Pemeriksaan Hewan Eksotik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEMERIKSAAN PADA HEWAN EKSOTIK Kelompok 12 Andi Murni Nurul Maulidyah1 (C031 181 012), Fathir Alparabi Mustain2 (C031 181 319), Femmy Gelia3 (C031 181 313), Mutmainnah Subakir4 (C031 181 306), Nabila Azzah J.5 (C031 181 516) Asisten: Cristopel Tandirerung 1



Bagian Bedah & Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi & Patologi Program Studi Kedokteran Hewan (PSKH), Universitas Hasanuddin ABSTRAK



Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui cara pemeriksaan dan diagnosa pada hewan eksotik. Praktikum ini dilakukan melalui zoom pada tanggal 26 November 2020 dengan judul praktikum “Pemeriksaan pada Hewan Eksotik”. Hewan eksotik merupakan hewan yang cukup unik dan termasuk spesies satwa liar. Namun, saat ini hewan eksotik menjadi peliharaan yang popular. Oleh karena itu, pengetahuan yang baik mengenai fisiologi, pola tingkah laku, dan perawatan sangat penting untuk dapat menjaga hewan eksotik tetap sehat. Selain itu, pengetahuan yang baik tentang hewan eksotik membantu hewan tersebut tetap optimal dalam kinerja tubuhnya seperti metabolisme, reproduksi, menjauhkan hewan dari keracunan dengan pakan yang tepat dan kekebalan tubuhnya. Ketika terjadi penyakit seorang dokter hewan harus dapat mengetahui gejala yang timbul dan pola perawatan atau pengobatan yang tepat. Kata Kunci: Anatomi, eksotik, fisiologi, penyakit, ras, sexing, umur. 1.



PENDAHULUAN Dalam dunia kedokteran hewan, hewan eksotik adalah semua binatang yag bukan anjing, kucing, domba atau ternak. Hewan eksotik termasuk spesies satwa liar (Ballard dan Ryan, 2010). Reptil merupakan jenis hewan yang diklasifikasikan ke dalam banyak kelompok famili yang berbeda. perbedaan tersebut berdasarkan faktor fisik, anatomis, dan evolusi. Sangat penting untuk mengetahui perbedaan tersebut untuk mengetahui dalam kelompok mana seekor reptilia berada, karena ini memberikan indikasi mengenai reptilia lain yang terkait dengannya (Girling, 2013). Amfibi dan reptil adalah hewan eksotik peliharaan yang popular. Vertebrata ektotermik adalah kelompok hewan yang beragam dan kompleks. Anatomi dan fisiologi hewan ini cukup unik serta



persyaratan lingukungan sangat penting agar spesies eksotik tetap sehat. Amfibi dan reptil memiliki zona suhu optimum yang merupakan rentan suhu spesifik yang memungkinkan metabolisme yang optimal, fungsi kekebalan tubuh yang efektif, dan reproduksi (Raske et al., 2012). 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Burung 2.1.1 Data Fisiologis Normal Suhu tubuh normal pada aves (burung) berkisar antara 40,5-41,5oC (Tamzil, 2014). Denyut jantung normal burung dapat mencapai 420-700 kali/menit bahkan dapat lebih dari 700 kali dalam semenit (Fitriani, 2014). Frekuensi nafas normal pada burung mencapai 20-30 kali/menit (Pandiangan, 2016).



Gambar 1. Serinus canaria (Akrom et al., 2020). 2.1.2 Sexing b. Karyotyping Metode yang paling sering digunakan Karyotyping dilakukan dengan isolasi dalam penentuan jenis kelamin adalah kromosom dan penentuan karyotype dari dengan melihat kloaka, dimana pada kloaka kultur sel, yang berasal dari bulu atau darah burung jantan lebih menonjol dan runcing, dan menghitung mikrokromosom. sedangkan kloaka burung betina cenderung c. Vent Sexing lebih datar atau rata. Teknik penentuan jenis Metode ini dilakukan dengan memegang kelamin pada burung secara molekuler mulai burung dengan posisi di balik ke bawah banyak dikembangkan khususnya dengan satu tangan dan memeriksa area vent menggunakan metode polymerase chain (kloaka) untuk melihat ada atau tidaknya reaction (PCR). Metode tersebut rudimenter dari organ jantan. Kelemahan dikembangkan berdasarkan penanda metode ini adalah memakan waktu yang kromosom spesifik. Burung betina memiliki cukup lama. kromosom Z dan W, sedangkan burung d. Steroid Sexing jantan memiliki dua kromosom Z (Akrom et Metode ini dilakukan dengan melihat al., 2020). level ekstrogen dan testosteron di dalam Menurut Fitriani (2014), teknik feses burung. sexing dalam penentuan jenis kelamin pada 2.1.3 Penentuan Umur burung secara non-molekuler (konvensional) Pada anakan burung, warna bagian yaitu sebagai berikut. lunak di pangkal paruh (gape) kuning, a. Laparoskopi memiliki bulu-bulu yang masih berbentuk jarum, bulu sangat halus, bentuk ujung bulu Laparoskopi dapat melihat karakteristik ekor meruncing, terdapat bulu jarum pada saluran reproduksi secara langsung dengan penutup sayap primer. Pada burung dewasa, membuat sayatan kecil disisi kiri tubuh warna bulu lebih mengkilap, warna kuning burung. Namun kelemahan metode ini pada pangkal paruh sudah hilang, ujung bulu membutuhkan anastesi dan cedera pada ekor membulat, bagian dagu berwarna hitam organ vital. (Dewi et al., 2013).



a



b



c



d



Gambar 2. Perbedaan umur burung Gereja erasia (a dan c) anakan, dan (b dan d) dewasa (Dewi et al., 2013). 2.1.4 Anatomi dan Habitus kemampuannya untuk terbang. Burung 2.1.4.1 Anatomi Tubuh termasuk hewan vertebrata yang mempunyai Burung memiliki ciri khas yaitu bulu, berdarah panas, dan berkembang biak



dengan cara bertelur. Burung memiliki badan yang kompak, pendek, dan sistem pertulangan yang mengalami banyak adaptasi yang memungkinkan burung dapat terbang. Burung memiliki tubuh yang ringan yang berfungsi sebagai regulasi yang membuat burung dapat terbang. Selain dari berat badan, stabilitas pada struktur tulang burung juga memegang peranan penting untuk mendukung burung dapat terbang (Konig et al., 2016). 2.1.4.2 Sistem Pernapasan Menurut Purnamasari dan Dwi (2017), alur pernapasan pada burung dimulai dari lubang hidung udara masuk kemudian diteruskan pada celah tekak yang terdapat pada dasar faring yang menghubungkan trakea. Trakeanya panjang berupa pipa bertulang rawan yang berbentuk cincin, dan bagian akhir trakea bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri.



Bronkus bercabang lagi menjadi mesobroncus yang merupakan bronkus sekunder dan dapat dibedakan menjadi ventrobroncus (di bagian ventral) dan dorsobroncus (di bagian dorsal). Ventrobroncus dihubungkan dengan dorsobroncus, oleh banyak parabroncus (100 atau lebih). Di parabroncus bermuara banyak kapiler sehingga memungkinkan udara berdifusi. Selain paru-paru, burung memiliki 8 atau 9 perluasan paru-paru atau pundi-pundi hawa (sakus pneumatikus) yang menyebar sampai ke perut, leher, dan sayap. Pundi- pundi hawa berhubungan dengan paru-paru dan berselaput tipis. Di pundipundi hawa tidak terjadi difusi gas pernapasan; pundi- pundi hawa hanya berfungsi sebagai penyimpan cadangan oksigen dan meringankan tubuh. Karena adanya pundi- pundi hawa maka pernapasan pada burung menjadi efisien. Pundi-pundi hawa terdapat di pangkal leher (servikal), ruang dada bagian depan (toraks anterior), antara tulang selangka (korakoid), ruang dada bagian belakang (toraks posterior), dan di rongga perut (kantong udara abdominal).



Gambar 3. Sistem pernapasan pada burung (Purnamasari dan Dwi, 2017). 2.1.4.3 Sistem Pencernaan kantong keluar dari kerongkongan yang di Burung tidak memiliki diafragma sebut ingluvies. Ingluvies menyimpan sehingga burung memiliki rongga selom, makanan dan memiliki gelombang gerakan bukan rongga perut. Burung tidak peristaltik yang terjadi setidaknya satu kali mempunyai gigi yang digantikan dengan per menit. Burung memiliki proventriculus paruh yang bervariasi. Burung Beo (kelenjar lambung sejati) dan ventriculus terkadang terkadang disebut hookbills karena (ampela). Beberapa jenis burung memiliki paruhnya kuat dan bengkok. Lidah cukup sekum seperti ayam sementara yang burung bervariasi diantara spesies burung, burung beo tidak memiliki sekum. Beberapa burung beo memiliki lidah yang berotot. memiliki kantung empedu, sementara Kerongkonan pada burung di bagi menjadi burung beo tidak memiliki kantung empedu dua bagian yaitu esofagus serviks dan (Ballard dan Ryan, 2010). esofagus toraks dengan



Gambar 4. Sistem pencernaan burung (Ballard dan Ryan, 2010). 2.1.4.4 Sistem Sirkulasi beberapa spesies burung yang sering Sistem sirkualasi pada burung menjadi peliharaan yaitu Nymphicus sebagain besar mirip dengan mamalia, hollandicus (pipi berwarna jingga), Cacatua namun terdapat sedikit perbedaan yang spp. (iris berwarna hitam pada jantan dan terletak pada arcus aortae yang terletak cokelat kemerahan pada betina), disebelah kanan dari bidang tengah yaitu Melopsittacus undulatus (memiliki cere terdapat 3 renal arteries pada setiap sisi berwarna biru pada jantan dan cokelat pada tubuh, adanya sistem renal portal, adanya 2 betina), Serinus canaria (penentu jenis vena hepatic portal. Selain itu, burung juga kelaminnya adalah suaranya), Psittacus memiliki karakteristik yang khas dari sel Erithacus (pada jantan, ujung ekor berwarna darah merah yakni eritrosit beriniti, merah), Eclectus roratus (plumage berwarna memiliki heterofil dengan fungsi yang sama hijau pada jantan dan vivid red pada betina), dengan neutrophil, dan trombosit dengan Agapornis spp. (ujung bulu tali lebih runcing fungsi yang sama dengan platelet (Konig et pada jantan dibandingkan pada betina lebih al., 2016). bulat). 2.1.4.5 Sistem Indera 2.1.6 Perilaku Khusus Burung sangat mengandalkan indera Burung khususnya burung merpati penglihatan (mata). Struktur dasar dari mata memiliki tingkah laku untuk beradaptasi burung hampir sama dengan mamalia, dengan lingkungan sekitarnya, salah satunya namun terdapat perbedaan seperti bola mata dalam hal pakan. Merpati yang kelaparan yang terlindung di dalam orbita, terdapat atau kebutuhan pakan yang kurang terpenuhi organ aksesori (adnexa) pada mata yaitu dapat menjadi hewan omnivora dan mm. bulbi, palpebrae, dan apparatus memakan apapaun yang dapat dimakannya lacrimalis. Impuls saraf bekerja ketika ada dan cepat bosan terhadap satu jenis bahan cahaya yang masuk kedalam bola mata yang pakan. Tingkah laku burung merpati ini diteruskan oleh N. eferen peripheral dan N. dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor opticus menuju cortex otak untuk pengaturan pemberian pakan (Hamid, 2015). diterjemahkan. Telinga pada burung bekerja 2.1.7 Cara Pengambilan Sampel sangat baik dengan fungsi pendengaran dan Pengambilan darah dapat dilakukan keseimbangan tubuh. Selain itu, telinga pada beberapa jalur dengan injeksi intravena burung juga berfungsi sebagai alat untuk dari V. jugularis, V. metatarsal plantar mengenali sesama burung dan untuk superficialis, V. cutaneous thoraco komunikasi yang lebih mudah. Secara abdominalis, V. ulnaris, dan intracardiac anatomi telinga pada burung sama dengan (Konig et al., 2016). Pengambilan sampel mamalia yakni terdiri atas telinga bagian darah dilakukan menggunakan spuit 1 ml luar, telinga bagian tengah, dan telinga dengan jarum 26G × ½’’. Sampel darah bagian dalam, dimana telinga bagian dalam diambil pada vena sayap. Setelah darah merupakan pusat keseimbangan tubuh burung merpati diambil, kemudian burung (Konig et al., 2016). 2.1.5 Ras-Ras dimasukkan kedalam tabung yang diisi Menurut Konig et al. (2016), antikoagulan EDTA (Ethylene Diamine Tetra



Acid) di dalamnya (Setiawan, 2012). 2.1.8 Penyakit yang Menyerang Burung a. Papillomatosis Papillomatosis disebabkan oleh Herpesvirus papillomatosis atau lesi gastrointestinal seperti kutil yang disebabkan virus herpes. Spesies paling umum yang terkena adalah burung beo Amazon dan Macaw. Tanda-tanda klinis dari



papillomatosis yaitu kutil pada sepanjang saluran gastrointestinal, tetapi umumnya kutil pada kloaka dan orofaring. Burung menunjukkan penurunan berat badan, buang air besar, anus kotor, darah di tinja. Pengobatannya dapat dengan pemberian Butorphanol pada 1-2 mg/kg IM (Ballard dan Ryan, 2010).



Gambar 5. Papillomatosis pada burung (Ballard dan Ryan, 2010). b. Avian chlamydiosis perkembangan penyakit ditentukan Avian chlamydiosis kadang disebut berdasarkan usia burung ketika tanda klinis psittacosis atau ornithosis merupakan pertama kali muncul. Burung yang lebih penyakit menular yang sering terserang pada muda memiliki perkembangan penyakit yang burung, terutama psittacines, unggas lebih cepat. Kebanyakan burung dengan peliharaan, dan burung liar. Infeksi biasanya PBFD kronis ditandai dengan distrofi bersifat sistemik bahkan kadang fatal. Agen simetris dan progresif lambat, bulu penyebab utamanya adalah bajteri obligat berkembang memburuk setiap hari, intraseluler gram negatif Chlamydia psittaci. pergantian buru setiap saat, distrofi bulu, Infeksi sangat tersebar luas biasanya terjadi pendarahan di dalam vulva, bulu pemotongan karkas, penurunan produksi melengkungm dan kontriksi batang bulu telur, dan kematian. Biaya pengobatan yang melingkar. Burung sering mengalami antibiotik merupakan faktor kerugian gangguan kekebalan dan mati karena infeksi ekonomi pada unggas yang secara komersial bakteri atau jamur sekunder. Tes probe DNA untuk daging dan produksi telur serta PBFD dilakukan secara keseluruhan pada menimbulkan resiko permanen penularan darah untuk mendeteksi DNA virus. zoonotik ke manusia (Sachse et al., 2015). Pengobatan terdiri dari perawatan suportif dan antimikroba untuk infeksi sekunder, c. Psittacine Beak and Feather Disease begitu tanda-tanda klinis berkembang (PBFD) penyakit ini selalu berakibat fatal (Ballard Penyakit burug Beo disebabkan oleh dan Ryan, 2010). circovirus. Virus nonenvelope termasuk virus terkecil dengan ukuran 14-16 nm. Umumnya



Gambar 6. PBFD pada burung ((Ballard dan Ryan, 2010). 2.2 Sugar Glider Kisaran berat pada Sugar glider 2.2.1 Data Fisiologis Normal adalah 95-160 gram dengan panjang tubuh



16-21 cm. Denyut jantung Sugar glider adalah 200-300 denyut per menit dan frekuensi pernapasannya adalah 16-40 napas per menit. Untuk suhu rektal pada Sugar



glider berkisar 96,5 °F - 97,9 °F (35,8°C36,6°C). Masa kehamilan Sugar glider selama 15-17 hari, Sugar glider muda meninggalkan kantong pada usia 70 hari. Usia menyapih Sugar glider adalah 110-120 hari. Panjang umur Sugar glider berkisar 912 tahun (Ballard dan Ryan, 2010).



Gambar 7. Sugar glider (Ballard dan Ryan, 2010). 2.2.2 Sexing 2.2.4.2 Sistem Pernapasan Sugar glider jantan memiliki Saluran pernapasan Sugar glider skrotum pendulos besar dan penis bercabang hampir mirip dengan mamalia Eutherian, dua. Scent gland menonjol terlihat di kepala dimana saluran pernapasannya terdiri atas dan dada. Pada Sugar glider betina terdapat nostril, trakea, dan bronkus serta terdapat kantong ventral (marsupium) dengan 4 juga paru-paru (pulmo) untuk difusi oksigen. puting internal (Brust, 2010). Tingkat pernapasan untuk Sugar glider sekitar 16-40 kali/menit (Ballard dan Ryan, 2.2.3 Penentuan Umur 2018). Menurut Brust (2010), umur dari Sugar glider dapat ditentukan dengan 2.2.4.3 Sistem Pencernaaan melihat ciri-ciri fisiknya yaitu sebagai Sugar glider memiliki kloaka di berikut. mana saluran pencernaan, kemih, dan a. Pada minggu 1, 8-18 g berat badan, tidak reproduksi kosong (Ballard dan Ryan, 2010). ada bulu, dan mata tertutup. Sugar glider memiliki sekum besar yang b. Pada minggu 2, 12-22 g berat badan, dapat membantu pencernaan getah yang bulu yang sangat halus, dan mata tutup. dimakan di alam liar. Sugar glider c. Pada minggu 4, 18-35 g berat badan, mempunyai sistem pencernaan yang sama bulu menjadi lebih menonjol ekor mulai dengan marsupial omnivora lainnya. untuk keluar, dan hewan mulai disapih. Kebanyakan marsupial jantan memiliki d. Pada minggu 8, 23-75 g berat badan, kelenjar dubur di dalam (betina ini memiliki mandiri, dan sangat aktif di malam hari kelenjar kantong). Formula gigi Sugar glider 2.2.4 Anatomi dan Habitus adalah I 3/1 C 1/0 Pm 3/4 M 4/4 (Girling, 2.2.4.1 Anatomi Tubuh 2013) Sugar glider memiliki bulu berwarna 2.2.4.4 Sistem Sirkulasi biru keabu-abuan dengan garis gelap Sugar glider memiliki 4 ruang memanjang dari hidung hingga dorsal jantung. Denyut jantung sekitar setengah bagian bawah. Setiap kaki memiliki lima dari mamalia Euthenan. Ukuran jantung digit. Digit kedua dan ketiga dari kaki Sugar glider adalah sekitar 30% lebih berat belakang sebagian menyatu. Sugar glider daripada hati mamalia Eutherian berukuran tidak memiliki tulang eupubic yang komparatif (Girling, 2013). mendukung karakteristik kantong marsupial (Ballard dan Ryan, 2010). 2.2.4.5 Sistem Indera Sugar glider adalah sebagai berikut: Menurut Catro (2013), sistem indera a. Telinga



Telinga Sugar glider terlihat seperti dua radar kecil di kepala mereka. Telinga Sugar glider sangat tipis karena tidak ditutupi bulu dan rawan terluka. Telinga Sugar glider sangat peka ketika mendengar sesuatu, seperti panggilan dari adopter (orang yang mengadopsinya) atau keadaan yang dapat membahayakannya. Sugar glider juga dapat mendengar suara-suara yang tidak bisa kita dengar. Saat mendengar atau merasakan sesuatu, telinga Sugar glider akan bergerak turun naik. b. Mata Mata Sugar glider sangatlah indah, berbentuk bulat dan besar, sehingga serasi dengan warna pupilnya yang terlihat hitam dikelilingi warna cokelat gelap. Kecuali pada Sugar glider albino yang memiliki warna mata berbeda, yakni merah darah. Mata Sugar glider yang sangat besar berfungsi untuk melihat area yang luas disekelilingnya, terutama pada malam hari. Sugar glider hanya melihat objek dengan dua warna, yakni abu-abu dan merah c. Hidung Hidung Sugar glider umumnya berwarna merah muda. Sugar glider menggunakan hidungnya untuk mencium makanan dan mengenali daerah kekuasaannya. 2.2.5 Ras-Ras Sugar glider memiliki banyak keragaman dari ras nya. Namun, terdapat beberpa ras yang dapat diketahui dari sugar glider, yaitu Classic grey, Buttercream, Cinnamon, Mosaic, Albino, creamino, Ring tail, dan White tip. Ras-ras tersebut adalah ras Sugar glider yang umum ditemui (Girling, 2013). Perbedaan setiap ras sugar glider hanya berbeda dari warna bulunya. Contoh pada Classic grey berwarna putih keabu- abuan, Buttercream berwarna coklat, Cinnamon berwarna coklat kemrahan seperti kayu manis, Mosaic memiliki warna dominan putih keabu-abuan di bagian punggungnya, Albino berwarna putih diseluruh tubuhnya



dan mata yang merah kecoklatan (Alfain, 2020). 2.2.6 Perilaku Khusus Sugar glider (Petaurus breviceps) adalah marsupial arboreal kecil dan nokturnal (Campbell et al., 2018). Perilaku khusus Sugar glider adalah Gliding, yaitu meluncur sampai 50 m. Gliding membrane (patagium) memanjang dari jari kelima kaki depan ke pergelangan kaki. Digit pertama dan kedua dari kaki belakang sebagian menyatu (syndactylous). Ekornya berbulu lebat dan dapat mencengkram. Sugar glider cukup vokal, dengan serangkaian sorakan dan jeritan. Hewan ini adalah hewan yang sangat sosial dan tidak bisa dipelihara sebagai hewan peliharaan soliter. Hewan ini secara klinis mengalami depresi saat ditempatkan sendiri. Selfmutilation tidak jarang terjadi pada glider soliter. Sugar glider yang tidak bersosialisasi atau beraktivitas pada ruang wilayah yang tepat bisa menjadi agresif (Meredith dan Delaney, 2010). 2.2.7 Cara Pengambilan Sampel Pengambilan sampel pada Sugar glider dapat dilakukan pada vena cava cranialis karena volume sampel yang dapat diambil pada vena tersebut cukup banyak. Pemotongan bulu dapat memudahkan jangkauan lokasi pembuluh darah. Selain itu, pengambilan darah dapat dilakukan pada A. tibialis medialis dan V. femoralis (Heatley dan Russel, 2020). 2.2.8 Penyakit yang Menyerang Sugar Glider Menurut Ballard dan Ryan (2010), penyakit yang biasanya menyerang Sugar glider adalah sebagai berikut: a. Nutritional Osteodystrophy Penyakit ini adalah salah satu penyakit paling umum yang terlihat pada Sugar glider. Tanda klinis termasuk onset akut paralisis tungkai belakang atau kelumpuhan. Penyakit disebabkan oleh pemberian makanan yang tidak memadai yang rendah kalsium dan vitamin D3 dan tinggi fosfor. Diagnosis didasarkan pada riwayat dan radiografi menyeluruh. Perawatan dapat dilakukan dengan pemberian kalsium parenteral,



koreksi diet, dan suplementasi kalsium dan vitamin D3. b. Trauma Trauma paling umum terjadi pada Sugar glider liar. Pada penangkaran, kasus trauma yang paling umum melibatkan serangan kucing dan anjing. Beberapa cedera yang umum terjadi adalah laserasi, pneumotoraks, hemotoraks, trauma tulang belakang, dan trauma okular. c. Penyakit Gigi Penumpukan tartar yang berhubungan dengan penyakit periodontal sering terlihat. Penyakit ini disebabkan oleh pemberian makanan yang kaya karbohidrat. Gigi bisa dibersihkan sesuai kebutuhan. Memberi makan serangga dengan kerangka luar yang keras dapat membantu meminimalkan penumpukan karang gigi. 2.3 Hamster 2.3.1 Data Fisiologis Normal Menurut Banks et al. (2010) berat badan Jantan dewasa 85-130 g. Betina dewasa: 95-150 g. Suhu rektal 370C-38,50C. Panjang tubuh 14-19 cm (6-8 inci). Data reproduksi Lama kehamilan: 16 hari. Penyapihan 21 hari, 35-40 g. Panjang siklus estrus 4 hari. Denyut jantung 286-400 denyut per menit (rata-rata 332 bpm). Laju pernapasan 33-127 napas per menit (rata-rata 74 bpm). Konsumsi makanan 10 - 14 g / hari. Jumlah kelenjar susu: 6-11 pasang. Konsumsi air 7 - 10 mL/hari. Rumus gigi 2 (I 1/1, C 0/0, P 0/0, M 3/3). Volume urin 6 mL / hari. Rentang hidup 1 - 3 tahun. 2.3.2 Sexing Ada berbagai cara untuk membedakan Hamster jantan dan Hamster betina, termasuk observasi jarak antara anus dan genitalia di perut serta ada atau tidak adanya kelenjar mammae-nya. Seperti hewan pengerat lainnya, betina memiliki jarak anogenital yang lebih pendek jika dibandingkan dengan jantan. Hamster jantan juga memiliki skrotum dibagian terior di daerah anogenital yang bentuknya bulat dan berbeda dengan betina yang tampilannya lebih tumpul (Banks et al., 2010). 2.3.4.3 Sistem Pencernaaan Hamster juga mempunyau 16 gigi



2.3.3



Penentuan Umur Ketika berat badan Hamster mencapai kisaran 90-100 gram maka umur Hamster pada saat itu adalah 12 minggu. Biasanya pada usia 4 minggu Hamster telah menunjukkan gejala birahi atau keinganan untuk kawin tetapi tingkat keberhasilannya sangat rendah pada saat kawin di umur terse but. Selain itu pada usia 14 bulan organ reproduksi Hamster mulai akan kehilangan fungsinya (Banks et al., 2010). 2.3.4 Anatomi dan Habitus 2.3.4.1 Anatomi Tubuh Hamster memiliki empat digit tulang di kaki depan dan lima digit kaki belakang. Hamster juga memiliki kantong pipi bilateral, dan invaginasi jaringan di kedua pipi, yang berfungsi sebagai tempat makanan. Kantung pipi ini dianggap salah satu imunologi yang unik dari hamster. Seperti hewan pengerat lainnya, hamster juga mempunyai kelenjar harderian yang berhubungan dengan mata. Kelenjar ini menghasilkan lipid dan porfirin sebagai bahan yang membantu pelumasan mata dan penutup pada bagian organ-oran pencernaan (Banks et al., 2010). 2.3.4.2 Sistem Pernapasan Hamster bernafas awalnya lewat hidung dengan mengerak-gerakkan ke bawah.sama seperti mamalia pada umumnya, Paru-paru mamalia berada dalam rongga dada, yang dapat dibesarkan atau disempitkan, sehingga udara dapat keluar masuk. Percabangan pada paru-paru masih mengalami percabangan-percabangan lagi, sehingga percabangan yang terkecil tidak lagi diperkuat oleh cincin tulang rawan dan berakhir pada ujung yang buntu disebut alveolus yang berfungsi memperluas permukaan paru-paru, sehingga memperbesar kemungkinan mengadakan pertukaran udara pernafasan oleh kapilerkapiler pada dinding alveolus Seperti tikus, hamster memiliki rongga dada kecil dalam yang terhubung ke perut, tetapi tingkatnya ukuran kecilnya tidak sekecil yang terlihat pada tikus (Girling, 2013). yang terdiri dari satu set gigi seri atas dan bawah dan tiga set gigi geraham atas dan



bawah, gigi ini sudah ada sejak mereka dilahirkan (Banks et al., 2010). Hamster dilahirkan dengan gigi seri tumbuh yang sepenuhnya, dan gunakan oleh mereka untuk memegang puting betina yang memungkinkan mereka menyedot secara efektif. Gigi molar tumbuh terus-menerus, tetapi dengan kecepatan yang sangat lambat. Mandibula hamster umumnya lebih lebar dari rahang atas. Kantung pipi hamster adalah yang paling un ik dan membedakannya dengan hewan lain. Ini tidak ada saat lahir, tapi berkembang selama minggu kedua kehidupan dari solidtali sel yang hancur, menciptakan rongga. Perut hamster memiliki dua area terpisah, esofagus memasuki bagian proksimal. Sistemnya terbagi tajam dengan alur yang dalam dari daerah distal perut, yang bersifat kelenjar, dengan lapisan yang lebih merah terdiri dari sel yang mensekresi asam dan pepsinogen yang memulai proses pencernaan enzimatik. Usus kecil hamster sangat panjang tiga sampai empat kali panjang tubuhnya. Pada hamster, sekum mengalami sakulasi dan membesar organ duduk di bagian kiri ventral perut di persimpangan ileocaecal. Ini memiliki divisi halus di dalamnya, yang dapat berfungsi untuk meningkatkan luas permukaan dan bantuannya fermentasi serat. Hati pada kedua spesies dibagi menjadi empat lobus. Di baik hamster dan gerbil, ada kantung empedu. saluran empedu bermuara ke duodenum disertai saluran pankreas. Pankreas ditemukan berdekatan dengan descending duodenum. Ini memiliki struktur dan fungsi yang mirip dengan yang dilihat pada tikus (Girling, 2013). 2.3.4.4 Sistem Sirkulasi Sistem peredaran darah pada hamster merupakan sistem peredaran darah tertutup. Bentuk jantung hamster mirip dengan jantung tikus. Pembuluh darah, hamster memiliki sangat sedikit pembuluh luar yang dapat diakses untuk pengambilan sampel darah.



Pembuluh darah yang digunakan termasuk vena jugularis dan vena femoral. Sampel kapiler dapat diambil dari sinus orbital. Karakteristik yang paling menonjol pada hamster adalah percabangan lengkung aorta menjadi arteri innominator dan arteri subklavia kiri. Arteri innominator juga bercabang menjadi 3, yaitu arteri subklavia kanan, arteria karotis kanan, dan arteri karotis kiri (Girling, 2013). 2.3.4.5 Sistem Indera Seperti hewan pengerat lainnya, hamster juga punya kelenjar harderian berhubungan dengan mata mereka. Kelenjar ini menghasilkan lipid dan porfirin bahan yang membantu pelumasan mata dan tutup. Hamster juga memiliki kelenjar sebaceous unik yang disebut kelenjar flank. Kelenjar panggul dapat ditemukan di bagian atas daerah flank di kedua sisi vertebral kolom. Ini dapat ditemukan lebih banyak pada pria lebih mudah daripada pada wanita karena rambut di atas kelenjar itu kasar dan kulitnya biasanya area berpigmen lebih gelap. Kelenjar ini seharusnya jangan disalahartikan sebagai tumor kulit. Pada betina, kelenjar ini juga dapat ditemukan di bagian belakang tidak menonjol seperti yang ditemukan pada pria. Kelenjar itu sebasea dan merespon hormon (testosteron pada jantan dan estrogen pada betina) (Bank et al., 2010). 2.3.5 Ras-Ras Ada banyak ras hamster yang dapat ditemukan, tapi hamster Syria (golden) adalah yang paling banyak dijadikan sebagai hewan peliharaan populer. Jika sepasang atau koloni hamster sudah bersama sejak lahir, mereka bisa ditempatkan berpasangan atau kecil kelompok tetapi harus diawasi dengan ketat. Hamster dari spesies yang berbeda sebaiknya tidak ditempatkan bersama-sama, dan hamster Suriah seharusnya mempunyai tempat sendiri karena agresi terhadap orang lain hamster dengan pengecualian betina (Banks et al., 2010). 2.3.6 Perilaku Khusus Hamster merupakan hewan nokturnal yang sangat aktif. Itu telah ditunjukkan bahwa betina akan melakukan perjalanan



lebih dari 4 mil per hari pada roda aktivitas dalam kandang. Sebaliknya, hamster juga memasuki hibernafasetion. Meskipun hibernasi dipicu oleh suhu dingin (di bawah 40°F, atau 5°C) dapat bervariasi tergantung pada ketersediaan toko makanan dan juga siklus cahaya. Periode hibernasi biasanya hanya berlangsung 2-3 hari tetapi bisa selama 7 hari (Banks et al., 2010). 2.3.7 Cara Pengambilan Sampel Darah dapat diambil dari berbagai lokasi dan pedoman umum pengumpulan lebih dari 10% dari total volume darah setiap 2 - 3 minggu harus diikuti. Umum diambil melalui vena jugularis, vena cephalic, vena tarsal lateral, vena cava cranial, dan sinus vena orbital. Anestesi singkat biasanya diperlukan untuk mendapatkan sampel darah yang tepat untuk meminimalkan stres hewan, dan anestesi umum diperlukan untuk tusukan jantung (Banks et al., 2010). 2.3.8 Penyakit yang Menyerang Hamster Menurut Banks et al. (2010), penyakit yang dapat menyerang Hamster adalah sebagai berikut: a. Penyakit gastrointestinal Diare biasanya terlihat pada usia muda dan masa menyusui hewan berumur antara 4 dan 8 minggu. Sana adalah berbagai penyebab diare, umumnya disebut sebagai ekor basah, dan termasuk stres, berkerumun, dan infeksi berbagai bakteri, virus, dan parasit. Tidak semua penyebab seperti penyakit diare bisa diobati, jadi penting untuk memilih hamster yang tidak memiliki riwayat penyakit komplikasi yang berhubungan dengan diare. Ini juga penting untuk mempraktekkan peternakan yang baik dan mengambil tindakan untuk meminimalkan stres. b. Penyakit pernafasan Penyakit pernapasan pada hamster jarang terjadi tetapi dapat disebabkan oleh infeksi virus Sendai, Streptokokus spp. (Streptococcus pneumoniae paling umum), Pasteurella pneumotropica, dan Corynebacterium spp. Tergantung pada sebab, hewan tersebut mungkin memiliki derajat yang berbeda-beda gejala klinis yang jauh ke bawah kloaka dibandingkan pada betina.



meliputi depresi, tidak adanya cairan, cairan okulonasal, pernapasan kesusahan, dan kematian terkait. c. Neoplasia Neoplasia jarang ditemukan di hamster. Limfosarkoma paling sering dilaporkan dan telah dilaporkan secara horizontal ditransmisikan pada usia muda, bawaan hewan. Melanoma, usus jinak polip, dan tumor kelenjar susu juga bisa dilihat. Biasanya penyakit ini hanya menyerang hamster yang masih muda dan kasusnya sangat jarang ditemukan pada hamster yang sudah tua. 2.4 Ular 2.4.1 Data Fisiologis Normal Rata-rata suhu normal pada ular berkisar antara 28oC-32oC (Blobaum, 2012). Pada normalnya, frekuensi nadi pada ular adalah 10-80 kali/menit atau lebih. Adapun frekuensi pernapasan pada ular adalah 20 kali atau lebih per menit (McDiarmid, 2011). 2.4.2 Sexing Menurut Aspinall dan Melanie (2015), untuk metode penentuan jenis kelamin pada ular tergantung pada spesiesnya. Adapun beberapa metode sexing sebagai berikut. a. Dimorfisme seksual: pada beberapa spesies dimungkinkan untuk membedakan jenis kelamin dengan melihat warna dan tanda. b. Panjang ekor: ekor diukur dari lubang angin (keluarnya kloaka) sampai ke ujung ekor. Jantan biasanya memiliki ekor yang lebih panjang daripada betina dan area di sekitar ventilasi mungkin terlihat bengkak. Daerah ini menampung hemipene. c. Ukuran: pada beberapa spesies, betina lebih besar dibanding jantan. d. Penggunaan probe: metode ini membutuhkan pengalaman dan perhatian yang besar. sebuah batang berujung tumpul yang telah dilumasi dengan hatihati dimasukkan ke dalam kloaka dengan menunjuk ke arah ekor. Pada jantan, probe akan menempuh jarak yang lebih 2.4.3 Penentuan Umur Data umur pada ular sulit untuk



didapatkan, namun sangat mungkin untuk didapatkan. Cara ini dilakukan dengan recording, yaitu mendata waktu kelahiran. Metode ini membutuhkan waktu yang lama dan bergantung pada keberhasilan (McDiarmid et al., 2011). 2.4.4 Anatomi dan Habitus 2.4.4.1 Anatomi Tubuh Seekor ular memiki ruas tulang belakang yang lentur dan terdiri dari sekitar 400 vertebrae. Seluru vertebrae memiliki sepasang tulang rusuk, kecuali pada tulang ekor. Bagian bawah tulang-tulang rusuk tidak menyambung sehingga dapat meregang ketika ular menelan mangsa yang besar. selain itu, sambungan rahangnya kendur sehingga mulut ular dapat terbuka lebar ketika menelan mangsanya. Sebagian besar organ dalam seekor ular berukuran panjang dan ramping sehingga muat di dalam tubuhnya yang memanjang. Organ-organ yang berpasangan, misalnya ginjal, ovarium, dan paru-paru tidak terletak bersebelahan (Heatley dan Karen, 2020). 2.4.4.2 Sistem Pernapasan Ular memiliki 2 paru-paru, namun pada kebanyakan ular, ukuran paru-paru sebelah kiri tidak pernah lebih dari 85% dari ukuran paru-paru kanan atau bahkan tidak ada. Bagian cranial paru-paru mengalami vaskularisasi, berfungsi dalam pertukaran gas, dan bagian caudal paru-paru memiliki fungsi utama sebagai kantung udara (masing- masing disebut paru-paru vaskular dan paru- paru saccular). Udara dihirup melewati lubang hidung dan diteruskan ke medial choana ke rahang atas. Dinding paruparu vaskular terdiri unit sarang lebah yang disebut faveoli, dimana terjadi pertukaran gas. Ular tidak memiliki diafragma dan inspirasi terjadi melalui ekspansi otot tulang rusuk (Divers dan Scott, 2019). 2.4.4.3 Sistem Pencernaaan Kelenjar yang mengeluarkan lendir palatina, lingual, sublingual, dan labial di



oleh kedua mata antara 30o dan 45o. Telinga



rongga mulut melembabkan mulut dan melumasi mangsa. Kelenjar racun adalah kelenjar labial yang dimodifikasi dan telah berevolusi secara independen dalam beberapa garis keturunan ular. Bisa ular sangat kompleks dan digunakan terutama untuk mendapatkan mangsa. Lidah ular memiliki ujung yang bercabang dan terletak di dalam selubung di bawah epiglotis dan berfungsi dalam penciuman. Ular umumnya menggunakan otot aksial dan kerangka untuk membantu mengangkut makanan ke perut. Ular tidak mengunyah makanan, ular menelan mangsanya secara utuh. Usus kecil bermuara di usus besar, kemudian menuju kloaka. Kloaka memiliki tiga wilayah dan dari cranial ke caudal urutannya adalah coprodeum, urodeum, dan proctodeum (Divers dan Scott, 2019). 2.4.4.4 Sistem Sirkulasi Jantung terdiri dari tiga ruang, atrium kanan dan kiri, serta 1 ventrikel. Ventrikel dibagi lagi menjadi cavum arteriosum, cavum venosum, dan cavum pulmonale. Meskipun ventrikel tidak memiliki septum, namun pada ular masih dapat memisahkan darah yang mengandung oksigen dan terdeoksigenasi serta dapat mempertahankan tekanan sistemik dan paru yang berbeda karena jantung memiliki ruang fungsional. Aliran darah melalui jantung dimulai saat kedua atrium berkontraksi. Katup atrioventrikular terbuka dan memungkinkan darah mengalir ke ventrikel. Ketika atrium berkontraksi, katup antara atrium kanan dan cavum venosum menutup saluran intraventrikular, memungkinkan darah beroksigen dari atrium kiri mengalir ke cavum arteriosum dan darah terdeoksigenasi dari atrium kanan mengalir ke dalam rongga venosum dan kemudian ke cavum pulmonale. Saat ventrikel berkontraksi, tekanan darah di dalam jantung meningkat. (Ballard dan Ryan, 2019). 2.4.4.5 Sistem Indera Ular memiliki jangkauan penglihatan yang sangat luas dari 125-135o pada beberapa spesies. Ular juga dapat merasakan kedalaman dan jarak menggunakan penglihatan binokuler. Area yang bisa dilihat pada ular memiliki fungsi untuk mendengar



dan untuk keseimbangan tubuh, sama seperti fungsi telinga pada mamalia. Telinga tengah pada ular hampir tidak ada dikarenakan rongga ini sangat sempit dan tidak terdapat membran timpani tetapi terdapat satu ossicle, columella, yang berbatasan dengan tulang kuadrat untuk mentransmisikan getaran. Utricle dan saccule membentuk kanal setengah lingkaran untuk keseimbangan. Getaran diterima di telinga bagian dalam melalui columella dan melewati kanal koklea hingga ke papilla basilar. Walaupun ularkehilangan telinga luar dan tengah, ular tetap mahir mendengar. Ular menerima getaran dari substrat tempat kepalanya bersandar karena columella merasakan getaran dari tulang kuadrat yang terletak di rahang atas. Ular memiliki saraf penciuman dalam jumlah yang besar, sehingga tidak diragukan lagi bahwa ular adalah hewan makrosmatik. Kemampuan penciuman ular tidak bekerja sendiri melainkan terkait erat dengan indera vomeronasal serta penglihatan. Sulit untuk menentukan jumlah sensasi penciuman yang dimiliki ular. Organ vomeronasal atau organ Jacobson, yang dihubungkan ke rongga mulut oleh vomeronasal, memainkan peran penting dalam predasi. Organ ini mendeteksi bau partikulat nonaerial dan nonvolatile oleh kemoreseptor pada lidah bercabang. Ular dapat menggunakan organ vomeronasal untuk merasakan sarang untuk berhibernasi dan untuk perilaku reproduksi seperti mengambil feromon (Ballard dan Ryan, 2010). 2.4.5 Ras-Ras Fauna serpentes terdiri dari 8 spesies yaitu Dendrelaphis pictus (ular tampar) memiliki ciri khas terdapat garis hitam memanjang dari ujung moncong melintas mata hingga ke leher bahkan sepertiga badan, Ptyas corros (ular kayu) yang berwarna menyerupai kayu dan tinggal di pohon, Ahetulla prasina (ular pucuk) memiliki tubuh berwarna hijau dengan badan yang kecil, Elaphe flavolineata (ular kopi) dengan warna



dasar tubuh kuning kecokelatan dan bagian bawah tubuh berwarna kelabu keputihan, Xenochrophis piscator (ular macan air) memiliki warna tubuh cokelat dengan bintikbintik hitam disepanjang tubuhnya, Rhabdophis subminiatus (ular pudak bromo) bagian leher belakangnya berwarna kemerahan, Homalopsis buccata (ular buhu) merupakan ular air dengan ciri khas tubuh dorsal berwarna coklat polos atau abu-abu, bagian ventral abu-abu keputihan dan pola garis di sisi dorsal kepala, dan Python reticulatus (sawa kembang/sanca batik) pada punggungnya terdapat rangkaian pola berwana hitam yang membentuk berbagai pola. Gonyosoma oxycephala, ciri khas warna tubuh dorsal hijau dengan bagian ventral hijau pucat atau kuning. dan lidah berwarna biru (Yudha et al., 2016). 2.4.6 Perilaku Khusus Sebagai hewan ektotermik, ular menyesuaikan suhu tubuh dengan kondisi lingkungannya. Ular yang sakit, sedang hamil, atau sedang mencerna mangsa mungkin akan mencari suhu yang lebih hangat. Endotermik fakultatif ditunjukkan oleh betina yang mengerami banyak spesies pythin yang mampu mempertahankan suhu mereka beberapa derajat lebih hangat dari suhu lingkungan. Perilaku ular lainnya yaitu dapat melakukan pertahanan, sifatnya yang agresif, dan dapat pura-pura mati (Divers dan Scott, 2019). 2.4.7 Cara Pengambilan Sampel Menurut Ballard dan Ryan (2010), cara pengambilan sampel pada ular adalah sebagai berikut: a. Vena coccygeal Ular diposisikan secara dorsal atau ventral recumbency. Dengan kemiringan jarum menghadap ke cranial, jarum dimasukkan tepat di garis tengah dengan kemiringan sudut 45o derajat. Sambil mempertahankan hisapan lembut, jarum dimasukan sampai terlihat kilatan darah, kemudian darah diambil secukupnya dan dikeluarkan dari tubuh. b. Vena palatinus Untuk pengambilan sampel pada vena palatinus, hanya dianjurkan pada ular dengan



rongga mulut yang bersih dan tidak ada tanda-tanda stomatitis. Teknik ini hanyak bekerja pada ular yang sangat jinak atau terbius. Pengambilan sampel menggunakan jarum ukuran 25 hingga 27. Karena kemungkinana terkena kontaminasi dari air liur, vena ini paling baik digunakan hanya untuk suntikan IV. c. Cardiocentesis Temukan lokasi jantung dengan palpasi manual atau dengan doppler. Berikan tekanan pada bagian ekor dan tengkorak ke jantung untuk menstabilkannya. Setelah jantung distabilkan, jarum dimasukkan dengan sudut 45 hingga 60 derajat. Jarum dimajukkan sampai terasa sedikit letupan yang menandakan jarum telah memasuki jantung. 2.4.8 Penyakit yang Menyerang Ular Menurut Ballard dan Ryan (2010), penyakit yang dapat menyerang pada ular adalah sebagai berikut. a. Prolaps hemipenile atau paraphimosishas Penyakit ini memiliki beberapa penyebab, termasuk infeksi dari bakteri, jamur, atau parasit, bengkak akibat pemeriksaan paksa, pemisahan paksa selama senggama, sembelit, atau disfungsi neurologi pada aparatus retraktor hemipenes. Perawatan harus dimulai segera setelah diagnosis. Hemipenis yang mengalami prolaps harus dibersihkan, dilumasi, dan diganti. Jika penggantian tidak berhasil atau hemipenis nekrotik, hemipenis harus diamputasi. Ular memiliki dua hemipene, sehingga kemampuan reproduksinya tidak terpengaruh. b. Infectious stomatitis Penyakit ini disebabkan oleh pemeliharaan dan nutrisi yang buruk, stres, teknik pemberian makan yang buruh, atau trauma. Sangat penting bagi ular untuk tetap berada di POTZ-nya dan menjaga kelembaban yang tepat. Stress karena kandang terlalu penuh, penanganan yang berlebihan, atau suara yang keras juga dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh. Ular yang bergesekan di sisi kandang mengalami lecet rostral yang menyebabkan stomatitis menular. c. Nefritis bakteri



Penyakit ini adalah penyakit yang paling umum yang berhubungan dengan sistem saluran kemih. Ini sering terjadi akibat infeksi bakteri lain atau peristiwa imunosupresif. Penyebab utama harus dideteksi dan ditangani dengan tepat. 2.5 Kura-Kura 2.5.1 Data Fisiologis Normal Suhu tubuh normal dari kura-kura berkisar antara 24,7-25,4 C. Suhu tubuh kura- kura diukur dengan menggunakan probe. Denyut jantung normal kura-kura berkisar antara 36-72 detakan/menit (Raske et al., 2012). 2.5.2 Sexing Sexing pada kura kura dilakukan dengan pengambilan sampel darah dan metode inspeksi. Sexing pada kura-kura dapat dilakukan dengan inspeksi bagian ekor dari kura-kura, yang dimana karakteristik yang paling terlihat ialah ekor yang panjang dan memiliki otot yang besar. Dalam menentukan jenis kelamin pada kura-kura dengan melihat ekor dapat juga diketahui bahwa kura-kura jantan memiliki plastrontip of tail hingga cloaca-tip of tail yang lebih tinggi dibandingkan dengan kura-kura betina (Casale et al., 2014). 2.5.3 Penentuan Umur Umur pada kura-kura dapat ditentukan dari melihat pertumbuhan ukuran kura-kura, struktur cangkang dan warna cangkang. Semakin tua atau semakin keras cangkang pada kura kura, maka akan semakin tua umur kura kura tersebut. Ukuran yang dilihat adalah ukuran dari carapace. Kura- kura jantan yang berukuran 38 cm berusia 73 tahun dan kura-kura betina yang berukuran 31 cm berusia 65 tahun (Armstrong dan Brooks, 2014). 2.5.4 Anatomi dan Habitus 2.5.4.1 Anatomi Tubuh Kura-kura mempunyai cangkang sebagai ciri khasnya yang terbagi atas dua bagian. Bagian dorsal adalah carapace dan bagian ventral adalah plastron. Carapace biasanya terdiri dari kira-kira lima puluh tulang. Tulang nuchal adalah yang paling



kranial di sepanjang garis tengah punggung yang diikuti oleh tujuh saraf, satu suprapygal, dan tulang pygal, secara berurutan. Tulang saraf melekat pada tulang belakang. Tulang costae terletak di kedua sisi tulang saraf. Tulang perifer terletak pada aspek lateral tulang costae dan memanjang dari nuchal ke tulang pygal di kedua sisi carapace (Ballard dan Ryan, 2018). Plastron terdiri dari sembilan tulang. Bagian kranial dari plastron terdiri dari tulang entoplastral, yang dikelilingi oleh tulang epiplastral secara cranial dan dua tulang hipoplastral di bagian caudal. Tulang hipoplastral diikuti secara caudal oleh sepasang tulang hipoplastral kedua dan



sepasang tulang xiphiplastral, secara berurutan. Tulang-tulang cangkang kurakura saling berartikulasi. Tulang cangkang ditutupi dengan struktur yang terbuat dari epitel keratin yang disebut sisik (Ballard dan Ryan, 2018). Bagian Carpace di bagian dorsal dan Plastron di ventral dari cangkang kura kura terdiri atas beberapa bagian. Bagian Carpace terdiri atas Vertebral scutes, Pleural scutes, dan Marginal scutes. Bagian Plastron terdiri atas Inter gular, Gular plate/scute, Axillary plate/scute, Pectoral, Abdominal, Inguinal, Femoral plate/scute, dan Anal plate/scute (Girling, 2013).



Gambar 8. Anatomi skelet kura-kura (Ballard dan Ryan, 2010). 2.5.4.2 Sistem Pernapasan Kura-kura mempunyai glotis di bagian caudal lidah. Terdapat trakea yang bercabang menjadi dua batang utama bronkus yang menyimpang ke lateral. Paruparu menempati ruang di bawah carapace. Paru- paru terletak di bagian dorsal dan dipisahkan dari organ dalam oleh membran pleuroperitoneal horizontal. Pada kura-kura tidak terdapat diafragma dan tidak ada rongga dada serta struktur peritoneum yang berbeda, melainkan hanya rongga selom tunggal. Ventilasi dilakukan melalui gerakan kepala, anggota tubuh, dan otot (Meredith dan Delaney, 2010). 2.5.4.3 Sistem Pencernaaan Lidah kura-kura relatif melekat erat, tetapi strukturnya berdaging dengan glotis di bagian dasarnya. Kelenjar ludah mengeluarkan lendir hanya saat makan untuk melumasi makanan. Faring kura kura lebar Lambung kura-kura terletak diatas



dan masuk ke kerongkongan yang tertutup oleh otot polos. Lambung berada di sisi sinister secara ventral di rongga midcoelomic. Bagian tersebut memiliki M. cardiac sphincter yang kuat, sehingga kurakura hampir tidak pernah muntah. Lambung kura- kura mengarah ke duodenum dan usus kecil yang pendek tapi sangat melingkar. Di persimpangan usus kecil dan besar terletak sekum, yang berbentuk berbentuk bulat. Usus besar pada kura-kura memiliki diameter yang besar dan berfungsi sebagai tempat utama fermentasi. Kemudian menyempit membentuk rektum. Berikutnya adalah coprodeum dan urodeum, lalu proctodeum dari kloaka. Hati adalah struktur halus yang terletak melintang melintasi bagian tengah rongga selom, secara dorsal ke sistem pencernaan, dan ventral ke paruparu. Terdapat kantong empedu di sebelah kanan garis tengah (Girling, 2013). sisi kiri cranioventral dari rongga selom dan



memiliki gastroesopageal dan katup gastroduodenal. Usus kecil relatif pendek. Pankreas pucat berwarna merah muda dan dapat ditemukan di dekat limpa atau mesenterium disepanjang duodenum. Hati besar dan berbentuk pelana yang terletak di bagian perut dibawah paru-paru. Hati memiliki dua lobus dan membungkus kantong empedu. Usus halusnya bergabung dengan usus besar. Usus besar merupakan tempat utama terjadi fermentasi mikroba pada penyu herbivora. Sekum tidak berkembang dengan baik. Saluran pencernaan bermuara di kloaka (Ballard dan Ryan, 2010). 2.5.4.4 Sistem Sirkulasi Kura-kura memiliki jantung dengan tiga bagian yaitu dua atrium dan satu ventrikel. Seperti reptil lainnya kura-kura khususnya spesies penyu memiliki sistem sirkulasi renoportal. Sirkulasi renoportal berfungsinya untuk memberikan suplai darah alternatif ke tubulus sel ginjal dan mencegah nekrosis iskemik saat arteri mensuplai darah ke glomelurus terganggu (Ballard dan Ryan, 2010). Renoportal merupakan peredaran darah dimana jantung kura-kura terdiri atas tiga ruang yang terletak di dalam kantung pericardial. Terdapat dua vena cava cranial dan satu vena cava caudal yang bergabung membentuk sinus venosus, yang memasuki atrium dexter (Girling, 2013). 2.5.4.5 Sistem Indera Pada kura-kura bola mata diindungi oleh palpebrae dan konjungtiva yang berlipat. Skelera kura-kura mengandung cincin axsicless scelera perifer dan bola mata dengan kartilago hialin. Secara internal, retina meliputi sel batang dan sel kerucut dan ada temporalis di area khusus yang memberikan peningkatan ketajaman penglihatan (Spotila dan Pilar, 2015). Menurut Palika (2011), telinga kurakura tidak terlalu terlihat. Mulut kura-kura juga bisa menjadi sumber masalah. Paru yang ditumbuhi (bagian atas mulut) pada kura-kura dapat menyebabkan masalah makan. Jika Giardia, Leptomonas, dan Monocercomonas. Tricomand secara umum



kura-kura makan banyak makanan yang lunak dan terlalu sedikit makanan keras, paruhnya mungkin tidak akan habis. 2.5.5 Ras-Ras Variasi kura-kura dari famili Chelidae di Indonesia cukup banyak seperti Chelodina mccordi (kura-kura rote), Chelodina novaeguieae (kura-kura papua), Chelodina siebenrocki (kura-kura pesisir), Chelodina reimanni (kura-kura digul), Elseya branderhorstii (kura-kura perut putih), Elseya novaeguineae (kura-kura irian leher pendek), Elseya new spesies 1, Elseya new spesies 2, Elseya new spesies 3, dan Emydura subglobosa (Tamara, 2010). 2.5.6 Perilaku Khusus Kura-kura yang berkelamin jantan mereka lebih banyak minum atau mengkonsumsi air. Saat sedang beraktivitas, kura-kura melakukan aktivitas secara berkelompok. Kura-kura biasanya beristirahat ketika hasrat makan mereka telah terpenuhi. Pemangsa (hewan) akan sulit untuk memangsa kura-kura dikarenakan tempurung atau batok yang sangat keras. Di habitatnya kura-kura sangat menyukai sinar matahari pagi, karena ketika kura-kura terkena sinar matahari pagi, kura-kura akan segera berada dibawah sinar matahari dengan tujuan untuk berjemur (Pudyatmoko et al., 2015). 2.5.7 Cara Pengambilan Sampel Pengambilan sampel darah dapat dilakukan dengan injeksi intravena yang dilakukan di vena jugularis di leher atau sinus vena dorsal di permukaan punggung coccygeal (Aspinall dan Melanie, 2015). Tempat pengambilan darah pada kura-kura dapat dilakukan di V. jugularis, V. brachial, V. subcarapacial, V. coccygeal (ventral dan dorsal), V. femoralis, serta sinus occipital, dan hati (Ballard dan Ryan, 2010). 2.5.8 Penyakit yang Menyerang KuraKura Protozoa berflagela sering terdapat pada saluran pencernaan hewan reptil, namun memiliki sifat patogen yang rendah. Beberapa jenis protozoa yang sering terdapat pada reptil seperti Hexaminta, Trichomonas, berbentuk seperti buah pir dengan mikrotubula anterior menonjol dan berflagela.



Gejala klinis yang ditunjukkan oleh kurakura ini yaitu menurunnya nafsu makan dan feses encer, berlendir serta berwarna putih. Gejala klinis pada infeksi parasite sangat bervariasi seperti anoreksia, diare, obstruksi saluran pencernaan, penurunan bobot badan, prolapsus anus, anemia bahkan hingga kematian. Pengobatan yang dilakukan terhadap kasus kura-kura ini yaitu dengan pemberian metronidazole dengan dosis 20 mg/bobot badan setiap dua hari sekali (Mihardi et al., 2018). Penyakit metabolik tulang disebabkan oleh kalsium yang tidak tepat dan rasio fosfor dalam makanan atau defisiensi vitamin D3. Kura-kura sering makan daging hati, jantung, atau daging yang dapat menyebabkan penyakit metabolik tulang. Kalsium yang dihasilkan dapat menyebabkan penipisan kalsium tulang yang menghasilkan osteodistrofi fibrosis. Gejala klinis seperti anoreksia, cangkang lunak dan cacat serta pertumbuhan sisik abnormal. Perawatan melibatkan suplementasi D3 yang tepat. Toksisitas vitamin A disebabkan oleh suplementasi yang berlebihan atau pemberian vitamin A parenteral. Gejala klinis meliputi kulit kering atau kulit mengelupas dengan infeksi bakteri sekunder. Perawatan membutuhkan antibiotic sistemik jika terjadi infeksi bakteri sekunder dan perhentian vitamin A parenteral atau sumber suplementasi berlebih (Ballard dan Ryan, 2010). 2.6 Iguana 2.6.1 Data Fisiologis Normal Suhu normal pada iguana adalah o 29.6 C. frekuensi jantung normal pada iguana yaitu 88 kali per menit. Untuk frekuensi nafas pada iguana yaitu 36 kali per menit (Gunanti et al., 2019). 2.6.2 Sexing Penentuan kelamin pada iguana tidaklah sulit. Melainkan hanya dengan



memperhatikan tubuhnya. Iguana jantan memiliki spike yang lebih panjang dibanding betina. Di belakang kepala iguana jantan terdapat benjolan lemak, sedangkan pada betina tidak ada dan terlihat ramping. Tubuh iguana jantan lebih besar dibanding tubuh iguana betina. Pada bagian femoralis, femoral pores pada jantan lebih menonjol dibanding pada betina (Anggara et al., 2016). 2.6.3 Penentuan Umur Penentuan umur pada iguana dapat diperkirakan dari ukuran badan dan ekornya. Iguana yang berumur 1 tahun memiliki berat badan 1-1,5 kg. Jika berumur 2 tahun, memiliki berat 2-4 kg. Umur 3 tahun memiliki berat 4-6 kg. Umur 4 tahun memiliki berat 5-8 kg. umur 5 tahun memiliki berat 10-15 kg. Umur 6 tahun memiliki berat 14-18 kg. Umur 7 tahun memiliki berat 15-20 kg (Nurjunitar, 2016). 2.6.4 Anatomi dan Habitus 2.6.4.1 Anatomi Tubuh Iguana adalah reptil berkaki empat dengan pentadaktil tunggal, memiliiki 3 ruang jantung, meskipun darah yang mengandung oksigen dan terdeoksigenasi secara fungsional dipisahkan. Iguana memiliki ekor yang jelas terlihat. Iguana tidak memiliki diafragma yang berbeda; kebanyakan spesies memiliki rongga selom tunggal (Heatley dan Karen, 2020). 2.6.4.2 Sistem Pernapasan Sistem pernapasan Iguana terdiri dari lubang hidung bagian luar, lubang hidung bagian dalam, glotis, trakea, dan paru-paru. Lubang hidung bagian dalam terletak secara rostral di bagian dorsal rongga mulut dan bersebelahan dengan hidung bagian luar. Glotis terletak di pangkal lidah, masuk ke dalam pembukaan umum dari hidung bagian dalam saat mulut ditutup untuk pernapasan hidung. Trakea pada kebanyakan Iguana bercabang dua ke dalam paru-paru yang pada beberapa Iguana mungkin lebih menyerupai kantung udara pada burung. Iguana tidak memiliki diafragma dan karena itu memiliki kesaam rongga selom daripada dada terpisah dan rongga perut. Paru-paru iguana letaknya tidak setinggi pada mamalia.



Bagian tengkorak dari paru-paru lebih vaskular dan berfungsi besar untuk pernafasan. Tions dan bagian caudal pada paru-paru lebih seperti kantung dan mungkin meluar ke panggul. Iguana tidak memiliki pneumatic seperti pada burung (Ballard dan Ryan, 2010). 2.6.4.3 Sistem Pencernaaan Sistem organ gastrointestinal terdiri dari rongga buccalis, esofagus, lambung, usus kecil dan usus besar, serta kloaka dan organ pencernaan aksesori seperti hati dan pankreas. Pankreas pada Iguana terdiri dari tiga bagian, masing-masing berhubungan dengan saluran empedu, duodenum, dan limpa. Pankreas memiliki peran endokrin dan eksokrin, seperti pada mamalia. Namun, strukturnya bervariasi. Hati terutama berasa dari usus endodermal, biasanya terdiri dari dua lobus, dan warnanya bervariasi dari cokelat pucat hingga hitam. Hati memiliki lobulus yang kurang jelas. Pada banyak spesies iguana, struktur lobulus digantikan oleh tali hepatosit dan pigmenatsi melanin. Pada iguana hijau, ginjal berpasangan dan berlobus berwarna coklat tua, memanjang, meruncing secara cranial dan caudal dan terletak di punggung pada saluran panggul (Heatley dan Karen, 2020). 2.6.4.4 Sistem Sirkulasi Jantung iguana sangat mirip dengan model ular, dengan atrium berpasangan dan satu ventrikel bersama yang berfungsi sebagai dua. Mayoritas darah terdeoksigenasi disalurkan ke arteri pulmonalis dan darah beroksigen memasuki aortae berpasangan (Girling, 2013). 2.6.4.5 Sistem Indera Tidak seperti ular, Iguana memiliki timpani yang terletak di trocaudal ke mata, dan telinga tengah. Banyak jantan akan memiliki sejumlah besar permukaan tubuh mereka untuk tujuan tampilan. Ujian Ples termasuk iguana hijau jantan, yang sering dimilikinya sisik besar berwarna di kepala dan kemilau kebiruan ke pewarnaan kepala dan leher. Lainnya, seperti jangan anoles, memiliki flap dagu yang dapat diperpanjang berwarna cerah dan dapat 'dibuang' di layar. Beberapa jantan, seperti basilisk berbulu



jantan, memiliki puncak nuchal yang lebih besar daripada betina. Banyak kadal, seperti iguana hijau memiliki parietal mata. Ini adalah adaptasi khusus di bagian paling atas tengkorak di antara kedua mata. Itu terhubung langsung, melalui jalur saraf, ke kelenjar pineal di otak dan ia bertanggung jawab untuk memberi tahu kadal tentang intensitas cahaya dan panjang siang hari. Hal ini pada gilirannya memengaruhi perilaku makan dan reproduksi. Di tuatara, yaitu ditemukan di Selandia Baru, seekor kadal purba di kelasnya sendiri. Dari keluarga reptilia, mata parietal ini sebenarnya memiliki lensa vestigial di dalamnya (Girling, 2013). 2.6.5 Ras-Ras Secara historis Iguania terdiri dari tiga kelompok: Iguanidae, Agamidae, dan Chamaeleonidae. Keluarga Iguanidae atau Iguanids adalah kelompok kadal yang dominan di dunia dan berbeda dari dua lainnya dengan memiliki gigi pleurodont (gigi yang menempel di medial sisi rahang tanpa soket yang secara teratur dilepaskan dan diganti) dan bidang fraktur di vertebra ekor. Setidaknya ada 12 keluarga dalam kelompok ini, dan contohnya termasuk iguana hijau (Iguana iguana), anole hijau (Anolis carolinensis), basilisk (Basiliscus spp.), kadal bertanduk (Phrynosoma spp.), kadal berduri (Sceloporus spp.), dan Iguana batu India Barat (Cyclura spp.) (Divers dan Scott, 2019). 2.6.6 Perilaku Khusus Adaptasi kulit khusus pada iguana yaitu ada beberapa kelenjar dan struktur kulit khusus di dalamnya kadal. Jantan dari spesies tertentu, seperti iguana hijau, memiliki kelenjar atau pori-pori sekretori. Iguana hijau berada di aspek ventrocaudal area femoralis. Beberapa Iguana memiliki pori-pori precloacal. Banyak iguana memiliki kromatofor dalam jumlah besar di kulit mereka. Ini terhubung ke jaringan saraf, memungkinkan mereka untuk mengubah warna yang mereka hasilkan untuk rangsangan eksternal dan suasana hati. Kemampuan ini terlihat pada bunglon, dan,



pada tingkat yang lebih rendah, pada iguana hijau dan banyak spesies lainnya. (Girling, 2013). 2.6.7 Cara Pengambilan Sampel Bejana adalah alat yang dapat digunakan, dengan hati-hati untuk pengambilan sampel darah pada Iguana, meskipun pembuluh yang digunakan adalah vena coccygeal ventral. Untuk infus digunakan, vena cephalic dapat diakses di cranial dari antebrachium melalui prosedur pemotongan, di spesies yang lebih besar. Umumnya pada Iguana di gunakan vena coccygeal untuk pengambilan darahnya yang dilakukan dengan membendung darah (Girling, 2013). 2.6.8 Penyakit yang Menyerang Iguana Menurut Girling (2013), penyakit yang sering menyerang Iguana adalah sebagai berikut: a. Hyperthyroidism Penyakit ini telah didiagnosis pada Iguana hijau dan jagung ular, meskipun jarang. Hal ini terkait dengan peningkatan pergantian kulit dan peningkatan ekdisis atau rontoknya kutikula. Hal ini mungkin juga terkait dengan hilangnya duri punggung Iguana, takikardia, peningkatan agresi, polifagia dan penurunan berat badan secara keseluruhan. Rentang referensi tiroid normal sulit ditemukan, tetapi 0,21-6,78 nmol/L telah dilaporkan untuk Calotes dan Kadal sceloporus. b. Batu kandung kemih Batu kandung kemih umum terjadi pada reptile tetapi jelas beberapa reptil tidak



memiliki kandung kemih. Chelonia dan kadal seperti iguana hijau yang paling sering terlihat jenis. Batu ini berbasis asam urat dan bisa terbentuk di sekitar nidus bakteri, telur yang memantul pada betina atau parasit. Ini bisa mencapai ukuran yang signifikan, menghasilkan sistitis dan menyebabkan rasa sakit dan ketidaknyamanan yang cukup. c. Kolaps hipokalsemia Penyakit ini biasa terlihat pada kadal yang sedang hamil, seperti hijau iguana, ketika kadar kalsium darah turun terlalu rendah. Betina menjadi lumpuh secara tidak sengaja, dan tidak responsif. Kadang-kadang tremor otot halus akan terlihat. 3. MATERI DAN METODE 3.1 Materi Praktikum ini dilaksanakan melalui aplikasi zoom pada hari Kamis tanggal 26 November 2020. Alat-alat yang kira-kira digunakan dalam proses praktikum adalah stethoscope, penlight dan thermometer untuk mengukur data fisiologis normal hewan. Probandus yang digunakan adalah burung, kura-kura, sugar glider, Hamster, ular, dan iguana yang ditampilkan dalam video. 3.2 Metode Metode yang digunakan adalah pejelasan video dan power point melalui zoom yang ditampilkan adalah pemeriksaan klinis yang dilakukan pada tubuh probandus. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil



Gambar 9. Pemeriksaan pada burung



Gambar 10. Pemeriksaan pada Sugar glider



Gambar 11. Pemeriksaan Hamster



Gambar 12. Pemeriksaan ular



Gambar 13. Pemeriksaan pada kura kura



Gambar 14. Pemeriksaan Iguana



4.2 Pembahasan 4.2.1 Burung 4.2.1.1 Data Fisiologi Normal Suhu normal pada burung berada pada 40,5-41,50C. Frekuensi nafas normal 20-30 kali/menit. Frekuensi denyut jantung normal 420-700 kali/menit. 4.2.1.2 Sexing Metode sexing pada burung dapat dilakukan dengan metode konvensional (perbedaan morfologi) dan metode inkonvesional (pembedahan seperti laparoskopi dan analisis kromosom). 4.2.1.3 Penentuan Umur Pada burung muda, warna di pangkal paruh kuning, bulu berbentuk jarum dan halus, dan ekor meruncing. Sedangkan pada burung dewasa warna bulu lebih mengkilap, warna kuning pada pangkal paruh menghilang, ujung bulu ekor membulat, dan bagian dagu berwarna hitam. 4.2.1.4 Anatomi dan Habitus 4.2.1.4.1 Anatomi Tubuh Keunikan pada burung adalah memiliki sayap dan dapat terbang. Tubuhnya ringan, memiliki bulu, mata yang tajam, memiliki paruh yang bervariasi dan kantung udara. 4.2.1.4.2 Sistem Pernapasan Sistem pernapasan pada burung hamper mirip dengan mamalia. Namun terdapat 8 saccus yaitu 1 cervical, 1 clavicular, 2 cranial thorax, 2 caudal thorax dan 2 abdominal. 4.2.1.4.3 Sistem Pencernaan Sistem pencernaan pada umumnya hamper sama pada mamalia, hanya mulut diganti dengan paruh. 4.2.1.4.4 Sistem Sirkulasi Sistem sirkulasi pada burung sama dengan manusia yaitu memiliki 4 ruang jantung. 4.2.1.4.5 Sistem Indera Sistem indera mata pada burung sangat tajam dan memiliki berbagai macam variasi paruh. 4.2.1.5 Ras-Ras Ras-ras dari burung sangat bervariasi. Beberapa ras dapat dipelihara namun



beberapa ras juga hidup liar. 4.2.1.6 Perilaku Khusus Perilaku khusus pada burung yaitu dapat terbang, bertengger, dan cepat menyesuaikan dengan lingkungan. 4.2.1.7 Cara Pengambilan Sampel Pengambilan sampel darah pada burung dapat dilakukan melalui V. jugularis, V. metatarsal plantar superficialis, V. cutaneous thoraco abdominalis, V. ulnaris, dan intracardiac. 4.2.1.8 Penyakit yang Menyerang Penyakit yang umumnya menyerang burung yaitu berak putih, bubul (kaki bengkak), dan bulu rontok. 4.2.2 Sugar Glider 4.2.2.1 Data Fisiologi Normal Suhu normal pada kloaka adalah 32℃ dan pada rectal adalah 36.3℃. Denyut jantung normalnya berkisar antara 200-300 kali/menit. Frekuensi nafas normalnya antara 16-40 kali/menit. 4.2.2.2 Sexing Metode Sexing dapat dilakukan melalui inspeksi. Pada jantan, scrotum akan terlihat dan kepalanya botak. Pada betina, terdapat kantung untuk menyusui dan menyimpan anaknya. Selain itu terdapat pula 4 puting interna. 4.2.2.3 Penentuan Umur Penentuan umur dari Sugar glider dapat ditentukan dengan melihat ciri-ciri fisiknya yaitu ukuran dan berat badannya. 4.2.2.4 Anatomi dan Habitus 4.2.2.4.1 Anatomi Tubuh Terdapat membran patagium yang berupa selaput tipis yang memanjang dari kaki depan hingga kaki belakang dan akan membentang saat terbang. 4.2.2.4.2 Sistem Pernapasan Sistem pernapasan sama dengan mamalia lainnya yaitu memiliki nostril, trakea, bronkus, dan memiliki paru-paru. 4.2.2.4.3 Sistem Pencernaa Sistem Pencernaan dari Sugar glider adalah sama dengan hewan lainnya, namun bagian kloaka mempunyai proporsi



yang lebih besar dari hewan marsupial lainnya. 4.2.2.4.4 Sistem Sirkulasi Sistem sirkulasi sama dengan mamalia lainnya yakni memiliki 4 bagian paru-paru. 4.2.2.4.5 Sistem Indera Sistem indera berfungsi sama dengan mamalia lainnya dan memiliki membrana patagium. 4.2.2.5 Ras-Ras Rata-rata ras dari Sugar glider hanya dibedakan berdasarkan warnanya namun perilakunya relatif sama. 4.2.2.6 Perilaku Khusus Perilaku Khusus dari Sugar glider adalah nocturnal, scent gland, grooming dengan kakinya, Gliding, dan marsupium. 4.2.2.7 Cara Pengambilan Sampel Pengambilan sampel darah dapat dilakukan langsung dari jantung namun membutuhkan keterampilan. Selain itu dapat juga diambil di V. Femoralis, V. Jugularis, dan V. Coxygeal lateral. 4.2.2.8 Penyakit yang Menyerang Penyakit yang sering didapatkan pada Sugar glider antara lain Osteodistrophy nutritional, Pasteurella multocida, dan Giardia Sp. 4.2.3 Hamster 4.2.3.1 Data Fisiologi Normal Suhu rektal 370C-38,50C. Kematangan seksual: 56-63 hari. Rentang hidup 1-3 tahun. Denyut jantung 286-400 denyut per menit (rata-rata 332 bpm). Laju pernapasan 33-127 napas per menit (rata-rata 74 bpm). 4.2.3.2 Sexing Ada berbagai cara untuk membedakan Hamster jantan dan Hamster betina, termasuk observasi jarak antara anus dan genitalia di perut serta ada atau tidak adanya organ lain. 4.2.3.3 Penentuan Umur Aktivitas reproduksi bisa bermacammacam serta strain Hamster sesuai musimnya. Jantan dan betina mencapai



kematangan seksual pada sekitar usia 12 minggu, saat mereka berat 90-100 g. 4.2.3.4 Anatomi dan Habitus 4.2.3.4.1 Anatomi Tubuh Hamster memiliki berbagai keunikan anatomi struktur dan karakteristik fisiologis. Mereka memiliki empat digit di setiap kaki depan dan lima digit di setiap kaki belakang. 4.2.3.4.2 Sistem Pernapasan Seperti tikus, Hamster memiliki rongga dada kecil dalam hubungannya ke perut, tetapi tingkatnya tidak begitu parah yang terlihat pada tikus 4.2.3.4.3 Sistem Pencernaan Hamster juga mempunyau 16 gigi yang terdiri dari satu set gigi seri atas dan bawah dan tiga set gigi geraham atas dan bawah, gigi ini sudah ada sejak dilahirkan, usus kecil Hamster sangat panjang tiga sampai empat kali panjang tubuhnya. 4.2.3.4.4 Sistem Sirkulasi Bentuk jantungnya mirip dengan hati tikus. Pembuluh darah Hamster memiliki sangat sedikit pembuluh luar yang dapat diakses untuk pengambilan sampel darah. Ini pada dasarnya karena banyak panjang ekor berkurang, yang menyediakan pembuluh darah utama akses di tikus. 4.2.3.4.5 Sistem Indera Hamster juga punya Kelenjar harderian berhubungan dengan mata. Kelenjar ini menghasilkan lipid dan porfirin bahan yang membantu pelumasan mata dan tutup. Hamster juga memiliki kelenjar sebaceous unik yang disebut kelenjar flank. 4.2.3.5 Ras-Ras Ada banyak jenis Hamster yang tersedia, tapi Hamster Syria (golden) adalah yang paling banyak hewan peliharaan populer Orang Cina (bergaris punggung) dan Djungarian (kurcaci) juga umum hewan peliharaan rumah tangga. 4.2.3.6 Perilaku Khusus Hamster merupakan hewan nokturnal yang sangat aktif. Itu telah ditunjukkan bahwa perempuan akan melakukan perjalanan lebih dari 4 mil per hari pada roda aktivitas dalam kandang.



4.2.3.7 Cara Pengambilan Sampel Umum diambil melalui vena jugularis, vena cephalic, vena tarsal lateral, vena cava cranial, dan sinus vena orbital. Umumnya untuk mendapatkan sampel darah meliputi kuku kaki atau klip ekor atau tusukan jantung, yang sebaiknya hanya digunakan untuk prosedur terminal. 4.2.3.8 Penyakit yang Menyerang Penyakit yang umumnya menyerang Hamster adalah penyakit gastrointestinal, penyakit pernapasan (akibat infeksi virus), dan neoplasia yang jarang ditemukan di Hamster. 4.2.4 Ular 4.2.4.1 Data Fisiologi Normal Suhu tubuh pada ular berkisar antara o 28 C-32oC. Frekuensi nadi pada ular adalah 10-80 kali per menit. Frekuensi napas pada ular sekitar 20 kali per menit. 4.2.4.2 Sexing Cara penentuan jenis kelamin pada ular yaitu dengan melakukan domorfisme, melihat panjang ekor, melihat ukuran, dan penggunaan probe. 4.2.4.3 Penentuan Umur Penentuan umur pada ular dapat dilakukan dengan recording yaitu dengan mendata kelahiran ular. 4.2.4.4 Anatomi dan Habitus 4.2.4.4.1 Anatomi Tubuh Ular memiliki sekitar 400 vertebrae. Bagian bawah tulang rusuk pada ular tidak menyambung sehingga dapat meregang ketika ular menelan mangsa yang besar. rahang ulang juga kendur sehingga mulut ular dapat terbuka lebar ketika menelan mangsanya. 4.2.4.4.2 Sistem Pernapasan Bagian cranial pada paru-paru disebut paru-paru vaskular dan bagian caudal pada paru-paru disebut saccular. Ular tidak memiliki diafragma dan inspirasi terjadi melalui ekspansi otot tulang rusuk. 4.2.4.4.3 Sistem Pencernaan Ular tidak mengunyak makanan,



melainkan ular langsung menelan mangsanya. Usus kecil bermuara di usus besar, kemudian menuju kloaka. Kloaka memiliki tiga wilayah yaitu coprodeum, urodeum, dan proctodeum. 4.2.4.4.4 Sistem Sirkulasi Ular memiliki 3 ruang jantung, yaitu 2 atrium dan 1 ventrikel seperti pada jenis reptil lainnya. 4.2.4.4.5 Sistem Indera Ular memiliki jangkauan penglihatan yang sangat luas dari 125-135 derajat. Area yang bisa dilihat oleh kedua mata antara 30-45 derajat. Pendengaran pada ular sangatlah baik walaupun tidak memiliki telinga luar dan tengah. Ular juga memiliki indera penciuman yang sangat tajam. 4.2.4.5 Ras-Ras Ada beberapa ras pada ular yaitu, Dendrelaphis pictus (ular tampar), Ptyas korros (ular kayu), Ahetulla prasina (ular pucuk), Elaphe flavolineata (ular kopi), Xenochrophis piscator (ular macan air), Rhabdophis subminiatus (ular pudak bromo), Homalopsis buccata (ular buhu) dan Python reticulatus (sawa kembang/ sanca batik). 4.2.4.6 Perilaku Khusus Ular dapat melakukan pertahanan diri sendiri dengan agresif dan dapat berpurapura mati. 4.2.4.7 Cara Pengambilan Sampel Untuk mengambil sampel pada ular dapat melalui vena coccygeal, vena palatinus, dan langsung pada jantung. 4.2.4.8 Penyakit yang Menyerang Penyakit yang menyerang ular antara lain, prolaps hemipenile, infectious stomatitis, dan nefritis bakteri. 4.2.5 Kura-Kura 4.2.5.1 Data Fisiologi Normal Suhu normal kura-kura adalah 2535℃. Frekuensi nafas normal kura-kura adalah 21 kali/menit. Frekuensi denyut jantung normal kura-kura adalah 35-72 kali/menit. 4.2.5.2 Sexing Metode Sexing pada kura-kura dapat dilihat dari ciri fisiknya. Jika ekornya panjang



dan runcing serta kukunya panjang dan besar maka kura-kura tersebut jantan, begitupun sebaliknya pada betina. 4.2.5.3 Penentuan Umur Penentuan umur pada kura-kura dapat dilihat dari ukuran panjang tubuhnya. Semakin panjang ukuran tubuh dari kurakura maka semakin tua umurnya. Selain itu, dilihat lagi dari cangkangnya, semakin keras cangkang kura-kura semakin tua umurnya. 4.2.5.4 Anatomi dan Habitus 4.2.5.4.1 Anatomi Tubuh Cangkang kura-kura terdiri atas dua bagian yaitu carapace yang terletak di bagian atas dan plastron yang terletak di bagian bawah. Carapace terbagi atas beberapa bagian yaitu nuchal, vertebral, pleural, dan marginal. Sedangkan plastron terbagi atas gular, humeral, pectoral, abdominal, femoral dan anal. 4.2.5.4.2 Sistem Pernapasan Kura-kura memiliki sepasang hidung, epiglottis yang terletak di atas lidah. Trachea yang pendek dan tidak memiliki diafragma. Pernafasan dapat dilakukan melalui kulit, kloaka dan hidung. 4.2.5.4.3 Sistem Pencernaan Sistem pencernaan pada kura-kura sama dengan hewan lainnya. 4.2.5.4.4 Sistem Sirkulasi Sistem sirkulasi kura-kura terdiri atas organ utama yaitu jantung yang hanya memiliki 3 ruang jantung saja. 4.2.5.4.5 Sistem Indera Sistem indera pada kura-kura sama dengan reptil lainnya, hanya saja pada kurakura hidungnya juga berfungsi sebagai organ penciuman. 4.2.5.5 Ras-Ras Kura-kura terbagi menjadi beberapa jenis yaitu semi akuatik dimana hidupnya 50:50 di lingkungan darat dan air, ciricirinya memiliki jari dan kuku serta berselaput. Kura- kura darat memiriki jarijari tanpa kuku dan tidak ada selaput. Penyu atau kura-kura akuatik hanya memiliki selaput saja. 4.2.5.6 Perilaku Khusus



Saat kura-kura merasa stresss, kurakura tidak akan keluar atau sembunyi di dalam cangkangnya. 4.2.5.7 Cara Pengambilan Sampel Pengambilan sampel darah pada kura- kura dapat diperoleh melalui vena coccygeal, vena jugularis, dan vena cardiaca. Namun, untuk pengambilan sampel melalui intracardiaca diperlukan pengalaman yang banyak. 4.2.5.8 Penyakit yang Menyerang Penyakit yang banyak menyerang kura-kura antara lain adalah Shell rot yang disebabkan oleh jamur pada cangkang, Pyramiding yang disebabkan oleh kelebihan protein pada cangkang, dan flu. 4.2.6 Iguana 4.2.6.1 Data Fisiologi Normal Suhu tubuh: 29.6oC. Frekuensi jantung: 88 kali per menit. Frekuensi nafas: 36 kali per menit 4.2.6.2 Sexing Dalam penentuan jenis kelamin pada iguana tidak perlu memperhatikan bagian urogentalianya. Cukup dengan mengamati fisik tubuh Iguana. Pada iguana jantan memiliki benjolam lemak di belakang kepala, sedangkan pada betina tidak. Ukuran tubuh Iguana jantan lebih besar dibandingkan Iguana betina. 4.2.6.3 Penentuan Umur Penentuan umur pada iguana dapat diperkirakan dari ukuran tubuh dan ekornya. 4.2.6.4 Anatomi dan Habitus 4.2.6.4.1 Anatomi Tubuh Iguana adalah reptil berkaki empat dengan pentadaktil tunggal. Ekor pada Iguana sangat terlihat jelas. 4.2.6.4.2 Sistem Pernapasan Sistem pernapasan pada iguana terdiri dari lubang hidung eksternal, lubang hidung bagian dalam, glotis, trakea, dan paru- paru. Trakea pada kebanyakan iguana bercabang dua ke dalam paru-paru. 4.2.6.4.3 Sistem Pencernaan Pencernaan pada iguana sama seperti reptil lainnya. Pada Iguana hijau, ginjal berpasangan dan berlobus berwarna



coklat tua, memanjang, meruncing secara dan caudal dan terletak di punggung pada saluran panggul. 4.2.6.4.4 Sistem Sirkulasi Jantung iguana sangat mirip dengan model jantung ular, dengan atrium berpasangan dan satu ventrikel bersama yang berfungsi sebagai dua. 4.2.6.4.5 Sistem Indera Tidak seperti ular, kadal memiliki timpani yang terletak di trocaudal ke mata, dan telinga tengah. Banyak jantan akan memiliki sejumlah besar permukaan tubuh mereka untuk tujuan tampilan. 4.2.6.5 Ras-Ras Secara historis Iguania terdiri dari tiga kelompok: Iguanidae, Agamidae, dan Chamaeleonidae. Keluarga Iguanidae atau Iguanids adalah kelompok kadal yang dominan di dunia dan berbeda dari dua lainnya dengan memiliki gigi pleurodont. 4.2.6.6 Perilaku Khusus Adaptasi kulit khusus pada kadal Ada beberapa kelenjar dan struktur kulit khusus di dalamnya kadal. Jantan dari spesies tertentu, seperti hijau iguana, memiliki kelenjar atau pori-pori sekretori. Kemampuan ini terlihat pada bunglon, dan, pada tingkat yang lebih rendah, pada iguana hijau dan banyak spesies lainnya. 4.2.6.7 Cara Pengambilan Sampel Pengambilan darah pada Iguana dapat diambil pada pembuluh darah vena coccygeal ventral. 4.2.6.8 Penyakit yang Menyerang Penyakit yang sering menyerang Iguana adalah hyperthyroidism, batu kandung kemih, dan kolaps hipokalsemia 5. KESIMPULAN Hasil dari praktikum menunjukkan seluruh dari hewan dalam kondisi yang normal sehingga pengamatan pada kondisi normal hewan dapat teramati dengan baik. Adapun dijelaskan beberapa jenis-jenis penyakit yang dapat menyerang beberapa hewan sebagai ambahan pengetahuan untuk mencegah dan penanggulangan pada penyakit yang umumnya terjadi pada hewan



eksotik tertentu. DAFTAR PUSTAKA Akrom, A.M., Indarjulianto S., Yanuartono, Trini S., Alfarisa N. dan Slamet R. 2020. Penentuan Jenis Kelamin Burung Kenari (Serinus canaria) Berdasarkan Gen Chromodomain Helicase DNA-Binding 1 (CHD1). Jurnal Bioteknologi & Biosains Indonesia. 7 (1): 1-8. Anggara, F. D., Darwin Y. R. dan Dhika Y. Y. 2016. Perancangan Bbuku Pengenalan Reptil Iguana Hijau Berbasis Fotografi Sebagai Sarana Informasi Bagi Masyarakat Surabaya. Art Nouveau. 5(2): 1-9. Armstrong, D. P. dan Brooks R. J. 2014. Estimating Ages of Turtles from Growth Data. Chelonian Conservation and Biology. 13(1): 9–15. Aspinall, V. dan Melanie C. 2015. Introduction to Veterinary Anatomy and Physiology Textbook. Elsevier: USA. Aspinall, Victoria dan Melanie Capello. 2015. Introduction to Veterinary Anatomu and Physiology Textbook. Elsevier: USA. Ballard, Bonnie dan Ryan Cheek. 2010. Exotic Animal Medicine for The Veterinary Technician 2nd ed. Wiley Blackwell: USA. Banks, Ron E., Julie M. Sharp, Sonia D. Doss, dan Deborah A. Vanderford. 2010. Exotic Small Mammal Care and Husbandry. Wiley Blackwell: USA. Blobaum, Cindy. 2012. Awesome Snake Science. Chicago Review Press: USA. Bolon, I., Andrew M.D., Sara B.M., Nicolas R., Gabriel A., Francois C. dan Rafael R.D.C. 2020. Identifying the snake: First scoping review on practices of communities and healthcare providers confronted with snakebite across the world. Plos One. 15(3): 1-24. Brust, David M. 2010. Sugar Gliders Care, The Collapsing Ferret. Exotic DVM. 11(3): 1-51. Campbell, Catriona D., Jill Pecon-Slattery, Rebecca Pollak, Leo Joseph, dan Clare E.



Holleley. 2018. The origin of exotic pet sugar gliders (Petaurus breviceps) kept in the United States of America. PeerJ. 7(2): 2-15. Casale, Paolo, Daniela Freggi, Fulvio Maffucci. 2014. Adult Sex Ratios of Longgerhead Sea Turtles (Caretta caretta) in Two Mediterranean Foraging Grounds. Scientia Marina. 78 (2): 1-7. Catro, Sonny Sontro. 2013. Sugar Glider. PT Agromedia: Jakarta. Dewi, L.K., Yeni A.M., Ani M., Fransiska N.T. 2013. Penggunaan jala kabut untuk Studi Populasi Burung Gereja Erasia (Passer montanus) di Kampus IPB Dramaga: Variasi Jumlah Tangkapan dan Bobot Tubuh Pada Musim Berbeda. Media Konservasi. 18 (3): 152-160. Divers, S.J. dan Scott J.S. 2019. Mader’s Reptile and Amphibian Medicine and Surgery. Elsevier: UK. Fitriani, Y. 2014. Identifikasi Gen CHDZ dan CHDW Berbasis Bulu pada Burung Parkit (Melopsittacus undulatus) untuk Menentukan Jenis Kelamin dengan Metode PCR (Polymerase Chain Reaction). [Skripsi]. Universitas Airlangga: Surabaya. Girling, Simon J. 2013. Veterinary Nursing of Exotic Pets Second Edition. Wiley Blackwell: UK. Gunanti, M. S. P., Rahul A. S., Martapuri R. W., Ainul K. S. dan Laras W. 2019. Batu Kandung Kemih pada Iguana Hijau (Iguana Iguana). Arshi Vet Lett. 3(3): 4546. Hamid, A. 2015. Pola Tingkah Laku Makan Burung Merpati (Columba Livia) Jantan yang Dipelihara Secara Intensif. Jurnal Mahasiswa Jurusan Peternakan Universitas Negeri Gorontalo: GorontaloHeatley, J. Jill dan Karen E. Russell. 2020. Exotic Animal Laboratory Diagnosis. Wiley Blackwell: USA. Konig, H.E., R. Korbel dan H.G. Liebich. 2016. Avian Anatomy Textbook and Colour Atlas 2nd Edition. 5m: Germay. McDiarmid, Roy W., Mercedes S. Foster, Craig Guyer, J. Whitfield Gibbons, dan



Neill Chernoff. 2011. Reptile Biodiversity. University of California: London England. Meredith, Anna dan Cathy Johnson Delaney. 2010. BSAVA Manual of Exotic Pets, 5th Edition. BSAVA: Gloucester. Mihardi, A.P., Eka D.W. dan George M.D.H. 2018. Infeksi Protozoa Berflagel pada Kura-Kura Indian Star. ARSHI Veterinary Letters. 2 (1): 5-6. Nurjunitar, A. V. 2016. Analisis Perubahan Struktur Anatomu dan Histologi Ginjal Iguana Hijau (Iguana Iguana) Setelah Pemberian Pakan Bayam Merah (Amaranthus Tricolar L). [Skripsi]. Makassar: Universitas Hasanuddin Palika, L. 2011. Turtles and Tortoises for Dummies. Wiley Publishing: USA. Pandiangan, A.S. 2016. Performa Respirasi Burung Puyuh (Coturnix coturnix Japonica) Periode Layer pada Pengaruh Cekaman Panas yang Berbeda. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor: Bogor. Pudyatmoko, S., Wahyu A., Nina M., Syukur U., Baharuddin M., M. Ruslan, Satria A., Purwadi, Cahyono A.D., Djamal S. dan Yusran. 2015. Berkala Ilmiah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kehutanan. Jurnal Hutan Tropis. 3(2): 99-198. Raske, M., Lewbart G. A., Dombrowski D. S., Hale P., Correa, M. dan Christian L.S. 2012. Body Temperatures of Selected Amphibian and Reptil Species. Journal of Zoo and Wildlife Medicine. 43(3): 517521. Sachse, K., Karine L. dan Daisy V. 2015. Avian Chlamydiosis. Curr Clin Micro Rpt. 10 (2): 10-21. Spotila, J.R. dan Pilar S.T. 2015. The Leatherback Turtle. John Hopkins University Press: USA. Tamara, L. 2020. Kajian Teknik Pemeliharaan dan Pertumbuhan KuraKura di PT Mega CItrindo Parung Bogor. Institut Pertanian Bogor: Bogor. Tamzil, M.H. 2014. Stres Panas pada Unggas: Metabolisme, Akibat dan Upaya Penanggulangannya. WARTAZOA. 24 (2): 57-66.



Yudha, D. S., Rury E., Herdhanu J. dan Ikhsan F. W. 2016. Keanekaragaman Jenis Kadal dan Ular (Squamata: Reptilia) di Sepanjang Sungai Code, Daerah Istimewa Yogyakarta. Biota. 1(1): 31-38.



DAFTAR PEMBAGIAN KELOMPOK 1. ABSTRAK DAN PENDAHULUAN 2. TNJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung 2.1.1. Data fisiologis normal 2.1.2. Sexing 2.1.3. Penentuan umur 2.1.4. Anatomi dan habitus 2.1.4.1. Anatomi tubuh 2.1.4.2. Sistem pernapasan 2.1.4.3. Sistem pencernaan 2.1.4.4. Sistem sirkulasi 2.1.4.5. Sistem indera 2.1.5. Ras-ras 2.1.6. Perilaku khusus 2.1.7. Cara pengambilan sampel 2.1.8. Penyakit yang menyerang Burung (min 3)



: Femmy Gelia



2.2. Sugar glider 2.2.1. Data fisiologis normal 2.2.2. Sexing 2.2.3. Penentuan umur 2.2.4. Anatomi dan habitus 2.2.4.1. Anatomi tubuh 2.2.4.2. Sistem pernapasan 2.2.4.3. Sistem pencernaan 2.2.4.4. Sistem sirkulasi 2.2.4.5. Sistem indera 2.2.5. Ras-ras 2.2.6. Perilaku khusus 2.2.7. Cara pengambilan sampel 2.2.8. Penyakit yang menyerang Sugar Glider (min 3)



: Andi Murni Nurul Maulidyah



2.3. Hamster 2.3.1. Data fisiologis normal 2.3.2. Sexing 2.3.3. Penentuan umur 2.3.4. Anatomi dan habitus 2.3.4.1. Anatomi tubuh 2.3.4.2. Sistem pernapasan 2.3.4.3. Sistem pencernaan 2.3.4.4. Sistem sirkulasi 2.3.4.5. Sistem indera 2.3.5. Ras-ras 2.3.6. Perilaku khusus 2.3.7. Cara pengambilan sampel 2.3.8. Penyakit yang menyerang Hamster (min 3)



: Mutmainnah Subakir



: Femmy Gelia



2.4. Ular 2.4.1. Data fisiologis normal 2.4.2. Sexing 2.4.3. Penentuan umur 2.4.4. Anatomi dan habitus 2.4.4.1. Anatomi tubuh 2.4.4.2. Sistem pernapasan 2.4.4.3. Sistem pencernaan 2.4.4.4. Sistem sirkulasi 2.4.4.5. Sistem indera 2.4.5. Ras-ras 2.4.6. Perilaku khusus 2.4.7. Cara pengambilan sampel 2.4.8. Penyakit yang menyerang Ular (min 3) 2.5. Kura-kura 2.5.1. Data fisiologis normal 2.5.2. Sexing 2.5.3. Penentuan umur 2.5.4. Anatomi dan habitus 2.5.4.1. Anatomi tubuh 2.5.4.2. Sistem pernapasan 2.5.4.3. Sistem pencernaan 2.5.4.4. Sistem sirkulasi 2.5.4.5. Sistem indera 2.5.5. Ras-ras 2.5.6. Perilaku khusus 2.5.7. Cara pengambilan sampel 2.5.8. Penyakit yang menyerang Kura-kura (min 3) 2.6. Iguana 2.6.1. Data fisiologis normal 2.6.2. Sexing 2.6.3. Penentuan umur 2.6.4. Anatomi dan habitus 2.6.4.1. Anatomi tubuh 2.6.4.2. Sistem pernapasan 2.6.4.3. Sistem pencernaan 2.6.4.4. Sistem sirkulasi 2.6.4.5. Sistem indera 2.6.5. Ras-ras 2.6.6. Perilaku khusus 2.6.7. Cara pengambilan sampel 2.6.8. Penyakit yang menyerang Iguana (min 3) 3. MATERI DAN METODE 3.1 Materi 3.2 Metode



: Nabila Azzah J



: Andi Murni Nurul Maulidyah



: Femmy Gelia



: Nabila Azzah J



: Mutmainnah Subakir



: Andi Murni Nurul Maulidyah



4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.2 Pembahasan



: Sesuai Pembagian Tipus



5. KESIMPULAN MENYATUKAN EDITOR



: Femmy Gelia : Femmy Gelia : Femmy Gelia



Scanned by