Pengantar Arkeologi Umum - Materi 1 5 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



Kuliah I--III Pengertian Arkeologi Secara etimologi, arkeologi berasal dari bahasa Yunani yaitu: archaeos=tua, dan logos=ilmu. Dalam Oxford English Dictionary (OED) memberikan pengertian kepada kita bahwa kata arkeologi berasal dari bahasa Yunani arkhaiologia yang artinya: pertama, risalah tentang benda-benda kuno; dan juga menjelaskan tentang bagaimana kata itu dipergunakan pertama kali secara umum.



Kedua, untuk memberi pengertian atau



penjelasan tentang sistematika atau ilmu tentang benda antik, dan ketiga, ilmu pengetahuan tentang peninggalan dan monumen dari masa prasejarah. Penggunaan pengertian yang pertama tidak lagi lazim dipergunakan, dan yang ketiga hanya terbatas sebagai istilah yang membatasi masa prasejarah dan masa sejarah. Arkeologi-prasejarah dan arkeologi-sejarah adalah aspek-aspek yang sangat penting bagi pelajaran arkeologi tentang masa lalu, dimana bagian prasejarah adalah bagian yang paling lama dipelajari oleh ahli arkeologi—tetapi itu hanyalah sebagian kecil dari ilmu arkeologi secara keseluruhan. Pernyataan yang kedua adalah pernyataan yang paling mendekati kebenaran yaitu penjelasan sistimatis atau pelajaran tentang benda kuno. Secara terminologis arkeologi adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang hal ihwal kehidupan manusia masa lampau melalui peninggalan materialnya. Sasarannya adalah segala aspek kehidupan manusia masa lampau yang akan muncul melalui ketersediaan sejumlah data yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Beberapa ahli arkeologi telah memberikan batasan pengertian atau defenisi arkeologi antara lain yang dapat ditulis disini adalah: R.P Soejono, yang mengatakan bahwa: “arkeologi adalah suatu ilmu yang memusatkan perhatiannya pada hal ihwal tentang perbuatan manusia masa lampau.” Sementara itu, Grahame Clark (1960) mengatakan: “Archaeology may be simply defined as the systematic study of antiquities as a means of reconstructing the past.” (Clark,1960: 17) Lain lagi yang dikemukakan oleh James Deetz (1967) yang menulis lebih panjang sebagai: “Archaeology is the special concern of a certain type of anthropologist. We cannot define archaeology exept in reference to anthropology, the discipline of wich it is a part. Anthropology is the study of man in the broadest sense, and Sekelumit bahan M.K. Pengantar Arkeologi Umum tahun ajaran 2020-2021. Dipetik dari In the Beginning; An introduction to archaeology, Fifth edition, karya Brian M Fagan (1985), dialihbahasakan oleh Iwan Sumantri. Hanya untuk kalangan Universitas Hasanuddin



1



2



their interrelationship. Archaeology concerns itself with man in the past; it has been called anthropoloy of extinct peoples.” (Deetz, 1967:3) Sedangkan Brian M. Fagan menulis: “Archaeology is the study of human societies in the past and is an integral part of anthropology. Arhaeologists have three objectives: the construction of of culture history, reconstructing past lifes ways, and the study of the processes of culture change” (Fagan, 1980:2). Selanjutnya Fagan menguraikan: “Archaeology is the study of the lives and cultures of ancient peoples. Archaeologists study and intrepret the material evidence of human past activity. The archaeologists is a special type of anthropologist who has three basic objectives: the study of culture history, reconstruction of past life ways, and explanation of cultural process. There are many types of archaeologist, each having distinctive, methods, techniques, and theoritical approaches. Clasical archaeologists study Greek and Roman civilization, historical archaeologist study relatively recent sites such as Colonial American towns or medieval cities. Anthropological archeologists are concerned with sites of all ages, but they tend to concentrate their research effort primarily on prehistoric settlement (ibid:3). Seterusnya, seorang sarjana arkeologi Amerika Serikat yang bernama Schiffer (1976:4) menulis: “arkeologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara tingkah laku dan kebudayaan materi di segala tempat dan waktu.”



Dari sekian banyak terminasi arkeologi yang telah dilahirkan oleh banyak sarjana, semuanya mengandung paling tidak 5 (lima) hal utama yaitu: pertama arkeologi mempunyai objek yaitu manusia atau perilaku manusia yang dapat dimunculkan melalui peninggalan budaya materilnya. Kedua, terminasi arkeologi itu diikat oleh dimensi bentuk, ruang, dan waktu.



Ketiga, arkeologi mempunyai tujuan, dan oleh sebab itu



arkeologi—tentu saja—sebagai ilmu mempunyai metode untuk mencapai tujuannya yang dapat dicapai melalui pendekatan sejarah maupun pendekatan antropologi.



Keempat,



untuk membedakan antara arkeologi dengan sejarah maupun antropologi terdapat suatu teknik pengumpulan data yaitu ekskavasi yang tidak dimiliki oleh kedua cabang ilmu tersebut.



Kelima, bahwa sesungguhnya arkeologi telah melibatkan dirinya terhadap



pergulatan tingkah laku dan kebudayaan manusia dari sejak mula munculnya manusia hingga kini. Sekelumit bahan M.K. Pengantar Arkeologi Umum tahun ajaran 2020-2021. Dipetik dari In the Beginning; An introduction to archaeology, Fifth edition, karya Brian M Fagan (1985), dialihbahasakan oleh Iwan Sumantri. Hanya untuk kalangan Universitas Hasanuddin



2



3



Lahirnya Arkeologi Arkeologi adalah suatu cabang dari ilmu sejarah yang menguraikan tentang benda-benda purbakala, hasil peninggalan manusia pada masa lampau. Ilmu sejarah dalam arti luas berhubungan dengan semua ilmu seperti antara lain:



sastra, epigrafi, ilmu



purbakala, yang tujuannya adalah untuk menghasilkan gambaran tentang manusia pada masa lampau dengan selengkap-lengkapnya dan dengan sebenar-benarnya sesuai dengan fakta



yang



ada.



Tugas



para



ahli



arkeologi



berhubungan



erat



dengan



peninggalan-peninggalan manusia masa lampau; peralatan dan senjatanya, tempat tinggalnya, batu nisannya, kuil-kuilnya dan sebagainya. Sumber-sumber tertulis telah ada sejak 5,000 tahun yang lalu, dan mereka juga sudah sampai dalam tahap yang sangat baik dalam berkomunikasi. Ada dua macam arkeolog, yaitu arkeolog yang meneliti sejarah manusia sebelum ditemukannya tulisan yang kemudian disebut dengan prasejarah. Prasejarah dimulai pada kehidupan manusia pertama di Afrika Timur yang hidup kira-kira 2,5 juta tahun yang lalu atau lebih.



Arkeolog yang lain meneliti benda-benda yang



ditinggalkan oleh masyarakat pada masa lalu yang telah didokumentasikan dengan tulisan, saat dimana sisa-sisa peninggalan semakin penting atau lebih penting dari sumber-sumber tertulis.



Benda-benda



peninggalan



bersejarah



akan



sama



pentingnya



dengan



sumber-sumber sejarah berupa tulisan, dan pada saat manusia sudah mengenal tulisan itu, berarti bahwa manusia telah memasuki jaman sejarah “sensu stricto”, muncullah studi tentang material purbakala yang sering disebut sebagai alat pemula munculnya ilmu sejarah yang biasanya disebut ‘the handmeiden of history’. Apa yang dijelaskan dalam OED belum membuat jelas kata “sistematik” atau “pelajaran”. Hal itu tidak dikaitkan dengan secara jelas dengan kata “antik” itu sendiri, akan tetapi menggunakan kata “antik” untuk menjelaskan dan memberi gambaran manusia prasejarah, protohistori, dan sejarah masa lalu. Geroge Doux dalam karya singkatnya yang mengagumkan tentang sejarah arkeologi yang berjudul ‘les Etapes de I Archeologue (1942) yang dalam QUE-Sais-Je ?, menjelaskan bahwa pengertian arkeologi sekarang telah mendapat banyak perubahan pada masa sekarang jika dibandingkan dengan saat kelahirannya (abad ke-17) yang dibidani oleh Jacques Spon (1847-85), yaitu seorang doktor berkebangsaan Jerman yang terpaksa meninggalkan Sekelumit bahan M.K. Pengantar Arkeologi Umum tahun ajaran 2020-2021. Dipetik dari In the Beginning; An introduction to archaeology, Fifth edition, karya Brian M Fagan (1985), dialihbahasakan oleh Iwan Sumantri. Hanya untuk kalangan Universitas Hasanuddin



3



4



Perancis karena adanya maklumat Nantes. Ia melakukan perjalanan yang jauh, disertai oleh Sir George Wheeler (meninggal tahun 1723), dan mempublikasikan suatu perjalanan daratnya menuju Yunani yang disponsori oleh perusahaan Dr. Spon.



Spon sendiri telah



mempubilkasikan perjalanannya ke Italia, Damatie, Yunani antara tahun 1673—1676 di Belanda tahun 1689 bersama barang-barang purbakalanya antara tahun 1689—1713. Kapankah arkeologi itu mulai ? dan siapakah ahli arkeologi yang pertama ?. Pada masa silam, raja-raja dari Babilonia sangat aktif merencanakan pembangunan gedung di beberapa kota kuno di Sumeria dan Akkad.



Raja Nebukadnezar dan Nabonidus dari



Babilonia adalah raja-raja yang pertama yang menyuruh menggali benda-benda purbakala di Ur dan memugarnya kembali.



Nabonidus senang atas ditemukannya Ur—sebuah



bangunan—yang masih berisi benda-benda milik raja. Adik Nabonidus yang bernama En-Nigaldi-Nanna (yang kemudian lebih dikenal dengan nama Belshalti-Nanner) telah melakukan penggalian selama beberapa tahun di Agade. Ketika terjadi hujan lebat yang membuat tanah longsor nampaklah candi. Kejadian ini dapat dianggap suatu penemuan dan tentu saja juga menambah kegembiraan raja. Dengan kejadian itu pula sang raja merasa memiliki sebuah rumah tempat mengumpulkan benda-benda antik. Hal itu dapat dianggap sebagai awal dari kegiatan studi arkeologi yaitu di kota babilonia pada saat penemuan Ur dan Agade (lihat Joan Oates, Babylon, 1979:62). Pada awalnya, kegiatan



arkeologi dimaksudkan untuk mempelajari atau



mengungkap peradaban Yunani dan Romawi serta material peninggalannya yang tentu saja belum mendalam. Herodotus dan beberapa orang Yunani lainnya membuat penyelidikan terhadap catatan budaya yang masih dapat diketahui. Lalu mereka menghubungkan dengan kehidupan orang-orang biadab pada masa prasejarah: mereka-mereka itu bukanlah ahli arkeologi namun kaum antropolog dan etnografer, padahal tempat penyelidikan yang mereka lakukan terdapat benda-benda purbakala. Salah satu keistimewaan orang Yunani dan Romawi adalah mereka memiliki pendapat ataupun pengetahuan tentang manusia silam, namun pengetahuan mereka akan hal itu tidak berdasarkan pada catatan arkeologis.



Orang-orang Yunani dan Romawi



mengetahui Mycenacan masa lampau yaitu pada akhir jaman besi. Demikianlah., lantas mereka membuat spekulasi dalam perkembangan teknologi umat manusia menjadi: jaman bata, jaman perunggu, dan jaman besi.



Menurut anggapan mereka, hanya bangsa



Sekelumit bahan M.K. Pengantar Arkeologi Umum tahun ajaran 2020-2021. Dipetik dari In the Beginning; An introduction to archaeology, Fifth edition, karya Brian M Fagan (1985), dialihbahasakan oleh Iwan Sumantri. Hanya untuk kalangan Universitas Hasanuddin



4



5



merekalah yang mengalami jaman keemasan pada saat itu. Selain itu, mereka juga melakukan spekulasi tentang penduduk asli dan perkembangan kebudayaannya. Pada masa Diodurus Siculus timbul anggapan bahwa telah terjadi percampuran antara bangsa Mesir dengan Yunani yang kemudian melahirkan keturunan mereka sekarang.



Hal ini kemudian



melahirkan suatu kebanggaan yang tidak menjadi alat antisipatif dari doktrin orang-oang Mesir pada awal abad ke-20. Jika kita lihat kompilasi China di tahun Masehi, ia memberi urutan waktu jaman kepada peradaban manusia dengan jaman batu, jaman perunggu, dan jaman besi. Professor R.H. Lowie dalam bukunya yang berjudul “The History of Ethnological Theory” (1937 ) mengatakan bahwa: ”hal itu bukanlah suatu kasus untuk mencegah kepintaran manusia selama dua ratus tahun; suatu tanda kepintaran manusia yang disulap sedemikian rupa tanpa menghiraukan fakta-fakta atau usaha untuk mengkajinya, tetapi menurut saya bahwa apa yang ada di China itu adalah mengenai pembagian jaman dalam peradaban manusia yang mungkin hanya ingin menjaga atau melindungi sebuah ingatan masyarakat tentang tingkat keberhasilan teknologi pada jaman batu, perunggu dan besi yang tumbuh sebagai fakta sejarah dan sebagai tanda pertama bagi arkeologi moderen pada awal abad ke-20”. Bangsa China, Yunani dan Romawi berspekulasi dengan menyatakan bahwa mereka tidaklah dipengaruhi oleh kebudayaan Eropa Barat pada masa kejayaan Romawi. Ketika arkeologi belum lahir sebagai suatu disiplin, orang-orang kebanyakan hanya berpedoman kepada kitab suci, penulis-penulis klasik, dan tulisan-tulisan kuno lainnya. Pemakaian urutan jaman yang dibeberkan oleh China, Yunani, dan Romawi, tidak mempengaruhi pemikiran orang-orang yang berada di Eropa barat. Kehadiran arkeologi bukanlah berarti membuat-buat berita yang terdapat dalam Al-Kitab dan tulisan-tulisan kuno lainnya. Dalam buku A Story of Britain (1508) dijelaskan bahwa Geoffrey anak dari Monmouth telah membawa Brutus, putera Aeneas ke Inggeris pada tahun 1125 sm. Ceritera inilah yang mengawali ceritera tentang Inggeris. Hal ditemukan pada masa silam di saat ceritera-ceritera mitos dan lagenda diyakini kejadiannya, namun sebelumnya masyarakat percaya akan hal tesebut meskipun tidak disertai oleh fakta-fakta yang ada.



Sekelumit bahan M.K. Pengantar Arkeologi Umum tahun ajaran 2020-2021. Dipetik dari In the Beginning; An introduction to archaeology, Fifth edition, karya Brian M Fagan (1985), dialihbahasakan oleh Iwan Sumantri. Hanya untuk kalangan Universitas Hasanuddin



5



6



Mesir dan Negara Bagian Laut Tengah Apabila terjadi kerusakan dan kehilangan terhadap benda-benda yang memiliki nilai sejarah di negara Yunani dan Romawi, itu berarti bahwa dunia kehilangan gagasan mengenai sejarah awal mula manusia, dan bahwa dunia klasik telah tiada atau terlupakan. Hesiod dan Lucretius membangkitkan kembali sejarah benda-benda purbakala yang ada di dunia ini termasuk manusia yang kejadiannya sudah lama terpendam.



Kebangkitan



kembali tentang studi sejarah muncul pada abad ke-15 dan 16 yaitu pengembalian sesuatu ke dalam periode klasik dimana Lucretius, Aristoteles, Hesiod dan Herodotus kembali mempelajari Caesar’s sejarah Jerman.



Commertaries on the Gallic War dan Tacitus’s Agrocolo serta



Di sini ditemukan sebuah deskripsi tentang manusia “biadab” yang



terdapat di Eropa Tengah dan ropa bagian Utara. Selain itu diketahui pula tentang bangsa Celtic, Gauls, Jerman, Britons, dan Goths yang secara deskriptif menggambarkan bahwa bangsa-bangsa tersebut berasal dari Celtic. Peradaban manusia kuno tersebut dapat terselamatkan berkat kegiatan pengumpulan benda-benda sejarah mereka, dan itu dilakukan pada abad ke-16.



Para sarjana mulai



melakukan perjalanan ke Yunani, Asia Kecil, dan Mesir dan dimulailah penemuan tempat-tempat bersejarah sekaligus benda-bendanya.



Mereka lalu memberi keterangan



terhadap benda-benda yang ditemukannya yang menimbulkan rasa kekaguman.



Paus



beserta pejabat gereja lainnya mulai pula mengumpulkan benda-benda kuno lalu menaruhnya pada sebuah villa sebagai museum pribadi. Pada masa inilah Italia melahirkan kota Diletanti, yang dapat diartikan sebagai suatu seni. Di Inggeris, masyarakat diletanti pada umumnya adalah orang-orang yang berpendidikan yang dapat ditemukan pada sekitar tahun 1750—1880 di London. Dalam kata pengantar Richard Chandler



dalam bukunya yang berjudul “Ionian Antiquities”



menulis bahwa apabila ingin melakukan perjalanan dan merasakan suatu kekaguman maka datanglah ke Italia, sebab disana akan ditemukan masyaeakat diletanti. Pada periode tahun 1750—1880 itu, terjadi pembaharuan kedua terhadap ilmu pengetahuan sejarah Yunani. Pada saat itu ada anggapan bahwa penemuan benda-benda kuno adalah atas jerih payah dari sarjana Perancis, Inggeris, dan Jerman. Adalah suatu usaha yang sangat besar yang telah dilakukan oleh seorang pelukis berkebangsaan Inggeris Sekelumit bahan M.K. Pengantar Arkeologi Umum tahun ajaran 2020-2021. Dipetik dari In the Beginning; An introduction to archaeology, Fifth edition, karya Brian M Fagan (1985), dialihbahasakan oleh Iwan Sumantri. Hanya untuk kalangan Universitas Hasanuddin



6



7



ysng bernama James Stuart (1712—1786) dalam pengumpulan benda-benda purbakala. Selain itu, tercatat juga seorang arsitek berkebangsaan Jerman yang bernama Nicholas Revert (1720—1801) yang aktif mengumpulkan benda-benda purbakala selama 3 (tiga) tahun berturut-turut (1751—1753).



Keduanya meluangkan waktunya selama bertahun-tahun



untuk mengurus, menggambar, dan mencatat benda-benda tersebut.



Pengumpulan



benda-benda purbakala yang ada di Athena tidaklah begitu lama. Yang pertama terjadi sekitar tahun 1726, sedang yang ke empat sekitar tahun 1816. Masyarakat dilentanti sangat membutuhkan dana dalam mempublikasikan temuan benda-benda purbakala mereka. Publikasi yang pertama tentang benda-benda purbakala hasil Ionic Expedition diterbitkan pada tahun 1769 yang dibiayai oleh Revert bekerjasama dengan William, dan yang kedua tahun 1797 yang judulnya “The Antiquities of Ionia”. Buku tersebut kemudian dikenal sebagai laporan perjalanan arkeologi yang pertama.



Sedikit sejarah tentang penelitian arkeologi di Amerika Sejarah perkembangan arkeologi sebagai ilmu dimulai atas dasar adanya keinginan sekelompok manusia yang gemar mengumpulkan barang yang mengandung nilai seni yang tinggi. Hal ini berlangsung dari abad ke-6 hingga menjelang abad ke-15 masehi, yang biasa disebut sebagai fase diletantisme.



Setelah fase diletantisme, kemudian muncul fase



antikuarianisme yaitu masa spekulatif—dalam prespektif penelitian arkeologi, kira-kira terjadi antara tahun 1492-1840—yang diakibatkan oleh renaisans Italia sebagaimana yang diuraikan oleh Willey dan Sabloff (1981) yang disarikan oleh Mundardjito (1993). Masa ini ditandai oleh adanya upaya pencarian dan penemuan peninggalan monumen-monumen purbakala.



Kegiatan pencarian semacam itulah yang kemudian melahirkan pandangan



yang bersifat komparatif terhadap aneka warna kebudayaan di dunia yang seterusnya kemudian menjadi inti dalam studi arkeologi dan antropologi. Ciri lainnya masa ini adalah adanya sekelompok manusia yang mulai melihat nilai historis yang terkandung di balik benda-benda purbakala yang mengandung nilai seni yang tinggi. Ketika arkeologi mulai menapaki perkembangannya—masih dalam masa spekulatif ini—timbul konsep yang lebih luas, yaitu bahwa perbedaan kebudayaan tidak saja terjadi karena perbedaan waktu, tetapi juga karena adanya perbedaan ruang, yang melahirkan dua hal utama yaitu 1) kegiatan arkeologis yang menggarap kepurbakalaan pada masing-masing negara secara lokal, dan 2) Sekelumit bahan M.K. Pengantar Arkeologi Umum tahun ajaran 2020-2021. Dipetik dari In the Beginning; An introduction to archaeology, Fifth edition, karya Brian M Fagan (1985), dialihbahasakan oleh Iwan Sumantri. Hanya untuk kalangan Universitas Hasanuddin



7



8



menggarap secara umum kepurbakala-an di pelbagai bagian dunia (wilayah budaya klasik dan Timur Tengah). Dalam masa yang panjang ini, arkeologi belumlah tampil sebagai sebuah disiplin. Kebanyakan data yang ada diperoleh dari survei dan penggalian yang tidak sistematis dan direncanakan terlebih dahulu. Tinggalan data arkeologi saman ini ditemukan dalam jumlah yang melimpah, tetapi sangat spekulatif. Hal ini berkenaan dengan suasana intelektual yang ada di Amerika ketika itu yang berkenaan dengan dengan asal mula orang Indian Amerika yang disusun secara armchair speculation. Dalam abad 16—17, perhatian kemudian diarahkan ke Amerika Latin. Orang-orang yang menyertai penjajah Spanyol dan para pendeta serta pejabat administrasi lantas membuat catatan tentang gambaran kebudayaan Indian Amerika.



Abad 18 dan terutama abad 19, perhatian diarahkan ke



wilayah Amerika Utara. Para pelancong yang mengunjungi Amerika Utara dan Amerika Selatan banyak-banyak melukiskan reruntuhan monumen arkeologi terutama untuk kepentingan bacaan sastra. Pada kemudian hari, bacaan tersebut diketahui banyak mengandung spekulasi tentang asal mula dari benda-benda temuan mereka tersebut. Diantara para pelancong itu kemudian ada yang melengkapinya dokumennya dengan deskripsi etnografi dari kelompok suku Indian Amerika. Dokumen etnografi inilah yang kemudian digunakan oleh arkeolog untuk apa yang disebut analogi umum dan spesifik, disamping untuk memperlihatkan adanya kesinambungan dari berbagai kebiasaan atau adat.



Di dalam babakan masa ini, tidak nampak adanya usaha yang keras untuk menyusun tipologi benda temuan dengan seksama. Dominasi spekulatif dalam masa ini disebabkan oleh paling tidak 5 (lima) hal yaitu; 1) kekurangan data arkeologi yang dapat diandalkan, 2) kekurangan model penalaran arkeologi Eropa yang cocok untuk Amerika, dan 3) adanya pengaruh dari pendekatan teologi dan kesusasteraan, 4) adanya rasa kekaguman orang terhadap peninggalan arkeologis yang begitu eksotis, serta 5) kebutuhan yang mendesak untuk menciptakan sejarah kepahlawanan bagi daerah baru. Akibatnya, semua wacana mengenai tinggalan arsitektur dan kebudayaan materi dari penduduk Amerika masa lalu lebih didominasi oleh spekulasi yaitu konjektur yang tidak ilmiah sama sekali karena tiadanya data yang kuat yang dapat dipakai sebagai perbandingan dengan data hasil pengamatan para pelancong itu. Oleh karenanya, dalam masa ini sukar sekali dihasilkan Sekelumit bahan M.K. Pengantar Arkeologi Umum tahun ajaran 2020-2021. Dipetik dari In the Beginning; An introduction to archaeology, Fifth edition, karya Brian M Fagan (1985), dialihbahasakan oleh Iwan Sumantri. Hanya untuk kalangan Universitas Hasanuddin



8



9



suatu rekonstruksi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah berdasarkan data yang benar. Dalam beberapa kasus misalnya, ketika informasi primer diperoleh baik melalui survei maupun ekskavasi, mereka tidak menggunakan data secara hati-hati untuk membangun atau menyusun hipotesis, melainkan data mentah tersebut digarap secara terkotak-kotak dan spekulatif. Hal ini sebenarnya berakar dari kekurangan tradisi penalaran yang ilmiah dalam arkeologi Amerika ketika itu, yang diperparah oleh penjelasan teologi yang masih sangat kuat. Barulah kemudian pada sekitar tahun 1930-an, arkelogi Amerika diperkenalkan kepada pemikiran Eropa melalui tulisan Lyell seperti Principles of Geology. Masa Klasifikasi-deskriptif (1840—1914).



Dari pandangan antiquarianism,



muncullah untuk pertama kali pemikiran arkeologi yang sistematik, yang terwujud sebagai konsep dan penerapan klasifikasi Sistem Tiga Jaman yang dinyatakan pertama kali oleh Thomsen, dan hukum Worsaae. Dalam masa ini terjadi perubahan cara pandang arkeologi. Perhatian diberikan kepada usaha deskripsi benda-benda arkeologi, terutama arsitektur dan bangunan, serta klasifikasi—yang tentu saja masih belum sempurna—atas benda-benda tersebut. Kelihatannya, pada masa ini, ada usaha yang cukup keras dari ahli arkeologi menjadikan arkeologi sebagai suatu disiplin yang sistematik dan saintifik. Meskipun oleh beberapa fihak mereka dianggap tidak berhasil, tetapi bagaimanapun juga mereka telah meletakkan dasar bagi berbagai perkembangan arkeologi dalam abad ke 20. Selama masa ini terdapat suatu pertumbuhan yang cukup mantap dalam penemuan maupun deskripsi terhadap tinggalan arkeologi, terutama sejak mereka memperluas daerah kajiannya sampai ke Amerika Barat, dan memulai penjelajahannya pula berbagai daerah di Amerika Selatan dan Utara. Kegiatan itu diselenggarakan secara luas oleh pemerintah, universitas, museum, dan masyarakat ilmiah. Arkeologi mulai diajarkan di universitas yang melahirkan generasi arkeolog yang terlatih dan profesional dan menjadi aktif pada awal abad 20. Pada masa ini juga terdapat aliansi antara antropologi dengan arkeologi, baik dalam bidang akademik maupun di lapangan.



Selain fokus terhadap deskripsi benda



arkeologi, dalam masa ini juga terdapat pokok kajian terhadap manusia purba. Masa Klasifikasi-historikal:kronologi (1914—1940). Pusat per-hatian pada masa ini ditujukan kepada penerapan Teori Deposisi Stratigrafik yang bersumber dari Lyell dan Teori Evolusi Biologi oleh Darwin. Teori Darwin dalam biologi kemudian dikembangkan dalam ilmu budaya yang melahirkan teori-teori evolusi budaya dan teori-teori evolusi masyarakat Sekelumit bahan M.K. Pengantar Arkeologi Umum tahun ajaran 2020-2021. Dipetik dari In the Beginning; An introduction to archaeology, Fifth edition, karya Brian M Fagan (1985), dialihbahasakan oleh Iwan Sumantri. Hanya untuk kalangan Universitas Hasanuddin



9



10



yang dipelopori oleh Tylor dan Morgan. Masa ini ditandai pula oleh munculnya apresiasi terhadap sains dengan rasionalismenya, yaitu ketika kegiatan industrialisasi di Eropa dan Amerika mulai berkembang. Dalam periode ini terdapat kegiatan arkeologi lapangan yang diselenggarakan dalam jangka waktu panjang baik di Eropa dan Timur Tengah maupun Amerika (terutama di daerah Maya), sehingga lahirlah ekskavasi-ekskavasi yang mempunyai muatan profesional serta memunculkan ahli-ahli arkeologi yang profesional. Kajian-kajian yang menekankan pada dimensi bentuk-waktu dalam wilayah-wilayah kompleks budaya dimaksudkan untuk menyusun sejarah kebudayaan, yang tidak lain merupakan sintesis sejarah. Tema sentral dari masa ini dalam arkeologi Amerika ialah kronologi.



Masa ini dalam per-kembangan arkeologi disebut masa historikal karena



perhatian banyak ditujukan pada penyusunan urutan waktu dan kejadian-kejadian. Demikianlah, ekskavasi yang menekankan pada stratigrafi merupakan metode utama dalam penyusunan kronologi data. Ekskavasi stratigrafik semacam ini semacam itu diperkenalkan dalam kajian arkeologi Amerika dalam tahun 1914 yang dalam dua dasawarsa berikutnya menyebar di seluruh Amerika. Kronologi dapat dicapai dengan baik jika metode seriasi dikaitkan dengan metode stratigrafi. Tipologi dan klasifikasi yang sudah dimulai dalam masa sebelumnya, sekarang dikaitkan dengan metode stratigrafik dan seriasi.



Kalau



stratigrafi sebelumnya hanya dimaksudkan untuk memerikan artefak, dalam masa ini metode ini dianggap sebagai alat untuk menambah atau membantu menempat-kan bentuk-bentuk data arkeologi dalam ruang dan waktu.



Ahli arkeologi Amerika juga



menggarap klasifkasi kebudayaan secara keseluruhan, disamping klasifikasi artefak, yang sudah tentu sangat dipengaruhi oleh pertimbangan kronologi.



Lebih jauh dari metode



seriasi-stratigrafik dan klasifikasi, tujuan arkeologi dalam masa ini adalah sintesis sejarah kebudayaan di wilayah Amerika.



Dalam periode ini terdapat perbaikan dari metode



lapangan dan ekskavasi, yang jelas merupakan bagian yang penting dalam metode stratigrafik yang sedemikian mengemuka dalam periode ini. Sebagai hasil alienasi antara arkeologi Amerika dengan etnologi adalah strategi penelitian yang disebut direct-historical approach.



Secara sederhana pendekatan ini



berarti bekerja mundur dari kajian atas kebudayaan yang mempunyai dokumen sejarah ke dalam masa prasejarah. Dalam arkeologi Amerika, penerapan pendekatan ini berkenaan dengan situs-situs yang dihuni oleh penduduk asli suku Indian yang masih hidup. Dengan Sekelumit bahan M.K. Pengantar Arkeologi Umum tahun ajaran 2020-2021. Dipetik dari In the Beginning; An introduction to archaeology, Fifth edition, karya Brian M Fagan (1985), dialihbahasakan oleh Iwan Sumantri. Hanya untuk kalangan Universitas Hasanuddin



10



11



demikian, ekskavasi atas situs-situs ini menghasilkan kompleks artefak yang dapat diasosiasikan dengan kebudayaan suku-suku bangsa yang masih dapat diamati dengan jelas. Arkeolog kemudian dapat menemukan situs-situs lain yang artefaknya menunjukkan gaya yang bertumpang tindih dengan kompleks budaya sejarah yang asalnya dari masa prasejarah. Masa Klasifikasi-historikal:konteks fungsi (1940—60). Dalam masa ini, hubungan dimensi ruang-waktu dari bentuk-bentuk budaya dalam wilayah-wilayah budaya mulai dikembangkan, dan berupaya mencari jejak-jejak dari difusi budaya yang pernah terjadi. Ada tiga macam pendekatan utama yang ada dalam masa ini. Pertama, disadari bahwa artefak seyogyanya sebagai benda materi dalam sistem perilaku budaya masyarakat, sehingga perhatian para ahli arkeologi terpusat pada kajian terhadap konteks arkeologi untuk mencapai kesimpulan fungsional. Kedua, disadari bahwa pola permukiman merupakan kunci yang penting untuk memahami adaptasi sosio-ekonomik dan organisasi politik, serta disadari bahwa cara manusia dalam mengatur dirinya dipermukaan bumi berkaitan dengan bentuk alam dan komunitas lain. Ketiga, disadari pula bahwa hubungan antara kebudayaan dan lingkungan alam adalah penting dan ini berarti mengikutsertakan manusia ke dalam aspek sumber daya alam.



Pendekatan ini sering disebut ekologi budaya dalam tahun



1940—60, yang sebenarnya merupakan pendekatan yang kurang lengkap juka dibanding dengan pendekatan ekosistem yang muncul kemudian. Dalam kajian konteks dan fungsi, penggunaan konsep dan metode dari ilmu-ilmu keras (sains) dianggap merupaka metodologi yang paling tepat. Hasil kajian dari geologi, biologi, analisis bahan kimia, dan metalurgi misalnya diperlukan arkeologi antara lain untuk mengetahui sumber komoditi dan proses pembuatan artefak. Di atas semua itu, penemuan pertanggalan oleh Libby adalah teramat penting. Dalam masa ini pula ahli arkeologi berupaya untuk melakukan rekonstruksi yang lebih rinci mengeai cara-cara hidup dari sekelompok manusia. Dengan memperhatikan fungsi serta hubungan antara kebudayaan dengan lingkungan fisik, dan setelah itu berkembang ke arah upaya untuk memahami struktur sosialnya. Dalam tahun 1950-an terdapat ketidak puasan dalam hal cara peelitian arkeologi yang diselenggarakan.



Ketidakpuasan ini tidak ditujukan kepada pelaksanaan tekni



ekskavasi tetapi lebih kepada cara suatu kesimpulan ditarik. Demikian juga terhadap cara Sekelumit bahan M.K. Pengantar Arkeologi Umum tahun ajaran 2020-2021. Dipetik dari In the Beginning; An introduction to archaeology, Fifth edition, karya Brian M Fagan (1985), dialihbahasakan oleh Iwan Sumantri. Hanya untuk kalangan Universitas Hasanuddin



11



12



arkeolog menerangkan hasil penelitian dan prosedur yang digunakan dalam penalarannya. Ketidakpuasan yang paling mendasar disebabkan oleh kenyataan bahwa kesimpulan penelitian terdahulu tidak pernah menerangkan sesuatu, tetapi dikaitkan misalnya dengan konsep migrasi manusia dan mengenai pengaruh-pengaruh budaya yang diperkirakan. Sekitar tahun itu memang Walter W Taylor (1948) telah merumuskan ketidakpuasan ini. Pendekatan konjungtif menurut Taylor, dapat meng-ungkapkan sistem budaya secara keseluruhan. Demikian juga Willey dan Phillips (1958) mengusulkan perlunya perhatian diberikan pada aspek sosial bagi interpretasi prosesual atau proses-proses umum dalam sejarah kebudayaan. Masa Eksplanasi: tahap awal (1960-an). Dalam masa ini muncul kembali konsep evolusi yang sudah ada sejak 10 tahun sebelumnya, setelah sekian lama dirasakan kurang sesuai.



Pada masa ini, dalam arkeologi timbul perhatian kepada teori sistim, konsep



ekosistem, dan teknik statistik, serta peranan komputer. Dalam penalaran, dikembangkan penalaran deduktif, dan dalam filsafat ilmu pengetahuan dikembangkan pula filsafat positivisme. Akibat itu semua, dalam arkeologi muncul gerakan ilmiah baru yang dikenal dengan nama New Archaeology yang prespektifnya terdiri atas tiga dasar yaitu: 1) tekanan perhatiannya terutama ditujukan pada penggambaran proses budaya, karena penganut aliran ini dipelopori oleh para arkeolog muda yang setelah lulus dari perguruan tinggi dilatih oleh para ahli antropologi sosial. 2) mereka memiliki optimisme yang besar terhadap kemungkinan berhasilnya eksplanasi prosesual, dan tercapainya hukum dinamika budaya. 3) mereka menganggap bahwa arkeologi harus juga relevan dengan permasalahan masa kini. Dari ketiga sikap dasar yang melatari pandangan mereka di atas, kita dapat menelusuri bagaimana pendekatannya. Pertama ialah pendekatan yang evolusioner atau yang mempunyai prespektif sejarah.



Kedua, pendekatan yang berasal dari dari teori



general systems dengan pandangan sistemik dari kebudayaan dan masyarakat.



Ketiga,



ialah penerapan penalaran deduktif. Aspek-aspek lain yang dikembangkan dalam New Archaeology—dan



yang



membedakannya



dengan



Traditional



archaeology—adalah



merupakan perluas-an dari ketiga konsep pendekatan dasar itu dalam memandang data arkeologi.



Pendekatan evolusioner menyebabkan timbulnya anggapan bahwa aspek



tekno-ekonomik dari kebudayaan merupakan faktor penentu yang paling utama di dalam perubahan, sedangkan faktor sosial dan ideologi datang lebih kemudian.



Hal ini



Sekelumit bahan M.K. Pengantar Arkeologi Umum tahun ajaran 2020-2021. Dipetik dari In the Beginning; An introduction to archaeology, Fifth edition, karya Brian M Fagan (1985), dialihbahasakan oleh Iwan Sumantri. Hanya untuk kalangan Universitas Hasanuddin



12



13



memperlihatkan perbedaan dengan pendekatan historical development oleh Willey dan Phillips yang tidak mengusahakan kausalitas. Dalam masa ini, proses budaya merupakan tujuan pokok arkeologi, dan untuk mencapai kepentingan tujuannya diperlukan berbagai disiplin ilmu lain. Di Amerika Serikat, Lewis Binford menawarkan pendekatan baru terhadap masalah interpretasi arkeologi. Binford dan kawan-kawan menya-dari adanya potensi yang besar dari bukti arkeologi untuk penelitian aspek sosial ekonomi dari masyarakat masa lalu. Pandangan mereka lebih optimistik dari para arkeolog sebelumnya. Mereka mengusulkan agar: a) penalaran arkeologi harus eksplisit.



b) Penarikan kesimpulan tidak hanya



didasarkan atas otoritas seseorang dalam menyusun interpretasi tetapi harus pada kerangka argumentasi yang logis dan eksplisit, c) harus terbuka untuk diuji oleh orang lain. Mereka berusaha menerangkan (explanation) dan bukan hanya memerikannya (explication) secara sederhana.



Oleh karena itu harus disusun generalisasi yang sahih.



Binford dan



kawan-kawan kelihatannya menghindari pembicaraan mengenai pengaruh dari suatu kebudayaan terhadap kebudayaan lain.



Sebaliknya mereka lebih cenderung untuk



menganalisis suatu kebudayaan sebagai sistem yang dipecah ke dalam beberapa sub-sistem. Hal ini memberi kemungkinan untuk mengetahui hal-hal tentang mata pencaharian, teknologi, subsistem sosial, subsistem ideologi, per-dagangan, demografi, dan lainnya. Mereka kurang memberi penekanan pada tipologi artefak dan klasifikasi. Demikianlah, mereka sebenarnya telah menyiap-kan penggunaan pendekatan ekologi yang sudah ada sejak tahun 1950-an. Untuk mencapai tujuannya itu, pendekatan sejarah agak dijauhi, tetapi sebaliknya ilmu-ilmu keras didekati.



Hal semacam ini juga terjadi di Inggeris



sebagaimana yang dikemukakan oleh David L Clarke yang menghendaki penggunaan teknik kuantitatif sehingga memungkinkan penggarapan data secara statistik dengan bantuan kompu-ter untuk pengujian signifikansi misalnya, bukan dengan pendekatan kualitatif yang sederhana.



Demikian pula diusahakan memperoleh gagasan-gagasan dari disiplin lain



terutama geografi. Para ahli arkeologi dari aliran ini berpendapat bahwa arkeologi haruslah menunjukkan peranannya dalam upaya menjelaskan perubahan-perubahan budaya yang terjadi pada masa lalu. Oleh karena itu kegiatannya dipusatkan kepada upaya eksplanasi, bukan hanya pada deskripsi yang menghasilkan rekonstruksi sejarah kebudayaan dan Sekelumit bahan M.K. Pengantar Arkeologi Umum tahun ajaran 2020-2021. Dipetik dari In the Beginning; An introduction to archaeology, Fifth edition, karya Brian M Fagan (1985), dialihbahasakan oleh Iwan Sumantri. Hanya untuk kalangan Universitas Hasanuddin



13



14



rekonstruksi cara-cara hidup. Untuk dapat menerangkan proses perubahan budaya, diperlukan teori yang eksplisit. Penjelasan yang diupayakan seharusnya ada dalam rangka proses budaya, yang dapat menerangkan bagaimana perubahan-perubahan sistem ekonomi dan sosial telah tejadi pada masa lalu. Prosedur penelitian yang dilakukan didasarkan pada penalaran deduktif yaitu yang diawali dengan perumusan hipotesis, penyusunan model yang ditarik, dan deduksi, tidak sekedar melakukan ‘piecing together the past’ . Kesimpulan yang ditarik dengan cara menguji hipotesis merupakan prosedur yang dianggap sahih, bukan atas dasar otoritas atau senioritas seorang peneliti. Fokus



perhatian



harus



dirancang



sedemikian



rupa



untuk



menjawab



pertanyaan-pertanyaan spesifik secara ekonomis, tidak melakukan penelitian hanya atas dasar tujuan pengumpulan data sebanyak-banyaknya, yang dalam kenyataannya mungkin tidak relevan dengan tujuan penelitian. Sikap mereka lebih positif dalam menghadapi penelitian yang rumit sekalipun, dan menganggap bahwa masalah arkeologi tidak dapat dipecahkan apabila mereka tidak pernah mencoba me-lakukannya. Mereka lebih optimis dan tidak bersikap pesimis dalam hal ketidak- cukupan data arkeologi untuk rekonstruksi sistem sosial dan sistem ideologi. Masa Eksplanasi: Data dan interpretasi baru (1960—1970).



Dalam masa ini



makin banyak data dan interpretasi arkeologi yang baru. Pandangan yang sudah ada dalam masa 1960-an tetap berlanjut dan ternyata telah mempengaruhi perubahan sikap dari kebanyakan ahli arkeologi Amerika.



Perubahan sikap ini tercermin dalam upaya



menghubungkan tujuan untuk memahami proses budaya dengan tujuan sejarah kebudayaan, sehingga perbedaan tersebut sudah semakin berkurang pada fase ini. Dalam masa ini, paradigma New Archaeology mempengaruhi perkembangan Historical Archaeology dari sifatnya yang parikularistik kepada pandangan yang lebih luas dalam Anthropological Archaeology.



Perpindahan tekanan perhatian ini mungkin



disebabkan oleh dua faktor yaitu: pertama ahli arkeologi-sejarah mulai menyadari pentingnya data yang partikularistik itu dikendalikan dengan cermat untuk dievaluasi serta disumbangkan kepada metodologi perekaman data arkeologi serta interpretasi untuk penyusunan teori, dan kedua, pertumbuhan yang cepat dari kajian manajemen sumberdaya budaya (yang seringkali meliputi situs prasejarah dan sejarah), telah menyebabkan arkeolog berlatar belakang antropologi memahami masalah arkeologi sejarah. Dengan demikian, Sekelumit bahan M.K. Pengantar Arkeologi Umum tahun ajaran 2020-2021. Dipetik dari In the Beginning; An introduction to archaeology, Fifth edition, karya Brian M Fagan (1985), dialihbahasakan oleh Iwan Sumantri. Hanya untuk kalangan Universitas Hasanuddin



14



15



teori-teori antropologi masuk pula ke dalam studi arkeologi-sejarah (periksa Stanley South 1977). Arkeologi-sejarah di Amerika dengan demikian memberi sumbangan juga kepada perkembangan metode arkeologi dan teori perubahan budaya.



Dalam tahun 1970-an



sebagian ahli arkeologi menggarap interpretasi tingkat menengah dari perilaku sosial budaya, dan sebagian lain menangani teori dan interpretasi tingkat tinggi. Diantara teori tingkat rendah dan tingkat menengah yang kita kenal misalnya kajian Schiffer yang berkenaan dengan proses formasi budaya dan bukan budaya (1976) yang berpangkal pada konsep bahwa tinggalan arkeologi sesungguhnya merupakan pencerminan yang terganggu dari sistem perilaku manusia masa lalu. Demikianlah gambaran singkat dari perkembangan arkeologi sebagaimana yang diuraikan oleh Willey dan Sabloff. Setelah tahun 1970-an, perkembangan arkeologi pada dasarnya tidak bergeser banyak dari pandangan New Archaeology, yang tetap berfokus pada penelitian prosesual. Baru pada akhir-akhir ini ada pandangan baru yang sering disebut sebagai pasca prosesual. Sebagaimana diketahui, penelitian arkeologi prosesual didasarkan atas metodologi penelitian deduktif yang menggunakan rancangan penelitian formal sebagai awal, perumusan hipotesis yang eksplisit dan dapat diuji, serta pengujian hipotesis dengan data yang telah dikumpulkan.



Seringkali hipotesis awal dibuat berdasarkan data yang



diperoleh melalui strategi induktif sejarah kebudayaan. Dua pendekatan yang termasuk kedalam pendekatan arkeologi-proesual yaitu: deduktif-nomologikal dan sistem-ekologikal. Dalam pendekatan deduktif-nomologikal digunakan metodologi formal-sainifik yang didasarkan pada general laws, yang menganggap bahwa dunia ini terdiri dari gejala-gejala yang dapat diamati, dan bergerak dengan cara yang teratur. Dengan kata lain, dunia dapat dijelaskan dengan prediksi atas serangkaian gejala yang menunjukkan keteraturan tertentu. General Laws (yang menguasai pula perilaku manusia) yang digunakan arkeolog, diambil dari antropologi dan ilmu sosial lainnya. Kini banyak arkeolog menolak asumsi bahwa general law itu ada, dan bahwa metode saintifik deduktif dari ilmu fisika dan sains lainnya tidak tepat digunakan untuk data arkeologi. Pendekatan sistem-ekologikal mengkaji cara berfungsinya sistem-sistem budaya, baik secara internal maupun terkait dengan faktor eksternal seperti lingkungan. Pendekatan ini didasarkan pada tiga model perubahan budaya yaitu: 1) model systems yang berpangkal pada teori general systems; 2) model ekologi-budaya yang melahirkan model interaksi yang rumit antara kebudayaan dengan Sekelumit bahan M.K. Pengantar Arkeologi Umum tahun ajaran 2020-2021. Dipetik dari In the Beginning; An introduction to archaeology, Fifth edition, karya Brian M Fagan (1985), dialihbahasakan oleh Iwan Sumantri. Hanya untuk kalangan Universitas Hasanuddin



15



16



lingkungan, dan 3) model evolusi budaya multilinear, yang menggabungkan dua pendekatan di atas ke dalam satu teori evolusi budaya yang kumulatif dalam jangka waktu panjang melalui adaptasi yang kompleks dengan lingkungan. Akhir-akhir ini terdapat sejumlah arkeolog yang memberikan reaksi terhadap pendekatan evolusioner dan fungsional yang dikembangkan dalam arkeologi prosesual. Mereka sering digolongkan ke dalam kelompok arkeolog pasca-prosesual, tetapi masih berada dalam jalur New Archaeology yang tetap berupaya menapai eksplanasi, bukan sekedar deskripsi. Arkeologi pasca prosesual berkembang ke dalam apa yang dinamakan Hodder sebagai arkeologi-struktural (structural archaeology), atau arkeologi-kognitif (cognitive archaeology).



Arkeologi semacam ini memberi penekanan kepada idea



(gagasan) dan simbol kebudayaan masa lalu dalam eksplanasinya. Mereka berpendapat bahwa kebudayaan arkeologi diciptakan oleh para pendukungnya (social construct), sehingga perlu dipertanyakan apakah penjelasan kita sekarang sudah benar (pendekata emik).



Arkeologi struktural berupaya menganalisis pola-pola kebudayaan (seperti



pendekatan normatif) dan transformasinya.



Contohnya adalah pola-pola kubur di



pemakaman dianggap bukan sekedar pencerminan dari perilaku dan pola masyarakat, tetapi merupakan struktur dalam konteks simbolik. Pada prinsipnya, cara kerja arkeologi kognitif adalah menganalisis pola-pola dibelakang kebudayaan materi. Bentuk



lain



dari



arkeologi



pasca-prosesual



yaitu



arkeologi-kritikal



(critical-archaeology) yang berasumsi bahwa ahli arkelogi adalah aktor dalam kebudayaan kontemporer, karena itu mempunyai pengaruh besar dalam masyarakat sekarang. Rekonstruksi masa lalu yang disusun arkeolog mempunyai fungsi dalam masyarakat sekarang. Demikianlah, arkeologi kritikal berupaya mengkaji pola yang berada dibelakang kebudayaan materi yang dipelajarinya dan yang berkaitan dengan konteks masa kini. Banyak kajian arkeologi kritikan yang memusatkan pada pemahaman golongan masyarakat yang semula tidak diperhitungkan (class interest) sepeti golongan tertindas, orang Negro, wanita, dan sebagainya (disalin dari Mundardjito, 1993 yang menyarikannya dari Willey dan Sabloff 1981 dengan beberapa perbaikan kecil).



Sekelumit bahan M.K. Pengantar Arkeologi Umum tahun ajaran 2020-2021. Dipetik dari In the Beginning; An introduction to archaeology, Fifth edition, karya Brian M Fagan (1985), dialihbahasakan oleh Iwan Sumantri. Hanya untuk kalangan Universitas Hasanuddin



16



17



Kuliah IV Berdasarkan fase perkembangan tersebut maka lahirlah paradigma arkeologi yang mempunyai tujuan yaitu : 1.



Paradigma Sejarah Budaya yang bertujuan untuk merekonstruksi sejarah kebudayaan manusia masa lampau.



2. Paradigma Tingkah Laku yang bertujuan untuk merekonstruksi perilaku dan cara-cara hidup manusia masa lampau. 3.



Paradigma Prosesual yang bertujuan untuk merekonstruksi proses budaya manusia masa lampau.



Tiga Tujuan Arkeologi menurut beberapa ahli Lewis Binford (1972): 1. Rekonstruksi sejarah budaya 2. Rekonstruksi cara-cara hidup manusia masa lampau 3. Studi tentang proses kebudayaan (The study of cultural process)



Irving Rouse (1973) 1.Mempelajari peninggalan purbakala dan cara-cara terdepositnya 2.Merekonstruksi keadaan asal dan perkembangan masyarakat 3.Menggambarkan proses terjadinya perkembangan suatu masyarakat



Bruce Trigger (1978)



Sekelumit bahan M.K. Pengantar Arkeologi Umum tahun ajaran 2020-2021. Dipetik dari In the Beginning; An introduction to archaeology, Fifth edition, karya Brian M Fagan (1985), dialihbahasakan oleh Iwan Sumantri. Hanya untuk kalangan Universitas Hasanuddin



17



18



1.Studi tentang situs dan segala isinya dalam konteks waktu dan ruang. Aktifitas tersebut menghasilkan diskripsi yang bertujuan untuk merekonstruksi sejarah budaya 2.Rekonstruksi cara-cara hidup masa lampau 3.Studi tentang proses-proses kebudayaan



David Hurst Thomas (1979) 1.Pengkerangkaan kronologi kebudayaan 2.Merekonsruksi ulang tentang cara-cara hidup manusia yang telah punah 3. Menjelaskan tentang proses kebudayaan



David L. Clarke (1978) 1. Mempelajari



benda-benda



arkeologis,



elemen-elemennya,



strukturnya,



pola-polanya, proses terjadinya dan efek dari proses tersebut dalam dimensi ruang dan waktu; dengan menggunakan ilmu statistika dan ilmu dinamika. 2. Mempelajari pengulangan kesamaan atau keteraturan benda-benda arkeologis dalam bentuk, fungsi, asosiasi, dan urutan perkembangannya dari setiap wilayah, periode dan lingkungan alam. 3. Mengembangkan pengetahuan atau prinsip-prinsip yang lebih tinggi dalam hal sintesa dan hubungannya dengan benda-benda untuk mencapai suatu pengertian tentang perkembangan yang lebih menyeluruh dan memberi kejelasan model umum dan hipotesa umum. Para arkeolog Indonesia nampaknya sepakat atas tiga tujuan arkeologi yakni: 1. Rekonstruksi sejarah kebudayaan 2. Rekonstruksi cara-cara hidup 3. Penggambaran proses budaya Di dalam arkeologi dikenal istilah “The Big Question” yang meliputi 4 (empat) pertanyaan dasar yaitu: 1. Apa yang telah terjadi dibidang kebudayaan pada masa lampau ?. 2. Kapan peristiwa tersebut terjadi ? Sekelumit bahan M.K. Pengantar Arkeologi Umum tahun ajaran 2020-2021. Dipetik dari In the Beginning; An introduction to archaeology, Fifth edition, karya Brian M Fagan (1985), dialihbahasakan oleh Iwan Sumantri. Hanya untuk kalangan Universitas Hasanuddin



18



19



3. Bagaimana perkembangan kebudayaan tertentu telah terjadi ? 4. Kenapa kebudayaan manusia telah berubah dan berkembang ?



Untuk mencapai ketiga tujuan arkeologi dan juga untuk menjawab empat pertanyaan di atas, dibutuhkan beberapa model, pendekatan, teori dan metode yang cocok. Model/ pendekatan teori yang dimaksud antara lain:



1. Model Normatif Model ini lebih menekankan pada teknik analisis kebudayaan. Inti dari konsep model normatif dapat dirumuskan seperti: •



semua tingkah laku manusia mempunyai pola tertentu. Pola ini merupakan hasil dari norma-norma atau aturan yang di-sepakati masyarakat yang bersangkutan.







aturan atau norma itu diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.



Model Normatif ini berkembang di Amerika dengan tokoh utamanya bernama Frans Boas.



2. Model Fungsional Model ini lebih menekankan pada komponen-komponen budaya dalam satu sistem atau struktur. Pandangan model ini didasari atas anggapan bahwa masing-masing komponen (dalam sistem budaya) merupakan aspek atau bagian dari suatu kebudayaan yang mem-punyai fungsi ganda. Fungsi ganda kebudayaan yang dimaksud adalah: •



kebudayaan



berfungsi



untuk



mempertahankan



keseluruhan



kepentingan



masyarakat •



kebudayaan hanya berfungsi untuk kepentingan dirinya sendiri.



Aliran ini berkembang terutama di Inggris dan Perancis dengan tokohnya Malinowski 3. Model Prosesual Pendekatan ini lebih memusatkan diri pada usaha-usaha untuk mencari dan mengerti tentang proses budaya, yaitu identifikasi terhadap faktor-faktor yang bertanggungjawab terhadap arah dan sifat perubahan budaya.



Sekelumit bahan M.K. Pengantar Arkeologi Umum tahun ajaran 2020-2021. Dipetik dari In the Beginning; An introduction to archaeology, Fifth edition, karya Brian M Fagan (1985), dialihbahasakan oleh Iwan Sumantri. Hanya untuk kalangan Universitas Hasanuddin



19



20



Hubungan antara Model Kebudayaan dengan tiga tujuan arkeologi: Model Kebudayaan



Tujuan Arkeologi



Model Normatif



rekonstruksi sejarah kebudayaan



Model Fungsional



rekonstruksi tingkah laku



Model Prosesual



penggambaran proses budaya



Pencapaian tujuan arkeologi dilakukan dengan cara:



Tujuan Arkeologi



Pengamatan



Rekonstruksi Sejarah



pengamatan pada artefak berdasarkan pada dimensi



Kebudayaan



bentuk, ruang, dan waktu



Rekonstruksi Tingkah Laku



pengamatan pada artefak berdasarkan pada fungsi artefak



Penggambaran Proses Budaya



pengamatan pada artefak berdasarkan pada aspek kronologi (sejarah)



Metode Sebagaimana ilmu lain, arkeologi juga bersandar pada metode untuk mencapai tujuannya. Ada tiga tahap yang harus ditempuh dalam metode arkeologi sebagaimana juga ilmu lain yaitu: observasi, diskripsi, dan eksplanasi. •



Observasi: suatu tahap “pencarian” data arkeologi yang meliputi: penjajakan, survei, dan ekskavasi







Deskripsi



adalah tahap pengolahan data yang meliputi: pendiskripsian data yang



ditemukan, pembuatan klasifikasi berdasarkan konteks ruang dan waktu, bentuk, fungsi dan lain sebagainya. •



Interpretasi dan eksplanasi



Dalam penelitian arkeologi dianjurkan membuat kajian kontekstual yang meliputi konteks



primer



(cultural



transformation;



C-Tr)



dan



konteks



sekunder



(natural



Sekelumit bahan M.K. Pengantar Arkeologi Umum tahun ajaran 2020-2021. Dipetik dari In the Beginning; An introduction to archaeology, Fifth edition, karya Brian M Fagan (1985), dialihbahasakan oleh Iwan Sumantri. Hanya untuk kalangan Universitas Hasanuddin



20



21



transformation; N-Tr). Konteks dianjurkan untuk dimasukkan sebagai salah satu kajian dalam penelitian arkeologi karena berdasarkan kontekslah dapat diwujudkan suatu tujuan arkeologi.



Objek Arkeologi Objek studi arkeologi dapat dibagi atas dua bagian besar yaitu: •



objek formal, yaitu manusia







objek material, yaitu benda peninggalan manusia pada masa lampau yaitu artefak



dan situs.



Atau dengan kata lain objek material adalah segala materi yang berkenaan



dengan peninggalan manusia masa lampau termasuk lingkungannya yang biasa disebut data arkeologi.



Bentuk data arkeologi • Data adalah materi yang dikenal oleh arkeolog sebagai temuan yang signifikan, semua yang dikumpulkan dan direkam sebagai bagian dari penelitian.



Data arkeologi kadang kala



mengacu kepada istilah temuan. • Artefak (artifacts): 1) dalam arti sempit adalah segala objek yang dibuat atau dimodifikasi oleh manusia. 2) adalah segala sesuatu yang berwujud benda yang dapat diamati, yang dibuat sebagian atau seluruhnya oleh manusia masa lampau untuk menyelenggarakan kelangsungan hidupnya. • Fitur (features): artefak yang tidak dapat dipindahkan dari tanah misalnya lubang tiang rumah dan parit. • Struktur (Strctures): rumah-rumah, lumbung padi, candi, dan bangunan lainnya yang dapat terdentifikasi dari pola tiang dan temuan lainnya. •



Ekofak (ecofacts): 1) ekofak (ecofacts), yaitu benda-benda dari unsur lingkungan alam (organisme maupun non organisme) yang berperanan dalam sistem budaya masa lalu atau mempunyai hubungan dengan aktifitas kebudayaan. 2)kadangkala mengacu kepada sisa makanan, misalnya tulang, biji-bijian, dan temuan lainnya, yang mana semuanya adalah hasil buangan ringan aktifitas manusia.



• Data arkeologi tidak selalu terdiri atas artefak, fitur, struktur, dan ekofak semata, tetapi; juga didasari atas konteksnya dalam ruang dan waktu.



Lewis Binford (Binford, 1972:24)



Sekelumit bahan M.K. Pengantar Arkeologi Umum tahun ajaran 2020-2021. Dipetik dari In the Beginning; An introduction to archaeology, Fifth edition, karya Brian M Fagan (1985), dialihbahasakan oleh Iwan Sumantri. Hanya untuk kalangan Universitas Hasanuddin



21



22



mengatakan: “kebanyakan data yang relevan—kalau bukan seluruhnya—adalah semua komponen dalam sistem sosiokultural yang tersimpan pada rekaman arkeologik…Tugas kita kemudian adalah untuk memikirkan intisari informasi—dari rekaman arkeologi—tersebut (Fagan, 1985:88—90). •



fitur (features), yaitu data arkeologi yang tidak dapat dipindahtempatkan tanpa merubah matriksnya, sedangkan yang dimaksud dengan matriks (matrix) adalah media fisik tempat kedudukan, mendukung, memegang atau menyangga artefak. Atau dengan kata lain matriks adalah substansi fisik yang berada di sekitar temuan. Matrix dapat berupa unsur-unsur seperti pasir, kerikil, ataupun air. Sebagian besar matrix arkeologi berasal dari alam, yang kemudian dipengaruhi oleh waktu dan fenomena eksternal seperti angin dan curah hujan. Contoh fitur adalah: sisa pembakaran, tempat sampah, bekas lobang-lobang tiang rumah (post holes) tiang-tiang rumah (post houses), monumen dll.







situs, yaitu sebidang tanah atau lokasi dimana ditemukan artefak







lokus yaitu sebidang tanah yang diduga mengandung artefak.







Provinience adalah tiga dimensi keletakan dari temuan arkeologik.



Provinience



diperoleh dengan memadukan dua hukum dasar dalam arkeologi yaitu hukum asosiasi dan hukum super posisi. •



Context adalah merupakan perpaduan antara matriks, provinience, dan asosiasi antar temuan. Konteks lebih dari hanya sebuah sekedar temuan dan posisinya dalam ruang dan waktu.



Tetapi lebih dari itu, konteks juga menyangkut bagaimana temuan itu



sampai berada pada lokasi tempatnya ditemukan, dan apa yang telah terjadi pada pemiliknya. •



Faktor-faktor yang mempengaruhi konteks: 1. Proses pembuatan dan kegunaan dari objek, rumah, atau temuan lainnya oleh pemiliknya aslinya ?. Misalnya: arah hadap sebuah rumah mungkin ditentukan oleh posisi arah mata hari terbit. Oleh sebab tujuan arkeolog adalah untuk merekonstruksi tingkah laku manusia masa lampau, maka aspek konteks ini merupakan suatu yang aspek penting dalam analisis arkeologi. 2. Proses terdepositnya temuan itu dalam tanah. (Fagan; 1985:94)



Sekelumit bahan M.K. Pengantar Arkeologi Umum tahun ajaran 2020-2021. Dipetik dari In the Beginning; An introduction to archaeology, Fifth edition, karya Brian M Fagan (1985), dialihbahasakan oleh Iwan Sumantri. Hanya untuk kalangan Universitas Hasanuddin



22



23



3. Kejadian yang kemudian yang menimpa sebuah temuan di dalam tanah misalnya apakah suatu kuburan dirusakkan oleh sebuah kuburan yang lebih kemudian, atau apakah situs tersebut dikikis oleh jalannya sebuah aliran sungai ?



Wujud artefak dapat dibagi atas dua bagian besar, yaitu: •



movable object (artefak yang dapat dipindahkan) contohnya: alat-alat batu, keramik







unmovable object (artefak yang tidak dapat dipindahkan)



contohnya:



makam, candi



Artefak dapat pula digolong-golongkan berdasarkan fungsinya yaitu: •



idiofak yaitu artefak yang merefleksikan fungsi ide-ide, misalnya berfungsi bagi ketenangan jiwa yang menjurus kepada kepercayaan. Contoh: mesjid, candi, lukisan dinding.







sosiofak yaitu artefak yang merefleksikan status sosial atau menunjukkan kelompok sosial. Contohnya: benda-benda kerajaan, mahkota raja







tehnofak yaitu benda yang merefleksikan tehnologi yang berfungsi untuk mempertahankan hidup sehari-hari.



Contohnya: senjata, alat-alat pertanian,



alat-alat batu.



Hubungan antara artefak dengan tingkah laku manusia menurut James Deetz (1967) dan Robert Sharer dan Wendy Ashmore (1980) di dalam disiplin ilmu arkeologi dibedakan dalam 4 (empat) kategori yaitu : artefak, subhimpunan artefak, himpunan artefak, dan kebudayaan arkeologi yang dapat diterangkan sebagai: 1) artefak merupakan refleksi dari pola tingkah laku individual (individual behavior patterns). Setiap tipe artefak dihasilkan oleh aktivitas individual, meskipun aktivitas individual tersebut tetap saja harus mentaati kaidah-kaidah yang telah disepakati oleh masyarakatnya. Pengertian individual di sini tidak selalu harus mengacu kepada istilah ‘satu manusia saja’, sebab aktivitas dua atau lebih manusiapun dapat dianggap termasuk dalam kategori individual, selama hanya menghasilkan satu tipe artefak saja. Contohnya adalah sebuah bangunan benteng, yang meskipun didirikan oleh sejumlah besar manusia—dalam pengertian ini—tetap saja Sekelumit bahan M.K. Pengantar Arkeologi Umum tahun ajaran 2020-2021. Dipetik dari In the Beginning; An introduction to archaeology, Fifth edition, karya Brian M Fagan (1985), dialihbahasakan oleh Iwan Sumantri. Hanya untuk kalangan Universitas Hasanuddin



23



24



merupakan ‘artefak’ yang merupakan refleksi dari pola tingkah laku individual. 2) sub-himpunan artefak (sub-assemblages) dianggap merupakan reflaksi dari pola tingkah laku sekelompok manusia (group behavior patterns). Dimaksudkan dengan sub-himpunan di sini adalah kumpulan sejumlah tipe artefak yang terikat dalam satu jalinan fungsional terbatas yang contohnya adalah se-kumpulan alat-alat memasak yang terdapat dalam matriks yang sama, atau sekumpulan benda yang digunakan dalam suatu kegiatan upacara keagamaan. Dengan demikian pengertian sub-himpunan di sini mengacu kepada beberapa atau sejumlah tipe artefak yang keseluruhannya terikat dalam hubungan fungsional tertentu, yang dibatasi pula oleh tingkat aktifitas manusianya. 3) Himpunan artefak (assemblages) merupakan refleksi dari pola tingkah laku masyarakat terbatas (community behavior patterns) yaitu kumpulan sejumlah tipe artefak yang terikat dalam dua atau lebih jalinan fungsional terbatas yang lebih luas dari pada jalinan fungsional pada kategori sub-himpunan.



Contohnya adalah sejumlah alat-alat memasak, alat-alat berburu, dan



alat-alat upacara yang ditemukan pada satu ruang yang sama.



Jadi himpunan di sini



mengacu kepada seperangkat tipe artefak yang keseluruhannya terikat dalam sejumlah hubungan fungsional yang juga memperlihatkan gambaran sejumlah aktifitas manusia. 4) Kebudayaan arkeologi (archaeological culture) merupakan refleksi dari pola tingkah laku masyarakat luas (society behavior patterns) yaitu kumpulan sejumlah besar tipe artefak yang keseluruhannya terikat dalam satu jalinan fungsional umum yang sangat luas. Contohnya adalah sejumlah kumpulan tipe artefak, yang masing-masing kumpulan tersebut dibentuk oleh sejumlah aktifitas.



yang masing-masing



Jadi kebudayaan arkeologis ini



mengacu kepada tingkat tertinggi, baik dalam faktor tipe artefak, kumpulan tipe artefak, maupun tingkat aktifitas dan masyarakatnya.



Sekelumit bahan M.K. Pengantar Arkeologi Umum tahun ajaran 2020-2021. Dipetik dari In the Beginning; An introduction to archaeology, Fifth edition, karya Brian M Fagan (1985), dialihbahasakan oleh Iwan Sumantri. Hanya untuk kalangan Universitas Hasanuddin



24



25



Perincian



Konsep



Ciri



Hirarki



Orientasi



Artefak



satu tipe



satu buah tipe artefak yang dihasilkan oleh



artifact oriented



artefak



satu aktifitas individual



Sub-himp



sejumlah



satu buah dari sejumlah tipe artefak yang



unan



artefak



dihasil-kan oleh satu aktifitas terbatas



Himpuna



sejumlah



satu buah dari sejumlah tipe artefak yang



n artefak



sub-himpu



dihasilkan oleh sejumlah aktifitas terbatas



context oriented



artefak



site oriented



nan Kebudaya



sejumlah



sejumlah artefak dari sejumlah tipe artefak



an



himpunan



yang dihasilkan oleh sejumlah besar aktifitas



arkeologi



regional oriented



yang luas



Pengertian, Klasifikasi, dan Fungsi Situs Akeologi. Pengertian: • Frank Hole dan Robert Heizer menulis defenisi situs sebagai: “...any place large or small, where artifacts are found. The variety of prehistoric site is limited only by the number and kind of places where prehistoric men lived and left their equipment, or where their artifact have come to rest. A site...as small as spot where and arrowhead lies” (Hole dan Heizer, 1965:33) • Haviland menulis: “tempat yang mengandung peninggalan arkeologis dari pemukiman manusia sebelumnya dikenal sebagai situs” (Haviland, 1988:208) • Sedang situs menurut Collin Renfrew dan Paul Bahn: “archaeological site may be thought of places where artifact, feature, and organic and invironment remains are found together” (Renfrew dan Bahn, 1991: 42). • Sementara Brian M. Fagan memberi pengertian tentang situs sebagai: Sekelumit bahan M.K. Pengantar Arkeologi Umum tahun ajaran 2020-2021. Dipetik dari In the Beginning; An introduction to archaeology, Fifth edition, karya Brian M Fagan (1985), dialihbahasakan oleh Iwan Sumantri. Hanya untuk kalangan Universitas Hasanuddin



25



26



“.....are places where traces of ancient human activity are to be found” (Fagan, 1985: 7)



Klasifikasi Situs Situs dapat diklasifikasikan berdasarkan: konteks arkeologisnya (archaeological context), berdasarkan temuannya, lokasi geografiknya (geographical location), dan kandungan artefaknya (archaeological content). Menurut Brian M Fagan (1985):



Fungsi situs



• Situs hunian adalah situs yang paling umum yang merupakan tempat dimana manusia telah menetap dan menyelenggarakan rumah tangga seperti menyediakan makanan dan membuat perkakas.



Perkampungan sementara paling awal manusia yang diketahui



adalah Lembah Olduvai yang merupakan situs hunian.



• Situs pembantaian; adalah tempat dimana manusia pada masa lampau melakukan pembantaian dan membuat tempat tinggal sementara di sekitar tempat pembantaian sambil memotong daging, sepertinya mereka telah merencanakannya.



• Situs upacara; jenis situs ini mungkin atau tidak mungkin dimasukkan dalam situs hunian. Pemukiman kebudayaan Mesopotamia adalah daerah ibukota dan situs upacara yang dikelilingi daerah pemukiman. Situs upacara lainnya yang terkenal seperti Stone Hange di Inggris atau Great Survent Meud di Ohio adalah monumen-monumen yang dipisahkan. Alat upacara digunakan dalam berbagai upacara.



• Situs penguburan; orang-orang Eropa telah melakukan penguburan untuk mereka yang telah meninggal sejak 70.000 tahun yang lalu dan sering memberi bekal yang luar biasa untuk menyiapkan mereka menghadapi kehidupan setelah kematian.



Mungkin situs



penguburan yang paling terkenal adalah pyramida di Mesir. Penguburan raja seperti pada orang Pharaoh Tutenkhamaun, menggunakan tenaga kerja ratusan mausia dalam persiapannya. Banyak penguburan yang berasosiasi dengan alat-alat rumah tangga yang sudah tua seperti misalnya perhiasan emas yang mewah, keramik asing, senjata tajam sebagaimana yang biasa dijumpai pada kuburan-kuburan pra-islam di Sulawesi Selatan.



Sekelumit bahan M.K. Pengantar Arkeologi Umum tahun ajaran 2020-2021. Dipetik dari In the Beginning; An introduction to archaeology, Fifth edition, karya Brian M Fagan (1985), dialihbahasakan oleh Iwan Sumantri. Hanya untuk kalangan Universitas Hasanuddin



26



27



Hingga dewasa ini, dikenal setidaknya ada dua aliran (mainstream) dalam arkeologi yaitu arkeologi tradisional (traditional archaeology) dan arkeologi baru (the New Archaeology) •



Tradisional arkeologi: Studi arkeologi pada masa perkembangan awal hingga menjelang tahun 1960-an. Arkeologi tradisional mula-mula berkembang di Eropa dengan ciri-ciri antara lain: 1. bersifat artifact oriented 2. hanya memperhatikan kronologi 3. sifat penalarannya induktif 4. banyak mempergunakan metode kualitatif 5. lebih banyak memperhatikan teknologi Tokoh utama dalam arkeologi tradisional antara lain: Gordon Childe dan Graham



Clark. •



the New Archaeology



Aliran ini mulai berkembang di Amerika sejak tahun 1960-an yang dipelopori oleh Walter Taylor, James Deetz, dan Lewis Binford. Ciri-ciri aliran ini adalah: 1. bersifat site oriented 2. tidak hanya memperhatikan kronologi, tetapi keseluruhan bekas-bekas kebudayaan beserta aspek tingkah laku dan proses pe-rubahan budaya 3. sifat penalarannya deduktif 4. banyak mempergunakan metode kuantitatif 5. mengenal metode sampling, analogi etnografi dan berbagai ma-cam pendekatan lainnya.



Kegunaan arkeologi • Di beberapa negara, arkeologi dipakai sebagai alat politik.



Alasannya, karena



benda-benda arkeologis merupakan sesuatu yang sangat awam atau sesuatu yang dianggap langka oleh segelintir orang yang dapat menjadi sarana pertentangan dan pertikaian oleh beberapa negara. Tetapi disisi lain, arkeologi atau benda arkeologi dapat Sekelumit bahan M.K. Pengantar Arkeologi Umum tahun ajaran 2020-2021. Dipetik dari In the Beginning; An introduction to archaeology, Fifth edition, karya Brian M Fagan (1985), dialihbahasakan oleh Iwan Sumantri. Hanya untuk kalangan Universitas Hasanuddin



27



28



pula menjadi pemicu dalam mengembangkan kesejahteraan rakyat di bidang pariwisata. Benda-benda yang dimaksud adalah, baik berupa benda-benda kuno, bangunan-bangunan yang dihasilkan dari jaman lampau, maupun tulisan-tulisan sejarah, arsip-arsip serta dokumen-dokumen penting lainnya. • Contoh dua negara yang mempergunakan arkeologi sebagai alat politik yaitu: Zambia dan Tanzania. Hal tersebut digambarkan dalam buku yang ditulis oleh presiden Zambia; Kenneth Kaunda serta buku yang menyangkut orang-orang Zambia yang ditulis oleh para arkeolog dan sejarawan.



Di Tanzania, diadakan ekskavasi yang dilakukan



bersama-sama dengan universitas (sebagai sponsor utama) untuk mengadakan penelitian tentang orang-orang yang hidup pada jaman sebelum kolonial (Fagan, 1983). • Julian Steward adalah seorang ahli antropologi yang memberikan identifikasi terhadap benda-benda budaya.



Dia bertugas sebagai dosen ilmu-ilmu sosial dan banyak



mengetahui tentang kebudayaan daerah.



Ada 3 (tiga) pokok pikiran Steward yang



terkenal yaitu : 1. adanya perbedaan pada setiap kebudayaan adalah akibat adaptasi atau penyesuaian diri dengan lingkungan hidup 2. tidak ada kebudayaan yang tahan lama terhadap adaptasi dengan lingkungan hidup yang mana hal tersebut merupakan peradaban atau peninggalan yang tidak berubah sepanjang zaman 3. perbedaan dan perubahan selama periode kebudayaan dalam per-kembangannya di setiap daerah dapat berhubungan dengan kom-pleks sosial, atau dapat mengakibatkan tumbuhnya kebudayaan baru • Hubungan antara pokok pikiran Steward dengan Cultural ecology adalah: bahwa suatu kebudayaan yang hidup di lingkungan manapun harus mengalami perubahan sedikit demi sedikit.



Sampai pada terjadinya revolusi besar-besaran yang dapat mengakibatkan



timbulnya unsur-unsur baru dalam kebudayaan. Hal ini dapat diakibatkan pula karena orang-orang dalam lingkungan tersebut cenderung untuk beradaptasi dengan kebudayaan baru (Fagan, 1983). Sekelumit bahan M.K. Pengantar Arkeologi Umum tahun ajaran 2020-2021. Dipetik dari In the Beginning; An introduction to archaeology, Fifth edition, karya Brian M Fagan (1985), dialihbahasakan oleh Iwan Sumantri. Hanya untuk kalangan Universitas Hasanuddin



28



• Dalam tahun 1950-an, metode statistik digunakan dalam ilmu alam dan fisika, serta ilmu



29



sosial, yang merupakan landasan utama dalam penelitian yang digunakan dalam arkeologi. Pernyataan-pernyataan dan teknik baru, didapatkan oleh para arkeolog yang dapat menggambarkan dan memanipulasi terhadap data yang dihitung secara kuantitatif. Mereka adalah Lewis Binford, Leslie White, Julian Steward dan Albert Spaulding. • Metode statistik tumbuh dan mengalami perkembangan yang datang bagaikan suatu “gaya”, yang oleh arkeolog dapat dipandang



sebagai suatu hal yang dapat



merealisasikan penggambaran kehidupan masa lampau me-lalui metode kuantitatif dari data-data arkeologi yang terkumpul. Cara-cara kerjanya banyak menggunakan hipotesa dari beberapa pendapat para akhli arkeologi. • Pengaruh sistem teori dalam prosesual arkeologi: yaitu semua dasar-dasar dari ilmu arkeologi diserap dari filsafat Thomas Kuhn. Sistem teori yang berpengaruh adalah sistem hubungan timbal balik antara orang-orang yang hidup pada masa lampau dengan lingkungannya. • Teori Evolusi dalam kebudayaan mempunyai konsep yang berasal dari antropologi yang menyelidiki tentang tahap-tahap perkembangan manusia mulai dari tingkat sederhana hingga yang kompleks, terutama bentuk biologinya, peradabannya sampai penggalian sisa-sisanya yang tertinggal. • Menurut Tylor, kebudayaan adalah suatu kompleks yang mengandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, dan adat istiadat dalam suatu masyarakat sebagai satuan sosial. • Menurut Morgan, kebudayaan adalah perbuatan manusia yang dilakukan untuk mengatasi diri dari alam dengan jalan beradaptasi dengan lingkungannya. • Persamaan antar keduanya adalah adanya kesamaan unsur yang membentuk kebudayaan yaitu hasil tngkah laku atau perbuatan manusia. • Perbedaannya adalah; Tylor menyebut kebudayaan merupakan sesuatu yang kompleks, baik itu manusia sebagai satuan sosial ataupun tindakannya.



Sedang Morgan lebih



memusatkan diri pada hubungan timbal balik dan cara manusia mengatasi diri dengan alam.



Sekelumit bahan M.K. Pengantar Arkeologi Umum tahun ajaran 2020-2021. Dipetik dari In the Beginning; An introduction to archaeology, Fifth edition, karya Brian M Fagan (1985), dialihbahasakan oleh Iwan Sumantri. Hanya untuk kalangan Universitas Hasanuddin



29



30



Bahan diperoleh dari Adovasio, J.M., et al., 1977. "Meadowcroft Rockshelter." dalam A.L. Bryan ed. Early Man in America. Edmonton: Archaeological Researcher International. Hal. 140--180. Binford, Lewis R. 1972. An Archaeological Prespectives. New York: Seminar Press. ______. 1983. In Pursuit of The Past. London and New York: Thames and Hudson Boas, F. 1948. Race, language, and culture. New York: Macmillan. Butzer, Karl. 1964. Environtment and Archaeology. 1st ed. London: Methuen & Co. Clark, Grahamme. 1960. Archaeology and Society. London: Metheun. Clarke, David L. 1968. Analytical Archaeology. London: Methuen & Co. _________________. 1977. Spatial Archaeology. London: Academmic Press. Cole, dan Duel, T. 1937. Rediscovering Illinois. Chicago: Unniversity of Chicago Press. Deetz, James F. 1967. Invitation to Archaeology. New York: The Natural History Press. Dunnel, Robert C. dan William S Dancey. 1983. "Siteless Survey: A Regional Scale Data Collection Strategy" dalam: M. B. Shiffer. ed. Advances in Archaeological Method and Theory. Vol 6. hal. 267--287. Fagan, Brian M, 1980. People of the Earth, An Introduction to World Prehistory.edisi ketiga. The Lindbriar Corp. __________. 1985. In the Beginning: An introduction to archaeology. Toronto: Little, Brown and Company. Hole, Frank., dan Robert F. Heizer. 1965. An Introduction to Prehistoric Archaeology. New York: Holt, Rinehart & Winston. Kuhn, T.S. 1962. The stucture of scientific revolutions. Chicago: University of Chicago Press.



Sekelumit bahan M.K. Pengantar Arkeologi Umum tahun ajaran 2020-2021. Dipetik dari In the Beginning; An introduction to archaeology, Fifth edition, karya Brian M Fagan (1985), dialihbahasakan oleh Iwan Sumantri. Hanya untuk kalangan Universitas Hasanuddin



30