Pencemaran Air [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENCEMARAN AIR



MAKALAH Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Limnologi yang di bimbing oleh Bapak Dr. Hadi Suwono, M.Si dan Ibu Sitoresmi Prabaningtyas, S.Si, M.Si



Oleh: Kelompok 9 Arfiatul Isnaini



408342417758



Yendra Pratama S.



110342422010



The Learning University



UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI Agustus 2014



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu sumber daya yang sangat penting di alam ini, tidak hanya bagi manusi tapi juga hewan dan tumbuhan, ketersediaan air di dunia ini memang bisa dikatakan melimpah, dilihat dari luasan perairan di bumi ini. Adanya sumber daya air yang melimpah tersebut tidak serta merta dapat menunjang segala kebutuhan manusia, hal tersebut dikarenakan adanya kualitas air yang tidak memenuhi standar kebutuhan. Masuknya unsur tertentu ke dalam air yang dapat merubah keseimbangan lingkungan perairan terutama pada organisme yang ada di dalamnya, seperti yang kita ketahui organisme yang ada perairan sangatlah rentan terhadap perubahan. Selain itu saat suatu perairan tercemar terutama media yang digunakan hewan perairan tidak bisa menyediakan kebutuhan nutrisinya sehingga organisme tersebut tidak bisa beregenerasi. Tanaman air juga mendapatkan dampaknya, masuknya zat yang berbahaya dari luar akan meracuni tanaman tersebut sehingga tanaman tersebut akan mati. Saat suatu perairan tercemat tentunya tanaman yang ada didaratan disekeliling perairan juga terganggu pertumbuhannya. Limbah Pemukiman adalah salah satu penyebab pencemaran air, aktivitas manusia yang kemudian menciptakan limbah (sampah) pemukiman atau limbah rumah tangga. Limbah pemukiman mengandung limbah domestik berupa sampah organik dan sampah anorganik serta deterjen. Sampah organik adalah sampah yang dapat diuraikan atau dibusukkan oleh bakteri seperti sisa sayuran, buah-buahan, dan daun-daunan. Sedangkan sampah anorganik seperti kertas, plastik, gelas atau kaca, kain, kayu-kayuan, logam, karet, dan kulit. Sampah anorganik ini tidak dapat diuraikan oleh bakteri (non biodegrable).



Dari alasan di atas maka yang menjadi landasan penulisan makalah mengenai pencemaran air, yang mencakup sumber hingga penanggulangan yang perlu dilakukan untuk mencegah dampak yang berkelanjutan.



B. Rumusan Masalah 1. Apakah yang dimaksud dengan pencemaran air dan apa saja sumber pencemaran? 2. Apa sajakah parameter suatu perairan dikatakan tercemar? 3. Apa sajakah komponen pencemaran air? 4. Bagaimanakah contoh kasus pencemaran perairan yang pernah ada? 5. Apakah dampak yang di timbulkan pencemaran air tersebut terhadap perairan? 6. Apakah dampak yang di timbulkan pencemaran air tersebut terhadap organisme? 7. Bagaimanakah pencegahan dan penanggulangan yang perlu dilakukan?



C. Tujuan 1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pencemaran air dan apa saja sumber pencemaran itu. 2. Untuk mengetahui parameter air yang dikatakan tercemar. 3. Untuk mengetahui komponen pencemaran air. 4. Untuk mengetahui contoh kasus pencemaran yang pernah ada. 5. Untuk mengetahui apa saja dampak yang ditimbulkan pencemaran air tersebut terhadap perairan. 6. Untuk mengetahui dampak yang di timbulkan pencemaran air tersebut terhadap organisme di erairan tersebut. 7. Untuk mengetahui bagaimana pencegahan dan penanggulangan yang perlu dilakukan?



BAB II ISI



A. Definisi dan Sumber Pencemaran Air Dalam Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, pasal 1, pencemaran air didefinisikan sebagai : “masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya”. Bahan pencemar (polutan) adalah bahan-bahan yang bersifat asing bagi alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu tatanan ekosistem sehingga mengganggu peruntukan ekosistem tersebut. Berdasarkan cara masuknya ke dalam lingkungan, polutan dikelompokkan menjadi dua, yaitu polutan alamiah dan polutan antropogenik (Effendi, 2003). Polutan alamiah adalah polutan yang memasuki suatu lingkungan (badan air) secara alami, misalnya akibat letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir dan fenomena alam yang lain. Polutan yang memasuki suatu ekosistem secara alamiah sukar dikendalikan. Polutan antropogenik adalah polutan yang masuk ke badan air akibat aktivitas manusia, misalnya kegiatan domestik (rumah tangga), kegiatan urban (perkotaan) maupun kegiatan industri. Intensitas polutan antropogenik dapat dikendalikan dengan cara mengontrol aktivitas yang menyebabkan timbulnya polutan tersebut. Berdasarkan perbedaan sifat-sifatnya, polutan air dapat dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) kelompok yaitu : (1) padatan; (2) bahan buangan yang membutuhkan oksigen (oxygen-demanding wastes); (3) mikroorganisme; (4) komponen organik sintetik; (5) nutrient tanaman; (6) minyak; (7) senyawa anorganik dan mineral; (8) bahan radioaktif dan (9) panas. Pengelompokan tersebut bukan merupakan pengelompokan yang baku, karena suatu jenis polutan dapat dimasukkan ke dalam lebih dari satu kelompok (Fardiaz, 1992). Menurut Davis dan Cornwell (1991) dalam Rahmawaty (2011), sumber bahan pencemar yang masuk ke perairan dapat berasal dari buangan yang diklasifikasikan :



1.



Point source discharges (sumber titik), yaitu sumber titik atau sumber pencemar yang dapat diketahui secara pasti dapat berupa suatu lokasi seperti air limbah industri maupun domestik serta saluran drainase. Air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair (PP No.82 Tahun 2001).



2.



Non point source (sebaran menyebar), berasal dari sumber yang tidak diketahui secara pasti. Pencemar masuk ke parairan melalui run off (limpasan) dari wilayah pertanian, pemukiman dan perkotaan. Sumber pencemar air berdasarkan karakteristik limbah yang dihasilkan



dapat dibedakan menjadi sumber limbah domestik dan sumber limbah nir domestik. Sumber limbah domestik umumnya berasal dari daerah pemukiman penduduk dan sumber limbah non domestik berasal dari kegiatan seperti industri, pertanian dan peternakan, perikanan, pertambahan atau kegiatan yang bukan berasal dari wilayah pemukiman. Mudarisin (2004) mengemukakan bahwa jenis limbah cair yang dapat mencemari air dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan yaitu : 1.



Limbah cair domestik, yaitu limbah cair yang berasal dari pemukiman, tempat- 
 tempat komersial (perdagangan, perkantoran, institusi) dan tempattempat rekreasi. Air limbah domestik (berasal dari daerah pemukiman) terutama terdiri atas tinja, air kemih, dan buangan limbah cair (kamar mandi, dapur, cucian yang kira-kira mengandung 99,9 % air dan 0,1 % padatan). Zat padat yang ada tersebut terbagi atas ± 70 % zat organik (terutama protein, karbohidrat dan lemak) serta sisanya 30 % zat anorganik terutama pasir, air limbah, garam- garam dan logam.



2.



Limbah cair industri merupakan limbah cair yang dikeluarkan oleh industri sebagai akibat dari proses produksi. Limbah cair ini dapat berasal dari air bekas pencuci, bahan pelarut ataupun air pendingin dari industri-industri tersebut.



Pada



umumnya



limbah



cair



industri



lebih



sulit



dalam



pengolahannya, hal ini disebabkan karena zat-zat yang terkandung di dalamnya yang berupa bahan atau zat pelarut, mineral, logam berat, zat-zat organik, lemak, garam-garam, zat warna, nitrogen, sulfida, amoniak, dan lainlain yang bersifat toksik.



3.



Limbah pertanian yaitu limbah yang bersumber dari kegiatan pertanian seperti penggunaan pestisida, herbisida, fungisida dan pupuk kimia yang berlebihan.



B. Indikator Pencemaran Air Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui (Wardhana, 2004) :
 1. Adanya perubahan suhu air
 2. Adanya perubahan PH atau konsentrasi ion Hidrogen
 3. Adanya perubahan warna, bau dan rasa air
 4. Timbulnya endapan, koloidal, bahan pelarut
 5. Adanya mikroorganisme
 6. Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan 7. Pengamatan yang dilakukan untuk mengetahui adanya perubahan kualitas air dapat digolongkan menjadi pengamatan secara fisis, kimia dan biologis (Warlina, 2004 dalam Yuliastuti, 2011). Parameter yang umum digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran air yaitu antara lain : 1. Parameter Kimia
 a. pH atau Derajat keasaman Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH sekitar 6,5 - 7,5. Air akan bersifat asam atau basa tergantung besar kecilnya pH. Bila pH di bawah pH normal, maka air tersebut bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH di atas pH normal bersifat basa. Air limbah dan bahan buangan industri akan mengubah pH air yang akhirnya akan mengganggu kehidupan organisme di dalam air (Wardhana, 2004). Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai pH antara 7 - 8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan , misalnya proses nitrifikasi akan berakhir pada pH yang rendah (Effendi, 2003). b. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO) Oksigen juga memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Selain itu, oksigen juga menentukan khan biologis yang dilakukan oleh organisme aerobik atau anaerobik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang pada akhirnya dapat



memberikan kesuburan perairan. Dalam kondisi anaerobik, oksigen yang dihasilkan akan mereduksi senyawa-senyawa kimia menjadi lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas. Karena proses oksidasi dan reduksi inilah maka peranan oksigen terlarut sangat penting untuk membantu mengurangi beban pencemaran pada perairan secara alami maupun secara perlakuan aerobik yang ditujukan untuk memurnikan air buangan industri dan rumah tangga (Salmin, 2005). Pada umumnya air lingkungan yang telah tercemar kandungan oksigennya sangat rendah. Hal ini dikarenakan oksigen yang terlarut di dalam air diserap oleh mikroorganisme untuk mendegradasi bahan buangan organik sehingga menjadi bahan yang mudah menguap (yang ditandai dengan bau busuk) (Wardhana, 2004). Suatu perairan yang tingkat pencemarannya rendah dan dapat dikategorikan sebagai perairan yang baik memiliki kadar oksigen terlarut (DO) > 5 ppm (Salmin, 2005). Oksigen terlarut dalam air sangat penting agar mikroorganisme dapat hidup. Oksigen ini dihasilkan dari atmosfir atau dari reaksi fotosintesa oleh algae. Kelarutan Oksigen jenuh dalam air pada 25C dan tekanan 1 atmosfir adalah 8,32 mg/L. Menurut Yang Hon Jung (2007) dalam Rahmawaty (2011) menjelaskan bahwa konsentrasi DO yang rendah akan menurunkan tingkat nitrifikasi sehingga nilai NO3 – N pada air sungai menjadi rendah dengan TN dan NH4+ - N yang tinggi. Hal ini dapat menghalangi self purifikasi (pemurnian diri) pada permukaan air, dengan mengurangi laju proses transformasi nitrifikasi – denitrifikasi pada air. c. BOD (Biochemiycal Oxygen Demand) Kebutuhan oksigen biologis atau Biochemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air untuk memecah (mendegradasi) bahan organik yang ada di dalam air tersebut (Wardhana, 2004). Jumlah mikroorganisme dalam air lingkungan tergantung pada tingkat kebersihan air. Air yang bersih relative mengandung mikroorganisme lebih sedikit dibandingkan yang tercemar. Air yang telah tercemar oleh bahan buangan yang bersifat antiseptik atau bersifat racun, seperti fenol, kreolin, detergen, asam sianida, insektisida dan sebagainya,



jumlah mikroorganismenya juga relatif sedikit. Sehingga makin besar kadar BOD nya, maka merupakan indikasi bahwa perairan tersebut telah tercemar. Kadar oksigen biokimia (BOD) dalam air yang tingkat pencemarannya masih rendah dan dapat dikategorikan sebagai perairan yang baik berkisar 0 - 10 ppm (Salmin, 2005) Menurut Sawyer dan McCarty (1978) dalam Effendi (2003) menjelaskan proses penguraian bahan buangan organik melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme atau oleh bakteri aerobic adalah : NH3



CnHaObNc + (n+a/4 –b/2 –3c/4)O2 → nCO2 +(a/2 –3c/2)H2O+c Bahan organik



oksigen



bakteri aerob



Proses oksidasi bio-kimia ini berjalan sangat lambat dan dianggap lengkap (9596%) selama 20 hari. Tetapi penentuan BOD selama 20 hari dianggap masih cukup lama sehingga penentuan BOD ditetapkan selama 5 hari inkubasi, maka biasa disebut BOD5. Dengan mengukur BOD5 akan memperpendek waktu dan meminimumkan pengaruh oksidasi ammonia yang juga menggunakan oksigen. Selama 5 hari masa inkubasi, diperkirakan 70%-80% bahan organik telah mengalami oksidasi (Effendi, 2003). BOD tidak menunjukan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah O2 yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan–bahan buangan tersebut. Jika konsumsi O2 tinggi yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya O2 terlarut, maka berarti kandungan bahan–bahan buangan yang membutuhkan O2 tinggi (Fardiaz, 1992). Semakin besar kadar BOD, maka merupakan indikasi bahwa perairan tersebut telah tercemar. Kadar maksimum BOD5 yang diperkenankan untuk kepentingan air minum danmenopang kehidupan organisme akuatik adalah 3,0 – 6,0 mg/L.



d. COD (Chemical Oxygen Demand) Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi.COD dinyatakan sebagai mg O2/1000 mL larutan sampel. Bahan buangan organik tersebut dioksidasi oleh kalium bichromat dalam suasana asam yang digunakan



sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan H2O serta sejumlah ion chrom. Reaksi yang terjadi pada metoda refluks sebagai berikut : CaHbOc+Cr2O7 2- +H+ → CO2 +H2O+Cr3+ Bahan organic



katalisator



Dalam pengukuran, nilai COD selalu lebih besar dari BOD karena senyawa an-organik juga bisa ikut teroksidasi selama proses. Kenyataannya hampir semua zat organik (95-100%) dapat dioksidasi oleh oksidator kuat seperti kalium permanganat dalam suasana asam. Makin tinggi nilai COD berarti makin banyak O2 dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa organik pencemar. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya < 20 mg/L. Kelebihan pengukuran COD dibandingkan dengan BOD adalah dapat menguji air limbah yang beracun, yang tidak dapat diuji oleh BOD karena bakteri akan mati serta membutuhkan waktu pengujian lebih singkat yaitu 3 jam.



2. Parameter Fisika a. Suhu Menurut Effendi (2003), suhu dari suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitute), ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman. Peningkatan suhu juga menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 20 °C - 30 °C. b. Total Suspended Solid (TSS) Total Suspended Solid atau padatan tersuspensi (diameter > 1 μm) yang tertahan pada saringan dengan diameter pori 0,45μm. Padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut, dan tidak dapat mengendap. TSS terdiri dari lumpur, pasir halus, dan jasad renik akibat erosi tanah. Partikel menurunkan intensitas cahaya yang tersuspensi dalam air.



3. Parameter Biologi Dalam Lingkungan



parameter perairan



biologi mudah



menggunakan tercemar



oleh



bakteri



Coliform



mikroorganisme



Total.



pathogen



(berbahaya) yang masuk dari berbagai sumber seperti permukiman, pertanian dan peternakan. Bakteri yang umum digunakan sebagai indikator tercemarnya suatu badan air adalah bakteri yang tergolong Escherichia coli, yang merupakan salah satu bakteri yang tergolong koliform dan hidup normal di dalam kotoran manusia dan hewan (Effendi, 2003). Keberadaan bakteri ini dapat digunakan sebagai indikator dalam menilai tingkat higienisitas suatu perairan. Bakteri coliform total merupakan semua jenis bakteri aerobik, anaerobik fakultatif, dan rod-shape (bakteri batang) yang dapat memfermentasi laktosa dan menghasilkan gas dalam waktu 48 jam pada suhu 35 °C. Bakteri coliform total terdiri dari Escherichia coli, Citrobacter, Klebsiella dan Enterobacter. Fecal coliform adalah anggota dari coliform yang mampu memfermentasi laktosa pada suhu 44,5 °C dan merupakan bagian yang paling dominan (97 %) pada tinja manusia dan hewan (Effendi, 2003). Selain itu, ada juga parameter biologi yang digunakan selain bakteri, yaitu perifiton dan makrozoobentos yang hidupnya relative menetap baik digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan karena selalu kontak dengan limbah yang masuk ke habitatnya. Seperti yang diungkapkan dalam Suwono (2010) bahwa komposisi perifiton terutama diatom sangat sensitive terhadap perubahan kondisi air seperti factor fisiko-kimia (pH, suhu, bahan terlarut), perubahan substrat sungai, maupun adanya bahan masukan dari lingkungan sungai terutama bahan berbahaya. Perubahan kandungan senyawa organic yang masuk ke sungai baik secara



kualitas



dan



kuantitas



merupakan



factor



penting



yang



akan



mempengaruhi pertumbuhan dan penyebaran perifiton dalam ekosistem tersebut. Unsur yang mempengaruhi pertumbuhan perifiton adalah nitrogen. Diatom yang dominan di ekosistem perairan dapat dijadikan sebagai indikator kualitas perairan.



C. Komponen Pencemaran Air Pengelompokkan komponen pencemaran air yang berasal dari industri, rumah tangga (pemukiman) dan pertanian Wardhana (2004): 1. Limbah padat
 2. Bahan buangan organik dan olahan bahan makanan
 3. Bahan buangan anorganik
 4. Bahan buangan cairan berminyak
 5. Bahan buangan berupa panas (polusi thermal)
 6. Bahan buangan zat kimia, yaitu sabun, insektisida dan zat pewarna.



D. Kasus Pencemaran Air yang Terjadi Indonesia memiliki sumber air sebanyak hampir 6% sumber air dunia, atau sekitar 21% sumber air di wilayah Asia Pasifik. Berdasarkan studi kasus yang dilakukan oleh Birry dan Meutia (2012) mengemukakan bahwa sungai Citarum di Jawa Barat adalah salah satu dari sungai yang paling tercemar di Indonesia. Sungai Citarum memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi, tidak hanya bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya tetapi juga bagi mereka yang tinggal ribuan kilometer jauhnya disana. Citarum merupakan sumber pasokan air minum bagi Provinsi padat penduduk Jawa Barat dan Ibukota Jakarta. Daerah aliran sungai Citarum didominasi oleh sektor industri manufaktur seperti tekstil, kimia, kertas, kulit, logam/elektroplating, farmasi, produk makanan dan minuman, dan lainnya. Limbah cair industri memberikan kontribusi yang besar terhadap kondisi Sungai Citarum. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat (BPLHD Jabar) telah mengkonfirmasi bahwa limbah industri jauh lebih intens dalam hal konsentrasi dan mengandung bahan-bahan berbahaya. Sebanyak 48% industri yang diamati, rata-rata pembuangan limbahnya 10 kali melampaui baku mutu yang telah ditetapkan. Kontaminasi bahan-bahan kimia berbahaya dan beracun industri dibuktikan oleh sejumlah penelitian. Kontaminan utama yang mempengaruhi kualitas air Sungai Citarum adalah limbah yang berasal dari kegiatan industri (logam dan senyawa non-logam), pertanian (pupuk sintetis dan pestisida), jasa (minyak dan logam) dan domestik (deterjen, logam, plastik). Pada daerah hulu sungai yang



didominasi oleh aktivitas pertanian, kandungan DDT dalam badan air terdeteksi dalam kadar yang tinggi. Perhatian utama diberikan pada bahan kimia beracun yang ditemukan di sungai, yaitu logam berat. Logam berat merupakan elemen yang tidak dapat terurai (persisten) dan dapat terakumulasi melalui rantai makanan (bioakumulasi), dengan efek jangka panjang yang merugikan pada makhluk hidup. Sebuah investigasi mengenai bioakumulasi mengungkapkan bahwa logam berat seperti kadmium (Cd), tembaga (Cu), nikel (Ni), dan timbal (Pb) ditemukan dalam kadar yang tinggi pada dua spesies ikan yang biasa dimakan, Oreochromis nilotica dan Hampala macrolepidota (Salim dan Dhahiyat, 1997 dalam Birry dan Meutia, 2012). Dampak dari kontaminasi bahan organik sangat buruk, sebab bahan-bahan organik mengkonsumi oksigen sampai pada level yang mungkin membahayakan kehidupan organisme



perairan.



Organisme



konsumen seperti



ikan-ikan,



makroinvertebrata, dan zooplankton mungkin tidak dapat bertahan pada kondisi oksigen terlarut yang rendah. Dengan kata lain, kontaminasi bahan organik mengancam biodiversitas air. Sungai Citarum telah kehilangan banyak biodiversitasnya sejak ia dicemari oleh berbagai limbah industri. Di masa lalu, masyarakat lokal bergantung pada Sungai Citarum sebagai sumber makanan dan air bersih, sementara saat ini, mereka menanggung akibat pencemaran. Konsentrasi oksigen yang rendah dalam air dapat meningkatkan sifat racun beberapa senyawa kimia terhadap organisme. Demikian pula, pada saat air rendah oksigen (anaerob), reaksi-reaksi kimia dapat menghasilkan gas-gas berbahaya seperti hidrogen sulfida (H2S), ammonia (NH3), dan metana (CH4). Pada sungai Citarum, H2S terdeteksi di beberapa titik pengambilan sampel air khususnya pada lokasi-lokasi dimana senyawa organik ditemukan dalam jumlah yang tinggi. Penggunaan surfaktan menghasilkan bahaya lain sebab sebagian jenis surfaktan toksik, dan dapat menurunkan tegangan permukaan air dimana kehidupan beberapa spesies pleustonik (interface antara air dan udara) bergantung pada tegangan permukaan.



Pada tahun 2004, dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh PT Indonesia Power dan Lembaga Ekologi Universitas Padjadjaran (sekarang PPSDAL Unpad) di Waduk Saguling, terungkap fakta bahwa kualitas air Sungai Citarum sudah tidak memenuhi standar kualitas normal. Studi yang baru-baru ini dilakukan memperkuat studi yang telah dilakukan sebelumnya. Studi ini menganalisis kontaminasi logam berat dalam sedimen sungai. Berdasarkan hasil studi diketahui bahwa konsentrasi logam berat seperti Cd, Cr dan Pb di daerah hilir terdeteksi lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah hulu (Sunardi dan Ariyanti, 2009). Status kualitas Sungai Citarum saat ini berada pada tingkat yang mengkhawatirkan, karena badan air sungai kini mengandung berbagai jenis kontaminan yang berasal dari berbagai sumber. Kebanyakan sektor industri, pemukiman, dan daerah komersial yang ada di DAS Citarum membuang limbahnya ke sungai tanpa melakukan pengolahan yang memadai. Berdasarkan penelitian tersebut, muncullah kebijakan pengendalian pencemaran air dengan berbagai pendekatan dan penegakan hukum. E. Dampak Polusi Air Terhadap Sistem Perairan Polutan ini dapat merusak kehidupan di perairan. Bahan yang berbahaya masuk kedalam sungai, danau, laut atau samudra, mempunyai akibat jangka panjang yang belum diketahui. Banyak jenis ikan dan kerang yang akan mengandung zat yang berbahaya untuk dimakan. Sebagai contoh, merkuri yang dibuang sebuah parik plastik di teluk minamata terakumulasi di jaringan tubuh ikan dan masyarakat yang mengonsumsinya menderita cacat dan meninggal. Akibat yang di timbulkan oleh pencemaran air bermacam-macam, antara lain sebagai berikut. 1.



Terganggunya kehidupan organisme air karena berkurangnya kandungan oksigen.



2.



Terjadinya ledakan ganggang dan tumbuhan air (eurotrofikasi)



3.



Pendangkalan dasar perairan



4.



Tersumbatnya penyaring reservoir, dan menyebabkan perubahan ekologi



5.



Dalam jangka panjang adalah kanker dan kelahiran cacat.



6.



Kematian biota, seperti plankton, ikan bahkan burung



7.



Mutasi sel hingga kanker.



Di dalam ekosistem terdapat proses hubungan makan dimakan dalam bentuk rantai makanan dan jaring-jaring makanan. Jika organisme yang ikut dalam proses aliran energi dalam jaring-jaring makanan tersebut mengandung endapan pestisida, maka pestisida tersebut akan di endapkan lagi pada organisme pemangsanya. Kejadian ini akan berlangsung secara terus menerus selama pestisida ada di lingkungan. Banyaknya zat pencemaran pada air limbah akan menyebabkan menurun kadar oksigen terlarut dalam air tersebut. Sehingga mengakibatkan kehidupan dalam air membutuhkan oksigen terganggu serta mengurangi perkembangannya. Selain itu kematian dapat pula disebabkan adanya zat beracun yang juga menyebabkan kerusakan pada tanaman dan tumbuhan air. Menurunnya populasi berbagai biota air. Penurunan populasi biota air membawa kerugian yang sangat besar. Kerugian secara langsung adalah berkurangnya sumber mata pencaharian bagi sebagian besar orang sedangkan kerugian secara tidak langsung adalah keseimbangan ekosistem menjadi terganggu. Beberapa polutan berbahaya bagi biota air adalah nutrien tumbuhan, limbah yang membutuhkan oksigen, minyak, sedimen dan panas.



F. Dampak Polusi Air Terhadap Organisme Air Banyaknya zat pencemaran pada air limbah akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut dalam air tersebut. Sehingga mengakibatkan kehidupan dalam air membutuhkan oksigen terganggu serta mengurangi perkembangannya. Akibat matinya bakteri-bakteri, maka proses penjernihan air secara alamiah yang seharusnya terjadi pada air limbah juga terhambat. Dengan air limbah yang sulit terurai. Panas dari industri juga akan membawa dampak bagi kematian organisme, apabila air limbah tidak didinginkan terlebih dahulu. Di lingkungan perairan pestisida meninggalkan residu dengan kadar yang cukup tinggi. Produk pemecahan pestisida di alam membentuk senyawa yang sangat beragam. contoh klasik adalah penggunaan DDT. Mula-mula orang menganggap bahwa DDT tidak merusak hewan vertebrata bukan target karena tidak ditemukan residu DDT dalam tubuh vertebrata. Tetapi ternyata di dalam tubuh vertebrata DDT terdegradasi menjadi DDE. Dalam tubuh vertebrata DDE



memacu sekresi garam-garam kalsium sehingga menyebabkan telur-telur vertebrata memiliki cangkang yang tipis dan abnormal. Berbagai biota air, seperti ganggang, ikan, udang, kerang, dan terumbu karang, merupakan sumber daya yang sangat penting bagi manusia. Menurunnya populasi biota ini akan membawa kerugian besar seperti kekurangan sumber pangan ,menghilangkan mata pencaharian sebagian orang, ataupun mengganggu keseimbangan ekosistem. Beberapa poutan yang sifatnya berbahaya bagi biota air di antaranya adalah nutrien tumbuhan, limbah yang membutuhkan oksigen, minyak, sedimen, dan panas. Akibat matinya bakteri-bakteri, maka proses penjernihan air secara alamiah yang seharusnya terjadi pada air limbah juga terhambat. 1. Nutrien tumbuhan Nutrien Tumbuhan merupakan senyawa-senyawa kimia yang dapat menstimulasi pertumbuhan tumbuhan dan ganggang (algae). Contoh nutrient tumbuhan yang umumnya menjadi polutan di air adalah nitrat (NO3), fosfat (PO4), dan ammonium (NH4). Nutrien tumbuhan seperti fosfat dan nitrogen yang jumlahnya berlebihan di perairan dapat menjadi polutan. Perairan yang mengandung polutan tersebut mengalami eutrofikasi. Eutrofikasi menyebabkan ganggang (algae) berkembang biak dengan sangat subur sehingga populasinya berkembang pesat. Peristiwa perkembangan ganggang secara cepat/pesat disebut algae blooming. Algae blooming dapat menyebabkan beberapa gangguan di perairan di antaranya: a. Menghambat penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan sehingga mengganggu kehidupan biota air. b. Jika ganggang yang mengalami blooming menghasilkan senyawa beracun akan menyebabkan kematian biota air. c. Ketika ganggang yang mengalami blooming mati, sel-selnya akan turun ke dasar perairan dan mengalami pembusukan sehingga terjadi peningkatan populasi bakteri pembusuk yang membutuhkan banyak oksigen. Hal ini akan meningkatkan BOD (Biological Oxygen Demand) perairan.



d. BOD yang meningkat akan menurunkan DO perairan sehingga biota air yang tidak toleran terhadap kondisi DO (Dissolved Oxygen) rendah akan mengalami penurunan populasi.



2. Limbah yang membutuhkan oksigen Limbah yang memerlukan oksigen terdiri dari atas berbagai limbah organic yang dapat diurai oleh bakteri aerob. Contoh jenis limbah ini adalah kotoran manusia dan hewan, sisa-sisa tumbuhan dan limbah industry (misalnya industri pengolahan makanan, kertas dan minyak)bahan kimia organic. Bahan kimia organic merupakan senyawa kimia yang mengandung atom karbon. Contoh bahan kimia organic tersebut adalah pestisida.Seperti eutrofikasi pencemaran air oleh limbah yang membutuhkan oksigen akan menyebabkan peningkatan BOD akibat tingginya populasi bakteri aerob sehingga akan menurunkan DO perairan. Akibatnya populasi biota air turun.



3.



Minyak Pencemaran minyak banyak terjadi di lautan atau pantai. Dapat menyebabkan a. Pencemaran minyak di perairan dapat menyebabkan kematian bagi banyak jenis biota air seperti terumbukarang, karena bersifat racun bagi biota tersebut. b. Tumpahan minyak diperairan dapat menempel dan menyelubungi bulubulu pada burung dan rambut mamalia air sehingga mengganggu fungsi fisiologis bulu dan rambut tertentu. Contoh gangguan fisiologis yang dapat terjadi adalah hilangnya kemampuan mengapung atau kemampuan menjaga suhu tubuh sehingga hewan dapat mati karena tenggelam atau karena kehilangan panas tubuh secara drastis.



4.



Sedimen Sedimen adalah endapan berbagai partikel padat seperti partikel pasir, lempung, dan batuan didasar perairan. Sediment dapat menjadi polutan bagi air



apabila



jumlahnya



berlebihan.Pencemaran



sedimen



di



perairan



dapat menyebabkan air menjadi keruh sehingga mengurangi jarak penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan. Hal ini ini akan menyebabkan



kemampuan fotosintesis ganggang dan tumbuhan air menurun sehingga populasinya berkurang, dan akan mengakibatkan penurunan populasi biota air lainnya. Sedimen juga dapat menyumbat aliran air, membawa endapan senyawa toksin, dan menutupi terumbu karang serta makhluk hidup lain di dasar perairan. 5.



Panas Panas juga dapat menjadi polutan di air. Polusi yang disebabkan panas tersebut sebagai polusi termal. Panas dapat menjadi polutan di air apabila berlebihan sehingga suhu perairan meningkat terlalu tinggi. Polusi panas atau termal dapat menyebabkan perubahan suhu perairan secara drastis sehingga mengakibatkan kematian berbagai biota air yang tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan suhu tersebut. Panas juga dapat menurunkan DO di perairan.



G. Pencegahan Dan Pemecahan Masalah Pencemaran Air Kondisi pencemaran air limbah domestik yang ada saat ini sebenarnya sudah lama diketahui oleh pemerintah baik dari pusat maupun daerah, dengan diterbitkannya peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 tahun 1990 dan PP Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Air dan Pengendalian Pencemaran Air, dimana diwajibkan semua air limbah domestik harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke saluran umum. Begitupun Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik, dimana setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan permukiman rumah makan, perkantoran, perniagaan dan apartemen wajib melakukan pengolahan air limbah domestik yang telah ditetapkan. Semua peraturan tersebut mewajibkan setiap rumah tangga atau industri mengolah air limbah domestiknya sesuai baku mutu yang berlaku sebelum dibuang ke saluran umum. Selain memberlakukan peraturan daerah, usaha lainpun dilakukan seperti sosialisasi hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan air limbah domestik, seminar dan pelatihan serta pembuatan prototipe alat pengolah air limbah domestik skala individu maupun skala komunalpun telah dilakukan di beberapa wilayah Jakarta. Meskipun demikian sampai saat ini usaha tersebut telah dilaksanakan akan tetapi hasilnya



belum efektif. Beberapa faktor penyebab belum efektifnya usaha diatas adalah faktor kesadaran masyarakat dan faktor penegakan hukum masih rendah (Yudo, 2010). Upaya pemerintah dalam hal peduli terhadap pencemaran lingkungan hidup dilakukan melalui pencegahan dan perlindungan. Secara hukum pemerintah memiliki Undang-Undang tentang lingkungan yaitu: Undang-Undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, salah satunya sosialisai yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Denpasar dalam upaya pencegahan pencemaran lingkungan hidup adalah dengan mensosialisasikan tentang Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup serta sosialisasi mengenai pentingnya menjaga lingkungan hidup. Hal ini dilakukan dengan cara bekerja sama dengan unsur Desa yaitu PKK, tokoh masyarakat, dan karang taruna terkait. Serta menghimbau masyarakat untuk ikut berperan serta dalam mencegah dan melindungi lingkungan dari pencemaran limbah dan sampah dengan cara mengadakan clean up sungai. Selain itu Pemerintah Kota Denpasar juga melakukan upaya melalui pengadaan lomba lingkungan yang melibatkan seluruh desa (Permadi dan Murni, Tanpa tahun). Ada juga pengendalian pencemaran air di Jawa Timur yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Provinsi jawa Timur dengan cara memantau kualitas air daerah aliran sungai, melakukan patroli air atau susur sungai, melakukan pembinaan atau sosialisasi atau workshop pengendalian pencemaran air, melakukan pengawasan industri, membuat IPAL komunal domestic dan menegakkan hukum (Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur).



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan 1.



Pencemaran air didefinisikan sebagai masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya. Sumber bahan pencemar, yaitu point source discharges (sumber titik) dan non point source (sebaran menyebar).



2.



Indikator pencemaran dapat dilihat melalui parameter kimia yaitu pH, DO, BOD, COD; ada juga melalui parameter fisika yaitu suhu, Total Suspended Solid; selain itu dapat dilihat juga melalui parameter biologi yaitu bakteri Coliform Total, makrozoobentos, dan perifiton.



3.



Adapun komponen pencemaran air meliputi limbah padat, buangan organic, buangan anorganik, buangan cairan berminyak, buangan berupa panas dan buangan zat kimia.



4.



Sungai Citarum memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi. Daerah aliran sungai Citarum didominasi oleh sektor industri manufaktur seperti tekstil, kimia, kertas, kulit, logam/elektroplating, farmasi, produk makanan dan minuman, dan lainnya. Limbah cair industri memberikan kontribusi yang besar terhadap kondisi Sungai Citarum. Kontaminan utama yang mempengaruhi kualitas air Sungai Citarum adalah limbah yang berasal dari kegiatan industri (logam dan senyawa non-logam), pertanian (pupuk sintetis dan pestisida), jasa (minyak dan logam) dan domestik (deterjen, logam, plastik). Dampak dari kontaminasi bahan organik sangat buruk, sebab bahan-bahan organik mengkonsumi oksigen sampai pada level yang mungkin membahayakan kehidupan organisme perairan. Dengan kata lain, kontaminasi bahan organik mengancam biodiversitas air.



5.



Akibat yang di timbulkan oleh pencemaran air bermacam-macam, antara lain sebagai berikut terganggunya kehidupan organisme air karena berkurangnya kandungan oksigen, terjadinya ledakan ganggang dan tumbuhan air (eurotrofikasi), pendangkalan dasar perairan, tersumbatnya penyaring reservoir dan menyebabkan perubahan ekologi, dalam jangka panjang adalah kanker dan kelahiran cacat, kematian biota, dan mutasi sel hingga kanker.



6.



Banyaknya zat pencemaran pada air limbah akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut dalam air tersebut. Sehingga mengakibatkan kehidupan dalam air membutuhkan oksigen terganggu serta mengurangi perkembangannya. Akibat matinya bakteri-bakteri, maka proses penjernihan air secara alamiah yang seharusnya terjadi pada air limbah juga terhambat. Dengan air limbah yang sulit terurai. Panas dari industri juga akan membawa dampak bagi kematian organisme, apabila air limbah tidak didinginkan terlebih dahulu.



7.



Upaya pemerintah dalam hal peduli terhadap pencemaran lingkungan hidup dilakukan melalui pencegahan dan perlindungan. Secara hukum pemerintah memiliki Undang-Undang tentang lingkungan yaitu: UndangUndang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ada juga pengendalian pencemaran air di Jawa Timur yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Provinsi jawa Timur dengan cara memantau kualitas air daerah aliran sungai, melakukan patroli air atau susur sungai, melakukan pembinaan atau sosialisasi atau workshop pengendalian pencemaran air, melakukan pengawasan industri, membuat IPAL komunal domestic dan menegakkan hukum (Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur).



B. Saran Air adalah sumber daya yang sangat penting sehingga perlu dijaga kualitasnya, diharapkan dari selesainya matakuliah ini mahasiswa mampu menerapkan teori yang didapat untuk menjaga air kita dan selalu menjaga agar zat limbah berbahaya jangan sampai masuk ke perairan.



DAFTAR RUJUKAN



Birry, Ahmad Ashov dan Meutia, Hilda. 2012. Bahan Beracun Lepas Kendali, Sebuah Potret Pencemaran Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun di Badan Sungai Serta Beberapa Titik Pembuangan Industri Tak Bertuan, Studi Kasus Sungai Citarum. (Online), (Http://Www.Greenpeace.Org/Seasia/Id/Pagefiles/469211/Full%20repo rt%20_Bahan%20beracun%20lepas%20kendali.Pdf), diakses 24 Agustus 2014. BPLHD Provinsi Jawa Barat. 2010. Original Title : Status Lingkungan Hidup Daerah. Translated : Regional Environmental Status. Sections : Industrial activities with water contamination possibility. Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Fardiaz, Srikandi.1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Mudarisin. 2004. Strategi Pengendalian Pencemaran Sungai (Studi Kasus Sungai Cipinang Jakarta Timur). Jakarta : Universitas Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Permadi, Ari dan Murni, R. A. Retno. Tanpa tahun. Dampak Pencemaran Lingkungan Akibat Limbah dan Upaya Penanggulangan di Kota Denpasar. (Online), (Http://Ojs.Unud.Ac.Id/Index.Php/Kerthanegara/Article/Viewfile/6411/ 4932, diakses 24 Agustus 2014. Rahmawati, Deazy. 2011. Pengaruh Kegiatan Industri Terhadap Kualitas Air Sungai Diwak
 Di Bergas Kabupaten Semarang
 Dan Upaya Pengendalian Pencemaran Air Sungai. Tesis. (Online), (Http://Eprints.Undip.Ac.Id/33567/1/Copy_Of_Deazy_Tesis_Pass.Pdf), diakses 24 Agustus 2014. Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) Dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseana, Volume XXX, Nomor 3, 2005 : 21 - 26. Sunardi and Ariyanti. 2009. Toksisitas sedimen Sungai Citarum terhadapt Larva Hydrophsyche sp. . Jurnal Biotika, vol 7 No. 2, hal.108 – 117. Suwono, Hadi. 2010. Dasar-dasar Limnologi. Surabaya: penerbit Putra Media Nusantara.



Wardhana, W.A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta : Andi Offset.



Yudo, Satmoko. 2010. Kondisi Kualitas Air Sungai Ciliwung Di Wilayah Dki Jakarta Ditinjau Dari Parameter Organik, Amoniak, Fosfat, Deterjen Dan Bakteri Coli. Jai, 6 (1): 34-42, (Online), (Http://Www.Google.Co.Id/Url?Sa=T&Rct=J&Q=&Esrc=S&Source= Web&Cd=6&Cad=Rja&Uact=8&Ved=0cfmqfjaf&Url=Http%3a%2f% 2fejurnal.Bppt.Go.Id%2findex.Php%2fjai%2farticle%2fdownload%2f3 08%2f313&Ei=Atr8u6jugym4biekgpah&Usg=Afqjcneui4rylkftudrmmi 1sftkfwzi5uw&Sig2=Wwqapncrnqdy8li0nvrsvw&Bvm=Bv.73612305, D.C2e), diakses 24 Agustus 2014. Yuliastuti, Etik. 2011. Kajian Kualitas Air Sungai Ngringo Karanganyar Dalam Upaya Pengendalian Pencemaran Air. Tesis. (Online), (Http://Eprints.Undip.Ac.Id/31570/1/Etik_Yuliastuti_Tesis.Pdf), diakses 24 Agustus 2014.