Pendirian Sebatang Kara [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pendirian Sebatang Kara Cerpen Karangan: Jeffry Skyhigh Suara langkah kaki yang melangkah dengan pelan namun tidak pasti, berjalan dengan seorang diri seakan bingung akan arah dan tujuan, diikuti dengan cuaca yang tidak mendukung dan lain hal sebagainya, hari itu mungkin adalah hari yang buruk bagi Kleion. Kleion adalah seorang pelajar SMA yang melakukan setiap hal yang terjadi dalam genggaman tangan kehidupannya dengan sendirian, kata lain, Kleion adalah seorang yang mandiri. Namun, kemandirian yang terjadi pada hidup Kleion terlalu berlebihan, sehingga Kleion memiliki kesulitan tersendiri dalam bentuk kehidupannya, Kleion menutup diri dari pergaulan, bukan Kleion tidak ingin bergabung bersama yang lainnya. Namun lagi dikarenakan berbagai aneka ragam sebab dan alasan yang dimiliki setiap teman-teman yang memandang Kleion melalui sudut pandang yang berbedabeda. Baik itu dari karakternya, latar belakang, dan lain hal sebagainya. Walau begitu, Kleion tetap berjalan dan terus melangkah dalam hidupnya karena sudah terbiasa dengan apa yang dirasakan dan dimilikinya. Ketika searah perjalanan menuju ke sekolah dengan berjalan penuh kebimbangan, kadang Kleion merasa ingin berbalik untuk mengurungkan niatnya, dan melakukan hal-hal apa yang disukainya saja, karena Kleion merasa jenuh dengan hidupnya. Sesampainya di sekolah. “Kleion lagi.. Kepala Sekolah memanggil kamu..” Kata salah satu Petugas Keamanan di Sekolah tersebut. Kemudian, Kleion berjalan melangkah ke arah ruangan Kepala Sekolah, dan membuka pintu secara perlahan. “Kleion, silahkan duduk..” Kata Kepala Sekolah. Kleion duduk. “Kleion, akhir-akhir ini kamu seringkali absensi dari sekolah dan terlambat juga, saya sangat merasa khawatir..” Kata Kepala Sekolah. Kleion terdiam tanpa berkata. “Apa kamu tidak peduli dengan kehidupanmu?” Tanya Kepala Sekolah. Kleion terdiam lagi. “Apa kamu memiliki orangtua?” Tanya Kepala Sekolah. Kleion menggeleng. “Jadi kamu hidup pendirian sebatang kara ya.” Kata Kepala Sekolah. Kleion mengangguk. “Saya juga enggak bisa berkata banyak kalau begitu, tapi ini sebagai peringatan, silahkan kamu boleh ke luar.” Kata Kepala Sekolah. Kleion beranjak ke luar dan memegang pintu namun.. “Saya mengharapkan besar kepada kamu untuk peduli dengan kehidupanmu, pikirkan lah baik-baik..” Kata Kepala Sekolah.



Kleion keluar dan menuju ke Ruang Kelasnya. Akan tetapi baru sampai di pintu.. “Huu..” Kata teman-teman sekelasnya. “Hei, kalian enggak boleh berkata seperti itu, seharusnya berkata, sombong..” Kata salah satu teman sekelasnya. Tertawa yang lainnya, walau ada sebagian yang merasa serius iba dan kasihan pada hidup Kleion. Kleion hanya terdiam dan tidak membalas ucapan dari teman-temannya, bagi dirinya, hal tersebut bukan suatu hal yang perlu untuk dibalas dan diperbincangkan, Kleion duduk ke tempat duduknya, namun salah seorang teman yang lain mengganggu tempat duduk Kleion dengan menggoyang-goyangkannya dan menepuk meja dengan keras di hadapannya. “Hei kalian enggak boleh begitu!” Kata salah satu teman lain yang merasa iba bernama Muara. “Enggak apa-apa, lagi pula dia juga enggak marah, kan sombong?” Tanya salah satu teman kelasnya. Kleion tidak menghiraukannya. Hanya Muara yang betul dan serius memperhatikan keadaan Kleion dari antara teman-teman yang lainnya baik itu yang senang mengganggu dan sekedar merasa iba. Kemudian beberapa lama, guru yang mengajar dan menjadi Wali Kelas tersebut datang menuju ke kelas. Dan pelajaran berlangsung dengan tertib hingga selesai pelajaran. Wali Kelasnya memanggil Kleion untuk datang ke ruangannya. “Semoga sukses, sombong..” Kata salah satu teman sekelasnya. Tersenyum yang lainnya juga melihat ke arah Kleion yang merupakan teman-teman dari salah satu teman sekelasnya tersebut. “Kleion, Ibu sudah mendengar dari Kepala Sekolah dan juga menyelidiki seluk-beluk kehidupanmu..” Kata Wali Kelas. Kleion terdiam dan menunduk malu. “Kamu anak yang mandiri ya..” Kata Wali Kelas tersenyum. Kleion mengangkat kepalanya dan merasakan sesuatu. “Jangan patah semangat, apa pun yang terjadi, kamu harus menghadapi dengan tetap semangat, seperti suatu perlombaan, bila kamu merasa awal sudah kalah maka kamu merasa akhir tiada artinya..” Kata Wali Kelas tersenyum. Kleion merasakan semakin dekat dengan sesuatu. “Jadi lakukanlah apa pun yang kamu ingin, sebisa, semampu, sekuat, seluruh dari kerahkan kemampuan yang kamu miliki dari awal hingga akhir, karena hidup itu penuh perjuangan..” Kata Wali Kelas tersenyum dan memegang tangan Kleion. Kleion terdiam serius mendengar ucapan dari Wali Kelasnya. Beberapa lama kemudian, Kleion ke luar dari ruangan tersebut dan Muara menunggu Kleion dari luar.



“Apa kamu enggak apa-apa, Kleion?” Tanya Muara tersenyum. “Enggak apa-apa..” Jawab Kleion serius. “Baru kali ini aku mendengar suaramu..” Kata Muara tersenyum. Kleion terdiam lagi. “Enggak apa-apa, lakukanlah apa pun yang kamu ingin, Kleion..” Kata Muara tersenyum. Kleion terdiam dan teringat akan ucapan seperti dari Wali Kelasnya. “Terima kasih..” Kata Kleion serius. “Iya..” Kata Muara tersenyum. “Mengapa kamu tersenyum?” Tanya Kleion memberanikan diri. “Karena aku tahu sebenarnya kamu itu orang baik..” Jawab Muara tersenyum. Kleion terdiam seraya tanpa kata, seakan juga membuat perasaannya terguncang ketika mendengar ucapan dari Muara. Kleion sadar akan perbuatan selamanya ini, maka itu teman-teman sekelasnya meledeknya, Kleion tidak ingin menyalahkan orang lain karena Kleion mengaku merasa dirinya bersalah, Kleion ingin menyesal namun bimbang cara untuk menyesalkannya, selama orangtuanya sudah meninggal, perubahan hidup Kleion terjadi secara cepat, Kleion berusaha untuk menjadi seorang yang mandiri namun menjadi pendirian sebatang kara. “Kleion, kamu itu kuat, aku sangat mengagumimu, jangan menyalahkan dirimu dan terlalu bekerja keras..” Kata Muara tersenyum. Kleion merasa Muara dapat membaca apa yang dipikirkan oleh Kleion, Muara anak yang sangat baik dan seperti sempurna di mata Kleion dari antara teman-temannya, karena hanya dia juga yang berani untuk mencoba berteman dengan Kleion. “Iya, terima kasih..” Kata Kleion tersenyum. “Mau jalan bareng?” Tanya Muara tersenyum. “Boleh..” Jawab Kleion tersenyum. Kemudian, Kleion dan Muara beranjak pulang ke rumah, sambil berbicara dengan riang gembira, dari hari itu, Kleion merasa hidup mulai menjadi penuh warna. Beberapa lama hubungan Kleion dan Muara menjadi seorang teman yang akrab, gosip dan pembicaraan-pembicaraan yang selalu terdengar di kuping Kleion pun ikut mereda, kawan-kawannya yang mengganggu sadar akan perbuatannya dan meminta maaf begitu pula dengan yang lainnya yang tidak mau tahu dan ikut campur urusan pribadi Kleion. Wali Kelas dan Kepala Sekolah juga ikut senang mengamati siswa-siswinya sudah bisa akur dan mengerti antara satu sama yang lain.. Hubungan itu semakin dekat hingga Kleion dan Muara menjadi sahabat sejati, ketika upacara perpisahan dan sekaligus kelulusan, Kleion dan Muara tidak melanjutkan Sekolah karena sama-sama juga tidak memiliki biaya yang cukup,



sehingga Kleion dan Muara mencari pekerjaan bersama daripada untuk menganggur, mereka pun diterima dan mendapatkan pekerjaan bersama-sama di tempat yang sama. Namun belum lama hari tersebut, hari berganti hari berlalu hingga suatu hal terjadi pada Muara. “Muara, apa yang terjadi?” Tanya Kleion mengkhawatirkan. “Aku merahasiakan penyakit yang aku derita..” Jawab Muara tersenyum. “Muara..” Kata Kleion mulai bimbang. “Jangan bimbang, jalani hidupmu, lakukanlah apa pun yang kamu inginkan.” Kata Muara tersenyum. “Muara, aku ingin bersamamu..” Kata Kleion bersedih. “Maaf, Kleion..” Kata Muara tersenyum menutup mata dengan damai. Setelah hari tersebut, Kleion berjalan kembali sebagai seorang pendirian sebatang kara, karena sebuah keinginannya sudah pupus, hari berganti hari, Kleion melakukan segala kegiatan yang dilaluinya seperti yang dulu dengan sendirian, Kleion berjalan kembali tanpa adanya arah dan tujuan sambil tanpa sadar, Kleion jatuh pingsan di suatu jalan yang hening dan damai. “Kleion..” Kata Wali Kelas yang duduk di samping Kleion yang tengah berbaring. “Aku ada di mana?” Tanya Kleion bingung. “Kamu ada di Rumah Sakit..” Jawab Wali Kelasnya. “Seandainya Ibu tidak untuk diucapkan kata-kata itu..” Kata Kleion menyesalinya. “Ibu turut sedih mendengarnya, namun bukan karena kata-kata itu, dia harus pergi..” Kata Wali Kelasnya. Kleion terdiam bersedih. “Dia memang sudah lemah, namun dia tidak menyerah untuk hidupnya, dia selalu tersenyum dan berusaha untuk mencoba melakukan apa pun yang diinginkan dan saya merasa pribadi juga selalu mendorong dan memotivasi jalan hidupnya, karena dari pengamatan tersebut, saya pun jadi tahu dan mengerti bahwa kamu dan dia tidak jauh berbeda, kamu dan dia sama-sama berjalan sebagai seorang pendirian sebatang kara. Maka itu, saya memberikan kata-kata ini kepadamu, jangan menyalahkan dengan kata-kata..” Jelas Wali Kelasnya. Kleion terkejut dan terdiam serius yang sebelum menunduk kemudian wajah Wali Kelasnya. “Kleion, dia pernah mengatakan kepada Ibu, menginginkan kamu hidup yang bahagia, dia menginginkan kamu untuknya..” Kata Wali Kelasnya sedih. Kleion menangis histeris akan sahabat sejatinya itu.



mengamati bahwa dia tersenyum kehilangan



Semenjak hari itu juga, Kleion menjalankan hidup kembali sebagai seorang pendirian sebatang kara, bukan lagi karena Kleion merasa jenuh atau bosan seperti yang dirasakan sebelumnya, namun kali ini Kleion sangat menikmatinya dengan



bahagia dan tersenyum, Kleion merasa keinginannya sudah terwujudkan baik itu dirinya dan Kleion, Kleion selalu merasakan kehadirannya yang ada di hati Kleion, hingga di terik matahari pagi mengawali harinya, Kleion pun menyempatkan mengucapkan, “Bila dia bisa, maka aku pun bisa, aku sudah mewujudkan keinginan yang aku dan kamu miliki.”