13 0 713 KB
Bab I Pendahuluan Pendidikan Agama Kristen (PAK) untuk orang dewasa melalui gereja bermaksud untuk menolong orang dewasa membebaskan dirinya sendiri dari setiap kebergantungan kecuali kebergantungannya pada Yesus. Gereja dipanggil melalui PAK untuk menolong orang dewasa menemukan Allah yang aktif dalam setiap peristiwa kehidupan, mempercayakan hidup mereka dalam tarafnya yang paling dalam untuk alasan ini, dan untuk merayakan dengan sukacita perbuatan Allah yang sempurna dalam Kristus dan berlangsung terus melalui Roh Kudus. Tujuan PAK untuk orang dewasa adalah agar semua pribadi menyadari Allah lewat penyingkapan diriNya, khususnya melalui kasih-Nya yang membebaskan sebagaimana yang dinyatakan dalam Yesus Kristus, dan kemudian mereka memberi respon dalam iman dan kasih yang pada akhirnya mereka boleh mengenal siapa diri mereka dan apa arti hidup, bertumbuh sebagai anak-anak Allah yang berakar dalam persekutuan Kristen, hidup dalam Roh Allah dalam setiap hubungan, memenuhi panggilan pemuridan bersama di dunia, dan tinggal di dalam pengharapan Kristen. Pendidikan Agama Kristen adalah usaha yang di sengaja dalam membimbing, mangarahkan, menanamkan, mentransfer nilai-nilai Kristiani dan melibatkan Roh Kudus dalam proses pendidikan Kristen dengan tujuan mendewasakan iman yang terlihat melalui perubahan tingkah laku yang sesuai dengan pengajaran Kristus. Pendidikan Agama Kristen adalah kegiatan yang secara teratur bersama pendidik dalam waktu yang secara sengaja memberi perhatian kepada kegiatan Allah dalam kehidupan kita, pada komunitas kristen dan visi kerajaan Allah dan mengembangkan benih-benih yang ada pada diri kita. Pendidikan Dewasa dirumuskan sebagai suatu proses yang menumbuhkan keinginan untuk bertanya dan belajar secara berkelanjutan sepanjang hidup. Belajar bagi orang Dewasa berhubungan dengan bagaimana mengarahkan diri sendiri untuk bertanya dan mencari jawabanya. Pendidikan orang dewasa (andragogy) berbeda dengan pendidikan anak (paedagogy). Pendidikan orang dewasa berlangsung dalam bentuk pengarahan diri sendiri untuk memecahkan masalah. Di tinjau dari ciri-ciri psikologis, seseorang yang dapat mengarahkan diri semdiri, tidak selalu tergantung kepada orang lain, mau bertanggungjawab, mandiri, berani mengambil resiko, dan mampu mengambil keputusan, orang tersebut dikatakan telah dewasa secara psikologis. Pendidikan orang dewasa adalah semua aktivitas pendidikan yang dilakukan 1
oleh orang deasa dalam kehidupan sehari-hari yang hanya menggunakan sebagian waktu dan tenaganya untuk mendapatkan tambahan intelektual. Dapat di simpulkan bahwa Pendidikan bagi orang dewasa menggunakan sebagian waktunya dan tanpa di paksa ingin meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan mengubah sikapnya dalam rangka pengembangan dirinya sebagai individu dan meningkatkan partisipasi dalam pengembangan sosial, ekonomi dan budaya secara seimbang dan utuh. Hukum belajar orang dewasa adalah (1) keinginan belajar (2) pengertian terhadap tugas (3) hukum latihan (4) hukum akibat (5) hukum asosiasi (6) rasa tertarik, ke uletan dan intensitas (7) kesiapan hati (8) pengetahuan akan keberhasilan dan kegagalan.
Bab II SEPUTARAN DEWASA A.
Pengerian Dewasa
Secara etimologi kata dewasa berasal dari kata “Adult” yang berasal dari kata kerja Latin yaitu “Adolescene-adolescere” yang berarti “tumbuh menjadi kedewasaan”. Namun kata “Adult” berasal dari bentuk lampau paticiple dari kata kerja “Adultus” yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna atau “telah menjadi dewasa”. Oleh karena itu, orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya.1 Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata Dewasa berarti suatu keadaan yang menunjukkan akil balik yakni berumur 15 tahun ke atas.2 Orang dewasa juga dapat di artikan sebagai individu – individu yang telah memiliki kekuatan tubuh secara maksimal dan siap berproduksi serta telah dapat diharapakan memiliki kesiapan kognitif, afektif, fisik, moral, dan juga spiritualitas dan lain sebagainya. Selain itu, 1 2
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Edisi Kelima (Jakarta : Penerbit Erlangga, 2002), 246. Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), 289.
2
orang dewasa juga diharapkan untuk dapat memainkan peranannya dengan individu-individu lain dalam masyarakat.3 Sebagai seorang individu yang sudah tergolong dewasa, peran dan tanggung jawabnya tentu makin bertambah besar. Ia tak lagi harus bergantung secara ekonomis, sosiologis ataupun psikologis pada orangtuanya. Mereka justru merasa tertantang untuk membuktikan dirinya sebagai seorang pribadi dewasa yang mandiri. Artinya seorang dewasa akan berusaha secepat mungkin untuk menangani masalah mereka secara individual.4 Namun kedewasaan juga dapat diatikan sebagai proses kehidupan yang panjang dan tingkatan kehidupan yang khas yang di dalamnya terdapat cerita masa lalu dan segala akibatnya. Ciri kedewasaan adalah “serius dengan kegiatan yang dikerjakan”, pribadinya semakin matang dan mengalami perpindahan dari masa remaja menuju dewasa muda.5
B.
Pengertian Dewasa Menurut Beberapa Tokoh
Banyak tokoh yang memberi pendapat mereka mengenai Dewasa. Dibawah ini Pengertian Dewasa menurut beberapa tokoh ialah sebagai berikut: 1. E.B. Hurlock Menurut E.B. Hurlock orang dewasa adalah individu yang telah mengalami kematangan secara hukum sampai kira-kira umur 40 tahun (dialami seseorang sekitar umur 20 tahun), lalu masa stengah baya atau middle age yang umumnya di usia 40 tahun dan terakhir dalam usia yang ke 60 tahun (juga dialami dalam kurun waktu 20 tahun). Dan akhirnya old age yang dimulai sejak berakhirnya masa setengah baya sampai seseorang meninggal dunia.6 2. Lydia Harlina dan S.K Satya Joewana Dewasa adalah tidak dapat dipisahkan dari arti dan tujuan. Jika telah mampu dan ingin menjadi manusia yang dapat bertanggungjawab sendiri, yang didalamnya terdapat hal-hal yang normatif, etika atau kesusilaan. Ada dua yang dapat dikatakan dewasa secara jasmani dan sosial.
3
Andi Marpiare, Psikologi Orang Dewasa, (Surabaya: Usaha Nasional, 2003), 17. http://qalbinur.com/2017/03/20/periodisasi-perkembangan-masa-dewasa-awal. 5 Paulus Lilik Kristianto, Prinsip dan Praktik PAK, (Yogyakarta: Andi Anggota IKAPI, 2006), 103. 6 Andi Marpiare, Psikologi Orang Dewasa, (Surabaya: Usaha Nasional, 2003), 18. 4
3
Dikatakan dewasa secara jasmani jika ia telah mampu menghasilkan keturunan (akil balik), dikatakan dewasa secara sosial jika ia telah mampu hidup mandiri dan bertanggungjawab.7 3. Richard Daulay Dewasa secara jasmani artinya sudah mengalami pertumbuhan tinggi dan berat badan secara maksimal dengan gizi yang memadai. Agar kondisi tubuh yang sehat harus juga diperhatikan keseimbangan antara waktu bekerja dengan waktu santai dan olahraga. Orang dewasa biasanya menaruh perhatian khusus pada bentuk tubuh yang ramping sehingga memiliki pola makan yang teratur.8 4. Singgih D. Gunarsa dan Y. Singgih D. Gunarsa Dewasa adalah mengandung berbagai arti yang meliputi kemampuan untuk berdiri sendiri, menentukan tindakan sesuai dengan kedewasaan dan menempatkan diri dengan ketergantungan dengan orang lain.9 5. Ramlan Surbakti Dewasa adalah memiliki tanggungjawab yang sudah dapat terjun langsung pada masyarakat. Disinilah dewasa sudah mengenal pada masyarakat politik, sehingga mereka mempunyai pemikiran yang sangat radikal.10 6. Jersild Mengartikan masa dewasa bukan hanya diukur dari aspek kematangan tubuh, tetapi juga diukur dengan aspek psikologys. Aspek kematangan tubuh sudah dapat dipastikan atau ditentukan sebagai orang yang dewasa, tetapi dari aspek psikologis belum tentu orang yang berumur 22 tahun dapat dikatakan dewasa. Sebab masih banyak ditemukan orang yang berumur 22 tahun masih bersikap selayaknya anak kecil, yang bersifat egosentris, tidak dapat mengendalikan perasaan diri, melakukan sesuatu tanpa tujuan yang pasti, sulit menerima kritik, 7
Lydia Harlina & S.K Satya Joewana, Peran Orangtua Mencegah Narkoba, (Jakarta: Hak Cipta, 2008), 35. 8 Richard M. Daulay, Seluruh Siswa: Bertumbuh Dalam Kristus, (Jakarta: BPK-GM, 2009), 4. 9 Singgih D. Gunarsa & Y. Singgih D Gunarsa, Psikologi Praktis Anak, Remaja dan Kelurarga, (Jakarta: BPK-GM, 2004), 128. 10 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: Grasindo, 2005), 101.
4
saran atau pendapat dari orang-orang sekitar dan tidak mampu menempatkan diri sesuai dengan kenyataan hidup. Seseorang dikatakan dewasa jika ia dewasa secara sosial dan jasmani.11 7. Andi Mappiare Dewasa (Adult) secara umum merupakan suatu status dalam perkembangan manusia yang ditandai terutama dengan arah diri dalam bertindak, tanggung jawab dan adanya kebebasan emosional.12 Kata dewasa juga dapat dikenakan kepada individu yang telah memiliki kekuatan tubuh secara maksimal dan siap berproduksi dan telah dapat diharapkan memiliki kesiapan kognitif, afektif, psikomotorik serta dapat diharapkan memainkan peranannya bersama dengan individu-individu lain dalam masyarakat. 13 8. Robert J. Havighurst Havighurst menyatakan bahwa dewasa adalah seseorang yang mengalami pertumbuhan dengan periode-perode yang berlangsung di dalam diri setiap individu, pencapaian yang sempurna yang membawanya pada kebahagiaan dan berhasil melakukan apa yang tanggungjawabnya, di saat kegagalan untuk ketidakbahagiaan di dalam diri individu, tidak diterima oleh sosial, dan kesulitan dalam melaksanakan tanggungjawab.14 9. David Chaney Chaney berpendapat bahwa seseorang yang disebut dewasa adalah individu yang telah siap untuk menerima kedudukan dalam masyarakat. Kedewasaan atau kematangan adalah suatu keadaan bergerak maju ke arah kesempurnaan. Kedewasaan bukanlah suatu keadaan yang statis, (a state of becoming). Adapun ciri-ciri kedewasaan adalah: menghargai orang lain, sabar, penuh daya tahan, sanggup mengambil keputusan, menyenangi pekerjaan, menerima tanggung jawab, percaya pada diri sendiri, memiliki rasa humor, memiliki kepribadian yang utuh, seimbang, menerima diri sendiri, dan memiliki prinsip yang kuat.15 10. Daniel Nuhamara 11 12 13 14
Jersild, The Psychology Of Adolescene, (New York: MacMilan, 1978), 16. Andi Mappiare, Kamus Istilah Konseling & Terapi, (Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2003), 12. Andi Mappiare, Psikologi Orang Dewasa, 17 Eleanor Daniel dkk, Introduction to Christian Education, (Ohio: Standard Publishing, 1978), 138. 15 Agus Soejanto, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), 163.
5
Orang dewasa adalah orang yang melihat dirinya sebagai orang yang mandiri dan mempunyai rasa identitas individual yang bertanggung jawab atas hidupnya sendiri tidak hanya pasif menunggu orang lain membentuk kehidupannya. Daniel mengatakan karakteristik orang dewasa dilihat dari beberapa segi seperti: i.
Dari segi ekonomis, orang dewasa telah mampu mendukung dirinya sendiri secara finansial dan mampu mencukupi kebutuhan ekonomisnya sendiri.
ii.
Dari segi pendidikan, orang dapat disebut dewasa apabila telah menyelesaikan tahuntahun sekolahnya sebagaimana tuntutan masyarakatnya.
iii.
Dari segi cultural, sosiologis dan pengetahuan, orang dewasa adalah orang yang telah mengasumsikan semacam tanggung jawab bagi diri sendiri dan terhadap orang lain dan juga mempunyai tingkat kemandirian dari otoritas orang tua yang tidak sama lagi dengan remaja dan pemuda.16 C. Pembagian Umur Dan Karakteristik Orang Dewasa Masa dewasa dibagi menjadi 4, yaitu: 1. Masa Dewasa Dini (18-34 Tahun) Masa dewasa ini dimulai dari umur sekitar 18-34 tahun, saat perubahan-perubahan fisik
dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif.17 Masa dewasa ini adalah masa pencarian kemantapan dan masa reproduktif yaitu
masa
yang
penuh
dengan
masalah,
ketegangan emosi, periode komitmen dan masa ketergantungan,
perubahan-perubahan
nilai,
kreatifitas dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru.18 Diusia seperti ini orang dewasa muda sering memiliki keragu-raguan. Mereka tahu bahwa mereka tidak akan kembali seperti dulu lagi. Pada masa ini, mereka sangat membutuhkan simpati, pengertian, bimbingan.19 Seseorang yang berada 16 17 18 19
Daniel Nuhamara, PAK Dewasa, (Jakarta: BK-GM, 2010), 57. Andi Marpiare, Psikologi Orang Dewasa, 246. Ibid., 272. Earl F. Zeigler, Christian Education Of Adults, (Philadelphia: The Westmister Press, 1989), 100.
6
pada tingkat ini juga mengambil keputusan berdasarkan suatu kontrak / perjanjian, baik sosial maupun pribadi. Dalam hal hukum, dan proses-proses yang mengubahnya pada masa kini, mereka dibimbing oleh rasionya.20 Tugas Masa Dewasa Dini Tugas-tugas perkembangan masa dewasa dini dipusatkan pada harapan-harapan masyarakat dan mencakup mendapatkan suatu pekerjaan, memilih seorang teman hidup, belajar hidup bersama seorang atau isteri membentuk suatu keluaraga, membesarkan anak-anak, mengelola sebuah rumah tangga, menerima tanggung jawab sebagai warga negara dan bergabung dan bergambung dalam suatu kelompok sosial yang ccok. Tingkat penugasan tugastugas ini pada tahun awal masa dewasa akan mempengaruhi tingkat keberhasilan mereka ketika mencapai puncak keberhasilan pada waktu usia setengah baya apakah dibidang pekerjaan atau diterima dalam sosial, atau kehidupan keluarga. Tingkat penguasaan ini yang akan menentukan kebahagiaan mereka selama tahun-tahun akhir kehidupan mereka. Keberhasilan dalam menguasai tugas-tugas perkembangan masa dewasa dini sangat dipengaruhi oleh jenis dasar yang telah diletakkan sebelummya. Walaupun demikian ada beberapa faktor yang memngaruhi kehidupan orang dewasa yaitu: Efisiensi Fisik Puncaknya biasanya pada usia pertengahan dua puluhan, secara fisik orang mampu mengahadapi dan mengatasi masalah-masalah. Kemampuan motorik Orang-orang muda mencapai punca kekuatannya antara usia 20-an sampai 30-an. Sesudah itu kemampuan untuk merespon akan mulai menurun. Dalam menguasai kemampuan orang-orang usia muda lebih mudah dari pada orang-orang yang sudah diatas 35 tahun. Kemampuan Mental Kemampuan mental yang diperlukan untuk mempelajari dan menyesuaikan diri pada usia-usia baru, diperlukan penalaran analogis dan berpikir kreatif, mencapai puncaknya dalam usia duapuluhan kemudian sedikit demi sedikit menurun. Motivasi
20
Yulia Singgih D. Gunarsa, Asas-Asas Psikologi Keluarga Idaman, (Jakarta: BPK-GM, 2002), 15.
7
Apabila remaja mencapai usia dewasa secara hukum mereka berke-inginan kuat untuk dianggap sebagai orang dewasa yang mandiri oleh kelompok sosial mereka. Model Peran Remaja yang bekerja setelah tamat sekolah akan mempunyai model peran untuk diteladani. Karena bekerja dengan orang dewasa maka mereka harus memperoleh motvasi dari orang dewasa untuk mencontoh perilaku sesuai dengan orang dewasa tersebut.
Karakteristik Masa Dewasa Muda (Dini) Berikut ini adalah ciri-ciri masa dewasa muda adalah:21 Masa Pengaturan Pada masa anak-anak dan remaja merupakan periode “pertumbuhan” dan masa dewasa merupakan masa “pengaturan” (settle down). Pada generasi-generasi terdahulu berada pada pandangan bahwa jika anak laki-laki dan perempuan mencapai usia secara sah, hari-hari kebebasan mereka telah berakhir dan saatnya telah tiba untuk menerima tanggunjawab sebagai orang dewasa. Usia Reproduktif Orang tua merupakan peran yang sangat penting dalam hidup orang dewasa. Orang yang kawin berperan sebagai orangtua pada waktu ia berusia duapuluh atau awal tigapuluhan sebelum masa dini berakhir. Orang yang belum menikah menyelesaikan pendidikan atau telah memulai kariernya, tidak akan menjadi orangtua sebelum ia merasa mampu berkeluarga. Perasaan ini biasanya terjadi sesudah umurnya sekitar awal tigapuluhan. Bagi orang yang cepat mempunyai anak dan mempunyai keluarga besar pada awal masa dewasa atau bahkan pada tahun-tahun terakhir masa remaja kemungkinan seluruh masa dewasa dini merupakan masa reproduksi. Masa Bermasalah Dengan menurunnya tingkatan usia kedewasaan secara hukum menjadi 18 tahun pada tahun 1970, anak-anak muda telah dihadapakan kepada banyak masalah dan mereka tidak siap untuk mengatasinya. Penyesuaian terhadap masalah-masalah dewasa dini menjadi lebih intensif 21
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, 320-322.
8
dengan diperpendeknya masa remaja, sebab masa transisi untuk menjadi dewasa menjadi sangat pendek sehingga anak muda hampir-hampir tidak mempunyai waktu untuk membuat peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa Ketegangan Emosional Apabila emosi yang menggelora yang merupakan ciri tahun-tahun awal kedewasaan masih tetap kuat pada usia tigapuluhan, maka hal ini merupakan tanda bahwa penyesuaian diri pada kehidupan orang-orang dewasa belum terlaksana secara memuaskan. Masa Keterasingan Sosial Dengan berakhirnya pendidikan formal dan terjunnya seseorang kedalam pola kehidupan orang dewasa, yaitu karier, perkawinan dan rumah tangga, hubungan dengan teman-teman kelompok sebaya semasa remaja menjadi renggang, dan berbarengan dengan keterlibatan dalam kegiatan kelompok diluar rumah akan terus berkurang. Masa Komitmen Sewaktu menjadi dewasa, orang-orang muda mengalami perubahan tanggungjawab dari seorang pelajar yang sepenuhnya tergantung pada orangtua menjadi orang dewasa mandiri, maka mereka menentukan pola hidup yang baru, memikul tanggungjawab baru dan membuat komitmen-komitmen baru. Masa Ketergantungan Meskipun telah secara resmi mencapai status dewasa pada usia 18 tahun dan status ini memberikan kebebasan untuk mandiri, banyak orang muda yang masih agak tergantung atau bahkan tergantung pada orang lain selama jangka waktu yang berbeda-beda. Masa Perubahan Nilai Banyak nilai masa kanak-kanak dan remaja berubah karena pengalaman dan hubungan sosial yang lebih luas dengan orang-orang yang berbeda usia dan karena nilai-nilai itu kini dilihat dari kacamata orang dewasa. Orang dewasa yang tadinya menganggap sekolah itu suatu
9
kewajiban yang tak berguna, kini sadar akan nilai pendidikan sebagai batu loncatan untuk meraih keberhasilan sosial, karier dan kepuasaan pribadi. Masa Penyesuaian Diri dengan Cara Hidup Baru Dalam masa dewasa ini gaya-gaya hidup baru paling menonjol di bidang perkawinan dan peran orang tua. Diantara berbagai penyesuaian diri yang harus dilakukan orang muda terhadap gaya hidup baru, yang paling umum adalah penyesuaian diri pada pola peran seks atas dasar persamaan derajat (egilitarian) yang membedakan pembedaan pola peran seks tradisional, serta pola-pola baru bagi kehidupan keluarga, termasuk perceraian, ber-orang tua tunggal dan berbagai pola baru ditempat pekerjaan khususnya pola baru di tempat pekerjaan khususnya pada unit-unit kerja yang besar. Masa Kreatif Bentuk kraetifitas yang akan terlihat dari sesudah ia dewasa akan tergantung pada minat dan kemampuan individual, kesempatan untuk mewujudkan keinginan dan kegiatan-kegiatan yang memberikan kepuasan sebesar-besarnya. Ada yang menyalurkannya melalui pekerjaan yang memungkinkan ekspresi kreatifitas. 2. Masa Dewasa Menengah (Madya) (35-50 Tahun) Orang dewasa madya akan terus bekerja dan bekerja untuk memenuhi yang menjadi kebutuhaan, terkhusus kebutuhan hidup dalam berkeluarga. Orang dewasa dalam hal ekonomi harus
mampu
pembelajaran
membangun
(learning
organisasi
organization).
Oleh
karena perubahan lingkungan strategik yang begitu cepat, orang dewasa harus mampu belajar untuk beradaptasi pada perubahan lingkungan tersebut. Berubahnya struktur dan mekanisme kerja organisasi menuntut sivitas akademika untuk memiliki dosen dan staf) perlu memiliki sikap mental baru, menggunakan pola pikir baru, 10
dan cara kerja baru yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Untuk mampu beradaptasi pada situasi yang baru karyawan harus kreatif, inovatif, proaktif, dan berwawasan entrepreneurial. Orang dewasa masa kini harus berfungsi sebagai belajar, dan tugas organisasi untuk meningkatkan peluang belajar bagi semua anggota institusi untuk terus belajar. Persaingan dalam berbagai aspek di masa kini dan masa depan bertumpu pada persaingan pengetahuan (knowledge based competition). Hanya melalui ‘knowledge management yang baik orang dewasa akan sukses.22 Ada beberapa Karakteristik ataupun karakter pada masa ini:
Masa Berprestasi Selama masa dewasa madya, orang akan menjadi lebih sukses atau sebaliknya mereka
berhenti dan tidak mengerjakan sesuatu apapun lagi. Apalagi orang berusia madya mempunyai kemauan yang kuat untuk berhasil, mereka akan mencapai puncaknya pada masa ini dan memungut hasil dari masa – masa persiapan dan kerja keras yang dilakukan sebelumnya.
Masa Evaluasi Pada umumnya masa ini merupakan masa saat pria dan wanita mencapai puncak
prestasinya, maka logislah apabila masa ini merupakan saat mengevaluasi prestasi tersebut berdasarkan aspirasi mereka semula dan harapan-harapan orang lain, khusunya anggota keluarga dan teman.
Masa Jenuh Banyak atau hampir seluruh pria dan wanita mengalami kejenuhan pada akhir usia tiga
puluhan dan empat puluhan. 3. Masa Dewasa Akhir (51- 60 Tahun) Masa dewasa akhir dimulai pada umur 51 tahun sampai 60 tahun, yakni saat menurunnya kemampuan fisik dan psikologis yang jelas nampak pada setiap orang, biasanya juga terjadi penurunan kekuatan fisik dan di ikuti oleh penurunan daya ingat. Walaupun pada masa ini banyak yang mengalami perubahan tersebut, lebih lambat dari masa lalu, namun garis batas tradisionalnya masih nampak. Meningkatnya kecenderungan untuk pensiun pada usia 60-an,
22
Sugeng Bahagijo, Globalisasi Menghempas Indonesia, (Jakarta: Pustaka LP3S, 2010) , 88.
11
sengaja ataupun tidak sengaja, usia 60-an dianggap sebagai garis batas antara usia madya dengan usia lanjut.
Merupakan Periode yang Sangat Ditakuti Diakui bahwa semakin mendekati usia tua, periode usia madya terasa lebih menakutkan
dilihat dari segi kehidupan manusia.
Masa Stress Penyesuaian terhadap peran dan pola hidup yang berubah, khususnya bila disertai dengan
berbagai perubahan fisik, selalu cenderung merusak homeostatis fisik dan psikologis seseorang dan membawa ke masa stress.
Merupakan Masa Transisi Transisi merupakan penyesuaian diri terhadap minat, nilai, perilaku yang baru. Seperti
halnya masa puber, yang merupakan masa transisi dan masa kanak-kanakan ke masa remaja dan kemudian dewasa, demikian pula usia madya merupakan masa dimana pria dan wanita meningkatkan ciri-ciri jasmani dan perilaku masa dewasanya dan memasuki suatu periode dalam kehidupan yang akan diliputi oleh ciri-ciri jasmani dan perilaku baru.
Masa Yang Berbahaya Saat ini merupakan suatu masa dimana seseorang mengalami kesusahan fisik sebagai
akibat dari terlalu banyak bekerja, rasa cemas yang berlebihan, ataupun kurang memperhatikan kehidupan.
Usia Canggung Sama seperti remaja, bukan anak-anak dan juga bukan dewasa, demikian juga pria dan
wanita berusia madya bukan “muda” lagi tetapi juga bukan “tua”. 4. Masa Dewasa Lansia (61 tahun ke atas)
12
asa dewasa lanjut/senescene atau usia lanjut dimulai pada umur 61 tahun sampai kematian. Pada umumnya para usia lanjut mempunyai masalah dalam menyesuaikan diri terhadap pekerjaan dan kehidupan keluarga. Penyesuaian diri terhadap pekerjaan dan keluarga bagi orang usia lanjut adalah sulit karena hambatan ekonomis yang dewasa ini sangat memainkan peran penting ketimbang masa sebelumnya. Walaupun ada bantuan keuangan dari pemerintah dalam bentuk jaminan sosial, bantuan kesehatan dan pembagian keuntungan secara bertahap yang diperoleh dari dana pensiun, namun mereka kadang-kadang tidak sanggup mengatasi pelbagai problemsa hidup yang mereka hadapi. Ciri-ciri Usia Lanjut
Merupakan Periode Kemunduran Istilah “kemunduran” digunakan untuk mengacu pada periode waktu selama usia lanjut
apabila kemunduran fisik sudah terjadi dan apabila sudah terdisorganisasi mental.
Perbedaan Individual Pada Efek Menua Hal ini menekankan dalam referensinya kepada keyakinannya popular bahwa menua itu
membuat orang sulit hidup. “Usia tua tidak seperti anggur karena tidak pada setiap bagian dapat timbul rasa asamnya seuai dengan usianya”
Usia Tua Dinilai Dengan Kriteria yang Berbeda Karena arti tua itu sendiri kabur dan tidak jelas serta tidak dapat dibatasi pada anak musa,
maka orang cenderung menilai tua itu dalam hal penampilan dan kegiatan fisik.
Penyesuaian yang Buruk Merupakan Ciri-ciri Usia Lanjut Sikap sosial yang tidak menyenangkan bagi banyak orang usia lanjut yang nampak dalam
cara orang memperlakukan mereka, maka tidak heran lagi kalau banyak orang usia lanjut mengembangkan konsep diri yang tidak menyenangkan.
Keinginan Menjadi Muda Kembali Sangat Kuat pada Usia Lanjut
13
Status kelompok-kelompok minoritas yang dikenakan pada orang berusia lanjut secara alami telah mengakibatkan keinginan untuk tetap muda selama mungkin dan ingin dipermuda apabila tanda-tanda menua nampak.
D. Karakteristik Orang Dewasa23 Proses belajar bagi orang dewasa memerlukan kehadiran orang lain yang mampu berperan sebagai pembimbing belajar bukan cenderung digurui, orang dewasa cenderung ingin belajar bukan berguru. Orang dewasa tumbuh sebagai pribadi dan memiliki kematangan konsep diri, mengalami perubahan psikologis dan ketergantungan yang terjadi pada masa kanak-kanak menjadi kemandirian untuk mengarahkan diri sendiri, sehingga proses pembelajaran orang dewasa harus memperhatikan karakteristik orang dewasa. Karakteristik orang dewasa menurut Knowles (1986) berbeda asumsinya dibandingkan dengan anak-anak. Asumsi yang dimaksud adalah: 1. Konsep dirinya bergerak dari seorang pribadi yang bergantung ke arah pribadi yang mandiri 2. Manusia mengakumulasi banyak pengalaman yang diperolehnya sehingga menjadi sumber belajar yang berkembang 3. Kesiapan belajar manusia secara meningkat diorientasikan pada tugas perkembangan peranan sosial yang dibawanya. 4. Perspektif waktunya berubah dari suatu pengetahuan yang tertunda penerapannya menjadi penerapan yang segera, orientasi belajarnya dari yang terpusat pada pelajaran beralih menjadi terpusat pada masalah. Terdapat beberapa pengandaian pembelajaran orang dewasa yang diberikan oleh Knowles (1986), yakni: 1. Orang dewasa perlu tahu mengapa mereka perlu belajar. Orang dewasa ingin dan berkecenderungan bertindak sesuai dengan keinginan sendiri apabila mereka semakin matang, walaupun ada saatnya mereka bergantung pada orang lain. 23
Sumber: Tesis dengan judul "Pengaruh Penerapan Model Problem Based Learning dan Motivasi Belajar terhadap Hasil Pelatihan Fasilitator PNPM Mandiri Perdesaan di Provinsi Jawa Timur" (Anang Megocahyo Wijipurnomo, 2004).
14
2. Orang dewasa perlu belajar melalui pengalaman. Pengalaman orang dewasa adalah sumber pembelajaran yang penting. Pembelajaran mereka lebih berkesan melalui teknikteknik berasaskan pengalaman seperti perbincangan dan penyelesaian masalah. 3. Orang dewasa belajar berdasarkan pemusatan masalah. Orang dewasa sadar akan kebutuhan pembelajaran secara khusus melalui masalah-masalah kehidupan yang sebenarnya. Oleh karena itu, program-program pendidikan orang dewasa sepatutnya dirancang sesuai kebutuhan hidupnya dan disusun dengan melibatkan mereka. 4. Orang dewasa belajar dengan lebih berkesan apabila topik itu bernilai. Orang dewasa belajar bersungguh-sungguh bagi menguasai suatu pengetahuan ataupun keterampilan bagi kebutuhan hidup. Oleh karena itu, pembelajaran orang dewasa berpusat pada target pencapaian. Kesungguhan orang dewasa menguasai suatu keterampilan ataupun pengetahuan adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Model Andragogi dibentuk berdasarkan andaian-andaian di atas. 5. Kebutuhan untuk memenuhi rasa ingin tahu. Orang dewasa perlu tahu mengapa mereka perlu belajar, Tough (1979) mendapati apabila orang dewasa berkemampuan untuk belajar dan memperoleh manfaat daripada pembelajarannya dan menyadari keburukan apabila tidak mempelajarinya. Peranan fasilitator di sini adalah untuk menyadarkan peserta didik tentang kebutuhan untuk memenuhi rasa ingin tahu, “need to know”. 6. Kebutuhan untuk menyempurnakan dirinya. Orang dewasa mempunyai kemampuan dalam menilai diri sendiri, menentukan keputusan dan menentukan arah hidup mereka sendiri, orang dewasa juga mampu membangunkan kondisi psikologi mereka untuk mendapatkan perhatian dan penghargaan dari orang lain. 7. Peranan pengalaman. Orang dewasa memiliki pengalaman yang berbeda-beda, sesuai dengan latar belakang, cara pembelajaran, kebutuhan, pencapaian dan minat. Kaidah pembelajaran yang sering digunakan adalah perbincangan kumpulan, penyelesaian masalah dan bertukar pengalaman. 8. Kesediaan belajar. Orang dewasa bersedia untuk belajar pada perkara yang perlu diketahui dan dipelajari oleh mereka dan mengaitkan apa yang dipelajari dengan realitas kehidupan. Kesediaan belajar ini penting bagi diri sendiri.
15
9. Orientasi pembelajaran. Orang dewasa belajar berdasarkan orientasi kehidupan, berbeda dengan anak-anak yang tertumpu pada pelajaran atau berpusatkan subjek. Setiap perkara yang dipelajari adalah berkaitan dengan hidup mereka. 10. Peranan motivasi. Orang dewasa mendapat motivasi dari dorongan luar (seperti kenaikan pangkat, gaji tinggi), tetapi faktor pendorong dari dalam lebih berpengaruh (seperti kualitas kehidupan, penghargaan). Sedangkan beberapa perilaku yang dapat menghambat proses belajar orang dewasa antara lain sebagai berikut: Harapan seseorang untuk mendapatkan hal-hal baru, namun yang didapatkan ternyata tidak sesuai dengan harapan sehingga yang bersangkutan menjadi tidak respons atau tidak tertarik lagi terhadap apa yang diberikan dalam proses belajar yang sedang berlangsung. Teori yang muluk-muluk sehingga meragukan kemungkinan penerapannya dalam praktik. Harapan mendapatkan petunjuk baru, namun harus mencari pemecahan. Pesan bersifat umum, tidak spesifik, sehingga tidak dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapai peserta. Sulit menerima perubahan (Setiana, 2005). Berdasarkan ringkasan prinsip-prinsip yang diberikan oleh beberapa tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa prinsip pembelajaran orang dewasa adalah: 1. Pembelajaran orang dewasa sangat berbeda dengan pembelajaran anak-anak. Kaidah pembelajaran yang sering digunakan dalam pembelajaran orang dewasa adalah perbincangan kumpulan, penyelesaian masalah dan bertukar pengalaman. 2. Orang dewasa belajar dengan lebih baik apabila mereka terlibat secara aktif dalam proses merancang, menilai dan melaksanakan proses pembelajaran yang mereka ikuti. 3. Orang dewasa belajar dengan lebih berkesan apabila topik itu bernilai, serta mampu membantu permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan dan pekerjaan mereka seharihari. 4. Orang dewasa belajar dengan baik apabila mereka mempunyai motivasi untuk berubah, self-discovered atau mempunyai keterampilan dan strategi spesifik 16
5. Salah satu kendala dalam pembelajaran orang dewasa adalah bahwasanyya orag dewasa pada umumnya telah memiliki pengetahuan dan sikap sehingga sulit menerima perubahan.
E. Psikology Perkembangan Orang Dewasa
Pengertian Psikology
Psikologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu “psychy” yang artinya jiwa dan “logos” yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi, secara Etimologi, psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai gejala-gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya.24 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian Psikologi adalah suatu ilmu pengetahuan tentang gejala dan kegiatan-kegiatan jiwa.25 Menurut Kamus Psikologi, Psikologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari proses-proses mental dan prilaku makhluk hidup ataupun proses-proses mental dan prilaku itu sendiri.26 Psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang tingkah laku dan kehidupan psikis (jiwani) manusia.27 Menurut pandangan umum, psikologi merupakan suatu “sains” yang berdasarkan penelitian yang nyata dan benar.28 Menurut Wundt, psikologi adalah ilmu tentang kesadaran manusia.29 Menurut Aristoteles, psikologi adalah ilmu mengenai gejala-gejala jiwa manusia, dimana di dalam ilmu itu dipelajari tentang tingkah laku manusia dan pengkhayatan akan manusia.30 Sedangkan Menurut Jhon Broadus, psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku tampak (lahiriah) dengan menggunakan metode observasi yang objektif terhadap rangsangan dan jawaban (respons).31 Kedudukan Psikology 24
Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 2. ....., KBBI, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), 704. 26 Kartini dan Dali Gulo, Kamus Psikologi, (Bandung: Pionir, 2001), 388. 27 Kartini Kartono, Psikologi Umum, (Bandung : Mandar Maju, 1996), 1. 28 W. Stanley Heath, Psikologi Yang Sebenarnya, (Yogyakarta : ANDI, 1995), 1. 29 Harianto GP, Pendidikan Agama Kristen dalam Alkitab & Dunia Pendidikan Masa Kini, (Yogyakarta : ANDI, 2012), 179. 30 W. A. Geregungan, Psikologi Sosial, (Bandung : Refika Aditama, 2004), 6. 31 Abdurrahman Saleh, Ilmu Jiwa Umum, (Jakarta : Darmabakti, 1971), 3. 25
17
Psikologi terbagi menjadi 2 yaitu psikologi umum dan khusus. Psikologi umum ialah psikologi meneliti dan mempelajari kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas psikis manusia yang tercermin dalam perilaku yang umumnya yang dewasa, yang normal dan yang berkultur (dalam arti tidak terisolasi). Psikologi khusus ialah psikologi yang meneliti dan mempelajari segi-segi kekhususan dari aktivitas-aktivitas psikis manusia. Dalam hal ini kita menggunakan kaidah bahwa tingkah laku kita pandang sebagai gerak-gerik jiwa, atau gejala-gejala kehidupan jiwa. Tentu saja ini tidak selamanya benar. Misalnya, seseorang menangis, tidak selalu karena sedang bersedih, sering juga karena terlalu bergembira. Namun karena gejala jiwa itu sangat abstrak sifatnya, maka para ahli kemudian memutuskan, lebih baik kita menentukan objek sekalipun kurang baik, daripada menggunakan objek yang baik tetapi tidak ada.32 Pengertian Psikology Perkembangan Psikologi dibagi menurut aliran lama yang sampai sekarang masih berlaku ialah Psikology umum dan Psikology khusus. Pada studi ini, psikologi perkembangan termasuk dalam psikologi khusus. Psikologi perkembangan atau psikologi genetis adalah ilmu yang mempelajari psikhe/jiwa dan perkembangan kehidupan psikis manusia normal.33 Istilah perkembangan berarti serangkaian perubahan yang terjadi proses kematangan dan pengalaman dan yang menyatakan perbedaan yang terjadi dalam diri pribadi seseorang dengan menitikberatkan pada relasi antara kepribadian dan perkembangan.34 Jadi Psikology perkembangan adalah suatu ilmu yang membicarakan kepribadian seseorang yang mencakup proses-proses perkembangan yang terjadi di dalam diri seseorang, apa yang bertambah atau berubah yang dimulai dari masa kanak-kanak hingga bertumbuh menjadi pribadi yang dewasa. Setiap orang akan mengalami tahapan perkembangan yang berlangsung secara berantai, dan setiap individu itu berbeda, dengan kata lain setiap orang itu khas, tidak akan ada dua orang yang tepat sama meskipun berasal dari orang tua yang sama atau kembar sekalipun.35
32
Agoes Soejanto, Psikologi Perkembangan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2005), 163. Kartini Kartono, Psikologi Umum, (Bandung: Bandar Maju, 1996), 13-14. 34 Abu Ahmadi, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), 4. 35 Singgih Gunarsa & Yulia Singgih Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: BPKGM, 1983), 5. 33
18
Dengan demikian, psikologi perkembangan diartikan sebagai suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari kegiatan/tingkah laku individu dalam perkembangannnya, beserta latar belakang yan mempengaruhinya sehingga menimbulkan efek-efek tertentu.36
1. Perkembangan Fisik Menurut Kamus Umum Besar Bahasa Indonesia, fisik berarti badan dan jasmani.37 Dewasa Dini (18-34 tahun) 1. Pria yang sosio ekonomi
Dewasa Madya (35-60 tahun) 1. Berat badan bertambah, lemak
Dewasa Lanjut Usia (60 tahun keatas) 1. Pada usia 60 biasanya terjadi
menengah atau lebih
mengumpul terutama areal paha
penurunan kekuatan fisik, dan
tinggi, lebih
dan perut.
penurunan daya ingat.
memperhatikan berat
2. Berkurangnya rambut dan
2. Pada daerah kepala biasanya
badannya dari pada yang
beruban, rambut mulai menipis,
rambut semakin menipis dan
berasal dari pada status
rambut di hidung dan ditelinga
berwarna putih.
ekonomi yang lebih
menjadi kaku.
rendah.
3. Perubahan pada kulit, kulit wajah,
2. Tanda-tanda ketuaan misalnya: mengendornya dagu, beruban, dan perut membesar. 3. Selain daripada lebih tinggi, pinggul dan paha akan membesar. 4. Efesiensi fisik mencapai puncaknya, terutama pada usia 23-27 tahun. 5. Berhentinya pertumbuhan ke atas. 36
leher, tangan menjadi lebih kering dan keriput. 4. Tubuh menjadi lebih gemuk. Terjadi penggemukan seluruh tubuh yang membuat perut menjadi menonjol. 5. Otot menjadi lembek dan mengendor disekitar dagu, pada lengan atas dan perut. 6. Terjadinya perubahan-perubahan
3. Mata kelihatan pudar dan sering mengeluarkan cairan. 4. Kulit berkerut dan kering serta berbintik hitam seperti tahi lalat. 5. Tubuh membungkuk dan tampak kecil. 6. Perut membesar, garis pinggang melebar. 7. Pangkal tangan dan kaki menjadi kendor, pembuluh darah dan pembuluh vena akan
seksual. Kaum laki-laki dapat
balik menonjol serta kuku
mengalami “climacterium” dan
tangan dan kaki menebal dan
M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta:Pedoman Ilmu Jaya, 1993),
133. 37
..., Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1983), 282.
19
6. Pori-pori kelenjar kulit
perempuan “menopause” yang
mengeras.
lebih lamban
merupakan tanda berhentinya
mengeluarkan air
kemampuan-kemampuan
menurun sehingga sering sakit-
keringat.
menghasilkan keturunan,
sakitan.
7. Meningkatnya tekanan
akibatnya dapat menimbulkan
darah.
8. Kesehatan rata-rata sangat
9. Pipi berkerut, longgar dan
penyakit “melancholia
8. Warna rambut yang mulai keabu-abuan atau memutih sebagian.38
bergelombang.
involutive”(cemas dan merasa diri
10. Dagu berlipat dua atau tiga.
tak berguna).
11. Tangan menjadi kurus kering.
7. Tulang-tulang semakin rapuh.
12. Kuku tangan dan kaki
8. Mulai menurunnya kekuatan fisik, seperti menurunnya kemampuan
menebal, mengeras dan mengapur.40
fungsi mata.39
2. Perkembangan Afektif Dewasa Dini (18-34 tahun) 1. Masa ketergantungan 2. Penyesuaian diri terhadap hidup baru, yang menyenangkan, menerima tanggung jawab dan mulai bekerja.41 3. Rasa keragu-raguan 4. Membutuhkan simpati pengertian dan bimbingan.42 5. Menemukan kelompok sosial yang menyenangkan. 38 39 40
Dewasa Madya (35-60 tahun) 1. Mereka tidak aman dan depresi. 2. Mengalami tekanan hidup (stress) 3. Masa transisi 4. Hidup sendirian sebab anakanak sudah berkeluarga 5. Semakin berkurangnya
Dewasa Lanjut Usia (60 tahun keatas) 1. Harus bergantung kepada orang lain 2. Cenderung untuk mengenang sesuatu yang sudah lewat 3. Mencari teman baru untuk menggantikan istri/suami yang sudah meninggal.
sahabat dekat. 6. Pengangguran dan pensiun.43
Andi Marpiare, Psikologi Orang Dewasa, 200. Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, 265. Ibid., 388. 41 M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1993),
171. 42
Earl Zeigler, Christian Education of Adults, 100.
20
3. Perkembangan Kognitif Kognitif berarti proses mental dimana seseorang akan waspada terhadap lingkungannya termasuk wawasan, alasan, penilaian, pemikiran. Dewasa Dini (18-34 tahun) 1. Pada saat ini hanya sedikit orang
Dewasa Madya (35-60 tahun) 1. Penyesuaian terhadap
Dewasa Lanjut Usia (60 tahun keatas) 1. Orang yang berusia lanjut lebih
muda yang punya persiapan dalam
peran dan pola hidup
berhati-hati dalam belajar
menghadapi masalah yang perlu
yang berubah selalu
memerlukan waktu yang lebih
diatasi sebagai orang dewasa.
cenderung membawa
banyak untuk mengintegrasikan
orang dewasa ke masa
jawaban mereka, kurang mampu
stress.
mempelajari hal-hal yang baru
2. Adanya persaingan yang menjadikan mereka menjadi egosentris
2. Usia madya adalah
3. Kemampuan mental yang
masa berprestasi
2. Keinginan untuk berfikir kreatif berkurang
diperlukan untuk mempelajari dan
dimana mereka
menyesuaikan diri pada situasi-
mempunyai kemauan
umumnya cenderung lemah
situasi baru seperti mengingat hal-
yang kuat untuk
dalam mengingat hal-hal baru
hal yang dulu pernah dipelajari
berhasil
tetapi baik terhadap hal-hal yang
4. Penalaran proaktif, kritis dan
3. Pada masa ini juga
berpikir kreatif. 5. Kemampuan-kemampuan mental
mengevaluasi prestasi 4. Pada masa ini
3. Orang yang berusia lanjut pada
telah lama dipakai. 4. Penurunan kerja memori. 5. Penurunan konsentrasi pada
seperti penalaran dalam
menuntut tanggung
informasi yang relevan dan
menggunakan analogis dan
jawab yang nyata.
kecepatan pemprosesan
mengingat telah mencapai
5. Bersikap negative.
puncaknya.44
informasi. 6. Selalu mengenang masa lalu.
4. Perkembangan Sosial
43 44
Ibid., 100. Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, 265.
21
Dewasa Dini (18-34 tahun) 1. Lebih suka
Dewasa Madya (35-60 tahun) 1. Umumnya orang yang dewasa
Dewasa Lanjut Usia (60 tahun keatas) 1. Memiliki rasa malas untuk
berpartisifasi baik
mudya hanya bergerak keatas dan
bersosialisasi akibat kondisi
langsung maupun
hanya sedikit yang puas yang
tubuh yang sudah renta
tidak langsung
berpindah ke jenjang yang lebih
(Lemeh). Mereka lebih suka
dalam kegiatan
rendah
tinggal dirumah, terutama laki-
politik dan kewarganegaraan 2. Masa membuat komitmen
2. Memiliki semangat dalam bersosialisasi. 3. Kebanyakan teman-teman mereka
laki yang sudah pensiun. 2. Kebanyakan orang beranggapan orang yang usia
adalah orang-orang yang sudah tua
lanjut tidak begitu dibutuhkan
dan yang berumur pertengahan
karena energinya sudah
menikah kurang
empat puluhan dalam
melemah.
memperhatikan
lingkungannya yang tidak dapat
sekelilingnya.
dipungkiri.
3. Orang yang baru
4. Bagi orang tua, anak
4. Pria pada umunya mempunyai lebih
3. Adanya perubahan peran karena tidak sanggup bersaing dengan kelompok yang lebih
pertama adalah hal
banyak teman dan kerabat daripada
yang paling penting
wanita namun wanita lebih dekat
dalam hidup mereka.
dengan keluarga dibanding laki-
usia ini menarik diri dari
laki.46
keterlibatan social.
5. Orang single lebih suka hidup sendirian
5. Terlibat dalam aktivitas social
muda 4. Tekanan yang membuat orang
5. Sebagian orang lanjut usia
dan tidak harus
misalnya pendidikan dan
lebih senang terhadap diri
dengan yang lain.
kesejahteraan.
sendiri daripada pendapat
6. Mampu
6. Mereka senang terhadap kegiatan
menyesuaikan diri
menjamu teman dalam acara
dengan orang lain.45
jamuan makan malam, pesta.47
kelompok orang lain tentang diri mereka sendiri. 6. Mereka merasa bosanpada orang lain.48
45
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta:Erlangga,2009), 250-251. Ibid, 336-337. 47 Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Dewasa, (Jakarta: Grasindo, 2003), 5. 48 Suralaga Zahrotun & Fadhilah Idriyani, Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya, (Jakarta:UIN Jakarta Press,2006), 153-158. 46
22
5. Perkembangan Moral Dewasa Dini
Dewasa Madya
(18-34 tahun) 1. Periode isolasi sosial
Dewasa Lanjut Usia
(35-60 tahun) 1. Bertanggung jawab bagi
2. Perubahan nilai-nilai
keluarganya
3. Bekerja, hidup dengan seorang
2. perasaan rendah diri dan tidak berguna.51
2. Mengambil keputusan dengan
pendamping
baik berdasarkan perjanjian
4. Hukum yang mengubahnya
(60 tahun keatas) 1. berhenti dari kegiatan sosial
3. Mereka menganggap peraturan kelompok sebagai keadilan.52
3. Bersifat universal, moralitas diputuskan dari hati nurani.50
dan dibimbing sesuai rasionya.49
6. Perkembangan Spiritualitas Dewasa Dini
Dewasa Madya
(18-34 tahun) 1. Mampu mempertanggung jawabkan keyakinanya sebagai komitmen
(35-60 tahun) 1. Kegiatan keagamaan lebih
(60 tahun keatas) 1. Toleransi keagamaan
tertarik waktu muda
2. Kesempatan untuk bersaksi dan
2. Keyakinan keagamaan
2. Menganggap kegiatan
melayani Tuhan
lebih condong kepada
keagamaan lebih social
3. Menegaskan keputusan pribadinya untuk hidup dijalan Tuhan 4. Melakukan Meditasi
Dewasa Lanjut Usia
keyakinan tradisional
untuk memenuhi kebutuhan 3. Merasa agama sebagai sumber kesenangan.
3. Menurun kehadiran dan partisispasi dalam kegiatan gereja.
5. Kontemplasi
7. Perkembangan Jiwa dan Mental Dewasa Dini (18-34 tahun) 1. Fungsi organ-organ berjalan dengan 49
Dewasa Madya (35-60 tahun) 1. Fungsi organ-organ berjalan sempurna namun
Dewasa Lanjut Usia (60 tahun keatas) 1. Kemunduran kemampuan mental karena proses penuan organism secara umum.
Kenneth E. Hyde, Religion in Childhood & Adolecene, (Alabama:Education Press Birmingham,1990),
279. 50
Earl zeigler, Christian Education,151. M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan,171. 52 Paulus Lilik Kristianto, Prinsip dan Praktik PAK, (Yokyakarta: ANDI, 2010), 115-116. 51
23
sempurna dan
mulai mengalami
mengalami masa
gangguan-gangguan
produktifitas yang
seperti penyakit seperti
tinggi.
pencernaan dan lain
akan timbul kemunduran kemampuan
sebagainya.
mental.
2. Fungsi organ-organ mulai menurun dan mengalami gangguan-gangguan. 3. Menurunya berbagai hal, secara otomatis
8. Perkembangan Motorik Dewasa Dini
Dewasa Madya
Dewasa Lanjut Usia
(18-34 tahun) 1. Memiliki kecepatan respon yang
(35-60 tahun) 1. Memiliki kecepatan respon yang
(60 ahun keatas) 1. Kecepatan respon
maksimal dan mereka dapat
baik, tetapi di akhir usia dewasa
mulai menurun.
menggunakan kemampuan ini dalam
madya kecepatan respon mengalami
situasi tertentu dan lebih luas
penurunan.
9. Perkembangan Psikomotorik Dewasa Dini (18-34 tahun) 1. Kemampuan kaki mampu
Dewasa Madya (35-60 tahun) 1. Kemampuan kaki telah
Dewasa Lanjut Usia (60 ahun keatas) 1. Kelenturan otot-otot tangan bagian
berjalan dan meloncat secara
mengalami
depan dan otot-otot yang menopang
maksimal, biasanya atlit yang
keterbatasan, tidak
tegaknya tubuh.
berprestasi mencapai puncak
lagi mampu seperti
kejayaannya atau klimaksnya pada
masa dewasa madya.
usia dewasa muda
2. Kemampuan tangan
2. Penurunan kecepatan dalam bergerak mulai melemah
dalam bekerjapun
3. Kekuatan orang lanjut usia cenderung
semakin lama
menjadi cangkung.
semakin melemah. 10. Perkembangan Bahasa Dewasa Dini (18-34 tahun) 1. Keterampilan berbahasa lebih dikuasai, dan lebih super dan
Dewasa Madya (35-60 tahun) 1. Keterampilan berbahasa lebih
Dewasa Lanjut Usia (60 ahun keatas) 1. Lebih sopan dan perkembangan berbicaranya 24
mudah berkomunikasi dengan
sopan, agak bijak
lebih bermakna. Selalu
orang lain.
dan lebih dewasa
berbicara dengan baik.
2. Bahasa yang digunakan sudah
2. Suka berbahasa
2. Bahasa yang selalu di pakai
behasa pendidikan dan ilmiah.
yang baku dan
selalu bahasa sehari-hari
Tidak sembarangan dalam
bahasa yang di
karena daya pikir sudah
berbicara.
pakai adalah
menurun untuk mengkonsep
bahasa yang
bahasa yang ilmiah.
terkonsep. 11. Perkembangan Intelegensi Dewasa Dini
Dewasa Madya
Dewasa Lanjut Usia
(18-34 tahun) 1. Kemampuan berfikir lebih realistis dan berfikir
(35-60 tahun) 1. Kekampuan
(60 ahun keatas) 1. Kecepatan memperoses
jauh kedepan, strategis dan selalu bersemangat
berfikir masih
informasi mengalami
untuk berwawasan luas.
realistis
penurunan dan kurang
2. Pengalaman orang dewasa menjadikan mereka
2. Selalu dapat
mampu mengeluarkan
untuk mengevaluasi ulang kriteria mereka dalam
mengevaluasi diri
informasi yang telah
menentukan apa yang benar dan adil. Pengalaman
dan orang lain.
disimpan dalam ingatanya.
pula yang memiliki peranan penting seorang
3. berbuat sesuai
dewasa dalam memecahkan masalahnya. Karena
yang sudah di
pengalaman setiap orang dewasa berbeda-beda,
pahami bahwa hal
maka efek yang ditimbulkan ke perkembangan
itu baik.
kognitifnya pun berbeda.53
2. hanya mampu mengemukakan pengetahuan sesuai yang dimilikinya saja, kerena sudah tidak mampu menggalli informasi lebih mendalam lagi akibat daya pikir yang sudah melemah.
12. Perkembangan Emosi
53
Dewasa Dini
Dewasa Madya
Dewasa Lanjut Usia
(18-34 tahun)
(35-60 tahun)
(60 ahun keatas)
Diane E. Papalia, Human Development, (Jakarta: Kencana Prenada Media Goup, 2008), 654.
25
1. Usia ini adalah usia yang tengang dalam
1. Stabilitas emosi masih
1. Sebagian lansia kurang
hal emosi (emotion tension). Ketenangan-
seimbang, terkontrol. Namun
siap menghadapi dan
ketenangan emosi yang terjadi dalam masa
dikalangan perempuan
menyikapi masa tua itu,
awal. Sering dialami karena perubahan awal
biasanya tampak gejala
sehingga menyebabkan
pada masa ini. Banyak diantara dewasa
depresi (murung), cepat
mereka kurang dapat
muda ini mengalami ketegangan emosi yang
tersingung, cemas, kwatir
menyesuaikan diri dan
berhubungan dengan persoalan-persoalan
kehilangan anak-anak yang
memecahkan masalah
jabatan, perkawinan, keuangan, dsb. Banyak
mulai beranjak dewasa.
yang mereka hadapi.
orang dalam usia ini mengalami kegagalan
Mereka juga cemas karena
emosi yang berhubungan dengan persoalan-
takut kehilangan suami
persoalan ayang dialaminya. Ketegangan
karena menopause dan
emosi sering kali tampak dalam kekuatan-
timbulnya tanda-tanda atau
3. Ketidak-iklasan
kekuatan atau kekwatiran-kekwatiran.
garis-garis ketuaan di bagian
menerima kenyataan baru,
Kekuatan/ kekwatiran itu pada umumnya
tertentu pada tubuh.
seperti penyakit yang tidak
bergantung pada ketercapaianya
2. Hurlock mengatakan
mudah sembuh.
penyesuaian terhadap persoalan-persoalan
muncul rasa takut karena
yang dihadapi pada saat tertentu, atau sejauh
kekuarangan persiapan
mana sukses atau kegagalan yang alami
menghadapai masa ini,
dalam pergumulan dan persoalan.
sehingga perlunya
2.Masa dimana motivasi untuk meraih
pengetahuan untuk persiapan
sesuatu sangat besar yang diikuti oleh
menghadapi masa ini.
Sejalan bertambahnya
ketakutan fisik yang prima.
3.Pada usia pertengahan 50
usia, terjadinya gangguan
3.Ada streriope mengatakan lebih
an, individu pada umunya
fungsional, keadaan
mengutamakan kekuatan fisik dari pada
dapat melakukan penyesuaian
depresi dan ketakutan
rasio dalam menyelesaikan suatu masalah
diri yang baik, dan tidak
membuat lansia semakin
4.Mengendalikan perasaan pribadi (tidak
merasa kecewa lagi dengan
sulit melakukan
mementingkan diri sendiri) tetapi
statusnya. Orang dapat
penyelesaian masalah.
mempertimbangkan juga perasaan orang
menyesuaikan diri dengan
lain.Kekhawatiran-kekhawatiran utama
perannya dan kegiatan yang
mereka mungkin terpusat pada pekerjaan
telah disesuaikan oleh
2. Munculnya rasa tersisih, tidak lagi dibutuhkan
4. Kematian pasangan merupakan perasaan yang tidak enak yang harus dihadapi lansia.
5.Hilangnya harga diri, padahal mereka tidak ingin
26
mereka, karena mereka merasa bahwa
perubahan mentalnya dan
dikesampingkan atau
mereka tidak mengalami kemajuan secepat
fisiknya, karena itu
menjadi tidak berguna
yang mereka harapkan, atau mungkin
kehidupan dapat bejalan
lagi.55
terpusat pada masalah-masalah perkawinan
dengan mulus sampai usia
atau peran sebagai orang tua.54
lanjut.
13. Perkembangan Kepribadian Dewasa Dini
Dewasa Madya
(18-34 tahun)
(35-60 tahun)
Dewasa Lanjut Usia (60 tahun
1. Masa dewasa ini masa kreatif (bentuk
1. Di kalangan tertentu
keatas) 1. Adanya keinginan
kreativitas tergantung pada minat dan
dikalangan usia 40 tahun keatas,
menjadi muda
kemampuan individual) dan reproduktif yang
pria dan perempuan sedang
kembali sangat kuat
ditandai dengan membentuk rumah tangga atau
mengalami masa pubertas
pada masa usia
menunda berumah tangga dan karier.
kedua, karena mereka sedang
lanjut ini.
2. Masa peralihan dari masa ketergantungan ke
bersolek, suka bersikap dan
masa mandiri, baik dari segi ekonomi,
berbuat emosional, mudah
kebebasan menentukan diri sendiri dan
marah bahkan masih mudah
pandangan tentang masa depan sudah realistis.
jatuh cinta.
Masa dewasa dini sebagai masa keinginan
2.Terjadi kesukaran emosional
3. sering tidak
mandiri.
baik laki-laki dan perempuan.
percaya diri akan
3.Masa dewasa dini sebagai masa komitmen;
Dengan menurunya kejantanan
dirinya yang sudah
suatu komitmen dibuat oleh orang dewasa
pada laki-laki membingungkan
tua.
muda karena mereka dituntut untuk menjadi
dan mengkwatirkan serta
orang dewasa yang mandiri dan bertanggung
menyusahkan.
jawab bagi kehidupanya sendiri.
3. Menurunya kesuburan pada
4. Memantapkan letak kedudukan. Mengatur
perempuan dapat menyedihkan
2.Tipe kepribadian tergantung, madiri, dan kritik diri.
4. selalu ingin mencoba bergaya lebih muda seperti
54
B. Hurlock, Elizabeth, Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Rentang Kehidupan. (Jakarta: Penerbit Erlangga,1980), 249-250. 55 J Oemar Brubaker dan Robert E Clark , Memahami Sesama Kita Kanak-kanak, kaum muda dan orang Dewasa, (Malang: Gandum Mas, 1972), 121.
27
hidup dan bertanggung jawab dengan
perempuan.
kehidupan. Pria mulai membentuk pekerjaan
4. beberapa orang yang dewasa
yang akan ditanganinya sebagai karier.
madya masih sangat aktif dalam
Perempuan menerima tanggung jawab
bedikari.
sebagai ibu yang mengurus rumah tangga.
5. Masih mempunyai rasa
Seberapa baik seseorang menyesuaikan diri
percaya diri yang tinggi.
dengan konsep diri yang mereka miliki,
6. Dalam hal memimpin,
semakin baik konsep dirinya individu akan
merupakan masa yang masih
mampu lebih dapat berfikir untuk berbuat
bersemangat.
sebelum-sebelumya. 5. bagi yang berintelektual tinggi, mampu menjadi pemimpin yang ideal karena pengalaman yang sudah sangat matang.
yang terbaik untuk keluarga, masyarakat dan lingkungannya.
14. Perkembangan Minat Dewasa Dini (18-34 tahun) 1. Berbagai minat dalam dewasa:
Dewasa Madya
Dewasa Lanjut Usia
(35-60 tahun) 1.Berbagai usaha untuk diet
(60 ahun keatas) 1. Sangat bahagia jika
berlebihan dan olahraga terlalu
mereka di tanya akan
Misalnya: mempelajari cara-cara diet,
berat dapat berbahaya pada
pengalaman yang mereka
melakukan sport, menggunakan make-
jantung mereka.
alami,
up, dan sebagainya.
2. Minat biasanya sering
- Minat penampakan/ penampilan fisik.
- Minat terhadap pakaian/perhiasan. Misalnya: pakaian/perhiasan - Minat terhadap pemikiran benda-benda.
ditekan daripada dikembangkan karena semakin bertambahnya usia
2. Belajar dari pengalaman yang pernah mereka alami untuk menjadi lebih baik
3. ada pergeseran penekanan
3. Ingin merasakan
- Minat terhadap uang
pada minat.
menimbang cucu dan
- Minat terhadap agama.
4. ada pergeseran minat yang
mengayomi anak dan
Ada 3 jenis minat yang dapat dianggap
lebih bersifat meyendiri
cucunya.
Misalnya: mobil, rumah, dan lain-lain.
sebagai cirri orang dewasa, antara lain:
5. banyak orang pad masa dewasa madya ini cenderung
2. Minat Pribadi; meliputi penampilan,
untuk mengembangkan
4. Namun dalam hal bermewah-mewah, tidak 28
kebudayaanya dengan pakaian & perhiasan, status, symbol
ada lagi minat.
membaca, melukis dll.
kedewasaan, uang dan agama.
6. ada pembedaan terhadap kegiatan jenis kelamin.
3. Minat Rekreasional yaitu untuk menghilangkan kepenatan setelah lama bekerja. Yaitu berupa berbincang-bincang, bertamasya, berolahraga, hiburan, atau
7. ada kecenderungan untuk saling membagi minat. 8. ada peningkatan kegiatan
5. Yang diminati oleh dewasa Lanjut adalah ingin menikmati hasil pekerjaannya selama masih dewasa madya.
yang bertujuan untuk
sekedar menyalurkan hobi.
meningkatkan kemampuan 4. Minat Sosial, seperti telah dijelaskan di
pribadinya.
awal bahwa masa dewasa dini adalah masa keterasingan sosial. Mereka harus bisa mencari penyelesaiannya dan berupaya untuk menjalin tali persahabatan baru dengan lingkungan barunya. 15. Perkembangan Kepercayaan Dewasa Dini
Dewasa Madya
Dewasa Lanjut Usia
(18-34 tahun) 1. Pada tingkatan ini mereka
(35-60 tahun) 1. Minat keagamaannya
(60 tahun keatas) 1. Pada tingkatan ini kepercayaan
meyakini ada kuasa alamiah yang
muncul dengan bayak
semakin mundur latar belakang.
dirasaklan dalam kehidupannya,
melakukan ibadah.
Pribadi mengosongkan diri,
meskipun ini bertolak belakang
2. Khusus wanita
sekaligus mengalami diri sebagai
dengan kehidupan Kristen.
meningkatkan keaktifan dalam
makhluk yang berakar dalam Allah
2. Perkembangan keyakinan
kegiatan agama untuk
dan daya kesatuan Adanya.
seseorang dipengaruhi sosial
memenuhi kebutuhan-
2. Tahap kepercayaan ini mengacu
adikordrati, tetapi rasi, emosi dan
kebutuhannya, baik kebutuhan
pada univesalitas yang terwujud
masih banyak lagi..
agama itu sendiri maupun
secara konkrit.
Meyakini bahwa kepercayaan
kebutuhan sosial.
3. Kepercayaan pada usia ini
seseorang mempengaruhi
3.Kecendrungan bahwa
sudah mencapai kemantapan.
pandangan dan nilai-nilai orang
setengah baya beribadah karena 4. Pada usia ini pun sudah muncul
tertentu dalam kehidupan mereka.
asalan murni keagamaan atau
pengakuan terhadap realitas 29
3. Keyakinan dewasa muda telah
karena taqwa, namun ada juga
tentang kehidupan akhirat secara
bergeser dari keyakinan orang
besar kmungkinan karena
kebih sungguh-sungguh.
tuanya dari keyakinan reflektif.
memikirkan liang kubur
5. Sikap kepercayaan cenderung
Mereka dapat
semakin dekat.56
mengarah kepada kebutuhan saling
mempertanggungjawabkan
4. Pada usia ini timbullah
cinta antara sesama manusia serta
keyakinannya dalam bentuk
kesadaran baru dan pengakuan
sifat-sifat luhur.
komitmen, perilaku, kepercayaan
kritis terhadap berbagai macam
6. Pada usia ini, cederung juga
dan jalan hidupnya.
polaritas, ketegangan,
timbul dampak pada peningkatan
4. Hanya ada satu jawaban
kedwiartian dan
pembentukan terhadap adanya
berdasarkan otoritas dan kuasa.
multidimensionalitas yang
kehidupan abadi (akhirat).58
5. Komitmen muncul ketika
dirasakan oleh sang peribadi
dewasa muda memilih posisi yang
dalam diri dan hidupnya.
diambilnya.
5. Pada tahap ini sang pribadi mencapai satu tingkat kepolosan kedua yang meresapi tanggap terhadap segala arti simbol, bahasa kiasan, cerita mitos yang mengandung banyak kiasan.57
F. Hubungan Orang Dewasa Sesuai dengan Psikologi Perkembangan Hubungan Orang Dewasa Dengan Keluarga Sesuai Psikologi Perkembangan Dewasa Dini (18-34 tahun) - Keluarga merupakan salah satu
Dewasa Madya (35-60 tahun) - Masa ini seseorang sudah
Dewasa Lanjut Usia (60 tahun keatas) - Tempat pendidikan dan latihan
tempat untuk membentuk
menetapkan bahkan sedang
anak untuk pola-pola kebiasaan
karakter yang dimana
dalam proses pemeliharaan
melayani Kristus.60
pembentukan karakter tersebut
dan peningkatan stabilitas
56
Andi Marpiare, Psikologi Orang Dewasa, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), 219-221 57 James W. Fower, Tahap-tahap Perkembangan Kepercayaan, (Yogyakarta: Kanisius,1995), 168 58 Ibid, 169.
30
berasal dari orangtua.59 - Orang dewasa (ayah-ibu)
ekonomi pada saat ini dan untuk masa yang akan datang. - Tempat dimana orang dewasa - Penyesuaian diri terhadap
bertugas mengasuh anak-anak
dalam keluarga terjadi
pekerjaan dan keluarga bagi
dan mempersiapkan
perubahan fisik karena usia
orang usia lanjut adalah sulit
kebutuhanseluruh anggota
ini biasanya merupakan awal
karena hambatan ekonomis yang
keluarga. 61
kemerosotan atau
dewasa ini sangat memainkan
melemahnya fungsi-fungsi
peran penting ketimbang masa
- Memiliki tanggung jawab yang
tubuh. - Tempat dimana orang dewasa
besar dalam keluarga sesuai
sudah memikirkan hal baik
dengan tingkatannya.
yang akan mereka lakukan di
- Orang dewasa (18-20) yang sangat membutuhkan sinpati, pengertian, dan dari keluarga. - Tempat yang butuh dukungan orangtua atau orang-orang yang
sebelumnya.
dalam keluarganya. - Orang dewasa dalam keluarga yang memikirkan dari jauhjauh
untuk
masa
depan
anaknya. Dan berusaha untuk hidup sejahtera.
ada di dalamnya dalam menentukan pasangan hidupnya, sehingga dia tidak merasa kekurangan, dan pada saat dewasa muda ini jugalah dia melanjutkan studi dan mencari pekerjaan yang sesuai dengan dia. Hubungan Orang Dewasa Dengan Gereja Sesuai Psikologi Perkembangan Dewasa Dini
Dewasa Madya
(18-34 tahun)
(35-60 tahun)
Dewasa Lanjut Usia (60 tahun keatas)
59
Singgih D. Gunarsa, Psikologi perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1983),
60
Howard G. Hendricks, Kasih Dasar Keluarga Bahagia, (Bandung: Kalam Hidup, 1995), 42. J. Verkuyl, Aku Percaya, 19.
201-202. 61
31
- Dalam masa madya orang
- Pada Masa dewasa madya
- Orang dewasa dalam tahap
dewasa dalam gereja memiliki
sangat berminat untuk
inipun kadang ingin beribadah
hubungan sebagai pemimpin dan
melakukan ibadah.
jika dia memiliki seorang
pelayan.
pendamping, karena usianya
- Gereja harus melayani dan
- Dalam masa madya orang
yang sudah tua. - Biasanya orang dewasa lanjut
membela kepentingan orang-orang
dewasa dalam gereja memiliki
usia dalam hubungannya dengan
miskin, orang-orang lapar, orang-
hubungan sebagai pemimpin
gereja adalah bahwa orang
orang yang lemah, orang-orang
dan pelayan.
dewasa tersebut sudah mulai
yang tertindas baik di bidang
memiliki kejenuhan dalam
hokum maupun di bidang sosial
beribadah, dikarenakan karena
dan politik. Yang mana pelayanan
memiliki factor fisik yang lemah
gereja adalah pelayanan
dan tidak kuat.
persekutuan, pelayanan yang dipercayakan kepada anggota gereja, yaitu orang dewasa.62 - Hubungan orang dewasa dengan
- Banyak melayani jemaat
gereja adalah orang dewasa
dalam artian mereka sudah
dalam gereja merupakan generasi
bisa menjabat sebagi pelayan-
penerus yang merupakan anggota
pelayan gereja (Majelis
jemaat sepenuhnya bagi gereja
Jemaat).
maupun bangsa, sehingga mereka sangat diharapkan untuk menjadi pemimpin yang terampil, cekatan, dan mempunyai sifatsifat yang radikal dan militant.63 - Orang dewasa memilki hubungan dalam gereja juga sebagai agen
- Orang dewasa memilki hubungan dalam gereja
62
J.L. Ch. Albieno, Melayani dan Beribadah di Dalam Dunia, (Jakarta: BPK-GM, 1974), 62. Bona Parte Situmorang, Ceramah No. 11 Mengenai Pemuda/I dari Segi Psikologi Sosial, (Pematang Siantar: Malili), 2. 63
32
dari pelaksanaan tugas panggilan
juga sebagai agen dari
gereja yaitu bersaksi, bersekutu
pelaksanaan tugas panggilan
dan melayani dalam menempati
gereja yaitu bersaksi,
tempatnya dalam bidang
bersekutu dan melayani
pekerjaan, profesi masing-
dalam menempati
masing yang
tempatnya dalam bidang
bertanggungjawab.64
pekerjaan, profesi masingmasing yang bertanggungjawab.65
- Berminat untuk melakukan ibadah. Khususnya wanita yang meningkatkan ke aktifannya dalam kegiatan gereja untuk memenuhi kebutuhankebutuhannya.66 - Banyak melayani jemaat dalam artian mereka sudah bisa menjabat sebagi pelayan-pelayan gereja (Majelis Jemaat). Hubungan Orang Dewasa Dengan Masyarakat Sesuai Psikology Perkembangan Dewasa Dini (18-34 tahun) - Punya cita-cita atau arah tujuan
Dewasa Madya (35-60 tahun) - Tempat untuk berpartisipasi
Dewasa Lanjut Usia (60 tahun keatas) - Dalam bertambahnya usia
hidup bermasyarakat, dalam
berpartisipasi dalam berbagai
mengakibatkan banyak orang
mana dia tidak dipandang
organisasi formal masyarakat
yang merasa menderita karena
sebagai manusia tanpa guna.
yang berbeda demi
jumlah kegiatan sosial yang
kesenangannya, sebagai
dilakukannya semakin
- Adapun hubungan orang dewasa
64
Daniel Nuhamara, PAK Dewasa, (Bandung: Jurnal Info Media, 2008), 9-10. Daniel Nuhamara, PAK Dewasa, (Bandung: Jurnal Info Media, 2008), 9-10. 66 Mappiare, Psikologi Perkembangan Edisi V, 219-220. 65
33
dengan masyarakat adalah
pelayanan kebutuhan
berkurang, sehingga terjadi
generasi bangsa untuk
masyarakat, menolong
proses penguduran diri serta
mengambil alih puncak pimpinan
sesamanya dan lebih tertarik
pelepasan beban dari lingkungan
terhadap bangsa dan Negara
kepada kebudayaan.
masyarakat. Dan biasanya
berjuang untuk mencapai cita-
- Wadah untuk melakukan
proses pengunduran diri dilantar
cita yang mereka harapkan,
berbagai kegiatan sosial,
belakangi karena mina terhadap
hendak memperbaharui
karena perasaan sepi,
diri mereka sendiri meningkat,
masyarakat yang sudah
mengingat berbagai kasus
maka minat untuk
dipengaruhi oleh segala
lebih baik kalau ia melibatkan
masyarakat(orang lain)
kejahatan dan ingin
diri dengan kegiatan social
berkurang.
mengubahnya menjadi
sehingga mereka dapat lebih
masyarakat yang adil dan
banyak mengenal orang lain
makmur, serta orang dewasa
yang dilayani secara
dalam masyarakat berwibawa
langsung, kesehatan yang
dan beranggungjawab terhadap
baik, kegiatan social yang
tugasnya baik secara fisik dan
baik dapat melahirkan
rohani.67
motivasi yang baik, dan dapat memperkuat kepercayaan diri. 68
- Dewasa awal yang normal memilki minat-minat dan keinginan-keinginan untuk lebih berarti, lebih berdaya guna bagi lingkungan masyarakat. 69 - Hubungannya dalam masyarakat adalah bahwa dewasa dini ini juga mulai mengambil peranan sebagai pemimpin, pengatur,
67
Y. Bambang Mulyono, Kenakalan Remaja, (Jakarta: ANDI Ofset Cetakan I, 1986), 10. B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Edisi V, 334-335. 69 Ibid, 89. 68
34
pengikut dll. Yang jelas pada usia ini mereka punya cita-cita atau arah tujuan hidup bermasyarakat, dalam mana dia tidak dipandang sebagai manusia tanpa guna. G. Metode-metode dalam Pendidikan Orang Dewasa70 Metode pendidikan orang dewasa dapat ditinjau dari dua sudut pandang, yaitu: 1. Kontinum Proses Belajar Sebagai Dasar Metode Pendidikan Orang Dewasa Dalam pembelajaran orang dewasa, banyak metode yang diterapkan. Untuk memberhasilkan pembelajaran semacam ini, apapun metode yang diterapkan seharusnya mempertimbangkan faktor sarana dan prasarana yang tersedia untuk mencapai tujuan akhir pembelajaran, yakni agar peserta dapat memiliki suatu pengalaman belajar yang bermutu. Merupakan suatu kekeliruan besar bilamana dalam hal ini, pembimbing secara kurang wajar menetapkan pemanfaatan metode hanya karena faktor pertimbangannya sendiri yakni menggunakan metode yang dianggapnya paling mudah, atau hanya disebabkan karena keinginannya dikagumi oleh peserta di kelas itu ataupun mungkin ada kecenderungannya hanya menguasai satu metode tertentu saja. Kontinum ialah sesuatu yang dianggap sebagai satu keseluruhan, struktur
yang
berterusan yang tidak harus dipisahkan. Sebaliknya, teori atau model multak menjelaskan variasi menggunakan pernyataan berbeda. Metode Pendidikan Orang Dewasa sebaiknya dipilih berdasarkan tujuan pendidikan yang pada garis besarnya dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu: 1) membantu orang menata pengalaman masa lalu yang dimilikinya melalui cara baru seperti konsultasi, latihan kepekaan dan latihan manejemen, yang membantu individu untuk dapat lebih memanfaatkan apa yang telah diketahuinya. 2) memberikan pengetahuan atau keterampilan baru, yakni mendorong individu untuk meraih pengetahuan atau keterampilan yang lebih baik daripada pengetahuan atau keterampilan yang sudah dimilikinya.
70
H. Suprijanto, Pendidikan Orang Dewasa, Dari teori Sampai Praktek, (Jakarta: BUMI AKSARA, 2009),
72-93.
35
Dari sudut pandang kontinum proses belajar, orang dewasa yang sedang belajar dapat menggunakan metode antara lain: Bacaan, Ceramah, Diskusi, Latihan Partisipasi, Studi Kasus, Permainan Peran, Instrumentasi, Pengalaman Terstruktur, Kelompok Pertumbuhan Intensif. Penetapan pemilihan metode seharusnya guru mempertimbangkan aspek tujuan yang ingin dicapai, yang dalam hal ini mengacu pada garis besar program pengajaran yang dibagi dalam dua jenis: Rancangan proses untuk mendorong orang dewasa mampu menata dan mengisi pengalaman baru dengan mempedomani masa lampau yang pernah dialami, misalnya dengan latihan keterampilan, melalui tanya jawab, wawancara, konsultasi, latihan kepekaan, dan lain-lain, sehingga mampu memberi wawasan baru pada masing-masing individu untuk dapat memanfaatkan apa yang sudah diketahuinya. Proses pembelajaran yang dirancang untuk tujuan meningkatkan transfer pengetahuan baru, pengalaman baru, keterampilan baru, untuk mendorong masing-masing individu orang dewasa dapat meraih semaksimal mungkin ilmu pengetahuan yang diinginkannya, apa yang menjadi kebutuhannya, keterampilan yang diperlukannya, misalnya belajar menggunakan program komputer yang dibutuhkan di tempat ia bekerja. Untuk menguraikan lebih lanjut apa yang dimaksud di atas, secara singkat diperinci bagaimana hubungannya dengan kedua ujung pada kontinum proses belajar, yakni penataan (atau penataan kembali) pengalaman belajar di ujung yang satu, dan perluasan pengalaman belajar di ujung yang lain, 2. Jenis Pertemuan Ada beberapa jenis pertemuan yang dapat dipilih seseorang guna menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Jenis pertemuan yang umum dilakukan adalah sebagai berikut: Institusi (Pelatihan) Institusi adalah norma atau aturan mengenai suatu aktivitas masyarakat yang khusus. Dalam suatu institusi diharapkan akan berlangsung pemberian informasi dan instruksi serta identifikasi masalah dan pemecahannya. Dalam institusi sering dilakukan upaya untuk mengembangkan informalitas, kesempatan untuk berpartisipasi dan mengekspresikan diri. Suatu institusi memerlukan pengorganisasian dan tindak lanjut supervisi yang baik dengan dipimpin oleh orang yang ahli dalam melaksanakan program dan mendelegasikan tanggung jawab 36
sehingga mampu menggunakan berbagai macam teknik kelompok untuk mendorong partisipasi individu. Suatu institusi harus ada perencanaan, panitia pelaksana dan evaluasi akhir. Konvensi Salah satu manfaat utama konvensi adalah memberikan peserta secara individual kesempatan melihat organisasi sebagai suatu badan penting dimana ia mengidentifikasikan dirinya. Konferensi Konferensi adalah rapat atau pertemuan untuk berunding atau bertukar pendapat mengenai suatu masalah yang dihadapi bersama. Pada umumnya peserta berperan sebagai suatu kelompok khusus yang mengadakan konsultasi bersama terhadap masalah yang memerlukan pemikiran sangat serius dalam bentuk pertemuan formal. Teknik diskusi yang sering digunakan adalah seperti pertemuan meja bundar, diskusi ang diikuti dengan acara makan siang, dan lainlain. Lokakarya Lokakarya (Academic Workshop) adalah suatu acara di mana beberapa orang berkumpul untuk memecahkan masalah tertentu dan mencari solusinya. Susunan acara meliputi identifikasi masalah, pencarian dan usaha pemecahan masalah dengan menggunakan referensi dan materi latar belakang yang cukup tersedia. Seminar Seminar pada umumnya merupakan sebuah bentuk pengajaran akademis, baik di sebuah universitas maupun diberikan oleh suatu organisasi komersial atau profesional. Sebuah seminar biasanya memiliki fokus pada suatu topik yang khusus, di mana mereka yang hadir dapat berpartisipasi secara aktif. Seminar seringkali dilaksanakan melalui sebuah dialog dengan seorang moderator seminar, atau melalui sebuah presentasi hasil penelitian dalam bentuk yang lebih formal. Biasanya, para peserta bukanlah seorang pemula dalam topik yang didiskusikan. Sistem seminar memiliki gagasan untuk lebih mendekatkan mahasiswa kepada topik yang dibicarakan. Di beberapa seminar dilakukan juga pertanyaan dan debat. Kursus Kilat Kursus kilat merupakan institusi yang sangat intensif selama satu hari atau lebih tentang beberapa subjek khusus. Materinya disajikan dalam bentuk modul dan dimaksudkan untuk membantu peserta mengerjakan tugas secara lebih baik sesuai dengan pekerjaannya. 37
Kuliah Bersambung Kuliah bersambung adalah suatu rangkaian penyajian yang diberikan oleh dosen dengan periode waaktu satu kali perhari, satukali perminggu, satu kali perbulan. Mungkin khotbah pada setiap hari minggu bisa dikatakan sebagai kuliah bersambung, karena secara rutin dilakukan setiap seminggu sekali. Kelas Formal Kelas formal dalam pendidikan orang dewasa biasanya mempunyai peraturan yang ketat. Beberapa kelas formal dalam pendidikan orang dewasa menarik minat hanya kepada mereka yang mempunyai latar belakang yang cukup untuk menguasai materi walaupun kita sudah mulai dari mana dia berada, namun kita sering menemukan bahwa latar belakang dan pengalaman yang bervariai membatasi keberhasilan. Diskusi Terbuka Pentingnya diskusi terbuka adalah terciptanya lingkungan yang sesuai untuk meningkatkan kebebasan mengeluarkan pendapat. Diskusi terbuka memerlukan seorang pemimpin yang ahli untuk mengatur jalannya diskusi sehingga semua peserta mempunyai kesempatan untuk menyatakan pendapat mereka. Ia harus seorang pemberi semangat, seorang pemandu yang bermutu dan mempunyai kemampuan menjaga kelancaran diskusi. 3. Merencanakan Pertemuan Pra-Pertemuan Pertama, perencanaan harus menanyakan apa yang harus dikerjakan? Apa tujuan pertemuan? Siapa yang ikut serta? Kepada kelompok mana pertemuan itu ditujukan? Penerimaan Peserta Perencana harus memikirkan bagaimana sebaiknya menerima peserta yang datang. Hal tersebut penting supaya peserta merasa aman dn rileks. Apa yang dikerjakan dalam acara pembukaan akan menetukan jadwal waktu dari keseluruhan pertemuan. Prosedur Pertemuan Acara yang diambil dalam pertemuan tergantung dari metode apa yang ditetapkan pertama kali ketika menjawab pertanyaan seperti teknik apa yang digunakan untuk menyelesaikan tugas yang dipikulnya. Salah satu pengalaman percobaan yang paling baik dari
38
perencanaan adalah melihat bahwa prosedur pertemuan dimulai dan dilaksanakan dengan cara santai. Evaluasi Pertemuan harus dievaluasi, dimana dalam mengadakan sebuah proses evaluasi, terdapat beberapa hal yang akan dibahas yaitu apa yang menjadi bahan evaluasi, bagaimana proses evaluasi, kapan evaluasi diadakan, mengapa perlu diadakan evaluasi, di mana proses evaluasi diadakan, dan pihak yang mengadakan evaluasi. Hal yang perlu dilakukan evaluasi tersebut adalah narasumber yang ada, efektifitas penyebaran pesan, pemilihan media yang tepat dan pengambilan keputusan anggaran dalam mengadakan sejumlah kegiatan. Evaluasi tersebut perlu diadakan dengan tujuan untuk menghindari kesalahan, memilih strategi terbaik dari berbagai alternatif strategis yang ada, meningkatkan efisiensi iklan secara general, dan melihat apakah tujuan sudah tercapai. 4. Metode Dalam Pertemuan Penyajian Formal Semua berlangsung satu arah dari pembicara kepada peserta. Ceramah atau kuliah: ceramah adalah penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap kelasnya, sedangkan peranan murid mendengarkan dengan teliti, serta mencatat yang pokok dari yang dikemukakan oleh guru. Kuliah adalah proses pembelajaran tingkat lanjut di mana seseorang telah menentukan pilihan jurusan. Biasanya dalam pemilihan jurusan dilakukan berbagai pertimbangan, salah satunya minat dan bakat. Simposium: Pertemuan yang diselenggarakan untuk memberikan pengarahan singkat
menjalang pelaksanaan kegiatan. Diskusi Panel: Diskusi yang dilangsungkan oleh panelis (peserta diskusi panel) dan
disaksikan/dihadiri oleh beberapa pendengar, serta diatur oleh seorang moderator. Kolokium: kolokium lazimnya mengandungi satu syarahan yang diberikan oleh ahli komuniti akademik tentang kerjanya kepada rakan yang berkerja dalam bidang berdekatan Teknik Diskusi Diskusi terbuka : Diskusi terbuka adalah salah satu bentuk kegiatan yang dilaksanakan dalam bimbingan. Diskusi ini adalah kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan lebih dari 39
satu individu. Diskusi ini dapat menjadi alternatif dalam membantu memecahkan permasalahan secara individu. Diskusi kelompok: Penyelesaian masalah dengan melibatkan kelompok-kelompok kecil. Metode diskusi kelompok ini merupakan suatu metode yang diikuti beberapa orang dalam suatu kelompok dengan adanya wakil pimpinan yang mengawasinya. Tim pemimpin i.
Pemimpin diskusi: Pemimpin diskusi bertugas membuka, memperkenalkan pemaparan dan notulis, mengemukakan tujua diskusi, menjaga agar minat peserta tetap besar, membacakan tata tertib, mengarahkan dan mengatur arus pembicaraan, menjaga agar diskusi tetap berjalan, dan menyampiakan kesimpulan, serta menutup diskusi.
ii.
Pengamat proses: berperan sebagai pendengar dan penyeimbang dalam diskusi.
iii.
Notulen: Notulen bertugas mencatat hal-hal penting dalam diskusi baik teknis maupun materi pembicaraan.
iv.
Narasumber : berperan sebagai pemberi informasi atau menjadi sumber informasi untuk kepentingan pemberitaan di media massa. Narasumber merujuk kepada seseorang, kelompok, dan lembaga. Tim pendengar : metode tim pendengar merupakan salah satu pembelajaran yang dimana para peserta terlibat secara aktif dan terjadi hubungan yang dinamis serta saling mendukung antara peserta yang satu dengan peserta yang lain. Bermain peran Permainan peran (bahasa Inggris: role-playing game disingkat RPG) adalah sebuah
permainan yang para pemainnya memainkan peran tokoh-tokoh khayalan dan berkolaborasi untuk merajut sebuah cerita bersama. Para pemain memilih aksi tokok-tokoh mereka berdasarkan karakteristik tokoh tersebut, dan keberhasilan aksi mereka tergantung dari sistem peraturan permainan yang telah ditentukan. Asal tetap mengikuti peraturan yang ditetapkan, para pemain bisa berimprovisasi membentuk arah dan hasil akhir permainan ini. bermain peran adalah berperan atau memainkan peranan dalam dramatisasi masalah sosial atau psikologis.Bermain peran adalah salah satu bentuk permainan pendidikan yang di gunakan unutk menjelaskan perasaan, sikap, tingkah laku dan nilai, dengan tujuan untuk menghayati perasaan, sudut pandangan dan cara berfikir orang lain
40
Skit drama : skit drama merupakan suatu metode yang menggunakan cerita pendek atau susunan perkataan yang bersifat lucu. Terdapat beberapa kategori lelucon baik yang sederhana maupun yang istimewa.
Curah pendapat Curah Pendapat atau brainstorming adalah metode yang menerapkan cara agar seluruh peserta didik dapat mengeluarkan ide dan gagasan tentang suatu masalah yang diberikan oleh fasilitator. Curah pendapat (brainstorming) juga adalah teknik kreativitas yang mengupayakan pencarian penyelesaian dari suatu masalah tertentu dengan mengumpulkan gagasan secara spontan dari anggota kelompok. Diskusi informal : diskusi informal ini merupakan bentuk diskusi yang tidak resmi sehingga dalam diskusi informal tidak terdapat moderator, temateri, notulen, dan peserta diskusi. Debat Debat merupakan kegiatan adu argumentasi antara dua pihak atau lebih, baik secara perorangan maupun kelompok, dalam mendiskusikan dan memutuskan masalah dan perbedaan. Forum i.
Forum kuliah
ii.
Forum simposium
iii.
Forum fanel
Demostrasi Dan Laboratorium Metode pembelajaran demonstrasi adalah model mengajar yang menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana melakukan sesuatu kepada orang dewasa, seperti : i.
Demonstrasi metode
ii.
Demonstrasi hasil
iii.
Prosedur laboratorium
Widyawisata atau Karyawisata
41
Widyawisata ialah jenis parawisata yang bertujuan memperdalam ilmu pengetahuan, baik untuk belajar kemuseum, mempelajari budaya atau untuk tujuan penelitian misalnya meneliti keanekaragaman terumbu karang. Audiovisual Metode audiovisual ini bersifat dapat didengar dan dilihat, jenis metode ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena meliputi dua jenis media auditif atau mendengar dan visual atau melihat. Metode audiovisual digunakan dalam situasi belajar untuk membantu tulisan dan kata yang diucapkan dalam memberikan pengetahuan, sikap dan ide. Komunikasi tertulis Komunikasi tertulis dilakukan antara individu dan organisasi yang terstruktur didalam perusahaan maupun lembaga lainnya. 5. Penyajian Formal Ceramah atau Kuliah Ceramah atau kuliah adalah penyajian secara lisan oleh pembicara dengan menggunakan pemikiran dan ide yang terorganisasi. Simposium Dalam simposium disajikan banyak pandangan dari suatu subjek utama. Membantu untuk mengungkapkan semua aspek dari topik yang dibicarakan di hadapan peserta. Diskusi Panel Pemimpin diskusi panel yang berpengalaman dalam dapat menggali masalah dari panelis dan mengembangkan suasana informal yang semuanya itu dapat menambah pengetahuan dan penghargaan pendengar. Kolokium Dalam akademik, kolokium lazimnya mengandungi satu syarahan yang diberikan oleh ahli komuniti akademik tentang kerjanya kepada rakan yang berkerja dalam bidang berdekatan. Variasi Penyajian Formal Forum dalam konteks ini di defenisikan sebagai penyajian panelis mimbar dengan memberikan kesempatan bagi anggota pendengar untuk mengajukan pertanyaan. Rahasia 42
kesuksesan biasanya tergantung pada ketua atau moderator yang bekerja keras untuk mendorong pendengar berpartisipasi dan ia harus memulai memberikan dorongan sebelum memperkenalkan pembicara atau anggota simposium. Ada beberapa manfaat dari penggunaan forum ini. Dalam forum kuliah dan forum simposium, informasi yang diberikan secara langsung dapat lebih banyak. Proses ini mendorong anggota berfikir setelah mereka mendapat jawaban dari pertanyaan mereka. Jika direncanakan akan menggunakan metode forum, acara harus diumumkan terlebih dahulu. Pengumuman ini memberitahukan peserta sebelum pembukaan pertemuan bahwa para peserta diharapkan untuk dapat berpartisipasi.
Bab III Pendidikan Agama Kristen (PAK)Dewasa A. Pengertian Pendidikan Agama Kristen (PAK) Dewasa Pendidikan Agama Kristen adalah pendidikan yang berisi ajaran tentang iman Kristen. Maksudnya ajaran yang menekankan pada moral dan mental serta rohani seseorang (anak didik), penekanan pendidikan mengarah pada tiga aspek pendidikan yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap, yang terjadi pada proses belajar mengajar secara sistematis. Ada perbedaan antara anak-anak dan orang dewasa jika ditinjau berdasarkan umur, ciri psikologis, dan ciri biologis. Pendidikan bagi orang dewasa adalah semua aktivitas pendidikan yang dilakukan oleh orang dewasa dalam kehidupan sehari-hari yang hanya menggunakan sebagian waktunya dan tenaga untuk memperoleh atau menambahkan intelektualnya.71 Jadi kesimpulan pengertian PAK Dewasa adalah seluruh aspek pendidikan yang didasarkan pada tinjauan Alkitabiah teologis, dan kerohanian, dalam hal kerohanian orang 71
http://strategipak.blogspot.com/2013/11/strategi-pak-dalam-pelayanan-dewasa.html (8/5/2017).
43
dewasa yang mengarahkan orang dewasa agar dapat menjalani kehidupan spiritual dengan baik dan benar sehingga menjadi berdampak positif bagi orang lain, baik dalam gereja, masyarakat dan dimanapun berada. B. Tujuan PAK Dewasa Tujuan PAK dewasa ini dapat kita lihat yaitu merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk membimbing dan mengarahkan setiap orang untuk memiliki kesadaran dalam tingkat kedewasaan dan kematangan yang dia miliki dan dapat ditunjukkannya dalam berbagai hal baik dalam moralitas, maupun mental spiritualnya. PAK haruslah di pahami sebagai isi sekaligus proses dari pengajaran Firman Tuhan, yang memimpin seseorang menjadi pelaku dan hidup sesuai dengan nilai-nilai utama dari Firman
Tuhan.
PAK
sekaligus
menjadi
lembaga untuk mengimplementasikan Firman Tuhan menjadi bagian hidup individu dan komunitas masyarakat beragama Kristen di dalam seluruh dimensi kehidupan mereka. Dalam tingkatan tertentu, PAK bisa diatur sebagai media penginjilan dan menjadikan semua orang sebagai Kristen yang matang dan dewasa secara spiritual.72 PAK dewasa dalam keluarga kristen adalah untuk membimbing perkembangan seseorang menuju kedewasaan yang sesuai dengan pola-pola kristiani dan berlandaskan Firman Allah. C. PAK dan Iman Orang Dewasa i.
Pengertian Iman
Secara etimologi Iman (bahasa Yunani: πίστιν – pistin) adalah rasa percaya kepada Tuhan. Iman sering dimaknai “percaya” (kata sifat) dan tidak jarang juga diartikan sebagai kepercayaan (kata benda).73
72
Elia Tambunan, Pendidikan Agama Kristen : Handbook untuk Pendidikan Tinggi, (Yogyakarta: Illumi Nation, 2013), 45-46. 73 http://id.Wikipedia.org/wki/iman, di akses pada tanggal 18/05/2017, pukul 08.20.Wib.
44
Arti kata ‘Iman’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kepercayaan terhadap Tuhan.74 Seseorang yang memiliki ketetapan hati dalam kepercayaan kepada Allah. Iman kepada Allah berarti iman kepada FirmanNya.75 Kata Iman (Faith) memiliki arti sebagai suatu kebenaran yang objektif, yang diwahyukan yang dipercaya (Fidesqual) atau penyerahan diri secara pribadi kepada Allah (Fidesque).76 Pengertian iman dalam Perjanjian Lama, yakni: Perkataan ‘iman’ dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Ibrani ‘aman’ yang dapat diterjemahkan dengan ‘firmness’ atau keteguhan, kekokohan dan ketetapan.77 Dalam Perjanjian Baru, perkataan yang dipergunakan menerangkan ‘iman’ atau ‘kepercayaan’ adalah ‘pistis’ (bahasa Yunani), berasal dari kata Pisteuo, yang artinya ‘saya percaya’ atau ‘saya mempercayai’.78 Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Dasar keyakinan ini adalah Firman Allah (Ibrani 11:1). Dalam Ibrani 11:1 dikatakan: “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat”. Iman mengandung unsur ilahi dan kemanusiaan. Iman adalah karunia Allah dan juga tindakan manusia. Dasar iman adalah Firman Allah (Roma 4: 20-21). Tujuan iman adalah iman kepada Yesus Kristus. Iman yang menyelamatkan adalah iman kepada Yesus Kristus sebagai Juruselamat.79 Iman adalah kepercayaan terhadap kekuasaan suatu zat yang mengatur alam semesta. Iman adalah bagian dari moral, sebab dalam moral sebenarnya diatur segala perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan, serta perbuatan yang dinilai tidak baik sehingga perlu dihindari.80 Kepercayaan yang menyangkut upaya mental untuk menciptakan, memelihara, dan mentransformasikann arti.81 Iman jangan dijadikan sebagai ketetapan yang absolut atau jangan mengarah ke”mentalitas mengotak-ngotakkan”.82 74
Kamisa, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Kartika Surabaya, 1997), 239. Billy Joe Daugherty, Kuasa Iman, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2004), 4. 76 Gerald Licollins. Edward G. Farrugia, Kamus Teologia, (Yogyakarta: Kanasius, 1996), 113. 77 F.C. Grand dan H.H. Rawley, Dictionary Of The Bible, Edisi II, (Original Editor : James Hastings). 78 Xavier Leon-Dufour, Eksiklopedia Perjanjian Baru, (Yogyakarta : Kansius, 1990), 281. 79 Wofford, Kepemimpinan Yang Mengubahkan, (Yogyakarta: Andi, 1990), 133. 80 Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta:Rajawali Pers,2010), 109. 81 James W. Fowler, Teori Perkembangan Kepercayaan,(Yogyakarta:Kanisius,1995), 20. 82 Thomas H. Groome, Christian Religious Education/Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 2010), 95-96. 75
45
ii.
Pengertian Iman Menurut para Tokoh
Andrew Menurut Andrew iman adalah : “Kepastian bahwa apa yang dikatakan Allah itu benar.
Apabila Allah menyatakan bahwa sesuatu akan terjadi, iman itu bersukacita walaupun tidak melihat tanda-tanda apapun mengenai hal itu. Bagi Iman semuanya sama-sama pasti. Iman selalu hanya menurut pada apa yang telah dikatakan Allah serta bersandar pada kuasa dan kesetiaanNya untuk menggenapi firman-Nya.”83
Thomas H. Groome Menurut Thomas H. Groome, “Iman sebagai yang utama, maksudnya disini adalah iman
merupakan inti manusia yang mendasar, disposisi fundamental dan membentuk segala sesuatu yang datang setelah iman.
Ichewel. G. Indra Definisi Iman menurut Ichewel G. Indra, “dalam Ibr.11 :1 ada dua hal tentang iman,
yakni pertama iman adalah dasr dari segala sesuatu yang kita harapkan. Kedua iman adalah bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat”.84 iii.
Pendekatan Iman
Pendekatan Strukturalis Fowler melakukan penelitian mengenai iman dari perspektif strukturalis dengan
memfokuskan pada “struktur-struktur yang mendasari atau operasi-operasi pikiran dan kepercayaan manusia, yaitu pada kaidah-kaidah dan proses yang berpola dari kemampuan manusia beriman. Oleh karena itu, iman anak kecil berbeda dari iman orang dewasa bukan hanya pada isinya, tetapi juga pada struktur operasi yang berpola yang ada di dalam dengan mana anak beriman.
Iman sebagai yang utama Iman adalah inti manusia yang mendasar , disposisi fundamental yang mewarnai dan
membentuk segala sesuatu yang datang setelah iman. Oleh karena itu, iman adalah fokus utama, disposisi atau orientasi utama berada di dunia dengan mana seseorang membuat, 83 84
Wofford, Kepemimpinan yang Mengubahkan, 133. G. Indra, Dinamika Iman, (Bandung: Yayasan Kalam Kudus, 1993),10
46
mempertahankan, atau mengubah makna manusia. Timbul dari “inti stuktural” seseorang, iman adalah orientasi utama keberadaan seseorang.
Iman sebagai kegiatan mengetahui yang aktif
Iman bukan sebagai keadaan atau milik yang statis, tetapi sebagai kegiatan mengetahui, mengartikan, dan menafsirkan pengalaman. Dengan kegiatan ini, kita “ membuat makna” keluar dari kehidupan kita. Iman adalah proses mengetahui partisipatoris, dan pengetahuan ada di dalam kegiatan. Singkatnya, kita harus mulai berpikir mengenai iman sebagai sebuah kata kerja.
Iman sebagai hubungan.
Iman adalah fenomena hubungan yang mutlak. Pertama-tama hubungan antara diri kita dan dunia sehari-hari dan orang lain. Dalam pengertian ini iman mempunyai dua kutub dan selalu bersifat sosial atau antar perseorangan. Akan tetapi, iman juga”hubungan seseorang dengan kondisi-kondisi akhir dan eksistensiyang paling dalam. Ini membentuk kutub ketiga dari tiga serangkai, dan dengan demikian iman adalah hubungan yang berkutub tiga atau hubungan tiga serangkai. Karena hubungan tiga serangkai ini adalah penting dalam pemahaman Fowler tentang kegiatan iman.
Iman sebagai “sesuatu yang rasional” dan bersifat “perasaan”. Karena iman adalah mengetahui dunia secara aktif dan cara berhubungan dengan dunia,
maka kegiatan iman berdimensi baik kognitif maupun afektif. Fowler menjelaskan bahwa iman “adalah kegiatan mengetahui atau mengartikan dimana,”kognisi”(sang rasional) dengan tak dapat dihindarkan terkait dengan”afeksi” atau “menghargai” (sang perasaan). Beriman berarti berhubungan dengan seseorang atau sesuatu sedemikian rupa, sehingga hati kita di curahkan, perhatian kita diberikan, harapan kita difokuskan kepada orang lain. Dengan demikian, bagi Fowler, iman adalah urusan kepala hati; iman bersifat baik rasional maupun perasaan.
Iman sebagai hal yang universal yang ada dalam diri manusia.
Iman yang universal dibedakan ke dalam pelbagai ekspresi oleh perbedaan-perbedaan cara kita memahami “lingkungan dasar” kita dan “pusat-pusat nilai” yang berbeda dalam lingkunganlingkungan itu. Akan tetapi, iman dapat-tetapi tidak selalu- bersifat religius dalam arti diinformasikan oleh kredo-kredo, liturgi,
etika dan ekstetika dari tradisi agama, agama 47
mengeskpresikan, menginformasikan dan mungkin menambah iman. Akan tetapi, iman lebih luas daripada setiap ekspresinya yang telah di organisasi. Iman adalah hal yang universal yang ada dalam diri manusia.85 Thomas H. Groome, dalam Daniel Nuhamara mengklaim bahwa, iman Kristen sebagai suatu pengalaman yang nyata mempunyai tiga dimensi yang esensial, yakni:86 1. Iman sebagai kepercayaan (Believing) Iman Kristen lebih dari sekedar kepercayaan, walaupun demikian harus dikatakan bahwa iman Kristen mempunyai dimensi kepercayaan apabila ia mendapatkan perwujudannya dalam kehidupan manusia. Aktivitas dari iman Kristen menghendaki agar didalamnya ada suatu keyakinan dan percaya tentang kebenaran-kebenaran yang diakui sebagai esensi dalam iman kristiani. Dimensi iman sebagai kepercayaan tertuju pada dimensi kognitif. 2. Iman sebagai keyakinan (Trusting) Dimensi iman sebagai keyakinan tertuju pada dimensi afektif yaitu mengambil mengambil bentuk dalam hubungan memercayakan diri, serta yakin akan Allah yang pribadi, yang menyelamatkan melalui Yesus Kristus. 3. Iman sebagai tindakan (Doing) Iman Kristen sebagai suatu respons terhadap kerajaan Allah dalam Yesus Kristus, harus mencakup pelaksanaan kehendak Allah. Dimensi tindakan ini memperoleh perwujudan dalam kehidupan yang dijalani dalam kasih agape, yakni mengasahi Allah dengan jalan mengasihi sesama manusia.
iv.
Pengertian Iman Kristen
Dalam Perjanjian Lama kata iman berasal dari kata kerja aman, yang berarti “memegang teguh”. Kata ini dapat muncul dalam bentuk yang bermacam-macam, umpamanya dalam arti “memegang teguh kepada janji” seseorang karena janji itu dianggap yang teguh atau kuat, sehingga dapat di amini, dipercaya. Jika diterapkan kepada Tuhan Allah, maka kata iman berarti, 85
Thomas H. Groome, Christian Religious Education/Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta:BPK-GM, 2010), 97-100. 86 Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK, (Bandung: Jurnal Info Media, 2007), 43.
48
bahwa Allah harus dianggap sebagai yang Teguh atau yang
Kuat. Orang harus percaya
kepadaNya, berarti bahwa ia harus mengamini bahwa Allah adalah teguh atau kuat. Oleh karena itu, menurut Perjanjian Lama, beriman kepada Allah berarti mengamini bukan hanya dengan akalnya, melainkan juga dengan segenap kepribadian dan cara hidupnya, kepada segala janji Allah yang telah diberikan dengan perantaraan firman dan karyaNya. Barang siapa beriman dengan cara demikian itu segenap hidupnya dikuasai janji-janji Allah. Hal itu tampak umpamanya dalam hidup Abraham. Tuhan Allah telah berjanji, bahwa Ia akan menjadikan Abraham menjadi suatu bangsa yang besar dan bahwa Ia akan dijadikan berkat bagi para bangsa. Abraham mengamini janji Allah itu, karena itulah ia pergi meniggalkan orang tua dan tanah airnya ke negeri yang ia sendiri belum mengetahuinya, untuk hidup seluruhnnya dibawah naungan kuasa janji itu. Diterapkan kepada pengertian iman diperjanjian Baru, iman berarti : mengamini dengan segenap kepribadian dan cara hidupnya kepada janji Allah, bahwa Ia di dalam Kristus telah mendamaikan orang dosa dengan diriNya sendiri, sehingga segenap hidup orang yang beriman dikuasai oleh keyakinan yang demikian itu. Juga dapat dikatakan bahwa iman disitu dipandang sebagai “jalan keselamatan”. Dalam arti demikian itu jugalah kata iman dipakai dalam ungkapan orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya atau imannya” (Hab. 2:4, Rom 1:17, Gal 3:11, Ibr. 10:38). Iman Kristen adalah iman yang berkeyakinan, bahwa Tuhan Allah didalam Tuhan Yesus Kristus telah mendamaikan manusia, dosa dengan diriNya sendiri. oleh karena itu orang baru akan dapat menyusun isi iman Kristen secara sistematis, jika ia percaya terlebih dahulu kepada isi keyakinan iman Kristen itu. Hal ini jelas dari keterangan Tuhan Yesus, yang berbunyi : “bukan Manusia yang menyatakan itu kepada mu, melainkan Bapaku yang disorga” (Mat. 16:17) dimana rasul paulus berkata, bahwa tidak ada seorang pun yang mengaku: “Yesus adalah Tuhan” selain oleh Roh Kudus. Isi pokok iman Kristen adalah bahwa Tuhan Allah didalam kasih Nya menyelamatkan manusia dosa, sehingga manusia dosa itu dapat bersekutu dengan dirinya. Karya Tuhan Allah yang demikian ituadalah suatu karya yang satu dan besar, sedemikian besar, sehingga karya penyelamatan itu mencakup bagianbagian yang banyak sekali. Padahal segala bagian itu tidak mungkin dipisahkan dari pokoknya.87 v.
Dasar-dasar Perkembangan Iman88
87 88
Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2014), 17-25. Ichwei G. Indra, Dinamika Iman, (Bandung: Yayasan Kalam Kudus, 1993),15.
49
Yang dimaksud dengan dasar-dasar iman disini adalah cara-cara yang dapat menumbuhkan/menguatkan iman. Menurut Ichwei G. Indra, dalam Alkitab sedikitnya terdapat 7 cara yang dapat menguatkan iman, yakni :
Ucapan syukur kepada Allah (Mzm 50:23)
Salah satu cara untuk dapat menguatkan iman adalah dengan menaikkan pujian dan menyampaikan ucapan syukur kepada Allah.
Mengakui Dosa kepada Allah (Mzm 32:3+5)
Ketika Daud memberitahukan dosa dan salahnya kepada Allah, ia bukan hanya beroleh pengampunan dosa, tetapi imannya juga dikuatkan.
Berdoa kepada Allah (Yes 40 :31)
Berdoa adalah hal yang paling penting, apalagi saat menantikan Tuhan dengan tenang dan teratur didalam doa. Tanpa berdoa, iman tidak akan ada.
Berpegang pada Firman Allah (Roma 10:17)
Iman timbul dari pendengaran, jika menginginkan iman tumbuh dan dikuatkan, renungkanlah dan berpeganglah selalu pada Firman Allah.
Gunakanlah Iman (Mat 25:29)
Iman harus digunakan, maka kehidupan akan berkemenangan setiap hari.
Saksikanlah Iman (Roma 10:10)
Maksudnya adalah kesaksian tentang apa yang telah dilakukan Allah.
Layanilah dengan Iman (Yak 2 :17)
Bekerja terus dan melayani Tuhan dan sesama dengan bersandar kepada pimpinan Roh kudus yang senantiasa memberikan kekuatan iman.
D. Pertumbuhan Iman Pertumbuhan iman adalah suatu proses dimana seseorang sudah menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya (Yohanes 1:12), diberi kuasa jadi anak Allah, lalu rindu mendengar, menerima dan memahami kebenaran Firman Allah dalam hidupnya setiap hari (1 Korintus 10:17), selanjutnya di dalam diri orang tersebut, kebenaran Firman Tuhan mengakar dan bertumbuh hingga dapat menghasilkan buah yang sesuai dengan kehendak Allah (Matius 3:8). 50
Nacy Poyah mengatakan dalam bukunya bahwa: “Hidup di dalam iman kepada Kristus bagaikan tunas yang baru, terus bertumbuh dan berbuah. Bertumbuh dalam pengenalan yang benar akan Allah, sehingga hidup umat berkenan kepada Allah dalam segala hal dan terus mengarah kepada Kristus (Efesus 4:13-16). Berbuah dalam kesaksian hidup yang baik, untuk memuliakan namaNya (Yohanes 15:7; Efesus 2:10)”.89 1. Iman timbul karena seseorang mendengar Firman Kristus Iman timbul dari pendengaran oleh Firman Kristus. (Rom. 10:17) 2. Iman timbul dari Berita Injil: Hanya, hendaklah hidupmu berpadanan dengan Injil Kristus, supaya, apabila aku datang aku melihat, dan apabila aku tidak datang aku mendengar, bahwa kamu teguh berdiri dalam satu roh, dan sehati sejiwa berjuang untuk iman yang timbul dari Berita Injil, (Filp 1:27). Bagaimana iman dapat tumbuh, sebagai contohnya dapat dilihat pada kisah seorang wanita yang sakit pendarahan selama 12 tahun (Mark. 5:25-29) Adalah di situ seorang perempuan yang sudah dua belas tahun lamanya menderita pendarahan. Ia telah berulang-ulang diobati oleh berbagai tabib, sehingga telah dihabiskannya semua yang ada padanya, namun sama sekali tidak ada faedahnya malah sebaliknya keadaannya makin memburuk. Dia sudah mendengar berita-berita tentang Yesus, maka di tengah-tengah orang banyak itu ia mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jubah-Nya. Sebab katanya: “Asal ku jamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh.” Seketika itu juga berhentilah pendarahannya dan ia merasa, bahwa badannya sudah sembuh dari penyakitnya. Kalimat “Dia sudah mendengar berita-berita tentang Yesus,” menjelaskan darimana iman perempuan itu mulai tumbuh. Kabar-kabar yang dia dengar dari banyak orang bahwa Yesus menyembuhkan semua orang dan semua penyakit membuat perempuan malang itu memiliki harapan baru dan keyakinan baru bahwa penyakitnya pasti dapat sembuh asalkan dia ketemu Yesus Kristus, bahkan dia berkata dalam hati “Asal ku jamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh.” (ayat 28). E. Dasar Teori Pertmbuhan Iman Penemu teori pertumbuhan iman dan yang adalah seorang peneliti yang paling terkenal, yaitu James W. Fowler.90 Fowler telah memberi karirnya secara akademi untuk mempelajari sifat alam iman dan pertumbuhannya. Karena dasar teori pertumbuhan iman didasari pada teori 89
Nacy Poyah dan Bentty Simanjuntak, Bahan PA Mengenai Allah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004),
30.
51
Jean Piaget tentang pertumbuhan secara kognitif, teori kognitif struktural dari pertumbuhan moral telah ditemukan oleh Lawrence Kohlberg, dan teori Erik Erikson tentang pertumbuhan secara psikologi. Secara theologis, teori Fowler didasarkan pada karya H. Richard Niebuhr, Paul Tilich dan Wilfred Cantwell Smith.91 Untuk itu, Fowler berasumsi bahwa semua makhluk hidup memiliki bentuk iman yang terus berlangsung dan agaknya proses pertumbuhan yang dapat diperkirakan. Meskipun Fowler mengakui iman Kristen dan menemukan aplikasi yang mendalam pada pemahaman pertumbuhan rohani dalam bidangnya, tetapi teorinya direncanakan untuk dapat diaplikasikan dalam pertumbuhan pada semua bentuk iman. 1.
Keyakinan dan Iman
Dalam pertumbuhan iman, sebuah perbedaan dibuat antara keyakinan dan iman. Keyakinan memiliki arti yang penting saat iman diekspresikan. Tetapi iman lebih dalam dan melibatkan motivasi baik secara sadar maupun tidak sadar. Fowler memberikan definisi iman dalam istilah kesetiaan dan keyakinan (loyalty & trust), yang diekspresikan dalam beberapa bidang. Yang pertama, ada pengabdian pada ide-ide atau orang-orang yang sangat berarti bagi kita. Hal ini digambarkan sebagai nilai inti.92 Nilal inti adalah "sesuatu yang membangkitkan kasih dan pengabdian kita dan untuk itu mengerahkan susunan kekuasaan dalam keseluruhan kehidupan kita dengan apa yang terkandung didalamnya.93 Allah, bersama dengan nilai inti lainnya, termasuk dalam kategori ini. Yang kedua, ada kesetiaan (loyalty) pada pusat kekuasaan yang memberikan kita perasaan aman. Keluarga atau simpanan di bank dapat mewakili sumber rasa aman yang bukan berkaitan dengan agama. Akhirnya, Fowler percaya bahwa setiap orang mengabdi pada "cerita utama" yang memberikan arah dan pengharapan dalam hidup. Cerita utama ini, melibatkan orang lain yang kepadanya nilai itu dibagikan, memberikan
90
James W. Fowler III adalah seorang Profesor di Charles Howard Candler pada bidang Theologia dan Human Development, Candler School of Theology of Emory university (United Methodist Church) dia sebagai direktur pada Emory Center untuk Etnis dan Aturan Umum Berta pars ahli dibidangnnya masing-masing. 91 James W. Fowler, Stage of Faith: The Psychology of Human Development and the Quest for Meaning (San Fransisco: Harper and Row, 1981), pp. 4-15, 38-39. 92 James W. Fowler, "Stages in Faith Consciousness," in Religious Development in Childhood and Adolescence, Fritz Koser and W. George Scarlett (San Francisco: Jossey – Bass, 1991), 32. 93 James W. Fowler, Weaving the New Creation: Stages of Faith and the Public Church (San Francisco: Harper, 1919), 101.
52
pengalaman manusla; yang artinya hal ini melampaui batasan hidup yang dapat dinikmati (dirasakan) dalam lima bidang.94 2.
Kualitas Iman
Dua kualitas memberikan arti bagi sifat alami iman itu sendiri. Yang pertama adalah memperhatikan hubungannya, kemunculannya, dalam pola tiga serangkai. Bagian pertama dalam tiga serangkal adalah hubungan dengan "nilal inti". Bagian kedua darl tiga serangkai adalah diri kita sendiri, sementara bagian yang ketiga adalah orang lain. Iman dialami bersama yang lain dalam hubungan yang diberi sifat rasa percaya. Hubungan yang alami dan iman membuat komunitas pusat untuk mengekspresikan iman. Iman tidaklah suatu hal yang privat, masalah individual. Hubungan dengan orang lain, sementara dalam waktu yang bersamaan memiliki hubungan yang mutual dengan sebuah nilai inti, membentuk pola tiga serangkai.95 Yang kedua, iman terlihat saat diketahui bahwa iman mengantar pada keberadaan dan melakukan. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang hanya terselip dalam memori yang bisa dipangil kapan saja saat diperlukan. Tetapi lebih dari sekedar mengetahui aspek dari iman yang artinya harus dilakukan atau harus ditindaki. Hal ini perlu dialami dengan pembentukan siapa kita dan apa yang kita lakukan. Iman itu aktif bukan statis. Di sini, Fowler menerima pemahaman Piaget dan Kohlberg mengenai pertumbuhan kognitif dan moral dan menghubungkannya dengan pertumbuhan iman. la berpegang bahwa pengetahuan bertumbuh lewat interaksi dengan orang-orang, ide-ide dan pengalaman-pengalaman.96 3.
Struktur Iman
Arti dari kepuasan iman mungkin dapat dimengerti melalui struktur pemikiran, penilaian, dan pengetahuan. Struktur-Struktur ini mengalami perubahan bersamaan dengan perubahan pada iman itu terjadi. Dalam hal ini. struktur-struktur yang memberi arti pada iman anak-anak sangatlah berbeda dengan iman orang dewasa. 97 Setiap struktur 94
James W. Fowler, Weaving the New Creation, 100. Fowler, Stage of Faith, 16-18. 96 James W. Fowler, "Faith and the Structuring of Meaning." In Toward Moral and Religious Maturity, ed. Chritiane Brusselmans and James A. O'Donohoe (Morristown, NJ.:Silver Burdet, 1980), 57-64. 97 Ibid., 64-66. 95
53
yang berhasil menyiapkan stabilitas (equilibrium) yang diperlukan untuk bekerjasama dengan tepat bersama isu-isu kehidupan dalam konteks perubahan hidup. 98 Dalam pembagian, karena iman melibatkan Struktur, gambaran berhubungan dengan struktur yang memegang
peranan
penting.
Fowler
mempertahankan
bahwa
sesungguhnya
semua
pengetahuan kita dimulai dengan gambaran dan sebagian besar yang kita ketahui telah tersimpan dalam bentuk gambaran. Jadi, gambaran iman pada masa kanak-kanak adalah permanen dan berlanjut selama masa hidup seseorang.99 Sementara teori pertumbuhan iman secara dasar berfokus pada sisi iman dalam kehidupan seseorang yaitu psikologi iman. Fowler menemukan betapa pentingnya apa yang secara umum ia sebut sebagai sebuah hal yang Luar- Biasa (Transcendent), atau "puncak kondisi dari jalan kehidupan." Istilah-istilah ini secara kasar berhubungan dengan konsep tetang Allah atau tentang seseorang atau ide yang paling besar dan berkuasa, membiarkan teorinya untuk diaplikasikan pada jenis iman apa saja. Tetap saja Fowler membiarkan pemahaman Kristen mengenai Allah dan memikirkannya sebagai sebuah sumber yang paling besar dan berkuasa dalam iman.100
F. Tahap-Tahap Iman Iman bertumbuh melalui tahap-tahap yang dapat disamakan dan yang menyajikan perkembangan yang rumit dan lengkap. Kapasitas yang lebih besar untuk memahami perbedaan-perbedaan dan membuat hasil yang terperinci. Sama halnya, hasil dari tingkat pertumbuhan dalam flexibelitas dalam urusan dengan perbedaan- perbedaan iman. Fowler menemukan bahwa tahap-tahap tersebut invariant (tidak berubah atau tetap) di mana setiap orang berkembang melalui tahap yang sama, sequential (sebagai akibat dari) di mana tahap- tahap muncul dalam susunan yang sama pada setiap orang, dan hierarchical (penganut paham hirarki) di mana setiap tahap didirikan atau ditambahakan pada tahap sebelumnya). Bagaimanapun juga, Fowler tidak menyatakan bahwa iman seseorang dalam setiap budaya memiliki karakter-karakter ini secara bersamaan. Jadi, teorinya bukanlah teory 98
James W. Fowler, Stages of Faith: Reflection on a Decade of Dialoque," Christian Education Journal 13, no. 1 (1992), 31. 99 Fowler, Stages of Faith, 25 100 James W. Fowler, "Faith, Liberation, dan Human Development,"in Christian Perspectives on Faith Development: A Reader, ed. Jeff Astley and Leslie Francis (Grand Rapids: Eerdmans, 1992),5.
54
universal. Fowler menemukan bahwa ada enam tahap dalam pertumbuhan iman. Meskipun setiap tahap dapat dicapai selama usia yang telah ditemukan oleh Fowler, dan bukan berarti bahwa secara pasti bahwa pertumbuhan melalui setiap tahap dalam kenyataan akan muncul.101 Tahap awal pertumbuhan iman muncul dalam sebuah periode yang sebenarnya tidak termasuk dalam sebuah tahap. Fowler menyebut periode ini sebagai Primal – Un differentiated Faith (dasar -iman tanpa perbedaan), dari lahir sampai 2 tahun. Tapi saat sekarang tahap awal ini juga dapat dijadikan tahap pertama sehingga menjadi tujuh tahap-tahap iman, yaitu: 1. Kepercayaan Awal dan Elementer (Primal – Un differentiated Faith) (Usia Kanakkanak, 0-2 atau 3 tahun) Rasa percaya Elementer dan dasariah ini timbul sebagai kecondongan spontan yang bersifat pralinguistis- sebelum munculnya kemampuan berbahasa untuk mengandalkan seluruh hubungan timbal balik antara bayi dan lingkungan sekitar, terutama orang-orang yang secara tetap, teratur dan setia mengasuh dan memeliharanya (orangtua terutama ibu). Seluruh interaksi timbal balik tersebut menimbulkan dalam diri anak sejenis pengharapan dan rasa percaya yang organismik dan aman, boleh dipercayai dan diandalkan.102 Tahap kepercayaan awal yang elementer ditandai oleh cita rasa yang bersifat praveral terhadap kondisi-kondisi eksistensi, yaitu rasa percaya dan setia yang elementer pada semua orang dan lingkungan yang mengasuh sang bayi. Tentu saja sikap lingkungan yang menerima atau menolak itu, sangatlah penting bagi terbentuknya rasa kesatuan organik adaptif yang mesra antara bayi dan lingkungan.103 Iman dalam hal ini dibentuk oleh pengalaman kasih sayang dan pemeliharaan dan dipelihara (orang tua dan orang dewasa lainnya). Pengalaman pengalaman ini mengakibatkan tempramen atau kecenderungan rasa percaya terhadap kehidupan. Orientasi tentang rasa percaya ini dimulai sebelum ada serangan bahasa. Di sini benih iman ditaburkan.104 2. Kepercayaan Intuitive-Projektive (Intuitive-Projektive Faith) (Masa Kanakkanak, 3-7 Tahun) 101
James W. Fowler, Faithful Change: The Personal and Public Challenges of Postmodern Life (Nashville: Abington, 1996),56-57. 102 A. Supratiknya, Teori Perkembangan Kepercayaan, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 39. 103 James W. Fowler, Tahap-tahap Perkembangan Kepercayaan, 96. 104 James W. Fowler, "Stages in Faith Consciousness," in Religious Development in Childhood and Adolescence, ed. Fritz Koser and W. George Scarlett (San Francisco: Jossey – Bass, 1991), 34.
55
Tahap ini membuat kepekaan anak terhadap dunia misteri dan yang Ilahi serta tanda-tanda nyata kekuasaan. Karena anak-anak sungguh-sunggh memperhatikan segala gerak isyarat, upacara dan kata-kata yang digunakan oleh orang-orang dewasa untuk mengungkapkan kepercayaan mereka, maka kemampuan dan minat anak terhadap misteri dan yang suci diarahkan dan dibina oleh persepsinya mengenai pandangan dan keyakinan religius orang dewasa. Dunia gambaran dan imajinasi ini menguasai seluruh hidup afektif dan kognitif yang mendasari pola kepercayaan si anak. Gambaran-gambaran tersebut menjadi kuat, bertahan lama dan tetap mempengaruhi secara positif atau negatif seluruh emosional dan kognitif kepercayaan anak di kemudian hari.105 Jenis anak yang kita temukan pada tahap ini adalah anak yang di dorong oleh rasa diri yang terbagi antara keinginan untuk mengekspresikan dorongan hatinya dan ketakutannya akan ancaman hukuman karena kebebasannya yang tanpa batas dan tanpa kekang. Imajinasi muncul melalui cerita-cerita, isyarat-isyarat dan simbol-simbol lainnya. Terkait dengan persepsi-persepsi dan perasaan-perasaan, imajinasi menciptakan gambaran iman yang kuat yang terus berlangsung selama masa hidup. Selama tahap ini, emosi secara moral menjadi Jelas. Pemahaman seorang anak tentang Allah membenbentuk dan dipengaruhi oleh pengalamanpengalaman bersama orang tua dan orang-orang dewasa lainnya yang keterkaitannya secara emosional telah dibentuk. Di sini, kepuasan iman sebagian besar hilang, sebagai hasilnya menjadi mudah untuk diserang atau mudah rapuh dan sangat sedikit memberikan stabilitas iman. Iman yang dialami memiliki kualitas yang tidak utuh, semuanya itu merupakan sebuah kumpulan dari hal-hal yang independen, pada umumnya merupakan peristiwa-peristiwa yang tidak saling berhubungan. Tahap ini bertolak-belakang dengan garis iman yang terhubung dengan pengalaman - pengalaman pada tahap-tahap selanjutnya.106 3. Kepercayaan Mitis-Harafiah (Mythical- Literal Faith) (Masa Kanak-kanak Usia 8-11/12 Tahun) Pada tahap ini anak mulai belajar melepaskan diri dari sikap egosentrismenya, mulai membedakan antara perspektifnya sendiri dan perspektif orang lain, serta memperluas pandangannya dengan mengambil alih pandangan orang lain. Anak mulai berfikir secara logis 105
A. Supratiknya, Teori Perkembangan Kepercayaan, 39. James W. Fowler, "Moral Stages and the Development of Faith," In Spiritual Development in Latter Life, ed. Bill Puka et al. (New York: Garland,1994), 358-59. 106
56
dan mengatur dunia dengan kategori-kateori baru. Orang tua masih tetap menjadi sumber autoritas tertinggi baginya khususnya dalam cerita, keyakinan, kepercayaan, dan ibadat khas bagi kelompok keanggotanya, maka usia anak sekolah mulai berangsur-angsur menempatkan diri ke dalam perspektif orang lain serta mengambil alihnya. Yang paling digemari anak pada tahap ini, anak menjadi senang penutur dongeng (mitos) yang sungguh-sungguh. Anak berfikir secara konkret tanpa merefleksikan lebih lanjut tindakan berfikirnya. Berkat daya logika baru dan pengambilan perspektif orang lain tersebut, maka anak sanggup memeriksa dan menguji gambaran serta pandangan religiusnya dengan tolak ukur logikanya sendiri, pengecekan atau pengamatannya, dan pandangan religius orang dewasa yang diandalkannya sebagai sumber autoritas. Pada tingkat moral, anak belum mampu menyusun dunia batin yaitu seluruh perasaan, sikap dan proses penuntut batiniah, yang dimiliki dirinya sendiri. Apabila ia mau mengreti tatanan moral, kenyataan dan hidup, maka ia bersandar pada struktur-struktur ekstern sikap kejujuran dan mengandalkan orang dewasa yang masih dipandang sebagai instansi wibawa moral. Pandangan moralnya menuntut bahwa yang baik harus dihadiahi dan yang jahat harus dihukum. Pada tahap ini ceritalah yang menjadi sarana utama seseorang untuk mengumpulkan berbagai arti menurut sifat keterkaitannya dan untuk membentuk pendapatnya. Di sini, seorang anak akan mulai menggunakan cerita- cerita, kepercayaan-kepercayaan dan mempraktekkannya pada komunitas imannya. Sebuah pemisahan pada literalisme mengantar seorang anak untuk menjadi seorang yang kritikal pada pengajaran-pengajaran dan ide-ide yang mereka miliki dan tingkat sebelumnya karena perigajaran-pengajaran dan ide-ide itu tidak berhubungan dengan kapasitas awal anak dalam mengenal tanda-tanda. 107 Seorang anak mampu untuk membedakan antara realitas dan fantasi. Gambaran-gambaran dan perasaan-perasaan terhadap orang lain dapat disadari. Pada tahap ini seorang anak memandang Allah anthropomorphically (dengan cara menggangap bahwa bentuk dan sifat manusia berasal dan dewa/binatang/benda) tingkah-laku yang salah atau benar dipandang lewat lensa konsekuensi: benar adalah segala sesuatu yang diberi penghargaan atau hadiah, sementara salah adalah apa saja yang diberi hukuman.108
107
James W. Fowler, "Moral Stages and the Development of Faith," In Spiritual Development in Latter Life, ed. Bill Puka et al. (New York: Garland,1994), 145-46. 108 Fowler, Stages of Faith, 135-39.
57
4. Kepercayaan
Sintetis-Konvensional
(Synthetic-
Conventional
Faith)
Masa
Adolesen dan Seterusnya, (Usia 12 Tahun sampai Sekitar 20 Tahun) Disekitar umur 12 tahun, seseorang biasanya mengalami suatu perubahan radikal dalam caranya memberi arti. Karena munculnya kemampuan kognitif baru yaitu perasi-operasi formal, maka seseorang mulai mengambil alih pandangan pribadi orang lain menurut pola “pengambilan perspektif antar pribadi secara timbal balik”. Yang perlu ialah mengintegrasikan segalagambaran diri yang begitu berbeda supaya menjadi satu identitas diri yang koheren. Maka tugas paling pokok tahap ini adalah supaya menciptakan sintesis identitas. Oleh sebab itu tahap ini disebut “sintetis”. Soal identitas dan diri batiniah, baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, menjadi topik paling mengasyikan bagi remaja. Seluk beluk kepribadian, gaya dan sisinya menjadi titik perhatian mereka. Gambaran diri itu di bangun dalam ketergantungannya pada orang lain yang berarti baginya. Remaja mendapatkan suatu kumpulan nilai, gambaran relligius, dan keyakinan kepercayaan baginya kriteria adalah fakta bahwa segala nilai, norma, dan keyakinan religius tersebut disahkan para anggota kelompok yang bernilai baginya. Karena pemikiran yang resmi kegiatan kognitif dari pertumbuhan yang diketahui, para remaja mampu untuk menggunakan ide- ide yang abstrak untuk menentukan arti kehidupan. Pengalaman- pengalaman masa lalu dapat memberikan arti bagi mereka baik untuk saat ini maupun untuk masa depan. Mutual perspektif- taking, sebuah kemampuan untuk melihat sesuatu seperti cara orang lain melihatnya menjadi mungkin, juga menjadikannya mungkin untuk melihat diri kita seperti orang lain melihat kita. Hubungan memegang peranan penting dalam pembentukan iman. Hal yang kuat ini mendorong ke arah hubungan dalam mengasah identitas pribadi yang mengantar pada rasa nyaman untuk penerimaan dan penghakiman orang lain. Iman juga dibentuk, diasah oleh identitas yang dikhawatirkan. Ada tambahan yaitu rasa lapar akan sebuah hubungan pribadi dengan Allah yang mengetahui, menerima dan menguatkan.109
5. Kepercayaan Individual-Reflektif (Individuative-Reflective Faith) Iman Yang di Cerminkan (Usia 20 Tahun ke Atas- Awal Masa Dewasa) 109
Fowler, "Stages in Faith Consciousness” ,38-39.
58
Disini orang mengalami suatu perubahan yang mendalam dan menyeluruh dalam hidupnya. Orang dewasa muda tidak lagi berhasil mengatasi semua masalah dengan pola pikir konvensional. Pola dasar kepercayaan ini ditandai oleh lahirnya refleksi kritis atas seluruh pendapat, keyakinan, dan nilai(religius) lama. Pribadi sudah mampu melihat diri sendiri dan orang lain sebagai bagian dari suatu sistem kemasyarakatan, tetapi juga yakin bahwa dia sendirilah yang memikul tanggung jawab atas penentuan pilihan ideologis dan gaya hidup yang membuka jalan baginya untuk meningkatkan diri dengan cara menunjukkan kesetiaan pada seluruh hubungan dan panggilan tugas. Perubahan akibat struktur berfikir itu yang pertama pada tahap itu yang pertama pada tahap ini muncul suatu kesadaran jelas tentang identitas diri yang khas dan otonomi tersendiri di perjuangkan jenis kemandirian baru. Perubahan penting yang kedua ialah orang dewasa muda mulai mengajukan pertanyaan kritis mengenai keseuruhan nilai dan pandangan hidup. Tahap ini melibatkan, pertama-tama, sebuah ujian pemikiran, termasuk pertanyaan, yang mengantar pada pengasahan kembali terhadap pemahaman iman pada awalnya. Kedua, hal ini melibatkan bagaimana memimpin kehidupan orang lain. Sementara dalam tingkat sebelurnnya hubungan memberikan pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan iman, dalam tahap ini tanggung jawab individu menjadi sangat menonjol. Di sini bukan berarti bahwa iman suatu individu sudah terbentuk. Tetap saja, ada pertentangan- pertentangan yang menjadi bukti. Dalam hal ini dapat saja menjadi sangat menakutkan, sebagai contoh, dalam merasakan pergeseran pemahaman iman sebelumnya pada seseorang yang memberikan keamanan dan stabilitas. Ada kerenggangan antara tanggung jawab individu dan Iman yang ditonjolkan oleh seseorang dalam tahap sebelumnya. Sebuah pertentangan antara pemenuhan din sendiri dan melayani orang lain sama rata. Ak-hirnya, ada perdebatan-perdebatan antara relativisme dan absolut. Kerenggangan ini akhirnya diselesaikan saat kemampuan untuk membuat kritikan diuji dalam kepercavaan yang telah menjadi jelas.110 6. Kepercayaan Konjungktif (Conjunctive Faith) Iman yang mengikat (Usia 35 Tahun ke Atas) Kepercayaan konjungtif timbul pada masa usia 35 tahun keatas. Perhatian utama pada tahap ini ditunjukkan pada upaya membuat hidupnya lebih utuh, ia lebih peka terhadap fakta 110
Fowler, Stages of Faith,178-82; Weaving the New Creation,38-40.
59
bahwa hidupnya merupakan anugrah pemberian daripada hasil rasional kita sendiri. Batas-batas sistem pandangan hidup teridentitas diri yang jelas,kaku, dan tertutup, kini menjadi runtuh. Tahap ini ditandai oleh sesuatu keterbukaan dan perhatian baru terhadap adanya polaritas,ketegangan,paradoks, dan ambiguitas dalam kodrat kebenaran diri dan hidupnya. Kebenaran hanya akan terwujud apabila paradoks dan sebagainnya itu diakui dan diungkap dalam bentuk pemikiran dialektis. Orang mencari berbagai cara dan daya untuk mempersatukan pertentangan-pertentangan yang terdapat di dalam pikiran dan pengalamannya, karna sadar bahwa manusia membuka sebuah tafsiran majemuk terhadap kenyataan multidimensional. Peribadi ini mencoba mengolah kembali, memperbaiki, dan memperluas seluruh kebenaran yang diresapkannya pada masa kanak-kanaknya sendiri, tetapi juga sunguh-sungguh menghargai orang lain yang asing sebagai pemilik kebenaran baru. Tahap ini tidak menyediakan tempat bagi sikap sukuisme kelompok yang religius dan homogen dan tertutup atau niat untuk mengadakan perdebatan. Dalam tahap sebelumnya, individu telah menjadi sadar akan simbol iman yang memberikan arti bagi kehidupan. Pada tahap ini, ada rasa harus muncul ke permukaan atas hubungan yang dalam dengan realitas yang dituniukan oleh simbol-simbol itu. Iman dapatlah diuji dari banyaknva perspektif- perspektif yang simultan. Semakin rasa yang dalam disadari lewat kedalamanan inskonsistensi yang bertumbuh, sementara itu pula pada waktu yang bersamaan ada komitmen yang tumbuh untuk memberikan kebenaran pada orang lain dalam usia, budaya, dan hal-hal lainnya yang berbeda. Sebuah keinginan yang sangat kuat untuk mendampingi orang lain dalam memperjelas iman mereka sendin.111 7. Kepercayaan Universalitas (Universalising Faith) (Usia 45 Tahun ke Atas) Kepercayaan yang mengacu pada Universalitas dapat berkembang pada umur 45 tahun ke atas. Pribadi ini berhasil melepaskan diri dari egonya dan dari pandangan bahwa ego adalah pusat, titik acuan dan kehidupan yang mutlak. Pada tahap ini pribadi melampaui tingkatan paradoks dan polaritas, karena gaya hidupnya langsung berakar pada kesatuan yang ultim, yaitu pusat nilai, kekuasaan dan keterlibatan yang terdalam. Idenifikasi dan partisipasi dengan yang ultim sebagai dasar dan sumber segala yang hidup menjadi mungkin, karena pribadi berhasil melepaskan diri dari egonya dan dari pandangan bahwa ego adalah pusat, titik acuan, dan tolak 111
Fowler, Stages of Faith, 185-88; Weaving the New Creation , 40-41.
60
ukur kehidupan yang mutlak. Visi tanggung jawab universal mendorongnya untuk membaktikan seluruh diri penuh cinta kasih dalam berbagai macam keterlibatan etis dan kreatif, misalnya tekad untuk menyelsaikan perselisihan-perselisihan, mengatasi segala macam penidasan dan situasi yang kurang berperi kemanusiaan, membongkar pandangan picik dan akuistik, serta ide dan idola palsu yang biasanya dianut oleh masyarakat luas.112 Sebuah perasaan yang berakar dengan teguh bertumbuh dalam Transendent, “kondisi dasar dari keberadaan”, atau pada Allah. Proses pemuasan/decentration dari din sendiri yang dimulai pada tahap yang kedua meraih keutuhannya. Sebuah kemampuan muncul pespektif dalam membiarkan diri sendiri tanpa menilai dirinya sendiri. Ada sebuah perjuangan untuk hidup dengan kasih dan keadilan yang ideal dengan orang-orang dalam sikap yang dipertahankan. Sementara rasa penghargaan terhadap aturan manusia, harapanharapan dan apa yang sebenarnya terus berlanjut, ada sebuah kebebasan dari hal yang sama yang juga bertumbuh. Ada keterbukaan yang bertumbuh ke arah kebenaran dalam semua jenis iman.113 Penelitian Fowler menetapkan bahwa anak-anak dan para remaja tidak mampu mencapai tahap ke-empat hingga ke-enam. Hanya sedikit orang dewasa mencapai tingkat ke-lima. Sedangkan sangat jarang ada orang mencapai tingkat ke-enam. Tahun-tahun pada usia pertengahan merupakan masa penting bagi para orang dewasa karena mereka menetapkan apakah mereka akan lebih bertumbuh atau tidak.114
G. Teori Perkembangan Iman Pazmino mengemukakan bahwa Fowler memberikan tujuh kategori yang membedakan tahap yang berbeda dari manusia: bentuk logika, mengambil peran, bentuk penilaian moral, batasan-batasan dari kesadaran sosial, fokus otoritas, bentuk dari koherensi dunia, dan peran simbol. Fowler sangat memperhatikan perbedaan antara bentuk atau struktur iman, dan berusaha untuk membahas dimensi-dimensi kognitif dan afektif dari iman seseorang , atau dimensi rasional dan perasaannya.115 Hal ini menjelaskan kepada kita bahwa Fowler hendak memberi 112
A. Supratiknya, Teori Perkembangan Kepercayaan, 39. Fowler, “Stages in Faith Consciousness” ,41. 114 Fowler, “Faith, Liberation, and Human Development” ,39 115 Robert W. Pazmino, Pondasi Pendidikan Kristen, 2012, hlm. 297 113
61
pesan kepada pembaca untuk memahami 7 aspek tersebut untuk pemahaman tahap perkembangan kepercayaan anak-anak, remaja sampai orang dewasa. Berikut ini kita akan meninjau tujuh aspek atau kategori itu: 1. Bentuk logika Artinya pola khas dari gaya penalaran yang dimiliki pribadi pada setiap tahap kognitifnya. Artinya bagi Fowler, setiap individu memiliki ciri atau keunikan tersendiri dalam cara berpikirnya. 2. Pengambilan peran Kemampuan seorang pribadi untuk mengambil perspektif sosial dimana ia menyusun seluruh perspektif kelompok sosial pilihannya dan segala sistem ideologis serta tradisi keyakinan yang berbeda dengan perspektif pribadinya. 3. Bentuk pertimbangan moral Fowler menerapkan
pandangan Kohlberg mengenai tahap-tahap pertimbangan moral untuk
menjelaskan tahap-tahap kepercayaan dalam sebuah bentuk yang dimodifikasi. Fowler melihat pararel penting antara tahap-tahap pertimbangan moral dan tahap-tahap kepercayaan. Modifikasi terhadap Kohlberg dilakukan berdasarkan penelitian empiris dan refleksi teoritis. Fowler mengembangkan suatu teori mengenai diri dan pribadi yang belum dipikirkan oleh Kohlberg. 4. Batasan-batasan dari kesadaran sosial Yang menunjuk pada seluruh cara operatif dengan mana pribadi membatasi kelompok-kelompok acuannya yang menyokong rasa identitas diri dan tanggung jawab sosialnya. 5. Fokus otoritas Hal ini menjelaskan oknum, gagasan, dan lembaga-lembaga mana yang dipakai oleh pribadi sebagai sumber otoritas sah dan yang diakuinya dalam mempertimbangkan arti dan nilai. 6. Bentuk dari koherensi dunia Yang merujuk pada cara-cara khas dengan mana pribadi memandang dan mengerti dunia, hidup dan lingkungannya yang ultim lewat gambaran komprehensif yang menciptakan pola koherensi dan yang menimbulkan rasa berarti yang menyeluruh. 7. Peran simbol Imajinasi diakui sebagai daya afektif-kognitif sentral yang mempersatukan dan mengintegrasikan seluruh aspek pengenalan kepercayaan. Imajinasi merupakan daya sentral yang menggerakan
62
seluruh gambaran, simbol, metafor, cerita, mitos, dan ritus yang menjadi sarana utama bagi seorang beriman dalam proses menjadi dirinya sendiri.116 H. Hubungan Perkembangan Iman Dengan Iman Kristen Dalam hubungan pertumbuhan iman dengan Kekristenan, Fowler menekankan pada pentingnya panggilan Allah pada orang percaya. Panggilan pengabdian pada Tuhan (vocation) adalah tanggapan yang diberikan oleh seseorang atas panggilannya.117 Fowler mengacu pada Surat rasul Paulus kepada orang-orang Kristen di Efesus, di mana Paulus berkata "Sebab itu aku menasihatkan kamu, aku orang yang dipenjarakan karena Tuhan, supaya hidupmu sebgai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu" (Ef. 4:1). Vocation atau panggilan pengabdian pada Tuhan memiliki ide yang dalam arti sepenuhnya dan merangkul keseluruhan atau memberi keseluruhan hidup untuk Kristus. Tetapi hal ini perlu dilakukan dalam komunitas bersama orang lain, dan tidak pernah berarti dalam isolasi. Untuk berjalan dengan layak dalam panggilan kita, yaitu dengan mengatur diri kita sendiri dalam hubungan yang vital dengan Allah pada bagian terpenting dalam keberadaan kita dalam semua situasi hidup. Sebagai pusat dari proses ini, menurut Fowler, merupakan narasi yang memberikan arti bagi pengalaman-pengalaman hidup dalam penerangan panggilan kita itu. Tentunya ada master dari narasi itu yaitu Alkitab. Tetapi Fowler memahami tahap iman yang terbuka atau yang bertumbuh sama halnya dengan memiliki efek naratif, baik dalam membentuk maupun dalam memberikan arti saat kita menjalani panggilan kita.118 Pandangan Fowler tentang Alkitab, pada dasarnva adalah narasi, sebuah kisah yang memberikan arti dan sebagai penuntun bagi perjalanan hidup bagi para pengembara, tapi bukan berarti la melihat Alkitab sebagai sebuah cerita fiksi belaka. Melainkan, pandangan tentang Firman Allah ini secara jelas mengantar pada hermeneutik yang praktis atau pendekatan interpretasi. Pendekatan-pendekatan ini menunjukan pada Fowler tentang keunikan karya Allah diantara umat-Nya dan mengenai prioritas di mana mereka telah dipanggil untuk melihat pemahaman mereka tentang karya Allah di dalam dunia dengan keanekaragaman pandangan mengenai dunia dan iman manusia. Pekerjaan dan prioritas Allah dikenal lewat menguji 116
A. Supratiknya, Teori Perkembangan Kepercayaan, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 39. James W. Fowler, "Keeping Faith with God and Our Children, (A Practical Theological Perspective," Religius Education, 1994), 546-47. 118 James W. Fowler, Weaving the New Creation: Stages of Faith and the Public Church, (San Francisco: Harper, 1919), 126-127. 117
63
pengalaman-pengalaman dan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada semua orang, semua kebudayaan, dan semua agama. Dalam hat ini, Fowler merangkul pluralisme, di mana pemahamannya adalah semua perspektif logis berlaku dan memberikan kontribusi bagi pemahaman yang lengkap mengenai Allah. Keanekaragaman dapat diterima dan didorong.119 Pandangannya adalah bahwa Allah berkarya melalui ciptaan-Nya. Gambaran Allah terdapat pada setiap pribadi, dan tingkatan iman mewakili satu cara di mana potensi dari gambaran tersebut terbuka. Pemahaman Fowler mengenai dua aspek dalam pertumbuhan iman konfersi dan transformasi - secara kasar memiliki korelasi dengan pengajaran PB. Bertumbuh melalui tahap-tahap iman, menurut Fowler, melibatkan perubahan dalam cara seseorang memandang hubungannya dengan Allah dan sesama. Setiap tahap yang berhasil dilampaui memberikan potensi tambahan dalam hubungan dengan Allah. Pada saat yang bersamaan, tahap-tahap yang telah berhasil dilewati dapat mengantar pada otonomi pribadi yang lebih besar lagi, dan menghasilkan suatu pengasingan dari Allah. Hasil lebih efektif berarti pengarahan diri (self- directing) pada kehidupan seseorang untuk tujuan pemeliharaan diri (selfpreservation) dan penambahan diri (self- enhancement). Pertumbuhan dapat tertahan pada tahap manapun. Ketika hal ini muncul, sebuah perspektif egosentrik (tindakan atas kepentingan sendiri) melekat pada, atau perspektif yang sempit pada kelompok tertentu dengan apa perspektif seseorang diadopsi. Sama halnya, mungkin ada "kelekatan pada interpretasi yang telah diformulasi pada Alkitab atau kepemimpinan pada para pemimpin-pemimpin berkuasa atau pun institusi-istitusi.120 Karena Fowler menganggap tahap iman secara berturut-turut melibatkan pertumbuhan ke arah kedewasaan, hal ini menolong untuk melihat kembali pertumbuhan perspektif Alkitabiah dan theologia ke arah kedewasaan rohani. Doktrin penyucian dari dosa menyatakan bahwa pertumbuhan orang-orang percaya adalah "sebuah karya progresif Allah dan manusia, yang membuat kita semakin hari semakin bebas dari dosa dan semakin menjadi seperti Allah dalam kehidupan nyata.121 Sebuah perubahan moral muncul dalam orang percaya pada waktu pembaharuan kemball (regenerasi) atau pada saat kelahiran kembali 119
James W. Fowler, Faithful Change: The Personal and Public Challenges of Postmodern Life (Nashville: Abington, 1996), 174-201. 120 James W. Fowler, "Stages in Faith Consciousness," in Religious Development in Childhood and Adolescence, ed. Fritz Koser and W. George Scarlett (San Francisco: Jossey – Bass, 1991), 18-19. 121 Wayne Grudem, Systematic Theology : An Introduction to Biblical Doctrine (Grand Rapids: Zondervan, 1994),746.
64
(born again) dalam Kristus (Tit. 3:5). Ada pemisahan dari kuasa dosa (Rm. 6:2). Proses perubahan moral ini terus berlangsung sepanjang hidup karena orang-orang percaya semakin hari semakin menverahkan diri mereka pada kebenaran (Rm. 6:19). Ini merupakan sebuah proses berbalik dari dosa masa lalu dan menjadi semakin seperti gambaran Kristus (Fil. 3:13-14; Rm.829). Penyucian dari dosa (sanctification) melibatkan kerjasama Allah dan manusia. Allah berperan aktif (I Tes. 5:23) sementara kita lebih pasif, dapat dikatakan, dalam hal itu kita percaya pada Allah untuk menyucikan kita dan kita bergantung untuk bertumbuh di dalam-Nya (Rm. 6:13). Tetapi peran kita tidak sepenuhnya pasif, kita harus terlibat dalam proses “mematikan perbuatan tubuh kita” (Rm. 8:13) dan berjuang dengan keras untuk menjadi kudus (lbr. 12:14). Sanctification mempengaruhi seluruh aspek hidup seseorang : Intelektual (Kol. 3:10), emosi (Gal. 5:22), kehendak (Fil. 2:13), 13), roh (2Kor. 7:1), 1), dan tubuh secara fisik (1Tes. 5:23). Perbedaan-perbedaan antara pertumbuhan iman dan doktrin sanctification agak jelas. Ada perbedaan dalam fokus. Pada saat pertumbuhan iman ditempatkan pada penekanan mengenai pengalaman manusia, yang mengabaikan karya Allah. Ada juga perbedaan dalam tujuan. Tahap iman mengantar pada apresiasi yang lebih besar dan penerimaan atas perbedaan diantara sesama manusia. Tujuan sanctification, di sisi lain, untuk membawa sama seperti Yesus ke dalam setiap aspek kehidupan, yang mengantar pada realisasi yang lebih tepat dalam tuntutan eksklusif tentang Kristus. Tetap ada elemen-elemen yang hampir sama. Hanya sekedar menjadi sama seperti Kristus melibatkan kehilangan self-centeredness atau pemusatan pada diri sendiri, jadi pertumbuhan iman menghasilkan perhatian yang lebih besar pada orang lain. Saat sanctification menghasilkan keselarasan dengan apa yang diharapkan oleh Allah dan lebih sedikit pada kelaziman manusia, demikianlah pertumbuhan iman. Kristus menekankan pada pentingnya perubahan dari sebuah perpektif eksternal menjadi internal. Di sinilah letak pusat Khotbah di Bukit. Akan tetapi, satu hal yang menjadi pusal perhatian dari sanctification adalah kedalaman hubungan dengan Allah kelihatannya seperti hilang dalam konsentrasi pertumbuhan iman pada pengalaman manusia (meskipun Fowler menuntut sebuah dasar yang lebih kokoh lagi dalam Allah saat masuk ke tahap yang lebih tinggi).
65
Penyembahan terus menjadi sebuah pengalaman komunitas. Para rasul saling mengisi, “satu dengan yang lain” perintah bagi orang percaya untuk terlibat dengan orang percaya lainnya untuk hidup dalam iman. Kekristenan yang Alkitabiah yaitu untuk menjadi pendorong dalam komunitas, dalam hubungannya dengan orang-orang Kristen lainnya. Sama halnya penekanan pada pertumbuhan iman pada pengalaman manusia, demikian juga formasi rohani adalah sebuah proses yang berfokus pada sisi sanctification manusia. Formasi ini didefinisikan sebagai "sebuah proses yang sesuai dengan gambaran Kristus demi kepentingan orang lain.122 Ini merupakan proses membentuk kembali (reforming) atau memperbaharui kembali (restoring) jiwa.123 Formasi yang holistik melibatkan keseluruhan unsur seseorang : roh, pikiran, hati, emosi, kehendak, dan tubuh. Hal ini muncul dalam pengukuran yang besar melalui praktek disiplin rohani yang termasuk didalamnya berdoa, membaca Alkitab, kesendirian, perenungan, pelayanan, dan penyembahan.124
I. Peran PAK Bagi Pertumbuhan Iman Orang Dewasa Sesuai Dengan Psikologi Perkembangan Orang Dewasa Biasanya sesudah sesorang sudah menjadi dewasa ia telah dapat mengatasi keragu-raguan di bidang kepercayaan atau agamanya, yang mengganggunya pada waktu ia masih remaja. Setelah ia menjadi dewasa ia biasanya sudah mempunyai suatu pandangan hidup, yang didasarkan pada agama, yang memberi kepuasan baginya. Atau dapat terjadi bahwa meninggalkan agama yang dianut keluarga, karena mungkin agama tersebut tidak memberi kepuasan kepadanya. Tetapi pada umur 20 tahun periode inilah yang paling tidak religius karena pada masa inilah mereka akan mudah terpengaruh oleh lingkungan mereka, sehingga mereka kurang meminati agama dan tak jarang pergi kegereja atau sikap acuh tak acuh terhadap ibadat.
122
M. Robert Mulholland, Invitation to a Journey: A Road Map for Spiritual Formation (Downers Grove, 11.: Inter Varsity, 1993), 12. 123 Dallas Willard, "Spiritual Disciplines, Spiritual Formation, and the Restoration of the Soul," Journal of Psychology and Theology 26, 1998), 107-108. 124 Dallaas Willard, The Spirit of the Disciplines: Understanding How God Changes Lives (San Francisco: Harper, 1991).
66
Apibala sesorang sudah berkeluarga, umumnya ia akan kembali kepada agama,atau setidaknya ia tampak menaruh cukup perhatian. Ia merasa bahwa mengajarkan dasar agama pada anak-anaknya.125 Mari kita perhatikan tabel dibawah ini: Umur
Psikology Perkembangan
Tahap
Pengajaran/Peran
Masa dewasa ini dimulai dari umur sekitar 18-34 tahun,
Perkembangan Iman Pada Dewasa Awal,
PAK Dalam konteks
Awal
saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang
Tahap perkembangan
hubungan orang
18-34
menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif.126 Masa
Imnanya adalah:
dewasa kaum
dewasa ini adalah masa pencarian kemantapan dan masa
Kepercayaan
muda, bimbingan
reproduktif yaitu masa yang penuh dengan masalah,
Individual-Reflektif
rohani merupakan
ketegangan emosi, periode komitmen dan masa
(Individuative-
dialog yang
ketergantungan, perubahan-perubahan nilai, kreatifitas
Reflective Faith)
mengundang kaum
dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru.127 Diusia
Iman Yang di
muda untuk
seperti ini orang dewasa muda sering memiliki keragu-
Cerminkan (Usia 20
menyadari,
raguan. Mereka tahu bahwa mereka tidak akan kembali
Tahun ke Atas- Awal mengerti dan
seperti dulu lagi. Pada masa ini, mereka sangat
Masa Dewasa)
menjawab
membutuhkan simpati, pengertian, bimbingan.128
Disini orang
panggilan Yesus
Seseorang yang berada pada tingkat ini juga mengambil
mengalami suatu
dalam konteks
keputusan berdasarkan suatu kontrak / perjanjian, baik
perubahan yang
pengalaman pribadi
sosial maupun pribadi. Dalam hal hukum, dan proses-
mendalam dan
dan perkembangan
proses yang mengubahnya pada masa kini, mereka
menyeluruh dalam
dirinya.
dibimbing oleh rasionya.129
hidupnya. Orang
Pengalaman
Berikut ini adalah ciri-ciri masa dewasa muda adalah:130
dewasa muda tidak
pribadi dan
lagi berhasil
perkembangan
Pada masa anak-anak dan remaja merupakan periode
mengatasi semua
dirinya.
“pertumbuhan” dan masa dewasa merupakan masa
masalah dengan pola
Pengalaman
Dewasa
Masa Pengaturan
125 126 127 128 129 130
A. Supratiknya, Teori Perkembangan Kepercayaan, 23 Andi Marpiare, Psikologi Orang Dewasa, 246. Ibid., 272. Earl F. Zeigler, Christian Education Of Adults, (Philadelphia: The Westmister Press, 1989), 100. Yulia Singgih D. Gunarsa, Asas-Asas Psikologi Keluarga Idaman, (Jakarta: BPK-GM, 2002), 15. Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, 320-322.
67
“pengaturan” (settle down). Pada generasi-generasi
pikir konvensional.
pribadi orang muda
terdahulu berada pada pandangan bahwa jika anak laki-
Pola dasar
sangat dipengaruhi
laki dan perempuan mencapai usia secara sah, hari-hari
kepercayaan ini
oleh masalah-
kebebasan mereka telah berakhir dan saatnya telah tiba
ditandai oleh lahirnya
masalah
untuk menerima tanggunjawab sebagai orang dewasa.
refleksi kritis atas
perkembangan dan
seluruh pendapat,
kebutuhan-
Orang tua merupakan peran yang sangat penting dalam
keyakinan, dan
kebutuhan pribadi.
hidup orang dewasa. Orang yang kawin berperan sebagai
nilai(religius) lama.
Bimbingan rohani
orangtua pada waktu ia berusia duapuluh atau awal
Pribadi sudah mampu
bagi kaum muda
tigapuluhan sebelum masa dini berakhir. Orang yang
melihat diri sendiri
bertujuan
belum menikah menyelesaikan pendidikan atau telah
dan orang lain sebagai
mengembangkan
memulai kariernya, tidak akan menjadi orangtua sebelum
bagian dari suatu
adanya kesadaran
ia merasa mampu berkeluarga. Perasaan ini biasanya
sistem
akan kehadiran
terjadi sesudah umurnya sekitar awal tigapuluhan. Bagi
kemasyarakatan,
Tuhan dalam
orang yang cepat mempunyai anak dan mempunyai
tetapi juga yakin
aktivitas hidup
keluarga besar pada awal masa dewasa atau bahkan pada
bahwa dia sendirilah
sehari-hari kaum
tahun-tahun terakhir masa remaja kemungkinan seluruh
yang memikul
muda, yakni dalam
masa dewasa dini merupakan masa reproduksi.
tanggung jawab atas
karya
penentuan pilihan
bermain,dalam
ideologis dan gaya
studi, dalam
Dengan menurunnya tingkatan usia kedewasaan secara
hidup yang membuka
pergaulan ataupun
hukum menjadi 18 tahun pada tahun 1970, anak-anak
jalan baginya untuk
dalam pengalaman
muda telah dihadapakan kepada banyak masalah dan
meningkatkan diri
apa saja.132
mereka tidak siap untuk mengatasinya. Penyesuaian
dengan cara
Dalam peningkatan
terhadap masalah-masalah dewasa dini menjadi lebih
menunjukkan
iman orang dewasa
intensif dengan diperpendeknya masa remaja, sebab masa
kesetiaan pada seluruh pada usia dini perlu
transisi untuk menjadi dewasa menjadi sangat pendek
hubungan dan
sekali
sehingga anak muda hampir-hampir tidak mempunyai
panggilan tugas.
pembelajaran yaitu
waktu untuk membuat peralihan dari masa kanak-kanak
Perubahan akibat
dengan cara:
ke masa dewasa.
struktur berfikir itu
Pengenalan akan
Usia Reproduktif
Masa Bermasalah
132
Charles M. Shelton SJ,menuju Kedewasaan Kristen,(Yogyakarta:Penerbi Knisius,1988) 42-43
68
Masa Ketegangan Emosional
yang pertama pada
Allah, sangat
Apabila emosi yang menggelora yang merupakan ciri
tahap itu yang pertama sentral dalam
tahun-tahun awal kedewasaan masih tetap kuat pada usia
pada tahap ini muncul
kehidupan kristen.
tigapuluhan, maka hal ini merupakan tanda bahwa
suatu kesadaran jelas
sebagaimana
penyesuaian diri pada kehidupan orang-orang dewasa
tentang identitas diri
diajarkan Alkitab,
belum terlaksana secara memuaskan.
yang khas dan
pengenalan akan
otonomi tersendiri di
Allah merupakan
perjuangkan jenis
panggilan dan
Dengan berakhirnya pendidikan formal dan terjunnya
kemandirian baru.
tujuan hidup
seseorang kedalam pola kehidupan orang dewasa, yaitu
Perubahan penting
manusia.
karier, perkawinan dan rumah tangga, hubungan dengan
yang kedua ialah
Pandangan
teman-teman kelompok sebaya semasa remaja menjadi
orang dewasa muda
mengenai
renggang, dan berbarengan dengan keterlibatan dalam
mulai mengajukan
kedudukan dan
kegiatan kelompok diluar rumah akan terus berkurang.
pertanyaan kritis
fungsi Alkitab.
mengenai keseuruhan
Jadikan alkitab
Sewaktu menjadi dewasa, orang-orang muda mengalami
nilai dan pandangan
sebagai alat
perubahan tanggungjawab dari seorang pelajar yang
hidup.
pengajaran, alkitab
sepenuhnya tergantung pada orangtua menjadi orang
Tahap ini melibatkan,
digunakan sebagai
dewasa mandiri, maka mereka menentukan pola hidup
pertama-tama,
‘metafora’ dalam
yang baru, memikul tanggungjawab baru dan membuat
sebuah ujian
upaya
komitmen-komitmen baru.
pemikiran, termasuk
menyampaikan
pertanyaan, yang
nilai-nilai moral,
Meskipun telah secara resmi mencapai status dewasa
mengantar pada
etis dan spritual.
pada usia 18 tahun dan status ini memberikan kebebasan
pengasahan kembali
Pengenalan
untuk mandiri, banyak orang muda yang masih agak
terhadap pemahaman
terhadap Yesus
Masa Keterasingan Sosial
Masa Komitmen
Masa Ketergantungan
tergantung atau bahkan tergantung pada orang lain selama iman pada awalnya.
Kristus. Menurut
jangka waktu yang berbeda-beda.
Kedua, hal ini
alkitab Yesus
melibatkan bagaimana
adalah ‘manusia
Banyak nilai masa kanak-kanak dan remaja berubah
memimpin kehidupan
ideal’ yang mampu
karena pengalaman dan hubungan sosial yang lebih luas
orang lain. Sementara
membawa manusia
dengan orang-orang yang berbeda usia dan karena nilai-
dalam tingkat
mencapai
Masa Perubahan Nilai
69
nilai itu kini dilihat dari kacamata orang dewasa. Orang
sebelurnnya hubungan
pemulihan
dewasa yang tadinya menganggap sekolah itu suatu
memberikan pengaruh
keutuhan. Ia adalah
kewajiban yang tak berguna, kini sadar akan nilai
yang sangat besar
sumber kedamaian
pendidikan sebagai batu loncatan untuk meraih
dalam pembentukan
batin serta
keberhasilan sosial, karier dan kepuasaan pribadi.
iman, dalam tahap ini
kekuatan spritual
tanggung jawab
dan mental dalam
individu menjadi
menghadapi
Dalam masa dewasa ini gaya-gaya hidup baru paling
sangat menonjol. Di
tantangan hidup
menonjol di bidang perkawinan dan peran orang tua.
sini bukan berarti
sehari-hari.133
Diantara berbagai penyesuaian diri yang harus dilakukan
bahwa iman suatu
orang muda terhadap gaya hidup baru, yang paling umum
individu sudah
Dalam pembinaan
adalah penyesuaian diri pada pola peran seks atas dasar
terbentuk. Tetap saja,
orang dewasa
persamaan derajat (egilitarian) yang membedakan
ada pertentangan-
muda, cara beriman
pembedaan pola peran seks tradisional, serta pola-pola
pertentangan yang
yang individual-
baru bagi kehidupan keluarga, termasuk perceraian, ber-
menjadi bukti. Dalam
reflektif perlu kita
orang tua tunggal dan berbagai pola baru ditempat
hal ini dapat saja
pertimbangkan.
pekerjaan khususnya pola baru di tempat pekerjaan
menjadi sangat
Seharusnya orang
khususnya pada unit-unit kerja yang besar.
menakutkan, sebagai
muda dibimbing
contoh, dalam
untuk memiliki
Bentuk kraetifitas yang akan terlihat dari sesudah ia
merasakan pergeseran
keyakinan pribadi
dewasa akan tergantung pada minat dan kemampuan
pemahaman iman
kepada Allah
individual, kesempatan untuk mewujudkan keinginan dan
sebelumnya pada
dalam Yesus
kegiatan-kegiatan yang memberikan kepuasan sebesar-
seseorang yang
Kristus.
besarnya. Ada yang menyalurkannya melalui pekerjaan
memberikan
yang memungkinkan ekspresi kreatifitas.
keamanan dan
Pengalaman
stabilitas. Ada
pribadi, pendapat
kerenggangan antara
orang lain, hasil-
tanggung jawab
hasil bacaan
individu dan Iman
dijadikan sumber
Masa Penyesuaian Diri dengan Cara Hidup Baru
Masa Kreatif
Faktor yang memngaruhi kehidupan orang dewasa yaitu: Efisiensi Fisik Puncaknya biasanya pada usia pertengahan dua puluhan,
133
B.Samuel Sidjabat,Strategi Pendidikan Kristen,35-36
70
secara fisik orang mampu mengahadapi dan mengatasi
yang ditonjolkan oleh
masalah-masalah.
seseorang dalam tahap dan memperkaya
Kemampuan motorik
untuk membentuk
sebelumnya. Sebuah
keyakinannya
Orang-orang muda mencapai punca kekuatannya antara
pertentangan antara
kepada Tuhan.
usia 20-an sampai 30-an. Sesudah itu kemampuan untuk
pemenuhan din sendiri Harus kita akui
merespon akan mulai menurun. Dalam menguasai
dan melayani orang
bahwa cara
kemampuan orang-orang usia muda lebih mudah dari
lain sama rata. Ak-
beriman ini
pada orang-orang yang sudah diatas 35 tahun.
hirnya, ada
sifatnya personal;
perdebatan-perdebatan
orang cenderung
Kemampuan mental yang diperlukan untuk mempelajari
antara relativisme dan
mempertahankan
dan menyesuaikan diri pada usia-usia baru, diperlukan
absolut.
keyakinannya
penalaran analogis dan berpikir kreatif, mencapai
Kerenggangan ini
sekalipin mungkin
puncaknya dalam usia duapuluhan kemudian sedikit demi
akhirnya diselesaikan
keliru. Demi
sedikit menurun.
saat kemampuan
pembentukan
untuk membuat
otonomi dalam cara
Apabila remaja mencapai usia dewasa secara hukum
kritikan diuji dalam
berimannya,
mereka berke-inginan kuat untuk dianggap sebagai orang
kepercavaan yang
terkadang kita
dewasa yang mandiri oleh kelompok sosial mereka.
telah menjadi jelas.131
salah paham, lalu
Kemampuan Mental
Motivasi
Model Peran
mencela mereka
Remaja yang bekerja setelah tamat sekolah akan
sebagai pribadi
mempunyai model peran untuk diteladani. Karena bekerja
yang tidak lagi
dengan orang dewasa maka mereka harus memperoleh
kepada imannya
motvasi dari orang dewasa untuk mencontoh perilaku
dahulu.
sesuai dengan orang dewasa tersebut.
Dewasa
Orang dewasa madya akan terus
Tahap Perkembangan Iman Pada
Orang dewasa pada umumnya
Madya
bekerja dan bekerja untuk
Masa Ini adalah:
melihat dirinya sebagai orang
35-50
memenuhi yang menjadi
Kepercayaan Konjungktif
yang mandiri, mempunyai
kebutuhaan, terkhusus
(Conjunctive Faith) Iman yang
rasa identitas individual.
131
Fowler, Stages of Faith,178-82; Weaving the New Creation,38-40.
71
kebutuhan hidup dalam berkeluarga. Orang dewasa
mengikat (Usia 35 Tahun ke Atas)
Orang dewasa lebih banyak
Kepercayaan konjungtif
memiliki pengalaman dari
dalam hal ekonomi harus
timbul pada masa usia 35 tahun
pada anak-anak. Tiap orang
mampu membangun organisasi
keatas. Perhatian utama pada tahap
dewasa masih perlu
pembelajaran (learning
ini ditunjukkan pada upaya membuat bertumbuh dalam kedewasaan
organization). Oleh karena
hidupnya lebih utuh, ia lebih peka
kepribadian dan kedewasaan
perubahan lingkungan strategik
terhadap fakta bahwa hidupnya
imannya. Menurut Efesus
yang begitu cepat, orang dewasa
merupakan anugrah pemberian
4:15, tiap orang dewasa masih
harus mampu belajar untuk
daripada hasil rasional kita sendiri.
perlu ‘bertumbuh didalam
beradaptasi pada perubahan
Batas-batas sistem pandangan hidup
segala hal kearah Dia’.
lingkungan tersebut. Berubahnya teridentitas diri yang jelas,kaku, dan
Kedewasaan bukanlah sesuatu
struktur dan mekanisme kerja
tertutup, kini menjadi runtuh. Tahap
yang bisa dicapai sekaligus,
organisasi menuntut sivitas
ini ditandai oleh sesuatu keterbukaan melainkan sesuatu yang masih
akademika untuk memiliki
dan perhatian baru terhadap adanya
harus berkembang dalam
dosen dan staf) perlu memiliki
polaritas,ketegangan,paradoks, dan
proses waktu panjang.
sikap mental baru, menggunakan ambiguitas dalam kodrat kebenaran
Dewasa secara fisik dan usia
pola pikir baru, dan cara kerja
diri dan hidupnya. Kebenaran hanya
belum berarti dewasa secara
baru yang sesuai dengan
akan terwujud apabila paradoks dan
kepribadian, moral dan
kebutuhan organisasi. Untuk
sebagainnya itu diakui dan diungkap
kepercayaan. Begitupula
mampu beradaptasi pada situasi
dalam bentuk pemikiran dialektis.
kedewasaan dalam iman perlu
yang baru karyawan harus
Orang mencari berbagai cara dan
adanya pembekalan samapai
kreatif, inovatif, proaktif, dan
daya untuk mempersatukan
kita semua telah mencapai
berwawasan entrepreneurial.
pertentangan-pertentangan yang
kedewasaan penuh, dan
Orang dewasa masa kini harus
terdapat di dalam pikiran dan
tingkat pertumbuhan yang
berfungsi sebagai belajar, dan
pengalamannya, karna sadar bahwa
sesuai dengan kepenuhan
tugas organisasi untuk
manusia membuka sebuah tafsiran
Kristus.136
meningkatkan peluang belajar
majemuk terhadap kenyataan
Orang dewasa masih
bagi semua anggota institusi
multidimensional.
membutuhkan pendidikan dan
untuk terus belajar. Persaingan
Peribadi ini mencoba mengolah
pembinaan dalam gereja agar
dalam berbagai aspek di masa
kembali, memperbaiki, dan
mereka dapat hidup sebagai
kini dan masa depan bertumpu
memperluas seluruh kebenaran yang
orang Kristen yang dapat 72
pada persaingan pengetahuan
diresapkannya pada masa kanak-
bertanggung jawab dalam
(knowledge based competition).
kanaknya sendiri, tetapi juga
dunia karjanya. Orang dewasa
Hanya melalui ‘knowledge
sunguh-sungguh menghargai orang
adalah orang yang setia dan
management yang baik orang
lain yang asing sebagai pemilik
bertanggung jawab. Orang
dewasa akan sukses.134
kebenaran baru. Tahap ini tidak
dewasa setia kepada janji,
Ada beberapa ciri ataupun
menyediakan tempat bagi sikap
tujuan, prinsip, dan imannya.
karakter pada masa ini:
sukuisme kelompok yang religius
Karna itu kedewasaan bukan
dan homogen dan tertutup atau niat
soal umur atau ‘kurun waktu
Selama masa dewasa madya,
untuk mengadakan perdebatan.
menjadi kristen’ namun soal
orang akan menjadi lebih sukses
Dalam tahap sebelumnya, individu
sikap, khususnya sikap setia
atau sebaliknya mereka berhenti
telah menjadi sadar akan simbol
(konsekwen dan konsisten)
dan tidak mengerjakan sesuatu
iman yang memberikan arti bagi
terhadap
apapun lagi. Apalagi orang
kehidupan. Pada tahap ini, ada rasa janji,prinsip,tujuan,cita-cita
berusia madya mempunyai
harus muncul ke permukaan atas
kemauan yang kuat untuk
hubungan yang dalam dengan
berhasil, mereka akan mencapai
realitas yang dituniukan oleh
Untuk mereka yang berusia
puncaknya pada masa ini dan
simbol-simbol itu. Iman dapatlah
dewasa menengah, cara
memungut hasil dari masa –
diuji dari banyaknva perspektif-
beriman konyungtif membuat
masa persiapan dan kerja keras
perspektif yang simultan. Semakin
mereka bersedia dan mampu
yang dilakukan sebelumnya.
rasa yang dalam disadari lewat
memahami keyakinan lain
kedalamanan inskonsistensi yang
yang dulu tidak dipahami.
Pada umumnya masa ini
bertumbuh, sementara itu pula pada
Adakalanya sikap itu
merupakan masa saat pria dan
waktu yang bersamaan ada
memperkaya dirinya.
wanita mencapai puncak
komitmen yang tumbuh untuk
Terkadang kita salah mengerti
prestasinya, maka logislah
memberikan kebenaran pada orang
dan menyatakan bahwa
apabila masa ini merupakan saat
lain dalam usia, budaya, dan hal-hal
mereka ini tidak teguh lagi
mengevaluasi prestasi tersebut
lainnya yang berbeda. Sebuah
kepada pendirian imannya
berdasarkan aspirasi mereka
keinginan yang sangat kuat untuk
yang dahulu. Padahal karena
semula dan harapan-harapan
mendampingi orang lain dalam
mereka mengalami perubahan
Masa Berprestasi
Masa Evaluasi
dan iman.137
134
Sugeng Bahagijo, Globalisasi Menghempas Indonesia, (Jakarta: Pustaka LP3S, 2010) , 88. Fowler, Stages of Faith, 185-88; Weaving the New Creation , 40-41. 136 Andar Ismail, Mulai dari Musa dan Segala Nabi, (Jakarta:BPK-GM,2003), 113. 137 Daniel Nuhamara, PAK Dewasa, (Bandung: penerbit Jurnal Info Media,2008), 9. 135
73
Dewasa
Masa dewasa akhir dimulai pada
Tahap Perkembangan iman pada
Kebangunan agama-agama
Akhir
umur 51 tahun sampai 60 tahun, yakni
umur ini adalah: Kepercayaan
di luar Kekristenan juga
51-60
saat menurunnya kemampuan fisik
Universalitas (Universalising
menjadi suatu tantangan
dan psikologis yang jelas nampak
Faith) (Usia 45 Tahun ke Atas).
yang besar bagi iman
pada setiap orang, biasanya juga
Kepercayaan yang mengacu pada
Kristen. Semakin
terjadi penurunan kekuatan fisik dan
Universalitas dapat berkembang
banyaknya kaum
di ikuti oleh penurunan daya ingat.
pada umur 45 tahun ke atas.
cendekiawan dalam agama-
Walaupun pada masa ini banyak yang
Pribadi ini berhasil melepaskan
agama lain dan kesadaran
mengalami perubahan tersebut, lebih
diri dari egonya dan dari
mereka untuk melakukan
lambat dari masa lalu, namun garis
pandangan bahwa ego adalah
konsolidasi juga
batas tradisionalnya masih nampak.
pusat, titik acuan dan kehidupan
merupakan fakta yang
Meningkatnya kecenderungan untuk
yang mutlak. Pada tahap ini
tidak boleh kita abaikan. 140
pensiun pada usia 60-an, sengaja
pribadi melampaui tingkatan
Orang dewasa perlu
ataupun tidak sengaja, usia 60-an
paradoks dan polaritas, karena
berhati-hati dalam hal
dianggap sebagai garis batas antara
gaya hidupnya langsung berakar
agama dan spiritualitas.
usia madya dengan usia lanjut.
pada kesatuan yang ultim, yaitu
Kristus belum datang
pusat nilai, kekuasaan dan
kembali, namun gereja
Merupakan Periode yang
keterlibatan yang terdalam.
telah memasuki abad ke-
Sangat Ditakuti
Idenifikasi dan partisipasi dengan
21. Beberapa pemimpin
Diakui bahwa semakin mendekati usia yang ultim sebagai dasar dan
gereja mengamati sejarah
tua, periode usia madya terasa lebih
sumber segala yang hidup
100 tahun yang lalu, di
menakutkan dilihat dari segi
menjadi mungkin, karena pribadi
mana gereja di Eropa dan
kehidupan manusia.
berhasil melepaskan diri dari
Amerika semakin melemah
egonya dan dari pandangan bahwa dan mundur, sebaliknya
Masa Stress
ego adalah pusat, titik acuan, dan
agama-agama lain bangkit,
Penyesuaian terhadap peran dan pola
tolak ukur kehidupan yang
bertumbuh, dengan gigih
hidup yang berubah, khususnya bila
mutlak. Visi tanggung jawab
maju mendobrak semua
disertai dengan berbagai perubahan
universal mendorongnya untuk
penghalang, menembus
fisik, selalu cenderung merusak
membaktikan seluruh diri penuh
masuk ke dalam basis
homeostatis fisik dan psikologis
cinta kasih dalam berbagai macam gereja di Eropa dan
seseorang dan membawa ke masa
keterlibatan etis dan kreatif,
Amerika. Walaupun di 74
stress.
Merupakan Masa Transisi
misalnya tekad untuk
negara-negara Asia
menyelsaikan perselisihan-
memberikan keleluasaan
perselisihan, mengatasi segala
bagi kekristenan, tetapi
Transisi merupakan penyesuaian diri
macam penidasan dan situasi yang ketika memperkenalkan
terhadap minat, nilai, perilaku yang
kurang berperi kemanusiaan,
baru. Seperti halnya masa puber, yang
membongkar pandangan picik dan Kristus kepada yang lain,
merupakan masa transisi dan masa
akuistik, serta ide dan idola palsu
seringkali dihalangi karena
kanak-kanakan ke masa remaja dan
yang biasanya dianut oleh
alasan "kerukunan dan
kemudian dewasa, demikian pula usia
masyarakat luas.138
ketenteraman". Sehingga
madya merupakan masa dimana pria
Sebuah perasaan yang berakar
tidak sedikit yang peduli
dan wanita meningkatkan ciri-ciri
dengan teguh bertumbuh dalam
akan masa depan
jasmani dan perilaku masa dewasanya
Transendent, “kondisi dasar
penggembalaan gereja
dan memasuki suatu periode dalam
dari keberadaan”, atau pada
menjadi cemas, dan
kehidupan yang akan diliputi oleh
Allah. Proses
umumnya bersikap
ciri-ciri jasmani dan perilaku baru.
pemuasan/decentration dari din
membalas, bahkan untuk
sendiri yang dimulai pada tahap
menunaikan Amanat
yang kedua meraih keutuhannya.
Agung sampai ke seluruh
Sebuah kemampuan muncul
dunia, mereka siap
dimana seseorang mengalami
pespektif dalam membiarkan
membayar harga "lebih
kesusahan fisik sebagai akibat dari
diri sendiri tanpa menilai
baik mati berkalang tanah,
terlalu banyak bekerja, rasa cemas
dirinya sendiri. Ada sebuah
daripada hidup bercermin
yang berlebihan, ataupun kurang
perjuangan untuk hidup
bangkai." Berdasarkan
memperhatikan kehidupan.
dengan kasih dan keadilan yang
kebenaran Alkitab, kita
ideal dengan orang-orang
akan melihat bagaimana
dalam sikap yang
Kristus menangani strategi
dipertahankan. Sementara rasa
gereja menghadapi
anak-anak dan juga bukan dewasa,
penghargaan terhadap aturan
perubahan sejarah. 141 Dan
demikian juga pria dan wanita berusia
manusia, harapan-harapan dan apa inilah yang menjadi
madya bukan “muda” lagi tetapi juga
yang sebenarnya terus berlanjut,
tantangan bagi dewasa
bukan “tua”.
ada sebuah kebebasan dari hal
akhir ialah bagimana
Masa Yang Berbahaya Saat ini merupakan suatu masa
Usia Canggung Sama seperti remaja, bukan
138
anugerah keselamatan
A. Supratiknya, Teori Perkembangan Kepercayaan, 39.
75
yang sama yang juga bertumbuh.
mereka tetap bertahan
Ada keterbukaan yang bertumbuh
dalam iman mereka
ke arah kebenaran dalam semua
sementara dunia seringkali
jenis iman.139
tidak peduli akan masa depan penggembalan gereja.
Dewasa
Masa dewasa lanjut/senescene atau
Tahap Iman pada umur lanjut usia
Iman orang dewasa lanjut
Lansia
usia lanjut dimulai pada umur 61
juga diikuti Tahap Iman pada
usia sangatlah penting
61
tahun sampai kematian. Pada
dewasa akhir. Yaitu: Tahap
untuk di tingkatkan karena
tahun
umumnya para usia lanjut mempunyai
Universalising Faith.
dalam kehidupan sehari-
keatas
masalah dalam menyesuaikan diri
Sebuah perasaan yang berakar
hari lansia adalah contoh
terhadap pekerjaan dan kehidupan
dengan teguh bertumbuh dalam
teladan bagi generasi yang
keluarga. Penyesuaian diri terhadap
Transendent, “kondisi dasar dari
dibawahnya. Seperti
pekerjaan dan keluarga bagi orang
keberadaan”, atau pada Allah.
seorang anak mempunyai
usia lanjut adalah sulit karena
Proses pemuasan/decentration
kecenderungan yang besar
hambatan ekonomis yang dewasa ini
dari din sendiri yang dimulai pada
untuk belajar dan
sangat memainkan peran penting
tahap yang kedua meraih
mengikuti setiap kebijakan
ketimbang masa sebelumnya.
keutuhannya. Sebuah kemampuan
orang tuanya, begitulah
Walaupun ada bantuan keuangan dari
muncul pespektif dalam
dari posisi lansia ditengah
pemerintah dalam bentuk jaminan
membiarkan diri sendiri tanpa
kehidupan sosialnya. Ia
sosial, bantuan kesehatan dan
menilai dirinya sendiri. Ada
adalah panutan dan tempat
pembagian keuntungan secara
sebuah perjuangan untuk hidup
orang meminta nasihat,
bertahap yang diperoleh dari dana
dengan kasih dan keadilan yang
untuk memelihara
pensiun, namun mereka kadang-
ideal dengan orang-orang dalam
pertumbuhan iman bagi
kadang tidak sanggup mengatasi
sikap yang dipertahankan.
orang yang lenjut usia
pelbagai problemsa hidup yang
Sementara rasa penghargaan
dapat diadakan
mereka hadapi.
terhadap aturan manusia, harapan-
penbelajaran PAK melalui
harapan dan apa yang sebenarnya
gereja.144
Ciri-ciri Usia Lanjut 139 140
terus berlanjut, ada sebuah
Proses pendewasaan
Fowler, “Stages in Faith Consciousness” ,41. Maltimoe, Membina Jemaah Missioner, ( Jakarta: BPK-GM, 1986), 103
76
Merupakan Periode
kebebasan dari hal yang sama
diri dalam Kristus dapat
Kemunduran
yang juga bertumbuh. Ada
terus maju walaupun orang
Istilah “kemunduran” digunakan
keterbukaan yang bertumbuh ke
semakin tua, karna Kristus
untuk mengacu pada periode waktu
arah kebenaran dalam semua jenis
selalu bersama kita
selama usia lanjut apabila
iman.142
menarik kita agar semakin dekat dengannya. Kristus
kemunduran fisik sudah terjadi dan Penelitian Fowler menetapkan
senantiasa menawarkan
bahwa anak-anak dan para remaja
anugrahNya agar kita
Perbedaan Individual Pada Efek
tidak mampu mencapai tahap ke-
semakin bertumbuh
Menua
empat hingga ke-enam. Hanya
didalam kasih terhadap
Hal ini menekankan dalam
sedikit orang dewasa mencapai
Tuhan dan sesama.145
referensinya kepada keyakinannya
tingkat ke-lima. Sedangkan sangat
popular bahwa menua itu membuat
jarang ada orang mencapai tingkat
orang sulit hidup. “Usia tua tidak
ke-enam. Tahun-tahun pada usia
seperti anggur karena tidak pada
pertengahan merupakan masa
setiap bagian dapat timbul rasa
penting bagi para orang dewasa
asamnya seuai dengan usianya”
karena mereka menetapkan
Usia Tua Dinilai Dengan
apakah mereka akan lebih
Kriteria yang Berbeda
bertumbuh atau tidak.143
apabila sudah terdisorganisasi mental.
Karena arti tua itu sendiri kabur dan tidak jelas serta tidak dapat dibatasi pada anak musa, maka orang cenderung menilai tua itu dalam hal penampilan dan kegiatan fisik.
Penyesuaian yang Buruk Merupakan Ciri-ciri Usia Lanjut
Sikap sosial yang tidak 142 143
Fowler, “Stages in Faith Consciousness” ,41. Fowler, “Faith, Liberation, and Human Development” ,39
77
Sikap sosial yang tidak menyenangkan bagi banyak orang usia lanjut yang nampak dalam cara orang memperlakukan mereka, maka tidak heran lagi kalau banyak orang usia lanjut mengembangkan konsep diri yang tidak menyenangkan.
Keinginan Menjadi Muda Kembali Sangat Kuat pada Usia Lanjut
Status kelompok-kelompok minoritas yang dikenakan pada orang berusia lanjut secara alami telah mengakibatkan keinginan untuk tetap muda selama mungkin dan ingin dipermuda apabila tanda-tanda menua nampak.
J. Peranan PAK Dalam Rangka Pertumbuhan Iman orang Dewasa Secara Umum/Keseluruhan146 Peranan PAK untuk pertumbuhan iman orang dewasa adalah agar semua pribadi menyadari Allah lewat penyingkapan diri-Nya, khususnya melalui kasih-Nya yang membebaskan sebagaimana yang dinyatakan dalam Yesus Kristus, dan kemudian mereka memberi respon dalam iman dan kasih--yang pada akhirnya mereka boleh mengenal siapa diri mereka dan apa arti hidup, bertumbuh sebagai anak-anak Allah yang berakar dalam persekutuan Kristen, hidup dalam Roh Allah dalam setiap hubungan, memenuhi panggilan pemuridan bersama di dunia, dan tinggal di dalam pengharapan Kristen. 146
http://hendriksine.blogspot.co.id/2013/08/teori-perkembangan-iman-apa.html.
78
Perjalanan iman kita tidak hanya sampai di sini saja, tetapi Tuhan Yesus menghendaki agar kita sebagai murid-Nya terus datang kepada-Nya, belajar dari-Nya untuk dapat mencapai pertumbuh iman dalam Dia. Rasul Paulus juga menghimbau dan menegaskan agar orang percaya tetap hidup di dalam Dia, berakar dan dibangun di atas Dia serta bertambah teguh dalam iman kepada-Nya (lihat Kolose 2:6-7). Lebih jauh untuk mengalami tahap perkembangan atau pertumbuhan iman, maka Pendidikan Agama Kristen dapat mengajarkan tentang cara menumbuhkan iman yaitu dengan cara: 1. Berdoa. Doa merupakan hal yang vital dalam kehidupan orang percaya. Doa adalah percakapan atau komunikasi dua arah, antara manusia dengan Tuhan. Melalui doa manusia dapat membangun relasi dengan Allah. Dengan berdoa kepada Tuhan, manusia dapat mengalami kehadiran-Nya serta mendapatkan jawaban Tuhan atas berbagai persoalan yang dihadapi oleh manusia. Begitu juga dengan giat berdoa kita dapat bertumbuh dalam iman kepada-Nya. Manusia dengan segala aktivitasnya tak dapat mampu berjalan seorang diri, itu berarti bahwa kekuatan manusia ada batasnya. Tetapi kekuatan Roh Allah tanpa batas, sebab memang Ia adalah pribadi yang tak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu. Ia adalah pribadi yang berdaulat, berkuasa, dan sempurna. Ia bukan pribadi yang hanya tinggal di surga dan hanya sibuk mengurusi malaikat-Nya saja, namun Ia juga pribadi yang mau terlibat dalam kehidupan manusia, serta mau menolong segala kelemahan manusia. Oleh sebab itu, di saat manusia datang kepada-Nya di dalam doa, maka Allah akan menolongnya. 2. Membaca Alkitab Salah satu faktor yang dapat membuat seseorang bertumbuh dalam iman adalah dengan rajin membaca Alkitab dan merenungkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mempelajari Alkitab akan menolong kita untuk mengerti dan memahami kebenaran Allah. Selain itu, firman Tuhan akan merevolusi atau mentransformasi pikiran kita. 3
Haus dan rindu akan Roh Kudus Roh Kudus adalah pribadi Allah yang maha hadir dan sopan. Artinya Ia adalah pribadi
yang terlibat dalam alam semesta ini dan menghargai kehendak bebas manusia. Apabila manusia membuka pintu hatinya terhadap-Nya dengan sungguh-sungguh dan rindu akan kehadiran karyaNya, maka Ia akan datang berkarya di tengah kehidupan manusia serta membaharui pemikiran dan gaya hidup manusia ke arah yang lebih baik. Tetapi jika manusia menutup pintu hatinya, 79
Roh Kudus tak akan bisa bekerja di dalam dirinya. Alhasil manusia akan sulit mengalami bimbingan-Nya; sulit mendapatkan inspirasi dan pencerahan akal budi yang membawa kepada kemajuan hidup. Singkat kata, manusia hanya akan mengalami bimbingan dan karya Roh Kudus yang membawa ke arah perubahan dalam pelbagai aspek hidupnya, bila yang bersangkutan memiliki sikap hati yang haus dan rindu akan Dia. 4. Ketaatan terhadap firman-Nya Mengetahui firman Allah tidaklah sama dengan ketaatan. Tetapi orang yang percaya kepada firman Tuhan sebagai kebenaran yang absolut, tentu ia akan menuruti firman-Nya. Mengapa? Karena yang bersangkutan mengenal kebenaran serta mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa dan kekuatannya. Pengikut Kristus yang demikian akan mengalami campur tangan Roh Kudus dalam berbagai aspek hidupnya sehingga akan mendorong pertumbuhan imannya. Selain itu juga, jika dilihat dari perspektif Kristen, Tuhan Yesus sebagai landasan kepercayaan kita. Pusat keyakinan kita tertuju kepada Allah Tritunggal. Roh Kudus akan membantu kita dalam pertumbuhan iman kita. Namun perkembangan iman tidak berjalan dengan sendirinya, kita perlu mengupayakannya. Begitu juga perkembangan iman tak berjalan dalam ruang hampa. Acapkali Tuhan sering memakai berbagai situasi atau keadaan. Entah suka, duka, senang/gembira, dan lain sebagainya. Demi kemajuan iman kita kepada-Nya. Setiap individu memiliki potensi untuk berkembang atau bertumbuh dalam iman kepada Allah. Sebab Tuhan-lah yang memberikan potensi itu kepada umat ciptaan-Nya. Ditambah lagi dengan bantuan Roh Kudus yang memacu kita dalam dinamika iman. Latarbelakang budaya kita, dari mana lingkungan kita dibesarkan akan mempengaruhi bagamana cara kita beriman kepada Allah. Perry G. Downs mengemukakan bahwa implikasi pemahaman Fowler itu seharusnya membawa kita kepada sikap pelayanan sebagai berikut. Pertama, kita harus memahami bahwa setiap orang punya potensi beriman apapun agama dan kepercayaannya. Karena itu, jika kita melayani dengan baik dan tepat maka potensi beriman itu dibangkitkan oleh Roh Kudus untuk percaya kepada Allah dalam Yesus Kristus melalui firman-Nya. Kedua, Fowler mengingatkan kita bahwa iman itu dinamis, berkembang dan relasional, sebagai suatu integral dalam kehidupan. Iman dengan begitu mempengaruhi cara berpikir, cara berelasi kita dengan orang lain dan cara memandang serta berkarya dalam dunia. Ketiga, iman harus kita pahami secara utuh. 80
Kita harus memandang manusia dengan kacamata yang utuh pula. Keempat, kita harus mendengar orang yang kita layani dengan baik dan benar. Jangan hanya mendengarkan
apa
atau siapa yang dipercayai tetapi juga bagaimana cara mereka beriman. Jangan kita hanya melayani dan membimbing orang percaya beriman teguh tetapi juga beriman secara dewasa. Akhirnya, kita harus membimbing orang untuk bertumbuh dalam iman seturut cara berimannya. Dengan begitu kita dapat merencanakan dan mengelola program pembinaan yang lebih kreatif dan tepat guna membawa warga kepada kedewasaan. B. S. Sidjabat berpendapat, masih banyak orang dewasa memiliki cara beriman intuitifproyektif dalam arti tidak mampu memikirkan keyakinannya sendiri. Mereka hanya mengikuti keyakinan seperti yang diperintahkan dan diperlihatkan oleh orangtua. Relasi dan keterikatan kepada orangtua menentukan cara berimannya kepada Tuhan. Dengan cara mistis-harafiah banyak orang dewasa hanya beriman menurut apa yang didengar diajarkan kepadanya. Dengan cara ini banyak orang dewasa ketika membaca dan memaknai Alkitab bersifat literal, tidak mampu menangkan pesan melebihi apa yang tertulis. Bisa jadi hal itu terjadi karena kurangnya kemampuan, karena pola pikir serta karena keterikatan kepada orang yang memberi pengaruh dan makna kepadanya. Dalam pembinaan orang dewasa muda, cara beriman yang individual-reflektif perlu kita pertimbangkan. Seharusnya orang muda dibimbing untuk memiliki keyakinan pribadi kepada Allah dalam Yesus Kristus. Pengalaman pribadi, pendapat orang lain, hasil-hasil bacaan dijadikan sumber untuk membentuk dan memperkaya keyakinannya kepada Tuhan. Harus kita akui bahwa cara beriman ini sifatnya personal; orang cenderung mempertahankan keyakinannya sekalipin mungkin keliru. Demi pembentukan otonomi dalam cara berimannya, terkadang kita salah paham, lalu mencela mereka sebagai pribadi yang tidak lagi kepada imannya dahulu. Untuk mereka yang berusia dewasa menengah, cara beriman konyungtif membuat mereka bersedia dan mampu memahami keyakinan lain yang dulu tidak dipahami. Adakalanya sikap itu memperkaya dirinya. Terkadang kita salah mengerti dan menyatakan bahwa mereka ini tidak teguh lagi kepada pendirian imannya yang dahulu. Padahal karena mereka mengalami perubahan dalam pola berpikir dan cara memaknai. Mereka melihat dunia dengan cara pandang berbeda yang terkait satu sama lain dan saling melengkapi. Dengan cara itu mereka mengembangkan toleransi dengan kelompok gereja dan denominasi bahkan dengan kelompok
81
agama lainnya. Namun ada pula merugikan dalam arti keyakinan semula yang berakar dalam Kristus, kepada yang lain. Terjadi pergeseran. Memang kita perlu menyadari bahwa faktor dosa manusia juga mempengaruhi cara berimannya kepada Allah, tetapi kita harus meyakini bahwa Roh Kudus yang telah diutus oleh Yesus ke bumi untuk mendiami para pengikut-Nya akan menolong, membimbing, menuntun, memelihara, menghibur serta memberi pencerahan atau revolusi cara beriman dalam kehidupan sebagai anak-anak Allah.147
BAB IV PAK dan Pendidikan Nilai Orang Dewasa A. Pengertian Nilai Nilai Secara etimologi nilai berasal dari kata value (Inggris) yang berasal dari kata valere (Latin) yang berarti : kuat, baik, dan berharga. Dengan demikian secara sederhana, nilai (value ) adalah sesuatu yang berguna. Menurut Djahiri (1999), nilai adalah harga, makna, isi dan pesan, semangat, atau jiwa yang tersurat dan tersirat dalam fakta, konsep, dan teori, sehingga bermakna secara fungsional. Nilai difungsikan untuk mengarahkan, mengendalikan, dan menentukan kelakuan seseorang, karena nilai dijadikan standar perilaku. Sedangkan menurut Dictionary dalam Winataputra (1989), nilai adalah harga atau kualitas sesuatu. Artinya, sesuatu dianggap memiliki nilai apabila sesuatu tersebut secara instrinsik memang berharga.
147
B. Samuel. Sidjabat, Pendewasaan Manusia Dewasa, (Diktat kuliah, 2008), 156-158.
82
Contoh : Nilai benda kayu jati dianggap tinggi, sehingga kayu jati memiliki nilai jual lebih mahal kualitas yang baik, tangguh, tidak mudah kropos, dan lebih kuat daripada jenis kayu yang lain seperti kamper. Oleh karena itu, sudah sewajarnya jika kayu jati, menurut pandangan masyarakat khususnya pemborong, nilainya mahal. Berdasarkan uraian di tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian dan makna nilai adalah suatu bobot/kualitas perbuatan kebaikan yang mendapat dalam berbagai hal yang dianggap sebagai sesesuatu yang berharga, berguna, dan memiliki manfaat. Dalam pembelajaran, nilai sangat penting untuk ditanamkan sejak dini karena nilai bermanfaat sebagai standar pegangan hidup.148 Pengertian Nilai menurut Spranger adalah suatu tatanan yang dijadikan panduan oleh individu untuk menimbang dan memilih alternatif keputusan dalam situasi sosial tertentu. Dalam pandangan Spranger, kepribadian manusia terbentuk dan berakar pada tatanan nilai-nilai kesejarahan. Meskipun menempatkan konteks sosial sebagai dimensi nilai dalam kepribadian manusia, namun Spranger mengakui akan kekuatan individual yang dikenal dengan istilah roh subjektif. Sementara itu, kekuatan nilai-nilai kebudayaan merupakan roh objektif. Kekuatan individual atau roh subjektif didudukkan dalam posisi primer karena nilai-nilai kebudayaan hanya akan berkembang dan bertahan apabila didukung dan dihayati oleh individu. Penerimaan nilai oleh manusia tidak dilakukan secara pasif melainkan secara kreatif dan aktif. Dalam proses manusia menerima nilai ini terjadi hubungan dialektis antara roh objektif dengan roh subjektif. Artinya, roh objekif akan berkembang jika didukung oleh roh subjektif, sebaliknya roh objektif akan berkembang dengan berpedoman kepada roh objektif yang diposisikan sebagai cita-cita yang harus dicapai. Nilai merupakan sesuatu yang diyakini kebenarannya dan mendorong orang untuk mewujudkannya. Menurut Horrocks, Pengertian Nilai adalah sesuatu yang memungkinkan individu atau kelompok sosial membuat keputusan mengenai apa yang ingin dicapai atau sebagai sesuatu yang dibutuhkan. Secara dinamis, nilai dipelajari dari produk sosial dan secara perlahan diinternalisasikan oleh individu serta diterima sebagai milik bersama dengan kelompoknya. Nilai ialah standar konseptual yang relatif stabil, dimana secara eksplisit maupun implisit membimbing individu dalam menentukan tujuan yang ingin dicapai serta akitvitas dalam rangka memenuhi kebutuhan psikologi. Dari pengertian nilai yang dikemukakan para pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa Nilai adalah sesuatu yang dijadikan sebagai panduan dalam hal mempertimbangkan keputusan yang akan diambil kemudian. Nilai merupakan sesuatu yang 148
http://muhilalashar.blogspot.co.id/2014/10/pengertian-nilai-moral-norma-etika.html
83
bersifat abstrak, karena mencakup pemikiran dari seseorang. Penilaian yang dilakukan oleh individu yang satu belum tentu sama dengan individu yang satu. Selanjutnya akan dibahas mengenai macam-macam nilai di bawah ini.149 B. Pengertian Nilai Menurut Para Tokoh Tokoh Sumantri
Konsep Nilai merupakan hal yang terkandung dalam hati nurani manusia yang lebih memberi dasar dan prinsip akhlak yang merupakan standar dari keindahan
Mulyana
dan efisiensi atau keutuhan kata hati (potensi) Nilai itu adalah rujuakn dan keyakinan dan menentukan pilihan. Deinisi ini secara eksplisit menyertakan proses pertimbangan nilai, tidak hanya sekedar
Fraenkel
alamat yang dituju oleh sebuah kata ‘ya’ atau ‘tidak’. Nilai adalah idea tau konsep tentang apa yang dipikirkan seseorang atau
Kupperman
dianggap penting oleh seseorang. Nilai adalah patokan normatif yang mempengaruhi manusia dalam menentukan pilihan di antara cara-cara tindakan alternatif. Penekanan utama definisi ini pada faktor eksternal yang mempengaruhi prilaku manusia. Pendekatan yang melandasi definisi ini adalah pendekatan sosiologis. Penegakan norma sebagai tekanan utama dan terpenting dalam kehidupan
Lorens Bagus
sosial
akan
membuat
seseorang
menjadi
tenang
dan
membebaskan dirinya dari tuduhan yang tidak baik. 1. Nilai dalam bahasa Inggris Value, bahasa latin Valere (berguna, mampu, berdaya, berlaku, kuat) 2. Nilai ditinjau dari segi hakikat adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, atau dapat menjadi objek kepentingan. 3. Nilai ditinjau dari segi keistimewaan adalah apa yang dihargai, dinilai tinggi atau dihargai sebagai sesuatu kebaikan. Lawan dari suatu nilai positif adalah “tidak bernilai” atau “nilai negatif”. Baik akan menjadi suatu nilai dan lawannya (jelek, buruk) akan menjadi suatu “nilai negatif” atau “tidak bernilai”.
149
M.Ali dan M.Asrori,Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta Dididik). (Jakarta : Bumi Aksara,2010)
84
4. Nilai ditinjau dari sudut ilmu Ekonomi yang bergelut dengan kegunaan dan nilai tukar benda-benda material, pertama kali Gordon Allfort
menggunakan secara umum kata ‘nilai’. Nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar pilihannya. Definisi ini dilandasi oleh pendekatan psikologis, karena itu tindakan dan perbuatannya seperti keputusan benar-salah, baik-buruk, indah-tidak indah, adalah hasil proses psikologis. Termasuk ke dalam
Brameld
wilayah ini seperti hasrat, sikap, keinginan, kebutuhan dan motif. 1. Nilai merupakan konstruk yang melibatkan proses kognitif (logis
Brameld
dan rasional) dan proses ketertarikan dan penolakan menurut kata hati. 2. Nilai selalu berfungsi secara potensional, tetapi selalu tidak bermakna apabila diverbalisasi. 3. Apanila hal itu berkenaan dengan budaya, nilai diungkapkan dengan cara yang unik oleh individu atau kelompok. 4. Karena kehendak tertentu dapat bernilai atau tidak, maka perlu diyakini bahwa pada dasarnya disamakan (equated) dari pada diinginkan,
ia
didefinisikan
berdasarkan
keperluan
sistem
kepribadian dan sosio budaya untuk mencapai keteraturan atau menghargai orang lain dalam kehidupan sosial. 5. Pilihan di antara nilai-nilai alternative dibuat dalam konteks ketersediaan tujuan antara (means) dan tujuan akhir (ends). 6. Nilai itu ada, ia merupakan fakta alam, manusia, budaya dan pada Kattsoff
saat yang sama ia adalah norma-norma yang telah disadari. Nilai sangat erat kaitannya dengan kebaikan atau dengan kata ‘baik’,
Djahiri
walaupun fakta baiknya bisa berbeda-beda satu sama lainnya. Nilai adalah harga yang diberikan oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap sesuatu (materil-materil), personal, kondisional) atau harga yang
Bartens
dibawakan atau tersirat atau menjadi jati diri dari sesuatu. Nilai memiliki tiga cirri, yaitu 1) nilai berkaitan dengan subyek, kalau tidak ada subyek yang menilai, maka nilai juga akan tidak ada. Beliau memberikan ilustrasi entah manusia hadir atau tidak, gunung tetap meletus. Tapi untuk dapat dinilai sebagai ‘indah’ atau ‘merugikan’ gunung berapi itu 85
memerlukan subyek untuk menilai; 2)nilai tampil dalam suatu konteks praktis; dan 3)nilai-nilai menyangkut sifat-sifat yang ditambah oleh subyek Damandjaja
pada sifat-sifat yang dimiliki oleh obyek. Nilai merupakan pengertian-pengertian
(conception)
yang
dihayati
seseorang mengenai apa yang lebih baik atau kurang baik, dan apa yang Theodorson
lebih benar atau kurang benar. Nilai adalah sesuatu yang abstrak yang dijadikan pedoman dan prinsip
umum dalam bertindak. Koentjaraningrat Nilai adalah konsepsi masyarakat yang dianggap mulia C. Kluckhon 1. Nilai adalah konsepsi (tersurat atau tersirat, yang sifatnya membedakan ndividu atau cirri-ciri kelompok) dari apa yang diinginkan, yang mempengaruhi tindakan pilihan terhadap cara, tujuan antara dan tujuan akhir. 2. Nilai ialah konsepsi yang terorganisasi, yang mempengaruhi perilaku
manusia
tentang
hubungannya
dengan
alam
dan
sesamanya. 3. Secara fungsional sistem mulai mendorong individual untuk berperilaku seperti apa yang ditentukan. 4. Nilai-nilai merupakan wujud ideal dari lingkungan sosial. C. Jenis-jenis Nilai150 Macam-macam nilai menurut Spranger, yaitu : (1) Nilai keilmuan merupakan salah satu dari macam-macam nilai yang mendasari perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang bekerja terutama atas dasar pertimbangan rasional. Nilai keilmuan ini dipertentangkan dengan nilai agama. (2) Nilai agama ialah salah satu dari macam-macam nilai yang mendasari perbuatan seseorang atas dasar pertimbangan kepercayaan bahwa sesuatu itu dipandang benar menurut ajaran agama. (3) Nilai ekonomi adalah salah satu dari macam-macam nilai yang mendasari perbuatan seseorang atau sekelompok orang atas dasar pertimbangan ada tidaknya keuntungan finansial sebagai akibat dari perbuatannya itu. Nilai ekonomi ini dikontraskan dengan nilai seni.
150
M.Ali dan M.Asrori, Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta Dididik). (Jakarta : Bumi Aksara, 2010)
14.
86
(4) Nilai Seni merupakan salah satu dari macam-macam nilai yang mendasar perbuatan seseorang atau sekelompok orang atas dasar pertimbangan rasa keindahan atau rasa seni yang terlepas dari berbagai pertimbangan material. (5) Nilai Solidaritas ialah salah satu dari macam-macam nilai yang mendasari perbuatan seseorang terhadap orang lain tanpa menghiraukan akibat yang mungkin timbul terhadap dirinya sendiri, baik itu berupa keberuntungan maupun ketidakberuntungan. Nilai solidaritas ini dikontraskan dengan nilai kuasa. (6) Nilai Kuasa adalah salah satu dari macam-macam nilai yang mendasari perbuatan seseorang atau sekelompok orang atas dasar pertimbangan baik buruknya untuk kepentingan dirinya atau kelompoknya. Dari macam-macam nilai yang disebutkan di atas, nilai yang dominan pada masyarakat tradisional adalah nilai solidaritas, nilai seni dan nilai agama. Nilai yang dominan pada masyarakat modern ialah nilai keilmuan, nilai kuasa dan nilai ekonomi. Sebagai konsekuensi dari proses pembangunan yang berlangsung secara terus-menerus, yang memungkinkan terjadinya pergeseran nilai-nilai tersebut. Pergeseran nilai keilmuan dan nilai ekonomi akan cenderung lebih cepat dibandingkan dengan nilai-nilai lainnya jika menggunakan model dinamik-interaktif. Ini merupakan konsekuensi dari kebijakan pembangunan yang memberikan prioritas ada pembangunan ekonomi dan ditunjang oleh cepatnya perkembangan ilmu dan teknologi. Pada dasarnya, pendidikan nilai dpat dirumuskan dari dua pengertian dasar yang terkandung dalam istilah pendidikan dan nilai. Ketika dua istilah itu disatukan, arti keduanya menyatu dalam defenisi pendidikan nilai. Namun, karena arti pendidikan dan arti nillai dimakksud dapat dimaknai berbeda, defenisi pendidikan nilai pun dapat beragam bergantung pada tekanan dan rumusan yang diberikan pada kedua istila itu(muliana 2004) mengartikan pendidikan nilai sebagai penanaman dan pengembangan nilai-nilai pada diri seseorang nilai sebgai bantuan terhadap peserta didik agar menyadari dan mengalami nilai-nilai serta menempatkan nya secara integral dalam keseluruhan hidupnya, pendidikan nilai tidak hanya merupakan program khusus yangdiajarkan melalui sejumlah mata pelajaran, akan tetapi mencakup keseluruhan program pendidikan (hakam 2000) mengungkapkan bahwa pendidikan nilai adalah pendidikan yang mempertimbangkan objek dari sudut moral dan sudut pandang non moral yakni menilai objek dari sudut pandang keindahan dan selera pribadi, dan etika yaitu menilai benar atau salah nya dalam hubungan antar pribadi. Dapat dimaknai bahwa pendidikan nilai adalah proses bimbingan 87
mealalui pendidikan yang berorientasi pada penanaman nilai-nilai kehidupan yang didalam nya menckup nilai agama, budaya, etika dan estetettika menuju pembentukan pribadi peserta didik yang memiliki kecrdasan spritual keagamaan pengendalian diri, kepribadian yang utuh berakhlak mulia serta keterampilann yang diperlukan dirinya, masyarakat dan negara. D. Hirarki Nilai Nilai berhubungan dengan aspek keykinan manusia dalam menentukan pilihannya, ia bersifat abstrak namun real adanya , reschr 1969 mengemukakan bahwa nilai dapat diklasifikasikan menjadi enam : 1.
Pengakuan, yaitu pengakuan subjek tentang nilai yang harus dimiliki seseorang atau suatu kelompok, misalnya nilai profesi, nilai kesukuan atau kebangsaan
2.
Objek yang dipermasalahkan yaitu cara mengefaluasi suatu subjek dengan berpedoman pada sifat bjek yangg dinilai, seperti manusia dinilai dari kecerdasan nya, bangsa dinilai dari keadilan hukum nya.
3.
Keuntngan yang diperoleh, yaitu menurut keinginan, kebutuhan, kepentingan atau minat seseorang yang diwujudkan dalama kenyataan contohnya kategori nilai ekonomi maka keuntungan yang diperoleh berupa produksi; kategori nilai moral, maka keuntungan yang diperoleh berupa niai kejujuran
4.
Tujuan yang akan dicapai, yaitu berdasarkan tipe tujuan tertentu sebagai reaksi keadaan yang dinilai, contohnya nilai akreditasi pendidikan
5.
Hubungan antara pengembang nilai dengan keuntungan : a.
Nilai dengan orientasi pada diri sendiri (nilai egosentris), yaitu dapat mempertahankan keberhasilan dan ketentraman
b. Nilai dengan orientasi pada orang lain yaitu orientasi kelompok : Nilai yang berorientasi pada keluarga hasilnya kebanggan keluarga Nilai yang berorientasi pada profesi hasilnya nama baik profesi Niai yang beorientasi pada bangsa hasilnya nilai patriotisme Nilai yang berorientasi pada masyarakat hasilnya keadilan sosial Nilai yang berorientasi pada kemanusian hasilnya nilai-nilai univrsal Hirarki nilai sangat tergantung dari sudut pandang dan nilai yang menjadi patokan dasar sipenilai. Ikatan atau hirarki nili akan berbeda antara orang ateis dengan orang religious 88
demikian juga dengan orang materialis namun tingkat kepentingan nilai tersebut tidak lahs sama itulah sebab nya nilai memiliki tingkatan, dalam pengertian ada hirarkinya. Hirarki nilai dibagi 3 sebagai berikut : 1. Nilai dasar (dasar ontologis) yaitu meruapakan hakikat, esensi inti sari atau makna yang terdalam dari nilai nlai tersebut. Nilai dasar ini bersifat universal karena menyangkut hakikat kenyataan objektif segala sesuatu misalnya hakekat Tuhan, manusia atau segala sesuatu lainya, 2. Nilai instrumental, merupakan suatu pedoman yang dapat diukur atau diarahkan bilamana nilai instrumental itu brkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehiduan sehari hari maka hal itu akan merupakan suatu norma moral, namun jikaalau nilai instrumental itu berkaitan dengan suatu organisasi atau pun negara maka nilai instrumental itu merupakan suatu arahan strategi yang bersumber pada nilai dasar. Sehingga dapat dikatakan nilai instrumental merupakan suatu eksplisitasi dari nilai dasar 3. Nilai praksis, pada hakikatnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam suatu kehidupan nyata sehingga nilai praksis ini merupakan perwujutan dari nilai instrumental.151 E. Pengertian Pendidikan Nilai Menurut Baier (Mulyana, 2004: 8) Nilai seringkali dirumuskan dalam kosep yang berbeda-beda disebabkan karena sudut pandangnya yang berbeda pula. Contoh : seorang sosiolog mendefinisikan nilai sebagai suatu keinginan, kebutuhan, dan kesenangan seseorang sampai pada sangsi dan tekanan dari masyarakat. Nilai juga dapat diartikan sebagai hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan (Poewadarminta, 1984).Nilai padanan kata dalam bahasa inggrisnya adalah “value”, berasal dari bahasa latin “valare” atau bahasa perancis kuno “valori” yang artinya nilai.Sebatas denotatifnya, valare, valoir, value atau nilai dapat dimaknai sebagai harga. Batasan tentang nilai dapat mengacu kepada minat, kesukaan, pilihan, tanggung jawab, hasrat, daya tarik, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan perasaan seseorang dan orientasinya (Pepper dalam Soelaeman, 2005). Namun jika kata tersebut dihubungkan dlaam suatu obyek atau persepsi dari sudut pandang tertentu, harga yan terkandung akan menjadi persoalan ketika hal itu diabaikan sama sekali. Maka mnusia dituntut untuk 151
Ilmu dan aplikasi pendidikan (jakarta : imperial bakti utama, 2007),50-70
89
menempatkannya secara seimbang sehingga manusia diahrapka berada dalam tata nilai yang melahirkan kesejahteraan dan kebahagiaan.Sejalan dengan definisi itu maka hakikat nilai adalah berupa norma, etika, peraturan, undang-undang, adat kebiasaan, aturan agamadan rujukan lainnya yang memiliki harga dan dirasakan berharga bagi seseorang dalam menjalani kehidupannya. Kohlberg et all (Djahiri, 1992 : 27) Pendidikan nilai adalah rekayasa ke arah 1. Pembinaan dan pengembangan struktur dan potensi atau komponen pengalaman afektual (affective component experiences) atau “jati diri” atau hati nurani manusia atau suara hati (alqolb) manusia dengan perangkat tatanan nilai-moral-norma. 2. Pembinaan proses pelakonan dan atau transaksi / interaksi dunia afektif seseorang sehingga terjadi proses klarifikasi nilai-moralnorma atau pengendalian nilai-moral-norma. Mulaya (2004) mengartikan pendidikan nilai sebagai penanaman dan pengembangan nilai-nilai serta menempatkannya secara integral dalam keseluruhan hidupnya. Pendidikan nilai tidak hanya merupakan progam khusus yang diajarkan melalui sejumlah mata pelajaran, akan tetapi mencakup keseluruhan progam pendidikan. Sementara itu, Soelaeman (1987: 14) menambahkan bahwa Pendidikan Nilai adalah bentuk kegiatan pengembangan ekspresi nilai-nilai yang ada melalui proses sistematis dan kritis sehingga mereka dapat meningkatkan atau memperbaiki kualitas kognitif dan afektif peserta didik. Dari tiga definisi diatas dapat dimaknai bahwa Pendidikan Nilai adalah proses bimbingan melalui suri tauladan pendidikan yang berorintasi pada penanaman nilai-nilai kehidupan yang didalamnya mencakup nilai agama, budaya, etika, dan estetika menuju pembentukan pribadi peserta didik yan memiliki kecerdasan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian yang utuh, berakhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyrakat dan negara.152 F. Konsep pendidikan nilai Pada dasarnya, pendidikan nilai dpat dirumuskan dari dua pengertian dasar yang terkandung dalam istilah pendidikan dan nilai. Ketika dua istilah itu disatukan, arti keduanya menyatu dalam defenisi pendidikan nilai. Namun, karena arti pendidikan dan arti nillai dimakksud dapat dimaknai berbeda, defenisi pendidikan nilai pun dapat beragam bergantung pada tekanan dan 152
http://penonme.blogspot.co.id/2015/04/makalah-pendidikan-nilai.html
90
rumusan yang diberikan pada kedua istila itu(muliana 2004) mengartikan pendidikan nilai sebagai penanaman dan pengembangan nilai-nilai pada diri seseorang nilai sebgai bantuan terhadap peserta didik agar menyadari dan mengalami nilai-nilai serta menempatkan nya secara integral dalam keseluruhan hidupnya , pendidikan nilai tidak hanya merupakan program khusus yangdiajarkan melalui sejumlah mata pelajaran, akan tetapi mencakup keseluruhan program pendidikan (hakam 2000) mengungkapkan bahwa pendidikan nilai adalah pendidikan yang mempertimbangkan objek dari sudut moral dan sudut pandang non moral yakni menilai objek dari sudut pandang keindahan dan selera pribadi, dan etika yaitu menilai benar atau salah nya dalam hubungan antar pribadi. Dapat dimaknai bahwa pendidikan nilai adalah proses bimbingan mealalui pendidikan yang berorientasi pada penanaman nilai-nilai kehidupan yang didalam nya menckup nilai agama, budaya, etika dan estetettika menuju pembentukan pribadi peserta didik yang memiliki kecrdasan spritual keagamaan pengendalian diri, kepribadian yang utuh berakhlak mulia serta keterampilann yang diperlukan dirinya, masyarakat dan negara. G. Dasar pendidikan nilai Dasar Ontologis Pendidikan Nilai Pertama-tama pada latar filsafat diperlukan dasar ontologis dari Pendidikan Nilai. Adapun aspek realitas yang dijangkau teori dan Pendidikan Nilai melalui pengalaman panca indera adalah dunia pengalaman manusia secara empiris. Objek materil Pendidikan Nilai adalah manusia seutuhnya, manusia yang lengkap aspek-aspek kepribadiannya. Objek formal Pendidikan Nilai dibatasi pada manusia seutuhnya di dalam fenomena atau situasi pendidikan. Di dalam situasi sosial, manusia sering kali berperilaku tidak utuh, hanya menjadi mahluk berperilaku individual dan/atau mahluk sosial yang berperilaku kolektif. Sistem nilai harus terwujud dalam hubungan inter dan antar pribadi yang menjadi syarat mutlak (conditio sine qua non) bagi terlaksananya mendidik dan mengajar. Hal itu terjadi mengingat pihak pendidik yang berkepribadian sendiri secara utuh memperlakukan peserta didik secara terhormat sebagai pribadi pula. Jika pendidik tidak bersikaf afektif utuh demikian maka menurut Gordon (1975) akan menjadi mata rantai yang hilang (the missing link) atas faktor hubungan peserta didik-pendidik atau antara siswa-guru. Dengan begitu pendidikan hanya akan terjadi secara kuantitatif sekalipun bersifat optimal, sedangkan kualitas manusianya belum tentu utuh. Dasar Epistemologis Pendidikan Nilai 91
Dasar epistemologis diperlukan oleh pendidikan nilai atau pakar pendidikan nilai demi mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab. Pendidikan Nilai memerlukan pendekatan fenomenologis yang akan menjalin studi empirik dengan studi kualitatif fenomenologis. Karena penelitian tidak hanya tertuju pada pemahaman dan pengertian, melainkan untuk mencapai kearifan fenomena pendidikan. Inti dasar epistemologis ini adalah agar dapat ditentukan bahwa dalam menjelaskan objek formalnya, telaah Pendidikan Nilai tidak hanya mengembangkan ilmu terapan melainkan menuju kepada telaah teori dan pendidikan nilai sebagai ilmu otonom yang mempunyai objek formal sendiri atau problamatikanya sendiri sekalipun tidak hanya menggunakan pendekatan kuantitatif atau pun eksperimental (Campbell & Stanley, 1963). Dengan demikian uji kebenaran pengetahuan sangat diperlukan secara korespodensi, secara koheren dan sekaligus secara praktis dan atau pragmatis (Randall & Buchler, 1942). Dasar Aksilogis Pendidikan Nilai Kemanfaatan teori Pendidikan Nilai tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab. Oleh karena itu nilai pendidikan nilai tidak hanya bersifat intrinsik sebagai ilmu seperti seni untuk seni, melainkan juga nilai ekstrinsik. Dan ilmu digunakan untuk menelaah dasar-dasar kemungkinan bertindak dalam praktek melalui kontrol terhadap pengaruh yang negatif dan meningkatkan pengaruh yang positif dalam pendidikan. Dengan demikian pendidikan nilai tidak bebas nilai, mengingat hanya terdapat batas yang sangat tipis antar pekerjaan pendidikan nilai dan tugas pendidik sebagai pedagok. Dalam hal ini, sangat relevan sekali untuk memperhatikan pendidikan nilai sebagai bidang yang sarat nilai. Itulah sebabnya pendidikan nilai memerlukan teknologi pula, tetapi pendidikan bukanlah bagian dari iptek. Namun harus diakui bahwa pendidikan nilai belum jauh pertumbuhannya dibandingkan dengan kebanyakan ilmu sosial dan ilmu perilaku.153 H. Tujuan Pendidikan Nilai Tujuan Pendidikan Nilai menurut Apnieve-UNESCO (1996: 184) adalah untuk membantu peserta didik dalam mengeksplorasi nilai-nilai yang ada melalui pengujian kritis 153
http://penonme.blogspot.co.id/2015/04/makalah-pendidikan-nilai.html
92
sehingga mereka dapat meningkatkan atau memperbaiki kualitas berfikir dan perasaannya. Sementara itu, Hill (1991: 80) meyakini bahwa Pendidikan Nilai ditujukan agar siswa dapat menghayati
dan
mengamalkan
nilai
sesuai
dengan
keyakinan
agamanya,
konsesus
masyarakatnya dan nilai moral universal yang dianutnya sehingga menjadi karakter pribadinya. Secara sederhana, Suparno (2002: 75) melihat bahwa tujuan Pendidikan Nilai adalah menjadikan manusia berbudi pekerti. Hakam (2000: 8) dan Mulyana (2004: 119) menambahkan bahwa pendidikan nilai bertujuan untuk membantu peserta didik mengalami dan menempatkan nilainilai secara integral dalam kehidupan mereka. Dalam proses pendidikan nilai, tindakan-tindakan pendidikan yang lebih spesifik dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang lebih khusus sebagaimana diungkapkan Komite APEID (Asia and the Pasific Programme of Education Innovation for Development) bahwa Pendidikan Nilai secara khusus ditujukan untuk: a) menerapkan pembentukan nilai kepada peserta didik, b) menghasilkan sikap yang mencerminkan nilai-nilai yang diinginkan, dan c) membimbing perilaku yang konsisten dengan nilai-nilai tersebut. Dengan demikian, Pendidikan Nilai meliputi tindakan mendidik yang berlangsung mulai dari usaha penyadaran nilai sampai pada perwujudan perilaku-perilaku yang bernilai.154 I. Peran PAK bagi Pendidikan Nilai Orang Dewasa Kajian fungsi agama sangat berperan dalam memembentuk watak bangsa, nilai-nilai agama bisa memberi semangat bagi individu dan kelompok masyarakat dalam menghadapi krisis multidimensional yang tak kunjung selesai, menghadapi disintegrasi bangsa seperti kasus Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Organisasi Papua Merdeka (OPM), korupsi kolusi dan nepotisme (KKN) yang menggurita. Nilai-nilai agama memberi penghiburan dan harapan untuk menghadapi ketidak pastian dan meyakini ada saatnya krisis akan berakhir dan bangsa bisa bersatu mewujudkan tujuan nasionalnya. Memberi semangat (suport) memberi hiburan dan rekosiliasi. Manusia perlu supor menghadapi masa depan tidak pasti, harapan dalam iman, hiburan ketika kecewa. Hubungan transendental melalui upacara persembayangan, merasa aman, identitas yang kokoh dalam menghadapi perubahan. Agama mensakralkan norma (Sebagai sosial kontrol). Sebagi kritik sosial (noma yang ada ditinjau ulang, sesuai fungsi kenabiannya). Memberi identitas; menyadarkan tentang siapa, mereka dan apa mereka. Sebagai solidaritas sosial. Pemerataan pendapatan. Fungsi agama dapat membentuk watak bangsa, memberi 154
93
semangat individu dan kelompok dalam hadapi krisis, disintegrasi bangsa. Memberi hiburan dan ketidak pastian masa depan, saatnya krisis akan berakhir.
BAB V PAK dan Moral Orang Dewasa A. Pengertian Moral Moral berasal dari bahasa latin yaitu mores yang artinya norma, adat, dan kebiasaan untuk menentukan sifat suatu perbuatan benar atau salah. Moral berasal dari kata Latin “mos” (moris), yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai, atau tata cara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai dan prinsip moral.Nilai-nilai moral itu seperti : 1. seruan untuk berbuat baik kepada orang lain memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, 2. larangan berjudi, mencuri, berzina, membunuh dan meminum khamar. Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilainilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perkembangan Moral berkaitan dengan aturan dan konvensi tentang apa yang seharusnya dilakukan oeh manusia dalam interaksinya dengan orang lain. Moral, diambil dari bahasa latin mos (jamak, mores) yang berarti kebiasaan, adat. Sementara moralitas secara lughowi juga bersal dari kata mos bahasa latin (jamak, mores) yang berarti kebiasaan, adat istiadat. Kata “Bermoral” mengacu bagaimana suatu masyarakat yang berbudaya berperilaku. Dan kata Moralitas juga merupakan kata sifat latin Moralis, mempunyai arti sama dengan moral hanya ada nada lebih 94
abstrak. Kata moral dan moralitas memiliki arti yang sama, maka dalam pengertiannya lebih ditekankan pada penggunaan Moralitas, karena sifatnya yang abstrak. Moralitas adalah sifat Moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk. 155 Menurut Purwardaminto moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan sebagainya. Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang benar dan salah. Dengan demikian moral adalah kendali dalam bertingkah laku.156 Santrock
mengemukakan pengertian moralitas yaitu prilaku Proporsional ditambah
beberapa sifat seperti kejujuran, keadilan, dan penghormatan terhadap hak-hak dan kebutuhankebutuhan orang lai. Kolhberg menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap. 157 Perkembanagn Moral (moral development) melibatkan perubahan seiring usia pada pikiran, perasaan, danperilaku berdasarkan prinsip dannilai yang mengarahkan bagaimana seseorang seharusnya bertindak. Perkembangan moral memiliki dimensi intrapersonal (nilai dasar dalam diri seseorang dan makna dir) dan dimensi interpersonal (apa yang seharusnya dilakukan orang dalam interkasinya dengan orang lain.158 B. Pengertian Moral Menurut Para Tokoh 1.
Pengertian Moral Menurut Shaffer adalah kaidah norma dan pranata yang mengatur
perilaku individu dalam hubungannya dengan masyarakat dan kelompok sosial. Moral ini merupakan standar baik dan buruk yang ditentukan oleh individu dengan nilai-nilai sosial budaya di mana individu sebagai anggota sosial. 2.
Menurut Rogers, pengertian moral adalah aspek kepribadian yang diperlukan seseorang
dalam kaitannya dengan kehidupan sosial secara harmonis, seimbang dan adil. Perilaku moral ini diperlukan demi terwujudnya kehidupan yang damai penuh keteraturan, keharmonisan dan ketertiban. 3.
Menurut Kohlberg, penilaian dan perbuatan moral pada intinya bersifat rasional.
Keputusan dari moral ini bukanlah soal perasaan atau nilai, malainkan selalu mengandung suatu tafsiran kognitif terhadap keadaan dilema moral dan bersifat konstruksi kognitif yang bersifat 155 156 157 158
Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Rajawali Press, 1992), 8. Hartono Agus Sunarto, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), 203. John W. Santrock, Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup, (Jakarta: Erlangga, 2002), 270. Laura A. King, Psikologi Umum: Sebuah Pandangan Apresiatif, (Salemba: Salemba Humanika, 2006), 65.
95
aktif terhadap titik pandang masing-masing individu sambil mempertimbangkan segala macam tuntutan, kewajiban, hak dan keterlibatan setiap pribadi terhadap sesuatu yang baik dan juga adil. kesemuanya ini merupakan tindakan kognitif.159 4.
Franz Magnis Suseno menguraikan moralitas adalah keseluruhan norma-norma, nilai-
nilai dan sikap seseorang atau sebuah masyarakat. Menurutnya, moralitas adalah sikap hati yang terungkap dalam perbuatan lahiriah (mengingat bahwa tindakan merupakan ungkapan sepenuhnya dari hati), moralitas terdapat apabila orang mengambil sikap yang baik karena ia sadar kewajiban dan tanggungjawabnya serta bukan untuk mencari keuntungan. Moralitas sebagai sikap dan perbuatan baik yang benar-benar tanpa pamrih. 5.
W. Poespoprodjo, moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang dengan itu
kita berkata bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk atau dengan kata lain moralitas (mencakup pengertian tentang baik buruknya perbuatan manusia). 6.
Immanuel Kant, mengatakan bahwa moralitas itu menyangkut hal baik dan buruk, yang
dalam bahasa Kant, apa yang baik pada diri sendiri, yang baik pada tiap pembatasan sama sekali. Kebaikan moral adalah yang baik dari segala segi, tanpa pembatasan, jadi yang baik bukan hanya dari beberapa segi, melainkan baik begitu saja atau baik secara mutlak. 7.
Emile Durkheim mengatakan moralitas adalah suatu sistem kaidah atau norma mengenai
kaidah yang menentukan tingkah laku kita. kaidah-kaidah tersebut menyatakan bagaimana kita harus bertindak pada situasi tertentu. Dan bertindak secara tepat tidak lain adalah taat secara tepat terhadap kaidah yang telah ditetapkan.160 Sehingga dapat disimpulkan bahwa Moral (dalam bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral, artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara eksplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang memiliki nilai implisit karena banyak orang yang memiliki moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Penilaian terhadap moral 159
Mohammad Ali, Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta Dididik), (Jakarta:Penerbit PT Bumi Aksara
2010), 58. 160
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika; Sejak Zaman Yunani sampai Abad ke-19, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), 157-159.
96
diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai memiliki moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah prosuk dari budaya dan agama. Setiap budaya memiliki standar moral yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku dan telah terbangun sejak lama.
C. Tahap-Tahap Perkembangan Moral Perkembangan moral dapat berlangsung melalui beberapa cara: 1. Pendidikan Langsung, yaitu penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar dan salah,atau baik buruknya orang tua,guru atau orang dewasa lainnya. 2. Identifikasi yaitu dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan tingkah laku moral seseorang yang menjadi idolanya 3. Prose Coba-coba (trial & error ) yaitu dengan cara mengembangkan tingkah laku moral secara coba-coba. Tingkah laku yang mendatngkan pujian atau penghargaan akan terus dikembangkan,sementara tingkah laku yang mendatangkan hukuman atau celaan akan dihentikannya.161 D. Tingkatan dalam Perkembangan Moral Yang menjadi awal dari apa yang sekarang disebut tahapan-tahapan perkembangan moral dari Kohlberg. Dalam membahas proses perkembangan moral ini, dalam teori Lawrence Kohlerg membagi perkembangan moral kedalam 3 tingkat yaitu:
Tingkat Pra Konvensional
Pada tingkat ini anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya dan terhadap ungkapanungkapan budaya mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Akan tetapi hal ini semata ditafsirkan dari segi sebab akibat fisik atau kenikmatan perbuatan (hukuman, keuntungan, pertukaran dan kebaikan). Penalaran Prakonvensional adalah tingkat yang paling rendah dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral- penalaran moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman eksternal. 161
John W. Santrock, Life-Span Development, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1995), 237.
97
Dengan kata lain aturan dikontrol oleh orang lain (eksternal) dan tingkah laku yang baik akan mendapat hadiah dan tingkah laku yang buruk mendapatkan hukuman. 162Tingkatan ini dapat dibagi menjadi dua tahap: 1. Orientasi hukuman dan kepatuhan Akibat-akibat fisik suatu perbuatan menentukan baik buruknya, tanpa menghiraukan arti dan nilai manusiawi dari akibat tersebut. Anak hanya semata-mata menghindarkan hukuman dan tunduk kepada kekuasaan tanpa mempersoalkannya. Jika ia berbuat “baik’, hal itu karena anak menilai tindakannya sebagai hal yang bernilai dalam dirinya sendiri dan bukan karena rasa hormat terhadap tatanan moral yang melandasi dan yang didukung oleh hukuman dan otoritas. tahap pertama yang mana pada tahap ini penalaran moral didasarkan atas hukuman dan anak taat karena orang dewasa menuntut mereka untuk taat. 2. Orientasi Relativis-instrumental Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang merupakan cara atau alat untuk memuaskan kebutuhannya sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Hubungan antar manusia dipandang seperti hubungan di pasar (jual-beli). Terdapat elemen kewajaran tindakan yang bersifat resiprositas (timbal-balik) dan pembagian sama rata, tetapi ditafsirkan secara fisik dan pragmatis. Resiprositas ini merupakan tercermin dalam bentuk: “jika engkau menggaruk punggungku, nanti juga aku akan menggaruk punggungmu”. Jadi perbuatan baik tidaklah didasarkan karena loyalitas, terima kasih atau pun keadilan. Pada tahap ini penalaran moral didasarkan atas imbalan (hadiah)dan kepentingan sendiri. Anak-anak taat bila mereka ingin taat dan bila yang paling baik untuk kepentingan terbaik adalah taat. Apa yang benar adalah apa yang dirasakan baik dan apa yang dianggap menghasilkan hadiah.
Tingkat Konvensional
Pada tingkat ini anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau bangsa. Anak memandang bahwa hal tersebut bernilai bagi dirinya sendiri, tanpa mengindahkan akibat yang segera dan nyata. Sikapnya bukan hanya konformitas terhadap harapan pribadi dan tata tertib sosial, melainkan juga loyal (setia) terhadapnya dan secara aktif mempertahankan, mendukung dan membenarkan seluruh tata-tertib atau norma-norma tersebut serta mengidentifikasikan diri dengan orang tua atau kelompok yang terlibat di dalamnya. Tingkatan ini memiliki dua tahap : 162
Mohammad Ali, Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta Dididik), (Jakarta:Penerbit PT Bumi Aksara 2010), 89.
98
1. Orientasi kesepakatan antara pribadi atau orientasi “anak manis” Perilaku yang baik adalah yang menyenangkan dan membantu orang lain serta yang disetujui oleh mereka. Pada tahap ini terdapat banyak konformitas terhadap gambaran stereotip mengenai apa itu perilaku mayoritas atau “alamiah”. Perilaku sering dinilai menurut niatnya, ungkapan “dia bermaksud baik” untuk pertama kalinya menjadi penting. Orang mendapatkan persetujuan dengan menjadi “baik”. dimana seseorang menghargai kebenaran, keperdulian dan kesetiaan kepada orang lain sebagai landasan pertimbangan-pertimbangan moral. Seorang anak mengharapkan dihargai oleh orang tuanya sebagai yang terbaik. 2. Orientasi hukuman dan ketertiban Terdapat orientasi terhadap otoritas, aturan yang tetap dan penjagaan tata tertib/normanorma sosial. Perilaku yang baik adalah semata-mata melakukan kewajiban sendiri, menghormati otoritas dan menjaga tata tertib sosial yang ada, sebagai yang bernilai dalam dirinya sendiri. dimana suatu pertimbangan itu didasarkan atas pemahaman atuyran sosial, hukum-hukum, keadilan, dan kewajiban.
Tingkat Pasca-Konvensional (Otonom / Berlandaskan Prinsip)
Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip-prinsip itu dan terlepas pula dari identifikasi individu sendiri dengan kelompok tersebut. Ada dua tahap pada tingkat ini: 1. Orientasi kontrak sosial Legalitas Pada umumnya tahap ini amat bernada semangat utilitarian. Perbuatan yang baik cenderung dirumuskan dalam kerangka hak dan ukuran individual umum yang telah diuji secara kritis dan telah disepakati oleh seluruh masyarakat. Terdapat kesadaran yang jelas mengenai relativitas nilai dan pendapat pribadi sesuai dengannya. Terlepas dari apa yang telah disepakati secara konstitusional dan demokratis, hak adalah soal “nilai” dan “pendapat” pribadi.Hasilnya adalah penekanan pada sudut pandangan legal, tetapi dengan penekanan pada kemungkinan untuk mengubah hukum berdasarkan pertimbangan rasional mengenai manfaat social .Di luar bidang hukum yang disepakati, maka berlaku persetujuan bebas atau pun kontrak. Inilah “ moralitas resmi” dari pemerintah dan perundang-undangan yang berlaku di setiap 99
negara. nilai-nilai dan aturan-aturan adalah bersifat relatif dan bahwa standar dapat berbeda dari satu orang ke orang lain. 2. Orientasi Prinsip Etika Universal Hak ditentukan oleh keputusan suara batin, sesuai dengan prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri dan yang mengacu pada komprehensivitas logis, universalitas, konsistensi logis. Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis (kaidah emas imperatif kategoris) dan mereka tidak merupakan peraturan moral konkret seperti kesepuluh Perintah Allah. Pada hakikat inilah prinsip-prinsip universal keadilan, resiprositas dan persamaan hak asasi manusia serta rasa hormat terhadap manusia sebagai pribadi individual.Berdasarkan penelitian empirisnya tersebut, secara kreatif Kohlberg menggabungkan berbagai gagasan dari Dewey dan Piaget, bahkan berhasil melampaui gagasan-gegasan mereka. Dengan kata lain ia berhasil mengkoreksi gagasan Piaget mengenai tahap perkembangan moral yang dianggap terlalu sederhana. Kohlberg secara tentatif menguraikan sendiri tahap-tahap 4, 5 dan 6 yang ditambahkan pada tiga tahap awal yang telah dikembangkan oleh Piaget.Dewey pernah membagi proses perkembangan moral atas tiga tahap : tahap pramoral, tahap konvensional dan tahap otonom. Selanjutnya Piaget berhasil melukiskan dan menggolongkan seluruh pemikiran moral anak seperti kerangka pemikiran Dewey: 1. Pada tahap pramoral anak belum menyadari keterikatannya pada aturan; 2. Tahap konvensional dicirikan dengan ketaatan pada kekuasaan 3. Tahap otonom bersifat terikat pada aturan yang didasarkan pada resiprositas (hubungan timbal balik). Berkat pandangan Dewey dan Piaget maka Kohlberg berhasil memperlihatkan 6 tahap pertimbangan moral anak dan orang muda seperti yang tertera di atas. Hubungan antara tahaptahap tersebut bersifat hirarkis, yaitu tiap tahap berikutnya berlandaskan tahap-tahap sebelumnya, yang lebih terdiferensiasi lagi dan operasi-operasinya terintegrasi dalam struktur baru. Oleh karena itu, rangkaian tahap membentuk satu urutan dari struktur yang semakin dibeda-bedakan dan diintegrasikan untuk dapat memenuhi fungsi yang sama, yakni menciptakan pertimbangan moral menjadi semakin memadai terhadap dilema moral. Tahap-tahap yang lebih rendah dilampaui dan diintegrasikan kembali oleh tahap yang lebih tinggi. Reintegrasi ini berarti
100
bahwa pribadi yang berada pada tahap moral yang lebih tinggi, mengerti pribadi pada tahap moral yang lebih rendah.163 Tahap-tahap perkembangan moral menurut John Dewey, yaitu : 1.
Tahap pramoral, ditandai bahwa anak belum menyadari keterikatannya pada aturan.
2.
Tahap konvensional, ditandai dengan berkembangnya kesadaran akan ketaatan pada kekuasaan.
3.
Tahap otonom, ditandai dengan berkembangnya keterikatan pada aturan yang didasarkan pada resiprositas. Adapun tahap-tahap perkembangan moral yang sangat terkenal adalah yang dikemukakan
oleh Lawrence E Kohlberg. Tahap-tahap berkembangan moral tersebut, yaitu : 1. Tingkat Prakonvensional yaitu tahap perkembangan moral yang aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral masih ditafsirkan oleh individu atau anak berdasarkan akibat fisik yang akan diterimanya, baik itu berupa sesuatu yang menyakitkan atau kenikmatan. Pada tingkat ini terdapat dua tahap, yaitu tahap orientasi hukuman dan kepatuhan serta orientasi relativitas instrumental 2. Tingkat Konvensional ialah tahap perkembangan moral yang aturan-aturan dan ungkapanungkapan moral dipatuhi atas dasar menuruti harapan keluarga, kelompok atau masyarakat. Pada tingkat ini terdapat juga dua tahap, yaitu tahap orientasi kesepakatan antara pribadi atau disebut “orientasi anak manis” serta tahap orientasi hukum atau ketertiban. Tingkat Pascakonvensional adalah tahap perkembangan moral yang aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral dirumuskan secara jelas berdasarkan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan, hal ini terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegangan pada prinsip tersebut dan terlepas pula dari identifikasi diri dengan kelompok tersebut. Pada tingkatan ini terdapat dua tahap, yaitu tahap orientasi kontrak sosial legalitas dan tahap orientasi prinsip etika universal.164
163 164
Hartono Sunarto dan Agung, Perkembangan Peserta Didik. (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002) 12. Mohammad Ali, Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta Dididik), (Jakarta:Penerbit PT Bumi Aksara
2010
101
E. Pengertian Pendidikan Moral Orang Dewasa Menurut UU Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Sedangkan moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu, tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral adalah nilai keabsolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai memiliki moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan agama. Setiap budaya memiliki standar moral yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku dan telah terbangun sejak lama. Moral juga dapat diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman, tafsiran, suara hati, serta nasihat. Maka dapat disimpulkan bahwa pengertian pendidikan moral adalah usaha yang dilakukan secara terencana untuk mengubah sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan peserta didik agar mampu berinteraksi dengan lingkungan masyarakatnya sesuai dengan nilai moral dan kebudayaan masyarakat setempat.165 F. Psikologi Perkembangan Moralitas Orang Dewasa Pada masa dewasa, penilaian moral seringkali menjadi lebih kompleks. Banyak pertimbangan yang digunakan untuk memberi penilaian terhadap suatu kasus. Umumnya orang dewasa sudah bisa mencapai tahap penalaran post-konvensional dan berprinsip penuh di mana sebagian besarnya diperoleh dari pengalaman. Meski kesadaran kognitif terhadap prinsip moral tingkat tinggi seringkali berkembang pada masa remaja, namun konkretisasi dari pengetahuan 165
https://goenable.wordpress.com/2017/04/24/tantangan-pendidikan-moral-di-era-globalisasi/.
Pukul
16:12 WIB
102
moral tersebut lebih banyak diterapkan pada masa dewasa. Persoalan yang dihadapi pada masa dewasa awal adalah nilai yang bertentangan dengan apa yang diyakini pada masa remaja. Pengalaman mungkin akan mengarahkan orang dewasa untuk mengevaluasi kembali criteria mereka tentang konsep kebenaran dan kesalahan. Dengan demikian, berkenaandenganpenilaian moral, tahapan kognitif bukanlah segalanya. Seseorang yang pemikirannya masih egosentris memiliki kecenderungan yang lebih kecil untuk membuat keputusan moral pada level postkonvensional; akan tetapi bahkan seseorang yang berpikir secara abstrak bisa jadi tidak mencapai level tertinggi perkembangan moral kecuali perkembangannya menyatu dengan kognisinya. Secara lebih konkret, orang dewasa yang lebih ego sentris, menjadikan dirinya sebagai rujukan dan pusat kebenaran cukup sulit untuk keluar dari tataran moral konvensional. Secara lebih jauh, interpretasi ini bisa ditemukan dalam kontek kultur sebuah peradaban. G. Hubungan PAK dalam Mengembangkan Moral Orang Dewasa Demikian juga dengan peran agama dalam pembentukan karakter individu itu sendiri merupakan hal yang sangat penting guna menumbuhkembangkan iman kerohanian masingmasing pribadi agar sesuai dengan karakter Tuhan itu bagaimana sebenarnya. Yesus sendiri merupakan tokoh pluralisme sejati, Ia sendiri telah meneladani murid-muridnya untuk mengasihi sesama manusia seperti dirnya sendiri. Melalui perumpamaan Orang Samaria yang baik hati, Ia telah menjelaskan sikapnya bahwa sebagai warga masyrakat pengikutnya harus mengasihi sesama dengan totalitas hidupnya, tidak memandang suku, antar golongan, ras dan agama. Oleh karena itu pendidikan pluralisme merupakan tututan yang harus ditindaklanjuti oleh setiap orang Kristen dalam rangka misi sebagai pembawa kabar damai sejahtera dan damai sejahtera dalam hidupnya. PengajaranNya sangat peduli terhadap manusia; yang sakit disembuhkan, yang lapar dicukupkan, yang mati dibangkitkan, dan yang lumpuh bisa berjalan serta yang buta melihat. Injil pada dasarnya monolak agama verbalistik, formalisme, tetapi mengutamakan iman dan perbuatan. Ajaran Yesus memerintahkan agar setiap muridNya; mempu mengekspresikan imannya dalam kepedulian terhadap sesama manusia yang paling membutuhkan . Dengan demikian setiap pengikutnya terpanggil untuk mengahdirkan syalom Allah dalam kehidupan masyarakat merupakan salah satu hakekat iman Kristen. Dalam bagimanakah PAK dewasa dapat memberikan sumbangsih bagi pembangunan Kristus: 103
1. mempersiapkan program pendidikan bagi jemaat. 2. melaksanakan pengajaran iman Kristen Alkitabiah bagi jemaat. 3. menyediakan suasana yang kondusif bagi pertumbuhan jemaat baik secara kualitatif maupun kuantitatif. 4. meningkatkan kualitas hidup rohani yang bertanggung jawab 5. memperlengkapi jemaat untuk melaksanakan Amanat Agung Yesus Kristus. Relasi antara manusia dengan Allah baru menjadi nyata, jika manusia tidak hanya menggemakan semata-mata sapaan Allah, melainkan memberikan jawaban yang berasal dari pengahayatan diri manusia yang bertanggungjawab, juga dalam relasinya dengan Allah. dalam rangka hubungan wahyu-iman (jawaban atau ketaatan iman), perbuatan moral diangkat menjadi perwujudan iman. Perbuatan moral orang beriman juga tidak dimaksudkan sebagai sumbangan iman dalam usaha untuk memperbaiki dan menyempurnakan dunia. Dalam rangka iman, perbuatan moral perlu, supaya senyatanya terjadi relasi antara Allah yang mewahyukan Diri dan manusia yang dipanggil-Nya. dalam rangka iman, perbuatan moral manusia menjadi sangat penting: supaya iman terwujudkan. Bagi orang beriman, perbuatan moral lebih dari pada hanya penerapan iman dalam hidup sehari-hari, dan lebih dari pada hanya konsekuensi dari keyakinan iman. Maka biasanya iman sebagai jawaban manusia dalam relasinya dengan Allah mendapat, yaitu kenyataannya dan kesungguhannya dalam perbuatan hidup secular. Dan perbuatan agama (hanyalah) pancingan atau panggilan untuk mewujudkan iman, ataupun (hanyalah) mengungkapkan relasi yang (sudah) terbentuk dalam perbuatan-perbuatan hidup. Dengan kepercayaan dasar yang secara implisit terlaksana dalam perbuatan moral, perbuatan moral dapat diangkat dalam hubungan rahmat dan iman dan munkin menjadi pelaksanaan kepercayaan dan penyerahan akan Allah yang Transenden, yang memanggil manusia. Kepercayaan dasar dan keterarahan kepada Nan-Transenden merupakan salah satu sifat dasar dari perbuatan atau kesadaran moral manusia. Kepercayaan dasar itu adalah cirri dari suatu usaha manusia dan sambil menghayati usaha tersebut, manusia mencari Allah dan dalam arti tertentu “samapai pada” Allah. Perbuatan moral orang Kristen yang mewujudkan relasi iman yang berpangkal dari Allah dan menuju kepada Allah, merupakan perwujudan iman dan tetap bersifat sekular. Dalam iman, manusia menyerahkan diri secara total kepada Allah, yang diakui sebagai nilai tertinggi dan mutlak, dan oleh karena itu iman sebagai penyerahan itu adalah pasti. 104
Kemantapan iman ini dapat memperoleh wujud dalam kemantapan moral. Namun kemantapan moral itu bukan “nekat” melainkan pertama-tama sikap lepas bebas terhadap segala nilai yang bersifat terbatas dan sementara baru selanjutnya kemantapan moral merupakan juga commitment yang pasti, yang diberikan dalam usaha setiap hari, kendati disadari keterbatasannya.166
BAB VI
Bahan Penelaahan Alkitab (P.A.) Bagi Pemuda/i Dan Orang Dewasa I.
Pengantar Satu keharusan bagi orang-orang Kristen untuk merenungkan dan melaksanakan firman
Allah di dalam hidup mereka, karena sebagai umat Allah, orang-orang Kristen di panggil bukan hanya sebagai pembaca atau pendengar, tetapi menjadi pelaku firman Allah. Untuk itu, orangorang Kristen perlu di tolong untuk bertekun dalam meneliti kebenaran Alkitab dan melaksanakannya secara sungguh-sungguh di dalam hidup mereka (Yak. 1:22-25). Salah satu kegiatan yang yang dapat di upayakan adalah kelompok Penelaahan Alkitab (P.A.). Kelompok Penelaahan Alkitab adalah kegiatan Kristen yang dilaksanakan untuk menolong orang-orang Kristen belajar Alkitab dalam kelompok kecil. Dengan belajar Alkitab dalam kelompok kecil, orang-orang Kristen di pacu untuk meneliti nats Alkitab, menemukan maknanya dan berkomitmen untuk melaksanakannya secara bersama di dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sehingga melalui kegiatan ini, orang-orang Kristen yang tergabung di dalamnya akan memiliki pengajaran yang benar, mengalami kemenangan atas dosa, bertumbuh secara rohani dan pada akhirnya menjadi serupa dengan Kristus.167
II.
Pendalaman II.1.
166
Pengertian Penelaahan Alkitab (PA)
Bernhard Kieser SJ, Moral Dasar Kaitan Iman dan Perbuatan, 103-110 . Peniel C.D. Maiaweng, Kelompok Penelaahan Alkitab (Panduan dan Materi), (Makkasar: STT Jaffary,
167
2013), 8.
105
Penelaahan Alkitab adalah upaya mepelajari (membaca dan merenungkan) firman Allah dan memahaminya, dan berkomitmen untuk melaksanakannya dalam kehidupannya sehari-hari. Kelompok Penelaahan Alkitab adalah keterlibatan beberapa orang dalam satu kelompok kecil yang berkumpul sekali dalam seminggu untuk meneliti dan mendiskusikan bagian firman Allah yang di tetapkan, memehami kebenaran yang terkandung di dalamnya, dan seluruh anggota kelompok berkomitmen untuk melakukannya di dalam kehidupan mereka. Mereka yang tergabung dalam kelompok Penelaahan Alkitab adalah mereka yang berkeinginan untuk menyelidiki bagian Alkitab (Nats) memahami arti dan maksudnya pada saat informasi dalam nats di sampaikan pertama kali (oleh Allah, penulis Alkitab, sumber-sumber informasi di dalam Alkitab) , menginterpretasinya dalam konteks masa kini, dan mempraktekkannya secara benar dalam seluruh aspek kehidupan.168 II.2.
Dasar Alkitab Pelaksanaan Penelaahan Alkitab (PA)
Dalam melakukan Penelaahan Alkitab kita perlu mengetahui apa dasar Alkitab dari Penelaahan Akitab: 1. Ulangan 6:4-9 a. Dalam Perjanjian Lama, Allah mengharuskan umat-Nya untuk mengajarkan Firman Allah dan segala perbuatan Allah yang telah mereka lihat secara langsung, yaitu kasih, kebesaran, dan kemahakuasaan-Nya, kepada Anak-anak mereka secara berulang-ulang. b. Berdasarkan ayat di atas, John Byron menjelaskan bahwa mempelajari Firman Allah adalah perintah Allah yang tegas bagi umat-Nya bahwa mereka harus berinteraksi dengan firman-Nya dan firman-Nya harus menjadi bagian di dalam hidup mereka. Karena dengan demikian mereka akan mengalami perubahan hati secara utuh.169 2. Kisah Para Rasul 2:42 a. Orang-orang percaya pada masa gereja mula-mula bertekun melaksanakan ajaran yang disampaikan oleh para Rasul. b. Mereka hidup dalam kasih dan tidak mementingkan diri sendiri. 168
Pernyataan yang ada menunjukkan bahwa prinsip-prinsip hermeneutik di gunakan dalam pelaksanaan penyelidikan Alkitab untuk menghasilkan pemahaman yang benar. 169 John Byron, “Kaum Muda dalam Pemahaman Alkitab Pribadi” , dalam Warren S. Benson dan Mark H. Senter (Penyunting), Pedoman Lengkap untuk Pelayanan Kaum Muda, jilid 2, (Bandung: Kalam Hidup, 1992), 312.
106
c. Berdasarkan fakta sejarah tersebut bahwa kelompok kecil telah menjadi bagian yang penting dari struktur gereja mula-mula. Mereka menginjinkan semua anggota yang ada menggunakan karunianya untuk melayani sesamanya dan mereka dimuridkan dengan pengajaran Kristus.170 d. Fakta tersebut juga menunjukkan bahwa pada masa gereja mula-mula, kelompok kecil telah menjadi satu bentuk kegiatan Kristen dan wadah di mana orang-orang Kristen dibentuk oleh para rasul sehingga mereka menjadi teguh di dalam Kristus dan tabah menghadapi tantangan iman yang mereka alami di dalam hisup mereka.171 3. Kisah Para Rasul 17:10-12 a.
Orang-orang Kristen Yahudi di kota Berea menerima firman dengan kerelaan hati dan
setiap hari mereka menyelidiki kitab suci untuk mengerti secara jelas apa yang di katakan kitab suci. Banyak diantara mereka menjadi percaya, termasuk di dalamnya orang-orang Yunani. b.
Pada masa Gereja mula-mula Penelaahan Alkitab menjadi wadah penginjilan untuk
memenangkan orang-orang yang belum percaya menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Penelaahan Alkitab (P.A) adalah wadah wadah dimana orang-orang percaya belajar bersama kebenaran firman Allah, saling melengkapi dalam memahami kebenaran yang tertera di dalamnya dan saling memotivasi untuk melakukannya dalam kehidupannya sehari-hari. Kelompok Penelaahan Alkitab dapat berfungsi sebagai wadah penginjilan, yang mana orangorang yang belum diselamatkan dapat dilibatkan dalam Penelaahan Alkitab.172 II.3.
Tujuan Penelaahan Alkitab.
Adapun tujuan menelaah Alkitab adalah: a. Untuk mempelajari serta mengenal maksud, tujuan, perbuatan dan rencana Allah di dunia, di mulai dengan penciptaan dan panggilan terhadap bangsa Israel, dahulu sampai 170
Bill Donahue, Leading Life-Changng Small Group, (Grand Rapids, Michigan: Zondervan Publishing House, 1996), 26. 171 Peniel C.D. Maiaweng, Kelompok Penelaahan Alkitab (Panduan dan materi), (Makkasar: STT Jaffary, 2013), 11. 172 Peniel C.D. Maiaweng, Kelompok Penelaahan Alkitab (Panduan dan materi), (Makkasar: STT Jaffary, 2013), 11.
107
sekarang, juga terhadap seluruh bangsa-bangsa di bumi termasuk di negara kita ini hingga masa yang akan datang. Allah yang hidup disebut juga Allah Tritunggal, jadi kita harus percaya bahwa Ia berbicara, hidup dan berada bersama-sama dengan umatnya, berbicara atau menegor mereka supaya jujur, suci serta tunduk di hadapan Allah dan menjadi penganut firman dan pesan-Nya. b. Untuk meningkatkan tanggung jawab kita, supaya perbuatan dan tingkah laku kita selalu benar serta dewasa di hadapan-Nya, supaya kita patut melaksanakan pesan dan supaya buah-buah iman nyata dalam kehidupan kita. c. Membuka kemungkinan menyampaikan sumbangan setiap orang dalam kelompok yang semuanya dimanfaatkan untuk membangun jemaat, melengkapi anggota-anggotanya di atas dasar Yesus Kristus sebagai pusat firman Allah. d. Menjadi suatu jalan untuk memberitakan Injil dan menjadi suatu sarana kehadiran Allah dalam dunia ini. Itu sebabnya melalui setiap kegiatan membaca dan menalaah Alkitab kita juga terpanggil mengenal dunia melalui Alkitab, dan menjadi peka dan tanggap. e. Dalam menghayati Firman Allah, kita harus memohon bantuan-Nya supaya kita disertai oleh Roh Kudus. Adalah sangat baik apabila terlebih dahulu kita berdoa dan bernyanyi dengan segenap hati untuk memohon bimbingan-Nya, supaya kita dapat mengerti akan jalan-Nya, Firman-Nya serta kehendak-Nya dalam hidup kita masa kini dengan jelas. II.4.
Langkah-langkah Praktis untuk Persiapan Pemimpin P.A.
1. Menyiapkan bahan-bahan informasi untuk pendahuluan P.A. sehubungan dengan nats yang hendak di diskusikan. 2. Dalam diskusi kelompok selalu di ingatkan kepada pemimpin kelompok untuk menghindri percakapan yang menunggu jawaban “ya” atau “tidak”. Metode pertanyaan di susun sedemikian rupa sehingga semua anggota kelompok di undang untuk ikut menganalisa nats P.A. pertanyaan bukan saja di persiapkan oleh ketus P.A. tetapi kemungkinan juga terbuka bagi anggota-angota untuk mengusulkan pertanyaanpertanyaan guna di bahas bersama. 3. Sebelum P.A. kelompok di mulai sebaiknya pemimpin kelompok memberi pendahuluan P.A. supaya mereka mengetahui metod, isi dan tujuan P.A. yang hendak di capai.
108
4. Membuat kesimpulan dan pernyataa bersama dari diskusi kelompok.173 II.5.
Persiapan Menulis Bahan-bahan Dalam Penelaahan Alkitab (P.A)174
a) Ada beberapa hal yang harus kita ingat: 1. Hendaknya semua keterangan di tuliskan dengan jelas. 2. Hendaklah masalah-masalah di sebutkan dengan jelas, di hubungkan dengan situasi dan segala pesan yang terdapat dalam nats itu harus di jelaskan dan di relevankan dengan waktu sekarang. 3. Hendaknya nats itu di tafsirkan dan digumuli penerapannya. b) Dari struktur nats itu perlu diselidiki: 1. Siapa pelaku dalam nats itu? 2. Apa isi atau inti nats itu? 3. Di mana dan bila kejadian itu kita temukan? 4. Apa penyebab dan pengaruh nats itu? c) Dari terjadinya nats itusecara tertulis terdapat masalah atau kejadian yang harus kita tanyakan: 1. Apa sebabnya nats itu di tulis dan apa tujuannya? 2. Apakah ini dn permasalahan yang terdapat pada zaman si penulis? 3. Apakah ada gagasan yang hendak di kembangkan melalui nats yang ditulisnya? 4. Apakah jangkauan nats itutidak hanya untuk zaman si penulis saja? d) Apakah Pesan dan Pengaruh nats itu bagi kita pada zaman sekarang? 1. Apa yang berkesan di hati kita dari ayat atau nats tersebut? 2. Dapatkah suatu nats atau ayat menambah pengetahuan dalam pikiran dan hatinya? 3. Adakah pengaruh nats itu untuk mengubah hidupnya atau pikirannya? 4. Bagaimanakah kita dapat berikrar kepada Tuhan di dalam doa atau di dalam persekutuanPenelaahan Alkitab, dapat menjawab Tuhan dalam di dalam doa dan melalui pekerjaan sehari-hari? 173 174
A.A. Sitompul, Bersahabat Dengan Firman, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1986), 30-31. A.A. Sitompul, Bersahabat Dengan Firman, 36-38.
109
II.6.
Metode-metode P.A.175
II.6.1.
Metode merealisasikan nats dalam kehidupan kita sehari-hari pada
masa kini. Metode ini baik bagi peserta P.A. yang menghadapi masalah yang mendesak dimana jawaban dari Alkitab sangat dibutuhkan untuk mencari nilai yang baru. Para peserta dengan pengalamannya yang ada mencari kesamaannya atau kesejajarannya dari Alkitab, baik tentang isi dan kegunaannya maupun tentang sikap dan nilai yang ada. II.6.2. Metode Dengan Jalan Membahas Peristiwa a. Siapa Pelaku dalam peristiwa tersebut. b. Isi Nats: bagaimana terjadi dan apa tujuannya. c. Pekerjaan sipelaku: apa kerjanya, fungsinya, atau motivasinya. II.6.3. Membahas Bentuk Nats a. Judul suatu nats atau kepala suatu buku serta bagian-bagian (Perikopnya). b. Topik suatu pasal dan sub pasal. c. Tipologinya: diskusi tipologi memperlihatkan suatu skema “Janji dan pemenuhan janjinya pada masa mendatang”. d. Perumpamaaan metafor: metapor atau penggunakan perumpamaan, sangat menarik dalam bidang pendidikan (Mat. 13; Luk. 10:30-37; 15:11-32; Luk. 16:19-31; 18: 914). II.6.4. Metode Flanelgraf Metode ini menggunakan guntingan kertas dan perekat di bentuk gambaran supaya orang dapat melihat dengan jelas. Metode ini sangat menarik pemuda pemudi. Melalui gambaran yang di lekatkan di papan tulis, kertas yang lebar yang di buat dengan segala jenis warna dan bentuk, berita dan tujuan P.A. dapat di peragakan.
175
A.A. Sitompul, Bersahabat Dengan Firman, 56-62.
110
II.6.5. Metode Vasteras Metode ini mengajak anggota kelompok berdiskusi dengan mengenali sampai dimana pengetahuan anggota (umpan balik), lalu dengan segera berdiskusi mengenai hal-hal yang belum diketahui. Pembahasan nats biasanya tidak mempunyai urutan ayat demi ayat, tetapi melompat ke ayat yang dibahas sesuai dengan kebutuhan pembahasan dari minat anggota.176
Pelaksanaan P.A.
III.
III.1.
HOOK
Hook adalah suatu teknik seorang pengajar dalam menarik perhatian orang dewasa ketika mulai mengajar. Di bagian ini kita akan menampilkan sesuatu hal yang menarik yang berkenaan dengan kisah atau materi yang akan kita sampaikan. III.1.1.Atention
: Pemuda/i Dan Orang Dewasa
III.1.2.Gagasan Utama Tema
: “Bersyukur melalui nyanyian baru bagi Allah”
Bahan/Bacaan
: Mazmur 149:1-9
Goal/Tujuan
:
Supaya pemuda dapat menceriterakan pengalaman rohaninya dalam be bernyanyi.
Supaya pemuda dapngerti bagaimana cara bernyanyi yang baik.
Supaya pemuda dapat menjela mengucap syukur melalui nyanyian III.1.3.Kepada siapa kita mengajar Dewasa Dini/Pemuda Gereja III.1.4.Bagaimana kita melakukan pengajaran
Bernyanyi KJ. No. 376 : 1 + 2 1. Ikut Dikau saja Tuhan, jalan damai bagiku; Aku s’lamat dan sentosa hanya oleh darahMu Aku ingin ikut Dikau dan mengabdi padaMu; Dalam Dikau, Jurus’lamat, ku bahagia penuh. 2. Ikut dan menyangkal diri, aku buang yang fana
176
A.A Sitompul, Bersahabat Dengan Firman, (Jakarta: BPK-GM, 1986), 61-62.
111
Hanya turut kehendakmMu dan padaMu berserah Aku ingin ikut Dikau dan mengabdi padaMu; Dalam Dikau, Jurus’lamat, ku bahagia penuh.
Berdoa
Penjelasan materi “Mazmur 149:1-9”
Mazmur 149 menyerukan agar umat Israel dipanggil untuk memuji Tuhan dengan penuh sukacita , bahkan sorak sorai dan tari-tarian diiringi musik rebana dan kecapi. Alasan utama memuji Tuhan disini adalah karena Tuhan berkenan kepada umatNya dan kemenangan yang Ia telah berikan kepada umatNya atas musuh-musuh mereka. Perintah untuk menyanyikan ‘nyanyian baru’ di sini sesungguhnya bukan sekedar menaikkan sebuah nyanyian yang baru selesai dibuat, tetapi lebih merupakan sebuah nyanyian yang keluar dari dalam hati kita, karena adanya sebuah dimensi pewahyuan tentang Tuhan yang masuk dalam hidup kita. Sebagai contoh: ketika pewahyuan tentang kuasa kebangkitan Yesus masuk dalam hidup kita, kita akan merasa seakan-akan ada sesuatu yang meledak dalam diri kita. Penyebabnya adalah, karena pewahyuan tentang Allah yang bangkit tersebut dinyanyikan dan hal itu seperti menggelora dalam diri kita. Dengan memuji Tuhan mereka mengakui bahwa Tuhanlah sumber kemenangan mereka, bukan jasa atau kekuatan mereka sendiri ( ayat 4). Oleh karena itu, mereka bisa berbaring dengan damai bahkan bersorak-sorai ( ay. 5). Pujian disini bisa berlatar belakang dalam sejarah Israel, entah pada masa permulaan ketika Tuhan memerdekakan secara tuntas dari perbudakan Mesir, ataupun pada saat-saat masalah datang dan Tuhan memberi keselamatan dan jalan keluar terhadap masalah yang mereka hadapi. Kemenangan yang Allah berikan kepada Israel berarti kekalahan para musuh. Oleh karena itu bagian kedua mazmur berisikan seruan pembalasan terhadap bangsa-bangsa yang dahulu telah memusuhi dan menganiaya mereka. Pembalasan ini tidak bersifat pribadi, melainkan dalam rangka menegakkan keadilan Allah. Pedang bermata dua menjadi alat penghukuman Allah atas mereka. Pertama, membalas kejahatan setimpal ( ay. 7), kedua, membelenggu kuasa kejahatan ( ay.8), ketiga, melaksanakan penghukuman sesuai dengan firman Tuhan ( Ay. 9). Ketiganya bisa juga ditimpakan kepada Israel kalau mereka berubah setia pada Tuhan.
Kesaksian pengalaman rohani dalam bernyanyi
It is weel (sonang do uhurhu) 112
Lagu ini ditulis oleh seorang Kristen penganut Presbytarian bernama Horatio Gates Spafford. Spafford lahir di North Troy, New York pada tanggal 20 Oktober 1828. Pada masa mudanya, Spafford adalah seorang praktisi hukum (pengacara) yang sukses di Chicago. Akhir 1860-an kehidupan Horatio G. Spafford dan istrinya, Anna sangat baik dan diberkati. Mereka tinggal di pinggiran kota sisi utara Chicago dengan lima anak mereka : Annie, Maggie, Bessie, Tanetta dan Horatio Junior. Mereka memiliki segalanya yang diinginkan manusia di dunia. Seiring dengan kesuksesannya di bidang keuangan, ia juga sangat tertarik dengan kegiatan Kristiani. Pintu rumah Spafford selalu terbuka sebagai tempat bagi para aktivis Kristiani untuk pertemuan gerakan reformasi waktu itu. Horatio G. Spafford cukup aktif dalam gerakan Abolisionis (Abolisionis merupakan gerakan penghapusan hukuman mati yang muncul pada tahun 1767. Gerakan itu terinspirasi esai ‘On Crimes dan Punishment’ yang ditulis Cesare Beccaria). Spafford juga membina hubungan baik dengan Dwight L. Moody dan penginjilpenginjil lain pada masa itu, bahkan sering bertamu ke rumah mereka. Spafford adalah seorang penatua gereja Presbyterian dan Kristen yang berdedikasi. George Stebbins menggambarkan Spafford sebagai ‘seorang dengan kepandaiannya yang luar biasa, berbudi luhur, musisi rohani terkemuka dan tekun dalam mempelajari Alkitab’. TERCIPTANYA LAGU KARENA MUSIBAH Pada tahun 1870 iman mereka diuji oleh tragedi. Anak laki-laki mereka, yang berumur empat tahun, Horatio Junior, meninggal dunia karena demam berdarah. Tidak hanya sampai di situ saja tragedi yang dialami. Beberapa bulan sebelum kebakaran besar di Chicago tahun 1871, Spafford menginvestasikan modal yang cukup besar untuk usaha real estate di pinggiran danau Michigan, tapi semua investasinya tersapu habis oleh bencana tersebut. Tercatat ada 250 orang meninggal di lalap jago merah tersebut dan 90.000 orang kehilangan tempat tinggal. Meskipun menderita kerugian sangat banyak, mereka menjadi tenaga sukarela membantu proses evakuasi para korban. Karena ingin menghibur keluarganya sekaligus berpartisipasi dalam program kebangunan rohani D.L.Moody dan Ira D.Sankey di Inggris, maka Spafford merencanakan perjalanan ke Eropa bersama keluarga pada bulan November 1873. Namun karena masih ada urusan pekerjaannya di Chicago, Spafford tidak berangkat bersama dengan keluarganya. Sekali pun demikian ia tetap bahagia karena istri dan keempat anaknya itu pergi bersama-sama dengan orang-orang Kristen lainnya. Ia telah memutuskan akan menyusul menemui mereka kemudian di Perancis. Ia minta kepada istri dan keempat anak perempuannya untuk berangkat lebih dulu dengan kapal SS Ville du Havre. Saat itu Kapal S.S. Ville du Havre adalah sebuah kapal layar 113
samudera milik maskapai pelayaran Perancis, yang merupakan kapal paling mewah yang berlayar dari pelabuhan New York. Pada tanggal 22 November 1873 pukul 2 dini hari, saat kapal pesiar mewah ini sudah berlayar beberapa hari lamanya di atas laut yang tenang, sebuah kapal besi berbendera Inggris bernama Lochearn menabraknya. Akibatnya dalam waktu dua jam Ville du Havre, salah satu kapal terbesar yang pernah ada pada waktu itu, tenggelam ke dasar samudera Atlantik beserta 226 penumpangnya termasuk keluarga Spafford. Sembilan hari kemudian korban yang selamat dari kapal itu tiba di pulau Cardiff, Wales, Inggris dan di antara mereka terdapat Nyonya Spafford. Dia mengabarkan melalui telegram kepada suaminya dengan dua kata, ‘saved alone’ (hanya aku yang selamat). Bagaimanakah reaksi Spafford ketika mendengar berita buruk tersebut ? Mengingat peristiwa inii merupakan tragedi yang kedua baginya. Yang pertama, ia baru saja mengalami kerugian usahanya akibat dari kebakaran besar di Chicago. Yang kedua, ia kehilangan keempat anaknya. (Buku Story Behind The Song terbitan Yis Production menjelaskan lengkap berikut foto-fotonya). Dengan kapal pertama di bulan Desember pada tahun yang sama, Spafford berangkat untuk menyusul istrinya ke Eropa. Di dalam perjalanan itu, kapten dari kapal yang ditumpanginya memanggil Spafford ke dalam kabinnya dan mengatakan bahwa saat itu kapal sedang berada di daerah di mana Ville du Havre tenggelam. Kebetulan malam itu Spafford sangat sulit untuk memejamkan matanya. Di tengah laut tersebut, ia minta kepada kapten kapal yang ditumpanginya untuk berhenti sebentar. Dengan memuji Tuhan, di tengah Samudera Atlantik, saat kesedihan dan kepedihan terasa di dalam hatinya, Spafford menuliskan lima stanza (bait/ayat) lagu yang salah satunya berbunyi : “When peace like a river attendeth my way, When sorrows like sea-bellows roll, Whatever my lot, Thou has taught me to say, ‘It is well, it is well with my soul!’ Begitulah Spafford mendapat kata-kata lagu ‘It Is Well With My Soul’ yang kini sudah diterjemahkan menjadi ‘Nyamanlah Jiwaku’. Lirik yang ditulisnya ini merupakan ungkapan perasaannya. Hal itu terlihat dari syair lagu yang didapat di kapal tersebut. Spafford tidak menumpahkan kedukaannya, tapi lebih pada pengampunan yang sudah dilakukan Kristus dan pengharapan akan kedatanganNya yang kedua. Di bait pertama dan kedua masih disebutnya rasa sedihnya dengan kata-kata ‘dan walau derita penuh’ (walau kesusahan menimpaku ‘Whatever my lot’) dan ‘kendati pun susah terus menekan’, tetapi di bait ketiga sudah diserukan ‘dan aku lepas’, dan di bait keempat bahkan ia menunjuk ke masa kedatangan Kristus kelak dan ia mencatat ‘pabila serunai berbunyi gegap, ku seru : S’lamatlah jiwaku!’ Ia tidak mau jiwanya tertindas oleh kesedihan. Secara manusiawi, sulit dipercaya bahwa di tengah-tengah rasa dukanya yang mendalam, Spafford sanggup mengatakan, ‘S’lamatlah jiwaku’ atau yang diterjemahkan sebagai ‘Nyamanlah jiwaku’. Setelah mereka bertemu beberapa minggu kemudian Nyonya Spafford mengatakan bahwa dia tidak sedang kehilangan anak-anaknya, melainkan hanya berpisah untuk beberapa waktu lamanya.
114
Amazing grace
Bagi kita penganut kristen tentunya sudah mengenal dengan baik kata kata dalam lagu hymne gereja “Ämazing Grace”. Karena hymne ini merupakan salah satu lagu yang paling populer yang tercetak dalam buku nyanyian di gereja dan sudah diterjemahkan dalam ribuan versi bahasa di dunia ini, baik bahasa nasional suatu negara ataupun bebagai versi bahasa daerah dibelahan bumi ini. Tapi tahukah anda bahwa pencipta lagu ini adalah mantan seorang budak di suatu kapal yang bernama John Henry Newton. Newton dilahirkan di London, 24 Juli 1725, putra seorang komandan kapal dagang yang berlayar di Mediterania. Ketika John masih berumur sebelas tahun, ia pergi ikut berlayar dengan ayahnya dan melakukan enam perjalanan dengan ayahnya sebelum ayahnya pensiun. Atas keinginannya sendiri ia menjadi pelayan di kapal budak, yang membawanya sampai ke pantai Sierra Leone. Dia kemudian menjadi salah satu hamba dari seorang pedagang budak dan diapun ikut disiksa secara brutal. Pada awal tahun 1748 ia diselamatkan oleh seorang kapten laut yang mengenal ayah-nya. Dalam kehidupanya didunia pelayaran John Newton akhirnya menjadi seorang kapten kapal . Meskipun ia telah memiliki beberapa pelajaran dasar tentang agama dari ibunya, yang telah meninggal ketika ia masih kecil, ia merupakan orang tidak terlalu taat menjalankan keyakinan agamanya sendiri. Namun, pada perjalanan pulang dari pelayarannya, sementara dia mencoba untuk mengarahkan kapal melalui badai dahsyat, ia mengalami suatu karya penyelamatan dari Tuhan. Dia mencatat dalam jurnalnya bahwa suatu “kelepasan yang besar.” Ketika semua tampak hilang dan kapal akan pasti tenggelam, dia berseru, “Tuhan, kasihanilah kami.” Kemudian dalam kabin dia merenungkan apa yang telah dia katakan dan mulai percaya bahwa Tuhan telah memanggilnya melalui badai dan rahmat yang telah mulai bekerja untukNya. Sejak saat itu dia memutuskan untuk berhenti dari seorang kapten kapal dan memutuskan untuk menjadi seorang pelayan Tuhan dan ia kemudian ditahbiskan oleh Uskup Lincoln dan di angkat menjadi pendeta di Olney, Buckinghamshire. Gereja yang dlayani John Newton menjadi begitu sesak karena banyak jemaat yang datang untuk menerima pelayanannya, sehingga gereja tempat ia melayani harus diperbesar. Dia berkhotbah tidak hanya di Olney tetapi di bagian lain negara Britania. Pada 1767 penyair William Cowper menetap di Olney, dan ia dan Newton menjadi teman sepelayanan. Cowper membantu Newton dalam pelayanan keagamaan dan mereka tur ke tempat-tempat lain. Mereka tidak hanya mengadakan kebaktian rutin mingguan tetapi juga mulai serangkaian pertemuan doa mingguan, yang tujuan mereka adalah untuk menulis sebuah himne baru untuk setiap satu minggu. Mereka bekerja sama pada beberapa edisi Himne Olney, yang mencapai popularitas abadi. Edisi pertama, diterbitkan pada 1779, berisi 68 potongan oleh Cowper dan 280 oleh Newton.Di antara kontribusi Newton yang masih dicintai dan dinyanyikan saat ini adalah “How Sweet the Name of Jesus Sounds” dan ”Glorious Things of Thee Are Spoken,” dan tentu lagu hymne sepajang jaman “Amazing Grace.”.” ., 115
“Amazing Grace “adalah salah satu himne yang ditulis untuk lagu wajib setiap ibadah mingguan. Selama bertahun-tahun penulis lain telah merubah dengan menambahkan beberapa bait himne tersebut,namun tetap dikenal dengan judul “Amazing Grace” Metode yang digunakan Diskusi Diskusi yang di pandu adalah teknikpembelajaran aktif yang mendorong pemuda untuk merefleksikan pengalaman mereka sendiri, mengeksplorasi cara-cara alternatif berfikir, terhubung ke topik dan meningkatkan kemampuan analisis. Diskusi adalah sebuah interaksi komunikasi antara dua orang atau lebih/kelompok. Biasanya komunikasi antara mereka/kelompok tersebut berupa salah satu ilmu atau pengetahuan dasar yang akhirnya akan memberikan rasa pemahaman yang baik dan benar.
Yang perlu didiskusikan pada Mazmur 149:1-9 Mengapa orang Kristen (pemuda) bernyanyi dan memuji Tuhan? Bagaimanakah sebenarnya kriteria bernyanyi yang benar bagi orang Kristen terkhusus pemuda. Adakah pengalaman rohanimu mengenai bernyani?
Meditasi Meditasi, terkadang disebut juga semadi, adalah praktik relaksasi yang melibatkan pelepasan pikiran dari semua hal yang menarik, membebani, maupun mencemaskan dalam hidup kita sehari-hari. Makna harfiah meditasi adalah kegiatan mengunyah-unyah atau membolak-balik dalam pikiran, memikirkan, merenungkan. Pada metode ini pemuda diajak untuk merenungkan, apakah selama ini dia mampu bersyukur, bernyanyi memuji Tuhan dalam setiap permasalahan yang menghampirinya? Pada metode ini juga pemuda di ajak untuk merenungkan melalui nyanyian, apakahah selama ini pemuda sudah mensyukuri apa yang telah Tuhan perbuat dalam hidupnya?
Bernyanyi: Kidung Rohani “Sgala puji syukur” SEGALA PUJI SYUKUR HANYA BAGI-MU TUHAN 116
SEBAB KAU YANG LAYAK DIPUJA KAMI MAU BERSORAK TINGGIKAN NAMA-MU TUHAN HALLELUYA SORAKLAH HALLELUYA, SORAKLAH HALLELUYA HALLELUYA SORAKLAH HALLELUYA, SORAKLAH HALLELUYA HALLELUYA
Berdoa
Bernyanyi KJ. No. 413 : 1 – 2 1. Tuhan, pimpin anakMu, agar tidak tesesat. Akan jauhlah seteru, bila Kau tetap dekat. Reff.: Tuhan, Pimpin! Arus hidup menderas Agar janganku sesat, pegang tanganku erat. 2. Hanya Dikau sajalah perlindungan yang teguh. Bila hidup menekan, kau harapanku penuh. Reff.:
Doa Penutup: “Doa Bapa Kami” 3. BOOK (Durasi 8 meit) 3.1. Media Alkitab Buku Kertas Pulpen 3.2. Buku yang digunakan 1. Alkitab 2. susukkara GKPS
4. TOOK
“Bene Cantare Bis Orare” 117
Bernyanyi lah dengan baik, karena sekali bernyanyi dengan baik sama dengan berdoa Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati. (Ef 5:19).
118
A. Supratiknya, Teori Perkembangan Kepercayaan, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 39. A. Supratiknya, Teori Perkembangan Kepercayaan, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 39. A. Supratiknya, Teori Perkembangan Kepercayaan, 23 A. Supratiknya, Teori Perkembangan Kepercayaan, 39. A. Supratiknya, Teori Perkembangan Kepercayaan, 39. A. Supratiknya, Teori Perkembangan Kepercayaan, 39.
A.A Sitompul, Bersahabat Dengan Firman, (Jakarta: BPK-GM, 1986), 61-62. Abdurrahman Saleh, Ilmu Jiwa Umum, (Jakarta : Darmabakti, 1971), 3. Abu Ahmadi, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), 4. Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 2. Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Dewasa, (Jakarta: Grasindo, 2003), 5. Agoes Soejanto, Psikologi Perkembangan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2005), 163. Agus Soejanto, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), 163. Andar Ismail, Mulai dari Musa dan Segala Nabi, (Jakarta:BPK-GM,2003), 113. Andar Ismail, Mulai dari Musa dan Segala Nabi, (Jakarta:BPK-GM,2003), 217. Andi Mappiare, Kamus Istilah Konseling & Terapi, (Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2003), 12. Andi Mappiare, Psikologi Orang Dewasa, 17 Andi Marpiare, Psikologi Orang Dewasa, (Surabaya: Usaha Nasional, 2003), 17. Andi Marpiare, Psikologi Orang Dewasa, (Surabaya: Usaha Nasional, 2003), 18. Andi Marpiare, Psikologi Orang Dewasa, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), 219-221 Andi Marpiare, Psikologi Orang Dewasa, 200. Andi Marpiare, Psikologi Orang Dewasa, 246. Andi Marpiare, Psikologi Orang Dewasa, 246. Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Rajawali Press, 1992), 8. B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Edisi V, 334-335. B. Samuel. Sidjabat, Pendewasaan Manusia Dewasa, (Diktat kuliah, 2008), 156-158. B. Hurlock, Elizabeth, Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Rentang Kehidupan. (Jakarta: Penerbit Erlangga,1980), 249-250. B.Samuel Sidjabat, Strategi Pendidikan Kristen, 45. B.Samuel Sidjabat,Strategi Pendidikan Kristen,35-36 Bernhard Kieser SJ, Moral Dasar Kaitan Iman dan Perbuatan, 103-110 . Bill Donahue, Leading Life-Changng Small Group, (Grand Rapids, Michigan: Zondervan Publishing House, 1996), 26. Billy Joe Daugherty, Kuasa Iman, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2004), 4. Bona Parte Situmorang, Ceramah No. 11 Mengenai Pemuda/I dari Segi Psikologi Sosial, (Pematang Siantar: Malili), 2. Charles M. Shelton SJ,menuju Kedewasaan Kristen,(Yogyakarta:Penerbi Knisius,1988) 42-43 Dallaas Willard, The Spirit of the Disciplines: Understanding How God Changes Lives (San Francisco: Harper, 1991). Dallas Willard, "Spiritual Disciplines, Spiritual Formation, and the Restoration of the Soul," Journal of Psychology and Theology 26, 1998), 107-108. Daniel Nuhamara, PAK Dewasa, (Bandung: Jurnal Info Media, 2008), 9-10. Daniel Nuhamara, PAK Dewasa, (Bandung: Jurnal Info Media, 2008), 9-10. Daniel Nuhamara, PAK Dewasa, (Bandung: penerbit Jurnal Info Media,2008), 9. Daniel Nuhamara, PAK Dewasa, (Jakarta: BK-GM, 2010), 57. Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK, (Bandung: Jurnal Info Media, 2007), 43. Diane E. Papalia, Human Development, (Jakarta: Kencana Prenada Media Goup, 2008), 654.
119
Earl F. Zeigler, Christian Education Of Adults, (Philadelphia: The Westmister Press, 1989), 100. Earl F. Zeigler, Christian Education Of Adults, (Philadelphia: The Westmister Press, 1989), 100. Earl Zeigler, Christian Education of Adults, 100. Earl zeigler, Christian Education,151. Eleanor Daniel dkk, Introduction to Christian Education, (Ohio: Standard Publishing, 1978), 138. Elia Tambunan, Pendidikan Agama Kristen : Handbook untuk Pendidikan Tinggi, Yogyakarta: Illumi Nation, 2013 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Edisi Kelima ,Jakarta : Penerbit Erlangga, 2002 F.C. Grand dan H.H. Rawley, Dictionary Of The Bible, Edisi II, (Original Editor : James Hastings). Fowler, "Stages in Faith Consciousness” ,38-39. Fowler, “Faith, Liberation, and Human Development” ,39 Fowler, “Faith, Liberation, and Human Development” ,39 Fowler, “Stages in Faith Consciousness” ,41. Fowler, “Stages in Faith Consciousness” ,41. Fowler, “Stages in Faith Consciousness” ,41. Fowler, Stage of Faith, 16-18. Fowler, Stages of Faith, 135-39. Fowler, Stages of Faith, 185-88; Weaving the New Creation , 40-41. Fowler, Stages of Faith, 185-88; Weaving the New Creation , 40-41. Fowler, Stages of Faith, 25 Fowler, Stages of Faith,178-82; Weaving the New Creation,38-40. Fowler, Stages of Faith,178-82; Weaving the New Creation,38-40. Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika; Sejak Zaman Yunani sampai Abad ke-19, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), 157-159. G. Indra, Dinamika Iman, (Bandung: Yayasan Kalam Kudus, 1993),10 Gerald Licollins. Edward G. Farrugia, Kamus Teologia, (Yogyakarta: Kanasius, 1996), 113. H. Suprijanto, Pendidikan Orang Dewasa, Dari teori Sampai Praktek, (Jakarta: BUMI AKSARA, 2009), 72-93. Harianto GP, Pendidikan Agama Kristen dalam Alkitab & Dunia Pendidikan Masa Kini, (Yogyakarta : ANDI, 2012), 179. Hartono Agus Sunarto, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), 203. Hartono Sunarto dan Agung, Perkembangan Peserta Didik. (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002) 12. Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2014), 17-25. Howard G. Hendricks, Kasih Dasar Keluarga Bahagia, (Bandung: Kalam Hidup, 1995), 42. http://hendriksine.blogspot.co.id/2013/08/teori-perkembangan-iman-apa.html. http://id.Wikipedia.org/wki/iman, di akses pada tanggal 18/05/2017, pukul 08.20.Wib. http://muhilalashar.blogspot.co.id/2014/10/pengertian-nilai-moral-norma-etika.html http://penonme.blogspot.co.id/2015/04/makalah-pendidikan-nilai.html http://penonme.blogspot.co.id/2015/04/makalah-pendidikan-nilai.html http://qalbinur.com/2017/03/20/periodisasi-perkembangan-masa-dewasa-awal. http://strategipak.blogspot.com/2013/11/strategi-pak-dalam-pelayanan-dewasa.html (8/5/2017). https://goenable.wordpress.com/2017/04/24/tantangan-pendidikan-moral-di-era-globalisasi/. Pukul 16:12 WIB Ichwei G. Indra, Dinamika Iman, (Bandung: Yayasan Kalam Kudus, 1993),15. Ilmu dan aplikasi pendidikan (jakarta : imperial bakti utama, 2007),50-70 J Oemar Brubaker dan Robert E Clark , Memahami Sesama Kita Kanak-kanak, kaum muda dan orang Dewasa, (Malang: Gandum Mas, 1972), 121. J. Verkuyl, Aku Percaya, 19. J.L. Ch. Albieno, Melayani dan Beribadah di Dalam Dunia, (Jakarta: BPK-GM, 1974), 62. James W. Fower, Tahap-tahap Perkembangan Kepercayaan, (Yogyakarta: Kanisius,1995), 168
120
James W. Fowler III adalah seorang Profesor di Charles Howard Candler pada bidang Theologia dan Human Development, Candler School of Theology of Emory university (United Methodist Church) dia sebagai direktur pada Emory Center untuk Etnis dan Aturan Umum Berta pars ahli dibidangnnya masing-masing. James W. Fowler, "Faith and the Structuring of Meaning." In Toward Moral and Religious Maturity, ed. Chritiane Brusselmans and James A. O'Donohoe (Morristown, NJ.:Silver Burdet, 1980), 57-64. James W. Fowler, "Faith, Liberation, dan Human Development,"in Christian Perspectives on Faith Development: A Reader, ed. Jeff Astley and Leslie Francis (Grand Rapids: Eerdmans, 1992),5. James W. Fowler, "Keeping Faith with God and Our Children, (A Practical Theological Perspective," Religius Education, 1994), 546-47. James W. Fowler, "Moral Stages and the Development of Faith," In Spiritual Development in Latter Life, ed. Bill Puka et al. (New York: Garland,1994 James W. Fowler, Faithful Change: The Personal and Public Challenges of Postmodern Life (Nashville: Abington, 1996),56-57. James W. Fowler, Faithful Change: The Personal and Public Challenges of Postmodern Life (Nashville: Abington, 1996), 174-201. James W. Fowler, Stage of Faith: The Psychology of Human Development and the Quest for Meaning (San Fransisco: Harper and Row, 1981), pp. 4-15, 38-39. James W. Fowler, Stages of Faith: Reflection on a Decade of Dialoque," Christian Education Journal 13, no. 1 (1992), 31. James W. Fowler, Tahap-tahap Perkembangan Kepercayaan, 96. James W. Fowler, Teori Perkembangan Kepercayaan,(Yogyakarta:Kanisius,1995), 20. James W. Fowler, Weaving the New Creation, 100. James W. Fowler, Weaving the New Creation: Stages of Faith and the Public Church (San Francisco: Harper, 1919), 101. James W. Fowler, Weaving the New Creation: Stages of Faith and the Public Church, (San Francisco: Harper, 1919), 126-127. Jersild, The Psychology Of Adolescene, (New York: MacMilan, 1978), 16. John Byron, “Kaum Muda dalam Pemahaman Alkitab Pribadi” , dalam Warren S. Benson dan Mark H. Senter (Penyunting), Pedoman Lengkap untuk Pelayanan Kaum Muda, jilid 2, (Bandung: Kalam Hidup, 1992), 312. John W. Santrock, Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup, (Jakarta: Erlangga, 2002), 270. John W. Santrock, Life-Span Development, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1995), 237. Kamisa, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Kartika Surabaya, 1997), 239. Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), 289. Kartini dan Dali Gulo, Kamus Psikologi, (Bandung: Pionir, 2001), 388. Kartini Kartono, Psikologi Umum, (Bandung : Mandar Maju, 1996), 1. Kartini Kartono, Psikologi Umum, (Bandung: Bandar Maju, 1996), 13-14. Kenneth E. Hyde, Religion in Childhood & Adolecene, (Alabama:Education Press Birmingham,1990), 279. Laura A. King, Psikologi Umum: Sebuah Pandangan Apresiatif, (Salemba: Salemba Humanika, 2006), 65. Lydia Harlina & S.K Satya Joewana, Peran Orangtua Mencegah Narkoba, (Jakarta: Hak Cipta, 2008), 35. M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta:Pedoman Ilmu Jaya, 1993), 133. M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1993), 171. M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan,171. M. Robert Mulholland, Invitation to a Journey: A Road Map for Spiritual Formation (Downers Grove, 11.: Inter Varsity, 1993), 12. M.Ali dan M.Asrori, Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta Dididik). (Jakarta : Bumi Aksara, 2010 Mohammad Ali, Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta Dididik), (Jakarta:Penerbit PT Bumi Aksara 2010) Nacy Poyah dan Bentty Simanjuntak, Bahan PA Mengenai Allah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004 Paulus Lilik Kristianto, Prinsip dan Praktik PAK, (Yogyakarta: Andi Anggota IKAPI, 2006 Peniel C.D. Maiaweng, Kelompok Penelaahan Alkitab (Panduan dan Materi), Makkasar: STT Jaffary, 2013
121
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: Grasindo, 2005), 101.
Richard M. Daulay, Seluruh Siswa: Bertumbuh Dalam Kristus, (Jakarta: BPK-GM, 2009), 4. Robert W. Pazmino, Pondasi Pendidikan Kristen, 2012, hlm. 297 Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta:Rajawali Pers,2010), 109. Singgih D. Gunarsa & Y. Singgih D Gunarsa, Psikologi Praktis Anak, Remaja dan Kelurarga, (Jakarta: BPK-GM, 2004), 128. Singgih D. Gunarsa, Psikologi perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1983), 201-202. Singgih Gunarsa & Yulia Singgih Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: BPK-GM, 1983), 5. Sugeng Bahagijo, Globalisasi Menghempas Indonesia, (Jakarta: Pustaka LP3S, 2010) , 88. Sugeng Bahagijo, Globalisasi Menghempas Indonesia, (Jakarta: Pustaka LP3S, 2010) , 88. Suralaga Zahrotun & Fadhilah Idriyani, Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya, Jakarta:UIN Jakarta Press,2006 Thomas H. Groome, Christian Religious Education/Pendidikan Agama Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2010 W. A. Geregungan, Psikologi Sosial, Bandung : Refika Aditama, 2004 W. Stanley Heath, Psikologi Yang Sebenarnya, Yogyakarta : ANDI, 1995 Wayne Grudem, Systematic Theology : An Introduction to Biblical Doctrine Grand Rapids: Zondervan, 1994 Wofford, Kepemimpinan Yang Mengubahkan, Yogyakarta: Andi, 1990 Xavier Leon-Dufour, Eksiklopedia Perjanjian Baru, Yogyakarta : Kansius, 1990 Y. Bambang Mulyono, Kenakalan Remaja, Jakarta: ANDI Ofset Cetakan I, 1986 Yulia Singgih D. Gunarsa, Asas-Asas Psikologi Keluarga Idaman, Jakarta: BPK-GM, 2002
122