Pemeriksaan Motorik & Sensorik Refleks [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEMERIKSAAN MOTORIK Pemeriksaan sistem motorik sebaiknya dilakukan dengan urutan urutan tertentu untuk menjamin kelengkapan dan ketelitian pemeriksaan. Ketika memeriksa sistem motorik pasien fokuskan perhatian pada posisi tubuhnya, gerakan involunter, karakteristik otot (massa, tonus serta kekuatan otot). Bisa menggunakan urutan pemeriksaan setiap komponen pada pemeriksaan lengan, tungkai dan bagian tubuh secra bergantian. Pengamatan: 



Gaya berjalan dan tingkah laku







Simetri tubuh dan ektremitas







Kelumpuhan badan dan anggota gerak, dll.



POSISI TUBUH Perhatikan posisi tubuh pasien selama bergerak dan istirahat. Jika Pasien Berdiri Perhatikan sikap dan posisi tubuhnya, baik secara keseluruhan maupun sebagian. Pasien dengan gangguan serebelum berdiri dengan muka membelok kearah kontralateral terhadap lesi, bahunya pada sisi lesi agak lebih rendah, dan badannya miring ke sisi lesi. Penderita penyakit Parkinson berdiri dengan kepala dan leher dibungkukkan ke depan, lengan dan tungkai berada dalam fleksi. Jika Pasien Jalan Pada Parkinson, tampak seolah-olah hendak jatuh ke depan; gerakan asosiatifnya terganggu, lengan kurang dilenggangkan, dan terlihat tremor kasar, terutama ditangan. Pada penderita hemiparase oleh gangguan system pyramidal, lengan berada dalam fleksi, sedangkan tungkai dalam ekstensi dan bila berjalan membuat gerak sirkumdiksi. Pada pasien dengan paraparase jenis sentral, cara berjalannya seperti gunting, yaitu tungkai solah-olah menyilang. Gait 



Hemiplegik gait (gaya jalan dengan kaki yang lumpuh digerakkan secara sirkumduksi) 1







Spastik/ Scissors gait (gaya jalan dengan sirkumduksi kedua tungkai)







Tabetic gait (gaya jalan pada pasien tabes dorsalis); penderita selalu melihat ke bawah memperhatikan kaki dan jalannya, sebab jika tidak maka penderita akan terjatuh.







Steppage gait (gaya jalan seperti ayam jago, pada paraparese flaccid/paralisis n. peroneus)







Waddling gait (gaya berjalan dengan pantat dan pinggang bergoyang berlebihan khas untuk kelemahan otot tungkai proximal misal otot gluteus)







Parkinsonian gait (gaya berjalan dengan sikap tubuh agak membungkuk, kedua tungkai berfleksi sedikit pada sendi lutut & panggul. Langkah dilakukan setengah diseret dengan jangkauan yang pendek-pendek)



Gerakan involunter Amati gerakan involunter atau gerakan diluar kemauan seperti tremor, fasikulasi, tik, korea, atetosis. Perhatikan letak, kualitas, frekuensi, irama, amplitudo, dan kondisi secara keseluruhan Massa otot Bandingkan ukuran dan kontur otot-ototnya. Apakah otot pasien terlihat rata atau cekung yang menunjukkan atrofi. Jika iya, apakah penyusutan tersebut unilateral atau bilateral. Ketika mencari tanda adanya trofi beri perhatian khusus pada tangan, bahu, dan paha. Namun atrofi otot-otot tangan dapat terjadi pada pertambahan usia yang normal.



2



Tonus otot 



Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak diperiksa kemudian ekstremitas tersebut kita gerak-gerakkan fleksi dan ekstensi pada sendi siku dan lutut. Pada orang normal terdapat tahanan yang wajar







Flaksid : tidak ada tahanan sama sekali (dijumpai pada kelumpuhan LMN)







Hipotoni : tahanan berkurang







Spastik : tahanan meningkat dan terdapat pada awal gerakan, ini dijumpai pada kelumpuhan UMN







Rigid : tahanan kuat terus menerus selama gerakan misalnya pada Parkinson.



Kekuatan otot 



Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada dua cara: o Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan pemeriksa menahan gerakan ini o Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh menahan







Uji biseps dengan meminta pasien melakukan gerakan pada gambar dan katakan "tarik saya".







Dalam posisi yang sama, nilai kekuatan triseps dengan berkata "dorong saya". Minta pasien mendorong tangan Anda ke atas (ekstensi pergelangan tangan)







Kekuatan sendi-sendi kecil tangan diuji dengan meminta pasien "lebarkan jari-jari Anda" , lalu minta mereka mempertahankan jari-jarinya, sambil Anda coba memisahkannya.







Test fleksi pada sendi pangkal paha dilakukan dengan menempatkan tangan pemeriksa pada paha pasien dan memintanya untuk mengangkat tungkai dan melawan tangan pemeriksa.



3







Cara menilai kekuatan otot: o 0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total o 1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendiaan yang harus digerakkan oleh otot tersebut o 2 : Didapatkan gerakan,tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat (gravitasi) o 3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat o 4 : Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit tahanan yang diberikan o 5 : Tidak ada kelumpuhan (normal)



PEMERIKSAAN SENSORIK Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit di antara pemeriksaan neurologik yang lain karena sangat subjektif. Sehubungan dengan pemeriksan fungsi sensorik maka beberapa hal berikut ini harus dipahami dulu: 



Kesadaran penderita harus penuh dan tajam. Penderita tidak boleh dalam keadaan lelah, kelelahan akan mengakibatkan gangguan perhatian serta memperlambat waktu reaksi







Prosedur pemeriksan harus benar-benar dimengerti oleh penderita, karena pemeriksaan fungsi sensorik benar-benar memerlukan kerja sama yang sebaik-baiknya antara pemeriksa dan penderita. Dengan demikian cara dan tujuan pemeriksaan harus dijelaskan kepada penderita dengan istilah yang mudah dimengerti olehnya



4







Kadang-kadang terlihat adanya manifestasi obyektif ketika dilakukan pemeriksaan anggota gerak atau bagian tubuh yang dirangsang, misalnya penderita menyeringai, mata berkedipkedip serta perubahan sikap tubuh







Yang dinilai bukan hanya ada atau tidak adanya sensasi tetapi juga meliputi perbedaanperbedaan sensasi yang ringan, dengan demikian harus dicatat gradasi atau tingkat perbedaannya







Ketajaman persepsi dan interpretasi rangsangan berbeda pada setiap individu, pada tiap bagian tubuh, pada individu yang sama tetapi dalam situasi yang berlainan. Dengan demikian dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ulangan pada hari berikutnya.







Azas simetris: pemeriksaan bagian kiri harus selalu dibandingkan dengan bagian kanan. Hal ini untuk menjamin kecermatan pemeriksaan.







Pemeriksaan ini harus dikerjakan dengan sabar (jangan tergesa-gesa), menggunakan alat yang sesuai dengan kebutuhan/ tujuan, tanpa menyakiti penderita, dan penderita tidak boleh dalam keadaan tegang.



Prinsip umum 



Mencari defisit sensibilitas (daerah-daerah dengan sensibilitas yang abnormal, bisa hipestesi, hiperestesi, hipalgesia atau hiperalgesia)







Mencari gejala-gejala lain di tempat gangguan sensibilitas tersebut, misalnya atrofi, kelemahan otot, refleks menurun/negative, menurut distribusi dermatom.







Keluhan-keluhan sensorik memiliki kualitas yang sama, baik mengenai thalamus, spinal, radix spinalis atau saraf perifer. Jadi untuk membedakannya harus dengan distribusi gejala/keluhan dan penemuan lain



5







Lesi saraf perifer sering



disertai berkurang atau hilangnya keringat, kulit kering,



perubahan pada kuku dan hilangnya sebagian jaringan di bawah kulit Penilaian fungsi sensorik dimulai dari anamnesis karena gejala disfungsi sensorik kadang-kadang mendahului kelainan objektif pada pemeriksaan klinis.Selain itu, gejala pasien dapat mengarahkan Anda ke bagian tubuh tertentu, atau jenis fungsi sensorik yang memerlukan perhatian lebih. Daerah dan modalitas yang akan diuji bergantung pada jenis gangguan sensorik yang disimpulkan dari gejala dan riwayat pasien. Namun, harus dipikirkan apakah pola penyakit sesuai dengan suatu distribusi dermatomal atau neuropati perifer, Modalitas sensasi adalah sentuhan ringan, nyeri, suhu, jetaran, dan propriosepsi.Pertama, periksa apakah pasien dapat merasakanrangsangan dan memahami prosedur pemeriksaan dengan memeriksa bagian yang Anda ketahui sensasinya normal. Kemudian, ikuti pola dermatomal , Bila distrtbusi gangguan sensorik menyerupai sarung tangan atau kaus kaki, mulailah pemeriksaan dari ujung jari tangan atau kaki, dan terus naik sampaididapatkan batas sensorik. 



Sentuhan ringan; diperiksa dengan ujung kapas yang ditempelkan ke satu titik dengan mata pasien tertutup. Jangan menggoreskan kapas ke kulit karena sensasi ini dapat dihantarkan oleh serabut nyeri.







Nyeri: sebaiknya diuji dengan lidi yang patah atau neuro-tip yang dirancang khusus (berujung tajam). Pemakaian jarum suntik sebaiknya dihindari karena mudah menembus kutit dan dapat menimbulkan infeksi.







Sensasi getaran: biasanya berkurang atau hilang pada usia lanjut; namun, uji Ini bemianfaat pada pasien yang dicurigai mengidap neuropati sensorik perifer. Uji sensasi getaran terbaik adalah menggunakan garpu tala C128 Hz di ekstrcmitas atas, ekstremitas bawah, dan badan.







Propriosepsi: sensasi posisi sendi harus diperiksa dengan mata pasien tertutup, Sistem pemeriksaan sensasi posisi sendi di jari tangan dan kaki diperlihatkan di gambar . Jari harus dipisahkan dari jari di sekitarnya dan sendi yang diperiksa digerakkan ke atas dan ke bawah, Tanyakan arah gerakan jari kepada pasien.



6







Suhu: jarang diperiksa rutin. Bila diindikasikan, cara termudah adalah mengisi botol sampel darah atau tabung logam dengan air es atau air hangat. Ikuti skema pemeriksaan persarafan dermatomal dan neuropati perifer. Berat, bentuk, ukuran, dan tekstur: koin sangat penting untuk uji ini. Sebuah koin diletakkan di telapak tangan pasien dengan mata tertutup, dan pasien diminta untuk menjelaskannya. Berat berbagai koin dapat diban-dingkan dengan meletakkan koin yang berbeda bersamaan di kedua tangan.



TEST UNTUK DIKSRIMINATIF  Alat pemeriksa : kunci, mata uang logam, kancing , jarum bundel.  Cara pemeriksaan : Rasa Stereognosis Dengan mata tertutup pasien diminta untuk mengenal benda –benda yang disodorkan kepadanya. Rasa Grafestesia Untuk mengenal angka, aksara, bentuk yang digoreskan diatas kulit pasien, misalnya ditelapak tangan pasien. Diskriminasi dua titik dengan menggunakan dua buah jarum sentuh permukaan ventral jari tangan pasien pada sekaligus dua tempat.



REFLEKS 7



Uji refleks bertujuan untuk menilai lengkung refleks dan pengaruh supraspinal yang bekerja pada lengkung refleks tersebut. Bila tendon otot yang teregang dipukul dengan lembut menggunakan palu refleks, otot akan berkontraksi singkat. Fenomena tersebut menunjukkan ada kesatuan antara jalur aferen, jalur eferen, dan eksitabilitas sel di kornu anterior segmen medula spinalis yang mempersarafi otot yang teregang. Dokter



harus



terampil dalam menguji reflex, dokter harus selalu berdiri di sisi tempat tidur yang sama, memicu refleks tendon dengan cara yang sama, dan memastikan pasien relaksasi. Ayunkan palu refleks dengan lembut dan biarkan pukulan palu terjadi karena berat palu. Dalam keadaan normal, respons refleks sangat bervariasi di antara individu, sebagian memperlihatkan respons yang kuat dan cepat, sedangkan yang lain memperlihatkan respons yang kurang kuat. Bila tidak timbul refleks, selalu lakukan "penguatan" dengan meminta pasien mengatupkan gigi atau mengepalkan tangan, sementara Anda kernbali berupaya memicu refleks. Cara tersebut bertujuan mengalihkan perhatian pasien sehingga pengaruh korteks pada respons refleks berkurang. Refleks yang sering diperiksa adaiah refleks biseps, triseps, supinator, patela, dan Achilles. PERINGKAT REFLEKS  4+



:



Hiperaktif (dengan klonus)



 3+



:



Lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal



 2+



:



Rata-rata normal



 1+



:



Berkurang, normal rendah



 0



:



Tidak ada respon



Refleks fisiologis 1.



Biseps Stimulus



: ketokan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m. biseps brachii, posisi lengan setengah ditekuk pada sendi siku



8



Respons



: fleksi lengan pada sendi siku.



Afferent



: n. musculucutaneus (C5-6)



Efferenst



: n. musculucutaneus (C5-6)



2.



Triseps Stimulus



: ketukan pada tendon otot triseps brachii, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi.



Respons



: extensi lengan bawah disendi siku



Afferent



: n. radialis (C 6-7-8)



Efferenst



: n. radialis (C 6-7-8)



3.



(Refleks patella) Stimulus



: ketukan pada tendon patella



Respons



: ekstensi tungkai bawah karena kontraksi m.



quadriceps emoris. Efferent



: n. femoralis (L 2-3-4)



Afferent



: n. femoralis (L 2-3-4)



4.



(Refleks Achilles) Stimulus



: ketukan pada tendon Achilles



Respons



: plantar fleksi kaki karena kontraksi m. gastrocnemius



Efferent



: n. tibialis ( L. 5-S, 1-2 )



Afferent



: n. tibialis ( L. 5-S, 1-2 )



5.



Periosto-radialis Stimulus



: ketukan pada periosteum ujung distal os radii, posisi lengan setengah fleksi dan sedikit pronasi



Respons



: fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi karena kontraksi m. Brachioradialis



Afferent



: n. radialis (C 5-6)



Efferenst : n. radialis (C 5-6)



9



Refleks Patologis Banyak macam rangsang yang dapat digunakan untuk membangkitkannya, misalnya menggores telapak kaki bagian lateral, menusuk atau menggores dorsum kaki atau sisi lateralnya, memberi rangsang panas atau rangsang listrik pada kaki, menekan pada daerah interossei kaki, mencubit tendon Achilles, menekan tibia, fibula, otot betis, menggerakkan patela ke arah distal, malah pada keadaan yang hebat, refleks dapat dibangkitkan dengan jalan menggoyangkan kaki, menggerakkan kepala dan juga bila menguap. Refleks Babinski. Untuk membangkitkan refleks Babinski, penderita disuruh berbaring dan istirahat dengan tungkai diluruskan.Kita pegang pergelangan kaki supaya kaki tetap pada tempatnya.Untuk merangsang dapat digunakan kayu geretan atau benda yang agak runcing. Goresan harus dilakukan perlahan, jangan sampai mengakibatkan rasa nyeri, sebab hal ini akan menimbulkan refleks menarik kaki (flight reflex). Goresan dilakukan pada telapak kaki bagian lateral, mulai dari tumit menuju pangkal jari. Jika reaksi positif, kita dapatkan gerakan dorso fleksi ibu jari, yang dapat disertai gerak mekarnya jari-jari lainnya . Tadi telah dikemukakan bahwa cara membangkitkan refleks patologis ini bermacammacam, di antaranya dapat disebut: 



Cara Chaddock



: rangsang diberikan dengan jalan menggoreskan bagian lateral maleolus







Cara Gordon



: memencet (mencubit) otot betis







Cara Oppenheim



: mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior, Arah mengurut ke bawah (distal).







Cara Gonda



: memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian melepaskannya sekonyong-konyong







Schaefer



: memencet (mencubit) tendon Achilles



10



Klonus Kita telah mempelajari bahwa salah satu gejala kerusakan pyramidal ialah adanya hiperfleksi. Bila hiperfleksi ini hebat dapat terjadi klonus. Klonus ialah kontraksi ritmik dari otot, yang timbul bils otot diregangkan secara pasif. Klonus merupakan reflex regang otot yang meninggi dan dapat dijumpai pada lesi supranuklir (UMN , pyramidal ). Ada orang normal yang mempunyai hiperfleksi fisiologis ; pada mereka ini dapat terjadi klonus, tetapi klonusnya berlangsung singkat dan disebut klonus abortif. Bila klonus berlangsung lama ,hal ini dianggap patologis. Klonus dapat dianggap sebagai rentetan reflex regang otot, yang dapat disebabkan oleh lesi pyramidal. Pada



lesi piramidal



(UMN



(uppermotorneuron) supranuklir)



kita



sering



mendapatkan klonus di pergelangan kaki, lutut dan pergelangan tangan.



Klonus kaki. Klonus ini dibangkitkan dengan jalan meregangkan otot gastroknemius. Pemeriksa menempatkan tangannya di telapak kaki penderita, kemudian telapak kaki ini didorong dengan cepat (dikejutkan) sehingga terjadi dorso fleksi sambil seterusnya diberikan tahanan enteng.Hal mengakibatkan teregangnya otot betis.Bila ada klonus, maka terlihat gerakan ritmik (bolak-balik) dari kaki, yaitu berupa plantar fleksi dan dorso ieksi secara bergantian.



Klonus patela. Klonus ini dibangkitkan dengan jalan meregangkan otot kuadriseps femoris. Kita pegang patela penderita, kemudian didorong dengan kejutan (dengan cepat) ke arah distal 11



sambil diberikan tahanan enteng. Biia terdapat klonus, akan terlihat kontraksi ritmik otot kuadriseps yang mengakibatkan gerakan bolak-balik dari patela. Pada pemeriksaan ini tungkai harus diekstensikan serta dilemaskan.



Refleks dan gejala patoiogis lain yang perlu diketahui Refleks Hoffman Tromrner Kita telah mendiskusikan refleks fleksor jari-jari.Pada orang normal, refleks ini biasanya tidak ada atau enteng saja; karena ambang refleks tinggi.Akan tetapi, pada keadaan patologik, ambang refieks menjadi rendah dan kita dapatkan refleks yang kuat. Refleks inilah yang merupakan dasar dari refleks Hoffman-Trommer, dan refleks lainnya, misalnya refleks Bechterew. Dalam beberapa buku, refleks Hoffman-Trommer ini masih dianggap sebagai refleks patoiogis dan disenafaskan dengan refleks Babinski, padahal mekanisme refleks fleksor jari-jari sama sekali lain dari reflex Babinski .ia merupakan regleks regang otot, jadi sama seperti reflex kuadriseps dan reflex regang otot lainnya. Reflex Hoffman-trommer positif dapat disebabkan oleh lesi pyramidal, tetapi dapat pula disebabkan oleh peningkatan reflex yang melulu fungsional. Akan tetapi bila reflex pada sisi kanan berbeda dari yang kiri, maka hal ini dapat dianggap sebagai keadaan patologis. Simetri penting dalam penyakit saraf. Kita mengetanui bahwa simetri sempurna memang tidak ada pada tubuh manusia. Akan tetapi, banyak pemeriksaan neurologi didasarkan atas anggapan, bahwa secara kasar kedua bagian tubuh adalah sama atau simetris. Tiap refleks tendon dapat meninggi secara bilateral, namun hal ini belum tentu berarti adanya lesi piramidal. Lain halnya kalau peninggian refleks bersifat asimetris. Cara membangkitkan refleks Hoffman-trommer: Tangan penderita kita pegang



pada



pergelangan dan jari-jarinya disuruh fleksi-entengkan. Kemudian jari tengah penderita kita jepit di antara telunjuk dan jari-tengah kita.Dengan ibu-jari kita "gores-kuat" (snap) ujung jari tengah penderita.Hal ;



ini mengakibatkan fleksi jari telunjuk, serta fleksi dan aduksi ibu jari, 12



bila refleks positif. Kadang juga disertai fleksi jari lainnya,Reflex massa, reflex automatisme spinal. Kita telah mengetahui bahwa bila reflex Babinski cukup hebat, kita dapatkan dorso fleksi jari-jari, fleksi terdapat juga kontraksi tungkai bawah dan atas, dan kadang-kadang terdapat juga kontraksi tungkai yang satu lagi. Daerah pemberian rangsang pun bertambah luas.Hal dernikian dapat kita jurnpai pada iesi transversal medula spinalis, dan disebut refleks automatisme spinal Hal ini dapat ditimbulkan oleh berbagai macam rangsang, misalnya goresan rangsang nyeri dan lain sebagainya. Bila refleks lebih hebat lagi, didapatkan juga kontraksi otot dinding perut, adanya miksi dan defekasi, keluarnya keringat, refleks eriterna dan refleks pilomotor. Keadaan dernikian disebut juga sebagai refleks massa dan Riddoch Hal dernikian didapatkan pada Iesi transversal yang komplit dan medula spinalis, setelah fase syoknya lampau. Refleks genggam {grasp reflex). Refleks genggam merupakan hal normal pada bayi sampai usia kira-kira 4 bulan. Pada orang normal, bila telapak tangan digores kita tidak mendapatkan gerakan fleksi jari-jari, tetapi kadang-kadang terjadi fleksi enteng (ambang refleks ini tinggi). Dalam keadaan patologis, misalnya pada lesi di lobus frontalis didapatkan reaksi (fleksi jari) yang nyata. Penggoresan telapak tangan mengakibatkan tangan digenggamkan, dan menggenggam alat yang digunakan sebagai penggores. Hal ini dinamai refleks genggam Refleks genggam terdiri dari fleksi ibu jari dan jari lainnya, sebagai jawaban terhadap rangsang taktil, misalnya bila pemeriksa meraba telapak tangan pasien atau menyentuh atau menggores tangan pasien di antara ibu jari dan telunjuknya. Kadang-kadang refleks ini dernikian hebatnya, sehingga bila kita menjauhkan tangan kita yang tadinya didekatkan, tangan pasien mengikutinya, "seolah-olah kena tenaga maknit".Hal ini dinamakan refleks menjangkau (groping reflex). Untuk membangkitkan refleks genggam dapat dilakukan hal berikut Penderita dtsuruh mem-fleksi-entengkan jari-jari tangannya. Kemudian kita sentuh kulit yang berada di antara telunjuk dan ibu jari dengan ujung ketok-refieks. Bila refleks menggenggam positif ujung ketokrefleki ini akan digenggamnya. 13



Gejala leri Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut : Kita pegang lengan bawah pasien yang disupinasikan serta difleksikan sedikit. Kemudian kita tekukan dengan kuat ( fleksi ) jari-jari serta pergelangannya. Pada orang normal, gerakan ini akan diikuti oleh fleksi lengan bawah dan lengan atas, dan kadang-kadang juga disertai aduksi lengan atas. Reflex ini akan negative bila terdapat lesi pyramidal. Tidak adanya reflex ini dinyatakan sebagai gejala leri positif. Gejala mayer Pasien disuruh mensupinasikan tangannya, telapak tangan ke atas , dan jari-jari difleksi kan serta ibu jari difleksikan dan diabduksikan. Tangannya kita pegang , kemudian dengan tangan yang satu lagi kitatekukkan jari 3 dan 4 pada falang proksimal dan menekannya pada telapak tangan (fleksi). Pada orang normal, ha! ini mengakibatkan aduksi dan oposisi ibu jari disertai fleksi pada persendian metakarpofalangeai, dan ekstensi di persendian interfalang ibu jari. Jawaban demikian tidak didapatkan pada lesi piramidal, dan tidak adanya jawaban ini disebut sebagai gejala Mayer positif.



14



DAFTAR PUSTAKA



Baehr, M. dan M. Frotscher. Diagnosis Topik dan Neurologi DUUS, Anatomi Fisiologi Tanda Gejala. Jakarta: EGC. 2010. Bickley, Lynn; Szilagui, Peter (2007). Bates' Guide to Physical Examination and History Taking (9th ed.). Lippincott Williams & Wilkins. ISBN 0-7818-6718-0. Lumbantobing, S.M. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011.



Mulia, Nico Paundra. 2011. Pemeriksaan Neurologi.www.scribd.com [akses september 2012].



15