahan bakar sampai suatu saat suhu bahan bakar cukup tinggi untuk terbakar sendiri. Bila kondisi ini sudah dicapai, bantuan nyala api sudah tidak diperlukan lagi. Susunan Emisi Gas Asap Apabila pembakaran berlangsung sempurna, maka susunan gas asap hanya terdiri dari: CO2, H2O, SO2, N2 dari udara dan O2 kelebihan. Pembakaran tidak sempurna, maka disamping gas-gas tersebut di atas, terjadi pula gas CO serta sisa bahan bakar yang tidak terbakar. Besarnya kadar gas CO2 dalam gas asap merupakan indikator sempurna atau tidak sempurnanya pembakaran. Neraca Bahan dan Neraca Kalor Berat massa bahan yang masuk ruang pembakaran = berat massa bahan yang keluar.



(a + b) = (c +d +e) a = berat bahan bakar kering + air (kelembaban). b = berat udara + uap air yang terkandung dalam udara. Air dalam d dan e = (air yang terkandung dalam bahan bakar) + (air dari kelembaban udara) + (air yang terbentuk dari reaksi pembakaran).



19



PENCEMARAN AKIBAT PEMBAKARAN Pada proses pembakaran bahan bakar konvensional (bukan bahan bakar nuklir), tak dapat dihindari kemungkinan terjadinya pencemaran, baik oleh komponenkomponen dalam gas asap yang bersifat racun bagi kesehatan serta mengganggu kenyamanan manusia, maupun oleh radiasi kalor. The incineration of municipal waste involves the generation of climate-relevant emissions. These are mainly emissions of CO2 (carbon dioxide) as well as N2O (nitrous oxide), NOx ( oxides of nitrogen) NH3 (ammonia) and organic C, measured as total carbon. CH4 (methane) is not generated in waste incineration during normal operation. It only arises in particular, exceptional, cases and to a small extent (from waste remaining in the waste bunker), so that in quantitative terms CH4 is not to be regarded as climate-relevant. CO2 constitutes the chief climate-relevant emission of waste incineration and is considerably higher, by not less than 102, than the other emissions. (www.ipcc-nggip.iges.or.jp/.../5_3_Waste_Inci...)Equation 1 calculates the emissions from waste incineration plants: EQUATION 1: Emissions i [Mg ] = emission concentration i [Mg ● 10-9/m3] ● exhaust gas volume (dry) [m3/Mg waste] ● amount of incinerated waste [Mg waste] Where: Emission i in [Mg emission] i ≈ CO2, N2O, CH4, NOx, CO, TOC, NH3 Emission concentration i [Mg • 10-9/ m3] of the climate-relevant emission i ≈ CO2, N2O, CH4, NOx, CO, TOC, NH3 Exhaust gas volume (dry) [m3/Mg waste] of the incineration plant amount of incinerated waste [Mg waste] of a country per year



Equation 2 calculates the emissions in CO2-equivalent: EQUATION 2 : Emissions in CO2-equivalent i [Mg CO2] = Emission i [Mg emission] ● GWP [Mg CO2/Mg emission] Where: Emissions in CO2-equivalent i [Mg CO2] Emission i [Mg emission] of Formula (1) i ≈ CO2, N2O, CH4, NOx, CO, TOC, NH3 Global warming potential GWP in [Mg CO2/Mg emission]



Carbon Dioxide CO2 (www.ipcc-nggip.iges.or.jp/.../5_3_Waste_Inci...)-



20 The incineration of 1 Mg of municipal waste in MSW incinerators is associated with the production/release of about 0.7 to 1.2 Mg of carbon dioxide CO2. Although this carbon dioxide is directly released into the atmosphere and thus makes a real contribution to the greenhouse effect, only the climate-relevant CO2 emissions from fossil sources are considered for the purposes of a global analysis. Since the municipal waste incinerated is a heterogeneous mixture of wastes, in terms of sources of CO2 a distinction is drawn between carbon of biogenic and carbon of fossil origin. In the literature, the proportion of CO2 assumed to be of fossil origin (e.g. plastics) and consequently to be considered as climate-relevant, is given as 33 to 50 percent. Assuming that carbon dioxide emissions from MSW incineration average 1 Mg per Mg of waste, then of these CO2 emissions 0.33 (0.50) Mg are of fossil and 0.67 (0.50) Mg are of biogenic origin. In subsequent calculations, the proportion of climate-relevant CO2 is figured out as an average value of 0.415 Mg of CO2 per Mg of waste. The measured CO2 output content of the exhaust gas (dry) in MSW incineration plants is round about 10 Vol. percent multiply with 5,500 m3 exhaust gas volume (dry) per Mg waste multiply with 1.9768 kg/ m3 density of CO2 result in 1087 kg CO2 per Mg waste. The content of C in CO2 is round about 27.3 percent resulting in 297 kg C per Mg waste. Another way to develop the estimate of climate-relevant CO2 emission from the input, was to estimate the amount of non-biogenic carbon in the waste. Usually, three waste categories contain non-biogenic carbon: plastics, textiles, and a combined category for rubber and leather (U.S. EPA 1997).But it is a problem to determine the real content of carbon in the heterogeneous MSW, because it is variable from day to day. The waste's carbon content of German MSW is generally in the range of 28 - 40 wt percent (averages, related to dry matter) or 280 - 400 kg C per Mg waste. Calculation example (Germany MSW incinerated 14 ● 106 Mg waste/ year): Equation 1: Total Emission CO2 = 0.415 Mg CO2 /Mg waste ● 14 ● 106 Mg waste/ year



Total Emission CO2 = 5.81 ● 106 Mg/year



Equation 2: Total emission CO2 = 5.81 ● 106 Mg CO2 /year For the incineration of sewage sludge in fluidized-bed plants, an emission of 1 Mg of CO2 per Mg of incinerated sludge (dry matter) is assumed.



Khusus pencemaran oleh bahan-bahan hasil pembakaran, meliputi 5 macam bahan pencemar utama yaitu: 1. Partikulat, yaitu padatan atau cairan yang sangat kecil, tersuspensi dalam gas asap. Partikulat ini terlepas ke atmosfer, dan efek yang ditimbulkan berupa: - terganggunya penglihatan oleh kabut partikulat, - menyebabkan bronkhitis, emphysema dan kanker. Partikulat (asap atau jelaga) Partikulat merupakan polutan udara yang paling jelas terlihat dan paling berbahaya, dapat dihasilkan dari cerobong pabrik berupa asap hitam tebal. Macam-macam partikel, yaitu : a. Aerosol: partikel yang terhambur dan melayang di udara b. Fog (kabut): aerosol yang berupa butiran-butiran air dan berada di udara c. Smoke (asap): aerosol yang berupa campuran antara butir padat dan cair dan melayang berhamburan di udara d. Dust (debu): aerosol yang berupa butiran padat dan melayang-layang di udara



21



Smoke (ASAP) is a collection of airborne solid and liquid particulates and gases emitted when a material undergoes combustion or pyrolysis, together with the quantity of air that is entrained or otherwise mixed into the mass. It is commonly an unwanted by-product of fires (including stoves, candles, oil lamps, and fireplaces), but may also be used for pest control (cf. fumigation), communication (smoke signals), defensive and offensive capabilities in the military (smoke-screen), cooking (smoked salmon), or smoking (tobacco, marijuana, etc.). Smoke is used in rituals, when incense, sage, or resin is burned to produce a smell for spiritual purposes. Smoke is sometimes used as a flavoring agent, and preservative for various foodstuffs. Smoke is also a component of internal combustion engine exhaust gas, particularly diesel exhaust. Smoke inhalation is the primary cause of death in victims of indoor fires. The smoke kills by a combination of thermal damage, poisoning and pulmonary irritation caused by carbon monoxide, hydrogen cyanide and other combustion products. Smoke particles are an aerosol (or mist) of solid particles and liquid droplets that are close to the ideal range of sizes for Mie scattering of visible light. This effect has been likened to three-dimensional textured privacy glass — a smoke cloud does not obstruct an image, but thoroughly scrambles it. (http://en.wikipedia.org/wiki/Smoke). Smoke particulates have three modes of particle size distribution:  nuclei mode, with geometric mean radius between 2.5–20 nm, likely forming by condensation of carbon moieties.  accumulation mode, ranging between 75–250 nm and formed by coagulation of nuclei mode particles  coarse mode, with particles in micrometer range Most of the smoke material is primarily in coarse particles. Those undergo rapid dry precipitation, and the smoke damage in more distant areas outside of the room where the fire occurs is therefore primarily mediated by the smaller particles.



Partikulat debu melayang (Suspended Particulate Matter/SPM) merupakan campuran yang sangat rumit dari berbagai senyawa organic dan anorganik yang terbesar di udara dengan diameter yang sangat kecil, mulai dari < 1 mikron sampai dengan maksimal 500 mikron. Partikulat debu tersebut akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang di udara dan masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan. Selain dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan, partikel debu juga dapat mengganggu daya tembus pandang mata dan juga mengadakan berbagai reaksi kimia di udara. Partikel debu SPM pada umumnya mengandung berbagai senyawa kimia yang berbeda, dengan berbagai ukuran dan bentuk yang berbada pula, tergantung dari mana sumber emisinya. Karena komposisi partikulat debu udara yang rumit, dan pentingnya ukuran partikulat dalam menentukan pajanan, banyak istilah yang digunakan untuk menyatakan partikulat debu di udara. Beberapa istilah digunakan dengan mengacu pada metode pengambilan sampel udara seperti: Suspended Particulate Matter (SPM), Total Suspended Particulate (TSP), black smoke. 2. Gas belerang oksida, atau SOx, yaitu SO2 dan SO3. Biasanya gas SO3 terbentuk dalam dapur karena oksidasi SO2 menjadi SO3. Akibat yang ditimbulkan oleh gas-gas ini ialah:



22



- Apabila terjadi kontak dengan air akan terbentuk asam belerang (H2SO4) yang bersifat korosif terhadap logam dan merusak instalasi dapur. - Gas SO2 dan SO3 membentuk kabut di atmosfer, mengakibatkan terjadinya hujan asam yang membahayakan kehidupan tumbuh-tumbuhan. - Menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan. Sulfur dioxide (also sulphur dioxide) is the chemical compound with the formula SO2. It is released by volcanoes and in various industrial processes. Since coal and petroleum often contain sulfur compounds, their combustion generates sulfur dioxide unless the sulfur compounds are removed before burning the fuel. Further oxidation of SO 2, usually in the presence of a catalyst such as NO2, forms H2SO4, and thus acid rain. Sulfur dioxide emissions are also a precursor to particulates in the atmosphere. Both of these impacts are cause for concern over the environmental impact of these fuels. SO2 is a bent molecule with C2v symmetry point group. In terms of electron-counting formalism, the sulfur atom has an oxidation state of +4 and a formal charge of 0. It is surrounded by 5 electron pairs and can be described as a hypervalent molecule. From the perspective of molecular orbital theory, most of these valence electrons are engaged in S–O bonding.



Three resonance structures of sulfur dioxide Although sulfur and oxygen both have six valence electrons, the molecular bonds in SO 2 are not the same as those in ozone. The S–O bonds are shorter in SO 2 (143.1 pm) than in sulfur monoxide, SO (148.1 pm), whereas the O–O bonds are longer in ozone (127.8 pm) than in dioxygen, O2 (120.7 pm). The mean bond energy is greater in SO 2 (548 kJ/mol) than in SO (524 kJ/mol), whereas it is less in O 3 (297 kJ/mol) than in O2 (490 kJ/mol). These pieces of evidence lead chemists to conclude that the S–O bonds in sulfur dioxide have a bond order of at least 2, unlike the O–O bonds in ozone, which have a bond order of 1.5. (http://en.wikipedia.org/wiki/Sulfur_dioxide). Sulfur dioxide is the product of the burning of sulfur or of burning materials that contain sulfur: S8 + 8 O2 → 8 SO2 Sulfur dioxide is typically produced in significant amounts by the burning of common sulfurrich materials including wool, hair, rubber, and foam rubber such as are found in mattresses, couch cushions, seat cushions, and carpet pads, and vehicle tires. Ferrous metals such as steel exposed to sulfur dioxide combustion fumes are rapidly oxidized and sulfidated. In house fires, this sometimes produces apparently molten steel comprising iron oxides and iron sulfide. The most common example of this phenomenon is “apparently melted steel” bedsprings that are found by fire investigators. The burning foam rubber in the mattress produces sulfur dioxide which reacts with the hot metal, further heating it until the oxide/sulfide melts, giving the appearance of “melted bed springs”.



23



3. Gas nitrogen oksida, terbentuk apabila pembakaran dilakukan dalam udara, pada suhu yang cukup tinggi. Hal ini terjadi karena gas nitrogen N2 dan gas oksigen O2 bereaksi membentuk NO dan NO2. Efek yang ditimbulkan oleh gas ini ialah: - dapat merusak kehidupan tanaman dan binatang, - mengganggu kesehatan manusia karena menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan, - bersifat korosif pada logam, - menimbulkan hujan asam oleh terbentuknya asam nitrat di atmosfer, - apabila bereaksi dengan uap atau gas dari senyawa organik dengan bantuan sinar matahari dapat menimbulkan kabut fotokimia. Nitrous Oxide N2O As well as the above nitrogen oxide compounds NO and NO2, nitrous oxide N2O is of relevance from a climate perspective. Emission levels of 1 to 12 mg/m3 have been determined in individual measurements at MSW incineration plants, with an average of 1 - 2 mg/m3. From hazardous waste incineration plants the emission levels of 30 to 32 mg/m3 have been determined in individual measurements. NO2 emission levels (individual measurements) are markedly higher in the incineration of sewage sludge in fluidized-bed plants. An average of 100 mg N2O/m3 was used for the calculations presented here. Nitrogen Oxides NOx In the incineration of municipal waste in MSW incinerators nitrogen oxides NOx (NO, NO2) arise, which are formed essentially from the nitrogen contained in the waste, from the combustion process itself and from spontaneous reaction (so-called prompt NOx). As a rule, nitrogen oxide concentrations in waste gas are measured continuously at these plants. If no measures were performed at MSW incinerators for nitrogen removal, the emissions would be between 350 and 400 mg/m3. An emission level of 200 mg/m3 can safely be attained if selective waste gas treatment measures are carried out (SNCR, SCR). Plants reflecting BAT (best available techniques) attain emission levels in the range of 100 to 150 mg NOx/m3 when using SNCR technology and