Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Kebutuhan eliminasi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Menurut Abraham Maslow (1970 dalam Goble, 1970) kebutuhan dasar manusia ada lima tingkatan. Tingkat paling mendasar adalah hal-hal yang paling penting untuk mempertahankan hidup yaitu kebutuhan fisiologi seperti udara, air, dan makanan. Tingkat kedua mencakup kebutuhan keselamatan dan keamanan yang meliputi keselamatan fisik dan psikologi. Tingkat ketiga merupakan kebutuhan dicintai dan dimiliki. Tingkat keempat adalah kebutuhan dihargai dan harga diri yang mencakup rasa percaya diri, kebergunaan, pencapaian dan nilai diri. Tingkat terakhir adalah kebutuhan untuk aktualisasi diri. Eliminasi urine merupakan salah dari proses metabolik tubuh. Zat yang tidak dibutuhkan, dikeluarkan melalui paru-paru, kulit, ginjal dan pencernaan. Paru-paru secara primer mengeluarkan karbondioksida, sebuah bentuk gas yang dibentuk selama metabolisme pada jaringan. Hampir semua karbondioksida dibawa keparu-paru oleh sistem vena dan diekskresikan melalui pernapasan. Kulit mengeluarkan air dan natrium. Eliminasi urine secara normal bergantung pada satu pemasukan cairan dan sirkulasi volume darah, jika salah satunya menurun, pengeluaran urin akan menurun. Pengeluaran urin juga berubah pada seseorang dengan penyakit ginjal, yang mempengaruhi kuantitas, urin dan kandungan produk sampah didalam urin. Usus mengeluarkan feses dan beberapa cairan dari tubuh. Pengeluaran feses melalui evakuasi usus besar biasanya menjadi sebuah pola pada usia 30 sampai 36 bulan. Eliminasi urine adalah pengeluaran sisa-sisa metabolisme dalam tubuh berupa cairan melalui saluran perkemihan. Kebutuhan eliminasi urine merupakan kebutuhan tubuh mengeluarkan bahan buangan cair secara berkala atau secara fisiologi. Berdasar latar belakang di atas, maka kami membuat makalah dengan judul “Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi”.



1



1.2



Rumusan Masalah 1. Apa itu kebutuhan eliminasi urine dan fekal? 2. Apa sajakah anatomi dan fisiologi eliminasi urine dan fekal? 3. Bagaimana karakteristik dari urine dan feses? 4. Bagaimana proses eliminasi urine dan fekal? 5. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine dan fekal? 6. Bagaimana perubahan pola eliminasi urine dan fekal? 7. Apa sajakah masalah pada kebutuhan eliminasi urine dan fekal? 8. Hormon apa sajakah yang terlibat dalam proses eliminasi?



1.3



Tujuan Penulisan 1.3.1



Tujuan Umum Makalah ini dibuat dengan tujuan, untuk mempelajari mengenai pemenuhan kebutuhan eliminasi pada manusia serta untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Dasar.



1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui tentang pengertian eliminasi. 2. Untuk mengetahui tentang jenis eliminasi. 3. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi dalam eliminasi. 4. Untuk mengetahui karakteristik dari eliminasi (urine dan feses). 5. Untuk mengetahui bagaimana proses eliminasi. 6. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi eliminasi. 7. Untuk mengetahui gangguan yang terjadi pada eliminasi. 8. Untuk mengetahui penanggulangan gangguan eliminasi. 9. Untuk mengetahui hormon yang terlibat dalam proses eliminasi. 10. Untuk mengetahui contoh kasus dari eliminasi.



1.4



Manfaat Penulisan Manfaat makalah ini ialah menambah ilmu pengetahuan, konsep kelimuan serta



sebagai



media



informasi



tentang



2



pemenuhan



kebutuhan



eliminasi.



BAB II TINJAUAN TEORITIS



2.1



Pengertian Eliminasi Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh baik yang berupa urine maupun fekal. (Tarwoto & Wartonah, 2006). Eliminasi adalah produk sisa pencernaan yang teratur merupakan aspek yang penting untuk fungsi normal tubuh. Perubahan eliminasi dapat menyebabkan masalah pada sistem gastrointestinal (sistem percenaan) dan sistem tubuh lainnya. (Potter dan Perry, 2006). Menurut kamus bahasa Indonesia, Eliminasi adalah pengeluaran, penghilangan, penyingkiran, penyisihan. Dalam bidang kesehatan, Eliminasi adalah proses pembuangan. Sisa metabolisme tubuh baik berupa urine atau bowel (feses).



2.2



Jenis Eliminasi a. Eliminasi Urine (kebutuhan buang air kecil). b. Eliminasi Fekal/Alvi (kebutuhan buang air besar).



3



BAB III PEMBAHASAN



3.1



Definisi Kebutuhan Eliminasi Membuang urine dan fekal (eliminasi) merupakan salah satu aktivitas pokok yang harus dilakukan oleh setiap manusia. Karena apabila eliminasi tidak dilakukan setiap manusia akan menimbulkan berbagai macam gangguan seperti retensi urine, inkontinensia urine, enuresis, perubahan pola eliminasi urine, konstipasi, diare dan kembung. Eliminasi pada manusia digolongkan menjadi 2 macam, yaitu: 1. Defekasi Buang air besar atau defekasi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup untuk membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah-padat yang berasal dari sistem pencernaan. 2. Miksi Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Miksi ini sering disebut buang air kecil.



3.2



Pengertian Eliminasi Urine Eliminasi urine adalah kebutuhan dalam manusia yang esensial dan berperan menentukan kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan untuk mempertahankan homeostasis tubuh.



4



3.3



Anatomi dan Fisiologi dalam Eliminasi Urine 1.



Ginjal Kedudukan dibagian



ginjal



belakang



terletak



dari



kavum



abdominalis di belakang peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat langsung pada dinding abdomen. Bentuknya seperti biji buah kacang merah, jumlahnya ada 2 buah kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal kanan. Pada orang dewasa berat ginjal ± 200 gram. Dan pada umumnya ginjal laki – laki lebih panjang dari pada ginjal wanita. a. Bagian – Bagian Ginjal 1. Kulit Ginjal (Korteks) Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan penyaringan darah yang disebut nefron. Pada tempat penyaringan darah ini banyak mengandung kapiler – kapiler darah yang tersusun bergumpal – gumpal disebut glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi oleh simpai bownman, dan gabungan antara glomerolus dengan simpai bownman disebut badan malphigi. Penyaringan darah terjadi pada badan malphigi, yaitu diantara glomerolus dan simpai bownman. Zat – zat yang terlarut dalam darah akan masuk kedalam simpai bownman. Dari sini maka zat – zat tersebut akan menuju ke pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai bownman yang terdapat di dalam sumsum ginjal. 2. Sumsum Ginjal (Medula) Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut piramid renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut apeks atau papila renis, mengarah ke bagian dalam ginjal. Satu piramid dengan jaringan korteks di dalamnya disebut lobus ginjal. Piramid antara 8 hingga 18 buah tampak bergaris – garis karena terdiri atas berkas saluran paralel (tubuli 5



dan duktus koligentes). Diantara pyramid terdapat jaringan korteks yang disebut dengan kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul ribuan pembuluh halus yang merupakan lanjutan dari simpai bownman. Di dalam pembuluh halus ini terangkut urine yang merupakan hasil penyaringan darah dalam badan malphigi, setelah mengalami berbagai proses. 3. Rongga Ginjal (Pelvis Renalis) Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar. Sebelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang masing – masing bercabang membentuk beberapa kaliks minor yang langsung menutupi papila renis dari piramid. Kliks minor ini menampung urine yang terus keluar dari papila. Dari Kaliks minor, urine masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renis ke ureter, hingga di tampung dalam kandung kemih (vesikula urinaria). b. Fungsi Ginjal 1. Mengekskresikan zat – zat sisa metabolisme yang mengandung nitrogen, misalnya amonia. 2. Mengekskresikan zat – zat yang jumlahnya berlebihan (misalnya gula dan vitamin) dan berbahaya (misalnya obat – obatan, bakteri dan zat warna). 3. Mengatur keseimbangan air dan garam dengan cara osmoregulasi. 4. Mengatur tekanan darah dalam arteri dengan mengeluarkan kelebihan asam atau basa. c. Peredaran Darah dan Persyarafan Ginjal 1. Peredaran Darah Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteria renalis, yang berpasangan kiri dan kanan dan bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi arteri akuata, arteria interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi kapiler membentuk gumpalan yang disebut dengan glomerolus dan dikelilingi oleh alat yang disebut dengan simpai bowman, didalamnya terjadi 6



penyadangan pertama dan kapiler darah yang meninggalkan simpai bowman kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena kava inferior. 2. Persyarafan Ginjal Ginjal mendapat persyarafan dari fleksus renalis (vasomotor) saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal. Anak ginjal (kelenjar suprarenal) terdapat di atas ginjal yang merupakan sebuah kelenjar buntu yang menghasilkan 2 macam hormon yaitu hormone adrenalin dan hormon kortison. 2.



Ureter Ureter adalah suatu saluran moskuler berbentuk silider yang menghantarkan urine dari ginjal menuju kandung kemih. Terdiri dari 2 saluran pipa masing – masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria) panjangnya ± 25 – 30 cm dengan penampang ± 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis. Lapisan dinding ureter terdiri dari : a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa) b. Lapisan tengah otot polos c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan – gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesika urinaria). Gerakan peristaltik mendorong urine melalui ureter yang dieskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih. Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan dilapisi oleh pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter



7



terjadi pada tempat ureter meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan pembuluh sekitarnya mempunyai saraf sensorik.



3.



Kandung Kemih Kandung kemih merupakan sebuah kantong yang terdiri atas otot polos yang berfungsi sebagai tempat



penampungan



air



seni



(urine). Didalam kandung kemih, terdapat lapisan jaringan otot yang memanjang ditengah dan melingkar disebut sebagai detrusor, dan berfungsi untuk mengeluarkan urine. Pada dasar kandung kemih terdapat lapisan tengah jaringan otot yang berbentuk lingkaran bagian dalam atau disebut sebagai otot lingkaran yang berfungsi menjaga saluran antara kandung kemih keluar tubuh. Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak di belakang simfisis pubis di dalam ronga panggul. Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan ligamentum vesika umbikalis medius. Bagian vesika urinaria terdiri dari : 1. Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian ini terpisah dari rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferent, vesika seminalis dan prostate. 2. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus. 3. Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis. Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan sebelah luar), tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).



8



4.



Uretra Uretra merupakan organ yang berfungsi untuk menyalurkan urine ke bagian luar. Saluran perkemihan dilapisi membran mukosa, dimulai dari meatus uretra hingga ginjal. Secara normal, mikroorganisme tidak ada yang bisa melewati uretra bagian bawah, namun membran mukosa ini pada keadaan patologis yang



terus–menerus



akan



menjadikannya



media baik untuk pertumbuhan beberapa patogen. Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Pada laki- laki uretra berjalan berkelok – kelok melalui tengah – tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis kebagian penis panjangnya ± 20 cm. Uretra pada laki – laki terdiri dari : 1. Uretra Prostaria 2. Uretra membranosa 3. Uretra kavernosa Lapisan uretra laki – laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan lapisan submukosa. Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubis berjalan miring sedikit kearah atas, panjangnya ± 3 – 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri dari Tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena – vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam). Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai saluran ekskresi.



9



3.4



Urine (Kemih) A. Sifat fisis air kemih, terdiri dari: 1. Jumlah ekskresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari pemasukan cairan dan faktor lainnya. 2. Warna, bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh. 3. Warna, kuning tergantung dari kepekatan, diet obat-obatan dan sebagainya. 4. Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak. 5. Berat jenis 1,010-1,030. 6. Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung dari pada diet (sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein memberi reaksi asam).



B. Komposisi air kemih, terdiri dari: 1. Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air. 2. Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea, amoniak dan kreatinin. 3. Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fospat dan sulfat. 4. Pagmen (bilirubin dan urobilin). 5. Toksin. 6. Hormon.



C. Ciri-Ciri Urine Normal : 1.



Rata-rata dalam satu hari 1-2 liter, tapi berbeda-beda sesuai dengan jumlah cairan yang masuk.



2.



Warnanya bening oren tanpa ada endapan.



3.



Baunya tajam.



4.



Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6.



10



D. Karakteristik Urine No



Normal



Interpretasi Urine berwarna oranye gelap menunjukkan adanya pengaruh obat, sedangkan arna merah dan kuning kecoklatan mengindikasikan adanya penyakit. Bau menyengat merupakan indikasi adanya masalah seperti infeksi, atau penggunaan obat tertentu. Menunjukkan adanya konsentrasi urine Adanya kekeruhan karena mukus atau pus. Dapat menunjukkan keseimbangan asam basa, bila bersifat alkali menunjukkan adanya aktivitas bakteri.



1.



Warna



Kekuning-kuningan



2.



Bau



Aromatik



3.



Berat jenis



4.



Kejernihan



1,010-1,030 Terang dan transparan



5.



PH



Sedikit asam (4,57,5)



6.



Protein



Molekul protein yang besar seperti albumin, fibrinogen, atau globulin tidak dapat disaring melalui ginjal-urine.



Pada kondisi kerusakan ginjal, molekul tersebut dapat melewati saringan masuk ke urine.



7.



Darah



Tak tampak jelas



Hematuria menunjukkan trauma atau penyakit pada sauluran kemih bagian bawah.



Glukosa



Adanya sejumlah glukosa dalam urine tidak berarti hanya bersifat sementara, misalnya pada seseorang yang makan gula banyak.



Apabila menetap terjadi pada pasien diabetes melitus.



8.



3.5



Keadaan



Proses Eliminasi Urine Proses pembentukan urine menurut Syaifuddin, sebagai berikut: 1. Proses Filtrasi Pembentukan urine dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan yang bebas protein dari kapiler ke glomerulus dan kapsula bowman. Kebanyakan zat dalam plasma difiltrasi secara bebas kecuali protein. Proses filtrasi (ultrafiltrasi) terjadi pada glomerulus. Proses ini terjadi karena permukaan averen lebih besar dari permukaan



11



everen sehingga terjadi penyerapan darah. Setiap menit kira-kira 1200 ml darah, terdiri dari 450 ml sel darah dan 660 ml plasma masuk ke dalam kapiler glomerulus. 2. Proses Absorbsi Penyerapan kembali sebagian besar terhadap glukosa, natrium, klorida, fosfat, dan ion bikarbonat. Proses ini terjadi secara pasif yang dikenal dengan obligator reabsorpsi dan terjadi pada tubulus atas. Dalam tubulus ginjal, cairan filtrasi dipekatkan dan zat yang penting bagi tubuh direabsorpsi. Jumlah total air yang diabsorbsi lebih kurang 120 ml/menit, 70-80% diabsobsi oleh tubulus proksimal, disebut juga reabsorbsi air obligatori. Sisanya, 20-30% diabsorbsi secara fakultatif dengan bantuan hormon vasopresin (ADH, hormon antidiuretik) di tubulus distal. Sebagian kecil sisanya diabsorbsi pada duktus koligen yaitu saluran tempat bermuaranya tubulus distal. 3. Proses Sekresi Tubulus ginjal dapat mensekresi atau menambah zat-zat ke dalam cairan filtrasi selama metabolisme sel-sel membentuk asam dalam jumlah besar. Hasil masingmasing proses pembentukan urine yaitu, urine primer (filtrat glomerulus) pada proses filtrasi, urine sekunder pada proses absorbsi dan urine sesungguhnya pada proses sekresi.



3.6



Faktor Yang Mempengaruhi Eliminasi Urine 1. Diet dan Asupan makanan (in take) Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi output urine (jumlah urine). Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk. Selain itu, minum kopi juga dapat meningkatkan pembentukan urine. Kebiasaan mengkonsumsi jenis makanan atau minuman tertentu (misalnya, teh, kopi, coklat, alkohol) dapat menyebabkan peningkatan ekskresi urine karena dapat menghambat hormone anti diuretic (ADH). 2. Respons Keinginan Awal untuk Berkemih Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebakan urine banyak tertahan di dalam vesika urinaria, sehingga mempengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah pengeluaran urine. 12



3. Gaya Hidup Gaya hidup ada kaitannya dengan kebiasaan seseorang ketika berkemih. Sebagai contoh, seseorang yang terbiasa buang air kecil disungai atau dialam bebas akan mengalami kesulitan ketika harus berkemih di toilet atau menggunakan pispot pada saat sakit. 4. Stres psikologis Meningkatnya stress dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang diproduksi. 5. Tingkat aktivitas Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi spingter. Kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas. Hilangnya tonus otot vesika urinaria dapat menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemih menurun. 6. Tingkat Perkembangan Jumlah urine yang diekskresikan dapat dipengaruhi oleh usia dan berat badan seseorang. Normalnya, bayi dan anak-anak mengekresikan 400-500 ml urin tiap harinya. Sedangkan orang dewasa mengekskresikan 1500-1600 ml urin per hari. Dengan kata lain, bayi yang beratnya 10% orang dewasa mamppu mengekresikan urin 33% lebih banyak dari orang dewasa. Seiring penuaan, lansia juga mengalami perubahan pada fungsi ginjal dan kandung kemihnya sehingga mengakibatkan perubahan pada pola eliminasi urin (misalnya, nokturria, sering berkemih, residu urin). Sedangkan ibu hamil dapat mengalami peningkatan keinginan miksi akibat adanya penekanan pada kandung kemih. 7. Kondisi Penyakit Kondisi penyakit dapat mempengaruhi produksi urine, seperti diabetes mellitus. 8. Sosiokultural Budaya dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya kultur pada masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu.



13



9. Tonus Otot Tonus otot berperan penting dalam membantu proses berkemih adalah otot kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi sebagai pengontrolan pengeluaran urine. 10. Pembedahan Pembedahan berefek menurunkan filtrasi glomerulus sebagai dampak dari pemberian obat anestesi sehingga menyebabkan penurunanjumlan produksi urine. 11. Pengobatan Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatan atau penurunan proses perkemihan. Misalnya pemberian diuretik dapat meningkatkan jumlah urine, sedangkan pemberian obat antikolinergik dan anthipertensi dapat menyebabkan retensi urine. 12. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostik ini juga dapat mempengaruhi kebutuhan eliminasi urine, khususnya prosedur – prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih seperti intra venus pyelogram (IVP). Pemeriksaan ini dapat membatasi jumlah asupan sehingga mengurangi produksi urine. Selain itu, tindakan sistoskopi dapat menimbulkan edema local pada uretra sehingga pengeluaran urine terganggu. 3.7



Tanda dan Gejala Gangguan Eliminasi Urine 1. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah suatu kondisi yang menyebabkan kelenjar prostat mengalami pembengkakan, namun tidak bersifat kanker. Kelenjar prostat memiliki fungsi untuk memproduksi air mani dan terletak pada rongga pinggul antara kandung kemih dan penis. Karena kelenjar prostat hanya dimiliki oleh pria, maka tentu saja seluruh penderita BPH adalah pria. Umumnya pria yang terkena kondisi ini berusia di atas 50 tahun. Gejala BPH Berikut ini gejala-gejala yang biasanya dirasakan oleh penderita pembesaran prostat jinak (BPH): 



Selalu ingin berkemih, terutama pada malam hari. 14







Inkontinensia urine atau beser.







Sulit mengeluarkan urine.







Mengejan pada waktu berkemih.







Aliran urine tersendat-sendat.







Mengeluarkan urine yang disertai darah.







Merasa tidak tuntas setelah berkemih. Munculnya gejala-gejala tersebut disebabkan oleh tekanan pada kandung



kemih dan uretra ketika kelenjar prostat mengalami pembesaran. Disarankan untuk menemui dokter jika Anda merasakan gejala BPH, meski ringan. Diagnosis sangat diperlukan karena ada beberapa kondisi lain yang gejalanya sama dengan BPH, di antaranya: 



Prostatitis atau radang prostat.







Infeksi saluran kemih.







Penyempitan uretra.







Penyakit batu ginjal dan batu kandung kemih.







Bekas luka operasi pada leher kandung kemih.







Kanker kandung kemih







Kanker prostat.







Gangguan pada saraf yang mengatur aktivitas kandung kemih.



Penyebab BPH Sebenarnya penyebab persis pembesaran prostat jinak (BPH) masih belum diketahui, namun diperkirakan kondisi ini terjadi karena adanya perubahan pada kadar hormon seksual akibat proses penuaan. Pada sistem kemih pria terdapat sebuah saluran yang berfungsi membuang urine keluar dari tubuh melalui penis, atau lebih dikenal sebagai uretra. Dan jalur lintas uretra ini secara kebetulan melewati kelenjar prostat. Jika terjadi pembesaran pada kelenjar prostat, maka secara bertahap akan mempersempit uretra dan pada akhirnya aliran urine mengalami penyumbatan. Penyumbatan ini akan membuat otototot pada kandung kemih membesar dan lebih kuat untuk mendorong urine keluar.



15



Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena BPH adalah: 



Kurang berolahraga dan obesitas.







Faktor penuaan.







Menderita penyakit jantung atau diabetes.







Efek samping obat-obatan penghambat beta.







Keturunan



2. Sistitis Sistitis adalah inflamasi kandung kemih. Inflamasi ini dapat disebabkan oleh infeksi bakteri (biasanya E. Coli) yang menyebar dari uretra atau karena respon alergi atau akibat iritasi mekais pada kandung kemih. Gejalanya adalah sering berkemih dan nyeri yang disertai darah dalam urine (hematuria). 3. Glomerulonefritis Glomerulonefritis



adalah



inflamasi



nefron,



terutama



pada



glomerulus.



Glomerulonefritis terbagi menjadi dua yaitu : 1. Glomerulonefritis akut seringkali terjadi akibat respon imun terhadap toksin bakteri tertentu. 2. Glomerulonefritis kronik tidak hanya merusak glomerulus tetapi juga tubulus. Infalamasi ini mungkin diakibatkan infeksi streptokokus, tetapi juga merupakan akibat sekunder dari penyakit sistemik lain atau karena glomerulonefritis akut. 4. Pielonefritis Pielonefritis adalah inflamasi ginjal dan pelvis ginjal akibat infeksi bakteri. Infalamasi dapat berawal ditraktus urinaria bawah (kanduung kemih) dan menyebar ke ureter, atau karena infeksi yang dibawa darah dan limfe ke ginjal. Obstruksi traktus urinari terjadi akibat pembesaran kelenjar prosfat atau batu ginjal. 5. Batu Ginjal Batu ginjal atau kalkuli Urinari terbentuk dari pengendapan garam kalsium, magnesium, asam urat, atau sistein. Batu-batu kecil dapat mengalir bersama dengan urine, batu yang lebih besar akan tersangkut dalam ureter dan menyebabkan rasa nyeri yang tajam(kolik ginjal) yang menyebar dari ginjal ke selangkangan.



16



6. Gagal Ginjal Gagal ginjal adalah hilangnya fungsi ginjal. Hal ini mengakibatkan terjadinya retensi garam, air, zat buangan nitrogen (urea dan kreatinin) dan penurunan drastis volume urine (oliguria). Gagal ginjal terbagi menjadi dua macam yaitu : 1. Gagal ginjal akut terjadi secara tiba-tiba dan biasanya berhasil diobati. Penyakit ini ditandai dengan oliguria mendadak yang diikuti dengan penghentian produksi urine (anuria) secara total. Hal ini disebabkan oleh penurunan aliran darah ke ginjal akibat trauma atau cedera, glomerulonefritis akut, hemoragi, tranfusi darah yang tidak cocok, atau dehidrasi berat. 2. Gagal ginjal kronik adalah kondisi progresif parah karena penyakit yang mengakibatkan kerusakan parenkim ginjal, seperti glomerulonefritis kronik atau pielonefritis, trauma, atau diabetes nefropati( penyakit ginjal yang diakibatkan oleh diabetes melitus). 7. Retensi Retensi



Urine



ialah



penumpukan



urine



acuan



kandung



kemih



dan



ketidaksanggupan kandung kemih untuk mengosongkan sendiri. Kemungkinan penyebabnya : 1. Operasi pada daerah abdomen bawah. 2. Kerusakan ateren. 3. Penyumbatan spinkter.



Tanda-tanda retensi urine : 1. Ketidak nyamanan daerah pubis. 2. Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih. 3. Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang. 4. Meningkatnya keinginan berkemih. 5. Enuresis



17



8. Eniorisis Ialah keluarnya kencing yang sering terjadi pada anak-anak umumnya malam hari. Kemungkinan peyebabnya : 1. Kapasitas kandung kemih lebih kecil dari normal. 2. Kandung kemih yang irritable. 3. Suasana emosiaonal yang tidak menyenangkan. 4. Perubahan fisik. 9. Inkontinensia - Inkontinensia Fungsional/urgensi Inkotinensia Fungsional ialah keadaan dimana individu mengalami inkontine karena kesulitan dalam mencapai atau ketidak mampuan untuk mencapai toilet sebelum berkemih. Faktor Penyebab: 1. Kerusakan untuk mengenali isyarat kandung kemih. 2. Penurunan tonur kandung kemih. 3. Kerusakan moviliasi, depresi, anietas. 4. Lingkungan. 5. Lanjut usia. - Inkontinensia Stress Inkotinensia stress ialah keadaan dimana individu mengalami pengeluaran urine segera pada peningkatan dalam tekanan intra abdomen. Faktor Penyebab: 1. Inkomplet outlet kandung kemih. 2. Tingginya tekanan infra abdomen. 3. Kelemahan atas peluis dan struktur pengangga. 4. Lanjut usia. - Inkontinensia Total Inkotinensia total ialah keadaan dimana individu mengalami kehilangan urine terus menerus yang tidak dapat diperkirakan. Faktor Penyebab: 1. Penurunan kapasitas kandung kemih. 18



2. Penurunan isyarat kandung kemih. 3. Efek pembedahan spinkter kandung kemih. 4. Penurunan tonus kandung kemih. 5. Kelemahan otot dasar panggul. 6. Penurunan perhatian pada isyarat kandung kemih. 7. Perubahan pola. 8. Frekuensi. 9. Meningkatnya frekuensi berkemih karena meningkatnya cairan. 10. Urgensi. 11. Perasaan seseorang harus berkemih.



3.8



Perubahan Pola Eliminasi Urine Perubahan pola eliminasi urine merupakan keadaan seseorang yang mengalami gangguan pada eliminasi urine karena obstruksi anatomis, kerusakan motorik sensorik, dan infeksi saluran kemih. Perubahan pola eliminasi terdiri atas: 1.



2.



3. 4.



5.



Frekuensi



: merupakan banyaknya jumlah berkemih dalam sehari. Peningkatan frekuensi berkemih dikarenakan meningkatnya jumlah cairan yang masuk. Frekuensi yang tinggi tanpa suatu tekanan asupan cairan dapat disebabkan oleh sistisis. Frekuensi tinggi dapat ditemukan juga pada keadaan stres atau hamil. Urgensi : perasaan seseorang yang takut mengalami inkontinensia jika tidak berkemih. Pada umumnya, anak kecil memiliki kemampuan yang buruk dalam mengontrol sphincter eksternal. Biasanya, perasaan segera ingin berkemih terjadi pada anak karena kurangnya pengontrolan pada sphincter. Disuria : rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini sering ditemukan pada penyakit infeksi saluran kemih, trauma, dan striktur uretra. Poliuria : merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, tanpa adanya peningkatan asupan cairan. Biasanya, hal ini dapat ditemukan pada penyakit diabetes mellitus dan penyakit ginjal kronis. Urinaria Supresi : berhentinya produksi urine secara mendadak. Secara normal, urine diproduksi oleh ginjal pada kecepatan 60 – 120 ml/jam secara terus-menerus.



19



3.9



Penanggulangan Gangguan Eliminasi Urine 1. Pengumpulan Urine untuk Bahan Pemeriksaan Mengingat tujuan pemeriksaan dengan bahan urine tersebut berbeda – beda maka dalam pengambilan atau pengumpulan urine juga dibedakan sesuai dengan tujuannya. Cara pengambilan urine tersebut antara lain ; pengambilan urine biasa, pengambilan urine steril, dan pengumpulan selama 24 jam. 



Pengambilan Urine Biasa Pengambilan urine biasa merupakan pengambilan urine dengan mengeluarkan urine secara biasa, yaitu buang air kecil. Pengambilan urine biasa ini biasanya digunakan untuk pemeriksaan kadar gula dalam urine, pemeriksaan kehamilan, dan lain - lain.







Pengambilan Urine Steril Pengambilan urine steril merupakan pengambilan urine dengan menggunakan alat steril, dilakukan dengan kateterisasi atau fungsi suprapubisyang bertujuan untuk mengetahui adanya infeksi pada uretra, ginjal, atau saluran kemih lainnya.







Pengambilan Urine Selama 24 Jam Pengambilan urine selama 24 jam merupakan pengambilan urine yang dikumpulkan dalam waktu 24 jam, bertujuan untuk mengetahui jumlah urine selama 24 jam dan mengukur berat jenis, asupan dan output, serta mengetahui fungsi ginjal.



2. Menolong Buang Air Kecil dengan Menggunakan Urineal/Pispot Tindakan membantu pasien yang tidak mampu buang air kecil sendiri di kamar kecil dilakukan dengan menggunakan alat penampung (urineal). Hal tersebut dilakukan untuk menampung urine dan mengetahui kelainan dari urine (warna dan jumlah). 3. Melakukan Kateterisasi Kateterisasi merupakan tindakan memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra untuk membantu memenuhi kebutuhan eliminasi, sebagai pengambilan bahan pemeriksaan. Dalam pelaksanaannya, kateterisasi terbagi menjadi dua tipe internitent (straight kateter) dan tipe indwelling (foley kateter).



20



3.10



Pengertian Eliminasi Fekal Eliminasi fekal adalah proses pembuangan atau pengeluaran metabolisme berupa feses yang berasal dari saluran pencernaan yang melalui anus. Manusia dapat melakukan buang air besar beberapa kali dalam satu hari atau satu kali. Bahkan dapat mengalami gangguan yaitu hingga hanya beberapa kali saja dalam satu minggu atau dapat berkali – kali dalam satu hari, biasanya gangguan – gangguan tersebut diakibatkan oleh gaya hidup yang tidak benar dan jika dibiarkan dapat menjadi masalah yang lebih besar.



3.11



Anatomi dan Fisiologi Eliminasi Fekal Organ saluran pencernaan di bagi menjadi dua bagian yaitu; organ saluran gastrointestinal bagian atas dan organ saluran gastrointestinal bagian bawah. 1.



Saluran gastrointestinal bagian atas. Organ saluran ini terdiri atas mulut, faring, esofagus dan lambung. a. Mulut Mulut



merupakan



jalan



masuknya makanan yang pertama kali



untuk



sistem



pencernaan.



Rongga mulut dilengkapi dengan alat pencernaan (gigi dan lidah) serta kelenjar pencernaan untuk membantu pencernaan makanan, secara umum mulu terdiri atas dua bagian atas bagian luar (vestibula) yaitu ruangan yang di antara gusi, gigi, bibir dan pipi. Dan rongga mulut bagian dalam yaitu rongga yang di batasi sisinya oleh tulang maksilaris, platum dan mandibularis di sebelah belakang dan bersambung ke faring. Platum terdiri atas platum durum (platum keras) yang tersusun tajuk-tajuk platum dari sebelah depan tulang maksilaris dan platum mole (platum lunak) terletak di belakang yang merupakan lipatan menggantung yang dapat bergerak, serta terdiri atas jaringan fibrosa dan selaput lendir. Rongga mulut berhubungan dengan orofaring yang di sebut dengan faucium



yang



terdapat



dua 21



lengkungan



yaitu



palatofaringeal



dan



palatoglossal. Diantara kedua lengkungan ini terdapat jaringan limfoid yang disebut tonsil. Di rongga mulut makanan yang masuk akan di cerna secara mekanik dengan cara di cabik-cabik dan kunyah, serta secara kimiawi melaui peran enzim dan saliva. b. Faring Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan esofagus. Di dalam lengkung faring terdapat tonsil



(amandel)



yaitu



kumpulan kelenjar limfa yang terbanyak limfosit



mengandung dan



merupakan



pertahanan terhadap infeksi. Di sini juga terletak persimapangan antara jalan nafas dan makanan letaknya di belakang rongga mulut di depan ruas tulang belakang. Ke atas bagian depan berhubungan dengan rongga mulut dengan perantara lubang yang di sebut ismus fausium. c. Esofagus Merupakan bagian saluran pencernaan sepanjang 25 cm dan berdiameter 2 cm. Esofagus berbentuk separti tabung berotot yang menghubungkan rongga mulut dengan lambung, dengan bagian posterior berbatasan dengan faring setinggi kartilago cricoidea dan sebelah anterior berbatasan dengan corpus vertebrae. Ketika seseorang menelan, maka sfingter akan berelaksasi secra otomatis dan akan membiarkan makanan tau minuman masuk ke dalam lambung.



22



d. Lambung Lambung merupakan organ pencernaan yang paling fleksibel karena



dapat



menampung



makanan sebanyak 1-2 liter. Bentuknya seperti huruf J atau kubah dan terletak di kuadran kiri bawah abdomen. Lambung merupakan



kelanjutan



dari



esofagus bagian superior dan bersambungan dengan usus halus dengan duodenum. Fungsi utama dari lambung dalah menyimpan makanan yang sudah bercampur cairan yang di hasilkan lambung. Lambung terdiri atas 4 bagian besar yaitu: kardiak (bagian atas berdekatan dengan sfingter gastroesofagus), fundus (bernbentuk kubah kontak langsung dengan diafragma), korpus (area yang paling besar) dan pylorus (bagian lambung yang berbentuk tabung yang mempunyai otot yang tebal membentuk sfingter pylorus). Mempunyai dua lapisan yaitu anterior dan posterior. 2.



Saluran gastrointestinal bagian bawah Saluran pencernaan bagian bawah meliputi usus halus, usus besar, rectum dan anus. a.



Usus Halus Usus



halus



merupakan



kelanjutan dari lambung yang terletak di antara sfingter pylorus lambung dengan katub ileosekal yan merupakan bagian awal usus besar,



posisinya



terletak



di



sentral bawah abdomen yang di dukung oleh lapisan mesenterika yang memungkinkan usus halus ini mengalami perubahan bentuk. Mesenterika ini



23



di lapisi pembuluh darah, persarafan dan saluran limfa yang menyuplai kebutuhan dinding usus. Usus halus memiliki saluran paling panjang dari saluran pencernaan dengan panjang sekitar 3 meter dengan lebar 2,5 cm. walaupun setiap orang memiliki ukuran yang berbeda-beda. Usus halus sering di sebut dengan usus kecil karena ukuran diameternya lebih kecil jika di bandingkan dengan usus besar. Usus halus ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu duodenum (25 cm) jejunum (2,5 cm) ileum (3,6 cm). Adapun fungsi dari usus halus adalah menerima sekresi hati dan pankreas, mengabsorbsi saripati makanan dan menyalurkan sisa hasil dari metabolisme ke usus besar. Pada usus halus hanya terjadi pencernaan secara kimiawi saja, dengan bantuan senyawa kimia yang di hasilkan oleh usus halus serta senyawa kimia dari kelenjar pankreas yang di lepaskan oleh usus halus. Senyawa yang dihasilkan oleh usus halus adalah : 



Disakaridase.



Berfungsi



munguraikan



disakarida



menjadi



monosakarida. 



Eripsinogen. Berfungsi eripsin yang yang belum aktif yang akan di ubah menjadi eripsin. Eripsin mengubah pepton menjadi asam amino.







Hormon



sekretin.



Berfungsi



merangsang



kelenjar



pancreas



mengeluarkan senyawa kimia yang di hasilkan ke usus halus. 



Hormon CCK (kolesistokinin). Berfungsi merangsang hati untuk mengeluarkan cairan empedu kedalam usus halus. Usus menerima makanan dari lambung dalam bentuk kimus (setengah padat) yang kemudian dengan bantuan peristaltik akan di dorong menuju usus besar.



24



a. Usus Besar atau Kolon Kolon merupakan usus yang memiliki diameter lebih besar dari usus halus. Ia memiliki panjang 1,5 meter dalam bentuk seperti huruf U terbalik. Usus besar terbagi menjadi 3 bagian yaitu : kolon asenden, kolon transversum dan kolon desenden. Fungsi dari kolon yaitu: 1. Menyerap air selama proses pencernaan. 2. Tempat di hasilakannya vitamin K dan vitamin H (biotin) sebagai hasil simbiosis dengan bakteri usus misalnya E, coli. 3. Membentuk massa fases. 4. Mendorong sisa makanan hasil pencernaan (feses) keluar dari tubuh. b. Rektum Rektum merupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh, sebelum dibuang lewat anus feses akan di tampung terlebih dahulu pada bagian rectum. Apabila feses sudah siap dibuang, maka otot sfingter rectum mengatur pembukaaan dan penutupan anus. Otot sfingter yang menyusun rektum ada 2 yaitu : otot polos dan otot lurik. 3.12



Proses Eliminasi Fekal Potter & Perry mengatakan bahwa eliminasi produk sisa pencernaan yang teratur merupakan aspek yang penting untuk fungsi normal tubuh. Perubahan eliminasi dapat menyebabkan masalah pada sistem gastrointestinal dan sistem tubuh lainnya. Organ yang berkaitan demgam eliminasi siasa pencernaan (eliminasi sampah digestif adalah kolon atau usus besar. Kolon merupakan bagian bawah saluran pencernaan yang meliputi sekum, kolon asenden, kolon transversum, kolon desenden, kolon sigmoid, rektum dan anus. Panjang kolon pada orang dewasa ± 1,5 meter.



25



Berikut dijelaskan tentang proses pembentukan feses, eliminasi fekal, pola defekasi, dan karakteristik feses yang dikutip dari Asmadi. 1. Proses pembentukan feses Sekitar 750 cc chime masuk ke kolon dari ileum. Di kolon, chime tersebut mengalami proses absorbsi air, natrium, dan kloride. Absorbsi ini dibantu dengan adanya gerakan peristaltik usus. Dari 750 cc chime tersebut, sekitar 150-200 cc mengalami proses reabsorbsi. Chime yang tidak diabsorbsi menjadi bentuk semisolid yang disebut feses. Selain chime, adanya fermentasi zat makanan yang tidak dicerna menghasilkan gas yang dikeluarkan melalui anus setiap harinya yang dikenal dengan istilah flatus. 2. Proses eliminasi fekal (defekasi) Eliminasi fekal bergantung pada gerakan kolon dan dilatasi spingter ani. Kedua faktor tersebut dikontrol oleh sistem saraf parasimpatis. Gerakan kolon meliputi tiga gerakan yaitu gerakan mencampur, gerakan peristaltik, dan gerakan massa kolon. Gerakan massa kolon ini dengan cepat mendorong feses dari kolon ke rektum. Begitu ada feses yang sampai di rektum, maka ujung saraf sensoris yang berada pada rektum menjadi regang dan terangsang. Kemudian impuls ini diteruskan ke medula spinalis. Setelah itu, impuls dikirim ke korteks serebri serta sakral II dan IV. Impuls dikirim ke korteks serebri agar indivisu menyadari keinginan buang air besar. Impuls dikirim ke sakral II dan IV, selanjutnya dikirim ke saraf simpatis untuk mengatur membuka sphincter ani interna. Terbukanya sphincter ani tersebut menyebabkan banyak feses yang masuk ke dalam rektum. Kemudian terjadi proses defekasi dengan mengendornya sphincter ani eksterna dan tekanan yang mendesak feses bergerak oleh kontraksi otot perut dan diafragma. 3. Pola defekasi Waktu defekasi dan jumlah feses bersifat individual. Orang dalam keadaan normal, frekuensi buang air besar 1 kali sehari. Pola defekasi individu juga bergantung pada bowel training yang dilakukan pada masa kanak-kanak. Umumnya, jumlah feses bergantung pada jumlah intake makanan. Namun, secara khusus, jumlah feses sangatlah bergantung pada kandungan serat dan cairan pada makanan yang dimakan. 26



4. Karakteristik Feses No.



1.



Keadaan



Warna



Cair atau Padat



Diare dan absorpsi kurang



Kecil, bentuknya seperti pensil



Obstruksi dan peristaltik yang cepat



Konstituen atau unsurunsur



Makanan yang tidak dicerna, bakteri yang mati, lemak, pigmen, empedu, mukosa usus, air



Darah, pus, benda asing, mukus, atau cacing



Internal bleeding, infeksi, tertelan benda, iritasi, atau inflamasi



Frekuensi



Bervariasi: bayi 46 kali sehari (jika mengonsumsi ASI) atau 1-3 kali sehari; orang dewasa 1 kali sehari atau 2-3 kali seminggu



Bayi lebih dari 6 kali sehari atau dari satu kali setiap 1-2 hari; orang dewasa lebih dari 3 kali sehari atau kurang dari satu kali seminggu.



3.



Konsistensi



4.



Bentuk



3.13



Khas feses dan dipengaruhi oleh makanan Lunak dan berbentuk Sesuai diameter rektum



Putih, hitam/tar, atau merah



Penyebab Kurangnya kadar empedu, perdarahan saluran cerna bagian atas, atau perdarahan saluran cerna bagian bawah. Malabsorpsi lemak Darah dan infeksi



Bau



6.



Bayi : kuning Dewasa : coklat



Abnormal



Amis dan perubahan bau



2.



5.



Normal



Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Fekal 1. Usia Pada usia bayi kontrol defekasi belum berkembang sedangkan pada usia lanjut kontrol defekasi menurun. Usia bukan hanya berpengaruh pada eliminasi fekal saja, tetapi juga berpengaruh terhadap kontrol eliminasi itu sendiri. Anak-anak masih belum mampu buang air besar maupun buang air kecil karena sistem neuromuskulernya belum berkembang dengan baik. Sedangkan untuk orang usia lanjut juga akan mengalami perubahan dalam eliminasi, biasanya terjadi penurunan 27



tonus otot, sehingga peristaltik menjadi lambat. Hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam pengontrolan eliminasi feses, sehingga pada manusia usia lanjut beresiko mengalami kontipasi. 2. Asupan Makanan Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar volume feses. Makanan tertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur dapat mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di kolon. 3. Asupan Cairan Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses, normalnya: 2000-3000 ml/hari. Ketika pemasukan cairan yang kuat ataupun pengeluaran (contoh: urine, muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang kolon. Dampaknya chime menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan memperlambat perjalanan chyme di sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan dari chime. 4. Aktivitas Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tinus otot abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi. 5. Pengobatan Pengobatan juga dapat mempengaruhi proses defekasi, seperti penggunaan laksantif, atau antasida yang terlalu sering. 6. Kebiasaan atau Gaya Hidup Kebiasaan atau gaya hidup dapat mempengaruhi proses defekasi. Hal ini dapat terlihat pada seseorang yang memiliki gaya hidup sehat atau terbiasa melakukan buang air besar di tempat bersih atau toilet, jika seseorang terbiasa buang air besar di tempat yang kotor, maka ia akan mengalami kesulitan dalam proses defekasi. 28



Pelatihan buang air besar pada waktu dini dapat memupuk kebiasaan defekasi pada waktu yang teratur, seperti setiap hari setelah sarapan. 7. Penyakit Beberapa penyakit dapat mempengaruhi proses defekasi, biasanya penyakit– penyakit tersebut berhubungan langsung dengan sistem pencernaan seperti gastroenteristis atau penyakit infeksi lainnya. 8. Nyeri Adanya nyeri dapat mempengaruhi kemampuan atau keingian untuk defekasi seperti nyeri pada kasus hemorrhoid atau episiotomi. 9. Kerusakan Sensoris dan Motoris Kerusakan pada sistem sensoris dan motoris dapat mempengaruhi proses defekasi karena dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam melakukan defekasi.



3.14



Gangguan Eliminasi Fekal 1. Konstipasi Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami statis usus besar sehingga mengalami eliminasi yang jarang atau keras, serta tinja yang keluar terlalu kering dan keras. Penyebab konstipasi : a.



Pola BAB yang tidak teratur.



b.



Penggunaan laksatif yang berlebihan.



c.



Peningkatan stress psikologis.



d.



Ketidaksesuaian diet.



e.



Obat-obatan.



f.



Latihan yang tidak cukup.



2. Diare Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering mengalami pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai kejang usus, mungkin ada rasa mual dan muntah. 29



Penyebab diare : a.



Stress fisik



b.



Obar-obatan



c.



Alergi



d.



Penyakit kolon



e.



Iritasi intestinal



3. Inkontinesia Usus Inkontinesia usus merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan dari proses defekasi normal, sehingga mengalami proses pengeluaran feses tidak disadari. Hal ini juga disebut sebagai inkontinesia fekal yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui spingter akibat kerusakan spingter. Penyebab Inkontinesia : a.



Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus,



b.



BAB encer dan jumlahnya banyak



c.



Gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal



4. Kembung Kembung merupakan keadaan penuh udara di dalam perut karena pengumpulan gas berlebih di dalam lambung atau usus. Penyebab kembung : a.



Konstipasi



b.



Penggunaan obat-obat



c.



Mengonsumsi makanan yang banyak mengandung gas



5. Hemorroid Hemorroid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi, peregangan saat defekasi dan lain – lain.



30



Penyebab hemorroid : a.



Konstipasi kronis



b.



Peregangan maksimal saat defekasi



c.



Kehamilan



d.



Obesitas



6. Impaksi Fekal (Tertahannya feses) Impaksi fekal merupakan massa feses karena dilipatkan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan. Penyebab fekal impaction adalah asupan kurang, kurang aktivitas, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot. Tanda-tanda impaksi :



3.15



a.



Diare.



b.



Kotoran yang tidak normal.



c.



Cairan merembes keluar feses sekeliling dari massa yang tertahan.



Penanggulangan Gangguan Eliminasi Fekal 1. Menyiapkan Feses untuk Bahan Pemeriksaan Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan merupakan tindakan yang dilakukan untuk mengambil feses sebagai bahan pemeriksaan. Pemeriksaan tersebut yaitu pemeriksaan lengkap dan pemeriksaan kultur (pembiakan).



2. Memberikan Huknah Rendah Memberikan huknah rendah merupakan tindakan memasukkan cairan hangat kedalam kolon desenden dengan menggunakan kanula rekti melalui anus. Tindakan tersebut bertujuan untuk mengosongkan usus pada proses prabedah agar dapat mencegah terjadinya obstruksi makanan sebagai dampak pasca operasi dan merangsang buang air besar pada pasien yang mengalami kesulitan buang air besar.



31



3. Memberikan Huknah Tinggi Memberikan huknah tinggi merupakan tindakan memasukkan cairan hangat kedalam kolon asenden dengan menggunakan kanula usus. Hal tersebut dilakukan untuk mengosongkan usus pada pasien prabedah untuk prosedur diagnostik.



4. Membantu Pasien Buang Air Besar dengan Pispot Membantu pasien buang air besar dengan pispot ditempat tidur merupakan tindakan bagi pasien yang tidak mampu buang air besar secara sendiri di kamar mandi. 5. Memberikan Gliserin Memberikan gliserin merupakan tindakan memasukkan cairan gliserin ke dalam poros usus dengan menggunakan spuit gliserin. Hal ini dilakukan untuk merangsang peristaltik usus, sehingga pasien dapat buang air besar.



6. Mengeluarkan Feses dengan Jari Mengeluarkan feses dengan jari merupakan tindakan memasukkan jari ke dalam rektum



pasien



untuk



mengambil



atau



menghancurkan



feses



sekaligus



mengeluarkannya.



3.16



Hormon-Hormon yang Terkait dengan Eliminasi 1.



ADH (Anti Deuretik Hormon) Hormon ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorpsi air sehingga dapat mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh. Hormon ini dibentuk oleh hipotalamus yang ada di hipofisis posterior yang mensekresi ADH dengan meningkatkan osmolaritas dan menurunkan cairan ekstrasel. Dibentuk dalam nucleus supraoptik dan mengandung asam amino. Mekanisme kerja ADH adalah meningkatkan permeabilitas duktus untuk mereabsorpsi sebagian besar air yang disimpan dalam tubuh dan mempermudah difusi bebas air dari tubulus cairan tubuh kemudian diabsorpsi secara osmosis. Pengaturan produksi ADH: bila cairan ekstraseluler menjadi terlalu pekat, maka cairan ditarik dengan proses osmosis keluar dari sel osmoreseptor sehingga 32



mengurangi ukuran sel dan menimbulkan sinyal saraf dalam hipotalamus untuk menyekresi ADH tambahan. Sebaliknya bila cairan ekstraseluler terlalu encer, air bergerak melalui osmosis dengan arah berlawanan masuk ke dalam sel. Keadaan ini akan menurunkan sinyal saraf unutk menurunkan sekresi ADH.



2.



Mineralcorticoids Mineralcorticoids adalah hormon steroid glomerulosa zona disekresikan oleh korteks adrenal. Mereka mengatur elektrolit dan keseimbangan air dalam tubuh misalnya keringat, urin, empedu dan air liur. a.



Aldosteron Aldosteron adalah bagian hormon steroid dari golongan mineralkortikoid



yang disekresi dari bagian terluar zona glomerulosa pada bagian korteks kelenjar adrenal, yang berpengaruh terhadap tubulus distal dan collecting ducts dari ginjal sehingga terjadi peningkatan penyerapan kembali partikel air, ion, garam oleh ginjal dan sekresi potasium pada saat yang bersamaan. Hal ini menyebabkan peningkatan volume dan tekanan darah. Hormon ini berfungsi pada absorbsi natrium yang disekresi oleh kelenjar adrenal di tubulus ginjal. Proses pengeluaran aldosteron ini diatur oleh adanya perubahan konsentrasi kalium, natrium, dan sistem angiotensin rennin. 95% dari kegiatan mineralokortikoid ada di rekening hormon ini. Sekresi aldosteron dirangsang oleh peningkatan K+ atau jatuh dalam Na+ konsentrasi dan volume darah.



Aldosteron mengurangi Na+ (dan Cl-) eliminasi dengan



membantu dalam reabsorpsi aktif dari nephric filtrat dengan bertindak lebih dari tubulus distal dan tubulus convulated mengumpulkan. Ini mempromosikan K+ eliminasi dan mengurangi kehilangan air. Jadi, Aldosteron adalah hormon yang dihasilkan dan dilepaskan oleh kelenjar adrenal, memberikan sinyal kepada ginjal untuk membuang lebih sedikit natrium dan lebih banyak kalium. Pembentukan aldosteron sebagian diatur oleh kortikotropin pada hipofisa dan sebagian lagi oleh mekanisme kontrol pada ginjal (sistem renin – angiotensin - aldosteron). Renin adalah enzim yang dihasilkan di 33



dalam ginjal dan bertugas mengendalikan pengaktifan hormon angiotensin, yang merangsang pembentukan aldosteron oleh kelenjar adrenal. 3.



Hormon Ovarium (Estrogen dan Progesteron) Disekresi oleh ovarium akibat respons terhadap dua hormon dari kelenjar hipofisis. a.



Estrogen Alami yang menonjol adalah estroidal (estrogen kuat), ovarium hanya



membuat estrodiol merupakan produk degradasi (perubahan senyawa) steroidsteroid pada wanita yang tidak hamil, selama kehamilan diproduksi oleh plasenta. Estrogen beredar terikat pada protein plasma dan proses peningkatannya terjadi dalam hati yang melaksanakan peran ganda dalam metabolisme estrogen. Urine wanita hamil banyak mengandung estrogen yang dihasilkan oleh plasenta. Mekanisme aksi estrogen mengatur ekspresi gen tertentu dalam sel yang bekerja sebagai sasaran b.



Progesteron Metabolisme progesterone yang utama di dalam urine ialah pregnanediol



(tidak aktif) dan pregnanetriol (perubahan korteks adrenal). Senyawa ini dibuang sebagai glucuronic (senyawa glikosid). 4.



Prostaglandin Prostagladin merupakan asam lemak yang ada pada jaringan yang berfungsi merespons radang, pengendalian tekanan darah, kontraksi uterus, dan pengaturan pergerakan gastrointestinal. Pada ginjal, asam lemak ini berperan dalam mengatur sirkulasi ginjal. Prostaglandin adalah sekelompok zat yang menyerupai hormon, seperti hormon mereka memainkan peran dalam berbagai proses fisiologis. Michael W. Davidson dari Florida State University: "Prostaglandin bertindak dengan cara yang mirip dengan hormon, dengan sel target merangsang ke dalam tindakan Namun, mereka berbeda dari hormon dalam bahwa mereka bertindak secara lokal, dekat situs mereka sintesis, dan mereka. dimetabolisme sangat cepat. Fitur lain yang tidak biasa adalah bahwa prostaglandin yang sama bertindak berbeda pada jaringan yang berbeda”. 34



5.



Glukokortikoid Hormon ini berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi natrium dan air yang menyebabkan volume darah meningkat sehingga terjadi retensi natrium. Kelenjar Adrenal/Suprarenal/Anak Ginjal. Kelenjar ini berbentuk bola yang menempel pada bagian atas ginjal. Di setiap ginjal terdapat satu kelenjar suprarenal yang terbagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian luar(korteks)dan bagian dalam (medula). Salah satu hormon yang dihasilkan yaitu hormon adrenalin yang berfungsi mengubah glikogen menjadi glukosa. Hormon adrenalin bekerja berlawanan dengan hormon insulin. Walaupun bekerja berlawanan tapi tujuannya sama, yaitu untuk mengatur kadar gula dalam darah tetap stabil.



6.



Hormon Prolaktin Hormon prolaktin meningkatkan perkembangan kelenjar mammae dan pembentukan susu dan dua hormon ganadotropin. Prolaktin terdapat ada sebagian besar hewan termasuk manusia. Prolaktin, hormon pertumbuhan (Growth Hormone) dan Placental Lactogen (PL atau chorionic somatomammotropin (CS)), merupakan anggota dari hormon polipeptida berdasarkan sekuen asam amino yang homolog. Prolaktin diproduksi oleh sel yang terdapat pada anterior pituitary, fungsi utama dari hormon prolaktin yaitu menginduksi dan pemeliharaan laktasi pada mamalia.



35



3.17



Kasus Eliminasi Tanggal Pengkajian



: 15 Juni 2016



Nomor Register



: 627622



Diagnosa Medis



: Batu Ginjal.



Tanggal Masuk



: 13 Juni 2016



1. IDENTITAS KLIEN Nama



: Tn. B



Umur



: 44 tahun



Jenis Kelamin



: Laki-laki



Tingkat Pendidikan



: SMA



Pekerjaan



: Swasta



Agama



: Islam



Suku Bangsa



: Indonesia



Status Perkawinan



: Menikah



Alamat



: Jl. Warakas No.4



Sumber Biaya



: BPJS



Sumber Informasi



: Klien dan keluarga.



2. RIWAYAT KEPERAWATAN * Kesehatan Saat Ini a.



Keluhan Utama : Klien mengeluh nyeri pada pinggang bagian sebelah kiri dan muncul secara berulang - ulang. Nyeri muncul dari pinggang sebelah kiri dan rasanya sampai ujung penis. Klien merasakan nyeri sejak 5 hari yang lalu.



b.



Kronologis Keluhan : 5 hari yang lalu klien mengalami nyeri pinggang yang hebat, akhirnya keluarga klien di bawah ke RSUD KOJA. 1.



Faktor pencetus



: Kekurangan minum air putih



2.



Timbulnya keluhan



: Mendadak



3.



Lamanya



: 5 hari.



4.



Upaya mengatasi



: Dibawa ke rumah sakit. 36



* Riwayat Kesehatan Masa Lalu. a. Riwayat alergi (obat, makanan, binatang, lingkungan) : Tidak Ada. b. Riwayat kecelakaan : Tidak Ada. c. Riwayat dirawat di Rumah Sakit (kapan, alasan dan berapa lama) : Tidak Ada. d. Riwayat pemakaian obat : Tidak ada *



Riwayat Psikososial dan Spiritual a. Adakah orang yang terdekat dengan pasien : Istri b. Interaksi dalam keluarga 1.



Pola komunikasi



: Terbuka



2.



Pembuat keputusan



: Istri



3.



Kegiatan Kemasyarakatan



: Tidak Ada



c. Dampak penyakit pasien terhadap keluarga : tidak ada d. Mekanisme koping terhadap penyakitnya : Tidur e. Masalah yang mempengaruhi pasien



: tidak ada



f. Persepsi pasien terhadap penyakitnya 1.



Hal yang difikirkan saat ini : Ingin cepat sembuh.



2.



Harapan setelah menjalani perawatan : Ingin segera kumpul bersama keluarga.



g. Tugas perkembangan menurut usia saat ini : Menikah. h. Sistem nilai kepercayaan 1. Nilai-nilai yang bertentangan dengan kesehatan saat ini : Tidak ada 2. Aktivitas agama kepercayaan yang dilakukan : Tidak ada *



Kondisi Lingkungan Rumah Padat penduduk.



*



Pola Kebiasaan Sehari-hari Sebelum Sakit a.



Pola Nutrisi 1. Frekuensi makan



: 3x sehari



2. Nafsu makan



: Baik



3. Jenis makanan dirumah



: Nasi dan lauk pauk



4. Makanan yang tidak disukai



: Tidak ada.



5. Kebiasaan sebelum makan



: Berdoa.



37



b.



Pola Eliminasi 1. BAK a.



Frekuensi



: 7-8 x/hari



b.



Warna



: Kuning jernih



c.



Keluhan yang berhubungan dengan BAK : Tidak ada



2. BAB



c.



a.



Frekuensi



: 2-3x/hari



b.



Warna



: Kecoklatan



c.



Bau



: Khas



d.



Konsistensi



: Lembek



e.



Keluhan



: Tidak ada



f.



Pencahar



: Tidak ada.



Pola Personal Hygiene 1. Mandi a.



Frekuensi



: 2x sehari



b.



Waktu



: Pagi dan sore



c.



Sabun



: Ya



2. Oral Hygiene : a.



Frekuensi



: 2x sehari



b.



waktu



: Pagi dan sore



c.



pasta gigi



: Ya



3. Cuci Rambut a.



Frekuensi



: 1x sehari



b.



Waktu



: Sore hari



c.



Shampo



: Ya



4. Pola istirahat dan tidur a.



Lamanya tidur : 7-8 jam/hari



b.



Tidur siang



: Ya



38



5. Pola Aktivitas dan Latihan a.



Kegiatan dalam pekerjaan : Tidak ada



b.



Waktu bekerja : Pagi



c.



Olahraga



: Tidak



d.



Jenisnya



: Tidak ada



e.



Frekuensi



: Tidak ada.



f.



Keluhan dalam beraktivitas : Pergerakan tubuh.



6. Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan a.



b.



Merokok : Ya 1.



Frekuensi



: 5 x sehari



2.



Jumlah



: 1 bungkus 2 hari



3.



Lama pemakaian : Sudah lama



Minuman Keras : tidak 1.



Frekuensi



: Tidak ada



2.



Jumlah



: Tidak ada



3.



Lama pemakaian : Tidak ada



7. Pola kebiasaan dirumah sakit a.



b.



Pola nutrisi 1.



Frekuensi



: 3x sehari



2.



Berat badan



: 54 kg



Tinggi badan : 153cm



Pola personal hygiene 1.



2.



Mandi a.



Frekuensi : 1x sehari (dilap saja)



b.



Waktu : Pagi



c.



Sabun : Tidak



Oral hygiene : Frekuensi



: Tidak ada



Waktu



: Tidak ada



Pasta gigi



: Tidak ada 39



c.



3.



Pola istirahat dan Tidur 1.



Lamanya tidur : 8-10 jam perhari



2.



Tidur siang



3.



Keluhan dalam beraktivitas : Pergerakan tubuh



: Ya



PENGKAJIAN FISIK 1. Kepala a.



Bentuk



: Simetris



b.



Keluhan



: Tidak ada



a.



Posisi mata



: Simetris



b.



Kelopak mata



: Normal



c.



Pergerakan bola mata



: Normal



d.



Konjungtiva



: Normal



e.



Kornea



: Normal



f.



Sklera



: Normal



g.



Pupil



: Isokor



h.



Otot-otot mata



: Normal



i.



Fungsi penglihatan



: Baik



j.



Tanda-tanda radang



: Tidak ada



k.



Pemakaian kaca mata



: Tidak ada



l.



Pemakaian lensa kotak : Tidak ada



2. Mata



3. Hidung a.



Reaksi alergi



: Tidak ada



b.



Cara mengatasi



: Tidak ada



c.



Pernah mengalami flu : Pernah



d.



Ada sinus



: Tidak ada



40



4. Telinga a.



Daun telinga



: Normal



b.



Karakteristik serumen : Tidak ada



c.



Kondisi telinga



: Normal



d.



Cairan dalam telinga



: Tidak ada



e.



Perasaan penuh ditelinga : Tidak ada



f.



Tinitus



: Tidak ada



g.



Fungsi pendengaran



: Normal



h.



Bantu pendengaran



: Tidak ada



5. Mulut dan tenggorokan a.



Keadaan mulut 1.



Gigi



: Caries



2.



Penggunaan gigi palsu : Tidak ada



3.



Stomatitis



: Tidak ada



4.



Lidah kotor



: Ya



5.



Salifa



: Tidak



b.



Gangguan berbicara



: Tidak ada



c.



Kesulitan menelan



: Tidak ada



d.



Pemeriksaan gigi terakhir : tidak ada



6. Pernafasan. a.



Jalan nafas



: bersih



b.



Pernafasan



: tidak sesak



c.



Menggunakan alat bantu nafas : tidak



d.



Frekuensi



: tidak ada



e.



Irama



: teratur



f.



Kedalaman



: dalam



g.



Batuk



: tidak



h.



Sputum



: tidak ada



i.



Konsistensi



: tidak ada



j.



Terdapat darah



: tidak ada



k.



Suara nafas



: normal 41



7. Sirkulasi a.



b.



Sirkulasi perifer 1.



Nadi : 90x/menit,



Irama : teratur,



2.



Tekanan Darah



3.



Temperatur kulit : Dingin



4.



Warna kulit



5.



Pengisian kapiler : 2/detik



:140/90 mmHg



: Pucat



Sirkulasi jantung 1.



Kecepatan denyut apical : 81 kali/menit



2.



Irama



3.



Sakit dada : Tidak ada



: Teratur



8. Sistem Hematologi a.



Hb



: 13 Gr/dl



b.



Ht



: 23,1 vol%



c.



Leukosit



: Tidak ada



d.



Hematokrit



: 23,1%



e.



Trombosit



: 249 Ribu/ul



f.



Mengeluh kesakitan : Tidak ada



9. Neurologis a.



Tingkat kesadaran : Compos mentis



b.



Orientasi : 1.



Waktu



: Klien mengenal waktu.



2.



Tempat



: Klien mengenal tempat.



3.



Orang



: Klien mengenal orang



c.



Nilai GCS



: E = 4. V=5, M=6



d.



Riwayat kejang : Tidak ada



e.



Kekuatan menggenggam : Kuat



f.



Pergerakan ekstremitas : Aktif 42



Denyut : kuat



10. Abdomen dan Nutrisi a.



Muntah



: Tidak ada



b.



Mual



: Tidak ada



c.



Nafsu makan



: Baik



d.



Nyeri daerah perut



: Ya.



e.



Rasa penuh di perut



: Ya.



f.



Karakteristik nyeri



: Kiri bawah.



g.



Hepar



: Tidak teraba



h.



Abdomen



: Baik



i.



Bising usus



: 10x/menit



11. Eliminasi a. BAB



b.



1.



Frekuensi



: 1x sehari



2.



Diare



: Tidak ada



3.



Warna feses



: Coklat



4.



Konsistensi feses



: Setengah padat



5.



Konstipasi



: Tidak ada.



BAK 1.



Pola rutin



: 6X/hari (terkontrol)



2.



Jumlah/24 jam



: 400 ml



3.



Warna



: Kuning pekat



4.



Distensi



: Tidak ada



12. Kulit a.



Turgor kulit



: Elastis/baik



b.



Warna kulit



: Normal.



c.



Keadaan kulit



: Baik



d.



Keadaan rambut 1.



Tekstur



: Baik



2.



Kebersihan



: Ya 43



13. Muskuloskeletal a.



Kesulitan dalam pergerakan : Ya



b.



Sakit pada tulang, sendi, kulit : Tidak



c.



Fraktur



d.



Kelainan bentuk tulang sendi : Normal



: Tidak ada



14. Sistem kelemahan tubuh a.



Suhu tubuh



: 36,5 derajat Celcius



b.



BB sebelum sakit



: 54 kg



c.



BB setelah sakit



: 54 kg



d.



Pembesaran kelenjar getah bening : Tidak ada



15. Penatalaksanaan No.



Nama Obat



Dosis



1.



Ketorolac



2x30mg



2.



Batugin



2x30mg



3.



Rl



20 tpm



4.



5. 6.



Natrium



Untuk diagnosa



Jam pemberian



Rasa nyaman:



11.00 wib dan 23.00



nyeri



wib



Eliminasi



urine



11.00 wib dan 23.00 wib 14.00



Eliminasi Urine



11.00 dan 23.00 wib



Tamsulosin 1x0,4mg



Eliminasi urine



08.00 wib



Aspirin



pemberian Injeksi IV



Injeksi IV Infusan Injeksi IV



2x30mg



Bikarbonat



Cara



3x500mg



Rasa nyaman nyeri



44



Obat Oral



08.00, 13.00, 17.00 wib Obat Oral



a.



RESUME Tn. B berumur 44 tahun datang ke IGD RSUD Koja, diantar oleh keluarganya pada tanggal 15 Juni 2016 pada pukul 11.05 WIB dengan keluhan utama klien mengeluh nyeri pinggang kiri hilang timbul. Selanjutnya klien di periksa oleh tenaga medis dan dilakukan tindakan memasang infus ke pasien. Klien dinyatakan terdiagnosa penyakit batu ginjal. Kemudian klien dipindahkan ke ruang perawatan lantai 8 Blok D pada pukul 13.05 WIB. Pada tanggal 15 Juni 2016 saat dilakukan pengkajian klien mengatakan nyeri muncul dari pinggang sebelah kiri dan rasanya sampai penis. Klien mengatakan nyerinya sejak 5 hari yang lalu. Klien mengatakan kurang minum. Klien mengatakan sakit saat buang air kecil. TTV klien TD



:140/90mmHg.



Suhu



: 36,5 oC



RR



: 22x/menit.



Nadi



: 90x/menit. Setelah dilakukan pengkajian, klien ditemukan masalah keperawatan yaitu



gangguan rasa nyaman nyeri, gangguan elimininasi urine dan gangguan personal hygiene. Klien terpasang infus RL 500ml 20 t/m.



45



BAB IV PENUTUP



4.1



Simpulan Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urine maupun fekal demi menjaga homeostasis tubuh. Eliminasi urine merupakan kebutuhan dalam manusia yang esensial dan berperan dalam menentukan kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan manusia untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Adapun organ – organ yang berperan dalam proses eliminasi urine diantaranya; ginjal, ureter, kandung kemih, uretra. Faktorfaktor yang mempengaruhi eliminasi urine adalah asupan makanan dan minuman, kebiasaan, respon awal keinginan berkemih dan lain-lain. Eliminasi fekal merupakan proses pembuangan atau pengeluaran metabolisme berupa feses yang berasal dari saluran pencernaan. Adapun sistem tubuh yang berperan dalam proses eliminasi fekal ini adalah sistem gastrointestinal yang meliputi mulut, faring, esofagus, lambung, usus halus, usus besar dan rektum. Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi fekal antara lain : aktivitas, gaya hidup, penyakit dan lain-lain.



4.2



Saran Penulisan makalah ini diharapkan dapat memotivasi masyarakat atau pembaca, agar dapat menjaga kesehatan organ eliminasi sehingga proses eliminasi di dalam tubuh manusia dapat berjalan dengan baik dan seimbang.



46