Pembuatan Serat Tekstil [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pembuatan Serat Tekstil 1. Carding (Penyikatan) Serat Tekstil Serat alami biasanya bersumber dari bulu domba yang disebut fleece dan serat kapas. Sebagai bahan mentah, serat tersebut mungkin masih kotor karena tercampur aduk dengan helaian dan tangkai daun atau benda asing lainnya. Oleh sebab itu, serat tersebut harus dibersihkan terlebih dahulu. Setelah itu, serat akan disikat guna menyingkirkan benda asing yang mungkin masih melekat, dan memisahkannya. Penyikatan juga berfungsi untuk memisahkan serat yang pendek dan serat yang panjang sehingga ketika dibentangkan secara paralel satu sama lain serat tersebut akan lebih rata. Tujuan proses carding adalah memisahkan serat menjadi elemen tunggal dan menjajarkan serat sejajar mungkin satu sama lain. Proses carding sangat penting dalam tahap pemintalan karena akan mempengaruhi mutu hasil akhir.



2. Combing (Penyisiran) Serat Tekstil Proses penyisiran melanjutkan langkah pembersihan dan penyortiran yang sudah dimulai dalam tahap penyikatan. Serat-serat tersebut diluruskan sehingga terbentang secara parallel (sejajar). Penyisiran sangat tergantung pada jenis kain yang akan dibuat dengan serat tersebut. Biasanya serat bermutu baik adalah yang berukuran lebih panjang dan bila disisir akan menghasilkan benang yang lebih halus dan rata. Untuk memperoleh hasil yang lebih halus dan rata, serat berserabut panjang tadi dapat disisir lebih dari sekali. Serat berserabut pendek yang dipisahkan pada tahap penyikatan biasanya tidak dibuang. Serat itu masih diolah menjadi benang, tetapi hasilnya tidak sehalus berserabut panjang.



Istilah disikat dan disisir dalam produk tekstil biasanya ditujukan untuk benang yang terbuat dari kapas. Benang hasil penyisiran serat beurukuran panjang lebih kuat dan menghasilkan kain lebih baik dan permukaanya lebih halus tetapi kuat, semuanya disisir. Jika akan digunakan untuk membuat kain wol, serat tersebut hanya disikat. Tetapi jika dipergunakan untuk membuat benang wol serat harus disikat dan disisir. Benang wol biasanya lebih pendek dan lebih halus dari pada benang wool yang tidak diluruskan dalam penyisiran. Jika benang tersebut telah menjadi kain wol, permukaannya umumnya lunak, seperti permukaan halus kain flannel dan tweed. Sedangkan kain wol seperti kain gabardin, kain kepar atau kain krep tampak halus permukaannya namun terasa kaku. 3. Spinning (Pemintalan) Serat Tekstil Selama proses pemintalan, serabut-serabut kapas dijalin untuk membentuk benang yang akan saling melekat, sehingga cukup kuat unt uk memasuki tahapan selanjutnya, sebagai rangkaian proses pembuatan kain. Benang tersebut dapat dipilin ke kiri (simpul s) atau ke kanan (simpul z) atau arah pilinannya dapat berganti sesuai dengan jenis benang yang ingin dihasilkan. Jumlah pilinan biasanya diukur dengan jumlah putaran pada panjang yang ditentukan, biasanya satu inci. Jika benang wol yang akan dirajut menjadi sebuah sweater halus, maka hanya diperlukan sedikit pilinan dibandingkan dengan benang wol worsted yang dirancang untuk menenun kain ketat dan kuat seperti gabardine atau kain kepar. Kain krep yang memiliki permukaan tidak teratur, dibuat dari benang yang dipilin dengan ketat. Permukaan kasar yang dihasilkan oleh kain krep tersebut disebabkan oleh pilinan yang ketat. Benang yang telah dipilin akan terlihat dari jumlah helaian yang telah dikombinasikan selama proses pemintalan. Sehelai benang terdiri dari beberapa serat yang telah terpilin dengan sendirinya. Sedangkan helaian benang terdiri dari dua helai benang atau lebih yang telah dipilin secara bersamaan. Benang bias juga dibuat dari serat buatan, biasanya diklasifikasikan sebagai benang monofilament dan multifilament (terbuat dari sejumlah filamen yang dipilih bersamaan). Pilihan benang bisanya lebih kokoh dan lebih kuat disbanding benang satuan. Pemintalan serat alam, khususnya serat kapas terdiri dari proses cara tradisional dan mekanisasi/mesin. Cara tradisional, meliputi proses penarikan serat kapas sedikit demi sedikit sambil diputar untuk memberikan ikatan antara serat hingga menjadi panjang tertentu sesuai kebutuhan, kemudian digulung pada tempatnya. Cara mekanisasi/mesin, meliputi proses yang menggunakan mesin sebagai berikut :







Blowing, adalah proses pembukaan biji kapas, kemudian dibersihkan, lalu dicampur dan hasilnya berupa lap.







Carding, adalah proses pembersihan penguraian serat, pemisahan serat yang panjang dengan serat yang pendek serta merubah bentuk lap menjadi sliver.







Drawing, adalah proses perangkapan, penarikan dan peregangan serat-serat dan membuat sliver yang lebih rata







Roving, adalah proses penarikan, pemberian putaran/twist, penggulungan dan hasilnya berupa roving.







Ring Spinning, adalah proses penarikan, pemberian putaran/twist, penggulungan dan hasilnya berupa benang







Winding, proses penggulungan benang menjadi bentuk gulungan yang lebih besar sambil menghilangkan bagian yang lemah dan tidak rata.



Pemintalan serat buatan, yang terbentuk dari polimer-polimer, baik yang berasal dari alam maupun buatan hasil proses kimia yang sederhana. Semua proses pembuatan serat buatan/sintetis dilakukan dengan menyemprotkan polimer yang terbentuk cairan melalui lubang-lubang kecil (spineret).



4. Sizing (Penganjian) Serat Tekstil Menganji berbagai jenis benang merupakan pekerjaan yang sangat rumit, karena tidak semua serat mengggunakan sistem pengukuran yang sama. Pada benang pintal, jumlah ukuran, atau perhitungannya didasarkan pada berat dan panjang benang tersebut. Penganjian sutra juga berdasarkan pada yard gulungan benang. Benang wol (wool) menggunakan 300 yard sedangkan pengajian benang worsted berdasarkan pada gulungan 560 yard. Penganjian benang kapas dihitung berdasarkan jumlah gulungan yang panjangnya 840 yard. Pada benang filamen, ukurannya ditentukan oleh ukuran lubang-lubang pada spinneret dan juga jumlah larutan, yang dimasukkan melalui spinneret tersebut. Penganjian benang lusi adalah proses paling penting dalam pertenunan karena hasilnya akan mempengaruhi effisiensi tenunan dan mutu hasilnya. Pemilinan bahan kanji yang sesuai juga penting. Pengajian lusi bertujuan untuk memperbaiki sifat tenunan, rupa, dan rabaan (handling), dan menimbang kain. Benang yang telah dikanji akan terikat bulu-bulu benangnya, mempertinggi kekuatan dan kekenyalan serta kelicinan permukaan benang yang akan mengalami gesekan pada waktu menenun serat tekstil.



A. Pengolahan Serat Wol Proses pengolahan serat wol dapat dilakukan dengan dua cara antara lain, melalui proses pencukuran yang akan menghasilkan wol cukur dan proses penyamakan, menghasilkan wol samak. Proses pengolahan serat wol dapat dilakukan dengan dua cara antara lain, melalui proses pencukuran yang akan menghasilkan wol cukur dan proses penyamakan, menghasilkan wol samak.



Penyamakan dilakukan pada domba atau biri biri yang telah disembelih. Kulitnya direndam dalam air kapur atau dicuci dengan obat kimia (natrium sulfida) agar bulu bulunya terlepas dari kulitnya. Proses penyamakan hanya menghasilkan 1/5 dari wol cukur. Ada beberapa jenis wol antara lain, wol garu, wol sisir, reprocessed wol, re-used wol dan wol ekstra. Wol garu diperoleh dari bulu wol yang pendek dan banyak ikalnya,wol ini menghasilkan bahan laken, planel dan selimut wol. Wol sisir diperoleh dari bulu yang panjang dan sedikit ikalnya disebut tenunan wol sisir. Bahan yang dihasilkan dari wol sisir adalah gabardin wol, poplin wol, mouselin, krep georgette wol. Reprocessed wol diperoleh dari perca bahan wol baru yang diuraikan dalam mesin, sehingga diperoleh bulu bulu baru yang dipintal dan ditenun. Re-used wol, disebut juga dengan shody yang diperoleh dari bahan wol bekas yang diuraikan kembali menjadi bahan wol yang baru. Bahan ini sama sekali tidak kuat, untuk memperbaiki mutunya bahan dicampur dengan wol baru atau bahan kapas. Wol ekstra diperoleh dari campuran serat wol dan serat tumbuh tumbuhan. Tenunan dimasukkan dalam larutan asam belerang yang encer lalu dikeringkan, dan proses ini disebut dengan mengarbon.



B. Pengolahan Serat Sutera Pengolahan serat sutera dimulai dengan mengelompokkan kepompong ulat sutera sesuai jenis, ukuran dan warnanya. Kepompong yang baik direndam dalam air panas untuk melunakkan serisinya sehingga memudahkan filamen lepas dari kepompongnya.



Untuk mencari ujung filamen kepompong disikat. Panjang ratarata filamen dari sebuah kepompong 3200 meter tetapi hasil pelepasan filamen yang baik diperkirakan panjangnya hanya 300 sampai 1600 meter, sebagian filamen hilang pada saat mencari ujung filamen sebagian filamen terlalu halus. Pada umumnya 8 sampai 20 helai filamen dirangkap menjadi satu benang dan diberi gintiran sedikit.



Sutera mentah atau grege adalah filamen yang masih mengandung zat perekat, bentuk kaku, tidak berkilau dan sukar menghisap cat. Sutera mentah di masak dengan air sabun untuk menghilangkan zat perekat atau serisin sehingga sutera menjadi lunak, warnanya putih, berkilau dan mudah menghisap cat. Proses ini dilakukan setelah sutera menjadi tenunan.



Dengan hilangnya zat perekat maka berat sutera menjadi berkurang 20 % dari berat semula, selanjutnya sutera diperberat dengan berbagai bahan kimia berupa garam dalam zat warna atau dengan bahan celupan yang tahan cuci. Sutera dapat diperberat sampai melebihi berat semula.



4. Pengolahan Serat Sellulosa



Proses pengolahan kapas dimulai dari pemetikan buntalan kapas yang telah matang, selanjutnya memisahkan biji biji kapas dengan alat bergerigi sehingga biji biji kapas akan berjatuhan. Kemudian melakukan pengikuran serat kapas berdasarkan panjangnya, warna dan kepadatannya.



Penyisiran dilakukan untuk membuang serat-serat yang pendek kemudian serat yang panjang diletakkan secara pararel untuk menghasilkan potongan yang rapi. Selanjutnya



proses pemintalan.



Serat buatan adalah serat yang molekulnya disusun secara sengaja oleh manusia. Sifat- ' sifat umum dari serat buatan, yaitu kuat dan tahan gesekan”. Pengolahan serat bahan tekstil buatan dapat dilakukan melalui penyemprotan pemintalan basah, pemintalan kering dan pemintalan leleh. Berikut ini beberapa cara pengolahan serat bahan tekstil buatan.



l) Pengolahan Sellulosa buatan (Rayon) Alat yang digmakan untuk membuat serat rayon berupa semprotan dan' logam yang berlubang lubang halus yang jumlalmya antara 16 sampai 20 lubang. Proses pembuatan dilakukan dengan penyemprotan larutan bahan pokok melalui lubanglubang kecil pada semprotan hingga menjadi filamen. Halus dan kasar filamen tergantung pada kecepatan penyemprotan dan kecepatan waktu menggulung. Proses penyemprotan ini disebut dengan pemintalan. Pemintalan ini dapat dilakukan dengan tiga cara antara lain, pemintalan basah, pemintalan kering dan pemintalan leleh. Bahan tekstil yang diproses dengan cara pemintalan basah antara lain, rayon, acrilan, vicara, spandek, viniyon. Bahan tekstil yang diproses dengan pemintalan kering antara lain, asetat, akrilik, triasetat. Sedangkan bahan nylon, poliester merupakan bahan tekstil yang diproses dengan pemintalan leleh/cair.



2) Rayon Viskosa



Bahan dasar rayon viskosa adalah sellulosa kayu dan karbon disulfida. Proses pembuatan dimulai dengan menghancurkan kayu cemara kemudian dilarutkan dengan karbon disulñda untuk memisahkan sellulosanya. Sellulosa dipres sampai membentuk lembaran yang disebut dengan sellulosa sulfida.



Selanjutnya sellulosa sulfida direndam dalam lindi natron kemudian dihancurkan dan dibiarkan beberapa hari. Setelah dicampur dengan karbon disulfida barulah menjadi natrium sellulosa xantat, lalu dilarutkan dalam natrium hydroksida encer sehingga menjadi zat pelarut yang disebut viskosa. Agar udara keluar viskosa ditapis kemudian dimasukkan kembali sampai beberapa hari. Akhirnya melalui alat pemintal viskosa disemprotkan kedalam cairan yang mengandung zat asam supaya diperoleh sellulosa yang bening.



3) Pengolahan Rayon Kupramonium Proses pembuatan rayon kupramonium menggunakan bahan pokok sellulosa linters kapas. Selanjutnya linter kapas dimasak dalam kier pada suhu 150 derjat Celsius dengan larutan natrium hidroksida encer dan diputihkan dengan hypochlorit. Kemudian larutan ini diaduk aduk sehingga terjadilah larutan kupramonium yang berwarna biru jernih. Larutan kupramonium disemprotkan kedalam air yang mengandung sedikit asam untuk menghilangkan amoniak dan kupro kemudian diberi pelumas dan akhirnya dikeringkan.



4) Proses pengolahan Rayon Polinosik (Polynosic) Proses pembuatan polinosik menurut Tachikawa, dimulai dengan pemuaian sellulosa alkali dihilangkan. Sellulosa xantat dilarutkan didalam air dan bukan didalam larutan alkali encer. Pemeraman larutan sellulosa xantat dihilangkan.



5) Pengolahan Serat Kaca (glass fiber) Pengolahan serat kaca dilakukan dengan mencapur semua bahan dasar dengan hati hati kemudian dilelehkan lalu dibentuk menjadi kelereng atau gundu. Selanjutnya kelereng-kelereng itu dilelehkan kembali dengan suhu yang lebih tinggi hingga terjadi larutan. Larutan ini disemprot melalui alat pemintal keudara. dan digulung dengan kecepatan tinggi agar warnanya tembus terang dan halus ñlamennya.



6) Pengolahan Serat Termoplastik Proses pembuatan serat termoplastik tidak beda dengan proses pembuatan serat buatan yang lain yaitu dengan menyemprotkan larutan bahan dasar melalui alat pemintal filamen. Berdasarkan proses pembuatan dan bahan dasar yang digunakan maka serat termoplastik dibedakan atas lima golongan yaitu, asetat, poliamida, poliester, elastomeric, akrilik, polivinil alkohol (klorida). Chloro ñbre (Poliakrilik).



1. Pengolahan Asetat (Acetate). Proses pembuatan asetat dimulai dengan melarutkan sellulose kayu kedalam hydrida asam cuka dan sedikit asam belerang sehingga terjadi acetyl sellulose. Selanjutnya acetyl sellulosa dilarutkan dalam aceton kemudian disemprotkan melalui alat pintal kehawa panas. Aeeton menguap dan terjadilah filamen acetyl sellulosa. Pemintalan ke hawa ini disebut pemintalan kering.



2. Pengolahan Triasetat (Triaeetate Celluloceffricel). Bahan pokok triasetat adalam linters atau sellulosa kayu, proses pembuatarmya sellulosa dilarutkan dan diasetilkan dengan asetat anhidrida. Sellulosa diendapkan dalam air, dicuci dan dikeringkan. Butir-butir triasetat dilarutkan dalam metilena klorida yang mengandung sedikit alkohol sehingga menjadi larutan kemudian disemprotkan melalui alat pemintal kehawa kering.



3. Pengolahan Nylon. Proses pembuatan nylon dilakukan secara kimia melalui proses polymerisasi dengan mengolah zat arang, air dan hawa hingga menghasilkan garam nylon. Garam nylon dipanaskan dalam tempat tertutup dengan ditambahkan sedikit asam asetat hingga mencair, kemudian larutan disemprotkan melalui alat pemintal ke udara supaya membeku. Filamen yang telah membeku diregang atau ditarik sampai 4 kali panjang semula untuk menaikkan kekuatan dan mengurangi mulutnya.



4. Pengolahan Poliester. Proses pembuatannya poliester diawali dengan melakukan polimerisasi asam tereñalat dan etilena glikol dalam tempat hampa udara dengan suhu tinggi maka terjadi larutan yang akan disemprotkan melalui alat pemintal. Pemintalan dilakukan dengan cara pemintalan leleh. F ilamen yang terjadi ditarik ditarik dalam keadaan panas sampai lima kali panjang semula, terkecuali filamen



yang kasar ditarik dalam keadaan dingin.



5. Pengolahan Akrilik dan Modaklirik. Proses pembuatan akrilik dimulai dengan mengolah akrilonitril dan bahan kimia lain dengan suhu tinggi, kemudian larutan disemprotkan melalui alat pemintal yang dipanaskan maka terjadi filamen poliakrilik. Proses pemintalan dapat dilakukan secara basah maupim kering.



6. Polivinil Alkohol. Proses pembuatannya vinil klorida diolah dengan bahan kimia lainnya pada suhu yang tinggi kemudian dilarutkan dalam aceton. Larutan disemprotkan melalui alat pemintal kedalam air dingin sehingga terjadi filamen. Proses ini dinamakan pemintalan basah.



Proses pembuatan benang sutra dari ulat sutra



Proses Pembuatan Benang Sutera (Benang Twist) Benang twist merupakan benang raw silk atau benang sutera mentah yang telah dirangkap dan digintir. Benang raw silk yang akan menjadi benang twist sebelumnya melalui beberapa proses yang meliputi :



1.



Pengeringan Kokon kode C.301



Pengeringan kokon bertujuan untuk mematikan pupa dan mengurangi kadar air pada lapisan sutera dan pupa. Perubahan pupa menjadi ngengat ± 12 hari setelah ulat mengokon, maka sebelum keluar menjadi ngengat, pupa harus dimatikan untuk menghindari kerusakan kokon. Bersamaan dengan mematikan pupa juga berlangsung pengeringan kokon yaitu menurunkan kadar air kokon. Kokon segar yang baru dipanen mengandung kadar air sekitar 61% - 64%, setelah dikeringkan kadar airnya turun menjadi 6% - 12%. Dengan demikian memungkinkan untuk menyimpan kokon dalam waktu yang lama pada kondisi suhu dan kelembaban lingkungan yang normal. Ada berbagai cara untuk mengeringkan kokon diantaranya adalah penjemuran, pengukusan, dan pengovenan.



2.



Flossing Kokon kode C.301



Flossing adalah proses menghilangkan cocoon floss (serabut serat) atau lapisan luar kokon dari permukaan kulit kokon dengan menggunakan .floss remover yaitu alat pembersih serabut kokon atau menggunakan kayu yang sudah diiri - iris pinggirannya. Lapisan luar kokon terdiri dari filamen-filamen kusut dan terputus-putus yang menyerupai bulu, sehingga perlu dihilangkan agar tidak menghambat pada saat pencarian ujung filamen, sehingga filamen pada kokon dapat mudah diurai saat proses reeling (Departemen Perindustrian, 2008:18).



3.



Seleksi Kokon kode C.301



Kualitas benang tergantung pada kualitas kokon yang dipintal. Kokon yang tidak seragam menyebabkan panjang dan tebal benang tidak merata dan akhirnya menghasilkan benang yang kurang baik. Sama halnya untuk warna dan bentuk kokon yang tidak seragam akan menghasilkan filamen kokon yang terputus-putus yang akhirnya dapat menurunkan kualitas



benang (Atmosoedarjo, dkk. 2000:170). Untuk mencegah kokon yang tidak seragam maka kokon diseleksi sebelum dipintal. Menurut Atmosoedarjo, dkk (2000), kokon yang harus ditolak adalah kokon yang berisi ulat mati, kokon berujung tipis, kokon bernoda, kokon berkulit tipis, kokon tertimpa/tergencet, kokon berbentuk abnormal, kokon berserabut, kokon berkulit jarang (lose shell cocoon), kokon dengan bekas frame pada kulitnya dan kokon yang berjamur.



4.



Perebusan Kokon kode C.301



Perebusan kokon bertujuan untuk melarutkan serisin yang bersatu dengan filamen. Bagian luar filamen sutera terbentuk dari serisin sehingga filamen yang satu dengan yang lain saling merekat (INDAG Jabar, 2009). Maka untuk melepaskan filamen kokon yang direkatkan oleh serisin, dengan jalan merebus kokon menggunakan air panas, sehingga kulit kokon mengembang, menjadi lunak dan memungkinkan filamen sutera diurai dan digulung pada haspel tanpa menjadi kusut ataupun putus (Atmosoedarjo, dkk. 2000:180). Proses perebusan dapat mempengaruhi pula mutu benang sutera yang dihasilkan. Semakin banyak jumlah putus benang yang terjadi selama proses reeling yang diakibatkan oleh proses perebusan yang terlalu lama maupun terlalu sebentar berarti semakin rendah persentasi daya gulung filamen, dan panjang filamen yang terbentuk akan semakin pendek (Lee, 1999).



5. Reeling Kokon kode C.301



Menurut Atmosoedarjo, dkk (2000:184) reeling sutera adalah proses penyatuan beberapa filamen untuk dipintal menjadi benang sutera. Setelah proses pencarian ujung filamen, kokon dipindahkan ke bak yang ada dimesin reeling untuk dilakukan pemintalan atau reeling. Tujuan proses ini yaitu untuk mengurai filamen pada kokon, menyatukannya dan menggulungnya pada haspel sehingga menjadi benang raw silk atau benang mentah. Saat proses reeling suhu air pada bak reeling perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi daya gulung filamen. Oleh sebab itu, suhu air pada bak reeling diusahakan berkisar 40o – 60o C (Budisantoso, 1992). Selain itu, saat proses reeling benang yang akan melewati pengantar benang sebelumnya diberi twist palsu sebanyak 8 - 10 gintiran dengan maksud untuk mengurai kadar air dalam filamen dan meningkatkan kohesi pada benang.



6. Rereeling Kokon kode C.301



Rereeling atau penggulungan ulang adalah proses menggulung kembali filamen sutera yang telah digulung pada penggulung kecil (hasil reeling) untuk dipindahkan ke penggulung yang lebih besar (keliling 150 cm) yaitu dalam bentuk strengan. Dalam bentuk strengan inilah untuk memudahkan penimbangan dan packing, atau untuk menyiapkan proses selanjutnya.



Pada umumnya ukuran baku berat sutera per gulung hasil mesin rereeling adalah 70 gram atau 140 gram (Atmosoedarjo, dkk. 2000:197:199). Menurut Atmosoedarjo, dkk (2000) pembasahan reel, sebelum dan selama rereeling diperlukan untuk melunakkan dan mengembangkan serisin sehingga memudahkan rereeling. Ada beberapa cara pembasahan reel : (1) permeasi vakum (vacuum permeation), (2) dengan merendam reel dalam bak perendaman dan (3) dengan membasahi dengan lap secara manual.



7.



Pencelupan Benang Raw Silk



Pencelupan benang bertujuan untuk melarutkan serisin yang masih terdapat pada benang raw silk, sehingga benang tidak mudah putus saat dilakukan proses winding. Pencelupan benang ini dilakukan apabila benang dalam bentuk gulungan masih direkatkan serisin yang disebabkan setelah proses rereeling benang tidak direlaksasi dengan benar, sehingga benang yang satu dan lainnya masih saling merekat dan semakin mengeras ketika benang mengering. Pencelupan benang dilakukan dengan cara mencelup-celupkan benang ke dalam air dengan suhu 50o C sampai semua bagian benang basah, namun apabila benang yang telah dicelupkan ke dalam air hangat masih direkatkan oleh serisin maka pencelupan harus ditambahkan olive oil untuk memudahkan saat pemisahan benang yang satu dengan lainnya. Suhu air yang digunakan perlu 50o C karena pada suhu tersebut serisin sudah dapat larut, sedangkan apabila suhu kurang 50o C serisin tidak larut sepenuhnya dan apabila lebih dari itu ditakutkan benang akan pecah dan menjadi rapuh sehingga benang akan mudah putus saat dilakukan proses winding.



8.



Winding



Winding merupakan proses menggulung benang dari bentuk untaian benang ke bentuk bobbin. Tujuan proses ini, yaitu untuk membuang benang-benang yang lemah dan tidak rata, juga untuk memudahkan saat proses doubling atau perangkapan.



9.



Doubling



Doubling atau proses perangkapan bertujuan untuk merangkap benang tunggal atau single menjadi benang multiple atau ganda, Benang dirangkap sesuai kebutuhan (2,3 atau 4 rangkap) dengan menggunakan mesindoubling (Atmosoedarjo, dkk 2000:213).



10. Twisting



Benang raw silk yang sudah di doubling perlu di twisting, tujuannya untuk mencegah pecahnya benang saat dilakukan proses degumming. Selain itu, juga dapat memberi daya penutup (covering capacity) yang lebih besar, dibanding dengan benang single dengan denier yang sama. Ada dua arah twist untuk menggintir benang, yaitu “Z” twist, untuk ke arah kiri dan “S” twist, untuk ke arah kanan (Atmosoedarjo, 2000:210).



11. Setting Menurut Atmosoedarjo, dkk (2000:214) setelah digintir benang perlu diset dengan mesin pengeset vacuum, dengan suhu 70o C selama 30 menit. Setting benang twist bertujuan untuk mengubah snelling atau menggulungnya benang setelah proses twisting agar benang menjadi lurus, sehingga saat proses rewinding benang tidak mudah putus.



12. Rewinding Benang yang telah diset selanjutnya direwind (dipindahkan) dari bobbin ke haspel besar untuk dijadikan benang dalam bentuk untai atau ukel. Putus benang dalam proses ini akan menurunkan efisiensi kerja dan meningkatkan jumlah limbah suteranya (Atmosoedarjo, dkk 2000).



Gambar Benang Raw Silk



Gambar Benang Twist