Pembuatan Sabun [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LABORATORIUM UNIT KIMIA UPT. LABORATORIUM DASAR UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI 2000 REAKSI PENYABUNAN A. Tujuan Percobaan Tujuan dari percobaan kali ini yaitu dapat mengetahui cara pembuatan sabun skala laboratorium. B. Landasan Teori Lemak atau minyak nabati atau hewani adalah contoh dari gliserol dan lemak jenuh atau minyak dapat dihidrolisa oleh larutan alkali menjadi garam dari asam lemak yang seharihari kita kenal sebagai sabun. Reaksi hidrolisa ini disebut penyabunan (safonifikasi) (Anonim, 2008). Ester dapat dibuat dengan cara mereaksikan asam karboksilat dengan alcohol yang dapat  dikatalisir oleh asam­asam mineral, misalnya asam sulfat atau asam klorida. Reaksi yang terjadi  merupakan suatu keseimbangan. Apabila digunakan asam dan alcohol dalam jumlah yang sama,  pada keadaan yang seimbang akan diperoleh 67% ester. Hasil ini ditingkatkan dengan  menggunakan pereaksi berlebihan atau dengan mengeluarkan air dari campuran. Lemak atau  minyak nabati adalah contoh gliserol dan lemak, yang sehari­hari disebut sebagai sabun. Reaksi  yang berlangsung disebut sebagai reaksi penyabunan (Anonim, 2003:30).



Lemak netral tergolong senyawa-senyawa majemuk dan ikatannya menyerupai ester. Asamnya terdiri atas asam-asam monokarboksilat yang tidak bercabang, yaitu asam lemak sedangkan komponen alkoholnya gliserin merupakan suatu alkohol. Banyaknya asam karboksilat yang diikatkan pada gliserin menghasilkan mono dan trigiserida. Asam-asam itu dapat sama maupun berlainan. Lemak yang terdapat di alam umumnya tergolong trigliserida yang asamnya campuran,karena itu mengisolasi triglesirida murni merupakan pekerjaan yang sangat pelik.Melalui hidrolisis senyawa ester dapat diuraikan lagi menjadi komponenkomponen semula.yang paling mudah jika di campur dengan basa(NaOH atau KOH),maka terjadilah garam-garam alkali yang disebut sabun(kurnia Kuswijaya,1993:90). Pembuatan sabun merupakan salah satu proses kimia yang paling tua.Apabila gliserida akan dihasilkan garam dari asam karboksilat dan gliserol.Sabun digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan campuran dari asam-asam lemak yang rantainya panjang.sabun dapat dibuat dengan beberapa cara,sebagai contoh dalam pembuatan sabun ditambahkan zat



pewarna dan juga pewangi.Sabun sering juga ditambahkan dengan alkohol agar sabun yang dibuat dapat tampak transparan.Jika busa yang digunakan adalah kalium hidroksida,maka sabun yang digunakan disebut sebagai sabun lunak.Bila sabun natrium direaksikan dengan asam mineral akan diperoleh campuran dari asam-asam karbiksilat bebas.Dengan cara destilasi refraksi asam-asam karboksilat,maka campuran tersebut dapat dipisahkan yang kemurniannya berkisar 90% (Matsjeh,1996 ; 43). C. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah : 1. Alat a.



:



Tabung reaksi



b. Gelas ukur c.



Rak tabung



d. Pipet tetes e.



Labu semprot



f.



Penangas air



g.



Kain Penyaring



h.



Pemanas



2. Bahan : a.



HCl Encer



b. Minyak c.



Etanol 95%



d. Larutan NaOH 25% e.



Air panas



f.



NaCL Jenuh



g.



Larutan CaCO3



D. Prosedur Kerja Prosedur kerja yang dilakukan pada percobaan kali ini yaitu : Contoh Lemak/Minyak (10 g)



Sabun -



Ditimbang Ditambahkan 10 mL Etanol 95% Ditambahkan 10 mL larutan NaOH 25% Dipanaskan selama 30 menit sambil diaduk Didiamkan Ditambahkan larutan NaCl jenuh Didinginkan disaring Ditimbang 1 gram sabun Dimasukkan kedalam tabung reaksi Dilarutkan dengan 10 mL air panas Diaduk sampai homogen Dibagi dua larutan sabun tersebut ke dalam tabung I dan tabung II



Tabung I Tabung II



-



Ditambahkan 5 mL HCl encer dipanaskan Ditambahkan 5 mL HCl encer dipanaskan



Tabung I Tabung II



Berwarna Bening Berwarna Keruh



E. Hasil Pengamatan Berat Minyak = 10 gram Berat Teori



= 10,2816 gram



Berat Sabun



= 14,5 gram



Remenden



= Berat Sabun Secara Praktek



x 100%



Berat Sabun Secara Teori =



14,5 gram



x 100%



10,2816 gram = 141,02863 % Perlakuan 1 g Sabun + 5 mL HCl encer 1 g Sabun + 5 mL CaCO3



dipanaskan dipanaskan



Pengamatan Berwarna Bening Berwarna Keruh



Perhitungan : Reaksi Penyabunan O H2C O C (CH2)16 CH3 O



H2C



OH



C ONa + H2C



OH



H2C



OH



O



H2C O C (CH2)16 CH3 + 3NaOH O



3CH(CH2)16



H2C O C (CH2)16 CH3 MINYAK



SABUN



Dik : Massa minyak



GLISEROL



= 10 gram, Mr minyak = 890 gram/mol



V NaOH 25%



= 10 mL,



Mr sabun



Massa NaOH 25 %



=



Massa NaOH



= 10 mL NaOH x 2,5 gram NaOH



25 gram NaOH



= 306 gram/mol = 2,5 gram NaOH



100 mL NaOH Mol NaOH



=



2,5 gram



= 0,0625 mol



40 gram/mol Mol minyak



= gram/Mr = 10 gram minyak 890 gram/mol = 0,0112 mol minyak



Mol sabun



=



3 mol sabun



x 0,0112 mol minyak



1 mol minyak = 0,0336 mol sabun Maka massa sabun secara teoritis adalah : Massa sabun



= mol sabun x Mr = 0,0336 mol sabun x 306 gram/mol = 10,2816 gram



F. Pembahasan Sabun merupakan salah satu produk yang diperoleh dari hasil reaksi minyak.Reaksi pembentukan sabun dari minyak dilakukan dengan mereaksikan suatu alkali (NaOH atau KOH) denagn menggunakan minyak.Reaksi ini dikenal dengan reaksi safonifikasi(penyabunan).Pembuatan sabun merupakan salah satu hasil dari sintesis kimia yang paling tua.Bila glesirida lemak dihidrolisis maka akan menghasilkan garam dari asm karboksilat dan gliserol. Pada hasil percobaan dan pengamatan di atas,di mana 10 gram minyak yang di tambahkan etanol 95%denagan 10 ml larutan NaHO 25% menghasilkan larutan yang berwarna putih susu.Hal ini berarti bahwa,minyak,etanol,dan NaHO mengalami reaksi safonifikasi (reaksi penyabunan).Setelah di tambahkan NaCL 80 ml (berupa NaCL jenuh) perubahan yang terjadi adalah adanya gumpalan-gumpalan yang melarur dan terjadi busa.Penambahan NaCL ini berguna untuk memisahkan sabun dari gliserolnya,sehingga akan membentuk larutan yang berupa larutan koloid.Bila larutan ini di saring dengan menggunakan kain blacu maka gliserol dan alkohol akan berada di dalam larutan NaCL sedangkan sabunnya akan mengendap. Hasil dari pembuatan sabun secara teoris,lemak dapat langsung direaksikan dengan NaOH. Namun hal itu dapat saja terbalik secara prakteknya. Lemak merupakan senyawa organik dengan sifat nonpolar, sementara NaOH adalah senyawa anorganik dengan sifat polar. Senyawa dengan sifat polar dan nonpolar tidakl akan saling bercampur, sehingga dalam reaksinya antara NaOH dengan lemak diperlukan suatu medium pereaksi untuk reaksi penyabunan tersebut. Medium pereaksi yang digunakan dalam bentuk suatu pelarut yaitu etanol. Etanol adalah alkohol dengan dua atom C. Etanol merupakan senyawa organik yang bersifat semipolar yaitu senyawa yang dapat bersifat polar karena mengandung gugus OH – dan bersifat nonpolar yaitu CH3+. Dengan pelarut inilah NaOH terlarut dan dapat bercampur dengan lemak dalam reaksi penyabunan. Sabun yang diperoleh dari hasil reaksi antara Na dan K dengan asam lemak tinggi, pada umumnya mudah larut dalam air panas, sehingga hasil dari kelarutan ini memberikan larutan koloid akan berwarna putih. Hal ini akan menyebabkan sabun yang telah ditambahkan dengan air panas akan terjadi perubahan warna yaitu bereubah menjadi putih dan terdapat busa gelembung-gelembung air, namun sifat kelarutan ini akan berkurang apabila dalam air terdapat adanya ion-ion logam yang mampu menghasilkan reaksi substitusi. Swabun yang sudah ditambahakan dengan air panas dan larutan HCl, sebalum larutan ini dipanaskan warnanya



berwarna putih dan tidak keruh serta tidak terdapat busa. Sedangkan bial dipanaskan maka akan mengalami perubahan warna yaitu dari warna putih menjadi warna putih keruh dan akan terdapat busa pada lapisan atasnya (gelembung). Sedangkan pada sabun yang ditambahkan dengan menggunakan air panas dan larutan CaCO3, sebelum dilakukan pemanasan warnanya putih dan tidak terjadi kekeruhan pada larutan tersebut serta tidak terlihat adanya endapan pada larutan. Sedangkan bila larutan ini dipanaskan maka warnanya tetap menjadi putih tetapi terdapat endapan dan busa atau terdapatnya gelembung-gelembung pada larutan sabun G. Kesimpulan Berdasarkan tujuan dan hasil pengamatan maka dapat diambil kesimpulan adalah sebagai berikut : 1. Reaksi penyabunan merupakan reaksi dari minyak yang dilakukan dengan mereaksikan suatu alkali (NaOH atau KOH) dengan minyak, yang biasa disebut dengan reaksi safonifikasi (penyabunan). 2. Penambahan larutan NaCl dalam larutan atau reaksi penyabunan yaitu berfungsi untu memisahkan antara sabun dengan gliserolnya. 3. Etanol merupakan senyawa organic yang bersifat semipolar dan mempunayi dua atom C. 4. Untuk mempercepat laju reaksi maka dilakukan pemanasan.



DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2003. Penuntun Praktikum Kimia Dasar. Laboratorium Unit Kimia. UPT. Laboratorium Dasar. Universitas Haluoleo. Kendari Anonim, 2008. Penuntun Praktikum Kimia Dasar II. UPT. Laboratorium Kimia Dasar. Kendari. Kusnawijaya, 1993. Biokimia. Exact Ganeca. Bandung. Matsjeh, 1996. Kimia Organik II. UGM. Yogyakarta.



Sabtu, 16 Januari 2010 Sabun, Detergen Syntetik, dan Detergen Mengadndung Enzim (Laporan Praktikum Biokimia) I. Sabun, Detergen Syntetik, dan Detergen Mengadndung Enzim Oleh Kedawung Senja (080210193047-P.bio Unej) II. Tujuan Percobaan 2.1 Untuk membuat sabun 2.2 Untuk mempelajari sifat-sifat sabun, detergen sintetik, detergen mengandung enzim. III. Tinjauan Pustaka Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan membersihkan. Sabun biasanya berbentuk padatan tercetak yang disebut batang karena sejarah dan bentuk umumnya. Penggunaan sabun cair juga telah telah meluas, terutama pada sarana-sarana publik. Jika diterapkan pada suatu permukaan, air bersabun secara efektif mengikat partikel dalam suspensi mudah dibawa oleh air bersih. Di negara berkembang, deterjen sintetik telah menggantikan sabun sebagai alat bantu mencuci. Sabun memiliki sifat-sifat sebagai berikut: 1. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air yang menyebabkan larutan sabun dalam air bersifat basa. 2. Jika larutan sabun dalam air diaduk maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Sabun dapat menghasilkan buih setelah garamgaram Mg atau Ca dalam air mengendap. 3. Sabun mempunyai sifat membersihkan yang disebabkan proses kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak), digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar Banyak jenis sabun merupakan campuran garam natrium atau kalium dari asam lemak yang dapat diturunkan dari minyak atau lemak dengan direaksikan dengan alkali (seperti natrium atau kalium hidroksida) pada suhu 80–100 °C melalui suatu proses yang dikenal dengan saponifikasi. Lemak akan terhidrolisis oleh basa, menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Secara tradisional, alkali yang digunakan adalah kalium yang dihasilkan dari pembakaran tumbuhan, atau dari arang kayu. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Sabun dapat dibuat pula dari minyak tumbuhan, seperti minyak zaitun. Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa trigliserida. Trigliserida yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun memiliki asam lemak dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 18. Asam lemak dengan panjang rantai karbon kurang dari 12 akan menimbulkan iritasi pada kulit, sedangkan rantai karbon lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi keras dan sulit terlarut dalam air. Kandungan asam lemak tak jenuh, seperti oleat, linoleat, dan linolenat yang terlalu banyak akan menyebabkan sabun mudah teroksidasi pada keadaan atmosferik sehingga sabun menjadi tengik. Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada temperatur tinggi. Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis antara basa-basa alkali dengan asam lemak yang akan menghasilkan gliserol dan garam yang disebut sebagai sabun. Asam lemak yang digunakan yaitu asam lemak tak jenuh, karena memiliki paling sedikit satu ikatan ganda diantara atom-atom karbon penyusunnya dan bersifat kurang stabil sehingga sangat mudah bereaksi dengan unsure lain. basa alkali yang digunakan yaitu basa-basa yang menghasilkan garam basa lemah seperti Naoh, Koh, Nh4oh, k2co3 dan lainnya. Sabun, menjadi produk berasal dari garam asam



karboksilat yang tinggi. Reaksi penyabunan (saponifikasi) dengan menggunakan alkali adalah adalah reaksi trigliserida dengan alkali (NaOH atau KOH) yang menghasilkan sabun dan gliserin. Reaksi penyabunan tersebut adalah sebagai berikut: C3H5(OOCR)3 + 3 NaOH -> C3H5(OH)3 + 3 NaOOCR Reaksi pembuatan sabun atau saponifikasi menghasilkan sabun sebagai produk utama dan gliserin sebagai produk samping. Gliserin sebagai produk samping juga memiliki nilai jual. Sabun merupakan garam yang terbentuk dari asam lemak dan alkali. Sabun dengan berat molekul rendah akan lebih mudah larut dan memiliki struktur sabun yang lebih keras. Sabun memiliki kelarutan yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut menjadi partikel yang lebih kecil, melainkan larut dalam bentuk ion.(http://kuliah.wikidot.com/deterjen-sabun). Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak). Pembuatan sabun komersial di Amerika kolonial dimulai pada tahun 1608 dengan datangnya beberapa pembuat sabun di kapal kedua dari Inggris untuk mencapai Jamestown, Virginia. Bagaimanapun, untuk beberapa tahun, pembuatan sabun pada dasarnya tinggal pekerjaan rumah tangga. Akhirnya, pembuat sabun profesional mulai biasa mengumpulkan pemborosan lemak dari rumah tangga, di perubahan untuk beberapa sabun. Sains dari pembuatan sabun modern lahir 20 tahun kemudian dengan pemjelajahan oleh Michel Eugene Chevreul, kimiawan Perancis lainnya, dari kimia alam and lemak yang terkait, gliserin dan asam lemak. Penelitiannya yang tidak bisa dipungkiri dasar untuk lemak dan bahan kimia sabun. Bahan kimia dari manufaktur sabun dasarnya sama sampai tahun 1916, ketika deterjen sintetik pertama berkembang di Jerman di jawaban ke Perang Dunia I berkaitan kekurangan lemak untuk membuat sabun. Deterjen sederhana, deterjen sintetis adalah pembersih non-sabun dan produk pembersih itu adalah menjadi satu atau mengambil bersama dari jenis bahan mentah. Penjelajahan dari deterjen juga diterbangkan oleh kebutuhan untuk alat kebersihan itu, tidak seperti sabun, tidak akan dikombinasi dengan garam mineral di air untuk membentuk sesuatu yang tidak dapat dipecahkan diketahui itu adalah dadih sabun. (http://id.wikipedia.org/wiki/Sabun) Deterjen sintentik dikembangkan setelah Perang Dunia II. Seperti sabun, detergen adalah surfaktan anionik – garam daru sulfonat atau sulfat berantai panjang dari natrium (RSO3- Na+ dan ROSO3- Na+). Detergen mempunyai keunggulan dalam hal tidak mengendap bersama logam dalam air. (Fessenden & Fessenden.1982 : 412) Detergen sintetik mempunyai sifat-sifat mencuci yang baik dan tidak membentuk garam-garam tidak larut dengan ion-ion kalsium dari magnesium yang biasa terdapat dalam air sadah. Deterjen sintetik mempunyai keuntungan tambahan karena secara relatif bersifat asam kuat, oleh karena itu tidak menghasilkan endapan sebagai asam-asam yang mengendap suatu karakteristik yang tidak nampak pada sabun. Unsur kunci dari deterjen adalah bahan surfaktan atau bahan aktif permukaan yang bereaksi dalam menjadikan air menjadi basah (wetter) dan sebagai bahan pencuci yang lebih baik. Surfaktan terkonsentrasi pada batas permukaan antara air dengan gas (udara), padatan-padatan (debu) dan cairan-cairan yang tidak dapat bercampur (minyak). Hal ini terjadi karena struktur “Amphiphilic” yang berarti bagian yang satu dari molekul adalah suatu yang bersifat polar atau gugus ionik (sebagai kepala) dengan afinitas yang kuat untuk air dan bagian lainnya



suatu hidrokarbon (sebagai ekor) yang tidak suka air. (http://www.chem-istry.org/materi_kimia/kimia-lingkungan/) Produksi deterjen rumah tangga di Amerika Serikat dimulai di awal tahun 1930-an, tetapi tidak benar-benar membuka sampai akhir Perang Dunia II. Waktu perang berhentinya persediaan lemak dan minyak juga militer membutuhkan untuk alat kebersihan itu akan bekerja di air laut kaya mineral dan di air dingin mempunyai lebih lanjut merangsang meneliti di deterjen. Deterjen pertama digunakan terutama untuk mencuci piring dan mencuci baju bahan lembut. Penerobosan di perkembangan dari detergen untuk mencuci baju serba guna digunakan muncul pada tahun 1946, ketika deterjen pembangun (berisi surfaktan/kombinasi pembangun)dikenalkan di Amerika Serikat. Surfaktan adalah produk deterjen bahan pembersih dasar, saat pembangun membantu surfaktan untuk bekerja lebih efisien. Senyawa fosfat digunakan sebagai pembangun di detergen ini sangat meningkat perfomanya, membuat mereka cocok untuk mencuci baju dengan tingkat kekotoran berat. Di tahun 1953, penjualan deterjen di negara tersebut melebihi sabun. Kini, detergen memiliki semua tetapi menggantikan produk dengan dasar sabun untuk mencuci baju, mencuci piring dan pembersih rumah tangga. Deterjen (sendiri atau berkombinasi dengan sabun) adalah juga penemuan di banyak dari penggunaan batangan dan cair untuk pembersih pribadi. Sejak prestasi deterjen dan bahan kimia pembangun itu, aktivitas produk baru memiliki lanjutan utntuk fokus ke membangun produk pembersih praktis dan mudah untuk digunakan, juga menyelamatkan konsumen dan untuk lingkungan. Beberapa penemuan tersebut adalah: 1. Tahun 1950-an • Pencuci piring otomatis bubuk • Sabun pencuci baju cair, pencuci piring tangan dan produk pembersih serba guna • Deterjen dengan pemutih oksigen 2. 1960-an • Pracuci kotoran dan penghilang noda • Bubuk pencuci baju dengan enzim • Prarendam dengan enzim 3. 1970-an • Sabun cuci tangan cair • Pelembut kain (ditambah lembaran dan putaran cuci) • Produk multifungsi (contoh, deterjen dengan tambahan pelembut kain) 4. 1980-an • Deterjen untuk pencucian dengan air dingin • Pencuci piring otomatis cair • Pencuci baju konsentrat bubuk 5. 1990-an • Deterjen bubuk dan cair ultra (superkonsentrat) • Pelembut kain ultra • Pencuci piring otomatis gel • Produk pencuci baju dan pembersih refil IV. Alat dan Bahan 4.1 Alat yang Dipakai 4.1.1 Beaker Gelas 250 ml 4.1.2 Gelas pengaduk 4.1.3 Penangas air 4.1.4 Kompor listrik 4.1.5 Tabung reaksi 4.1.6 Kertas saring 4.1.7 Kertas tissue



4.2 Bahan yang Dipakai 4.2.1 Lemak, Minyak, NaOH 3M, Ethyl alcohol, PP, Sabun serbuk, Larutan Mg2+, Minyak kapas, HCL 3M, dan Detergen padat 4.2.2 Milk instat 4.3 Gambar alat utama yang dipakai dalam percobaan V. Cara Kerja 5.1 Pembuatan Sabun masukkan beaker gelas tambahkan tambahkan mengaduk memanaskan air mendidih mengurangi api penangas air mengaduk komponen dalam beaker gelas tidak terpisah volume terkurangi menambahkan memindahkan material dengan bantuan gelas pengaduk melarutkan + tabung reaksi mengocok busa baik dan tidak ada lemak menambahkan beaker gelas + sabun terpisah ke dalam lapisan homogen. Biarkan dingin, meninggalkan cake ketika padat menyaring kertas tissue 5.2 rekasi sabun menambahkan mengamati kembali melarutkan tabung reaksi terpisah menambahkan



mengisi tabung reaksi menambahkan menutup tabung, mengocok mengamati menambahkan mencatat dan interpretasi melarutkan melakukan kembali menambahkan menutup tabung mengocok mengamati 5.3 reaksi detergen synthetic menambahkan tabung lain, menambahkan menguji



mengisi 2 tabung reaksi menambahkan tabung 1 menambahkan mengisi 2 tabung reaksi menambahkan menutup dan mengocok menambahkan melarutkan tabung reaksi menambahkan 5.4 eksperimen dengan detergen mengandung enzim memasukkan



3 tabung reaksi tabung 1 tabung 2 tabung 3 menambahkan mencampurkan besker gelas+ air, suhu 40oC mencatat perubahan terhadap waktu V. Hasil Percobaan dan Pembahasan 5.1 Hasil Percobaan 1. Pembuatan Sabun No Perlakuan Hasil a. 10 gr lemak (minyak wijen) + 30 ml NaOH 3M + 40 ml ethyl alkohol Larutan berwarna coklat. b. Larutan diaduk dan dipanaskan Terdapat busa coklat c. Pemanasan selama 30 menit Warna menjadi putih kekuningan d. Dilakukan penyaringan Warna menjadi putih susu (terdapat busa) 2. Reaksi sabun No Perlakuan Hasil a. Melarutkan sejumlah kecil sabun yang dibuat dan sabun serbuk dalam tabung dengan masing-masing setengah penuh air hangat + setetes Phenolphthalin. Warna menjadi sabun buatan menjadi ungu, sedangkan warna sabun serbuk juga menjadi ungu tetapi lebih pekat. b. Melarutkan sabun buatan dan sabun serbuk dalam tabung reaksi dengan masing-masing setengah penuh aquades dan ditambah beberapa tetes larutan encer Mg2+ dan Ca2+. Warna sabun buatan menjadi putih keruh, sementara warna sabun sinthetyc agak keruh. c. Mencampur Sabun buatan dan sabun serbuk dalam tabung reaksi masingmasing dengan setengah penuh aquades hangat dan minyak wijen Sabun buatan berwarna keruh dan terdapat endapan minyak wijen; sabun serbuk terdapat endapan minyak wijen dan warnanya lebih keruh. d. Mencampur Sabun buatan dan sabun serbuk dalam tabung reaksi masingmasing dengan setengah penuh aquades hangat dan 2 ml HCl 3M. Warna sabun buatan putih keruh, sementara warna sabun serbuk menjadi agak keruh kebiruan. 3. Reaksi Detergent Synthetic No Perlakuan Hasil a. Detergen padat dan detergen cair masing-masing dilarutkan dalam tabung reaksi dengan setengah penuh aquades dan ditambah beberapa tetes Phenolphthalin Warna larutan detergen padat menjadi ungu atau merah bella, sedangkan warna larutan detergen cair menjadi putih bening b. Detergen padat dan detergen cair masing-masing dilarutkan dalam tabung reaksi dengan setengah penuh aquades dan ditambah beberapa tetes larutan encer Mg2+ dan Ca2+. Warna larutan detergen padat menjadi bening (putih bening), sedangkan warna larutan detergen cair menjadi putih agak keruh. c. Detergen padat dan detergen cair masing-masing dilarutkan dalam tabung reaksi dengan setengah penuh aquades hangat dan I ml minyak wijen Larutan larutan detergen padat menjadi putih bening kebiruan, sedangkan larutan detergen cair berwarna putih bening. d. Sabun buatan dan sabun serbuk masing-masing dicampur dengan aquades hangat dan ditambahkan 2 ml HCl 3M. Warna sabun buatan putih keruh, sementara warna sabun serbuk menjadi agak keruh kebiruan.



5.2 Pembahasan Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan membersihkan. Banyak jenis sabun merupakan campuran garam natrium atau kalium dari asam lemak yang dapat diturunkan dari minyak atau lemak dengan direaksikan dengan alkali (seperti natrium atau kalium hidroksida) pada suhu 80– 100 °C melalui suatu proses yang dikenal dengan saponifikasi. Lemak akan terhidrolisis oleh basa, menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Sabun dapat dibuat pula dari minyak tumbuhan, seperti minyak zaitun. Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa trigliserida. Trigliserida yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun memiliki asam lemak dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 18. Asam lemak dengan panjang rantai karbon kurang dari 12 akan menimbulkan iritasi pada kulit, sedangkan rantai karbon lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi keras dan sulit terlarut dalam air. Kandungan asam lemak tak jenuh, seperti oleat, linoleat, dan linolenat yang terlalu banyak akan menyebabkan sabun mudah teroksidasi pada keadaan atmosferik sehingga sabun menjadi tengik. Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada temperatur tinggi. Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis antara basa-basa alkali dengan asam lemak yang akan menghasilkan gliserol dan garam yang disebut sebagai sabun. Asam lemak yang digunakan yaitu asam lemak tak jenuh, karena memiliki paling sedikit satu ikatan ganda diantara atom-atom karbon penyusunnya dan bersifat kurang stabil sehingga sangat mudah bereaksi dengan unsure lain. basa alkali yang digunakan yaitu basa-basa yang menghasilkan garam basa lemah seperti Naoh, Koh, Nh4oh, k2co3 dan lainnya. Sabun, menjadi produk berasal dari garam asam karboksilat yang tinggi. Reaksi penyabunan (saponifikasi) dengan menggunakan alkali adalah adalah reaksi trigliserida dengan alkali (NaOH atau KOH) yang menghasilkan sabun dan gliserin. Reaksi penyabunan tersebut adalah sebagai berikut: C3H5(OOCR)3 + 3 NaOH -> C3H5(OH)3 + 3 NaOOCR Reaksi pembuatan sabun atau saponifikasi menghasilkan sabun sebagai produk utama dan gliserin sebagai produk samping. Gliserin sebagai produk samping juga memiliki nilai jual. Sabun merupakan garam yang terbentuk dari asam lemak dan alkali. Sabun dengan berat molekul rendah akan lebih mudah larut dan memiliki struktur sabun yang lebih keras. Sabun memiliki kelarutan yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut menjadi partikel yang lebih kecil, melainkan larut dalam bentuk ion. Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak). Pada praktikum “Sabun, Detergen Syntetik, dan Detergen Mengadndung Enzim” dilakukan tiga sub percobaan. Percobaan tersebut adalah Pembuatan sabun, reaksi sabun, dan reaksi etergen sintetik. Pada percobaan pertama dilakukan pembuatan sabun dari minyak tumbuhan. Minyak tumbuhan yang digunakan adalah minyak wijen. Langkah pertama yang dilakukan adalah memasukkan 10 gram/10 ml minyak wijen ke dalam gelas beaker 250 ml dengan menambahkan 30 ml NaOH 3M dan 40 ml ethyl alkohol. Campuran yang terbentuk berwarna coklat. Campuran diaduk dan dipanaskan ke



dalam penangas air selama 30 menit. Saat dilakukan pemanasan, campuran tetap berwarna coklat, tetapi terdapat busa dengan warna yang sama. Pemanasan dan pengadukan kemudian dilakukan secara perlahan atau dikurangi agar komponen dalam beaker gelas tidak terpisah satu sama lain. Setelah pemanasan selama 30 menit, warna menjadi putih kekuningan. Larutan dibiarkan agar menjadi dingin atau suhu larutan turun. Kemudian dilakukan penyaringan melalui corong dengan menggunakan kertas saring. Setelah penyaringan, substrat yang tidak tersaring berwarna putih susu, terdapat busa. Sedangkan cairan yang tersaring, berwarna agak kekuningan. Substrat yang tidak tersaring inilah yang merupakan gumpalan sabun. NaOH merupakan basa lemah (alkali) dan ethyl alcohol berperan sebagai bahan baku pembuatan sabun. NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. Sabun yang dibuat dengan bahan baku NaOH merupakan sabun yang berbentuk padat. OO ║║ R – C – O–Na+ + H – OH R – C – OH + Na+OH– sabun alkali Sedangkan larutan garam (NaCl) merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Sabun yang dibuat dengan bahan alkali, cenderung susah larut dalam air dan larutannya agak basa karena adanya hidrolisis parsial. Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas. Sabun dapat dibuat dengan cara menghidrolisis lemak atau minyak dalam kondisi basa untuk menghasilkan garafm karboksilat. Ester dari Trihidroksi alkohol + NaOH = gliserol + sabun Sabun = RCOONa + R’COONa + R”COONa Sabun merupakan garam dari asam lemak seteglah terjadi hidrolisis ester trigliserol. Biasanya merupakan campuran garam karboksilat yang memiliki 12, 14, 16 dan 18 atom karbon rantai lurus. Pada percobaan kedua yaitu Reaksi Sabun, dilakukan percobaan dengan salah satu bahan dari sabun yang telah dibuat. Langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Melarutkan sebagian kecil dari sabun yang telah dibuat dan sabun serbuk dalam tabung terpisah masing-masing dengan setengah penuh aquades hangat dan ditambah Phenolphthalin beberapa tetes. Pada tabung reaksi yang berisi sabun buatan dengan aquades dan PP, tampak bahwa larutan berwarna ungu. Sedangkan pada tabung reaksi yang berisi sabun serbuk, larutan juga berwarna ungu, tetapi lebih pekat. Pada percobaan digunakan aquades hangat untuk mempercepat kelarutan. Penambahan PP dimaksudkan untuk mengetahui bahwa sabun merupakan basa, mampu melarutkan lemak. 2. Melarutkan sabun buatan dan sabun serbuk dalam tabung reaksi dengan masing-masing setengah penuh aquades dan ditambah beberapa tetes larutan encer Mg2+ dan Ca2+. Dari percobaan dihasilkan warna sabun buatan menjadi putih keruh, sementara warna sabun sinthetyc agak keruh. Mg2+ dan Ca2+ memiliki peranan dalam pembuatan sabun. Keduanya merupakan unsur golongan IIA, merupakan logam alkali. Alkali sebagian besar digunakan dalam pembuatan sabun, karena merupakan unsur atau senyawa yang mampu menetralkan lemak atau minyak. Penambahan Mg2+ dan Ca2+ dimaksudkan untuk mempercepat kelarutan minyak dalam sabun. Pada percobaan tidak dilakukan ketelitian



terhadap ukuran sampel sabun sintetik maupun sabun buatan, sehingga hasil yang didapatkan terdapat perbedaan kelarutan minyaknya. 3. Mencampur sabun buatan dan sabun serbuk dalam tabung reaksi masingmasing dengan setengah penuh aquades hangat dan minyak wijen. Dari percobaan dihasilkan sabun buatan berwarna keruh dan terdapat endapan minyak wijen; sabun serbuk terdapat endapan minyak wijen dan warnanya lebih keruh. Pada percobaan tidak dilakukan ketelitian terhadap kadar atau jumlah dari sampel sabun yang diuji, sehingga hasil keduanya memiliki perbedaan dalam hal kelarutan. Pada larutan sabun buatan terlihat keruh dan terdapat endapan minyak wijen, sedangakan pada larutan sintetik lebih keruh dan terdapat endapan minyak wijen. Kekeruhan tersebut juga terlihat dengan adanya busa yang lebbih banyak pada sabun sintetik daripada pada larutan sabun buatan. Hal ini menunjukkan daya untuk melarutkan lemak atau minyak lebih baik pada larutan sabun sintetik. Penggunaan aquades hangat dalam percoabaan dimaksudkan untuk mempercepat pelarutan. 4. Mencampur Sabun buatan dan sabun serbuk dalam tabung reaksi masingmasing dengan setengah penuh aquades hangat dan 2 ml HCl 3M. Warna sabun buatan putih keruh, sementara warna sabun serbuk menjadi agak keruh kebiruan. HCl merupakan senyawa asam, sedangkan sabun merupakan senyawa basa. Uji ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penetralan asam dan basa. Penggunaan aquades hangat dalam percoabaan dimaksudkan untuk mempercepat pelarutan. Keempat langkah percobaan di atas bertujuan untuk membandingkan hasil penetralan atau pelarutan dari masing-masing sabun terhadap indicator yang digunakan. Percobaan yang terakhir adalah reaksi detergen sintetik. Percobaan ini dilakukan dengan 4 sub percobaan. Percobaan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Detergen padat dan detergen cair masing-masing dilarutkan dalam tabung reaksi dengan setengah penuh aquades dan ditambah beberapa tetes Phenolphthalin. Percobaan ini menghasilkan hasil uji sebagai berikut: warna larutan detergen padat menjadi ungu atau merah bella, sedangkan warna larutan detergen cair menjadi putih bening. Penambahan PP dimaksudkan untuk mengetahui bahwa sabun merupakan basa, mampu melarutkan lemak. Berdasarkan hasil percobaan, sabun sintetik merupakan basa kuat, lebih kuat daripada sabun buatan. Hal ini bias diamati Karena tidak ada ketelitian dalam kadar atau jumlah dari masing-masing sampel sabun yang digunakan dalam percobaan. 2. Detergen padat dan detergen cair masing-masing dilarutkan dalam tabung reaksi dengan setengah penuh aquades dan ditambah beberapa tetes larutan encer Mg2+ dan Ca2+. Warna larutan detergen padat menjadi bening (putih bening), sedangkan warna larutan detergen cair menjadi putih agak keruh. Mg2+ dan Ca2+ merupakan unsur golongan IIA, merupakan logam alkali. Alkali sebagian besar digunakan dalam pembuatan sabun, karena merupakan unsur atau senyawa yang mampu menetralkan lemak atau minyak. Penambahan Mg2+ dan Ca2+ dimaksudkan untuk mempercepat kelarutan minyak dalam sabun. Pada percobaan tidak dilakukan ketelitian terhadap ukuran sampel sabun sintetik maupun sabun buatan, sehingga hasil yang didapatkan terdapat perbedaan perbedaan reaksi antar keduanya. 3. Detergen padat dan detergen cair masing-masing dilarutkan dalam tabung reaksi dengan setengah penuh aquades hangat dan I ml minyak wijen. Larutan larutan detergen padat menjadi putih bening kebiruan, sedangkan larutan detergen cair berwarna putih bening. Penambahan aquades hangat dalam percobaan bertujuan untuk mempercepat pelarutan. Minyak wijen merupakan lemak atau minyak, yang dalam percobaan ini digunakan untuk menguji reaksi pelarutan dari masing-masing sampel sabun yang diuji. 4. Sabun buatan dan sabun serbuk masing-masing dicampur dengan aquades



hangat dan ditambahkan 2 ml HCl 3M. Warna sabun buatan putih keruh, sementara warna sabun serbuk menjadi agak keruh kebiruan. Uji ini untuk menunjukkan bagaimana basa (sabun) bereaksi dengan asam (HCl). Penggunaan aquades hangat bertujuan untuk mempercepat kelarutan. Dari percobaan yang dilakukan, dapat diketahui bahwa fenomena larutnya minyak alam larutan sabun, tidak lepas dari gaya tarik menarik molekul. Gaya tarik antara dua molekul polar (gaya tarik dipol-dipol) menyebabkan larutan polar larut dalam larutan polar. Molekul polar mempunyai dipol yang permanen sehingga menginduksi awan elektron non polar sehingga terbentuk dipol terinduksi, maka larutan nonpolar dapat larut dalam non polar. Contoh fenomena terjadi saat mencuci tangan menggunakan sabun. Saat pencucian tangan, air yang merupakan senyawa polar menginduksi awan elektron sabun sehingga dapat membantu larutnya asam lemak/minyak yang juga merupakan senyawa non polar. VI. Kesimpulan 1. Dari percobaan dengan memasukkan 10 gram/10 ml minyak wijen ke dalam gelas beaker 250 ml dengan menambahkan 30 ml NaOH 3M dan 40 ml ethyl alcohol, diperoleh hasil substrat yang tidak tersaring berwarna putih susu, terdapat busa, Sedangkan cairan yang tersaring, berwarna agak kekuningan. Substrat yang tidak tersaring inilah yang merupakan gumpalan sabun. NaOh berperan sebagai alkali atau basa lemah. Sedangkan larutan garam (NaCl) merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. 2. Pada percobaan kedua, menguji sabun sintetik dan sabun buatan masingmasing dengan PP, Mg2+ dan Ca2+, minyak wijen dan HCl, menunjukkan bahwa sabun mampu melrutkan lemak. Sabun bersifat basa. 3. Untuk menguji kelarutan minyak dalam air, digunakan minyak, sabun hasil dari percobaan 1 dan detergent padat. Larutnya minyak dalam larutan sabun, tidak lepas dari gaya tarik menarik molekul. Gaya tarik antara dua molekul polar ( gaya tarik dipol-dipol) menyebabkan larutan polar larut dalam larutan polar. Molekul polar mempunyai dipol yang permanen sehingga menginduksi awan elektron non polar sehingga terbentuk dipol terinduksi, maka larutan nonpolar dapat larut dalam non polar. 4. Pada uji reaksi sabun sintetik, menunjukkan bahwa detergen padat lebih cepat melarutkan lemak daripada detergen cair. Daftar Pustaka http://kuliah.wikidot.com/deterjen-sabun http://majarimagazine.com/2009/07/bahan-pembuatan-sabun http://arifqbio.multiply.com/journal/item/17/Seri_Pengantar_Biokimia_III http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimialingkungan/pencemaran_lingkungan/sabun-dan-deterjen/ http://yprawira.wordpress.com/reaksi-saponifikasi-pada-proses-pembuatan-sabun/ Campbell, N.A.Reece, J.B.Mitchell, L.G. (2002). Biologi Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Fessenden & Fessenden, 1982. Kimia Organik. Jilid 2. Erlangga. Jakarta Hart, Harold. 1983. Kimia Organik. Jakarta. Erlangga Lehninger. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga Tim Biokimia.2009. Petunjuk Praktikum Biokimia. Jember : Universitas Jember



pembahasan Organik_saponifikasi_penyabunan Pembahasan organic_saponifikasi (penyabunan) Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis antara basa-basa alkali dengan asam lemak yang akan menghasilkan gliserol dan garam yang disebut sebagai sabun. Asam lemak yang digunakan yaitu asam lemak tak jenuh, karena memiliki paling sedikit satu ikatan ganda diantara atom-atom karbon penyusunnya dan bersifat kurang stabil sehingga sangat mudah bereaksi dengan unsure lain. basa alkali yang digunakan yaitu basabasa yang menghasilkan garam basa lemah seperti Naoh, Koh, Nh4oh, k2co3 dan lainnya. Sabun, menjadi produk berasal dari garam asam karboksilat yang tinggi . Pada percobaan ini akan mencoba membuat sabun dengan bahan dasar margarine dan larutan NaoH, dengan tujuan untuk mengetahui mekanisme reaksi saponifikasi antatra trigliserida dengan basa alkali menghasilkan gliserol dan sabun dan prinsipnya yaitu berdasarkan reaksi pengendapan pada pengujian sabun yaitu antara sabun dengan padatan Cacl2 dan sabun dengan padatan Pb-asetat. Mula-mula membuat larutan naoh dengan kadar 10%. Disini membutuhkan padatan Naoh (Naoh umum digunakan karena naoh merupakan basa lemah yang nantinya akan menghasilkan garam natrium dalam sabun yang memiliki konsistensi keras agar mudah diuji nantinya) yang timbang dengan neraca teknis seberat yang dibutuhkan dengan kaca arloji agar tidak ada reaksi terjadi yang dapat mengurangi kadar padatan Naoh, misalnya, jika menggunakan kertas timbang, padatan Naoh akan bereaksi apalagi Naoh itu sangat higrokopis yang artinya, dapat menyerap air di udara sehingga dapat merubah bentuk padatan Naoh menjadi mencair, jika hal itu terjadi saat menggunakan kertas timbang maka kertas timbang yang digunakan akan robek jadi akan menyulitkan saat menimbang. Karena sifat Naoh itu juga, setelah penimbangan Naoh ditutup dengan plastic wrap. Setelah itu, siapkan air suling yang sudah dididihkan, gunanya untuk menghilangkan gas Co2 dalam air, jika co2 masih dibiarkan dalam air dan langsung dicampurkan dengan Naoh maka akan terjadi reaksi pada naoh-nya. Naoh yang bereaksi dengan CO2 akan berubah menjadi natrium karbonat yang hasilnya akan menyebabkan pengendapan, hal itu dapat menghambat proses saponifikasi nantinya. Setelah air dididihkan, air suling tersebut harus diamkan dulu pada suhu kamar, mengembalikan suhunya kembali. Lebih baik tidak langsung mencampurkan Naoh dengan kondisi suhu yang tinggi karena padatan naoh yang dimasukan dalam air akan mengalami reaksi eksoterm yaitu reaksi pelepasan kalor atau panas yang bisa dibilang sangat tinggi, oleh karena itu dihindari agar gelas kimia yang dipakai tidak pecah. Saat suhu sudah mulai normal,padatan naoh mulai dimasukan dan diaduk hingga padatan naoh larut sepenuhnya, setelah itu tutup dengan plastic wrap agar tidak bereaksi lagi dengan udara-udara bebas diluarnya. Langkah selanjutnya mulai dengan pembuatan sabun dengan bahan dasar margarine dengan larutan naoh 10% tadi. Margarine ditimbang dengan seperlunya dan dimasukan kedalam cawan porselen kemudian masukan larutan naoh 10% dan dipanaskan dengan api kecil agar mudah untuk mengendalikan suhu yang akan terjadi. Campuran margarine dan larutan naoh tadi diaduk secara konsisten dan searah agar tidak merusak struktur antara ikatan yang mungkin telah terjadi antara trigliserida dengan Naoh. Dengan mempergunakan thermometer, atur pada suhu 55’C, dimana suhu itu ditambahkannya etanol yang diteteskan sedikit demi sedikit. etanol diteteskan sedikit agar tidak terjadi percepatan reaksi yang menyebabkan pergolakan yang tinggi karena etanol disini berguna sebagai katalis untuk mempercepat reaksi. Dalam reaksinya,



etanol dijadikan sebagai medium pereaksi disebabkan struktur dasarnya, yaitu lemak merupakan senyawa organic yang nonpolar sementara Naoh adalah senyawa anorganik yang polar. Nonpolar dan polar tidak dapat saling bercampur oleh karena itu dibutuhkan etanol yang bersifat semipolar. Bersifat polar karena memiliki gugus Oh- dan bersifat non polar karena CH+. Dengan etanol, naoh dapat terlarut dan bercampur dengan lemak. Campuran larutan diaduk searah agar etanol yang diberikan dapat tersebar dipermukaan larutan. Hingga suhu antara 70-80’C, pemanasan dihentikan. Untuk suhu tersebut merupakan jarak terdekat titik didih etanol sebagai mediumnya jika suhu terus dinaikan dan menyebabkan panas yang berlebihan maka akibatnya ikatan sabun yang terbentuk akan terlepas kembali. Setelah itu, campuran larutan itu ditutup dengan plastik wrap dan didinginkan dengan es batu untuk mempercepat pengendapan yang harus terjadi. Jika sabun telah terbentuk dengan campuran asam lemak dan basa alkali lemah maka untuk mengujinya digunakan air suling paling sederhana dan padatan Cacl2 dan pb-asetat. Untuk pengujian pertama digunakan air suling yang paling umum dan paling sering ditemui. Sabun tadi sedikit dimasukan dalam tabung reaksi dan tambahkan air suling dan kocok dengan kuat, maka akan terjadi busa. Hal ini disebabkan karena air merupakan senyawa polar dan sabun alkalinya bersifat non polar sehingga ada gaya tarik menarik yang mengakibatkan gumpalan-gumpalan berbentuk koloid yaitu busa. Sedangkan dengan padatan cacl2 dan pbasetat yang perlakukannya sama dengan pengujian air suling. Akan timbul sebuah endapan, hal ini disebabkan karena kekurangan utama sabun yaitu akan mengendap dalam air sadah. Air sadah yaitu air yang mengandung logam-logam seperti ca2+, mg2+ ,fe2+ dan lain sebagainya. Sedangkan padatan pb-asetat dengan Cacl2 dapat meningkatkan kesadahan air. Sabun yang telah terbentuk dari garam-garam logam alkali termasuk dalam senyawa umum yang disebut surfaktan, yaitu senyawa yang dapat menurunkan tegangan permukaan air. Surfaktan mengandung sutu ujung hidrofobik ( satu rantai karbin atau lebih) dan suatu ujung hidrofili. surfaktan menurunkan tegangan permukaan air dengan mematahkan ikatan-ikatan hidrogen pada permukaan. Mereka melakukan hal ini dengan menaruh kepala-kepala hidrofiliknya yang bersifat larut dalam air pada permukaan air dengan ekor-ekor hidrofobiknya yang sifatnya larut dalam zat-zat non polar terentang menjauh pada permukaan air. Sabun sangat bermanfaat dengan kemampuannya mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapt dibuang dengan pembilasan. Lemak tidak larut dalam air tetapi ketika sabun ditambahkan, kumpulan molekul ion karboksilat yang hidrofilik berada di sisi luar dan rantai hidrokarbon yang hidrofobik berada di sisi dalam. Hasilnya, bola kecil yang disebut misel. Misel-misel ini tidak bergabung karena misel-misel tersebut bermuatan negatif akibat ion karboksilat di permukaan tolak menolak. Ketika misel berhubungan dengan lemak, rantai hidrokarbon yang ada di dalam inti misel akan mengepung lemak tersebut, dan misel menata ulang dengan ion karboksilat hidrofilik di sisi luar, dengan cara demikian lemak teremulsi di dalamnya. Dengan cara ini, lemak dihilangkan dari objek dan menjadi tersuspensi di dalam air pembersih. Suspensi inidapat dipisahkan dengan membuang air pembersih meninggalkan objek. Fenomena tersebut tidak lepas dari gaya tarik menarik molekul. Lemak dapat menempel pada sabun karena adanya bantuan air yang memiliki gaya tarik dipol-dipol) yang menginduksi awan elektron ( suatu ion yang terdiri dari elektron-elektron yang mengelilinginya, air yang memiliki struktur molekul H2O memiliki elektron bebas berjumlah 2



pasang elektron pada atom O ), itu yang menyebabkan larutan minyak nonpolar dapat larut dalam sabun yang juga non polar. Dengan sabun lemak yang menempel akan terlarut bersama sabun dengan bantuan air. Secara strukturnya, sabun di satu sisi memiliki rantai hidrokarbon yang larut dalam minyak dan disisi lain memiliki polar oksigen larut dalam air. Jadi sabun bisa berinteraksi dengan air sekaligus dengan minyak.